You are on page 1of 8

FAKTOR PENENTU PERMINTAAN UBIKAYU INDONESIA DI PASAR DOMESTIK DAN EKSPOR (Determinant factor of Indonesian cassava demand in domestic

and export market) Putri Suci Asriani1), Dwidjono Hadi Darwanto2), Sri Widodo3)
1)

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu. E-mail: putriasriani@yahoo.co.id 2), 3) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta.

Abstract Potencial factor of cassava marketing in Indonesia was be depicted by demand factor showed by regression estimation output. This research aims to analyze factors influencing the demand of Indonesian cassava in domestic and export market. Generally, Indonesian primary domestic consumption is fresh cassava, cassava flour, glucose, and dextrose; while secondary domestic consumption is dried cassava. In the export market, cassava can be classified as superior goods with elastic price of demand and it has positive trend of export. Primary Indonesian cassava export is dried cassava, while secondary export are fresh cassava and cassava flour. The data used was secondary data that is time series data of 1961-2004, and analyzed using demand model. Based on result of the demand analysis, the development strategy of cassava in Indonesia is mostly to achieve domestic market, either as food in the form of fresh cassava and for industrial need as tapioka flour (cassava starch). Export market of cassava mostly in the form of fresh cassava and cassava flour, for industrial need in the form of cassava and tapioka flour, and for mixture materials of animal feed livestock in the form of dried cassava. Key words: cassava, demand, domestic market, export market PENDAHULUAN Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas ekspor yang bersumber dari subsektor tanaman pangan dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Dalam lima tahun terakhir produksi ubikayu Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2002 produksinya sebesar 16,91 juta ton, sedangkan pada tahun 2003 menjadi 18,52 juta ton atau meningkat sebesar 9,52% dan target pada tahun 2004 sebesar 19,25 juta ton atau meningkat 3,92% dibandingkan tahun 2003 (Faostat, 2006). Indonesia merupakan produsen ubikayu keempat terbesar di dunia setelah Nigeria, Brazil dan Thailand. Share produksi ubikayu segar Indonesia sebesar 9,44% dari total produksi dunia sebesar 174,3 juta ton. Sekitar 85% dari 18,5 juta ton produksi ubikayu nasional dapat diserap oleh industri dan konsumsi dalam negeri, sedangkan 15% sisanya diekspor dalam bentuk tepung dan gaplek (Soba, 2004). Secara kultur teknis, tanaman ubikayu dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan dan mempunyai waktu panen sepanjang tahun. Walaupun demikian berdasarkan database pemasaran internasional ubikayu Deptan RI (2005), diketahui bahwa upaya perluasan areal panen komoditas belum mendapatkan respon yang positif, bahkan ratarata negatif 0,29% per tahun, dan menurut Darwanto (1998) salah satu penyebabnya adalah image negatif yang sudah terlanjur melekat. Hal tersebut didukung dengan adanya paradigma yang salah terhadap agribisnis ubikayu yang dianggap sebagai usaha pertanian kelas dua (secondary crops) setelah beras (Saragih, 2003). Image dan dampak negatif yang melekat pada ubikayu tersebut mampu mengalahkan potensi besar yang dimilikinya sebagai salah satu alternatif sumberdaya pangan, pakan, 1

industri, dan bahan baku energi alternatif. Fenomena ini menggambarkan secara jelas bahwa ubikayu memiliki potensi besar dengan berbagai fungsi kegunaannya, namun pemahaman tersebut belum dimiliki secara terintegrasi oleh semua pelaku sistem usaha pertanian. Sehingga potensi yang ada tidak dapat diberdayakan secara optimal, baik di pasaran ekspor maupun domestik. Tidak terintegrasinya pemahaman antar pelaku sistem usaha pertanian terhadap potensi ubikayu sebagai sumberdaya pangan, pakan, dan industri dalam satu sistem usaha pertanian, salah satunya disebabkan oleh lemahnya sistem informasi yang mampu memberikan gambaran secara ekonomi potensi pemasaran ekspor dan domestik ubikayu di Indonesia. Salah satu informasi yang diperlukan adalah faktor pendorong pemasaran ubikayu Indonesia yang digambarkan oleh faktor penentu permintaan ekspor dan domestiknya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ubikayu Indonesia di pasar domestik dan ekspor. CARA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif dengan kategori sumber data sekunder yang berupa data time series (dalam penelitian ini range data yang digunakan adalah dari tahun 1961-2004). Dalam penelitian ini, sumber data sekunder diperoleh dari Faostat, Worlbank, dan IMF. Data ditransfer dan ditabulasikan dalam coding sheet serta dianalisis pengaruh keterkaitan antar variabelnya melalui analisis grafis maupun alat statistik deskriptif lainnya. Guna mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pemasaran ubikayu di pasar ekspor dan domestik, dilakukan analisis regresi berganda model permintaan power function yang telah memenuhi syarat penerapan penaksir metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares = OLS) dengan menggunakan program pengolah data SPSS 12,0 for windows. Model permintaan pasar ekspor dan domestik yang meliputi komoditas ubikayu segar (UK), tepung ubikayu (TUK), gaplek (G), tapioka (T), padanan ubikayu (PUK), serta glukosa dan dextrosa (GD) adalah sebagai berikut: (1) Model permintaan tapioka dan glukosa_dextrosa untuk pasar domestik berupa model regresi power function dengan menggunakan moving average 5. Sedangkan untuk model permintaan ubikayu segar dan padanan ubikayu dilakukan moving average 6 guna mengacak keterkaitan antar error. (2) Model permintaan ubikayu segar, tepung ubikayu, gaplek, tapioka, dan glukosa_dextrosa untuk pasar ekspor berupa model regresi power function dengan menggunakan moving average 5. Sedangkan untuk model permintaan padanan ubikayu dilakukan moving average 4 guna mengacak keterkaitan antar error. Khusus untuk model permintaan komoditas tepung ubikayu dan gaplek di pasar ekspor ditambahkan faktor harga beras dan jagung pada variabel independentnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Penentu Permintaan Ubikayu di Pasar Domestik Hasil estimasi faktor penentu permintaan ubikayu di pasar domestik untuk komoditas ubikayu segar, tapioka, padanan ubikayu, dan glukosa dextrosa, secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Di pasar domestik, ubikayu segar cenderung digolongkan sebagai barang normal dengan kategori kebutuhan pokok, dimana setiap terjadi peningkatan pendapatan per kapita Indonesia sebesar 1% maka permintaan ubikayu segar di pasar domestik akan naik sebesar 0,044%. Sebagai barang kebutuhan pokok, ubikayu segar dapat berfungsi saling menggantikan (substitusi) dengan gaplek dan tapioka. Kondisi tersebut di atas menggambarkan bahwa trend konsumsi ubikayu segar yang positif dan dengan diikuti pengembangan teknologi pengolahan produk berbasis ubikayu mampu meningkatkan preferensi konsumen sehingga kuantitas permintaan ubikayu segar meningkat. 2

Tabel 1. Faktor Penentu Permintaan Ubikayu Indonesia di Pasar Domestik Indikator Potensi Ubikayu Segar
Elastisitas harga sendiri (11) Elastisitas harga silang (12)

Komoditas Tapioka
ns*)

Padanan Ubikayu
-4,235 (elastis) GD, UK, dan TUK Gaplek ns

Glukosa & Dextrosa


-3,189 (elastis) ns UK dan Gaplek Barang kebutuhan pokok 7,865 ns ns tda**)

-0,024 (inelastis) Gaplek ns Barang kebutuhan pokok ns 1,158 -0,101 -0,063

Barang substitusi Barang komplementer

UK dan GD PUK dan TUK Ns

Elastisitas pendapatan ()

Pengaruh faktor populasi Pengaruh faktor trend konsumsi Pengaruh faktor kuantitas ekspor Pengaruh faktor exchange rate

Ns 1,836 -0,781 Ns

ns ns ns 0,567

Ket: *) ns: non significant **) tda: tidak dianalisis Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder (2007) Permintaan ubikayu segar di pasar domestik bersifat inelastis, artinya kuantitas permintaan ubikayu segar di pasar domestik relatif tidak respon terhadap adanya perubahan harga domestik ubikayu segar tersebut. Namun kuantitas permintaan domestik meningkat sebesar 0,084 kali ketika nilai tukar rupiah atas dolar Amerika cenderung menguat. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa ubikayu segar merupakan barang normal, dimana pada saat terjadi peningkatan kesejahteraan dengan menguatnya nilai tukar rupiah atas dolar Amerika maka kuantitas permintaan domestik atas ubikayu segar meningkat. Hubungan negatif antara peningkatan permintaan ubikayu segar di pasar ekspor terhadap kuantitas permintaan ubikayu segar di pasar domestik mengindikasikan keseimbangan ekspor impor yang terjadi adalah Indonesia cenderung sebagai negara importir ubikayu segar. Ketika terjadi kenaikan 1 ton permintaan ekspor atas ubikayu segar, kuantitas permintaan domestik (yaitu impor) akan turun hanya sebesar 0,139 kali. Berdasarkan hasil analisis yang tersaji pada Tabel 1, diketahui bahwa faktor perubahan harga tapioka di pasar domestik dan pendapatan nasional Indonesia secara signifikan tidak mempengaruhi permintaan tapioka di pasar domestik, sehingga tidak dapat diidentifikasi tingkat elastisitas harga tapioka di pasar domestik atas kuantitas permintaannya dan kategori jenis barangnya. Namun demikian dapat dijelaskan bahwa trend konsumsi tapioka di pasar domestik menunjukkan hubungan yang positif terhadap kuantitas permintaannya, ketika trend konsumsi tapioka di pasar domestik meningkat 1 satuan maka kuantitas permintaan tapioka di pasar domestik akan meningkat sebesar 1,836 kali. Dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik, tapioka memiliki hubungan komplementer dengan padanan ubikayu dan tepung ubikayu. Telah diketahui bahwa padanan ubikayu merupakan gambaran total ketersediaan bahan baku industri-industri berbasis ubikayu termasuk industri tapioka, sehingga hubungan yang terjadi adalah bersifat saling melengkapi, 3

yaitu ketika harga padanan ubikayu di pasar domestik meningkat 1% maka kuantitas permintaan tapioka di pasar domestik akan turun sebesar 2,914%. Sebagai bahan baku industri pangan, tapioka yang merupakan pati ubikayu dan tepung ubikayu yang kaya akan serat akan efektif berfungsi menghasilkan produk pangan berkualitas dengan saling melengkapi, sehingga ketika harga domestik tepung ubikayu meningkat sebesar 1% maka kuantitas permintaan tapioka di pasar domestik akan turun sebesar 3,736%. Sebagai komoditas perdagangan, di pasar domestik tapioka diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan pangan dan industri. Dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, tapioka berfungsi substitusi dengan ubikayu segar, dimana pada saat harga ubikayu segar naik sebesar 1% maka kuantitas permintaan atas tapioka di pasar domestik akan naik sebesar 2,920%. Kondisi ini dimungkinkan, karena ubikayu segar merupakan produk hasil pertanian yang cepat rusak, bulky, dan bersifat musiman, sehingga pada saat harganya naik, konsumen akan beralih ke tapioka sebagai produk hasil olahannya yang lebih tahan lama, bentuk dan kemasan lebih praktis, dan dengan harga yang relatif lebih stabil. Sedangkan guna memenuhi kebutuhan zat pemanis (gula) untuk pasar industri dan juga sebagian kecil kebutuhan rumah tangga, tapioka yang merupakan bahan baku utama industri glukosa dan dextrosa akan saling mensubstitusi, dimana ketika harga glukosa dan dextrosa meningkat sebesar 1% maka kuantitas permintaan tapioka oleh industri-industri glukosa dan dextrosa domestik akan meningkat sebesar 5,095%. Pengaruh faktor kuantitas ekspor tapioka terhadap kuantitas permintaan tapioka di pasar domestik menunjukkan hubungan yang negatif, dimana setiap terjadi peningkatan sebesar 1 ton kuantitas ekspor tapioka akan mengakibatkan turunnya permintaan tapioka (atas impor) di pasar domestik sebesar 0,781 kali. Hal ini mengindikasikan kemampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan tapioka dalam negeri semakin meningkat, walaupun masih cenderung sebagai negara importir tapioka. Permintaan padanan ubikayu di pasar domestik bersifat relatif sangat elastis atas perubahan harga domestik padanan ubikayu, dimana setiap peningkatan harga domestik padanan ubikayu sebesar 1% maka respon permintaannya adalah turun sebesar 4,235%. Komoditas padanan ubikayu memiliki barang komplementer gaplek, padanan ubikayu yang merupakan gambaran total dari ketersediaan bahan baku industri berbasis ubikayu memiliki hubungan yang saling melengkapi dengan gaplek yang juga merupakan bahan baku utama bagi industri tepung ubikayu, pellet, dan berbagai produk hasil industri lainnya. Setiap terjadi kenaikan harga domestik gaplek sebesar 1% maka permintaan atas padanan ubikayu di pasar domestik akan turun sebesar 1,303%. Glukosa dan dexrosa, ubikayu segar, dan tepung ubikayu merupakan barang substitusi bagi padanan ubikayu di pasar domestik. Glukosa dan dextrosa merupakan substitusi bagi padanan ubikayu dalam fungsinya sebagai bahan baku industri makanan ringan yang memanfaatkan zat pemanis rendah kalori dari ubikayu, sehingga ketika harga domestik glukosa dextrosa naik sebesar 1% maka kuantitas permintaan atas padanan ubikayu di pasar domestik akan meningkat sebesar 1,425%. Sedangkan untuk komoditas ubikayu segar dan tepung ubikayu merupakan substitusi bagi padanan ubikayu dalam fungsinya sebagai bahan pangan alternatif sumber karbohidrat. Padanan ubikayu dengan berbagai fungsi kegunaannya, baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri, merupakan sumberdaya asli setempat (indigenous resources) alternatif yang ketersediaannya berlimpah dan memiliki preferensi yang sudah dapat diterima konsumen dengan baik. Hal tersebut diindikasikan bahwa walaupun nilai tukar rupiah atas dolar Amerika melemah sebesar 1 point, kuantitas permintaan padanan ubikayu di pasar domestik tetap meningkat sebesar 0,567 kali. Di pasar domestik, glukosa dan dextrosa dikategorikan sebagai barang normal dengan spesifikasi barang kebutuhan pokok, yaitu ketika pendapatan nasional Indonesia per kapita meningkat sebesar 1% akan mengakibatkan peningkatan kuantitas permintaan glukosa dan dextrosa sebesar 0,438%. Permintaan glukosa dan dextrosa di pasar domestik bersifat relatif 4

sangat elastis terhadap adanya perubahan harga domestik glukosa dan dextrosa, di mana ketika harga domestik glukosa dan dextrosa meningkat 1% maka kuantitas permintaan glukosa dan dextrosa di pasar domestik akan turun sebesar 3,189%. Berdasarkan pengaruh positif yang dikontribusikan oleh peningkatan populasi penduduk Indonesia terhadap peningkatan kuantitas permintaan glukosa dan dextrosa di pasar domestik, dapat diindikasikan bahwa preferensi konsumen atas pemenuhan kebutuhan zat pemanis (gula) yang bersumber dari ubikayu semakin meningkat. Sebagai barang substitusinya adalah gaplek dan ubikayu segar. Walaupun memiliki fungsi kegunaan yang berbeda antara gaplek dan ubikayu segar terhadap glukosa dan dextrosa, namun dari sisi pemenuhan kebutuhan bahan baku industrinya adalah sama, sehingga pada saat harga domestik gaplek meningkat sebesar 1% maka kuantitas permintaan atas glukosa dan dextrosa sebagai hasil olahan ubikayu yang memiliki nilai jual lebih tinggi di pasar domestik akan meningkat sebesar 1,938% guna mencapai efisiensi produksi. Begitu juga dengan ubikayu segar, pada saat harga domestik ubikayu segar meningkat sebesar 1% maka kuantitas permintaan glukosa dan dextrosa juga akan meningkat sebesar 0,272%. Faktor Penentu Permintaan Ubikayu di Pasar Ekspor Hasil estimasi faktor penentu permintaan ubikayu di pasar ekspor untuk komoditas ubikayu segar, gaplek, tapioka, tepung ubikayu, padanan ubikayu, dan glukosa dextrosa, secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor Penentu Permintaan Ubikayu Indonesia di Pasar Ekspor Indikator Potensi
Ubikayu Segar Tepung Ubikayu
ns*)

Komoditas
Gaplek Tapioka Padanan Ubikayu
ns ns

Glukosa dan Dextrosa


-1,295 (elastis)

Elastisitas harga sendiri (11) Elastisitas harga silang (12)


-0,896 (inelatis)

0,364 (inelastis)

Barang substitusi Barang komplementer

Gaplek PUK Barang kebutuhan pokok 2,330 ns -5,431 -0,607

B dan UK PUK dan J Barang inferior 5,763 0,716 tda**) ns

GD Jagung Barang kebutuhan pokok 4,406 0,768 tda -0,871

TUK UK Barang normal 0,274 ns 0,106 Ns

Gaplek TUK dan UK Barang superior ns 0,287 -0,181 ns

UK, TUK, G Tapioka ns

Elastisitas pendapatan () Pengaruh faktor populasi Pengaruh faktor trend ekspor Pengaruh faktor konsumsi domestik Pengaruh faktor exchange rate

-12,182 1,341 ns 2,104

Ket: *) ns: non significant **) tda: tidak dianalisis Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder (2007) 5

Berdasarkan hasil analisis regresi model permintaan ekspor ubikayu segar (Tabel 2) diketahui bahwa untuk harga ekspor ubikayu segar menunjukkan bahwa permintaan ubikayu segar di pasar ekspor relatif inelastis, artinya bahwa setiap terjadi kenaikan harga ekspor ubikayu segar sebesar 1% maka jumlah ubikayu segar yang diminta oleh pasar ekspor akan turun sebesar 0,896%. Sebagai barang kebutuhan pokok dengan substitusi gaplek dan komplementer padanan ubikayu, komoditas ubikayu segar dapat diproyeksikan sebagai sumber bahan pangan alternatif seiring dengan semakin meningkatnya populasi penduduk negara importir. Setiap terjadi penambahan 1 orang penduduk negara importir, kuantitas ekspor ubikayu segar akan naik 2,330 kali, dan faktor penentu lainnya adalah tetap. Namun demikian, Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor ubikayu segar dalam menetapkan keputusan ekspornya tetap harus memperhatikan kuantitas konsumsi domestik, dimana setiap kenaikan 1 ton kuantitas konsumsi ubikayu segar di pasar domestik akan mengakibatkan turunnya kuantitas ekspor ubikayu segar sebanyak 5,431 kali. Fluktuasi perubahan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika juga perlu dipertimbangkan, sebab setiap nilai rupiah melemah 1 point akan menyebabkan penurunan kuantitas ekspor ubikayu segar sebesar 0,607 kali. Di pasar ekspor, komoditas tepung ubikayu merupakan barang inferior dengan substitusi beras dan ubikayu segar, dan komplementernya adalah padanan ubikayu dan jagung. Walaupun demikian peningkatan kuantitas permintaan tepung ubikayu di pasar ekspor tetap berkorelasi positif dengan perubahan populasi penduduk negara importir dan trend ekspor. Sebagai bahan pangan alternatif, tepung ubikayu bersifat saling mensubstitusi dengan bahan pangan sumber karbohidrat lainnya (yaitu beras dan ubikayu segar). Selain itu, di pasar ekspor, tepung ubikayu juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pellet dan pakan ternak yang saling melengkapi dengan jagung dan padanan ubikayu. Komoditas gaplek yang permintaan ekspornya bersifat relatif inelastis dengan fungsi kegunaan sebagai bahan campuran pakan ternak di pasar ekspor distatuskan sebagai bahan kebutuhan pokok dengan komplementer jagung. Glukosa dan dextrosa merupakan substitusi gaplek sebagai komoditas ekspor Indonesia yang berbasis ubikayu, dimana pada saat harga ekspor glukosa dan dextrosa naik sebanyak 1% maka kuantitas permintaan ekspor gaplek akan meningkat sebesar 0,518%. Pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah populasi penduduk negara importir berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor gaplek, dimana setiap terjadi penambahan 1 orang populasi penduduk negara importir akan menyebabkan meningkatnya permintaan ekspor atas gaplek sebesar 4,406 kali. Hal tersebut juga tercermin pada hubungan antara trend ekspor gaplek yang positif terhadap permintaannya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa pada saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menguat sebanyak 1 point maka kuantitas ekspor gaplek akan meningkat sebesar 0,871 kali. Permintaan tapioka di pasar ekspor sangat responsif terhadap perubahan harga ekspor ubikayu segar. Sebagai barang komplementer atas tapioka, pada saat harga ekspor ubikayu segar naik 1% maka kuantitas ekspor tapioka akan turun sebanyak 3,502%. Hal ini dimungkinkan, karena ubikayu segar merupakan bahan baku industri tapioka. Jadi pada saat harga ekspor ubikayu segar naik, selaku barang superior maka kuantitas ekspor ubikayu segar akan meningkat yang akan berimplikasi pada menurunnya ketersediaan bahan baku industri tapioka. Namun kuantitas ekspor tersebut dapat disubstitusi oleh tepung ubikayu yang dalam pemanfaatan sebagai bahan pangan relatif dapat saling menggantikan. Di pasar ekspor tapioka digolongkan sebagai barang superior, setiap terjadi peningkatan 1% pendapatan per kapita penduduk negara importir akan meningkatkan kuantitas ekspor tapioka sebesar 7,117%. Sebagai bahan baku industri, telah diketahui bahwa tapioka memiliki banyak produk turunan yang padat teknologi dan modal, sehingga peningkatan kuantitas ekspor tapioka sangat tergantung pada ketersediaan modal yang dalam hal ini tercermin pada pendapatan negara importir. Selain itu, perubahan jumlah populasi penduduk negara importir juga berpengaruh terhadap naik turunnya kuantitas ekspor tapioka. 6

Konsumsi domestik atas tapioka tetap harus diperhatikan. Pada saat terjadi peningkatan konsumsi tapioka di pasar domestik sebesar 1 ton maka kuantitas ekspor atas tapioka juga akan meningkat sebesar 0,106 kali. Kondisi ini perlu dicermati lebih jauh, peningkatan konsumsi domestik yang merupakan kuantitas impor diindikasikan sebagai sebagai bahan baku industri tapioka untuk pasar ekspor, sebab telah diketahui bahwa industri tapioka domestik ketersediaan bahan bakunya adalah terbatas (berdasarkan respon permintaan tapioka di pasar ekspor terhadap perubahan harga ekspor ubikayu segar). Gambaran total permintaan ekspor atas berbagai komoditas berbasis ubikayu tergambar pada permintaan ekspor padanan ubikayu yang digolongkan sebagai barang superior. Pada saat terjadi kenaikan pendapatan negara importir sebesar 1%, sebagai bahan baku utama untuk berbagai industri pengolah produk berbasis ubikayu, maka respon permintaan ekspor atas komoditas padanan ubikayu akan meningkat sebesar 1,386%. Sebagaimana hasil analisis yang tersaji pada Tabel 2 diketahui bahwa sebagai komoditas ekspor Indonesia, gaplek merupakan barang substitusi dari padanan ubikayu dengan harga ekspor yang berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor padanan ubikayu, sedangkan komplementernya adalah tepung ubikayu dan ubikayu segar. Kebutuhan pasar dosmetik atas padanan ubikayu yang tercermin pada konsumsi domestik juga menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan permintaan ekspor dengan korelasi yang negatif, dimana setiap peningkatan 1 ton konsumsi domestik atas padanan ubikayu akan menurunkan kuantitas ekspor sebesar 0,181 kali. Jika melihat peluang di pasar ekspor bahwa setiap peningkatan trend ekspor padanan ubikayu sebesar 1 satuan akan meningkatkan kuantitas permintaan sebesar 0,287 kali, maka diperlukan strategi pemasaran yang difokuskan pada alokasi kuantitas ekspor dan domestik untuk komoditas padanan ubikayu tersebut. Sehingga dapat diperoleh efisiensi pasar, baik ekspor maupun domestik guna peningkatan daya saing produk dan kemampuan perolehan gain yang maksimal. Permintaan glukosa dan dextrosa bersifat elastis di mana kenaikan harga ekspor glukosa dan dextrosa sebesar 1% akan menurunkan kuantitas ekspor glukosa dextrosa sebesar 1,295%. Sebagai komoditas ekspor, glukosa dan dextrosa memiliki rentang pemanfaatan produk yang luas dan relatif baru seiring dengan semakin berkembangnya penelitian-penelitian di bidang pengembangan produk berbasis sumberdaya ubikayu. Ubikayu segar, tepung ubikayu, dan gaplek sebagai komoditas ekspor merupakan barang substitusi ekspor dari glukosa dextrosa dengan tingkat respon (elastisitas) yang relatif tinggi. Kondisi ini menggambarkan kekuatan glukosa dextrosa sebagai komoditas ekspor yang memiliki kemampuan saling mensubstitusi dengan produk berbasis ubikayu sebagai komoditas ekspor lainnya dan sumber devisa negara. Tapioka merupakan barang komplementer dari glukosa dextrosa. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa glukosa dextrosa merupakan produk turunan dari tapioka, sehingga pada saat harga ekspor tapioka naik sebesar 1% maka respon kuantitas ekspor glukosa dan dextrosa akan turun sebesar 0,589%. Demikian juga dengan komoditas padanan ubikayu yang menggambarkan total kemampuan ketersediaan bahan baku industri berbasis ubikayu, dengan sifatnya yang elastis, ketergantungan industri glukosa dextrosa terhadap ketersediaan padanan ubikayu sebagai barang komplementer sangat tinggi, di mana setiap kenaikan 1% harga ekspor padanan ubikayu akan mengakibatkan respon kuantitas ekspor glukosa dan dextrosa turun sebesar 10,428%. Secara global, trend ekspor glukosa dextrosa berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor, namun perubahan populasi penduduk negara importir berkorelasi negatif. Dari kondisi tersebut dapat dijelaskan bahwa glukosa dextrosa merupakan komoditas ekspor yang pemanfaatan (jangkauan pasar)nya relatif cenderung eksklusif dengan informasi pasar yang terbatas, sehingga bagi kalangan khusus pada saat trend ekspor glukosa dextrosa meningkat sebesar 1 satuan akan meningkatkan pula permintaan ekspor sebesar 1,341 kali. Namun tidak demikian respon masyarakat (populasi dunia) secara umum, pada saat jumlah populasi penduduk bertambah sebanyak 1 orang akan mengakibatkan semakin luasnya pasar yang belum tersentuh informasi sehingga berimplikasi pada turunnya permintaan ekspor glukosa dextrosa 7

sebesar 12,182 kali. Faktor perubahan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika juga harus diperhatikan dalam menetapkan besarnya kuantitas ekspor glukosa dextrosa. Pada saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah sebanyak 1 point, kuantitas ekspor glukosa dextrosa akan meningkat sebesar 2,104 kali. Keadaan ini menguatkan argument bahwa glukosa dextrosa merupakan komoditas ekspor eksklusif yang telah memiliki pasar tertentu dengan tingkat kegunaan produk yang tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini telah mengestimasi model permintaan ubikayu Indonesia di pasar domestik dan ekspor. Berdasarkan hasil estimasi model tersebut dapat diketahui bahwa, di pasar domestik ubikayu memiliki permintaan yang bersifat elastis dengan konsumsi domestik primer dalam bentuk ubikayu segar, tepung ubikayu, dan glukosa & dextrosa, sedangkan konsumsi domestik sekundernya adalah gaplek. Di pasar ekspor, ubikayu digolongkan sebagai barang superior dengan permintaan yang bersifat elastis dan berhubungan positif terhadap perubahan trend ekspornya. Ekspor primer ubikayu Indonesia dalam bentuk gaplek, sedangkan ekspor sekundernya adalah ubikayu segar dan tepung ubikayu. Sebagai implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan bahwa dalam penetapan kebijakan model tataniaga ubikayu Indonesia hendaknya didasarkan pada potensi pengembangan masing-masing produk. Untuk pasar domestik, potensi pengembangan ubikayu diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pangan dalam bentuk ubikayu segar dan pemenuhan kebutuhan industri dalam bentuk tapioka. Untuk pasar ekspor, potensi pengembangan ubikayu diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pangan dalam bentuk ubikayu segar dan tepung ubikayu, pemenuhan kebutuhan industri dalam bentuk tepung ubikayu dan tapioka, dan pemenuhan kebutuhan bahan campuran pakan ternak dalam bentuk gaplek. PUSTAKA Darwanto, D H dan Muharto, 1998. Kaji Ulang Penelitian Agribisnis dan Agroindustri Ketela Pohon selama Pembangunan Jangka Panjang-1. Prosiding Seminar Nasional: Pengembangan Agroindustri Ketela Pohon Berbasis Pedesaan dalam Menunjang Peningkatan Ketahanan dan Keamanan Pangan. FP UGM dan Kantor Meneg Urusan Pangan RI. Departemen Pertanian RI. 2005, Data Base Pemasaran Internasional Ubi Kayu. Direktorat Pengolahan dan pemasaran Hasil Tanaman Pangan Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan RI. Jakarta. FAOSTAT, 2007. FAO. Rome: Italy (http://faostat.org). Saragih, B., 2003. Lembaga Agobisnis Petani Perlu Terus Dikembangkan agar Petani Mampu Memanfaatkan Fasilitas Skim Kredit. Pikiran Rakyat Online. Bandung. Soba, H.S., 2004. Agribisnis Ubi Kayu. Pembaharuan Daily-Online. Diakses pada tanggal 29 Juli 2004.

You might also like