You are on page 1of 22

ALELOPATI ACACIA AURICULIFORMIS SEBAGAI INHIBITOR PERKECAMBAHAN BIBIT JAGUNG (Zea mays)

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Analisis Komponen Aktif dan Uji Aktivitas yang berjudul Alelopati Acacia Auriculiformis sebagai Inhibitor Perkecambahan Bibit Jagung (Zea mays). Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi penilaian mata kuliah Analisis Komponen Aktif dan Uji Aktivitas. Banyak pihak yang membantu penulis dalam penyususnan dan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada ibu Elly Suradikusumah, M.Si selaku koordinator mata kuliah Analisis Komponen Aktif dan Uji Aktivitas, Irmanida Batubara dan salina F. selaku dosen, serta para asisten praktikum yang telah membantu. Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekuran gan dan kesalahan yang disebabkan kurangnya pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun.

Bogor,

Desember 2010

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv I PENDAHULUAN................................................................................................. 1 II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3 Alelopati............................................................................................................... 3 Acacia auriculiformis ........................................................................................... 4 Gamal (Gliricidia sepium) ................................................................................... 5 Perkecambahan .................................................................................................... 6 Jagung (Zea Mays L.) .......................................................................................... 7 BAHAN DAN METODE........................................................................................ 9 Bahan ................................................................................................................... 9 Metode ................................................................................................................. 9 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 1 Hasil Pengamatan .............................................................................................. 16 Pembahasan ....................................................................................................... 17 SIMPULAN ........................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Mekanisme Alelopati. ............................................................................ 3 Gambar 2 Tanaman Acacia auriculiformis. ............................................................ 5 Gambar 3 Tanaman Gamal (Gliricidia sepium). .................................................... 6 Gambar 4 Proses perkecambahan benih hipogeal dari benih jagung (Zea mays L.) ................................................................................................................................. 6 Gambar 5 Tanaman jagung (Zea Mays L).............................................................. 8

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Efek dari potensi alelopatik Gliricidia sepium pada parameter

perkecambahan jagung. ......................................................................................... 11 Tabel 2 Efek potensi alelopatik Acacia auriliformis pada parameter

perkecammbahan jagung. ...................................................................................... 16 Tabel 3 Efek potensi alelopatik Gliricidia sepium pada pertumbuhan benih

jagung setelah 21 hari. ........................................................................................... 16 Tabel 4 Efek potensi alelopatik Acacia Auriculifromis pada pertumbuhan benih jagung setelah 21 hari penaburan benih. ............................................................... 17 Tabel 5 Koefisien korelasi (r) asosiasi vigor benih indeks (SVI) dan parameter pertumbuhan Benih. Koefisien korelasi yang ditentukan dari gabungan data dari semua perlakuan. ................................................................................................... 17

I PENDAHULUAN

Gangguan

dapat terjadi ketika salah satu jenis tumbuhan gagal

berkecambah, tumbuh lebih lambat, menunjukkan gejala kerusakan, atau tidak dapat bertahan dihadapan tumbuhan lain. Gangguan seperti ini dapat terjadi karena adanya faktor alelopati dan kompetisi. Alelopati merupakan pelepasan senyawa bersifat toksik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman disekitarnya dan senyawa yang bersifat alelopati disebut alelokimia (Kurniasih 2002). Beberapa senyawa alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar,

menghambat pertumbuhan dengan mempengaruhi pembesaran sel, menghambat respirasi akar, menghambat sintesis protein, menghambat aktivitas enzim, serta menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan (Soetikno, 1990). Patrick (1971) dalam Salampessy (1998) menyatakan bahwa hambatan alelopati dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistim perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman. Efek penghambatan senyawa alelopati pada organisme target bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung, namun bagaimana penghambatan terjadi di alam belum bisa diketahui secara pasti menurut Narwal (1999) dan Cipollini, et.al. (2008). Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain selain alelokimia yang bisa menghambat pertumbuhan diantaranya kompetisi, faktor biotik, dan abiotik (Brooks, 2008). Kompetisi dalam tanaman menyebabkan terjadinya persaingan. Kehadiran senyawa-senyawa pengganggu yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi daya tumbuh dari tanaman dapat dihilangkan dengan adanya alelopati tanaman. Alelopati dari tanaman Acacia dapat digunakan sebagai inhibitor perkecambahan bagi bibit tanaman lain. Salah satu jenis tanaman Acacia yang dapat dijadikan sebagai inhibitor perkecambahan ialah Acacia

auriculiformis . Tanaman dari kelas magnoliopsida ini dapat dijadikan sebagai inhibitor perkecambahan dari benih tanaman jagung. Tanaman ini cukup optimal menghambat perkecambahan benih tanaman jagung dengan menekan angka

persen benih yang akan berkecambah. Keberadaan suatu inhibitor diperlukan jika pada suatu tanaman tertentu ingin dihambat daya tumbuhnya melalui suatu penghambatan perkecambahan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Alelopati Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi

antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi oleh organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya. Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antartumbuhan,

antarmikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia

Gambar 1 Mekanisme Alelopati. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan

perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan, konsentrasi ion, dan air yang kemudian

mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.

Acacia auriculiformis Acacia auriculiformis merupakan pohon dengan tinggi hingga mencapai 30 m, bergaris tengah 50 cm. Biji tanaman acacia auriculiformis berbentuk bulat telur hingga elips, berukuran panjang 4-6 mm dan lebar 3-4 mm, berwarna hitam mengkilap, keras, tangkai biji panjang berwarna kuning atau merah. Biji-biji tersebut akan berkecambah setelah 6 hari kemudian dengan tingkat keberhasilan biasanya mencapai 75%. Tanaman ini tumbuh pada daerah-daerah dataran rendah tropis beriklim lembap sampai sub-lembap, pada tanah-tanah di sepanjang tepi sungai,pada daerah berpasir di tepi pantai, dataran yang mengalami pasang surut air laut, danau-danau berair asin di dekat pantai, dan dataran yang tergenang air. Acacia auriculiformis tumbuh dengan baik pada tanah asam dengan aliran air yang baik dan pada tanah-tanah liat yang becek atau tergenang selama sementara waktu atau dalam waktu yang panjang. Tumbuhan ini sangat toleran terhadap tanah yang mengandung garam (soil salinity). Tumbuhan ini cocok ditanam untuk menstabilkan lahan-lahan terkikis dikarenakan memiliki sistem perakaran yang padat dan mencuat ke permukaan (superficial and densely matted root system). Jenis ini telah dimanfaatkan secara luas untuk revegetasi dan rehabilitasi lahanlahan terdegradasi di Indonesia (Parrota 1997). Akar Acacia auriculiformis yang telah direbus dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit mata, remati dan nyeri pada kulit.

Gambar 2 Tanaman Acacia auriculiformis.

Gamal (Gliricidia sepium) Gamal (Gliricidia sepium) dalam taksonomi tumbuhan termasuk

famili Fabaceae (Papilionoideae) yaitu salah satu jenis tanaman yang mudah ditanam dan tidak memerlukan sifat tanah khusus. Ciri umum Gamal adalah daun menyirip, dengan bentuk daun oval runcing yang agak lebar, dan bunganya cukup indah berwarna ungu keputihan. Tanaman Gamal tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 0-1300 meter dari permukaan laut dan dapat tumbuh mencapai ketinggian 10 meter. Gamal dapat dimanfaatkan antara lain sebagai pakan ternak yang banyak disukai oleh ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Gamal mempunyai nilai gizi yang tinggi, pencegah erosi, dan penyubur tanah. Tanaman ini juga digunakan dalam berbagai sistem pertanaman, yaitu sebagai pohon pelindung dalam penanaman teh, cokelat, atau kopi. Selain itu juga berfungsi sebagai penyangga hidup untuk tanaman vanili, lada hitam, dan ubi jalar (Amara dan Kamara 1998). Manfaat lain yang lebih umum yaitu digunakan sebagai pagar hidup, tanaman pupuk hijau pada pola tanam tumpang sari, sebagai penahan tanah pada pola tanam lorong dan terasering. Selain itu, tanaman ini juga ternyata dapat digunakan untuk mereklamasi tanah atau lahan yang gundul atau tanah yang rapat ditumbuhi oleh alang alang. Dalam jumlah kecil, ekstrak bahanbahan itu digunakan sebagai obat bagi berbagai penyakit kulit, rematik, sakit kepala, batuk, dan luka-luka tertentu. Ramuan bahan-bahan itu digunakan pula sebagai pestisida dan rodentisida alami.

Gambar 3 Tanaman Gamal (Gliricidia sepium).

Perkecambahan Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. Perkecambahan dapat dibagi menjadi dua jika dilihat dari keberadaan kotiledon atau organ penyimpanan yaitu perkecambahan epigeal dan perkecambahan hypogeal. Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah, sedangkan perkecambahan hipogeal adalah perecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah. Tanaman jagung merupakan salah satu contoh benih dengan perkecambahan hipogeal. Proses perkecambahan hypogeal melalui plumula dan radikel masing-masing menembus kulit benih. Radikel menuju ke bawah dilinungi oleh koleoriza, dan plumula menuju ke atas dilindungi oleh koleoptil. Setelah kolepotil menembus permukaan tanah dari bawah mencapai udara, lalu membuka dan plumula terbebas dari lindungan koleoptil dan terus tumbuh dan berkembang, sedangkan koleotil sendiri berhenti tumbuh (Putra 2003).

Gambar 4 Proses perkecambahan benih hipogeal dari benih jagung (Zea mays L.)

Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya. Oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormone auksin dan hormone ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahay yang tinggi. Karena itu di tempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang (Sitompul dan Guritno 1995).

Jagung (Zea Mays L.) Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) . Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan (Warisno 2009). Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke 3 setelah gandum dan padi. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain: a) Batang dan daun muda: pakan ternak b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos c) Batang dan daun kering: kayu bakar d) Batang jagung: lanjaran (turus) e) Batang jagung: pulp (bahan kertas) f) Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng g) Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.

Gambar 5 Tanaman jagung (Zea Mays L).

BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah jagung dari Universitas Teknologi Federal Akure Nigeria, natrium hipoklorida, akuades, daun gamal dan acacia auriculiformis yang

dikoleksi secara acak pada awal tahun 2002 dari lokasi perkebunan Departemen Kehutanan dan Teknologi Kayu. Metode Sampel butir jagung diperoleh dari Universitas Teknologi Federal, Akure, Nigeria. Permukaan butiran sample disterilkan dengan natrium hipoklorida 1% selama 20 menit, lalu dibilas dengan air suling beberapa kali. Sampel segar daun gamal (Gliricidia sepium) dan Acacia auriculiformis yang dikoleksi secara acak pada awal tahun 2002 dari lokasi perkebunan Departemen Kehutanan dan Teknologi Kayu. Daun-daun kemudian dijemur di bawah sinar matahari kemudian dibersihkan dengan cara disaring melewati saringan mesh 20 mm. Ekstrak Gliricidia dan Acacia 12% diperoleh dengan cara ditimbang sebanyak 30 gr kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml kemudian ditambahkan air
destilata sebanyak 240 ml. sampel kemudian dihomogenkan lalu didiamkan selama

24 jam. Setelah itu, suspensi disaring menggunakan No.1 kertas filter Whatman. Ekstrak Gliricidia dan Acacia 3% dan 6% dibuat dengan cara mengencerkan dari ekstrak yang konsentrasinya 12%. Setelah itu, eksrtak Gliricidia dan Acacia 3%, 6%, dan 12% disusun. Percobaan dilakukan triplo, setiap ulangan dilakukan dengan cara meletakkan 15 biji jagung di atas kapas pada cawan petri yang telah dibasahi oleh ekstrak dan diinkubasi pada kondisi laboratorium. Kain wol terus menerus dibasahi dua kali sehari menggunakan konsentrasi ekstrak masingmasing dan air suling sebagai kontrol. Cawan perti disimpan pada suhu ruangan selama 12 jam sehari dan diamati setiap hari. Benih dianggap berkecambah setelah munculnya radikula. Kecambah pertama akan muncul tiga hari setelah

10

perlakuan, sementara kecambah terakhir akan muncul pada hari kesebelas setelah perlakuan. Waktu rata-rata perkecambahan dihitung menggunakan hubungan: MGT = (fx) / x, di mana x adalah nomor yang baru berkecambah benih pada setiap hari dan f adalah jumlah hari setelah benih yang ditetapkan untuk berkecambah. Setelah 21 hari bibit yang tumbuh dianalisis oleh tiga orang praktikan yang berbeda beserta parameter-parameter berbeda yang meliputi bobot basah dan bobot keringnya. Menyadari pentingnya drymatter akumulasi kecambah kesehatan dan MGT rendah indikasi vigor benih dan bibit seragam, kecambah vigor index (SVI) ditentukan sebagai SVI = berat kering per bibit / MGT x 100. Data dikenakan analisis varians menggunakan software SPSS Program. Koefisien Korelasi ditentukan dengan cara mengumpulkan data dari semua perlakuan dan hubungan bibit antara parameter pertumbuhan dan bibit indeks vigor diperiksa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Tabel 1 Efek dari potensi alelopatik Gliricidia sepium pada parameter perkecambahan jagung. Konsentrasi ekstrak (%) 0 3 6 12 LSD 0,05 LSD 0,01 Hari perkecambahan 3,0 3,12 4,41 5,0 1,30 1,69 Perkecambahan rerata (%) 82,23 44,42 31,11 22,21 37,82 41,62 Waktu rerata perkecambahan (MGT) 7,22 7,71 8,62 16,60 1,38 1,92

Tabel 2 Efek potensi alelopatik Acacia auriliformis pada parameter perkecammbahan jagung. Konsentrasi ekstrak (%) 0 3 6 12 LSD 0,05 LSD 0,01 Hari perkecambahan 3,0 3,11 4,12 4,20 1,28 1,59 Perkecambahan rerata (%) 75,5 57,8 53,3 33,3 21,9 23,4 Waktu rerata perkecambahan (MGT) 6,64 7,54 8,25 10,0 1,24 1,72

Tabel 3 Efek potensi alelopatik Gliricidia sepium pada pertumbuhan benih jagung setelah 21 hari. Konsentrasi ekstrak (%) 0 3 6 12 LSD 0,05 LSD 0,01 Panjang (cm) Tunas Akar 12,12 6,05 4,06 3,10 0,76 1,40 6,13 4,50 3,20 1,61 0,66 1,22 Bobot (gr) Akar Tunas segar kering 3,24 0,79 0,65 0,28 0,40 0,17 0,27 0,06 0,63 0,48 1,16 0,88

Tunas segar 3,97 1,44 1,13 0,37 1,24 2,27

Akar kering 0,64 0,12 0,10 0,05 0,15 0,29

SVI 19,82 5,30 3,17 0,66 5,53 10,16

12

Tabel 4 Efek potensi alelopatik Acacia Auriculifromis pada pertumbuhan benih jagung setelah 21 hari penaburan benih. Konsentrasi ekstrak (%) 0 3 6 12 LSD 0,05 LSD 0,01 Panjang (cm) Tunas Akar 9,16 7,30 5,66 1,32 2,22 4,08 6,16 4,76 3,53 2,01 1,05 1,92 Bobot (gr) Akar Tunas segar kering 3,09 0,70 1,16 0,64 1,06 0,46 0,94 0,34 1,01 0,22 1,86 0,40

Tunas segar 3,50 3,26 2,26 1,66 1,71 3,15

Akar kering 0,61 0,23 0,20 0,18 0,19 0,35

SVI 19,74 11,64 7,95 5,53 5,66 10,39

Tabel 5 Koefisien korelasi (r) asosiasi vigor benih indeks (SVI) dan parameter pertumbuhan Benih. Koefisien korelasi yang ditentukan dari gabungan data dari semua perlakuan. Parameter pertumbuhan benih Panjang tunas (cm) Panjang akar (cm) Bobot tunas segar (gr) Bobot akar segar (gr) Bobot tunas kering (gr) Bobot akar kering (gr) Koefisien korelasi 0,792 0,920 0,873 0,650 0,38 0,828

Pembahasan Pengaruh allelopathic dari Gliricidia sepium dan Acacia auriculiformis di perkecambahan jagung ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 masing-

masing. Berdasarkan hasil percobaan jelas bahwa Lindi daun yang baik Gliricidia dan Akasia menghambat perkecambahan jagung. Jumlah hari diambil

perkecambahan benih pertama untuk berkecambah oleh Gliricidia lesapan dan ini nyata lebih tinggi (P <0,05) dan (P, 0,01) pada 6 % dan konsentrasi 12 % masing dibanding kontrol (Tabel1). Meskipun berdasarkan hasil percobaan, Acacia

13

lesapan juga memiliki efek memperpanjang sedikit pada jumlah hari untuk perkecambahan benih pertama tetapi pengaruhnya tidak berbeda jauh dari kontrol bahkan pada konsentrasi 12 % (Tabel 2). Persentase perkecambahan biji pada hasil percobaan signifikan lebih rendah (P <0,05) dan (P <0,01) pada konsentrasi 6% dan 12% masing-masing dibanding kontrol untuk kedua Gliricidia dan Acacia (Tabel 1 dan 2). Sementara pada hasil percobaan perkecambahan biji menurun dengan persentase meningkatnya konsentrasi Gliricidia dan daun lindi Acacia. Berdasarkan hasil lainnya, waktu perkecambahan mean (MGT) meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1 dan 2). Panjang tunas, panjang akar, bobot segar, berat akar segar, bobot kering, bobot kering akar dan indeks vigor bibit semua menurun secara signifikan (Tabel 3 dan 4) dibandingkan dengan kontrol dengan peningkatan konsentrasi Gliricidia dan lindi daun Acacia. Meskipun demikian pada hasil pecobaan terlihat jelas bahwa Gliricidia sepium melakukan efek penghambatan yang lebih dari Acacia auriculiformis. Temuan ini menguatkan laporan sebelumnya oleh Bora et al. [11] yang menemukan bahwa, efek penghambatan ekstrak daun Acacia auriculiformis terhadap perkecambahan dari beberapa tanaman pertanian oleh

berbanding lurus dengan konsentrasi ekstrak. Hal ini juga didukung

percobaan Jadhar dan Gayanar yang memperoleh persentase perkecambahan, bulu kecil dan panjang radikula padi dan kacang tunggak, menurun dengan meningkatnya konsentrasi lindi daun Acacia auriculiformis. Respon indeks dalam percobaan mengungkapkan bahwa penghambatan parameter pertumbuhan bibit lebih menonjol daripada benih perkecambahan. Dampak penghambatan dari spesies uji pada biji kecambah dan bibit jagung mungkin terkait dengan kehadiran alelokimia termasuk tanin, wax, flavonoides, dan asam

fenolat. Selanjutnya, toksisitas yang mungkin disebabkan karena efek sinergis daripada efek tunggal salah satu dari alelokimia. Misalnya asam fenolik telah terbukti racun bagi pertumbuhan perkecambahan dan proses pertumbuhan tanaman.

14

Rajangam dan Arumgam menemukan bahwa, penggunaan Ekstrak zberair dari Excoecaria agallocha daun menghambat perkecambahan benih dan bulu kecil dan radikula pemanjangan beras. Joes dan Gillespie melaporkan bahwa juglone dilepaskan dari kenari hitam menunjukkan penghambatan efek pada semua variabel yang diukur meliputi fotosintesis, transpirasi, konduktansi stomata, daun dan akar respirasi pada jagung dan kacang kedelai. Variabel dalam penelitian ini pertumbuhan menurun dari bibit jagung dibandingkan dengan

kontrol dengan peningkatan konsentrasi lindi yang terlihat jelas karena hambat pengaruh lindi pada fisiologis ini lesapan dari proses yang langsung menerjemahkan dinilai, sifat biji air untuk efek adalah yang

pertumbuhan. Meskipun penghambatan daun kemungkinan bahwa

adalah tidak untuk

perkecambahan terhadap

inhibities

penyerapan

merupakan prekusor untuk proses fisiologis yang seharusnya terjadi di benih sebelum perkecambahan adalah trigarred. Demikian pula, sifat efek daun lindi terhadap pertumbuhan bibit adalah mungkin bahwa hambatan untuk serapan hara oleh budidaya jagung sehingga mengurangi parameter pertumbuhan dalam proporsi yang berhubungan dengan konsentrasi dari lindi sebagai diamati dalam penelitian ini. Klaim ini dikuatkan oleh penurunan indeks vigor bibit (SVI) dibandingkan kontrol (Tabel 3 dan 4) dengan meningkatnya lindi konsentrasi dalam studi ini. Semua parameter pertumbuhan bibit menunjukkan positif korelasi dengan bibit indeks vigor (Tabel 5). Panjang tunas (r = 0,792), panjang roto (r = 0,920), berat tunas segar (r = 0,873) dan berat kering akar (r = 0,828) merupakan korelasi secara signifikan (P, 0,01) dengan SVI. Benih panjang akar tampak sifat morfologi terkuat untuk penilaian gangguan alelopatik jagung bibit.

SIMPULAN

Ekstrak daun Gliricidia sepium dan Acacia auriculiformis dapat menghambat perkecambahan tanaman jagung. Tunas dan akar jagung dapat menunjukkan perubahan bentuk morfologi dalam pengujian alelofatik.

DAFTAR PUSTAKA Brooks M.A.2008. Allelopathy in Rye (Secale cereale), Thesis. United States : Faculty of North Carolina State University. Junaedi A., Chozin M.A, dan Kim H.K.2006.[terhubung berkala] Perkembangan Terkini Kajian Alelopati, Journal Hayati 13, 2 pp 79-84. Kurniasih B. 2002. Sifat Perakaran Beberapa Varietas Padi Gogo dalam Cekaman Residu Alelopati Gulma. Journal Agrivita 24, pp 47-52. Narwal S.S.1994. Allelopathy in Crop Production. Scientific Publisher, India, pp:105 Oyun MB.2006. Allelopathic Potentialities of Gliricidia sepium and Acacia auriculiformis on the Germination and Seedling Vigour of Maize (Zea mays L.) [terhubung berkala] http://www.scipub.org/fulltext/AJAB/AJAB1344-47.pdf [30 desember 2010] Salampessy N.S.M.1998. Pengaruh Allelopathy Pohon Titi (Gmelina

Mollucana,Back) Terhadap Perkecambahan Beberapa Jenis Tanaman Tumpang Sari. Ambon : Universitas Pattimura. Soetikno.1990. Ekologi Gulma. Yogyakarta : Kanisius. Einhellig FA 1995. Allelopathy. Organism, Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society. Hal. 1 24. Warisno. 2009. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Putra, Y. 2003. Observasi perkecambahan dan pertumbuhan kecambah biji jagung(Vigna radiata Linn) di dalam medan magnit. Skripsi. FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

17

Amara, D.S. and A. Y. Kamara. 1998. Growth and Yield of Gliricidia sepium (Jacq.) Walp. Provenances on an acid sandy clay loam soil in Sierra Leone. International Tree Crops Journal, vol 9, 169-178. Parrotta JA. 1997. Acacia auriculiformis A. Cunn. SO-ITF-SM-86. New Orleans, LA: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Southern Forest Experiment Station

You might also like