You are on page 1of 21

KELUARGA BERENCANA

Kelompok 5.1
Nazza Rizki Ramdhagama 1102014190
Nevy Ulfah Hanawati 1102014192
Nisrina Nurul Insani 1102014196
Rizma Mudzalifah 1102014234
Pendahuluan
 Sejak awal islam, perdebatan tentang boleh atau tidaknya
pembatasan jumlah kelahiran bayi telah terjadi, berawal
dari isu tentang ‘azl (coitus interruptus) beranjak ke
pembatasan keluarga, dan akhirnya pengaturan keluarga.
 Dari sisi fiqih, perspektif hukum ber- KB, disamping
bergantung pada tujuan (niat), juga bergantung pada
metode dan alat yang digunakan.
 ‘azl (coitus interruptus) disebut juga senggama terputus,
adalah teknik pengendalian kelahiran dimana penis
dikeluarkan dari vagina sebelum ejakulasi.
Pengertian KB
 Merupakan suatu tindakan perencanaan pasangan
suami- istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan,
mengatur interval kelahiran, dan menentukan jumlah
anak sesuai dengan kemampuannya serta kondisi
masyarakat dan negara.
Pencegahan Kehamilan
Menurut Fuqaha
 Ibnu Hibban (270-354 H), Ibnu Hazm, Mazhab Zhahiriyyah, dll
menyatakan ‘azl haram karena berarti memutuskan
keturunan, termasuk pembunuhan tersembunyi, yang berarti
pula bertentangan dengan tuntunan syarak untuk
berketurunan dalam pernikahan.
 Ulama fiqih Madinah, membedakan atas dua sudut
pandang. Dari sudut kepentingan umat, hukumnya makruh,
karena merupakan upaya menyedikitkan keturunan, padahal
Nabi saw menganjurkan agar memperbanyak keturunan, dan
dari sudut hubungan suami- istri, tergantung pada adanya
kerelaan kedua belah pihak, jika masing- masing rela, maka
hukumnya mubah, bukan makruh.
 Ulama mazhab Hanafi membolehkannya dengan syarat ada
kerelaan dari pihak istri. Karena hal itu termasuk hak suami-
istri, mereka bisa memilih melakukannya atau tidak. Namun,
ulama Mutaakhkhirin dari kalangan mazhab ini tidak
mempersayaratkan adanya kerelaan pihak istri.
 Jumhur Ulama Sunni, Syi’ah, dan Ibadiyyah menyatakan
hukumnya mubah.
 Al- Baihaqi (w. 1066 M) menyimpulkan bahwa kalangan yang
membolehkan ‘azl lebih besar jumlahnya dan lebih dapat
dipercaya daripada yang menolaknya.
Hukum ber- KB

a. Alasan kelompok ulama yang membolehkan KB, dari


segi nash, tidak ada nash yang sharih secara eksplisit
melarang ataupun memerintahkannya, maka hukumnya
boleh, sejalan dengan kaidah hukum islam, yang artinya :
“Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatan hukumnya
adalah mubah, kecuali ada dalil yang menunjukkan
keharamannya.”
Mereka juga beralasan dari sudut pandang ekonomi
dan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

1. Memberikan kesempatan bagi wanita berisitirahat diantara


dua kehamilan.
2. Jika salah satu atau kedua orang pasangan suami- istri
memiliki penyakit yang dapat menularkan.
3. Untuk melindungi kesehatan ibu.
4. Jika keuangan suami tidak mencukupi untuk membiayai lebih
banyak anak.
5. Imam al- Ghazali menambahkan satu lagi, yaitu untuk
menjaga kecantikan ibu.
Beberapa dalil- dalil yang digunakan para ulama yang
membolehkan KB antara lain :
1. Ayat yang menekankan agar meninggalkan generasi yang
kuat, bukan yang lemah.

Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.
2. Ayat yang menekankan agar merencakan keluarga dengan
menjaga kesehatan ibu dan anak, baik selama hamil,
melahirkan, menyusui, dan mengasuhnya.
Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri”.
b. Alasan kelompok ulama yang menolak KB, antara lain
sebagai berikut :
1. Sama dengan pembunuhan bayi
2. Merupakan tindakan tidak wajar dan bertentangan dengan
fitrah
3. Mengindikasikan pada ketidakyakinan akan perintah dan
ketentuan Allah
4. Berarti mengabaikan do’a Nabi agar umat islam
memperbanyak jumlahnya
5. dll
Metode ber- KB

 Secara garis besar, ada 3 metode yaitu : tanpa alat bantu,


menggunakan alat bantu, dan sterilisasi.
 Secara global, dibagi 2 yaitu : yang sifatnya sementara, dan
permanen.
 Contoh- contoh alat kontrasepsi yang sifatnya sementara :
kondom, cervical cap, spermisida, suntikan, tisu KB, IUD (intra
uterine device), dan pil anti konseptis (lyndiol).
Pandangan Ulama Indonesia
tentang KB
 Majlis Tarjih Muhammadiyah menilai bahwa mencegah
kehamilan adalah bertentangan dengan ajaran islam, sebab
diantara tujuan pernikahan dalah memperoleh keturunan,
maka termasuk terlarang.
 Sementara Dewan Hisbah PERSIS berpendapat, jika tujuannya
untuk mengatur jumlah kelahiran, bukan membatasi, maka
hukumnya halal.
 Bahtsul Masail NU menetapkan hukum dasar ber- KB yang
meliputi 3 metode (tanpa alat, dengan alat kontrasepsi, dan
sterilisasi), dua metode pertama hukumnya makruh dan
metode ketiga haram. Namun, jika karena alasan darurat,
maka hukumnya mubah.
Fatwa dari Pengurus Besar Syuriah NU pada tahun 1969, yaitu :
1. KB harus diartikan sebagai pengaturan kehamilan untuk kesejahteraan
dan bukan pencegahan kehamilan untuk pembatasan keluarga.
2. KB harus didasarkan atas kepentingan kesejahteraan ibu dan anak, bukan
karena takut akan kemiskinan, kelaparan, dsb.
3. KB tidak boleh dilakukan dengan pengguguran kandungan.
4. Tidak diperbolehkan merusak dan atau menghilangkan bagian tubuh
suami maupun istri.
5. KB merupakan masalah perorangan, bukan gerakan massal dengan
ketetapan yang dipaksakan.
6. KB harus mendapat persetujuan dari pasangan suami- istri yang
bersangkutan.
7. KB tidak boleh bertentangan dengan hukum- hukum agama dan
kesusilaan.
8. Supaya dijaga benar jangan sampai disalahgunakan untuk kepentingan
maksiat/ tindakan amoral, dll.
Kontroversial Hukum
Penggunaan IUD
Ada dua alasan yang dipersoalkan para ulama, karena segi
pemasangannya yang mengharuskan melihat kemaluan wanita
pemakainya, dan segi fungsi atau cara kerja alat.
 Menurut MUI, pemasangan IUD dalam pelaksanaan KB dapat
dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolan dilakukan oleh
tenaga medis wanita, atau jika terpaksa dapat dilakukan oleh
tenaga medis pria dengan didampingi oleh suami atau wanita lain.
 Menurut dewan Hisbah PERSIS difatwakan bahwa menggunakan IUD
hukumnya syubhat. Pemasangan IUD bisa diterima jika memang
keadaannya darurat, dan tidak ada cara lain yang lebih efektif.
 Sedangkan menurut ulama- ulama NU, pada dasarnya
menggunakan IUD itu hukumnya boleh, tetapi karena cara
memasangnya harus melihat aurat vital maka hukumnya haram,
termasuk kategori haram lighairi.
Pengebirian
Tindakan menghilangkan kelenjar testis agar tidak
memproduksi mani (pada hewan jantan) atau
memotong ovarium (pada hewan betina);
menjadikannya mandul. Dalam bahasa arab
disebut Al- Ikhsha’.
 Para ulama menyatakan, semua bentuk
penggunaan metode KB yang bersifat permanen
diharamkan dalam islam.
Metode KB permanen
(ta’qim daaim)
 Dalam bahasa arab disebut ta’qim yang berarti
memutus dan kering yang menghalangi
terjadinya jejak, atau menciptakan kemandulan.
 Meliputi : vasektomi, tubektomi, histerektomi
(pengangkatan rahim).
Fatwa Ulama Indonesia tentang
Sterilisasi
“Melakukan usaha vasektomi (usaha mengikat atau
memotong saluran benih pria/vas deferens),
sehingga pria itu tidak dapat menghamilkan, dan
tubektomi (usaha mengikat atau memotong kedua
saluran telur, sehingga pada umumnya tidak dapat
hamil lagi) bertentangan dengan hukum islam
(haram), kecuali dalam keadaan sangat darurat
seperti menghindarkan penyakit dari ibu/bapak
terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau
terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau
melahirkan lagi. ”
 Sebagaimana hukum- hukum pada bidang- bidang
ijtihadiyah yang lain, hukum menggunakan alat kontrasepsi
tertentu akan mengalami pergeseran hukum sejalan dengan
perubahan waktu, situasi, dan kondisinya.
 Hal ini sejalan dengan kaidah hukum islam, yang artinya :
“Hukum- hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan
zaman, tempat, dan keadaan.”

You might also like