You are on page 1of 24

AGENCY THEORY

SITTI FATIMAH
A062 17 1 027
Perkembangan Barle and Means (1932)
Agency Theory Jensen and Meckling (1975)
Fama and Jensen (1983)
PENGERTIAN
Teori agensi adalah hubungan antara principal (pemilik/pemegang
saham) dan agent (manajer). Dan di dalam hubungan keagenan
tersebut terdapat suatu kontrak dimana pihak principal memberi
wewenang kepada agent untuk mengelola usahanya dan membuat
keputusan yang terbaik bagi principal.
ASUMSI YANG MENDASARI TEORI
KEAGENAN (EISENHARD, 1980)

KEORGANISASIAN
Asumsi keorganisasian adalah 02 01 SIFAT MANUSIA
adanya konflik antar anggota Manusia memiliki sifat untuk
organisasi, efisien sebagai kriteria mementingkan diri sendiri (self
produktivitas, dan adanya interest), memiliki keterbatasan
Asymmetric Information antara
rasionalitas (bounded
principal dan agent
.
rationality) dan tidak menyukai

03 resiko (risk aversion).


INFORMASI
Asumsi tentang informasi adalah bahwa
informasi dipandang sebagai barang komoditi
yang diperjual belikan.
INFORMASI ASIMETRIS
PERMASALA Keadaan dimana manajemen secara umum memiliki
lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang

HAN DALAM sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik.

HUBUNGAN KONFLIK KEPENTINGAN


Terjadi akibat ketidaksamaan tujuan, dimana

KEAGENAN manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan


kepentingan pemilik.
JENIS - JENIS
ASIMETRI
INFORMASI ADVERSE SELECTION
(SCOTT) MORAL HAZARD
AGENCY COST

MONITORING COST

01

BONDING COST 02 03 RESIDUAL LOSS

7
JENITA SUMARI A062171029
Terdapat dua tipe hubungan
antara agent dan principal, yaitu
(1) pertama, hubungan antara pemilik perusahaan
atau shareholder (the principal) dengan top
management (the agent) (Jensen dan Meckling
1976),

(2) kedua, hubungan antara top management yang


bertindak sebagai principal dengan manager unit
sebagai agents (Govindarajan dan Fisher 1990).
Agency Theory dan Management Control Systems (MCS)

• Agency theory memfokuskan perhatian pada agency problem yang terjadi ketika terdapat
hubungan keagenan antara principal dengan agent. Dalam hal ini principal
mendelegasikan wewenangnya kepada agent untuk mengambil keputusan (Anthony dan
Govindarajan 2003). Agency problem ini terjadi karena agent memiliki tujuan yang
berbeda dengan principal (Jensen dan Meckling, 1976).

Untuk meminimalkan agency problem biasanya digunakan Market forces dan


Agency Cost

• Market Forces: Pemegang saham utama (major shareholder-dengan jumlah saham


mayoritas) dan ancaman pengambil alihan oleh perusahaan lain (threat of take over )
merupakan market forces. Kedua hal ini memungkinkan pemegang saham mengganti Manajer
dan menekan manajer untuk melakukan apa yang diinginkan pemegang saham.

• Agency Costs: Biaya-biaya ini digunakan untuk memonitor tingkah laku manajer,memberikan
insentif finansial agar mau mencapai tujuan/kegiatan yang harus dilakukan, dan agar manajer
tidak melakukan kecurangan-kecurangan.
Beberapa contoh agency costs adalah incentive plan dan performance plan. Incentive plan memberi
manajer kompensasi berupa saham perusahaan (disebut stock option). Dalam upaya meminimumkan
agency problem diperlukan biaya yang disebut agency costs dan tercermin dalam beberapa alternatif:

1.Pengeluaran untuk monitoring seperti halnya biaya untuk pemeriksaan akuntansi dan prosedur
pengendalian intern

2. Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi yang konsisten
memaksimumkan nilai perusahaan. Bentuk insentif yang umumadalah stock option yaitu pemberian hak
kepada manajemen untuk membelisaham perusahaan di masa yang akan datang dengan harga yang telah
ditentukan.

3. Bentuk yang kedua adalah performance shares yaitu pemberian saham kepadamanajemen atas
pencapaian tujuan –pencapaian tingkat return tertentu. Bentuk insentif lain adalah cash bonus atau bonus
kas yang dikaitkan dengan pencapaiantujuan tertentu.

4. Fidelity bond adalah kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga di mana pihak ketiga –banding–
setuju untuk membayar perusahaan jika manajer berbuattidak jujur sehingga menimbulkan kerugian bagi
perusahaan.

5. Golden parachetus dan poison pill dapat dipergunakan pula untuk mengurangi konflik antara
manajemen dan pemegang saham. Golden parachutes adalah suatu kontrak antara manajemen dan
pemegang saham yang menjamin bahwamanajemen akan mendapat kompensasi sejumlah tertentu
apabila perusahaandibeli oleh perusahaan lain atau terjadi perubahan pengendalian perusahaan.
Samson Ekanayake (2004), mengemukakan bahwa esensi dari
perspektif agency adalah sebagai alat untuk memonitor agen dan
mengevaluasi kinerja dan penghargaan.

Terdapat empat pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh


desainer Management control systems (MCS) dan untuk
mengidentifikasi bagaimana agency theory memberikan
kontribusi yang tinggi dalam memahami dan memberikan jalan
keluar dari beberapa pertanyaan tersebut.
Terdapat empat pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh desainer Management control systems (MCS) dan
untuk mengidentifikasi bagaimana agency theory memberikan kontribusi yang tinggi dalam memahami dan
memberikan jalan keluar dari beberapa pertanyaan tersebut.

1. Behaviour control or output control?


Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam mengendalikan agen.
Ketika principal lebih menekankan pada control output, baik principal
maupun agent dapat mengamati outcomes yang dihasilkan namun
effort yang digunakan oleh agen hanya dapat diketahui oleh agen saja
sedangkan principal tidak dapat mengetahuinya. Sedangkan ketika
mengendalikan prilaku dalam memonitor effort agen, hal ini tidak
memuaskan bagi agen dan dapat menimbulkan masalah moral hazard
dan adverse selection. Masalah moral hazard dapat dihubungkan
dengan monitoring (sistem informasi), outcome control (kontrak
berdasar outcome), insentif (compensation schemes). Dalam hal
masalah adverse selection, principal dapat memilih agen dengan level
of skill yang tepat selain level of effort yang tepat juga.
2. In designing compensation and incentives schemes
Dalam memonitor kinerja, ketika tugas sangat terprogram, agency
theory menduga bahwa hal itu akan berhubungan positif dengan
penggunaan kompensasi berdasarkan prilaku (fixed salary) dan
berhubungan negatif dengan penggunaan kontrak berbasis
outcome (variable pay). Namun ketika tugas sangat tidak
terprogram, tidak ada cara lain selain mengawasi perilaku agen
melalui penilaian outcomes. Sejalan dengan agency theory,
perspektif ekonomi pada pengendalian organisasi umumnya
mendukung penggunaan performance-contingency pay. Agency
theory menentukan penggunaan insentif kinerja ketika principal
tidak dapat mengamati tindakan agent.
3. Management information systems
Pertanyaan penting mengenai management information systems adalah: bagaimana
sistem yang komprehensif seharusnya memberikan informasi bisa menjadi sangat mahal?
Bagaimana seharusnya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dan prosedur
akuntansi (budgeting systems, monitoring systems, variance investigation systems, cost
allocation systems, responsibility accounting systems dan transfer pricing systems) dapat
dimasukkan ke dalam kontrak kerja untuk membatasi agency problem (Baiman 1990)?
Haruskan pilihan sistem monitoring (seperti metode pelaporan) dapat didelegasikan
kepada agent (Baiman 1990)? Agency theory (transaction cost economic’s)
mengimplikasikan bahwa ketidakmampuan untuk memiliki kontrak yang lengkap dapat
meningkatkan prosedur pengelolaan (management control systems) sebagai suatu
mekanisme untuk membatasi prilaku opportunistik agent. Dengan demikian, aturan sistem
informasi manajemen menjadi bagian dari prosedur pengelolaan yaitu untuk memonitor
prilaku self-interested agent.
4. Performance evaluation
Jika agen berprilaku risk averse, evaluasi kinerja berdasar
tanggung jawab akuntansi dan kompensasi mungkin tidak menjadi
optimal sebagaimana meninggalkan risiko (mengutamakan
pencapaian outcome) bagi agen. Meskipun tanggungjawab
akuntansi secara luas di terima dalam literatur akuntansi, agency
theory berpendapat bahwa agen seharusnya hanya
bertanggungjawab untuk berusaha menggunakan skill yang ada.
Satu pesan penting dari agency theory mengenai MCS adalah
bahwa evaluasi saja tidak cukup untuk memperoleh perilaku yang
diinginkan dari agen, tetapi evaluasi yang dilakukan bersamaan
dengan reward dapat lebih berarti.
👩
INTAN TIMUR
A062171028

Contoh Kasus Fraud

17
Gambaran kasus
- Kementrian BUMN dan
Bapepam mengindikasikan
bahwa laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk tahun buku
2001 mengandung unsur
rekayasa dan
penggelembungan
- KAP yang mengaudit
diminta untuk melakukan
audit ulang dan menyajikan
kembali (restated) LK
tersebut
18
KRONOLOGIS
LK Per 31 Desember 2001
Manajemen PT. Kimia Farma Tbk melaporkan laba bersih sebesar Rp 132
milyar dan telah diaudit oleh KAP Hans Tuanakota & Mustofa (HTM)

Kementrian BUMN dan Bapepam


Menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa

Audit Ulang
Pada 3 Oktober 2002 Laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
(restated) dengan keuntungan hanya sebesar Rp 99,56 milyar

19
Pihak-pihak yang
👤
terlibat
Akuntan

👤 👤
Bapepam
bekerja sama
dengan KAP HTM
direktorat
akuntansi manajemen

21
Penyebab skandal
Praktik yang tidak

👉 sehat dan
melanggar
Kelalaian pihak
auditor
peraturan (mark up)

Pemakai laporan Citra dan reputasi

Akibat 👉 keuangan tidak


menerima informasi
auditor menurun
LK PT. Kimia Farma
yang fair Overstated

22
Penyelesaian
👤
Kasus
KAP Hans PT. 👤
Tuanakotta & Kimia
Mustofa Farma

Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 11995 tentang


Pasar Modal

23
Faktor-faktor kecurangan
dalam Akuntansi
Tekanan
(Pressure)
Peluang
(opportunity)

Rasionalisasi
(Rasionalization)

24

You might also like