You are on page 1of 19

Oleh :

RAHMATULLAH BIN ARSYAD


MUH. FATHURRAHMAN
 Bandura berpendapat bahwa belajar melalui
observasi (observational learning).
Seperti contohnya, ketika kita melihat mobil yang
berjalan di depan kita terantuk lubang di jalan,
kita mendapat informasi dan berdasarkan
pengamatan kita, kita akan menghindari lubang
tersebut, demi menghindari kerusakan pada mobil
kita.
Pada tahun 1965, Bandura melakukan eksperimen
dengan membagi kelompok anak menjadi tiga.
 Anak-anak ini menyaksikan perilaku agresif
yang dilakukan oleh seseorang yang memukuli
boneka. Anak-anak di kelompok pertama
mendapatkan penguatan akan perilaku agresif
tersebut, sedangkan
 Anak-anak di kelompok kedua mendapatkan
ancaman pada perilaku agresif, sementara
 Anak-anak di kelompok ketiga tidak
mendapatkan penguatan maupun ancaman
pada perilaku agresif.
 Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan
penguatan dari pengamatan (vicarious
reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk
keagresifan mereka. Sedangkan
 Anak-anak di kelompok kedua mendapatkan
ancaman pengamatan (vicarious punishment),
dan mereka dihalangi perilaku agresifnya.
Meskipun anak-anak tidak mendapatkan
pengalaman penguatan maupun ancaman
secara langsung, mereka memodifikasi
perilakunya secara sama (Hergenhahn dan
Olson, 1997).
Prinsip-prinsip umum dari teori Bandura:
 Orang dapat belajar dengan mengamati perilaku
dari orang lain dan hasil dari perilaku tersebut.
 Belajar dapat terjadi tanpa perubahan perilaku.
Para behavioris mengatakan belajar harus diwakili
oleh perubahan permanen dalam perilaku. Namun
dalam teori pembelajaran sosial dikatakan bahwa
orang dapat belajar melalui observasi sendiri,
belajar mereka belum tentu ditampilkan dalam
perilaku mereka. Belajar dapat mengakibatkan
perubahan perilaku atau mungkin tidak sama
sekali.
 Kognisi berperan dalam belajar. Selama 30
tahun terakhir teori belajar sosial telah menjadi
semakin mengarah ke pembelajaran kognitif
dalam proses belajar. Kesadaran dan harapan
dari penguatan atau ancaman di masa
mendatang dapat menimbulkan efek yang
signifikan pada perilaku tampak dari orang-
orang.
 Pemodelan yang Tertunda (Delayed
Modelling)
Pemodelan yang tertunda ini adalah suatu momen
dimana subyek (pengamat) tidak menunjukkan
hasil belajar dari pengalaman modelling sampai
suatu waktu dimana pengalaman modelling
tersebut berhenti.
 Variabel-variabel yang Mempengaruhi
Belajar
1. Attentional Processes (tahap perhatian)
2. Retentional Processes (tahap penyimpanan
dalam ingatan)
3. Behavioral Production Processes (proses
produksi perilaku)
4. Motivational Processes (tahap motivasi)
Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu
karena adanya interaksi antara orang, lingkungan, dan
perilaku orang tersebut, menghasilkan perilaku
berikutnya. Dari konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku
mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan atau orang
mempengaruhi perilaku.

Perilaku

Keprbdn Lingkungan
 Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau
bahkan melebihi standar performa
(performance standards), maka ia akan dinilai
positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu
berperilaku sesuai standar, dengan kata lain
performanya dibawah standar, maka ia akan
dinilai negatif.
 Anggapan tentang kecakapan diri (perceived
self-efficacy) ini adalah keyakinan seseorang
bahwa dia mampu untuk melakukan sesuatu.
Dari anggapan ini, muncul motivasi orang
untuk berprestasi (apabila anggapannya
positif) atau bahkan dismotivasi untuk
melakukan suatu hal (apabila anggapannya
negatif).
 Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri
seseorang tidak sesuai dengan kecakapan diri
sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang
terlalu yakin dia dapat melakukan sesuatu,
tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia tidak
mampu. Bila hal ini terjadi, maka orang akan
merasa frustasi dan rendah diri.
 Seseorang akan mempelajari kode moral (moral
code) dari model. Kode moral ini menentukan
perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku
mana yang akan mendapat sangsi bila dilakukan
dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang
melanggar kode moral, orang tersebut akan
mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada
diri sendiri), yang merupakan pengalaman yang
tidak menyenangkan. Namun dalam
perkembangannya, Bandura melihat sebuah
mekanisme dimana seseorang bisa melakukan
pelanggaran moral tanpa mengalami self-contempt.
Mekanisme ini seperti dijabarkan oleh Hergenhahn
dan Olson (1997) adalah:
 Justifikasi Moral (Moral Justification)

Contohnya, orang yang mencuri mengatakan


bahwa dia mencuri untuk menghidupi keluarganya
 Pelabelan Eufemistis (Euphemistic Labelling)

Contohnya, seorang dokter disebut bukan


“membunuh pasiennya” tetapi “menghilangkan
penderitaan pasien”.
 Perbandingan yang Menguntungkan
(Advantageous Comparison)
Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan
perbuatannya dengan seorang koruptor, yang
“dosanya” lebih besar.
Mekanisme ini seperti dijabarkan oleh Hergenhahn dan
Olson (1997) adalah:
 Pengalihan Tanggung Jawab (Displacement of
Responsibility)
Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa
beralah, karena yang menyuruhnya adalah sang bos.
 Difusi Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)

Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena


dia melakukan korupsi bersama-sama dengan rekan-
rekan kerjanya.
 Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or
Distortion of Consequences)
Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman,
mereka mungkin mengatakan bahwa mereka hanya
menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan
asap.
 Dehumanisasi (Dehumanization)
Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih
bisa dengan semena-mena mempekerjakan dan
menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa
orang kulit hitam memiliki derajat yang lebih
rendah dari dirinya.
 Atribusi Kesalahan (Attribution of Blame)
Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah
karena korban memakai pakaian dan berperilaku
menggoda.
 Determinisme versus kebebasan (Determinism
versus Freedom)
Karena manusia bisa mengatur perilakunya sendiri,
bukan berarti dia bisa bebas melakukan apa saja
sekehendak hatinya.
 Inkompetensi (Incompetence)
 Ketakutan akan ketidakterjaminan
(Unwarranted Fears)
 Kepastian diri yang berlebihan (Excessive Self-
Ensure)
 Penghambat Sosial, berupa prasangka dan
diskriminasi (Social Inhibitors - prejudice,
discrimination)
Seseorang bisa membayangkan berbagai hal dalam
pikiran (imagine) dan bisa memperngaruhi
perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah
(faulty cognitive processes) dapat menghambat
perilaku atau bahkan bisa memunculkan perilaku
yang salah.
 Anak mengevaluasi penampilan
 Pemikiran keliru karena salah informasi dan
bukti yang tidak mencukupi
 Pemrosesan informasi yang keliru

You might also like