You are on page 1of 34

FARMAKOTERAPI

COMMON COLD

Nur Qamariah
ENT Departement of Medical Faculty Lambung Mangkurat University
Ulin Hospital
PENDAHULUAN
 Infeksi virus ringan, self-limited pada saluran napas atas.

 Penyebab: rhinovirus (40%) & coronavirus (10%), virus


parainfluenza, sinsitial respirasi, influenza & adenovirus.

 Tidak ada terapi spesifik,


 antihistamin, antiinflamasi non steroid, dekongestan &
ipratropium bromida  meringankan gejala
 Tablet isap seng glukonat/2 jam  mengurangi durasi gejala  ES
mual (20%).
 Vit C  belum terbukti.
 Antibiotik  komplikasi bakteri seperti otitis media atau
sinusitis.
 Antivirus spesifik  (-).
 Pemberian interferon semprot hidung untuk pencegahan infeksi
rhinovirus  iritasi lokal.
DEKONGESTAN
Golongan Simpatomimetik
 Bekerja pada reseptor α
 +/- antihistamin.
 Merusak membran mukosa  digunakan > tiap 3 jam & > 3
minggu  merusak membran
 rebound congestion.

Xylometazoline 0,1%
 Jangka pendek
 Jangka lama  menurunkan aktivitas siliar & menyebabkan
rebound congestion.
Nafazoline & adrenalin
 tidak boleh digunakan dalam campuran bersama
antihistamin, steroid & antibiotik.
 Penggunaan jangka lama sediaan tetes & semprot 
pneumonia lipoid.
 Kadang-kadang penggunaan per oral > per nasal.
 Interaksi: antihipertensi  kegagalan terapi
 Kematian  kombinasi + MAO inhibitor
Efedrin.
 Melewati BBB  efek SSP.
 Efek perifer  sangat tergantung pada NE.
 Efektif jika diberikan per oral.
 Meningkatkan sistolik & diastolik, sedangkan
denyut jantung tidak.
 Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung & curah
jantung.
 menghilangkan bronkokontriksi dan kongesti mukosa 
asma bronkial, bronkitis asmatis, bronkitis kronis &
spasme bronkus.
 Dekongestan nasal
 Midriatik
 Gangguan alergi tertentu.
 Mulai digantikan  terbutalin & albuterol  >
efektif per oral & > selektif terhadap bronkus.
 Gejala overdosis: pada jantung & SSP
 takikardi, prematur sistole, insomnia, gelisah, mual, muntah dan
gangguan emosional.

 KI: Pasien jantung, hipertensi & hipertiroid.


 ANTIHISTAMIN
 NSAIDs

 Baca pada diktat farmakologi I


Penatalaksanaan Rinitis Alergi
1. Avoidance
 Penghindaran terhadap alergi terutama  alergi inhalan
 Tujuan : mencegah terjadinya kontak antara alergen
dengan IgE spesifiknya yang terpancang dipermukaan
sel-sel mediator, sehingga degranulasi sel tersebut tidak
berlangsung

 Penyuluhan merp kunci keberhasilan penanganan


penyakit alergi (Boyd,1990)
 Upaya-upaya untuk menghindari alergi :
a. Tungau debu rumah
Selimut katun, kasur busa, lantai tanpa karpet,
Tempat tidur jgn berukir, pakai masker
b. Dander kucing
Hindari kucing, jgn pelihara binatang dlm rumah
c. Kecoa
Sanitasi, insektisida
d. Kontrol lingkungan
2. Pemeliharaan dan Peningkatan
Kebugaran Jasmani

 Olah raga  penurunan gejala alergi


Mekanisme biomolekulernya terjadi pada
peningkatan populasi limfosit Th yang
dapat menghambat reaksi alergi serta
melalui mekanisme
imunopsikoneurologis
3. Farmakoterapi
Alergi disebabkan o/ mediator kimia yg dilepaskan
Oleh sel mast dipicu oleh ikatan alergen-IgE pada perm sel
tersebut
Histamin  fase cepat
Newly formed mediator  fase lambat

 Antihistamin
 Nasal decongestan
 Antikolinergik
 Disodium Cromoglycate
 Kortikosteroid
 Antileukotrien
3.1. Antihistamin
 Peranan : pada respon fase cepat dari reaksi alergi
 Histamin bekerja pada reseptor H1, yang mana menstimulasi
saraf sensoris sehingga  bersin, gatal pd hidung
 Efek histamin pd sirkulasi hidung : vasodilatasi,
meningkatkan permeabilitas vaskular, ekstravasasi protein,
hipersekresi kelenjar  kongesti, rinore
 Antihistamin :kompetitif antagonis terhadap histamin
Efeknya: mengurangi terlepasnya mediator radang, namun
kurang efektif terhdp obstruksi nasi.
Anti histamin generasi I Anti histamin generasi II
Efek sedasi(+) Efek sedasi (-)
Efek kolinergik (+) Efek kolinergik (-)
Tidak selektif H1 Selektif H1
Efeknya tidak luas Efek anti alergi lebih luas
T1/2 pendek T1/2 panjang

 Anti Histamin klasik mis:diphenhidramin,prometazin,


polaramine,tripolidine, clorpheniramine

 Anti Histamin baru, mis: cetirizine , loratadine, aztemizol


 Ada jg yang membagi Anti histamin generasi III, mis:
desloratadine, fexofenadine, levocetirizine

Keuntungan : single dose,efek antiinflamasi (+)


 Jenis antihistamin baru
Nama Dosis Lama Kerja Metabolisme Efek ke
di hati jantung
Cetirizine 10 mg OD 24 jam Tidak Tidak

Fexofenadin 120 mg OD 24 jam Tidak Tidak


e
Loratadine 10 mg OD 24 jam Ya Tidak

Terfenadin 60 / 120mg 24 jam Ya Bila bersama


maktrolide,
ketokonazole
Astemizol 10 mg Bebrapa hari Ya idem
3.2. Nasal Decongestan
 Dapat diberikan secara

Topikal : oxymetazoline, xylometazoline, cocaine, naphazoline, efedrin


(tetes/spray)

Oral : efedrin , psudoefedrin, ppa

 Mekanisme kerja :

1. Agonis alfa 1 adrenergik

2. Agonis alfa 2 adrenergik

3. Mencegah re-uptake norephinefrin

 Efektif untuk obstruksi nasi, tapi tidak untuk gejala lainnya


 Oral efek >> lama, tidak rebound vasodilatasi, tidak menyebabkan rinitis
medikamentosa
3.3. Antikolinergik /
parasimpatolitik
 Kelenjar seromukus dan serosa yang melapisi mukosa
hidung menerima suplai saraf parasimpatis  rinore

 Ipatropium bromide (atrovent®)  aqueos pump spray


Dosis : 120-320 ug/hari dalam 3-6x pemberian

 Efek samping pd pemakaian dosis berlebihan : rasa


kering pada hidung dan pembentukan krusta
3.4. Chromone
 Disodium cromoglycate (cromolyn)
 Sebagai mast cell stabilizer, yaitu menghambat
degranulasi mastosit dan selanjutnya menghambat
pelepasan mediator tersebut
 Tersedia dlm bentuk tetes atau semprot hidung
 Sediaan tetes mata bermanfaat untuk R/ seasonal alergi
konjungtivitis
Sering pada anak2 karena efek samping (-)
3.5. Kortikosteroid
 Efek anti ininflamasi kuat, mengurangi terlepasnya mediator
inflamasi dan sitokin, menghambat influks dan aktivasi sel-sel
inflamasi
 Topikal memiliki efek inhibisi terhadap gejkala alergi pada
respon fase cepat maupun lambat, sedangkan pada oral hanya
pada fase lambat saja
 Kortikosteroid topikal merp. terapi lini I rinitis alergi
efek samping sistemik <<, manfaat >>
Efek samping lokal : sensasi kering, krusta (+)
Mis: fluticasone propionate, budesonid, triamcinolon,
momutasone furoat
Dosis : 200-400 ug/hari, single dose
Juga efektif untuk polip nasi, rinitis non alergi
 Kortikosteroid sistemik  oral atau injeksi
R/ dibatasi hanya dalam 2 minggu

Indikasi bila obstruksi nasi berat, dimana intranasal spray


tidak efektif

Harus dihindari pada : anak-anak, ibu hamil

Kontraindikasi : glaukoma, herpes, keratitis, kejiwaan,


osteoporosis, diabetes melitus, tbc, hipertensi berat
3.6. Antileukotrien
 Cystenil leukotrien (Cys Lt) merp. Mediator yang
menyebabkan obstruksi nasi

 Zafirlukast sebagai antagonis Cys Lt, sebagai


monoterapi atau kombinasi dgn antihistamin H1

 Ingat bahwa antihistamin kurang efektif  obtruksi


nasi
4. Pembedahan
 Dilakukan sebagai tindakan tambahan,sangat selektif
 Dasar : hipertrofi konka inferior  obstruksi nasi dan
sekresi encer terus-menerus

 Berupa : laser mucotomy, submucosal diathermy, trimming


total turbinectomy, infra red coagulation

 Bila obstrusi pada KOM  FESS


 Indikasi Pembedahan :
1. Hipertrofi konka inferior

2. Variasi anatomi septum

3. Variasi anatomi tulang piramid

4. Polip nasi uni/bilateral yang resisten dgn obat

5. Sinusitis kronik

6. Sinusitis jamur

7. Keadaan patologik yang tidak bersangkutan dengan


alergi, mis: CSF leak, inverted papiloma tumor
Penatalaksanaan Rinitis Alergi
menurut ARIA - WHO
Rinitis Alergi

Avoidance

Intermiten Persisten

Ringan Sedang-berat Ringan


Anti H1 oral
AntiH1 oral Anti H1 intranasal
& / dekongestan
AntiH1 intranasal
Kortikosteroid intranasal
& / dekonngestan Kromolin
Gejala Persisten

Sedang-berat

Kortikosteroid Intranasal

Evaluasi Penderita, setelah 2-4 minggu

Baik Gagal

Turunkan ke tahap sebelumnya Evaluasi D/, kepatuhan, cari


selama 1 bulan infeksi atau penyebab lain

Tingkatkan dosis Gatal/ bersin, Rinore tambahkan Sumbatan tambah


kortio intranasal tambahkan Anti H1 ipratropium dekongestan/
kortiko oral

Bila ada perbaikan turunkan ke tahap sebelumnya


Kalau memburuk naikkan ke tahap berikutnya Gagal  Bedah
Penggunaan Mukolitik Pada
Infeksi Saluran Pernapasan
Obat Mukolitik
 Definisi : Obat yg mampu mengencerkan lendir kental

 Mekanisme :
Memotong rangkaian panjang molekul mukoprotein
menjadi rangkaian pendek-pendek sehingga viskositas
lendir menurun

 Farmakologi :
- Dengan lendir yang lebih cair akan memudahkan
pembersihan sekret dari lumen sinus paranasalis
- Dgn dmkn pembersihan scr mukosiliar kembali berfungsi
- Mempercepat resolusi radang

 Jenisnya : Acetil cistein


Herbal : Bisolvon, Ambroxol, sinupret
Obat Mukolitik
 Indikasi : Radang infeksi Saluran Pernapasan dengan eksudat
mukoid yang sangat kental, sehingga menimbulkan obstruksi
saluran pernapasan

 Cara pemberian : - Sistemik : peroral, parenteral


- Lokal : Nebulizer

 Dosis :

 Efek samping : Terutama gastrointestinal


PENGGUNAAN DI BIDANG THT
 Hidung : Rhinitis akut stadium purulen

 Sinus Paranasal :

- Sinusitis sub akut

- Sinusitis kronis – sebelum ada kesempatan operasi

 Telinga : Otitis Media Mucinosa : Glue Ear

Sebelum sempat pasang gromet

 Laring : Laringitis Sub akut

Laringotrakeo Bronkitis

 Jenis yang sering ditemukan di kepustakaan

N – Acetil Cystein peroral

You might also like