You are on page 1of 43

GEOKIMIA

BATUAN INDUK
HIDROKARBON
Cross Section Of A Petroleum System
(Foreland Basin Example)
Geographic Extent of Petroleum System
Extent of Play
Extent of Prospect/Field

Stratigraphic
Extent of
Petroleum
Overburden Rock
System

Sedimentary
Basin Fill
Essential Seal Rock
Elements Reservoir Rock
of
Petroleum Source Rock
Pod of Active
System
Source Rock Underburden Rock
Petroleum Reservoir
Basement Rock
Fold-and-Thrust Belt Top Oil Window
(arrows indicate relative fault motion)
Top Gas Window

(modified from Magoon and Dow, 1994)


Penampang seismik, menunjukkan kemungkinan arah migrasi minyak
SOME QUESTIONS REGARDING SOURCE
ROCK:
1. Does the sediment have enough
organic materials? (richness)
2. Is the organic material appropriate?
(type)
3. Has the organic material been mature?
(maturity)
4. Has the hydrocarbon been expelled?
(expulsion)
1. KEKAYAAN
MATERIAL
ORGANIK
BATUAN INDUK (SOURCE ROCKS)
Pengertian Batuan Induk

Batuan induk adalah batuan sedimen yang telah, sedang,


dan akan menghasilkan hidrokarbon (Tissot dan Welte,
1984 dalam Peter dan Cassa, 1994).

Menurut Waples (1985) :


Batuan induk efektif adalah batuan induk yg telah membentuk dan mengeluarkan
hidrokarbon

Batuan induk yg mungkin adalah batuan sedimen yg belum pernah dievaluasi


potensialnya, tetapi mempunyai kemungkinan membentuk dan mengeluarkan
hidrokarbon.

Batuan induk potensial adalah batuan sedimen belum matang, tetapi mempunyai
kemampuan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon jika kematangannya
bertambah tinggi.
Kerogen adalah komplek molekul organik yg
mengalami polimerisasi tinggi, tdk larut dlm
pelarut organik biasa. Sedangkan material
organik yg larut disebut bitumen atau
extractable organic matter (EOM).

Bitumen
Lingkungan pengendapan oksik (kiri) dan anoksik (kanan) secara umum
menghasilkan preservasi yang baik dan buruk dari material organik
(Demaison dan Moore, 1980 dalam Peters dkk., 2005)
Perbandingan rata-rata sedimentasi dan karbon
organik total di sedimen
Preservasi karbon organik tidak
terpengaruh pada rata-rata
sedimentasi di lingkungan
anoksik (atas).

Di bawah kondisi yang oksik,


rata-rata sedimentasi yang
cepat lebih efektif untuk
menghindari penghancuran
karbon organik dari burrowing
metazoa (bawah)
(dimodifikasi dari Stein, 1986;
Pelet, 1987; dan Huc, 1988
dalam Peters dkk., 2005).
Untuk di lingkungan delta adalah
kandungan MO cenderung turun
dari tepi delta ke arah tengah
laut. Hal semacam ini teramati di
delta Mahakam, Orinoco, dan
Nigeria (Bordenave, 1993).

Di delta Mahakam, rata-rata


kandungan MO-nya adalah 5,7%.
Kandungan tersebut merupakan
kontribusi dari lingkungan delta
plain dan delta front sekitar 5-7%,
sedangkan di daerah prodelta,
kadar MO-nya sedikit menurun,
yaitu berkisar antara 4 dan 5%.
Techniques to
determine organic
carbon

1. Carmhograph
2. LECO carbon analyzer
3. Rock-Eval pyrolysis

LECO carbon analyzer


Schematic diagram of a LECO carbon analyser

Waples, 1985
Klasifikasi TOC menurut Law (1999)

Potensi Petroleum TOC Serpih (%) TOC karbonat (%)

Buruk 0,0 – 0,5 0,0–0,2

Sedang 0,5 – 1,0 0,2–0,5

Baik 1,0 – 2,0 0,5–1,0

Sangat baik 2,0 – 5,0 1,0–2,0

Istimewa >5,0 > 2,0


2. TIPE MATERIAL
ORGANIK
TYPE OF ORGANIC MATERIAL
Formation of types I, II, and III kerogens
depend upon contribution of algae,
bacteria, land-plant, and plankton  also
depend upon paleoecology and
depositional environment

Methods on kerogen typing:

 Element analysis: H/C and O/C


 Pyrolysis: HI versus OI
Rock-Eval pyrolysis (REP)

The newer edition of Rock-Eval pyrolysis (REP) can


also determine TOC
Schematic diagram of a Rock-Eval pyrolysis (Waples, 1985).
Four basic parameters:
• S1
• S2
• S3
• Tmax
KEKAYAAN MATERIAL ORGANIK

A. TOC

B. Potential Yield (S1+S2)


Merupakan hasil dari proses pirolisis

Generation Potential (S1+S2) (mg/g)

Poor <2
Fair 2-6
Good >6
HYDROGEN INDEX
S2/TOC x 100

(HI)
S3/TOC x 100
OXYGEN INDEX (OI)

van Krevelen diagram Modified van Krevelen diagram


 Green River shales
 Lower Toarcian, Paris Basin
 Silurian-Devonian, Algeria-
Libya
 Upper Cretaceous, Douala
Basin
 Others

Espitalie et al. (1977)


Tipe Kerogen menurut Waples (1985) :

Kerogen tipe I
Berasal dr alga danau, terbatas pada danau yg anoksik
Memiliki kandungan hidrogen yg tertinggi.
Mengandung O2 yg jauh lebih rendah dibandingkan tipe III dan IV, krn terbtk dr
material lemak yg miskin O2
Adanya kecenderungan menghasilkan oil prone

Kerogen tipe II
Berasal dr sedimen laut dgn kondisi reduksi
Berasal dr beberapa sumber yg berbeda, yaitu alga laut, polen, spora, lapisan
lilin tanaman (leaf waxes) & fosil resin, dan juga dari lemak tanaman (lipid).
Mempunyai kandungan hidrogen relatif tinggi, menghasilkan oil prone
Tipe Kerogen menurut Waples (1985) :

Kerogen tipe III


Berasal dari material organik darat yg hanya sedikit mengandung lemak (fatty)
atau zat lilin (waxy)
Selulosa & lignin adalah penyumbang terbesar kerogen tipe III, shg memiliki
kandungan oksigen tinggi. Memiliki kandungan hidrogen rendah, menghasilkan
gas prone

Kerogen tipe IV
Terdiri dr material yg teroksidasi yg berasal dr berbagai sumber, mengandung
sejumlah besar oksigen
Terdiri dari aromatik & mempunyai kandungan hidrogen rendah, biasanya tidak
menghasilkan hidrokarbon.
Tipe Kerogen menurut Merrill (1991)
Environment Kerogen Type Maceral Origin Hydrocarbon
Potential
Alginite Algal bodies
Structureless
I
debris of algal
Amorphous origin
Aquatic
Kerogen
Structureless, Oil
plankonic
material, primarily
of marine origin
II
Skins of spores
Exinite and pollen, Cuticle
of leaves and
herbaceous plant

Fibrous and woody Gas and some oil


Terrestrial plant fragments
III Vitrinite and structureless, Mainly Gas
colloidal humic
matter

Oxidized, recycled None


IV Inertinite woody debris
3. KEMATANGAN
MATERIAL
ORGANIK
Nilai gradien temperatur di Cekungan rift Tersier di Asia Tenggara. Data temperatur diambil
dari data internal Shell dan Peroconsultants (Doust dan Sumner, 2007).
ANALISIS KEMATANGAN MATERIAL ORGANIK

A. Tmaks dan Production Index (PI) (Peters & Cassa, 1994)

Stage of Thermal Maturity for Oil Tmaks ( C) PI


(S1/S1+S2)
Immature < 435 < 0,10
Mature
Early 435 - 445 0,10 - 0,15
Peak 445 - 450 0,25 - 0,40
Late 450 - 470 > 0,40
Post Mature > 470 -
B. PEMANTULAN VITRINIT (RO)

Kerogen yg telah matang akan membawa perubahan pada vitrinit dan hal ini
akan diiringi dgn kemampuan partikel tersebut untuk memantulkan cahaya yg
jatuh padanya.

Tingkat kematangan yg teramati dari nilai pemantulan vitrinit akan bertambah


secara teratur dgn bertambahnya kedlman.

Data kematangan menurut Peters & Cassa (1994)

Stage of Thermal Maturity for Oil Ro (%)


Immature 0,2 - 0,6
Mature
Early 0,6 - 0,65
Peak 0,65 - 0,9
Late 0,9 - 1,35
Post Mature > 1,35
Zeiss AxioImager Courtesy of USGS
After Sentfle and
Landis, 1991
Kurva TOC‒(S1+S2), TOC‒indeks hidrogen (HI), Tmaks‒indeks hidrogen (HI),
Batuan Induk Formasi Talangakar di Subcekungan Alpha
Ringkasan geokimia sumur Alpha-1 (satuan kedalaman dalam kaki).
Ringkasan geokimia sumur Beta-1 (satuan kedalaman dalam kaki).
Ringkasan geokimia sumur Gama-1 (satuan kedalaman dalam kaki).

Gambar VII.13. Ringkasan Geokimia Sumur Bunian-1 (Satuan kedalaman dalam meter).
4. EKSPULSI
(MIGRASI PRIMER)
Threshold for bitumen in order expulsion to occur
(Momper, 1978)
15 bbl/acre-foot or
50 million bbl/cubic mile
Sejarah penimbunan Sumur Alpha-1 di Subcekungan Gamma

Menurut Palciauskas (1991), migrasi primer (ekspulsi) terjadi pada tahap


puncak pembentukan minyak.
Sejarah penimbunan Sumur Alpha-1 di Subcekungan Gamma

Menurut Palciauskas (1991), migrasi primer (ekspulsi) terjadi pada tahap


puncak pembentukan minyak.
TERIMAKASIH
Foster and Beaumont, 1991

You might also like