You are on page 1of 12

ANTHRACIMYCIN ACTIVITY

AGAINST CONTEMPORARY
M ET H I C I L L I N - R E S I S TA N T
S TA P H Y LO C O C C U S A U R E U S

F L O R E N C E C L AY M O R A S I R A I T
1411011050
LATAR BELAKANG

• Penemuan antibiotik selama satu dekade terakhir hampir tidak sejalan dengan perkembangan
resistensi antibiotik.
• Derivat bakteri laut dapat menjadi sumber bahan kimia baru anti-MRSA.
• Antaracimycin baru-baru ini dimurnikan dari spesies laut Streptomyces yang belum
dikarakterisasi, dan mampu melawan Bacillus anhracis dan bakteri gram positif lainnya.
TUJUAN

• Melakukan analisis aktivitas anthracimycin yang komprehensif secara in vitro dan in vivo untuk
mengetahui aktivitasnya melawan MRSA.
MATERIAL DAN METODE

• Isolasi Anthramimycin : dari derivat laut Streptomyces strain CNH365, struktur senyawa murni
ditentukan dengan metoda spectroskopi dan dikonfimasi dengan single crystal X-ray
• Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC): Analisi sMIC dilakukan dengan penambahan
serum manusia 20%. MIC dalam serum ditentukan dari konsentrasi senyawa terendah yang
tidak menghasilkan konversi yang terlihat resazurin (warna biru) menjadi resorufin (warna
pink).
• Time-kill kinetic: time-kill kinetics anthracimycin dan efek pasca antibiotic dilakukan rangkap
dua menggunakan broth macrodilution.
• Efek pasca antibiotic: strain MRSA TCH1516 dinokulasi dalam 5mL CA-MHB yang mengandung
anthracimycin (MIC=0,125 mg.L) atau vankomisin (MIC=0,78mg/L) pada MIC 1x atau 10x dan
diinkubasi pada shaking incubator suhu 37°C. Setelah 1 jam, bakteri dicuci dua kali dalam 10 ml
salin buffer fosfat dan di suspensikan kembali dalam 5 ml CA-MHB. Tabung ditempatkan di
shaking incubator 37°C, ukur pertumbuhan bakteri hingga 24 jam dengan melapisi 25 μL
sampel pengenceran serial pada piring agar Todd-Hewitt, hitung koloni.
• Pertumbuhan MRSA dalam sub-MIC Anthracimycin: Kurva pertumbuhan pada konsentrasi sub-
MIC anthracimycin, vancomycin, atau kontrol dilakukan dengan format broth macrodilution.
Tabung kaca duplikat mengandung CA-MHB (5 mL/tabung) dengan anthracimycin atau
vankomisin pada konsentrasi tertentu diinokulasi dengan 5x105 CFU/mL strain MRSA
TCH1516 dan diinkubasi, dipantau hingga 24 jam. Ukur absorbansi pada 600 nm menggunakan
spektrofotometer.
• Sel sitotoksik Mamalia: menggunakan HeLa (ATCC CCL-2) kanker serviks. Sel HeLa diletaknan
pada densitas 2x104 sel/ well of sterile flat bottom 96 kultur jaringan yang baik (corning), dan
anthracimycin ditambahkan dengan konsentrasi yang meingkat. Plate diinkubasi dalam 5% CO2, 370C,
dan viabilitas sel dianaisi pada 72 jam, tentukan IC50.

• Studi Mekanisme aksi: menggunakan uji optimized macromolecular synthesis

• Studi infeksi murine : Untuk studi infeksi in vivo, mencit CD1 usia 8 minggu diinokulasi secara
intaraperitonial dengan 1x109 CFU MRSA strain Sanger 252 dan 1 jam kemudian diberinkan
anthracimycin (1 atau 10mg/kg) atau ekivalen dengan kontrol (n=10 mencit per grup). Monitoring
yang bertahan hingga seminggu dan mencit yang tampak hampir mati ditiadakan. Studi infeksi in vivo
dilakukan dua kali.
HASIL
• Mekanisme aksi diselidiki menggunakan uji sintesis makromolekul untuk menghitung
penggabungan prekusor radiolabeled. Efek utama pada label metabolik ada pada [3H] -Timidin
dan [3H] -Gambar primer, menunjukkan adanya terganggunya sintesis DNA dan RNA.
Gangguan jalur ini terjadi di sekitar konsentrasi MIC, menunjukkan bahwa efek ini kemungkinan
terkait dengan mekanisme aksi antibakteri.
• Efek sekunder tambahan pada sintesis protein juga diamati pada konsentrasi yang jauh lebih
tinggi, setidaknya 10 kali lipat lebih tinggi daripada MIC. Gangguan utama sintesis DNA dan
RNA dalam pelabelan metabolik sering dikaitkan dengan interkalator DNA.
• Namun, ketika anthracimycin diperiksa untuk mengetahui adanya interkalasi DNA pada rentang
konsentrasi yang sama seperti yang digunakan pada label metabolik, tidak ada efek pada migrasi
DNA yang diamati dibandingkan dengan kontrol yang tidak diobati. Konsentrasi 128 mg / L,
1000 kali lipat lebih tinggi dari MIC, tidak menunjukkan adanya DNA interkalasi. Data ini
menunjukkan bahwa terganggunya sintesis DNA dan RNA oleh anthracimycin bukan karena
interkalasi DNA.
• Untuk memastikan keefektifan anthracimycin secara in vivo: Tikus CD1 betina pertama
kali terinfeksi secara intraperitoneal dengan ~ 109 CFU strain MRSA Sanger 252. Satu
jam setelah infeksi, tikus dibagi menjadi tiga kelompok (n = 10 per kelompok) dan
menerima suntikan intraperitoneal tunggal baik anthracimycin (1 atau 10 mg / kg) atau
kontrol setara; anthracimycin pada dosis ini tampaknya dapat ditoleransi dengan baik
oleh tikus.
• Anthracimycin yang disuntikkan pasca infeksi cukup untuk memberikan perlindungan
yang signifikan terhadap mortalitas selama tujuh hari dibandingkan dengan tikus yang
terinfeksi yang diobati dengan control saja. Hasil ini menunjukkan bahwa anthracimycin
mempertahankan aktivitas anti-MRSA dan juga dapat ditoleransi dengan baik saat
diberikan secara in vivo.
KESIMPULAN

• Pemurnian antrasimycin dari spesies Streptomycetes yang berasal dari laut dan identifikasi awal aktivitasnya
terhadap gram positif mendorong peniliti untuk mengeksplorasi lebih jauh potensi perancah ini sebagai senyawa
anti-MRSA.
• Hasil menunjukkan bahwa aktivitas anthracimycin terdapat 14 strain S. aureus yang diuji, termasuk strain MRSA
USA300, S. aureus resisten vancomisin , dan methicillin-sensitive S. aureus. Tidak ada aktivitas Gram-negatif yang
signifikan yang diamati.
• Anthracimycin menunjukkan kinetika pembunuhan cepat melawan MRSA, meskipun efek pasca antibiotik cukup
diabaikan.
• Data in vitro kami menunjukkan bahwa anthracimycin masih dapat memberi efek pada MRSA pada konsentrasi di
bawah MIC-nya. Ditemukan peningkatan fase lag saat anthracimycin hadir pada MIC 1 / 16x; Tidak ada efek
serupa yang diamati dengan agen dinding vomomisin sel sampai 1 / 2x MIC melawan MRSA.
• Singkatnya, penelitian awal in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa perancah anthracimycin dapat berfungsi
sebagai terapi baru MRSA.

You might also like