Gambaran klinis Sekret: Serous exudat: viral, toksik Exudat kental: konj. Vernalis, kerato konjungtivitis sicca Sekret bernanah: infeksi bakteri akut Mukopurulen: chlamydia, bakteri ringan Perlengketan kelopak pagi hari Gambaran klinis Reaksi konjungtiva: Hiperemis: tidak spesifik,terutama forniks Edem: transudasi cairan fibrin/protein khemosis Follikel: lympnode dikelilingi vaskularisasi, forniks bawah, 0,5-5 mm, 3 bulan, viral/ chlamydia/ toksik Papilla: struktur vaskularisasi/sel radang, CT atas, cobblestone,tidak spesifik,vernalis/bakteri Pseudomembran:koagulasi eksudat, adenovirus/ vernalis/gonorhoe,lepas tanpa epithel rusak Membran: difteri,exudat masuk di epithel Perdarahan subkonjungtiva: konj.hemorhagik akut pikorna-adenovirus/ pneumokokus/ hemophylus Granuloma: iritasi kronis Gambaran klinis Lympadenopathia: Preaurikular lympadenopathia pada infeksi virus dan chlamydia, jarang bakteri Laboratorium: Indikasi: ulkus kornea, konjungtivitis berat + pus, konjungtivitis follikularis, konj. residif Apusan konjungtiva: gram, giemsa, neutrofil (bakteri akut), monosit (virus), eosinofil (allergi) Kultur: agar darah dll. Infeksi 1.Konjungtivitis Bakterial Patogenesis Penularan kontak langsung dengan sekret terinfeksi Staph. epidermidis, Staph. aureus, Strep. pneuomonie, H. influ enzae Diagnosa 1.onset subakut, merah, rasa berpasir, terbakar, sekret, biasanya bilateral 2.tanda: lihat gambar 1 3.kultur tidak perlu, kecuali d/ tidak pasti Therapy 1.Antibiotik drop: fucidic acid, kloramfenikol, ciprofloxacin, ofloxasin, iomefloxasin, gentamisin, neomisin, framisetin, tobramisin, neosporin (polimixin B+neomisin+gramisidin), politrim (polimixin+ trime troprim) 2. antibiotik ointment: kloramfenikol, gentamisin, tetrasiklin, framisetin, polifax (polimixin B+basitrasin), politrim Gambar 1: Kelopak berkerak (krusta), hyperemis konjungtiva,sekret mukopurulen,reaksi papil ringan Konjungtivitis Gonokokkal Patogenesis Penyakit veneral o/ Neisseria gonorrhoe Diagnosis 1. Onset akut, sekret konjungtival, edem palpebra berat 2. Tanda (gbr. 2,3,4) 3. Laboratorium: pewarnaan Gram (-); kultur agar coklat (+) Therapy 1. Cefotaxim IV, 500 mg bd. 2. Gentamisin topikal, basitrasin Penyebab pseudomembran lain 1. Keratokonjungtivitis Adenovirus 2. Steven-Johnson syndrome 3. Ligneous konjungtivitis Gbr.2. konjungtival hyperemi berat, sekret purulen, lymfadenofati Gbr. 3. Pseudomembran bisa terbentuk Gbr. 4. Keratitis timbul pada kasus berat, perforasi kornea, endoftalmitis tanda Keratokonjungtivitis Adenoviral Patogenesis 1. adenovirus tipe 3,4,7 dan kadang 5, penyebab Pharyngoconjunctival fever (PCF) 2. Adenovirus tipe 8, 19, penyebab keratokonjung tivitis epidemika Penularan sekresi mata dan pernafasan, dise minasi dari handuk, alat oftalmik seperti tono meter Diagnosa 1. onset akut, sering bilateral, epifora, merah, rasa ganjal dan fotofobia 2. tanda gbr.5, 6 Penyebab lain konjungtivitis follikularis Chlamydia, Molluscum contagiosum, Herpes simplex, hipersensitifitas obat lokal, sindr.okulo glandular Parinaud, folliculosis jinak pada anak Gbr. 5. Konjungtivitis follikularis dengan sekret cair dan limf adenopati Gbr.5. Perdarahan subkonjung tival dan pseudomembran pada kasus berat, tanpa th resolusi spontan dalam 2 minggu Gbr. 7. keratitis timbul 70 % kasus pada KCE dan 30% PCF. spesifik dengan pungtata epithal (a), yang hilang dalam 2 mgg. beberapa kasus infiltrat stroma anterior timbul dan bertahan bbrp.bulan (b) th/ dengan steroid lokal dipertimbangkan kalau visus terganggu Molluscum Contagiosum Patogenesis Virus onkogenik pox dan ditularkan dengan kontak langsung kulit kekulit, jarang veneral Diagnosa 1. Onset gradual, unilateral, sekret dan iritasi ringan 2. tanda gbr 8 Therapy Destruksi lesi kulit dengan expresi, eksisi, kryoth/, kauterisasi Gbr.8. a. Konjungtivitis follikularis berhubungan dengan nodul pucat, ipsilateral, berlilin, lekuk ditengah pada margo palpebra b. Keratitis epithel halus dan pembentukan pannus pada kasus yang tidak diobati Konjungtivitis Chlamydial Dewasa Patogenesis Infeksi veneral, chlamydia trachomatis serotip D ke K Diagnosa 1. khas pada dewasa muda, kronik, unilateral/ bilateral sekret mukopurulen 2. tanda gbr.9,10,11 Pemeriksaan: apusan konjungtiva dengan mikros kop direk monoklonal fluosesens antibodi Therapy 1. topikal: tetrasiklin ointment 4x sehari/6 mgg. 2. sistemik: Azithromisin (1 gr. dosis tunggal); Doxysiklin (300 mg/mgg selama 3 mgg,100 mg/ hari selama 1-2 mgg.); Tetrasiklin (4x250mg/ 6 mgg); Eritromisin (4x 250 mg./6 mgg.) Gbr.9. Follikel besar, terutama di fornix inferior konjungtiva dengan sekret mukopurulen sedikit. limfadenopati Gbr. 10. infiltrat kornea perifer Gbr.11. Pannus superior pada kasus kronis Oftalmia neonatorum Radang konjungtiva pada bulan I bayi Dd/: Khemis (bbrp. Jam),berakhir <24 jam, hyperemia ringan Gonorhoe(2-4 hari), jarang, hiperakut, pus>>, khemosis, membran Bakteri (4-5 hari), gram + Herpes simplex (5-7 hari), type 2 Trachom (5-14 hari) paling sering, akut, mukopurulen sekret, type papiller Konjungtivitis Chlamydia Neonatal Patogenesis Chlamydia trachomatis serotip D ke K didapat dari ibu pada persalinan Diagnosa 1. timbul 5-14 hari postpartum 2. tanda gbr. 12 Pemeriksaan: apusan konjungtiva dan vagina ibu dengan pewarnaan gram dan giemsa. Therapy 1.Tetrasiklin topikal 4x sehari 2. Eritromisin etilsuksinat oral 25 mg/KG BB/ 2xsehari/ 4mgg. 3. Orang tua juga di th/ Diferensial diagnosa 1.Konjungtivitis bakterial sederhana (5 hari postpartum) 2. konjungtivitis Go. 2 hari postpartum dan berhubungan dengan sekret purulen banyak 3. Herpes primer (tipe 2) konjungtivitis 3-15 hari postpartum dan sekret cair Gbr.12. sekret mukopurulen berhubungan dengan konjungtivitis papillaris Trachoma Patogenesis Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba dan C dengan vektor utama lalat Diagnosa 1. Masa anak 2. tanda gbr 13,14,15, 16, 17 Therapy Dosis tunggal Azitromisin 1 gr. Higienis perseorangan Stadium Trachoma menurut WHO TF: trachoma follikel 5 atau lebih di Tarsus superior TI: radang konjungtiva diffus dari tarsus superior TS: sikatriks konnjungtiva trachomatous TT: Trichiasi trachomatous mengenai kornea CO: opasitas kornea Gbr.13. konjungtivitis follikular/papiller Gbr.14. Arlt line (sikatrik lebar/besar) pada konjungtiva tarsal superior Gbr.15. Herbert pits sikatrik folikel limbus ditutup epithel Gbr.16. sikatrik berat konjung tiva dan pembentukan pannus Gbr.17. Trichiasis, Entropium sikatriks dan kekeruhan kornea Radang allergi kronis Keratokonjungtivitis Vernal Predisposisi pasien berhubungan dengan atopik dan 2/3 sejarah famili atopik Diagnosa 1. masa anak dengan gatal, lakrimasi, iritasi, fotofobia dan sering berkedip 2. tanda gbr. 18,19,20 dan 21 Therapy 1. topikal: Steroid pada eksaserbasi; stabilisasi sel Mast (nedokromil bd.;iodoxamide qid) untuk profilaxis; antihistamin (levocabastin); acetylcystein 0,5 % - plak formasi; siklosporin 2%-steroid resistens 2. inj.steroid supratarsal (kasus berat) 3. bedah: keratektomi superfisial, excimer laser keratektomi, transplantasi membran amniotik Penyebab lain konjungtivitis papillaris Konjungtivitis bakterial akut; blefaritis kronik; pemakai KL; toxisitas, keratokonjungtivitis atopik; keratokonjungtivitis limbus superior; floppy eyelid syndrome Gbr.18. mulai papilar hipertrofi diffus tarsal superior dengan sekret mukoid Gbr.19. berlanjut dengan cobble stone papil pada kasus berat Gbr.20. Limbitis khas dengan nodul mukoid limbus dengan Trantas dot (spot putih superfisial dan halus)- jarang Gbr.21. ulkus bentuk perisai dengan pembentukan plak pada kasus berat Keratokonjungtivitis Atopik Predisposisi Pasien muda dengan Dermatitis atopik (eczema) Diagnosa 1. masa anak atau dewasa muda dengan iritasi kronis dan fotofobia 2. tanda gbr.22,23,24 dan 25 3. hubungan peny.lain: staphylococcal blepharitis; angular blepharitis Therapy 1. Topikal: antibiotik dan higiene palpebra pd.blefaritis; lubrikans tanpa pengawet selama exaserbasi; steroid pada exaserbasi dan keratopathie; stabilisasi sel mast utk. profilaksis; siklosporin 2% pada kasus berat 2. Injeksi steroid supratarasal kalau topikal tidak efektif 3. sistemik: antihistamin pada gatal berat, azitromisin 500 mg/hari/ 3 hari; siklosporin pada kasus berat Gbr.22. konjungtiva tarsal pucat tanpa bentuk Gbr.24. pemendekan fornix inferior symblefaron pada kasus berat Gbr.23. hipertrofi papiller pada fornix superior & inferior Gbr. 25. Sikatrix bentuk perisai dari stroma anterior Penyakit Mukokutaneus Pemphigoid Sikatriks Patogenesis Autoimmun hipersensitifitas tipe 2, khas dengan autoantibodi yang terikat di membran basal Diagnosa 1. usia tua, bilateral dan lesi mukokutaneus 2. tanda gbr.26, 27, 28 &29 3. perjalanan penyakit progresif dengan episode aktivitas subakut, prognosa terjaga Therapy 1. topikal: steroid pada kasus dini, lubrikans 2. inj.SC mitomisin pada sikatrix konjungtiva progresif 3. sistemik: steroid (manisfestasi akut), dapson (ringan- sedang); sitotoxik (metotrexat, siklopospamid); immuno globulin IV kasus resisten Gbr.26. fibrosis subepithel, plika dan karunkel menipis Gbr. 28. Ankyloblefaron Gbr. 27. symblefaron Gbr.29. keratinisasi kornea dan vaskularisasi Sindrom Stevens-Johnson Patogenesis Reaksi hipersensitifitas tipe 3, dipicu o/ infeksi seperti herpes simplex dan mycoplasma pneu monie, obat terutama sulfonamid dan anti convulsant Diagnosa 1. setiap umur, gangguan tenggorokan 2. tanda gbr 30,31 3. perjalanan penyakit self-limited dan prognose visus baik pada sebagian besar Therapy 1. topikal: steroid pada permulaan; lubrikans 2. sistemik: steroid penting; asiklovir pada herpes simplex 3. yll. therapeutik KL, oklusi punctum lacrimalis, operasi memperbaiki deformitas permanen Gbr.30. mulai dgn konjungtivitis akut papiler yang bisa diikuti pseudomembran Gbr.31. fokal fibrosis konjungtival Radang lain Toxik Konjungtivitis Patogenesis Pemakaian dekongestan berlebihan self medication pada mata merah dan rasa tidak nyaman Therapy 1. diskontinu obat topikal 2. konjungtivitis folikuler menghilang setelah bbrp. minggu 3. steroid lokal memperpendek recovery Gbr.32. hiperemis konjungtiva dan papilla tarsal kemungkinan karena rebound phenomen Gbr. 33. Konjungtivitis folikuler terutama di inferior, kemung kinan effek toksik Gbr. 34. hipertrofi papiler limbus dan tarsal superior, hiperemis konjungtiva bulbi sup. dan filamen kornea dry eye pada 25 % kasus Degenerasi Pinguekula Tanda gbr. 37 Therapy Tidak perlu. bertumbuh pelan atau (-) Fluorometolon topikal pd. Pinguekulitis Gbr. 37. Deposit putih-kuning pada konj. bulbi dekat limbus temporal atau nasal, dapat meradang akut (pinguekulitis) Pterygium Tanda gbr.38 Therapy Eksisi pterygium dan menutup defek dengan konj. autograft, membran amniotik Mitomisin, beta iradiasi mengurangi angka rekurrens Gbr.38. pertumbuhan fibrovaskular, segi tiga dari konjungtiva (ekor) ke kornea (kepala) deposit besi dalam epithel kornea (garis-Stocker) anterior kepala pterygium