You are on page 1of 9

aksisebilitas pejalan kaki

Kawasan pejalan kaki adalah suatu kawasan khusus bagi pejalan kaki, biasanya ditempatkan dikawasan tempat bermain anak, dipusat perbelanjaan yang sebelumnya dibuka untuk lalu lintas kendaraan yang ditutup untuk lalu lintas kendaraan, pada kasus-kasus tertentu ada kawasan pejalan kaki yang membolehkan bus atau trem untuk tetap bisa masuk. Kawasan pejalan kaki biasanya dilengkapi dengan kursi, patung atau taman.

Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar. Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para pejalan kaki yang berjalan dijalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki dan pengaduan/permintaan masyarakat.

Standar keamanan Trotoar


Pengembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia masih belum menjadi prioritas dibandingkan pengembangan jalur untuk moda transportasi lainnya terutama kendaraan bermotor, sehingga pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah dan cenderung menggunakan badan jalan atau fasilitas yang seadanya. Kondisi tersebut sangat membahayakan keselamatan pejalan kaki, dan mempengaruhi kelancaran lalu lintas akibat pejalan kaki yang menggunakan badan jalan. Untuk itu diperlukan upaya mengaplikasikan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi kebutuhan pejalan kaki, antara lain keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan. 1

Fasilitas pejalan kaki yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah trotoar. Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan standar Trotoar yakni RSNI3 2443 : 2008 mengenai Spesifikasi Trotoar, sehingga aplikasi skala penuh trotoar yang dilakukan mengacu pada standar tersebut dan standar-standar lainnya yang berkaitan. Trotoar yang dikaji dibangun pada ruas Jalan Raya Cipacing Km. 19+300 s/d 19+500 Kabupaten Sumedang. Tata guna lahan sekitar ruas jalan merupakan areal yang berpotensi membangkitkan pejalan kaki. Metode yang dipakai untuk menilai keefektifan pembangunan trotoar adalah menggunakan before-after analysis. Dimana data before dikumpulkan sebelum pembangunan, dan data after dikumpulkan setelah pembangunan trotoar. Analisa yang dilakukan pada kegiatan ini hanya bersifat deskriptif. Mengacu pada perubahan yang dicatat pada lokasi pembangunan trotoar, terlihat bahwa terjadi peningkatan volume pengguna trotoar, penurunan volume pejalan kaki di badan jalan, dan peningkatan kecepatan rata-rata pejalan kaki, penurunan nilai hambatan samping, dan pejalan kaki merasa lebih nyaman. Pengembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia masih belum menjadi prioritas dibandingkan pengembangan jalur untuk moda transportasi lainnya terutama kendaraan bermotor, sehingga pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah dan cenderung menggunakan badan jalan atau fasilitas yang seadanya. Kondisi tersebut sangat membahayakan keselamatan pejalan kaki, dan mempengaruhi kelancaran lalu lintas akibat pejalan kaki yang menggunakan badan jalan. Untuk itu diperlukan upaya mengaplikasikan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi kebutuhan pejalan kaki, antara lain keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan. Fasilitas pejalan kaki yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah trotoar. Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan standar Trotoar yakni RSNI3 2443 : 2008 mengenai Spesifikasi Trotoar, sehingga aplikasi skala penuh trotoar yang dilakukan mengacu pada standar tersebut dan standar-standar lainnya yang berkaitan. Trotoar yang dikaji dibangun pada ruas Jalan Raya Cipacing Km. 19+300 s/d 19+500 Kabupaten Sumedang.

Tata guna lahan sekitar ruas jalan merupakan areal yang berpotensi membangkitkan pejalan kaki. Metode yang dipakai untuk menilai keefektifan pembangunan trotoar adalah menggunakan before-after analysis. Dimana data before dikumpulkan sebelum pembangunan, dan data after dikumpulkan setelah pembangunan trotoar. Analisa yang dilakukan pada kegiatan ini hanya bersifat deskriptif. Mengacu pada perubahan yang dicatat pada lokasi pembangunan trotoar, terlihat bahwa terjadi peningkatan volume pengguna trotoar, penurunan volume pejalan kaki di badan jalan, dan peningkatan kecepatan rata-rata pejalan kaki, penurunan nilai hambatan samping, dan pejalan kaki merasa lebih nyaman.

Masalah pejalan kaki


Trotoar yang layak tentu diperlukan oleh para pejalan kaki. Bahkan mereka yang menggunakan kendaraan umum juga memerlukan trotoar untuk berjalan dari halte ataupun sebaliknya. Jarak halte bus menyebabkan makin dibutuhkannya trotoar agar orang-orang bisa mempunyai jalur jalan untuk menuju ke halte bus, ataupun menuju tujuan setelah turun dari halte bus. Begitu juga orang-orang yang ingin berjalan menuju ke gedung-gedung tetangga pun membutuhkan trotoar. Berikut ini ada foto dari Harian Seputar Indonesia terbitan tanggal 16 Maret 2011 halaman 12 rubrik Megapolitan, dengan tulisan di bawah foto tersebut : Sejumlah pengendara motor melintas di trotoar tepi saluran Mookervart, Jakarta Barat, kemarin. Mereka mengambil jalan pintas ini untuk menghindari kemacetan di Jalan Daan Mogot.

Memperhatikan foto di atas terlihat dengan jelas, bahwa hak pejalan kaki sudah diserobot dan direbut oleh pengendara sepeda motor. Tetapi walaupun trotoar dipakai oleh pengendara sepeda motor pun, jalanan tetap macet dan kecepatan laju sepeda motor pun tidak lantas menjadi lancar. Kesembrawutan dan ketidakteraturan pemanfaatan jalur jalan dan trotoar, jelas menandakan bahwa kemacetan sudah sangat parah, dan membuat pengendara menjadi stress dan terpaksa melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Ini menandakan bahwa langkah darurat sudah harus diambil, dan kenapa pengemudi dan pemakai jalan hanya bisa berkeluh kesah terus-menerus bertahun-tahun tanpa solusi ? Apakah masih ada orang yang peduli selain yang berkeluh-kesah dan yang pasrah saja ? Dan kalau seperti estimasi yang telah dibicarakan berbagai pihak bahwa kemungkinan Jakarta akan macet total dalam beberapa tahun mendatang, dalam arti kendaraan tak bisa bergerak maju lagi (?), apakah kita sebagai manusia yang punya akal budi, yang punya pemimpin dan punya berbagai sumber daya akan membiarkan hal ini benar-benar menjadi kenyataan. Berbagai wacana, studi banding, seminar, talk show, diskusi, dan bermacammacam bentuk omong-omong kosong apakah masih ada manfaatnya lagi ? Hal ini harus dijadikan perhatian serius dan harus diperlakukan sebagai suatu bencana yang harus langsung diambil tindakan, bukan lagi hanya pembahasan dan omong-omong.

Kejadian macet sampai berjam-jam, bahkan sampai tengah malam sudah sering menjadi kenyataan. Bahkan pernah kemacetan sampai menjelang pagi hari, terutama saat terjadi hujan lebat, banjir, ditambah pohon tumbang. Ataupun karena ada kecelakaan lalu lintas, sehingga perjalanan terganggu, dan makin lama menjadi kemacetan parah yang menjalar kemana-mana. Sekali saja kejadian seperti ini sudah seharusnya diambil langkah-langkah pencegahan dan tindakan nyata supaya hal yang tidak diinginkan ini bisa segera menjadi mimpi masa lalu saja. Lawan yang harus dihadapi suatu bangsa bukan hanya agresi dari bangsa lain. Tetapi juga musuh dari dalam, bencana alam, dan kondisi lingkungan. Dan kalau kemacetan lalu lintas kita setarakan dengan lawan berat seolah kita diserang oleh pasukan asing, maka dengan kemampuan kita yang memiliki berbagai sumber daya dan akal budi, seharusnya kita harus bisa memenangkan perang tersebut. Kita harus bisa menang menghadapi kemacetan lalu lintas, dengan pembangunan infrastruktur yang jelas dan segera. Sekian puluh tahun yang lalu bahkan bangsa Belanda yang terkenal dengan sebutan Kompeni mampu membangun infrastruktur kereta api, untuk kepentingan Kompeni dan juga bisa berfungsi untuk umum juga, yang sisa-sisanya masih ada sampai saat ini. Kalau puluhan tahun yang lalu, dengan medan yang lebih berat, dengan peralatan yang belum semodern sekarang saja, Kompeni yang dari bangsa lain saja mampu membangun rel-rel kereta api dan membuat jalur transportasi, kenapa sekarang kita seolah jadi orang lumpuh yang seolah hanya bisa berputus asa ? Sudah waktunya kita membalikkan tangan merubah kenyataan pahit kemacetan lalu lintas dan menjadikan kota yang lebih manusiawi. Yang tentunya akan juga berimplikasi baik pada segi-segi kehidupan yang lain, terutama kelancaran berbisnis dan lancar dalam pelayanan kepada konsumen. Semua ini harus kita jadikan tantangan yang mesti segera kita atasi.

Manfaat berjalan kaki


Pagi ini saya baru saja membaca Harian Kompas terbitan hari Minggu tgl. 6 Maret 2011 halaman 12 Rubrik : Foto Pekan Ini, dengan artikel berjudul : Suatu Hari di Negeri

Pejalan Kaki dan terlampir gambar fotonya yang berjudul : Kepadatan di Jalur Pedestrian sebagai berikut :

Disimak dari foto tersebut, terlihat kesibukan dan keasikan dalam berjalan kaki. Berjalan kaki bisa menjadi menyenangkan dan juga tentu lebih sehat. Secara tidak langsung orangorang yang sibuk, maupun orang yang tidak pernah berolah raga, menjadi berolah raga dalam bentuk jalan kaki. Di dalam artikel di Harian Kompas tersebut mengambil contoh kota Hongkong sebagai Negeri Pejalan Kaki. Saya yakin banyak turis yang jalan-jalan ke Hongkong juga akan senang berjalan kaki, sambil melihat-lihat toko-toko di kiri-kanan jalan dengan berbagai kesibukan yang menyenangkan. Dalam suasana ramai yang menyenangkan, orang bisa berjalan berkil0-kilometer tanpa merasa jauh, bahkan tidak merasa lelah sama sekali. Mungkin sambil sesekali mampir di toko-toko yang menjual barang-barang yang menarik perhatian. Berjalan bisa lebih menyenangkan dari pada naik dan duduk di atas kendaraan dan hanya lewat saja tanpa banyak kesan dan kenangan yang berarti. Setiap negara bisa saja menciptakan kawasan khusus pejalan kaki. Bila didukung dengan suasana yang aman dan nyaman, dengan banyaknya kegiatan bisnis yang menarik

pengunjung, disertai pohon-pohon yang membuat cuaca menjadi sejuk dan menyenangkan, maka orang-orang akan senang berjalan kaki di kawasan khusus pejalan kaki ini. Bahkan orang-orang juga senang duduk-duduk sambil makan minum di berbagai rumah makan di kawasan tersebut. Bahkan suasana seperti ini bisa menjadi kesan yang menyenangkan dan menjadi kesan yang tak terlupakan. Sejak puluhan tahun yang lalu, di kota Sydney di negara Australia, ada kawasan China Town, yang suasananya juga menyenangkan karena menjadi kawasan pejalan kaki. Walaupun orang parkir mobil agak jauh, kemudian saat memasuki kawasan China Town ini lalu hanya berjalan kaki, tapi orang-orang merasa senang, karena suasananya menyenangkan, aman dan nyaman. Berbagai fasilitas dari mesin ATM (automatic teller machine), telepon-telepon umum (public phone), serta berbagai kegiatan bisnis, dari restoran, cafe, food court, mini market, sampai toko-toko sangat mudah ditemukan, dan membuat suasana menjadi menyenangkan. Seharusnya di dalam kota Jakarta pun bisa dibuat Kawasan Pejalan Kaki seperti ini. Dan ini akan lebih menyenangkan dan lebih baik dari pada mengadakan Car Free Day, dengan menutup jalan protokol seperti Jalan Sudirman atau Jalan MH Thamrin. Sama sekali efektivitas dari Car Free Day itu tidak punya arti apa-apa, hanya memindahkan kemacetan lalu lintas pada hari Minggu saja. Orang yang ingin buru-buru dalam perjalanan, baik karena ada janji atau kegiatan keluarga atau kegiatan lainnya bisa sangat terganggu dengan adanya Car Free Day tersebut. Kalau ada janji atau keperluan mendadak, tak mungkin hanya karena ada Car Free Day lalu orang harus membatalkan janji atau menunda hal yang tak boleh ditunda. Dan karena kurangnya informasi adanya Car Free Day, lalu setelah tiba dekat jalan ditutup, lalu harus berbelok ke jalan-jalan kecil yang sama sekali tak memadai untuk dilewati, dengan bermacet-macetan dan mesti berhadapan dengan banyaknya pak Ogah (orang-orang yang tak jelas identitasnya yang ikut-ikut pura-pura mengatur lalu lintas hanya untuk minta imbalan uang, padahal orang-orang ini dengan sengaja menghadang kendaraan yang mau lewat dengan badannya supaya lebih macet dan supaya diberi uang). Akibat berpindahnya kemacetan dan bertambah lamanya kendaraan-kendaraan terjebak dalam kemacetan di jalan-jalan lain dan berputar-putar dalam kebingungan, bukankah terjadi pemborosan waktu dan bahan bakar yang lebih banyak. Akibatnya juga polusi dari 7

kendaraan bertambah, bukannya berkurang dengan adanya Car Free Day seperti yang diharapkan. Orang yang mengadakan Car Free Day hanya melihat jalan yang ditutup jadi sepi, tapi mungkin tidak melihat berpindahnya kemacetan dan makin macetnya jalan di gang-gang kecil yang makin menyengsarakan pengemudi, dan bertambahnya polusi dari kendaraan yang macet-macetan tersebut. Memang kota Jakarta sangat jauh bila dibandingkan dengan kota pejalan kaki yang lain. Banyak jalan-jalan yang bahkan tanpa trotoar untuk pejalan kaki. Kalaupun ada, banyak sekali hambatan dalam berjalan kaki. Ambil contoh saja, orang berjalan kaki dari Harmoni ke Gajah Mada Plaza di Jakarta Pusat. Ternyata berjalan kaki bisa sangat berbahaya, banyak motor-motor yang berjalan memotong jalan, berlawanan arah, bahkan banyak sekali parkir mobil dan motor di pinggir jalan (seperti di Jl. Gajah Mada di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), yang menyebabkan orang yang mau berjalan kaki mesti berjalan menembus barisan motor dan mobil yang diparkir tersebut dengan susah payah. Belum lagi adanya got terbuka, atau sebagian tertutup dan sebagian terbuka, yang bisa menyebabkan kaki masuk lubang got atau terjatuh. Di tambah panas terik matahari karena kurangnya pohon-pohon penyejuk. Dan juga saat menyeberang di persimpangan atau di pertigaan (seperti di Persimpangan Jl. Gajah Mada dengan Jl. Kemakmuran), mesti sangat berhati-hati karena sulitnya menyeberang, kendaraan tampaknya tak ada yang mau mengalah untuk orang yang mau menyeberang, sedangkan lampu khusus untuk menyeberang tidak ada. Benar-benar berjalan kaki jadi sulit dan bisa saja jadi berbahaya. Atau lihat saja contoh di Jl. Pangeran Jayakarta di Jakarta Utara, yang satu sisi jalannya selalu tergenang air sepanjang tahun, baik musim panas apalagi musim hujan. Saat pejalan kaki berjalan dari arah Jl. Gunung Sahari ke arah Jl. Pangeran Jayakarta, saat melewati pinggir jalan tersebut mesti sangat berhati-hati, bisa-bisa ada kendaraan yang lewat kemudian genangan air tadi memercik dan membasahi seluruh pakaian pejalan kaki di pinggir jalan tersebut. Sandal dan sepatu juga sangat cepat menjadi rusak karena terendam air saat pejalan kaki mesti melewati genangan air tersebut. Bahkan pengendara motor pun saat berhenti, dan kakinya terpaksa menginjak jalan supaya tidak terjatuh, maka sandal dan sepatunya pun akan jadi basah.

Kalau melihat kenyataan bahwa berjalan kaki di kota Jakarta tidak lagi menyenangkan, apakah lalu kalau ada himbauan agar orang yang memakai kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum bisa menjadi efektif ? Tentu saja tidak, karena semua manusia menginginkan kesenangan dan ingin menghindarkan kesusahan, jadi walaupun orang yang tak mampu pun jadi bermimpi ingin punya kendaraan sendiri. Karenanya pembangunan infrastruktur jalan mesti mempertimbangkan semuanya ini. Perlu dipikirkan juga pedestrian buat pejalan kaki. Kalau di kota Beijing atau di kota Sanghai Tiongkok, ada jalur-jalur jalan khusus buat orang yang bersepeda. Atau bahkan di kota Kuala Lumpur Malaysia, ada jalur khusus di samping jalan tol untuk mobil, yang dikhususkan untuk pengendara sepeda motor. Maka sudah saatnya selain mengatasi kemacetan dengan pembangunan infrastruktur yang berorientasi mengatasi kemacetan mobil, perlu juga dipikirkan untuk jalur sepeda motor dan juga jalur untuk pejalan kaki, supaya semua bagian masyarakat bisa menikmati hidupnya masing-masing. Semoga.

You might also like