You are on page 1of 96

CSS

Clinical Science Session


Reumatology

Disusun Oleh:
Cellia Riantiani
Ihsan Luthfi A
Ima Endah
Wita Apriani

Preseptor:
Hj. Hertika, dr.,Sp.PD

SMF Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Al Ihsan bandung
2017
Osteoartritis
Definisi

 Suatu penyakit degeneratif akibat kegagalan sendi yang


bersifat kronis dan menerang persendian, terutama
kartilago sendi.
Epidemiologi

 ± 40% dari populasi usia > 70 tahun menderita OA.

 80% pasien OA mempunyai keterbatasan gerak dalam


berbagai derajat dari ringan sampai berat 
mengurangi QOL.

 Di Jawa Tengah : prevalensi OA mencapai 15,5% pada


pria dan 12,7% pada wanita 40-60 tahun.

 Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya


usia.
Faktor Resiko

 Umur
 Jenis kelamin
 Suku bangsa
 Genetik
 Kegemukan dan penyakit metabolik
 Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
 Kelainan pertumbuhan
Klasifikasi

 OA primer disebut idiopatik : disebabkan


faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas
kolagen sehingga mudah rusak.

 Sedangkan OA sekunder adalah OA yang


didasari kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, mikro dan
makro trauma, imobilitas yang terlalu
lama serta faktor risiko lainnya, seperti
obesitas dan sebagainya.
PATOGENESIS

PATOGENESIS
Risk Factor : Age, Sex, Mechanic stress, excessive joint usage, anatomic defect, obesity, genetic, job, sport

Nitric oxide Mechanical & chemical injury Imbalance between


Peningkatan fibrinogenik dan
Matrix degeneration
penurunan fibrinolitik
& matrix synthesis
ProInflamasi : Timbul osteaofit
Peningkatan
kepekaan Penumpukan thrombus dan
Menekan komplek lipid pada daerah
trauma,
Periosteum dan subkondral
radiks saraf yang
berasal dari
medulla spinalis Iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral

Pelepasan Mediator Kimiawi


-. Peningkatan sintesis (Pg & IL)
Kerusakan kartilago enzim degradasi rawan
sendi
- Menghambat proses
sintesis dan perbaikan Nyeri Pada Sendi
kondrosit
Apoptosis kondrosit

OSTEOARTHRITIS
Manifestasi Klinis

 Nyeri sendi yang bertambah saat


beraktivitas dan berkurang dengan
istirahat.
 Gangguan range of motion akibat
nyeri.
 Kekakuan sendi pada pagi hari
umumnya setelah imobilisasi yang
cukup lama (biasanya <30 menit)
 Krepitasi dapat ditemukan pada sendi
yang nyeri.
 Deformitas sendi yang permanen.
 Perubahan gaya berjalan dan
gangguan fungsi sendi.
 Pembengkakan sendi yang asimetris
akibat adanya efusi dan osteofit.
 Tanda inflamasi akut sendi :
Peningkatan suhu, nyeri tekan,
gangguan gerak, kemerahan.
Pemeriksaan Fisik

 Hambatan gerak
 Krepitasi
 Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
 Tanda-tanda peradangan
 Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
 Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium
Dapat ditemui tanda-tanda peradangan.
 Pemeriksaan radiologi
 Rontgen sendi
 MRI
 Artroskopi
 Artrografi
Treatment

1. Terapi non farmakologis


2. Terapi farmakologis
3. Terapi bedah
1. Terapi non farmakologis

 Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai


penyakit.
 Fisioterapi dan rehabilitasi untuk melatih
persendian dan mengurangi rasa sakit.
 Menghindari terjadinya obesitas dan menjaga
BB ideal.
 Mengurangi aktivitas yang merangsang sendi
secara berlebihan.
2. Terapi farmakologis

 Analgesik oral non opiat


Asetaminofen, OAINS (ibuprofen, naproksen, dan
salisiat)
 Analgesik topikal
Gel natrium diklofenak 1%
 Chondroprotective agent
Tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, superoxide desmutase
dan sebagainya.
3. Terapi bedah
 Maligment, deformitas lutut Valgus-varus dsb
 Arthroscopic debridement dan joint lavage
 Osteotomi
 Artroplasti sendi total
Komplikasi

 Osteonekrosis spontan sendi lutut


 Bursitis
ARTRITIS GOUT
Pendahuluan
Definisi :
 Artritis pirai (gout) adalah kelompok penyakit heterogen
sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada
jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstraselular.

Manifestasi klinik deposisi urat meliputi:


1. Serangan berulang pada sendi dan peradangan di sekitar
sendi (artritis gout )
2. Akumulasi kristal pada sendi, tulang, jaringan lunak dan
rawan sendi yang merusak tulang (tofi).
3. Batu asam urat pada saluran kencing dan ginjal yang
menimbulkan gangguan fungsi ginjal ( gout nefropati )

Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah


hiperurikemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar
urat lebih dari 7.0 ml/dl dan 6.0mg/dl.
Epidemiologi

 Tahun 1986 di amerika serikat dilaporkan 13.6/1000 (pria) dan


6.4/1000 (wanita)
 Di indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang atritis pirai
Patogenesis
 Penumpukan agen penyebab yaitu kristal monosodium
urat pada sendi. Karena berhubungan dengan trauma
ringan yang berulang

 Mekanisme peradangan → belum diketahui secara


pasti → diduga oleh peranan mediator kimia dan
selular bertujuan untuk mentralisir dan mencegah
perluasan

 Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat


aktivasi melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas
komplemen C dan selular.
Penyebab hiperurisemia
1. Produksi asam urat meningkat :

a. Penyebab genetik
 Mutasi genetik

b. Penyebab didapat
 Penyakit mieloproliferatif, hemolitik, psoriasis.
 Makanan tinggi purine
 Obesitas dan hipertriglesiridemia
 Alkohol
 Konsumsi fruktosa
 Latihan fisik berat
Penyebab hiperurisemia
2. Ekskresi asam urat menurun

a. Penyebab genetik
 Pengeluaran asam urat yang menurun

b. Penyebab didapat
 Penyakit ginjal
 Obat-obatan tertentu
 Penyebab ginjal (darah tinggi, aliran urin menurun
:<1ml/min)
Manifestasi Klinik

 Gejala gout berkembang dalam 4 tahap yaitu;

 tahap asimptomatik,
 artritis gout akut,
 interkritikal gout dan
 gout menahun dengan tofi (Gout tofaseus kronik)
1. Tahap asimptomatik

 Tahap Asimptomatik : Pada tahap ini kadar asam urat


dalam darah meningkat, tidak menimbulkan gejala.

 Bila konsentrasi asam urat lebih dari 7mg/dl dalam


darah cenderung akan terjadi kejenuhan.

 Dikatakan hiperurisemia jika laki-laki >8.1mg/dl,


wanita 7.2mg/dl.

 Kadar asam urat wanita biasanya 1mg/dl di bawah


laki-laki namun cenderung sama setelah manopause.

 Peningkatan asam urat tidak selalu disertai gejala


klinis.
2. Artritis gout akut
 Laki-laki : serangan gout umumnya terjadi pada dekade kelima atau keenam
 Wanita : cenderung lebih tua atau tergantung beberapa faktor lain antara
lain usia saat menopause.
 Radang sendi pada stadium ini sangat akut → timbul sangat cepat dalam
waktu singkat.
 Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit
yang hebat dan tidak dapat berjalan.
 Biasanya bersifat monoartikuler.
 Keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah, dan gejala
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.
 Nyeri meningkat sampai puncaknya dalam 8-12 jam.
 Lokasi yang paling sering adalah pada MTP-1 (90%) yang biasanya disebut
podagra.
 Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu
pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku.
2. Artritis gout akut
 Serangan akut ini dilukiskan olah Sydenham sebagai: sembuh beberapa
hari sampai beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang
multipel, interval antara serangan singkat dan dapat mengenai
beberapa sendi.

 Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang


dalam beberapa jam atau hari.

 Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu.

 Serangan gout yang tidak diobati akan berlangsung selama beberapa


jam sampai 1-2 minggu.

 Serangan pertama dan serangan berikutnya umumnya lebih dari satu


tahun.

 Selanjutnya serangan akan bertambah sering dan nyerinya berlangsung


lebih lama, serta melibatkan banyak sendi.
2. Artritis gout akut

 Faktor pencetus serangan akut antara


lain berupa trauma lokal, diet tinggi
puri, kelelahan fisik, stres, tindakan
opersai, pemakaian obat diuretik atau
penurunan dan peningkatan asam urat.

 Penurunan asam urat darah secara


mendadak dengan allopurinol atau
obat urokosurik dapat menimbulkan
kekambuhan.
3. Stadium interkritikal
 Ketelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik asimptomatik.

 Secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang


akut, namun pada aspirasi sendi dapat ditemukan
kristal urat→menunjukkan bahwa proses keradangan
tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan →dapat
terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat
sampai 10 tahun tanpa serangan akut.

 Penangganan X baik dan pengaturan asam urat yang X


benar → dapat timbul serangan akut yang lebih sering
yang dapat mengenai beberapa sendi dan bisanya lebih
berat → berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi.
4. Stadium artritis gout menahun
( Gout tofaseus kronik )
 Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri (self
medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur dengan
dokter.
 Biasa terjadi setelah 12 tahun sejak serangan gout akut pertama.
 Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat
poliartikular.
 Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, dan kadang-kadang
dapat timbul infeksi sekunder.
 Pada tofus yang besar dapat dilakukan eksterpasi, namun hasilnya kurang
memuaskan.
 Lokalisasi tofi paling sering : cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon
Achilles dan jari tangan.
 Komplikasi tofi : nyeri dan destruksi sendi serta kompresi pada serabut
saraf.
 Kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal
menahun.
Diagnosis

 Ditegakkan berdasarkan anemnesis dan


pemeriksaan fisik, serta adanya kristal asam urat
dalam cairan sendi.

 Kadar asam urat dalam darah penderita umumnya


tinggi namun pada serangan akut kadarnya dapat
normal.

 Pada serangan akut dapat sampai peningkatan LED


dan leukosit.

 Dari aspirasi cairan sendi juga ditemukan jumlah


leukosit yang meningkat dan kristal asam urat
yang berbentuk jarum.
Kriteria diagnosis artritis gout
akut
 Terdapat kristal asam urat pada cairan sendi atau
 Terdapat kristal asam urat dari tofus atau
 Terdapat 6 dari 12 parameter tersebut
 Artritis akut lebih dari sekali
 Puncak peradangan terjadi pada hari pertama
 Serangan monoartritis
 Kemerahan sendi
 Bengkak dan nyeri MTP-1
 Artritis sesisi meliputi MTP1
 Artritis unilateral termasuk sendi tarsal
 Diduga ada tofus
 Hiperurisemia
 Radiografi sendi : pembengkakan pada 1 sendi
 Radiograf : kista subkortikal tanpa erosi sendi
 Biakan cairan sendi negatif saat terjadinya serangan radang.
Laboratorium
 Peningkatan kadar asam urat

 Meningkatnya kadar alkaline phosphatase (50%) –


menggambarkan proses inflamasi, immobilisasi dan
resorpsi tulang

 Kristal asam urat pada sedimen urin

 Kelainan fungsi ginjal karena adanya nefropati urat

 Analisis cairan sinovium


Radiografi

 Pada awalnya normal atau non psesifik, selanjutnya


dapat dijumpai erosi punched-out dengan lesi seperti
gigitan tikus (rat bite lesion) pada tepi tulang.
Penatalaksanaan

Tujuan terapi:
 menghilangkan rasa nyeri,
 mencegah serangan baru dan mencegah terbentuknya
tofi, batu ginjal maupun kerusakan sendi.

Non-farmakologik
Farmakologik
Non farmakologik

 Edukasi
 Pengaturan diet : Rendah purin
 Istirehat sendi : Pada serangan akut, daerah yang nyeri di
istirehatkan dan dikompres dengan air dingin.
 Mengurangi berat badan dapat membantu mengurangi
asam urat dalam serum
 Alkohol juga dihindari karena selain menigkatkan produksi
juga menggangu ekskresi asam urat.
 Dehidrasi dan trauma berulang juga dielakkan karena
dapat menginduksi serangan gout.
Farmakologik

Urate lowering agent :


 Allopurinol : 100-300mg. Mulai diberikan 2
minggu setelah fase akut reda.
 Uricosuric : probenesid : 2x 250mg hanya
diberikan jika ekskresi asam urat total
melalui urin dalam 24 jam kurang dari 250mg.

Penting : tidak memberikan urate lowering


agent pada saat serangan akut. Hal ini dapat
meransang penguraian kristal asam urat dan
mejadikan proses peradangan menjadi
semakin lama dan semakin berat.
Farmakologik
Pada fase akut:

 Jika penderita datang dalam 12-24 jam pertama serangan, maka cukup dengan
Colchicne 0.5 – 1mg/ 1-2 jam sampai nyeri hilang dengan dosis maksimal
6mg/hari. Di lanjutkan 1 x 0.5 mg/hari sampai 2-4 minggu.

 NSAID : lebih diutamakan yang onsetnya cepat seperti Indometasin :25-


100mg/hari selama 1 minggu, Diclofenac sodium 3 x 50 mg selama 5 hari.
Namun demikian yang long acting pun dapat digunakan seperti Tenoxicam dosis
awal 40mg dilanjutkan 20mg selama 5 hari. Celecoxib 2 x 200mg selama 7 hari.

 Jika ada kontraindikasi terhadap NSAID ’terpaksa’ diberikan methyl


prednisolon depo atau triamcinolon hexacetonide 40mg, intra artikular atau IM
sekali sahaja.

 Bicarbonas natricus diberikan untuk menaikkan pH darah.

 Jika serangan akut lebih dari 3x/tahun atau ada batu urat pada ginjal atau ada
tophus, maka urate lowering agents harus dimakan secara sinambung untuk
mengendalikan kadar asam urat agar selalu dibawah 5mg/dl.
Rheumatoid arthitis
Rheumatoid arthitis
 penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis
erosif (peradangan erosif lapisan dalam sendi) simetrik
terutama mengenai jaringan sendi, seringkali juga melibatkan
organ tubuh lainnya
 Sebagian besar pasien menunjukan gejala penyakit kronik
yang hilang timbul jika tidak diobati akan menyebabkan
terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang
progresif yang menyebabkan disabilitas.
Etiologi
 Faktor genetik
Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien
yang mengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1
untuk menderita penyakit ini.

 Hormon sex
Prevalensi RA pada wanita 3 kali lebih banyak daripada pria.
Perbedaan karena pengaruh hormon estrogen yang dapat
memicu sistem imun. Rasio ini dapat meningkat 5:1 pada
wanita usia subur. Remisi seringkali dijumpai pada wanita
RA yang sedang hamil. RA terjadi pada orang-orang usia
sekitar 50 tahun.
 Faktor infeksi dan lingkungan
Agen infeksius yang diduga merupakan
penyebab RA adalah bakteri, mycoplasma,
virus (pasien hepatitis virus b) dan merokok.
 Obesitas
BMI pada perempuan asia antara 24-26,9
kg/m2.BMI diatas rata rata mengakibatkan
terjadinya penumpukan lemak pada sendi
sehingga meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh khususnya lutut.
INTERLEUKIN 1
IL-1 is a potent stimulator of synoviocytes,
chondrocytes and osteoblasts
IL-1 is a proinflammatory cytokine that amplifies and
perpetuates the disease process in RA
Pathophysiology
Antigen –
Environmental agent, infectious agent

Genetic
Susceptibility Activates CD4 helper
HLA-DR4 T cells and probably
B lymphocytes
Cytokines

T cells stimulates
Activates
synovial macrophage
B lymphocytes
and fibroblast
Pathophysiology
Activates B lymphocytes
T cells stimulates
synovial macrophage Formation of
and fibroblast
rheumatoid
factor

Activates Formation of
osteoclast autoimmune complexes
Fibroblast and probable
Chondrocytes deposition in the joint
Synovial cells
Proliferation

Enzymes release Joint injury


(collagenase, streptomelysin, Pannus formation
elactase, PGE2 and matrix Joint destruction
metalloproteinases, others) Cartilage fibrosis
Ankylosis
Manifestasi klinis:
Gejala utama:

 Poliarthitis akut: yang mengakibatkan


kerusakan pada rawang sendi dan sekitarnya
terutama mengenai sendi perifer pada tangan
dan kaki umumnya bersifat simetris yang
timbul secara perlahan dalam beberapa
minggu.
Manifestasi klinis

 Manifestasi dini
- palindromic rheumatism
timbulnya gejala monoartritis yang hilang
timbul yang berlangsung antara 3-5 hari
dan diselingi dengan masa remisi sempurna
sebelum bermanifestasi sebagai RA yang
khas.
- pauciarticular rheumatism
gejala poliartritis yang melibatkan 4
persendian atau kurang.
Manifestasi artikular:

1. gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis


yang bersifat reversibel → dapat diatasi
dengan pengobatan medikamentosa atau
pengobatan non-surgikal lainnya
2. gejala akibat kerusakan struktur persendian
yang bersifat ireversibel karena kerusakan
sendi atau erosi tulang periartikular → tidak
dapat diperbaiki lagi dan memerlukan
modifikasi mekanik atau pembedahan
rekonstruktif.
Manifestasi klinis
 Gejala konstitusional:
penurunan berat badan, malaise, depresi, demam dan
kakeksia
 Manifestasi artikular:
Reversibel: berkaitan dengan inflamasi seperti kaku
pada pagi hari >1 jam bila tidk ditemukan adekuat
Tanda sinovitis: kemerahan, bengkak, panas dan nyeri
pada keaadaan kronis disebabkan oleh granulasi dan
fibrosis.
Manifestasi ireversibel: penipisan kartilago sendi dan
erosi tulang periartikular:
Manifestasi ireversibel: penipisan kartilago sendi dan erosi
tulang periartikular:

 Vertebra cervicalis: kekauan dileher pada c4-c5 atau c5-c6


 Gelang bahu: berkurangnya lingkup sendi hingga terjadi
kekakuan berat (frozen shoulder syndrom)
 Siku: paresthesia digiti IV dan V serta paralisis fleksor digiti V
 Tangan: pembengkakan fusiformis diPIP, swan neck deformitas(
MCP fleksi, PIP hiperekstensi,DIP fleksi), boutonniere(PIP fleksi,
DIP hiperekstensi), cts, deviasi ulnar dan tendosinovitis
 Panggul keterbatasan range of motion (ROM)
 Lutut: penebalan sinovial, efusi lutut, kista baker
 Kaki dan pergelangan kaki: rasa nyeri, pronasi dan eversi kaki
akibat spasme otot, parestesia pada telapak kaki, deformitas
subluksasi kaput metatarsal
Manifestasi ekstraartikular:
 Kulit: nodul rheumatoid, purpura, pioderma
gangrenosum
 Mata: keratoconjungtivitis sicca, skleritis,
episkleritis
 THT: xerostomia, periodontitis
 Sistem respirasi: nyeri menelan, nyeri tenggorokan
disfonia, efusi pleura
 Sistem cardiovascular: pericarditis, aritmia,
kardiomiopati
 S. Hematologi: anemia penyakit kronis, limfoma
splenomegali
2. extra-articular features
ns
Kriteria diagnosis:

 Diagnosis RA ditegakkan bila memenuhi


minimal 4 dari 7 kriteria. Kriteria 1-4
berlangsung minimal 6 minggu. Pasien tetap
dicurigai bila terdapat 2 kriteria.
Pemeriksaan penunjang

 Darah perifer
 Analisis cairan sendi inflamasi:leukosit 5000-
50.000/ul,PMN .50%,protein meningkat,
glukosa menurun
 Faktor reumatoid serum umumnya positif
Penatalaksanaan

 Belum ada penyembuhan untuk RA. Penyakit


ini biasanya berlangsung seumur hidup,
sehingga memerlukan penanganan seumur
hidup pula.
 Tujuan terapi RA adalah tercapainya remisi dan
mempertahankan remisi ini dengan
melanjutkan pengobatan.
Penatalaksanaan
 Non farmakologis
- edukasi mengenai penyakitnya
- strategi pengobatan jangka panjang
- harapan sembuh’
- kemungkinan efek samping obat.
- Pihak yang terkait:
rehabilitasi medik, occupational
therapist, fisioterapis
- pemakaian alat bantu, proteksi sendi.
Penatalaksanaan
 Farmakologis
1. NSAIDs atau selective COX-2 Inhibitors sejak muncul
kerusakan
2. DMARD: Klorokuin fosfat 250/hari, sulfazalazine
500mg/hari, D peniciliamin, garam emas
3. Kombinasi DMARD
4. Methotrexate 10mg/minggu IV, sulazalazine, siklosporin A.
5. Leflunomide
1. RA ringan: klorokuin fosfat 250 mg/hari/
hidroksiklorokuin 400 mg/hari
2. RA sedang: sulfazalazine 1×500 mg/hari
ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai
mencapai 4×500 mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2 gr/hari dosis diturunkan
mencapai 1 gr/hari digunakan dalam jangka
panjang sampai remisi sempurna terjadi. Jika
tidak ada perubahan menggunakan DMARD
3. RA berat: methotrexat dan siklosporin A
Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan bedah
- sinovitis persisten terhadap obat
- koreksi deformitas sesuai indikasi

 Sinovektomi radionuklida
- Dengan Ytrium atau gadolinium
- pada penderita RA dengan sinovitis yang
membandel dengan pengobatan medikamentosa
- ada indikasi tindakan bedah sinovektomi, tetapi
menolak atau tidak memungkinkan tindakan
operatif.
Prognosis

 AR sangat bergantung dari waktu diagnosis


dan pengobatan dimulai. Sekitar 40%pasien
AR mengalami perbaikan
 Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu
setelah gejala awal menunjukan hasil remisi
yang lebi baik
Systemic Lupus
Erythematosus
Definisi

SLE adalah penyakit autoimun kompleks ditandai adanya


autoantibodi terhadap inti sel yang menyebabkan
kerusakan multiorgan dalam tubuh. (Buku Ajar IPD)

SLE adalah penyakit autoimun yang ditandai terjadinya


kerusakan sel dan organ-organ yang diakibatkan
berikatannya autoantibodi dengan jaringan tubuh yang
membentuk kompleks imun. (Harrison)
Epidemiologi

 90% terjadi pada wanita usia reproduktif (jarang usia


prepubertas atau menopase)/
 Wanita : pria=5:1
 Prevalensi tinggi pada wanita Afrika-Amerika,
Afrocarribean.
Faktor Resiko
1. Genetik (HLA DR3, 4)
2. Hormonal (estrogen, prolaktin)
3. Faktor lingkungan :
- Rokok
- obat (hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin)
- sinar UV
- Virus EBV
- penggunaan hormon estrogen eksogen
Patogenesis
Patogenesis
Faktor lingkungan Predisposisi genetik,hormonal

Keabnormalan set T CD4

Hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen

Muncul sel T autoreaktif

Menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik untuk produksi autoantibodi atau sel memori

Antibodi ini disebut Ab ANA , dsDNA, anti-SM, anti-RNP, anti-Ro

Berikatan dengan antigen Membentuk ompleks imun yang beredar di sirkulasi dan terdeposit di berbagai jar

Gagguan kompleks imun


(gangguang clearance kompleks imun akibat defisiensi
komplemen C2,C4, C1q dan defek fagositosis)

peradangan → gejala
Derajat SLE
 SLE ringan
- secara klinis tenang
- tidak terdapat tanda atau gejala mengancam jiwa
- Fungsi organ normal atau stabil: ginjal, paru, jantung,
GI, SSP, sendi, hematologi dan kulit
 SLE Sedang
- Nefritis ringan sampai sedang
- Trombositopenia
- Serositis mayor
Derajat SLE Berat
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi malihna
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahn paru, pneumonitis,
emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.
c. GI: pankreatitis, vaskulitis mesenterika
d. Ginjal: nefritis persisten, RPGN, sindroma nefrotik
e. Kulit: vaskulitis, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister)
f. Neurologi: kejang
g. Otot : miositis
h. Hematologi (Leukosit <1000/mm3, trombosit < 20.000/mm3),
trombosis venaa tau arteri
i. Konstitusional: demam tinggi yg persisten tanpa bukti infeksi
Kriteria Diagnosis Berdasarkan Jika ≥ 4 kriteria ini

1. Discoid rash ACR


Bercak eritema menonjol dengan penebalan keratotik dan sumbatan folikular, dan atropi
kulit
2. Oral ulcers
Ulkus mulut dan nasofaring umumnya tidak nyeri
3. Photosensitivity
Ruam kulit yg diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari
4. Arthritis non erosif
Melibatkan 2 / lebih sendi perifer, ditandai rasa nyeri, bengkak atau efusi
5. Malar rash
Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar eminence atau dapat melebar sampai
lipat nasolabial
6. Immunologic disorder
Anti-dsDNA, anti-Sm, dan/atau antiiphospholipid ( IgG , IgM anti kardiolipin)
7. Neurologic disorder
Kejang atau psikosis tanpa penyebab lain
Kriteria Diagnosis Berdasarkan
Jika ≥ 4 kriteria ini

ACR
8. Renal disorder
Proteinuria menetap > 0,5 gr/ hari atau >3+ pada pemeriksaan urin kualitatif atau
Cellular casts: eritrosit, Hb, granular, tubular atau gabungan
9. Antinuclear antibodies (ANA test)
Titer abnormal dari ANA berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi/pemeriksaan
setingkat pd setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat
10. Serositis
Pleuritis: riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub atau bukti efusi pleura pada
pemeriksaan fisik atau rontgen atau bukti rekaman EKG
11. Hematologic disorder
Anemia hemolitik dengan retikulosis atau
Leukopenia < 4000/µL pd 2 kali pemeriksaan. Atau
Limfopenia < 1500 / µL pada 2 kali pemeriksaan, atau
Trombositopenia < 100.000 /mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan

Minimal 4 kriteria ditemukan dari 11 kriteria


Usulan Pemeriksaan
 Darah Rutin
 Diff count
 Urin rutin (mikroskopis), protein kuantitatif 24 jam
 Kimia Darah (ureum, kreatinin, fungsi hepar, profil lipid)
 Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
Diagnosis: Gejala kompleks yang dicurigai SLE

Tes laboratorium: ANA, CBC, platelet, urinalisis

Semua tes normal Semua tes normal ANA +


Gejala hilang Gejala menetap

Definite SLE Possible SLE


Ulangi ANA, tambah ≥ 4 kriteria < 4 kriteria
anti-dsDNA, anti RO
Bukan
SLE
Semua - Beberapa +

Definite SLE ≥ 4 kriteria Possible SLE < 4 kriteria


Bukan
SLE TREATMENT
Non life-or organ threatening Life- or organ threatening

QOL: acceptable QOL: non acceptable Glukokortikoid dosis tinggi


dengan atau tanpa strategi
Conservative Consevative treatment + low kedua
management dose glucocorticoids
Penatalaksanaan

Tujuan:
Meningkatkan survival dan kualitas hidup pasien SLE
melalui pengenalan dini dan pengobatan yang
paripurna.

Tujuan khusus:
a. Mendapatkan masa remisi yang panjang
b. Menurunkan aktifitas penyakit seringan mungkin
c. Mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ
agar aktifitas hidup keseharian tetap baik
Pilar pengobatan SLE

I. Edukasi dan konseling


II. Latihan/program rehabilitasi
III. Pengobatan medikamentosa
a. OAINS
b. Antimalaria
c. Steroid
d. Imunosupresan/sitotoksik
I. Edukasi dan Konseling
 Cukup istirahat, hindari kelelahan.
 Makan sehat dan seimbang: Tidak ada “diet lupus." Makan
makanan yang seimbang ( rendah lemak , gula & garam, tinggi
serat).
 Hangati pada saat sakit: Lembab yang hangat lebih baik pada
sendi yang sakit dari pada hangat yang kering.
 Olahraga: Berjalan, perenggangan, berenang, aerobik low
impact & bersepeda dapat membantu penderita tetap kuat &
mencegah penipisan tulang/osteoporosis. Ingat untuk
diselingi dengan istirahat.
 Menggunakan tabir surya SPF 30%, baju yang lebih tertutup,
memakai topi atau payung jika bepergian atau berada di
tempat terbuka.
 Tidak merokok: Rokok  munculnya cutaneous lupus.
 Dapat mengakibatkan gejala penyakit Raynaud's memburuk
karena akibat aliran darah, dan dapat mengakibatkan gangguan
perut.
II. Latihan/ Program Rehabilitasi
Tujuan, indikasi dan teknis pelaksanaan
program rehabilitasi yang melibatkan
beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
a. Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d. Ortotik
e. dsb
III. Terapi Medikamentosa
• Pasien stabil (dalam remisi)  kontrol teratur setiap 3
bulan meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium
(hematologi, kimia darah dan urinalisis).

• Sebaiknya mendapatkan terapi preventif dengan vaksin


influenza dan pneumonia setiap 5 tahun.

• Pasien yang akan mendapat steroid  diperiksa BMD DEXA


sebelum dimulai terapi.

• Test skrining resiko kardiovaskuler dan diberikan


penyuluhan mengenai modofikasi gaya hidup.

• Pasien diingatkan menghindari pemakaian antibiotika


sulfanamide, echinacea (obat flu alternatif yang berupa
stimulan sistem imun)  menimbulkan flare up.
COMMON
LUPUS MEDICATIONS
• NSAIDs
• Antimalarials
• Corticosteroids
• Immunosuppressants
• Investigational (research)
Obat-obat Lupus
Prednison / Prednisolon atau Metilprednisolon:
dosis rendah : ≤7.5 mg/hari prednison
dosis sedang : > 7.5 mg - ≤ 30 mg/ hari
dosis tinggin : > 30 mg- ≤ 100 mg/ hari
dosis sangat tinggi : > 100 mg/ hari
-Pada life threatening lupus (trombositopenia, CNS
lupus nefritis, serositis berat) biasanya diberikan pulse
therapy intravena dengan dosis 15-30mg/kgBB atau
500-1000mg/hari selama 3-5 hari.
Methotrexate dan leflunaomide
Dosis : 7.5-20 mg/ minggu

Cyclophosphamide :
Induksi 1-3mg/kgBB/hari.
Untuk maintainence : 0.5 – 2mg/kgBB/hari atau 50-150 mg/d

Pada nefritis lupus berat dan CNS lupus bisa diberikan


pulse therapy dengan dosis 600-1000mg sebulan sekali
bersamaan dengan pulse steroid therapy. Interval kemudian
diperpanjang menjadi setiap 6 minggu sampai setiap 3 bulan.
Chloroquin
Dosis : 250mg/hari atau
hydroxychloroquine 200-400mg/hari

Azathioprin : 1.5mg/kgBB atau 50-150


mg/ hari dosis terbagi 1-3. Diberikan
untuk nefritis lupus dan aman pada
penderita lupus yang hamil. Bisanya
diberikan steoid sparing agen, untuk
mengurangi pemakaian steroid dosis
tinggi.

Cyclosporine
Dosis : 2-3mg/kgBB/d atau 100-400 mg/ d
Mycophenolate : Mofetil 500-1500mg/hari atau
mycophenolate sodium 360 – 1080mg/hari.
Berfungsi sebagai induksi remisi atau
maintainence (dengan dosis yang lebih
kecil) setelah pulse therapy
cyclophosphamide.

Intravena gamma-globulin : 400mg/kgBB/hari


bersamaan dengan pulse steroid pada kasus
trombositopenia yang life threatening
diberikan selama 5 hari, jika tidak
berespons dapat dinaikkan sampai
1000mg/kg/hari.
Plasmapheresis

dilakukan bila dengan pengobatan


medikamentosa yang adekuat tidak dicapai
hasil yang memuaskan.
Pemantauan Pengobatan
Pemantauan penyakit dan efek pengobatan memerlukan
pemantauan yang tepat dan dilakukan seumur hidup
pasien dengan SLE. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Anamnesis
Demam, penurunan BB, kelelahan, rambut rontok
meningkat, nyeri dada pleuritik, nyeri dan bengkak sendi
b. Fisik
Pembengkakan sendi, ruam, SLEi diskoid, alopsie, ulkus
membran mukosa, SLE vaskulitis, fundus, edema
c. Penunjang:
Hematologi, analisis urin, serologi, radiologi dan kimia
darah

Cat: pada pusat2 dengan fasilitas laboratorium maupun


penunjang lain yg tersedia diperlukan pemeriksaan
kadar komplemen C3 dan C4 maupun titer anti-ds-DNA
Tugas utama sebagai dokter umum di
perifer/pusat pelayanan primer
1. Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE ini
diantara pasien yang dirawatnya dan melakukan
rujukan diagnosis

2. Melakukan tata laksana serta pemantauan penyakit


SLE ringan dan kondisinya stabil (pasien SLE tanpa
keterlibatan organ vital dan atau terdapat morbiditas)

3. Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke


ahli reumatik pada kasus SLE

4. Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan


pemantauan aktifitas penyakit pasien SLE derajat
berat
Sistem Rujukan dan Fungsi Konsultatif pada Bala Bantuan
SLE
DOKTER UMUM Kecurigaan SLE
PUSAT PELAYANAN PRIMER

RUJUK

SLE derajat ringan BALA BANTUAN LUPUS


-Penegakkan diagnosis
-Kajian aktifitas dan derajat
penyakit
SLE dengan -Perencanaan pengobatan
komplikasi/aktifitas -Pemantauan aktifitas penyakit
meningakat RUJUK secara teratur

SLE derajat sedang dan berat

SLE refrakter/mengancam nyawa


PENCEGAHAN
• Sun precautions
• Rest
• Nutrition/diet
• Exercise
• Moist heat
• Prevent infection
• Don’t smoke
KOMPLIKASI
Prognosis
 Masa hidup 10 tahun: 70%
 Lebih rendah pada
 Bukan ras kulit
 Sosioekonomi rendah
 Keterlibatan ginjal otak, paru, jantung yang parah.
 Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi dan gagal ginjal.
 80-90% orang tanpa gangguan organ yang mengancam jiwa dapat
hidup normal jika mereka:
 Mengikuti instruksi dokter
 Meminum obat2an yang diresepkan
 Mencari pertolongan kesehatan jika diperlukan.
Terima kasih

You might also like