You are on page 1of 18

Asuhan Keperawatan Pada Anak

Dengan Kejang Demam


Latar Belakang

 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang yang terjadi


pada kenaikan suhu 38° C yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Nabiel Ridha, 2018). Kejang yang terjadi
pada suhu badan yang tinggi disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial (Lumbantobing, 2004). Biasanya terjadi pada
usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan
pernah kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori
ini, Kejang demam tidak selalu seorang anak harus
mengalami peningkatan suhu seperti diatas, Kadang dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi anak sudah kejang (Nabiel
Ridha, 2018).
 Menurut sebagian masyarakat, untuk menghindari kejang
pada anak dengan sering memberi minum kopi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Erfiani Mail (2009) data di poli
anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2010 terdapat 112 pasien yang
terdiagnosa kejang demam. Sebagian besar orang tua pasien
pada saat anak mengalami kejang cara mengatasinya dengan
mengompres secara terus menerus, memegangi saat anak
kejang, cara mengompres dengan air dingin, dan langsung
membawa ke rumah sakit.
Kejang demam sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab,
terutama infeksi, pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu
lebih sering disertai kejang demam daripada infeksi lainnya
(Lumbantobing, 2004).
Rumusan Masalah
 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Anak dengan
diagnosa medis Kejang Demam di ruang Asoka RSUD Bangil?
Tujuan Penelitian
 Tujuan umum
 Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Anak dengan
diagnosa medis Kejang Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
 1.3.2 Tujuan Khusus
 1.3.2.1. Mengkaji anak dengan diagnosa medis medis Kejang Demam di ruang Asoka
RSUD Bangil.
 1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Kejang
Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
 1.3.3. Merencanakan asuhan keperawatan pada anakdengan diagnosa medis Kejang
Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
 1.3.4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Kejang
Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
 1.3.5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Kejang
Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
 1.3.6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis
Kejang Demam di ruang Asoka RSUD Bangil.
Pengkajian

 Identitas
 Pada pasien kejang demam, sebagian besar sering terjadi pada anak-anak
umur 6 bulan s/d 5 tahun, tidak terdapat perbedaan jenis kelamin tetapi
kematian lebih sering pada anak perempuan. (Rampengan T.H, 2007).
 Keluhan utama
 Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Kejang Demam untuk
datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dengan suhu hingga 400C dan
anak tampak kejang. (Rampengan T.H, 2007).
 Riwayat Penyakit Sekarang
 ((1) Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang
 disertai kejang.
 ((2 ) Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek.
 (Rampengan T.H, 2007).
 Riwayat Penyakit Dahulu
 ((1) Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan
ada keluarga yang pernah menderita kejang demam.
 ((2) Tumbuh kembang
 Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai
dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.
 ((3) Imunisasi
 Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya.
Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya.
 (Rampengan T.H, 2007).
 Pemeriksaan Fisik
 (B1) Breathing
 Inspeksi, pernafasan menurun atau cepat, adanya retraksi otot bantu
nafas, frekuensi nafas vesikuler, pola nafas, irama nafas, bentuk dada.
 Auskultasi, adanya suara tambahan ronchi, wheezing,
 Perkusi, Suara perkusi normal resonan (sonor)
 (B2) Blood
 Inspeksi pasien,tampak pucat, tekanan vena jugularis menurun.
 Palpasi,ada peningkatan nadi
 Perkusi, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus kejang
demam masih dalam batas normal.
 Auskulatasi bunyi jantung S1, S2, tunggal.
 (B3) Brain
 klien tidak sadar atau kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
 Inspeksi, konjungtiva mengalami perdarahan, penurunan tingkat kesadaran (composmentis, apatis, somnolen,
stupor, koma) atau gelisah, GCS menurun, adakah parese, anestesia, amati bjenis kejang tonik, klonik, atau
tonik klonik. Pada mata, pupil isokor dengan diameter 3 / 3 mm, reaksi terhadap cahaya + / +
 (B4) Bladder
 Inspeksi, produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah pekat dan berwarna coklat tua.
 Palpasi, adakah nyeri tekan pada daerah simfisis.
 (B5) Bowel
 Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek).
 Palpasi, nyeri tekan (+), hepar dan klien tidak teraba.
 Perkusi, mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
 Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-
20 detik dengan durasi 1 detik.
 (B6) Bone
 Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun.
 Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Adanya ptekie atau bintik-bintik merah pada kulit, akral
klien hangat, biasanya timbul mimisan. (Dianindriyani, 2011).
 (B7) Pengindraan
 ((1) Palpasi : Ada kenaikan suhu pada kulit
 ((2) Inspeksi : Tampak ada perubahan warna kulit akibat suhu tinggi
 (8) (B8) Perkemihan
 ((1) Inspeksi : pembesaran kelenjar tyroid dan karotis (-)
Diagnosa Keperawatan
 Resiko cidera b.d ketidakefektifan kejang
 Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran
 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d kejang.
 Hipertermi b.d Reaksi inflamasi
 Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang
 Defisiensi Pengetahuan b.d kurang informasi dalam mengatasi kejang
intervensi
Resiko cidera b.d ketidakefektifan kejang.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan anak tidak mengalami cidera.
 Kriteria hasil : klien terbebas dari cedera, klien mampu menjelaskan
cara atau metode untuk mencegah cedera, klien dan keluarga mampu
memodifikasi lingkungan untuk mencegah cidera
 Intervensi Keperawatan
 Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
 Rasional : Agar pasien bebas dari resiko cedera
 Pasang pagar pengaman untuk tempat tidur
 Rasional : Mengurangi resiko cedera pada pasien
 Membatasi pengunjung.
 Rasional : Agar pasien merasa nyaman.
 Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam diharapkan tidak terjadi aspirasi.
 Kriteria hasil : Tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada
gangguan menelan, tidak ada reflek muntah, jalan nafas paten
 Intervensi Keperawatan
 Lakukan suction jika perlu.
 Rasional : karena suction dapat mengurangi sekret yang
berlebihan..
 Monitor tingak kesadaran.
 Rasional : Untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien.
 Potong makanan kecil-kecil.
 Rasional : potongan makanan kecil-kecil mempermudah klien
untuk menelan.
 Beri posisi tegak pada pasien saat memasukan nutrisi atau cairan
 Rasional : Memudahkan pasien dalam memasukan asupan nutrisi
atau cairan.
 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d kejang.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam anak tidak mengalami penurunan jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan.
 Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial,
mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan
berkomunikasi dengan jelas, menunjukan perhatian, konsentrasi, dan
orientasi.
 Intervensi Keperawatan
 Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
 Rasional: Agar tidak terjadi kejang berulang.
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin.
 Rasional : Untuk memantau keadaan pasien karena dapat meningkatkan
resiko kejang.
 Kolaborasi pemberian analgesik
 Rasional : Untuk mengurangi nyeri karena adanya peningkatan tekanan
intracranial.
Hiperthermi b.d Reaksi inflamasi
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal
 Kriteria hasil : Suhu tubuh 36º C – 37,5o C, badan tidak teraba
panas, tidak ada perubahan warna kulit.
 Intervensi Keperawatan
 Observasi faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
 Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena
penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu
tubuh.
 Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
 Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
 Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai anjuran
 Rasional : Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 24 jam diharapkan tidak ada kejang berulang
 Kriteria hasil: Tidak terjadi kejang berulang, terhindari dari
resiko terjadinya kerusakan sistem saraf, S: 36,5oC-37,5Oc
 Intervensi Keperawatan
 Observasi suhu tubuh tiap 2 jam sekali
 Rasional : mengetahui dan mengontrol suhu tubuh
 Anjurkan kepada klien untuk meminimalisir gerak
 Rasional : Mengurangi resiko kejang berulang
 Pertahankan suhu tubuh normal
 Rasional : Mengurangi kenaikan suhu tubuh klien.
 Defisit tingkat pengetahuan b.d Kurangnya informasi
keluarga mengenai kejang demam
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan keluarga mendapat informasi tentang kejang demam
 Kriteria hasil : Keluarga menyatakan pemahaman tentang kejang
demam, dan keluarga mampu melakukan prosedur yang telah dijelaskan
secara benar.
 Intervensi Keperawatan
 Kaji tingkat pengetahuan keluarga mengenai kejang demam
 Rasional : untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang kejang
demam.
 Sediakan informasi pada keluarga pasien tentang cara yang tepat untuk
mengatasi kejang
 Rasional : mengurangi resiko kejang berulang
 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada kejang demam
 Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga tentang tanda dan gejala
kejang demam

You might also like