You are on page 1of 49

USAHA USAHA POKOK PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

Oleh Kelompok XVIII-J Rismayanti M. Taufiqurrahman Erria Trisna D. Denny M. Ramadhan I1A003092 I1A004064 I1A004078 I1A004083

Pembimbing : dr. Zaenab

BAGIAN / LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT Banjarbaru 2011

BAB I PENDAHULUAN

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Idealnya pelayanan kesehatan yang dberikan puskesmas lebih ditekankan pada tindakan promotif dan preventif daripada tindakan kuratif dan rehabilitatif. Kesehatan adalah kebutuhan utama manusia dimanapun berada, selain pangan, sandang, papan dan pendidikan. Sektor ini masih akan terus berkembang selama manusia masih memiliki masalah dengan kesehatannya. Tahun 1993 ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan global TB. Ini terjadi akibat : 1. Peningkatan kasus TB yang terkait dengan peningkatan kasus AIDS/HIV 2. Tingginya angka migrasi penduduk yang menyebabkan makin

meningkatnya penyebaran penyakit TB 3. Perhatian pemerintah yang mulai berkurang dalam pemberantasan penyakit TB (terutama dinegara-negara berkembang) 4. Munculnya multi drug resistant obat-obat TB Sejak tahun 1995 program Pemberantasan Tuberkulosis Paru telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (direcly observed treatment, shortcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO kemudian berkembang seiring

dengan

pembentukan

GEDURNAS-TBC,

maka

Pemberantasan

Penyakit

Tuberkulosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC). Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-effective. Strategi DOTS merupakan stratei untuk penanggulangan TB (P2TB) yang terdiri dari lima komponen yaitu : 1. Komitmen politik dari penentu kebijakan 2. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan hapusan sputum 3. Penggunaan obat paduan jangka pendek yang ampuh dan gratis 4. Adanya pengawas penderita menelan obat (PMO) 5. Adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang baik

LATAR BELAKANG Penyakit tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, tidak hanya di Indonesia. TB dianggap sebagai reemerging disease. Sampai sekarang permasalahan penyakit TB belum tuntas, terutama di negara maju semakin banyak bermunculan kasus TB. Indonesia merupakan negara dengan TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Menurut hasil Survei Prevalensi (SP) TB di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi TB di Kalimantan Selatan adalah 210 per 100.000 penduduk. Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan

pasien baru TB BTA positif 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015. Penduduk di wilayah Puskesmas Terminal pada tahun 2009 sebesar 23042 jiwa .Berdasarkan prevalensi tersebut maka diperkirakan orang dengan suspek TB sebesar 48 orang. Berdasarkan laporan Puskesmas Terminak Tahun 2009 didapatkan sebanyak 6 orang penderita dengan TB BTA Positif. Rendahnya prevalensi TB diduga karena Angka Penemuan Kasus (APK = Case Detection Rate, CDR) yang rendah (10%), yang kemungkinan disebabkan oleh peran petugas kesehatan maupun dari masyarakat itu sendiri yang salah satunya adalah pengetahuan mengenai TB. Oleh karena itu pemahaman dan pengetahuan penderita memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan TB paru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat lama dikenal pada manusia. TB diduga berhubungan dengan lingkungan yang padat. Penyakit ini disebabkan oleh basil tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis humanis), yang merupakan bakteri tahan asam. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia, tapi sampai saat ini TB masih menjadi masalah kesehatan dunia, lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh M. tuberkulosis. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke3 tertinggi di dunia setelah China dan India, diperkirakan kasus TB di Indonesia pada tahun 1996 adalah 591.000 kasus. Telah diketahui bahwa terjadi peningkatan prevalensi TB kasus BTA positif dari 4,05 per 100.000 pada tahun 2001 menjadi 9,68 per 100.000 penduduk tahun 2006. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian TB antara lain adalah faktor ekonomi dan keadaan sosial yang rendah berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan. Keadaan malnutrisi juga akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Latar belakang pendidikan juga mempengaruhi penyebaran penyakit menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan kecenderungan terjadi kasus tuberkulosis, hal ini faktor terpenting dari kejadian TBC.

Penularan biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nukleus yang mengandung basil TB. Basil TB dapat langsung menyebabkan penyakit atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TB aktif bertahun-tahun kemudian. Selain itu perluasan penyakit ini dapat terjadi di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis dan dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya atau TB milier.

Gambar 1. Patogenesis TB9 Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap

sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Dalam mendiagnosa tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi.

Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru3

Pengobatan tuberculosis berdasarkan panduan OAT dan terdiri dari fase intensif dan fase lanjutan. a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)9 Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita baru TBC paru BTA positif.

2) Penderita TBC paru BTA positif rontgen positif yang sakit berat. 3) Penderita TBC ekstra paru berat.

Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)9 Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita kambuh (relaps) 2) Penderita gagal (failure) 3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). Tabel2. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) Obat ini diberikan untuk: 1) Penderita baru BTA positif dan rontgen positif sakit ringan

2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. d. OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Tabel3. Dosis KDT untuk Sisipan

Dalam pencegahan TB yang penting adalah mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal, dengan sedapat-dapatnya menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkannya, seperti kortikoterapi dan kurang gizi. Bagi mereka yang tergolong high risk group (seperti penderita diabetes mellitus, AIDS dan sebagainya) pemberian profilaksis dengan INH dapat dipertimbangkan. Pada mereka yang mengidap kelainan-kelainan bekas TB dan belum pernah menerima pengobatan spesifik lengkap sebelumnya, pemberian profilaksis perlu demi mencegah kekambuhan di kemudian hari.

PEDOMAN NASIONAL PEMBERANTASAN TB Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB, kemitraan global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership)

mengembangkan strategi sebagai berikut : 1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS 2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya 3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan 4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. 5. Memberdayakan pasien dan masyarakat 6. Melaksanakan dan mengembangkan riset Komitmen politis untuk menjamin keberlangsungan program

penanggulangan TB adalah sangat penting bagi keempat komponen lainnya agar dapat dilaksanakan secara terus menerus dan untuk menjamin bahwa program penanggulangan TB adalah prioritas serta menjadi bagian yang esensial dalam sistem kesehatan nasional. Visi Dan Misi Visi Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Misi o Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB

o Menurunkan resiko penularan TB o Mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB

Tujuan Dan Target Tujuan Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance (MDR), sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Target Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85 % dari semua pasien tersebut serta

mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan millenium development goal (MDG) pada tahun 2015.

Kebijakan
a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang

meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)

b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB. e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB

dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS). f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB) g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring. h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya. i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

j. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB. k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium Development Goals (MDGs)

Strategi a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematis c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya. e. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan

Kegiatan a. Penemuan dan pengobatan. b. Perencanaan c. Pemantauan dan Evaluasi

d. Peningkatan SDM (pelatihan, supervisi) e. Penelitian f. Promosi g. Kemitraan

ORGANISASI PELAKSANAAN Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Praktek Dokter Swasta. Puskesmas dalam pelaksanaannya dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

KERANGKA KERJA STRATEGI PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS 2006-2012 Strategi ini terbagi atas strategi umum dan strategi khusus. a. Strategi umum Strategi ini meliputi : 1. Ekspansi Program Pengendalian Tuberkulosis berupa konsolidasi lebih lanjut untuk mempertahankan cakupan dan mutu strategi DOTS. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu. Menghadapi tantangan TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya Melibatkan seluruh penyedia pelayanan Kesehatan

2. Melibatkan Masyarakat dan mantan pasien untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan akses, pembiayaan pengobatan TB bagi pasien, optimalisasi infrastruktur dan sumber daya manusia yang tersedia dapat dikurangi dengan pelayanan DOTS berbasis masyarakat. b. Strategi Fungsional Fungsi-fungsi manajerial dalam program penanggulangan TB: 1. Memperkuat kebijakan dan membangun kepemilikan daerah terhadap program 2. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistim kesehatan dan pengelolaan program 3. Memperkuat penelitian operasional

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS yang memiliki tujuan utama menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

1. Penemuan Pasien Tb Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Strategi penemuan: Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif didukung

dengan penyuluhan secara aktif untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala TB, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS),

Tipe Pasien Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Kasus setelah putus berobat (Default ) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untukamelanjutkan pengobatannya. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok iniatermasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positifasetelah selesai pengobatan ulangan. Berikut ini merupakan tabel obat TB dan dosis rekomendasinya: Tabel. 4 Jenis, sifat dan dosis obat

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Hal ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep 3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

Lihat tabel 5. tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan , lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.

Tabel 6. Dosis OAT Kombipak pada anak

Tabel 3.7. Dosis OAT KDT pada anak

Keterangan: Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 15 19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum. Semua unit pelayanan yang menemukan suspek tuberkulosis, memberikan informasi kepada yang bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan (informed decision) dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis dan pengobatan), serta menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan : Tingkat sosial ekonomi pasien Biaya Konsultasi Lokasi tempat tinggal (jarak dan keadaan geografis) Biaya Transportasi Kemampuan dan fasilitas UPK.

PENGAWASAN MENELAN OBAT Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan.

Tugas seorang PMO: Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.

Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB

PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Hasil Pengobatan Sembuh adalah pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya Pengobatan Lengkap adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

MANAJEMEN LOGISTIK TUBERKULOSIS Manajemen logistik Program Penanggulangan Tuberkulosis merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. 1. Jenis Logistik Program a. Logistik OAT Program menyediakan paket OAT dewasa dan anak. b. Logistik lainnya yaitu Alat Laboratorium dan bahan diagnostik. Barang cetakan seperti Buku Pedoman, format pencatatan dan pelaporan serta bahan KIE dan lain lain. 2. Manajemen Oat a. Perencanaan Kebutuhan Obat yang berpedoman pada : Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya, Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan, buffer-stock,

sisa stock OAT yang ada, perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan) dimana pada tingkat Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dihitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar permintaan ke Kabupaten/Kota. b. Pengadaan OAT merupakan tanggungjawab pusat mengingat OAT merupakan Obat yang sangat-sangat esensial (SSE). c. Penyimpanan dan pendistribusian OAT.
OAT yang telah diadakan dikirim sesuai dengan rencana kebutuhan masingmasing daerah. Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO (First Expired First Out) Pengiriman OAT disertai dengan dokumen yang memuat jenis, jumlah, kemasan, nomor batch dan bulan serta tahun kadaluarsa.

d. Monitoring dan Evaluasi. Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintan Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda, untuk

menggambarkan dinamika logistik dan merupakan alat pencatatan / pelaporan. e. Pengawasan Mutu. Pengawasan dan pengujian mutu OAT mulai dengan pemeriksaan sertifikat analisis pada saat pengadaan. Setelah OAT sampai di Propinsi, Kabupaten/Kota dan UPK, pengawasan dan pengujian mutu OAT dilakukan secara rutin oleh Badan/Balai POM dan Ditjen Binnfar. f. Pemantauan Mutu OAT Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan fisik obat yang meliputi:

1. Keutuhan kemasan dan wadah 3. Leaflet dalam bahasa Indonesia 4. No batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil seperti vial, boks dan master boks 5. Mencantumkan nomor registrasi pada kemasan 6. Pengambilan sampel di gudang pemasok dan gudang milik Dinkes / Gudang Farmasi. Pengambilan sampel dimaksudkan untuk pemeriksaan fisik dan pengujian laboratorium Pengujian laboratorium dilaksanakan oleh Balai POM dan meliputi aspek aspek sebagai berikut: 1. Identitas obat 2. Pemberian 3. Keseragaman bobot/ keseragaman kandungan 4. Waktu hancur atau disolusi 5. Kemurnian/ kadar cemaran 6. Kadar zat aktif 7. Uji potensi 8. Uji sterilitas Laporan hasil pemeriksaan dan pengujian disampaikan kepada : Tim Pemantauan Laporan hasil pengujian oleh BPOM atau PPOM Direktur Jenderal PP dan PL, cq Direktur P2ML Direktur Jenderal Binfar dan Alkes, cq Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Kepala Badan POM cq Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapeutik. Khusus untuk OAT yang tidak memenuhi syarat, harus segera dilaporkan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapeutik untuk kemudian ditindak lanjuti. Dan pihak lain yang terkait. Tindak lanjut dapat berupa : Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi, maka akan dilakukan bacth re-call (ditarik dari peredaran). Dilakukan tindakan sesuai kontrak Dimusnahkan.

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Pengembangan SDM adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on the job training), dan kesinambungan (sustainability) yang bertujuan menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap (dengan kata lain kompeten) yang diperlukan dalam pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. 1. Standar Ketenagaan Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB

Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB.

Perencanaa supervisi
1. Supervisor/Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah puskesmas, RS dan UPK lain diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang supervisor membawahi 10 20 UPK. 2. Gerdunas-TB / Tim DOTS / Tim TB, dan lain-lainnya, jumlah tergantung kebutuhan. Tim Pelatihan: 1 koordinator pelatihan, 5 fasilitator pelatihan.

Kegiatan yang dilakukan selama supervisi adalah : observasi, diskusi, bantuan teknis, bersama-sama mencari pemecahan masalah dan memberikan rekomendasi dan saran perbaikan.

2. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.

Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training) Dengan materi strategi DOTS yang terdiri dari pengkajian, implementasi dan evaluasi.

KEMITRAAN DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS Kemitraan program penanggulangan tuberkulosis adalah suatu upaya untuk melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sector pemerintah, potensi melibatkan sector lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu, transparansi. Tujuan Kemitraan Tuberkulosis adalah terlaksananya upaya percepatan penanggulangan tuberkulosis secara efektif dan efisien dan berkesinambungan. Prinsip Dasar Kemitraan a. Kesetaraan b. Keterbukaan c. Saling menguntungkan Langkah Langkah Pelaksanaan a. Identifikasi calon mitra. b. Sosialisasi program TB kepada calon mitra. c. Penyamaan persepsi. d. Pembentukan Komitmen. e. Pengaturan peran yang secara tertulis dalam dokumen resmi berupa Nota Kesepakatan (MoU) antara duabelah pihak. f. Komunikasi intensif

g. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana kerja tertulis hasil kesepakatan bersama h. Pemantauan dan penilaian Peran Dan Tanggung Jawab Dalam Kemitraan a. Tanggungjawab Pemerintah sebagai penyelenggara dan b. Peran mitra mendukung program nasional penanggulangan tuberkulosis.

ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI PENANGGULANGAN TB Advokasi adalah tindakan untuk mendukung upaya masyarakat

mendapatkan berbagai sumberdaya atau perubahan kebijakan. Pada konteks dalam negeri, advokasi merupakan upaya luas untuk meyakinkan bahwa pemerintah memiliki komitmen kebijakan yang kuat dalam menanggulangi TB. Komunikasi merupakan proses dua arah yang menempatkan partisipasi dan dialog sebagai elemen kunci yang mendorong lingkungan berkreasi melalui pembuatan strategi dan pemberdayaan. Mobilisasi sosial dalam konteks nasional dan regional merupakan proses membangkitkan keinginan masyarakat, secara aktif meneguhkan konsensus dan komitmen sosial diantara stakeholders untuk menanggulangi TB yang menguntungkan masyarakat. Beberapa prinsip mobilisasi sosial
Memahami kemampuan lembaga yang ada di Bersandar pada pemahaman dalam konteks sosial dan cultural termasuk situasi politik dan ekonomi masayarakat setempat; Memenuhi permintaan masyarakat;

Mengembangkan kemampuan-kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi; Memerlukan banyak sumber daya dalam organisasi penggerak; Berdasar rencana rasional dalam rumusan tujuan, sasaran, pesan,indikator dan umpan balik mobilisasi;

Memerlukan pengulangan secara periodik; Menggunakan individu yang terkenal atau dihormati sebagai penggerak. Peran dan karakteristik penggerak masyarakat, harus merupakan elemen kemasyarakatan, memiliki inisiatif dan cara manajemen masyarakat sendiri, memiliki solidaritas dan kerjasama antar kelompok atau organisasi masyarakat, memiliki

KETERPADUAAN PEMERINTAH.

DENGAN

ELEMEN

PEMERINTAH

DAN

NON

Beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat 1. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat berupa:


Community leaders : Para pemimpin baik formal maupun informal. Community organizations : Organisasi/ lembaga kelompok Community fund : Dana yang ada di masyarakat Community material : Sarana masyarakat Community knowledge : Pengetahuan masyarakat Community technology : Teknologi tepat guna termasuk cara berinteraksi masyarakat setempat secara kultural. Community decision making : Pengambilan keputusan oleh masyarakat.

2. Kontribusi masyarakat dalam penanggulangan TB baik secara kuantitatif maupun kualitatif yaitu ikut menjadi PMO, Kader TB dan sebagainya. 3. Mengembangkan gotong royong

4. Bekerja bersama masyarakat agar terjadi proses fasilitasi, motivasi, alih pengetahuan dan keterampilan. 5. KIE berbasis individu, keluarga, masyarakat, dan ormas lainnya Pembentukan Jejaring Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila angka default < 5 % pada setiap UPK. a. Jejaring Internal Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat didalam UPK yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dapat dilaksanakan oleh Tim DOTS. b. Jejaring eksternal Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS. Tujuan jejaring eksternal : Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOTS yang bermutu, mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat . Agar jejaring dapat berjalan baik diperlukan : 1. Koordinator DOTS yang bekerja penuh waktu. 2. Peran aktif Supervisor 3. Mekanisme jejaring antar institusi yang jelas

4. Tersedianya alat bantu kelancaran proses rujukan antara lain berupa o formulir rujukan o daftar nama dan alamat lengkap pasien yang dirujuk o daftar nama dan nomor telepon petugas penanggung jawab di UPK

PERENCANAAN Perencanaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terus-menerus tidak terputus yang memiliki tujuan tersusunnya rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti disini saja karena setiap pelaksanaan program tersebut harus dipantau agar dapat dilakukan koreksi dan dilakukan perencanaan ulang untuk perbaikan program, sehingga merupakan suatu siklus meliputi: analisis situasi, identifikasi dan menetapkan masalah prioritas, menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah, menetapkan alternatif pemecahan masalah, menyusun rencana kegiatan dan penganggaran (POA), menyusun rencana pemantauan dan evaluasi. Analisis Situasi Analisis situasi memerlukan data yang lengkap, untuk itu perlu didahului dengan pengumpulan data serta pengolahan data. Data yang diperlukan mencakup data geografi dan demografi, data program, data sumber daya. Data-data ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti advokasi, diseminasi informasi serta umpan balik.

Identifikasi Dan Menetapkan Masalah Prioritas a. Identifikasi masalah b. Menetapkan masalah yang prioritas Hal-hal utama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih prioritas ; 1) Daya ungkitnya tinggi 2) Kemungkinan untuk dilaksanakan (feasibility Menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Beberapa syarat yang diperlukan dalam menetapkan tujuan antara lain:
Terkait dengan masalah Terukur (kuantitatif) Rasional (realistis) Memiliki target waktu.

Menetapkan alternatif pemecahan masalah dengan memperhatikan masalah prioritas dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam menetapkan pemecahan masalah, perlu ditetapkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan menjadi pertimbangan pimpinan untuk ditetapkan sebagai pemecahan masalah yang paling baik. Menyusun rencana kegiatan dan penganggaran Tujuan jangka menengah dan jangka panjang ditetapkan secara bertahap dengan memperhatikan mutu strategi DOTS, meliputi : a. Mempertahankan Mutu yang mencakup segala aspek mulai dari penemuan, diagnosis pasien, pengobatan dan case holding pasien, sampai pada pencatatan pelaporan.

b. Pengembangan wilayah Pelaksanakan strategi DOTS sampai saat ini belum mencakup seluruh unit pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, BP4, RSTP dan dokter praktek swasta). Sehingga perlu dilakukan pengembangan unit pelayanan yang ada didaerahnya masing-masing. c. Peningkatan Cakupan Peningkatan cakupan dapat dilakukan dengan: Peningkatan AKMS CBA Perluasan unit pelaksana. Pemeriksaan kontak serumah dengan pasien BTA positif dan pasien TB anak d. Pemetaan Wilayah Secara umum hasil penilaian atau pemantauan ini, unit pelaksana dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok I:

Mutu belum memenuhi standar (angka kesembuhan < 85%) Cakupan penemuan rendah (penemuan pasien < 70%). Yang harus dilakukan adalah meningkatkan mutu. Belum perlu meningkatkan cakupan ataupun pengembangan wilayah
2. Kelompok II: Mutu sudah memenuhi standar (angka kesembuhan 85%)

Cakupan penemuan rendah (penemuan pasien < 70%).

Sudah boleh meningkatkan cakupan dan melakukan pengembangan wilayah secara terbatas dengan tetap mempertahankan mutu
3. Kelompok III: Mutu sudah memenuhi standar (angka kesembuhan 85%)

Cakupan penemuan tinggi (penemuan pasien 70%). Dapat lebih meningkatkan cakupan dan melakukan pengembangan ke seluruh unit pelayanan dengan tetap mempertahankan mutu e. Penetapan Sasaran dan Target Sasaran wilayah. Sasaran wilayah ditetapkan dengan memperhatikan besarnya masalah, daya ungkit dan kesiapan daerah Sasaran penduduk. Sasaran pada dasarnya adalah seluruh penduduk di wilayah tersebut. Penetapan target. Target ditetapkan dengan memperkirakan jumlah pasien TB baru yang ada disuatu wilayah yang ditetapkan secara nasional f. Penyusunan Anggaran Penyusunannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan program dan anggaran terpadu. Dengan kata lain disebut program oriented, bukan budget oriented. g. Perencanaan Kegiatan Dalam menyusun menyusun rencana pemantauan dan evaluasi hal yang perlu diperhatikan meliputi:

a. Jenis-jenis kegiatan dan indikator, b. Cara pemantauan, c. Pelaksana (siapa yang memantau), d. waktu dan frekuensi pemantauan (bulanan/triwulan/tahunan), e. Rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan evaluasi.

PENCATATAN DAN PELAPORAN Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku. Formulirformulir yang dipergunakan dalam pencatatan di UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir : o Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS o Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak, bagian atas. o Kartu pengobatan TB o Kartu identitas pasien o Register TB UPK o Formulir rujukan/ pindah pasien o Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan Pencatatan di Laboratorium Laboratorium yang melaksanakan perwarnaan dan pembacaan sediaan dahak di PRM, PPM, RS, BP-4, BLK dan laboratorium lainnya yang

melaksanakan pemeriksaan dahak, menggunakan formulir pencatatan sebagai berikut: o Register laboratorium TB o Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak bagian bawah (mengisi hasil pemeriksaan).

INDIKATOR PROGRAM Dalam setiap UPK dapat dilakukan beberapa indikator untuk

membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan dan melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.

BAB III PROGRAM PENANGGULANGAN TB DI PUSKESMAS

Tujuan Puskesmas A. Tujuan umum Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas menurut PERMENKES no 128/2004 adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran hidup sehat dan meningkatkan kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajad kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. B. Tujuan khusus Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, mencegah terjadinya multidrug resistance (MDR) Pada PUSKESMAS Terminal program P2M TB dipegang oleh perawat D3 yang dalam pelaksanaan program dibantu oleh tenaga perawat yang lain, petugas laboratorium, dan kader. Kegiatan yang dilakukan antara lain: penyuluhan masyarakat di SMA, Yasinan, Posyandu, Pustu dan Pusling. pemberian obat TB di PUSKESMAS serta melakukan pengawasan terhadap penderita dalam minum obat maupun perbaikannya.

Indikator Program Penanggulangan TBC

1. Angka penjaringan suspek Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk dalam waktu 1 tahun Jumlah suspek yang diperiksa Jumlah penduduk 2. Proporsi pasien TB BTA positif diantara suspek Persentase penderita BTA (+) yang ditemukan diantara semua suspek yang diperiksa dahaknya Jumlah pasien TB BTA (+) yang ditemukan Jumlah seluruh suspek yang diperiksa Angka ini sekitar 5-15% 3. Case detection rate (CDR) Persentase jumlah penderita baru BTA (+) yang ditemukan dibanding jumlah penderita baru BTA (+) yang diperkirakan ada diwilayah tersebut Jumlah penderita baru BTA (+) Perkiraan jumlah penderita baru BTA (+) Target CDA penanggulangan TBC nasional adalah 70% Perkiraan jumlah pasien TB BTA (+) yang ada disuatu wilayah = angka perkiraan nasional (daerah) penderita baru BTA (+) x jumlah penduduk wilayah tersebut 4. Angka konversi (Conversion Rate) Persentase penderta TBC paru BTA (+) yang mengalami konversi menjadi BTA (-) setelah pengobatan fase intensif 2 bulan x 100% x 100% x 100.000

Jumlah penderita BTA (+) yang konversi Jumlah penderita BTA (+) yang diobati Angka minimal yang harus dicapai adalah 80% 5. Angka kesembuhan (Cure Rate)

x 100%

Persentase penderita BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan diantara semua penderita BTA (+) yang tercatat.

Jumlah penderita BTA (+) yang sembuh Jumlah penderita BTA (+) yang diobati Angka ini menunjukkan keberhasilan program 6. Error Rate

x 100%

Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide yang dilakukan oleh laboratorium pertama setelah dicrosscheck oleh BLK Jumlah sediaan (+) palsu + Jumlah sediaan (-) palsu Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa Angka ini menunjukkan kualitas pembacaan slide, hanya bisa ditoleransi sebesar 5%. x 100%

Data dasar P2TB Puskesmas Terminal NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 KATAGORI Dokter Perawat Bidan Analis Microskop Bino Kartu TB 01 s/d 012 Pot Sputum Buku Panduan TB Raegen Lembar bolak balik TB Poster TB Kader TB Spanduk TB JUMLAH KETERANGAN 3 orang 5 orang 7 orang 1 orang 1 buah + 20 lbr + 100 bh 2 buah 5 btl 4 bh 5 lbr 10 org 0 Blm pernah dilatih 1 terlatih Blm pernah dilatih Terlatih Baik Baik Baik Baik Baik Baik Blm Terpasang Tdk aktif -

Hasil Pencapaian P2TB Puskesmas Terminal


110 105 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
9 4 00 911 11 26 11 8 01 108 00 46 39 23 5 8 00

SUSPECK

BTA (+)

RONTGEN ( + )

EXTRA PARU

TB.ANAK

2005

2006

2007

2008

2009

Hasil tatalaksana penderita TB BTA (+) Puskesmas Terminal Tahun 2005-2009


10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2005
0 00 1 00 1 00 0 00 0 00 6 55 4 99 8 9 8 88 7 10 10 10

JLH KASUS KONVERSI SEMBUH GAGAL PINDAH DO MENINGGAL 2008 2009

2006

2007

Hasil tatalaksana Penderita TB Ro(+) Puskesmas Terminal Tahun 2005-2009

Hasil tatalaksana penderita TB Ro (+) Puskesmas Terminal Tahun 2005-2009


12
12 10 8 6

JLH KASUS LENGKAP 8 8 8 8 GAGAL PINDAH

9 8

4
4 2 0

3 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0

DO MENINGGAL

2005

2006

2007

2008

2009

Usaha sosialiasi TB di Puskesmas Terminal

PERMASALAHAN 1. Jumlah kasus yang didapat tidak mencapai target Berdasarkan teori, jumlah perkiraan suspek kasus TB yang didapatkan pada suatu wilayah selama satu tahun yaitu (2,1/1000) x Jmlh penduduk. Data jumlah kasus TB yang didapatkan selama 1 tahun tidak mencapai target dimana jumlah perkiraan kasus BTA (+) yaitu 10% jumlah perkiraan suspek kasus TB di atas. Berdasarkan teori di atas, seharusnya jumlah perkiraan kasus BTA (+) adalah sebanyak 48 kasus. Keadaan ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap infeksi TB, kurangnya informasi tentang TB dan minimnya kader sebagai

perpanjangan tangan dari petugas kesehatan di PUSKESMAS. Selain itu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menengah kebawah sering menyebabkan asupan gizi yang kurang sehingga meningkatkan risiko terjadinya TB. 2. Kondisi perumahan yang tidak sehat Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik,kimia dan biologik dalam rumah dilingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Penyakit TB akan lebih mudah menular pada kondisi perumahan dengan tingkat kelembaban yang tinggi, kondisi ventilasi yang tidak baik pertukaran udaranya serta tingkat kepadatan perumahan yang tinggi.

3. Minimnya data yang diperoleh PUSKESMAS tentang suspek TB maupun pasien dengan BTA (+) serta hasil pengobatan yang dilakukan. Keadaan ini mungkin terjadi akibat kurangnya koordinasi dari tim PUSKESMAS dan penyedia layanan kesehatan swasta maupun UPK yang lain dalam sistem pencatatan dan pelaporan sehingga data yang diperoleh menjadi bias dan tidak akurat. 4. Kurangnya tenaga terlatih di PUSKESMAS terminal yang menyebabkan misdiagnosis, sehingga deteksi dini TB sering terabaikan dengan penyakit saluran napas yang lain. 5. Pendanaan kegiatan P2M TB yang minim sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaan penyuluhan maupun penyampaian informasi kepada masyarakat dan pelatihan pada tenaga kesehatan.

Pemecahan Masalah 1. Data kasus TB baru di PUSKESMAS terminal yang minim dapat diatasi dengan kegiatan aktif dari petugas kesehatan dengan cara meningkatkan advokasi, komunikasi dan kaderisasi. Dalam hal ini petugas dapat melakukan kunjungan rumah pada wilayah yang padat penduduk dengan insiden ISPA tinggi, kemudian dilakukan screening penderita TB yaitu mereka yang berusia>15 tahun dengan atau tanpa riwayat kontak dengan penderita TB BTA (+). Hal ini dilakukan karena angka kejadian TB yang cukup besar.

2. Sistem informasi yang kurang dapat dilihat dari tidak adanya spanduk tentang TB dan brosur maupun pamflet yang dibagikan kepada masyarakat. Hal ini dapat diatasi dengan mengadakan penyuluhan dan menempelkan pamflet maupun alat komunikasi yang lain yang menyatakan tentang TB baik gejala, pengobatan, prognosis maupun pembiayaan pengobatan. 3. Peningkatan peran aktif dari kader dapat dilakukan dengan penjaringan kader yang baru dengan pelatihan tentang deteksi dini penderita TB maupun pemberian reward oleh PUSKESMAS atau instansi pemerintah yang lain. Pemberian fasilitas dalam penyampaian informasi kepada kader dapat meningkatkan keaktifan kader. 4. Kondisi perumahan yang tidak sehat merupakan suatu masalah yang cukup sukar diatasi dilapangan. Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang menengah kebawah menjadi kendala untuk mewujudkan lingkungan rumah dan perumahan yang memenuhi persyaratan rumah sehat yaitu dari segi ventilasi, pencahayaan, jendela,pintu,dinding dan langit-langit yang cukup serta tingkat kepadatan penghuni. Puskesmas dapat menjalankan program penyuluhan kemasyarakat bagaimana syarat-syarat rumah sehat dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki serta dengan mengeluarkan dana seminimal mungkin. 5. Penerapan perilaku hidup sehat dapat meminimalisir terjadinya TB jika pembangunan rumah sehat belum dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan makan yang bergizi yang dapat diperoleh dengan mudah dan

murah. Selain itu dapat dilakukan kegiatan senam setiap hari minggu, dimana pada saat itu juga bisa dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat. 6. Puskesmas dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta dengan memberikan penjelasan tentang strategi DOTS dan pengorganisasian yang melibatkan praktek swasta. Sebaiknya juga pihak puskesmas melakukan pendataan secara aktif dengan sistem door to door. Pasien TB yang belum terdata dilakukan pencatatan oleh petugas puskesmas. Formulir untuk pendataan dibagikan kepada pihak swasta untuk diisi setiap ada pasien TB sehingga pendataan pasien TB yang berobat ke praktek swasta dapat dicatat dipuskesmas. 7. Kurangnya alokasi dana untuk P2M TB dapat ditangani dengan bantuan dana BOK atau dari dana P2M lain.

You might also like