You are on page 1of 44

ALERGI SUSU SAPI DAN

PENATALAKSANAANNYA

Dr. Yusmala, Sp.A


PENDAHULUAN
Penyakit atopi mempengaruhi hampir 33%
populasi, dan menimbulkan masalah kesehatan
yang cukup besar; juga prevalensinya menigkat
terus pada dekade terahir.( Davies RI, Magnussen
H. 1997)
Tiga faktor utama yang dibutuhkan umtuk
terjadinya penyakit alergi yi: terpapar alergen,
predisposisi genetik, faktor maturitas usus dan
faktor lain seperti variasi musim, industrialisasi,
polusi dll.

Gern JE, Lemanske Jr RF. Immunol & Aller North Amer 1999;
19: 233-52.
PENDAHULUAN
Susu sapi adalah protein asing utama yang
diberikan pada seorang Bayi, sehingga
penyakit alergi susu sapi (ASS) sering
merupakan penyakit atopi pertama dan
tersering pada seorang bayi.

Alergi susu sapi adalah suatu penyakit yang


berdasarkan reaksi imunologis abnormal
yang timbul setelah pemberian susu sapi
atau makanan yang mengandung susu sapi ,
dan reaksi ini dapat terjadi segera atau
lambat.

Walker WA. J Pediatric 1992; 121: 4-6.


Di beberapa negara di dunia,
prevalensi ASS dalam tahun pertama
kehidupan anak sekitar 2-3%
terjadi kira-kira 0,5% pada bayi
dengan ASI ekslusif dan 2-5% pada
bayi dengan formula (Host A. 1994).
Gambaran setinggi 1,6% ASS pada
bayi dengan ASI ekslusif dan
menurunnya 1,5% ASS pada bayi
dengan susu formula telah dilaporkan
(Verwimp JJ. 1995)
PATOGENESIS ALERGI SUSU
SAPI
ASS terjadi karena mekanisme pertahanan
spesifik dan nonspesifik saluran cerna bayi
belum sempurna terjadi kegagalan
dalam pembentukan toleransi oral.
Mekanisme reaksi ASS berdasarkan
klasifikasi hipersensitivitas Gell dan Combs
adalah reaksi hipersensitivitas tipe I yang
diperankan IgE, reaksi hipersensitivitas
tipe II yang disebut reaksi sitotoksik, tipe
III yang dimediasi kompleks antigen-
antibodi dan IV yang dimediasi sel L.T.
Type- I Hypersensitivity: Production of IgE in
Response to an Allergen

The allergen enters the body and is recognized by sIg on a B-


lymphocyte. The B-lymphocyte proliferates and differentiates into
plasma cells that produce and secrete IgE against epitopes of the
allergen.
9
Opsonisasi sel host oleh makrofag
dengan perantara Ig G, C3b atau C4b
dengan pelepasan lisosom

Adopted From : The Adaptive Immune System


www: student.ccbcmd.edu/.../type4/u3fg45d.html
Fab pada Ig G bereaksi dengan epitop pada
membran se host dan Fc berikatan dengan
makrofag.
makrofag berikatan dengan Fc Ig G dan
membebaskan lisosom yang mnyebabkan sel
lisis
Adopted From : Hypersensitivity and Chronic
Inflamation
www.rx hipersensitivitas\Lecture 14
Hypersensitivity.htm
Adopted From : The Adaptive Immune
System
www: student.ccbcmd.edu
/.../type4/u3fg45d.html
Ig G dan Ig M bereaksi dengan epitop
sel host dan mengaktifkan
komplemen. Membran attack complex
(MAC) menyebabkan sel lisis
MAC yang menyebabkan sel
lisis
ADCC(Antibody dependent cell
mediated cytotoxicity)
Adopted From : Hypersensitivity and
Chronic Inflamation
www.rx hipersensitivitas\Lecture 14
Hypersensitivity.htm
Bagian Fab antibadi berikatan
dengan epitop sel host, NK sel
berikatan pada Fc antibodi
Adopted From : Hypersensitivity and Chronic Inflamation
www.rx hipersensitivitas\Lecture 14 Hypersensitivity.htm
Adopted From : The immune system is not
perfect-allergies
www.microibiologytext.com
Harus dibedakan antara alergi susu sapi
sebagai suatu reaksi imunologis dengan
reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan
kelainan imunologis, seperti efek toksik
bakteri stafilokok, defek metabolik akibat
kekurangan enzim laktase, reaksi
idiosinkrasi atau reaksi simpang dari
bahan-bahan lain yang terkandung dalam
susu formula.

Sampson HA. Adverse reaction to Foods dalam Allergy,


Principle and Practice. Edisi ke-4. 1993; 1661-86
PROTEIN SUSU SAPI

Susu sapi merupakan protein asing


pertama kali yang dihadapi bayi. Susu
sapi mengandung sedikitnya 20
komponen protein yang dapat
menimbulkan produksi antibodi yang
mengganggu respons imun seseorang.
Protein susu sapi terdiri dari protein
kasein dan whey.
Kasein merupakan 76-86% dari protein
susu sapi.
Whey merupakan 20% total protein susu,
yang terdiri dari:
-lactoglobulin (9% total protein susu),
-lactalbumin (4%),
bovine imunoglobulin (2%),
albumin serum bovine (1%),
beberapa protein seperti lactoferrin,
transferin, lipase dan esterase. (4%)

Savilahti E. Cows milk Allergy. Allergy 1981; 36: 37-88.


PROTEIN SUSU SAPI

Kandungan pada susu sapi yang paling sering


menimbulkan alergi adalah -lactoglobulin (62%),
diikuti casein 60%, -laktalbumin 53% dan bovin
serum albumin 52% (Goldman dkk 1996).
Pemanasan ekstensif akan menyebabkan
terjadinya denaturasi dari beberapa protein whey.
(Albumin serum bovin, globulin dan -
laktalbumin). Pasteurisasi rutin tidak cukup untuk
denaturasi protein ini, tetapi sebaliknya
meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein
susu seperti -laktoglobulin. (Goldman AS 1993)
MANIFESTASI KLINIS
Gejala alergi susu sapi hampir sama
dengan gejala alergi makanan lainnya.
Gejala biasanya dimulai pada 6 bulan
pertama kehidupan. Dua puluh
delapan persen timbul setelah 3 hari
minum susu sapi, 41% setelah 7 hari
dan 69% setelah satu bulan.
Target organ utama reaksi alergi susu
sapi adalah kulit, saluran cerna dan
saluran nafas.
MANIFESTASI KLINIS

Pada Kulit: urtikaria/angioedema, pruritus,


dermatitis atopi.
Gangguan sistem saluran cerna: muntah, sindrom
oral alergi, kolik, konstipasi, diare, BAB berdarah.
Pada saluran nafas: hidung tersumbat, asma, pilek
dan batuk kronis berulang.
Target multiorgan anafilaksis.
Reaksi akut sering terjadi: gatal dan anafilaksis.
Reaksi kronis: asma, dermatitis dan gangguan
saluran cerna.

Owen G. Infant Protein Allergy: its orrigin and management


1991.
Urtikaria
Angioedema
Facial Rash
MANIFESTASI KLINIS YANG JARANG TERJADI

Pada kulit: vaskulitis, fixed skin eruption.


Pada saluran cerna terjadi: konstipasi, refluks
gastroesofageal.
Pada sistem saluran nafas: chronic pulmonary
disease (Heiner syndrome) , hipersensitivitas
pneumonitis, hipersekresi bronkus dan obstruksi
duktus nasolakrimalis.
Target multiorgan: iritabilitas, gangguan tidur pada
bayi, artropati, nefropati dan trombositopeni.

Owen G. Infant Protein Allergy: its orrigin and management 1991.


DIAGNOSIS ALERGI SUSU SAPI

Diagnosis ASS adalah suatu diagnosis klinis berupa


anamnesis yang cermat, mengamati tanda atopi
pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gold standard : provokasi makanan secara buta
ganda (Double Blind Placebo Control Food Chalenge
= DBPCFC).
Sampson HA. Adverse reaction to Foods. Dalam: Allergy, Principle and
Practice. Edisi ke-4. 1993; 1661-86
Modifikasi : Double Blind Placebo Controlled Cows
milk Challenge (DBPCCmC). (Schade RP.Cows milk
Allergy in Infancy and Childhood. Immunological and Clinical
Aspects. Didapat dari: http//www.library.uu.nl. 2001)
1. ANAMNESIS
mengetahui jangka waktu timbulnya gejala
setelah minum susu sapi atau makanan
yang mengandung susu sapi.
Harus diketahui riwayat pemberian
makanan lainnya, termasuk diet ibu saat
pemberian ASI dan pemberian makanan
lainnya.
Harus diketahui juga riwayat atopi pada
keluarga atau penderita sendiri.
Adanya gejala klinis pada kulit, saluran
napas dan saluran cerna.
2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang mungkin


didapatkan; pada kulit tampak kekeringan
kulit, urtikaria, dermatitis atopik, siemen
crease, geographic tongue, mukosa
hidung pucat dan wheezing (mengi).
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi: hitung jenis eosinofil >3%, atau
jumlah eosinofil total >300/ml.
Kadar IgE total/spesifik susu sapi meninggi.
Uji kulit (uji tusuk, intradermal, gores)
Eliminasi dan provokasi susu sapi dapat dengan:
baku emas adalah Double Blind Placebo Controle
Food Challenge = DBPCFC, atau dengan
modifikasi Double Blind, placebo controled cows
milk challenge (DBPCCMC).

Sampson HA. Food Allergy: Diagnosis and management. J


Allergy Clin Immunol 1999; 103:981-9.
TATALAKSANA Alergi Susu Sapi
1. Penghindaran susu sapi harus dengan ketat
supaya toleransi dapat cepat tercapai. Lima puluh
persen akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada
usia 4 tahun dan 80% pada usia 6 tahun.
Hosking CS, Heine RG, Hill DJ. The Melbourne Milk Allergy
study- two decades of Clinical Research. Allergy and
Clinical Immunol International 2000; 21:198-205.
Harus dijelaskan kepada keluarga, teman, guru
mengenai keadaan penderita, supaya jangan
diberikan makanan yang mengandung produk
susu sapi, dan harus membaca label setiap
makanan siap olah sebelum dikonsumsi (tab.1).
Tabel 1. Tabel Makanan Mengandung Susu
Sapi
Artifisial butter Casein hidrolisat
Butter Susu kambing
Buttermilk Laktalbumin
Casein Lakglobulin
Keju Laktose
Cream Laktulosa
Keju cottage Sour cream
Yogurt Whey

Halken HS. A prospective study of cow milk allergy in Danish


Infants during the first years of life. Allergy 1990; 45:587-96
TATALAKSANA
Jika tidak mungkin diberikan ASI susu kedele.
Eliminasi susu sapi 6-18 bulan. Setelah 6 bulan
gejala menghilang diprovokasi. Bila gejala tidak
timbul lagi anak sudah toleran, susu sapi dapat
diberikan kembali. Gejala timbul lagi eliminasi
sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan
toleran sekitar usia 3 tahun.
Bila alergi dengan susu sapi dan susu kedele maka
diberikan susu sapi hidrolisat ekstensif.
Formula partial hidrolisat secara klinis pencegahan
alergi bagi penderita yang beresiko namun belum
timbul gejala.

Schade RP.Cows milk Allergy in Infancy and Childhood.


Immunological and Clinical Aspects. Didapat dari:
http//www.library.uu.nl. 2001
PEMBERIAN MAKANAN

Penderita ASS harus menghindari


makanan yang mengandung bahan dasar
susu sapi seperti skim, dried, susu
evaporasi maupun susu kondensasi.
Penderita alergi susu sapi biasanya juga
alergi terhadap makanan lainnya.
Makanan yang harus diwaspadai adalah
telur, buah-buahan tertentu, kacang dan
sea food.
2. Terapi farmakologik sesuai gejala yang
ditimbulkannya:
Reaksi kulit yang ringan ( urtikaria, pruritus,
eritema) dan rinitis diberikan antihistamin peroral
( hidroksin 1 mg/kg bb 2 kali sehari, atau
difenhidramin 1 mg/kg bb 4 kali sehari, atau
golongan alkilamin seperti chlortrimeton 0,35
mg/kg bb/hari dibagi 3 dosis).
kelainan yang cukup luas dan timbulnya cepat,
seperti angioedema, mula-mula diberikan HCl
epinefrin (adrenalin) larutan 1:1000 :0,01 cc /kg bb
(maksimal 0,3 cc) subkutan, jika perlu diulang 2 kali
selang 15 menit dilanjutkan peroral.

Pemberian obat antialergi peroral atau topikal


jangka panjang bukti kegagalan mengidentifikasi
penyebab alergi.
Vaskulitis: kortikosteroid, 1-2mg/kg BB/hari.
Klinis membaik kemudian ditapering off
secara cepat, biasanya 3 hari.

Asma bronchial: bronkodilator (salbutamol


0,2mg/kg bb/hari dibagi 3 dosis peroral atau
intravena).

Reaksi anafilaksis: penderita dibaringkan


terlentang, kepala dalam posisi ekstensi
dan diberi oksigen. Diberikan adrenalin
1:1000 dalam aquades, dosis 0,01cc/kg bb
IM (maksimal 0,3cc). Diberikan injeksi
difenhidramin 1-2 mg/kg bb/hari/IV atau IM.
Jika belum ada perbaikan , tekanan darah
masih rendah dilakukan IVFD dengan larutan
ringer laktat atau NaCl 0,9% atau glukosa
5% dikocor.
Pada bronkospasme diberika aminofilin 3-4mg/kg bb
IV, perlahan-lahan (diencerkan dengan NaCl 0,9%
atau glukosa 5%).
Untuk menekan reaksi fase lambat diberi
hidrokortison 7-10 mg/kg bb/IV, dilanjutkan dengan
5 mg/kg bb/IV. setiap 6 jam.
Selanjutnya pengobatan ditujukan pada komplikasi
yang terjadi penderita sebaiknya dirawat di ICU.

3.Imunoterapi dipakai terutama pada ASS dengan


hipersensitifitas terhadap makanan yang multipel.
Namun belum ada penelitian yang membuktikan
manfaat terapi ini.

Hoffman KM, Sampson HA. Evaluation and management of Patients with


adverse reactions. 1996.
PENCEGAHAN ALERGI SUSU
SAPI
Pencegahan Primer
Penghindaran dilakukan sebelum terjadi
sensitisasi (yaitu sejak prenatal) pada janin
dari keluarga yang mempunyai bakat atopik.
Penghindaran susu sapi berupa pemberian
susu sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi
hidrolisat parsial, supaya dapat merangsang
timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari
karena masih mengandung sedikit partikel
susu sapi.

Zeiger RS, Heller S, Mellon MH. Effect of combined maternal and


infant food-allergen avoidance on development atopy in early
infancy: a randomized study. J Allergy Clin Immunol 1989;84:72-
89
Pencegahan Sekunder
Penghindaran susu sapi dilakukan setelah
terjadi sensitisasi tetapi belum timbul
manifestasi penyakit alergi (pemeriksaan
IgE spesifik serum /darah tali pusat, atau
dengan uji kulit).
Diberikan susu sapi non alergenik (susu
sapi hidrolisat sempurna atau susu
kedele).
Pencegahan Tersier

Dilakukan pada anak yang sudah mengalami


sensitisasi dan menunjukkan manifestasi penyakit
alergi yang masih dini, misalnya dermatitis atopik
atau rhinitis, tetapi belum menunjukkan gejala
alergi yang lebih berat seperti asma.
Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6
bulan sampai 4 tahun.
Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi
hidrolisat sempurna atau susu kedele.

Warner JO.Prediction and prevention of asthma. Dalam:


Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO,
penyunting. Textbook of Pediatric Asthma. An International
Perspective. London: Martin Dunitz Ltd, 2001; 359-76
KESIMPULAN
Penyakit ASS merupakan penyakit alergi yang
paling
sering ditemui pada anak usia dini, dengan
berbagai
manifestasi klinis dan dapat terjadi toleran SS.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesi,

pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang


Gold
standart DBPCFC.
Tatalaksana dengan menghindari SS yang ketat
dapat
mempercepat terjadinya toleran.
Pencegahan primer, sekunder dan tersier, selain
dapat
mencegah terjadinya ASS juga dapat mencegah

You might also like