You are on page 1of 6

AGRESIVITAS ANAK

Kalau marah ia bisa menjambak, memukul, menggigit,


bahkan sampai menyakiti binatang. Apakah hal itu wajar? Tak perlu khawatir, perilaku itu masih normal, kok. Untuk lebih mengenalnya, Fitriani F. Syahrul, M.Psi dari Yayasan Lentera Insan, Depok, mengajak kita melihat apa saja sifat agresivitas yang biasa ditemui di usia batita. 1. MENJAMBAK Rambut menjadi sasaran empuk sikap agresif anak, karena lazimnya mudah dilihat, dijangkau, dipegang, dan ditarik-tarik oleh anak. Apalagi jika rambut yang dimiliki "lawannya" panjang dan lebat. PENANGANAN: Orang tua hendaknya menanyakan kepada anak, mengapa ia tega menjambak rambut temannya. Bisa saja anak merasa kesal, misalnya karena pandangannya saat menonton teve terhalang oleh rambut si teman tersebut. Akhirnya, tak ada jalan lain, ia menjambak rambutnya. Setelah anak mengemukakan alasannya, jelaskan bahwa menjambak rambut bisa menyakiti sang teman. Arahkan ia agar selalu mengungkapkan keinginannya lewat kata-kata, misal, "Minggir, dong, aku enggak bisa melihat teve, nih." 2. MEMUKUL Inilah cara yang paling sering dilakukan anak untuk menunjukkan agresivitasnya. Apalagi selama ini banyak film beraroma keras yang ditontonnya di televisi. Tak heran jika anak merasa kesal, ia mengungkapkannya lewat cara memukul. PENANGANAN: Cegah perilaku tersebut. Saat anak mau memukul, orang tua harus segera menangkap tangannya, lalu katakan, "Memukul itu tindakan yang tidak baik, karena bisa menyakiti. Jangan kamu lakukan itu, ya?" Beri juga batasan apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan saat bermain bersama teman-temannya. Jelaskan pula, kalau ia menginginkan mainan yang ada di tangan temannya, mintalah secara baik-baik. Bukannya mendorong atau memukul sang teman. Demikian pula jika permainan itu harus mengantre, maka orang tua menjelaskan kepada anak bahwa dirinya harus antre terlebih dulu. Jika anak tetap juga memukul, maka orang tua harus segera membawa anak pulang ke rumah. Jangan tunggu sampai dia melakukannya 2 atau 3 kali, baru orang tua

bereaksi. Anak harus tahu peraturan yang dikatakan orang tua berlaku konsisten. Ajak anak untuk berdialog. Jelaskan, dia boleh bermain mobil-mobilan lagi, asal dia berjanji tidak mengulangi tindakan agresifnya. Cara ini jauh lebih efektif daripada orang tua berteriak-teriak atau bahkan memukul anak. 3. MENCUBIT Meskipun jarang, cubitan juga merupakan cara ampuh bagi anak untuk "berkomunikasi" dengan teman lainnya. Apakah ia menginginkan sesuatu, kesal atau melampiaskan reaksi emosinya. PENANGANAN: Sama dengan menangani perilaku memukul, yaitu dengan mencegah dan memberi penjelasan bahwa perilaku tersebut sangatlah buruk. Ajari juga untuk mengungkapkan keinginannya lewat kata-kata. 4. MENGGIGIT Menggigit adalah salah satu bentuk refleks anak saat menghadapi ancaman yang datang kepadanya. Di usia ini, fase oral masih berpengaruh. Ia akan menemukan kenikmatan lewat gigitan mulutnya. Tak jarang pula, ada rasa penasaran tentang apa yang dihadapinya, "Seperti apa, sih, rasanya kulit? Mungkin manis." PENANGANAN: Tanyakan pada anak, kenapa dia sampai menggigit, karena bukan tak mungkin penyebabnya adalah rasa lapar. Katakan kepadanya, "Kalau kamu ingin makan, bilang saja." Penting diperhatikan, jangan sekali-sekali membalas gigitan anak dengan gigitan, karena orang tua secara tidak langsung mengajarkan cara balas dendam. Pun, jangan sekali-kali menganjurkan anak untuk membalas apa yang telah dilakukan temannya. Kalau anak kita digigit, jangan memintanya untuk balas menggigit. Balas dendam tidak akan menyelesaikan masalah. 5. MERUSAK MAINAN Ada juga anak yang bersikap agresif terhadap mainan. Jika disodorkan satu kepadanya, maka ia akan segera mempereteli, merusak, bahkan membanting mainan tersebut. Gejalanya, semua mainan yang disodorkan tanpa ba-bi-bu lagi akan langsung dirusaknya.

PENANGANAN: Orang tua harus jeli melihat sikap seperti ini. Bukan tak mungkin hal itu dilakukan karena didorong rasa keingintahuan yang besar. Sikap ini jelas tidak berdampak negatif, bahkan bisa mengasah kreativitas anak. Dengan cara begitu, anak jadi tahu komponen-komponen dalam mainan tersebut alias ia semakin tahu tentang mainannya. Penyebab lain, bisa saja anak sudah bosan dengan mainan-mainan tersebut. Sebelumnya, orang tua harus memberi penjelasan saat menghadiahi anaknya mainan. Terangkan, mainan ini boleh dibongkar, tapi tidak boleh dirusak. Jika tidak, anak akan berpikir, semua mainan bisa diperlakukan seperti itu. 6. MENYAKITI BINATANG Bisa terjadi, tangan dan kaki si batita seperti tak pernah mau berhenti menjahili binatang. Kadang memukul, menendang, menceburkannya ke air, bahkan mengikatnya di atas pohon. Agresivitas semacam ini, yang menyasar benda-benda hidup, seperti binatang memang sudah harus diwaspadai. Bisa saja di lain waktu, ia menerapkan agresivitasnya pada manusia, dan terus menjalar hingga ia dewasa kelak. Bukan mustahil kalau dibiarkan, anak akan menemukan kesenangan terhadap apa yang dilakukannya, misal senang melihat ayam yang dilemparnya berciap-ciap kesakitan. Ini, sudah tidak wajar. PENANGANAN: Jelaskan kepada anak, binatang juga memiliki indera perasa seperti halnya manusia. Saat dipukul, dia juga akan merasa sakit, atau binatang juga merasa tidak nyaman jika diikat. 7. MENJERIT Menjerit merupakan salah satu ekspresi anak dalam mengungkapkan emosi. Tak jarang perilaku ini dibarengi perilaku agresif lainnya, seperti menangis, memukul dan menggigit. Biasanya, muncul saat ia menginginkan sesuatu yang tidak bisa diraih, atau saat dirinya merasa tidak diperhatikan. Misalnya, saat anak minta dibelikan jajanan, mulanya ia hanya menarik-narik baju orang tua, tapi karena tidak direspon, ia akan menjerit seraya menggigit tangannya. PENANGANAN: Orang tua harus selalu merespon sikap anak. Jika ia menginginkan sesuatu, segera penuhi keinginannya. Jika orang tua memang menganggap permintaannya tidak perlu dipenuhi, berikan penjelasan kepadanya, seperti, "Wah, Ibu enggak bisa

membelikanmu barang itu, karena terlalu mahal. Cari barang lain saja, ya?" 8. MELUDAH Walaupun jarang, sikap ini termasuk salah satu bentuk agresivitas yang dilakukan anak. Sikap demikian biasanya muncul pada saat ia melihat ancaman atau ketidaknyamanan terhadap dirinya. Sikap ini jelas negatif, selain menjijikkan, juga dinilai sangat tidak sopan. Sikap ini biasanya diperoleh lewat peniruan dari lingkungan. PENANGANAN: Jika melihat kejadian tersebut, orang tua hendaknya memberikan penjelasan bahwa kebiasaan itu sangatlah buruk dan tidak pantas dilakukan. Jika tidak mempan juga, beri ia sanksi, misalnya dengan melarangnya bermain bersama mainan kesukaannya untuk sementara waktu. Saeful Imam. Foto: Ferdi/nakita

Aneka Penyebab Agresivitas


Berikut penuturan Fitriani tentang sebab-sebab timbulnya agresivitas pada diri anak. a. FRUSTRASI "Usia 2 atau 3 tahun merupakan usia transisi awal, yang ditandai dengan keinginan besar pada diri anak untuk menjadi mandiri. Tapi di sisi lain, kemampuan bahasa anak belumlah optimal. Kemampuan verbal dan perbendaharaan kosakatanya masih terbatas. Ia tidak bisa mengungkapkan sesuatu yang diinginkan atau yang tidak diinginkan dengan jelas alias bahasanya tidak mudah dimengerti orang dewasa." Nah, kedua perkembangan ini bak jurang pemisah yang menyebabkan anak terpaksa mengeluarkan jurus-jurus maut agresifnya. Cara itu diyakini anak sebagai cara yang paling mudah dan efektif dalam mengungkapkan emosi atau keinginannya. Misal, Andri menggigit Dina karena ia menginginkan mainan yang sedang dipegang oleh temannya itu. Atau, ia tak suka makanan yang disodorkan ibunya. Namun karena ibunya tidak segera mengganti makanan tersebut, akhirnya si anak melemparkan makanan dan piringnya kepada si ibu. b. MENIRU Anak umur 3 tahun ke bawah sangat suka meniru. Semua fenomena di dalam lingkungan dipotretnya sebagai acuan untuk bersikap dan bertingkah-laku. Misalnya, saat melihat orang tua marah lalu memukul kakaknya, maka si kecil ini pun mencoba meniru perlakuan tersebut. Ia beranggapan, saat marah berarti saya boleh memukul, dong.

c. EKSISTENSI TAK DIAKUI Sifat agresif juga bisa muncul karena tidak ada respon atas sikapnya. Saat anak menggigit orang tua karena kesal, orang tua justru tertawa-tawa melihat sikapnya. Cara ini jelas membuat anak bingung, apakah tindakan yang dilakukan itu positif atau justru berdampak negatif? "Akibatnya, pada kesempatan lain, anak juga akan menggigit temannya jika merasa kesal atau keinginannya tak terpenuhi." Selain itu, agresivitas juga dilakukan jika cara-cara normal tidak ditangapi. Misal, "Ma Adek enggak suka film itu." Tapi ibunya cuek saja. Anaknya mengulangi lagi hingga kedua dan ketiga, tapi tidak juga dijawab. Akhirnya, "Prang!" si anak melemparkan botol kepada sang ibu atau memukul. d. EGO MASIH BESAR Anak usia ini masih memandang sesuatu dari sudut pandangnya sendiri (egosentris). Saat anak menginginkan sesuatu, semua harus terpenuhi. Demikian pula saat ada mainan di hadapannya, semua harus menjadi miliknya. Bila ada yang mengganggu atau melarang dan anak merasa tak senang, maka munculah jurus agresifnya, entah memukul, menjerit, atau dilampiaskan dengan sikap negatif lainnya. Kalau ditanya, anak akan menjawab, "Ini mainanku, kok, direbut, sih." e. TIDAK TAHU AKIBAT Anak belum tahu bahwa sikap agresif tidaklah baik. Ia hanya tahu bahwa sesudah itu temannya pasti menangis, tapi hanya sebatas itu. Kalau penjelasan lewat kata-kata dirasa tidak mempan, berikan contoh konkret bahwa menggigit itu menyakitkan. Ingat, memberi contoh tidak boleh sama dengan tindakan membalas yang harus dihindari. Gigitlah tangan anak dengan pelan, setelah itu beri penjelasan, "Tuh, digigit itu sakit, kan? Makanya jangan menggigit orang sembarangan." f. BELAJAR BERTAHAN Anak di usia ini sudah mulai belajar mempertahankan diri. Hal itu dilakukan jika ia merasa mendapat gangguan atau ancaman dari luar. Caranya, dengan menunjukkan perilaku-perilaku agresif. Misal, saat melihat mainannya diusik, ia akan merebutnya kembali. Kalau perlu dengan memukul atau mendorong si teman tersebut. g. ASYIK MELIHAT SEBAB AKIBAT Anak usia ini kadang menikmati apa yang telah dilakukannya. Saat ia melihat teman tersebut menangis akibat ulahnya, saat itulah timbul rasa senangnya. Karena asyik, maka ia akan terus melakukan perbuatan tersebut. Terlebih bila orang tua membiarkan perilaku agresivitasnya. Padahal kebiasaan ini perlu diwaspadai, karena keasyikan menyakiti orang lain akan berdampak negatif terhadap perkembangan mental anak. Bukan tidak mungkin, sifat ini akan terus terbawa hingga dewasa. Anak jadi senang menyakiti orang lain. Ipoel

You might also like