You are on page 1of 29

REFRESHING

“ TB Paru “

Pembimbing : dr. H. Muh Masrin, M.Sc, Sp.PD


DEFINISI

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
(DepKes, 2011).
EPIDEMIOLOGI

• Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis


setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus.
• Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per
100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185
per 100.000 penduduk di tahun 2012.

(WHO, 2013)
• Jenis kuman yang berbentuk batang.

• Tahan terhadap asam pada pewarnaan

• Dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin


dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi
aktif lagi.
Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien
tersebut batuk atau bersin, pasien akan menyebarkan
kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali penderita TB BTA (+) batuk, akan dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

(Depkes RI, 2011).


PATOMEKANISME

Gambar 3.1. Patogenesis tuberkulosis3


Gejala Klinis
• Batuk berdahak selama 2-4 minggu atau lebih.
• Dahak bercampur darah
• Sesak nafas
• Badan lemas
• Nafsu makan menurun
• Malaise
• Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
• Demam meriang lebih dari satu bulan.
(Depkes 2011)
Diagnosis TB Paru
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB.
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama

• Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.


Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.(Depkes 2011)
ALUR DIAGNOSIS Depkes, 2011
Pemeriksaan Radiologi (PDPI 2002)
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

1. Berdasar hasil pemeriksaan sputum


a. TB BTA (+) adalah :
- sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+)
- ada 1 dari 3 spesimen yang (+) dan radiologi menunjukkan gambaran
Tuberkulosis Aktif
- Ada 1 spesimen (+)dan biakan (+)

b. TB BTA (- ) adalah :
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali (-), tetapi klinis dan radiologis menunjukkan
TB aktif.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan (+)
2. Berdasarkan tipe pasien
a. Kasus baru
pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 1 bulan
b. Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang pernah mendapat pengobatan
Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop out
Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan
dan tidak meneruskan pengobatan sampai
selesai.
d. Kasus Gagal Terapi
Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+)atau
kembali (+) pada akhir bulan ke V atau akhir
pengobatan
e. Kasus Kronik
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+)
setelah selesai pengobatan ulang dengan
pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
f. Kasus Bekas TB
Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah
sembuh.
TATALAKSANA (Depkes 2011)
Tujuan Pengobatan
Menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.

Prinsip pengobatan
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOTS= Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Kategori Pengobatan
 Kategori 1
 Kategori 2
PENGELOMPOKAN OAT
OAT yang digunakan di Indonesia
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat


sisipan (HRZE)
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB
resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1,
yaitu pirazinamid and etambutol.
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan
dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

 Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri


dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
TATALAKSANA
Rekomendasi Dosis Pengobatan
menurut International Standard for Tubeculsis Care 2014
PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
• Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang
Sembuh (follow-up) hasilnya negative pada AP dan pada
satu pemeriksaan sebelumnya

• Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya


Pengobatan secara lengkap tetapi tidak tidak ada hasil
pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan
Lengkap pada satu pemeriksaan sebelumnya.

• pasien yang meninggal dalam masa pengobatan


Meninggal karena sebab apapun.
Putus berobat • pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
(Default selesai.

• Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap


Gagal positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.

Pindah (Transfer • Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan


pelaporan (register) lain dan hasil
out) pengobatannya tidak diketahui.

Keberhasilan • Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap.


pengobatan Digunakan pada pasien dengan BTA+ atau
(treatment success) biakan positif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional


Pengendaliaan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
2. International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) 3rd Edition 2014
www.who.int/tb/da
1. Vinay Kumar, MBBS, MD, FRCPath., dan Abul K. Abbas, MBBS., Nelson
Fausto, MD. 2010. Dasar Patologi Penyakit. Bab 15. Edisi 7. Jakarta:
EGC.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia

You might also like