You are on page 1of 11

AKTIVA LANCAR dan STRUKTUR UTANG

KELOMPOK 7
RIBO (A 311 08 256)
BRIAN (A 211 07 058)
MARKOS (A 311 08 257)
PUTRA (A 211 07 052)
FAHRIZAL (A 211 07 066)
TAMARA (A 211 07 690)
Aktiva lancar didefenisikan sebagai aktiva yang secara nominal berubah
menjadi kas dalam waktu satu tahun atau kurang. Manajemen modal kerja
biasanya menyangkut pengelolaan aktiva-aktiva ini dan pengelolaan kewajiban
lancar. Sedangkan pengelolaan aktiva tetap, yaitu yang berubah menjadi kas
memerlukan waktu lebih dari satu tahun, biasanya disebut sebagai capital
budgeting.
Penentuan tingkat yang layak dari aktiva lancar dan kewajiban lancar,
menyangkut keputusan-keputusan mendasar dalam likuiditas perusahaan dan
komposisi umur (maturity) hutang-hutangnya. Keputusan-keputusan tersebut
akan dipengaruhi oleh trade-off antara profitabilitas dan risiko. Keputusan yang
menyangkut likuiditas aktiva perusahaan manajemen kas dan investasi pada
sekuritas, kebijakan dan prosedur penjualan kredit, manajemen peresediaan
dan manajemen aktiva tetap.
Karena itu, aktiva lancar, semakin rendah proporsi aktiva likuid, semakin besar
profitabilitas perusahaan. Apabila kita pertimbangkan bahwa biaya hutang
jangka pendek lebih rendah dari biaya hutang jangka panjang, maka
dipandang dari pertimbangan profitabilitas, perusahaan akan lebih baik
menggunakan hutang jangfka pendek.
Apabila diasumsikan bahwa perusahaan telah mempunyai kebijaksanaan tentang
pembayaran pembelian, pembayaran upah dan gaji, serta pembayaran pajak dan
biaya-biaya lain, maka jumlah hutang dagang dan rekening accruals, akan berubah
dengan sendirinya apabila efektifitas perusahaan berubah. Dengan kata lain,
rekening-rekening tersebut merupakan pendanaan yang spontan, yang tidak perlu
dicairkan sumbernya.
Pendekatan Hedging.
Strategi pendanaan ini membiayai setiap aktiva dengan dana yang jangka waktunya
kurang lebih sama dengan jangka waktu perputaran aktiva tersebut menjadi kas.
Dengan demikian, variasi jangka pendek aktiva lancar akan dibiayai dengan hutang
jangka panjang atau modal sendiri, demikian pula untuk aktiva tetap.
Strategi pendanaan hedging mendasarkan diri atas matching principle, yang
menyatakan bahwa sumber dana hendaknya disesuaikan dengan berapa lama dana
tersebut diperlukan. Kalau dana tersebut hanya untuk keperluan jangka pendek, maka
sumber dana jangka pendek bisa dipergunakan. Sebaliknya penggunaan untuk
jangka panjang seharusnya dibiayai dengan sumber dana jangka panjang pula.
Dengan menyelaraskan antara struktur aktiva dan struktur hutang perusahaan, maka
risiko yang dihadapi adalah penyimpangan aliran kas dari yang diharapkan.
Pendanaan Konservatif.
Pendekatan ini memberika margin of safety yang cukup besar. Yaitu
sebagagian aktiva lancar bukan permanen, didanai dengan
pendanaan jangka panjang (yaitu dengan hutang jangka panjang,
modal sendiri, dan pendanaan spontan). Dengan kata lain, kalau
diperkirakan dana tersebut akan diperlukan untuk enam bulan,
perusahaan mungkin mencari pinjaman dengan jangka waktu dua
belas bulan. Semakin besar margin of safety ini, semakin konservatif
kebijakan pendanaan yang dianut.
Pendanaan Agresif.
Kalau pada cara pendanaan konservatif perusahaan lebih
mementingkan faktor keamanan, maka cara pendanaan agresif
perusahaan berani menanggung risiko. Trade-off yang diharapkan
adalah memperoleh profitabilitas yang lebih tinggi. Strategi ini
berarti mendanai sebagian kebutuhan jangka panjang dengan
pendanaan jangka pendek. Apabila suku bunga kredit jangka
pendek memang lebih rendah dari jangka panjang, maka strategi ini
akan dikompensir dengan profitabilitas yang lebih tinggi.
Pendanaan Jangka Pendek versus Jangka Panjang

Jangka waktu pendanaan

Jangka waktu (usia) aktiva Jangka pendek Jangka panjang

Jangka pendek 1/risiko-profitabilitas rendah 2/risiko-profitabilitas

(temporer)moderat

Jangka panjang (permanen) 4/risiko-profitabilitas tinggi 3/risiko-profitabilitas moderat


Seandainya perusahaan telah menetapkan kebijakan tentang piutang dan
persediaan, maka jumlah aktiva lancar, di samping dipengaruhi oleh tingkat
oprasi perusahaan (atau penjualan yang diharapkan akan dicapai) juga akan
dipengaruhi oleh besar kecilnya perusahaan menyediakan kas (atau aktiva
likuid). Untuk tingkat operasi yang sama, semakin besar aktiva likuid yang
disediakan, semakin besar jumlah aktiva lancar yang dimiliki.
Meskipun hubungan antara jumlah aktiva lancar dengan tingkat kegiatan
tidaklah linear, tetapi dapat dilihat bahwa semakin besar tingkat kegiatan,
semakin besar pula jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Besar
kecilnya aktiva lancar tersebut juga dipengaruhi oleh besar kecilnya aktiva yang
dipertahankan oleh perusahaan.
Semakin besar aktiva likuid yang disediakan, semakin besar jumlah aktiva
lancar yang dimilki. Semakin besar saldo kas yang disediakan, semakin besar
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban kasnya. Sebaliknya dengan
semakin banyaknya kas yang dimilki, semakin rendah profitabilitas perusahaan
(karena kas diasumsikan memberikan profitabilitas yang paling rendah).
Perbandingan ketiga kebijakan tersebut disajikan pada tabel berikut
Profitabilitas pada Berbagai Alternatif Aktiva Likuid

I II III

Penjualan

Laba operasi

Akitiva likuid

Piutang

Persediaan

Aktiva tetap

Aktiva total

Perputaran aktiva

(penjualan/aktiva)

Rentabilitas ekonomi

(laba/aktiva)

Nampak bahwa kebijakan yang paling konservatif (kebijakan I) memberikan profitabilitas


(yaitu rentabilitas ekonomi) yang paling rendah. Sedangkan kebijakan yang paling agresif
(kebijakan III) memberikan rentabilitas ekonomi yang paling tinggi. Contoh yang sangat
disederhanakan tersebut menunjukkan adanya trade-off antara risiko (yaitu likuiditas)
dengan profitabilitas. Kalau manajemen mengutamakan likuiditas, mereka terpaksa
mengorbankan profitabilitas, dan sebaliknya. Masalah ini yang sering disebut manager’s
dilemma.
Apabila kedua keputusan tersebut dikombinasikan, maka kita
bisa menjumpai berbagai situasi. Misalnya, perusahaan
mungkin memilih pendanaan agresif. Ini berarti sebagian
kebutuhan dana jangka panjang dibiayai dengan dana jangka
pendek. Di samping itu perusahaan juga memilih untuk
menyediakan jumlah kas yang sangat sedikit. Kebijakan ini,
tentu saja, akan sangat meninggikan risiko menghadapi
technical insolvency meskipun diharapkan akan memperoleh
profitabilitas yang tinggi.
Sebaliknya, perusahaan bisa memilih pendanaan yang
agresif, tetapi dibarengi dengan penyediaan aktiva likuid
yang relativif besar. Dengan demikian risiko technical
insolvency bisa dikurangi dengan adanya aktiva likuid yang
cukup besar.
Perbedaan Pengertian Modal Kerja
Maslah tersebut sebenarnya berasal dari perbedaan pengertian tentang modal kerja. Semua pihak
sepakat bahwa modal kerja adalah dana yang diperlukan untuk operasi sehari-hari. Karena itu dana
untuk investasi jangka panjang (membeli aktiva tetap) tidak dimasukkan dalam pengertian ini.
Sayangnya pengertian ini kemudian menjadi berbeda sewaktu dikaitkan dengan masalah
pendanaannya.
Pengertian yang dipergunakan oleh bank di Indonesia adalah bahwa modal kerja dikartikan
sebagai aktiva lancar untuk operasi perusahaan. Karena itu, misalnya, tidak termasuk di dalamnya
piutang kepada manajemen, investasi pada sekuritas, dan sebagainya. Untuk menghitung kebutuhan
modal kerja, bank akan memproyeksikan beberapa aktiva lancar tersebut, kemudian 70%-nya akan
disediakan dananya dalam bentuk kredit modal kerja.
Metode keterikatan dana pada modal kerja
Metode ini mengakui dua hal penting, yaitu :
Untuk mendanai kebutuhan akan modal kerja mungkin saja telah disediakan (sebagian) oleh pihak
lain dalam bentuk pendanaan spontan.
Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang seharusnya tidak memasukkan unsure laba.
Metode arus kas
Metode ini pada dasarnya sama dengan penyusunan anggaran kas. Bedanya adalah bahwa arus kas
yang dipertimbangkan adalah hanya arus kas yang menyangkut pengeluaran atau penerimaan dari
operasi sehari-hari. Tidak termasuk di dalamnya, misalnya, pembelian aktiva tetap, pelunasan
hutang jangka panjang, dan sebagainya. Besarnya modal kerja yang diperlukan pada suatu periode
ditunjukkan dari deficit kas masuk dibandingkan dengan kas keluar.
Pemilihan rasio yang tepat sebagai indicator efesiensi
modal kerja sangat sulit. Meskipun demikian, apabila
diasumsikan bahwa kebijakan piutang dan persediaan
efesien, rasio antara laba operasi dengan aktiva lancar
operasi bisa dipergunakan sebagai indicator. Rasio yang
disebut sebagai return on working capital ini dinyatakan
sebagai,
Return on working capital = operating income
Current assets

Rasio ini menggunakan dasar pemikiran dengan


pengukuran rentabilitas ekonomi.
TERIMA KASIH

You might also like