You are on page 1of 18

KEPERAWATAN DEWASA III

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

KELOMPOK 9:

SISKA YULANDARI MELDA YULINDA ANDINA ARIESTA PUTRI

(0810322015) (0810322026) (0810322030)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2010

ABLASIO RETINA PENDAHULUAN Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, yang terdiri dari lapisan badan sel dan prosessus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana, apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman dan bentuk berlangsung dikorteks. Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terletak pada bagian dalam dinding mata. Seperti film pada kamera, retina mengubah cahaya menjadi penglihatan dimata. Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang.

ANATOMI

Retina adalah selembaran tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus ciliar, dan berakhir ditepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berkisar 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm dibelakang garis pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Brunch, khoroid dan sklera. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruangan subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada discus optikus dan ora serrata, retina dengan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehinggga membatasi perluasan cairan subretina pada

ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang terbentuk antara khoroid dan sclera, yang meluas ketaji sclera. Dengan demikian ablasi khoroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel permukaan dalam korpus ciliaris dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epithelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: Membran limitans interna, yang merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca. Lapisan sel saraf, yang merupakan lapisan akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.. Didalam lapisan lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler yang merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrim dengan sel ganglion. Lapisan inti dalam merupakan tubuh sel bipolar dan sel Muller, lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang Membran limitans eksterna, yang merupakan membran ilusi Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut yang merupakan sel fotosensitif. Epithelium pigmen retina Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada katub posterior. Di tengah-tengah retina terdapat macula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuungan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5mm. Ditengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral discus optikus terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskopi. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar

membran Brunch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. DEFINISI ABLASIO RETINA

Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002). Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. A. KLASIFIKASI Dikenal 3 bentuk Ablasio Retina: 1. Ablasi Retina Regmatogenesa Ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Ablasio Regmatogen (akibat robekan) merupakan ablasio yang paling sering, terutama pada kelompok usia 40-70 tahun. Terdapat kecendrungan pada pria yang diperkirakan akibat trauma. Ablasi terjadi pada mata yang mempunyai factor predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Kondisi yang merupakan predisposisi meliputi: myopia (pandangan dekat) tinggi (lebih dari 8 dioptri), degenerasi latis, afakia (pengangkatan bedah sebagian atau keseluruhan lensa kristalina), dan trauma. 2. Ablasi Retina Eksudatif Ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan dibawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang. 3. Ablasi Retina Traksi (Tarikan) Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan menurun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut sebagai vitrektomi. ETIOLOGI 1. Malformasi kongenital 2. Kelainan metabolisme 3. Penyakit vaskuler 4. Inflamasi intraokuler 5. Neoplasma 6. Trauma

7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina (C. Smelzer, Suzanne, 2002). PATOFISIOLOGI Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah : 1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa). 2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional). 3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif) Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya. Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia. Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca

kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.

MANIFESTASI KLINIS 1. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya. 2. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba. Partikel floater ini tersusun atas sel-sel retina dan darah yang terlepas ketika terjadi robekan dan memberi bayangan pada retina ketika mereka bergerak. 3. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang, mengakibatkan pandangan kabur dan kehilangan lapang pandang ketika retina benarbenar terlepas dari epitel berpigmen. 4. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan macula. PENATALAKSANAAN 1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi 2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera 3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina 4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang 5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi 6. Cara Pengobatannya: a. Prosedur laser Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.

Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen. b. Pembedahan Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan. Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina. Jenis pembedahan ablasio retina: 1) Pneumoretinopeksi: operasi singkat untuk melekatkan kembali retina yang lepas (ablasio retina). 2) Scleral Buckling: Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas. 3) Vitrektomi: Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan melakukan operasi didalam rongga bola mata untuk membersihkan vitreus yang keruh, melekatkan kembali vitreus yang mengalami ablasio, mengupas jaringan ikat dari permukaan retina, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan c. Krioterapi transkleral Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan. (C. Smelzer, Suzanne, 2002). PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG 1. Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah: a. Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. b. Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.

c. Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. 2. Pemeriksaan Oftalmologi a. Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. b. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. c. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah. b. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis. c. Pemeriksaan angiografi fluoresin akan terlihat: 1) Kebocoran didaerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur, juga dapat terlihat

2) Gangguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca pada koroid. 3) Dapat dibedakan antara ablasi primer dan sekunder 4) Adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasi KOMPLIKASI 1. Komplikasi awal setelah pembedahan: a. b. c. d. e. f. a. b. c. d. e. f. Peningkatan TIO Glaukoma Infeksi Ablasio koroid Kegagalan pelekatan retina Ablasio retina berulang Infeksi Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina) Diplopia Kesalahan refraksi Astigmatisme

2. Komplikasi lanjut

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. 11 Pendekatan Fungsional Gordon a. Data Klinis Data Biografi Berupa nama pasien, usia, TB, BB, Tanggal masuk, TD, RR, Nadi dan Suhu . Keluhan Utama Pasien biasanya melaporkan: Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang, mengakibatkan pandangan kabur dan kehilangan lapang pandang. Penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjukkan bahwa adanya keterlibatan macula.

Riwayat perjalanan penyakit Tanyakan sejak kapan pasien merasa melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya. Tanyakan sejak kapan pasien melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang, yang mengakibatkan pandangan kabur. Tanyakan sejak kapan pasien mengalami penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral.

Riwayat kesehatan masa lalu Apakah klien ada riwayat penyakit diabetes mellitus. Apakah pernah mengalami trauma pada mata.

Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.

b. Persepsi dan Penanganan Kesehatan Tanyakan kepada klien tentang gambaran kesehatannya secara umum saat ini. Tanyakan alasan kunjungan klien dan harapan klien terhadap penyakitnya. Tanyakan gambaran terhadap sakit yang dirasakan klien, penyebabnya, dan penanganan yang dilakukan. Tanyakan apa dan bagaimana tindakan yang dilakukan klien dalam menjaga kesehatannya. Tanyakan kepada klien apakah klien pernah menggunakan obat resep dokter dan warung. Tanyakan kepada klien apakah klien seorang perokok, alkoholik, atau mengonsumsi tembakau. Tanyakan kepada klien tentang riwayat kesehatan keluarganya. Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. c. Nutrisi-Metabolik Tanyakan pada klien tentang gambaran yang biasa dimakan dan frekuensi makannya. Tanyakan apakah klien mempunyai riwayat alergi. Tanyakan bagaiamana proses penyembuhan luka pada klien (cepat-lambat). Tanyakan kepada klien bagaimana kebiasaan defekasi dan eliminasinya.

d. Eliminasi

Tanyakan apakah ada gangguan pada proses eliminasi dan defekasinya. Tanyakan bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, seperti: mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, merapikan rumah, ambulasi, dan makan, apakah mandiri atau dibantu orang lain.

e. Aktivitas-Latihan

f. Tidur-Istirahat Tanyakan waktu, frekuensi dan kualitas tidur klien. Kaji status mental dan bicara klien. Tanyakan apakah ada kesulitan dalam mendengar dan melihat. Tanyakan bagaimana status pekerjaan klien. Tanyakan bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan orang disekitarnya. Tanyakan bagaimana status pernikahan klien. Tanyakan bagaimana hubungan seksualitas klien. Kaji apakah klien telah menopause. Tanyakan apakah klien pernah mengalami perubahan besar dimasa lalunya dan bagaimana cara klien menghadapinya. k. Nilai-Kepercayaan Tanyakan agama klien dan bagaimana pengaruh agama pada kehidupan klien sehari-hari. 2. Diagnosa NANDA, Kriteria Hasil NOC, dan Intervensi NIC NANDA Resiko cedera Faktor yang berhubungan: Eksternal Kimia, misalnya: racun, polutan, obat-obatan, alcohol. Nutrisi (vitamin, jenis makanan) Internal NOC NIC Perilaku keamanan: Manajemen keamanan lingkungan fisik rumah Aktifitas : Indikator : Ciptakan lingkungan yang Perlengkapan pencahayaan nyaman bagi klien Penggunaan system alarm Identifikasi kebutuhan pribadi keamanan klien Kelengkapan alat bantuan Pindahkan benda-benda pada lokasi yang mudah berbahaya dari sekitar klien dicapai Pindahkan benda-benda Penyusunan perabotan berisiko dari lingkungan g. Kognitif-Persepsi

h. Peran-Hubungan

i. Seksualitas-Reproduksi

j. Koping-Toleransi Stress

Usia perkembangan

untuk mengurangi resiko Pengetahuan: keamanan pribadi Indikator : Gambaran untuk mencegah jatuh Gambaran resiko keamanan khusus berdasarkan usia Gambaran perilaku individu yang berisiko tinggi Gambaran resiko keamanan bekerja

klien Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Posisikan tempat tidur agar mudah terjangkau Kurangi stimulus lingkungan Pencegahan jatuh Aktifitas : Identifikasi deficit fisik yang berpotensi untuk jatuh Identifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan potensi jatuh (seperti lantai yang licin) Berikan peralatan yang menunjang untuk mengokohkan jalan Ajarkan klien bagaimana berpindah untuk meminimalisir trauma Hindari barang-barang berserakan di lantai Ajarkan keluarga tentang faktor resiko yang berkontribusi pada jatuh dan bagaimana mengurangi resiko jatuh Kaji keluarga dalam mengidentifikasi bahaya di rumah dan bagaimana memodifikasikannya

Gangguan persepsi sensori: penglihatan

Kontrol Kecemasan: Peningkatan Komunikasi: Indicator: Defisit Penglihatan Memantau intensitas Kenali diri sendiri ketika Batasan karakteristik: kecemasan memasuki ruang pasien Berubahnya ketajaman Menghilangkan pencetus Menerima reaksi pasien pancaindera kecemasan terhadap rusaknya Berubahnya respon yang penglihatan Menurunkan rangsang umum terhadap lingkungan ketika cema Catat reaksi pasien terhadap rangsangan rusaknya penglihatan (misal, Mencari informasi untuk Gagal penyesuaian depresi, menarik diri, dan mengurangi kecemasan menolak kenyataan) Distorsi pancaindera Merencanakan strategi Andalkan penglihatan pasien koping terhadap situasi yang tersisa sebagaimana yang menekan mestinya Menggunakan strategi Gambarkan lingkungan koping yang efektif kepada pasien Menggunakan teknik

relaksasi untuk mengurangi rasa cemas Menjaga hubungan sosial Melaporkan ketidakhadiran penyimpangan persepsi pada pancaindera Melaporkan ketidakhadiran manifestasi fisik akan kecemasan Kompensasi Tingkahlaku Penglihatan: Indicator: Pantau gejala dari semakin buruknya penglihatan Posisikan diri untuk menguntungkan penglihatan Ingatkan yang lain untuk menggunakan teknik yang menguntungkan penglihatan Gunakan pencahayaan yang cukup untuk aktivitas yang sedang dilakukan Memakai kacamata dengan benar Merawat kacamata dengan benar Menggunakan alat bantu penglihatan yang lemah

Jangan memindahkan bendabenda di kamar pasien tanpa memberitahu pasien Identifikasi makanan yang ada dalam baki dalam kaitannya dengan angkaangka pada jam Sediakan kaca pembesar atau kacamata prisma sewajarnya untuk membaca Rujuk pasien dengan masalah penglihatan ke agen yang sesuai Manajemen Lingkungan Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien Hilangkan bahaya lingkungan (misal, permadani yang bisa dilepas-lepas dan kecil, mebel yang dapat dipindahpindahkan) Hilangkan objek-objek yang membahayakan dari lingkungan Lindungi dengan sisi rel/ lapisan antar rel, sebagaimana mestinya Kawal pasien selama kegiatan-kegiatan di bangsal sebagaimana mestinya Sediakan tempat tidur tinggi-rendah yang sesuai Sediakan alat-alat yang adaptif (misal, bangku untuk melangkah atau pegangan tangan) yang sesuai Susun perabotan di dalam kamar dalam tatakan yang sesuai yang bagus dalam mengakomodasi ketidakmampuan pasien ataupun keluarga Tempatkan benda-benda yang sering digunakan dekat dengan jangkauan Manipulasi pencahayaan untuk kebaikan terapeutik

Batasi pengunjung Pengawasan: Keamanan Pantau perubahan fungsi fisik atau kognitif pasien yang menyebabkan perilaku yang membahayakan Pantau lingkungan yang berpotensi membahayakan keamanan Tentukan derajat pengawasan yang dibutuhkan pasien, berdasarkan tingkat, fungsi dan kehadiran bahaya dalam lingkungan Sediakan tingkat pengawasan yang sesuai untuk memantau pasien dan memberikan tindakan terapeutik, jika dibutuhkan Tempatkan pasien pada lingkungan yang paling terbatas yang menyedikan level yang dibutuhkan untuk observasi Mulai dan pertahankan status pencegahan pada resiko tinggi dari bahaya yang dikhususkan untuk pengaturan perawatan Komunikasikan informasi tentang resiko pasien pada perawat lainnya Ansietas Kontrol cemas Batasan karakteristik: Indikator : Scaning dan Pantau intensitas kecemasan kewaspadaan Menyingkirkan tanda Kontak mata yang buruk kecemasan Ketidakberdayaan Mencari informasi untuk meningkat menurunkan cemas Kerusakan perhatian Mempertahankan konsentrasi Laporankan durasi dari episode cemas Koping Indikator: Memanajemen masalah Penurunan kecemasan Aktivitas: Tenangkan klien Jelaskan seluruh posedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan Berikan informasi diagnosa, prognosis, dan tindakan Berusaha memahami keadaan klien Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat

Melibatkan anggota keluarga kecemasan dalam membuat keputusan Gunakan pendekatan dan sentuhan, untuk meyakinkan Mengekspresikan perasaan pasien tidak sendiri. dan kebebasan emosional Sediakan aktivitas untuk Menunjukkan strategi menurunkan ketegangan penurunan stres Menggunakan support sosial Bantu pasien untuk identifikasi situasi yang mencipkatakan cemas Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi Peningkatan koping Aktivitas: Hargai pemahamnan pasien tentang pemahaman penyakit Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan jaminan Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis Sediakan pilihan yang realisis tentang aspek perawatan saat ini Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran

PATHWAYS Inflamasi intraokuler/tumor Perub degeneratif dlm viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-) Peningkatan cairan eksudattif/sserosa Vitreus mjd makin cair Vitreus kolaps dan bengkak ke depan Tarikan retina Robekan retina Sel-sel retina dan darah terlepas Retina terlepas dari epitel berpigmen Penurunan tajam pandang sentral Ditandai dengan: floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang Resti Infeksi

Gangguan persepsi : penglihatan

DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2008. Ablasio Retina. Http://infoibnusina.wordpress.com/2008/06/04/ablasioretina///. Diakses tanggal 20 Oktober 2010. Anonym. Ablasio Retina. Http://www.scribd.com/doc/37924316/Ablasio-Retina///. Diakses tanggal 20 Oktober 2010. Brooker, Christine. 2001. Buku Saku Keperawatan Edisi 31. Jakarta: EGC. Hazil, Maryadi. 2009. Askep Ablasio Retina. Diakses Http://wwwdagul88.blogspot.com/2009/12/askep-ablasio-retina.html///. tanggal 20 Oktober 2010. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI. Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA McCloskey, Joanne C and Gloria M.Bulecheck.1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. Wiley and Blackwell. 2009. Nursing Diagnosis Defenitions and Classification 20092011. USA.

You might also like