You are on page 1of 8

Nama : Dewinta Melindasari Nim : 1511410011 Makul : Psi.

Sosial Rombe : 02 AGRESI DAN KOMUNIKASI AGRESI Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan bahaya atau sakit bukan merupakan agresi. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi. Agresi tidak sama dengan ketegasan. Jenis agresi Agresi adalah fenomena kompleks yang terdiri dari sejumlah perilaku dari jenis yang lebih khusus. Klasifikasi dari Moyer Moyer (1968) menyajikan klasifikasi awal berupa tujuh bentuk agresi, dari sudut pandang biologis dan evolusi. Agresi pemangsa: serangan terhadap mangsa oleh pemangsa. Agresi antar jantan: kompetisi antara jantan dari spesies yang sama mengenai akses terhadap sumber tertentu seperti betina, dominansi, status, dsb. Agresi akibat takut: agresi yang dihubungkan dengan upaya menghindari ancaman. Agresi teritorial: mempertahankan suatu daerah teritorial dari para penyusup. Agresi maternal: agresi dari perempuan/betina untuk melindungi anaknya dari ancaman. Ada juga agresi paternal. Agresi instrumental: Agresi yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan. Agresi ini dianggap sebagai respon yang dipelajari terhadap suatu situasi. Klasifikasi sekarang Kini, ada konsensus dalam komunitas ilmiah untuk setidaknya dua kategori besar dari agresi, dikenal sebagai agresi afektif dan agresi instrumental. Penelitian empiris mengindikasikan bahwa klasifikasi ini adalah perbedaan yang penting, baik secara psikologis atau fisiologis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang cenderung melakukan agresi afektif mempunyai IQ yang lebih rendah dibanding yang cenderung melakukan agresi instrumental. AGRESI PADA MANUSIA Walaupun manusia mirip dengan binatang dalam beberapa aspek dari agresi, tapi ada perbedaan dalam kompleksitas dari agresinya akibat faktor kebudayaan, moral, dan situasi sosial. Sejumlah penelitian telah dilakukan dalam bidang ini. Alkohol, obat-obatan, rasa sakit dan ketidaknyamanan, frustrasi, dan umpatan dalam media massa hanyalah sebagian faktor yang berpengaruh terhadap agresi pada manusia. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi PENGERTIAN AGRESI

Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955) merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal. Agresif menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang. Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan. KESIMPULAN: perilaku agresif adalah sebuah tindakan kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik yang disengaja dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun psikis. [Davidoff ]perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Faktor Biologis Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu: a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. b. Sistem otak. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi. c. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogendan progresteronmenurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan

agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini. 2. Faktor lingkungan Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu: a. Kemiskinan b. Anoniomitas Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri. c. Suhu udara yang panas 3. Kesenjangan generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. 4. Amarah (Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif. 5. Peran belajar model kekerasan Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif. 6. Frustasi Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi. 7. Proses pendisiplinan yang keliru Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Sumber :http://nadhirin.blogspot.com/2009/12/perilaku-agresif-remaja-hari-senin.html

Pencegahan agresi ada berbagai cara sebagai berikut: Hukuman (punishment)pemberian konsekuensi yang menyakitkan untuk mengurangi perilaku tertentu. Hukuman hanya akan efektif bila memenuhi syarat berikkut: harus segera; harus pasti; harus kuat; harus dipersepsikan oleh penerimanya sebagai justifikasi atau layak diterima. Hukuman tidak begitu efektif dalam mengurangi agresi karena jarang sekali syaratsyarat di atas terpenuhi. Hipotesis katarsis (catharsis hypothesis) yaitu pandangan bahwa menyediakan suatu kesempatan pada orang yang sedang marah untuk mengekspresikan impuls-impuls agresif mereka dakam cara yang relative aman akan mengurangi tendensi mereka untuk terlibat dalam bentuk agresi yang lebih berbahaya. Contoh: berteriak-teriak dalam ruangan kosong, melampiaskan kekesalan pada sasaran tinju. Sayangnya efek katarsis hanya sementara. Factorfaktor kognitif seringkali membuat dampak katarsis berumur pendek. Katarsis bukan suatu alat yang sangat efektif untuk mengurangi agresi.. Intervensi kognitif: permintaan maafpengakuan kesalahan-kesalahan yang meliputi permintaan ampun/maafdan mengatasi deficit kognitif salah satunya dengan preattribution mengatribusikan tindakan mengganggu yang dilakukan orang lain pada penyebab yang tidak disengaja sebelum provokasi benar-benar terjadi (contoh: Rudi menganggap Susi baru saja melakukan hal yang menyebalkan namun Rudi mengingatkan dirinya sendiri bahwa Susi mungkin tidak bermaksud membuat dirinya marah. Teknik lainnya adalah mencegah diri sendiri (atau orang lain) terhanyut pada kesalahan sebelumnya baik yang nyata atau yang diimajinasikan. Misalnya: dengan membaca, bermain puzzle, sehingga pikiran-pikiran kita teralihkan. Pemaparan terhadap model nonagresif. Keberadaan model nonagresif dapat berfungsi sebagai penyeimbang kekerasan terbuka yang terjadi. Pelatihan dalam keterampilan social. Teknik respons yang tidak tepat (incompatible response techniques)suatu teknik untuk mengurangi agresi di mana individu dipaparkan pada kejadian atau stimulus yang menyebabkan mereka mengalami keadaan afeksi yang tidak tepat dengan kemarahan atau agresi. Contoh: membuat diri sendiri tertawa dengan mengingat hal yang lucu ketika merasa sedang marah. SUMBER : https://annisaavianti.wordpress.com/2010/08/06/agresi-sifat-dasar-penyebabdan-pengendaliannya/ PERBEDAAN AGRESI Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak. Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi. Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.

Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak. Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik. Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting. Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya. Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya. Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif. SUMBER : http://www.psikologizone.com/pengertian-agresi-danperbedaanya/06511171 MASSA Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior) Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement). Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil. Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya lima tipe kesalahan mendasar dalam psikologi tentang kerumunan (perilaku massa) di masa lalu dan masa kini. Kesalahan-kesalahan itu, meliputi yaitu: (1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antarkelompok, (2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya, (3) terlalu dibesar-besarkannya

anonimitas keanggotaannya, (4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan, dan (5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan. KONDISI-KONDISI PEMBENTUK PERILAKU MASSA Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:1.Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst 2.Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada. . 3.Generalized beliefs : share interpretation of event 4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada 5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst 6. Failure of Social Control akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik . MACAM-MACAM BENTUK PERILAKU KOLEKTIF A. CROWD (KERUMUNAN) Secara deskriptif Milgram (1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai 1.Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan), 2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat, 3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru (seperti lingkaran), 4 Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas, dan 5 Titik pusatnya permeable dan saling mendekat. Ada beberapa bentuk kerumunan (Crowd) yang ada dalam masyarakat: 1. Temporary Crowd : orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat 2. Casual Crowd : sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa 3. Conventional Crowd : audience yang sedang mendengarkan ceramah 4. Expressive Crowd: sekumpulan orang yang sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu 5. Acting Crowd atau rioting crowd : sekelompok massa yang melakukan tindakan kekerasan 6. Solidaristic Crowd: kesatuan massa yang munculnya karena didasari oleh kesamaan ideologi B. MOB : Adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran kemarahanannya. C. PANIC

Adalah bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian bencana (disaster). Tindakan reaksi massa ini cenderung terjadi pada awal suatu kejadian, dan hal ini tidak terjadi ketika mereka mulai tenang. Bentuk lebih parah dari kejadian panik ini adalah Histeria Massa. Pada histeria massa ini terjadi kecemasan yang berlebihan dalam masyarakat. misalnya munculnya isue tsunami, banjur. D. RUMORSAdalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon. E. OPINI PUBLICAdalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah adanya perbedaan pendangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda, namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat. F. PROPAGANDAAdalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan proraganda ini.

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MASSA DENGAN AGRESI Banyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkatian erat dengan tindakan agresi / kekerasan. Bahkan sejumlah studi banyak dilakukan untuk melihat pengaruh berkumpulnya orang dalam massa terhadap kekerasan yang ditimbulkannya. Pendekatan keamanan selama ini juga selalu memandang bahwa adanya kumpulan orang selalu disikapi sebagai bentuk potensi konflik, dan kadangkala tindakan antisipasi yang dilakukannya sangat berlebihan. Ciri penting yang harus dipahami petugas apakah kumpulan dapat mengakibatkan potensi konflik?1.Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal) massa yang sangat signifikan? Bila mereka sangat antusias dengan yel-yel dan gerakan yang menyinggung harga diri kelompok maka perlu dibutuhkan upaya kesabaran namun waspada.2. Apakah ada stimulator / pemicu dari lingkungan yang membahayakan? Alat agresi apakah muncul dalam kerumunan massa tu. Batu, pentungan, senjata tajam, dll, sangat mendorong munculnya kekerasan. 3. Apakah ada provokator yang terorganisir? Provokator selalu menyemangati para anggota kelompoknya untuk tetap melakukan tindakan demonstrasi. 4.Apakah situasinya panas atau hujan? Situasi panas dapat membuat situasi tidak nyaman, dan situasi ini dapat mudah menyulut kekerasan.5. Apakah munculnya sesaat atau bersifat kronis? Perilaku kolektif yang munculnya sesaat umumnya tidak menimbulkan agresi, terkecuali memang sudah ada konflik didalamnya. 6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif ?Konsep ini muncul dari adanya pemahamana bahwa bila ada dua kelompok atau lebih yang sedang berkompetisi, maka mereka akan saling berusaha untuk mengalahkan yang lain7. Adakah motif dasar yang melatarbelakangi munculnya perilaku kolektif?Perilaku kolektif akan menjadi sangat berbahaya apabila dalam kolektivitasnya

itu dipicu oleh masalah kebutuhan pokok. 8. Apakah ada organisasi yang mensponsori? Kekerasan akan semakin meningkat konstelasinya apabila ada dukungan sponsorship yang kuat, sehingga perilaku kolektif ini akan berlangsung lama. Oleh karena itu, kesiapan logistik yang cukup harus dilakukan dan dicarinya upaya strategi yang tepat untuk mengatasinya. TEORI-TEORI PERILAKU KOLEKTIF Dalam tulisan ini, ada tiga teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku massa. 1. Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial) menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. mereka melakukan tindakan meniru/imitasi. 2. Emergence Norm Theory: menyatakan bahwa perilaku didasari oleh norma kelompok, maka dalam perilaku kelompok ada norma sosial mereka yang akan ditonjolkannya. Bila norma ini dipandang sesuai dengan keyakinannya, dan berseberangan dengan nilai / norma aparat yang bertugas, maka konflik horizontal akan terjadi.3. Convergency Theory: menyatakan bahwa kerumunan massa akan terjadi pada suatu kejadian dimana ketika mereka berbagi (convergence) pemikiran dalam menginterpretasi suatu kejadian. Orang akan mengumpul bila mereka memiliki minat yang sama dan mereka akan terpanggil untuk berpartisipasi 4. Deindivuation Theory, menyatakan bahwa ketika orang dalam kerumunan, maka mereka akan mneghilangkan jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa massa.

BAGAIMANA CARA MENYIKAPI PERILAKU MASSA 1. Memahami bentuk perilaku kolektif 2. Memahami motif perilaku kolektif 3. Perencanaan penyelesaian yang matang 4. Kesiaan mental petugas 5. Pengendalian diri yang baik 6. Keberanian dalam bersikap KESIMPULAN Pendekatan yang mana yang harus ditempuh, apakah pendekatan keamanan atau pendekatan humanisme? Paduan antara keduanya akan lebih tepat daripada hanya mengandalkan salah satunya. Karena sampai saat ini tidak satupun kerumunan dapat diprediksi apakah akan terjadi kerusuhan massa ataukah tetap damai. Olehj karena itu, peran analisis inteligen sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan tindakan terhadap perilaku massa ini SUMBER : http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/12/03/memahami-psikologi-massa-danpenanganannya/

You might also like