You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN III PROTEIN

NAMA NIM KELOMPOK TGL. PRAKTIKUM ASISTEN

: SUCI QADRIANTY SAKINAH : K 211 10 283 : 6 : 16 APRIL 2011 : AHMAD FITRAWAN

LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenallkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme (Almatsier, 2009). Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Kira-kira dari 50% berat yang terdiri atas unsur-unsur Karbon (50-55%), Hidrogen (+ 7%), Oksigen (+ 13%), dan Nitrogen (+ 16%). Banyak pula protein yang mengandung Belerang (S) dan Fosfor (P) dalam jumlah sedikit (1-2%). Ada beberapa protein lainnya mengandung unsur logam seperti Tembaga dan Besi (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh. Di dalam sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan sekitar 50 persen berat kering sel dalam jaringan hati dan daging, berupa protein (Muchtadi dkk., 1998). Di dalam tubuh, protein mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan kulit, otot rambut, membran sel, jantung, hati, ginjal, dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian, terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang aktif. Beberapa di antaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai

pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh, dan antibodi untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan protein dalam jangka waktu lama dapat mengganggu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh serta mengurangi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal ddari tumbuhan disebut protein hewani, sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein adalah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Untuk lebih memahami protein dengan segala sifat fisikokimia dan reaksi-reaksi yang terjadi pada identifikasi sifatnya, maka dilakukan beberapa percobaan terhadap protein, dalam hal ini digunakan albumin telur sebagai sampel protein.

I.2 TUJUAN PERCOBAAN I.2.1 TUJUAN UMUM Tujuan umum dari percobaan ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengetahui unsur-unsur utama penyusun protein. Mengetahui sifat fisikokimia dari protein. Mengetahui adanya molekul-molekul peptide dari protein. Mengidentifikasi adanya asam amino dalam protein. Mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada identifikasi asam amino. Mengetahui cara pemisahan suatu asam amino.

I.2.2 TUJUAN KHUSUS 1. Uji Susunan Elementer Protein Mengidentifikasi adanya unsur-unsur penyusun protein. 2. Uji Kelarutan Protein Mengetahui daya kelarutan protein terhadap pelarut tertentu.

3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam Mengetahui pengaruh larutan garam alkali dan garam divalen konsentrasi tinggi terhadap sifat kelarutan protein. 4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik Mengetahui pengaruh logam berat dan asam organik terhadap sifat kelarutan protein. 5. Uji Biuret Membuktikan adanya molekul-molekul peptide dari protein. 6. Uji Ninhidrin Membuktikan adanya asam amino bebas dalam protein. 7. Uji Xantoprotein Membuktikan adanya asam amino, amino tirosin, triptofan, atau fenilalanin yang terdapat dalam protein. 8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik Mengetahui titik isoelektrik (pH isoelektrik) dari protein secara kualitatif.

I.3 PRINSIP PERCOBAAN 1. Uji Susunan Elementer Protein Semua jenis protein tersusun atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Ada pula protein yang mengandung sedikit belerang (S) dan fosfor (P). Dengan metode pembakaran atau pengabuan, akan diperoleh unsur-unsur penyusun protein, yaitu C, H, O, dan N. 2. Uji Kelarutan Protein Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter atau kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah etanol absolut, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein.

3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam Pengaruh penambahan garam terhadap kelarutan protein berbedabeda, tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ionnya, semakin efektif garam dalam mengendapkan protein. Peristiwa pemisahan atau pengendapan protein oleh garam berkonsentrasi tinggi disebut salting out. 4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik Sebagian besar protein dapat diendapkan dengan penambahan asamasam organik seperti asam pikrat, asam trikloroasetat, dan asam sulfosalisilat. Penambahan asam-asam menyebabkan terbentuknya garam proteinat yang tidak larut. Kemudian, protein dapat pula mengalami denaturasi irreversible dengan logam-logam berat seperti Cu2+, Hg2+, atau Pb2+ sehingga mudah mengendap. 5. Uji Biuret Ion Cu2+ (dari pereaksi biuret) dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biuret positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida. Reaksi pun positif terhadap senyawasenyawa yang mengandung dua gugus : -CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan CONH2. Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea. 6. Uji Ninhidrin Semua asam -amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning. 7. Uji Xantoprotein Reaksi pada uji Xantoprotein didasarkan pada nitrasi inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jika protein yang mengandung cincin benzena (tirosin, triptofan, dan fenilalanin) ditambahkan asam nitrat pekat,

maka akan terbentuk endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya berubah menjadi jingga. 8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik Seperti pada asam-asam amino bebas, protein pun mempunyai titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu di mana protein tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak bila diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI), daya kelarutan protein minimal, sehingga menyebabkan protein mengendap.

I.4 MANFAAT PERCOBAAN Adapun manfaat percobaan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Kita dapat mengetahui unsur-unsur utama penyusun protein. Kita dapat mengetahui sifat fisikokimia dari protein. Kita dapat mengatahui adanya molekul-molekul peptide dari protein. Kita dapat mengidentifikasi adanya asam amino dalam protein. Kita dapat mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada identifikasi asam amino. 6. Kita dapat mengetahui cara pemisahan suatu asam amino.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darh, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu, asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan (Almatsier, 2009). Dalam kehidupan, protein memegang peranan yang penting pula. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfugnsi sebagai biokatalis. Di samping itu, hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, juga suatu protein (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Protein adalah salah satu zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh karena fungsinya yang khusus dalam pertumbuhan. Hal ini disebabkan fungsinya dalam sintesis DNA dalam pembentukan sel baru. Protein selain zat pembangun, juga memiliki peran lain sebagai sumber energi alternatif jika suplai energi asal karbohidrat menurun dari jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, peran protein dalam sistem imunitas sangat penting, sehingga defisiensi protein berkorelasi dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh (Rejeki, 2010). Protein secara keseluruhan merupakan polipeptida, yang tersusun oleh serangkaian asam-asam amino, dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu berkisar antara 8.000 sampai 10.000. Meskipun protein merupakan polipeptida, namun banyak yang mengandung selain asam amino, seperti heme, derivat vitamin, lipid, serta karbohidrat. Protein yang demikian tadi lazim disebut

sebagai protein kompleks, sedang protein yang hanya tersusun dari asam amino disebut protein sederhana (Muchtadi dkk., 1998). Protein adalah senyawa yang dihasilkan dari polimerisasi asam amino melalui ikatan peptida. Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada dengan mengganti jaringan yang rusak. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N yang diserap oleh tubuh. Protein mengatur kesetimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, serta menjaga kesetimbangan asambasa dalam tubuh (Santoso, 2008). Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas satuan asam-asam amino sebagai monomer-nya. Asam-asam amino terikat satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2) dari asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang terbentuk atas dua asam amino disebut dipeptida. Sebaliknya, peptida yang terdiri atas tiga, empat atau lebih asam amino masing-masing disebut tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5.000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu dengan lain oleh ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya. Berat molekul protein bisa mencapai empat puluh juta; bandingkan dengan berat molekul glukosa yang besarnya 180. Jenis protein sangat banyak, mungkin sampai 1010-1012. Ini dapat dibayangkan bila diketahui bahwa protein terdiri atas sekian kombinasi berbagai jenis dan jumlah asam amino. Ada dua puluh jenis asam amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas sembilan asam amino

esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan sebelas asam amino nonesensial (Almatsier, 2009). Asam amino yang merupakan monomer (satuan pembentuk) protein amino adalah suatu senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus karboksil. Pada asam amino, gugus amino terikat pada atom karbon yang berdekatan dengan gugus karboksil (C ) atau dapat dikatakan juga bahwa gugus amina dan gugus karboksil dalam asam amino terikat pada atom karbon yang sama. Rumus umum asam amino ditunjukkan pada gambar berikut (Tim Dosen Kimia, 2009). R H2N C COOH

H Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat (COOH) yang bersifat asam dan gugus amina (-NH2) yang bersifat basa. Asam amino akan berikatan satu dengan yang lainnya membentuk polipeptida. Sifatsifat asam amino adalah (Santoso, 2008): 1. Bersifat amfoter karena adanya gugus karboksilat (asam) dan gugus amina (basa). 2. 3. Bersifat zwitter ion karena mempunyai muatan positif dan negatif. Bersifat optis aktif, kecuali glisin (tidak memiliki C asimetris). Pada umumnya, asam amino yang diisolasi dari protein hidroksilat merupakan alfa-asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hidrogen (H) sebagaimana terdapat pada asam amino paling sederhana glisin ke rantai karbon lebih panjang, yaitu hingga tujuh atom karbon (Almatsier, 2009). Sampai dewasa ini, belum ada kesepakatan antara para ahli mengenai klasifikasi protein. Oleh karena itu, masih terdapat beberapa sistem klasifikasi protein yang berbeda. Adapun klasifikasi protein yang banyak digunakan adalah

berdasarkan kelarutan, bentuk, fungsi, sifat-sifat fisik, serta struktur tiga dimensinya. Berikut penjelasannya (Muchtadi dkk., 1998): 1. Berdasarkan kelarutannya, protein dibedakan menjadi protein yang larut dalam air dan larutan garam, yaitu albumin, dan protein yang sedikit larut di dalam air, yaitu globulin. Meskipun demikian, pengelompokan antara albumin dan globulin berdasarkan kelarutannya dalam air atau larutan garam tidak dapat dilakukan dengan tegas. Oleh karena itu, globulin masih dibagi lagi menjadi pseudoglobulin yang dapat larut dalam air dengan mudah, dan euglobulin yang tidak dapat larut dalam air yang bebas garam. 2. Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat diklasifikasikan menjadi protein struktural, protein katalitik, dan protein transpor. Jenis protein yang paling banyak berdasarkan fungsinya adalah protein katalik (enzim), yang dapat diklasifikasikan lagi menurut jenis reaksi yang dikatalisnya. 3. Pada umumnya, klasifikasi berdasarkan sifat fisik digunakan dalam lipoprotein plasma, yaitu berdasarkan sifatnya dalam medan listrik dan adanya pengaruh gravitasi, sebagai alfa-1, alfa-2, beta, atau gamma lipoprotein. Di samping itu, lipoprotein sering diklasifikasikan berdasarkan densitasnya, yaitu sebagai kilomikron (densitas=0,94 g/ml). 4. Berdasarkan strukturnya, protein dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk, yaitu struktur primer, sekunder, dan kuartener. Struktur primer digambarkan sebagai struktur asam amino di dalam protein. Struktur sekunder merupakan suatu bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptida yang tersusun saling berdekatan. Struktur tersier terdiri dari susunan beberapa struktur sekunder, biasanya benturk struktur sekunder tersebut dihubungkan oleh ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, serta ikatan disulfida. Struktur kuartener melibatkan beberapa rantai polipeptida dalam bentuk suatu protein. Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi adalah: panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan

adanya bahan kimia seperti urea, alkohol, atau sabun. Proses denaturasi kadang berlangsung secara reversible, tetapi ada pula yang irreversible, tergantung pada penyebabnya. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis dan berkurang kelarutannya, sehingga mudah mengendap (Tim Dosen Biokima, 2011). Pada umumnya, asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatic yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai pH tertentu yang disebut titik isoelektrik (TI). Pada pH isoelektrik (pI), molekul protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya, protein tidak bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi) paling cepat dan prinsip dapat digunakan untuk pemisahan atau pemurnian suatu protein (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50 oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi apabila larutan protein berada pada titik isolistriknya. Protein yang terdenaturasi pada titik isolistriknya masih dapat larut pada pH di luar titik isolistrik tersebut. Air ternyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas. Putih telur yang kering dapat dipanaskan hingga 100oC dan tetap dapat larut dalam air (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi. Seperti yang telah dijelaskan semula protein kacang-kacangan terbatas dalam asam amino metionin (Almatsier, 2009).

BAB III METODE PERCOBAAN

III.1 ALAT DAN BAHAN 1. Uji Susunan Elementer Protein Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, alat pemanas, cawan porselin, gelas obyek, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah albumin telur, gelatin, larutan NaOH 10%, larutan Pb-asetat 5%, larutan HCl pekat, kertas lakmus, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 2. Uji Kelarutan Protein Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, pipet ukur, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah albumin telur, gelatin, air suling (aquades), larutan HCl 10%, larutan NaOH 40%, alkohol 96%, kloroform, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah albumin telur, larutan NaCl 5%, larutan BaCl2 5%, larutan CaCl2 5%, larutan MgSO4 5%, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, pipet ukur atau pipet tetes, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah albumin telur, asam trikloroasetat (TCA) 10%, asam sulfosalisilat 5%, larutan HgCl2 5%, larutan CuSO4 5%, larutan Pb-asetat 5%, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll.

5. Uji Biuret Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, pipet ukur, pipet tetes, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah larutan albumin 2%, larutan gelatin 2%, larutan kasein 2%, larutan glisin 2%, larutan NaOH 10%, larutan CuSO4 0,2%, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 6. Uji Ninhidrin Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, alat pemanas atau penangas air, pengatur waktu, pipet ukur atau pipet tetes, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah larutan albumin 2%, larutan gelatin 2%, larutan kasein 2%, larutan pepton 2%, pereaksi ninhidrin 0,1%, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 7. Uji Xantoprotein Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, alat pemanas atau penangas air, pengatur waktu, pipet ukur, pipet tetes, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah larutan albumin 2%, larutan gelatin 2%, larutan kasein 2%, larutan tirosin 2%, larutan HNO3 pekat, larutan NaOH 10%, kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll. 8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah tabung reaksi, alat pemanas atau penangas air, pengatur waktu, pipet ukur, dan sikat tabung. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah larutan kasein netral, buffer asetat pH = 3,8; 4,7; 5,0; 5,3; dan 5,9; kertas label, sabun cair, spons, dan tissue roll.

III.2 PROSEDUR KERJA 1. Uji Susunan Elementer Protein A. Uji Adanya Unsur C, H, dan O 1) Dimasukkan 1 ml albumin telur ke dalam cawan porselin. 2) Ditaruh kaca obyek di atasnya, kemudian dipanaskan. 3) Diperhatikan adanya pengembunan pada gelas obyek, yang menunjukkan adanya hidrogen (H) dan oksigen (O). 4) Diambil gelas obyek, lalu diamati bau yang terjadi. Bila tercium bau rambut terbakar, berarti protein mengandung unsure nitrogen (N). 5) Bila terjadi pengarangan, berarti ada atom karbon (C). 6) Diulangi percobaan menggunakan serbuk gelatin. B. Uji Adanya Atom N 1) Dimasukkan 1 ml larutan albumin telur ke dalam tabung reaksi. 2) Ditambahkan 1 ml NaOH 10%, kemudian dipanaskan. 3) Diperhatikan bau ammonia yang terjadi dan diuji uapnya dengan kertas lakmus merah yang telah dibasahi aquades. 4) Terbentuknya bau ammonia menunjukkan adanya atom N. 5) Diulangi percobaan menggunakan serbuk gelatin. C. Uji Adanya Atom S 1) Dimasukkan 1 ml albumin telur ke dalam tabung reaksi. 2) Ditambahkan 1 ml NaOH 10%, kemudian dipanaskan. 3) Ditambahkan 4 tetes larutan Pb-asetat. 4) Bila larutan menghitam, berarti PbS terbentuk, kemudian ditambahkan 4 tetes HCl pekat dengan hati-hati. 5) Diperhatikan bau khas belerang dari belerang yang teroksidasi. 6) Diulangi percobaan menggunakan serbuk gelatin. 2. Uji Kelarutan Protein 1) Disediakan 5 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan: air suling, HCl 10%, NaOH 40%, alkohol 96%, dan kloroform sebanyak 1 ml. 2) Ditambahkan 2 ml larutan albumin telur pada setiap tabung.

3) Dikocok dengan kuat, kemudian diamati sifat kelarutannya. 4) Diulangi percobaan dengan menggunakan gelatin. 3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam 1) Disediakan 5 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml albumin telur. 2) Pada tabung 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut ditambahkan larutan NaCl 5%, BaCl2 5%, CaCl2 5%, MgSO4 5%, dan (NH4)2SO4 jenuh setetes demi setetes sampai timbul endapan. 3) Selanjutnya, ditambahkan kembali larutan-larutan garam secara berlebihan. 4) Tabung dikocok, kemudian diamati perubahan yang terjadi. 4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik 1) Disediakan 5 tabung reaksi yang bersih, masing-masing diisi dengan 2 ml larutan albumin telur. 2) Pada tabung 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut ditambahkan 10 tetes larutan asam trikloroasetat 10%, asam sulfosalisilat 5%, CuSO4 5%, HgCl2 5%, dan Pb-asetat 5%. 3) Setiap tabung dikocok dan diamati perubahan yang terjadi. 5. Uji Biuret 1) Disediakan 4 tabung reaksi yang bersih, lalu masing-masing diisi dengan: larutan albumin, kasein, gelatin, dan glisin sebanyak 2 ml. 2) Ditambahkan 1 ml NaOH 10% dan 3 tetes CuSO4 0,2 % pada setiap tabung. 3) Dicampur dengan baik. 4) Diamati perubahan warna yang terjadi. 6. Uji Ninhidrin 1) Disediakan 4 tabung reaksi yang bersih, lalu masing-masing diisi dengan larutan albumin, kasein, gelatin, dan pepton sebanyak 2 ml. 2) Ditambahkan 5 tetes pereaksi ninhidrin pada setiap tabung. 3) Kemudian, dipanaskan di atas penangas air hingga mendidih selama 5 menit. Diamati perubahan warna yang terjadi.

7. Uji Xantoprotein 1) Disediakan 4 tabung reaksi yang bersih dan masing-masing diisi dengan larutan albumin, gelatin, kasein, dan tirosin sebanyak 2 ml. 2) Pada setiap tabung, ditambahkan 1 ml HNO3 pekat. Diperhatikan adanya endapan putih yang terbentuk. 3) Kemudian, dipanaskan selama 1 menit dan diamati terbentuknya warna kuning. 4) Selanjutnya, didinginkan di bawah air kran, lalu ditambahkan NaOH 10% setetes demi setetes melalui dinding tabung hingga terbentuk lapisan. 5) Diperhatikan perubahan warna yang terjadi. Reaksi positif bila pada dinding perbatasan antara protein dan NaOH terbentuk warna jingga. 8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik 1) Disiapkan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu masingmasing diisi dengan 1 ml larutan kasein netral. 2) Pada setiap tabung, ditambahkan 1 ml larutan buffer asetat masingmasing dari pH: 3,8; 4,7; 5,0; 5,3; dan 5,9. 3) Campuran dikocok dengan baik, lalu dicatat derajat kekeruhannya setelah 0, 10, dan 30 menit. 4) Diperhatikan hasilnya, yaitu pada tabung berapa terbentuk endapan maksimal. 5) Selanjutnya, dipanaskan semua tabung di atas penangas air. 6) Diamati hasilnya. Pembentukan endapan kekeruhan paling cepat atau paling banyak merupakan titik isoelektrik (TI) kasein.

BAB IV PEMBAHASAN

IV.1 TABEL 1. Uji Susunan Elementer Protein A. Uji Adanya Unsur C, H, dan O Zat Uji Albumin Gelatin Hasil Uji Biuret (C) + + Hasil Pengamatan (+/-) Bau Rambut Pengembunan Terbakar (N) (H dan O) + + + +

B. Uji Adanya Atom N No. 1 2 Perlakuan Albumin + 1 ml NaOH 10% + dipanaskan Gelatin + 1 ml NaOH 10% + dipanaskan Hasil Pengamatan (+/-) Bau Amoniak Kertas Lakmus (N) Merah (N) + + + +

C. Uji Adanya Atom S No. 1 Perlakuan Albumin + 1 ml NaOH 10% + dipanaskan + 4 tetes PbAc 10% + 4 tetes HCl pekat Gelatin + 1 ml NaOH 10% + dipanaskan + 4 tetes PbAc 10% + 4 tetes HCl pekat Hasil Pengamatan (+/-) PbS Belerang (S) + +

2. Uji Kelarutan Protein No. 1 2 Bahan Albumin telur Gelatin Air Suling Larut Larut HCl 10% Larut, ada busa Larut NaOH 40% Larut Larut Alkohol Kloroform 96% Larut Tidak larut Larut Tidak larut

3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam Bahan Hasil Tabung 1 Albumin + NaCl Tidak ada endapan Tabung 2 Albumin + BaCl2 Sedikit endapan Tabung 3 Albumin + CaCl2 Sedikit endapan Tabung 4 Albumin + MgSO4 Sedikit endapan Tabung 5 Albumin + (NH4)2SO4 Banyak endapan

4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik Bahan Albumin telur TCA 10% Asam Sulfosalisilat 5% CuSO4 5% HgCl 5% Pb-asetat 5% Kocoklah tabung, Hasil: Endapan banyak/ sedikit 5. Uji Biuret Zat Uji Albumin 2% Gelatin 2% Kasein 2% Glisin 2% 6. Uji Ninhidrin No. 1 2 3 4 Zat Uji Albumin 2% Gelatin 2% Kasein 0,5% Pepton 0,5% Hasil Uji Ninhidrin Biru kehitaman Bening Bening Ungu kebiruan Asam Amino Bebas (+/-) + + Hasil Uji Biuret Berwarna ungu Berwarna ungu Berwarna ungu Bening Polipeptida (+/-) + + + Tabung Tabung 1 2 2 ml 2 ml 10 tetes 10 tetes Tabung 3 2 ml 10 tetes ++ (banyak) Tabung Tabung 4 5 2 ml 2 ml 10 tetes 10 tetes + (sedikit)

+++ ++ (banyak (banyak) sekali)

+++ (banyak sekali)

7. Uji Xantoprotein No. 1 2 3 4 Zat Uji Albumin 2% Gelatin 2% Kasein 2% Tirosin 2% Hasil Uji Xantoprotein Jingga Kuning Kuning muda Tidak diujikan endapan 2 lapisan endapan Tirosin/Triptofan/ Fenilalanin (+/-) + -

8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik No. Tabung 1 2 3 4 5 IV.2 REAKSI


1. Uji Ninhidrin 1) Alanin
O C CH3C CH COOH + 2 C O Ninhydrin C OH OH

pH 3,8 4,7 5,0 5,3 5,9

Pengamatan endapan, sedikit atau banyak Banyak Tidak ada Sedikit Lebih Sedikit Tidak ada

2) Albumin
O O C R H2N CH P O NH CH COOH + 2 C C OH OH

O C C C O N C C C + 3H2O

3) Glisin
O C HOOC CH COOH + 2 C O C OH OH

4) Asam Aspartat
O C HOOC CH2 CH COOH + 2 C O Ninhydrin C OH OH

2. Uji Millon 1) Glisin


H CH NH2 COOH + Hg (NO3)2

2) Asam Aspartat
HOOC CH2 NH2 CH COOH + Hg(NO3)2

3) Alanin
H3C CH NH2 COOH + Hg(NO3)2

4) Cystein Fe3+ (CN)5 NO2- Na + NH4OH + HS CH2CH NH2 NH4 Fe(CN)5 NO


+ 2

COOH

CH2

CH NH2

COOH + NaOH

Merah muda (pink)

5) Cystin
S CH2 CH COOH NH2 S CH2 CH COOH NH2 + Pb (CH3COO)2 S CH2 CH COOH NH2 S + CH2 CH COOH NH3

CH3COONa

IV.3 PEMBAHASAN 1. Uji Susunan Elementer Protein Pada percobaan ini, kita ingin mengidentifikasi elemen-elemen atau unsur-unsur yang menyusun protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah pada uji adanya unsur C, H, dan O, baik dengan zat uji albumin telur maupun gelatin, sama-sama menunjukkan hasil yang positif. Di mana, terjadi pengembunan pada gelas obyek yang menandakan adanya unsur Hidrogen dan Oksigen, tercium bau rambut terbakar pada gelas obyek yang menandakan adanya unsur Nitrogen, dan terjadi pengarangan yang menandakan adanya unsur Karbon (C). Demikian halnya pada uji adanya atom N, hasil yang diperoleh ialah positif. Di mana, kedua zat uji (albumin dan gelatin) sama-sama menghasilkan aroma ammonia setelah pemanasan dan menunjukkan bahwa ia bersifat asam setelah diuji dengan kertas lakmus yang telah dibasahi aquades. Sementara itu, hasil yang diperoleh dari pengujian adanya atom S tidak menunjukkan hasil yang positif pada kedua zat uji; hanya albumin yang menunjukkan hasil positif. Di mana, hasil pengamatan yaitu saat ditambahkan NaOH memang belum mengalami perubahan, tetapi setelah dipanaskan dan ditambahkan PbAc, warnanya berubah menjadi hitam, dan setelah ditambahkan HCl pekat, ia berasap dan berbau belerang. Ini menunjukkan bahwa terdapat atom Belerang (S) pada zat uji albumin tersebut. Sedangkan pada zat uji gelatin, setelah ditambahkan NaOH, terbentuk endapan. Setelah dipanaskan, mengalami perubahan warna menjadi cokelat dan mengental. Dan setelah

ditambahkan HCl pekat, tidak terjadi lagi perubahan. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat atom Belerang (S) pada serbuk gelatin tersebut. Adapun bau ammonia pada pengujian adanya atom N dikarenakan protein yang mengandung unsur-unsur Nitrogen mengalami proses oksidasi, di mana apabila Nitrogen teroksidasi, akan berubah menjadi NH3 (amoniak), sehingga terciumlah bau ammonia. Pada pengujian adanya atom S, albumin setelah ditambahkan PbAc menjadi hitam karena unsur S pada albumin tersebut bereaksi dengan PbAc sehingga dikatakanlah bahwa albumin tersebut mengandung unsur Belerang (S). 2. Uji Kelarutan Protein Pada percobaan ini, kita ingin mengetahui daya kelarutan protein terhadap pelarut tertentu. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah baik albumin maupun gelatin, tidak larut dalam kloroform tetapi larut dalam pelarut lainnya (air suling, HCl, NaOH, dan alkohol). Menurut teori yang ada, pada umumnya, asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi, serta bukan sekedar senyawa yang mempunyai gugus COOH dan gugus NH2. Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+. Oleh adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitter ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, pada asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada gugus NH3. Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion COO-, sehingga terbentuk gugus COOH. Dengan demikian asam amino terdapat dalam bentuk (II).

H2N CH COOR Dalam basa Bentuk (I)

H3N CH COOH R Dalam asam Bentuk (II)

3. Uji Pengendapan Protein dengan Garam Pada percobaan ini, kita ingin mengetahui pengaruh larutan garam alkali dan garam divalent konsentrasi tinggi terhadap sifat kelarutan protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah albumin telur yang ditambahkan NaCl tidak membentuk endapan, yang ditambahkan BaCl2 membentuk sedikit endapan, yang ditambahkan CaCl2 membentuk sangat sedikit endapan, yang ditambahkan MgSO4 membentuk sedikit endapan, dan yang ditambahkan (NH4)2SO4 jenuh membentuk banyak endapan. Menurut teori yang ada, protein akan mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan protein. Garam-garam anorganik mengendapkan protein karena

kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dilihat perbedaan banyaknya endapan yang terbentuk pada setiap penambahan garam yang berbeda-beda. Adapun yang menyebabkan perbedaan tersebut ialah karena tergantung pada konsentrasi atau jumlah muatan ionnya. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ionnya, semakin efektif garam tersebut dalam mengendapkan protein. 4. Uji Pengendapan Protein dengan Logam dan Asam Organik Pada percobaan ini, kita ingin mengetahui pengaruh logam berat dan asam organik terhadap sifat kelarutan protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah pada penambahan TCA 10% terhadap albumin telur dan penambahan HgCl2 5% terhadap albumin telur, sangat banyak endapan yang terbentuk. Pada penambahan Asam Sulfosalisilat 5% terhadap albumin telur dan penambahan CuSO4 terhadap albumin

telur, diperoleh hasil endapan yang banyak. Sedangkan, pada penambahan Pb-asetat 5%, endapan yang terbentuk sedikit. Dari bahan pereaksi yang digunakan, dilihat perbedaan kadar bahan yakni hanya pada TCA yang kadarnya 10%, sedangkan pada bahan lain kadarnya 5%. Alasan digunakan TCA 10% ialah karena keasaman TCA lebih rendah dibandingkan keasaman bahan pereaksi lainnya. Untuk mengimbangi dengan yang kadarnya 5%, digunakanlah TCA dengan kadar 10%. Jika yang digunakan tetap 5%, kemungkinan tidak terbentuk endapan. Berdasarkan teori yang ada, beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya. Protein dengan mudahnya dapat mengalami perubahan konformasi molekul atau lebih dikenal dengan istilah denaturasi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi ialah perubahan suhu, pH, atau karena terjadinya suatu reaksi dengan senyawa lain, misalnya dengan ion-ion logam. Ion-ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan bereaksi dengan sebagian protein sehingga menyebabkan terjadinya koagulasi atau penggumpalan. Dengan demikian, protein tersebut mengalami perubahan konformasi serta posisinya, sehingga aktivitasnya berkurang. Inilah yang menyebabkan protein mengalami denaturasi, dalam hal ini denaturasi irreversible karena dipengaruhi oleh logam-logam berat. Sama halnya jika protein ditambahkan dengan asam organik, akan terbentuk garam proteinat yang tidak larut, sehingga terbentuklah endapan. Hal ini menunjukkan bahwa endapan tersebut masih bersifat sebagai protein, hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tersier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air. 5. Uji Biuret Pada percobaan ini, kita ingin membuktikan adanya molekulmolekul peptida dari protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah hanya zat uji glisin yang tidak mengalami perubahan

warna (tetap bening) setelah penambahan pereaksi Biuret. Diperkirakan glisin merupakan dipeptida, bukan polipeptida. Sedangkan ketiga zat uji lainnya (albumin, gelatin, dan kasein) mengalami perubahan warna yakni menjadi warna ungu. Adapun yang menyebabkan glisin bereaksi negatif terhadap pereaksi Biuret karena glisin tidak memiliki ikatan peptida. Berdasarkan teori yang ada, reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. Peptida dibentuk oleh dua molekul asam amino disebut dipetida. Polipeptida ialah peptida yang milekulnya terdiri dari banyak molekul asam amino. Protein adalah suatu polipeptida yang terdiri atas lebih dari seratus asam amino. Glisin adalah salah satu asam amino esensial dengan rumus bangun NH2CH2CO2H. Sedangkan pada albumin, gelatin dan kasein rumus bangunnya lebih kompleks dan mengikat dua atau lebih asam amino esensial, sehingga terbentuk ikatan peptida. 6. Uji Ninhidrin Pada percobaan ini, kita ingin membuktikan adanya asam amino bebas dalam protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah pada gelatin dan kasein, reaksi berlangsung negatif yaitu tidak terjadi perubahan warna (tetap bening). Ini menunjukkan bahwa pada kedua zat uji tersebut tidak mengandung asam amino bebas. Sedangkan pada kedua zat uji lainnya, yakni albumin dan pepton mengalami reaksi positif terhadap pereaksi Ninhidrin, yakni terjadi perubahan warna (biru kehitaman pada albumin dan ungu kebiruan pada pepton). Adapun fungsi dari pereaksi Ninhidrin pada uji ini ialah sebagai oksidator yang mereduksi asam amono sehingga menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru. Sebelum menghasilkan senyawa berwarna biru, dihasilkan dulu hasil antara yakni hidridantin. Setelah mengalami oksidasi, gugus COOH (karboksil) dan NH2 (amina) terpecah menghasilkan NH3 dan asam karboksilat. Dengan pemanasan, Ninhidrin ditambah hidridantin menghasilkan warna biru, dan ada juga yang lepas yaitu asam karboksilat dan CO2.

Menurut teori yang ada, asam amino bebas adalah asam amino di mana gugus aminonya tidak terikat. Semakin banyak Ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara kuantitatif. Pada praktikum di atas, albumin dan pepton mengalami perubahan warna karena dapat bereaksi dengan Ninhidrin. Hal ini menandakan kedua zat uji tersebut mempunyai gugus asam amino bebas. Tapi, hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan teori. Seharusnya, pepton tidak bereaksi positif terhadap Ninhidrin. Sebaliknya, pada kasein dan gelatin tidak diperoleh hasil terbentuknya atau adanya asam amino bebas, karena reaksi dengan Ninhidrin tidak berwarna. Akan tetapi, hasil ini juga tidak sesuai dengan teori. Seharusnya, gelatin bereaksi positif terhadap Ninhidrin. Kasein memang tidak dapat bereaksi dengan Ninhidrin karena pada kasein tidak mengandung sedikitnya satu gugus karboksil dan amino yang terbuka. Adapun hal yang menyebabkan ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori yang ada ialah

kemungkinan karena ketidaktelitian praktikan pada saat pemipetan zat uji, sehingga takarannya tidak sesuai dengan yang semestinya. Atau kemungkinan gelatin yang seharusnya menjadi ungu, mengalami denaturasi karena terlalu lama dipanaskan, sehingga susah diidentifikasi. Mungkin juga bahannya sudah kedaluarsa. 7. Uji Xantoprotein Pada percobaan ini, kita ingin membuktikan adanya asam amino tirosin, triptofan, atau fenilalanin yang terdapat dalam protein. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah pada zat uji albumin 2%, terjadi perubahan warna menjadi jingga disertai terbentuknya endapan. Ini menunjukkan bahwa terdapat asam amino pada albumin. Pada gelatin 2%, tidak terjadi perubahan warna (tetap berwarna kuning), tetapi terbentuk dua lapisan (lapisan atas berwarna kuning). Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kandungan asam amino pada gelatin. Sedangkan pada kasein 0,5%, terjadi perubahan warna menjadi kuning pucat, dan

disertai terbentuknya dua lapisan; terdapat cincin ungu pada batas antara kedua lapisan. Ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam amino pada kasein. Berdasarkan teori, ada sebagian peptida dan protein yang mempunyai gugus asam amino berinti benzena. Seperti fenilanalina, tirosin, albumin, triptofan dan lain sebagainya. Reaksi yang terjadi pada uji Xantoprotein ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin, dan triptofan. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Pada percobaan yang telah dilakukan, hasil positif pada uji Xantoprotein terhadap albumin menunjukkan bahwa terdapat inti benzena, yaitu dengan indikasi terbentuknya lapisan jingga atau kuning jingga. Dan hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan teori yang ada. 8. Uji Penentuan Titik Isoelektrik Pada percobaan ini, kita ingin mengetahui titik isoelektrik (pH isoelektrik) dari protein secara kualitatif. Pada percobaan ini, digunakan larutan kasein netral agar larutannya tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Jenis buffer yang digunakan pada uji ini ialah buffer asam karena salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya denaturasi ialah penambahan asam. Pengaruh asam terhadap denaturasi ialah adanya ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida putus. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus COO membentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino membentuk ikatan, sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan air meningkat meskipun tidak selamanya begitu. Titik isoelektrik juga ada hubungannya dengan denaturasi, pembentukan endapan, dan muatan ion-ion. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah setelah didiamkan selama 30

menit, pada pH 3,8 terbentuk endapan yang banyak, pada pH 4,7 tidak terbentuk endapan, pada pH 5,0 terbentuk sedikit endapan, pada pH 5,3 lebih sedikit endapan yang terbentuk, dan pada pH 5,9 tidak ada endapan yang terbentuk. Hasil ini sama dengan hasil setelah dilakukan pemanasan. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa yang merupakan pH isoelektrik (pI) pada protein yang diujikan ialah pada pH 3,8 karena paling banyak membentuk endapan. Namun, terdapat keanehan, yakni tidak terbentuk endapan pada pH 4,7; yang seharusnya semakin tinggi pH-nya, endapan yang terbentuk akan semakin sedikit. Karena semakin mendekati titik isoelektrik, maka endapan yang terbentuk. Inilah hubungan antara TI dengan endapan. Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori kemungkinan disebabkan oleh ketidaktelitian dalam pemipetan bahan uji atau kemungkinan buffer dengan pH 4,7 mengalami kesalahan (ketidaktepatan dalam pengukuran pH) pada proses

pembuatannya. Endapan menjadi indikator penentuan titik isoelektrik karena proses pengendapan protein salah satu caranya dapat dilakukan dengan penyesuaian pH titik isoelektrik protein yang diinginkan. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein berkurang hingga minimum dan akan terbentuk endapan. Berdasarkan teori yang ada, pada titik isoelektrik, kasein bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar muatannya sendiri membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif cepat. Protein yang terdenaturasi makin berkurang kelarutannya, karena pada protein yang terdenaturasi asam amino yang berbentuk ion dwikutub mempunyai muatan netral, pada asam amino yang bergugus dipolar, gugus amino mendapatkan tambahan sebuah proton, gugus karboksil terdisosiasi sehingga asam amino dalam kondisi netral.

BAB V PENUTUP

V.1 KESIMPULAN Dari hasil percobaan yang diperoleh dikaitkan dengan tujuan percobaan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Semua protein tersusun atas unsur-unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), dan Nitrogen (N). Ada pula yang mengandung sedikit Belerang (S) dan Fosfor (P). 2. Protein mudah larut dalam pelarut asam maupun basa, dapat larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak dapat larut dalam kloroform.

3. Protein yang dilarutkan dalam pelarut garam yang berkonsentrasi tinggi


akan membentuk endapan, dengan kelarutan yang berbeda-beda tergantung konsentrasi garamnya.

4. Protein dapat mengendap dalam pelarut asam organik seperti asam


sulfosalisilat dan TCA, juga mudah mengendap dalam pelarut-pelarut logam berat seperti Cu2+ , Hg2+ , dan Pb2+ .

5. Protein mengandung molekul-molekul peptida, di mana sebagian


mengandung polipeptida (albumin, gelatin, dan kasein), dan ada juga yang mengandung dipeptida (glisin).

6. Terdapat asam amino bebas dalam protein.


7. Terdapat kandungan asam amino tirosin, triptofan, atau fenilalanin dalam suatu protein yang dibuktikan melalui uji Xantoprotein dengan penambahan asam nitrat pekat. 8. Titik isoelektrik (pH isoelektrik) terletak pada pH 3,8 karena endapan yang terbentuk pada pH tersebut sangat banyak.

V.2 SARAN Sebaiknya, alat dan bahan yang digunakan selama percobaan bisa dilengkapi, untuk memudahkan praktikan dalam melakukan percobaan

sehingga praktikum dapat berjalan lancar, sesuai dengan penuntun, dan tidak ada yang tertunda.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Muchtadi, Deddy dkk. 1998. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi, dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Rejeki, Sri. 2010. Gambaran Faktor Sosial Ekonomi, Kebiasaan Makan, Asupan Gizi, Konsumsi Tablet Fe, dan Status Gizi Ibu Hamil di Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. KTI DIII Gizi. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Makassar. s Santoso, Anwar. 2008. Rumus Lengkap Kimia SMA. Jakarta : PT. Wahyu Media. Sirajuddin, Saifuddin dan Ulfah Najamuddin. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Tim Dosen Kimia. 2010. Kimia Dasar 2. Makassar : UPT-MKU Universitas Hasanuddin.

You might also like