You are on page 1of 27

Carpal Tunnel Syndrome

DAVI DZIKIRIAN
TEMIDTYA KURNIA

PEMBIMBING: DR. YENNY FITRIZAR, M. KES


BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

 Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah salah satu gangguan karena terjadi
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus di
pergelangan tangan.
 Carpal tunnel syndrome diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang
disertai nyeri pada daerah ditribusi nervus medianus.
 Carpal tunnel syndrome merupakan neuropati tekanan terhadap nervus
medianus terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang
paling sering, bersifat kronik dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam
hari, parestesi jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf medianus,
kelemahan dan atrofi otot thenar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

 Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah keadaan penekanan


pada nervus medianus sehingga menyebabkan gangguan
pada daerah yang mendapatkan inervasi dari nervus
medianus
 Gejalanya berupa mati rasa, kesemutan, dan nyeri pada
daerah distribusi persarafan n.medianus. Gejala tersebut
bisa disertai dengan perubahan pada sensasi dan
kekuatan struktur yang disarafi oleh n.medianus.
ETIOLOGI

 Terjadi peningkatan tekanan terowongan carpal hingga 10x


dibandingkan normal pada pasien dengan CTS dalam posisi yang netral.
 Dasar dari terjadinya CTS adalah iskemik, serta penekanan dari vasa dan
nervus sehingga meningkatkan tekanan.
 Faktor predisposisi dari terjepitnya n.medianus mungkin disebabkan
karena gerakan berulang pada pergelangan tangan, seperti merajut,
mengetik, mencuci, berkendara, melukis, dan berkebun.
 Beberapa kondisi medis seperti kehamilan, menyusui, siklus menstruasi,
penggunaan kontrasepsi oral, menopause, diabetes mellitus, kekurangan
vitamin B, toxic shock syndrome, hemodialisis dalam waktu lama,
osteoartritis pada pergelangan tangan, artritis reumatoid, obesitas,
kelainan ukuran carpal tunnel bawaan biasanya didiagnosis lebih awal
dibandingkan CTS sehingga etiologi dari CTS dapat telah ditetapkan.
ETIOLOGI

 Kondisi-kondisi yang mungkin dapat meningkatkan volume dari carpal


tunnel adalah arteri madiana persisten, aneurisma atau malformasi arteri-
vena, anomali otot dan tendo, infeksi, perdarahan, kecil ukuran carpal
tunnel bawaan, neurofibroma, hemangioma, lipoma, ganglion,
xanthoma, dan topus gout.
 Karena CTS dapat diterapi dengan pembedahan, etiologi pastinya akan
ditemukan intraoperatif.
PATOFISIOLOGI

 Diketahui bahwa n.medianus mengalami


kerusakan karena tertekan batas-batas
carpal tunnel yang keras, yang
menyebabkan demielinisasi yang diikuti
dengan degenerasi axonal.
 Serabut saraf sensorik mungkin akan terkena
lebih dahulu, diikuti dengan serabut saraf
motorik. Serabut saraf otonom mungkin juga
dapat terpengaruh.
 Peningkatan tekanan carpal tunnel yang
abnormal menyebabkan obstruksi aliran
darah vena, edema, hingga iskemik dari
saraf.
EPIDEMIOLOGI

 Penelitian berbasis populasi tentang CTS di seluruh dunia


masih kurang, namun insidensi CTS di Amerika didapatkan 1 –
3 kasus tiap 1000 orang setiap tahunnya, prevalensinya
mencapai sekitar 50 kasus tiap 1000 orang pada populasi
umum.
 CTS bukanlah penyakit yang berakibat fatal, namun dapat
menyebabkan kerusakan yang irreversibel dari n.medianus,
dengan konsekuensi berat berupa kehilangan fungsi tangan,
apabila tidak dilakukan terapi.
 Rasio insidensi CTS pada wanita dan pria adalah 3-10 : 1.
 Puncak rentang usia untuk berkembangnya CTS adalah pada
umur 45 – 60 tahun.
 Hanya 10% pasien dengan CTS yang berumur kurang dari 31
tahun.
MANIFESTASI KLINIS

 Manifestasi klinik dari CTS bermacam-macam. Kebanyakan pasien


mengeluh sakit, panas, kesemutan, dan baal pada bagian tangan
yang bersifat lokal pada tiga jari pertama dan sisi lateral dari jari ke
empat, dengan sesekali melibatkan sisi telapak tangan.
 Gejala biasanya memburuk pada malam hari, diperberat dengan
gerakan pada pergelangan tangan yang berlebihan, dan menjadi
menetap ketika semakin terjepit.
 Semakin parah CTS maka gejala yang timbul mungkin dapat menjalar
ke bagian tubuh yang lebih proksimal, hinggal mencapai lengan
bawah, siku, lengan atas, dan bahu.
 Pemeriksaan provokatif untuk mengetahui terjepitnya n.medianus
adalah:
 Tinel’s sign ( ketukan pada n.medianus setinggi lipatan karpal untuk memicu
timbulnya paraesthesiae pada dermatom n.medianus)
 Phalen’s sign (menahan pergelangan tangan pada kondisi fleksi maksimal
selama 30 – 60 detik untuk menimbulkan paraesthesiae pada n.medianus)
Diagnosis

Anamnesis
•Riwayat perjalanan penyakit pasien kadang lebih penting dibandingkan dengan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis dari CTS.

Mati rasa dan kesemutan


•Diantara keluhan-keluhan yang umum, pasien mengungkapkan bahwa tangan mereka seperti
kehilangan kekuatan menggenggam, mati rasa dan kesemutan
•Gejala biasanya bersifat hilang timbul dan berhubungan dengan aktivitas. Gejala yang timbul
pada malam hari lebih spesifik untuk CTS.
•Keluhan biasanya bersifat lokal pada sisi palmar dari jari pertama sampai ke kempat dan palmar
distal.

Nyeri
•Rasa nyeri sering timbul pada daerah ventral dari pergelangan tangan. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke distal mencapai telapak tangan dan jari atau, lebih sering, menjalar ke arah proksimal
sepanjang sisi ventral dari lengan bawah.
Diagnosis

Gejala otonom
• Tidak sedikit pasien yang mengeluhkan gejala terjadi di seluruh tangannya. Banyak
pasien dengan CTS juga mengeluhkan perasaan keras/kaku atau bengkak pada
tangannya dan/atau perubahan suhu (misal, tangan menjadi dingin atau panas).
• Banyak juga pasien yang melaporkan perubahan sensitivitas tangan terhadap suhu
(biasanya dingin) dan perbedaan warna kulit. Kasus yang jarang, dimana beberapa
pasien mengeluhkan terjadinya perubahan dalam hal keluarnya keringat.
Kemungkinan besar, gejala-gejala tersebut berhubungan dengan keterlibatan serabut
saraf otonom dari n.medianus.

Kelemahan / kekakuan
• Kehilangan kekuatan tangan (khususnya ketepatan menggenggam yang melibatkan
jempol) sering terjadi; pada prakteknya, kehilangan sensasi dan rasa nyeri sering
menjadi penyebab yang lebih penting dari kelemahan dan kekakuan, daripada
kehilangan kekuatan tangan.
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik
•Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis neurologis dan muskuloskeletal yang
lainnya, namun pemeriksaan fisik kadang hanya berkontribusi sedikit dalam mengkonfirmasi diagnosis CTS.

Pemeriksaan sensorik
•Abnormalitas dari modalitas sensorik mungkin dapat terlihat pada regio palmar (telapak) dari tiga jari
pertama dan setengah sisi radial dari jari ke kempat. Uji monofilamen Semmes-Weinstein atau diskriminasi
2 titik mungkin lebih sensitif.

Pemeriksaan motorik
•Kelelahan dan kelemahan otot tangan yang diinervasi oleh n.medianus dapat diketahui (otot LOAF)
•L - First and second lumbricals
•O - Opponens pollicis
•A - Abductor pollicis brevis
•F - Flexor pollicis brevis
Diagnosis

Tes Khusus
• Hoffmann – Tinel sign: Menekan secara gentle pada n.medianus di regio carpal tunnel akan
menimbulkan kesemutan pada daerah distribusi saraf, metode ini masih sering dilakukan
meskipun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah
• Phalen sign: Rasa kesemutan pada area distribusi n.medianus yang dirangsang dengan
fleksi maksimal (atau ekstensi maksimal untuk reverse Phalen) dari pergelangan tangan lebih
dari 60 detik. Uji ini memiliki spesifisitas 80% namun sensitivitas yang lebih rendah
• The carpal compression test: Tes ini dlakukan dengan melakukan tekanan kuat langsung di
atas carpal tunnel, biasanya dengan ibu jari, selama 30 detik untuk menimbulkan gejala.
Laporan menunjukkan bahwa tes ini memiliki sensitivitas hingga 89% dan spesifisitas 96%.
• Palpatory diagnosis: Tes ini dilakukan dengan memeriksa secara langsung jaringan lunak
yang melapisi n.medianus pada pergelangan tangan, untuk restriksi mekanik.
• The Square wrist sign: Uji ini dilakukan dengan mengukur rasio ketebalan pergelangan
tangan dengan lebar pergelangan tangan, dimana hasilnya lebih besar dari 0,7.
Sensitivitas/spesifisitas hanya 70%
Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
•Tidak ada tes darah untuk diagnosis CTS, namun uji laboratorium untuk kondisi-kondisi yang
berhubungan (misal, diabetes) mungkin dapat dilakukan ketika ada indikasi.

Studi Pencitraan
•Tidak ada studi pencitraan yang rutin dilakukan dalam diagnosis CTS
•Magnetic Resonance Imagin (MRI) dari carpal tunnel sangat berguna sebelum dilakukan operasi
jika dicurigai terdapat space-occupying lesion. Pada beberapa kasus CTS, ketidaknormalan dari
n.medianus dapat dideteksi, namun bagaimana hubungan kondisi tersebut dengan tingkat
keparahan diagnosis dan fisiologis belum dapat dditentukan dengan jelas.
•USG memiliki potensi untuk mengidentifikasi space-occupying lesion yang terletak pada dan di
sekitar n.medianus, mengkonfirmasi kelainan dari n.medianus (misal, peningkatan area cross
sectional) yang dapat berupa diagnosis dari CTS, dan sebagai pemandu dalam injeksi steroid
pada carpal tunnel.
Diagnosis

Uji lainnya
• Elektroneurografi
• Elektromiografi
DIAGNOSIS BANDING

 Carpal Tunnel Syndrome adalah kondisi klinis yang umum, namun diagnosis
bandingnya dapat menjadi sangat kompleks karena kriteria diagnosis dari CTS masih
subjektif.
 CTS didiagnosis berdasarkan pola khas gejala, termasuk parestesi pada malam hari di
daerah distribusi n.medianus, dan parestesia yang diperparah dengan aktivitas
tertentu, seperti menggenggam terlalu lama yang dapat terjadi ketika membaca
buku atau koran atau mengendarai mobil.
 Pada kebanyakan pasien lainnya, diagnosis tidak terlalu jelas, karena muncul variasi
dari gejala. Rasa nyeri adalah gejala yang paling membingungkan. Banyak kondisi
spesifik dan non-spesifik muncul bersamaan dengan nyeri, CTS salah satu di
antaranya.
 Mati rasa dan parestesia adalah gejala yang umum dari CTS, tetapi mungkin juga
disebabkan oleh kelainan neurologik dan non-neurologik lainnya, terutama ketika
gejalanya menetap dan tidak diikuti dengan pola khas berupa memberat di malam
hari atau memberat dengan aktivitas seperti yang terjadi pada CTS.
 Pemeriksaan elektrodiagnostik kadang membantu untuk membedakan kondisi-
kondisi tersebut dari CTS.
DIAGNOSIS BANDING

Keganasan intrakranial
•Terdapat mati rasa atau kesemutan pada tangan, kelemahan pada tangan, atau kehilangan koordinasi dari
tangan. Temuan ini akan dihubungkan dengan hiperrefleksia, sehingga mengindikasikan bahwa diagnosis lebih ke
arah central. Selain itu, pola dari kelemahan atau hipoestesia biasanya tidak terbatas pada distribusi persarafan
n.medianus.

Multiple sklerosis
•Pada diagnosis dari multiple sklerosis membutuhkan beberapa kelainan dan gambaran patologis, tidak ada satupun
yang khas untuk CTS. Kelainan CNS yang lainnya hanya mempengaruhi otot-otot di daerah distal secara acak
(diffuse), sehingga semua otot intrinsik menunjukkan kelemahan, tidak hanya tempat-tempat tertentu saja.

Cervical radikulopathy
•Pemeriksaan neurologis yang teliti akan menunjukkan kelemahan atau kebaalan pada dermatom atau miotom
proksimal, tidak konsisten dengan diagnosis dari neuropati median fokal. Rasa nyeri atau gejala yang terjadi di leher,
terutama yang diperberat dengan gerakan atau penekanan pada leher juga merukapakan petunjuk yang
berguna. Gejala yang bertambah berat dengan batuk atau bersin lebih mengarah pada cervical radikulopathy
dibandingkan dengan CTS.

Cervical syringomyelia
•Karakteristik dari rasa baal atau kelemahan, sangat berbeda, menggambarakan bahwa gejala berasal dari cervical
spine.
DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pleksus brachialis


•Pada thoracic outlet syndrome, gejala terutama dirasakan pada distribusi n.ulnaris, namun demikian dapat
ditentukan dengan pemeriksaan neurologis yang seksama. Demikian pula, neuritis pleksus brakialis pasca
radiasi bisa menyebabkan nyeri pada ekstremitas, kesemutan, dan kelemahan pada tangan, tapi polanya
tidak terbatas pada distribusi saraf median, dan pemeriksaan elektrodiagnostik akan melokalisasi ke pleksus
dan tidak pergelangan tangan.

Plexitis brachialis idiopatik/Parsonage-Turner syndrome/neuralgic amyotrophy


•Tanda klinisnya sedikit berbeda. Sindroma ini biasanya diawali dengan nyeri prodromal pada tungkai
proksimal yang berat, diikuti dengan kelemahan pada distribusi saraf yang lebih perifer, dengan sedikit rasa
kesemutan. Distribusi secara khas tidak spesifik pada distribusi n.medianus, walaupun cabang proksimal dari
n.medianus, seperti n.intraosseus anterior bisa terlibat. Temuan tersebut, dari distribusi n.medianus pada
carpal tunnel, menentang keras diagnosis CTS. dalam kasus yang meragukan, pemeriksaan
elektrodiagnostik dapat membantu memilah kelainan.

Tumor pada saraf perifer


•Ini akan sangat sulit jika tumor berada dalam carpal tunnel, seperti pada sepuluh kasus dengan hamartoma
lipofibromatous saraf. Kunci perbedaan di sini adalah perjalanan penyakit dari massa tersebut. Berbeda
dengan pembengkakan fiexorsynovium yang dapat dilihat pada CTS, pembesaran tumor saraf tidak akan
bergerak dengan gerakan jari aktif.
PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada CTS fokus


pada dekompresi dari
n.medianus. Pada kasus ringan
sampai sedang dekompresi
dapat dilakukan dengan Dilaporkan bahwa dari 82% tangan
tindakan non-operatif. Pada dengan CTS memiliki respons terhadap
kasus yang berat, pembedahan pengobatan konservatif. Namun, 80%
adalah terapi satu-satunya. darinya akan kambuh setelah satu
tahun, dan akan membutuhkan
pembedahan.
PENATALAKSANAAN (Rehabilitasi)

•Posisi netral dari pembidaian menurunkan potensi dari


Modifikasi Ergonomis saraf untuk teregang sehingga mengurangi gejala. Efek
dari pembidaian akan tampak dalam delapan minggu
dan Bidai setelah penggunaan.

•Pasien disarankan olahraga dan mengurangi berat


badan. Sepeda statis, bersepeda, atau olahraga lain
Terapi Fisik yang menimbulkan regangan pada pergelangan tangan
sebaiknya dihindari.

•Pembidaian pergelangan tangan dengan sendi berada


pada posisi netral atau ekstensi ( disarankan pada malam
Terapi Occupational hari dengan minimal selama 3-4 minggu ) memiliki bukti
keberhasilan.
PENATALAKSANAAN (Pembedahan)

Pembebasan Carpal Tunnel dengan Bedah Terbuka

•Insisi dilakukan sepanjang 3 cm, secara linier atau longitudinal, dari palmar distal di antara
thenar dan hypothenar ke arah retinakulum proksimal. Seluruh retinakulum fleksorum dilakukan
transaksi. Beberapa komplikasi dari pembedahan ini termasuk bekas luka dan nyeri neuralgia
kutaneus. Kekambuhan setelah pembedahan jarang terjadi dan biasanya merupakan hasil
dari ketidaksempurnaan transaksi dari retinakulum fleksorum atau trauma iatrogenik dari
n.medianus.

Pembebasan Carpal Tunnel secara Endoskopi

•Ada dua teknik endoskopi: sistem pelepasan satu portal dan sistem pelepasan dua portal.
•Studi kasus membandingkan pembebasan carpal tunnel dengan teknik pembedahan terbuka
dan endoskopi menunjukkan tingkat keberhasilan yang sama dalam hal pengurangan gejala
dan kepuasan dari pasien. Teknik terbuka menimbulkan bekas luka yang lebih besar,
sedangkan endoskopi menimbulkan resiko cedera saraf yang lebih besar.
PENCEGAHAN

Apabila banyak melakukan pergerakan pergelangan tangan, dianjurkan untuk berhenti


sejenak setiap 15-20 menit dengan melakukan stretching agar pergelangan tangan tidak
terekspos terus-menerus.

Menjaga tangan tetap hangat karena tangan lebih mudah terasa sakit bila dalam suhu
dingin.

Perbaiki postur tubuh karena potur tubuh yang salah dapat menyebabkan posisi bahu
sedikit kedepan sehingga pada posisi ini otot leher dan bahu akan memendek dan
menekan saraf-saraf leher yang dapat mempengaruhi pergelangan tangan, jari dan
tangan.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus.

Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan
nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.

Sekalipun prognosa carpal tunnel syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif
cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.
PROGNOSIS

CTS tampaknya menjadi progresif dari waktu ke waktu dan dapat mengarah
pada kerusakan n.medianus yang permanen. Apakah manajemen
konservatif dapat mencegah progresivitas belum jelas.

Walaupun dengan operasi bedah, tampak terjadi rekurensi sindroma ini


pada beberapa derajat dalam sejumlah besar kasus (mungkin satu per
tiga setelah 5 tahun).

Awalnya, sekitar 90% kasus CTS ringan sampai sedang respons dengan
manajemen konservatif. Seiring waktu, bagaimanapun, sejumlah pasien
memerlukan terapi bedah.

Pasien dengan CTS dengan kelainan yang mendasari (misal, diabetes,


patah tulang pergelangan) cenderung memiliki prognosis yang kurang
menguntungkan dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit lain.
TERIMA KASIH

You might also like