You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Masalah sanitasi makanan sangat penting, terutama ditempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti pelayana n medis. Agar dapat menunjang kegiatan pelayanan medis diperlukan tempat pengol ahan makanan yang kegiatannya berada di instalasi gizi rumah sakit. Untuk mendap atkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang memakannya perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya pengendalian fakt or yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan k uman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari pr oses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak men jadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan. Dari hasil penelitian 64 % karyawan pengolahan makanan berpendidikan SD masih ti ngginya tingkat kontaminasi bakteri makanan yang disajikan di tempat pengolahan makanan (TPM), rendahnya kondisi sanitasi dapur dengan pendidikan penjamah SD. K ejadian luar biasa (KLB) diare masih tinggi 116.075 kasus dan keracunan makanan 31.919 kasus pada tahun 1995. Penjamah makanan memegang peranan penting dalam me lindungi kesehatan penderita/ pasien di rumah sakit dari penyakit akibat kontami nasi makanan, untuk itu perlu diperhatikan 6 prinsip upaya sanitasi oleh penjama h makanan dan minuman di rumah sakit, yaitu pengawasan bahan makanan, penyimpana n bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan matang dan penyaj ian makanan. Bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, Stapylococus s p, Pseudomonas sp, Klebsiella sp dan Proteus sp. (Weldhy_K11108322) Fungsi utama rumah sakit (RS) adalah menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemu lihan penyakit. Pengelolaan makanan RS, sebagai bagian dari sistem pelayanan kes ehatan di RS mempunyai tugas mendukung upaya penyembuhan dan pemulihan penyakit melalui penyelenggaraan makanan yang higienis dan sehat. Prinsip-prinsip dasar s anitasi penyelenggaraan makanan di RS pada dasarnya tidak berbeda dengan tempattempat penyelenggaraan makanan lain, tetapi standar kebersihan dan higiene pelay anan makanannya lebih tinggi karena rentannya pasien yang masuk RS dan ancaman p enyebaran kuman pathogen yang tinggi di lingkungan RS. Makanan yang tidak dikelo la dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif seperti penyakit dan k eracunan akibat bahan kimia, mikroorganisme, tum-buhan atau hewan, serta dapat p ula menimbulkan alergi. Terdapat 4 (empat) faktor yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit di RS melalui makanan, yakni perilaku yang tidak higienis, adanya sumber penyakit menu lar, adanya media (makanan, minuman), dan resipienal. Dalam tulisan ini hanya di kemukakan satu sisi saja, yakni perilaku petugas dalam penyehatan makanan di RS, yang mefiputi kebiasaan cuci tangan, kebersihan tangan, penggunaan pakaian peli ndung, dan pembersihan peralatan masak/makan. Seperti diketahui peran dan perila ku tenaga pengolah makanan sangat berpengatuh terhadap kualitas makanan, sehingg a baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap penyebar an penyakit. (Andi Murni_K11108302) B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengolahan makanan di Rumah Sakit ? 2. Apakah ada pengaruh hygene pengolah terhadap kejadian food borne disease di rumah sakit ? 3. Bagaimana syarat yang harus dipenuhi pengolah/penjamah ketika mengolah m akanan? C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan makanan di Rumah Sakit. 2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh hygene pengolah terhadap kejadian f ood borne disease di Rumah Sakit. 3. Untuk mengetahui syarat yang harus dipenuhi pengolah makanan.

BAB II PEMBAHASAN Prinsip-prinsip dasar sanitasi penyelenggaraan makanan di RS pada dasarnya tidak berbeda dengan tempat-tempat penyelenggaraan makanai lain, tetapi standar keber sihan dan higiene pelayanan makanannya lebih tinggi karena rentannya pasien yan g masuk RS dan ancaman penyebaran kuman pathogen yang tinggi di lingkungan RS. M akanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negati f seperti penyakit dan keracunan akibat bahan kimia, mikroorganisme, tumbuhan at au hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi. Secara umum syarat standar yang h arus dipenuhi oleh pengolah/penjamah makanan (Anwar , 1995) sebagai berikut: 1. Kebiasaan mencuci tangan Pencucian tangan petugas sebelum melakukan pekerjaan pengolahan makanan adalah m utlak dilaksanakan. Seperti diketahui tangan tidak pernah bebas dari berbagai ma cam kuman, baik yang berasal dari kontaminasi benda atau alat yang terkontaminas i, maupun yang tinggal secara menetap pada tangan . (Andi Murni_K11108302) Pencucian tangan perlu dilakukan kembali setelah menggunakan kamar kecil ataupun setelah kontak dengan cairan tubuh ketika batuk atau bersin. Setelah makan, mer okok, memegang daging mentah,membuang sampah atau memindahkan piring kotor. Penj amah makanan tidak boleh makan, minum atau merokok didalam area dimana terdapat makanan, peralatan, barang sekali pakai dan benda-benda lain yang tidak terkonta minasi. (Syamsir_K11108315) 2. Kuku terpotong pendek, terawat baik, dan bersih Mengingat RS merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular m aupun tidak menular, maka bukan hal yang mustahil keadaan tersebut dapat mencema ri makanan yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan, terutama pasien. Hasil penelitian Pudjarwotodi pelbagai RS di Jakarta menunjukkan beberapa jenis makan an di RS mengandung bakteri gram negatif E. coli, Staphylococcus,. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, dan jamur. Begitu pula air yang disajikan untuk pasien 37,5 % tidak memenuhi syarat sebagai air minum. 3. Penggunaan tutup kepala Penggunaan tutup kepala pada tenaga pengolah makanan dimaksudkan untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan yang sedang diolah. Selain mencegah terkontamin asinya makanan oleh rambut, yang secara aestetika sering menunjukkan cara penang anan makanan yang kurang bersih, penggunaan tutup kepala juga dapat mencegah ram but dan kulit kepala petugas dari pengaruh buruk uap panas, uap lemak, dan tepun g. 4. Tidak memakai cincin, gelang dan jam tangan

Cincin di jari tangan dan jam tangan pada waktu melakukan pekerjaan pengolahan m akanan harus dilepas. Penggunaan barang tersebut dapat mencemari makanan. Penggu naan cincin pada jari tangan petugas tingkat kebersihannya kurang terjamin mengi ngat kemungkinan tersimpan kotoran atau sisa makanan pada sela antara cincin dan jari tangan sehingga dapat mengkontaminasi makanan. 5. Pembersihan Peralatan Masak/Makan Dalam pencucian peralatan makan pasien seperti piring, gelas, dan sendok umumnya dipisah. Untuk penanganan peralatan makan bekas pasien penyakit menular,dilakuk an disinfeksi, dengan cara direbus atau dibilas dengan air panas, dan sisanya ha nya dicuci dengan air biasa. Pencucian peralatan bekas makan menggunakan air panas dilakukan selain untuk mem bunuh bakteri, juga untuk membersihkan sisa-sisa makanan atau lemak yang menempe l. Peralatan makanan bekas pasien sebaiknya dibersihkan di dapur ruang perawatan, s ehingga tidak tercampur dengan peralatan makan dari bagian lainnya, sedangkan pe ralatan masak dibersihkan di dapur pusat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya infeksi atau penularan penyakit melalui peralatan makan yang sistem p encuciannya kurang memadai. Selain itu, Penyelenggara makanan yang menderita sakit, terutama penyakit menula r sebaiknya tidak terjun langsung menangani makanan untuk menghindari terjadinya kontaminasi. (Andi Murni_K11108302) Makanan yang sehat dan aman merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkat kan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat apalagi terhadap pasien di rumah sakit yang sangat memerlukan perhatian khusus baik dari segi kualitas makanan se cara bakteriologis atau pun fisik. Dalam peningkatan derajat hygenitas makanan dipengaruhi oleh tiga factor (Djarismawati, Bambang Sukana, Sugiharti, 2004) seb agai berikut : 1. Pendidikan Untuk menjalankan pengolahan makanan di instalasi gizi dengan pendidikan SLTP da n SLTA tentu sudah bisa, oleh karena itu pengetahuannya perlu di tambah dengan m emberikan kursus tentang higiene sanitasi. Hasil survei pendahuluan dari instala si sanitasi lingkungan dan pertanaman RSUP Fatmawati, diketahui bahwa sebanyak 2 2 orang (64,7%) tenaga yang terlibat dalam pengolahan makanan di dapur mempunyai pengetahuan dan perilaku kurang tentang sanitasi makanan. Dalam pemeriksaan mak anan di temukan E. Coli dan angka kuman dalam makanan sebesar 228*10/gr, sedangk an standar-nya 10 * 10 / gr. 8 Bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, Sapylocoecus, Pseudomonas sp, dan lain-lain. E. Coli merupakan indikator bahwa makanan tersebut telah tercemar kotoran manusia, oleh ka-rena it u upaya higiene sanitasi makanan di rumah sakit harus dilaksanakan dengan baik s ebagai upaya preventif agar kualitas makanan dan minuman yang dihasilkan memenuh i syarat kesehatan. 2. Pengetahuan Sebagai penjamah tidak diperlukan seorang sarjana. Penambahan pengetahuan bisa m elalui kursus, pelatihan, penyegaran tentang sanitasi dan higiene perorangan, ka rena yang diperlukan adalah keterampilan. Untuk meningkatkan pengetahuan penjamah perlu dilakukan pelatihan, kursus dan pe nyegaran karena pengetahuan didapat melalui penginderaan terhadap suatu objek ol eh indera rasa dan raba dan sebagian besar melalui mata dan telinga.Pengetahuan penjamah diikuti dengan pemilikan sertifikat. Dari hasil penelitian ini penjamah makanan di instalasi rumah sakit sudah mengetahui bagaimana seharusnya seorang tenaga penjamah makanan bekerja sesuai dengan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di In donesia 1995. 3. Perilaku Seorang penjamah/pengolah makanan baik di Rumah sakit maupun tempat lain perlu u ntuk melakukan pemeriksaan secara berkala. Dari hasil observasi perilaku penjama h pada beberapa rumah sakit dapat dilihat bahwa seluruh tenaga penjamah makanan memakai penutup kepala, celemek dan tidak merokok, kuku penjamah semua pendek, t idak berbicara saat kerja, tenaga penjamah pria berambut pendek, semua penjamah makanan mencuci tangan tanpa memakai sabun.(Weldhy_K11108322)

Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan terjangkit kalau makan atau minum bahan tercemar. Hal ini sering dan ada sekitar 5,4 juta kejadian tiap tahun di Australia.Ada 3 penyebab utama yang bisa menyebabkan sakit dari makanan: kuman, virus dan racun dalam makanan baik yang alamiah maupun dicampurkan. Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuh dalam makanan yang sebelumnya tida k banyak dihubungkan dengan kasus-kasus keracunan pangan. Tetapi dalam dua dasaw arsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal sebagai Norwalk-like virus) telah menyeba bkan paling banyak keracunan pangan dan bahkan menjadi penyebab 50% dari keracun an pangan di Amerika Serikat. Norovirus merupakan contoh kelompok virus berbentuk bulat kecil yang belum dikla sifikasikan, yang mungkin berkerabat dengan jenis-jenis calicivirus. Famili ini terdiri dari beberapa kelompok virus yang berbeda secara serologis, dan diberi n ama menurut tempat di mana kasus terjadi. Di Amerika Serikat, Norovirus dan Mont gomery County secara serologis berkerabat, namun berbeda dari virus-virus Hawaii dan Snow Mountain. Virus-virus Taunton, Moorcroft, Barnett, dan Amulree diident ifikasi di Inggris sedangkan virus-virus Sapporo and Otofuke di Jepang. Strain-s train lain juga telah diidentifikasi dari negara-negara yang berbeda. Hubungan k ekerabatan mereka secara serologis masih perlu diteliti. Gastroenteritis Norovirus ditularkan melalui jalur faecal-oral melalui air dan m akanan yang terkontaminasi. Kerang dan bahan-bahan salad merupakan makanan yang paling sering terlibat dalam kasus-kasus Norovirus. Konsumsi kerang mentah atau yang kurang matang dan tiram menimbulkan resiko tinggi terinfeksi oleh virus Nor walk. Makanan selain kerang, terkontaminasi oleh orang yang menangani makanan te rsebut. Oleh karena itu diperlukan sanitasi yang baik dari penjamah makanan untu k pengolahan makanan. (Syamsir_K11108315) Selain itu pengelolaan makanan hingga sampai ke pasien juga perlu diperhatikan. Hal ini mengingat Rumah sakit merupakan tempat yang cukup luas, Sehingga distrib usi makanan dari dapur hingga sampai ke pasien perlu juga mendapat perhatian ka rena memungkinkan terkontaminasinya makanan pada saat pendistrubusian tersebut. Suatu penelitian mengukur kepuasan pasien dan membandingkan dua sistem penyampai an; piring dan troli. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar metode troli distribusi makanan memungkin kan semua makanan memiliki tekstur yang lebih baik, dan untuk beberapa makanan ( kentang, rebus ikan dan daging sapi cincang) bersuhu, dan makanan lain (brokoli, wortel, dan rebus ikan)berbumbu akan lebih terjaga daripada sistem piring pengi riman.(Diyah Radhyah_K111083911) BAB III PENUTUP A. SIMPULAN

Perhatian tenaga pengolah makanan (TPM) terhadap aspek sanitasi dan sikapnya dal am penanganan makanan merupakan hal yang sangat penting dalam berperilaku sanite r. Perilaku petugas pengolah makanan di RS, baik secara langsung maupun tidak la ngsung dapat mempengaruhi kualitas makanan yang dikelola. Secara umum syarat standar yang harus dipenuhi oleh pengolah/penjamah makanan (A nwar , 1995) sebagai berikut: a. Kebiasaan mencuci tangan b. Kuku terpotong pendek, terawat baik, dan bersih c. Penggunaan tutup kepala d. Tidak memakai cincin, gelang dan jam tangan e. Pembersihan Peralatan Masak/Makan Dalam peningkatan derajat hygenitas makanan dipengaruhi oleh tiga factor (Djari smawati, Bambang Sukana, Sugiharti, 2004) sebagai berikut : a. Pendidikan b. Pengetahuan c. Perilaku Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan terjangkit kalau makan atau minum

bahan tercemar. Virus adalah mikroorganisme yang tidak tumbuh dalam makanan yan g sebelumnya tidak banyak dihubungkan dengan kasus-kasus keracunan pangan. Tetap i dalam dua dasawarsa terakhir, Norovirus (dulu dikenal sebagai Norwalk-like vir us) telah menyebabkan paling banyak keracunan pangan dan bahkan menjadi penyebab 50% dari keracunan pangan di Amerika Serikat. Gastroenteritis Norovirus ditularkan melalui jalur faecal-oral melalui air dan m akanan yang terkontaminasi. Kerang dan bahan-bahan salad merupakan makanan yang paling sering terlibat dalam kasus-kasus Norovirus. Konsumsi kerang mentah atau yang kurang matang dan tiram menimbulkan resiko tinggi terinfeksi oleh virus Nor walk. Makanan selain kerang, terkontaminasi oleh orang yang menangani makanan te rsebut. Oleh karena itu diperlukan sanitasi yang baik dari penjamah makanan untu k pengolahan makanan. B. SARAN

1. Tingkatkan pengetahuan tenaga penjamah makanan tentang sanitasi makanan dan higiene perorangan melalui kursus maupun penyuluhan. 2. Tingkatkan pengawasan terhadap perilaku penjamah dengan cara memasang po ster yang berisi peringatan tentang perilaku yang harus dihindari saat kerja / m elakukan pengolahan makanan. 3. Lakukan pemeriksaan rutin terhadap kualitas makanan, tenaga penjamah dan alat. DAFTAR PUSTAKA

Hartwell, H. J..Pelayanan Makanan Di Rumah Sakit: Model Indikatif Kepuasan Pasie n. Bournemouth University, Talbot Kampus, Poole. E-mail: hhartwel@bournemouth.ac .uk (Diyah Radhyah K11108911) Djarismawati, Bambang Sukana, Sugiharti. 2004. Pengetahuan Dan Perilaku Penjamah Tentang Sanitasi Pengolahan Makanan Pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Di Jakarta. Media Litbang Kesehatan. Jakarta (Weldhy K11108322) D. Anwar Musadad. 1995. Perilaku Petugas dalam Pengelolaan Makanan di Rumah Saki t. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehata n Departemen Kesehatan RI; Jakarta (Andi Murni AP K11108302) Hoskins, R. G. 2004. HOSPITAL FOOD NEEDS. Bulletin Public Health & Malaria Contr ol Department, PT Freeport Indonesia. Washington, D (Syamsir K11108315)

Tugas Kelompok Penyehatan Makanan dan Minuman

HYGIENE PENGOLAH MAKANAN DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 ANDI MURNI AP (K11108302) SYAMSIR (K11108315) WELDHY (K11108322) RATRI WARDANA KALMA (K11108364) DIYAH RADHYAH (K111083911) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

You might also like