You are on page 1of 891

1

ANAK HARIMAU Oleh Siauw Siauw


KUBURAN KUNO DI TENGAH HUTAN Matahari bersinar cerah menyoroti telaga Huan-yang ou yang beriak karena hembusan angin, udara tampak cerah dan bersih, udara di musim gugur memang terasa lebih nyaman dan semilir. Sebuah perkampungan nelayan berdiri di tepi telaga, rumah bambu yang berjajar di antara sela-sela dedaunan nan hijau tampak berderet memanjang menampilkan suatu pemandangan yang indah. Sepanjang bendungan tampak jala yang dibentangkan di bawah terik matahari, nona-nona muda duduk berkumpul di bawah pohon yang rindang sambil menambal jala-jala yang robek. Kaum wanita dan ibu-ibu sedang mencuci pakaian di tepi telaga, sedang anak-anak saling berkejaran diiringi teriakan dan jeritan gembira. Saat itu, sekumpulan gadis nelayan sedang duduk berkerumun sambil membicarakan seorang tamu dari utara yang menginap di rumah Thio lopek, seorang kakek yang ramah bersama seorang gadis yang cantik dan se-orang anak lelaki berkulit hitam.... Tampaklah seorang gadis nelayan berbaju hijau yang berambut kepang, sambil menghentikan sulamannya memandang ke arah seorang gadis berbaju kembang-kembang di hadapannya sana, kemudian berseru: "Enci Ing cun, nampaknya sahabat dari Thio lopek adalah seorang yang berwajah hokki, coba lihat rambutnya yang putih, jenggotnya yang berwarna perak, kalau berjalan halus dan lembut, tidak seperti Thio lopek, mana matanya segede jengkol, alis matanya tebal, kumisnya malang melintang, hiiih, mengerikan ...." "Aaah, Ji-niu, masa kau tidak tahu? Thio Lopek kan seorang jago silat sedang tamu dari utara ia orang sekolahan, tentu saja berbeda," sela seorang nona bercelana hijau. Seorang nona berumur lima enam belas tahun lainnya ikut menimbrung dengan wajah serius. "Aku rasa tamu dari utara itupun seorang ahli silat, buktinya setiap kali ke tiga putra Thio lopek beradu silat dengan si bocah jaliteng dari utara itu, yang kalah selalu ke tiga putra Thio lopek " "Yaa.... yaa, betul, apa yang dikatakan adik Kim-hoa memang benar," gadis nelayan yang bernama Ing-cun itu berseru ce-pat: "apalagi si nona cantik dari utara itu, mana bajunya serba merah, cantik lagi, hakekatnya

seperti cabe merah. Sekali melompat ke atas, atap rumah orangpun dilalui. . ." Belum habis dia berbicara, mendadak dari arah dusun sana terdengar suara bentakan gusar. Diikuti sekumpulan anak-anak desa bersorak sorai dan berlarian menuju ke dalam hutan bambu di tepi dusun. Nona-nona nelayan itu segera melongok bersama ke arah hutan bambu, kemudian salah seorang diantaranya berseru sambil tertawa: "Nampaknya ke tiga orang putra Thio Lopek lagi-lagi menantang si Jaliteng untuk berduel!" Belum habis dia berbicara, sorak sorai anak-anak dusun itu kembali berkumandang dari balik hutan bambu. Mendengar sorakan itu, nona-nona nelayan itu saling berpandangan sambil tertawa, seakan akan mereka berkata: "Sudah pasti Thio Toa-keng anaknya Thio lopek kena dibanting lagi oleh si Jaliteng!" Mendadak mencorong sinar terang dari balik mata seorang nona nelayan, lalu jeritnya kaget: "Hei, coba kalian lihat!" Ketika semua orang berpaling, tampaklah dari atas tanggul telaga lebih kurang puluhan kaki di depan sana, muncul sesosok bayangan kecil yang mengenakan jubah panjang. Tapi oleh karena ilalang yang tumbuh di sekitar tanggul amat tinggi dan bergoyang terhembus angin, maka bayangan itu tidak nampak jelas, tapi mereka yakin kalau orang itu adalah seorang sekolahan dari kota, sebab di seluruh dusun nelayan itu tak pernah dijumpai ada orang yang mengenakan jubah panjang. Lambat laun bayangan itu makin mendekat, sekarang baru terlihat jelas, ternyata bayangan kecil itu adalah seorang bocah lelaki berbaju biru. Bocah lelaki itu berusia lima enam belas tahunan, berwajah tampan dan bergigi putih, tubuhnya tegap dan mukanya ganteng, sungguh nampak menarik hati. Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh dengan pancaran sinar kecerdasan. Ujung bajunya yang berwarna biru berkibar terhembus angin, sedang sorot matanya yang jeli memandang ke sana ke mari, agaknya dia sedang menikmati keindahan alam di sekitar telaga. Wajahnya yang tampan tampak berubah ubah, sementara keningnya kadangkala berkerut, kadangkala pula senyuman menghiasi bibirnya.

Dengan terkesima, kawanan gadis nelayan itu memperhatikan wajah pemuda itu, seakan akan mereka sedang menyaksikan sesuatu yang sangat indah. Sebaliknya pemuda itu seakan akan tak pernah melihat kalau di bawah pohon yang rindang, duduk sekelompok gadis nelayan yang sedang memperhatikannya. Karena waktu itu dia sedang melamun, ia sedang berpikir bagaimana dia harus melaporkan kisah perjumpaannya dengan bibi Wan kepada ayahnya sesudah tiba di dalam kuburan kuno di tengah hutan nanti, Teringat akan keagungan wajah Bibi Wan nya itu, kembali sepasang alis matanya berkerut. Ia tidak tahu kalau ayahnya masih mempunyai seorang adik perempuan yang sudah setengah umur namun berwajah cantik, bahkan ibunya yang telah meninggal lima tahun berselangpun tak pernah membicarakan tentang soal ini, hal mana membuatnya merasa bingung dan tak habis mengerti. Dia pun tak tahu apa isi kotak kecil yang diperintahkan oleh ayahnya untuk diserah-kan kepada Bibi Wan, tapi kalau dilihat dari sikap ayahnya ketika berpesan sebelum berangkat, dapat dipastikan isi kotak tersebut tentu barang berharga. Tapi kalau membayangkan sikap tegang dan gugup yang terpancar dari wajah Bibi Wan setelah menyaksikan isi kotak itu, dapat diduga pula kalau benda itu adalah sebuah benda yang luar biasa. Mendadak ia tertawa lagi, mukanya kembali berseri, hatinya menjadi riang gembira lagi. Sebab dia terbayang pula dengan Ciu Siau cian, putri tunggal Bibi Wan nya itu. Enci Cian berusia setengah tahun lebih tua, mukanya putih halus, wajahnya cantik jelita, dia adalah seorang gadis cantik, yang alim dan baik hati. Selama tiga hari dia berada di rumah bibi nya, gadis itu jarang tertawa atau berbicara tapi perhatian terhadap dirinya amat besar. Sekalipun ia jarang berbincang-bincang dengan Enci Cian, ketika ia sedang duduk di sisinya. duduk membungkam sambil menikmati kecantikan wajahnya dan keanggunan sikapnya. Terutama sekali sepasang mata Enci Cian yang jeli dengan alis mata yang lentik, membuat siapa saja yang memandangnya merasa amat nyaman--Sorak sorai serombongan anak dusun dengan cepat membuat pemuda berbaju biru itu mendusin kembali dari lamunannya.

Ia lantas mendongakkan kepalanya ke depan, dijumpai nya serombongan anak sebaya dengan usianya sedang berteriak, bersorak dan menggoyang-goyangkan tangannya di dalam hutan bambu... Rasa ingin tahu dan dorongan sifat ke kanak-kanakannya membuat pemuda itu berjalan, menuju ke hutan tanpa terasa. Tapi baru berapa langkah kembali dia menjadi ragu, karena pesan dari Bibi Wan kembali mendengung di sisi telinganya. "..langsung pulanglah ke rumah, jangan berhenti di tengah jalan lagi..." Maka dia hanya melirik sekejap ke arah hutan bambu, kemudian melanjutkan kembali perjalanannya Dia masih ingat, setelah melewati dusun nelayan itu, dia harus menelusuri sebuah jalan setapak di arah barat laut sana. Mendadak terdengar suara bentakan gusar menggema di dalam hutan, diikuti anak-anak dusun yang sedang bersorak sorai itu membuyarkan diri ke mana-mana. Tak tahan pemuda berbaju biru itu segera berpaling, dengan cepat ia menjumpai. seorang anak lelaki berkulit hitam dan berbaju hitam, berusia paling banyak empat belas tahun terlempar ke luar dari balik hutan bambu. Menyusul kemudian muncul tiga orang anak dusun yang berperawakan lebih besar dari anak berkulit hitam itu dengan mata melotot, mereka menyusul ke luar sambil mengepalkan tinjunya. Dasar pemuda berbaju biru ini memang berjiwa pendekar, hawa amarahnya segera berkobar sesudah menyaksikan kejadian itu, dia lupa dengan pesan bibi Wan, dengan suara lantang bentaknya: "Cepat berhenti, masa kalian bertiga mengerubuti satu orang? Huuh, tak tahu malu." Sambil membentak, ia turut menubruk ke muka. Serentak empat orang anak yang sedang berkelahi segera berhenti saling memukul, sedang anak-anak nakal yang berada di se-kitar hutan bambupun sama-sama mengalihkan sorot mata mereka yang terkejut ke arah pemuda baju biru itu. Menanti pemuda berbaju biru itu semakin mendekat, ia baru merasa kalau keadaan agak kurang beres, sebab empat orang anak yang berkelahi tadi kecuali seorang anak bertubuh agak besar yang sedang melotot gusar ke arahnya, tiga orang yang lain telah berdiri berjajar sambil tertawa. Tergerak hati pemuda baju biru itu dan ia segera menahan gerak terjangannya. "Aaah, jangan-jangan mereka sedang bermain-main?" demikian dia lantas berpikir.

Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, anak yang melotot gusar telah maju menghampirinya dengan sepasang kepalannya dikepalkan kencang-kencang. Pemuda berbaju biru itu sangat menyesal, ia merasa tidak seharusnya mencampuri urusan orang lain, tapi hatinya mendongkol juga setelah melihat tampang anak desa yang jumawa itu. Setibanya satu kaki di hadapannya, anak dusun itu melotot gusar ke arah pemuda berbaju biru itu. kemudian tegurnya dengan suara dalam: "Hei, kau datang dari mana? Mau ikut-ikutan yaa?" Pemuda berbaju biru itu berdiri tenang, tapi melihat sepasang kaki lawan bersikap dalam bentuk kuda-kuda, sepasang tinjunya dikepal kencangkencang, jelas ia bermak-sud hendak berkelahi, amarahnya makin berkobar. Ia mencoba berpaling ke arah bocah dusun yang lain, dua orang anak yang terlibat dalam perkelahian tadi, seorang anak berbadan gemuk seperti babi kecil, dan seorang anak kurus seperti monyet sedang tertawa haha hihi sambil berbisik-bisik dengan anak berkulit hitam itu. Sementara dia masih mengamati anak-anak itu, si anak dusun yang menantangnya telah membentak keras: "Hai, aku bertanya kepadamu datang dari mana, mengapa kau tidak menjawab?" Pemuda berbaju biru itu menjawab de-ngan hati mendongkol. "Aku datang dari mana, apa urusannya denganmu?" Didamprat dengan pedas, anak dusun itu jadi terbelalak dengan wajah merah padam. Sedang anak-anak dusun lainnya yang berada di sekitar hutan segera tertawa terbahak-bahak mentertawakannya. Salah seorang di antaranya, seorang anak berbaju robek segera mengejek ke arah anak dusun itu. "Hmm, Thio Toa-keng, biasanya kau cuma berani menganiaya kami, coba rasain hari ini---" Dengan gemas Thio Toa-keng melotot sekejap ke arah anak berbaju robek itu, kemudian kepada si pemuda berbaju biru teriaknya lagi: "Kalau memang tak ada sangkut pautnya, mengapa pula kau datang mengacau permainan kami?" Agak memerah juga wajah si pemuda baju biru itu. tapi ia berteriak pula dengan mendongkol: "Belum pernah kujumpai orang yang tak tahu aturan seperti kau.. " Kemudian setelah melotot sinis ke arah Thio Toa-keng, dia membalikkan badan siap akan pergi.

Karena dia teringat lagi dengan pesan Bibi Wan nya, maka ia tak berani berada terlalu lama di situ. Suatu bentakan keras tiba-tiba menggema memecahkan kesunyian itu, angin menderu-deru dan sesosok bayangan manusia telah menghadang di depan lelaki berbaju biru itu. Dengan perasaan gusar pemuda berbaju biru itu mundur ke belakang, belum sempat ia menegur, anak-anak dusun lainnya telah bersorak sorai. "Hoooree--- hooooree-- Enci Soat telah datang, Enci Soat telah datang- -" Serta merta pemuda berbaju biru itu berpaling, dia saksikan sesosok bayangan merah berkelebat lewat dari balik hutan bambu, lalu di depan kawanan anak dusun itu telah berdiri seorang anak perempuan berbaju merah darah yang menyoren pedang pendek. Anak perempuan berbaju merah itu berumur empat lima belas tahun, mukanya yang putih berbentuk potongan kwaci, matanya jeli dan besar, hidungnya mancung, bibirnya tipis, di atas rambutnya yang panjang tampak sebuah pita berbentuk kupu-kupu. Sarung pedang di punggungnya berwarna merah menyala, sepatunya juga berwarna merah dengan sepasang bola merah di ujung sepatu tersebut. Dengan kening berkerut dan bertolak pinggang, nona cilik itu sedang mengawasi si pemuda berbaju biru dengan sorot mata tajam. Pemuda baju biru itupun sedang menatap ke arahnya, dia hanya merasa dari balik hutan bambu muncul sebuah bola api dan tahu-tahu di depan matanya telah bertambah dengan seorang gadis baju merah yang kelihatan binal dan sukar dihadapi. "Lebih baik aku cepat-cepat meninggalkan tempat ini---" demikian ia berpikir. Tapi baru saja ingatan itu sempat melintas dalam benaknya. dari arah belakang telah terdengar suara bentakan lagi. "Siauya sedang mengajakmu berbicara, mengapa kau tidak menggubris---?" Begitu selesai membentak. angin tajam sudah menyambar ke punggungnya. Dengan cekatan pemuda berbaju biru itu berpaling, ia saksikan Thio Toa-keng sedang mengayunkan tinjunya sambil melotot marah. Pemuda berbaju biru tertawa dingin, ia segera miringkan badannya ke samping sambil menjatuhkan diri, lalu secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan Toa-keng. Kawanan anak dusun di sekitar hutan bambu menjerit kaget hampir bersamaan waktunya dengan ditangkapnya pergelangan tangan Thio Toakeng oleh bocah itu.

Thio Ji keng yang gemuk seperti babi kecil segera melotot gusar melihat kakaknya ditangkap orang bentaknya keras-keras. "Cepat lepas tangan . . . . " Di tengah bentakan keras tubuhnya me-nu-bruk ke depan, kepalannya langsung di ayunkan ke muka memukul kepala pemuda berbaju biru itu keras-keras. Dengan kening berkerut pemuda berbaju biru itu mendengus gusar, tangan kanannya yang menggenggam tangan Thio Toa-keng segera digetarkan keras-keras . . . "Duuk, duuk, duuk . . . " di tengah suara langkah kaki yang mundur ke belakang Thio Toa-keng merintih sambil meringis menahan kesakitan, sementara sepasang tangannya diayunkan kesana ke mari berusaha untuk menjaga keseimbangan badannya. Angin berhembus lewat, kepalan kecil dari Thio Ji-keng si anak berbadan gemuk seperti babi telah meluncur datang. Pemuda berbaju biru itu tidak gugup atau panik, dia segera merendahkan kepala sambil membuang bahu ke samping, lalu sambil maju ke depan dia bacok pergelangan tangan kanan Thio Ji-keng yang bulat gemuk dengan jurus Si gou huang gwat ( badak melihat rembulan). Pada saat itulah . . "Duuk. . . ! diiringi dengusan kesakitan. Thio Toa-keng yang terlempar mundur tak sanggup menjaga keseimbangan badannya lagi, ia terjatuh ke tanah lalu roboh terlentang dengan gaya empat kaki menghadap atas. Suara bentakan gusar dan jeritan kaget kembali bergema, pergelangan tangan kanan Thio Ji keng telah terpapas telak oleh bacokan bocah berbaju biru itu, sambil menahan kesakitan Thio Ji keng yang gemuk segera menerjang maju lebih ke depan. Dengan cekatan anak berbaju biru itu membalikkan badannya lalu melayang dua kaki ke samping. "Blaammm!" lantaran tenaga terjangan Thio Ji-keng kelewat besar dan ia tak sang-gup menahan tubuhnya, tak ampun tubuhnya terjerembab ke tanah dengan gaya "harimau lapar menubruk domba." Suasana di seluruh arena menjadi sepi, tiada orang yang bersorak sorai lagi, semua anak dusun itu berdiri terbelalak dengan wajah ketakutan, mereka bersama sama mengawasi pemuda berbaju biru itu dengan sorot mata terperanjat. Thio Sam keng yang kurus seperti monyet berdiri bodoh. sedang si jaliteng berdiri dengan mata melotot ke luar, diapun ter-perana dibuatnya.

Hanya si nona cilik berbaju merah yang masih berdiri sambil bertolak pinggang, sekulum senyuman acuh menghiasi bibirnya, sedang sorot mata yang dingin mengawasi pemuda berbaju biru itu tanpa berkedip. Agaknya Thio Toa-keng tahu kalau telah bertemu dengan "musuh tangguh". tanpa berbicara dia segera merangkak bangun, lalu sambil meraba pantatnya yang sakit dia menghampiri Thio Ji keng dan menarik bangun adiknya dari tanah. Tiba-tiba pemuda berbaju biru itu me-nyaksikan matahari telah condong ke barat dengan wajah gelisah dia lantas membalik-kan badan dan berlalu dari situ dengan langkah lebar. "Berhenti!" Nona cilik berbaju merah itu membentak keras. Sekali lagi pemuda berbaju biru itu merasa jengkel setelah mendengar bentakan yang dingin dan bernada memerintah itu, dia segera berhenti dan menengok ke arah si nona . . . . Tampak olehnya nona cilik berbaju merah itu berdiri dengan wajah tanpa emosi, matanya yang jeli menatap dingin ke arahnya, sikap maupun lagaknya amat angkuh dan jumawa. Dasar dalam hatinya sudah mangkel, melihat tampang seperti itu lagi, ibaratnya api bertemu bensin, kontan saja hawa amarah pemuda yang berbaju biru itu membara. Tapi dia kuatir ayahnya marah karena dia pulang terlambat, maka sambil menahan sa-bar katanya dengan suara dalam: "Ada urusan apa kau memanggilku?" Nona kecil berbaju merah itu melengos ke arah lain, sekejappun ia tidak memandang ke arahnya, kepada si anak berkulit hitam, pekat itu serunya dengan nada memerintah: "Adik Gou, kau coba kekuatannya!" Begitu nona cilik itu berseru, kawanan anak dusun di sekitar sana segera bersorak sorai, seolah-olah sedang memberi duku-ngan kepada si hitam tersebut: "Thio Toa-keng, Ji-keng dan Sam-keng juga tertawa senang sorot mata mereka me-man-carkan sinar harapan, mereka berharap si hitam bisa menghajar pemuda berbaju biru itu sampai babak belur, atau paling ti-dak bisa membalaskan sakit hati mereka. Anak hitam itu mengencangkan dulu ikat pinggangnya, lalu setelah menatap sekejap ke arah lawannya dengan sepasang biji mata yang hitam pekat, ia maju ke muka dengan langkah lebar. Sementara itu, si pemuda berbaju biru itu sudah melihat awan gelap di langit sebelah barat-daya, hatinya semakin gelisah, sebab dia tahu awan mendung telah menyelimuti langit yang makin gelap.

Dengan langkah tegap anak berkulit hitam itu telah tiba di hadapannya, mula-mula dia menjura lebih dulu, kemudian dengan bibirnya yang merah dia menegur; "Saudara, tolong tanya siapa namamu? Aku Wu Thi-gou mendapat perintah dari enci Soat untuk mencoba berapa jurus ilmu silatmu." Meski dalam hati pemuda berbaju biru itu merasa gelisah dan tak sabar, tapi dia tahu jika hari ini tidak unjuk gigi dan menentukan menang kalah, jangan harap dia bisa meninggalkan tempat itu. Maka ketika dilihatnya si anak berkulit hitam Wu Thi-gou bersikap sopan dan nampaknya seperti berpendidikan, mungkin murid seorang jago kenamaan, diapun balas memberi hormat. Sekalipun kukatakan namaku belum tentu kalian tahu, lebih baik tak usah di utarakan saja---" katanya tak sabar. Belum habis dia berkata, mendadak terdengar nona cilik berbaju merah itu menukas dengan suara dalam: "Sebutkan saja namamu, setelah kau ucapkan, bukankah kami akan mengetahuinya ?" Merah jengah selembar wajah pemuda berbaju biru itu, dengan gusar dia melotot sekejap ke arah gadis cilik itu, kemudian katanya kepada Wu Thigou: "Aku bernama Lan See-giok, cepatlah lan-carkan seranganmu!" Siau Thi-gou tidak sungkan lagi, sambil membentak dia lepaskan sebuah pukulan keras. Lan See-giok tahu bahwa si bocah hitam ini tak boleh dianggap enteng, dengan cekatan dia berkelit ke samping, kemudian mengayunkan telapak tangannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut. Apa yang diduga ternyata benar juga. baru saja Lan See-giok menggerakkan tubuhnya. permainan jurus serangan Siau Thi-gou (si kerbau baja kecil) segera berubah weess. weess! segulung angin tajam menyapu ke depan. dalam waktu singkat dia telah melancarkan lima buah serangan dahsyat. Untung saja Lan See-giok telah mempersiapkan diri sebelumnya, buruburu ia tangkis ancaman itu lalu berebut melepaskan serangan balasan, meski begitu, ia toh kena terdesak juga sampai mundur beberapa langkah dari posisi semula. Thio Toa-keng bersaudara. segera ber-sorak sorai kegirangan. Sedang anak-anak nakal lainnya ikut berteriak teriak sambil memberi semangat kepada kedua belah pihak, seakan akan mereka sedang menonton pertunjukan adu jago saja.

10

Si Nona berbaju merah pun tampak tertawa puas, dari balik bibirnya yang kecil mungil terlihat dua baris giginya yang putih bersih. Agak memerah paras muka Lan See-giok karena kena didesak mundur, amarahnya segera berkobar, permainan jurus pukulannya pun berubah, sekarang dia mulai unjuk gigi, sambil menyerbu ke depan . . . Sreeet! Sreeet! Sreeet Secara beruntun dia lancarkan tiga buah pukulan berantai yang maha dahsyat. Siau Gou - cu segera merasakan empat penjuru sekeliling tubuhnya diliputi oleh bayangan telapak tangan yang membukit, dengan susah payah dia harus menangkis kesana ke mari berusaha untuk meloloskan diri dari ancaman, tak ampun dia menjadi kelabakan setengah mati. Sekarang Thio Toa-keng bertiga tak bisa berteriak lagi, kawanan anak nakal di sekitar arenapun berhenti berteriak, sedang senyuman yang menghiasi ujung bibir si nona kecil berbaju merahpun turut menjadi lenyap. Seluruh arena menjadi hening, semua orang mengawasi Siau Gou cu dengan mata terbelalak dan perasaan kuatir, mereka kuatir kalau sampai si hitam kecil itu di kalahkan. Pertarungan makin lama berkobar makin seru, baik Lan See-giok maupun Siau Thi-gou sama-sama tak mau mengalah, kedua belah pihak mengerahkan segenap kepandaian silat yang dimilikinya untuk kemenangan. Matahari semakin condong ke barat, senja pun telah menjelang tiba, angin yang ber-hembus kencang membawa kelembaban udara, tampaknya hujan sudah hampir tu-run. Lan See-giok bertambah gelisah setelah menyaksikan keadaan itu, jurus serangan yang dilancarkan makin lama semakin kalut, untung saja ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya jauh lebih hebat dari pada Siau Thigou, sehingga beberapa kali dia berhasil menghindarkan diri dari ancaman bahaya. Mendadak terdengar seseorang membentak merdu: "Adik Gou, mundur!" Siau Thi-gou segera melancarkan tiga buah serangan berantai untuk mendesak mundur lawannya, kemudian menggunakan kesempatan itu tubuhnya melompat mundur sejauh satu kaki lebih dari posisi semu-la. Lan See-giok segera mendongakkan kepalanya, dia saksikan si nona cilik berbaju merah itu sedang berjalan mendekat dengan sikap yang sangat angkuh. Tampaknya kegagalan Siau Thi-gou untuk merobohkan Lan See-giok membuat nona cilik berbaju merah itu segera tampil sendiri untuk menghabisi lawannya.

11

Setelah berada di hadapan Lan See-giok, dengan angkuh nona berbaju merah itu ber-kata: "Aku bernama Si Cay-soat, tampaknya le-bih kecil dua tahun darimu, tapi kami sudah bergilir mengerubuti dirimu, rasanya sekalipun memang juga tidak gagah, maka sekarang aku hendak menetapkan tiga puluh gebrakan saja, menang atau kalah kita selesaikan dalam batas waktu tersebut---" Lan See-giok sudah habis kesabarannya sedari tadi, maka sahutnya. dengan cepat; "Bagus sekali, silahkan kau segera lancarkan serangan!" Si Cay-soat tidak sungkan lagi, dia segera melompat ke depan sambil mengayunkan telapak tangannya menghantam wajah anak lelaki itu. Paras muka Lan See-giok berubah hebat, buru-buru dia memiringkan badannya sambil menghindar. Bentakan nyaring kembali berkumandang, bayangan merah berkelebat lewat, bagaikan bayangan setan saja Si Cay-coat telah memburu ke depan, telapak tangannya langsung menghantam pinggang lawan. Lan See-giok menjadi sangat terkejut, peluh dingin jatuh bercucuran, dia baru merasa kalau kepandaian silat nona cilik ini berapa kali lipat lebih dahsyat dari pada si anak hitam tadi. Serta merta dia menjejakkan ujung kakinya ke tanah dan melejit satu kaki dari posisi semula, nyaris dia termakan serangan tersebut, menyusul kemudian sambil membentak keras, dia mengayunkan kembali telapak tangannya melancarkan serangan balasan. Tiba-tiba dari arah tanggul berkumandang suara gelak tertawa orang serta suara pembicaraan gadis-gadis nelayan yang sedang pulang ke rumah. Lan See-giok yang mendengar hiruk pikuk itu bertambah panik, dia lihat awan mendung sudah makin menyelimuti angkasa. Si Cay-soat ternyata cukup cerdas, dari kegelisahan di wajah orang, dia lantas tahu kalau anak inipun buru-buru ingin pulang ke rumah. Maka menggunakan kesempatan dikala pikirannya bercabang, dengan cepat tubuh-nya berkelebat ke muka, jari tangan kanan nya langsung menusuk ke atas jalan darah dipinggang anak itu. Lan See-giok amat terperanjat, dia ingin menghindar tapi tak sempat lagi, tahu-tahu jari tangannya sudah mengancam di depan mata, Satu ingatan segera melintas dalam benak nya, dengan jurus Hud liu ti hoa (menyapu liu memetik bunga), telapak kanannya segera membacok ke bawah keras-keras. Si Cay-soat segera tersenyum, jari tangan-nya dengan cepat menotok di atas jalan da-rah siau-yau-hiat di tubuh Lan See-giok.

12

Akan tetapi Lan See-giok tidak merasa apa-apa, telapak tangan kanannya masih melanjutkan bacokannya menghajar pergelangan tangan lawan. Si Cay-soat amat terkejut, pucat pias paras mukanya, Sambil menjerit cepat-cepat dia melompat mundur sejauh dua kaki dari tempat semula. Sayang, walaupun dia sudah berkelit dengan gerakan cepat, toh kelima jari tangan kanannya kena tersambar juga oleh angin pukulan yang dilancarkan Lan See-giok, kontan dia merasa kesakitan setengah mati. Menanti dia berpaling ke arah lawannya, waktu itu Lan See-giok sudah membalikkan badannya dan kabur menuju ke utara dusun dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Thio Toa-keng dan Siau Thi-gou. segera membentak keras, mereka melompat ke muka siap melakukan pengejaran. "Kembali . . . " Si Cay-soat segera membentak keras. Thio Toa-keng dan Siau Thi-gou membatalkan langkahnya dan berpaling ke arah nona cilik itu dengan sinar mata keheranan. Si Cay-soat berkerut kening, bisiknya kemudian dengan wajah agak bingung dan kosong : "Dia yang menang!" Sambil berkata, sepasang matanya yang bulat besar segera dialihkan ke arah baya-ngan punggung Lan See-giok yang menjauh dengan pandangan aneh. Sampai sekarang dia masih saja tidak habis mengerti, mengapa totokan jalan darahnya yang bersarang telak tadi bisa tidak bermanfaat apa-apa? Bayangan tubuh Lan See-giok sudah lenyap di luar dusun sana, tapi dalam hati kecil Si Cay-soat masih tertera jelas bayangan tubuhnya. Setelah meninggalkan perkampungan nelayan itu Lan See-giok merasa menyesal sekali karena kelancangannya mencampuri urusan orang, dia berpikir, saat itu ayahnya pasti sudah menunggu dengan tak sabar di luar hutan. Menelusuri jalanan yang kecil, dia berpikir terus ke hal-hal yang beraneka ragam- hatinya makin gelisah dan dia ingin cepat-cepat sampai di rumah, Setelah habis menelusuri tanah persawahan, dia berjalan menembusi semak belukar yang lebat dan akhirnya menembusi hutan belantara yang lebat sekali. Baru satu li dia berjalan menembusi hutan, seluruh angkasa telah berubah menjadi gelap gulita, angin malam berhembus kencang dan membawa udara yang dingin. Titik-titik cahaya api berkedip di balik hutan yang gelap, sebentar bergerak mendekat sebentar lalu bergerak menjauh cahaya api itu menambah suasana seram di sekitar sana.

13

Lan See-giok tahu kalau sinar titik api itu bernama api setan, konon merupakan setan- setan yang berjalan ke luar dari dalam kuburan untuk mencari sukma-sukma yang lain Tapi Lan See-giok tidak takut, dia percaya ayahnya pasti sudah menanti di ujung hutan sana, menanti kedatangannya. Maka dia segera mempercepat perjalanan nya menembusi hutan tersebut . .. Tak lama kemudian ia sudah sampai di ujung hutan, tapi . . di mana ayahnya? Ia tidak menjumpai bayangan tubuh ayahnya berada di situ. Dia segera berhenti, ternyata tempat yang dituju memang tak salah, ayahnya telah berkata dengan jelas, dia akan menunggunya di bawah pohon besar ini. Mungkinkah ayahnya tertidur di atas po-hon? Berpikir demikian dia lantas mendehem-dehem, tapi kecuali bunyi jengkerik dan binatang kecil lainnya, tidak terdengar suara jawaban ayahnya. Dengan cepat dia mendongakkan kepala nya dan memandang ke arah depan, hutan belantara tampak sangat gelap, api setan berkedip-kedip dan bergoyang ke sana ke mari terhembus angin, dia seolah-olah menyaksikan api setan itu makin lama makin membesar dan akhirnya lambat-lambat seperti nampak munculnya sesosok ba-ya-ngan setan. Lan See-giok mulai ketakutan, dia segera berpikir: "Mengapa ayah tidak menjemputku?" Dia tahu dari sini sampai di kuburan kuno itu masih cukup jauh, dia harus melewati dua buah tebing tinggi, tiga buah tanah pekuburan dan sebuah sungai seluas satu kaki. Dia tidak takut ular beracun atau babi hutan, tapi dia takut dengan jeritan burung hantu, suaranya yang menggetarkan sukma cukup mendirikan bulu roma siapapun yang mendengarnya. Teringat jeritan burung hantu, bulu kuduk Lan See-giok segera pada berdiri, dalam keadaan begini betapa besarnya dia berharap ayahnya bisa datang menjemputnya. la maju beberapa langkah lagi ke depan, semak belukar sudah setinggi lutut, tak jauh di balik hutan sana adalah sebuah tanah pekuburan yang sudah porak poranda keadaannya. Hampir sebagian besar kuburan di situ sudah hancur, batu nisan berserakan. peti mati pada merekah, bahkan tulang belulang manusia yang tak terurus tergeletak di sana sini menimbulkan cahaya api setan yang menggidikkan hati....

14

Walaupun sejak kecil Lan See-giok telah belajar silat, bagaimanapun juga dia hanya seorang anak berusia lima enam belas tahun, sewaktu kecil dulu dia sering mendengar ibunya bercerita tentang setan. Membayangkan kembali cerita setan yang pernah didengarnya dulu, anak itu semakin ketakutan, tanpa terasa dia berteriak keras. "Ayah, anak Giok telah pulang!" Suasana amat hening, kecuali beberapa ekor ayam alas yang berlarian karena kaget, tak nampak sesosok bayangan manusiapun yang muncul di sana. Lan See-giok sangat kecewa, dia tahu dalam keadaan begini dia harus pulang sendiri ke kuburan kuno. Maka setelah menghimpun tenaganya dan memusatkan pikiran, dia segera mengerah kan ilmu meringankan tubuhnya bergerak menuju ke depan. Setelah melewati tanah pekuburan yang terbengkalai itu, keadaan mega semakin meninggi, hutan semakin rapat dan suasana pun semakin gelap gulita .... Sepanjang perjalanan, Lan See-giok menyaksikan burung-burung beterbangan karena takut, dua tiga babi hutan mengejar dengan kencang, diapun menyaksikan ular-ular beracun dengan sorot matanya yang buas muncul dari balik tulang kerangka manusia atau peti mati yang berserakan... Tapi anak itu tidak mengambil perduli, dia berlarian terus dengan kencangnya menuju ke tempat tujuan. "Beberapa saat kemudian ia telah melewati dua buah tebing dan sebuah sungai kecil, di depan sana terbentang hutan pohon siong, di dalam hutan itulah terletak kuburan kuno tempat tinggal ayahnya. Selama ini Lan See-giok selalu tidak habis mengerti apa sebabnya ayahnya pindah ke dalam kuburan kuno itu, berapa tahun setelah pindah ke sana, ibunya meninggal dunia, sejak saat itulah ayahnya menjadi seorang yang pemurung. Beberapa kali dia menyaksikan ayahnya duduk tepekur sambil bermuram durja, adakala ayahnya menjadi berangasan dan suka marah-marah, tapi ada kalanya pula dia nampak amat gelisah dan tidak tenang . . . Lan See-giok tahu kalau ayahnya pasti mempunyai suatu rahasia besar yang tak ingin diketahui orang lain, diapun menduga ibunya pasti mati karena merasa murung dan sedih karena persoalan ini. Dia ingin sekali mengetahui rahasia tersebut, dia bersedia membantu ayahnya untuk memikirkan persoalan itu, tapi dia tak berani bertanya,

15

diapun tahu sekalipun di tanyakan, belum tentu ayahnya bersedia menjawab. Mendadak dari atas pohon tak jauh di hadapannya sana, terdengar bunyi burung hantu yang memekakkan telinga. Lan See-giok merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, dengan cepat dia men-dongakkan kepalanya ke depan, ternyata dia sudah berada dalam hutan siong, jarak nya dengan kuburan kuno itu sudah tak jauh lagi. Di depan matanya kini muncul sebuah tugu yang terbuat dari batu hijau, di atas permukaan tugu itu tertera dua huruf yang amat besar: "ONG LENG." Akhirnya sampai juga di tempat tujuan, Lan See-giok merasa girang sekali, ia mempercepat larinya menuju ke depan. Setelah melewati tugu itu muncullah sebuah jalanan beralas batu yang sangat lebar, panjangnya puluhan kaki, di kedua belah sisi jalan besar itu berjajar patung-patung kuda, patung kambing, patung orang dan lain sebagainya. Di ujung jalan tersebut adalah sebuah pintu bangunan yang sudah ambruk, yang tersisa tinggal tiang-tiang penyangganya saja. sedang bangunan itu sendiri telah porak poranda. Dalam bangunan yang porak poranda terdapat sebidang tanah pekuburan yang luasnya mencapai puluhan hektar, puluhan buah kuburan besar berserakan di sana sini. batu bong pay berdiri kekar di depan setiap kuburan itu, tapi tulisannya sudah buram. Terbayang kalau sebentar lagi bakal berjumpa dengan ayahnya, Lan Seegiok merasa amat gembira, ia telah mempersiapkan ucapannya yang pertama begitu bersua dengan ayahnya nanti, ia hendak mengatakan bahwa kotak kecil itu telah diserahkan kepada Bibi Wan yang anggun tersebut. Begitu besar keinginannya bertemu dengan ayahnya, dia tak ingin berjalan berputar lagi, dengan suatu lompatan cepat ia melewati tanah pekuburan itu langsung menuju ke depan sebuah kuburan yang paling besar. Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya paling hebat, ayahnya sering memuji akan kehebatannya, sedang kepandaian kedua yang paling ampuh adalah ilmu Gi-hiat kang, kepandaian untuk menggeserkan tempat kedudukan jalan darah. Tanpa terasa ia teringat kembali pertarungannya dengan Si Cay-soat belum lama berselang, kepandaian silat nona itu memang sangat hebat, coba kalau dia tak pandai memindahkan letak jalan darah, niscaya dia sudah dipecundangi orang.

16

Sementara masih melamun, dia telah melayang turun di depan kuburan ke depan yang menghadap ke arah timur laut. Tiba di depan kuburan itu, ia saksikan pintu rahasianya terbuka lebar, mungkin ayahnya lupa untuk menutup kembali. Tanpa sangsi lagi Lan See-giok melompat masuk ke dalam kuburan, menelusuri anak tangga dan berlarian menuju ke ruang dalam. Suasana di dalam kuburan itu gelap gulita hingga lima jari tangan sendiri pun susah dilihat, tapi Lan See-giok sudah banyak tahun berdiam di sini, sekalipun harus berjalan dengan mata meram pun dia dapat mencapai ruangan dalam. Sesudah melewati dua tikungan, akhir nya dari dalam ruangan bulat di depan sana nampak setitik cahaya lentera. Lan See-giok amat gembira, dia tahu ayah-nya belum tidur, dengan suara lantang segera teriaknya: "Ayah, anak Giok telah kembali!" Sambil berteriak gembira dia segera menubruk ke depan. Tapi dengan cepat anak itu berhenti dengan wajah tertegun, ternyata ia tidak menjumpai ayahnya berada di sana. Cahaya lentera memancar ke luar dari sebuah lampu minyak di atas meja, cahaya itu amat redup sehingga suasana di seluruh ruangan itu remangremang dan terasa menyeramkan. Pembaringan di sisi dinding ruangan nampak rapi, di atas meja besar dekat pembaringan terletak senjata gurdi emas "Cing kim-kong-luau-jui!" senjata andalan ayahnya. Gurdi emas itu berujung runcing dan amat tajam, bagian ekornya lebih kasar dan besar hingga bentuknya mirip jarum. Senjata itu kalau lemas bentuknya seperti seutas tali, tapi kalau sudah disaluri tenaga dalam bentuknya mirip gurdi, tanpa tenaga dalam yang sempurna jangan harap orang bisa memainkan senjata semacam itu. Begitu melihat senjata gurdi emas milik ayahnya masih tergeletak di atas meja, Lan See-giok segera tahu kalau ayahnya tidak pergi. Mendadak . . . Segulung bau amisnya darah berhembus lewat dan menusuk hidung anak itu. . . Lan See-giok merasa sangat terkejut, dengan cepat dia mengendusnya beberapa kali, benar juga, bau yang menusuk hidung itu adalah bau amisnya darah segar. Hatinya menjadi amat tercekat. tanpa terasa dia mundur dua langkah, sementara perasaan seram menyelimuti seluruh benaknya.

17

Pada saat itulah dari luar kuburan terdengar bunyi burung hantu berpekik keras, suaranya terdengar amat menyeramkan .... Lan See-giok segera bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri, tanpa terasa dia berteriak dengan suara keras: "Ayah. . . ayah . . . ayah . . ." Teriakan anak itu kedengaran parau dan diselingi isak tangis yang gemetar. Tapi, kecuali suara dengungan keras dari balik lorong yang memantulkan suaranya, tidak terdengar suara jawaban dari ayahnya. Kembali terendus bau amis darah yang amat menusuk penciuman. Sekali lagi Lan See-giok terperanjat, dia berusaha mengumpulkan segenap kemampuannya untuk meneliti ruangan itu. Tiba-tiba mencorong sinar terang dari balik matanya, ia saksikan di sebelah kiri meja batu nampak sesosok bayangan hitam berada di sana. Dengan suatu kecepatan kilat dia menyambar lentera di meja dan menghampiri bayangan itu. Di bawah cahaya lentera yang redup, ia segera menyaksikan suatu pemandangan yang menyeramkan, peluh dingin segera jatuh bercucuran, sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya. Lan See-giok betul-betul berdiri kaku bagaikan patung, mukanya pucat, matanya terbelalak lebar sedang mulutnya ternganga lebar. Sebab bayangan itu tak lain adalah tubuh ayahnya, tubuh ayahnya yang tergelepar di atas genangan darah. Cepat dia letakkan lentera itu ke meja, lalu sambil menjerit dan menangis dia menubruk ke atas tubuh ayahnya dan menangis tersedu sedu. Seketika itu juga dalam seluruh kuburan itu dipenuhi oleh suara isak tangis yang penuh kesedihan, keseraman dan kengerian. Lan See-giok menangis terus sampai air mata yang ke luar berubah menjadi darah sambil menangis tersedu sedu, dia mulai memeriksa jenazah ayahnya itu. Ia saksikan ayahnya tewas dengan mata melotot mulut ternganga, noda darah menyelimuti seluruh wajahnya, jenggot yang putih dan rambut yang putihpun penuh dengan darah, sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau ayahnya tewas akibat suatu gempuran tenaga pukulan dahsyat yang menghancurkan isi perutnya. Ditinjau dari posisi ayahnya sewaktu jatuh setelah menyadari kehadiran musuh tak di undang, ayahnya buru-buru menyambar senjata gurdi emas yang tergeletak di meja sayang sebelum maksudnya tercapai, punggungnya sudah kena dihajar lebih dulu.

18

Tak terlukiskan rasa sedih yang menyelimuti perasaan Lan See-giok waktu itu melihat ayahnya mati secara begitu mengenaskan, dia menjerit keras lalu muntah darah segar, tubuhnya segera terkapar di atas tanah dan tak sadarkan diri. Isak tangis dalam kuburan itu segera terhenti, yang tersisa hanya suara dengungan keras yang memantul ke mana-mana. Di luar kuburan, angin malam berhembus kencang mengiringi suara hujan yang turun dengan deras, malam itu benar-benar suatu malam yang amat mengenaskan. Mendadak--Lan See-giok yang lambat-lambat mulai sadar kembali dari pingsannya merasa ada seseorang menotok jalan darah Hek ci hiat nya keras-keras. Menyusul kemudian sebuah tangan dengan gugup dan panik menggeledah seluruh tubuhnya, orang itu seperti sedang mencari sesuatu dari dalam saku dan bagian tubuh lainnya--Kejut, gusar dan takut segera menyelimuti seluruh perasaan Lan See-giok, ia tak tahu siapakah orang itu? Tapi ia yakin orang itu sudah pasti adalah pembunuh biadab yang telah membunuh ayah nya. Dia ingin membalikkan badan sambil me lancarkan serangan, kalau bisa dengan suatu gerakan secepat kilat untuk membinasakan orang yang sedang menggeledah sakunya itu. Tapi dia tahu, asal dia mengerahkan tenaga, pihak lawan pasti akan menyadari akan hal itu, dengan kepandaian silat ayahnya yang begitu lihai pun bukan tandingan lawan, bila dia sampai melakukan suatu gerakan, bukankah tindakan tersebut ibaratnya telur diadu dengan batu? Maka dia bermaksud untuk mengintip dulu siapa gerangan orang itu, asal wajahnya teringat, usaha membalas dendam bisa dilakukan di masa mendatang. Berpikir begitu, diam-diam ia membuka matanya dan mencoba untuk mengintip. . . "Blaam!" tiba-tiba orang itu menendang tubuhnya keras-keras sampai mencelat dan terbalik. Lan See-giok menggigit bibirnya kencang-kencang menahan rasa sakit, merintih pun tidak. la merangkak di tanah dan pelan-pelan membuka matanya lalu melirik ke arah orang itu. Kebetulan orang itu berdiri di belakang tubuhnya sehingga di atas dinding tertera sesosok bayangan manusia yang tinggi besar. Lan See-giok membuka matanya lebar-lebar, dia berharap bisa menyaksikan raut wajah orang itu dari bayangan badannya.

19

Orang itu berperawakan, tinggi besar, hidungnya mancung, kening dan dagunya sempit, jenggotnya tidak banyak, cuma beberapa gelintir, memakai baju pendek celana panjang. dia sedang berdiri di sana seperti lagi termenung memikirkan sesuatu. Mendadak terdengar orang itu berguman dengan perasaan keheranan. "Aneh, kenapa tidak ada juga?" Walaupun Lan See-giok tak berpengalaman dalam dunia persilatan hingga tak dapat membedakan dialek setiap propinsi, tapi dia yakin, orang ini pasti tinggal di sekitar telaga Huan-yang ou. Setelah berguman, orang itu sekali lagi membungkukkan badan dan menggeledah seluruh badan Lan See-giok .... "Tiba-tiba tangan itu berhenti menggeledah kalau dilihat dari bayangan yang tertera di atas dinding, tampaknya orang itu seperti memasang telinga dan memperhatikan sesuatu. Kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari pandangan. Lan See-giok tak berani bergerak, tahu orang itu belum pergi, sebab menurut arah bergeraknya bayangan di atas dinding, nampaknya orang itu sedang menyembunyikan diri di sisi pembaringan. Tapi ia tak habis mengerti mengapa orang itu menyembunyikan diri secara tiba-tiba ? Pada saat itulah terdengar suara ujung baju terhembus angin berkumandang datang dari arah mulut lorong rahasia: Lan See-giok terperanjat, dia tahu kembali ada jago lihay berkunjung ke situ, bersamaan itu pula dia lantas paham kenapa orang itu secara tiba-tiba menyembunyikan diri ke belakang pembaringan. Tapi setelah dipikir lebih lanjut, sekali lagi hatinya merasa bergetar keras, syukur dia tidak jadi melancarkan serangan gelap terhadap orang itu, sebab menurut perasaan nya, kesempurnaan tenaga dalam yang di miliki orang ini benar-benar luar biasa. Sementara itu suara ujung baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas, bahkan ada kalanya diiringi pula suara benda berat yang menyentuh lantai. Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kemudian terdengar seseorang tertawa terbahak-bahak. Lan See-giok yang tertelungkup di tanah merasa telinganya sakit sekali oleh getaran suara tertawa yang memekikkan te1inga itu, darah segar dalam rongga dadanya serasa bergelora keras, hampir saja dia mengeluarkan suara.

20

Terdengar pendatang itu menghentikan suara tertawanya, kemudian tanpa perasaan takut barang sedikitpun jua, dia berseru lantang: "Lan Khong-tay wahai Lan Khong-tay, sungguh tak disangka Kim cui gin tan (gurdi emas peluru perak) Lan tayhiap juga akan mengalami nasib seperti hari ini, hmmm .... bayangkan saja betapa gagahmu dimasa lalu, tapi... haaah.. haaah.. sekalipun mempunyai barang itu, apalah gunanya?" Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak, menyusul kemudian terdengar suara ketukan keras bergema semakin dekat. Lan See-giok tahu, pendatang adalah seseorang yang kenal dengan ayahnya, bahkan mempunyai ikatan dendam dengan ayahnya. Sementara dia masih termenung, orang itu sudah tiba di depan jenazah ayahnya, suara ketukan keras yang bergema kian bertambah keras, bahkan terasa pula getaran keras yang menggetarkan sukma. Kini Lan See-giok tidak merasa takut, karena dalam hatinya penuh diliputi kobaran api dendam yang membara, dia hanya ingin tahu siapakah pembunuh ayahnya. Ia merasa perlu untuk memperhatikan wajah orang ini, siapa tahu dari orang ini di kemudian hari dia bisa menyelidiki siapa gerangan orang berjenggot yang berhidung mancung itu? Baru saja Lan See-giok akan membuka matanya, orang itu sudah berjalan ke arah-nya, maka cepat-cepat dia memejamkan ma-tanya kembali, meski demikian ia sempat melihat kaki kiri orang itu sudah kutung, se-dang di bawah ketiaknya terdapat sebuah tongkat besi yang amat berat menyanggah tubuhnya. Kalau diamati dari suara tertawa serta nada pembicaraan orang itu, bisa diperkirakan kalau usianya di atas empat puluh tahunan. Setibanya di sisi tubuh Lan See-giok, orang itu mulai menyentuh badannya dengan ujung tongkat besi itu meski maksudnya untuk menggeledah namun hal itu dilakukan tidak serius. Karena pendatang itu sudah menduga bahwa pembunuh yang telah membinasakan si Gurdi emas peluru perak Lan Khong-tay tentu sudah menggeledah pula tubuh bocah itu, maka ia tidak menganggap serius akan hal itu. Lan See-giok yang tubuhnya ditusuk-tusuk oleh toya besi itu merasakan sekujur badannya kesakitan, tapi dia menggertak gigi sambil menahan diri, dalam hati dia bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti akan dituntut balas. Mendadak orang itu menghentikan perbuatannya, kemudian sambil mendongak kan kepala dia membentak keras, "Siapa di situ?"

21

Di tengah bentakan tersebut, bayangan manusia nampak berkelebat lewat, tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari pandangan. Lan See-giok merasa telinganya kembali mendengung keras oleh suara bentakan la-wan yang memekikkan telinga, saking kagetnya dia sampai bergidik dan lupa kalau dia sedang berlagak seakan akan tertotok jalan darahnya, buru-buru dia membalikkan badan sambil berpaling--Tampak olehnya di balik lorong di samping pembaringannya sana terdapat dua sosok bayangan manusia sedang berkelebat saling mengejar. Lan See-giok tahu bahwa orang yang berada di depan adalah orang yang telah membinasakan ayahnya, sedang yang berada di belakang adalah orang yang berkaki buntung. Sebelum dia sempat berbuat sesuatu, orang yang berkaki buntung telah membentak lagi dengan suara keras: "Sobat, sebelum meninggalkan barang itu, jangan harap kau bisa kabur dari sini?" Ditengah bentakan, dia mengayunkan tongkat besinya sambil menghantam tubuh orang itu. Orang yang berada di depan tidak mengeluarkan suara berang sedikitpun juga, dia masih berlarian terus ke depan, hanya secara tiba-tiba tangan kanannya diayunkan ke belakang... Serentetan cahaya tajam bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera meluncur ke arah orang yang berkaki buntung. Segera itu juga orang yang berkaki buntung itu tertawa terbahak-bahak, tongkat bajanya di angkat ke atas dan... "traaang!" terdengar suara benturan keras yang disertai percikan bunga api tersebar dalam lorong gelap tersebut. Kemudian terdengar pula suara senjata rahasia yang bergelinding ke sisi lorong, se-mentara kedua sosok bayangan manusia itu-pun lenyap dari pandangan mata. Dengan cepat Lan See-giok melompat bangun, dia merasakan sekujur badannya linu dan sakit, tapi sambil menahan rasa sakit dia mengejar ke luar, dia berharap dengan mengandalkan kehapalannya dengan daerah di sekitar tempat itu, dia sempat menyaksikan paras muka yang sebenarnya dari pembunuh keji tersebut. Siapa tahu belum sempat dia melangkah ke depan mendadak dari luar kuburan telah terdengar suara si pincang sedang mencaci maki dengan penuh kegusaran.

22

"Anak jadah. anak bangsat peliharaan anjing, kau anggap barang itu dapat kau telan seorang diri? Tidak begitu mudah, sekalipun kau kabur ke ujung langit, locu akan mengejarnya sampai dapat!" Lan See-giok tahu kedua orang itu sudah pergi amat jauh sekalipun hendak dikejar juga tak ada gunanya. Maka dia berjalan kembali ke samping jenazah ayahnya yang terkapar ditengah genangan darah, kemudian sambil berlutut dan mbenangis terseduj sedu, katanyag: "Ayah--- bsungguh kasihan kau--- tahukah kau anak Giok telah pulang--tahukah kau anak Giok telah menyelesaikan perintahmu dan menyerahkan kotak kecil tersebut ke pada bibi Wan- -" Lan See-giok makin menangis semakin sedih, makin menangis semakin tak ingin hidup. Dia memang ingin mati, dia ingin mati bersama ayah dan ibunya, tapi bila teringat akan dendam kesumatnya yang lebih dalam dari samudra, dia merasa tidak seharusnya mati sebelum sakit hati itu terbalas, dia harus membinasakan pembunuh berhidung mancung itu sebelum menyusul ayah dan ibunya di alam baqa. Maka sambil memandang wajah ayahnya yang penuh noda darah, diamdiam ia berdoa, dia berharap arwah ayahnya di alam baqa dapat melindunginya dan membantu nya untuk membalas dendam. Sementara itu tengah malam sudah menjelang tiba, di luar kuburan hanya terdengar suara rintikan hujan serta angin malam yang menderu-deru. Seorang diri Lan See-giok bersembunyi di dalam kuburan, duduk di samping jenazah ayahnya dan di bawah cahaya lentera dia membersihkan noda darah dari atas wajah ayahnya yang pucat. Titik-titik air mata jatuh bercucuran mem-basahi pipinya. pipi yang telah berubah menjadi merah karena dendam. Di luar kuburan kembali terdengar suara pekikan burung hantu yang menyeramkan, tapi dia tidak takut, dia tidak merasa ngeri, karena dia hanya memikirkan soal dendam kesumat. Dia berpikir, sekalipun badan harus hancur, sekalipun harus menjelajahi sampai ke ujung langit, pembunuh ayahnya akan di kejar terus dan dibunuh sampai mati.

23

BAB 2 BAYANGAN IBLIS MULAI BERMUNCULAN MALAM semakin kelam . . . Angin berhembus semakin kencang... Sambil melelehkan air mata, Lan See-giok masih memperhatikan wajah kelabu ayah-nya yang sudah membujur kaku di tanah. b Mendadak . . . terdengar suara pekikan panjang yang memekakkan telinga berkumandang datang dari luar kuburan. Suara pekikan itu amat tajam dan memekakkan telinga, membuat siapa saja yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Terutama sekali bagi Lan See-giok yang seorang diri berada dalam kuburan, di bawah sinar lentera yang redup serta didampingi jenazah ayahnya yang membujur kaku. Tapi sikap Lan See-giok masih tetap kaku tanpa perasaan, dia seolah-olah tidak mendengar suara pekikan itu. Waktu itu, hatinya sedang merasa amat pedih, karena dia tak tahu bagaimana caranya untuk menutup kembali sepasang mata ayahnya yang melotot besar penuh kemarahan itu. Pekikan seram makin lama semakin mendekat, di balik pekikan itu penuh diliputi perasaan gelisah bercampur gusar. Tapi Lan See-giok masih tidak berkutik, tangannya yang kecil masih saja mengelus mata ayahnya yang melotot besar. Lambat laun suara pekikan aneh itu makin keras dan menusuk pendengaran agaknya orang itu sudah tiba di luar kuburan. Tergerak hati Lan See-giok. . dia bertekad hendak melihat jelas paras muka pendatang itu, tapi. ada satu hal yang tidak dimengerti olehnya, mengapa kuburan yang sudah banyak tahun tak pernah dikunjungi orang, tahu-tahu kebanjiran pengunjung pada malam ini. Benda apa pula yang dimaksudkan si pincang tadi? Mendadak suara pekikan itu berhenti, lalu mendengar suara ujung baju terhembus angin menggema datang. "Sungguh cepat gerakan tubuh orang ini..." Dengan terkejut Lan See-giok segera ber-pikir, "kalau dilihat dari kecepatan gerak tubuhnya jelas dia adalah seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan. . ." Belum habis dia berpikir, hembusan angin tersebut sudah kedengaran semakin jelas. Lan See-giok merasa makin terkejut lagi, sebab orang itu selain sempurna dalam ilmu meringankan tubruh, juga amat hapal dengan daerah dalam kuburan tersebut.

24

Buru-buru dia melompat bangun dan me-mandang sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya dia merasa di belakang meja batu besar itu merupakan tempat persembunyian yang baik, tanpa berpikir panjang dia segera menerobos kedalamnya. . . Saat itulah bayangan manusia nampak berkelebat lewat, tahu-tahu orang itu muncul di dalam ruangan dan langsung menerjang ke depan pembaringan ayahnya. Lan See-giok merasa tegang bercampur cemas, peluh telah membasahi telapak ta-ngannya, dengan perasaan gusar bercampur berdebar dia mengintip ke luar . . Ternyata orang itu adalah seorang lelaki berjubah hitam, rambutnya sepanjang bahu berwarna kelabu, ia tidak bersenjata, wajahnya juga tak nampak karena sedang menghadap ke arah pembaringan. Dengan perasaan gusar, gelisah dan tak tenang orang itu nampak menggeledah seluruh pembaringan, selimut dan bantal ayahnya. Kemudian dengan marah dia melemparkan semua benda itu ke atas tanah, lalu dengan gugup ia mulai meraba empat kaki pembaringan di empat penjuru... Tergerak hati Lan See-giok setelah menyaksikan kejadian itu, dia merasa besar kemungkinan orang ini adalah orang yang menotok jalan darahnya serta menggeledek seluruh badannya tadi. Kalau dilihat dari tindak tanduk orang itu sewaktu ke dalam kuburan serta tingkah lakunya yang tergesa-gesa sewaktu melakukan penggeledahan atas seluruh isi ruangan itu, dapat diketahui orang itu belum sempat melakukan penggeledahan setelah berhasil melaksanakan perbuatan kejinya tadi. Makin dipikir Lan See-giok merasa apa yang diduga makin cocok, dia segera memutuskan kalau orang inilah pembunuh yang telah membinasakan ayahnya. Kemarahannya segera bergelora, diam-diam hawa murninya dihimpun ke dalam telapak tangannya, ia siap sedia menyergap orang itu dari belakang. Mendadak... orang berbaju hitam itu membalikkan badannya. Lan See-giok tersentak kaget, peluh di-ngin segera membasahi seluruh tubuhnya, sementara jantungnya seakan akan mau me-lompat ke luar dari dalam rongga dadanya. Apa yang dilihat? Ternyata orang itu berwajah hijau penuh dengan bekas bacokan yang dalam, gigi taringnya nampak panjang, matanya yang tinggal sebelah melotot besar seperti gundu. wajahnya benar-benar mengerikan sekali.

25

Mata sebelah kanannya yang buta ditutup dengan selembar kulit berwarna hitam, hal ini menambah seramnya tampang orang ini. Setelah membalikkan badan tadi, dengan mata tunggalnya yang tajam ia mulai memeriksa setiap sudut ruangan yang mencurigakan, sementara wajahnya nampak makin gelisah, peluh sebesar kacang ijo nampak bercucuran membasahi seluruh jidatnya. Berada dalam keadaan seperti ini, Lan See-giok tak berani berkutik, dia kuatir si mata tunggal itu menemukan tempat persembunyian nya. Ia tidak takut mati, tapi dia tak ingin mati sebelum dendam sakit hati ayahnya dibalas. Begitulah, setelah memeriksa seluruh ruangan itu, dengan nada gemas orang ber-mata satu itu berguman: "Aneh, disembunyikan di manakah barang itu...?" Begitu mendengar suara gumaman orang itu, sekali lagi Lan See-giok merasa kebingungan, dia dapat mengenali suara orang ini tidak sama dengan suara orang yang menggeledah tubuhnya tadi, sebab suara orang itu parau dan berat. Selain itu. diapun menyaksikan perawakan orang ini tidak sekekar orang yang menggeledah tubuhnya tadi, lagi pula orang ini mengenaskan pakaian pendek. Diam-diam Lan See-giok berkerut kening, ditatapnya orang bermata satu itu lekat-lekat, sementara di hati kecilnya dia bertanya: Siapakah orang bermata satu ini ? Benarkah ayahnya tewas di tangan orang ini . . . . ?. Belum habis dia berpikir, tampbak olehnya oranjg bermata satu gitu sudah mengubmbar hawa amarahnya, kakinya terlihat diayunkan ke sana kemari, semua barang yang berada di sekelilingnya segera beterbangan di angkasa. Dalam waktu singkat seluruh ruangan itu dipenuhi dengan suara hiruk pikuk serta pecahan barang yang tersebar ke mana-mana. Dengan penuh bernapsu, orang bermata satu itu menyepak dan menendang hancur barang-barang itu, dia berharap dari balik pecahan barang-barang tersebut bisa dite-mukan barang yang sedang dicari. Tapi akhirnya ia menghela napas dengan perasaan kecewa. Kini sorot matanya mulai dialihkan ke atas lubang bangunan di langit-langit kuburan, gigi taringnya yang panjang kedengaran bergemerutuk keras, hal ini membuat wajahnya nampak semakin mengerikan. Lan See-giok semakin tak berani berkutik, dia merasa hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri, tampang orang bermata satu itu betulbetul menggetarkan hatinya.

26

Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata tunggalnya, sekilas perasaan girang menghiasi wajahnya yang seram, dengan suatu kecepatan tinggi tiba-tiba ia melompat ke depan meja batu itu. Lan See-giok yang bersembunyi di belakangnya menjadi sangat terperanjat, begitu kagetnya dia sampai jantungnya seolah-olah terlepas. Untung saja meja batu itu tinggi lagi besar, jaraknya dengan dindingpun amat sempit, maka bila orang itu tidak memeriksa dengan teliti, sulit rasanya untuk menemukan tempat persembunyian itu. Ternyata orang bermata satu itu tidak bermaksud untuk menggeledah tempat itu, sebab setelah mengambil senjata gurdi emas yang terletak di meja, ia melayang kembali ke tempat semula. Diam-diam Lan See-giok menghembuskan napas lega, ia segera mengintip kembali ke luar. Ternyata orang bermata satu itu sedang mengorek setiap lubang angin yang berada di langit-langit kuburan dengan senjata gurdi emas milik ayahnya.. Tapi, akhirnya orang bermata satu itu kembali menghela napas dengan wajah kecewa, ia tidak berhasil menemukan sesuatu dari balik lubang angin itu.. Kekecewaan yanbg berulang kali kontan saja membuat orang itu bertambah marah, paras mukanya yang memang sudah mengerikan kini berubah semakin menggidikkan hati. "Sungguh menggemaskan?" gumamnya menahan geram. Dengan penuh perasaan mendongkol, akhirnya dia melemparkan senjata gurdi emas yang berada di tangannya itu ke depan keras-keras. Sekilas cahaya emas berkelebat lewat bagaikan serentetan cahaya bianglala, gurdi tersebut menyambar ke arah dinding sebelah kiri. Lan See-giok mengenali, di balik dinding itulah terletak kamar tidurnya. "Blaaammm!" diiringi suara nyaring senjata gurdi emas itu menancap di atas dinding dan tembus hingga ke belakang. Tiba-tiba --- terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang datang dari balik ruangan tersebut. Lan See-giok terkesiap, hampir saja ia menjerit keras saking kagetnya. Mimpipun dia tak menyangka kalau di dalam kamar tidurnyapun terdapat kawanan musuh yang sedang menyembunyikan diri. Orang bermata tunggal itu sendiri juga nampak agak tertegun, lalu dengan wajah berubah hebat dia menerjang masuk ke dalam ruangan sebelah. Tak lama kemudian ia mendengar orang bermata satu itu menjerit kaget: "Haaah, kau?"

27

Suara ujung baju yang terhembus angin segera berkumandang saling menyusul, makin lama suara itu makin lirih dan akhirnya lenyap di luar kuburan sana. Untuk sesaat suasana dalam kuburan kuno itu menjadi sepi, hening, tak kede-ngaran sedikit suarapun. Lan See giok juga duduk termangu mangu, dia tak tahu siapakah orang tadi? Masih hidupkah orang itu? Atau sudah mati? Tapi dia berharap orang itu sudah mati, karena dia menduga orang yang bersembunyi dalam kamar sebelah tentu sudah mendengar doanya kepada ayahnya tadi .. dia telah menyerahkan kotak kecil terrsebut kepada Bibi Wan... Sekawrang, Lan See giok sudah dapat men-duga, kemungkinan besar kehadiran orang-orang tak dikenal pada malam ini dikarena-kan kotak kecil tersebut, tapi apakah isi kotak kecil itu? Kepergian si orang bermata satu yang tergesa-gesa tadi membuat Lan See giok merasa amat gelisah, dia tidak berharap orang bermata satu itu menolong orang tadi, karena hidupnya orang itu berarti bencana besar bagi bibi Wan. Sekalipun mereka tak akan mengetahui nama dari bibi Wan, tapi jika mereka mau melakukan penyelidikan dengan seksama, tak sulit untuk menemukan tempat tinggal bibi Wan nya. Terbayang akan semua peristiwa tersebut, Lan See giok merasakan peluh dingin jatuh bercucuran, ia merasa bila kedatangan orang-orang itu benarbenar dikarenakan kotak kecil tersebut, dia harus segera melaporkan kejadian ini kepada bibi Wan, agar dia tahu kalau-kalau ayahnya sudah mati. Mendadak Lan See giok merasakan firasat tak enak, ia merasa dalam kuburan itu seakan akan bukan cuma dia seorang, ia seperti merasa ada sesosok tubuh manusia sedang berjalan mendekatinya dari belakang. Tanpa sadar dia segera membalikkan kepalanya ke belakang. . . . Tapi baru saja kepalanya digerakkan, mendadak tampak sesosok bayangan hitam menyambar tiba disertai segulung angin tajam yang maha dahsyat. Lan See giok amat terperanjat, tanpa sadar ia menjerit keras. "Blammm---!" sebuah benda yang mem-punyai daya pantul yang amat keras tahu-tahu sudah menghajar di belakang batok kepalanya. Kontan Lan See giok merasakan kepalanya seperti mau pecah. langit serasa menjadi gelap, seluruh bumi serasa berputar, panda-ngan matanya menjadi gelap dan tak ampun ia roboh tak sadarkan diri.

28

Sesaat sebelum jatuh pingsan, secara lamat-lamat dia masih sempat menyaksikan orang yang berada di belakang tubuhnya adalah seseorang yang berambut putih. la tak bisa membedakan apakah orang itu seorang kakek atau seorang nenek, tapi sudah pasti orang itu adalah seseorang yang telah berusia lanjut bahkan berperawakan tidak begitu tinggi. la tidak merasakan tubuhnya mencium tanah, mungkin orang yang berada di belakangnya keburu menyambar badannya dan membaringkan ke tanah, mungkin juga ia keburu tak sadarkan diri. . . Entah berapa saat sudah lewat. . . Pelan-pelan Lan See giok membuka matanya- - - pandangan pertama yang sempat terlihat olehnya adalah setitik cahaya len-tera, kemudian sesosok bayangan manusia berbaju kuning. . . Lan See giok merasakan kelopak matanya sangat berat, tak kuasa ia memejamkan matanya kembali, ia merasa tak bertenaga lagi, meski hanya untuk membuka kelopak matanya. Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara yang lembut dan penuh perhatian: "Nak, kau telah sadar ? Bagaimanakah perasaanmu sekarang?" Tiba-tiba Lan See-giok teringat kembali kejadian yang belum lama menimpa dirinya, begitu mendengar teguran tersebut, mendadak dia melompat bangun kemudian melotot dengan mata besar, ternyata orang yang berada di hadapannya adalah seorang kakek berambut putih. Kemarahan yang mencekam dalam dada nya tak bisa ditahan lagi, sambil membentak keras, tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian dihimpun ke dalam tangan kanannya, kemudian . . . "Weess!" dihantamkan ke atas dada kakek itu keras-keras. Menghadapi perubahan yang terjadi amat mendadak, apa lagi dalam jarak sedemikian dekatnya, tak mungkin lagi buat kakek itu untuk menghindarkan diri. "Blammm!" pukulan dari Lan See giok itu secara telak bersarang di atas dada kakek itu. Betapa terkejutnya Lan See giok setelah melepaskan pukulan itu, secara beruntun dia mundur sejauh dua langkah, kepalan kanannya yang menghajar dada kakek itu serasa menghantam di atas gumpalan kapas, ternyata segenap kekuatannya serasa hilang lenyap tak berbekas. Sementara itu, kakek yang berada di hadapannya telah tertawa ramah, lalu tanya nya lembut: "Nak, kau lagi marah kepada sibapa? Mengapa kaju lampiaskan kemarahanmu itu kepadaku?"

29

Seraya berkata dia tertawa tergelak dengan penuh keramahan. Buru-buru Lan See giok memusatkan pikirannya sambil perhitungan, dia cukup tahu keterbatasan tenaga dalam yang dimilikinya, dibandingkan dengan kemampuan lawan, selisih tersebut ibarat langit dan bumi, diamdiam ia lantas memperingatkan diri sendiri agar jangan bertindak secara gegabah. Selain itu, diapun berpendapat hanya kakek bertenaga dalam selihai ini yang sanggup membunuh ayahnya di dalam sekali pukulan. Ia menggosok gosok matanya, kemudian melototi kakek ramah di hadapannya dengan pandangan penuh kebencian. Tampak kakek itu berambut putih, bermuka merah dan bermata tajam tapi penuh keramahan, ia memakai jubah berwarna kuning dan bersikap amat gagah sekali. Lan See giok segera merasa kalau kakek ini tidak mirip dengan orang jahat, diam-diam pikirnya. "Orang yang menghantam kepalaku tadi berhati kejam, tapi. . siapakah dia?" Diamatinya kakek berambut putih itu sekali lagi, kemudian pikirnya lebih jauh: "Sudah pasti dia" Tapi ia tidak habis mengerti, apa sebab-nya kakek berwajah ramah tapi berhati kejam ini tidak segera meninggalkan tempat itu setelah menghantam pingsan dirinya, malahan menunggu sampai ia mendusin kembali. Mendadak satu ingatan melintas kembali dalam benaknya, dengan cepat ia menyadari apa sebabnya kakek itu belum juga pergi. "Yaa, sudah pasti dia ingin menanyakan tempat tinggal Bibi Wan" demikian dia ber-pikir. Maka sambil mendengus dingin, pikiran nya lebih jauh. "Hmmm, jangan bermimpi di siang hari bolong, sekalipun badan harus hancur tak nanti aku akan memberitahukan hal ini kepadamu." Sementara itu, si kakek berjubah kuning kembali tertawa terbahak bahak setelah menyaksikan sinar mata Lan See giok berkedip dan wajahnya berubah, berulang kali tanpa menjawab pertanyaannya. dengan penuh pebrhatian kembalij dia bertanya: "Nak, siapakahb yang telah merobohkan dirimu?" Kemarahan dalam dada Lan See giok semakin membara, dia menganggap semakin ramah kakek itu, semakin menaruh perhatian kepadanya, berarti semakin berbahaya dan jahat orang itu. Setelah mendengus marah, serunya dengan suara dingin:

30

"Siapakah yang menghantamku sampai roboh? Heeehhh- heeehhh--heeehhh, mustahil kau tidak tahu!" Tertegun si kakek berjubah kuning itu setelah mendengar dampratan tersebut, di-tatapnya Lan See giok dengan termangu, lama-lama kemudian ia baru sadar seperti memahami sesuatu dan segera tertawa. "Nak!" katanya kemudian sambil menga-lahkan pembicaraan ke soal lain: "Apakah Lan Khong tay adalah ayahmu?" Api yang berkobar dalam dada Lan See -giok sekarang hanyalah dendam kesumat, ia su-dah bertekad tak akan melayani pembi-cara-an si kakek yang dianggapnya manusia munafik ini. Sambil tertawa dingin segera ejeknya sinis: "Huuuh, sudah tahu pura-pura bertanya lagi, benar- benar tak tahu malu . . . !" Kakek berjubah kuning itu kembali berk-erut kening, kekasaran serta kekurang ajaran bocah itu sangat di luar dugaannya. Sedangkan Lan See giok meski tahu kalau kepandaian silatnya tak mampu menandingi kepandaian kakek berjubah kuning itu, tapi diapun percaya bahwa musuhnya tak nanti akan membinasakannya meski berada dalam keadaan yang bagaimana gusarpun. Sebab dia menganggap kakek berjubah kuning itu ingin mengetahui tempat tinggal Bibi Wan nya serta jejak dari kotak kecil ter-sebut, karenanya bagaimanapun marahnya lawan tak nanti ia berani bersikap kasar. Benar juga, kakek berjubah kuning itu menghela napas panjang, lalu berkata lagi dengan ramah: "Nak, aku sudah mengetahui perasaanmu sekarang, aku tahu kau mendendam kepadaku karena mengira ayahmu mati di tanganku, aku tidak menyalahkan kau, sedang mengenai alasan ayahmu sampai dicelakai orang, mungkin akupun jauh lebih jelas dari pada dirimu..." Ucapan tersebutr semakin membuat Lan See giok percaya kalau orrang yang memukul nya sampai pingsan tadi adalah kakek berjubah kuning ini, diam-diam dia lantas mendengus dingin: "Tentu kau adalah seorang yang berkomplot untuk membunuh ayahku, tentu saja kau mengetahui jelas sebab kematian dari ayahku." demikian pikirnya lagi. "... yang membuat hatiku amat pedih adalah keterlambatanku datang ke mari malam ini, kalau tidak niscaya pembunuh ayahmu itu pasti akan berhasil kutangkap..-" terdengar kakek berjubah kuning itu melanjutkan kembali kata katanya.

31

"Bedebah, kakek sialan, manusia licik---" kontan saja Lan See giok menyumpah di hati. Dalam pada itu, si kakek berjubah kuning itu sudah berhenti sejenak sebelum kemu-dian melanjutkan kembali kata katanya: "Nak, coba ceritakanlah kisah pembunuhan yang telah menimpa ayahmu malam tadi, ceritakan pula bagaimana terjadinya Pertarungan, berapa orang yang datang serta manusia-manusia macam apa saja yang telah kemari, mungkin aku bisa membantumu untuk mengenali orang-orang itu serta merebut kembali kotak kecil tersebut." Lan See giok tertawa dingin: "Heeehhh.. heeehhh... heeehhh... buat apa kau mesti bertanya kepadaku? Aku yakin, kau sudah pasti jauh lebih mengerti dari pada diriku sendiri..." Merah padam selembar wajah kakek berju-bah kuning itu setelah mendengar ucapan tersebut, paras mukanya agak berubah, jenggotnya gemetar keras, jelas orang itu merasa agak tak senang hati, tapi hanya sejenak ke-mudian ia telah bersikap lembut kembali. Ditatapnya wajah Lan See giok lekat-lekat, kemudian katanya dengan serius: "Nak, aku tidak habis mengerti mengapa kau bersikap kasar, emosi dan tak menggunakan akal terhadap diriku? Ketahuilah perbuatan semacam ini akan memporak porandakan keadaan, tidak bermanfaat bagi masalah yang sebenarnya, kau harus mawas diri, dinginkan otakmu dan terutama sekali harus tahu kalau keselamatanmu sedang terancam bahaya..." Belum habis kakek berbaju kuning itu menyelesaikan kata katanya, Lan See giok telah tertawa keras penuh kegusaran, tukas-nya dengan perasaan benci yang me-luap. "Sudah sedari tadi aku tak pernah memikirkan soal mati hidupku, kenapa aku mesti takut mati? Hmmm, aku rasa justru ada orang yang kuatir bila aku sampai mati!" Sekali lagi kakek berbaju kuning itu mengerutkan dahinya rapat-rapat, berkilat sepasang matanya, kemudian seakan akan memahami sesuatu, dia manggut-manggut. "Ehmmm, benar, ketika aku mendengar suara jeritan tadi dan menerobos masuk ke dalam kuburan Ong-leng, kusaksikan ada sesosok bayangan manusia yang kurus pendek sedang kabur ke arah utara, gerakan tubuh nya secepat sambaran petir..." Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar ucapan itu, terutama sekali kata bayangan manusia kurus pendek, dengan cepat dia teringat kalau

32

orang yang menghantamnya sampai pingsan tadi memang seorang kakek yang berperawakan kurus lagi pendek. Maka dia segera mengamati tubuh kakek berbaju kuning itu sekali lagi, ia merasa meski perawakan orang ini tidak termasuk tinggi besar, tapi jika dia bersembunyi di belakang meja batu, niscaya jejaknya akan ditemukan olehnya. Berpikir sampai di sini, Lan See giok sema-kin kebingungan dibuatnya, dia lantas ber-pikir lagi: "Jangan-jangan bukan si kakek berjubah kuning ini yang menghantamku sampai pingsan tadi . . ?" Tapi ingatan lain dengan cepat melintas kembali di dalam benaknya, dia merasa walaupun bukan kakek ini, tapi ia sudah pasti termasuk salah seorang yang berniat jahat kepada ayahnya, kalau tidak, menga-pa dia bisa tahu kalau tujuan orang-orang itu adalah untuk mendapatkan kotak kecil milik ayahnya? Dari sini bisa disimpulkan kalau orang inipun bukan orang luar, ia bisa mencari sampai di sana, berarti diapun bukan manu-sia sembarangan. Karena berpendapat demikian, maka apa yang selanjutnya diucapkan kakek berjubah kuning itu sama sekali tak terdengar olehnya. Dalam pada itu, si kakek berbaju kuning tadi sudah berkata lagi: "Oleh karena itu, kau harus mengikuti aku untuk menyingkir dulu ke dusun kaum nela-yan Ho hi cun, kemudian baru berusaha untuk menemukan beberapa orang itu serta merampas kembali kotak kecil itu." Setelah mendengar ucapannya yang terakhir ini, Lan See giok dapat segera meng-am-bil kesimpulan kalau kakek ini belum lama datangnya, sebab jika ia sudah mendengar kalau kotak kecil tersebut telah di-serahkan kepada bibi Wan nya, niscaya dia tak akan berkata begitu. Tapi mengapa dia bisa datang terlambat? Maka tak tahan lagi dia lantas bertanya: "Dari mana kau bisa tahu kalau ayahku tinggal di sini?" "Aaaah kau ini . . kenapa bertanya lagi? Bukankah tadi sudah kukatakan kepada-mu?" "Apa yang kau ucapkan tadi? Tak sepatah katapun yang kudengar!" "Tujuh delapan tahun berselang, aku pernah berjumpa muka dengan ayahmu di bawah puncak Giok li-hong di bukit Hoa san, oleh karena ayahmu memberi kesan yang sangat mendalam bagiku, maka begitu masuk ke mari dan menyaksikan jenazah yang terkapar di atas genangan darah, aku segera mengenalinya sebagai Kim wi-gin tan Lan Khong tay yang termasyhur di kolong langit dimasa dulu..."

33

Mendengar sampai di situ, Lan See giok merasa amat sedih sekali sehingga tanpa terasa dia berpaling dan memandang seje-nak ke arah jenazah ayahnya, titik-titik air segera jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Terdengar kakek berjubah kuning itu ber-kata lebih jauh: "Aku hanya tahu kalau ayahmu si gurdi emas peluru perak Lan Khong tay berdiam di sekitar telaga Huan-yang ou, tapi tidak kuketahui jika ia berdiam dalam kuburan Ong leng." "Setengah jam berselang, karena suatu persoalan secara kebetulan aku lewat di sini. mendadak kudengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema dari sini, dalam kagetnya aku bergerak berangkat ke mari. Baru tiba di depan pintu gerbang yang bo-brok itu, kujumpai dari belakang kuburan muncul sesosok bayangan kecil dan kurus sedang kabur ke arah utara, sebenarnya aku hendak mengejarnya, tapi setelah ku-temukan di belakang kuburan terdapat pintu yang ter-buka lebar, maka akupun masuk ke mari. Apba yang kulihat pertama kalinya adalah ayahmu yang terkapar di atas genangan darah bila kuperiksa ternyata mayatnya sudah kaku dan ia sudah meninggal cukup lama, itu berarti jeritan yang kudengar tadi bukan berasal dari ayahmu." Tanpa terasa Lan See giok mengangguk ia tahu jeritan ngeri yang didengar kakek berjubah kuning tadi sudah pasti orang yang kena ditembusi gurdi emas di balik dinding itu. Tanpa terasa dia lantas mengerling seke-jap ke arah senjata "gurdi emas" yang menembusi dinding ruangan itu. Terdengar kakek berjubah kuning itu ber-kata lebih jauh: "Waktu itu aku merasa keheranan, kemu-dian kusaksikan kau terkapar di balik meja sana, ketika kuperiksa ternyata kau belum mati." "Pertama tama kutarik dulu badanmu ke luar dari situ, baru kuketahui kau sedang pingsan, tapi ada satu hal yang tidak kupa-hami, mengapa orang yang telah membinasakan ayahmu telah melepaskan kau de-ngan begitu saja --" Tentu saja Lan See giok tahu apa sebab-nya dia tak mati, cuma dia enggan untuk meng-utarakannya. Terdengar kakek berjubah kuning itu ber-kata lebih jauh: "Sampai kini aku tidak tahu apa sebabnya orang itu tidak membunuhmu, tapi aku yakin orang itu pasti menganggap kau mem-punyai kegunaan yang amat berharga, namun bila apa yang berharga itu sudah dapat diraih, jelas kau pun akan dibunuh juga."

34

"Oleh sebab itu, sekarang kau harus pergi meninggalkan tempat ini, demi keselamatanmu kau harus pergi dari sini-- --" "Tidak" tukas Lan See giok dengan cepat: "aku tak akan meninggalkan tempat ini" Jawaban tersebut sama sekali di luar dugaan kakek berjubah kuning itu, tanpa terasa serunya dengan perasaan terperan-jat: "Mengapa?" "Aku hendak menunggu orang itu datang kembali, aku hendak membunuh orang itu untuk membalaskan dendam bagi ayahku" Kakek berjubah rkuning itu termenung se-bentar, akhirnya diaprun manggut-manggut. "Baiklah", katanya kemudian, "tunggu saja di sini, sekarang aku harus pergi dulu, semoga kau bisa baik-baik menjaga diri dan ber-hati-hati dalam setiap tindakan." Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan bertalu dari tempat itu. Lan See giok hanya mengawasi kakek ber-baju kuning itu dengan pandangan di-ngin, ia tidak menahannya pun tidak menghantar kepergiannya, karena ia masih ragu terhadap apa yang telah diucapkan orang itu. Setelah berjalan beberapa langkah, men-da-dak kakek itu berhenti lagi, sambil ber-paling ke arah Lan See giok pesannya: "Nak, jika kau mempunyai kesulitan atau membutuhkan bantuanku, datang saja ke rumahnya Huan kang ciang liong (naga sakti pembalik sungai) di dusun Hong hi cun un-tuk mencari diriku, saat itulah aku akan memberitahukan kepadamu apa sebabnya orang--orang itu membunuh ayahmu." Selesai berkata, tidak menanti jawaban dari bocah itu lagi, dia segera berlalu dari situ, hanya dalam sekejap mata saja baya-ngan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Lan See-giok agak terkejut pula me-nyaksi-kan kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu. Setelah berpikir sejenak, diapun termenung: "Orang-orang itu semuanya berilmu tinggi, untuk membalas dendam ... aaai tampaknya sulit melebihi mendaki ke langit..." Dengan sedih dia memandang ke arah ayahnya sekali lagi, sementara air mata kembali jatuh bercucuran. Pelan-pelan dia berjalan ke sisi jenazah ayahnya, membungkukkan badannya dan bermaksud untuk membopong tubuh ayah-nya. Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, dengan cepat dia berjongkok untuk memeriksa dengan lebih seksama.

35

Ternyata ujung jari telunjuk jenazah si Gurdi emas peluru perak Lan Khong tay sedang menancap di atas tanah, sementara di atasnya telah terukir sebuah goresan, entah goresan lukisan atau tulisan . .. Dengan cepat Lan See giok menduga kalau goresan itu pasti dibuat oleh ayahnya menjelang ajal merenggut nyawanya. Sebagai bocah yang pintar, Lan See giok segera mengambil lampu lentera di meja dan didekatkan pada goresan tersebut. la tahu, besar kemungkinan goresan tersebut menyangkut soal nama pembunuh yang telah menghabisi jiwa ayahnya . . . Lama sekali Lan See giok mengamati go-re-san itu dengan seksama, akhirnya dia ber-hasil menarik kesimpulan kalau goresan tersebut adalah sebuah goresan tulisan. Tampaknya tulisan itu adalah sebuah hu-ruf "To" atau tunggal. Dengan termangu mangu dia mengawasi huruf tersebut sambil berpikir. "Apakah arti kata dari huruf To itu? Apakah julukan dari pembunuh ayahnya...? Ataukah menunjukkan nama marga orang itu?" Dengan cepat dia memeras otak berusaha untuk mencari diantara namanama tokoh persilatan yang pernah diberitahukan ayah-nya selama ini, apakah ada yang ber-julukan dengan huruf To "ataupun meng-gunakan nama marga To--. Tapi dia kecewa, tak seorangpun diantara jago-jago yang teringat olehnya memper-guna-kan-kan julukan itu, diapun tak tahu apakah di kolong langit terdapat orang yang menggu-na-kan nama marga To. Akhirnya dia meletakkan kembali lampu lentera itu ke atas meja, membopong jenazah ayahnya ke atas pembaringan, ke-mudian sambil duduk di sisinya dia menangis ter-sedu sedu. Sambil menangis dia berdoa kepada ayah-nya agar membantunya dalam pencarian orang yang menggunakan huruf "tunggal" pada julukan atau namanya . . . . Mata tunggal--Mendadak bayangan manusia berjubah hitam, berwajah seram dan bermata tunggal itu melintas kembali dalam benaknya. Lan See giok segera berhenti menangis, dengan kobaran api dendam segera gumam nya. "Betul, sudah pasti si manusia bermata tunggal itu--- sudah pasti keparat itu---" Tapi diapun teringat, pula dengan orang yang telah menggeledah sakunya ketika ia pingsan karena sedih tadi, siapa pula orang itu? Apakah dia bukan pembunuh ayahnya?

36

Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia merasa bila ingin mengetahui siapakah pembunuh ayahnya, dia harus mencari ke belakang dinding ruangan itu serta menemukan orang yang telah menghantamnya sampai pingsan itu. Mendadak dia melompat bangun dan segera lari menuju ke dalam kamar tidurnya. Setitik cahaya terarah mencorong masuk lewat lubang angin dalam kamarnya, ter-nyata fajar telah menyingsing. Selangkah demi selangkah dia berjalan menuju ke depan pembaringan, kemudian ber-jongkok ke bawah, di situ hanya dijum-pai segumpal darah, sedangkan orang yang bersembunyi di sana telah dilarikan si manu-sia bermata tunggal itu. Dalam sekejap mata saja dia lantas me-na-ruh curiga terhadap orang yang telah di-lari-kan si mata tunggal itu, dia curiga bukan saja orang itu telah menyimpan barang yang hendak didapatkannya, bahkan curiga kalau orang itu telah menyaksikan adegan sewaktu ayahnya terbunuh. Dengan termangu Lan See giok menga-wasi senjata gurdi emas yang menembusi dinding ruangan itu, baru pertama kali ini dia me-n-getahui betapa tajamnya senjata gurdi emas tersebut. Ia berjalan ke luar dari ruangan, mengerahkan segenap tenaganya untuk membetot keluar senjata gurdi tersebut, kemudian menggulungnya dan dimasukkan ke dalam saku, dia bertekad hendak mengguna-kan senjata gurdi emas milik ayahnya untuk membinasakan pembunuhan keji tersebut. Sekarang dia merasa kemungkinan si manusia bermata tunggal itulah pembunuh ayahnya yang terbesar, kemudian orang yang menggeledah tubuhnya merupakan orang kedua yang perlu dicurigai, sedang-kan orang yang bersembunyi di belakang dinding dan belakang meja serta si kakek tunggal paling kecil kemungkinannya. Walaupun begitu, dia masih tetap mena-ruh curiga terhadap kakek berjubah kuning yang berwajah ramah itu, dia tak tahu apakah orang itulah yang telah menghajar-nya sampai pingsan atau bukan. Selain itu, diapun tak habis mengerti sia-pakah orang yang kemungkinan besar sem-pat mengikuti adegan pembunuhan ter-ha-dap ayahnya. Dalam keadaan begini dia, lantas ber-pen-dapat bahwa ia harus pergi menuju ke dusun Hong hi cun mencari si kakek berju-bah kuning itu dan mencari keterangan darinya, lagi pula kakek itupun pernah ber-janji dia akan menerangkan sebab musabab terja-di-nya pembunuhan terhadap ayahnya itu. Setelah mengambil keputusan, buru-buru dia menuju ke sisi pembaringan di mana jenazah ayahnya berbaring, dia hendak membawa jenazah

37

ayahnya menuju ke ru-ang dalam dan membaringkannya bersama dengan jenazah ibunya. Belum lagi dia berbuat sesuatu mendadak terdengar lagi suara ujung baju yang ter-hem-bus angin berhembus tiba. Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera berpikir "Siapa lagi yang datang?" Mendadak . . . . . terdengar suara isak tangis yang amat keras berkumandang datang dari pintu masuk ruangan kuburan itu. Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera berpaling, ia saksikan sesosok baya-ngan manusia diiringi suara isak tangis yang parau bergema tiba dengan kecepatan luar biasa. Cepat sekali gerakan tubuh bayangan hi-tam itu, hanya di dalam waktu sekejap ia te-lah tiba di sana. Lan See-giok dibuat kalut juga pikiran-nya setelah menyaksikan kejadian itu, untuk menyembunyikan diri tak sempat lagi. Tampaklah bayangan hitam itu segera menubruk ke depan jenazah yang berada di atas pembaringan dan menangis tersedu sedu, sebuah benda tiba-tiba terjatuh ke tanah. Oleh kejadian yang berlangsung sangat mendadak dan di luar dugaan ini, Lan See giok hanya bisa berdiri termangu mangu dan untuk sesaat tak tahu apa yang mesti di-la-kukan. Ketika ia mencoba untuk mengamati benda yang terjatuh ke tanah, ternyata isi-nya adalah sebuah keranjang bambu yang penuh berisikan hio, lilin dan uang kertas. Ketika dia mengawasi pula orang yang se-dang menangis di depan jenazah ayahnya, ternyata orang itu adalah seorang kakek ku-rus kering yang berbaju abu-abu, berambut putih dan bertelinga tunggal. Waktu itu, dengan suara yang parau si kakek bertelinga tunggal itu menangis tiada hentinya. "Ooooh adik Khong-tay . . . sungguh me-ngenaskan kematianmu ini . . . oooh . . . betapa sengsaranya engkoh tua mencari dirimu . . ." Begitu mengetahui kalau orang itu adalah sahabat karib ayahnya, kontan saja Lan See -giok merasakan kesedihan yang tak ter-ken-dalikan, dia segera menubruk ke tubuh kakek itu dan turut menangis tersedu sedu. Dalam waktu singkat seluruh ruangan kuburan itu sudah dipenuhi oleh isak tangis yang mengenaskan, suasana begitu sedih dan penuh kepedihan membuat siapapun akan turut beriba hati bila melihatnya. Dalam isak tangisnya, Lan See giok me-rasa ada sebuah tangan yang kurus kering sedang membelai kepalanya dengan penuh kasih sayang,

38

bersamaan itu pula terdengar kakek bertelinga tunggal itu berseru sambil menangis terisak: "Anak Giok, anak yang patut dikasihani..." Kata selanjutnya tak bisa dilanjutkan karena suaranya menjadi sesenggukan dan tersendat sendat. Mendengar panggilan "Anak Giok" yang mesra itu, isak tangis Lan See giok semakin menjadi. Walaupun dalam ingatannya dia belum pernah mendengar ayah ibunya pernah ber-bicara tentang seorang empek yang ber-telinga tunggal, namun sejak kehilangan ayahnya, inilah panggilan mesra pertama yang dide-ngar olehnya. Itulah sebabnya pula dalam hati kecilnya segera menaruh perasaan yang akrab terha-dap kakek ceking bertelinga tunggal ini. Terdengar kakek ceking itu berkata de-ngan penuh kasih sayang. "Anak Giok, jangan menangis, bangun-lah, biar empek tua melihat wajahmu.. . su-dah sepuluh tahun lebih kita berpisah, sungguh tak nyana kalau kau sudah tumbuh menjadi begini dewasa. .." Air mata Lan See giok ibaratnya anak su-ngai yang meluap, tanpa terasa lagi dia me-meluk tubuh kakek ceking bertelinga tung-gal itu semakin kencang. Kembali kakek itu menghela napas sedih lalu bisiknya agak gemetar : "Anak Giok, anak yang patut dikasi-hani...." Sambil berkata dia lantas membopong tubuh Lan See-giok dan membangunkan-nya. Lan See-giok masih saja menangis ter-sedu-sedu . . . . Dengan penuh kasih sayang kakek ber-telinga tunggal itu menyeka air mata yang membasahi pipinya. Lan See-giok belum sempat melihat raut wajah empek tuanya ini, ketika dia mendo-ngakkan kepalanya dan mengamati dengan seksama, tiba-tiba timbul suatu perasaan seram dalam hatinya, ternyata kakek ceking bertelinga tunggal ini mempunyai wajah ber-bentuk kuda, ber-alis botak, mata sesat, mu-lut, tipis tak ber-jenggot, tulang kening lancip serta hidung melengkung seperti pa-ruh elang. Tampang semacam ini seratus persen adalah tampang dari seorang manusia sesat. Setelah menangis sekian lama, walaupun di atas wajahnya yang penuh keriput tak nampak basah oleh air mata, namun sepasang mata sesatnya yang penuh kelici-kan telah berubah menjadi merah membara. Lan See giok benar-benar tidak percaya dengan pandangan matanya, dia tak me-ngira kalau seorang yang bersuara lembut, bersi-kap hangat dan

39

penuh kasih sayang itu ter-nyata memiliki raut wajah yang menye-ram-kan serta menggidikkan hati. Tapi bukankah di dunia ini tak sedikit manusia berwajah jelek dan menyeramkan yang justru berhati bajik dan mulia? Berpikir demikian, agak lega juga perasa-an hatinya. Menyaksikan Lan See giok hanya meng-a-matinya terus tanpa berkedip, dengan nada penuh kasih sayang kakek bertelinga tung-gal itu segera menegur: "Anak Giok, sudah tidak kenal lagi dengan empek tua?" Sambil berkata, tangannya yang kurus keying itu tiada hentinya meraba bahu mau-pun punggung Lan See giok. Anak itu menatap sekejap si kakek, lalu mengangguk jujur. Kakek bertelinga tunggal itu segera ter-tawa getir, katanya dengan sedih: "Yaa. ini memang tak dapat me-nyalahkan kau, sudah sepuluh tahun lebih kita tak per-nah bersua, waktu itu kau masih seorang anak cilik yang tak tahu apa-apa..." Berbicara sampai di situ, sepasang mata sesat nya segera melirik sekejap ke arah ma-yat Lan Khong tay, kemudian sambung-nya lebih jauh: "Anak Giok, apakah ayahmu belum per-nah membicarakan tentang diriku kepadamu?" Lan See giok merasa kurang leluasa untuk menjawab secara terus terang, maka sahut-nya: "Ayah memang seringkali membicarakan tentang nama dan empek yang banyak sekali jumlahnya, sayang anak Giok bodoh dan tak bisa mengingat terlalu banyak." Mendengar jawaban tersebut, si kakek bertelinga tunggal itu segera tertawa bangga. Tapi menyaksikan kening Lan See giok berkerut kencang, dia segera menarik kem-bali senyumnya dan berkata lagi dengan sedih: "Anak Giok, cepat kau pungut hio dan lilin itu, mari kita bersembahyang di depan jenazah ayahmu ...." Berbicara sampai di situ, dia lantas mem-bungkukkan badan dan memunguti lebih dulu kertas uang, hio dan lilin. Tergerak hati Lan See giok setelah me-nyak-sikan benda-benda itu, dengan cepat dia ber-seru: "Empek tua, sudah sepuluh tahun lebih kau berpisah dengan ayahku, darimana kau bisa tahu kalau ayah dan anak Giok tinggal di sini?" Dajri mana pula kagu bisa tahu kalbau ayahku tewas?" Kakek bertelinga tunggal itu sedikitpun tidak gugup, sahutnya dengan pelan:

40

"Anak Giok, sudah sepuluh tahun lebih empek mencari ayahmu, semalam ketika aku berada di kota sebelah depan sana, tiba-tiba kudengar di luar penginapan ada orang se-dang membentak-bentak, ketika empek lari ke luar, ternyata orang itu adalah To-kak-thi koay (Tongkat besi kaki tunggal) Gui Pak -ciang, seorang musuh bebuyutan ayahmu di masa lalu...." Tergerak kembali perasaan Lan See giok, cepat dia menimbrung: "Empek maksudkan seorang kakek ber-tongkat besi yang kehilangan kaki sebelah kiri nya?" Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak tertegun, kemudian serunya tidak habis mengerti: "Apa? Jadi kau kenal dengan dia?" Menyinggung soal itu, Lan See giok segera teringat kembali akan perbuatan si Toya besi berkaki tunggal Gui Pak ciang yang te-lah menusuk tubuhnya dengan toya besi terse-but, dengan kening berkerut serunya penuh rasa dendam. "Dua jam berselang, dia telah datang ke mari!" Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap wajah Lan See giok yang dili-puti hawa amarah, kemudian dengan paras muka berubah hebat pikirnya: "Tebal amat hawa pembunuhan dari anak ini ..." Kemudian sambil menghela napas sedih katanya lebih jauh. "Benar, aku tahu kalau kalian tinggal di sini dan tahu juga kalau adik Khong tay te-lah tewas, aku tahu karena dia yang mem-berita-hukan hal itu kepada empek, waktu itu aku merasa sedih sekali, sehingga setelah mencari keterangan jalan kemari, akupun mem-beli hio dan lilin, langsung berangkat ke mari..." Kemarahan dan rasa dendam Lan See -giok segera berkobar lagi, tiba-tiba ia ber-paling ke arah kakek bertelinga tunggal itu, lalu ber-tanya dengan sedih: "Empek, apakah kau tidak bertanya ke-padanya siapa yang telah membinasakan ayahku?" Sekali lagi kakek bertelinga tunggal itu merasakan hatinya bergetar keras sesudah menyaksikan sorot mata Lan See-giok yang tajam bagaikan sembilu, ia merasa walau-pun usia Lan See giok hanya belasan tahun, tapi paling tidak ia sudah memiliki tenaga dalam sebesar sepuluh tahun hasil latihan, suatu kehebatan yang luar biasa. Maka sambil menunjukkan perasaan sedih dan pedih, dia menjawab: "Sebodoh-bodohnya empek, tak nanti aku akan lupa menanyakan persoalan yang maha penting ini, menurut dia, sewaktu ia mema-suki kuburan ini dibalik kegelapan tampak sesosok bayangan manusia yang

41

menyem-bunyikan diri, setelah dilakukan pengejaran sampai di dalam hutan, barulah diketahui kalau orang itu adalah To pit him (beruang berlengan tunggal) Kiong Tek cong..." Mendengar nama "Beruang berlengan tunggal', tergerak hati Lan See giok, dengan cepat ia menjadi sadar kembali apa sebab-nya orang itu setelah menotok jalan darah-nya, tetap meraba pula dengan tangan kanan, rupanya dia adalah seorang yang berlengan tunggal. Teringat akan "berlengan tunggal," dia lantas terbayang kembali dengan huruf "tunggal" yang digoreskan ayahnya di atas tanah. Tapi sekarang telah muncul seorang ber-kaki tunggal, seorang berlengan tunggal, dan seorang lagi bermata tunggal, siapakah yang dimaksudkan ayahnya sebagai "tunggal" tersebut? Dengan keterangan yang diperolehnya dari si kakek yang bertelinga tunggal ini, maka dia mulai merasa ragu lagi terhadap kesimpulan nya semula yang menduga si manusia ber-mata tunggal itulah pembunuh ayahnya. Karenanya dengan kening berkerut dia mulai memutar otak untuk melakukan analisa, sebenarnya pembunuh ayahnya itu si Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong ataukah si manusia bermata tunggal? Tapi akhirnya dia menarik kesimpulan, kemungkinan yang paling besar adalah si Beruang berlengan tunggal. Tapi sewaktu si manusia bermata tunggal memasuki gua tadi, ia masuk dengan terburu-buru, bahkan melirik ke arah ayahnya pun tidak, sebaliknya langsung menuju ke pembaringan dan melakukan pemeriksaan, bu-kankah hal ini membuktikan kalau ia su-dah pernah datang satu kali di situ? Dalam pada itu si kakek bertelinga tunggal sedang memasang hio sambil diam-diam mengawasi Lan See giok yang sedang ber-diri termenung. . Tiba-tiba ia mendengar bocah itu sedang berguman. "Tapi. . . mengapa dia balik lagi untuk menggeledah pembaringan serta lubang angin?" Dengan perasaan tidak habis mengerti si kakek bertelinga tunggal itu segera menim-brung: "Anak Giok, siapakah yang kau maksud kan?'. Lan See giok berusaha menenangkan hati-nya, lalu berpaling sambil bertanya: "Empek tua, apakah kau kenal dengan se-orang manusia bermuka hijau, bergigi taring dan bermata tunggal?" Paras muka kakek bertelinga tunggal itu berubah hebat, tampaknya dia merasa ter-kejut sekali, kemudian serunya dengan ce-mas:

42

"Apa? Iblis keji itupun telah datang?" Dari mimik wajah kakek itu, Lan See giok segera tahu kalau manusia bermata tunggal itu adalah seorang manusia yang sangat lihay, dia lantas manggut-manggut. "Empek, siapakah orang itu?" serunya. "Dia adalah seorang iblis yang amat ter-masyhur namanya di dalam golongan putih maupun golongan hitam, orang menyebut nya sebagai To gan liau pok (setan buas ber-mata tunggal) Toan Ki tin". Sambil menjawab, dia lantas membawa hio dan berjalan ke depan pembaringan. Lan See giok masih saja berdiri termangu -mangu sambil membawa uang kertas ter-se-but, dia lupa menderita, tiada air mata dalam kelopak matanya, ia sudah dibikin kebi-ngungan oleh teka teki yang berada di hada-pannya. . . Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap ke arah Lan See giok ke-mudian serunya: "Anak giok, cepat kau bakar uabng kertas itu!"j Lan See giok gsegera tersadarb kembali dan maju mendekat, tapi apa yang kemudian tertera di hadapannya membuat ia menjadi terkejut sehingga paras mukanya berubah. Ternyata kakek bertelinga tunggal itu telah menancapkan hio tadi ke atas tiang kayu di ujung pembaringan, dilihat dari sini dapat diketahui kalau tenaga dalamnya benar-benar sangat lihay. Dengan air mata bercucuran Lan See giok segera berseru. "Oooh empek tua, mengapa kau tidak mau datang sehari lebih pagian, jika empek ada di sini, niscaya ayah tak sampai dicela-kai orang." "Aaai . . . anak Giok, inilah yang dina-makan takdir, kalau aku tidak bertemu de-ngan To kak- thi-koay Gui Pak ciang secara kebetulan, empek malah tidak tahu kalau kalian berdiam di dalam kuburan rahasia ini." Setelah hening sejenak, tiba-tiba Lan See- giok bertanya lagi: "Empek, tahukah kau, apa sebabnya ayah-ku pindah ke dalam kuburan kuno ini?" Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak sangsi, kemudian sahutnya: "Keadaan yang sebenarnya tidak begitu kuketahui, tapi menurut sementara orang persilatan, mereka menduga ayahmu telah berhasil menemukan sejilid kitab Cinkeng ketika berada di bawah puncak Giok li hong di bukit Hoa san . . . ". Menyinggung soal puncak Giok li hong di bukit Hoa San, Lan See giok teringat kembali akan kakek berbaju kuning yang ber-wajah ramah itu, dia

43

mengatakan kalau telah ber-temu dengan ayahnya di bawah pun-cak Giok li hong. Sementara dia masih termenung, kakek bertelinga tunggal itu telah bertanya lagi de-ngan ramah. "Anak Giok apakah ayahmu pindah ke mari benar-benar dikarenakan persoalan tersebut? Dengan cepat bocah itu menggeleng. "Tidak, anak Giok tidak tahu, tapi belum pernah kusaksikan ayahku membaca kitab Cinkeng apapun . . ." Belum selesai Lan See-giok menjawab, dengan senyum ramah kakek bertelinga tunggal itu telah menukas, katanya: "Sekalipun namanya kitab Cinkeng, se-sungguhnjya tak lebih cuma sebuah kotak kecil .." Mendengar sampai di situ, Lan See-giok hampir saja tak sanggup menahan diri, jan-tungnya berdebar semakin keras. Mencorong sinar terang dari balik mata si kakek yang sesat, di atas wajahnya yang menyeramkan terpancar pula sinar kerakusan, tapi sejenak kemudian katanya lagi sam-bil tertawa ramah: "Anak Giok, pernahkah kau menyaksikan kotak kecil itu?" Lan See-giok merasakan jantungnya se-makin keras, dia merasa walaupun kakek bertelinga tunggal ini adalah sahabat karib ayahnya, tapi ia merasa tak baik untuk mengungkap persoalan tersebut sekarang. Maka setelah ragu-ragu sebentar, sahut-nya agak tergagap: "Anak Giok belum pernah menyaksikannya!" Selesai berkata dia lantas menundukkan kepalanya dengan perasaan malu dan me-nyesal. Sedang si kakek bertelinga tunggal itu nampak berubah hebat paras mukanya, keningnya berkerut dan mata sesatnya me-lotot besar, senyuman menyeringai segera menghiasi wajahnya, tampang yang pada dasarnya sudah menyeramkan, kini semakin menakutkan lagi. Tenaga dalamnya segera dihimpun ke dalam telapak tangan kanannya yang kurus kering, kelima jari tangannya yang di pentangkan bagaikan cakar pelan-pelan di ang-kat ke angkasa. Sedang Lan See-giok sendiri, waktu itu merasa menyesal sekali karena telah berbohong, saking malunya dia sampai tak berani mendongakkan kepalanya lagi, dia merasa tidak seharusnya berbohong terhadap se-orang empek sahabat karib ayahnya yang su-dah sepuluh tahun lebih mencari mereka.

44

Si kakek bertelinga tunggal itu sudah me-ngejangkan seluruh kulit mukanya, tangan kanannya yang ceking dan penuh disertai tenaga dalam itu sudah di angkat melampaui bahunya. Tapi kemudian berkilat sepasang mata-nya, wajah yang semula menyeringai serampun kini pulih kembali seperti sedia kala. se-nyuman licik menghiasi ujung bibirnya. ta-ngan kanannya yang sudah dipersiaprkan seperti cakar setanpun diturunkan kembalri ke bawah. Kemudian dengan suara yang tetap ramah dan lembut dia berkata: "Tentu saja, terhadap masalah sepenting ini, apalagi menyangkut benda mestika dari dunia persilatan, mana mungkin dia akan perlihatkan kepada seorang anak yang tak tahu urusan seperti kau..." Setelah berhenti sebentar, dia berkata le-bih jauh: "Apa lagi sekalipun kau tahu juga tak akan memahami betapa pentingnya benda terse-but." Lan See giok segera mengiakan berulang kali untuk menutup ketidak tenangan di dalam hatinya. Kakek bertelinga tunggal itu memandang sekejap ke arah jenazah yang berbaring di atas pembaringan, kemudian kembali dia berkata: "Anak Giok, orang bilang masuk ke tanah akan membuat yang tiada menjadi tenteram, kita harus segera mengebumikan jenazah ayahmu ini---" Lan See giok merasakan hatinya amat sa-kit bagaikan diiris-iris dengan pisau belati, ia mendongakkan kepalanya dan memandang jenazah ayahnya sekejap, kemudian kata-nya: "Anak Giok bermaksud untuk membaring-kan-kan jenazah ayahku di samping jenazah ibuku di dalam kuburan sana---" "Apakah kau tahu jalan menuju ke dalam kuburan sana?" tidak menunggu bocah itu menyelesaikan kata katanya, si kakek ber-telinga tunggal itu telah menukas lebih dulu. Tanpa ragu Lan See giok mengangguk, tapi sorot matanya masih tetap menatap jenazah ayahnya. "Setiap tahun disaat hari kematian ibuku, ayah pasti mengajak Giok ji masuk ke dalam untuk menengok wajah ibu." Berbicara sampai di situ, dua baris air mata segera jatuh bercucuran membasahi pipinya. Kejut dan girang segera menyelimuti wa-jah jelek kakek bertelinga tunggal itu, de-ngan tak sadar dia segera berseru. "Kalau memang begitu, mari kita segera turun tangan"

45

Tidak menunggu pendapat dari Lan See- giok lagi, buru-buru dia menuju ke depan pembaringan dan membopong bangun jenazah dari si Gurdi emas peluru perak Lan Khong tay, kemudian melanjutkan: "Giok ji, kau jalan di muka!" Lan See giok pun merasa ada baiknya un-tuk segera mengirim jenazah ayahnya ke dalam kuburan, maka sambil mengangguk dia berjalan lebih dulu menuju ke sebuah lorong. Kakek bertelinga tunggal itu hampir saja tak sanggup mengendalikan gejolak emosi dalam dadanya, sehingga wajahnya nampak berseri, sambil membopong jenazah Lan Khong-tay ia segera mengikuti di belakang Lan See giok kencang- kencang. Kedua orang itu dengan menelusuri lorong yang gelap segera berputar ke kiri berbelok ke kanan, berjalan terus tiada hentinya . . Akhirnya sampailah mereka di depan se-buah persimpangan jalan, di kedua belah samping lorong itu terdapat dinding yang berbentuk hampir sama, dan di sana terdapat pintu besi yang besarnya hampir sama tertutup rapat. Melihat hal itu, si kakek bertelinga tunggal itu nampak sangat gelisah, apa lagi setelah menyaksikan Lan See-giok berjalan dengan langkah yang amat berhati - hati, dengan ce-pat dia alihkan Lan Kong thay ke bawah ketiaknya. Maka setiap kali mereka melakukan belokan dia lantas mengerahkan tenaga dalam-nya ke ujung jari dan diam-diam membuat sebuah tanda di atas dinding gua tersebut. Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah melalui tujuh buah ruangan batu ber-bentuk persegi serta tiga puluh ruang ku-buran kosong yang amat besar, akhirnya di depan sana muncul setitik cahaya yang amat redup dibalik kegelapan. Tergerak hati kakek bertelinga tunggal itu, dia tahu di depan sana adalah tempat yang mereka tuju, buru-buru jenazah Lan Khong tay dibopong dengan baik. Saat itulah Lan See giok telah berpaling sembari berkata. "Empek, di depan situlah terletak kuburan ibuku!" Kemudian, sewaktu dilihatnya kbakek itu membopjong jenazah ayahnya dengan amat hormat, dia menjadi terharu sekali. segera ujarnya lebih jauh. "Empek, tahukah kau bahwa kuburan raja ini berada dalam keadaan kosong? Hanya kuburan inilah baru benar-benar merupakan kuburan Leng ong-- -"

46

Tak terlukiskan rasa girang kakek ber-telinga tunggal itu setelah mendengar uca-pan tersebut, sampai lama kemudian ia baru ber-kata dengan suara gemetar. "Empek tahu . . . ." BAB 3 RAHASIA TERCURINYA PEDANG DENGAN wajah tertegun Lan See giok segera berpaling dan memandang sekejap ke arah kakek bertelinga tunggal itu. Dengan cepat kakek itu tahu kalau dia te-lah salah berbicara, satu ingatan dengan ce-pat melintas dalam benaknya, ujarnya de-ngan penuh kesedihan. "Sesudah sepuluh tahun lebih empek men-cari orang tuamu, meskipun tak bisa ber-temu dalam keadaan hidup, tapi asal aku bisa melihat wajah ibumu yang sudah lama tiada pun rasanya tidak sia-sia belaka per-jalananku selama puluhan tahun ini" Lan See giok segera mengucurkan kem-bali air matanya karena ia sedih. Sementara pembicaraan sedang berlangsung, mereka sudah tiba di suatu tempat yang bersinar itu. Sebuah pintu besi yang tinggi besar ber-diri angker di hadapan mereka, pintu itu tertutup rapat sementara di sebelah kiri dan kanannya masingmasing terdapat sebuah ruangan batu. Di atas pintu besi itu terdapat sebuah mu-tiara yang memancarkan cahaya berkilauan. Lan See giok segera menyeka air mata dan berjalan masuk ke dalam ruangan batu di sebelah kiri. Sementara itu kakek bertelinga tunggal se-dang mengawasi gerak gerik, bocah itu de-ngan seksama, paras mukanya yang jelek dan licikpun mengikuti setiap perubahan dari Lan See giok berubah ubah. Pelan-pelan Lan See giok berjalan menuju ke sudut ruangan sebelah dalam lalu me-nyingkapkannya ke atas. Batuan yang berada di sana palbing tidak mencapai dua tiga ratus kati beratnya, tapi nyatanya Lan See giok dengan sepasang tangannya dapat mengangkat batu itu secara mudah, hal ini kontan saja membuat kakek itu berubah wajah dan terperanjat sekali. Menurut penilaiannya secara diam-diam, paling tidak tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok telah mencapai sepuluh tahun ke-sempurnaan. Selintas hawa napsu membunuh segera menghiasi wajah yang jelek, dengan cepat pikirnya:

47

"Jelas dia merupakan bibit bencana, manusia semacam ini tak boleh diampuni dengan begitu saja-" Ia menyaksikan pula sebuah gelang besar berwarna hitam yang berkilat berada di bawah batu itu dan menempel di atas tanah. Lan See giok segera menggenggam gelang itu, kemudian membentak keras sambil membetotnya ke atas, gelang itu dengan cepat terangkat ke atas menyusul muncul-nya seutas rantai besar. Mendadak... dari bawah tanah sana berkumandang suara gemerincing yang amat ramai. Menyusul kemudian pintu besi yang tinggi besar itu pelan-pelan bergeser kedua belah samping dengan menimbulkan suara gemericit yang berat. Kakek bertelinga tunggal itu segera merasakan ada segulung hawa dingin yang menusuk tulang memancar ke luar dari balik pintu tersebut, tanpa terasa sekujur badannya gemetar keras. Di balik pintu merupakan sebuah lorong yang panjangnya dua kaki, di ujung lorong sana merupakan sebuah dinding lagi, di bagian tengah dinding terdapat sebaris batu permata sebesar kepalan yang memancarkan cahaya berkilauan. Waktu itu pintu besi sudah terbuka lebar, Lan See-giok telah masuk pula ke dalam ru-angan, kepada kakek bertelinga tunggal itu segera serunya: "Empek tua, mari kita masuk!" Sembari berkata, dia lantas berjalan ma-suk lebih dulu ke dalam pintu besi tersebut. Kakek bertelinga tunggal itu manggut-manggut, dia segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan hawa dingin yang mencekam, kemudian mengikuti di belakang Lan See giok. Setibanya di ujrung lorong sana, terlihat-lah di kiri dan kanan lorong terdapat pula se-buah pintu besi. Lan See giok berjalan ke pintu sebelah kiri, kemudian mendorongnya dengan sepenuh tenaga, pintu besi itu pelan-pelan menggeser ke samping dan terbuka lebar. Hawa dingin yang mengalir ke luar dari gua tersebut terasa makin lama semakin tebal. Sekalipun kakek bertelinga tunggal itu sudah melawan dengan mengerahkan tenaga dalamnya, namun ia masih terasa kedinginan bagaikan berada dalam gudang es, tanpa terasa pikirnya: "Tak heran kalau jenazah yang disimpan di sini tidak membusuk, suhu udaranya saja sudah begini dinginnya." Setelah memasuki pintu besi, di hadapan mereka terbentang selapis kain tirai yang sangat tebal. Lan See giok segera menyingkap kain tirai itu lalu berbisik:

48

"Empek, masuklah lebih dulu!" Tanpa sangsi kakek itu membungkukkan badan dan sambil membopong jenazah Lan Khong-tay masuk ke dalam, cahaya di dalam kuburan itu sangat redup, ditengah langit-langit terdapat sebuah mutiara merah sebesar telur itik, untuk sesaat suasana di dalam sana masih terasa remangremang dan tidak jelas. Dinginnya udara dalam ruangan itu segera membuat kakek bertelinga tunggal itu merasakan tangan maupun wajahnya sakit bagaikan disayatsayat pisau, sebelum daya penglihatannya pulih kembali, dia tak berani masuk ke dalam secara gegabah. Dengan wajah serius Lan See-giok me-nu-runkan kembali tirai itu, lalu bisiknya: "Empek, sebentar lagi kau akan melihat dengan jelas." Kakek bertelinga tunggal itu memang su-dah lama mendengar kalau dalam kuburan raja terdapat banyak barang mestika yang tak ternilai harganya, hanya saja dikarenakan kuburan jebakan kelewat banyak, bahayanya juga besar, maka jarang sekali ada orang yang berani masuk ke sana. Dan kini, dia telah memasukinya, hal tersebut benar-benar merupakan suatu kejadian yang tak pernah diduga sebelum-nya. . . Lambat laun dari satu kaki di depannya muncul setitik cahaya bersilang yang aneh sekali. Ketika cahaya silang itu diperhatikan lagi dengan seksama, ternyata benda itu adalah sepasang pedang berkain kuning yang diletakkan bersilang. Kedua bilah pedang itu diletakkan di atas sebuah hiolo kecil terbuat dari tembaga yang diletakkan di atas meja batu, di kedua belah sisi hiolo kecil itu terletak sebuah ko-tak kecil yang terbuat dari emas. Memandang semua benda gemerlapan yang berada di sana, sekali lagi sepasang mata sesat dari kakek bertelinga tunggal itu me-mancarkan cahaya tajam, sifat kera-kusan-nya muncul kembali, seakan akan lupa dengan jenazah Lan Khong tay yang masih berada dalam pelukannya dia maju ke de-pan.. . Mendadak terdengar Lan See giok berbisik lirih. "Empek, dari peti tembaga ke tiga belok ke sebelah kanan." Selesai berkata ia maju ke depan lebih dulu Teguran itu segera menyadarkan kembali si kakek bertelinga tunggal dari kekhilafan-nya, cepat dia amati dengan lebih seksama lagi, sekarang baru terlihat olehnya kalau di se-belah kiri dan kanan meja batu di mana pedang tersebut terletak, masing-masing membujur beberapa buah peti mati tembaga.

49

Maka dia segera maju ke depan dan me-ngikuti di belakang Lan See- giok. Kini sepasang mata kakek bertelinga tung-gal itu sudah terbiasa melihat dalam kege-lapan ia saksikan pula sebuah peti mati rak-sasa yang terbuat dari kaca kristal. Diam-diam Lan See giok merasa agak tak senang hati juga melihat tindak tanduk kakek bertelinga tunggal itu setelah berada di sana dan celingukan ke sana kemari, sikap tersebut seakan akan sudah lupa de-ngan tujuan kedatangan yang sebenarnya di sana, tapi diapun tidak menegur ataupun mengu-apkan sesuatu. Sebab dia masih ingat, sewaktu ia masuk ke sana untuk pertama kalinya dulu, waktu itupun dia merasa keheranan dan ingin tahbu malah tidak bjerada di bawah gempek bertelingba tunggal ini. Maka tanpa banyak berbicara lagi dia menghampiri sebuah peti mati tembaga dan melongok sekejap wajah ibunya yang berbaring di dalam, lalu dengan air mata bercu-curan bisiknya: "Ibu, ayah telah datang untuk menemani mu ....". Kakek bertelinga tunggal itu segera me-narik kembali pandangannya dan menundukkan kepala, dia jumpai sebuah peti mati tembaga yang besar dan cukup memuat dua orang membujur di hadapannya. Peti mati tembaga itu terbuat dari batu kristal sehingga raut wajah seorang perempuan setengah umur yang berada di sebelah kanan peti mati itu dapat terlihat jelas. Sambil menangis tersedu sedu, pelan-pelan Lan See giok menggeser penutup peti mati itu ke samping, hingga dengan begitu wajah pe-rempuan setengah umur yang berada dalam peti mati itupun dapat terlihat se-makin jelas. Perempuan itu berhidung mancung dan berbibir kecil, meski matanya terpejam dan mukanya putih bagaikan kemala namun tak bisa disangkal lagi kalau perempuan itu adalah seorang perempuan cantik. Iapun menjumpai paras muka Lan See giok mirip sekali dengan wajah perempuan sete-ngah umur yang berbaring dalam peti mati itu. Lan See giok tak dapat mengendalikan rasa sedihnya lagi, dia segera menjerit ter-tahan: "Ibu!" Kemudian diapun memeluk kepala ayah-nya sambil menangis terisak sebelum akhirnya empek bertelinga tunggal mem-bopong jenazah ayahnya untuk dibaringkan di sisi jenazah ibunya. Tampaknya kakek bertelinga tunggal itu sangat bernapsu dengan sepasang pedang serta sepasang kotak kecil di meja batu, ketika Lan See-

50

giok sedang berlutut sambil menangis, diam-diam dia meninggalkan tempat itu dan mendekati meja batu terse-but. Ketika melewati sisi beberapa buah peti mati tembaga yang membujur di sana, ia saksikan pula banyak sekali ukiran-ukiran bocah lelaki dan perempuan dengan pakaian yang perlente tergeletak di situ, sekilas pabndangan saja djapat diketahui gkalau semua benbda itu terbuat dari bahan berharga. Barulah pada peti mati tembaga yang ke empat dia jumpai jenazah dari seorang pemuda dan gadis yang sesungguhnya. Kakek bertelinga tunggal itu segera ber-jalan mendekati peti mati kaca kristal itu. kemudian melongok ke dalamnya, ternyata di peti mati itu adalah Raja Leng ong serta permaisurinya. Sang raja mengenakan kopiah kebesaran dengan jubah kuning bersulamkan naga, jenggotnya yang hitam terurai sepanjang dada, ia nampak masih amat segar. Di sisinya berbaring permaisuri yang nam-pak masih amat muda, paling banter umurnya baru dua puluh enam-tujuh tahunan, wajahnya cantik dan senyuman dikulum, ia nampak sangat tenang, jelas perempuan ini dipaksa mati untuk menemani suaminya. Kakek bertelinga tunggal itu memandang sekejap ke arah jenazah Lengong yang berada dalam peti mati, kemudian sambil me-nyeringai seram pikirnya. "Hmm . . sekarang kau boleh berbaring nyaman di situ, tapi suatu saat bila lohu su-dah merasa ajalku hampir tiba, saat itulah kau harus ke luar dari situ karena tempatmu akan kugunakan . . . " Berpikir sampai di situ, dia lantas berjalan menuju ke depan kain kuning berisi sepasang pedang itu dan siap untuk me-ngambilnya. Mendadak di pihak sana kedengaran Lan See giok sedang berseru sambil menangis tersedu- sedu: "Ayah, ibu, beristirahatlah kalian dengan tenang, sekalipun badan Giok ji harus han-cur lebur, aku bersumpah akan mencincang tubuh manusia laknat itu untuk membalas-kan dendam bagimu. Ayah, lindungilah anak Giok, bila anak Giok berhasil mencincang tubuh musuh kita. pejamkanlah matamu yang melotot gusar itu . . ." Si kakek bertelinga tunggal yang mende-ngar gumaman tersebut diamdiam mendengus, sekulum senyuman sinis segera ter-sungging di atas wajahnya. Kemudian dia melanjutkan kembali per-buatannya untuk membuka kain kuning tersebut---

51

Begitu kain kuning itu terbuka... cahaya, berkilauan segera memancar ke empat pen-juru... Lan See giok merrasa amat terperanjat, buru-buwru dia lari mendekat sambil berte-riak: "Empek, jangan kau sentuh, ayah pernah bilang, jika sepasang pedang itu tergeser, dunia persilatan akan banjir darah, jangan kau sentuh sepasang pedang itu!" Kakek bertelinga tunggal itu kontan saja tertawa dingin, serunya sinis. "Aaah, omongan anak kecil." Sembari berkata dia lantas mengambil salah satu dari pedang itu. Lan See giok menyesal sekali setelah menyaksikan kenekatan kakek itu, dia merasa tidak seharusnya mengajak orang itu ke mari, andaikata ia bukan teman akrab ayah-nya, niscaya dia sudah mendorongnya keluar dari tempat itu. Pedang yang berada di tangan kakek ber-telinga tunggal itu bercahaya merah, di atas sarung pedangnya bertaburan batu permata yang sangat indah, di bagian tengahnya ter-dapat sebuah sulaman matahari merah dengan di sisinya terdapat sulaman awan. Pada kedua belah sisi sarung tadi bertatahkan batu permata kecil yang membentuk dua buah huruf kecil. Dengan kening berkerut kakek bertelinga, tunggal itu nampak membungkam dalam seribu bahasa, agaknya ia tidak mengenal apa arti dari kedua huruf kuno itu. Lan See-giok memang seorang bocah, walaupun dia tahu kalau pedang itu dilarang disentuh, tapi setelah diambil empek terse-but, diapun ikut maju ke depan untuk bisa melihat lebih jelas. Maka segera serunya setelah menyaksikan kakek bertelinga tunggal itu hanya mem-bungkam belaka. "Empek, apakah pedang itu adalah Jit hoa?" Berseri wajah kakek itu setelah mendengar ucapan tersebut, sahutnya dengan cepat: "Benar, pedang ini memang pedang Jit -hoa, Giok- ji, dari mana kau bisa tahu?" "Ayah yang mengatakan kepadaku!" Dengan gembira kakek itu segera menekan tombol rahasia di atas pedang itu, Klik!" lamat-lamat berkumandang suara pekikan naga. Menyusul kemudian tubuh, pedang itu melejit ke luar sepanjang beberapa inci, se-ketika itu juga cahaya berkilauan yang amat menusuk pandangan mata memancar ke em-pat penjuru.

52

Saking emosinya seluruh tubuh kakek bertelinga tunggal itu gemetar keras, kulit wajahnya mengejang keras . . . "Klik!" ia masukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya kemudian diletakkan kem-bali ke meja, setelah itu dia mengambil pedang yang lain. "Empek, jangan dilihat lagi." buru-buru Lan See giok mencegah, "kedua belah pedang ini sama bentuknya . . " Tentu saja kakek itu tidak menggubris per-kataan bocah tersebut, sebelum Lan See -giok menyelesaikan kata katanya, dia telah melo-loskan pedang yang lain. Bentuk pedang ini hampir serupa dengan pedang yang pertama tadi, hanya bedanya di tengah sarung pedang ini berukirkan sebuah rembulan. la mencoba untuk mengenali tulisan kuno di gagang pedang tersebut, tapi tak dikenal, akhirnya dengan wajah memerah dia pura--pura bertanya: "Giok ji, kau kenal dengan nama pedang ini?" "Pedang itu adalah Gwat hui kiam!" jawab Lan See giok tanpa sangsi. Kakek bertelinga tunggal itu segera manggut-manggut sambil memuji. "Ehmm, ucapanmu memang benar, kedua bilah pedang ini memang merupakan pedang Jit hoa dan Gwat hui kiam yang menjadi idaman dari setiap umat persilatan---" "Klik!" di tengah dentingan nyaring, segera memancar ke luar serentetan cahaya ber-warna emas yang menyilaukan mata. "Empek" dengan perasaan tak habis mengerti Lan See giok berseru, "menurut ayah, sepasang pedang ini adalah Jit gwat tong kong kiam. jarang diketahui umat per-silatan, meski sudah bersejarah ribuan ta-hun, namun jarang sekali muncul dalam dunia.." Seketika itu juga paras muka kakek itu berubah menjadi merah padam, sambil me-lotot besar teriaknya. "Ayahmu dengar pula dari siapa? " Sembari berkata dia menyarungkan kembali pedang itu. "Ayah pernah membaca risalah sejarah dalam kitab pusaka kedua pedang itu, maka ayah tahu dengan jelas." Mendengar perkataan itu, perasaan si kakek bertelinga tunggal itu kembali tergerak, sepasang matanya yang licik tanpa terasa melirik sekejap. ke atas kotak emas kecil di sisi hiolo tersebut. Lan See-giok masih teringat selalu dengan pesan ayahnya dulu, maka ketika dilihatnya kakek bertelinga tunggal itu belum juga mengembalikan pedang mestika itu ke tem-patnya semula, dengan gelisah dia lantas berseru: "Empek, cepat kembalikan pada tempatnya!"

53

Sekilas hawa amarah segera melintas di atas wajah kakek itu, tapi hanya sejenak ke-mudian dia telah bersikap tenang kembali, sambil manggutmanggut dia letakkan kem-bali ke dua bilah pedang itu di tempat semu-la. Lan See giok segera mengangguk puas, katanya kemudian: "Empek, mari kita tutup peti mati itu!". Sembari berkata dia berjalan lebih dulu menuju ke depan peti mati orang tuanya. Kakek bertelinga tunggal itu mengikuti di belakangnya, ketika ia memandang ke dalam peti mati tersebut. mendadak paras mukanya berubah, peluh dingin segera ber-cucuran. Rupanya sepasang mata si Gurdi emas peluru perak Lan Khong tay yang semula melotot besar, kini telah terpejam kembali. Dengan perasaan terkesiap buru-buru seru nya kepada Lan See giok: "Coba lihat, mata ayahmu telah memejam kembali, kapan mata ayahmu memejam kembali?" Ketika mengucapkan perkataan itu mata nya yang sesat menunjukkan perasaan kuatir wajahnyapun merasa ngeri, meski dia tidak percaya dengan setan, namun di dalam ku-buran yang sepi dan mengerikan ini, tak urung hatinya merasa bergidik juga. Lan See giok memandang sekejap wajah orang tuanya, lalu menjawab: "Sepasang mata ayahku terpejam kembali ketika aku bersumpah akan mencincang tubuh musuh besar pembunuhnya!" Agak berubah wajah kakek itu, sebelum senyuman menyeramkan segera menghiasi bibirnya, tapi dia tidak berkata apa-apa lagi, dengan cepat ia membantu bocah itu untuk menutup kembali peti mati tembaga tersebut, Setelah semua selesai, Lan See giok baru menyembah beberapa kali di depan peti mati itu, lalu sambil berdiri katanya: "Empek, mari kita berangkat." Dia lantas berjalan menuju ke arah luar. Kakek bertelinga tunggal itu mengikuti di belakangnya, sewaktu lewat di sini pedang Jit-hoa-gwat hui kiam, dia melirik sekejap dengan sinar mata rakus, kemudian baru ke luar dari sana. Setelah ke luar dari ruangan kuburan, Lan See giok segera menuju ke kamar sebelah kiri dan memutar kembali gelang besi di atas pintu besar itu, pelan-pelan pintu besi yang besar tadi merapat kembali. Kemudian mereka berjalan kembali ke ru-angan depan, Lan See giok mulai membenahi pakaian serta barang keperluan sehari -harinya. Kakek bertelinga tunggal itu nampak geli-sah sekali. beberapa kali dia nampak seperti kehabisan sabar tapi secara tiba-tiba wajah-nya berseri, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya.

54

Dengan suara ramah dan penuh kasih sayang diapun segera berkata: "Giok ji, ambilkan makanan untuk empek mengisi perut, aku pikir kau sendiri pun tentu sudah lapar bukan." Lan See giok memang lapar, maka dengan cepat dia mengambil makanan dari ruangan lain sekalian membawa serta sebotol arak ayahnya yang belum sempat diminum. Setelah meneguk secawan arak, kakek itu menghela napas panjang, kemudian katanya: "Giok ji, orang bilang perubahan cuaca su-kar diduga, nasib manusia sukar ditebak, seperti misalnya ayahmu, apakah kemarin dia akan menduga bakal terjadi peristiwa seperti hari ini? Seperti juga adik Wan, apakah dia akan menduga kalau engkohnya bakal tiada, secara mendadak ---" Terkesiap hati Lan See giok mendengar perkataan itu, tanpa terasa serunya; "Empek maksudkan bibi Wan?" "Benar,"" sahut kakek itu sambil mengang-guk tenang, "yang kumaksudkan adalah bibi Wanmu -itu!" Lan See giok segera termenung sebentar, kemudian katanya kembali: "Empek. benarkah bibi Wan adalah adik kandung ayahku?" "Untuk sesaat kakek bertelinga tunggal itu merenung sebentar, kemudian setelah me-mandang cawan arak di meja sekejap sahut-nya: "Mengapa secara tiba-tiba kau ajukan per-tanyaan ini? Apakah bibi Wan mu tidak me-nyayangi dirimu?" "Bukan, bukan begitu." seru bocah itu serius. "bibi Wan sangat baik kepadaku, cuma aku tidak habis mengerti kenapa ayah ibuku belum pernah membicarakan hal itu kepadaku? Mengapa mereka tak pernah memberitahukan kepadaku kalau mempu-nyai bibi Wan yang begitu cantik." Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan: "Kalau dibilang bibi Wan adalah adik kandung ayahku, padahal ayahku she Lan sedang bibi Wan she Han, sedang suami bibi Wan she Ciu . . . " Kakek bertelinga tunggal itu hanya mendengarkan dengan seksama, dia lama sekali tidak memberi komentar apa-apa. Mendadak dengan kening berkerut Lan See-giok berseru "Empek, apakah kalian pernah bersua dengan bibi Wan?" Agak tertegun kakek bertelinga tunggal itu mendengar pertanyaan tersebut, agaknya dia tidak menduga akan menjumpai pertanyaan semacam itu, setelah berhasil menenangkan dia menyahut : "Tentu saja pernah berjumpa!"

55

Sambil berkata dia lantas mereguk arak-nya setegukan, agaknya dia hendak mengguna-kan kesempatan itu untuk menenangkan kembali hatinya. Berapa saat kemudian ia baru melanjut-kan, "Cuma waktu itu dia masih seorang gadis yang berusia lima enam belas ta-hunan." Tanpa terasa Lan See giok terbayang kem-bali dengan bayangan tubuh enci Cian nya, dia lantas berseru. "Putri bibi Wan sekarang telah berusia enam belas tahun!" Kakek bertelinga tunggal itu segera me-ng-iakan dengan mengandung sesuatu mak-sud, serunya sambil tersenyum. "Kalau begitu, kaupun sebaya dengan usia enci Cu mu" "Enci Cu? Enci Cu yang mana?" Lan See -giok tertegun. Kakek bertelinga tunggal itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah . . haaah . . haaah . . . anak bodoh.. enci Cu. adalah Siau cu putri empek!" Merah padam selembar wajah Lan See -giok karena jengah, buru-buru dia menundukkan kepalanya rendah-rendah. Terdengar kakek bertelinga tunggal itu berkata lebih lanjut dengan gembira. "Anak dungu, mengapa harus malu? Di kemudian hari kau akan siang malam hidup bersama dengan enci Cu mu, berlatih ilmu silat bersama, bermain bersama ...." "Empek, jadi kau hendak mengajarkan Ilmu silat kepada Giok ji?" seru Lan See giok gembira. Sekali lagi kakek itu tertawa tergelak. "Tentu saja!" Dengan cepat Lan See giok menggebrak meja keras-keras, kemudian dengan mata melotot serunya: "Bila Giok ji telah berhasil memiliki ilmu silat selihai empek, aku tak akan takut lagi terhadap musuh besarku." Paras muka kakek bertelinga tunggal itu kembali mengejang keras, tapi ia segera men-dongakkan kepalanya sambil tertawa terge-lak, pujinya berulang kali: "Punya semangat, punya semangat, empek memang paling suka dengan orang yang bersemangat seperti kau." Lan See giok merasa perlu untuk memberi kabar kepada Bibi Wan nya tentang musibah yang menimpa ayahnya, maka dia berkata kembali: "Cuma, sekarang aku belum bisa ikut em-pek untuk belajar silat--"

56

"Kenapa?" tanya kakek bertelinga tunggal itu terkejut, senyuman yang semula me-nye-limuti wajahnya seketika lenyap tak ber-bekas. "Sebab Giok-ji merasa perlu untuk mem-beri kabar dulu kepada bibi Wan atas musi-bah yang telah menimpa ayahku---" Belubm lagi Lan See-jgiok menyelesaigkan kata-katanyba, sekilas perasaan kejut ber-campur girang telah menghiasi wajah si kakek yang jelek, tapi ia cukup waspada. Dengan cepat ujarnya lagi dengan suara dalam: "Yaa, betul! Kabar duka ini memang harus cepat-cepat disampaikan kepadanya " Setelah berhenti sebentar, ia seperti ter-ingat akan sesuatu dengan cepat dia melirik sekejap kearah bocah itu, lalu ujarnya lebih jauh. "Cuma, setelah bersantap nanti kita mesti beristirahat dulu sebelum berangkat . . . . "Tidak usah, Giok ji tidak lelah!" tukas Lin See giok sambil menggeleng. "Haaah . haaah . . haaah . . anak bodoh, empek bukan kuatir kau kecapaian, tapi aku hendak mewariskan ilmu silat dulu kepadamu. Maka selesai ber-santap nanti akan kuberi sebutir pil penam-bah tenaga lebih dulu untukmu, kemudian kau mesti duduk bersemedi sesaat sebelum khasiat obat itu dapat diserap oleh tubuh-mu." Setelah tahu kalau dia hendak diberi pela-jaran silat yang hebat, tentu saja Lan See giok tidak mengotot lagi. Selesai bersantap, kakek bertelinga tunggal itu mengeluarkan sebuah bulibuli hitam dari sakunya dan membuka penutupnya, Bau pedas yang menusuk hidung dengan cepat menyebar ke luar dari balik buli-buli tersebut. Diam-diam Lan See giok berkerut kening sesudah mengendus bau tersebut, segera pikirnya: "Huuuh, bau obat apaan ini?, busuknya bukan buatan ---" Sementara ia masih termenung, kakek bertelinga tunggal itu telah mengeluarkan se-butir pil kecil berwarna hitam dan mengang-surkan ke hadapan bocah itu, katanya ke-mudian sambil tersenyum ramah: "Giok ji, telanlah pil ini!" Lan See-giok bernapsu untuk cepat me-miliki ilmu silat tinggi, meski bau obat itu busuknya menusuk hidung, ternyata diteri-ma-nya juga tanpa sangsi, tapi sebelum dite-lan ia bertanya lagi. "Empek tua, pil apaan ini?" "Obat ini merupakan pil penguat badan penambah tenaga yang empek buat selama puluhan tahun lamanya dengan mengumpulb-kan pelbagai bjahan obat mestigka dari se-antebro jagad. Minum sebutir saja, tenaga

57

dalammu akan bertambah dengan berapa tahun hasil latihan, selain dapat mengusir hawa dingin, menawarkan racun juga mem-bersihkan darah. pokoknya obat mestika se-macam ini amat langka di dunia dewasa ini..." Mendengar kalau pil itu berkhasiat sangat banyak, tak sampai kakek bertelinga tunggal itu menyelesaikan katanya, mendadak Lan See giok jejalkan obat itu ke dalam mulut-nya, lalu ditelan ke dalam perut secara "paksa.." Bau busuk yang memualkan dan hawa panas yang menyengat badan segera menye-limuti seluruh isi perutnya, tapi demi mem-peroleh ilmu hebat, sekalipun obat racun dia juga tak ambil perduli. Bau busuk dari pil itu makin mengocok isi perutnya dengan makin menghebat, dia merasa semakin mual dan hampir saja muntah-muntah. Tapi sambil menggertak gigi bocah itu berusaha untuk mempertahankan diri. Selintas senyum yang licik, busuk dan pe-nuh perasaan bangga segera menghiasi wajah si kakek yang jelek, tapi di mulut ia masih berkata lagi dengan lemah lembut. "Anak Giok, jangan kau tumpahkan, keta-huilah betapa sulit dan sengsaranya empek untuk membuat pil tersebut, bahan-bahan obatnya langka dan susah ditemukan, kalau sudah tak tahan, cepat berbaring atau duduk di atas pembaringan." Sambil menggigit bibir dan menahan napas Lan See giok manggutmanggut, ia segera naik ke atas pembaringan dan duduk bersila di situ. "Kau harus ingat baik-baik," kata si kakek bertelinga tunggal lagi dengan wajah ber-sungguh sungguh, "mulai hari ini, setiap bulan kau harus minum sebutir, kalau tidak selain khasiat obatnya tak akan menghasil-kan apaapa, bahkan tiga hari setelah masa yang ditetapkan lewat, kau bisa muntah da-rah sampai mati!" Tak terlukiskan, rasa kaget Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, sambil berusaha keras menekan perasaan sakit dan menderita yang mengocok isi perutnya, dia bertanya: "Berapa butir lagi yang harus kutelan?" "Dua belas butir, tepat setahun!" jawab kakek itu sambil tertawa bangga penuh keli-cikan. Lan See giok tidak berbicara lagi, ia segera mengangguk. Baginya, seoranrg lelaki hendak membalas dendawm, sepuluh tahurnpun belum terhitung lambat, apalagi cuma setahun. Sementara ingatan tersebut melintas dalam benaknya, seluruh tubuhnya terasa remuk dan sakitnya bukan kepalang, tulang belu-lang-nya seakan-

58

akan hancur berantakan, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercu-curan membasahi sekujur badannya. Lan See-giok makin terkesiap, meski ia belum pernah minum pil penambah tenaga, tapi ia percaya bau sebutir pil mestika tak akan, sebusuk pil yang telah diminumnya barusan -Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, mendadak terdengar kakek itu ber-kata lagi. " "Giok-ji. jangan mencabangkan pikiran-mu, sekarang daya kerja obat itu baru me-nyebar cepat, kerahkan tenaga dalammu untuk membawa sari obat ke seluruh bagian tu-buhmu, kemudian seraplah khasiat obat itu dengan tenaga dalammu." Mendengar pesan itu, buru-buru Lan See- giok mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghisap sari obat yang dimaksudkan. Dalam penderitaan yang luar biasa, men-dadak ia merasa kepalanya amat pusing dan kelopak matanya makin lama terasa semakin berat. Tapi dia masih sempat mendengar kakek itu berpesan: " - - Kau harus tahu, orang bilang obat yang pahit justru merupakan obat paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit" Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, Lan See giok masih sempat mendengar sepatah dua patah kata lagi, tapi lambat laun kesadarannya makin pudar dan menghilang, sebelum ingatan terakhir lenyap dari benaknya, dia seakan akan mendengar kakek bertelinga tunggal itu tertawa terbahak- bahak dengan seramnya. Entah berapa saat kemudian . . . Pelan-pelan Lan See giok sadar kembali dari pingsannya, entah mengapa ternyata dalam mulutnya masih tersisa sedikit bau harum yang semerbak dan menyegarkan badan. Ia merasa amat keheranan mengapa pil yang busuk baunya bisa berubah menjadi harum dan segar setelah dipakai untuk me-ngatur pernapasan? Dengan cepat dia berpaling ke sekitar situ, namun empek bertelinga tunggal itu sudah tidak nampak lagi, segera pikirnya: "Heran, ke mana perginya empek tua?" Dengan cepat dia melompat turun dari atas pembaringan, baru saja menggunakan sedikit tenaga, mendadak lambungnya terasa mual sekali hingga tak tahan dia segera tumpah-tumpah. Sebenarnya dia masih ingat dengan pesan empeknya dan ia tak berani muntah, tapi rasa mual dalam perutnya sungguh tak ter-tahan lagi sehingga tak tahan lagi...

59

"Uaakk.." . . . gumpalan bau busuk ber-campur air berwarna hitam, segera berham-buran keluar dari mulutnya dan berceceran di atas tanah. Memandang gumpalan air hitam yang ber-ceceran di tanah, tanpa terasa timbul perasa-an curiga dalam hati Lan See giok, dengan cepat dia mencoba untuk mengatur perna-pasan, ternyata segala sesuatunya berjalan lancar, bahkan tidak terasa adanya ham-batan apa-apa. Maka sambil menghimpun tenaga dalam-nya ke dalam telapak tangan kanan, dia lepaskan sebuah pukulan dahsyat ke arah mulut lorong... Hembusan angin puyuh yang dahsyat di-iringi suara desingan yang memekakkan telinga langsung menggulung ke dalam lorong itu dan membawa habis seluruh debu dan pasir yang berada di sekitar situ. Ketika angin pukulan itu sudah lewat, permukaan tanah kelihatan licin dan rata, malah di balik lorong sana kedengaran suara gemuruh yang memekakkan telinga. Kejut dan girang Lan See giok setelah men-yaksikan kejadian itu, ternyata tenaga dalamnya telah peroleh kemajuan pesat, se-hingga tanpa terasa dengan perasaan. Menyesal dan jengkel dia memandang se-kejap lagi ke arah gumpalan air hitam yang ditumpahkan ke luar tadi, pikirnya : "Coba kalau air hitam itu tidak muntah ke luar, oooh betapa beruntungnya aku, tentu tenaga dalam yang kumiliki akan jauh lebih dahsyat . . " Pada saat itulah . . . . Mendadak ia mendengar suara jebritan kaget yanjg parau dan memgekakkan telingab berkumandang datang dari arah kuburan raja-raja dalam lorong rahasia sana, suara jeritan itu penuh disertai perasaan ngeri. Menyusul kemudian kedengaran pula suara gemuruh yang dahsyat menggoncang kan seluruh permukaan bumi, banyak lapisan langit-langit kuburan yang bergu-guran ke tanah Lan See-giok terkejut sekali dia merasa amat kenal dengan jeritan kaget itu, sambil tampaknya sangat mirip dengan suara jeritan empeknya. Maka sambil menghimpun tenaga dalam-nya ke dalam telapak tangan, lalu mengerah-kan ilmu meringankan tubuhnya, dia ber-gerak menuju ke dalam lorong rahasia terse-but. Semakin ke dalam, dia merasakan getaran pada dinding gua makin keras, suaranya juga makin lama semakin mengerikan. Lan See giok gugup sekali, dengan cepat-nya dia lari menuju be depan pintu besi di muka kuburan raja-raja. Waktu itu suara aneh tadi sudah sirap, suasana dalam kuburan pun telah pulih kembali dalam keheningan, pintu gerbang besi tetap tertutup sedangkan mutiara itupun masih memancarkan sinar yang redup.

60

Lan See giok makin keheranan, dia tidak habis mengerti mengapa empek bertelinga satu itu belum juga ditemukan, terpaksa dengan suara pelan dia berseru. "Empek tua, empek tua - - -!" Namun kecuali suara yang mengandung dan memantul di empat penjuru tidak ke-de-ngaran suara lainnya. Terpaksa Lan See giok menghimpun tenaga dalamnya ke dalam sepasang tangan, yang satu dipakai untuk menutupi muka, yang lain dipakai melindungi dada, dengan sorot mata yang tajam pelan-pelan dia berjalan menuju ke depan . . . Dia tahu ada orang bersembunyi di dalam kuburan kuno itu, dan jelas apa yang telah dibicarakan dengan empeknya tadipun sudah didengar oleh orang yang "bersembunyi" di balik kegelapan tersebut. Makin dipikirkan pemuda itu merasa se-makin terkesiap, dengan kepandaian si em-pek bertelinga satu yang begitu libhaypun ia tak bjerhasil menemukgan orang yang mben-yembunyikan diri itu, bukankah hal ini menunjukkan kalau kepandaian yang dimili-ki orang itu sudah mencapai ke tingkatan yang luar biasa ? Sementara pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia sudah tiba di kamar batu sebelah kiri, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya terperanjat. Tombol rahasia untuk membuka pintu ger-bang kuburan raja-raja telah terbuka, sedang sesosok bayangan hitam terkapar di atas tanah. Ketika orang itu diperiksa dengan seksama, ternyata dia adalah si empek bertelinga satu. Buru dia memburu ke sisinya dan meme-riksa keadaan empeknya, tampak empek bertelinga satu terkapar dengan wajah pucat, wajah penuh air keringat dan napas membu-ru, dia kelihatan amat ketakutan selain merasa terperanjat sekali. Gejala ini menunjukkan gejala seseorang yang terkena totokan, maka Lan See giok segera berjongkok dan menepuk pelan di atas jalan darah Mia bun hiatnya. Kakek bertelinga satu itu menghembuskan napas panjang-panjang lalu mendusin. Mendadak dia melompat dari atas tanah sambil membentak keras, telapak tangan kanannya langsung dibabat ke atas tubuh Lan See giok. Dengan terperanjat bocah itu segera men-jerit. "Empek, aku. . ." Telapak tangan kanannya yang penuh dengan himpunan tenaga dalam itu segera diayunkan pula untuk menyongsong datang-nya ancaman tersebut.

61

"Blaaammm. ..!" di tengah benturan keras, hawa tajam segera memancar ke empat pen-juru, akibatnya Lan See giok dan kakek ber-telinga tunggal itu sama-sama mundur dengan sempoyongan dan. . . "Duuuk!" bahu masing-masing menumbuk di atas dinding. Mimpipun Lan See giok tidak menyangka kalau dia bisa menyambut serangan si empek bertelinga tunggal yang maha dahsyat itu, cepat dia mencoba untuk mengatur napas, ternyata tidak ditemukan sesuatu gejala yang menunjukkan ketidak beresan. Maka ditatapnya si empek yang sedang bersandar di atas dinding dengan wajah tertegun, kemudian teriaknya keras-keras: "Empek, aku yanrg datang, aku adalah Giok ji!" Dengan cepat rkakek itu menenangkan kembali pikirannya, dalam keadaan seperti ini dia tak sempat lagi untuk memikirkan mengapa Lan See giok bisa mendusin kem-bali, mengapa tenaga pukulannya masih be-gitu dahsyat dan hebat walaupun sudah mi-num pil hitam pemberiannya. Maka dengan mata melotot bentaknya keras-keras. "Apakah kau yang menyergapku barusan?" Lan See giok agak tertegun, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bukan, bukan aku, aku baru memburu ke mari setelah mendengar teriakanmu tadi." Dengan cepat kakek itu membalikkan badannya lalu mencari ke arah ruang dalam dengan gugup, sesudah itu teriaknya gelisah: "Mana pedang dan kotak kecil itu?" Sekali lagi Lan See giok tertegun, menanti dia berpaling lagi, di jumpai batu di atas permukaan tanah telah terbuka, dia segera menjerit kaget: "Haaah, gelang besar pembuka pintu besi telah rusak!" Dengan cepat dia memburu ke depan dengan terburu-buru. Dalam pada itu kesadaran si kakek bertelinga tunggalpun telah pulih kembali seperti sedia kala, sekarang dia mengerti su-dah bahwa orang yang menotok jalan darah-nya barusan bukanlah Lan See giok. Diapun melihat gelang besi di permukaan batu itu sudah dihancurkan berkeping- ke-ping oleh seorang dengan ilmu Tay-lek-kim- kong ci, sedang rantainya juga telah pada menyusup masuk ke dalam lubang bagian bawah. Menyaksikan kesemuanya itu, paras muka si kakek berubah menjadi pucat pias, sinar matanya memancarkan rasa kaget dan cemas peluh sebesar kacang kedelai pun jatuh ber-cucuran dengan deras.

62

"Empek, kunci yang mengendalikan pintu gerbang menuju ke makam rajaraja telah putus, sejak kini tiada orang yang bisa me-masuki makam tersebut lagi, kata Lan See giok secara tiba-tiba dengan gelisah. Kakek itu tidak menjawab, dia hanya berdi-ri termangu-mangu, dia tahu hari ini telah berjumpa dengan seorang jago lihay. Setelah menutup kembali lapisan batu itu, sambil memandang si kakek dengan kehe-ranan Lan See giok bertanya. "Empek tua, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Kakek bertelinga tunggal itu hanya me-na-tap wajah Lan See giok lekatlekat, sampai lama sekali tak mengucapkan se-patah kata-pun. Melihat empeknya tidak berbicara Lan See giok terpaksa harus berkata lagi: "Waktu Giok ji bangun, tiba-tiba kudengar empek berteriak, menyusul kemudian terdengar suara gemuruh nyaring, buru-buru Giok ji menyusul ke mari, ternyata jalan darah empek sudah ditotok orang." Sementara itu paras muka si kakek ber-telinga tunggal telah pulih kembali seperti sedia kala, meski dia masih kesal tapi ia ma-sih mempunyai pengharapan, maka kata-nya setelah menghela napas sedih. "Aaai, tampaknya kehendak takdirlah yang menentukan segala sesuatunya, sungguh tak nyana kedatangan empek terlambat selang-kah sehingga pedang Jit hoa gwat hui tong kong kiam serta kedua macam kotak kecil itu keburu dicuri orang." Lan See giok merasa terkejut sekali set-elah mendengar perkataan itu, buru-buru tanya-nya dengan gelisah. "Empek, siapakah orang itu?" "Entahlah, waktu itu empek sedang berse-medi, mendadak kudengar suara gemerincing, seperti pintu besi makam raja-raja dibuka orang. aku jadi curiga dan memburu ke situ. Kujumpai pintu makam sudah terbuka se-dang kedua bilah pedang dan kotak kecil itu sudah terletak di atas tanah, empek menjadi keheranan, baru saja akan masuk ke dalam pintu, tahu-tahu jalan darahku telah ditotok orang." Lan see giok tidak berpikir lebih jauh, ia menganggap kesemuanya itu benar, maka tanyanya lagi dengan keheranan: "Lantas di manakah orang itu sekarang?" Ketika mendengar pertanyaan itu, mencorong sinar tajam dari balik mata kakek bertelinga tunggal itu, dia seperti teringat akan sesuatu, mendadak ditariknya tangan Lan See giok dan diajak berlarian menuju ke luar makam tersebut. "Cepat lari!"

63

Lan See giok dibuat kebingungan oleh tin-dakan yang amat tiba-tiba itu, tapi me-lihat kegugupan kakek itu, dia tahu kalau keadaan pasti gawat, maka tanpa komentar, dia mengikuti di belakang nya. Ilmu meringankan tubuhnya memang lihay tapi sekarang anak itu merasa ilmunya se-makin lihay lagi, kenyataan tersebut mem-buatnya semakin berterima kasih atas pem-berian pil bau dan hitam dari si empek. Setibanya di ruang tengah, kakek itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Lan See giok untuk berhenti, tanpa berhenti dia menarik Lan See giok menuju ke luar makam. Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di luar makam, waktu itu matahari sedang bersinar terang, pepohonan siong melambai lambai terhembus angin. Kakek bertelinga tunggal itu tidak menghi-raukan keadaan alam di sekitar sana, dengan cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya sambil bertanya : "Di manakah letak kunci pengatur pintu masuk ke dalam makam?" "Di bawah meja altar dari batu itu," jawab si bocah gugup. Buru-buru mereka berdua menyelinap ke depan makam dan tiba di depan altar yang dimaksudkan. Lan See giok segera membungkukkan badan menyingkap rerumputan di balik ku-buran dan membuka sebuah batu, di bawah batu itu terdapat sebuah gelang besi kecil. Kakek itu nampak terkejut bercampur gi-rang, dengan mata berkedip dia mendorong Lan See giok ke samping. Karena tak diduga akan didorong, Lan See-giok jatuh terduduk di atas tanah, se-mentara sepasang matanya terbelalak lebar dengan wajah tidak habis mengerti. Dengan sikap tergesa-gesa, kakek itu segera menarik gelang besi itu keras-keras. Suara gemerincing terdengar, pintu bela-kang makam kosong itu segera menutup ra-pbat. Tiba-tiba kakek itu membentak keras, tela-pak tangan kirinya secepat kilat membabat rantai besi yang sedang dicengkeram dengan tangan kirinya itu-Tak terlukiskan rasa terperanjat Lan See giok menyaksikan kejadian itu, segera te-riak-nya terperanjat. "Empek, jangan----" Belum habis dia berkata, rantai di bawah gelang besi itu sudah terpapas kutung. "Blaaammm!" Pintu belakang makam segera merapat keras-keras, menyusul kemudian terdengar suara gemuruh dan goncangan yang amat dahsyat----

64

BAB 4 PERISTIWA DI TEPI TELAGA KAKEK bertelinga tunggal itu segera mem-buang gelang besi di tangannya dan men-do-ngakkan kepalanya sambil tertawa terba-hak bahak. Suara tertawanya keras dan mengerikan, membuat siapa pun yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada bangun ber-diri. Lan See giok merasa terkejut sampai duduk termangu mangu, untuk sesaat lama-nya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Menanti kakek itu telah berhenti tertawa, ia baru berseru agak tergagap: "Empek, kau. . . ." Sebelum habis Lan See giok berkata, si kakek bertelinga tunggal itu telah tertawa tergelak kembali. "Haaah . . . haaah . . . haaah . -aku hendak menggunakan cara ini untuk menunjukkan betapa lihainya aku Oh Tin san!" Sekarang Lan See giok baru mengerti, ru-panya kakek itu bertujuan untuk merusak pintu masuk makam raja tersebut, agar orang yang mencuri pedang tewas terkurung di dalam makam tersebut Berpikir sampair di situ, dia lantas berseru : "Tapi, bukankrah di dalam makam terdapat pula tombol rahasia untuk membuka pintu tersebut?" "Haaah--- haaah--- haaah... bocah bodoh, jika tombol di depan sudah putus, yang di dalam pun ikut rusak, sebab rantai itu kan saling berhubungan satu sama lain nya." sela Oh Tin san sambil tertawa seram. Lan See giok menjadi gugup, mendadak sambil melompat bangun serunya cemas: "Tapi empek. . . pakaianku masih berada dalam ruangan dalam!" "Aaah, apalah artinya pakaian? Biar lain kali enci Cu mu yang buatkan pakaian baru buat dirimu " "Tapi di sana masih ada pula senjata raha-sia andalan ayahku Khong sim liang gin tan, semuanya berada dalam buntalan." "Empek akan mewariskan segenap kepan-daianku kepadamu, kepandaian empek jus-tru jauh lebih hebat daripada kepandaian peluru perak ayahmu itu, sudahlah, kau tak usah memikirkan soal itu lagi." Selesai berkata dia lantas menarik tangan Lan See giok sambil menambahkan: "Hayo berangkat, kita bersama sama men-cari bibi Wan mu lebih dulu." Dia lantas menarik tangan bocah itu berlalu dari sana.

65

Walaupun Lan See giok merasa tak senang hati, tapi setelah pintu makam tertutup, -dia tahu gelisahpun percuma, terpaksa sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya ia mengikuti di samping kakek tersebut. Dalam hati kecilnya dia yakin kalau orang mencuri pedang dan kotak kecil itu sudah berhasil ke luar dari makam, itu berarti tin-dakan yang dilakukan empek bertelinga tunggal hanya sia-sia belaka. Sebaliknya berbeda dengan jalan pemikiran Oh Tin san. dia mengira pencuri itu masih bersembunyi dalam kuburan dan mencuri dengar pembicaraan Lan See giok, ter-utama tentang jejak kotak kecil tersebut. Begitulah, setelah ke luar dari kompleks makam raja-raja, mereka lantas menelusuri jalan-jalan kecil menuju ke depan. Sepanjang jalan, Lan See giok memper-hati-kan sekejap pemandangan di sekitar kom-pleks makam itu dengan pandangan sayu, ia merasa pemandangan di sekeliling tempat itu seakan akan telah berubah, berubah menjadi lebih mengenaskan dari pada kematian ibunya dulu. Sekarang, ayahnya yang dicintai pun telah tiada, suasana riang gembira yang masih mencekam perasaannya kemarin, kini telah berubah menjadi kesedihan yang luar biasa. Teringat akan kematian ayahnya, diapun teringat pula pada masalah siapakah musuh besar pembunuh ayahnya . . . Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat tanyanya: "Empek, menurut pendapatmu, mungkinkah orang yang mencuri pedang itu adalah orang yang telah membunuh ayahku?" Agaknya Oh Tin san sendiripun sedang membayangkan kembali peristiwa yang baru dialaminya, mendengar pertanyaan tersebut ia ragu sejenak, kemudian sahutnya. "Yaa, kemungkinan saja benar, mungkin memang dia!" Mendengar itu Lan See giok segera berke-rut kening, pikirnya. "Andaikata orang yang membunuh ayah adalah orang yang mencuri pedang, berarti sekalipun, kupelajari segenap ilmu silat yang dimiliki empek juga percuma, toh empek sendiripun bukan tandingannya. . .?" Berpikir sampai di situ, dia lantas ber-tekad untuk mencari tokoh persilatan lain untuk belajar silat darinya- - Sementara dia masih termenung, menda-dak terdengar Oh Tin san menegur dengan suara dalam: "Giok ji, apa yang sedang kau pikirkan?" "Oooh- - - aku sedang berpikir, dengan kepandaian silat empek yang begitu lihai pun, kau tidak merasa ada orang menguntit di belakangmu, hal

66

ini menunjukkan kalau kepandaian silat yang dimiliki orang itu luar biasa sekali!" Merah padam selembar wajah Oh Tin san mendengar ucapan tersebut, ia segera ter-tawa dingin, lalu katanya. "Hmmm, kalau kerjanya hanya mabin kun-tit, maijn sergap secarag pengecut, meskbi ber-ilmu tinggi juga tidak terhitung seorang eng-hiong" Kemudian sambil mendengus marah dia percepat gerakan tubuhnya menuruni bukit tersebut. Lan See giok tahu kalau empeknya lagi marah, maka diapun tak berani banyak ber-bicara lagi, sambil memperketat larinya dia menyusul ke sisi tubuh kakek itu. Setelah turun dari bukit, sebuah sungai kecil terbentang di depan mata. di depan sungai merupakan sebuah kompleks tanah pekuburan yang telah terbengkalai. Ketika tiba di tepi sungai, Oh Tin san sama sekali tidak berhenti, melejit ke udara untuk menyeberanginya. Terpaksa Lan See-giok ikut mengenjotkan badannya dan menyusul pula dari belakang... Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Tin san, dia seperti teringat akan sesuatu, mendadak bentaknya keras-keras: "Giok -ji, berhenti!" Seraya berseru keras, dia segera meng-hen-tikan gerakan tubuhnya lebih dahulu. Lan See-giok segera menghentikan pula gerakan tubuhnya, tapi ia sudah terlanjur maju delapan depa dari pada empeknya. Dengan kening berkerut Oh Tin San segera mengawasi wajah Lan See giok yang putih segar itu lekat-lekat, sementara pe-rasaan tertegun bercampur keheranan menyelimuti wajahnya yang jelek. Dihampirinya bocah itu dengan langkah le-bar, kemudian diamatinya jalan darah Sim keng hiat diantara alis mata Lan See giok lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru bertanya "Giok ji, bagaimana rasamu sekarang?" Ditatap sedemikian tajam oleh empek nya, Lan See giok merasa jantungnya ber-debar keras, dia mengira empek bertelinga tunggal ini sudah tahu kalau obat busuk yang dimi-numnya telah muntah ke luar, maka dengan agak takut-takut sahutnya "Sekarang aku merasa baik sekali empek, benar-benar sangat baik, bahkan tenaga dalamku telah memperoleh kemajuan yang cukup pesat".

67

Sekali lagi Oh Tin sun mengamati kening Lan See giok dengan mata sesatnya, betul juga ia tidak menjumpai gejala keracunan diantara wajah bocah tersebut. Malah sebaliknyab dia nampak lebih cerah lebih bersemangat dan matanya lebih tajam, bahkan ilmu meringankan tubuhnya tidak kalah kalau dibandingkan dengan kemam-puan sendiri. Itu berarti di balik kesemuanya itu pasti ada hal-hal yang luar biasa sekali. Maka sambil manggut-manggut pura-pura menaruh perhatian khusus. dia menuding ke arah sebuah bongpay (batu nisan) yang ter-geletak tak jauh dari situ, lalu katanya dengan serius: "Coba bacoklah batu nisan ini!" Lan See giok merasa amat tegang, dia kuatir empeknya merasa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya, maka setelah mengi-akan, sambil menghimpun tenaga sebesar sepuluh bagian, pelan-pelan dia berjalan mendekati batu nisan tersebut. Oh Tin san makin tercengang lagi ketika melihat jalan darah Thian teng hiat di tubuh Lan See giok tidak menunjukkan gejala hijau kehitam hitaman sewaktu menyalurkan tenaga, ia tidak habis mengerti apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi. Dalam pada itu, Lan See giok sudah ber-henti pada tujuh langkah di depan batu ni-san tersebut. Sambil mengawasi batu nisan itu lekat-lekat, tenaga dalam yang dihimpun ke dalam telapak tangan kanannya makin diperkuat, ia berharap batu nisan tersebut bisa di-hajarnya sampai hancur menjadi dua bagian. Maka diiringi bentakan nyaring, telapak tangan kanannya sekuat tenaga diayunkan ke bawah-"Blaaammm.. ." diantara ledakan keras yang terjadi, asap hijau mengepul diantara percikan batu dan pasir. Lan See giok menjadi tertegun, dia tak -tahu bagaimana caranya untuk menarik kembali telapak tangan kanannya yang telah dilon-tarkan ke depan tersebut. . . Paras muka Oh Tin san kontan saja berubah hebat, mimpipun dia tak menyangka kalau Lan See giok memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna, bahkan pengaruh racun keji Cui bean hwe khi ngo tok wan (pil panca bisa pembawa hawa ngantuk dan bodoh) kehilangan kemampuannya. Setelah berhasil menenangkan hatinya, Lan See giok merasa terkejut bercampur gembira, mendadak dia membalikkan badan nya dan menubruk ke arah Oh Tin san sam-bil bersorak sorai.

68

Melihat itu buru-buru Oh Tin san menun-jukkan sikap senyum dan ramahnya, bahkan menyambut kedatrangan bocah ituz dengan uluran wtangannya. Begritu menubruk masuk ke dalam pelukan kakek itu, Lan See giok segera berteriak me-manggil nama empeknya dengan penuh ke-gembiraan. "Empek--- oooh, empek---" Oh Tin san pura-pura turut tertawa gem-bira, katanya: "Giok ji, bakatmu bagus, tulangmu baik asal mau belajar dengan bersungguh hati, niscaya segenap kepandaian silat empek yang lihai dapat kau pelajari semua. Berbicara sampai di situ, tangannya meraba bahu, kepala dan punggung bocah itu, kemudian sambil tertawa dia baru ber-tanya. "Giok ji, apakah tenaga pukulanmu dulu dapat menghancurkan batu nisan ini?" Sambil mendongakkan kepalanya yang basah karena air mata kegirangan, Lan See giok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, dulu aku hanya sanggup menghantam, batu nisan itu hingga terbelah menjadi dua, tapi selamanya tak pernah me-nimbulkan ledakan yang menghancur lumat kan batu nisan tersebut". Oh Tin san makin berkerut kening semen-tara dalam hatinya merasa terkejut, dia lantas menduga Lan See giok pasti sudah menjumpai sesuatu penemuan aneh ketika ia meninggalkan nya seorang diri tadi. Maka diapun kembali tertawa terbahak ba-hak pura-pura gembira. Belum sempat dia bertanya lagi, tiba-tiba berkumandang suara rintihan penuh rasa kesakitan dari sisi tempat itu. Lan See giok segera menangkap suara itu, dengan wajah terkejut bercampur heran ta-nyanya, kepada Oh Tin san: "Empek, suara apakah itu?" Oh Tin san tidak menjawab pertanyaan itu, hanya sepasang matanya yang tajam mem-perhatikan sekeliling tanah pekuburan itu dengan seksama dan amat berhati-hati. Sekali lagi terdengar suara rintihan, kali ini suara tersebut kedengaran berasal dari balik sebuah kuburan bobrok. Sambil membentak nyaring Lan See giok segera menubruk ke arah mana datangnya suara tersebut. Begitu sampai di tempat tujuan, paras mu-kanya Segera berubah hebat, ia tak me-n-yangka kalau di dalam kuburan yang ter-bengkalai dan peti mati, yang hancur bakal ditemukan sesosok tubuh manusia yang pe-nuh bermandikan darah segar.

69

Orang Itu mengenakan pakaian kasar dengan jenggot pendek di bawah dagunya, muka ceking yang berbentuk segi tiga pucat pias tak nampak warna darah, terutama sekali atas ubun ubunnya yang tumbuh se-buah bisul besar, membuat tampangnya ke-lihatan aneh sekali. Belum lagi Lan See giok mengajukan se-suatu pertanyaan. Tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Oh Tin San sudah melewati dari sisinya dan meng-hampiri orang itu. Paras muka Oh Tin san nampak pucat pias pula seperti mayat, sementara sepasang mata sesatnya berkedip kedip tanpa tujuan. Agaknya waktu itu orang yang terluka tersebut telah mendengar suara manusia, pelan-pelan diapun membuka kembali sepasang matanya dengan sayu dan lemah. Ketika orang itu berjumpa dengan Oh Tin san, sorot matanya semakin memancarkan rasa kaget dan gelisah, bibirnya yang pucat pias gemetar tiada hentinya, kulit mukanya mengejang terus. Dia seperti hendak mengucapkan sesuatu kepada 0h Tin san, tapi seperti pula merasa ketakutan setengah mati. Lan See giok sangat tidak mengerti menghadapi kejadian seperti itu, baru saja dia hendak berjongkok untuk mengajukan pertanyaan, mendadak terdengar Oh Tin san membentak keras: "Jangan kau sentuh dia. . ." Lan See giok amat terperanjat, serta merta dia melompat bangun dengan perasaan tak menentu. Paras muka Oh Tin san kelihatan berubah sangat aneh, matanya yang sesat ber-keliaran kesana ke mari dengan panik, akhirnya dengan suara rendah tapi tegang bisiknya: "Cepat kau lari ke tepi sungai dan ambil-kan sedikit air!" Lan See giok tak berani berayal, dia tahu empek bertelinga satu hendak me-nyelamat-kan orang itu, cepat-cepat dia lari menuju ke tepi sungai tersebut. Dengan cepat dia mengambil air dengan sepasang tangannya, kemudian cepat-cepat lari balik ke tempat semula. Tapi ketika ia tiba di situ, tampak oleh-nya Oh Tin san sedang memandang ke arah peti mati itu sambil menggelengkan kepala-nya berulang kali. "Lan See giok merasa amat terperanjat. dia tahu gelagat tidak beres, cepat-cepat diham-pirinya peti mati itu, ternyata orang tersebut sudah tewas dalam keadaan me-ngerikan. wajahnya masih diliputi oleh perasaan kaget dan marahnya, sementara sepasang matanya membalik ke atas. Ketika melihat pula wajah Oh Tin san, meski sikapnya jauh lebih tenang namun air keringat nampak membasahi jidat serta hidungnya.

70

Dengan perasaan tak habis mengerti Lan See giok segera bertanya: "Empek, mengapa orang itu mati?" Oh Tin san segera menghela napas pan-jang, katanya dengan sedih: "Luka yang dideritanya kelewat parah" Seraya berkata, tanpa terasa dia menyeka air keringat yang membasahi jidatnya, se-te-lah itu ujarnya lebih jauh. "Anak Giok, mari kita pergi!" Sampai di situ, dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari situ. "Empek. apakah kita tak akan mengubur nya lebih dulu?" seru Lan See giok dengan gelisah. Mendengar itu. Oh Tin san segera menghentikan langkahnya sambil membalik kan badan, kemudian setelah memandang ke arah Lan Seegiok, katanya: "Sungguh tak kusangka kau si bocah ber-jiwa ksatria dan penuh rasa kemuliaan, baiklah, pergilah kau untuk mencari bebe-rapa buah peti mati yang sudah rusak!" Lan See giok tidak menjawab, dia segera pergi mencari kayu. Melihat itu. Oh Tin-san segera mencibir-kan sekulum senyuman dingin yang meng-gidik-kan hati. Lan See giok merasa tidak habis mengerti, tapi dia lantas menduga mungkin empeknya menggerutu kepadanya karena banyak urusan, maka diapun tidak memikirkan per-soalan itu di dalam hati, papan peti mati yang berhasil dikumpulkan itu lantas dijajar-kan ke atas tanah. Mendadak.... Mencorong sinar mata Lan See-giok. dengan wajah berubah hebat ia membuang kayu peti mati yang masih dipegangnya tadi dan segera berjongkok. Ia menyaksikan gumpalan darah memba-sahi iga kiri orang itu, ternyata pada tulang iga ke tiga di bawah ketiak kirinya terdapat sebuah mulut luka sebesar buah tho. Dengan cepat Lan See giok menjadi sadar kembali, tampaknya orang inilah orang yang kena tertusuk oleh senjata gurdi emas dari balik dinding ruangan semalam, mungkin oleh si manusia bermata satu itu dia di buang di sana. Maka seraya mendongakkan kepalanya, dia berkata kepada On Tin san. "Empek tampaknya orang inilah yang tanpa sengaja dilukai oleh Si bayangan setan bermata tunggal dengan senjata gurdi emas se-malam. -" Oh Tin san berlagak seakan akan terkejut bercampur keheranan, kemudian sorot mata nya dialihkan ke tubuh mayat tersebut dan tidak berkata apa-apa lagi.

71

"Coba kalau empek berhasil menolong jiwa orang ini, keadaannya pasti akan lebih baikan!" seru Lan See giok kemudian sambil mengawasi mayat tersebut. "Mengapa?" tanya Oh Tin san seperti tak mengerti. "Sudah pasti orang ini mengetahui siapa-kah pembunuh terkutuk yang telah membi-nasakan ayahku!" Sembari menggumam dia lantas bekerja keras untuk mengebumikan jenazah orang itu, Dengan tenang Oh Tin-san memperhati-kan Lan See giok bekerja, dia tidak berbicara pun tidak berkutik, seakan-akan benaknya penuh dengan persoalan. Menanti Lan See-giok selesai bekerja, dia baru berkata lagi: "Mari kita pergi !" Sambil berkata, ia lantas berjalan paling dulu. Lan See-giok memandang sekejap ke arah peti mati yang sudah tertutup rapat itu, ke-mudian baru menyusul di belakang Oh Tin san. "Empek, apakah kau kenal dengan orang ini?" tanyanya kemudian dengan perasaan ingin tahu. Oh Tin san termenung dan berpikir bebe-rapa saat, kemudian baru sahutnya: "Aku tidak kenal dengan orang ini, tapi kalau dilihat dari ciri khas wajahnya yang berbentuk segi tiga, beralis lebar, kepalanya ada benjolan daging, tampaknya dia mirip sekali dengan To ciok-siu (binatang bertan-duk tunggal) Siau gi . . ." Hampir saja Lan See giok menjerit ter-tahan setelah mendengar nama orang itu, diam-diam dia merasa keheranan, kenapa gelar yang digunakan orang-orang itu semua nya menggunakan kata To ? Si mata tunggal, si lengan tunggal, si kaki tunggal, si tanduk tunggal, masih ada apa tunggal lagi? Tiada hentinya dia berpikir di dalam hati kecilnya . . Mendadak, berkedip sepasang mata Lan See giok, sekujur badannya menggigil keras, ketika ia mendongakkan kepala tampak olehnya Oh Tinsan sudah berada puluhan kaki jauhnya di depan sana. Sekarang dia telah dapat menenangkan kembali hatinya, maka tubuhnya segera ber-gerak lagi ke depan, sementara sepasang matanya yang jeli mengawasi terus telinga Oh Tin san yang tinggal satu itu. Lan See giok mempunyai persoalan di dalam hati, maka dia pun mengerahkan segenap kekuatannya untuk melakukan per-jalanan, tak selang berapa saat kemudian ia telah berhasil menyusul si kakek itu.

72

Sekali lagi dia mendongakkan kepalanya memperhatikan telinga Oh Tin san yang tinggal satu, kemudian bibirnya bergetar bebe-rapa kali seperti menggumamkan se-suatu. Tapi, bagaimanapun juga dia merasa tak punya keberanian untuk menanyakan julu-kan dari empeknya ini, tapi ingatan lain berkecamuk pula dalam benaknya untuk menyanggah jalan pemikiran yang pertama: "Aaaah- masa empek pun mempunyai ju-lukan yang mempergunakan julukan To-Sementara ingatan itu masih melintas di dalam benaknya, kedua orang itu sudah berjalan ke luar dari hutan, di depan mata sekarang terbentang persawahan dan hutan bambu. Oh Tin san mendongakkan kepalanya me-mandang sekejap matahari yang telah con-dong ke barat, lalu tanyanya dengan suara lembut: "Giok ji, kita harus menuju ke arah mana? Lan See giok mengamati sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sambil menunjuk ke arah tenggara. sahutnya: "Telusuri jalanan kecil itu menuju ke arah tenggara!" Dengan gembira Oh Tin san mengangguk, lalu serunya, dengan nada tak sabar: "Giok ji, mari kita lakukan perjalanan dengan sepenuh tenaga!" Sambil berkata die segera berangkat lebih dulu. Sambil berjalan cepat, tiada hentinya Lan See giok berpikir, setibanya di rumah bibi Wan nanti, bagaimanakah caranya ia me-ngi-sahkan peristiwa tragis yang telah me-nimpa ayahnya. Selain itu, diapun hendak memohon kepada bibi Wan untuk mengeluarkan kotak kecil itu, dia ingin memeriksa sendiri isinya apa-kah benar sejilid kitab Hud bun cinkeng yang diidamkan oleh setiap umat persilatan. Dia hendak menuturkan pula semua kisah kejadian yang dialaminya di makam kuno, dia akan menerangkan pula orang-orang yang mencurigakan itu satu per satu, agar bibi Wan nya bisa menganalisa dan menyim-pulkan siapa gerangan musuh besar yang telah membinasakan ayahnya. Kemudian, diapun membayangkan kembali si empek bertelinga tunggal itu... Mendongakkan kepalanya, ia saksikan em-pek bertelinga tunggal itu sudah berada pu-luhan kaki di depan sana, kalau dilihat dari bayangan punggungnya, tampak kalau em-peknya itupun sedang termenung. Dikejauhan sana sudah muncul sebuah dusun nelayan, di samping dusun merupa-kan sebuah telaga yang luas, itulah telaga Huan yang cu.

73

Lan See giok menyaksikan Oh Tin san ber-gerak makin lama semakin cepat, jarak mereka pun makin lama selisih semakin jauh.. Dia tak berniat untuk menyusulnya. karena pada detik itu pula dia sedang mem-pertimbangkan perlukah mengajak empeknya berkunjung ke rumah bibi Wannya. Sekalipun Oh Tin San telah membeli hio dan memeluk jenazah ayahnya sambil me-nangis tersedu sedu, bahkan membantunya sehingga ia memperoleh tenagga dalam yang hebat, tapi sekarang dia mulai merasakan banyak hal yang mencurigakan. Yaa, pada hakekatnya pukulan batin yang dirasakan Lan See giok akibat peristiwa yang terjadi semalaman ini terlalu berat, terlalu banyak, persoalan yang dihadapinya pun kelewat banyak. Benar, dia adalah seorang anak yang cer-das tapi sebelum hatinya menjadi tenang kembali rasanya mustahil baginya untuk memecahkan rentetan teka teki yang diha-dapinya sekarang. Mendadak ia mendengar Oh Tin San se-dang menegur dari depan sana: "Giok ji, apa yang sedang kau pikirkan?" Suaranya agak gemetar, seperti lagi mena-han rasa kaget yang luar biasa ..... Mendengar teguran itu, Lan See giok segera menghentikan gerakan tubuhnya sembari menengadah, entah sedari kapan, empek bertelinga tunggalnya telah berhenti di ping-gir jalan. Ia menjumpai paras muka kakek itu pucat pias seperti mayat, perasaan tegang dan ta-kutnya amat tebal menyelimuti wajahnya, dengan perasaan tidak habis mengerti dia lantas berkata: "Empek, ada urusan apa?" "Giok ji, dapatkah andaikata kita tak usah melewati kampung nelayan ini . . " tanya Oh Tin San sambil berusaha untuk menenang-kan hatinya. Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar ucapan tersebut, sinar matanya segera dialihkan ke depan. Ternyata mereka sudah tiba di kampung nelayan di mana dia berkelahi dengan si bo-cah hitam kemarin, maka tanyanya: "Kau maksudkan kampung nelayan ini?" "Yaa. apakah kita bisa tak usah melewati tempat ini?" Dengan cepat anak itu menggeleng. "Tidak mungkin, karena aku hanya kenal sebuah jalanan ini saja . . ." Belum habis anak itu berbicara, Oh Tin san kembali me-nukas dengan perasaan cemas: "Bibi Wan-mu itu sebetulnya tinggal di dusun apa?"

74

"Apa nama dusun itu aku kurang tahu, tapi aku tahu rumah yang didiami bibi Wan dalam dusun tersebut." Perasaan gelisah dan marah menbyelimuti wajah jOh Tin san, kengingnya yang kelimis bekernyit, lama kemudian dia baru ber-tanya lagi: "Dahulu, bagaimana caramu untuk pergi ke sana?" Lan See giok tidak begitu memperhatikan maksud dari pertanyaan itu, segera jawaban-nya . "Dulu, ayah melukiskan sebuah peta jalan untukku, dan akupun berjalan mengikuti peta tersebut" Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Tin san setelah mendengar perkataan itu, selintas rasa kejut bercampur girang, meng-hiasi wajahnya yang jelek, serunya cepat: "Mana peta itu sekarang?" Tak sabar dia lantas mengulurkan tangan kanannya yang kurus kering. Sekali lagi Lan See giok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sayang peta itu sudah diminta oleh bibi Wan!" Paras muka Oh Tin san kembali berubah hebat, sekarang wajahnya yang jelek tampak menyeringai seram tangan kanannya yang kurus gemerutukan keras, seakan akan kalau bisa dia hendak mencekal Lan See giok sampai mampus. . "Empek mengapa kita tidak pergi ber-sama saja?" seru Lan See giok kemudian dengan perasaan tidak mengerti. Pelan-pelan air Muka Oh Tin san ber-ubah menjadi lembut kembali, senyumpun kembali menghiasi wajahnya, cuma diantara kerutan alis matanya masih nampak perasaan kaget dan gelisahnya. "Giok ji" kembali dia berkata setelah melirik sekejap ke arah dusun. "kau boleh melanjut-kan perjalanan lebih dulu, tunggu aku di de-pan dusun sana, sampai kita ber-temu lagi, tahu?" Walaupun Lan See giok tidak mengerti dengan maksud tujuan orang, tapi ia toh mengangguk juga. Oh Tin san segera menepuk bahu Lan See giok dengan hangat, lalu berkata lagi: "Giok ji, pergilah! Ingat, sampai kita bertemu lagi!" Lan See giok mengiakan, dengan perasaan bimbang dia melanjutkan kembali perjalanan nya memasuki dusun. Kini, dia sudah mulai menaruh curiga ter-hadap kakek bertelirnga tunggal itu, terutama sekali wajah jeleknya yang berubah ubah tak menentu, makin lama semakin menimbulkan perasaan muak di dalam hati kecilnya. Dia ingin sekali meninggalkan kakek itu, tapi diapun berharap bisa mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi, meski ilmu silat empek itu tidak

75

begitu lihay, paling tidak setiap bu-lan setelah menelan pil hitam yang busuk dan amis, tenaga dalamnya akan memperoleh kemajuan yang cukup pesat. Ia memang dapat merasakan manfaatnya, paling tidak tenaga dalam yang dimilikinya sekarang berapa tingkat lebih dahsyat dari pada kemarin. Berpikir sampai di situ, diam-diam ia merasa berterima kasih sekali terhadap jasa empeknya, maka rasa curiga dan muaknya pun turut lenyap tak berbekas. Hanya saja, dia masih tidak habis me-ngerti mengapa empeknya menunjukkan sikap yang begitu tegang dan gelisah, bahkan menampik untuk bersama sama melalui dusun nelayan itu--Sementara otaknya berputar. tanpa terasa ia sudah tiba di depan dusun, ketika men-dongakkan kepalanya. ia menjadi amat terpe-ranjat. Kurang lebih lima kaki di hadapannya, di bawah sebatang potion besar, duduklah si kakek berjubah kuning yang pernah di jum-painya semalam. Dengan wajah penuh senyuman kakek berjubah kuning itu duduk di atas sebuah batu hijau dan sedang mengawasinya dengan lembut, wajahnya yang merah dan penuh keramahan tampak berwarna merah ber-ca-haya di bawah sinar matahari sore. Lan see giok sama sekali tak menyangka kalau begitu masuk ke dusun nelayan itu, dia lantas berjumpa dengan kakek berjubah kuning tersebut. Sekalipun dia sedang membutuhkan kete-rangan dari kakek berjubah kuning itu ten-tang sebab musabab yang sebenarnya dari kematian ayahnya serta asal usul orang-orang yang julukannya dimulai dengan huruf "To" tersebut. Tapi sekarang ia tak dapat melakukannya, dia harus berangkat ke rumah kediaman bibi Wan-nya bersama empek bertelinga tungga1. Teringat akan empek bertelinga tunggal itu, kembali tergerak hatinya, jangan-jangan Oh Tin san kenal dengan kakek berjubah kuning itu? Atau mungkin di antara mereka terikat dendam kesumat? Berpikir sampai di situ, serta merta dia lantas berpaling ke arah belakang, tapi ba-yangan tubuh Oh Tin san sudah lenyap tak berbekas. Menanti dia berpaling lagi, kakek ber-jubah kuning itu telah berada di depan tubuhnya. Waktu itu dia sedang memandang Lan See-giok sambil tertawa terbahak bahak, lalu tegurnya dengan ramah: "Nak, apakah kau datang untuk mencari diriku?" Karena ditegur, mau tak mau Lan See -giok harus menghentikan langkahnya, dengan ce-pat dia menggeleng.

76

"Mengapa nak?" tanya kakek berjubah kuning itu sangat terkejut bercampur kehe-ranan. Sembari berkata, seperti sengaja tak se-ngaja dia melirik sekejap ke arah bawah di mana Lan See giok berasal. Waktu itu Lan See giok ingin buru-buru pergi ke tempat tinggal Bibi Wannya, diapun takut empek bertelinga tunggal itu menunggu kelewat lama di depan dusun sana ditambah pula dia memang mencurigai si kakek ber-jubah kuning sebagai salah seorang yang tu-rut ambil bagian dalam persekongkolan peristiwa pembunuhan terhadap ayahnya, maka dengan nada mendongkol dia berkata: "Mengapa? Apakah aku, harus memberi-ta-hukan kepadamu? Sekarang aku ada urusan dan tak bisa banyak berbicara denganmu." Seraya berkata dia lantas menghindari si kakek berjubah kuning itu dan berjalan menuju ke dalam dusun. Kakek berjubah kuning itu berkerut ke-ning, wajahnya kelihatan agak gelisah, sete-lah memandang sekejap ke arah dusun, mendadak ia bangkit berdiri kemudian mem-bentak keras: "Manusia jumawa, hari ini jika lohu tidak memjberi pelajaran kepadamu, kau pasti akan menganggap di dunia ini tiada hukum lagi." Sambil membalikkan badan, ujung bajunya segera dikebaskan ke depan, menggunakan kesempatan itu kelima jari tangannya segera diayunkan ke depan menghajar jalan darah Pay wi hiat di tubuh bocah tersebut. Lan See giok amat terkejut setelah mendengar seruan itu, ia tahu kalau bukan tandingan kakek berjubah kuning tersebut, terpaksa dia kabur mengambil langkah seribu. Sayang serangan itu datangnya lebih cepat, di mana angin serangan berkelebat lewat, jalan darah Pay wi hiat nya kena tertotok se-cara telak... Sepasang kakinya segera menjadi lemas dan "Bluuk!" tubuh Lan See giok segera ter-jungkal ke atas tanah. Lan See giok merasa terkejut bercampur kaget, terkejut karena ilmu silat si kakek berjubah kuning itu sangat lihay, ternyata ia dapat menotok jalan darahnya yang telah di geserkan letaknya, malah karena dengan perbuatan ini, maka tak disangkal lagi kakek berjubah kuning ini adalah salah seorang yang berkomplot untuk membunuh ayahnya. Semakin dipikirkan Lan See-giok merasa semakin gusar, sambil menggertak gigi dia mengawasi kakek berjubah kuning itu de-ngan penuh kegusaran. Semakin dipikir Lan See-giok, merasa makin gusar, akhirnya sambil menggertak gigi dan melotot besar pelan-pelan dia menghampiri kakek berjubah kuning itu.

77

Pada saat itu . . . . Dari dalam dusun sana melesat ke luar dua sosok bayangan manusia, satu berwarna hitam dan satu berwarna merah, dengan ke-cepatan bagaikan sambaran petir mereka meluncur tiba. Ketika Lan See-giok berpaling, dia segera mengenali kedua orang itu sebagai si nona berbaju merah Si Cay soat dan si bocah hi-tam Siau Thi gou adanya. Tampak Siau Thi gou berlari mendekat sambil berteriak teriak penuh kegembiraan: "Suhu...suhu, kenapa sampai sekarang kau baru kembali, semalam Thio lo koko ma-sih menunggu dirimu untuk minum arak!" Lan See giok segera mendengus bdingin, sepasang matanya yang gmerah karena mengawasi Si Cay soat dan siau Thi gou tanpa berkedip. Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu mereka berdua telah tiba di depan mata, tapi ketika kedua orang itu me-nyaksikan Lan See giok yang tergeletak di tanah, kontan saja mereka jadi tertegun. Si Cay soat membelalakkan sepasang ma-tanya lebar-lebar, paras mukanya ber-ubah beberapa kali, kejut dan girang me-nyelimuti wajahnya, segera teriaknya: "Suhu, dialah Lan See giok yang kumaksud kan sebagai bocah lelaki yang tidak roboh meski jalan darahnya tertotok!" Paras muka si kakek berjubah kuning itu bercampur aduk tak karuan, terhadap ucapan dari bocah perempuan berbaju merah itu dia hanya mengiakan belaka. Kemudian kepada Siau Thi gou katanya dengan suara dalam. "Thi gou, gusur dia pulang!" Siau Thi gou segera menenangkan hatinya lalu memburu ke depan Lan See giok, dengan kening berkerut dan menjura, katanya de-ngan suara lantang; "Saudara . . " "Tak usah banyak bicara, cepat gusur pergi!" bentak kakek berjubah kuning itu gusar. Siau Thi gou amat terperanjat, buru-buru dia membungkukkan badan dan membopong Lan See giok, kemudian cepat-cepat mem-balikkan badan dan berlalu dari situ. Jalan darah di tubuh Lan See giok sudah tertotok, seluruh badannya terasa lemas tak bertenaga, ia merasa seakan akan tubuh mulai dari pinggang sampai ke bawah seperti sudah bukan menjadi miliknya sendiri. Dalam keadaan seperti ini, selain gusar diapun merasa takut, dia kuatir kalau empek bertelinga tunggal itu tak berhasil menemu-kan tempat tinggal

78

bibi Wan nya sehingga tiada orang yang bisa menyampai kan berita tentang kematian ayahnya. Ia tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah kuning itu sangat hebat, setelah tertotok sekarang, untuk kabur mungkin jauh lebih sukar daripada naik ke langit, maka semakin dipikirkan dia merasa semakin mendongkol dan gelisah. Siau Thi gou bernar-benar bertenaga besar bagawikan kerbau bajra persis seperti nama nya, sekalipun sedang membopong tubuh Lan See giok, ternyata ia masih bisa berjalan dengan langkah tegap. Dengan kening berkerut dan wajah serius kakek berjubah kuning itupun mengikuti di belakang Thi gou, dia seperti merasa murung sekali karena masalah Lan See giok. Si Cay soat, si gadis berbaju merah itu mengikuti di samping kakek berjubah kuning wajahnya yang cantik nampak pula diliputi perasaan amat gelisah dan cemas. Kini dia merasa menyesal, menyesal telah memberitahukan kepada gurunya bahwa Lan See giok tidak roboh meski jalan darahnya tertotok. Dia masih ingat, ketika gurunya men-de-ngar berita itu kemarin, paras mukanya segera berubah hebat, kemudian setelah mencari tahu arah yang dituju Lan See giok, dengan langkah tergesa-gesa dia menyusul ke luar dusun. Sungguh tak disangka, ternyata bocah itu berhasil disusul oleh gurunya. Tapi dia percaya keselamatan jiwa Lan See giok sudah pasti tak akan terancam, karena dia tahu gurunya adalah seorang kakek yang saleh dan sangat welas kasih terhadap siapa-pun. Dalam waktu singkat Siau Thi gou sudah membopong Lan See giok memasuki hutan bambu dan tiba di depan sebuah pekarangan rumah. Lan See giok mencoba untuk memandang ke depan, ternyata rumah bambu itu berderet dikelilingi sebuah halaman yang luas. "Lompat masuk!" bisik kakek berjubah kuning itu mendadak. Siau Thi gou mengiakan, dia segera melompat ke tengah udara dan melayang masuk, ke balik dinding pekarangan, sekali-pun di bahunya harus membopong tubuh Lan See giok, sewaktu kakinya mencapai permukaan tanah ternyata tidak menimbul-kan sedikit suarapun. Lan See giok tak dapat berbicara, tak dapat berkutik, tapi diam-diam ia merasa kagum sekali atas kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siau Thi gou. Dengan membopong tubuh Lan See giok, Siau Thi gou mengitari sebuah rumah bambu dan memasuki sebuah halaman kecil.

79

Thi gou berpaling dan memandang sekejap kearah kakek berjubah kuning itu, kemudian dia berjalan masuk ke dalam ruangan sebe-lah timur. Sebelum Lan See giok sempat melihat jelas dekorasi yang berada dalam ruangan itu, tubuhnya sudah di baringkan oleh Siau Thi gou di atas pembaringan. Kakek berjubah kuning dan Si Cay soat segera menyusul pula ke dalam ruangan Saat itulah mendadak terdengar suara se-o-rang kakek yang tua dan serak bertanya: "Apakah Locianpwe telah kembali?". Sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar telah muncul dari balik pintu ruangan. Lan See giok kembali memperhatikan orang itu, ia saksikan orang tersebut mempunyai perawakan badan yang tinggi besar dan be-rambut putih, alis matanya tebal, matanya besar, hidung singa dan mulut lebar, dia nampak gagah dan mentereng sekali. Kakek berjubah-kuning itu segera memba-likkan badan sambil menyongsong keda-tangan orang itu. Si Cay soat dan Siau Thi gou segera mem-beri hormat pula sambil memanggil: "Thio toako . . . . " Mendengar nama itu, Lan See giok segera tahu kalau orang yang masuk adalah ayah Thio Toa keng, yaitu orang yang dimaksud-kan kakek berjubah kuning itu sebagai Huan kang ciong liong ( naga sakti pembalik sungai ) Thio Lok heng . Gerak gerik Huan kang ciong liong Thio Lok heng terhadap kakek berbaju kuning itu sa-ngat hormat, tapi begitu menyaksikan Lan See giok, paras mukanya segera berubah he-bat, serunya dengan suara rendah: "Locianpwe, ternyata kau benar-benar telah menemukan si gurdi emas . - ." Belum habis Huan kang ciong liong me-nyelesaikan kata-katanya, kakek berjubah kuning itu telah memberi tanda agar dia ja-ngan berbicara lebih jauh. Tergerak hati Lan See giok, dia tahu yang dimaksudkan sebagai Huan kang-ciong liong adalah gelar ayahnya yaitu si Gurdi emas peluru perak. Kalau ditinjau dari hal ini, bisa ditarik ke-simpulan kalau Huan kang ciong liong dan kakek berjubah kuning adalah pembunuh ayahnya. Sementara itu, Huan kang-ciong liong Thio Lok-heng telah memburu ke tepi pemba-ringan dan menatap wajah Lan See giok lekat--lekat, setelah memperhatikan sekejap dengan gelisah, diapun bertanya lagi kepada kakek berjubah kuning itu dengan nada hormat:

80

"Locianpwe, bila jalan darah bocah ini ter-totok kelewat lama, apakah ia tak akan terluka?" Tampaknya kakek berjubah tuning itu mempunyai kesulitan untuk diutarakan, maka setelah termenung sebentar, katanya lembut kepada Si Cay soat, gadis berbaju merah itu: "Anak Soat, bebaskan totokan jalan darah-nya!" Dengan wajah merah dadu Si Cay soat mengiakan, lalu dengan kepala tertunduk mendekati pembaringan.. Melihat Si Cay soat berjalan mendekat. Lan See giok merasa kehormatannya seba-gai seorang lelaki merasa tersinggung, hawa amarahnya segera berkobar, dari balik sepasang matanya yang jeli segera terpancar ke luar cahaya dingin yang menggidikkan hati. Huan-kang-ciong liong yang menyaksikan kejadian itu, paras mukanya segera berubah hebat, setelah memandang sekejap ke arah kakek berjubah kuning itu dia seperti hendak mengatakan: "Tenaga dalam yang dimiliki bocah itu, tampaknya jauh melebihi tingkat usianya..." Sedang kakek berjubah kuning itu segera mengangkat bahu sambil manggut-manggut, agaknya banyak persoalan yang mencekam di dalam hatinya. Pada saat itulah, Si Cay soat telah ber-jalan ke depan pembaringan dan melepaskan lima buah pukulan berantai ke atas jalan darah Mia bun hiat di tubuh Lan See giok. Dua pukulan. yang pertama tidak menge-nai sasarannya, baru pada tepukan yang ke tiga Si Cay soat baru menghajar jalan darah-nya secara tepat. Setelah menarik kembali tangannya, d-ngan biji mata yang jeli Si Cay soat me-man-dang sekejap ke arah Lan See giok, lalu de-ngan jantung berdebar keras berjalan kem-bali. "Thi gou, temanilah dia bermain main, ingat, jangan tinggalkan tempat ini," pesan kakek berjubah kuning itu kemudian dbengan wajah serjius. Setiap organg pasti akan mengerti kalau kakek berjubah kuning itu sedang memperingatkan Siau Thi gou agar jangan membiar-kan Lan See giok lari. Siau Thi gou segera manggut-manggut dengan mata terbelalak lebar. Tampaknya kakek berjubah kuning itu ma-sih mempunyai banyak masalah lain yang hendak dirundingkan dengan Huan-kang -ciong-liong, begitu selesai meninggalkan pesannya, buru-buru dia berlalu. "Mari kita pergi!"

81

Selesai berkata bersama Huan kang ciong liong, buru-buru mereka tinggalkan ruangan itu. Si Cay soat yang menduga Lan See giok belum bersantap malampun buruburu ikut berlalu dari sana. Sepeninggal ke tiga orang itu, Siau Thi gou baru berpaling ke arah Lan See giok sambil tertawa, kemudian tegurnya: "Saudara, bagaimana perasaanmu seka-rang? Apakah ingin turun untuk berjalan jalan?" Sejak jalan darahnya bebas dari pengaruh totokan, diam-diam Lan Seegiok telah me-ngatur napasnya untuk memeriksa seluruh tubuhnya, merasa dirinya segar bugar, hati-nya segera tergerak, ia merasa bila ingin me-loloskan diri dari mulut harimau, maka ha-rus memperalat si bocah bermuka hitam ini. Maka dia duduk dan manggut-manggut, setelah itu turun dari pembaringan. Tiba-tiba Siau Thi gou merasa ruangan di tempat itu terlalu gelap, dia segera mendekati meja untuk membesarkan lampunya. Melihat itu, mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, dia merasa kesem-patan baik tak boleh di sia-sia kan dengan begitu saja, maka setelah maju be-berapa langkah, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat dia menotok jalan darah tidur di tubuh Siau Thi gou. Waktu itu Siau Thi gou sedang menyulut lampu dan sama sekali tidak melakukan per-siapan apa-apa, mendadak dia merasakan datangnya ancaman, tahu-tahu jalan darah tidurnya sudah kena tertotok. "Bluuk---!" dia segera terjatuh ke tanah dan tertidur pulas. Berhasil denganr serangannya, Lan See giok merasa semakin gugup, pertama tama dia mengendalikan dulu debaran jantungnya kemudian baru secara diam-diam menyelinap ke luar dari kamar, lalu kabur ke belakang bangunan rumah itu. Waktu itu langit sudah gelap, bintang ber-taburan di angkasa, cahaya rembulan bersi-nar redup menerangi seluruh jagad. Tiba di tepi pagar bambu, Lan See giok menjejakkan kakinya melambung ke angkasa dan melayang turun di luar dinding. la tak berarti mengerahkan ilmu meri-ngankan tubuhnya untuk melarikan diri, se-bab hal ini akan memancing perhatian dari si kakek berjubah kuning serta si raga sakti pembalik sungai. Dengan langkah yang sangat berhati-hati dan penuh kewaspadaan, anak itu menentu-kan arah tujuannya kemudian bergerak menuju ke luar hutan bambu---

82

Suasana di dalam dusun sunyi senyap, selain suara air telaga yang menubruk tang-gul tiada kedengaran suara lain. Ke luar dari hutan bambu itu, Lan See giok merasakan matanya berkilat tajam, ternyata dia berada di luar hutan di mana Thio Toa keng sekalian berkelahi dengannya, sedang puluhan kaki lebih ke depan adalah jalan di tepi tanggul menuju ke tempat kediaman bibi Wan nya. Lan See giok merasa gembira sekali, dia tak menyangka kalau kali ini bisa kabur dengan lancar dan cepat. Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu dan yakin kalau si kakek ber-jubah kuning maupun si Naga sakti pem-balik su-ngai tidak mengejarnya, bocah itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan melesat ke atas tanggul telaga Tiba di tepi telaga, dia segera menyembu-nyikan diri ke belakang sebatang pohon ke-mudian dengan sorot mata yang tajam mem-perhatikan sekejap sekeliling tempat itu. Tapi selain air telaga yang hening dengan angin yang berhembus lewat menggoyang-kan daun serta ranting, di situ tak nampak seso-sok bayangan manusia pun. Lan See giok merasa gelisah bercampur tegang, apalagi tidak menjumpai empek bertelinga satu itu berada di sana, hatinya semakin gugup dan kalut- Ia segera mendongakkan kepalanya me-meriksa setiap cabang pohon yang tumbuh di sana, dia berharap empek bertelinga satu itu menyembunyikan diri ditempat itu. Mendadak . . suatu bentakan gusar yang penuh bertenaga menggema datang dari ke-jauhan sana: "Thi gou si bocah ini kelewat jujur!" Lan See giok merasa terkejut sekali, karena suara itu berasal dari naga sakti pembalik sungai Thio Lok-heng. Dalam keadaan demikian ia tak sempat mencari si empek bertelinga tunggal lagi, ce-pat-cepat dia membalikkan badan sambil ka-bur ke atas tanggul telaga. Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. dia merasa kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya masih bukan tandingan kakek berjubah kuning, maupun si naga sakti pembalik sungai, bila sampai ditemukan jejaknya, belum sampai setengah li sudah pasti akan tersusul.

83

Berpaling ke arah lain, dia menyaksi-kan di bawah tanggul di tepi telaga tertambat bebe-rapa buah sampan kecil, ketika sampan-sampan itu saling bersentuhan segera me-nimbulkan suara benturan yang nyaring. Pada saat itulah . . . terdengar suara ujung baju tersampok angin berkumandang datang dari arah hutan bambu. Lan See-giok semakin tegang setelah mendengar suara itu, dia tahu mustahil baginya bisa kabur, maka diputuskan untuk menyembunyikan diri untuk sementara waktu di atas sampan. Berpikir sampai di situ, buru-buru dia menuruni tanggul itu dan melompat naik ke atas sampan yang penuh dengan tali jerami, kemudian menggunakan tali tersebut untuk menutupi badannya. Bau amis ikan yang menusuk hidung dengan cepat menyelimuti sekeliling tubuh-nya.... Dalam keadaan demikian Lan See giok ti-dak memikirkan hal semacam itu lagi, de-ngan kening berkerut dia membaringkan diri, pikirnya: "Hitunghitung masih mendingan bau amis ini dari pada bau busuk pil hitam pembebrian si empek bjertelinga tungggal." Ketika diba mencoba untuk memasang telinga, terdengarlah suara ujung baju ter-hembus angin itu sudah tiba di atas tanggul. Diam-diam Lan See giok merasa amat ter-peranjat, jantungnya berdebar semakin keras, dia tidak menyangka kalau gerakan tubuh dari kakek berjubah kuning itu jauh lebih cepat berapa kali lipat dibandingkan dengan apa yang dia bayangkan semula. Mendadak suara itu terhenti di atas tang-gul, menyusul kemudian kedengaran suara dari si Naga sakti pembalik sungai berkata dengan nada sangat gelisah: "Locianpwe, menurut pendapat boanpwe tak mungkin bocah itu lari ke arah telaga." "Tak bakal salah, aku mendengar jelas sekali, mungkin dia baru mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya setelah ke luar dari hutan bambu," sahut kakek berjubah kuning itu dengan nada pasti. Peluh dingin segera membasahi seluruh badan Lan See giok, diam-diam ia bersyukur tidak mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sedari dalam halaman rumah itu. Kemudian terdengar kakek itu berkata lagi: "Waktu itu aku sama sekali tidak me-nyangka, tapi ia belum pergi jauh, kemung-kinan besar masih bersembunyi di sekitar tempat ini . ." Lan See giok semakin tegang lagi, saking takutnya dia sampai tak berani bernapas keras-keras, sementara jantungnya berdetak keras sekali, seakan akan hendak melompat ke luar dari rongga dadanya saja. Ia men-

84

coba mengintip dari balik celah-celah tali, dari situ ia dapat melihat si kakek berjubah kuning serta naga sakti pembalik sungai di atas tanggul. Waktu itu dengan wajah serius si kakek berjubah kuning itu sedang memperhatikan sekeliling tempat itu, tangan kanannya mengelus jenggot tiada hentinya, dia seperti me-rasa cemas dan murung sekali atas kaburnya Lan See giok. Sorot matanya yang semula ramah dan lembut, kini memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati. Naga Sakti pembalik sungai Thio Lok-heng juga melototkan sepasang matanya bulat-bulat dengan wajah gusar, dengan matanya yang tajam dia sedang celingukan ke sana ke mari, nampak pula dia sedang marah bercampur gelisah. Mendadak kakek berjubah kuningb itu ber-palingj ke arah muka dgusun sebelah debpan sana . . . Dengan perasaan terkesiap Lan See giok berpikir: "Jangan-jangan si empek bertelinga tunggal telah datang?" Dia mencoba untuk memasang telinga baik-baik, benar juga dia mendengar suara ujung baju yang terhembus angin. Waktu itu si Naga Sakti pembalik sungai juga telah mendengar suara tersebut, dengan cepat dia berpaling pula ke luar dusun. Tiba-tiba terdengar seseorang berseru de-ngan gelisah: "Suhu, apakah Lan See-giok berhasil dite-mukan?" Mendengar suara itu. Lan See-giok segera mengenalinya sebagai Si Caysoat atau gadis cilik berbaju merah itu. Kakek berbaju kuning dan naga Sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya berulang kali, sorot mata mereka tetap ber-alih ditempat kejauhan sana. Bayangan merah nampak berkelebat lewat, tahu-tahu Si Cay-soat telah berhenti di antara si kakek berjubah kuning, dengan si naga sakti pembalik sungai. Tampak paras muka Si Cay soat pucat pias, alis matanya bekernyit dan wajahnya penuh kegelisahan, sepasang mata yang jeli berkilat. Akhirnya sinar mata gadis itu dialihkan ke atas beberapa buah sampan kecil di bawah tanggul. Lan See-giok amat terkesiap, dia tahu bakal celaka bila jejaknya ketahuan, tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran. Mendadak sepasang mata Si Cay soat ber-kilat, paras mukanya berubah hebat dan hampir saja ia menjerit, rupanya dia telah menemukan dua titik sinar mata tajam di balik tumpukan tali dalam sampan kecil se-belah tengah.

85

Melihat itu, Lan See giok merasa kepala-nya kontan menjadi pusing tujuh keliling, napas-nya, sesak dan jantungnya seperti melompat ke luar dari rongga dadanya. Sekarang dia baru menyesal kenapa me-nyembunyikan diri dalam sampan kecil itu sehingga jejaknya ketahuan. Berada dalam keradaan seperti ini, dia tak berani berkutik, juga tak berani lari, sebab bila sampai ketahuan maka ibaratnya katak masuk tempurung, jangan harap bisa me-lo-loskan diri lagi. Si Cay soat yang berada di atas tanggul juga membelalakkan matanya dengan wajah kaget serta tertegun, mulutnya ditutup de-ngan tangan sementara sorot, matanya nam-pak gugup bercampur panik. Peluh bercucuran dengan derasnya mem-basahi seluruh badan Lan See giok, ia tahu asal Si Cay soat menuding ke bawah sambil menjerit, niscaya dia akan dibekuk kembali. Suasana amat hening . . . beberapa saat kemudian Si Cay soat baru berhasil me-ne-nangkan hatinya seraya berpaling ke arah lain, sekalipun matanya celingukan kesana ke mari, tapi wajahnya yang gugup dan cemas kelihatan jelas sekali. Lan See giok turut tertegun, dia tidak habis mengerti apa sebabnya gadis itu tidak berte-riak? Mungkinkah dia tidak melihat jelas? Tapi setelah dipikirkan kembali, ia merasa hal ini mustahil . . . Atau mungkin gadis itu sengaja hendak melepaskan dirinya? Tapi mengapa pula dia berbuat demikian . . . Makin dipikir Lan See giok merasa makin kebingungan dan tidak habis mengerti, hati nya bergoyang seperti ayunan sampan, meski sudah diusahakan untuk ditenangkan kem-bali namun tak bisa. Sementara butiran air keringat bercucuran dengan derasnya dan membasahi kepala, rambut dan masuk ke dalam telinganya.... BAB 5 NONA CANTIK BERBAJU PUTIH DI TENGAH keheningan yang mencekam seluruh jagat, mendadak terdengar si Naga sakti pembalik sungai berkata dengan sedih: "Locianpwe, mungkin bocah itu sudah lari, lebih baik besok pagi kita langsung mencari Oh Tin san untuk minta orang ...." Kakek berbaju kuning itu menggelengkan kepalanya berulang kali, belum habis si naga Sakti pembalik sungai menyelesaikan kata katanya, ia te1ah berkata dengan gelisah:

86

"Tidak, besok pagi terlalu lambat, sekarang dan malam ini juga kita harus mencegah Lan See-giok agar jangan pergi ke tempat ke-di-aman Bibi Wan nya..." Si naga sakti pembalik sungai termenung sebentar, kemudian tanyanya dengan tidak habis mengerti: "Locianpwe, apakah kau menganggap kitab pusaka Hud bun cinkeng tersebut berada di rumah kediaman bibi Wan nya Lan See giok?" "Yaa, kemungkinan besar benar" "Tapi menurut analisa pada umumnya, mustahil kalau si Gurdi emas peluru perak Lan Khong-tai akan menyerahkan mestika yang amat berharga itu kepada seorang pe-rempuan, mungkin saja dia menyimpannya di dalam makam raja-raja . . ." "Aku telah melakukan pemeriksaan setiap sudut makam tersebut dengan seksama, bahkan setiap sudut ruangan yang mungkin bisa dipakai untuk menyimpan kotak kecil itupun sudah kuperiksa . . . " Mendengar sampai di situ, Lan See-giok yang bersembunyi di bawah tumpukan tali merasa gusar sekali, ia menduga pasti sekarang kalau kakek berjubah kuning yang berwajah ramah ini benar-benar, adalah sekomplotan dengan pembunuh-pembunuh ayahnya. Mungkin saja selama ini kakek berjubah kuning itu bersembunyi terus di dalam ku-buran, mungkin juga dialah pembunuh ayahnya, sebab hanya orang yang berilmu begitu tinggi baru bisa membunuh ayahnya dalam sekali pukulan . . . Makin dipikir Lan See giok merasa darah-nya makin mendidih, hawa amarahnya yang memuncak membuat rasa takutnya sama sekali lenyap tak berbekas. Tapi, bila teringat akan kelihaian ke-pan-daian silat yang dimiliki kakek berjubah kuning itu, ia merasa putus asa, tipis rasa-nya harapan baginya untuk membalas den-dam . . . . Sementara dia masih termenung, si Naga sakti pembalik sungai telah berkata lagi: "Menurut apa yang locianpwe saksikan se-malam, siapakah di antara Sam ou ngo to (lima tunggal dari tiga telaga) yang besar ke-mungkinannya sebagai pembunuh Lan Khong tay?" "Kelima limanya patut dicurigai semua . . " sahut kakek itu setelah termenung sebentar. Lan See giok menjadi mengerti sekarang, yang dimaksudkan sebagai Sam Ou ngo to oleh si Naga sakti pembalik sungai tentulah orang-orang yang menggunakan julukan "To" atau tunggal pada permulaan namanya.

87

Sambil memandang bintang yang berta-buran di angkasa, diam-diam ia mulai meng-hitung semua orang yang pernah di-jum-painya semalam.. . Orang pertama yang dijumpai adalah To pit him (beruang berlengan tunggal) Kiong Tek cong yang menggeledah seluruh badan-nya dengan tangan kanannya dikala ia jatuh pingsan. . . Kemudian adalah To tui thi koay (tongkat baja berkaki tunggal) Gui Pak cong yang menusuk tubuhnya dengan tongkat besinya. Orang ke tiga adalah si manusia bermuka hijau dan bergigi taring yang bernama To-gan liau pok (setan bengis bermata tunggal ) Toan Ki tin, besar kemungkinannya orang ini adalah pelaku pembunuhan atas diri ayah-nya. Kemudian adalah si manusia berbisul be-sar pada kepalanya yang tertembus oleh senjata gurdi emas, orang itu diketahui ber-nama To ciok siu (binatang bertanduk tung-gal) Si Yu gi, orang ini adalah satu satu-nya orang yang mengetahui siapa pembunuh ayahnya, tentu saja mungkin juga orang itu adalah si binatang bertanduk tunggal pribadi. Pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benaknya, mulai dari si kaki tunggal, si le-ngan tunggal, si mata tunggal dan si tanduk tunggal . . . Dari lima manusia tunggal ada empat di antaranya telah diketahui, lantas siapakah si tunggal yang kelima? Mungkinkah dia adalah kakek berambut perak yang telah menghajar dirinya hingga semaput itu . . . Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, kontan saja Lan gee giok merasa-kan hatinya bergidik. Bayangan tubuh seorang kakek bermata sesat, bertubuh kurus kering, bermuka kuda dan bertelinga tunggal dengan cepat melintas dalam benaknya. Dengan perasaan bimbang dia lantas ber-pikir: "Yaa, diapun bertelinga tunggal. . diapun kehilangan sebuah telinganya mungkinkah empek adalah salah seorang dari Sam ou ngo to tersebut . . .?" Sementara pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, mendadak terdengar si naga sakti pembalik sungai yang berada di atas tanggul berseru cemas: "Locianpwe, cepat lihat, di bawah tanggul sana tampak sesosok bayangan manusia se-dang berkelebat lewat!" Dengan perasaan tergerak Lan See giok ikut melirik, dia saksikan si naga sakti Thio Lok heng sedang menuding ke arah utara dengan cambang yang bergetar keras.

88

"Ehmm, aku sudah melihatnya!" sahut kakek berjubah kening itu sambil manggut- manggut. Si Cay soat segera mengerling sekejap ke arah Lan See giok, kemudian ujarnya kepada Si naga sakti Thio-Lok-heng: "Empek Thio, mungkin dia adalah Lan See giok?" "Bukan, dia adalah To oh cay jin(manusia buas bertelinga tunggal)!" tukas si kakek berjubah kuning sambil menggeleng. Sementara itu, meski Lan See giok yang bersembunyi di balik sampan sudah men-duga kalau empeknya yang bertelinga tunggal kemungkinan besar adalah salah seorang dari ngo to ( lima tunggal ), namun setelah mendengar julukan manusia buas bertelinga tunggal tersebut, hatinya toh merasa ter-ke-siap juga sehingga tubuhnya menggigil keras. Terdengar kakek berjubah kuning itu ber-kata lagi dengan suara murung bercampur kesal: "Sesungguhnya Lan See giok adalah se-orang bocah yang cerdik, sayang pukulan batin yang dialaminya kelewat hebat sehingga membuat hatinya tak dapat tenang dan menyumbat semua kecerdasan otaknya. Hal ini ditambah lagi dengan pancingan si Manu-sia buas bertelinga tunggal Oh Tin san yang menggunakan pelajaran ilmu silat se-bagai umpan, akibatnya mengurangi ke-curigaan Lan See-giok terhadap dirinya coba kalau bukan begitu, dengan kemampuan dari Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san mana mungkin dia dapat mengelabuhi Lan See- giok?." "Locianpwe" si naga sakti Thio Lok heng segera berkata sambil tertawa, "jelek--jelek begini sudah setengah hidupku berkelana dalam dunia persilatan, berbicara soal luas-nya pengetahuanku, sesungguhnya boleh di-bilang lumayan juga, tapi setelah men-dengar pembicaraan dari locianpwe semalam, jangan toh Lan See giok yang masih bocah, bahkan boanpwe yang sudah jago kawakan pun dibi-kin kebingungan dan tak habis mengerti dibuatnya . . . " Kakek berjubah kuning itu menghela napas dan manggut-manggut, sahutnya: "Walaupun si Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san termasyhur karena ke-buasan dan kekejamannya, diapun terhitung se-orang manusia licik, sayang cara kerjanya kurang mantap dan lagi tidak sabaran, lama kelamaan Lan See giok pasti dapat me-ngeta-hui belangnya tersebut- -" Belum habis ucapan tersebut diutarakan, dengan sorot mata berkilat si naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng telah menu-kas sembari berseru keras: "Locianpwe, coba kau lihat!" Sambil berkata dia lantas menuding ke arah depan dusun.

89

Kakek berjubah kuning itu berkerut kening sambil berpaling, tidak nampak bagaimana caranya menggerakkan badan, tahu-tahu dia sudah meluncur ke depan. Menyusul kemudian naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng dan Si Cay soat pun ikut berlalu dari situ. Waktu itu pikiran Lan See giok amat kacau, dia tak sempat memikirkan lagi apa yang berhasil dilihat Thio Lok heng, kenapa kakek berjubah kuning itu berlalu dan me-ngapa Si Cay soat tidak membocor-kan jejak-nya yang bersembunyi di bawah tumpukan tali. Yang dipikirkan sekarang adalah cepat-ce-pat menyusup ke rumah kediaman bibi Wan nya tanpa diketahui orang lain. Dia tahu, meski kakek berjubah kuning itu telah pergi, tapi kemungkinan besar dia akan balik lagi, sebab itu dia tidak berani naik ke atas tanggul telaga tersebut. Angin malam berhembus lewat membawa udara yang sangat dingin, pelan-pelan Lan See giok yang bersembunyi dibalik tumpukan tali dapat menenangkan kembali hatinya. . . Mendadak ia mendengar suara gelak ter-tawa yang amat keras berkumandang datang dari depan dusun sana. Lan See giok kenal suara tersebut se-bagai suara si Naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng. Tapi saat ini, dia sudah tidak menaruh minat lagi terhadap setiap perobahan yang telah terjadi di sekeliling tempat itu, karena dia sedang mempergunakan segala akal dan kecerdasannya untuk memecahkan kesulitan yang sedang dihadapinya. Pertama-tama, dia berpikir tentang kakek berjubah kuning yang berilmu tinggi itu. Ditinjau dari sikap hormat dan panggilan merendah dari Naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng, dapat diketahui kalau kakek berjubah kuning itu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam dunia persilatan. Sekalipun kakek itu mungkin bermaksud untuk mendapatkan kotak kecil milik ayah-nya dan telah menggeledah seluruh isi makam, namun belum tentu ia bersekongkol dengan sam ou ngo to. Dilihat dari sikap si kakek yang hingga kini masih belum tahu kalau kotak kecil tersebut sudah berada di rumah bibi Wan-nya, bisa disimpulkan pula kalau orang yang bersem-bunyi di belakang meja dan meng-hantam dirinya sampai pingsan itu bukanlah kakek ini.

90

Teringat akan kakek kurus berambut perak yang menghajarnya sampai semaput dari be-lakang itu, tanpa terasa Lan See giok mem-bayangkan kemba1i si Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san. Terbayang sampai ke situ, dengan cepat dia pun menjadi sadar kembali, semua siasat busuk dari Manusia buas bertelinga tunggal pun kontan terungkap semua. Di samping itu dia membenci akan ketololan sendiri, di mana manusia buas berhati busuk yang amat berbahaya telah dianggap-nya sebagai sahabat karib ayahnya. Padahal gerak gerik maupun cara ber-bicara Manusia buas bertelinga tunggal semenjak masuk ke dalam makam sudah mencuriga-kan sekali, tapi dia justru ter-kecoh dan kena dikibuli habis habisan. Tentunya setelah menghajar dia sampai pingsan, Oh Tin san lantas menyusun rencana kejinya, dengan pergi membeli hio dan lilin, kemudian juntuk mencari tahu tempat tingbgal bibi Wan nya, mau tak mau diapun melaksanakan rencana kejinya dengan amat berhati hati. Masih untung dia tak sempat melihat jelas wajah aslinya sebelum dihantam pingsan dulu, kalau tidak mungkin selembar jiwa nya sudah melayang sekarang. Tentang pemberian obat untuk menambah kekuatan, bisa disimpulkan kalau tujuan yang sebenarnya dari tindakannya Itu adalah memberi kesempatan bagi dirinya untuk memasuki makam raja-raja dan mencuri pedang mestika dan kotak kecil yang tersim-pan di situ. Tapi segera muncul kembali pikiran lain, lantas siapakah orang yang telah menyergap Oh Tin san, merusak rantai penghubung pintu besi menuju makam raja-raja dan membawa lari pedang Jit hoa gwat hui kiam serta dua buah kotak emas tersebut? Mungkinkah orang itu sudah lama bersembunyi di dalam makam? Atau mung-kin kakek berjubah kuning yang tidak pernah meninggalkan makam? Atau bisa jadi juga si tongkat besi berkaki tunggal serta si beruang berlengan tunggal yang secara diam-diam balik kembali ke situ. Kemudian bocah itu teringat pula sikap kaget bercampur rasa tercengang dari manu-sia buas bertelinga tunggal ketika menyaksi-kan tenaga dalamnya peroleh kemajuan pesat, mengapa begitu? Dia tak dapat memecahkannya. . Tapi kematian dari si Binatang bertanduk tunggal, jelas kematian tersebut disebabkan oleh tindakan keji manusia buas bertelinga tunggal ketika ia disuruh pergi mengambil air Ia menduga, manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san sengaja membunuh orang itu, karena dia kuatir binatang bertanduk tunggal

91

membocorkan soal ter-simpannya kotak kecil itu di rumah bibi Wan kepada orang lain. Sebagaimana diketahui, hanya Si binatang bertanduk tunggal Si Yu gi dan Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san saja yang me-ngetahui kabar berita tentang kotak kecil itu, tapi mungkin juga dikarenakan sebab-sebab lainnya. Makin dipikir dia merasa makin membenci akan kebodohan sendiri, tentu saja dia lebih-lebih membenci Manusia buas bertelinga tunggal itu. Demikianlah, sambil berbaring di atas sampan sambil memandang bintang yang bertaburan di angkasa, tiada hentinya bocah bitu membayangkajn tentang lima gmanusia tunggalb dari tiga telaga. Dia masih ingat dengan ucapan kakek berjubah kuning itu: "Kelima limanya mencu-rigakan," dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau Manusia buas bertelinga tunggal pun merupakan salah seorang manusia yang patut untuk dicurigai. Berpikir sampai di situ, dia lantas bertekad untuk segera berangkat ke rumah kediaman bibi Wan nya mumpung malam masih kelam dan suasana di sekeliling tempat itu masih hening. Mendadak.... Pemuda itu merasakan hatinya bergetar keras, dia merasa sampan kecil, itu sedang bergerak pelan ke arah depan. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi kejadian tersebut, perasaan hatinya yang baru tenang kontan saja menja-di tegang kembali . . . Dengan gugup dia melompat bangun dari balik tumpukan tali temali dia memandang sekitar tempat itu, tapi hatinya makin terpe-ranjat lagi, ternyata bayangan dari tanggul sudah tidak nampak lagi. Sekeliling tempat itu hanya nampak air, sedang tujuh delapan kaki di depan sana adalah hutan gelaga yang luas dan amat le-bat. Bunga gelaga yang berwarna putih bergo-yang terhembus angin, sekilas pandangan mirip awan putih di angkasa. Begitu dia bergerak bangun, sampan yang mulai berjalan lambatpun mendadak melun-cur ke depan semakin cepat. Tak terlukiskan rasa gugup dari Lan See giok ketika itu, dia tahu di bawah sampan pasti ada jago lihay yang sedang mendorong sampan itu bergerak ke depan, tapi ia tidak tahu siapa gerangan orang tersebut dan mengapa membawanya menuju ke tengah telaga. Sementara itu sampan kecil itu bergerak makin cepat ke depan, kini sampan tadi se-dang melesat ke arah satu satunya jalan air yang bebas dari tumbuhan gelaga.

92

Dengan gugup Lan See-giok lari menuju ke buritan sampan, tapi di sana pun dia hanya bisa menyaksikan gelrembung air dan zbunga ombak yanwg memercik di artas permukaan. Dengan perasaan gelisah dia lantas ber-tanya kepada diri sendiri: "Siapakah orang ini.. . ? Siapakah dia. . .? Mengapa membawa aku ke mari . . . ?" Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, bayangan tubuh seorang kakek bercambang yang berperawakan tinggi besar segera melintas di dalam benaknya, tanpa terasa ia berbisik: "Aaaah, jangan-jangan si Naga sakti pem-balik sungai Thio Lok heng . . . " Sekali lagi dia melongok ke buritan sampan ke balik air yang bergelembung. "Yaa, sudah pasti perbuatan dari si Naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng, hanya dia yang memiliki ilmu menyelam di dalam air yang begini sempurna..." sekali lagi dia berguman. Dalam pada itu, sampan kecil itu sudah menembusi jalan air diantara tumbuhan jela-ga yang lebat dengan kecepatan yang makin lama semakin tinggi. Dengan gugup Lan See giok memperhati-kan sekitar tempat itu, dia lihat jalan air itu luasnya cuma delapan depa, sekeliling-nya penuh dengan tumbuhan gelaga setinggi satu kaki lebih, besarnya se lengan bayi dan bunga berwarna putih seperti awan me-nyeli-muti di atasnya. Cepat dia menenangkan hatinya dan ber-pikir lebih jauh: "Seandainya orang itu adalah si Naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng, niscaya aku akan dibawa kembali ke perkampung-an nela-yan tersebut, tapi sekarang aku di bawa ma-suk ke dalam hutan gelaga yang begini luas dan lebat. . . siapakah orang itu?" Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya dan cepat anak muda itu sadar kembali. "Yaa...yaa, sudah pasti orang yang berada dalam air adalah perompak dari telaga Huan yang ou..." demikian dia berpikir. Teringat akan hal ini, api kemarahan segera berkobar dalam benak Lan See giok, sekali lagi dia menghimpun tenaga dalamnya ke dalam telapak tangan kanan, kemudian diangkatnya tangan tersebut ke udara siap melakukan penyerangan. Tapi, tatkala sorot matanya membentur dengan permukaan air di sekeliling sampan, telapak tangan kanannya yang sudah siap melancarkan serangan itu pelan-pelan di tu-runkan kembali..

93

Dengan kemampuan tenaga serangan yang dimilikinya sekarang, tidak sulit baginya untuk membinasakan orang yang berada di balik perahu akan tetapi dasar sampan itu pasti akan remuk dan diapun pasti akan ter-cebur ke dalam telaga dan mati tenggelam. Sementara itu, sampan kecil tadi sudah ber-belok ke kiri berputar ke kanan menembusi hutan gelaga yang luas, dalam waktu singkat Lan See giok sudah tak bisa membedakan lagi mana sebelah timur dan mana sebelah barat. Lan See giok benar-benar merasa sangat gelisah, dia tak ingin terjatuh kembali ke mulut serigala setelah lolos dari sarang hari-mau. Satu ingatan segera melintas dalam benak nya, cepat dia mengeluarkan senjata gurdi emas milik ayahnya. Seketika itu juga cahaya emas yang me-nyilaukan mata memancar ke empat penjuru. Sambil menggenggam gurdi emas itu, Lan See giok merasa tegang sekali, selembar nya-wa manusia dalam waktu singkat akan mus-nah di tangannya. Tapi demi keselamatan jiwa sendiri, mau tak mau terpaksa dia harus bertindak nekad. Cahaya emas berkelebat lewat, senjata gurdi emas yang panjangnya mencapai tiga depa itu tahu-tahu sudah menembus dasar sampan tersebut dan menusuk ke dalam air telaga. Menyusul tusukan itu, sampan kecil ter-se-but mengalami goncangan yang amat keras, ombak nampak menggelegar ke mana-mana, darah segarpun memancar ke luar dari dalam air dan menyebar ke sekeliling tempat itu. Lan See giok tahu kalau tusukannya ber-hasil melukai orang yang ada di dalam air, tapi dia tak berani segera mencabut ke luar senjata gurdi emasnya--Tak selang berapa saat kemudian gon-cangan di bawah sampan kecil itu telah ber-henti. Peluh dingin telah membasahi seluruh ji-dat, tubuh dan tangan kanannya yang meng-genggam senjata gurdi emas itu, dia merasa-kan seluruh badannya sedikit agak gemetar. Lambat laun sampan kecil itupun berhenti bergerak dan melintang di tengah jalan air tersebut. Setelah berhasil menenangkan hbatinya, Lan Seej giok menghembugskan napas panjbang dan mencabut ke luar senjata gurdi emas itu, darah segar tampak memancar ke luar me-ngikuti lubang pada dasar sampan itu. Dengan perasaan terkejut pemuda itu mencari kain dan menyumbat lubang pada dasar sampan tersebut.

94

Tiba-tiba terjadi lagi goncangan keras pada sampan kecil itu . . Lan See giok tahu, orang yang berada di dasar perahu itu belum putus nyawa, kemungkinan besar orang itu akan menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya untuk menarik dia masuk ke dalam air. Teringat akan bahaya tersebut, dia merasa agak gugup, padahal di atas sampan itu se-lain setumpuk tali hanya terdapat sebuah bambu sepanjang lima depa. Dengan cepat Lan See giok menyelipkan senjata gurdi emasnya ke pinggang. kemu-dian dengan menggunakan bambu panjang itu dia mulai mendayung dengan sekuat tenaga . . . Dia mendayung tiada hentinya dan sampan itupun berputar, tiada hentinya pula . . . Bila bambu itu mendayung ke kiri maka sampan itupun berputar ke kiri, bila menda-yung ke kanan, sampan itupun berputar ke sebelah kanan, Melihat keadaan itu, Lan See giok menjadi gelisah sekali sampai mengucurkan keringat dingin, akhirnya dia berdiri termangu mangu dan tak tahu bagaimana caranya untuk bisa menggerakkan sampan tadi menembusi hu-tan gelaga tersebut. Sekarang permukaan air telaga telah tenang, warna merah pun sudah makin tawar, tapi air telaga yang bocor ke dalam sampan itu sudah mencapai beberapa inci. Lan See-giok yang berada dalam keadaan seperti ini merasa gelisah bercampur gusar, dia takut berjumpa lagi dengan perampok lain. Pada saat itulah, mendadak terdengar suara air memecah ke tepian bergema tiba dari kejauhan sana. Lan See giok amat terperanjat, dia tahu lagi-lagi muncul perompak di tempat itu. Makin lama suara itu bergerak makin mendekat, agaknya suara itu berasal dari jalan air di sebelah kiri. Dengan cepat dia mengalihkan sinar ma-tanya ke kiri, tampaklah pada ujung jalan air tersebut terdapat setitik bayangan abu-babu yang sedangj bergerak mendegkat, kemudian mbuncullah sebuah sampan kecil. Lan See giok kembali merasa gugup ber-campur panik, sekali lagi dia mencoba untuk mendayung dengan bambu panjang, tapi sampan tersebut masih saja berputar putar di tempat. Cepat sekali gerakan sampan kecil terse-but, hanya dalam waktu singkat sampan itu sudah berada tujuh kaki di hadapannya. . Sadarlah Lan See giok bahwa tiada ha-rapan lagi baginya untuk menyembunyikan diri, ia segera membuang bambu itu dan me-loloskan

95

senjata gurdi emasnya, kemudian sambil berdiri di ujung geladak, ia bersiap siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Lambat laun sampan itu makin dekat, sekarang dia dapat melihat seorang gadis bertubuh langsing, berambut panjang dan menyoren sebilah pedang berdiri di ujung sampan itu. Di buritan sampan duduk pula dua orang dayang berpakaian ringkas yang memegang dayung, di antara percikan air telaga, sam-pan kecil itu meluncur tiba dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Dalam waktu singkat sampan kecil itu sudah berada lebih kurang tiga kaki di hada-pannya. Mendadak terdengar suara bentakan nyaring: "Kawanan tikus dari mana yang berani mendatangi benteng Wi lim poo ditengah malam buta begini?" Berbareng dengan suara bentakan terse-but, gadis yang berada di sampan tersebut telah mengayunkan tangannya ke depan. Setitik cahaya bintang yang disertai dengan suara desingan angin tajam langsung melun-cur ke tengah udara dan mengancam tubuh Lan See giok. Agaknya Lan See giok tidak menyangka kalau gadis itu begitu tak tahu aturan, dia lantas menduga kalau gadis itupun seorang perompak. Serta merta dia melejit ke tengah udara dan meloloskan diri dari sambitan senjata rahasia tersebut. "Pluuung!" senjata rahasia tadi segera ter-cebur ke dalam air telaga beberapa kaki di belakang sampan. Kembali terdengrar suara bentakan nyaring sekali lagi muncul rbeberapa buah titik caha-ya tajam yang menyerang tiba. Lan See giok gusar sekali, dia menggetar-kan tangannya, senjata gurdi emas itu segera menciptakan selapis cahaya tajam yang melindungi seluruh badannya. "Traaang, traaang, traaang." benturan nyaring yang memekakkan telinga segera berkumandang tiada hentinya, seluruh an-caman senjata rahasia tersebut berhasil di-patahkan semua. Disaat Lan See giok sedang repot meng-ha-lau ancaman senjata rahasia itulah .... Mendadak sampan kecil itu menerjang ke hadapannya, kemudian tampak selapis ca-haya tajam menyambar ke pinggang Lan See giok. Tak terlukiskan rasa kaget anak muda itu menghadapi datangnya ancaman, cepat tubuhnya melejit dan menjatuhkan diri ke dalam sampan: Berbareng dengan menyambar lewatnya dari sisi sampan kecil tersebut dan meleset sejauh dua kaki lebih.

96

Lan See giok tak berani berayal, cepat dia menghantam pinggiran sampan lawan de-ngan ayunan telapak tangan kirinya, kemu-dian dengan cekatan dia melompat bangun, tapi tak urung bajunya basah kuyup juga oleh air telaga yang telah menggenangi sam-pan kecil tersebut. Dalam pada itu, kedua orang dayang terse-but telah memutar sampannya dengan ce-katan, kini sampan tersebut meluncur datang lagi dengan kecepatan tinggi me-ner-jang sampannya. Lan See giok merasa cemas dan gusar meng-hadapi kejadian seperti ini dengan sorot mata berkilat dia menunggu datangnya ter-jangan dari sampan lawan. Sekarang dia dapat melihat jelas kalau gadis itu berbaju putih, sedangkan dua orang dayangnya berwarna hijau pupus. Gadis berbaju putih itu berusia delapan sembilan belas tahunan, bermata besar ber-hidung mancung dan berbibir kecil ber-warna merah, mukanya berbentuk kwaci dan kulit badannya putih bersih . . . . Belum habis Lan See giok mengamati gadis itu, sampan lawan kembali telah menerjang tiba. Gadis itu segera membentak keras, pedangnya dengan jurus Gin-hoo-ci li ( menusuk ikan leihi di sungai ) langsung menusuk ke perut Lan See-giok, sementara sampan itu pun langsung menerjang perahu-nya. Lan See-giok amat terperanjat, dia tak be-rani menyambut datangnya ancaman terse-but, buru-buru tubuhnya melejit ke tengah udara . . . . . "Blaaammm. ..!" diantara suara benturan nyaring, air memercik ke empat penjuru, sampan tersebut sudah kena tertumbuk se-hingga terbalik. Setelah berhasil dengan terjangannya, sampan kecil itu meluncur lagi ke depan Lan See giok yang berada di tengah udara dengan cepat meluncur ke bawah dan me-layang turun di atas sampan yang terbalik itu. Sekarang dia baru mengetahui kalau pada ujung sampan lawan rupanya dilapisi dengan lempengan baja yang sangat kuat. Gadis yang berada di atas sampan itu pun nampak terkejut sekali, tampaknya dia tak mengira kalau lawannya yang paling banter baru berusia lima enam belas tahun itu su-dah memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna. Tapi dengan cepat sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, agaknya baru sekarang dia dapat melihat kalau Lan See giok berwajah bersih dan menarik, setelah dewasa nanti niscaya merupakan se-orang pemuda tampan yang menawan hati.

97

Lan See giok juga agak tertegun, dia saksikan senyuman gadis itu amat mem-pesona-kan hati, terutama sepasang matanya serasa membetot sukma, penuh dengan pancaran sinar mempesona hati. Tampak gadis berbaju putih itu memberi tanda kepada kedua orang dayangnya dan sampan tersebut menerjang lagi dengan ke-cepatan yang luar biasa. Tergerak hati Lan See giok menghadapi keadaan seperti ini, dia bertekad hendak membereskan kedua orang dayang tersebut lebih dulu agar sampan itu tak ada yang mendayung, setelah itu dia baru berusaha untuk menaklukkan si nona baja putih dan berusaha melarikan diri . . . Belum habis dia berpikir, sampban kecil itu sekali lagi telah menerjang tibab. Lan See giok tidak berdiam diri belaka, se-belum sampan lawan mencapai sasaran, dia telah melejit dahulu ke tengah udara. Ternyata gadis itu hanya merentangkan pedangnya saja di depan dada, ia tidak nam-pak berniat untuk melancarkan tusukan. "Blaaammm---!" tubuh Lan See giok melun-cur ke bawah dengan kecepatan tinggi. dite-ngah percikan bunga air, ujung kakinya telah menginjak di buritan sampan. Kemudian sambil membentak keras dia lepaskan sebuah tendangan kilat menghajar pinggang seorang dayang berbaju hijau yang sedang mendayung perahu. Agaknya dayang berbaju hijau itu sama sekali tidak menyangka akan datangnya ten-dangan itu, saking kagetnya sambil mem-bentak keras dia segera menceburkan diri ke dalam air. Percikan bunga air memancar ke empat penjuru, dayang itu tahu-tahu sudah terce-bur ke air dan menjadi ikan duyung. Lan See giok menjadi agak tertegun me-lihat hal itu, dia tahu bakal celaka kali ini, dayang tersebut sudah pasti pandai menyelam di dalam air... Belum habis ingatan tersebut melintas, dayang berbaju hijau lainnya telah meng-ayunkan dayungnya untuk menghantam ke pinggangnya. Dengan jurus Kim ciam teng hay (jarum emas tenangkan samudra) Lan See-giok me-ngayunkan senjata gurdi emasnya ke bawah menyapu dayung kayu itu. "Blaaammm . .!" di tengah jeritan tertahan, dayung kayu di tangan dayang berbaju hijau itu terlepas dari genggaman dan mencelat ke tengah udara. Baru saja Lan See-giok akan melepaskan tendangan lagi, si gadis berbaju putih itu su-dah membentak nyaring, pedangnya secepat kilat menusuk datang. Bersamaan itu pula, dayang yang berada di dalam air mengayunkan pula senjata palu berantainya menyerang pinggang Lan See -giok.

98

Menghadapi kerubutan dari depan dan belakang, Lan See-giok tak sanggup me-laku-kan perlawanan lagi, dengan cepat dia melejit ke udara dan melayang kembali ke atas sam-pan yang telah terbalik itu. Melihat lawannya telah kjabur ke sampan gyang terbalik dbengan wajah girang gadis ber-baju putih itu segera berteriak keras: "Tangkap dia! Bawa pulang ke benteng menunggu keputusan dari pocu!" Baru saja perintah diberikan, dayang ber-baju hijau itu sudah menyelam ke dalam air. Dua orang dayang itu segera memisahkan diri ke kiri dan ke kanan, kemudian ber-gerak mendekati sampan yang terbalik itu dengan kecepatan luar biasa. Lan See giok menjadi gugup setelah me-nyaksikan kejadian ini, karena dia sama sekali tidak tahu akan ilmu berenang, asal sepasang kakinya menempel di air, niscaya badannya akan tenggelam. Dengan cepat otaknya berputar, dia me-rasa satu satunya jalan yang dimilikinya sekarang untuk kabur adalah secepatnya menakluk kan gadis berbaju putih yang berada di sam-pan itu, kemudian memaksa dua orang dayang tersebut untuk menghantarnya ke luar dari sana. Berpikir demikian, dia lantas melejit ke udara, dengan gerakan Hay yan keng sui (bu-rung manyar menyambar air) dia terjang ke arah sampan lawan, sementara senjata gurdi emasnya dengan jurus Kim coat sim (ular emas menjulurkan lidah) menusuk ke ulu hati lawan dengan disertai kilatan cahaya emas. Waktu itu, si nona berbaju putih itu se-dang melamun di ujung perahu, sebab itu dia tak mengira kalau Lan See giok bakal menerjang tiba sambil melancarkan serangan Menanti dia sadar akan datangnya bahaya untuk turun tangan sudah tak sempat lagi. Maka sambil membentak keras, cepat-ce-pat dia mengundurkan diri ke buritan sampan. Lan See giok amat gembira, sambil mem-bentak dia menerjang lebih ke depan, senjata gurdi emasnya diputar sedemikian rupa menciptakan beribu ribu bayangan gurdi emas yang langsung mengurung seluruh badan gadis tersebut--Padahal waktu itu ujung kaki si nona ber-baju putih tersebut baru saja mencapai tanah, melihat datangnya cahaya emas yang mengurung tubuhnya dengan membawa desingan angin dingin, ia menjerit keras karena kaget, lalu dengan jurus Jiau yan -huan-sin (walet lincah membalikkan badan) cepat-cepat dia kabur ke dalam air.

99

Sesungguhnya Lan See giok sama sekali tak berpengalaman dalam suatu perta-rungan, ditambah lagi pertarungan tersebut ber-langsung di atas sampan, pada rhakekat-nya dia tak pernah menduga kalau lawannya bakal kabur ke dalam air. Tahu-tahu pandangan matanya terasa ka-bur, dan bayangan tubuh dari gadis berbaju putih itupun sudah lenyap tak berbekas.. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi kejadian seperti ini, sambil membentak keras sepasang lengannya di putar kencang kemudian secepat kilat tubuhnya meluncur ke bawah . . . Meskipun gerakannya cukup cepat akibat-nya tubuh itu masih terlambat berapa depa untuk mencapai di atas sampan. Tak ampun lagi ia segera tercebur pula ke dalam telaga. "Byuuurrr---!" bunga air memercik setinggi beberapa depa, tubuhnya langsung tengge-lam ke dasar telaga yang dingin. Secara beruntun Lan See giok meneguk beberapa tegukan air telaga, cepat-cepat dia menutup pernapasannya sambil berusaha keras untuk mengendorkan badannya, tapi senjata gurdi emasnya dipegang kencangkencang. Sesaat sebelum tubuhnya tercebur ke dalam air tadi, telinganya secara lambat-lam-bat mendengar dua kali teriakan gembira dan sekali jeritan tertahan--Baru saja badannya tenggelam, sebuah lengan tahu-tahu sudah merangkul pinggang nya dan menyeretnya ke atas permukaan air. Tak selang berapa saat kemudian, tubuh-nya sudah terseret ke luar, belum lagi mem-buka matanya, anak muda itu sudah menghembuskan napas panjang-panjang. Mendadak terdengar seseorang menjerit keras "Nona, cepat ceburkan lagi, dia belum pingsan!" Lan See-giok merasa amat terkejut, dia merasa menyesal sekali setelah mendengar ucapan tersebut, dia menyesal tidak seha-rusnya menarik napas panjang-panjang. Tapi segera terdengar pula nona itu mem-bentak keras: "Hayo cepat sambut tubuhnya dan baring kan ke atas sampan" Lan See giok baru tahu sekarang kalau orang yang menyeretnya ke luar dari air adalah nona berbaju putih itu. Baru saja ia mengendus baru harum se-merbak, empat tangan dari dua orang dara tersebut telah menyambut tubuhnya. Kemudian diapun merasa jalan darah tidurnya ditotok oleh gadis berbaju putih itu.

100

Lan See giok mengetahui maksud hati dari nona itu. . maka dia pun segera berlagak, seakan-akan sudah tertidur pulas. Setelah ditegur oleh nonanya tadi, ter-nyata sikap kedua orang dayang tersebut terhadap Lan See giok menjadi lebih sungkan, dengan cepat kedua orang itu membaringkan tubuh pemuda itu ke dalam perahu. "Bluuk--!" Lan See giok merasa ping-gang-nya agak sakit karena membentur ujung sampan, tapi dia menggertak giginya keras-keras dan tidak membiarkan mulutnya mengeluarkan suara. Kembali terdengar seseorang membentak nyaring: "Budak sialan, apakah tidak bisa pelan sedikit?!" Tak berapa lama kemudian, sampan itu terasa bergoyang keras, Lan Seegiok tahu si gadis dan kedua orang dayangnya telah naik ke atas perahu itu. Tanpa terasa Lan See-giok membuka sedikit matanya dan mengintip ke depan. Kalau tidak melihat masih mendingan, begitu melirik, jantungnya kontan berdebar keras, mukanyapun turut berubah menjadi merah padam karena jengah. Rupanya seluruh tubuh si nona berbaju putih maupun kedua orang dayang itu sudah basah kuyup karena tercebur, dengan begitu pakaiannya menjadi melekat dengan badan dan terlihatlah seluruh lekukan badan mereka. Kedua orang dayang itu, yang seorang gemuk dan yang lain kurus, tapi payudara mereka kelihatan montok dan sudah matang. Sebaliknya gadis berbaju putih itu tampak memiliki potongan badan yang indah, selain payudaranya besar dan montok, bpinggangnya amajt ramping dengagn pinggul yang bbesar, potongan badannya benar-benar aduhai. Terutama puting susunya yang sudah matang di ujung payudara, dibawah pakaian berwarna putih yang basah kelihatan menonjol ke luar sangat menantang, diantara dengusan napasnya terlihat naik turun menantang, cukup bikin jantung orang berdebar keras. Lan See-giok hanya melirik sekejap kemudian memejamkan matanya rapat-rapat, jangankan melirik lagi, bahkan untuk bernapas lebih keraspun tidak berani. Mendadak terdengar gadis itu berseru kembali: "Cepat kembali ke benteng, saat ini mungkin Lo-pocu sudah kembali ke benteng!" Kemudian terdengar suara air memecah ke tepian dan perahu kecil itu bergerak cepat ke depan.

101

Lan See-giok berbaring di dalam sampan sambil memejamkan matanya rapat-rapat, kadangkala dia membuka sedikit matanya untuk mencuri lihat keadaan di luar sampan. Malam yang gelap mencekam seluruh jagat, bintang bertaburan di angkasa, tapi tidak nampak cahaya rembulan sehingga praktis suasana di sekitar sana gelap gulita. Kedua belah sisi jalan air penuh dengan tumbuhan gelaga yang bergoyang menimbul-kan suara gemerisik, kecuali itu hanya suara air yang memecah ke tepian saja yang ter-dengar memecahkan keheningan. Walaupun Lan See giok masih menggeng-gam senjata gurdi emasnya kencang-ken-cang, tapi ia tak berniat sama sekali untuk melompat bangun dan melancarkan serangan terhadap ke tiga orang gadis itu. Ia cukup sadar, seandainya serangannya tidak berhasil maka bukan mustahil jiwanya akan terancam. Padahal dia tak pandai mengemudikan sampan, diapun tak mengerti ilmu berenang, bahkan arah mata angin pun sudah dibikin kacau balau. Maka satu-satunya jalan yang bisa dilaku-kannya sekarang adalah bersabar untuk se-mentara waktu sambil menantikan peru-bahan selanjutnya . . . Mendadak terendus bau harum semerbak menusuk penciuman pemuda itu. Lan See giok merasakan hatinya berdebar keras, terasa olehnya bau harum itu aneh sekali dan cukup membuat jantung orang bebrdetak keras. j Baru saja diga akan melirik,b sebuah sapu tangan basah telah digunakan untuk me-nye-ka jidatnya, kemudian dengan lembut berge-ser ke bawah untuk menyeka air di atas wa-jahnya, selanjutnya dagunya, rambutnya, pipinya... Lan See giok pura-pura tertidur nyenyak, napasnyapun diatur sedemikian rupa agar gadis berbaju putih itu jangan sampai tahu kalau dia hanya purapura tidur, meski demikian dalam perasaan tegang bercampur gugup, diapun dapat merasakan sesuatu ke-hangatan yang nyaman. Menurut dugaannya, orang yang menyeka wajahnya sekarang tak lain adalah si nona berbaju putih itu. Jari tangan si nona yang lembut seringkali menyentuh pipinya yang halus, hal ini mem-buat Lan See-giok merasa gatal tapi nyaman. Tak lama kemudian terdengar gadis ber-baju putih itu berseru: "Siau lian, lepaskan tanda pengenal!" Sampan yang sedang bergerak majupun segera melambat dan akhirnya berhenti.

102

Lan See giok pun merasa gadis berbaju putih itu bangkit sambil maju ke depan, ta-hulah pemuda itu bahwa mereka telah mendekati Benteng Wi lim Poo seperti apa yang dikatakan si nona tadi. Maka diam-diam dia melirik kembali ke se-kitar sana, ternyata di sekitar sampan sudah tidak nampak tumbuhan gelaga lagi, mung-kin mereka sudah berada di tengah hutan gelaga yang mendekati benteng Wi lim poo. Tampak si dayang berbaju hijau itu mem-buat api lalu memasang empat buah lentera kecil berwarna merah dan digoyang goyang kan secara beraturan sekali. Lan See giok tak berani mendongakkan kepalanya, karena itu diapun tak dapat me-nyaksikan keadaan di depan sana serta berapa jauh lagi jaraknya dengan benteng Wi lim poo tersebut. Tapi setelah budak berbaju hijau itu meng-gerakkan lentera kecilnya, sampan kecil itu segera didayung kembali sehingga meluncur ke depan dengan cepat. Tak selang berapa saat kemudian, tiba--tiba Lan See giok merasakan matanya agak silau, ketika dia mencoba melirik tampaklah olehnya ada sebuah lampu lentera merah yang amat besar tergantung di tengah angkasa dan memancarkan cahaya ke empat pen-juru. Di atas lenterar itu tertera huzruf besar dari wkertas putih, trapi berhubung jaraknya kele-wat jauh, sehingga Lan See giok tak dapat melihat dengan jelas. Kurang lebih tujuh delapan depa dari len-tera merah yang pertama, terdapat pula lampu lentera yang kedua, di atas lentera inipun tertera huruf besar yang terbuat dari kertas putih. Tak lama kemudian, muncul pula lampu lentera merah yang ke tiga --Sebuah bangunan benteng yang tinggi dan kokoh muncul jauh di belakang lentera merah yang ke tiga, di samping itu Lan See giok juga dapat melihat jelas ke tiga huruf besar di atas lampu lentera merah tersebut yang berbunyi. WI LIM POO. Dengan suatu gerakan cepat, sampan kecil itu menembusi bayangan pintu gerbang ben-teng wi lim poo tersebut. Lamat lumat Lan See giok mendengar suara teriakan keras dari para penjaga di atas benteng, kemudian terdengar pula suara pintu benteng yang berat pelan-pelan dibuka. Sampan kecil itupun makin melamban, sekarang pemuda itu baru merasa kalau mereka sudah berada tak jauh dari benteng tersebut.

103

Pintu benteng yang lebarnya delapan depa dan tingginya satu kaki dua depa itu terbuat dari kayu besar, sewaktu dibuka pintu ter-angkat ke atas dan bila menutup pintu ber-gerak ke bawah. Dinding benteng maupun bangunan loteng terbuat dari batu-batu cadas yang besar dan kuat, selain kokoh juga mendatangkan sua-sana seram bagi yang melihatnya. Lan See giok yang mencoba melirik ke arah depan, segera merasa kagum sekali, dia tak habis mengerti bagaimana caranya memba-ngun benteng yang begitu kokoh di dalam telaga yang begitu luas. Sementara dia masih termenung, sampan kecil itu sudah meluncur ke bawah pintu gerbang benteng itu. Berpuluh-puluh orang lelaki kekar, dengan hormat berdiri di kedua belah sisi bangunan benteng, mereka rata-rata bermata besar, beralis tebal dan membawa senjata garpu yang memancarkan cahaya tajam. Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See giok segera sadar bahwa dia yang baru lolos dari gua harimau kini sudah terjerumus lagi ke dalam sarang naga, untuk melarikan diri dari benteng sekokoh ini nampaknya tidak lebih mudah dari pada melarikan dari dusun nela-yan. Ketika puluhan lelaki kekar itu menyaksi-kan si nona den kedua orang dayangnya berada dalam keadaan basah kuyup, paras muka mereka segera berubah hebat, mereka tahu kalau ke tiga orang gadis itu telah men-jumpai jago lihai di tengah telaga. Padahal mereka tahu kalau ilmu silat yang dimiliki nonanya sangat lihay, bila nona yang lihay pun bisa dipaksa tercebur ke dalam air, dari sini dapat diketahui kalau kepandaian silat yang dimiliki orang itu pasti lihay sekali. Tapi setelah mereka saksikan Lan See giok yang tergeletak dalam sampan, puluhan orang lelaki kekar itu kembali dibuat tidak habis mengerti, tiada orang yang percaya kalau nona mereka telah dipaksa terjun ke dalam air oleh seorang bocah yang baru berusia lima enam belas tahun tersebut. Tiba-tiba terlihat nona berbaju putih itu memberi tanda, sampan kecil itu pun segera berhenti. Lan See giok sadar bahwa dia bakal celaka, setelah sampai di dalam benteng, niscaya dia akan diserahkan kepada kawanan lelaki kekar itu untuk dijebloskan ke dalam penjara air. Sambil bertolak pinggang gadis berbaju putih itu memandang sekejap sekeliling arena, puluhan orang lelaki itupun cepat-ce-pat menundukkan kepalanya dengan keta-kutan. ""Apakah Lo-pocu telah kembali?" gadis itu segera menegur dengan suara dalam.

104

Seorang lelaki bercambang segera me-nya-hut dengan kepala tertunduk dan sikap hor-mat: "Lapor nona, Lo pocu belum kembali!" Dengan perasaan kaget bercampur ke-heranan, gadis berbaju patih itu berkerut kening, kemudian tanyanya lebih jauh: "Tengah hari tadi, Be congkoan telah me-ngutus siapa untuk menyambut kedatang-an Lo pocu?" "Tui-keng-kui (setan pengejar ikan paus). Yau Huang, salah seorang diantara tiga se-tan!" kembali lelaki bercambang itu men-jawab dengan sikap yang sangat meng-hor-mat. Kemudian setelah memandang sekejap ke pintu belakang, lelaki itu menambahkan: "Barusan, Be congkoan telah mengirim pula dua setan lainnya untuk menyambut pocu!" Tampaknya nona berbaju putih itu merasa agak lega setelah mendengar ucapan itu, dia lantas mengangguk dan memerintahkan sampan untuk bergerak maju. Tiba-tiba terdengar lelaki bercambang itu bertanya dengan sikap hormat: "Nona, apakah mata-mata itu perlu di-tahan di sini untuk diperiksa?" Lan See giok merasa terkejut sekali, tanpa terasa dia menggenggam senjata gurdi emasnya kencang-kencang. "Tidak usah, aku masih ada persoalan yang hendak ditanyakan kepadanya!" tukas nona itu dengan suara dalam. Selesai berkata, sampan kecil itu sudah bergerak melewati pintu benteng tersebut. Lan See giok menjadi lega kembali setelah perahu itu meneruskan perjalanan. Entah berapa lama sampan kecil itu ber-gerak maju menembusi jalan air di dalam benteng, di sekeliling tempat itu penuh de-ngan bangunan rumah dan loteng yang ter-buat dari batu hijau, meski di tengah ke-ge-lapan namun suasana tetap terang benderang, sebab setiap berapa kaki tampak sebuah lampu lentera. Bangunan benteng Wi lim poo itu benar-benar luas sekali, setelah melalui jalan air yang menembusi berapa rumah besar, akhirnya mereka baru memasuki sebuah pintu air, menyeberangi jembatan berbentuk bulan dan berhenti di depan sebuah pintu gerbang berwarna merah. Apa yang terlihat di sepanjang perjalanan, membuat Lan See giok merasa putus asa. karena dia merasa harapannya untuk mela-rikan diri tipis sekali. Tempat apakah benteng Wi lim poo ini? sarang perampok kah? Atau suatu markas besar dari suatu perkumpulan besar dalam dunia persilatan? Atau

105

mungkin tempat per-tapaan seorang jago persilatan yang me-ngasingkan diri? selama ini, belum pernah ia mendengar ayahnya menyinggung tentang hal ini. Tapi ada satu hal yang bisa diduga olehnya, Lo pocu dari benteng wi lim poo ini sudah pasti adalah seorang kakek yang ber-ilmu silat sangat tinggi. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dia teringat kembali akan dendam sakit hati ayahnya, maka pikirnya lebih jauh: "Kalau toh lo-pocu dari benteng ini me-ru-pakan jago silat yang berilmu tinggi, mengapa aku tidak mengangkatnya menjadi guruku --?" Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya dia merasa tubuhnya telah digotong oleh dua orang dayang. Kemudian senjata gurdi emas itupun di ambil oleh si nona berbaju putih tersebut. Dengan cepat Lan See giok tersadar kem-bali dari lamunannya, kembali dia berpikir: "Jiwaku sendiripun belum tentu bisa di dipertahankan. buat apa aku mesti berkhayal yang bukan-bukan---?" Tiba-tiba ia mendengar gadis berbaju putih itu sedang menegur dengan suara nyaring: "Siau ci, apakah kau tak dapat meng-angkat kepala itu lebih ke atas sedikit?" Lan See giok merasa kepalanya segera ter-angkat lebih tinggi sehingga terasa nyaman sekali, tapi bersamaan itu pula Lan See giok merasa kebingungan, dia tak habis mengerti apa sebabnya nona itu ber-sikap begitu baik terhadap dirinya.. Tiba-tiba terdengar suara sorak sorai yang penuh kegembiraan berkumandang datang: "Nona telah datang, nona telah pulang!" Oleh karena nona berbaju putih itu ber-jalan di samping Lan See giok, maka bocah itu tak berani membuka matanya, secara lamat-lamat dia hanya merasa dirinya di bawa ma-suk ke dalam sebuah pintu berbentuk bulat. Suara langkah dan sorak gembira menda-dak terhenti, sekelompok pelayan yang datang menyambut segera berhenti dan menjadi hening, agaknya mereka sedang dibuat tercengang oleh kehadiran Lan See giok yang digotong Siau lian serta Siau ci. Kemudian ia mendengar pula nona berbaju putih itu berseru cepat: "Kalian segera menyiapkan air untuk membersihkan badan dan hidangan ma-lam..." Suara langkah yang ramai kembali terde-ngar, kali ini pelayan-pelayan tersebut pergi menjauh.

106

Kemudian ia merasa digotong masuk menaiki undak undakan dan memasuki se-buah ruangan. Kembali terdengar gadis itu berseru: "Letakkan dulu di atas tempat duduk ber-sulam!"" Lan See giok tidak tahu bagaimanakah bentuk tempat duduk bersulam itu, ia hanya merasakan badannya dibaringkan di atas tempat yang empuk dan nyaman di mana tangannya menyentuh terasa tempat itu em-puk sekali. Kemudian kedengaran nona itu berkata lagi dengan suara yang jauh lebih lembut: "Sekarang kalian berdua boleh pergi mem-bersihkan badan dan berganti pakaian!" Dua orang dayang itu mengiakan lalu ber-lalu dari situ. Cahaya lampu dalam ruangan itu terang benderang membuat Lan See giok merasa agak silau. Lambat-lambat diapun mende-ngar suara bisik bisikan lirih di kejauhan sana. Tapi Lan See giok tahu kalau tak jauh dari situ masih berdiri beberapa orang dan ia pun tahu kalau si nona berbaju putih itu telah pergi. Tak selang berapa saat kemudian, suara lirih tadi kedengaran makin mendekat, tam-paknya seperti berjalan ke arahnya. . ". . . kenapa dia masih tidur terus. . .?" "Mungkin jalan darahnya ditotok oleh nona. . ."" " . . oooh, tampan sekali wajahnya . ." "Siau-ho, jangan sentuh dia. hati-hati kalau kulitmu disayat oleh nona . . . " Serombongan pelayan mengerumuni tem-pat itu sambil berbincang tiada hentinya, Lan See giok segera merasakan seluruh badannya bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum. Mendadak suasana menjadi hening, lalu pelayan-pelayan itu membubarkan diri de-ngan cepat sesaat kemudian kedengaran lagi suara langkah manusia yang mendekat. Ditinjau dari sikap gugup dan tegang dari pelayan-pelayan itu, Lan See giok lantas menduga kalau nona berbaju putih itu telah balik kembali ke situ. Benar juga, segera terendus bau harum semerbak yang merangsang hati, disusul se-buah tangan menghantam pelan di atas jalan darah Mia-bunhiat di tubuhnya. Lan See-giok tahu kalau si nona sedang membebaskan jalan darahnya, maka dia berpura-pura menghembuskan napas panjang, menggeliat dan pelan-pelan membuka matanya.

107

Tapi sinar mata yang silau segera membuat sepasang matanya terpejam kembali... Ketika biji matanya berputar dia saksikan nona berbaju putih itu masih tetap mengenakan pakaiannya yang basah, sedang di tangannya membawa beberapa stel pakaian, dia sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum manis... Lan See-giok pura-pura terkejut, cepat-cepat dia melompat turun dari atas tempat duduk, lalu dengan tangan kiri melindungi muka, tangan kanan melindungi dada, dia bersikap dalam posisi siap siaga. Sementara sepasang matanya yang jeli berlagak memandang nona berbaju putih itu dengan tegang. Tindakan Lan See-giok yang sangat tiba-tiba ini, kontan saja membuat beberapa orang dayang tersebut menjadi tertegun dan gelagapan dibuatnya. Si nona berbaju putih itu sendiri masih tetap bersikap tenang, malah sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya setelah menyaksikan ketegangan Lan See-giok, ini membuat sepasang payudaranya turut bergoncang keras mengikuti suara tertawa cekikikannya. ooo0ooo BAB 6 PEMILIK BENTENG WI-LIM-PO DENGAN sepasang matanya yang genit dan menggiurkan nona berbaju putih itu. me-mandang sekejap ke arah Lan See giok, ke-mudian katanya sambil tertawa cekikikan: "Bocah dungu, hayo cepat membersihkan badan dan tukar pakaian." Seraya berkata dia segera berjbalan lebih duluj di depan. gSekalipun Lan Sbee giok merasa kurang senang atas panggilan itu, tapi dia tak berani bersikap kelewat keras karena dia takut akan terbongkar rahasianya sehingga menyulitkan diri sendiri. Karena itulah setelah tertegun sejenak, dia pun mengikuti di belakang gadis tersebut. Menelusuri ruangan dalam, ia saksikan semua perabot yang ada di situ rata-rata in-dah dan mahal harganya, lantainya dilapisi permadani merah sedang lentera keraton menghiasi mana-mana, benar-benar suatu dekorasi yang indah sekali. Beberapa orang dayang yang berada di sana rata-rata berusia empat lima belas ta-hunan, mereka mengenakan pakaian ber-warna merah, kuning, hijau dan biru, saat itu mereka semua sedang berdiri di depan pintu berbentuk bulat dengan wajah ke-heranan.

108

Baru pertama kali ini Lan See giok me-nyaksikan dekorasi yang begini indahnya, setiap macam benda yang ada di sana me-nimbulkan rasa ingin tahunya, untung saja ia masih sanggup untuk mengendalikan ge-jolak perasaan dalam hatinya. Setelah menembusi ruangan dalam, akhir-nya gadis berbaju putih itu mengajaknya menuju ke depan sebuah pintu kecil di mana tampak ada dua orang dayang berbaju bunga berdiri di situ. Lan See giok tahu bahwa tempat itulah tempat untuk membersihkan badan ... Benar juga, nona berbaju putih itu segera berhenti dan katanya sambil tertawa: "Cepat masuk, setelah membersihkan badan gantilah dengan pakaian ini..." Sembari berkata dia lantas menyodorkan beberapa stel pakaian itu kepada Lan See giok. Si anak muda itupun tidak sungkan-sung-kan, dia segera menerima pakaian ter-sebut dan masuk ke dalam ruangan. Dua orang dayang yang berada di luar de-ngan cepat menutupkan pintu ruangan. Dengan wajah ingin tahu, Lan See giok memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu dia lihat di ujung ruangan terdapat sebuah rak pakaian, lalu di bagian tengah terdapat sebuah bak mandi terbuat dari kayu, isi bak itu setengah penuh dan mengepalkan uap panas, seluruh ruangan terasa harum se-merbak. Ia tahu kamar untuk membersihkban badan ini mujngkin merupakang kamar mandi prbibadi si nona berbaju putih itu, ia menjadi ber-pikir pikir, kenapa nona berbaju putih itu bersikap istimewa kepadanya. Selesai membersihkan badan, untuk se-mentara waktu dia terpaksa harus me-ngena-kan pakaian pemberian gadis itu. Ternyata pakaian itu terdiri dari jubah biru dengan celana hijau, pakaian dalam putih, sepatu model busa . . . . Semua bahan pakaian terbuat dari bahan sutera yang sangat halus don mahal harga nya, tanpa terasa Lan See giok berkerut kening. Meski usianya masih kecil, namun dia merasa tak terbiasa mengenakan pakaian yang berwarna warni seperti itu. "Aaaah, tak apalah" akhirnya dia berpikir "toh pakaian ini kupakai untuk sementara waktu . . ." Pakaian dalamnya persis, tapi celananya. kelewat panjang, sepatunya kelewat sempit, pakaian luarnya agak kedodoran, walaupun kurang necis, tapi dapat terlihat betapa tam-pannya pemuda itu.

109

Selesai berdandan, dia lantas celingukan lagi ke sana ke mari untuk mencari air guna mencuci pakaian sendiri . . . Pada saat itulah, pintu diketuk orang seca-ra tiba-tiba, kemudian terdengar pelayan itu bertanya: "Kongcu, sudah selesaikah mandimu?" Kongcu? Lan See-giok merasa asing sekali terhadap panggilan itu, tapi dia tahu pang-gilan tersebut ditujukan kepadanya. Maka diapun membalikkan badan sambil membuka pintu. kemudian melangkah ke luar dari ruangan itu. Dua orang dayang itu nampak tertegun untuk sesaat, agaknya baru pertama kali ini mereka jumpai seorang pemuda yang begitu tampan. Sedang Lan See giok mengira mereka se-dang mentertawakan pakaiannya yang kedo-doran, tanpa terasa dengan wajah berubah menjadi merah padam tanyanya sambil ter-tawa "Adik kecil berrdua, tolong carzikan air sedikiwt . . Sekarli lagi kedua orang dayang itu tertegun, tapi setelah berpikir sebentar mereka segera memahami jalan pemikiran pemuda itu, kontan saja mereka tertawa ce-kikikan. Salah seorang dayang yang berusia agak tua segera berkata sambil tersenyum ramah: "Kongcu, pakaianmu akan budak cucikan, silahkan kongcu bersantap malam lebih dulu!" Dengan sopan Lan See giok mengucapkan terima kasih, kemudian berjalan menuju ke ruang depan. Tiba di ruang muka sebuah meja per-jamuan telah disiapkan, mangkuk piring yang terbuat dari perak telah dihidangkan secara lengkap. Beberapa orang dayang berdiri penuh hor-mat di sudut ruangan, sedang nona ber-baju putih itu masih belum nampak. Lan See-giok memang merasa amat lapar, apalagi setelah menyaksikan hidangan ma-lam yang lezat, perutnya merasa semakin la-par. Di atas meja tersedia dua perangkat mang-kuk sumpit, itu berarti bukan disiapkan buat dia seorang saja, karena itu dengan sabar dia pun menantikan kemunculan si nona terse-but. Sambil menundukkan kepala dia pun ber-jalan kian kemari, sementara otaknya ber-putar terus untuk menemukan cara yang baik untuk meloloskan diri dari situ. Pemandangan malam di luar ruangan nampak sangat indah, bintangbintang ber-kerlipan di tengah angkasa yang gelap, selu-ruh benteng Wi lim poo berada dalam keadaan hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.

110

Beberapa orang pelayan berdiri mem-bung-kam di tempat, sementara sorot mata mereka yang jeli mengikuti gerak gerik Lan See giok berjalan kian kemari. Membayangkan kembali pengalamannya selama dua hari belakangan ini, Lan See giok merasa seakan akan sudah melewati waktu selama satu dua bulan, meski demikian dia merasa hatinya lega dan nyaman, sebab ia dapat lolos dari cengkeraman To oh cay jin (si manusia cacad telinga) Oh Tin san. Kini dia memutuskan untuk tidak ter-buru buru mengunjungi bibi Wan, dia harus menunggu sampai kelima manusia cacad dari tiga telaga berlalu dan meninggalkan tempat tersebut jauh-jauh karena merasa sadar bahwa harapan mereka amat tipis, kemudian barulah berusaha untuk pergi ke sana. Ia beranggapan bersembunyi di dalam benteng Wi lim poo merupakan tempat per-sembunyian yang paling rahasia, mimpipun ke lima manusia cacad serta kakek berjubah kuning itu tak akan menduga kalau dia berada di sini. Bila teringat kembali kejadian yang di-alami malam tadi, hingga sekarang jantung-nya ma-sih terasa berdebar keras, pertempuran-nya melawan si perompak yang mati tertusuk di air serta pertarungannya melawan gadisgadis itu hampir saja membinasakan dirinya di dalam air telaga. Membayangkan kembali kesemuanya itu, tanpa terasa Lan See giok terbayang kembali akan kepandaian sakti yang dimiliki si nona berbaju putih sewaktu berada dalam air, dia memutuskan untuk mempelajari kepandaian tersebut secara baik-baik. Siapa tahu dalam sepanjang sejarah hidupnya dia akan menjumpai bencana ban-jir? Atau mungkin akan bertemu perompak dan mengalami musibah kapalnya karam? Tanpa dibekali ilmu dalam air yang sempurna biarpun ilmu silat yang dimiliki cukup hebat-pun jangan harap bisa mempertahan kan hidupnya dengan baik--Sementara ia masih melamun sampai di situ, mendadak terdengar suara dentingan nyaring berkumandang datang. Lan See giok segera menghentikan langkah nya seraya berpaling, tampak dua orang dayang cilik lari masuk ke dalam ruangan dengan wajah tergopoh gopoh. Kemudian setibanya di depan pintu, ke dua orang dayang itu memisahkan diri dan berdiri di kiri dan kanan. Tak lama kemudian suara dentingan tadi makin mendekat dan akhirnya tirai di-singkap orang.

111

Agak berkilat sepasang mata Lan See giok setelah melihat apa yang tertera di depan mata, seorang gadis cantik rupawan dengan perawakan yang ramping dan indah tahu- tahu sudah muncul di depan mata. Rambbut si nona cantjik itu disanggugl tinggi denganb mutu manikam menghiasi mahkota nya, ia berwajah potongan kwaci, alis mata-nya indah dengan bibir yang mungil, gaun-nya berwarna putih dengan pakaian warna hijau pupus, suatu perpaduan yang mem-buat wajahnya nampak lebih cantik dan menawan hati. Setelah diamati beberapa saat, Lan See giok baru mengenali kalau si nona anggun yang berbadan indah ini ternyata tak lain adalah si nona berbaju putih tadi. Gadis cantik itu berdiri tertegun pula di depan pintu sepasang matanya yang jeli mengawasi juga wajah Lan See giok yang baru selesai membersihkan badan dengan termangu. Ia benar-benar terkejut sampai tertegun, tak terlukiskan rasa girang dan gembira yang berkecamuk di dalam dadanya. Lan See giok yang selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, nampak begitu tampan dan gagah, wajahnya yang memerah tambah dilihat tambah menarik hati. Ia berdoa semoga Lan See giok bukan se-o-rang bocah berusia lima enam belas tahun, dia berharap pemuda itu sudah termasuk seorang pemuda dewasa, sebab tahun ini dia sendiri telah berumur sembilan belas tahun. Setelah termangu sesaat, sambil tertawa manis gadis, berbaju putih itu maju mendekat, katanya sambil menunjuk ke arah meja: "Ayo silahkan, jangan kau tunda lebih lama lagi" Lan See giok memang memutuskan untuk berdiam sementara waktu di dalam benteng Wi lim-poo sampai suasana menjadi aman kembali, maka sambil tertawa dia manggut-manggut, pertanda kalau dia tidak berniat bermusuhan. Sewaktu si nona mempersilahkan Lan See giok duduk di kursi utama, tanpa sungkan pemuda itu mengikutinya. Mendadak, dari luar pintu berkumandang suara langkah kaki manusia yang tergesa-gesa. Lan See giok segera berpaling, tampak se-o-rang dayang berbaju kuning sedang berla-rian masuk ke dalam ruangan dengan wajah gugup bercampur tegang. Dengan kening berkerut si nonab segera menegurj: "Apa yangg terjadi di tembpat hujin sana?" "Lapor nona" kata dayang itu cepat-cepat, "Lo pocu telah pulang, entah mengapa dia sedang marah-marah di ruang tamu....."

112

"Aaaah, tahukah kau apa yang menyebab-kan lo pocu marah-marah?" sela si nona sambil menjerit kaget. "Menurut laporan dari Be-congkoan kepada nyonya. Tui keng hi ( Setan pengejar ikan paus ) yang diutus untuk menjemput lo-pocu ditemukan tewas tertusuk dalam air telaga, mayatnya sudah terapung di atas permukaan air. Lan See giok amat terkejut setelah mendengar laporan itu sehingga tanpa terasa wajahnya berubah, pikirnya: "Jangan-jangan si setan pengejar ikan paus adalah orang yang mati kutusuk tadi?" Tapi ia segera merasa jalan pemikirannya tidak benar, bukankah si setan pengejar ikan paus ditugaskan untuk menjemput Lo pocu-nya, bukan orang yang ditugaskan mencari dia? "Aaaah, pasti orang itu hanya seorang perompak air . . . !" akhirnya dia menyimpul-kan. Berpikir sampai di situ, hatinya yang tak tenang pun segera menjadi tenang kembali. Maka sambil memandang si nona ber-baju putih yang termangu, selanya: "Tolong tanya nona, kecuali benteng kalian, apakah di sekitar telaga ini masih terdapat markas besar dari perkumpulan atau pergu-ruan lain-.-" Sekulum senyuman sinis dan angkuh segera melintas di wajah nona berbaju putih itu, sahutnya: "ikan dan udangpun tak berani berenang mendekati benteng Wi lim poo, apa lagi per-guruan atau perkumpulan lain, masa mereka berani mendirikan markasnya di sekitar ini?" Lan See giok memang bukan anak bodoh, dari sikap angkuh si nona berbaju putih itu, ia sudah menyimpulkan kalau tiada orang luar yang berani mendekati daerah telaga tersebut. Terdengar si nona berbaju putih itu berta-nya lagi kepada si dayang berbaju kuning: "Mayat si setan pengejar ikan paus di-temu-kan di daerah air sebelah mana?" Dayang itu segera menggelengkan kepala-nya berulang kali. "Budak tidak trahu, sewaktu huzjin ber-tanya lwo-pocu sendiri rtidak menjawab, maka budak lihat lebih baik nona saja yang men-coba membujuk lo pocu-- " Gadis berbaju putih itu segera mengerut-kan dahinya, seakan akan merasa segan untuk pergi, tapi setelah termenung sejenak akhirnya ia berkata. "Pergilah dulu, bilang saja aku akan segera menyusul !".

113

Dayang berbaju putih itu mengiakan de-ngan hormat, kemudian membalikkan badan dan terburu buru meninggalkan tempat tersebut. Sepeninggal si dayang, nona berbaju putih itu baru berpaling kearah Lan See giok sam-bil berkata: "Dalam benteng kami terdapat tiga orang jago yang disebut tiga setan, di antara ke tiga orang ini, si setan pengejar ikan paus terma-suk orang yang berilmu paling tinggi, ilmunya di dalam airpun paling sempurna, biarpun bertemu jago lihay, semestinya tak mungkin ia akan tertusuk mati di dalam air . . . . sete-lah berhenti sejenak, tergerak hatinya, cepat dia berguman lebih jauh: "Jangan-jangan sudah bertemu dengan Huan kang ciong liong ( naga sakti Pembalik sungai)?" Dari pembicaraan itu kembali Lan See -giok menyimpulkan bahwa antara pihak Wi lim Poo dengan si naga sakti pembalik sungai pasti terdapat perselisihan, cuma dia tak be-rani banyak bertanya. Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata nona berbaju putih itu, ia segera berpaling ke arah Lan See giok, kemudian tanyanya: "Mengapa kau mendatangi telaga Lu wi -tong kami malam ini? Di tengah jalan tadi apakah kau telah bersua dengan seorang le-laki setengah umur berbaju hitam, beralis tebal dengan mata yang jeli? Atau mungkin sudah terjadi pertarungan diantara kalian?" "Sejak memasuki telaga ini, tak sesosok bayangan manusiapun yang kujumpai, mana mungkin bisa terlibat dalam suasana perta-rungan?" sahut pemuda tanpa ragu. Gadis berbaju putih itu cukup memahami kalau Lan See-giok tidak mengerti ilmu dalam air, jadi mustahil ia dapat membunuh si se-tan pengejar ikan paus yang lihay dalam soal ilmu berenang di dalam air, maka dengan kening berkerut dan nada tak me-ngerti gumamnya lebih jauh: "Lantas, mengapa kau memasuki telaga Lu-wi tong?" Tak terkirakan rasa mendongkol Lan See- giok: tiba-tiba teriaknya dengan marah: "Kapan sih aku bilang mau datang ke mari? Semalam toh aku cuma bertidur di dalam perahu, sewaktu mendusin perahuku sudah terbawa arus hingga sampai di dalam wilayah Lu-wi tong, padahal aku tak mengerti ilmu berenang, aku pun tak pandai menda-yung...." Melihat kemarahan sang pemuda yang kian lama kian menjadi, nona berbaju putih itu semakin yakin kalau di balik kesemuanya ini masih terdapat hal-hal lain, namun tampak-nya diapun enggan untuk bertanya lebih jauh, maka sambil, tersenyum katanya:

114

"Arus dari telaga ini menang sering kali berubah ubah, ada kalanya angin telaga da-pat membawa sampan kecil menuju ke arah yang lain, kejadian semacam ini umum dan tiada sesuatu yang aneh, ayo cepat bersan-tap!" Sembari berkata dia mengambil sumpit perak. Melihat gadis berbaju putih itu tidak berta-nya lebih jauh dan kebetulan hal ini memang sesuai dengan keinginannya, maka diapun mulai bersantap. Baru saja hidangan akan dimasukkan ke mulut, mendadak tampak seorang dayang berlari masuk dengan tergesa gesa, lalu ber-bisik lirih: "Nona, lo-pocu datang!" Berubah wajah si nona berbaju putih itu. ia tahu pastilah si dayang berbaju kuning yang melaporkan kepada ayahnya kalau di situ hadir seorang pemuda tampan. Cepat-cepat dia bangkit dan lari ke luar untuk menyambut kedatangan ayahnya. Sementara itu dari ruang tengabh terdengar suajra langkah kakig manusia, yang bbergema semakin mendekat, lalu terdengar gadis ber-baju putih itu berseru memanggil: "Ayah. . ."" Meminjam cahaya lentera yang memancar ke luar dari ruangan Lan See giok ikut me-mandang ke depan, tapi dengan cepat selu-ruh badannya gemetar keras, wajahnya berubah hebat, hidangan yang baru saja di antar ke mulut pun segera terjatuh kembali ke atas tanah. Mimpipun dia tak pernah menyangka kalau lo pocu dari benteng Wi lim poo ter-nyata adalah si manusia cacad telinga Oh Tin san yang baru saja berhasil dihindari... Manusia cacad telinga Oh Tin san sendiri pun nampak terkejut bercampur gembira setelah mengetahui pemuda yang duduk di ruangan tak lain adalah Lan See giok. Cepat-cepat Lan See giok berusaha mene-nangkan hatinya, satu ingatan segera melin-tas dalam benaknya, segera dia melepaskan sumpitnya dan menangis tersedu sedu. Kemudian dengan suara keras teriaknya: "Empek- --" Ia lari ke depan menyongsong orang itu. Perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba ini bukan saja membuat semua dayang menjadi tertegun. bahkan gadis berbaju putih sendiripun sampai berdiri melongo. Dengan cepat Lan See giok menubruk dan memeluk si manusia cacad telinga erat-erat lalu meledaklah isak tangisnya.

115

Hawa amarah yang semula berkobar dalam dada manusia cacad telinga Oh Tin san se-ketika lenyap tak berbekas, ia tak bisa me-ngendalikan rasa girangnya lagi dan men-dongakkan kepalanya sambil tertawa terba-hakbahak. Begitu keras, suara tertawanya sehingga menggetarkan seluruh benteng Wi lim poo. Setelah termangu beberapa saat, gadis berbaju putih itu segera berteriak keras. "Ayah, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Manusia cacad telinga Oh Tin san menghen-tikan gelak tertawanya, sambil membelai tubuh Lan See giok dengan penuh rasa gem-bira ia berkata: "Anak bodoh, jangan menangis lagi, ini rumahmu, kau adalah satu satunya sau pocu dari benteng ini" Kemudian sambbil mendorong sajng bocah, tanyagnya lagi sambilb tertawa senang: "Anak bodoh, coba kau lihat siapakah bu-dak yang cantik itu?" Sembari berkata dia menunjuk ke arah si nona berbaju putih yang sementara itu dari rasa kaget dan tercengangnya telah berubah menjadi luapan kegembiraan. Lan See giok sendiripun segera me-nyadari akan masalah yang sedang dihadapi dengan berpura-pura terkejut bercampur gembira teriaknya keraskeras: "Kau adalah enci Cu!" Di tengah sorak gembiranya dia lari ke de-pan dan memeluk pinggang nona berbaju putih itu kencang-kencang kemudian seru-nya tiada hentinya: "Enci Cu, enci Cu. . . ."" Meskipun nona berbaju putih Oh Li cu ter-hitung seorang gadis jalang yang cabul, toh ia dibuat malu dan tersipu-sipu oleh pelukan Lan See giok tersebut, wajahnya segera berubah menjadi merah padam bagai kepi-ting rebus. Apalagi perawakan tubuh Lan See giok su-dah sejajar dengan ketinggian tubuhnya. Biarpun Oh Tin-san yang licik dan keji berakal bulus dan berpengalaman luas, tak urung semua kecurigaannya lenyap tak ber-bekas setelah menyaksikan sikap gembira dari Lan See giok. Pemuda Lan See-giok memang pintar sekali, setelah memeluk tubuh Oh Li cu yang bahenol erat-erat, mendadak dia berlagak tersipu-sipu dan buruburu melepaskan pe-lukannya, kemudian dengan wajah jengah menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Oh Tin san.

116

Biarpun Oh Tin san licik dan hebat, hilang lenyap semua kecurigaannya sekarang. malah tak tertahankan lagi ia tertawa terba-hak-bahak. "Bocah bodoh, mengapa malu?" tegurnya dengan gembira, "cepat, beritahu kepada em-pek, cantik kah enci Cu?" "Enci Cu amat cantik!" sahut pemuda itu dengan kepala tertunduk rendahrendah. Merah dadu selembar wajah Oh Li-cu karena jengah, napsu birahinya segera te-rangsang dan sinar matanya memancarkan napsu birahi yang amat tebal. Memandang Lan Sree giok yang bezrada di-hadapanwnya, manusia carcad telinga 0h Tin san merasa seolah-olah kotak kecil itu sudah berada di dalam genggamannya, tak terlukis kan rasa gembiranya waktu itu. Serunya kemudian sambil menepuk bahu Lan See giok dengan tangannya yang kurus kering: "Jika enci Cu memang cantik, bagaimana kalau empek jodohkan enci Cu untuk menja-di istrimu!" Ucapan tersebut kembali membuat 0h Li cu merasakan timbulnya aliran hawa panas dari antara pahanya terus meluncur ke atas, buru-buru serunya dengan manja: "Ayah, Cu ji tak bisa berbakti lagi kepadamu di kemudian hari. . ." Tergerak hati Lan See giok, dengan cepat ia berpaling ke arah Oh Tin san lalu sambil tertawa manggut tiada hentinya. Sekali lagi Oh Tin san mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahakbahak, pikirnya: "Asal aku si manusia cacad telinga mem-peroleh kotak kecil itu, sudah pasti dunia berada di bawah telapak kakiku!" Pada saat itulah.... Mendadak dari belakang beberapa orang itu berkumandang suara teguran seorang perempuan setengah umur dengan nada terkejut: "Tin san, persoalan apa sih yang membuat kau tertawa terbahak bahak . . . ?" Lan See giok turut berpaling, ia saksikan di depan pintu telah berdiri seorang nyonya tua bersanggul tinggi, berkeriput mukanya dan berbedak serta gincu amat tebal. Biarpun usianya sudah tua, namun nyonya itu masih tetap "hot" dengan anting-anting model dakocan yang amat besar menghiasi telinganya, ia memakai gaun hijau pupus dikombinasikan baju berwarna merah darah, sepatunya berwarna merah juga, ini menun-jukkan kalau perempuan ini biar sudah tua namun seorang yang suka pesolek.

117

Melihat tampang perempuan tua itu, Lan See giok segera menduga kalau dia adalah bininya si manusia cacad telinga. Benar juga, Oh Li cu segera lari menyong-song kedatangan perempuan itu sambil ber-seru manja: "Ibu, ayah menganiaya Cu ji!" Sambil berseru dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan nyonya tua tersebut. Walaupun nyonya tua itu masih dihiasi dengan senyuman, agaknya diapun dibuat tidak habis mengerti oleh sikap Oh Tin san yang sebentar gusar sebentar tertawa senang itu. Manusia cacad telinga Oh Tin san men-do-rong tubuh Lan See giok ke depan nyonya tua itu, kemudian tanyanya dengan bangga: "Ci hoa, coba lihat siapakah dia?" Sambil berkata ia tertawa licik dan memu-tar biji matanya berulang kali, jelas ia sedang memberi tanda kepada nyonya tua tersebut: "Say nyoo-hui" atau Tandingan - nyoo-hui Ki Ci hoa adalah seorang perempuan yang sudah berpengalaman luas di dalam dunia persilatan, ia pandai sekali melihat gelagat dan menilai perasaan hati orang, begitu menyaksikan sorot mata Oh Tin san, dengan kening berkerut dia pun mengamati Lan See giok dari atas hingga ke bawah. Namun dia tak berani berbicara lebih lan-jut karena tidak memahami maksud tujuan suaminya, maka dengan nada tidak pasti katanya: "Ehmmm---rasanya sih seperti pernah di kenal..." Sejak memandang wajah nyonya tua pe-solek ini, dalam hati kecil Lan See giok sudah tumbuh perasaan muak dan bencinya, seka-lipun demikian dia toh memandang juga ke arah perempuan tersebut sambil berlagak seakan akan tidak mengerti. Oh Tin san segera tertawa terkekeh-kekeh buru-buru serunya: "Bocah ini adalah satu-satunya kongcu keturunan adik Khong-tay, coba lihat, sepu-luh tahun tak bersua, bocah ini sudah tum-buh menjadi begitu gagah dan tampan, makin dewasa pasti makin perkasa keadaannya---" Nyobnya tua itu berjkerut kening kegmudian berlagakb seakan akan baru memahami, ia berseru tertahan dan segera serunya sambil tertawa: "Yaa, betul, memang agak mirip adik Khong-tay---" Ucapan tersebut kembali membuat Oh Tin san menjadi gugup, sebab raut wajah Lan See giok lebih mirip ibunya dari pada ayah-nya, maka cepatcepat katanya lagi: "Jelek amat ketajaman matamu, bocah ini lebih mirip dengan istri adik Khong-tay!"

118

Sekali lagi nyonya tua itu memandang wa-jah Lan See giok sambil manggut-manggut memuji, kemudian setelah mendorong Oh Li cu, dia menghampiri pemuda itu sambil tegurnya ramah: "Nak, siapa namamu?" "Dia bernama, Lan See giok!" Oh Tin san menerangkan, sedang kepada sang bocah, katanya pula: "Dia adalah bibimu Ki Ci hoa, orang me-nyebutnya sebagai Tandingan Nyoo-hui, dulu dia termasuk seorang perempuan cantik yang termasyhur namanya " Lalu sambil tertawa terbahak bahak, ia menepuk bahu Lan See giok sembari berseru lagi: ""Ayo cepat memanggil bibi!"" Sambil menahan kobaran hawa amarahnya Lan See giok memanggil dengan hormat: "Bibi . . . . !"" Ki Ci hoa nampak semakin gembira lagi setelah mendengar panggilan itu, ia tertawa terkekeh tiada hentinya dengan mata sete-ngah terpejam. Oh Tin-san sendiripun tertawa terbahak bahak, kepada kawanan dayang di sisi rua-ngan serunya kemudian: "Cepat siapkan arak, mungkin sau poocu sudah lapar sedari tadi, malam ini aku akan minum arak sampai mabuk!" Orang menjadi sibuk untuk menyiapkan segala hidangan dan meja perjamuan. Kemudian dengan senyum dikulum, Ki Ci hoa menggandeng putrinya di tangan kiri, menarik Lan See-giok di tangan kanan ber-sama sama menuju ke luar ruangan. Oh Tin san sengaja berjalan dib paling be-lakajng, menggunakang kesempatan terbsebut dia menarik seorang dayang dan membisik-kan sesuatu ke sisi telinganya. lalu dengan cepat dia menyusul kembali istrinya bertiga. Setelah mendengar bisikan Oh Tin-san, dayang itu nampak agak gugup dan buru-buru lari pergi dari situ. Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, Ki Ci hoa masih saja menggenggam tangan Lan See giok dengan hangat, kemu-dian menanyakan usianya, ilmu silat, ilmu sastra dan lain-lain dengan penuh perhatian. Oh Li cu berdiri di belakang ibunya dengan senyuman dikulum, matanya yang jeli meng-amati terus wajah Lan See giok yang tampan tanpa berkedip, rupanya ia benar-benar su-dah terpukau dibuatnya.

119

Oh Tin san duduk di bangku lain sambil mengawasi istrinya berusaha mengorek kete-rangan dari mulut pemuda itu dengan tak-tiknya, sedang otaknya berputar terus ber-usaha mencari akal bagaimana caranya menghadapi Lan See giok sehingga kotak kecil yang diincar bisa diperoleh kembali dan bagaimana pula caranya untuk menghindari perjumpaannya dengan Huan kang ciong liong serta kakek berjubah kuning. Tak selang berapa saat kemudian hidangan sudah disiapkan, maka perjamuanpun segera dilangsungkan. Sepanjang perjamuan dilangsungkan, Oh Tin san selalu merasa kuatir tentang keadaan Lan See giok setelah diajak menuju ke dusun nelayan tadi, dia ingin tahu apa saja yang telah dikatakan kakek tersebut kepada bocah itu, karena hal ini penting baginya di dalam usahanya untuk menguasai Lan See giok di kemudian hari.. Maka setelah menghabiskan tiga cawan arak, dengan suara yang lembut dan ramah tapi penuh nada perhatian Oh Tin san ber-tanya: "Giok ji, mengapa sih kakek berjubah kuning itu menangkapmu den membawanya ke dalam dusun?" Lan See giok memang sudah menduga Oh Tin san akan mengajukan pertanyaan terse-but, maka tak heran kalaur dia sudah mem-zpersiapkan jawawbannya sedari tradi. Dengan kening berkerut ujarnya kemudian: "Kakek berjubah kuning itu benar-benar tak tahu aturan, begitu berjumpa denganku, dia lantas, menegur mengapa kemarin aku menghajar muridnya Thi Gou..." Oh Tin san memang pernah melihat dari balik hutan muncul seorang bocah perem-puan berbaju merah serta seorang bocah le-laki berkulit hitam berbaju hitam, dia tahu Thi Gou yang dimaksudkan Lan See giok tentulah si bocah lelaki tersebut. Terdengar Lan See giok berkata lebih jauh: "...aku tahu empek sedang menungguku di luar dusun oleh sebab itu tanpa sungkan-sungkan kusahut kepadanya: "Tidak tahu," siapa sangka dia lantas membentak dan menotok jalan darahku." Walaupun si Manusia cacad telinga Oh Tin san dapat merasa kalau di balik masalah tersebut mustahil duduknya persoalan begitu sederhana, namun berhubung apa yang diu-capkan Lan See giok pada dasarnya memang sama seperti apa yang dilihatnya, terpaksa dia manggut-manggut sambil bertanya lebih jauh: "Bagaimana selanjutnya?" Secara ringkas Lan See giok mengisahkan kembali keadaannya setelah masuk ke dalam dusun nelayan tersebut dan akhirnya dia menyinggung

120

juga tentang tidak ditemukan nya si manusia cacad telinga di tanggul telaga. Dalam hal ini, dengan nada tak senang hati dia menegur. "Bukankah empek sendiri bilang sebelum bertemu tak akan bubar, namun ketika aku sampai di tepi telaga, tidak kujumpai dirimu berada di sekitar sana" Agak memerah paras muka Oh Tin san lantaran jengah, dia tertawa kering dan nam-paknya merasa puas dengan penuturan dari Lan See giok tersebut. Berdasarkan kisah yang amat singkat itu diapun dapat menyimpulkan bahwa kakek berjubah kuning itu tak nanti telah menyam-paikan sesuatu kepada Lan See giok. Di samping itu, dari kegelapan ia pun da-pat melihat betapa gugup dan gelisahnya Lan See giok ketika mencari jejaknya, hal tersebut membuat manusia licik ini menaruh percaya seratus persen. Maka setelah tertawa kering katanya: "Dari kejauhan sebetulnya empek melihat kedatanganmu, cuma berhubung aku kuatir kakek berjubah kuning itu datang menyusul, maka . . ." Tiba-tiba tergerak hati Lan See giok dengan nada tak mengerti dia bertanya. "Mengapa sih empek begitu takut terhadap si kakek berjubah kuning tersebut?" Berubah paras muka si Manusia cacad telinga Oh Tin san setelah mendengar ucapan mana, serunya gusar: "Omong kosong, empek sebagai seorang pemilik benteng yang menjagoi seputar telaga ini belum pernah takut kepada orang lain.." Ketika mengutarakan ucapan tersebut, alis matanya berkerut, matanya melotot wajah-nya menyeringai seram, agaknya ia benar--benar sedang diliputi hawa amarah. Selama ini Say nyoo-hui Ki Ci hoa cuma membungkam diri belaka, berhubung dia memang tak tahu duduknya persoalan di samping kuatir salah berbicara. Namun setelah melihat Oh Tin san men-jadi gusar karena jengah, buruburu selanya: "Tin san, bocah kecil tahu apa sih? Masa kata katanya kau masukan dalam hati hingga membuatnya menjadi marah?" Sembari berkata dia mengerling sekejap ke arah Oh Tin san. Oh Li cu pun merasa tidak puas dengan si-kap ayahnya, dengan nada tak senang hati serunya pula. "Ayah memang jelek dalam hal ini, sedikit-sedikit jadi marah!"

121

Sesungguhnya Oh Tin-san merupakan seo-rang manusia licik yang pandai mengen-dalikan perasaan sendiri, namun berhubung perkataan dari Lan See giok tadi telah me-nyinggung aib yang pernah dijumpainya dan justru mengena pada penyakit hatinya, tak heran kalau hawa amarahnya segera mele-dak. Namun setelah digerutui istrinya dan pu-trinya menunjukkan wajah tak senang hati, buru-buru dia mengendalikan emosinya dan tertawa terbahak bahak. "Haaah . . haaah . . haaah . . . . bayangkan saja aku Oh Tin san adalah seorang tokoh silat yang nama nya sangat menggetarkan telaga Phoan yang oh, dengan ilmu Hun sui ciang hoat (ilmu pukulan pemisah air) yang kumiliki puluhan tahun belum pernah ber-sua dengan musuh tangguh, manusia-manu-sia golongan putih maupun golongan hitam dari dunia persilatan pada jeri tiga bagian kepadaku, bayangkan saja betapa tidak marah aku setelah dituduh takut dengan kakek berjubah kuning ter-sebut". Kemudian setelah tertawa terbahak bahak kembali, katanya lebih jauh kepada Lan See giok. "Sebenarnya empek tidak menampakkan diri waktu itu karena aku tak ingin men-cari urusan yang tak berguna dalam keadaan be-gitu" Dalam hati kecilnya Lan See giok tert-awa dingin, ia tahu jawaban dari Oh Tin san ini tidak jujur, sedangkan mengenai keterangan Wi lim poo dalam dunia persilatan, ia pun masih tanda tanya besar sebab belum pernah hal ini di dengar dari ayahnya. Dalam hati kecilnya sekarang cuma ada satu masalah saja yang perlu diketahui sece-patnya, yakni asal usul dari si kakek berju-bah kuning tersebut. Maka dengan perasaan tak habis mengerti dia bertanya. "Empek, sebenarnya siapa sih kakek berju-bah kuning itu?" Oh Tin san mendengus dingin. "Hmmm! Empek cuma tahu kalau dia bu-kan orang baik-baik, sedangkan tentang siapa namanya dan dari mana asal usulnya, belum pernah kudengar tentang hal ini . . ."" Lan See giok pura-pura merasa kaget dan tercengang, katanya kemudian: "Aku lihat ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah kuning itu lihay sekali, mestinya kedudukannya dalam dunia persilatanpun amat tinggi . . . " "Darimana kau tahu?" belum habis Lan See giok berkata, Oh Tin san telah menukas de-ngan perasaan dalam. Tanpa ragu-ragu sahut Lan See giok:

122

"Aku dengar kakek bercambang yang ber-nama naga sakti pembalik sungai itu selalu membahasai kakek berbaju kuning itu seba-gai locianpwe . . ." Tidak sampai Lan See giok menyelesaikan kata-katanya, Oh Tin san dengan mata me-lotot dan menggertak gigi telah berseru lebih dulu: "Thio-Lok-heng, manusia tak tahu malu, ia bermoral bejad, suka merendahkan derajat sendiri .. . " Lan See giok sama sekali tidak menggubris ocehan dari Manusia cacad telinga tersebut, dia berkata lebih jauh: "Kepandaian silat yang dimiliki kakek ber-jubah kuning itu memang amat lihay, se-waktu ia membentak kemarin, padahal tubuhnya masih berada berapa kaki dariku, tapi jalan darahku tahu-tahu sudah kena ditotok olehnya." Ketika selesai mendengar perkataan dari Lan See giok ini, Oh Tin san tak bisa me-ngendalikan hawa amarahnya lagi, ia segera berseru keras. "Bocah bodoh, ilmu silat itu tiada batas batasnya, dan beraneka ragam jenisnya, masing-masing kepandaian memiliki keisti-mewaan yang berbeda beda, masih mendi-ngan kalau kakek berbaju kuning itu tidak datang ke benteng Wi lim poo ku ini. bila ia sampai berani datang kemari, hmm. . . aku pasti akan menyuruh si anjing tua ini merasakan enaknya air Phoan yang oh!" Lan See giok segera merasakan semangat nya bangkit kembali, dengan nada gembira dia berseru. "Empek tua, kau sebagai seorang pocu yang namanya termasyhur di seantero dunia, ilmu dalam airmu tentu lihay sekali, mulai besok aku ingin menyuruh empek untuk mengajarku ilmu dalam air . ."" Mendapat pujian dari Lan See-giok, paras muka Oh Tin-san yang semula suram segera berubah menjadi cerah kembali, ia tertawa bangga dan menganggukkan kepalanya berulang kali: "Baik, baik, asal kau bersedia untuk mem-pelajarinya secara tekun, empek akan mewa-riskan segenap kepandaian yang empek miliki untukmu. . ." Lan See-giok berlagak kegirangan, dia melompat-lompat dan segera menjura dalam-dalam, serunya dengan girang: "Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih lebih dulu kepada empek . . !" Oh Tin san yang licik den banyak tipu muslihatnya ini mengira rencana kejinya berhasil dengan sukses, tanpa terasa ia men-dongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. Say-nyoo-hui yang selama ini cuma mem-bungkam, sekarang turut berseru pula de-ngan nada girang.

123

"Nak, asal kau bersedia untuk belajar, be-berapa jurus ilmu Cau hong jiu (ilmu sakti menggapai lebah) yang kumilikipun akan kuwariskan juga kepadamu!" .. Lan See giok sama sekali tidak bertanya apakah ilmu yang dimaksudkan sebagai Cau hong jiu tersebut, cepat-cepat dia membalik kan badan dan menjura dalam-dalam, lalu serunya dengan naga girang. "Terima kasih banyak bibi!" Kemudian dia membalikkan badan dan duduk kembali ke kursi semula . . . Waktu itu Oh Tin san sudah dibikin kegi-rangan sehingga sedikit tak dapat mengenda-likan diri, matanya yang jalang mengerling sekejap ke arah Oh Li cu yang sedang berseri, kemudian ujarnya sambil tersenyum. ""Mulai besok, biar enci Cu mu yang mewakiliku mengajarkan dasar ilmu di dalam air kepadamu, bila dasar dasarnya sudah kau ketahui baru aku yang mengajarkan langsung kepadamu!" Mendengar perkataan ini Lan See giok ter-tawa, kali ini suara tertawanya benar-benar timbul dari hati sanubarinya. Sebab diantara lima cacad dari tiga telaga, tak seorangpun yang paling dicurigai, berda-sarkan julukan yang mereka miliki paling ti-dak dari lima cacad ada tiga yang bercokol di atas air, oleh sebab itu kepandaian berenang boleh dibilang merupakan kepandaian yang paling penting baginya. Oh Li cu yang mendengar ayahnya meme-rintahkan kepadanya untuk mengajar kan ilmu berenang kepada Lan See giok, kontan saja hatinya menjadi kegirangan, sebab hal tersebut memang sesuai dengan kehendak hatinya, tak tahan lagi ia tersenyum genit. Pada saat itulah dari luar ruangan muncul seorang dayang berbaju hijau yang menghampiri Oh Tin san dengan langkah tergesa gesa, setelah memberi hormat kata-nya: "Lapor lo pocu, Be congkoan, Thio Gi si dan Li Tok cay datang mohon bertemu!" Mendengar laporan tersebut paras muka Say nyoo-hui dan 0h Li cu berubah hebat, dengan pandangan terkejut mereka berpaling ke arah Oh Tin San. Perlu diketahui, di hari-hari biasa kecuali Oh Tin San suami istri, orang lain belum pernah mengunjungi tempat kediaman dari Oh Li cu, tapi malam ini tiga orang kongkoan yang berkedudukan di bawah Oh Tin san te-lah datang, ini menunjukkan kalau di dalam benteng telah terjadi suatu peristiwa yang maha besar.

124

Menyaksikan keterkejutan Say nyoo-hui dan Oh Li cu, Lan See giok merasa terperan-jat sekali, apalagi saat ini menunjukkan kentongan ke empat, hal tersebut membuat-nya makin terkesiap. Oh Tin San memang sudah mengetahui hal ini, tapi di luar dia berlagak seolah-olah kaget dan tercengang, sambil mengerut-kan dahinya ia berseru. "Silahkan mereka masuk!" Dayang itu mengiakan dengan hormat ke-mudian membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ. Say nyoo-hui maupun Oh Li cu meman-dang ke arah Oh Tin san dengan pandangan terkesiap, tanyanya kemudian dengan nada tak mengerti: "Ada apa sih? Masa hari begini juga datang menghadap?" Oh Tin san tidak menjawab dengan segera, hanya matanya yang sesat mengawasi depan pintu dengan termangu, seolah-olah sedang memikirkan persoalan tersebut. Tak selang berapa saat kemudian, terde-ngar suara langkah kaki manusia berkuman-dang memecahkan keheningan. Meminjam cahaya yang memancar ke luar dari balik ruangan, Lan See giok dapat meli-hat ada tiga sosok bayangan manusia sedang melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah tergesa-gesa. Orang yang berada ditengah berperawakan kecil dan pendek, dia adalah seorang kakek bungkuk bermata segi tiga, beralis tebbal dan memelihajra jenggot kambging, tampangnyba menunjukkan kelicikan, mengenakan jubah panjang warna putih yang kedodoran, sepasang matanya memancarkan cahaya ta-jam yang berkilauan, membuat kakek ini tampak mengerikan. Sedangkan orang yang berada di sebelah kanan berperawakan tinggi langsing, berusia antara tiga puluh tahunan, berjubah hitam dengan celana kombrang, tampangnya kurus macam monyet dengan hidung yang meleng-kung seperti hidung betet, matanya yang bulat memancarkan juga cahaya tajam. Orang yang berada di sebelah kiri adalah seorang pemuda berusia dua puluh lima-enam tahunan, tubuhnya kekar dengan alis mata yang tebal, tapi matanya kecil, hidungnya agak mancung dan bibirnya terasa amat tebal. Ia mengenakan topi model seorang busu, telinganya dihiasi anting-anting besar, pakaiannya ringkas dan ikat pinggangnya merah, diantara rekan rekannya dia memang kelihatan lebih tampan.

125

Di antara ke tiga orang ini, seorang ber-tampang licik, seorang lagi bertampang keji dan pemuda ini meski masih muda namun wajahnya memancarkan pula hawa sesat dan hawa kecabulan. Lan See giok segera menduga kalau ke tiga orang ini adalah para anggota penting dari benteng Wi-lim-poo. Dalam pada itu ke tiga orang tersebut su-dah memasuki ruangan, enam buah sorot mata mereka yang jeli mengawasi wajah Lan See giok yang sedang duduk dihadapan Oh Li cu itu dengan pandangan terkejut. Terutama sekali pemuda berpakaian ring-kas tersebut, ia nampak berkerut kening setelah menyaksikan ketampanan wajah Lan See giok serta kegagahannya. Biarpun Lan See giok hanya seorang bocah berusia lima enam belas tahunan, tapi dalam pandangannya bocah itu sudah terhitung se-orang pemuda yang amat ganteng. Oleh sebab itulah sebelum melangkah ke dalam ruangan, keningnya sudah berkerut dan wajahnya diliputi hawa napsu mem-bunuh. Menyaksikan wajah cemburu yang terpan-car dari wajah pemuda tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Li cbu kini telah bejrubah menjadi dgingin seperti ebs. Perubahan wajah Oh Li cu, kontan saja semakin mengobarkan api cemburu yang berkobar di dalam dada pemuda berpakaian ringkas tersebut. Manusia cacad telinga Oh Tin San maupun Say-nyoo-hui Ki-Ci-hoa menyaksikan per-u-bahan wajah ke dua orang itu dengan jelas, akan tetapi mereka berlagak seolah-olah ti-dak memperhatikan. Dalam pada itu ke tiga orang tersebut su-dah memasuki ke dalam ruangan, lalu de-ngan hormat mereka menjura seraya ber-kata: "Mengunjuk hormat buat Lo pocu, hujin dan nona!" Say nyoo-hui dan Oh Li cu segera memba-las hormat sambil tersenyum . . . Hanya Lan See giok seorang yang masih tetap duduk tak bergerak, karena dia me-mang tidak kenal dengan ke tiga orang ini, terhadap sorot mata permusuhan dari pemu-da berpakaian ringkas tersebut, diapun pada hakekatnya tidak memandang sebelah mata-pun. Setelah meletakkan cawan araknya, berla-gak tidak mengerti Oh Tin San segera berta-nya: "Malam-malam begini kalian bertiga datang ke sini, entah ada urusan apa?" Kakek bungkuk tersebut segera menjura, sahutnya dengan sikap yang sangat meng-hormat:

126

"Hamba sekalian mendengar Lo pocu marah-marah yang mungkin disebabkan peristiwa terbunuhnya si setan pengejar ikan paus, oleh sebab itu hamba sekalian khusus datang ke mari untuk melaporkan kejadian yang sebenarnya". Lelaki setengah umur berwajah monyet segera menyambung pula dengan hormat. "Setelah menerima laporan, hamba lang-sung memeriksa sendiri di tempat kejadian, di sekitar sana ditemukan sebuah sampan nelayan dalam keadaan terbalik, di dasar sampan dijumpai sebuah lubang yang persis sebesar luka mematikan di tubuh si setan pengejar ikan paus " Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut menjadi sangat mendongkol, dia merasa kejadian tersebut perlu diterangkan sejelasjelasnya kepada semua orang . . . Belum habis ia berpikir, tiba-tiba pemuda berpakaian ringkas itu sudah berdiri dengan kening berkerut, tiba-tiba serunya dengan penuh kegusaran. "Menurut hasil rpenyelidikan atzas sumber dari wsampan tersebutr, diketahui perahu itu milik dusun nelayan setempat, hamba yakin perbuatan ini pasti hasil karya si naga sakti pembalik sungai, kini segenap saudara dari benteng sudah diliputi emosi dan gusar sekali, kami merasa belum puas sebelum da-pat mencuci dusun nelayan itu dengan darah . . . ." Ucapan itu menggusarkan Lan See giok, ia jadi lupa kalau dirinya berada di mulut hari-mau, dengan kening berkerut dia siap melompat bangun. Belum lagi hal tersebut dilakukan, Oh Tin San sudah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. Gelak tertawa ini langsung membungkam kan pemuda berpakaian ringkas itu, agak termangu ia mengawasi pocunya, sementara hatinya keheranan dan tidak habis mengerti apa sebabnya Oh Tin San tertawa tergelak... Lan See giok, Say-nyoo-hui serta Oh Li cu juga mengawasi Oh Tin San dengan perasaan tidak habis mengerti. Setelah menghentikan gelak tertawanya, Oh Tin san berkata dengan lantang: "Kukira ada kejadian besar apa, oooh. ru-panya hanya masalah sekecil ini, biarpun sampan tersebut milik dusun nelayan se-tem-pat, namun aku percaya si setan pengejar ikan paus bukan tewas di tangan si Naga Sakti pembalik sungai." Berbicara sampai di situ, matanya yang sesat memandang sekejap ke arah Lan See-giok, kemudian sambil berpura pura gembira katanya dengan suara lantang: "Persoalan ini tak usah kita bicarakan dulu untuk sementara waktu, ayo kuper-kenalkan dulu kalian bertiga dengan sau poocu kalian Lan See giok."

127

Seraya berkata dia menunjuk ke arah pe-muda Lan. Kecuali kakek bungkuk, dua orang lain-nya nampak tertegun, terutama sekali pemuda berpakaian ringkas tersebut, paras mukanya segera beruban hebat. Lan See giok masih tetap bersikap tenang, senyum hambar menghiasi ujung bibirnya, matanya bersinar tajam, oleh karena Oh Tin san telah bangkit berdiri, maka dia pun turut beranjak. la cukup tahu bahwa kesemuanya ini me-rupakan bagian dari perangkap Oh Tin san, tapi mengapa? ia kurang jelas, namun ada satu hal dia merasa yakin, bisa jadi hal ini akan semakin membantu usahanya untuk melarikan diri. Dalam pada itu si kakek bungkuk itu su-dah maju ke depan dengan senyuman di ku-lum, sembari menjura katanya dengan hor-mat: "Congkoan dari benteng Wi-lim-poo, Be-Siong-pak memberi hormat buat sau pocu." Buru-buru Lan See giok membalas hormat, sahutnya sambil tersenyum ringan: "Aku masih muda dan berpengetahuan rendah, untuk di kemudian hari masih ba-nyak membutuhkan petunjuk dari Be lo-enghiong" Betapa gembiranya Be Siong-pak ketika Mendengar Lan See giok membahasai diri sendiri sebagai Be lo-enghiong, buru-buru dia membungkukkan badan dan berkata sambil tersenyum: "Hamba tidak berani, hamba tidak berani" Sambil tersenyum Oh Tin san segera menimbrung dari samping. "Bocah bodoh, Be congkoan sudah amat berpengalaman di dalam dunia persilatan ke-cerdasan otaknya seperti Khong-Beng yang menjelma kembali, dialah otak dari empek mu, semua masalah dan pekerjaan merupa-kan hasil kerjanya, di kemudian hari kau memang perlu minta banyak petunjuk dari Be congkoan." Lan See giok menganggukkan kepalanya berulang kali sementara hatinya bergetar keras, ia tahu Be Siong pak merupakan pe-rintang utama bagi usahanya melarikan diri di kemudian hari. Umpakan dari Oh Tin san itu kontan mem-banggakan hati Be Siong-pak, saking senangnya dia sampai mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak, katanya ber-ulang kali: "Aaah, lo-pocu terlalu memuji!"" Lelaki setengah umur berwajah seperti monyet itu segera maju pula ke depan, kata nya kepada Lan See giok dengan hormat: "Hamba Thio-Wi-kang, memberi hormat buat Sau pocu."

128

Sembari berkata dia membungkukkan badan sambil menjura dalamdalam . .... Melihat hal ini Oh Tin-san kembali berkata: ""Dia adalah Thio-Wi-kang, orang me-nye-butnya sebagai Sam-ou kau-ong (Raja monyet air dari tiga telaga), kepandaian dalam airnya tiada tandingan, saat ini dia termasuk se-orang tokoh yang amat menonjol namanya dalam dunia persilatan." "Selamat bersua, selamat bersuba!" seru Lan Seje giok berulangg kali sambil mebnjura. Pemuda berpakaian ringkas yang berada di belakang, dengan dahi berkerut dan mulut mencibir menunjukkan sikap angkuh tetap berdiri di tempat, hanya ujarnya ketus: "Lin Ci cun menjumpai sau pocu!" Tapi dikala menyaksikan senyuman seram menghiasi ujung bibir Oh Tin san, matanya berkilat tajam, kontan hatinya bergetar keras.. sehingga terburu buru ia membung-kukkan badannya memberi hormat. Agaknya Oh Tin san merasa tak senang hati terhadap sikap angkuh yang dipancar-kan Li Ci cun di hadapannya, maka diapun memberi penjelasan secara ringkas. "Dia adalah Li Ci cun, orang menyebut-nya Long Ii hu tiap (kupu-kupu di tengah ombak)." Lan See giok tidak menyangka kalau pen-jelasan Oh Tin san sedemikian ringkasnya, maka setelah termenung sejenak, ia baru berkata sambil tersenyum. "Selamat bersua, selamat bersua!" Kupu-kupu dibalik ombak Li-Ci-cun merasa sangat tidak puas, di samping itu diapun dapat menyadari kalau manusia ca-cad telinga yang termasyhur sebagai manusia licik yang berhati keji ini menaruh perasaan tak puas terhadapnya, kesemuanya itu mem-buat perasaannya dicekam rasa kaget. Akan tetapi setelah menyaksikan Oh Li cu, kekasihnya yang selama ini hidup bagaikan suami istri dengannya sama sekali tidak ber-paling ke arahnya, walaupun sudah sedari tadi ia muncul di situ, kontan saja api cem-burunya makin lama semakin ber-kobar. Dalam pada itu, Lan See-giok telah berkata kepada Oh Tin sari sambil tersenyum. ""Empek, persilahkan Be lo enghiong berti-ga turut menghadiri perjamuan ini !" Baru saja ucapan tersebut diutarakan, Oh Li cu segera menarik wajahnya sambil cem-berut.

129

Agaknya kakek bungkuk itu amat berke-nan dihati atas sebutan Be toenghiong dari Lan See giok tersebut, dengan wajah berseri ia berkata: "Tidak usah sau pocu, besok hamba masih ada urusan yang mesti diselesaikan se-hingga tak berkesempatan untuk menemani sau pocu bersantap, tapi untung saja waktu di kemudian hari masih panjang, toh tak usah tebrburu napsu bukjan?" Selesaig berkata kembalbi ia tertawa terbahak bahak, agaknya ia belum bisa menduga asal usul Lan See giok yang sesungguhnya. Sesungguhnya Oh Tin san memang berniat mempersilahkan ke tiga orang bawahannya untuk menghadiri perjamuan tersebut, na-mun setelah menyaksikan ketidak senangan putrinya, apalagi Be Siong pak juga telah beralasan masih ada urusan lain, maka sem-bari mengulapkan tangannya ia berkata: "Baiklah, lain waktu saja kita minum ber-sama sama!" Si kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun tahu bahwa mereka sudah seha-rusnya pergi, maka serentak ke tiga orang itu memberi hormat dan mohon diri. Baru ke luar dari pintu ruangan, menda-dak terdengar Oh Tin san berseru lagi dengan suara dalam dan bertenaga. "Be congkoan, sebelum fajar besok harap siapkan semua kapal perang yang kita miliki, kumpulkan segenap anggota kita di lapangan air, setiap pasukan harus berpakaian lengkap dan panji kebesaran kita kibarkan di setiap tiang perahu, nah pergilah!" Lan See-giok terkejut oleh ucapan tersebut, sementara Say nyoo-hui serta Oh Li cu di-buat tertegun. Kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun nampak agak tertegun pula, tapi ke-mudian dengan semangat berkobar serentak ia mengiakan dan berlalu dengan langkah ter-buru buru. Kejut dan gusar perasaan Lan See giok waktu itu, dia tahu bisa jadi Oh Tin san ber-niat membasmi kampung nelayan tersebut dengan kekerasan. Maka setelah merenung sejenak, dengan kening berkerut katanya dengan gusar: "Empek, si setan pengejar ikan paus . ." Setelah menurunkan perintah tadi tam-paknya Oh Tin san mulai berpikir kalau ta-ruhan yang dilakukan olehnya kali ini kele-wat besar, mendingan kalau berhasil meraih keuntungan, jika kalah, bukankah urusan bakal berabe? Perasaannya tiba-tiba saja menjadi gugup dan sangat tak tenang. Itulah sebabnya sebelum Lan See giok menyelesaikan perkataannya, dengan tak sa-dar ia menyela:

130

"Sirapa suruh si seztan pengejar ikwan paus mencarir kematian sendiri, waktu itu aku su-dah memperingatkan dia, dasar kepandaian silatnya masih jauh di bawah mu sekarang. . ." "Empek" tukas Lan See giok tak puas, "mengapa kau menitahkan kepadanya agar diam-diam mendorongku, bahkan sekalipun sudah di dorong sampai ke tengah telaga pun belum jua menampakkan diri untuk memberi penjelasan?" Agaknya Oh Tin san sudah dapat mene-nangkan hatinya sekarang, katanya sambil tertawa hambar: "Waktu itu aku mengira kau sudah semaput lantaran kaget, karena sejak ber-sembunyi di dalam sampan tak pernah menampakkan diri kembali, maka kuperintah kan kepada si setan pengejar ikan paus agar mendorongmu ke mari secara diam-diam, bila pembicaraan dilakukan waktu itu, niscaya hal mana akan menarik perhatian si kakek berjubah kuning---" Belum habis dia berkata, bayangan manu-sia nampak berkelebat lewat di depan pintu. Be Congkoan, si kakek bungkuk yang be-lum lama meninggalkan ruangan kini sudah melompat masuk kembali ke dalam ruangan dengan wajah gugup dan pucat pias. Kemunculannya yang sangat mendadak ini tentu saja sangat mengejutkan Lan See giok sekalian, serta merta mereka melompat ba-ngun. Para dayang yang berdiri berjajar di kedua belah pintu pun sama-sama memperdengar kan jeritan kaget yang melengking. Sebagai manusia yang berwatak licik dan pandai membawa diri, Oh Tin san cukup tahu bila Be Siong pak yang tersohor karena kecerdasan otaknya pun menunjukkan sikap kaget dan gugup seperti ini, berarti di dalam bentengnya sudah terjadi suatu peristiwa yang luar biasa sekali. Maka sambil berusaha untuk mengendali-kan perasaan gugup dan kalut dalam pikir-annya dia menegur. "Ada urusan apa?" Be Siong pak menunjukkan sikap kaget dan cemas, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuh-nya, dengan tergesa gesa dia menghampiri majikannya kemudian membisikkan sesuatu di sisi telinganya. Mengikuti komat kamitnya mulut Be Siong pak, paras muka Oh Tin san pun turut berubah ubah juga, dari gugup, takut sampai pucat pias dan matanya memancarkan sinar ketakutan.

131

Begitu Be congkoan menyelesaikan kata katanya, tak tahan lagi dia bertanya dengan gelisah. "Sekarang --sekarang dia berada di mana?" Kakek bungkuk itu semakin tegang, sete-lah menghembuskan napas panjang sahut-nya: "Sekarang dia berada di ruang tamu!" Jawaban ini segera menggetarkan perasaan si manusia cacad telinga Oh Tin san seluruh tubuhnya gemetar keras, matanya terbelalak dan ia benarbenar tertegun saking kaget dan takutnya. Dari sikap tegang, takut dan gugup yang diperlihatkan Oh Tin san maupun kakek bungkuk tersebut, Lan See giok segera men-duga kalau di dalam benteng tersebut pasti sudah kedatangan seorang musuh yang sa-ngat lihay. Bukan saja kepandaian silat yang dimiliki pendatang tersebut hebat sekali, sudah pasti tangannya amat keji dan membunuh orang tanpa berkedip, kalau tidak mustahil Si manusia cacad telinga Oh Tin San akan menunjukkan rasa takut yang begitu hebat. Agaknya Say-nyoo-hui Ki-Ci-hoa juga dapat merasakan betapa seriusnya masalah terse-but. sambil menarik ujung baju Oh Tin San, bisiknya lirih: "Tin San siapa sih yang telah datang?" Seperti baru mendusin dari kagetnya Oh Tin San tak sempat lagi menjawab perta-nyaan dari Ki-Ci-hoa, buru-buru serunya kepada Be congkoan: "Ayo, kita segera berangkat." Buru-buru mereka berdua melompat ke luar dari ruangan tersebut dan melejit ke atas atap rumah, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata. Sepeninggalb ayahnya dan Bej Congkoan, Oh Lgi cu baru berpabling ke arah ibunya sambil bertanya dengan perasaan tak habis me-ngerti: "Ibu, menurut pendapatmu siapa sih yang telah datang?" ooo0ooo BAB 7 SAY-NY00-HUI Ki-Ci-hoa memandang se-kejap ke arah Lan See giok yang masih tetap duduk dengan tenang, kemudian sambil berkernyit dahi katanya seraya tertawa paksa: ""Ayahmu selalu dapat mengendalikan diri bila menjumpai sesuatu persoalan, padahal masalah nya bukan sesuatu yang luar biasa"" Oh Li cu tidak setuju dengan pendapat itu, ujarnya dengan wajah bersungguh sungguh.

132

"Be congkoan orangnya cerdik dan sangat pandai menghadapi masalah, dia pun ter-masyhur sebagai Khong-Beng yang menitis kembali, bila dilihat dari sikapnya yang gugup dan kelabakan..." Melihat putrinya tak tahu keadaan, dengan kening berkerut Say nyoo-hui segera mene-gur: "Betapa pun besarnya persoalan yang di hadapi, asal ayahmu sudah ke situ niscaya urusan akan beres dengan sendirinya, ber-dasarkan kelihaian ilmu silat dari ayahmu serta pamornya yang besar, siapa sih yang berani mencabut gigi dari mulut harimau?" Lalu setelah mengerling sekejap ke arah Oh Li cu penuh arti, sambungnya lebih jauh: "Lagi pula kita Wi-lim-poo sudah lama menjagoi di seputar telaga ini, sekeliling benteng dilingkari air telaga, di luar ada hu-tan gelaga yang lebat, di dalam ada ranjau air, jago lihay yang tinggal disinipun tak ter-hitung jumlahnya, bahkan hampir semua-nya pandai ilmu berenang, di dalam air ada pen-jaga, di atas benteng ada pengawal, jangan lagi perahu sampan, biar burungpun sukar untuk terbang lewat tanpa ketahuan, diban-dingkan dengan Lok ma oh dimasa lalu, benteng tersebut paling-paling cuma begitu saja ...." Makin berbicara Say nyoo-hui semakin bersemangat, sedangkan Lan See giok makin lama semakin terkejut, ia tak tahu benarkah benteng Wi-lim-poo mempunyai penjagaan sedemikian ketatnya, bisa juga perempuan tua itu sedang mengibul. Sementara dia masih termenung,b terdengar Say jnyoo-hui telah gberkata lebih jbauh. "Kalau dilihat dari kegugupan ayahmu tadi, bisa jadi mata-mata kita yang di tugaskan di luar telah pulang dengan membawa berita besar yang luar biasa, sebab seandainya ada orang luar yang masuk ke mari, mengapa dari pihak loteng penjaga tidak dikeluarkan tanda peringatan , . , ?" Ketika berbicara sampai di situ, nampak semangat Say nyoo-hui berkobar kembali, sikap angkuhnya menghiasi wajahnya. Mendengar ucapan dari ibunya, Oh Li cu segera merasakan semangatnya turut berko-bar, perasaan tak tenang yang semula mencekam perasaannya pun kini bilang le-nyap tak berbekas. Sebaliknya Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut, kian lama hatinya kian bertambah berat, walaupun di luaran ia ma-sih tetap mempertahankan ketenangan nya. Sedangkan Say nyoo-hui sendiri, sesung-guhnya amat menguatirkan pula kesela-matan dari Oh Tin san, apalagi kalau dilihat dari sikap gugup dan

133

takut yang menghiasi wajah suaminya, namun sebisa nya ia beru-saha untuk mengendalikan diri. Kembali ujarnya sambil tertawa paksa: "Anak Cu.. sekarang aku sudah kenyang, temanilah adik Giok mu untuk minum be-berapa cawan lagi, aku hendak menengok dulu keadaan di sana." Sambil berkata ia beranjak dan menuju ke luar ruangan. Buru-buru Lan See giok berseru dengan hormat: "Silahkan bibi, akupun sudah kenyang.." Bersama Oh Li cu mereka bangkit berdiri dan menghantar Say nyoo-hui KiCi-hoa sampai di luar pintu. Pelayan pun segera membereskan hida-ngan dari atas meja perjamuan--Setibanya di depan pintu, Say nyoo-hui menitahkan kedua orang itu agar berhenti. Lan See giok dan Oh Li cu menurut perin-tah dan berhenti, mereka berdiri di situ hingga bayangan tubuh perempuan tua tersebut melangkah ke luar dari pintu hala-man. Mendadak berkilat sepasang mata Oh Li cu, seakan akan teringat akan sesuatu, buru baru serunya: "Ibru, tunggu dulu!z" Sambil berwseru dia memburru ke luar pintu dan menghampiri ibunya. Menyaksikan kejadian itu, tergeletik hati Lan See giok, cepat dia menarik napas pan-jang, berpaling sekejap memperhatikan seke-liling tempat itu kemudian melejit ke arah pintu dan menyembunyikan diri di balik pintu halaman. Sementara itu dari luar halaman terdengar Say nyoo-hui sedang bertanya dengan nada tak mengerti. "Ada apa anak CU?" Oh Li cu nampak agak sangsi dan sukar untuk menjawab, sampai lama kemudian ia baru menyahut agak tergagap. "Ibu, aku ingin meminjam sebentar bangau kecil Siau sian hok terbuat dari emas itu-" Belum habis Oh Li cu berkata, Say nyoo-hui telah menukas dengan nada terkejut: "Apa? Kau--kau menghendaki dupa lebah bermain di putik bunga---?" Lan See giok yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi tak habis mengerti, dia tak tahu apa yang dinamakan "dupa lebah ber-main di putik bunga" itu? Maka pikirnya kemudian: "Aaah, mungkin dupa untuk mengharum-kan tubuh Oh Li cu ....?"

134

Tapi setelah dipikir kemudian ia merasa hal tersebut kurang begitu cocok .... Selanjutnya ia tidak mendengar jawaban dari Oh Li-cu, mungkin gadis itu sedang manggut-manggut. Terdengar kemudian Say nyoo-hui berkata lagi. "Terus terang kukatakan, sekarang dia ma-sih kecil, tak mungkin akan memberi ke-pu-asan kepadamu...."" Tapi sebelum Say nyoo-hui menyelesaikan kata-katanya, Oh Li cu telah berseru kembali agak ngotot. "Tidak, tidak..." Selang berapa saat, akhirnya dengan nada apa boleh buat Say nyoo-hui berkata lagi: "Baiklah, mari ikuti aku sekarang!" Menyusul kemudian terdengar suara lang-kah kaki manusia yang makin lama semakin menjauhi tempat tersebut. Lan See giok merasa sangat kebingungan oleh pembicaraan itu, dia mencoba untuk mengintip ke luar, dilihatnya Oh Li cu telah mengikuti ibunya berjalan sejauh beberapa puluh kaki dan menuju ke depan sebuah pintu halaman bercat merah. Ketika berpaling lagi ke ruang dalam, di li-hatnya para dayang masih sibuk bekerja, maka diapun berlagak seolah-olah tak ada urusan, sambil bergendong tangan balik kembali ke dalam ruangan. Kentongan ke empat sudah lewat, suasana waktu itu amat gelap, kecuali lentera merah yang tergantung di puncak loteng benteng, segala sesuatunya berada dalam keadaan gelap gulita dan sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun. Lan See giok memandang lagi ke arah de-pan, di situ terbentang sebuah lorong air yang lebarnya beberapa kaki, di bawah un-dak undakan tetap tertambat sampan kecil yang ditumpangi Oh Li cu tadi. Di depan lorong air terdapat sederet ba-ngunan yang berupa pagoda air, sedang di sebelah kanan terbentang pula sebuah lorong air yang agak sempit dan tampaknya lang-sung menuju ke pintu gerbang benteng, tapi berhubung di sekitarnya berderet bangunan rumah maka pemandangan tak dapat ter-lihat lurus ke depan. Menelusuri tepi tanggul, pelan-pelan Lan See giok berjalan pula menuju ke arah Say nyoo-hui dan Oh Li cu berlalu. Dalam pada itu Say nyoo-hui serta Oh Li cu sudah masuk ke dalam bangunan bercat merah tersebut, namun ia tak berani mem-percepat langkahnya. kuatir gerak geriknya diawasi orang secara diam-diam . .

135

Setelah maju beberapa kaki, dib depan sana ditjemukan sebuah jgembatan bambu ybang le-barnya hanya dua depa dan melingkar ke arah kanan, di sebelah kanan bangunan tunggal tampak pula sebuah pagoda ber-bentuk bulat, dari balik jendela yang berada di empat penjuru nampak cahaya lentera mencorong ke luar. Tergerak hati Lan See-giok, pelan-pelan dia berjalan menelusuri jembatan bambu itu, agar tidak menarik perhatian, sambil berjalan ia berlagak seolah-olah sedang menikmati pemandangan di sekelilingnya. Tiba di mulut jembatan, dia saksikan jem-batan bambu itu membentang terus ke depan dan menghubungi sebuah bangunan tinggi yang besar dan luas di tengah telaga. Bangunan itu terdiri dari tiga tingkat, dasar bangunan hampir menempel pada permukaan air, daun-daun bunga teratai yang lebar dan berwarna hijau hampir menutupi seluruh permukaan telaga, ter-pantul cahaya lentera dari balik bangunan, tampak daun-daun itu memantul kan cahaya yang berkilauan. Memandang keadaan bangunan tersebut, Lan See giok segera tahu bisa jadi bangunan tinggi ini adalah tempat tidur dari si Manusia cacad telinga Oh Tin san. Sejak melihat kegugupan dan kebingungan dari Oh Tin san, Lan See giok memang sudah diliputi perasaan ingin tahu yang meluap luap, dia ingin tahu sebenarnya manusia li-hay macam apakah yang telah berkunjung ke situ sehingga membuat Oh Tin san yang keji dan licikpun dibuat ke-takutan setengah mati. Sementara otaknya masih berputar, tubuh-nya sudah menelusuri jembatan bambu kecil itu, secepat mungkin dia mempersiapkan diri sebaik baiknya untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, biarpun di luaran ia berusaha untuk berjalan se-santai mungkin. Baru saja hampir sampai di ujung jem-batan, mendadak ia mendengar suara Oh Tin san yang sedang menyahut dengan nada yang amat menaruh hormat. Dari nada suara itu, Lan See giok tahu. bahwa dugaannya tak salah . . malam ini benteng Wi-lim-poo betul-betul sudah ke-datangan seorang manusia yang berkedu-dukan amat tinggi di dalam dunia persilatan dewasa ini. Setelah maju lagi beberapa langkah, dari ujung tikungan jembatan kecil itu se-cara ke-betulan sekali dapat menyaksikan selurbuh keadaan di djalam pagoda tergsebut.

136

Seandbainya tidak melihat masih mendi-ngan, begitu menyaksikan keadaan yang ter-bentang di depan mata, rasa kaget yang di alami Lan See giok saat ini sama sekali tidak berada di bawah To oh cay-jin sendiri. Mimpipun dia tak menyangka kalau orang yang duduk di depan meja bundar dalam pa-goda tersebut ternyata tak lain adalah si kakek berjubah kuning tersebut. Kakek berjubah kuning itu masih tetap nampak ramah dan lembut, sorot matanya memancarkan pula cahaya tajam yang me-mikat sambil mengelus jenggotnya dia seperti lagi merenungkan sesuatu. Sedangkan Oh Tin san berdiri lima langkah di hadapannya dengan sikap yang munduk-munduk dan menghormat sekali, sepasang tangannya menjulur ke bawah sedangkan sepasang mata sesatnya hampir boleh dibilang tak berani saling beradu pandangan dengan kakek berjubah kuning itu. Be congkoan, si kakek bungkuk apakah tu-rut hadir dalam pagoda tersebut, sayang tak sempat dilihat oleh Lan See giok, setelah menyaksikan sikap munduk-munduk dari Oh Tin san tersebut, Lan See giok segera teringat kembali dengan ucapan se-sumbar yang di-katakan sewaktu ada dalam perjamuan tadi: "Masih mendingan kalau kakek berjubah kuning itu tidak datang ke benteng Wi-lim-poo kami, bila berani, hmm hmmm. . aku pasti akan menyuruh anjing tua itu men-cicipi rasanya air telaga Huan yang oh." Tapi kenyataannya sekarang? Tak sepatah katapun dari ucapan sesumbar Oh Tin san yang diwujudkan dengan tindakan, rupanya dia cuma pandai omong besar saja ketimbang melaksanakannya . . . Mendadak . . . Sepasang mata si kakek berjubah kuning yang tajam bagaikan sembilu itu diarahkan ke wajah See giok Seketika itu juga Lan See-giok merasakan tubuhnya gemetar keras, saking kagetnya sepasang kaki sampai terasa lemas tak ber-tenaga, cepat-cepat ia berpegangan tiang jembatan. Detak jantungnyra turut berdebazr keras karena wtegang, saking rngerinya nyaris dia membalikkan badan untuk melarikan diri. Sekarang ia merasa menyesal sekali, me-nyesal karena telah menelusuri jembatan kecil tersebut hingga tiba di situ . . . Mendadak terdengar kakek berjubah kuning itu bertanya kepada Oh Tinsan de-ngan suara dalam "Oh pocu. benarkah Lan See giok si bocah itu tidak berada dalam bentengmu?"

137

"Lapor locianpwe.." sahut Oh Tin-san mun-duk-munduk, Lan See-giok betul-betul tiada dalam benteng kami, masa boanpwe berani membohongi locianpwe?" Lan See giok menjadi mendongkol sekali, ia tidak menyangka kalau Oh Tin san begitu berani ngotot dengan mengatakan ia tidak berada dalam bentengnya. "Baiklah" demikian ia berpikir, "biar aku masuk ke dalam dan tunjukkan diriku di de-pan kakek berjubah kuning itu . . " Namun sebelum dia beranjak maju ke de-pan. kembali terdengar kakek berjubah kuning itu berkata. "Oh pocu, kau harus tahu, sudah hampir sepuluh tahun lamanya aku mencari Lan Khong-tay, lantaran apa pasti kau lebih mengerti dari pada diriku, dan sekarang soal kitab pusaka Tay loo hud bun pay yap-cinkeng hanya diketahui Lan See giok se-orang, akupun tak ingin kelewat mendesak dirimu, aku harap kau suka mengutus bebe-rapa orang untuk mencari jejaknya di empat penjuru, bila jejak Lan See giok telah ditemukan, kau harus mengantarnya ke rumah kediaman Huan kang ciong liong (naga sakti pembalik sungai) Thio-Lok-heng di dusun nelayan sana, aku akan menunggu di situ..." Betapa gusar dan mendongkolnya Lan See giok sehabis mendengar perkataan itu. dia mendengus gusar dan membalikkan badan berlalu dari sana, pikirnya: "Hmm, jangan harap kalian bisa peroleh kitab pusaka Tay lo hud bun cinkeng ter-se-but, biar aku matipun tak nanti akan ku serahkan kepada kalian manusia - manusia jahat". Baru saja ia berjalan turun dari jembatan kecil itu, kembali terdengar manusia ber-jubah kuning itu berkata lagi: "Baiklah kita tentukan dengan sepatah kata ini, sekarang aku hendak pergi dulu" Lan See giok amat terkejut di samping merasa keheranan. . padahal jarak antara pagoda tersebut dengan tepi kolam sudah mencapai puluhan kaki, namun kenyataan nya suara pembicaraan dari kakek jubah kuning itu masih dapat kedengaran dengan jelas. Ketika ia berpaling kembali, tampak olehnya 0h Tin san sedang berjalan ke luar dari pintu pagoda dan membungkukkan badannya memberi hormat seraya berkata: "Boanpwe Oh Tin san menghantar kebe-rangkatan locianpwe. . ." Lan See giok segera memandang sekejap sekeliling tempat itu, namun dengan cepat hatinya merasa terperanjat, sebab selain jembatan kecil tersebut tiada jalan lain yang menghubungkan pagoda air itu dengan da-

138

ratan, namun kenyataannya kakek ber-jubah kuning tersebut telah hilang lenyap dengan begitu saja dalam waktu singkat. Tampak Oh Tin san membungkukkan badannya beberapa saat. . kemudian baru menegakkan kembali tubuhnya. Lan See giok takut jejaknya ketahuan, de-ngan cepat dia menyelinap ke balik tempat kegelapan untuk menyembunyikan diri, ke-mudian dengan menelusuri jembatan batu dia balik kembali ke rumah kediaman Oh Li cu. Dengan sekuat tenaga pemuda ini ber-usa-ha mengendalikan gejolak perasaannya, ke-mudian dengan langkah sesantai mungkin maju ke depan, kini dia mulai merasa agak curiga, mengapa tidak nampak jejak pen-jaga di sekeliling tempat itu. Baru tiba di pintu gedung, kebetulan Oh Li cu sedang lari ke luar dengan wajah gugup dan terburu napsu. Lan See giok sangat terkejut, cepat dia menyingkir ke samping memberi jalan lewat buat Oh Li cu hampir saja mereka berdua saling bertumbukan. Dengan cepat Oh Li cu menghentikan gerakan tubuhnya, kemudian dengan pe-rasaan gelisah tanyanya: "Adik Giok. kau tidak boleh meninggalkan tempat ini secara sembarangan, ber-bahaya sekali bagimu!" Lan See giok tertawa hambar: "Aaah, aku tidak pergi terlalu jauh, hanya jalan-jalan mencari angin saja di sekitar sini!" Oh Li cu tidak berniat menanyakan ke mana pemuda itu telah pergi, dengan penuh perhatian kembali katanya. "Kau telah semalam suntuk tidak tidur, sekarang pasti lelah sekali, sekarang pergilah tidur dulu, besok kau mesti belajar ilmu berenang-- !" Sambil berkata dia lantas menarik tangan pemuda itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Lan See giok sama sekali tidak menampik, dia membiarkan dirinya ditarik Oh Li cu ma-suk ke dalam, sementara bau harum semer-bak yang aneh menerpa tiada hentinya di se-kitar tubuh pemuda itu. Mengendus bau harum mana, tanpa terasa Lan Se giok berkerut kening, ia mendongak kan kepalanya kembali, ternyata Oh Li cu telah berdandan kembali dengan rapi, sedang bau harum itu tak lain berasal dari bau tubuhnya. Setelah masuk ke dalam kamar, suasana di sana terasa gelap, sedang Oh Li-cu pun segera menutup kembali pintu kamar tersebut rapat-rapat. Lan See--giok sungguh tidak habis mengerti dengan keadaan ini, di pandangnya gadis itu penuh tanda tanya.

139

Oh Li-cu tertawa genit, sambil menghampiri anak muda tersebut, katanya kemudian dengan lembut: "Kamar tidur ini langsung berhubungan dengan kamar tidur cici, maka sengaja kukunci pintu kamar ini." Biarpun dari ayahnya Lan See-giok pernah mendapat pendidikan yang mengatakan bahwa muda mudi kaum persilatan tak perlu kelewat memperhatikan adat istadat, namun ia merasa tidak seharusnya adat istiadat dilanggar seperti ini, tanpa terasa timbul suatu kesan muak dalam hati kecilnya, dia merasa sebagai gadis yang baik, tidak sepantasnya kalau sikap Oh Li-cu kelewat jalang. Belum sempat melihat jelas keadaan di luar ruangan, ia telah diajak memasuki sebuah pintu kecil berbentuk bulat. Suasana di ruang dalam lebih redup lagi, disitupun dipenuhi oleh bau harum yang hampir sama dengan bau harum yang keluar dari tubuh Oh Licu. Cuma saja perabot yang dipersiapkan disini amat mewah dan indah, pembaringan gading dengan kelambu serta seprei yang putih bersih, di samping pembaringan terdapat sebuah meja kecil dengan sebuah lentera kecil berwarna merah. Pokoknya seluruh perabot dalam kamar itu terasa serasi dan penuh dengan suasana syahdu. Menyaksikan keadaan ruangan tersebut, tiba-tiba saja Lan See-giok merasakan timbulnya suatu perasaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata... "Adik Giok" tiba-tiba Oh Li-cu berkata sambil tertawa, "puaskah kau dengan suasana dalam kamar ini?" "Ehmmm, bagus sekali." Lan See-giok manggut-manggut dengan kening berkerut. Sambil menuding ke arah sebuah pintu bulat kecil di bagian dalam sana, kembali gadis itu berkata lembut. "Di balik pintu sana adalah kamar tidur cici, apakah kau ingin masuk untuk me-1ihatnya?" Tanpa ragu Lan See giok segera mengge-lengkan kepalanya berulang kali: "Tidak usah, hari ini sudah terlalu malam biar besok saja---" Jawaban tersebut segera menimbulkan setitik kekecewaan yang segera menghiasi wajah Oh Li cu, namun dengan cepat dia te-lah memutar biji matanya dan berkata lagi sambil tertawa riang: "Adikku, kalau begitu cepatlah tidur, kita berjumpa lagi besok pagi. . ." Kemudian setelah mengerling sekejap ke arah Lan See giok dengan penuh pancaran cinta, dia masuk ke dalam kamar sendiri.

140

Sepeninggal Oh Li cu, Lan See giok me-rasakan hatinya seperti dicekam beban yang sangat berat, entah mengapa semenjak ia tahu kalau Oh Li cu adalah putri Oh Tin san, kesan baik yang semula timbul dalam hati-nya segera berubah menjadi perasaan muak dan benci. Setelah melepaskan pakaian luarnya dia, menjatuhkan diri berbaring di atas ranjang, memandang langit-langit ruangan pikirannya kembali terombang ambing tidak menentu, kacaunya bukan buatan, dia tak tahu apa yang mesti dilakukannya sekarang. Terutama sekali bayangan tubuh Oh Li- cu yang terus menerus muncul di dalam benaknya, kesemuanya itu sungguh mem-buat dia semakin tak dapat tidur. Mendadak terdengar suara gemerisik dari kamar sebelah, agaknya Oh Li cu sedang melepaskan busananya. Menyusul kemudian, terendus bau harum yang amat menggairahkan napsu memenuhi seluruh ruangan. Menjumpai kesemuanya ini, pikiran dan perasaan Lan See giok semakin tak dapat tenang lagi. Namun akibatnya diapun semakin ter-ba-yang kembali kehidupannya yang tenang se-lama tiga hari di rumah bibinya tempo hari... Bibi Wan adalah seorang perempuan cantik yang anggun dan penuh kasih sayang, se-pintas lalu dia seperti baru berusia dua pu-luh tujuh delapan tahunan, namun ia telah mempunyai seorang putri yang telah me-nginjak usia enam belas tahun . . . Cui Siau cian namanya. Teringat akan Cui Siau cian, terbayang kembali wajah seorang gadis yang halus, lembut, penuh sopan santun dan daya tarik... Wajahnya yang cantik, alisnya yang lembut dengan mata yang jeli, hidung yang mancung dengan dua belah bibir yang kecil mungil, semuanya itu menciptakan suatu perpaduan yang menawan hati. Tanpa terasa pikiran dan perasaan Lan See giok terbuai kembali dalam lamunan, dia se-olah-olah merasakan dirinya terbawa kembali dalam sebuah rumah berpagar bambu yang terpencil letaknya . .. Rumah itu hanya rumah bambu yang se-derhana dengan tiga ruangan serta sebuah dapur kecil, ditengah halaman penuh tum-buh aneka bunga yang berwarna warni, se-dang pagar rumah terdiri dari susunan bambu yang diatur secara artistik sungguh menawan hati. Dari ke tiga ruang bambu itu, sebuah adalah kamar tidur enci Cian, sebuah adalah kamar tidur bibi Wan, sedang tengah adalah ruang tamu. Semua perabotannya sederhana tapi bersih dan teratur sehingga mudah menimbulkan suasana nyaman bagi siapapun yang meli-hatnya.

141

Tiga malam dia menginap di sana, tidur di kamar enci Cian nya, sedang enci Cian tidur sekamar dengan bibi Wan. Kamar enci Cian amat bersih dan teratur boleh dibilang tak setitik debupun yang me-nempel di situ, sepreinya selalu menimbul-kan bau harum yang aneh, bau harum yang jelas bukan berasal dari bau bedak. Sebab bau itu sangat lembut, bau yang khas dari tubuh enci Cian, seindah dan se-cantik wajahnya yang syahdu. Cui Siau cian jarang sekali bergurau de-ngannya, namun amat memperhatikan diri-nya, setiap malam dia pasti akan pergi me-meriksa selimutnya, apakah sudah dipakai secara baik atau tidak. Setiap kali dia memandang wajah, enci Ciannya yang cantik, dalam hati kecilnya se-lalu timbul suatu perasaan gembira dan nyaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Seringkali dia melamunkan gadis itu, membayangkan potongan badannya yang ramping, langkahnya yang ringan dan gerak gerik yang lembut . . . Setiap kali dia sedang mengawasi wajah enci Cian, tak pernah bibi Wan mengusiknya, dia seperti selalu memberi kesempatan ke-padanya untuk menikmati sampai puas. Setiap malam Cui Siau cian datang me-meriksa selimutnya, diapun selalu merasa kan suatu keinginan yang aneh serta suatu gejolak perasaan yang sukar dikendalikan, dia sangat ingin bisa memegang tangan enci Ciannya yang lembut dan halus serta me-re-masnya. Tapi setiap kali ia tak berani berbuat demikian karena kelembutan dan keang-gunan enci Cian menimbulkan suatu kewi-bawaan yang membuat orang lain tak berani mengusiknya secara kasar. Wajah Cui Siau cian selalu dihiasi dengan senyuman yang manis, belum pernah gadis itu menunjukkan sikap dingin atau ketus kepadanya. Kadangkala, ketika Ciu Siau ciban lewat di-hadjapannya, ia takg tahan ingin meb-manggil-nya, namun Cui Siau cian selalu membalas panggilannya dengan senyuman yang manis, kerdipan mata yang indah dan gerak gerik yang mempesona.. Kini, perasaan Lan See giok sudah terbuai, terbawa ke sisi tubuh enci Cian nya, dia se-olah-olah merasa lupa dimanakah ia berada sekarang. . . Sementara dia masih melamun, mendadak terdengar suara rintihan lirih berkumandang datang dari balik kelambu. Lan See giok segera tersadar kembali dari lamunannya dan kembali ke hadapan ke-nyataan. la merasa mendongkol sekali dengan suara rintihan dari Oh Li cu tadi, tanpa terasa di-tatapnya pintu kamar nona itu dengan penuh kegemasan.

142

Dengan terbayangnya kembali diri Cui Siau cian, tanpa terasa dia pun memperbandingkan gerak gerik maupun cara berbicara kedua orang gadis tersebut. Tapi dengan cepat dia telah menemukan perbedaan yang besar dan menyolok diantara kedua orang itu. Sekarang dia baru mengetahui bahwa Oh Li-cu adalah seorang gadis jalang yang genit dan pandai merayu kaum lelaki untuk terjatuh ke dalam pelukannya. Dia memiliki tubuh yang bahenol, memiliki payudara yang besar dan bundar, senyuman yang merangsang, kerlingan mata yang memikat dan tubuh yang montok serta matang... Mendadak... Napsu birahinya terasa bergelora di dalam tubuhnya, jantung terasa berdebar keras, suatu aliran hawa panas yang aneh muncul dari perut bagian bawahnya dan menyebar ke seluruh badan dengan cepat... Sekali lagi dia mendengar suara rintihan lirih berkumandang dari balik kamar Oh Li-cu. Perasaan Lan See-giok semakin tak karuan lagi, suatu keinginan yang aneh tiba-tiba saja menyelimuti perasaannya. Dengan perasaan terkejut dia melompat bangun, belum pernah dia rasakan gejolak perasaan yang demikian aneh seperti apa yang dialaminya hari ini. Dia merasa sepasang pipinya panas sekali, napasnya memburu dan hatinya berdebar semakin keras... Ia mencoba untuk menbgawasi keadaan jdi sekeliling tgempat itu, selabin cahaya lentera yang redup, semua benda dalam ruangan hanya terlihat secara lamat-lamat, semuanya itu menambah merangsangnya napsu di dalam tubuhnya. Akhirnya sepasang mata Lan See-giok berhenti di suatu tempat, mencorong sinar tajam dari balik matanya, karena dia menyaksikan sebuah benda berbentuk burung bangau kecil terbuat dari emas diletakkan di bawah lentera kecil tersebut. Selapis asap putih yang lembut dan sukar diketahui, menyembur keluar tiada hentinya dari ujung mulut burung bangau emas tersebut... Ia mencoba untuk mengendus beberapa kali, dengan cepat disadari bahwa bau harum aneh yang selama ini memenuhi ruangan tersebut tak lain berasal dari benda tersebut. Dan justru bau asap dupa yang harum inilah yang membuat hatinya gelisah, pikirannya kalut dan tak tenang...

143

Memandang burung bangau kecil tersebut mendadak tergerak hati Lan See-giok, dia seperti menyadari akan sesuatu, segera teringat olehnya akan semua pembicaraan antara Say Nyoo-hui dengan Oh Li-cu. Teringat akan kesemuanya itu, tanpa terasa lagi si anak muda tertawa dingin tiada hentinya. Rasa gusar yang kemudian muncul dan menguasai seluruh perasaannya membuat gejolak perasaan aneh yang semula sudah menguasai dirinya itu seketika menjadi tenang dan mereda kembali. Cepat-cepat dia menjatuhkan diri bersila dan mengatur napas, tak selang berapa saat kemudian pemuda itu sudah berada dalam keadaan lupa diri. Tak selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba pemuda itu mendengar suara gemerisik lirih bergema dari depan pembaringannya. Lan See-giok segera terjaga kembali dari semedinya setelah mendengar suara tersebut, namun apa yang kemudian terlihat hampir saja membuatnya menjerit keras saking kagetnya. Oh Li-cu dengan pakaian sutera tipis berwarna merah telah berdiri di depan pembaringannya, begitu tipis kain sutera tersebut sehingga bukan cuma sepasang payudaranya yang montok, besar, padat darn berisi itu kezlihatan jelas, wbahkan pinggangrnya yang kecil, pinggulnya yang montok, kulit badannya yang putih serta bagian terahasia dari seorang gadis terlihat semua dengan nyata, pada hakekatnya gadis itu seperti lagi bugil saja di hadapannya. Waktu itu, Oh Li-cu sedang mengawasi wajah Lan See-giok dengan pandangan terkejut dan kening berkerut, mukanya penuh diliputi perasaan bingung dan tidak habis mengerti. Tampaknya gadis itu benar-benar sudah dibuat tertegun saking kagetnya atas ketenangan serta daya kemampuan pemuda tersebut untuk mengendalikan diri. Ia masih ingat dengan perkataan ibunya, setiap lelaki di dunia ini pasti akan men-jadi gila setelah mengendus bau harumnya dupa lebah bermain di kuncup bunga tersebut, bahkan akan menerkam setiap perempuan yang dijumpainya seperti seekor harimau kelaparan. Sekembalinya ke dalam kamarnya tadi, Oh Li cu benar-benar merasa tak sabar untuk menunggu lebih lama, yang lebih membuatnya keheranan adalah apa sebabnya Lan See giok tidak menerkam tubuhnya yang bugil itu seperti harimau kelaparan. Jangan-jangan dia masih berusia muda sehingga belum mengerti untuk merasakan sorga dunia tersebut? Tapi ingatan lain segera melintas di dalam benaknya, dia curiga benda yang diberikan ibunya Say nyoo-hui kepadanya itu bukan barang asli,

144

kalau tidak, seorang hwesio tua berusia seratus tahun yang mengendus bau dupa tersebut pun akan terangsang napsu birahinya, Lan See giok yang masih muda belia sama sekali tidak terpengaruh? Tak mungkin daya tahannya melebihi se-orang hwesio tua? Sementara berpikir, dia sudah tiba di de-pan pembaringan, ketika dilihatnya Lan See giok sedang mengawasinya dengan mata ter-belalak, dia tertawa jalang, lalu tegur-nya: "Adik Giok, mengapa kau belum tidur?" Sementara itu Lan See giok sudah berhasil mengendalikan perasaannya, dia sudah sa-dar kalau Oh Li cu memang sengaja menga-tur kesemuanya itu untuk menjebaknya, agar dia terangsang oleh napsu birahi sehingga melakukan perbuatan yang amoral. Bisa dibayangkan betapa gusar dan men-dongkolnya anak muda tersebut diperlaku-kan demikian, tapi dia tak berani mengumbar amarahnya, dia tahu keadaan seperti ini ha-rus dihadapi secara luwes dan halus, sebab dia sudah terjerumus ke mulut harimau. Pelan-pelan dia memejamkan matanya dengan cepat dalam hatinya mengambil suatu keputusan, yang penting dia harus bersikap wajar sehingga tidak sampai me-nimbulkan amarah Oh Li cu karena malunya: Maka sambil tersenyum ujarnya kemudian: "Aku sudah tertidur sedari tadi . ." Sewaktu berbicara, sikapnya amat biasa dan seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apapun, kendatipun dia berusaha keras untuk meredakan detak jantungnya yang berdenyut keras. Terutama sekali terhadap tubuh bugil yang begitu merangsang dibalik kain sutera yang terpampang di depan matanya. Tertegun juga Oh Li-cu sesudah menyaksikan kemampuan Lan See-giok untuk mengendalikan perasaan, napsu birahi yang semula telah menguasai benaknya kini hilang lenyap tak berbekas, sambil duduk termenung di sisi pembaringan sambil mengawasi wajah Lan See-giok, sampai lama sekali dia taak mengucapkan sepatah katapun... Lan See-giok juga membungkam dalam seribu bahasa, karena dia mesti mengendalikan kobaran api birahinya, apalagi Oh Li-cu yang duduk disisinya selalu menghembuskan bau harum semerbak yang aneh dan mengilik-ilik hatinya. Yang terutama adalah sepasang payudaranya yang begitu montok, begitu besar dan putih di balik kain suteranya, yang tampak bergetar merangsang, lelaki mana yang tidak tergiur menyaksikan adegan seperti ini..?

145

Merah padam selembar wajah Lan See-giok, ia merasa darah yang mengalir di dalam tubuhnya bergolak kencang, perasaan anebh yang dirasakajn tadi kini mungcul kembali serbta menyebar ke seluruh badan, dia tak tahu bagaimana mesti menghadapi situasi demikian. Mencorong sinar terang dari balik mata Oh Li-cu setelah menyaksikan keadaan ini, ia segera tertawa genit, sementara tubuhnya bergeser semakin mendekati tubuh pemuda itu. Dengan selembar bibirnya yang merah membara seperti api dan nyaris menempel di atas bibir Lan See-giok, dia berbisik lembut: "Adikku, bagaimanakah perasaanmu sekarang?" Hampir meledak denyutan jantung Lan See-giok, untung saja kesadaran otaknya masih tetap ada, dia mengerti apa yang dibutuhkan olehnya sekarang. Suatu kobaran api napsu birahi kembali mengembang dalam tubuhnya, ia merasa begitu berharap dapat memeluk tubuh Oh Li-cu serta mencomot payudaranya, tapi diapun ingin menghajar perempuan jalang ini hingga mampus. Namun dia tidak berbuat apa-apa, kesadarannya belum lagi runtuh seluruhnya, ia masih sadar bahwa dirinya berada di depan mulut harimau, dia harus berusaha menahan segala siksaan dan penderitaan agar bisa membalaskan dendam bagi kematian ayahnya. Terbayang kembali kematian yang menimpa ayahnya, kobaran api birahi dalam dada Lan See-giok seketika menjadi padam bagaikan tercebur ke gudang salju, sekujur tubuhnya gemetar keras sementara sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati.. "Sekarang aku merasa baik sekali." jawabnya dengan suara hambar. Oh Li-cu tertegun dan kaget setengah mati, tapi dia dapat mengendalikan diri dengan cepat, sedikit malu bercampur marah tanyanya: "Dahulu, pernahkah kau mengalami suatu peristiwa?" "Peristiwa? Peristiwa apa?" tanya Lan See-giok tidak habis mengerti. "Misalkan saja pil dewa, obat mustajab atau teratai salju, rumput lengci..." "Ooh itu yang kau maksudkan." kata Lan See-giok seperti menjadi paham kembali, ia tertawa geli. "Yaa, empek tua pernah memberi pil penguat badan, pelenyap racun dan penambah tenaga untukku, menurut si empek tua tersebut, dengan menelan sebutir pil itu berarti tenaga dalamku bertambah sebesar puluhan tahubn hasil latihanj." Kata "pelengyap racun" yangb diucapkan lebih nyaring itu kontan mengecewakan Oh Li-cu, ia menjadi masgul sekali: "Waaah... makanya kau bisa memiliki daya tahan yang begitu ampuh..."

146

Belum habis dia berkata, sekujur tubuhnya telah gemetar keras, wajahnya menjadi pucat pias dan tiba-tiba ia teringat kalau ayahnya belum pernah memiliki obat semacam ini. "Apakah pil yang kau makan adalah pil hitam sebesar kelereng baunya amis dan memuakkan?" buru-buru dia bertanya. Berkerut kening Lan See-giok menyaksikan kepanikan orang, ia manggutmanggut. "Betul, menurut empek tua, saban bulan mesti menelan sebutir, kalau tidak aku bisa muntah darah dan mati." Terbelalak lebar sepasang mata Oh Li cu karena kaget, mulutnya melongo lebar dan diawasinya Lan See giok tanpa berkedip, lama, lama kemudian ia baru berguman: "Ke . . kenapa begitu? . ke . . kenapa harus begitu . . ?" Sembari berkata dia mengawasi alis mata Lan See giok tanpa berkedip, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan deras. Lan See giok semakin tak habis mengerti, tanyanya kemudian: "Enci Cu, adakah sesuatu yang kurang beres?" Bukan mereda keadaannya, Oh Li cu malah menangis semakin keras lagi, sambil lari masuk ke dalam kamarnya dia menangis dan menjerit-jerit. "Aku tidak mau begitu, aku tidak mau be-gitu..." Menyusul kemudian dengan suara penuh amarah dia berteriak: "Siau ci! Siau lan! cepat bantu aku me-ngenakan pakaian..." Berikutnya kedengaran suara orang yang berlarian mendekat dari luar ruangan dengan langkah gugup dan terburu buru. Lan See giok hanya bisa duduk sambil melongo, pandangannya yang kosong me-ngawasi kamar Oh Li cu tanpa berkedip, ia benar-benar dibuat bodoh, pada hakekatnya dia tidak habis mengerti apa gerangan yang sesungguhnya telah terjadi. Hanya satu kesirmpulan yang berzhasil diraihnyaw, yakni baik Ohr Li cu maupun Oh Tin san tempo hari, buru-buru mengawasi alis matanya setelah mendengar dia menelan pil berwarna hitam yang bau tersebut. Selang beberapa saat kemudian, hatinya bergetar keras, dengan perasaan terkejut dia berpikir: "Jangan-jangan pil hitam yang baunya amis itu adalah obat beracun atau sebangsa nya?" Sekuat tenaga dia mengendalikan hatinya yang gugup dan kalut, secara pelan-pelan semua kejadian yang pernah dialaminya ber-sama Oh Tin san dianalisa kembali. . . Tak lama kemudian ia pun menjadi faham, sudah pasti pil hitam itu adalah sejenis obat beracun yang lambat daya kerjanya.

147

Jelas Oh Tin san bermaksud untuk me-ngendalikannya dengan obat beracun, agar dia tak berani menghianatinya, selama hidup menjadi budak Oh Tin san menuruti perin-tahnya, bahkan bisa jadi dia akan mempergunakan keselamatan jiwanya untuk me-maksa dia memberitahukan tempat tinggal bibi Wan nya. Boleh jadi dia enggan menyebutkan alamat dari bibi Wan nya, namun akibat dari per-buatannya itu, dalam satu bulan kemudian ia tentu mati akibat keracunan, kecuali Oh Tin san, waktu itu pasti tiada orang ke dua yang mengetahui jejak kotak kecil tersebut lagi. Betul masih ada orang ke tiga yang me-ngetahui tentang jejak kotak kecil itu yakni si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi, namun orang tersebut akhirnya tewas di sergap oleh Oh Tin san. Ada satu hal yang belum dipahami juga oleh Lan See giok, yaitu bila pil hitam yang ditelan adalah obat beracun, apa sebabnya tenaga dalam yang diperoleh malah men-da-pat kemajuan yang sangat pesat? Mendadak satu ingatan melintas lewat, ia teringat kembali tatkala baru sadar dari se-medinya dulu, bukan bau amis yang di endus melainkan bau harum semerbak yang meng-gairahkan tubuhnya. Hal ini kembali menimbulkan rasa heran di dalam hatinya. Berdasarkan sikap Oh Tin san yang segera memeriksa alis matanya begitu memandang terkejut ke arahnya setelah mengetahui ke-majuan pesat yang diperolehnya di bidang tenaga dalam, tak bisa disangkal lagi pil berwarna hitam itu adalah sejenis obat racun yang mempunyai sifat lamban daya kerjanya. Tapi siapa pula yang telah menyelamat-kan jiwanya...? Pada saat itulah..... Tiba-tiba berkumandang suara tambur yang dibunyikan bertalu-talu dari tempat kejauhan sana. Diam-diam Lan See giok merasa terkejut ia segera teringat kembali akan perintah Oh Tin san untuk mempersiapkan segenap perahu perang yang ada untuk berkumpul. Buru-buru dia mengenakan sepatu dan membuka pintu kamarnya, ternyata hari su-dah terang tanah. Dua orang pelayan telah siap menanti di luar pintu, tatkala melihat Lan See giok membuka pintu, serentak mereka memper-siapkan air untuk cuci muka. Di dalam keadaan cemas, gelisah dan gusar tentu saja Lan See giok tidak berniat lagi untuk cuci muka, dia harus mencari Oh Tin san secepatnya dan mencegah mereka membantai orang-orang di dusun nelayan----

148

Tergesa-gesa dia membuka pintu dan lari ke luar dari halaman tersebut. Baru tiba di depan pintu, dia bertemu Oh Li cu yang sedang berlari masuk ke dalam halaman dengan mata merah dan bibir ter-tutup rapat, Berjumpa dengan Lan See giok, Oh Li cu segera menegur: "Mau ke mana kau?"" Biarpun Lan See giok sedang diliputi hawa amarah, namun dia tetap menjawab dengan suara dalam: "Aku hendak mencari ayahmu." "jangan, jangan pergi" seru Oh Li cu sambil menarik tangannya, "Ayah dan Be Congkoan bertiga sedang merundingkan masalah penting . . ." Lan See giok tidak dapat menahban kobaran amarjahnya lagi, diag segera berteribak keras. "Aku justru hendak mencari mereka ber-empat" Sekuat tenaga dia mengebaskan tangan Oh Li cu, kemudian melanjutkan perjalanan-nya dengan langkah lebar. Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Oh Li cu sudah menghadang kembali di depan Lan See giok sambil serunya dengan gugup. "Percuma kau kesana, segenap anggota benteng dan kapal perang, telah berkumpul dan bersiap sedia, kau harus mengerti ayahku berbuat demikian adalah demi ke-baikan dirimu-.." "Demi kebaikanku? Kebaikan apa?" Lan See giok tertegun dan mengawasi Oh Li cu dengan pandangan tak habis mengerti. Menyaksikan sikap anak muda tersebut, Oh Li cu tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa cekikikan. "Anak bodoh, ayah sengaja mengumpulkan semua anggota benteng dan kapal perang karena dia ingin menyelenggarakan suatu upacara perkenalan bagi Sau pocu nya kepada semua anggota." Lan See giok semakin berdiri bodoh lagi setelah mendengar perkataan itu. Oh Li cu tertawa cekikikan, katanya lagi sambil menarik tangan Lan See giok. "Ayo jalan, cepat kembali, cici masih ingin berbicara denganmu---" Seraya berkata dia menarik Lan See giok secara paksa menuju ke kamarnya. Lan See giok berjalan mengikuti di bela-kang Oh Li cu, ia tak habis mengerti apa se-babnya Oh Tin san menyelenggarakan perte-muan seperti itu, rencana busuk apa pula yang sedang disusun olehnya-- ? Oh Li cu membawa Lan See-giok menuju ke ruang kamarnya, kemudian memerintah-kan pemuda itu duduk dan bertanya dengan serius: "Adik Giok, bagaimana perasaanmu sekarang?"

149

Lan See giok tertegun, ia tidak mengerti apa maksud pertanyaan tersebut, terpaksa katanya sambil mengangguk : "Aku merasa baik sekali!" Obh Li cu mengertji kalau anak mugda ter-se-but tbidak memahami maksudnya, maka ta-nyanya lebih jelas: "Maksudku dikala sedang mengatur perna-pasan, apakah kau merasakan aliran tenaga dalammu tersumbat, dan tidak dapat menu-ruti kehendak hati?" Lan See giok baru paham setelah mende-ngar kata-kata ini, dengan cepat dia mengge-lengkan kepalanya berulang kali "Aku tidak merasakan gejala demikian, aku hanya merasa tenaga dalamku seperti mem-peroleh kemajuan yang sangat pesat setelah menelan pil hitam pemberian empek tua!" Mendengar perkataan mana. Oh Li cu mendengus gusar mulutnya sampai cemberut saking mendongkolnya, dia menganggap Lan See giok tidak cukup jujur terhadap dirinya. Melihat hal ini Lan See giok tertawa ham-bar, ia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi suara tambur yang memekakkan telinga te-lah berkumandang lagi, bahkan suaranya kali ini kedengaran lebih berat dan santar. Berubah paras muka Oh Li cu, sambil ber-seru tertahan dia bangkit berdiri, lalu ka-tanya cepat: "Tambur kedua telah dibunyikan, itu ber-arti semua kapal perang telah berkumpul di depan pintu benteng." Sambil berkata, cepat-cepat dia menge-luarkan sebuah botol kecil dari dalam saku-nya dan diserahkan kepada Lan See giok seraya ujarnya lagi: "Di dalam botol ini berisikan tiga butir pil Cing hiat ciat tok wan (pil pencuci darah pe-lenyap racun), bila kau rasakan aliran tenaga dalammu seperti tersumbat, cepatlah telan sebutir". Kemudian tergesa-gesa dia lari masuk ke dalam kamar sendiri. Memandang bayangan si nona yang men-jauh, tanpa terasa Lan See giok tertawa di-ngin, pikirnya. "Bapaknya licik, putrinya cabul, tak nanti aku Lan See giok akan terjebak oleh siasat kalian." Sambil tertawa dingin ia lantas membuka penutup botol itu dan memeriksa isinya. Dalam waktu singkat bau harum semerbak memancar ke mana-mana, seketika itu juga semangatnya terasa bangkit kembali.

150

Lan See giok mernjadi tertegun,z karena obat tewrsebut sama sekrali berbeda dengan pil hi-tam yang diberikan Oh Tin san ke-padanya tempo hari. TANPA terasa ia mengerling sekejap ke kamar nona itu sementara botol tadi di ma-sukkan kembali ke dalam sakunya, kini dia benar-benar tak habis mengerti, dia tak tahu mengapa Oh Li cu memberi obat pe-nawar racun kepadanya. Kenyataan ini tentu saja disambut gembira olehnya, perasaan simpatik yang semula memang tumbuh dalam hatinya terhadap Oh Li cu, kini mulai tumbuh kembali. Tak selang berapa saat kemudian, tampak Oh Li cu berjalan ke luar dari kamarnya de-ngan langkah tergesa gesa, di punggungnya bertambah dengan sebilah pedang, di ta-ngannya menggenggam senjata gurdi emas Cing kim kong luan cui milik Lan See giok. Tergerak hati Lan See giok setelah menyak-sikan kejadian itu, buru-buru dia bangkit berdiri, lalu memandang gurdi emas di ta-ngan Oh Li cu itu dengan termangu, dia tak habis mengerti apa sebab nya gadis itu menggembol senjata. Dengan cepat Oh Li cu sudah berjalan mendekat, katanya dengan wajah serius: 'Kau harus membawa serta senjata an-dalanmu ini, karena seusai upacara perke-nalan nanti, bisa jadi benda tersebut di per-lukan." "Mengapa?" tanya Lan See giok tidak mengerti. "Biasanya seusai upacara perkenalan, akan muncul orang-orang yang berwatak ingin menang sendiri untuk mencoba kepandaian dari anggota baru, mereka akan manfaat-kan kesempatan mana untuk memamerkan kepandaiannya di hadapan pocu dengan harapan bisa memperoleh pujian atau kedudukan yang jauh lebih baik." Lan See giok segera tertawa, memanfaat-kan peluang itu dia sambut senjata gurdi emasnya dan diselipkan di pinggang. Tampaknya Oh Li cu dipenuhi banyak pikiran, setelah memandang sekejap dan-danan Lan See giok yang mengenakan pakaian kedodoran, dia bertanya dengan kuatir: "Apakah kau perlu ikat pinggang untuk meringkaskan pakaianmu?" "Aaah tidak usah, masa benar-benar ada orang yang begitu berani hendak merebut kursi sau pocu ini dari tanganku?" Selesai berkata, dia berpura pura tertawa gembira. Melihat pemuda itu gembira, Oh Li cu turut gembira pula, katanya kemudian sambil ter-tawa: "Kalau begitu, mari kita segera berangkat!"

151

Sementara itu matahari sudah tinggi di angkasa, seluruh benteng Wi-limpoo dilapisi cahaya keemas emasan. Ketika Lan See giok dan Oh Li cu berjalan ke luar dari halaman, di tepi sungai telah parkir sebuah perahu naga yang agak nya dipersiapkan untuk menjemput Oh Tin san, Be congkoan dan lain lainnya. Perahu naga panjangnya empat kaki dan terdiri dari dua tingkat, seluruh tubuhnya berwarna kuning emas, bangunan perahunya pun sangat indah dan mempesona hati. Di ujung buritan perahu tampak beberapa orang lelaki berpakaian ringkas warna perak dengan tubuh yang tinggi tegap berdiri kekar di situ, wajah mereka rata-rata bengis, beralis tebal dan bermata besar, namun sikapnya munduk-munduk dan hormat. Ketika Oh Li cu berjalan mendekat, seren-tak semua lelaki kekar itu membungkuk kan badannya memberi hormat, tapi ketika men-dongakkan kepalanya kembali, mereka segera mengawasi Lan See giok dengan pandangan agak terkejut. "Adikku." kata Oh Li cu kemudian sambil tertawa angkuh. "inilah perahu naga emas milik ayah yang khusus untuk mengangkut ayah dan ibu saja." Lan See giok hanya tertawa hambar sambil manggut-manggut, melihat sikap sang pemu-da yang acuh tak acuh, Oh Li cu segera menambahkan lagi: "Kau adalah sau-pocu, tentu saja se-lanjut-nya kau boleh menumpang perahu ini juga, kau pun boleh memakai perahu ini untuk berpesiar ke mana-mana." Berkilat sepasang mata Lan See giok, se-ketika itu juga dia teringat untuk melarikan diri, tanpa terasa semangatnya berkobar kembali, katanya dengan gembira: "Sungguhkah itu? Aku benar-benbar boleh menumpjang perahu ini guntuk berpesiarb?" Melihat pemuda itu gembira, Oh Li cu turut tertawa cekikikan, sambungnya dengan ce-pat: "Aaah, masa enci bakal membohongi diri mu?" Belum habis tertawanya, dari balik pintu gedung berwarna merah telah bergema datang suara langkah kaki manusia. Ternyata mereka adalah si kakek bungkuk Be congkoan Thio-Wi-kang, Li Ci cun yang berjalan mengikuti di belakang Oh Tin san serta Say nyoo-hui. Kali ini Oh Tin san mengenakan pakaian perlente yang halus dan mahal harganya dengan mengenakan topi model hartawan. sepatunya indah, gayanya dibuat buat, persis seperti tampang seorang tuan tanah.

152

Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa pun telah ber-ganti pakaian baru, wajahnya yang telah keriputan dihiasi dengan bedak yang tebal, agaknya jauh lebih tebal daripada kemarin. Ketika Oh Tin san dan Ki-Ci-hoa me-nyak-sikan Lan See giok berdiri berdampingan dengan putri mereka, ke dua orang itu segera tertawa gembira. Buru-buru Lan See giok dan Oh Li cu maju ke depan sambil memberi hormat. Sambil tertawa gembira Oh Tin san segera berkata: "Anak Giok, hari ini empek tua akan mem-perkenalkan kau kepada segenap komandan dan saudara-saudara kita yang ada di dalam benteng, mulai hari ini kau sudah kami ang-kat menjadi sau pocu -benteng Wi-limpoo." Say-nyoo-hui tertawa pula sambil menarik tangan Lan See-giok, sengaja ujarnya: "Anak Giok, kenapa kau tidak cepat-cepat berterima kasih kepada empek Oh mu?" Demi keberhasilannya melarikan diri, demi berhasil mempelajari ilmu berenang dan demi keberhasilannya mem-balaskan dendam ayahnya, terpaksa Lan See giok harus mengesampingkan semua masalah, biarpun harus menganggap bajingan sebagai ayah dia mau tak mau harus menahan diri. Maka kepada Oh Tin san katanya lagi sambil menjura: "Terima kasih banyak empek tua!" Oh Tin san segera tertawa terbbahak bahak dengjan bangganya. gBe congkoan danb Thio-Wi-kang pun secara beruntun maju ke depan untuk menyapa Lan See giok dan Oh Li cu. Lain halnya dengan si kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun, sejak menyaksikan sikap mesra Oh Li cu terhadap Lan See giok, dia sudah menarik mukanya, menunjukkan si-kap tak senang hati, apalagi setelah dilihat nya gadis itu tak pernah memandang sekejap matapun ke arahnya, api amarahnya sema-kin berkobar. Namun ia terpaksa harus mengekang rasa gusarnya setelah menyaksikan Be congkoan dan Thio-Wi-kang telah maju menyapa, dia segera maju pula ke depan sambil memberi hormat. Begitulah, dengan Oh Tin san berjalan di depan, Say nyoo-hui dan Oh Li cu mengapit Lan See giok di tengah, Be congkoan sekalian bertiga menyusul di belakang, mereka ber-sama sama naik ke atas perahu naga emas.

153

Sepanjang perjalanan, Oh Li cu tak pernah meninggalkan Lan See giok barang selang-kahpun, begitu mesra dan hangatnya hubu-ngan mereka tak ubahnya seperti sepasang pengantin baru. Oh Tin san dan Say nyoo-hui yang me-nyaksikan adegan itu menjadi amat gembira senyuman lebar tidak hentinya menghiasi bibir mereka--Benteng Wi-lim-poo memang luas sekali, mereka berlayar hampir seperti minum teh lamanya sebelum mencapai sebuah jalur air yang cukup lebar di depan pintu benteng yang tinggi dan kokoh. Waktu itu pintu benteng sudah terbentang lebar, aneka lentera menghiasi seluruh ba-ngunan benteng, ketika terhembus angin bola-bola lentera itu bergoyang tiada henti-nya. Enam orang lelaki bercelana biru berbaju merah, berdiri berjalan di atas loteng, di ta-ngan masing-masing orang tampak mem-bawa terompet panjang yang dihiasi bendera warna warni. Begitu perahu naga berlayar memasuki lorong benteng, serentak ke enam lelaki itu meniup terompetnya keras-keras. Menyusul kemudian suara tambur dan genderang dibunyikan bertalu talu, meng-i-ringi gerakan sang perahu yang semakin ce-pat. oooOooo BAB 8 Dengan wrajah serius pelzan-pelan Oh Tinw san bangkit berrdiri, kemudian didampingi Say nyoo-hui mereka beranjak ke luar dari ruangan perahu. Oh Li cu segera menarik tangan Lan See giok dan menyusul di belakang ke dua orang tuanya. Biarpun Lan See giok tahu kalau semua yang dipersiapkan oleh Oh Tin san termasuk bagian dari rencana busuknya, tak urung hatinya merasa tegang juga setelah menyak-sikan kesemuanya itu terutama sekali suara tambur yang dibunyi-kan bertalu talu, mem-bikin hatinya semakin tak tenang. Berpaling ke belakang, keningnya segera berkerut kencang, dia menyaksikan si kupu-kupu di tengah ombak Li Ci cun yang berdiri di belakangnya sedang menyeringai seram sambil melotot ke arahnya penuh kebencian. Lan See giok sungguh tak habis mengerti, dia tak mengerti apa sebabnya Li Ci cun menunjuk sikap yang begitu tak bersahabat dengan dirinya. Mendadak satu ingatan melintas lewat, ia lantas teringat kembali dengan peringatan dari Oh Li cu, pikirnya: "Waah, jangan-jangan sehabis upacara perkenalan nanti, Li Ci cun akan me-nan-tangku untuk bertarung?"

154

"Aaah, mustahil." demikian pikirnya kemu-dian, "hal ini tak masuk di akal, siapa yang berani merebut kedudukan sau-pocu de-nganku---?" Sementara dia masih melamun, perahu te-lah berlabuh di sisi kanan pintu gerbang, menyusul kemudian beberapa orang itu tu-run dari perahu dan menelusuri undak un-dakan batu yang besar menuju ke bangunan loteng di atas benteng. Sekarang Lan See giok baru berkesem-patan untuk melihat jelas lagi, dinding ben-teng itu luasnya mencapai delapan depa, se-lain tebal dan panjang, nampaknya amat kokoh. Setibanya di atas loteng, beberapa orang itu langsung menuju ke atas mimbar di de-pan loteng, di depan mimbar tersedia se-buah meja panjang beralas kain merah, mungkin disitulah terletak mimbar kehormatan. Dalam pada itu suara tambur telah ber-henti, kecuali suara ombak yang memecah di kaki benteng, sama sekali tak ke-dengaran sedikit suarapun. Lan See giok mengikuti di belakang Oh Tin san langsung menuju ke atas mimbar ke-hormatan. Sesampainya di depan meja kehormatan dan melongok ke bawah, pemuda itu kontan merasakan matanya silau, ia betul-betul dibuat terkejut sampai tertegun untuk se-saat. Rupanya pada permukaan telaga di luar dinding benteng, terlihat kapal perang berla-buh berderet deret, tiang perahu yang men-julang angkasa dengan aneka bendera yang berwarna warni, cahaya go1ok dan tameng yang gemerlapan, menimbulkan suasana yang amat mengerikan hati. Biarpun begitu banyak perahu berderet- deret di sana, ternyata suasana begitu hening dan sepi sehingga boleh dibilang tak kede-ngaran sedikit suarapun. Lan See-giok coba mengamati dengan lebih seksama, ternyata perahuperahu perang itu lebarnya beberapa kaki, waktu itu sepanjang anjungan perahu berderet deret lelaki kekar bergolok yang menyandang busur dan tameng. Jumlah kapal perang itu mencapai ratusan buah, sedang lelaki-lelaki kekar itu mencapai dua ribu orang lebih, namun mereka semua berdiri dengan tenang, sedemikian tenangnya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun. Kapal perang itu terdiri dari empat pasu-kan dengan membentuk posisi empat persegi panjang, semuanya berlabuh di atas permu-kaan telaga di muka benteng dengan rapinya. Dengan cepat Lan See giok menjumpai kalau lambang dari setiap pasukan tersebut berbeda beda, pakaian seragam yang di ke-nakan masing-masing pasukan pun tidak sama satu dengan lainnya.

155

Pada pasukan yang berada di sebelah kiri, pada ujung perahunya terpancang sebuah panji bergambar kepala naga yang sedang mementangkan cakar, anggotanya bersera-gam warna hijau. Pasukan kedua mempunyai lambang hari-mau terbang, baju seragamnya kuning. Pasukan ke tiga berlambang seekor singa baju seragamnya abu-abu muda. Sedangkan pasukan ke empat berlambang macan kumbang hitam, semua anggotanya berseragam hitam. Di ujung tiang bendera masing masing-pasukan terpancang bendera dari masing-masing regu. Belum habis Lan See giok melihat, Oh Tin-san dan Say nyoo-hui telah berdiri berja-jar di depan panggung kehormatan tersebut. Menyusul kemudian dari arah belakang berkumandang suara terompet yang di bu-nyikan nyaring. Dua ribu orang lelaki kekar yang berada di sisi kapal perang, serentak mengangkat tom-bak masing-masing sambil bersorak sorai. Dengan wajah serius dan pancaran sinar sesat dari balik matanya, pelanpelan Oh Tin-san mengangkat tangan kanannya ke atas sambil memandang ke kiri dan kanan, bunyi terompet segera berhenti, sorak sorai turut berhenti, segenap lelaki kekar itu ber-sama sama menurunkan kembali tombak masing-masing. Diam-diam Lan See-giok merasa terkejut menyaksikan keadaan seperti ini, agaknya daya pengaruh dari Wi-lim-poo memang tak boleh dipandang enteng. Dengan suara nyaring pelan-pelan Oh Tin san berkata: "Saudara sekalian, hari ini aku sengaja mengumpulkan kalian semua di tempat ini karena aku ingin memperkenalkan se-orang warga baru dari benteng kita." Lalu sambil menuding Lan See-giok yang berdiri di sisinya, dia berkata lebih jauh: "Dia adalah keturunan satu satunya dari Kim lui gin tan (Gurdi emas peluru perak) Lan tayhiap yang sesungguhnya adalah sa-habat karibku, sejak hari ini dia Lan See-giok akan menjadi sau pocu kalian, dan dia pula yang akan menjadi satu satu-nya penerus kedudukanku ini." Begitu perkataan tersebut selesai diutara-kan, kembali suara tempik sorak yang gegap gempita berkumandang memecahkan ke-heningan. Bersama itu pula, tombak di angkat ke atas hingga berkilauan terpantul cahaya mentari, suasana betul-betul mengerikan.

156

Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See-giok merasakan darah panas di dalam dadanya bergolak keras. tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaannya, pelan-pelan dia melambaikan tangannya untuk menyambut tempik sorak dari kawanan jago di ratusan perahu perang tersebut. Detik itu juga dia merasa semangatnya berkobar kembali, timbul tekadnya untuk memanfaatkan kekuatan yang ada untuk membalaskan dendam bagi kematian ayah-nya, dia pun hendak menggunakan kekuatan tersebut untuk memunahkan perompak dan perampok yang seringkali mengganggu kaum nelayan. Sementara itu, Oh Tin san telah mengang-kat tangannya kembali, suasana segera menjadi hening kembali, suara tempik sorak yang gegap gempita tadi kini menjadi sirap sama sekali. "Sekarang, aku hendak memperkenalkan setiap pasukan kepada sau pocu kalian yang baru, nah harap masing-masing pasukan memberi hormat kepada sau pocu." Kemudian sambil berpaling ke arah pasu-kan kapal perang pertama yang berlambang naga dia berseru: "Pasukan naga sakti ...." Menyusul teriakan itu, segenap lelaki kekar yang berada di atas kapal perang Naga sakti bersama sama mengangkat tongkatnya sam-bil menengok ke arah loteng benteng. Lan See giok segera mengangkat tangan kanannya dan dilambai lambaikan ke arah pasukan tersebut Oh Tin san beralih memandang ke arah pasukan kedua, teriaknya pula: "Pasukan harimau terbang.." Kembali semua anggota pasukan harimau terbang mengangkat tombaknya sambil me-nengok ke arah benteng. Sekarang Lan See giok baru menemukan bahwa di dalam setiap pasukan, tentu ter-dapat sebuah kapal perang yang berada di paling depan, di ujung geladak berdiri se-orang manusia yang mengenakan pakaian berwarna sama namun berbeda bahannya. di belakang orang itu masih berdiri pula bebe-rapa orang lelaki kekar, mungkin itulah ko-mandan dari masingmasing pasukan. Menyusul kemudian Oh Tin san memper-kenalkan pasukan singa jantan dan pasukan macan kumbang hitam. Sementara itu Say nyoo-hui, Oh Li cu serta Be congkoan sekalian mendapat kesan kalau Lan See giok seakan akan telah berubah jauh lebih matang hanya dalam sekejap saja, seakan akan berubah menjadi seorang lelaki dewasa yang berpengalaman.

157

Tampak pemuda itu berdiri tegap dengan mata berkilat . . . dan senyuman menghiasi ujung bibirnya, dalam keadaan demikian, ia kelihatan begitu gagah dan perkasa. Menyaksikan ketampanan serta kegagah-an anak muda tersebut, tanpa terasa Oh Li cu tertawa serta merta dia menyikut tubuh ibunya Say nyoohui. Say nyoo-hui sendiri hanya termenung dengan wajah serius, tampaknya dia sedang dibebani oleh suatu pemikiran yang men-dalam atau bisa jadi dia telah mengetahui asal usul Lan See-giok yang sesungguhnya. Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun me-ngawasi kesemuanya ini dari belakang, ketika menyaksikan Lan See-giok mem-peroleh kedudukan begitu tinggi tanpa ber-susah payah, tanpa sadar rasa bencinya terhadap pemuda itu merasuk sampai ke tulang sum-sum. Seandainya tiada kehadiran Lan See giok, sudah pasti ia telah menjadi suami istri de-ngan Oh Li cu, apalagi Oh Tin san dan Say nyoo-hui sudah lama menyetujui hubungan mereka, ini berarti kedudukan sau pocu dari benteng Wi-lim-poo tentu akan menjadi mi-liknya. Tapi kini dari tengah jalan muncul se-orang Lan See giok. bukan saja Oh Li cu menjadi berubah hati, bahkan Oh Tin-san mengu-mumkan di depan umum bahwa dia telah mengangkat Lan See giok sebagai ahli waris kedudukannya sebagai seorang pocu. Kini dia bukan hanya membenci Lan See giok dan Oh Li-cu, bahkan terhadap Oh Tin-san pun menaruh perasaan benci yang luar biasa. Diliriknya sekejap ke empat manusia yang berada di panggung kehormatan itu dengan penuh kebencian, lalu sekulum senyuman yang menggidikkan hati menyungging di ujung bibirnya, pikirnya kemudian: "Bocah keparat she Lan, kau jangan kebu-ru sombong dulu. sebentar aku pasti akan membuatmu tergeletak di tanah dengan ber-mandikan darah kental." Sementara itu upacara perkenalan telah selesai, suasana di seluruh arena masih tetap diliputi keheningan yang luar biasa. Tiba-tiba Oh Tin san berpaling dan me-mandang sekejap ke arah Lan See giok ke-mudian dengan sikapnya yang angkuh dan penuh rasa bangga ia berkata: "Bocah bodoh, sampaikanlah beberapa pesan kepada segenap saudara kita yang hadir di sini." Sebetulnya Lan See giok tak ingin banyak urusan, namun terdorong oleh ambisi di dalam hatinya, dia merasa berkewajiban un-tuk menyampaikan beberapa patah kata.

158

Maka dia maju ke depan, menghimpun hawa murninya dan memandang sekejap ke seluruh arena, kemudian dengan kening berkernyit ujarnya dengan lantang. "Saudara sekalian, setelah kusaksikan senjata kalian yang bergemerlapan, barisan kalian yang rapat, kapal perang yang perkasa serta semangat kalian yang berkobar, aku merasa benar-benar bangga dan gembira bisa berkumpul dengan kalian semua." Setelah berhenti sejenak dan sekali lagi memandang sekejap wajah orangorang itu, dia berkata lebih jauh: "Wi-lim-poo bisa menjagoi telaga Huan yang oh, menggetarkan sungai besar dan tersohor di seantero jagad, semua keberhasilan ini sesungguhnya berkat kemampuan dari toa pocu serta semangat saudara sekalian yang perkasa dan berani mati, itu berarti semua kejayaan dari Wilim-poo sesungguhnya adalah milik saudara sekalian . . ." Belum habis perkataan itu diutarakan suara tempik sorak yang gegap gempita telah berkumandang memecahkan keheningan, tampaknya perkataan dari si anak muda tersebut telah membangkitkan rasa gembira dari masing-masing orang, sebab selama banyak tahun ini, belum pernah mereka mendengar suatu nasehat dan anjuran yang bersemangat seperti ini. Melihat reaksi spontan dari semua anggota benteng, Lan Se giok merasa ter-kejut, dia kuatir Oh Tin san iri sehingga usahanya akan menemui kegagalan total, maka cepat-cepat dia mengangkat tangannya untuk meredakan suasana. Setelah suasana menjadi tenangb kembali, Lan Sjee-giok berkatag lebih jauh. "bLo-pocu kita adalah seorang manusia yang cerdas dan seorang angkatan tua yang ber-kedudukan tinggi, beliau dihormati dan disanjung semua umat persilatan, bayangkan saja kemajuan yang berhasil dicapai Wi-lim-poo kita sekarang, tanpa pimpinan dari Lo pocu, kecerdasan otak hujin dan bantuan perencanaan dari Be to-enghiong sekalian bertiga, mana mungkin bisa mencapai ke-adaan demikian?. Maka kuanjurkan kepada saudara sekalian agar lebih ketat menjaga peraturan benteng kita dan membangun ber-sama kejayaan benteng kita..." Sekali lagi tempik sorak yang gegap gem-pita berkumandang memenuhi angkasa, bahkan sorak sorai yang terdengar kali ini jauh lebih nyaring ketimbang tadi. Tak terlukiskan rasa gembira Oh Tin san setelah mendengar pujian dari Lan See giok itu, wajahnya segera berseri-seri, dia merasa taruhan yang dilakukan kali ini pasti akan menghasilkan kemenangan di pihaknya.

159

Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang datang memberi selamat kepada Oh Tin san dan Lan See giok, sambil bersyukur karena pocu mereka berhasil mendapatkan ahli waris yang baik. Sebaliknya paras muka si kupu-kupu di balik ombak Li Ci cun berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, hatinya gugup dan panik. dia tidak menyangka kalau Lan See giok de-ngan usianya yang begitu muda ternyata sanggup menarik simpatik dari segenap ang-gota benteng dengan beberapa patah kata-nya. Sadarlah dia sekarang bahwa kemampuan yang dimilikinya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan kemampuan Lan See giok, ini berarti dia tak akan pernah bisa berebut kedudukan dengan pemuda ter-sebut. Berpikir demikian, diapun mengikuti di belakang Be congkoan den Thio-Wikang untuk menyampaikan selamat kepada Oh Tin san, tapi dia tidak berkata apa-apa kepada Lan See giok. Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa yang jauh lebih licik ketimbang Oh Tin san segera merasakan pula betapa cerdik dan berbakatnya Lan See giok, bukannya merasa gembira, dia justru merasa hatinya makin lama semakin berat. Namun ketika melihat kegembiraan yang dialami Oh Tin san, maka diapun ikut ter-tawa lebar. Oh Li cu yang merasa paling gebmbira, sambil bjersandar di sisgi tubuh ibunya,b sorot matanya yang berkilat tak pernah bergeser dari tubuh Lan See giok, dalam anggapannya, Lan See giok adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, seorang calon suami yang paling ideal baginya. Dalam gembiranya, Oh Tin san segera menitahkan kepada Be congkoan untuk menyiapkan pesta di ruang Kit oh ting tengah hari nanti, semua komandan kapal perang diundang untuk menghadiri pesta, sedang-kan segenap anggota lainnya dipersilahkan minum arak di tempat masingmasing sepuasnya. Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun yang sebenarnya telah menyiapkan rencana busuk dengan menyuruh ji-kui (setan kedua) dari Po - tiong - sam kui untuk menantang Lan See giok sehabis upacara perkenalan ini menjadi kecewa sekali, sebab dengan terjadinya peru-bahan tersebut berarti semua rencananya akan mengalami kegagalan total--Tapi harapannya segera timbul kembali setelah mendengar akan diselenggarakan-nya pesta tengah hari nanti, suatu rencana keji kembali telah melintas di dalam benaknya. Ketika Oh Tin san sekalian sudah kembali ke dalam rumah, Say nyoo-hui yang cukup memahami jalan pemikiran putrinya segera, berkata kepada mereka berdua. "Kalian berdua boleh kembali ke kamar, untuk beristirahat!"

160

Oh Li cu menyambut seruan itu dengan penuh kegirangan ia segera menarik tangan Lan See giok kembali ke kamarnya. Sudah sedari tadi dia mesti menahan diri untuk mengekang gejolak napsu birahinya, semenjak masih berada di panggung kehor-matan tadi dia sudah tak tahan ingin meme-luk Lan See giok, sebab dalam anggapannya, kini Lan See giok sudah menjadi suaminya. Lan See giok sendiri tetap bersikap wajar, seakan akan tidak memahami jalan pemikiran orang, senyum manis tetap meng-hiasi ujung bibirnya, padahal dalam hati kecilnya dia merasa muak dan bosan, sebab gerak gerik dari Say-nyoo-hui tadi telah menimbulkan perasaan was-was bagi dirinya. Dalam perjalanan masuk ke ruangan dalam, tiba-tiba ia menyaksikan Li Ci cun sedang berdiri di luar pagar rumarh sambil mengawzasi ke arahnya wdengan pandangarn penuh kegusaran dan menggigit bibir me-na-han rasa dendam. Melihat hal ini Len See-giok menjadi paham kembali apa sebabnya Li Ci cun begitu mem-bencinya, ternyata hal ini disebabkan hubungannya yang terlampau mesra dengan Oh Li cu. Belum habis jalan pikiran tersebut me-lin-tasi lewat, tiba-tiba pemuda itu merasa tubuhnya telah dipeluk erat-erat oleh Oh Li cu, menyusul kemudian terdengar gadis itu berseru dengan lembut: "Ooh adikku, cici pingin sekali melalap kau si bocah bodoh dan menelannya ke dalam perut." Kemudian dia menghantar bibirnya yang merah merekah itu ke depan dan mendarat-kan beberapa kali ciuman mesra ke wajah dan bibir Lan Seegiok. Lan See-giok benar-benar tidak menyangka Oh Li cu akan bersikap begitu tak tahu malu, tapi dia pun tak berani menolak ciuman tersebut terlalu kasar, apalagi bau harum yang begitu tebal sudah membikin kepalanya terasa pusing tujuh keliling. Mendadak . . . Mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, rupanya dia telah menyaksikan munculnya sesosok bayangan hitam dari be-lakang jendela sana. Maka cepat-cepat dia mendorong tubuh Oh Li cu sambil menuding ke arah jendela sebe-lah belakang . . Waktu itu Oh Li cu sedang dipengaruhi oleh kobaran napsu birahi, ia sedang terbuai dalam suasana yang begitu hangat dan syah-du ketika tubuhnya didorong secara tiba-tiba oleh pemuda tersebut.

161

Dengan cepat dia berpaling ke arah yang ditunjuk, apa yang terlihat olehnya membuat gadis ini naik pitam, sambil membentak keras, tangan kanannya segera di-ayunkan ke depan melepaskan sebilah pisau terbang. Serentetan cahaya tajam segera berkelebat lewat menembusi jendela. . . Bayangan manusia di luar jendela itu le-nyap tak berbekas, tapi kemudian terdengar seseorang membentak secara kasar: "Manusia rendah yang tak tahu malu, kau berani memaksa menciumi nona.. .? serahkan nyawa anjingmu." Paras muka Oh Li cu kontan berubah menjadi merah membara, hawa napsu mem-bunuhnya dengan cepat menyelimuti seluruh benaknya, sebuah pukulan dahsyat dengan cepat meluncur ke depan menghajar jendela belakang itu sehingga hancur lebur. Bayangan manusia kembali berkelebat le-wat, kali ini menerobos ke luar dari jendela luar. Lan See giok yakin kalau orang yang bersembunyi di belakang jendela tadi pasti adalah si kupu-kupu di balik ombak Li Ci cun, tapi oleh sebab dia kuatir Oh Li cu men-dapat celaka, buru-buru dia menutul permu-kaan tanah dan secepat kilat berkelebat ke depan menyusul di belakang gadis tersebut. Tiba di tempat kejadian, pemuda itu melongo, ternyata Oh Li cu dengan muka hi-jau membesi, alis mata berkernyit dan pedang terhunus sedang berhadapan dengan seorang lelaki berbaju ungu, di sekitar sana sama sekali tidak nampak bayangan tubuh dari Li Ci cun. Lelaki berbaju ungu itu memiliki perawa-kan tubuh yang kekar, alis mata yang tebal, mata yang bulat penuh bercambang tapi berwajah pucat, matanya penuh diliputi sinar kaget dan melihat tanpa berkedip dia mengawasi ujung pedang Oh Li cu, sementara tubuhnya selangkah demi selangkah mundur terus. Sementara itu di ruang depan telah ber-datangan dua tiga puluhan sampan kecil yang mengangkut para komandan pasukan yang datang mengikuti perjamuan, malah ada yang sudah naik ke atas punggung mim-bar. Oh Li cu berdiri dengan hawa napsu mem-bunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia sama sekali tidak berpaling ke arah para ko-mandan pasukan yang sementara itu berda-tangan dengan penuh tanda tanya. sorot matanya mengawasi lelaki itu lekat-lekat, kemudian dengan nada penuh kebencian pelan-pelan ia berkata: "Say-li-kui (setan ikan leihi) siapa yang memerintahkan kau mengintip kami? Ayo cepat menjawab dengan sejujurnya. Aku ya-kin kalau kau sendiri tak akan mem-punyai keberanian sebesar ini. Hmm! Jika kau eng-

162

gan menjawab, jangan salahkan kalau keta-jaman pedang nonamu akan membacok tubuhmu mbenjadi dua bagijan---". Si setgan ikan leihi sbangat gugup dan keta-kutan, sekujur badannya gemetar keras, se-mentara butiran keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran dengan amat derasnya, sambil mundur berulang kali rengeknya ketakutan. "Nona--- ti--- tidak ada yang memberi pe-rintah. hamba---- hamba tidak sengaja ...tidak sengaja--- tidak sengaja lewat di de-pan jendela..." Oh Li cu semakin naik darah, di dalam anggapannya si setan ikan leihi ini tak mau mengaku, kembali hardiknya: "Tutup mulut. . . . bila kau tetap mem-bungkam, nona akan membuat tubuh mu tercincang di tempat ini juga!" Setan ikan leihi semakin ketakutan, bibirnya sudah bergetar pucat, hatinya mulai goyah. Sementara itu, para komandan yang ikut dalam perjamuan telah berdatangan semua, hampir seluruhnya berkerumun di sekitar sana dan mengawasi Oh Li cu serta setan ikan leihi dengan pandangan kaget bercam-pur keheranan. Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang berdatangan pula, walaupun kedua orang ini tidak mengerti masalah apakah yang telah terjadi, namun tak se-orangpun berani membuka suara. Oh Li cu sudah merasa kalau setan ikan leihi mulai goyah, hatinya dan bersedia me-ngaku, maka dengan memperhalus suara nya ia berkata. "Katakan saja, asal kau bersedia mengaku, nona tak akan membunuhmu---" Mendadak pada saat itulah dari kejauhan sana terdengar seseorang berseru keras: "Lo pocu dan hujin tiba---" Dengan bergemanya suara itu, serentak suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi hening, sepi dan amat serius. Lan See giok berpaling, ia lihat Oh Tin san bersama Say nyoo-hui datang bersama, wa-jah Oh Tin san yang kurus memanjang dili-puti hawa dingin dan kelicikan yang tebal. Dengan mata sesatnya Oh Tin san me-nya-pu sekejap sekeliling tempat itu, lalu kepada Oh Li cu ia bertanya: "Anak Cu, apa yang terjadi?" bDengan wajah mejrah bercampur hgijau membesi, Obh Li cu memandang ke arah Se-tan ikan leihi dengan pedangnya. lalu berseru penuh amarah: "Ia berani mengintip dari belakang jendela!"

163

Oh Tin san berkerut kening lalu manggut, sorot mata sesatnya memandang sekejap ke wajah setan ikan leihi, kemudian sekulum senyuman me-nyeringai menghiasi ujung bibirnya. Si Setan ikan leihi segera sadar kalau ben-cana besar telah berada di depan mata, de-ngan penuh ketakutan buru-buru dia mem-bela: "La--- lapor lo -- lo pocu--- hamba---hamba hanya tanpa sengaja melihat sau pocu men-cium nona dengan paksa. . . . ." Begitu ucapan tersebut diutarakan, sorot mata semua orang yang hadir bersama sama dialihkan ke wajah Lan See giok. Bisa dibayangkan betapa gusarnya Lan See giok, keningnya segera berkerut, matanya berkilat kilat dan sekujur tubuhnya gemetar keras, ia merasa percuma saja banyak mem-bantah dalam suasana begini. Oh Li cu sendiripun nampak sangat marah dengan wajah merah membara dia membentak nyaring lalu menusuk tubuh lelaki itu. Biarpun dalam keadaan kaget bercampur ketakutan, ilmu silat yang dimiliki setan ikan leihi memang cukup tangguh, dia segera mengigos ke samping. Begitu tusukan pedang dari Oh Li cu me-ngenai sasaran kosong, ia segera mundur dengan gugup, matanya terbelalak lebar dan menengok kesana kemari dengan terkejut, seakan akan sedang mencari se-seorang. Pada saat itulah--"Anak Cu, tunggu sebentar---" Oh Tin san berseru dengan suara dalam. Berada di depan umum, tentu saja Oh Li cu tak berani membangkang perintah ayah-nya, ia segera menarik kembali pedangnya sambil mundur setelah mendengar perkataan itu, cuma bibirnya yang semula merah kini telah berubah menjadi pucat. Suasana menjadi amat hening dan sepi, wajah semua orang diliputi ketegangan, bahkan banyak di antara mereka yang me-nyadari bahwa selembar nyawa si setan ikan leihi tak akan bisa melewati hari irni. Oh Tin sazn memandang ke warah setan ikanr leihi sambil tertawa dingin, seperti lagi berbi-cara terhadap dia seorang, seperti juga lagi berbicara terhadap para hadirin di situ, ujarnya dengan suara dingin: "Lan See giok adalah sau pocu, dia me-ru-pakan ahli waris dari benteng kita, ia adalah keponakanku, juga menantuku, soal cium mencium bagi mereka adalah urusan pribadi antara suami istri, soal tersebut tak ada sangkut pautnya dengan siapa saja. . . . ." Lan See giok tertegun, dia tidak me-nyangka kalau si manusia bertelinga tunggal Oh Tin san bakal mengumumkan di depan umum kalau dia adalah calon suami Oh Li cu.

164

Sementara itu Oh Li cu yang semula berdiri dengan wajah hijau membesi, sekarang berubah menjadi merah dadu dan tersenyum simpul, diam-diam ia mengerling sekejap ke arah Lan See giok. Ketika selesai berbicara, Oh Tin san kem-bali memandang sekejap seluruh arena de-ngan pandangan sesat, lalu teriaknya keras-keras: "Di mana pengawas Li?" "Hamba di sini!" diantara kerumunan orang banyak, kedengaran Li Ci cun menjawab dengan suara gemetar. Lan See giok terkejut, cepat ia berpaling ternyata Li Ci cun munculkan diri dari keru-munan orang banyak orang tak jauh di bela-kang tubuhnya dan sebelum ini ter-nyata ia tak melihat kehadiran orang ter-sebut. Li Ci cun munculkan diri dengan wajah hijau membesi. alis matanya yang tebal ber-kernyit, matanya yang kecil memancarkan sinar buas yang berapi api, setelah muncul dari kelompok manusia, ia melirik sekejap ke arah Lan See giok dengan penuh kebencian, kemudian baru meneruskan perjalanan-nya ke depan Oh Tin san. Oh Tin san memandang ke arah Li Ci cun lalu sambil menuding ke arah Setan ikan leihi, serunya dengan suara dalam: "Binasakan dia!" Li Ci cun seperti tertegun sesudah mendengar perintah itu, sedangkan si ikan leihi semakin amat ketakutan sampai wajah-nya turut berubah menjadi pucat pias. Mendadak--Sambil menggertak gigi Li Ci cun men-jejak-kan kakinya ke tanah, kemudian dengan gaya tubrukan yang buas dan nekad ia ter-jang tubuh Lan See-giok. Kejadian ini sama sekali di luar dugaan semua orang, kontan saja suasana menjadi gempar. Oh Li cu membelalakkan pula matanya le-bar-lebar, mulutnya melongo, saking terke-jutnya ia sampai termangu. Dalam pada itu Li Ci cun sudah tiba di ha-dapan Lan See giok, sambil membentak se-buah bacokan maut langsung dilontarkan olehnya ke wajah Lan See giok. Selama ini pandangan mata Lan See giok tak pernah beralih dari tubuh Li Ci cun sejak musuh menerjang tiba. ia telah mempersiap-kan diri dengan sebaik baiknya. Begitu musuh datang, ia melejit ke sam-ping dan mundur sejauh satu kaki lebih.

165

Kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun merasakan pandangan matanya menjadi si-lau, tahu-tahu ayunan telapak tangan kanannya telah mengenai sasaran kosong, agaknya dia tidak menyangka kalau se-rangannya bakal menemui kegagalan. "Tahan ..." mendadak Oh Tin san mem-bentak nyaring. Sejak si kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun mendengar Oh Tin san mengumumkan kepada umum bahwa Lan See giok adalah calon suami Oh Li cu, ia telah bertekad un-tuk beradu jiwa. Karena itu, sekalipun dia segera menghen-tikan gerak serangannya setelah mendengar bentakan tadi namun orangnya masih tetap berdiri garang di sana, berdiri sambil melototi Lan See giok dengan penuh kegusaran. . Lan See giok sendiri berdiri ditengah arena dengan senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya, ia memandang sinis ke arah musuhnya tersebut. Berbicara yang sebenarnya, Oh bTin san tahu dejngan jelas sebagb musabab yang bme-ngakibatkan Li Ci cun bersikap demikian, tapi ia toh menegur juga dengan suara dalam: "Li Ci cun, mau apa kau?" "Aku hendak menantang keparat she Lan itu untuk berduel. . ." jawab kupu-kupu di tengah ombak dengan kalap. Say nyoo-hui yang selama ini mem-bung-kam dalam seribu bahasa tibatiba memutar biji matanya, kemudian menyela. "Bila kau sanggup mengungguli Lan See giok, aku akan mengambilkan keputusan bagi anak Cu untuk dijodohkan denganmu!" Oh Li cu gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, berkilat sepasang matanya, dengan marah ia berkata: "Tidak susah bila kau ingin kawin de-ngan-ku. tapi menangkan dulu pedang mes-tika di tanganku ini". Seraya berkata pedangnya segera di-ayun-kan ke tengah udara, di bawah cahaya mata-hari siang, terbias sekilas bayangan tajam yang berkilauan. Lan See giok hanya berdiri sambil tertawa sinis selama ini, sedang dalam hatinya: "Dasar sesarang manusia-manusia yang tak tahu malu." "Baiklah. . ." tiba-tiba terdengar Oh Tin san berkata sambil tertawa dingin, "kalau Lan See giok tidak diberi kesempatan untuk memper-lihatkan kelihaiannya kalian memang selalu tak mau takluk..!" Berbicara sampai di situ, dia menengok ke arah Li Ci cun sembari bertanya: "Kau ingin bertarung dalam tangan kosong atau ingin beradu senjata tajam?"

166

Kupu-kupu di tengah ombak Li Ci cun tahu bahwa ilmu silat Lan See giok cukup tangguh terutama dalam ilmu gurdi emas yang tiada tandingannya, karena itu dia tak berani beradu senjata tajam melainkan ber-harap bisa mencari kemenangan dengan an-dalkan tangan kosong, ditambah pula Say nyoo-hui telah mengutarakan dihadapan umum. bila ia sanggup mengungguli Lan See giok, maka Oh Li cu akan dikawinkan de-ngannya. Itulah sebabnya sesudah ragu se-jenak, dengan wajah hijau membesi tapi ber-sikap hormat dia menyahut: "Dalam suatu pertarungan, senjbata tak bermataj, hamba bersediga mempergunakanb sepasang tangan kosong untuk mencoba berapa ampuh dari Lan See giok!" Mendengar jawaban tersebut, sekulum senyuman menyeringai segera menghiasi ujung bibir Oh Tin san, katanya kemudian sambil manggutmanggut. "Baiklah, harap kau suka berhati hati" Selesai berkata, ia bersama Say nyoo-hui segera mundur beberapa langkah. Para komandan pasukan yang semula mengitari tempat tersebutpun serentak meng-undurkan diri. Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Li cu, menggunakan kesempatan tersebut dia mengundurkan diri dan secara diam-diam mendekati si setan ikan leihi dari arah lain. Dalam pada itu Li Ci cun telah mengepal tinjunya sambil maju dengan dada di-bu-sungkan, ia berjalan ke hadapan Lan See giok dan berhenti enam tujuh langkah di ha-dapannya, setelah menjura, katanya dengan angkuh: "Sudah lama kudengar ilmu silat yang di miliki Lan Khong-tay sangat hebat dan na-manya termasyhur dalam dunia per-si1atan, lama sudah kukagumi namanya hanya sayang selama ini belum ada jodoh untuk menjumpainya. Lan siauhiap, kini masih muda lagi berbakat, aku yakin kau telah me-warisi kepandaian ayahmu. Mumpung hari ini ada kesempatan, ingin sekali kumanfaat-kannya untuk minta berapa petunjuk ilmu sakti dari siauhiap." Sementara berbicara dengan mata ber-kilat dia mengamati Lan See giok tiada hentinya, sikapnya begitu jumawa sehingga memuak-kan. Lan See giok merasa sikap maupun gerak gerik Li Ci can tak ubahnya seperti kalangan si1at kampungan, sejak tadi ia sudah habis kesabarannya, maka sambil tertawa dingin katanya: "Kalau ingin beradu silat, lebih baik beradu secepatnya, buat apa banyak ngebacot yang tidak-tidak!"

167

Li Ci cun yang sudah marah semakin naik darah lagi setelah melihat cara Lan See giok berdiri, seakan akan pemuda tersebut sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap dirinya. Begitu selesai mendengarkan perkataan Lan See giok, dengan amarah yang meledak ledak ia membentak keras kemudian me-ner-jang ke muka, tangan kirinya diayunkan ke muka mendorong tubuhr musuh, sementazra tangan kananwnya membacok warjah Lan See giok. Lan See giok sendiripun cukup sadar, se-andainya dia tak mampu mengalahkan Li Ci cun, jangan harap dia bisa angkat kepala di dalam benteng Wi-lim-poo, dihati kecilnya dia telah mengambil keputusan untuk menyam-but serangan lawan dengan kekerasan. Dengan senyuman hambar menghiasi ujung bibirnya secara diam-diam ia men-ghimpun hawa murninya, ketika musuh me-lancarkan bacokan, tibatiba kaki kanannya mundur setengah langkah, kemudian sambil miring-kan badan ia menangkis dengan le-ngan kirinya-"Cari mampus..." umpat Li Ci cun dengan gusar. Telapak tangan kanannya yang melepas-kan bacokan, segera ditambahi lagi dengan tenaga sebesar dua bagian. Ia bertekad akan mematahkan lengan kiri Lan See giok terse-but. "Blaammm!" "Ditengah benturan nyaring, suara de-ngusan tertahan bergema memecahkan ke-bisingan, dengan alis berkernyit dan meng-gigit bibirnya kencang. secara beruntun dia mundur sampai sejauh empat langkah lebih. Tempik sorak segera bergema memenuhi seluruh arena pertarungan . . . Sepasang bahu Lan See giok bergetar keras, diam-diam ia menggertak gigi mena-han diri, meskipun lengan kirinya amat sakit bagaikan disayat pisau, namun sepasang kakinya sama sekali tidak bergerak mundur barang setengah langkahpun. Li Ci cun memegangi pergelangan tangan kanannya yang kesakitan sambil me-nyeri-ngai, rasa malu bercampur gusar membuat wajahnya berubah menjadi merah padam, dengan sepasang mata yang melotot besar bagaikan gundu. dia pelototi wajah Lan See giok penuh kebuasan, sedang pernapasannya diatur secara diam-diam. Dalam pada itu, para komandan pasukan yang berkumpul di situ diamdiam pada ber-bisik membicarakan persoalan tersebut, se-dang sorot mata yang tertuju kearah Lan See giok pun penuh dengan pancaran sinar kekaguman, hampir semuanya tercengang oleh kelihaian anak muda tersebut.

168

Dalam pada itu, disaat perhatian semua orang sedang terpusat pada pertarungan antara Lan See giok melawan Li Ci cun, ujung pedang Oh Li cu secara diam-diam telah ditempelkan di belakang pinggang setan ikan leihi. Dengan cepat setan ikan leihi dapat me-rasakan hal tersebut, dengan cepat ia berpa-ling, tapi apa yang kemudian terlihat mem-buat ia merasa terkejut sekali, sukma serasa melayang meninggalkan raganya . . . Oh Li cu dengan kening berkerut dan mata melotot, sekulum senyuman dingin meng-hi-asi ujung bibirnya dan wajah diliputi hawa napsu membunuh telah berdiri tegak di bela-kangnya. Tak terlukiskan rasa kaget setan ikan leihi setelah menyaksikan kejadian tersebut, peluh dingin bercucuran deras. setengah merengek katanya: "Oooh nona, ampunilah hambamu!" Dengan diutarakannya rengekan tersebut, para komandan pasukan yang berada di se-kitar sana segera berpaling dan memandang ke arah mereka dengan pandangan terkejut. "Siapa? Siapa yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan pengintipan?" bentak Oh Li cu segera dengan suara dalam. Setan ikan leihi merasa jiwanya jauh lebih berharga daripada masalah lain, dia sadar enggan berbicarapun tak ada gunanya, maka dengan suara gemetar sahutnya. "Li...Li Ci cun yang memerintahkan aku!" Oh Li cu memang sengaja berbuat demikian agar orang tuanya turut mendengar, sengaja ia mempertinggi suaranya sambil mem-bentak keras. "Siapa? Katakan dengan lantang!" Sambil berkata pedangnya ditekan lebih ke depan hingga masuk ke tubuh setan ikan leihi sedalam berapa inci, darah segar segera bercucuran ke luar dengan amat derasnya. Sementara itu, Oh Tin san, Say nyoo-hui, Be congkoan dan Thio-Wi-kang serta segenap komandan yang berada di sekitar sana telah mengalihkan pandangan mereka ke arah kedua orang tersebut. Lan See giok merasa perbuatan yang dila-kukan Oh Li cu itu sesungguhnya kelewat batas, karenanya dia melirik sekejap kearah nya dengan wajah muak, tapi tiada orang yang tahu dengan pasti sikap muak tadi sbe-benarnya tertjuju untuk Oh Lig cu ataukah terbhadap lelaki berbaju ungu itu. Li Ci cun berpaling, melihat apa yang terja-di wajahnya segera berubah hebat peluh di-ngin segera bercucuran saking kagetnya. dia tahu asal setan ikan leihi mengatakan hal yang sebenarnya, Oh Tin san pasti akan mencabut jiwanya seketika itu juga.

169

Kebetulan sekali disaat Li Ci cun berpaling tadi si setan ikan leihi sedang menuding ke arahnya dengan tangan gemetar. Kupu-kupu di tengah ombak Li ci cun segera mengerti bahwa riwayatnya sudah habis. Dalam keadaan demikian timbullah niat jahatnya, mendadak ia membalikkan badan secepat kilat, lalu sepasang telapak tangannya didorong ke muka sepenuh tenaga--Segulung angin pukulan yang sangat keras dengan membawa debu yang sangat tebal segera menyambar ke arah Lan See giok. Tindakan ini boleh dibilang sangat licik dan rendah, kontan saja para komandan pasukan yang berada di seputar arena berteriak teriak marah. Oh Li cu menjerit lengking. saking kaget-nya dia sendiripun turut, berdiri bodoh Pada saat itulah--Lan See giok berkerut kening, kemudian sambil membentak keras ia kerahkan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian ke telapak tangan kanan, kemudian dengan sepenuh tenaga, diayunkan ke depan. Segulung angin puyuh yang sangat kuat langsung menggulung ke depan dan me-nyongsong datangnya angin pukulan dari Li Ci cun. "Blaammm!" Benturan keras menggelegar di angkasa, debu dan pasir segera menyambar ke mana-mana. Paras muka Li Ci cu berubah menjadi hijau membesi, keningnya berkerut kencang, de-ngan sempoyongan ia mundur sampai beru-lang kali . . Paras muka Lan See-giok sendiripun ber-ubah menjadi pucat pias. tubuhnya bergetar keras, tapi sambil menggertak gigi dia beru-saha keras agar tubuhnya tidak sampai mundur barang setengah langkah pun. Segenap komandan pasukan yang bberada di arenaj sama- sama tergtegun saking kabget-nya: Be congkoan, Thio-Wi-kang semuanya ge-metaran karena terperanjat, dalam anggapan mereka semula, Lan See-giok pasti akan ter-hajar hingga terluka parah, siapa sangka Li Ci cun sendiri yang dibikin sampai mengenaskan keadaannya. Oh Tin san berdiri dengan wajah dingin sinis dan pandangan tajam, sekali lagi ia teringat kembali akan pil hitam yang dice-kokkan ke dalam perut Lan See giok, dia tak habis mengerti mengapa pilnya malahan menambah tenaga dalam anak muda itu hingga peroleh kemajuan yang begitu pesat. Say nyoo-hui sendiripun berkerut kening, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Oh Tin san, seakan akan dia sedang berkata be-gini: "Darimana datangnya tenaga dalam yang begitu sempurna dari bocah keparat ini?"

170

"Blaammm!" Akhirnya Li Ci cun tak sanggup berdiri tegak lagi, ia terperosok dan jatuh terduduk di atas tanah. Pada mulanya, Oh Li cu dibikin tertegun karena sergapan dari Li Ci cun tersebut menyusul kemudian ia berdiri termangu oleh tenaga pukulan Lan See giok yang -maha dahsyat, sampai Li Ci cun jatuh terduduk, ia baru mendusin kembali dari rasa kagetnya. Sewaktu menundukkan kepalanya, kebetu-l-an ia saksikan Li Ci can terduduk dihada-pannya, hal ini segera membangkitkan hawa napsu membunuhnya. Suatu bentakan keras tiba-tiba meng-gele-gar, pedangnya memancarkan sinar pelangi berwarna keperak perakan dan sekuat tenaga dibacokkan ke tubuh Li Ci cun yang sedang terduduk sambil terengah engah di hadapannya. Dimana cahaya perak berkelebat lewat, jeritan ngeri yang memilukan hati segera ber-gema memecahkan keheningan. Tubuh Li Ci cun sejak dari bahunya sam-pai ke arah iga telah terbabat menjadi dua bagian, percikan darah segar bersama isi pe-rut berhamburan ke mana-mana, se-ketika itu juga ia tewas. Peristiwa ini terjadi sangat tiba - tiba, lagi pula jarak mereka amat dekat, menanti Oh Tin San dan Say nyoo-hui mengetahui keja-dian tersebut dan ingin menghalanginya, keadaan sudah tidak mengijinkran . . . . Segzenap komandan pwasukan yang berrke-rumun di sekeliling arena menjadi pucat pias seperti mayat, semuanya membungkam dalam seribu bahasa... Be Siong pak maupun Thio-Wi-kang turut merasa amat terkejut, dengan pandangan kaku mereka hanya bisa memandang tubuh Li Ci -cun yang terkapar di atas genangan da-rah dengan mulut tertutup rapat-rapat. Lan See giok sendiripun turut berdiri bodoh, ia memandang kearah Oh Li cu de-ngan wajah kaget bercampur tercengang, sekarang ia baru tahu, rupanya gadis ini se-lain jalang dan cabul. hatinya kejam dan jauh lebih jahat daripada kalajengking. Atas terjadinya peristiwa ini, ia segera meningkatkan kewaspadaannya terhadap perempuan itu, dia tahu bila dirinya masih berada dalam benteng Wi-lim-poo, lebih baik jangan mencoba-coba untuk mengusik Oh Li cu. Pada saat itulah kembali terdengar jeritan kaget bergema memecahkan keheningan. Ketika Lan See giok mendongakkan kepalanya, ia saksikan si setan ikan leihi se-dang berlarian seperti orang kalap, ia mende-sak desak orang yang berkerumun di sekitar sana dan melarikan diri ke arah saluran air sungai.

171

Oh Li cu sangat gusar melihat hal ini, sam-bil membentak nyaring ia mengejar dari bela-kangnya. Para komandan pasukan yang berkerumun di sekitar sana kontan saja pada bubar, mereka berlarian mengundurkan diri sambil berseru kaget. "Byuuur. . .!" percikan bunga air memancar ke mana-mana, si setan ikan leihi tahu-tahu sudah terjun ke dalam air dan menyelam ke dasarnya. Ou Li cu tidak berpeluk tangan dengan be-gitu saja, dia mengejar sampai di tepi sungai lalu sambil mengangkat pedangnya, dia menangkap bayangan tubuh si setan ikan leihi yang menyelam dalam air serta siap untuk menimpuknya. "Anak Cu, biarkan dia pergi!" bentak Oh Tin San tiba-tiba. Sebenarnya Oh Li cu hendak mengatakan "tidak" tapi berhubung si setan ikan leihi su-dah berenang entah ke mana terpaksa dia menarik kembali senjatanya dan berjalan menuju ke depan ibunya. Oh Tin san memandang sekejap para ko-mandan pasukan yang masih berdiri dengan wajah kaget bercampur ngeri, lalu kepada Be Siong pak katanya. "Be congkoan, apakah perjamuan telah di-siapkan?" "Lapor lo-pocu, perjamuan telah siap silah-kan masuk ke dalam ruangan." "Baiklah, kita segera mulai dengan perja-muan!" Oh Tin san manggutmanggut. Be Siong pak segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke wajah semua orang, lalu serunya dengan lantang: "Silahkan saudara semua menempati meja perjamuan masing-masing. . . ." Dengan suasana yang hening para koman-dan pasukan memasuki ruangan serta me-nempati kursi masing-masing. Kembali Oh Tin san berkata kepada Thio-Wi-kang: "Thio-Wi-kang, kirim orang untuk member-sihkan jenazah tersebut dari situ!" Thio-Wi-kang mengiakan dengan hormat dan buru-buru berlalu dari sana. Sementara Lan See giok sendiri mengikuti di belakang Oh Tin san dengan mulut mem-bungkam, mereka langsung menuju ke ruang tengah. Dalam perjalanan itu dia sempat melirik sekejap ke arah Oh Li cu yang berjalan di samping Say nyoo-hui, ternyata gadis itu tetap tenang, wajahnya berseri, seakan akan terhadap peristiwa berdarah, yang baru saja dilakukannya itu sudah lupa. Oh Tin san sendiri sama sekali tidak mene-gur perbuatannya, Say nyoo-hui juga tidak mengumpat kekejamannya, seakan akan mereka semua beranggapan bahwa membu-nuh orang adalah suatu kejadian yang sangat wajar.

172

Sementara masih berpikir, mereka telah memasuki ruangan tengah, sementara para komandan pasukan juga telah menempati tempat masingmasing, semuanya terdiri dari puluhan meja perjamuan. Ketika Oh Tin san dan Lan See giok ber-lima masuk ke dalam ruangan, serentak para ko-mandan pasukan bangkit berdiri sambil hormat. Walaupun senyuman menghiasi wajah setiap arang, tapi jelas terlihat kalau se-nyu-man itu terlalu dipaksakan. Pada meja bagian tengah, duduk empat orang lelaki kekar berbaju ringkas warna hi-jau, kuning, abu-abu dan hitam, usianya rata-rata tiga puluh delapan sembilan tahu-nan. Lan See giok tahu ke empat orang tersebut pastilah komandan dari ke empat pasukan kapal perang. Setelah melangkah masuk ke dalam ru-angan, Oh Tin san memandang seluruh penjuru ruangan dengan mata berkilat dan tersenyum, tangan kanannya yang kurus diulapkan beberapa kali, suasana dalam ru-angan segera menjadi hening kembali. Say nyoo-hui duduk pada kursi ke dua, Oh Li cu berdiri di sini Lan See-giok sedang Be congkoan berdiri di sisi kiri Oh Tin san, di depan mereka adalah ke empat komandan pasukan kapal perang. Pertama-tama Oh Tin san menyilahkan semua orang duduk kembali, kemudian baru memperkenalkan Lan See giok kepada para hadirin. Diluar wajahnya Lan See giok tetap bersi-kap tenang dan tersenyum, padahal dalam hati kecilnya merasa amat mendongkol. Dia tidak berhasrat untuk mengingat ingat wajah serta nama dari ke empat komandan kapal perang itu, dia hanya meng-ingat baik-baik komandan pasukan naga adalah ko-mandan Ciang, komandan pasukan harimau dari marga Ong, komandan pasukan Singa jantan dari marga Seng sedang komandan pasukan macan kumbang dari marga Nyoo. Selesai upacara perkenalan, Thio-Wi-kang juga telah tiba kembali, ia duduk di sisi Be congkoan tanpa mengucapkan sepatah kata-pun. Tak lama kemudian perjamuanpun dimu-lai, arakpun dibagi bagikan secara berlimpah. Tak lama kemudian, berbondong bondong para komandan pasukan berdatangan untuk menghormati Oh Tin san serta Lan See- giok dengan secawan arak. Pada dasarnya takaran minum arak dari Lan See giok memang terbatas, ditambah pula hatinya lagi risau dan resah, tak lama kemudian ia sudah berada dalam keadaan setengah mabuk.

173

Oh Li cu yang menjumpai begitu banyak komandan datang menghormati Lan See giok dengan secawan arak, hatinya merasa girang bercampur gelisah, tanpa terasa dia meneguk beberapa cawan lebih banyak . . Perjamuan makin lama berlangsung makin ramai, guci arak pun satu demi satu di go-tong naik. Biarpun Lan See giok sudah mabuk, tapi dia berusaha keras untuk tetap memperta-hankan diri sebab perjamuan itu diselengga-rakan baginya, tentu saja ia tak boleh me-ngundurkan diri di tengah jalan . . . Oh Li cu dapat melihat kalau Lan See -giok sudah setengah mabuk, sedang dia sendiri pun mulai sadar merasakan kepalanya pe-ning, maka berulang kali dia minta ijin kepada Say nyoo-hui untuk mengundurkan diri, tapi keinginannya se-lalu ditampik oleh Lan See giok. Akhirnya perjamuan pun berakhir Lan See giok mengikuti di belakang Oh Tin San suami istri menumpang perahu naga emas untuk kembali ke rumah. Walaupun Oh Li cu sendiripun sedikit ter-pengaruh oleh arak, tapi ia masih ber-usaha keras untuk menjaga Lan See giok, mereka berdua duduk di kursi dan gadis tersebut membiarkan Lan See giok ber-baring di dalam pelukannya. Say nyoo-hui yang menyaksikan hal terse-but segera mengerling sekejap ke arah Oh Tin San, seolah-olah ia sedang berkata begini: "Hei rase tua, lihat sekarang, putri ke-sayanganmu sudah betul-betul terpikat oleh bocah tersebut." Sebaliknya Oh Tin San tertawa hambar, wajahnya kelihatan agak bangga, pikirnya pula dalam hati: "Asal kotak kecil itu berhasil kudapat-kan dan aku berhasil pula menguasai ilmu yang tercantum dalam kitab Tay lo hud bun cinkeng, apa artinya mengorban-kan seorang putri?" Lan See giok benar-benar mabuk ketika itu, berbaring dalam pelukan Oh Li cu de-ngan lemas, sementara kepalanya persis ber-baring di atas sepasang payudara yang mon-tok dan padat berisi, rasa hangat dan empuk membuat ia semakin terbuai. . . Perahu menentang ombak, angin silir se-milir berhembus lembut ditengah dentingan bunyi lonceng yang merdu, akhir nya Lan See giok tertidur nyenyak. Entah berapa lama sudah lewat. . . Tiba-tiba saja ia tersadar kembali dari tidurnya karena mendengar suara pem-bica-raan seseorang yang keras. "Anak Cu, apakah adik Giok mu belum sa-dar dari mabuknya?"

174

"Belum!" terdengar Oh Li cu menjawab de-ngan suara lirih, "tapi aku telah men-cekoki kuah Liam sim-tong kepadanya." Kemudian terdengar Say nyoo-hui berkata pula: "Bocah ini memang minum arak kelewat banyak, bagaimana mungkin ia dapat me-nandingi kawanan setan arak tua tersebut?" Lan See giok terkejut sekali setelah men-dengar pembicaraan itu, pikirnya dengan ce-pat. "Berada di mana aku sekarang?" Ketika membuka matanya, ia saksikan ru-angan penuh bermandikan cahaya, ter-nyata ia berada di dalam kamar sendiri, sedang Oh Tin san dan Say nyoo-hui duduk di sudut pembaringan. Oh Li cu duduk dengan kening berkerut dan wajah sangat gelisah, begitu melihat Lan See giok sudah mendusin, ia segera bertanya dengan penuh perhatian. "Adik Giok, bagaimana rasamu sekarang?" Lan See giok tidak menjawab, se-baliknya dia malah bertanya. "Sudah jam berapa sekarang?" "Sudah mendekati kentongan pertama, wah, nyenyak amat tidurmu kali ini!" seru Say nyoo-hui sambil tertawa. Lan See giok segera melompat bangun, lalu sambil menengok ke arah Oh Tin san tanyanya dengan nada terkejut. "Benarkah itu empek?" Oh Tin san tertawa riang, ia manggut-manggut dan sahutnya dengan lembut: "Anak bodoh, minum arak merupakan suatu kebiasaan yang mencerminkan se-orang pendekar sejati, di dalam bidang ini kau perlu banyak berlatih lagi di kemudian hari, bagaimana perasaanmu sekarang?" Lan See giok tahu perhatian yang berle-bihan dari Oh Tin san suami istri terhadap-nya disertai dengan maksud tertentu, hanya saat ini dia belum dapat menebak maksud tujuannya, maka dia berlagak sakit kepala. sambil memegangi kepala sendiri serunya penuh penderitaan. "ADUUUH, SAKIT KEPALAKU . . .." Tidak sampai Lan See giok selesai ber-bi-cara, dengan gelisah dan penuh perhatian Oh Li cu segera bertanya: "Kalau memang sakit kepala, kenapa harus duduk? Ayah dan ibu toh bukan orang luar." Sambil berkata, ia membaringkan kembali Lan See giok ke atas pembaringan.

175

Lan See giok tidak membantah, dengan kening berkerut dia menghembuskan napas panjang. "Anak bodoh." kata Oh Tin san kemudian sambil meraba jidat Lan See giok, tenang-kan hatimu dan beristirahatlah selama be-berapa hari ini. Toh berapa waktu belakangan ini kau tidak usah terbaru buru pergi ke bibi Wan mu." Mendengar ucapan mana, Lan See giok tertawa dingin di dalam hati, tapi di luar dia berlagak kaget bercampur tercengang, seru-nya dengan cepat. "Kenapa empek?"" "Anak bodoh, kau harus mengerti, kau pernah melukai Thi Gou murid dari si kakek berjubah kuning itu . . . "Aku sama sekali tidak melukai Thi Gou", bantah Lan See giok. "aku hanya menotok jalan darah Hek-ki-hiat nya . . . " Oh Tin san tidak membiarkan Lan See -giok menyelesaikan perkataannya, ia meng-go-yangkan tangannya mencegah pemuda itu melanjutkan kata katanya, setelah itu kata-nya. "Walaupun begitu, namun dengan per-buatanmu itu paling tidak sama artinya telah mempercundangi si kakek berjubah kuning serta si naga sakti pembalik sungai..." Padahal Lan See giok sudah tahu kalau Oh Tin san kuatir kakek berjubah kuning itu mengetahui dirinya berada dalam benteng Wi-lim-poo maka sengaja tidak memperke-nankan pergi, maka sengaja ia berlagak geli-sah sambil serunya. "Empek tua, aku kuatir si beruang berle-ngan tunggal dan si setan bermata tunggal akan sampai di rumah bibi Wan lebih du-luan..." Berkilat sepasang mata Oh Tin san, dengan wajah berubah hebat ia berseru kaget: "Kenapa? " Sekarang Lan See giok sudah memastikan bahwa 0h Tin san adalah orang yang menghajarnya sampai tak sadarkan diri tempob hari, itu berajrti disimpannyag kotak kecil dib rumah bibi Wannya sudah bukan menjadi rahasia lagi baginya. Maka setelah berpura-pura ragu-ragu seje-nak, ia baru sengaja menjawab. "Kotak kecil yang empek katakan sebagai mestika, dari dunia persilatan itu sudah dikirim ke rumah bibi Wan atas perintah ayah..." Oh Tin san mengiakan lirih, wajah yang semula menjadi tegangpun segera menjadi tenang kembali, katanya kemudian dengan sikap acuh tak acuh. "Aaah, aku pikir mereka tak bakal tahu.." Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba-tiba dari luar jendela bergema suara tertawa dingin yang rendah dan menggidik-kan hati...

176

Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, suara tertawa dingin itu seperti guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, ia berseru tertahan sementara peluh dingin jatuh bercucuran. Oh Tin san sendiri sudah melompat ba-ngun sambil membentak nyaring, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke jendela bagian belakang- "Blaammm!" Ditengah benturan yang sangat nyaring, debu dan pasir beterbangan ke mana-mana. dengan suatu gerakan secepat sambaran ki-lat Oh Tin san melompat ke luar dari jendela. Lan See giok segera memusatkan perhatian nya dengan menyilangkan telapak tangan kanannya di depan dada, kemudian dengan jurus burung walet menembusi tirai dia melompat ke luar dari ruangan tersebut me-lalui jendela. Udara amat bersih waktu itu, sinar rem-bulan memancarkan cahayanya ke empat penjuru, tapi suasana di sekeliling tempat itu amat hening dan tak kelihatan sesosok ba-yangan manusia pun. Dengan kening berkerut Lan See giok ber-pikir dihati. "Waah, cepat amat gerakan tubuh orang ini, agaknya Oh Tin san pun tak boleh di anggap enteng, dalam waktu sedemikian singkat ia sudah pergi hingga tak ber-bekas." BAB 9 MENDADAK dari arah belakang ter-dengar seseorang membentak dengan suara rendah. "Ayo cepat naik ke atap rumah bdan laku-kan pejncarian!" Di tgengah bentakan,b Say nyoo-hui serta Oh Li cu telah melompat ke luar dari jendela, kemudian tanpa berhenti mereka melambung ke tengah udara ... Lan See giok memutar badannya ditengah udara dan segera menyusul pula di belakang, lebih kurang belasan kaki di depan wuwu-ngan rumah sana ia saksikan Oh Tin San dengan sorot mata yang tajam sedang celingukan kian ke mari. Maka dengan mengikuti di belakang tubuh Say nyoo-hui berdua, mereka meluncur ke arah mana Oh Tin San berada. Tiba di situ, merekapun tetap mem-bung-kam dalam seribu bahasa, hanya sorot mata-nya yang gugup bercampur gelisah celingu-kan ke sana kemari tiada hentinya Paras muka Oh Tin san pucat pias, mata sesatnya berkilat kilat, bibirnya terkatup ra-pat dan tiada hentinya menggigit bibir, wa-jahnya nampak jelas sedang gemetar keras.

177

Siapa saja dapat melihat kalau Oh Tin san sedang diliputi gejolak emosi, dibalik kemas-gulannya terselip pula perasaan ngeri dan seram. Berapa saat kemudian, dengan kening berkerut Oh Tin san baru berbisik lirih. "Lebih baik kalian semua kembali untuk beristirahat!" Say nyoo-hui segera memberi tanda ke-pada Oh Li cu agar mengajak Lan See giok berlalu dari sana. Lan See giok membungkam pula, melihat kemasgulan Oh Tin san, ia merasa tidak lelu-asa untuk bertanya banyak, terpaksa bersa-ma Oh Li cu mereka kembali ke dalam ru-angan. Kendatipun demikian, agaknya Oh Tin san sudah mengetahui siapakah orang yang telah mencuri dengar dan tertawa dingin itu. Ketika mereka berdua tiba kembali di ru-ang sebelah timur, sekawanan pelayan se-dang membersihkan debu dan hancuran kaca yang berserakan di seputar sana. Begitu masuk ke dalam pintu, Lan See giok segera marah-marah: "Kalian menggambarkan benteng Wi-lim-poo kokoh bagaikan berdinding baja, siapa yang berani masuk kemari ibarat masuk ke dalam neraka, tapi kenyataannya sekarang orang lain bisa masuk dengan sekehendak hati sendiri, malah menyadap pembicaraan kita. . ."" Waktu itu 0h Li cu sendiripun sedang di li-puti perasaan terkejut bercampur men-dong-kol, amarahnya segerra meledak se-tezlah mendengar pwerkataan terserbut. Dengan kening berkerut dan tertawa dingin tiada hentinya ia berseru dengan suara dalam: "Berapa banyak lagi yang hendak kau ka-takan?" Walaupun Lan See giok telah melihat kalau Oh Li cu sedang marah, tapi bila teringat ba-gaimana rahasia tentang kotak kecil itu ber-hasil dicuri dengar orang lain, amarahnya semakin berkobar lagi, dengan alis mata berkernyit ia menggembor semakin keras. "Tentu saja aku harus berbicara!" Kawanan dayang yang sedang membersih-kan lantai di sana menjadi ketakutan sete-ngah mati, wajah mereka berubah dan ham-pir semuanya mandi keringat dingin mengu-atirkan keselamatan Lan See giok. Sebagaimana diketahui, sejak kecil Oh Li cu sudah terbiasa dimanja, watak-nya jelek dan amat berangasan, boleh dibilang belum pernah dia dihadapi dengan cara seperti ini Jangan lagi orang lain, Oh Tin san dan Say nyoo-hui sendiripun harus mengalah tiga bagian kepadanya, bisa dibayangkan bagai-mana

178

perasaannya setelah dibentak- bentak secara kasar oleh Lan See giok sekarang. Saking mendongkolnya, sekujur badan gadis tersebut sampai gemetar keras. Lan See giok segera sadar kalau perbu-atannya tidak menguntungkan posisi nya, ia sadar keadaan bakal celaka, tapi setelah ter-lanjur berbicara, diapun enggan tunduk kepada orang lain dengan begitu saja, aki-batnya ia semakin menarik wajahnya. Oh Li cu membelalakkan sepasang mata-nya yang jeli dan mengawasi Lan See giok dengan termangu, agaknya ia tak mengira kalau wajah tampan yang begitu memukau dari pujaan hatinya itu kini berubah men-jadi dingin dan hijau membesi. Dalam sekejap mata inilah ia benar-benar ditaklukkan oleh kegagahan serta kejantanan lawan, keangkuhan serta api amarahnya tiba-tiba memudar, ia men-jadi sedih sekali tak terbendung air matanya segera jatuh ber-cucuran. Semua pelayan berdiri melongo, mereka pun tidak percaya kalau si nona mereka yang di hari-hari biasa begitu tinggi hati, sedikit-dikit lantas turun tangan membunuh orang, sekarang bersikap begitu lemah dan mengenaskan, bahkan sempat menangis ter-sedu sedu. Lan See giok menyesal sekali dengan kece-robohan sendiri, ia kuatir garagara urusan kecil itu berakibat semua masalah besar menjadi terbengkalai. Begitu melihat Oh L! cu sudah me-nangis, ia menjadi tak tega, buru-buru dia mendekati nona tadi dan berbisik dengan wajah penuh rasa sesal. "Enci Cu, tak usah menangis . . " Hanya kata-kata tersebut yang sempat dia ucapkan, karena ia tak tahu apa lagi yang mesti dikatakan olehnya sekarang. Oh Li cu jarang sekali mendengar Lan See giok menyebutnya "cici" atau bahkan belum pernah sama sekali. Panggilan ini mengha-ngatkan kembali hatinya, seperti anak kecil yang diberi gula-gula, ia me-nubruk ke dalam pelukan anak muda itu kemudian menangis semakin menjadi. Lan See-giok kelabakan setengah mati, ia amat menyesal dengan perbuatannya tadi, perbuatan yang sama sekali tanpa perhitu-ngan, sekarang setelah nasi menjadi bubur, ia baru merasa bingung dan tak tahu apa yang mesti diperbuat. Kawanan pelayan yang menyaksikan ke-jadian tersebut sama-sama berubah wajah-nya, kemudian satu demi satu secara diam-diam mengundurkan diri sana

179

Oh Li cu menyandarkan diri di atas bahu Lan See-giok sambil menangis tersedu, de-ngan suara yang lemah ia berkata: "Orang toh tidak melarang kau berbicara, apa salahnya kalau berbicara setelah menunggu mereka pergi semua?" "Sudah, sudahlah" buru-buru Lan See-giok berseru, "mereka sudah pergi semua, sekarang kita boleh berbicara." Dengan wajah masih basah oleh air mata 0h Li cu melirik sekejap ke arah ruangan, betul juga semua pelayan yang berada dalam ruangan telah mengundurkan diri, maka ka-tanya kemudian dengan sedih. "Sekarang kau harus berbicara dulu!" Sambil berkata, dengan wajah tbak senang hati jia mendorong tugbuh Lan See giobk ke-mudian duduk sendiri di bangku, sementara sapu tangannya berulang kali digunakan untuk menyeka air mata. Lan See giok yang semula merasa gusar kini menjadi murung bercampur gelisah, untuk berapa saat dia tak tahu apa yang mesti dibicarakan, maka setelah memandang sekejap jendela belakang yang hancur, ujarnya murung. "Menurut penilaianku sendiri setelah me-nyaksi kan kekuatan kapal perang yang di miliki benteng ini, bukan pekerjaan yang gampang bagi orang luar untuk memasuki Wi-lim-poo ini, tapi kenyataannya orang tersebut dapat bersembunyi di luar jendela tanpa di ketahui jejaknya, dari sini dapat diketahui kalau penjagaan dalam benteng sangat mengendor, kurang disiplin dan ke-lewat ceroboh." Dengan suara tak puas Oh Li cu segera membantah: "Aaah, mana mungkin, benteng Wi-lim-poo dikelilingi air, setiap sepuluh langkah boleh dibilang terdapat satu pos pen-jagaan..." "Baik, baiklah, aku sudah tahu" tukas Lan See giok tidak sabar, "aku cuma ingin berta-nya, orang itu bisa memanjati tembok ben-teng dan masuk ke ruang dalam, untuk hal mana berapa lebarkah jalan air yang mesti ditempuh? Beberapa banyak pos pen-jagaan yang harus dilalui? dalam hal ini pernahkah kau bayangkan?" Oh Li cu yang dihadapkan dengan per-ta-nyaan tersebut menjadi tertegun, dia hanya bisa mengerdipkan sepasang matanya de-ngan mulut membungkam. Dengan kening berkerut Lan See giok ber-jalan bolak balik lagi di dalam ruangan, ka-tanya lebih jauh: "Kecuali kepandaian ilmu meringankan tubuh yang dimiliki oleh orang ini sudah mencapai tingkatan yang sempurna, kalau tidak, mustahil dia dapat melewati tempat-tempat yang berpenjagaan ketat semudah itu, bisa jadi dia sudah hapal sekali dengan keadaan di dalam ruangan benteng ini."

180

Baru selesai dia berkata, mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Li cu, dia segera berbisik: "Adik Giok, aku rasa bisa jadi orang terse-but adalah anggota benteng sendiri?" Mendengar ucapan tersebut, Lanb See giok segerja teringat kembgali akan Be Siobng pak serta Thio-Wi-kang, hanya saja ia tak berani sembarangan berbicara. "Bagaimana kau bisa berkata begitu?" ta-nyanya kemudian. Oh Li cu kembali termenung, agaknya ia sedang mempertimbangkan kembali pelbagai kemungkinan dari dugaannya tersebut, akhirnya ia berkata. "Aku rasa kecuali beberapa orang saja yang sering datang ke gedung bagian belakang ini, jarang ada yang tahu kalau gedung ini ko-song---" Tergerak hati Lan See giok setelah men-dengar perkataan itu, tanpa terasa ia ber-tanya: "Apa kau bilang? Gedung belakang ini tak berpenghuni?" Kembali nampak keraguan di wajah Oh Li cu, dia merasa rahasia ini kelewat awal un-tuk diberitahukan kepada Lan See giok sekarang- sebab itu dia hanya manggut-manggut. Dengan cepat Lan See giok menjadi paham, tak heran kalau tiada orang yang menegur di sekitar sana sewaktu ada orang menyusup ke tempat tersebut. Meskipun demikian, dia toh tak berani menuduh siapapun secara gegabah, tanyanya kemudian dengan nada tidak mengerti: "Di hari biasa siapa saja yang sering ke-mari, dan siapa pula yang mengetahui raha-sia dari gedung belakang ini?" Agaknya Oh Li cu masih tetap menaruh keraguan terhadap dugaan itu, karenanya sambil memperendah suaranya dia menya-hut. "Be congkoan, Thio-Wi-kang, tiga setan dari benteng..." "Kau mencurigai si setan ikan leihi?" Lan see giok segera memotong. "Oh Li cu segera mendengus menghina, katanya dengan bangga: "Nyali anjingnya sudah pecah sedari tadi, jangan kata berani memasuki ruang dalam, mendengar kata "nona" saja tubuhnya sudah gemetaran keras . . " " Paras muka Lan See giok segera berubah menjadi terkejut bercampur keheranan, bi-siknya kemudian. "Kau maksudkan Be . . . " "Ssst!" cepat-cepat Oh Li cu menempelkan ujung jarinya ke atas bibir memberi tanda agar tutup mulut, setelah rmengerling sekezjap ke ruang sewbelah belakang,r ia berbisik lagi:

181

"Aku rasa kecuali mereka berdua, tidak ada orang ke tiga yang berani memasuki daerah sekitar tempat ini." Tergerak hati Lan See giok sesudah mendengar perkataan itu, ia pun berbisik: "Apakah mereka tidak berdiam di tempat ini? Oh Li cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali: "Tidak, mereka berdiam di gedung tunggal di seberang sana." Tanpa terasa Lan See-giok mendongakkan kepalanya memandang ke gedung seberang, suasana di sana sangat hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, di bawah ca-haya rembulan, ia melihat jelas tiada penjaga di sekitar sana. "Sungguh aneh," serunya kemudian de-ngan nada tidak mengerti, "mengapa tidak kujumpai penjagaan di sekitar wilayah ini?" Oh Li cu kembali berkerut kening sambil menunjukkan keraguan, setelah itu baru ujarnya. "Memang di sekitar gedung ini dan gedung di seberang sana tidak disertai dengan penja-gaan." "Mengapa?", tanya Lan See giok lagi tidak habis mengerti. "Entahlah. . ." Oh Li cu menggelengkan kepalanya berulang kali, "ayah yang suruh demikian!" Lan See-giok tahu bahwa Oh Li cu enggan berbicara, tentu saja diapun merasa kurang leluasa untuk mengajukan pertanyaan, maka sambil memandang bangunan di seberang sana, pikirnya di dalam hati. "Aneh, masa benar-benar ada orang yang berani menyadap pembicaraan kami dari luar jendela" Tiba-tiba Oh Li cu bangkit berdiri, lalu bisiknya. "Biar aku menengok ke sana!" Lan See giok kembali merasakan hatinya tegang, dengan cepat ia berbisik. "Kau harus bersikap lebih berhati hati, paling baik kalau membawa serta Siau ci dan Siau lian berdua" Oh Li cu manggut-manggut. "Aku tahu, aku bisa menghadapi mereka dengan sebaik baiknya----" Seusai berkata, buru-buru dia masuk ke bilik pintu bulat, sekalipun Lan See giok ti-dak begitu menyukai Oh Li cu, bagaimana-pun juga ia toh menguatirkan juga ke sela-matan dari perempuan tersebut. karena tindakan yang diambil olehnya jelas merupakan suatu tindakan yang menyerempet bahaya.

182

Terutama sekali selama dia berada dalam benteng Wi-lim-poo, ia butuh sekali bantuan dari Oh Li cu, selama ia berada di sana ber-arti lebih menguntungkan bagi usahanya untuk melarikan diri. Dengan penuh kegelisahan dia berjalan mondar mandi dalam ruangan agar pihak lawan tak sampai mengawasi gerak gerik-nya secara jelas, diapun sengaja memadamkan semua lentera yang berada dalam ruangan tersebut. Suara dayung membelah air kedengaran berkumandang ditengah keheningan itu. Cepat-cepat Lan See giok menuju ke jendela belakang dan melongok ke luar, se-buah sampan kecil sedang meluncur ke luar dari tempat tersebut. Oh Li cu berdiri tegak di ujung sampan, sebilah pedang tersoren di punggungnya, se-dang Siau ci dan Siau lian membawa dayung duduk di belakang. Entah mengapa, Lan See giok merasakan hatinya berdebar keras, andaikata orang yang menyadap pembicaraan mereka tadi benar-benar adalah Be Siong pak serta Thio-Wi-kang, jelas kepergian Oh Li cu kali ini mengandung resiko yang amat berat. Sampan itu sudah hampir tiba di seberang sana, tiba-tiba ia saksikan Oh Li cu berpaling ke arahnya, sorot matanya berkilat seperti bintang timur. Lan See giok segera menggapai ke arahnya, sementara hatinya berdebar makin keras, dalam sekejap itulah ia seolah-olah men-da-patkan suatu firasat jelek. Dia ingin memanggil pulang Oh Li cu, tapi kuatir hal tersebut malah berakibat merugi-kan, sementara ia masih sangsi Oh Li cu serta Siau lian sudah naik ke daratan sebe-rang dan menuju ke jalan tembus, sementara Siau ci tetap menanti di atas sampan. Lan See giok berdiri di depan jendela de-ngan perasaan yang sangat kalut, sorot ma-tanya yang tajam mengawasi perkembangan situasi tanpa berkedip. Kurang lebih seperminuman teh blamanya sudah ljewat, akan tetagpi suasana di sbeberang sana masih tetap hening . . . Berapa waktu kemudian, belum juga nampak Oh Li cu menampakkan diri . . Lan See giok semakin gelisah, pikirnya: "Wah, jangan-jangan orang yang menyadap pembicaraan tadi benar-benar adalah Be Siong pak serta Thio-Wi-kang?" Ia tak berhasil menebak dengan pasti me-ngapa Be Siong pak dan ThioWi-kang me-nyadap pembicaraan pribadi pocu nya, ja-ngan-jangan Oh Tin san telah membongkar pula rahasia sekitar kotak kecil tersebut di hadapan mereka berdua?

183

Tentang rahasia mestika tersebut, kecuali terhadap Say nyoo-hui, Oh Tin san boleh di-bilang tak pernah membicarakannya kepada Oh Li cu, jadi seharusnya mustahil kalau dia membocorkan pula kepada kedua orang itu... Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terdengar suara keleningan kecil ber-kuman-dang dari kejauhan sana. Tapi suara tersebut hanya bergema sing-kat, agaknya genta tersebut cepat-cepat dipegang orang hingga tak sampai bersuara. Suara keleningan tersebut mirip sekali dengan suara keleningan yang berkuman-dang dari perahu naga emas milik Oh Tin san. Tiba-tiba Siau ci yang berada di sampan seberang berpaling ke arah pintu air. Tergerak hati Lan See giok, dengan cepat dia melompat ke luar pula dari dalam ru-angan. Tiba di pintu halaman, benar juga ia lihat perahu naga emas telah berlabuh di depan pintu gedung persegi, semua cahaya lentera di atas perahu telah padam, beberapa orang lelaki berpakaian ringkas berdiri di buritan, salah seorang diantara-nya sedang menggeng-gam lonceng kecil itu. Sekali lagi Lan See giok berpikir dihati: "Dalam suasana begini, masa Oh Tin san akan ke luar benteng? Ke mana dia hendak pergi?" Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, Oh Tin san dan Say nyoo-hui sudah nampak muncul dari balik gedung dengan langkah tergesa gesa. Oh Tin san masih tetap mengenakan jubah abu - abunya, sedangkan Say nyoo-hui telah berganti dengan sebuah pakaian ringkas,b sepasang golokj burung hongnyag tersoren di-pubnggungnya tergantung sebuah kantung kulit. Setibanya di depan pintu, ke dua orang itu segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melompat naik ke atas perahu naga emas. Setibanya di perahu, Oh Tin San cepat-ce-pat mengulapkan tangannya setelah itu ber-sama sama Say nyoo-hui masuk ke ruang perahu. Beberapa orang lelaki kekar yang sudah siap dengan cepat mendayung perahu itu berlalu dari sana, dalam waktu singkat perahu naga emas itu sudah melaju pergi. Lan See giok yang menyaksikan semua peristiwa tersebut menjadi bingung ber-cam-pur gelisah, ia tidak mengerti mengapa Oh Tin san suami istri pergi dengan langkah tergesa gesa, tapi yang pasti hal ini tentu ada sangkut pautnya dengan si penyadap pembi-caraan mereka tadi.

184

Dalam keadaan yang begini, ia mulai me-nguatirkan keselamatan dari bibi Wan serta enci Ciannya, kalau tadi berniat meninggal-kan benteng Wi-limpoo, maka sekarang dia bertekad akan berusaha me-larikan diri dari situ. Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, sampan kecil 0h Li cu telah didayung kembali. Oh Li cu yang berdiri di geladak se-dang mengawasi perahu naga emas yang berlalu tanpa berkedip. Cepat-cepat Lan See giok menenangkan hatinya kemudian maju menyongsong, lalu sambil menarik Oh Li cu naik ke atas darat ia berbisik lirih: "Bagaimana? Apakah mereka berada di situ`" Dengan wajah riang Oh Li cu menunjuk ke arah pintu halaman, sebagai pertanda masuk dulu kemudian baru berbicara, tapi dengan nada tak mengerti ia toh bertanya juga ke-pada Lan See giok: "Agaknya ayahku sekalian barusan pergi?" Dengan cepat Lan See giok berkerut ke-ning, karena ia mengendus bau arak dari mulut Oh Li cu, ini yang membuat nya tidak mengerti, maka diapun manggut-manggut sambil mengiakan belaka. Mereka berdua masuk ke ruang dalam, sambil memasang lampu lentera Lan See -giok segera bertanya: "Bagaimana dengan mereka?" "Mereka sedang membicarakan tentang diri mu!" ucap Oh Li cu dengan wajah berseri. Nada suaranyapurn kedengaran peznuh de-ngan kegwembiraan, Lan Sree giok merasa kan hatinya bergetar keras, tanyanya lagi dengan gelisah: "Apa yang sedang mereka bicarakan?" Setelah lentera disulut, ia pun dapat me-li-hat Oh Li cu berdiri sambil memandang arahnya dengan pandangan cinta, senyum manis menghiasi ujung bibirnya, pipinya semu merah. Oh Li cu tertawa genit, sahutnya merdu: "Mereka semua mengatakan kau tampan dan gagah, di kemudian hari pasti akan menjadi seorang pemimpin yang disegani setiap orang..." Alangkah kecewanya Lan See giok se-telah mendengar perkataan ini, tapi untuk berhasil melepaskan diri dari sana. Ia pura-pura ber-tanya lagi dengan wajah gembira. "Apa lagi yang mereka bicarakan tentang diriku?" Paras muka Oh Li cu berubah semakin merah membara, lama kemudian ia baru berkata tersipu sipu: "Mereka masih memuji ketajaman mata ayahku yang bisa mendapatkan seorang menantu gagah seperti kau, sudah pasti dia akan banyak rejeki di kemudian hari."

185

Berbicara sampai di situ, tidak tahan lagi dia tertawa cekikikan . . . "Aaah, mungkin aku yang tidak sesuai untuk enci?" Sengaja Lan see giok me-rendah. Paras muka Oh Li cu berubah semakin merah, cepat-cepat dia membantah. "Adik Giok terlalu sungkan, sesungguhnya enci lah yang merasa tidak sesuai untukmu, cuma Be congkoan toh sempat memuji kita berdua sebagai sepasang sejoli yang amat serasi, diapun berkata pula demikian". "Adik adalah pemuda gagah dan enci adalah gadis cantik, bila kita berdua berjalan bersama, entah berapa banyak manusia lain yang akan merasa kagum" Tergerak hati Lan See giok setelah men-dengar ucapan tersebut, dengan gembira ia segera berseru: "Sungguh? Enci Cu, mari kita bermain ke telaga Oh peng, aku ingin lihat bagaimana para nona-nona nelayan yang ber-muka beng-kak, berwajah kurus memandang kagum kepadamu. . ." Waktu itu Oh Li cu sedang merasa gembira sekali, ditambah pula rasa ingin menang-nya, terpengaruh pula oleh beberapa cawan arak, tanpa berpikir panjang ia menyahut: "Baik, besok kita pergi bersama!" Ketika Lan See giok menyaksikan paras muka Oh Li cu makin lama semakin ber-tam-bah merah, dengan penuh perhatian dia pun bertanya: "Cici, kau telah minum arak?" Oh Li cu tertawa, ditatapnya anak muda tersebut dengan pandangan penuh cinta kasih, kemudian katanya. "Sewaktu kesana, mereka berdua lagi mi-num arak demi merayakan cici yang berhasil mendapatkan kekasih tampan seperti kau, Be congkoan dan Thio-Wi-kang, masing-masing telah menghormati tiga cawan arak kepadaku." "Kalau begitu cici sudah mabuk. " seru Lan See giok gugup "cepatlah pergi tidur, besok kita hendak berpesiar. Dengan cepat 0h Li cu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Cici tidak mabuk, pergilah tidur lebih du-luan, aku harus menitahkan Siau lian untuk memberitahukan kepada komandan pasukan harimau terbang agar menyiapkan sebuah kapal perang dan kuda untuk kita berdua." Terkejut Lan See giok mendengar ucapan ini, segera pikirnya. "Kalau aku mesti berpesiar dalam keadaan seperti ini, jelas hal tersebut akan sangat mempengaruhi usahaku untuk melarikan diri, wah--- rencana ini mesti kucegah."

186

Berpikir demikian.. cepat-cepat dia berseru "Urusan pribadi kita berdua mengapa ha-rus merepotkan orang lain . .?" Tidak sampai Lan See giok berbicara lagi, dengan nada meyakinkan Oh Licu berkata lebih jauh: "Besok kita harus menunggang kuda, ta-hukah betapa gagahnya kita berkuda!" Dia mengerling sekejap ke arahb si nona denganj pandangan penugh cinta kasih dban masuk ke dalam kamarnya dan berpesan lagi dengan mesra. "Cepatlah tidur, besok kita akan berangkat pagi-pagi!" Tiba-tiba satu ingatan melintasi kembali dalam benak Lan See giok, sambil berlagak resah ia berkata. "Tapi aku tak pandai menunggang kuda..." "Besok cici akan mengajar kepadamu, tanggung sekali belajar segera akan bisa" Selesai berkata, dia lantas beranjak pergi dari situ. Diam-diam Lan See giok mengeluh, hatinya amat gelisah, dalam keadaan begini ia tahu keadaan tak tertolong lagi, terpaksa dia harus bekerja menurut situasi besok. Berbaring di atas ranjang, bagaimanapun ia berusaha tidur, matanya terasa tak mau terpejam. Sekarang ia dapat memastikan kalau orang yang mencuri dengar rahasia kotak kecilnya adalah orang lain namun hal tersebut sema-kin memperbesar tekadnya untuk melarikan diri. Dengan seksama dan berhati hati sekali dia mulai merancang rencananya untuk melari-kan diri, ia telah persiapkan beberapa macam jawaban. Mempersiapkan bagaimana caranya menciptakan kesempatan, apa yang harus diperbuat untuk menghindari pe-ngejaran dari Oh Li cu serta bagaimana selanjutnya menyusup ke rumah kediaman bibi Wan nya Sampai dia beranggapan bahwa rencana nya betul-betul matang dan sempurna, ia baru terlelap tidur--Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya suara langkah kaki manusia menyadarkan Lan See giok dari tidurnya. Ketika membuka mata, sinar fajar telah mencorong masuk lewat jendela, seorang dayang kecil telah muncul sambil membawa keperluan membersihkan mulut dan muka. Lan See giok segera melompat bangun, ke-mudian bisiknya kepada pelayan itu: "Tolong ambilkan pakaian milikku sendiri!" Baru selesai ia berkata, dari kamar sebe-rang sudah kedengaran suara Oh Li cu lagi menegur:

187

"Adik giok, kau telah bangun?" "Benar cici!" sahut Lan See giok dengan perasaan terkejut. " Apakah kau merasa pakaian itbu kurang serasij dibadan?" tanyga Oh Li cu lagib dengan nada tidak mengerti. "Betul enci Cu, pakaian ini kelewat kedo-doran" "Aku masih mempunyai satu stel baju kongcu berwarna biru, tahun berselang baru selesai dibuat, biar kucarikan untukmu!" Untuk menghindari kecurigaan perempuan tersebut, Lan See giok tak berani bersikeras meminta kembali pakaian lama-nya, terpaksa dia hanya mengiakan. Tak lama kemudian, tirai kelambu tersing-kap dan Lan See giok merasakan pandangan matanya menjadi silau. Oh Li cu muncul dengan dandanan yang sangat mentereng, jauh berbeda dengan dan-danannya semalam, kali ini dia nampak ang-gun, cantik dan menawan hati. Sambil membawa sebuah jubah panjang, ia muncul kembali dengan wajah berseri. Memandang dandanan perempuan ini, diam-diam Lan See giok turut merasa gembi-ra, sebab sudah jelas tak mungkin akan mem-bawa senjata tajam atau senjata rahasia itu, berarti rencananya untuk melarikan diri sudah berhasil separuh. Karenanya dengan nada gembira dia berse-ru. "Aaah enci Cu, kalau kau berjalan jalan di tepi telaga dalam dandanan seperti ini, ja-ngan-jangan nona dusun akan mengira dewi sianggo turun dari rembulan ...." Oh Li cu merasa girang sekali dengan um-pakan tersebut, ia tertawa semakin bangga "Nah, ambillah dan cepat kenakan!"" Sambil berkata dia melemparkan jubah panjang tersebut ke arah Lan See giok. Lan See giok menyambut jubah panjang itu dan mengenakannya, ternyata potongan pakaian itu persis sekali dengan bentuk badannya. kalau tidak bisa dikatakan cocok sekali. Oh Li cu tertawa puas setelah melihat adik Giok nya nampak lebih tampan setelah me-ngenakan jubah biru itu, ia yakin hanya diri-nya yang pantas mendampingi seorang pe-muda ganteng macam dirinya. Ketika sarapan mereka berdua sama-sama membungkam dengan pikiran masing-masing Oh Li cu bersantap dengan lahap, dia se-dang mengkhayalkan bagaimana para gadis dusun mengagumi kecanrtikan dan keangz-gunannya.

188

Sebwaliknya Lan Seer giok tak sanggup me-nelan nasi yang disuapnya, pikirannya sa-ngat resah bila memikirkan rencana pe-lariannya nanti--Selesai bersantap, mereka berdua naik ke sampan, dan melaju menembusi aliran su-ngai dengan Siau ci serta Siau lian yang me-megang dayung. Setelah melewati benteng air yang tinggi dan menembusi dua buah saluran air, pintu gerbang telah berada di depan mata. Di kedua belah sisi pintu gerbang berdiri puluhan orang lelaki berbaju kuning, ada yang menyandang golok, ada yang mem-bawa busur, sewaktu melihat sampan yang ditum-pangi Lan See giok dan Oh Li cu lewat. bentakan nyaring menggelegar dan pintu gerbang segera dipentangkan lebarlebar. Tatkala sampan kecil itu lewat, puluhan orang lelaki kekar itu serentak memberi hor-mat dengan wajah serius, ketika memandang wajah Lan See giok, rata-rata mereka tunjuk-kan sikap menghormat. Sedangkan mereka yang melihat sikap alim dan lembut dari Oh Li cu, ratarata segera berpikir di dalam hati: "Waah, nona berubah seratus delapan pu-luh derajat." Ke luar dari pintu gerbang, Lan See giok merasakan matanya silau, rupanya di kiri pasukan harimau dan pasukan naga. Setiap kapal perang berlabuh rapi, panji berkibar terhembus angin dua puluhan lelaki kekar berbaju kuning dengan tombak dan tameng di tangan berdiri serius di atas gela-dak. Begitu sampan yang ditumpangi Lan See -giok sekalian muncul, terompet dibunyikan dan serentak semua lelaki-lelaki kekar itu menengok ke arah mereka. Komandan pasukan harimau serta koman-dan pasukan naga telah menantikan keda-tangan mereka di perahu pertama. Lan See giok segera berlagak sangat gem-bira, dengan wajah berseri dia mengulapkan tangannya ke arah kawanan pasukan yang berada di kiri kanannya Ketika menyaksikan wajah menghormat dan sorot mata kagum yang terpancar dari wajah orang-orang itu, Lan See-giok malu sendiri, dia yakin orang-orang itu tak ada yang tahu kalau sekarang ia sedang berusa-ha untuk melarikan diri. Sampan itu didayung langsung menuju ke kapal perang pertama, setelah mendekat, pemuda itu baru tahu kalau di situ tidak di sediakan tangga untuk naik, padahal tinggi perahu mencapai dua kaki lebih, apalagi tinggi geladak yang delapan depa lebih tinggi.

189

Kedengaran dua orang komandan pasukan itu berseru dari atas geladak dengan hormat: "Perahu dan kuda sudah dipersiapkan, si-lahkan sau pocu dan nona naik ke atas perahu". Karena tidak disediakan tangga, Lan See -giok tahu kalau dia diharuskan melompat naik dengan mengandalkan ilmu meringan-kan tubuh, maka sambil berpaling ke arah Oh Li cu yang berada di belakangnya, ia ber-kata seraya tertawa. "Nona, silahkan kau naik dulu!" Oh Li cu tersenyum dan manggut-manggut, ia melejit ke udara setinggi tiga kaki, lalu ditengah udara dia menggunakan jurus bu-rung Hong masuk sarang untuk melayang ke atas perahu. Tempik sorak bergema gegap gempita, se-mua anggota pasukan yang berada d di se-kitar sana berteriak memuji untuk menyam-but keindahan gerak tubuh nona mereka. Lan See giok segera berkerut kening, dia tahu Oh Li cu sengaja hendak memamer-kan kehebatannya dihadapannya. Maka sambil tertawa hambar dia melompat ke atas, tingginya tidak seberapa dimana sepasang kakinya persis menginjak di tepi perahu, hal ini membuat orang mengira dia tak bertenaga penuh, Disaat ujung kaki Lan See giok hampir me-nempel di sisi perahu itulah, tubuhnya nam-pak gontai dan bergetar keras, sementara tubuh bagian atasnya tahu-tahu terpelanting ke luar kapal. Jeritan kaget kontan saja berkumandang dari sana sini, beratus - ratus lelaki kekar itu sama - sama tertegun karena kaget, sedang kan Siau ci dan Siau lian yang berada di sampan kecil malah sempat men-jerit leng-king: Mendadak. . Lan See giok mengibaskan ujung baju kanannya, lalu badannya yang terlempar he luar perahu tadi berputar ke sebelah kiri, setelah itu dengan tubuh lurus seperti pena ia berdiri di ujung perahu dengan mantap. Menyaksikan demonstrasi ini, ke dua orang komandan kapal perang itu jadi melongo dan termangu beberapa saat, sementara suasana di sekitar situpun dicekam dalam keh-eningan. "Memalukan, sungguh memalukan!" akhir-nya Lan See giok memecahkan keheningan tersebut. Komandan pasukan harimau dengan cepat berhasil menguasai diri, serunya kemudian dengan suara lantang: "Saudara sekalian, demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang baru saja akan dipertunjukkan sau pocu adalah ilmu meri-ngankan tubuh yang

190

disedut "Angin menggo-yangkan pohon liu," pengetahuan kalian tentu akan semakin terbuka dengan diperli-hatkannya ilmu kepandaian itu" "Sesudah ucapan tersebut diutarakan, tempik sorak yang gegap gempita baru berkumandang memecahkan keheningan. Lan See giok segera mengulapkan tangan nya untuk menenangkan suasana, kemudian setelah menyampaikan rasa terima. kasih kepada ke dua orang komandan pasukan, ber-sama Oh Li cu yang dihiasi senyum di kulum mereka bersama sama masuk ke ru-ang kapal. Tak lama kemudian, perintah diturunkan dan perahu pun bergerak meninggalkan tem-pat tersebut. Makin lama perahu dijalankan semakin ce-pat, sepanjang jalan hanya suara ombak yang memecah kesepian memainkan suasa-na. Lan See giok duduk di ruang dalam, ia seperti tidak berniat untuk menyaksikan keadaan di luar perahu dan nampaknya hal ini justru amat cocok dengan keinginan Oh Li cu. Dalam ruang perahu, 0h Li cu dan Lan See giok duduk bersanding, gadis itu kelihatan sangat gembira, ia seringkali mengajak pe-muda itu membicarakan soa1 pemandangan alam, meski Lan See-giok dibebani pelbagai masalah, toh dia harus menghadapi dengan berhati hati . . Ketika kapal perang itu meninggalkan hu-tan gelugu, matahari telah muncul di ufuk timur, cahaya keemas-emasan memancar ke permukaan telaga dan memercikkan cahaya yang menyilaukan mata. Sekarang Lan See giok baru tahu bahwa perahu mereka diarahkan ke barat daya, ketika memandang jauh ke muka, lebih kurang tujuh delapan li di depan sana ke-li-hatan sebuah garis hijau, agaknya disitulah kampung nelayan itu berada. Sebagaimana diketahui, sewaktu datang ia sama sekali tidak tahu arah mata angin, tentu saja saat inipun ia tak tahu dimana-kah letak benteng Wilim-poo, apalagi masih berapa jauh jaraknya dengan kampung ne-layan itu. la juga takut kalau sampai bertemu dengan si naga sakti pembalik sungai, terutama sekali dengan si kakek berjubah kuning maka ia beranggapan setelah turun dari perahu nanti, ia harus berusaha secepatnya meninggalkan tempat itu. Semakin mendekati daratan, Lin See giok merasa hatinya semakin tegang. Akhirnya perahupun merapat dengan pantai, dua orang lelaki kekar segera menu-runkan papan dan menarik ke luar dua ekor kuda putih dari atas perahu. Menyaksikan kuda yang kurus dan lemah apalagi nampak begitu jinak tersebut.. kon-tan saja Lan See giok berkerut kening, "Kalau kudanya saja

191

begitu kurus dan lemah, ba-gaimana mungkin bisa berlari cepat?" demikian ia berpikir dengan perasaan geli-sah. Tiba-tiba terdengar Oh Li cu bertanya kepada si lelaki penghela kuda itu. "Apakah dua ekor kuda tua itu?" Kedua orang lelaki itu segera mengiakan dengan hormat. Lan See giok menjadi sangat mendongkol, dengan nada tak puas dia bertanya: "Mengapa kau memilih dua ekor kuda tua?" "Sebab kau tak pandai berkuda", jawab Oh Li cu sambil tertawa manja, "oleh sebab itu cici sengaja berpesan agar dipersiapkan dua ekor kuda tua yang tidak binal lagi!" Diam-diam Lan See giok mengeluh, tahu begini semalam dia tak akan beralasan tak -pandai menunggang kuda. Turun dari perahu, merekapun mendekati kedua ekor kuda tua tersebut. Lan See giok merasa sedikit gugup, sebab berbicara yang sesungguhnya, baru pertama kali ini ia menunggang kuda. Setelah diberi petunjuk ringkas oleh Oh Li cu, merekapun menunggang kuda dan men-jalankan nya menelusuri tanggul. Sepanjang jalan Lan See giok berlagak tegang, pandangannya selalu tertuju ke de-pan, seolah-olah kuatir kalau tubuhnya ter-jengkang ke belakang. Oh Li cu amat geli melihat sikap kaku nya, sambil tertawa getir ia berseru. "Hei, kalau menunggang kuda lebih baik angkat saja kepalamu, luruskan pandangan ke muka!" Lan See giok mengiakan sambil meman-dang ke muka, tapi apa yang terlihat mem-buat badannya gemetar keras, hampir saja ia terjerembab dari atas kuda. Diantara pepohonan siong yang terbentang di depan situ, berdiri sebuah bangunan rumah yang mungil, ternyata rumah itu bu-kan lain ada1ah rumah bibi Wan serta enci Ciannya. Oh Li cu yang melihat pemuda itu gemetar dan wajahnya berubah, disangkanya ia se-dang ketakutan, cepat serunya dengan kuatir. "Tak usah takut, bila perlu kempitkan kaki pada perut kuda, dengan demikian kau tak akan sampai jatuh, pegang tali les kuda erat-erat, asal tubuhmu tak sampai terlempar ke udara, niscaya jiwamu tak akan bahaya." Lan See giok merasa kalau ia telah khilaf, cepat-cepat perhatiannya dipusatkan jadi satu dan manggut- manggut kearah Oh Li cu dengan perasaan terima kasih. Sementara itu, kuda mereka sedang lewat di muka pintu rumah, Lan See giok sudah melihat jelas pintu ruangan bibi Wan nya.

192

Sekarang ia hanya bisa berdoa, semoga Thian melindunginya dan jangan sampai mempertemukan dia dengan bibinya. Ketika kuda mereka maju lebih ke depan semua pemandangan dalam halaman rumah itu dapat terlihat jelas. Tiba-tiba Lan See giok merasa hatinya ber-getar keras, jantungnya berdebar begitu keras sehingga hampir saja akan melompat ke luar dari mulutnya. Ternyata enci Cian nya sedang berdiri di dalam halaman dengan punggung meng-ha-dap ke luar, dalam keadaan begini ia kuatir sekali Ciu Siau cian atau enci Cian nya akan menyapa dia. Agaknya Oh Li cu juga telah melihat gadis tersebut, menurut penaksirannya kalau di tinjau dari rambut panjang dan perawakan tubuh gadis berbaju kuning itu. dia semesti-nya berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Api cemburu Oh Li cu seketika berkobar ketika ia saksikan Lan See giok tiada henti nya melirik kearah gadis dalam halaman tersebut, dengan rasa cemburu yang amat tebal ia lantas berseru: "Adik giok, apakah kau menganggap gadis yang berada di dalam halaman itu lebih can-tik dari pada cici?" Terkejut Lan See giok mendengar per-ta-nyaan ini. dia bukan takut Oh Li cu menjadi gusar, tapi yang jelas takut kalau jejak nya sampai ketahuan Ciu Siau cian. Betul juga, ketika mendengar ada suara pertanyaan bergema di situ, Ciu Siau cian segera berpaling. Betapa rikuh dan tersipu-sipunya Lan See giok waktu itu, andaikata sekitar sana ada lubang niscaya ia telah menyembunyikan diri di sana, baru saat ini dia dapat merasakan, bagaimanakah perasaan seseorang yang punya mulut namun tak dapat mengutara-kan kesulitan sendiri. Sementara itu Oh Li cu berdiri ter-tegun lantaran kaget, setelah melihat paras cantik lawan, tiba-tiba saja timbul perasaan rendah diri pada dirinya, dia memang tak berani per-caya kalau dalam dusun nelayan terdapat gadis yang berparas begitu cantik. Gadis berbaju kuning itu berkulit putih, bermata bening. hidung mancung dengan bibir yang kecil mungil, sekalipun dia hanya mengenakan pakaian yang amat sederhana, namun tidak mengurangi sikap anggun dan daya tariknya. Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli sungguh menawan hati.

193

Agak berubah wajah Oh Li cu setelah me-nyaksikan paras muka gadis berbaju itu, wajahnya menjadi murung dan timbu1 perasaan yang amat tak sedap di hati. Tanpa disadari akhirnya dia berseru: "Dia memang benar-benar sangat cantik!" "Aaah, dia kan gadis dusun yanbg tak tahu adatj, biar cantik, gbagaimana mungkbin bisa dibandingkan dengan cici yang berasal dari keluarga persilatan?" tukas Lan Se giok tiba-tiba. Setelah mendengar perkataan tersebut, rasa rendah diri yang semula menyelimuti perasaan Oh Li cu segera hilang lenyap tak berbekas. . . Apalagi setelah melihat gadis berbaju kuning itu segera tertunduk malu sehabis mendengar perkataan dari Lan See giok tadi, tanpa terasa ia tertawa bangga. Lan See giok tak berani memandang wajah Ciu Siau cian, hatinya tak terlukiskan geli-sahnya, ia tak tahu apakah enci Cian nya telah mendengar perkataan tersebut atau ti-dak. Dalam keadaan begini, dia cuma berharap selekasnya bisa meninggalkan tempat itu, apa mau dikata kuda tua tersebut larinya lamban sekali. Beberapa kali Lan See giok mencoba untuk melarikan kudanya, sayang kuda tersebut kelewat tua, setelah lari beberapa langkah kembali jalannya melamban. Nampaknya gerak gerik dari pemuda ter-se-but tak dapat membendung rasa geli Oh Li cu, tak tahan ia tertawa cekikikan. Merasa dirinya ditertawakan, Lan See giok amat gusar, saking mendongkolnya tiba-tiba saja ia menendang perut kuda itu keras-keras. Ringkikan panjang yang amat memekik-kan telinga segera berkumandang memecah kan keheningan, mungkin lantaran kesakitan, tiba-tiba saja kuda tersebut kabur se-cepat cepatnya ke muka. Bisa dibayangkan betapa kagetnya Lan See giok waktu itu, badannya menjadi gontai dan nyaris terjerembab ke tanah, dengan gugup ia memegang tali les kuda nya kencang-ken-cang. Oh Li cu terkejut juga melihat kejadian ini, dengan gelisah ia menjerit: "Aduh celaka, kudanya kaget, kudanya kaget---" Lan See giok semakin gugup, dia tahu ba-haya sehingga tanpa sadar kakinya me-ngem-pit, perut kuda itu semakin kencang, tangan-nya yang memegang tali les juga di perken-cang. Mimpi pun Oh Li cu tak pernah menyangka kalau kuda tua yang di hari-hari biasa sangat penurut dan jinak, mendadak saja menjadi sewot dan gila menyaksikan kegugupan Lan See giok di atas punggung kuda itu, ia men-

194

jadib gelisahnya bukjan kepalang, sagmpai- sampai teblapak tangannya menjadi basah oleh keringat dingin. Dalam keadaan begini, dia mencoba untuk melarikan kudanya untuk mengejar, apa mau dibilang kudanyapun sudah kelewat tua. setelah lari beberapa langkah, diapun melamban kembali. Dalam waktu singkat kuda sewot yang di tunggangi Lan See giok sudah kabur jauh ke depan, yang tersisa hanya debu dan pasir yang beterbangan menutupi pemandangan. Hampir menangis Oh Li cu menyaksikan kejadian itu, ia melihat jelas bagaimana Lan See giok menggenggam kencang tali les ku-danya dengan wajah tegang. "Adik Giok-adik Giok...cepat bungkuk-kan tubuhmu di atas pelana, cepat bungkuk-kan tubuhmu di atas pelana ...." jeritnya kemu-dian setengah menangis. Lan See giok yang gugup bercampur tegang, bisa mendengar jerit tangis Oh Li cu tersebut dengan jelas, tanpa berpikir panjang ia segera menuruti nasehat tersebut dengan membungkukkan badannya di atas pung-gung kuda. Hutan demi hutan, pepohonan demi pe-po-honan dilalui dengan cepat, Lan See giok ti-dak tahu berapa jauh ia sudah dibawa kabur, peluh telah membasahi tubuhnya maupun tubuh sang kuda, lambat laun lari si kuda sewotpun kian melamban. Di depan sana terbentang kini sebuah la-pangan rumput yang luas, karena kudapun sudah mulai melamban larinya, Lan See giok mulai dapat mengingat ingat kembali pela-jaran yang diberikan Oh Li cu kepada nya bila menjumpai bahaya. Cepat ia menekan kuda itu dengan telapak tangan kanannya, begitu tubuhnya melejit ke udara, ia berjumpalitan beberapa kali kemu-dian melayang turun ke atas tanah berum-put. Dengan lenyapnya daya beban dari kuda tua itu, binatang tadipun menghentikan larinya. Baru pertama kali Lan See giok mencoba naik kuda, namun akibatnya harus men-jum-pai pengalaman yang mendebarkan hati aki-batnya rasa tegang yang mencekam pe-rasaannya tidak juga bisa ditenangkan. Sambil duduk di tanah lapang dengan na-pas terengah, ia memandang kuda putih di kejauhan sana sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, pikirnya: "Menunggang kuda tua bangkotan saja su-dah mendebarkan hati, apalagi kalau menunggang kuda liar, bagarimana jadinya?"z

195

Mendadak satuw ingatan melintras dalam benaknya, kejut dan gembira ia segera melompat bangun dan mencak-mencak kegi-rangan, gumamnya seorang diri: "Kalau sekarang tidak kabur, harus ku-tunggu sampai kapan lagi? Yaa, inilah ke-sempatan paling baik yang belum tentu bisa kujumpai lagi---.! Berpikir begitu, cepat-cepat dia me-lompat naik lagi ke punggung kuda tua dan mencoba untuk meneruskan perjalanan sayang kuda tua itu sudah kelewat lelah, bagaimanapun ditarik, di-betot, kuda tadi tetap berdiri tegak di tempat semula. Lan See-giok gelisah sekali, dia kuatir Oh Li cu keburu menyusul ke mari, karenanya terpaksa ia melompat turun dari kuda tua itu dan melarikan diri menuju ke gundukan bukit kecil di depan situ. Tengah hari sudah lama lewat, Lan See -giok mulai merasa perutnya sangat lapar, tapi sejauh mata memandang hanya hutan belantara belaka, ke mana ia harus pergi untuk bersantap? Untung saja tak lama kemudian ia sudah tiba di sebuah pegunungan, di atas pegunu-ngan itu penuh pepohonan li yang buahnya mulai memasak. tidak sungkan-sungkan lagi Lan See giok memetik buah buahan tersebut dan melahapnya dengan rakus . . . Entah berapa saat kemudian. tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah kuda yang amat ramai bergema secara lamat-lamat dari arah tanggul telaga sana. Lan See giok sangat terkejut, ia memasang telinganya baik-baik dan mendengarkan de-ngan penuh perhatian, betul juga derap kaki kuda itu sangat ramai.. tampaknya ada se-rombongan manusia berkuda sedang melalui tempat tersebut. Makin lama suara derap kaki kuda itu se-makin nyaring dan mendekat, suaranya ba-gaikan gemuruh yang menggelegar men-jelang datangnya hujan deras. Tergerak hati Lan See giok ia segera bang-kit berdiri dan lari ke depan sebuah pohon besar di puncak bukit. Dari sana ia memanjat ke pucuk pohon dan menyembunyikan diri di balik dedaunan yang lebat. Dikejauhan sana, pada wilayah antara tanggul dengan tanah padang berumput, ke-lihatan debu dan pasir beterbangan ke ang-kasa, tampak dua tiga puluhan ekor kuda sedang dilarikan mendekat dengan kecepatan luar biasa, Mendadak---

196

Rombongan itu memecahkan diri bagai-kan bunga api yang meletuk dengan berbentuk seperti kipas, rombongan kuda tadi menye-barkan diri serta mengepung lapangan rum-put tersebut rapat-rapat. Lan See giok sangat keheranan setelah menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan tidak mengerti dia celingukan kian kemari, tapi selain padang rumput yang luas, pada hakekatnya tidak dijumpai sesuatu apapun yang mencurigakan. Ketika diamati dengan lebih seksama, pe-muda kita segera gemetar karena kaget, ter-nyata penunggang kedua tiga puluh ekor kuda itu adalah lelaki-lelaki kekar berpa-kaian ringkas warna kuning, kalau diperhati-kan baju seragamnya, jelas mereka adalah anggota benteng Wi-lim-poo. Tapi ingatan lain membuat pemuda ini menjadi ragu, seingatnya dalam kapal perang yang ditumpanginya hanya memuat dua ekor kuda tua, lantas darimana datang-nya kuda sebanyak itu? Walaupun Oh Li cu bisa kirim orang untuk memberi laporan ke benteng, itu pun paling cepat malam nanti pasukan mereka baru akan tiba di sini. Sementara itu, ke dua tiga puluh ekor kuda tadi sudah berdiri berjajar di sepanjang garis padang rumput. Tiba-tiba Lan See giok jadi melongo, ter-nyata orang yang berada di punggung kuda berwarna merah dimuka barisan adalah Oh Li cu sendiri. Tak terlukiskan rasa kaget yang men-cekam perasaan Lan See giok sekarang, ia tidak berminat untuk menyaksikan adegan terse-but lebih jauh, dengan cepat dia melompat turun dari atas pohon, kemudian kabur ke dalamb hutan dengan mjengerahkan ilmug meringankan tubbuh yang dimilikinya. Sambil melarikan diri, dihati kecilnya tiada hentinya merasa keheranan, ia benar--benar tak mengerti mengapa pasukan dari Wi-lim-poo bisa secepat itu tiba di tempat kejadian. Dalam beberapa saat saja hutan lebat su-dah ditembusi, kini dihadapannya terbentang padang rumput yang sangat luas. Lan See giok semakin gelisah, dia tahu berlarian di padang rumput berbahaya sekali, sebab tiada tempat untuk menyembunyikan diri, ia harus secepatnya memasuki daerah yang lebat dengan pepohonan yang luas. Matanya yang jeli segera mengamati seke-jap sekeliling tempat itu, pada jarak tiga em-pat li di sebelah kanan, ia jumpai sebuah dusun, dan tempat tersebut merupakan daerah yang terdekat dengan dirinya berada. BAB 10 IA tak berani berayal lebih jauh, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, ia segera kabur menuju kearah dusun tersebut, badannya meluncur bagai-kan segulung asap saja.

197

Ketika hampir mencapai di depan dusun. pemuda itu berpaling sekejap. Diam-diam ia menjadi gembira sebab pasukan dari Wi-lim-poo belum muncul dari hutan tadi. Tapi setelah ia berpaling kembali meman-dang ke depan, pemuda Itu segera menghen-tikan perjalanannya dan berdiri tertegun, ternyata di depannya terbentang sebuah su-ngai besar yang lebarnya mencapai sepuluh kaki lebih. Dengan gelisah ia berpaling kembali, un-tung pasukan dari Wi-lim-poo belum menyu-sul sampai di situ, ia pikir masih punya waktu untuk mencapai perahu, maka dengan cepat ditelusurinya sungai tersebut: Tapi dengan cepat ia menjadi putus asa, arus sungai kelewat deras, jangan lagi perahu, bayangannya saja tidak dijumpai. Dengan putus asa dia menelusuri tepi su-ngai, makin ke depan sungai tersebut me-ni-kung semakin ke dalam, daerah tikungan tadi merupakan sebuah tanah perbukitan. Mendadak ia mendengar suara ribngkikan kuda bejrkumandang datagng, Lan see giobk amat terperanjat dan cepat berpaling, apa yang kemudian terlihat segera membuat keringat dingin bercucuran. Rupanya beberapa ekor kuda sedang ber-larian menelusuri tepi sungai menuju kearah nya, sedang lelaki kekar yang berada di punggung kuda dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi tepi seberang sungai. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok, ia membalikkan badan dan segera melarikan diri. Tapi belum berapa langkah, dari seputar hutan di tanah gundukan depan muncul pula beberapa puluh ekor kuda. Lan See giok tahu keadaan bakal runyam, ini berarti pantai sungai tak mungkin bisa dipakai untuk menyembunyikan diri lagi, se-cepatnya ia kembali ke pesisir dan menye-lusuri air, ia kabur ke sebelah kanan sungai tersebut. Dalam pelarian tersebut, tiba-tiba Lan see giok menemukan sebuah sampan kecil yang tergeletak di tepi pesisir, pemuda itu bagai-kan menemukan bintang penolong saja segera berlarian menuju kearah situ. Tapi, ia segera kecewa setelah dekat de-ngan perahu tadi, ternyata perahu yang nampak utuh dari luar, dasarnya sudah jebol dan berantakan. Pada saat itulah--Dari depan situ bergema lagi suara ringki-kan kuda. bersamaan itu juga dari ke jauhan situ berkumandang suara derap kaki kuda yang amat keras.

198

Lan See giok benar-benar amat gugup, bila ia sampai tersusul saat ini, jelas tiada alasan yang dapat digunakan, satu satunya jalan hanya bertarung sampai titik darah penghabisan: Menyaksikan arus sungai yang begitu deras, ia teringat kembali ilmu berenang yang belum sempat dipelajari, tak tahan lagi pikirnya setelah menghela napas: "Betapa senangnya bila ilmu berenang ku-kuasai, saat ini mungkin aku sudah tiba di dusun pantai seberang--." Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, sekali lagi terdengar suara ringkikan panjang yang bergema dari tempat tak jauh dari situ. Lan See giok amrat terkejut, taznpa disadari iaw meraba senjatar gurdi emas Cin kim kong luan jui yang melilit, di pinggangnya. Dalam pada itu suara ringkikan kuda su-dah semakin mendekat, suara tersebut ber-gema pula dari kiri dan kanan tubuhnya. Sekarang Lan See giok berada dalam posisi yang berbahaya sekali, tak terlukis-kan rasa gelisah hatinya, biar dia tahu perahu bobrok itu tak mungkin bisa di-pakai untuk bersem-bunyi, namun terdesak oleh keadaan mau tak mau dia menerobos juga ke dalam perahu bobrok itu. Pada saat Lan See giok baru saja melompat naik ke atas perahu bobrok dan menyem-bunyikan diri, suara derap kaki kuda yang amat gencar telah bergema datang dari sisi sebelah kanan. Menyusul kemudian beberapa ekor kuda berlarian mendekat bagaikan gemuruh angin puyuh. Lan See giok menahan napas sebisa mung-kin, hatinya berdebar keras, diam--diam ia bersyukur karena tempat persembunyian nya tidak sampai ketahuan. Suara bentakan-bentakan keras bergema kemudian, agaknya pasukan yang datang dari sebelah kiri telah berpapasan dengan pasukan yang telah datang dari sebelah kanan, kemudian berhenti tak jauh dari ka-pal bobrok itu berada . . . Mendadak terdengar seseorang menegur dengan suara yang serak dan tua. "Apakah kalian telah melihat sau pocu?" Diam-diam Lan See giok terkesiap, ia me-ngenali suara tersebut sebagai suaranya Be Siong pak, manusia yang mempunyai banyak akal muslihat. "Lapor congkoan" beberapa orang lelaki itu segera menjawab dengan hormat, "hamba sekalian tidak melihatnya" Diam-diam Lan See giok merasa keheran-an juga, pikirnya. "Aneh, mengapa Be Siong pak bisa me-mimpin pasukan untuk melakukan pengejar-an.

199

Karena dorongan rasa ingin tahunya, ia segera mengintip dari celah-celah perahu bo-brok itu. Be Siong pak yang duduk di punggung kuda tampak sedang berkerut kening dengan wajah resah, sorot matanya yang tiada henti-nya dialihkan ke pantai seberang sungai tersebut. Paras muka belasan lelaki berbaju kuning pun kelihatan amat serius, mereka meme-gang tali les kuda masing-masing dengan kencang, sementara peluh membasahi tubuh-tubuh mereka maupun tubuh kuda-kuda tersebut... Sementara itu dari arah pantai ber-kuman-dang kembali suara derap kaki kuda yang sangat ramai. Seorang lelaki yang berada di sisi Be Siong pak segera berpaling dan memandang seke-jap ke arah pantai, kemudian serunya de-ngan nada gelisah, "Congkoan, nona telah datang. . . !" MENDENGAR Oh Li cu telah tiba pula di tempat kejadian, Lan See giok merasakan hatinya semakin tegang. Be Siong-pak segera mencemplak kudanya dengan memimpin puluhan anak buahnya maju menyongsong ke tepi sungai. Derap kaki kuda dan suara ringkikan kuda yang ramai akhirnya berhenti di belakang perahu bobrok persis di sisi pesisir sungai, debu dan pasir tampak beterbangan meme-nuhi angkasa. Menyusul kemudian seekor kuda merah yang tinggi besar muncul pula di tempat tersebut . . . Lan See giok yang mengintip ke luar kem-bali merasakan tubuhnya gemetar keras, ternyata orang yang duduk di atas kuda merah yang tinggi besar itu tak lain adalah Oh Li cu. Paras muka Oh Li cu telah basah oleh air mata, matanya merah membengkak, rambut nya sedikit kusut dan cahaya mukanya ham-pir pudar . . . Dengan pandangan mata gelisah bercam-pur cemas dia menengok sekejap ke arah pantai seberang, lalu kepada Be Siong pak yang menyongsong kedatangannya, ia berta-nya cemas: "Apakah kalian tidak menemukannya?" "Di kedua belah pesisir sungai sama sekali tidak dijumpai bayangan tubuh dari sau pocu!" jawab Be Siong pak. Sekali lagi air mata 0h Li cu bjatuh ber-cu-cujran, ia menutupgi muka sendiri bdan berkata sambil menangis tersedu-sedu:

200

"Sebenarnya ia tak pandai menunggang kuda, akulah yang memaksanya naik, apa mau dikata kuda tua itu kaget!" Lelaki kekar berkuda hitam yang tampak nya komandan dari pasukan tersebut segera berkata dengan hormat: "Kuda tua itu sudah berhenti di tanah la-pang, sekujur badannya telah basah oleh keringat darah rupanya sudah kehabisan tenaga, ini menunjukkan kalau binatang tersebut telah berlari kencang sepanjang jalan, bila sau-pocu memang tak pandai menunggang kuda, bisa jadi ia sudah terja-tuh ditengah jalan!" Be Siong pak segera melototkan matanya bulat-bulat, serunya dengan suara dalam: "Tenaga dalam yang Sau pocu miliki amat sempurna, bagaimana mungkin ia bisa ter-jatuh dari kuda?" Tidak sampai Be Siong pak menyelesaikan kata katanya, sambil menangis Oh Li cu su-dah mengomel: "Semuanya ini kau lah yang salah, menga-pa sewaktu aku datang ke tempatmu sema-lam -kau tidak mengatakan kalau pocu sudah menurunkan perintah bahwa setiap orang dilarang ke luar benteng, bila di dalam ben-teng ada urusan harus dirundingkan dulu dengan Sau pocu---?" Sambil berkata, dia menangis tiada henti nya, seolah-olah seorang kanakkanak yang kehilangan mainan kesayangannya. Dengan wajah menyesal dan murung Be Siong pak menjawab: "Yaa. memang hambalah yang teledor serta tidak berpikir sempurna, tidak ku-sangka lo pocu sama sekali tidak memberi kabar kepada nona serta sau pocu ketika hendak berangkat, coba kalau hamba tidak mende-ngar suara tampik sorak pagi tadi sehingga segera mengutus orang untuk mencari berita, mungkin hingga sekarang pun belum kuketahui kalau nona dan Sau pocu telah berpesiar ke pantai telaga!" "Apa pula gunanya kau menyusul sampai di sini?" kembali Oh Li cu menangis ter-sedu sedu, coba kalau kau bertindak cepat semab-lam dengan menjurunkan perintagh itu kese-mua bpenjaga pintu benteng, hari ini kami tak akan bisa ke luar dan tak mungkin akan ter-jadi peristiwa di luar dugaan seperti ini." "Yaa, kesemuanya ini memang kesalahan hamba" Be Siong pak mengangguk berulang kali, "hamba memang pantas mati, hamba memang pantas mati, sekembalinya lo pocu nanti, hamba memang tentu akan minta hu-kuman sendiri!" Setelah berhenti sejenak, serta me-mandang sekejap semua orang yang berada di seputar tempat itu, dengan nada meng-hibur dia ber-kata lagi:

201

"Walaupun kita sudah mengerahkan keku-atan sedemikian besarpun belum berhasil juga menemukan kembali sau-pocu, itu ber-arti besar kemungkinannya sau-pocu telah diculik oleh si kakek berjubah kuning tapi nona tak usah kuatir, sau pocu ber-bakat ba-gus dan berwajah cerah, sekalipun mengha-dapi bencana, semua bencana akan berubah menjadi rejeki, biar sekarang agak tersiksa dan menderita, toh akhirnya akan kembali juga ke Wi-lim-poo dengan selamat---" Dalam suasana gelisah bercampur marah mana ada niat dari Oh Li cu untuk mende-ngarkan obrolannya, dengan cepat ia menu-runkan kembali tangannya dari atas wajah, lalu sambil melotot ke arah Be Siong pak bentaknya: "Obrolan busuk. siapa yang mau mende-ngarkan ucapanmu itu, Hmm! bencana bisa berubah jadi rejeki . . . orangnya di mana sekarang?" "Pokoknya bila tidak kau temukan kembali Lan See giok hari ini, kau sendiri pun tak usah kembali ke Wi-lim-poo" Sambil berkata ia segera mencemplak kembali kudanya dan melarikan binatang tersebut meninggalkan tempat tersebut. Be Siong pak termangu melihat kemarahan nonanya, tanpa terasa teriaknya keras-keras: "Nona. tunggu dulu, nona, tunggu dulu hati-hati kalau sampai terjatuh dari kuda!" Sembari berteriak, dengan gugup dia mela-rikan pula kudanya untuk menyusul dari belakang. Kawanan lelaki lainnya serentak mem-ben-tak dan melarikan kuda masingmasing dalam waktu singkat kedua tiga puluhan kuda tersebut telah berlalu semua mengikuti di belakang Oh Li cu. Lan See giok menghembuskan napas pan-jang, perasaan tegang yang sempat mencekam perasaannya kinripun berkurang,z diam-diam ia mwelompat ke luarr dari perahu! Sepanjang pesisir dijumpainya penuh de-ngan bekas kaki kuda, melihat itu dia baru mengerti apa sebabnya Oh Li cu tidak me-ngirim orang untuk memeriksa perahu bo-brok tersebut. Agaknya perahu itu kelewat bobrok dan mustahil bisa dipakai untuk bersembunyi, ditambah pula seputar pesisir sudah penuh dengan bekas telapak kaki kuda dia mengira pasukan sebelumnya telah melakukan peme-riksaan di sana. Apalagi Be Siong pak serta Oh Li cu pada hakekatnya tidak me-ngetahui kalau dia berniat melarikan diri .... Sedang maksud Oh Tin san suami istri pergi tanpa pamit semalam, di mana dia hanya memberitahukan kepada Be Siong-pak dan melarangnya memberitahukan kepada Oh Li cu. jelas hal ini untuk mencegah putri-nya

202

pergi ke luar, dan tentu saja takut kalau dia menggunakan kesempatan tersebut mela-rikan diri. Kalau didengar berdasarkan pembicaraan Be Siong pak dengan Oh Li cu, ia yakin kedua orang tersebut masih belum mengeta-hui asal usulnya yang sesungguhnya, diapun percaya Oh Tin san tak bakal membi-carakan rahasia tentang kotak kecil tersebut dengan mereka. Kelancaran yang diperolehnya dalam usaha melarikan diri kali ini benarbenar berkem-bang di luar dugaan, apa yang direncanakan semalam boleh dibilang semuanya tidak ber-guna, karena tak satupun yang terpakai saat ini.. Berpikir sampai ke situ, tanpa terasa ia menggelengkan kepalanya sambil tertawa, pikirnya: "Yaa, siapa yang bisa menduga perubahan yang bakal terjadi di dunia ini?" la berjalan menuju ke pantai depan sana dan mendongakkan kepalanya, udara amat bersih, di kejauhan sana hanya kedengaran suara derap kaki kuda yang makin menjauh. Dengan cepat pemuda itu menelusuri pantai menuju ke arah timur laut, sebelum malam tiba dia harus sudah tiba di rumah kediaman bibi Wannya. Sementara itu matahari sudah tenggelam di langit barat Lan See giok merasa lapar, da-haga, gelisah pula, kalau dapat dia ingin se-cepatnya tiba di rumah kediaman bibinya. Sesudah menembusi hutan dan mendaki sebuah bukit kecil, dari kejauhan sana mulai nampak tanggul telaga Huan yang oh. Lan See giok percepat langkahnya menuju ke muka . . . Dari puncak bukit kecil, ia saksikan di bawah lembah sana masih nampak puluhan ekor kuda mondar mandir melakukan penca-rian, pada dermaga telaga tiga buah kapal perang berlabuh di situ. Lan See giok tak berani meneruskan per-jalanannya, terpaksa dia harus berhenti di situ dan menunggu sampai kapal-kapal pe-rang dari Wi-lim-poo tersebut berlalu se-be-lum meneruskan perjalanannya, Senja lewat, malam haripun tiba, suasana remang-remang telah mulai menyelimuti se-luruh angkasa. Cahaya lentera mulai berkelap-kelip di arah dusun nelayan sana. Di atas ke tiga kapal perang pun telah dikerek naik sembilan buah lentera besar berwarna merah. Beberapa saat kemudian ditengah kege-la-pan yang mulai mencekam seluruh angka-sa, lamat-lamat kedengaran suara orang menghardik dan ringkikan kuda.

203

Lan See giok tahu, pihak Wi-lim-poo sudah mulai menarik pasukannya kembali ke kapal, oleh sebab itu dia pun membayangkan kem-bali keadaan Oh Li cu entah bagaimanakah perasaan perempuan itu kini? la teringat pula cinta kasih serta perhatian dari Oh Li cu ter-hadapnya selama berapa hari belakangan ini, terutama sekali usahanya untuk mencarikan obat penawar racun baginya, tentu saja ia tak dapat berpeluk tangan belaka terhadap cinta kasihnya itu. Ia terbayang pula bagaimana Oh Li cu menangis karena sedih dan gelisah, kesemuanya ini membuat hatinya terharu, betul ia tidak terlalu menyukainya, tapi per-hatian dan kasih sayangnya tak mungkin bisa dilupakan dengan begitu saja. Diam-diam ia bersumpah di dalam hati, bila di kemudian hari Oh Li cu membutuh-kan sesuatu kepadanya, ia bersedia menga-bulkan permintaan nya demi membayar se-mua ke-baikannya selama ini. Namun permintaan mana tidak tebrmasuk memperisjtri dirinya, segbab di kemudianb hari dia ingin mempersunting enci Ciannya seba-gai istri, sekalipun ia tidak tahu apakah enci Cian mencintainya atau tidak... Teringat kembali enci Ciannya, Lan See giok segera mengerahkan kembali ilmu meringankan tubuhnya dan menuruni bukit tersebut dengan cepat. Ia dapat melihat ke sembilan lentera merah diarah telaga sudah mulai bergerak pelan- pelan, agaknya kapal perang dari Wi-lim-poo tersebut sudah mulai berangkat pulang. Dengan perasaan lega Lan See giok mem-percepat langkahnya berlarian ditengah ke-gelapan. Berapa waktu kemudian, ia telah tiba di belakang dusun kecil tempat kediaman bibi Wan nya, suasana dalam dusun itu amat hening, cuma satu dua buah rumah saja yang masih bersinar. Sampai di situ, mau tak mau Lan See giok harus meningkatkan kewaspadaannya, lama sekali ia berdiri tegak sambil memperhatikan keadaan di sekitar situ adakah sesuatu yang mencurigakan, kemudian pelan-pelan ia baru menuju ke rumah kediaman bibi Wan nya Waktu itu udara sangat gelap, tiada rem-bulan, hanya beberapa biji bintang yang berkelipan, angin malam yang berhembus lewat membawa suara deburan ombak dari tanggul telaga. Dalam perjalanan, ia saksikan cahaya len-tera dalam kamar enci Cian nya masih terang benderang, dia keheranan, semalam ini me-ngapa enci Ciannya belum juga tidur Padahal biasanya sudah naik ke atas pem-ba-ringannya. Dengan meningkatkan kewaspadaannya dia maju terus ke depan, sementara telinga nya dipasang lebar-lebar, namun betapa terkejutnya dia

204

setelah mendengar suara isak tangis dari enci Ciannya yang lamat-lamat bergema datang dari kamar tidurnya. Dengan perasaan terkejut dia melejit ke udara dan segera melayang masuk ke dalam pekarangan. Baru saja kakinya menempel di atas tanah---Mendadak dari dalam kamar tak bersinar di sisi kamar enci Cian nya bergema suara teguran yang lembut. "Anak Giok kah yang datang?" Seperti anak yatim piatu yang btiba-tiba mendejngar suara pangggilan ibunya, abir mata segera bercucuran membasahi wajah Lan See giok, namun ia tetap menjaga kewaspadaan nya terhadap keadaan lingkungan, setelah memanggil "bibi" dengan lirih, ia menerjang masuk ke arah jendela. Jendela belakang terbuka dan wajah bibi-nya muncul dari balik tirai, dipandangnya Lan See giok dengan terkejut lalu bisiknya: "Ayo cepat masuk!" Sambil berusaha keras mengendalikan rasa pedih di dalam hatinya, Lan See giok melom-pat terus masuk ke dalam ruangan, sedang bibi Wan melirik sekejap ke sekeliling hala-man dengan seksama, kemudian cepatcepat menutup kembali daun jendelanya. "Anak Giok. apakah selama beberapa hari ini kau tidak kembali ke kuburan kuno?" Lan See giok segera menubruk ke dalam pangkuan bibinya dan menangis tersedu, tapi hanya sebentar saja. karena dengan cepat isak tangisnya berubah menjadi se-senggukan belaka Tampaknya bibi Wan sudah merasakan firasat jelek, dengan gelisah ia bertanya. "Anak Giok, dimana ayahmu?" Lama sekali Lan See giok sesenggukan se-belum sahutnya amat pedih. "Ayah telah dibunuh orang!" Untuk sesaat suasana dalam ruangan menjadi hening, dengan jelas Lan See giok dapat mendengar debaran jantung bibi Wan yang semakin bertambah kencang. Cahaya api berkilat, ruangan segera men-jadi terang benderang-Ketika Lan See giok berpaling, dilihatnya enci Cian sedang menyulut sebuah lentera dengan wajah gugup, di bawah sinar lentera, terlihat jelas wajah Ciu Siau cian basah oleh air mata, sepasang matanya merah membengkak, agaknya paling tidak ia sudah menangis setengah harian lamanya.

205

Ketika ia berpaling lagi ke arah bibi Wan, tampak wajah bibinya pucat pias, keningnya berkerut dan dua baris air mata mengalir ke luar membasahi bibirnya yang gemetar. Dengan pandangan kosong ia mengawasi sudut ruangan, agaknya sedang merenung-kan sesuatu . . . Lan Seer giok tahu bibiz Wan sedang amawt sedih saat itru, tanpa terasa serunya sambil menangis: "Oooh . . bibi. bibi . " Tiada hentinya dia menggoyang-goyangkan lengan bibi Wannya. Bibi Wan menyeka air matanya dengan ujung baju, kemudian berkata lagi agak se-senggukan: "Aku telah memperingatkan kepadanya, kalau toh barang tersebut tak berguna, lebih baik dikembalikan secepatnya daripada me-mancing datangnya bibit bencana!" Ketika berbicara, butiran air mata kembali jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Mendengar perkataan tersebut, Lan See giok segera menarik kesimpulan kalau hubungan antara bibi Wan dengan ayahnya pasti luar biasa, Karena itu sekali lagi dia berseru: " Oooh. . . bibi!" "Anak Giok, duduklah," kata bibi Wan sambil mengawasi wajah Lan See giok yang basah oleh air mata, "beritahu kepada bibi, siapakah musuh besar kita?" "Ketika anak Giok pulang tempo hari ayah telah meninggal dunia. . ." Secara ringkas dia pun menceritakan kem-bali semua peristiwa yang disaksikan mau-pun dialaminya dalam kuburan kuno tempo hari... Bibi Wan serta enci Cian masing-masing duduk di kursi bulat dan mendengarkan pe-nuturan tersebut dengan seksama. Cerita Lan See giok sangat jelas, terutama mengenai dandanan, potongan wajah serta ciri khas dari lima manusia cacad dari tiga telaga. . . Sewaktu bercerita tentang si kakek ber-jubah kuning, bersinar terang sepasang mata bibi Wan, tanpa terasa ia berbisik lirih: "Apakah diantara alis mata kakek ber-jubah kuning itu terdapat sebuah tahi lalat merah?" Lan See giok termenung sebentar, kemu-dian menggeleng. "Anak giok tidak memperhatikan soal ini!" Bibi Wan berkerut kening lalu manggut-manggut, pertanda dia diminta melanjutkan ceritanya.

206

Sewaktu Lan See giok bercerita tentang si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san menangisi jenazah lalu bagaimana mencuri pedang dan sebagainya, kembali bibi Wan menukas. "Menilai seseorang jangan berdasarkan wajah saja, tapi jangan pula dinilai dari si-kapnya dan caranya berbicara manis, biar-pun kaum laknat pandai ber-bicara, toh akhirnya bakal salah berbicara juga, asal kau bersedia memperhatikan dengan seksama, tidak sulit untuk me-ngetahui baik tidaknya seseorang, seperti manusia bangsa Oh Tin san, kenyataannya kau dapat dikibuli dengan begitu mudah.. hal ini membuktikan kalau pikiranmu ter-sumbat waktu itu karena kese-dihan yang berlebihan" Kemudian sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan: "Untung saja kau mudah dikibuli ketika itu. coba kalau tidak, mungkin kita tak akan bisa berjumpa muka lagi" Lan See giok mengiakan dengan wajah je-ngah, ia pun melanjutkan kembali cerita nya. Tatkala bibi Wan mendengar Lan See giok mencurigai si naga sakti pembalik sungai Thio Lok-heng sebagai otak dari ke lima manusia cacad, dengan nada tidak puas, ia segera berkata: "Si naga sakti pembalik sungai Thio-Lok-heng serta naga emas pengaduk samudra Li Ci-san dari telaga tong ting oh termasyhur dalam dunia persilatan karena ilmu dalam airnya, kedua orang itu dijuluki Sui sang siang hiong (sepasang jagoan dalam air) oleh umat persilatan, Thio-Lok--heng orangnya jujur dan polos, sedang Li Ci-san orangnya terbuka dan berjiwa besar, kedua orang tersebut merupakan pendekar yang dihormati umat persilatan baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam, jadi tak bisa dibanding kan mereka dengan kelima manu-sia cacad tersebut. Bila kau berjumpa lagi dengan mereka di kemudian hari, harus kau hormati kedua orang itu sebagai angkatan tua, jangan bersikap kasar atau kurang ajar sehingga merosotkan pamor dari mendiang ayahmu." Lan See giok mengiakan berulang kali, ke-mudian dia melanjutkan kisahnya bagai-mana memasuki benteng Wi-lim-poo, ketika berce-rita tentang On Li cu, Ciu Siau cian yang duduk di sampingnya segera nyelutuk de-ngan nada cemburu. "Apakah dia adalah gadis yang menung-gang kuda bersama-sama kau hari ini?" Selesai berkata dengan wajah bersemu merah karena jengah dia melirik sekejap ke arah ibunya, kemudian menundukkan kepalanya rendahrendah. Paras muka Lan See giok ikut berubah menjadi merah dadu. ia mengiakan cepat-ce-pat, setelah itu meneruskan ceritanya bagai-mana kudanya kaget,

207

kemudian bagaimana dia manfaatkan kesempatan itu untuk mela-rikan diri.. Sebagai akhir kata dia menambahkan. "Oh Tin-san pernah memerintahkan kepada putrinya memberi pelajaran berenang, kepada, anak Giok sejak hari ini, andaikata semalam tiada orang yang mencuri dengar tentang rahasia kotak kecil di luar jendela anak Giok berniat be)ajar ilmu berenang lebih dulu sebelum datang kemari menengok bibi dan enci Cian!" Tanpa terasa dia mencuri lihat sekejap lagi ke arah Ciu Siau cian. Mendengar perkataan tersebut sambil ter-tawa Ciu Siau cian segera berkata: "Ibu adalah Hu-yong siancu (dewi Hu-yong) yang amat termasyhur dalam dunia persilatan, ilmu berenang siapakah di kolong langit saat ini yang bisa me-nandingi Han Sin wan? Selain mengalah-kan naga sakti pemba-lik sungai pernah juga mengungguli si naga emas pengaduk samudra-- ada suhu lihay tak mau minta pelajaran, kau malahan---" Belum habis perkataan itu diutarakan, Han Sin wan telah menegur putrinya. "Anak Cian, lagi-lagi kau usil mulut!" Kejut dan girang Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, ia menjadi ter-tegun, kemudian setelah berhasil menenang-kan pikiran nya dia berseru dengan gembira. "Ilmu berenang dari bibi rupanya hebat sekali dan ternyata anak Giok tidak me-nge-tahui sama sekali, bibi, kau harus mengajar-kan ilmu kepandaian tersebut kepada anak Giok, dari kelima manusia cacad, ada tiga diantaranya menjagoi telaga, bila anak Giok tidak menguasai ilmu dalam air, usahaku untuk membalas dendam bagi ayahku tak akan lancar." Berbicara soal membalas dendam, suasana dalam ruangan kembali dicekam keresahan. Setelah lewat berapa saat, Hu-yong siancu Han Sin Wan baru berkata lagi. "Anak Giok, kalau ditinjau dari penu-turanmu tadi, kelima manusia cacad tersebut memang mencurigakan semua, diantaranya meski si iblis buas bermata tunggal dan beruang berlengan tunggal yang mencuriga-kan, namun manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san terhitung manusia paling mencu-rigakan . . " "Atas dasar apa bibi mengatakan Oh Tin san paling mencurigakan?" sela Lan See -giok tidak mengerti. Hu-yong-siancu Han Sin wan menghela napas sedih. "Oh Tin san merupakan seorang manusia yang kejam dan berhati buas, yang paling mencurigakan dari perbuatannya adalah ia tidak membunuhmu

208

melainkan menghajar mu sampai pingsan, lalu menggunakan ke-sempatan tersebut membinasakan si bina-tang bertanduk tunggal....." "Yaa, bisa jadi dia takut si binatang ber-tanduk tunggal membocorkan rahasia kotak kecil itu, sebab sebelum peristiwa itu ber-langsung si binatang bertanduk tunggal me-mang bersembunyi pula di tempat kegelapan !" "Justru karena si binatang bertanduk tunggal bersembunyi dalam kegelapan itu-lah, Oh Tin San baru turun tangan mem-bunuhnya" ucap Han Sin wan dengan ber-sungguh sungguh, "siapa tahu hal ini dise-babkan dia kuatir si binatang bertanduk tunggal akan membocorkan rahasia kotak kecil, atau mungkin juga kuatir kalau si bi-natang bertanduk tunggal akan menuding Oh Tin San sebagai pembunuh sesungguhnya ...." Lan See giok berkerut kening, lalu dengan wajah tak mengerti ia bertanya: "Selama ini lima manusia cacad menguasai wilayah yang berbeda, mengapa mereka bisa muncul bersama sama dalam kuburan kuno pada malam itu ...." Sekilas perasaan sedih segera menghiasi wajah Hu-yong siancu, ujarnya sedih. "Sudah banyak tahun bibi bersembunyi di tepi telaga, sedikit sekali masalah dunia per-silatan yang kuketahui, sedang tokoh-tokoh lima manusia cacad pun baru muncul berapa tahun belakangan ini. seperti misalnya si tongkat besi berkaki tanggal Gui-Pak-ciang yang kau maksudkan, dulunya ia lebih dike-nal sebagai Kun lui koay (tongkat geledek) yang merajai wilayah Soa lam, apa sebabnya mereka bisa berkumpul pada malam yang sama, bibi sendiripun kurang jelas. Berbicara sampai di situ, dia melirik seke-jap ke arah putri kesayangannya, lalu sambil mengulumkan senyuman, lanjutnya: Sedangkan mengenai belajar ilmu be-renang, bibi sudah kelewat tua sehingga tak mungkin bisa mengajarkan sendiri kepadamu. . . ." "Apa? Bibi sudah tua?" Lan See giok melongo. Memandang wajah kaget yang menghiasi wajah Lan See giok, tanpa terasa Ciu Siau cian menutupi bibirnya sambil tertawa. Benar, di mata Lan See giok paling banter bibinya baru berusia dua puluh enam tujuh tahunan, dia masih nampak muda, cantik, anggun, halus dan lembut, bagaimana mungkin bisa dibilang telah tua? Tak heran kalau dia menjadi tertegun saking kagetnya. Hu-yong siancu tersenyum, dia tidak menanggapi pertanyaan Lan See giok terse-but, hanya terusnya: "Mulai besok, kau boleh minta kepada enci Cian mu agar mengajarkan ilmu berenang. . "

209

Lan See giok girang sekali, hal ini memang merupakan pucuk dicinta ulam tiba baginya. maka sambil melompat bangun dan menjura kepada Ciu Siau cian, katanya dengan gem-bira: "Kalau begitu siaute ucapkan banyak teri-ma kasih dulu kepada cici Cian." Siapa tahu Ciu Siau cian segera menghin-dar ke samping sambil berseru: "Aaah, aku tak lebih hanya gadis dusun yang tak tahu soal adat, bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan enci Cu yang pan-dai, ilmu berenang lagi pula terhitung ketu-runan keluarga persilatan yang terhormat ... Lan See giok menjadi gugup, dia memang tidak menyangka kalau enci Cian nya yang lemah lembut ternyata mempunyai rasa cem-buru yang begitu besar. Sambil tertawa paksa, katanya kemudian dengan gugup. "Oooh, cici! Mengapa kau masih meng-ingat ingat kata lelucon tersebut? Dalam situasi dan kondisi siaute waktu itu, mau tak mau harus kusanjung dirinya agar tidak curiga, harap cici jangan mengingatnya terus dihati" Sambil berkata, sekali lagi dia menjura dalam-dalam, kali ini dia menjura dalam sekali hingga sepasang tangannya hampir menempel di atas tanah. Ciu Siau cian yang terbayang kembali ba-gaimana ia merasa kecewa, menderita dan malu serta pelbagai perasaan lain yang ber-campur aduk, tak tahan lagi katanya dengan hambar "Aku tahu kalau diriku ini rendah dan tak mungkin bisa menandingi si nona terhormat dari keturunan keluarga ternama, oleh sebab itulah aku tak berani menerima permintaan dari ibu untuk mem-beri pelajaran kepadamu.. ." Memandang wajah Lan See giok yang merah membara karena gelisah. Hu-yong siancu tersenyum, segera ujarnya: "Siau cian, bagaimanakah posisi adik Giok mu waktu itu tentunya sudah kau ketahui, buat apa sih mesti menyiksa dia. . ." Mendengar bibinya membelai dia, dari mu-rung Lan See giok menjadi gembira, meman-faatkan kesempatan itu ujarnya sambil ter-tawa: "Siaute berani bersumpah kepada langit, selama hidup aku tak berani lagi membuat cici marah, bila cici sampai dibuat marah, siaute bersedia untuk berlutut di depan cici dan menerima hukuman." Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Han Sin wan melirik sekejap ke arah putrinya sambil tertawa riang, wajahnya bersinar cerah ujarnya kemudian sambil tersenyum. Nah, anak Cian, apa lagi yang hendak kau katakan sekarang?"

210

Ciu Siau cian malu sekali, mukanya merah sampai ke telinga, sambil menghentak-hen-takkan kakinya dengan manja serunya: "Sungguh mendongkolkan, sungguh men-dongkol kan---" Sekali lagi Lan See giok berdiri melongo si-kap enci Cian dan sikap bibinya boleh dibi-lang merupakan dua reaksi yang berbeda, sambil memandang ke arah bibinya ia pun berkata agak tersipu sipu: "Aku tidak tahu apakah kembali salah ber-bicara, dulu kalau anak Giok telah me-laku-kan kesalahan, ayah selalu menyuruh anak Giok berlutut sebagai hukuman." "Anak Giok, itukan menghadapi orang tua atau angkatan yang lebih tua---" seru bibi Wan sambil tertawa geli. Belum habis perkataan tersebutb, dengan wajah jbersemu merah Cgiu Sian cian sebgera menimbrung: "Ibu, anak Cian bukan enggan memberi pelajaran kepada adik Giok, cuma kurasa disini terlalu banyak mata-mata, kalau orang melihat gerak gerikku, mereka bisa salah sangka..."" Hu-yong siancu segera memahami maksud putrinya, sambil tertawa ujarnya lagi. "Tentu saja pelajaran tak boleh diberikan disiang hari, sebab dengan begitu akan menarik perhatian orang banyak, tempat persembunyian kita di tempat inipun akan segera tersebar luas pula dalam dunia persi-latan, apalagi dengan kaburnya adik Giok mu, pihak Wi-lim-poo pasti tak akan mele-paskan pengejarannya. apalagi si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san bertekad akan mendapatkan kotak kecil itu..." Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, tanyanya tanpa terasa: "Bibi, mereka bilang kotak kecil itu berisi-kan kitab pusaka Tay lo hud bun tiap yap cinkeng, benarkah itu?" Bibi Wan tidak langsung menjawab, tiba- tiba saja dia memasang telinga dan mende-ngarkan dulu keadaan di sekeliling tempat tersebut . . . Suasana di luar halaman amat hening, se-lain angin malam yang berhembus lewat menggoyangkan dedaunan serta ranting dan suara ombak telaga yang memecah di tepian tanggul, tak kedengaran suara yang lain. Dengan wajah serius diapun manggut-manggut, sahutnya dengan suara lirih: "Betul, kitab pusaka tersebut benar-benar merupakan mestika dunia persilatan yang diidam idamkan setiap umat persilatan, tapi sedikit sekali yang tahu dimanakah ilmu sakti tersebut tercatat, oleh sebab itu mereka

211

yang tidak mengetahui rahasianya, mendapat kan benda tersebut sama artinya dengan memperoleh benda rongsokan!" Lan See giok sendiripun sangat berharap bisa mempelajari kepandaian sakti yang ter-cantum dalam kitab pusaka itu, tanpa terasa tanyanya dengan gelisah. --"Apakah bibi mengetahui bagaimana cara nya membaca kitab pusaka tersebut?" Hu-yong siancu menghela napas sedih: "Aai, seperti juga ayahmu, bibi bukan orang yang berjodoh dengan Buddha, tak mampu kupahami arti dari pelajaran tber-se-but" Betjapa kecewanya Lgan See giok setbelah mengetahui hal ini, bukankah kejadian tersebut sama artinya dengan ayahnya telah mengorbankan selembar jiwanya demi suatu benda "rongsokan"? Apakah hal ini tidak kelewat tidak berharga? Sementara dia masih termenung, ter-dengar bibi Wan kembali berkata: "Bibi pernah menasehati ayahmu, kalau toh tak dipahami rahasia dari kitab pusaka tersebut, lebih baik segera dikirim kembali saja......" Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar perkataan itu. buru-buru ia ber-tanya: "Bibi, darimanakah ayah peroleh kotak kecil itu?" Sorot mata bibi Wan menjadi redup, seakan akan terbayang kembali kisah dimasa silam, lama kemudian dia baru berkata: "Bibi hanya tahu, ayahmu telah berjumpa dengan kekasihnya yang telah menikah di bawah puncak Giok-li-hong di bukit Hoa san dan secara kebetulan juga mendapatkan ko-tak kecil itu, sedang keadaan yang sebenar-nya tidak bibi ketahui." Lan See giok hanya ingin cepat-cepat men-getahui kisah ayahnya sampai mendapatkan kotak kecil itu, karenanya ia tidak ter-lalu memperhatikan perubahan wajah bibi-nya. Saat ini satu ingatan tiba-tiba melintas di dalam benaknya, dengan nada memohon segera ujarnya: "Bibi, bersediakah kau mengeluarkan ko-tak kecil itu agar giok ji periksa? Sekarang hari sudah malam, siapa tahu dengan tenaga pikiran giok ji, bibi dan enci Cian kita akan berhasil memahami rahasia kitab pusaka tersebut?" "Baiklah," sahut Hu-yong siancu tanpa ragu-ragu, "malam ini, mari kita lihat sampai di manakah rejekimu?" Ia beranjak menuju ke jendela belakang dan mengintip sekejap keadaan di sekitar sana dengan cekatan, kemudian tubuhnya melompat ke luar dan sekejap kemudian su-dah lenyap dari pandangan.

212

Ketika Lan See giok turut menengok ke de-pan, rembulan nampak bersinar cerah, daun dan ranting bergoyang lembut, sedang bin-tang berkedip kedip memancarkan cahaya nya, tengah malam sudah lewrat. Bayangan mzanusia kembali wberkelebat le-wrat, bibi Wan dengan jurus walet lincah menerobos tirai sudah melayang masuk kembali ke ruangan, gerakan tubuhnya ri-ngan dan sama sekali tidak menimbulkan suara. Lan See giok menutup jendela dengan ce-pat kemudian berpaling, ternyata di tangan bibi Wan telah bertambah dengan sebuah kotak kecil berwarna kuning yang empat inci lebarnya. Berhubung Lan See giok sudah tahu kalau isi kotak tersebut berisikan sejilid kitab pusaka, maka dalam hati kecilnya timbul perasaan hormat. Biarpun bibi Wan nya terhitung seorang pendekar wanita yang namanya menggetar kan dunia persilatan, setelah memegang ko-tak kecil berisi kitab pusaka itu, toh terpe-ngaruh juga oleh emosi, wajahnya ber-ubah menjadi serius dan sepasang tangannya turut gemetar. Dengan hormat sekali Lan See giok mene-rima kotak kecil itu kemudian setelah mele-paskan kain kuningnya, pelan-pelan ia mem-buka penutup kotak itu. Di dalam kotak itu berisikan tiga buah daun emas yang panjangnya beberapa inci, sinar gemerlapan segera memancar ke mana-mana. Lama sekali Lan See giok memperhatikan benda tersebut namun gagal untuk menemu-kan sesuatu yang mencurigakan, apalagi ke tiga lembar daun emas itu tidak beraksara tidak pula bergambar, polos dan halus sekali.-Hu-yong siancu serta Ciu Siau cian berdiri membungkam di belakang Lan See giok, mereka pun berusaha memusatkan segenap perhatiannya untuk turut memeriksa ke tiga lembar daun emas tadi, namun apa yang ditemukan tak lebih cuma daun emas biasa. Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekeliling tempat itu dicekam dalam keheni-ngan yang luar biasa. sedemikian hening nya sampai masing-masing dapat mendengar de-tak jantung lawannya... Mendadak.... Dari arah tepi telaga sana, lamat-lamat kedengaran suara yang amat lirih. Pertama tama Hu-yong siancu yang me-rasakan lebih dulu, dengan cepat dia menge-baskan tangannya untuk memadamkan len-tera, seketika itu juga suasana dalam ru-angan dicekam kegelapan. Lan See giok sangat terkejut, cepat-cepat dia menutup kembali kotak tersebut dan menyerahkannya kembali kepada bibi Wan.

213

Sedangkan Ciu Siau cian memasang telinga baik-baik sembari mengerdipkan ma-tanya, lalu dengan nada kaget ia berbisik: "Ibu, seperti ada perahu yang merapat di tepi telaga!" Dengan langkah terburu buru dia me-nuju ke luar, membuka pintu rumahnya sedikit lalu mengintip ke luar segulung angin dingin berhembus masuk, udara terasa sedikit di-ngin. Lan See giok menyusul di belakang Ciu Siau cian, mereka bersama sama berdiri di belakang pintu. Ketika Ciu Siau cian mengetahui adik Gioknya menyusul, dengan cepat ia mem-beri tanda, lalu menarik tangan pemuda itu dan diajaknya menuju ke pintu pekarangan. Ketika Lan See giok merasa tangannya di-genggam oleh tangan enci Cian nya yang ha-lus dan lembut seakan akan tak bertulang, segulung hawa panas yang segar dengan ce-pat menyusup ke dalam lubuk hatinya. Mengikuti di belakang gadis tersebut sekarang, dia seperti sudah melupakan segala ketegangan yang dirasakan hanya se-macam perasaan aneh yang tak terlukiskan dengan kata-kata, dan perasaan ini dapat membikin jantungnya berdebar keras dan wajahnya bersemu merah, tubuhnya, seolah-olah melayang di atas awan. Tanpa terasa ia bersama Ciu Siau cian te-lah berjongkok di bawah pagar pekarangan, bau harum semerbak yang berhembus lewat membuat hatinya berdebar semakin keras. Diantara bau harum itu, terselip pula bau harum khas dari enci Ciannya, dan bau tadi membuat ia merasa gembira dan sangat nyaman. Sudah lama dia mimpikan menggenggam tangan enci Ciannya yang lembut, dan kini harapannya telah menjadi kenyataan, tanpab disadari ia mejnggenggam tangagn Ciu Siau cianb semakin kencang. Ciu Siau cian tidak menolak sebab ia se-dang memusatkan semua perhatiannya un-tuk mengintip melalui celah-celah pagar pekarangan, sebaliknya Lan See giok malah termangu - mangu oleh kecantikan wajah kekasih hatinya ini. Dalam keadaan begini, dia tidak ber-hasrat untuk memikirkan hal lain lagi, dia cuma berharap bisa bersama dengan enci Ciannya untuk selama lamanya . . . Mendadak Ciu Siau cian menyikutnya pe-lan, Lan See giok segera tersadar kembali dan mengalihkan pandangannya ke arah telaga. Dari bawah tanggul telaga tampak ada tiga sosok bayangan manusia sedang ber-gerak mendekat, di bawah cahaya rembulan mereka hanya sempat melihat potongan badannya saja.

214

Mendingan kalau Lan See giok tidak meli-hat. begitu diintip dia menjadi kagetnya setengah mati, bahkan hampir saja men-jerit tertahan, rupanya ke tiga sosok manusia yang baru saja melompat turun dari tanggul telaga itu adalah si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san, Say nyoo-hui KiCi-hoa serta Oh Li cu yang cantik tapi genit itu. Tanpa terasa dia lantas menggenggam ta-ngan Ciu Siau cian kencangkencang. Ciu Siau cian segera merasakan akan hal itu, dengan cepat dia berbisik. "Siapakah mereka? Apakah perempuan yang bernama Oh Li cu?" Suara yang halus, udara yang hangat dan harum, sungguh merupakan suatu rangsa-ngan yang luar biasa, hanya sayang Lan See giok yang tegang sehingga dia sama sekali tidak merasakan akan hal tersebut. Lan See giok mengangguk dengan gelisah sahutnya dengan nada gelisah. "Bukan hanya 0h Li cu seorang, kedua orang lainnya adalah orang tua mereka, Oh Tin san serta Say nyoo-hui." Sewaktu Ciu Siau cian mendengar perka-taan itu dia seperti agak terkejut pula, cepat-cepat dia mengangguk dan kemudian meng-alihkan kembali sorot matanya ke arah tepi telaga. Dalam pada itu Oh Tin San dan Say nyoo-hui sedang memberi gerakan tangan kepada Oh Li cu, agaknya dia sedang menanyakan bkejadian yang djialaminya hari gini kalau di tibnjau dari wajah Oh Tin san tampaknya dia amat gusar. Tiba-tiba Oh Li cu menuding ke muka, mengikuti tudingan itu, Oh Tin san dan Say nyoo-hui segera mengalihkan sorot mata mereka yang tajam bagaikan sembilu ke arah depan. Menyaksikan sorot mata mereka, Lan See giok merasakan tubuhnya gemetar keras, tak tahan dia berpaling ke arah pintu rumah mohon bantuan. Baru berpaling, dia telah menyaksikan bibi Wan berdiri di belakang pintu pagar dengan wajah tenang, agaknya dia pun sedang me-ngawasi gerak gerik Oh Tin san bertiga. Betapa leganya Lan See giok setelah meli-hat bibinya munculkan diri, meski demikian rasa tegang toh belum mereda, tanpa terasa bisiknya lirih: "Bibi, Oh Tin san...." "Ssst--!" Hu-yong siancu menempelkan jari tangannya ke atas ujung bibir me-lakukan gerakan melarang berbicara, setelah itu dia menuding ke tepi telaga. Lan See-giok memahami maksudnya dan berpaling kembali, ternyata Oh Tin san berti-ga sedang berbisik bisik seperti merunding-kan sesuatu, ke enam mata mereka yang ta-jam dialihkan kemari tiada hentinya.

215

Mendadak . . . Ke tiga orang itu bersama sama memberi tanda, kemudian berjalan mendekati ba-ngunan rumah mereka. Peluh dingin dengan cepat bercucuran membasahi tubuh Lan See-giok, cepat dia berpaling, bibi Wan nya memberi tanda kepadanya agar kabur secepatnya, maka dia menarik tangan Ciu Siau cian dan bersama sama kembali ke dalam kamar. Hu-yong siancu mengikuti di belakang mereka dengan sikap yang tenang, pintu rumah sekalian ditutup rapat, lalu memberi tanda kepada Lan See giok agar bersembunyi di ruang dalam, diperingatkan sebelum di-panggil agar jangan munculkan diri. Lan See giok mengangguk dengan gugup kemudian berjalan masuk ke dalam kamar tidur bibinya, disaat dia hendak melangkah ke dalam kamar dilihatnya enci Cian sedang dibisiki sesuatu oleh ibrunya. Dalam suzasana begini, dwia tidak berhasrrat lagi untuk mendengarkan apa yang dibicara-kan bibi Wan nya, dengan gugup dia me-nyandarkan diri dekat jendela depan, lalu membuat sebuah lubang kecil pada kertas jendela tadi. Dari situ kembali dia mengintip ke muka, kali ini Oh Tin san suami istri serta Oh Li cu telah berdiri di luar pagar sambil menengok ke dalam rumah, waktu itu mereka sedang berbisik bisik sambil menuding ke sana ke mari. Sorot mata sesat kelihatan mencorong ke luar dari balik mata Oh Tin San, dengan wa-jah penuh amarah dia mengawasi Oh Li cu, sementara tangannya yang kurus kering menuding kesana ke mari seperti lagi me-nanyakan sesuatu. Rambut Oh Li cu sangat kusut, keningnya berkerut dan bibirnya cemberut, sementara sepasang matanya telah merah membengkak karena kebanyakan menangis. Saat ini dia mengenakan pakaian ringkas berwarna merah, sebilah pedang tersoren di punggungnya. Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa berkerut kening juga, sekalipun dia sayang anak tapi berhu-bung masalahnya menyangkut suatu urusan besar, maka dia seakan-akan tak sanggup lagi untuk membendung amarah 0h Tin San terhadap putrinya. Sementara itu, Oh Li cu telah mengangguk dengan pasti, dia menuding ke arah pepo-honan ditengah halaman. Tanpa banyak membuang waktu, Oh Tin san segera melejit ke udara dan melayang turun ke dalam halaman, sedangkan Say nyoo-hui serta Oh Li cu mengikuti di bela-kangnya. Baru saja mereka bertiga menginjakkan kakinya ke atas tanah.

216

"Kraak. . .!" Tahu-tahu pintu depan terbuka lebar. Hu-yong siancu dengan wajah yang anggun dan tenang telah berdiri angker di depan pintu. Kemunculan tuan rumah yang amat tiba-tiba ini sangat mengejutkan Oh Tin San suami istri, agaknya kejadian tersebut sama sekali di luar dugaan, tapi hanya sebentar saja paras muka mereka segera pulih kembali seperti sedia kala dan menunjukkan sikap angkuh. Hu-yong siancu tidak menunjukkan sikap apapun, malah dengan senyum dikulum dia melangkah ke luar dari dalam ruangan. Paras muka Oh Tin san suami istri berubah hebat, setelah berseru tertahan mereka mundur setengah langkah, tapi dalam waktu singkat mereka berhasil me-nguasai kembali keadaan, senyum dingin segera menghiasi lagi ujung bibir mereka. Setelah berdiri tegak, sambil tertawa ham-bar Hu-yong siancu berkata: "Selama ini kalian menjagoi dunia per-si-la-tan dengan bercokol di benteng Wi-lim-poo, nama besarnya sudah termasyhur sampai di seantero dunia. kami ibu dan anak ber-un-tung sekali bisa hidup bertetangga dengan kalian dengan mendirikan gubuk reyot di tepi telaga" Kemudian setelah memandang seke-jap kearah Oh Li cu, dia melanjutkan. "Kini, malam sudah larut, entah ada perso-alan apa kalian suami istri bersama putri kalian berkunjung ke mari? Gubuk kami reyot. bila tidak keberatan silahkan masuk ke ruangan untuk minum teh dulu. ." Merah padam selembar wajah Oh Tin san dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, sahutnya sambil tertawa nyaring: "Hu-yong siancu adalah seorang pendekar wanita yang namanya sudah menggemparkan lima telaga dan sekarang hidup menyendiri di tepi telaga untuk mencari kehidupan yang aman damai, kami suami istri berdua tak lebih hanya manusia kasar. bila lihiap tidak berbohong, tentunya sudah kau ketahui bu-kan apa maksud kunjungan kami pada ma-lam ini" Hu-yong siancu berkerut kening, kemudian gelengkan kepalanya dengan tidak me-ngerti, ujarnya hambar. "Entah apa maksudmu?" Paras muka Oh Tin san berubah, setelah tertawa dingin katanya dengan suara dalam. "Bila kau mengaku tak tahu, tak ada salahnya aku berbicara secara blakblakan. malam ini sengaja kami datang untuk me-ngambil kembali kitab pusaka Tay lo tiap yap cinkeng, sebagai manusia yang berpengala-man, tentunya kau tahu bukan sepasang tangan susah melawan empat tangan,

217

biar-pun kami bertiga sadar bukan tandingan lihiap, tapi untuk mem-bela diri, terpaksa kami akan mengerubutib lihiap" Dengajn wajah berlagagk kaget bercampbur keheranan Hu-yong siancu segera berseru. "Kotak kuning itu diserahkan oleh Gurdi emas peluru perak Lan tayhiap kepadaku agar disampaikan kepada seorang cianpwe, aku seperti tak pernah mendengar harus menyerahkannya kepada mu" Berubah paras muka Oh Tin san setelah mendengar ucapan itu, tak sampai Hu-yong siancu menyelesaikan kata katanya, ia sudah bertanya dengan wajah kaget. "Siapakah ciancu itu?" Hu-yong siancu menggelengkan kepala nya berulang kali: "Di dalam suratnya Lan tayhiap tidak menjelaskan siapakah manusia tersebut, hanya diterangkan ia memakai jubah kuning, berambut perak dan berjenggot panjang, se-lain itu dia pun mempunyai sebuah ciri yang sangat khas . ."" Setelah berhenti sejenak dia memandang sekejap ke arah Oh Tin san yang wajahnya mulai memucat serta Say nyoo-hui yang berkerut kering, setelah itu melanjutkan: "Adapun ciri khas dari manusia berjubah kuning itu adalah pada keningnya terdapat sebuah tahi lalat yang berwarna merah!" Sekujur badan Oh Tin san gemetar keras, peluh dingin jatuh bercucuran dengan amat deras, tapi toh bertanya juga dengan nada tidak mengerti. "Lan Khong-tay memerintahkan kepada-mu harus menyerahkan kotak kecil itu ke-pada si manusia aneh tersebut pada saat kapan?" "Tengah hari tadi!" jawab Hu-yong siancu tanpa ragu. Oh Tin san suami istri serta Oh Li cu ber-tiga merasakan hatinya bergetar keras, tanpa terasa mereka saling berpandangan sekejap, sebab mereka serentak teringat kembali de-ngan Lan See giok yang hilang lenyap. Say nyoo-hui memutar biji matanya, ke-mudian menimbrung. "Di tempat mana?" Hu-yong siancu menggerakkan alis mata nya, lalu sambil menuding ke belakang rumah sahutnya, "Di atas bukit sana. . . ." Ketika mendengar perkataan terbsebut, Say nyooj-hui mendongakkgan kepalanya dabn ter-tawa seram, suaranya tinggi melengking per-sis seperti suara kucing kawin. Selain Hu-yong siancu sendiri yang di bikin tak mengerti oleh suara tertawa lengking itu, sekalipun Oh Tin san serta On Li cu sendiri-pun dibuat keheranan.

218

Selesai tertawa, Say nyoo-hui kembali ber-kata dengan suara dingin: "Kau siluman rase cilik yang tak tahu diri, kendatipun kau cerdas dan lihay, toh tampak juga kecerobohan mu itu, aku tidak percaya dengan segala obrolanmu tersebut". "Kemudian dengan mata melotot dan ter-tawa seram, ia menghardik: "Siapa yang berada di dalam ruangan?" Sambil membentak dia menuding kearah pintu kamar. Agaknya Hu-yong siancu tidak menyangka kalau Say nyoo-hui bakal berubah sikap sedemikian cepatnya, meski begitu dia tetap bersikap tenang, ditatapnya wajah Say nyoo-hui yang sedang menyeringai itu lembut, ke-mudian jawabnya dingin: "Dia adalah putriku Siau cian!" Say nyoo-hui melototkan matanya, makin besar, mencorong sinar tajam dari balik ma-tanya, kemudian setelah tertawa seram dia berkata: "Aku tidak percaya." "Jika tidak percaya lantas kau mau apa!" Hu-yong siancu segera menarik mukanya dengan gusar. "Lonio akan menggeledah!" Sembari berkata, tiba-tiba sepasang ta-ngannya berputar dan sepasang goloknya sudah diloloskan dari sarung. Sementara itu keberanian Oh Tin san pun nampaknya semakin menjadi, tenaga dalam-nya dihimpun ke dalam telapak tangan, lalu dia bersiap siap untuk menerkam ke muka. "Criing!" cahaya tajam berkilauan, Oh Li cu telah meloloskan pula pedangnya. Berubah hebat paras muka Lan See giok yang mengintip dari balik jendela, dia benar-benar tak menduga kalau situasi di dalam halaman akan mengalami perubahan sedemikian cepatnya. Karena kaget dan cemas, dan gugup anak muda itu melompat turun dari pembaringan lalu melompat ke jendela belakang dan mem-bukanya dengan cepat. Tapi...seperti rdisambar gunturz disiang hari bwolong, Lan See rgiok tertegun lalu melongo, sekalipun dia ternganga karena kagetnya, untung tiada suara yang terpancar ke luar. Si kakek berjubah kuning yang berwarna halus dan lembut itu tahu-tahu sudah mun-cul di luar jendela dengan senyuman diku-lum. Memandang si kakek berjubah kuning yang berdiri di luar jendela itu, Lan See giok termangu mangu, kepalanya terasa pusing tujuh keliling, hampir saja ia roboh tak sa-darkan diri karena terkejutnya.

219

Mimpi pun ia tak pernah mengira bakal menjumpai kakek berjubah kuning itu di rumah bibi Wan nya. Sementara dia masih termangu, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kakek berjubah kuning itu sudah melompat masuk ke dalam ruangan dengan enteng tanpa menimbulkan sedikit suarapun, Diam-diam Lan See giok amat terkejut, kendatipun dia sudah tahu kalau si kakek berjubah kuning itu memiliki kepandaian si-lat yang sangat lihay, tapi ilmu meringankan tubuh yang demikian sempurnanya ini pada hakekatnya belum pernah di dengar atau dilihat olehnya. Sementara ia masih termenung, kakek berjubah kuning itu telah menepuk nepuk bahunya dengan lembut wajahnya sangat ramah penuh senyuman, sesudah memberi tanda agar jangan berisik, dia berjalan menuju ke pintu gerbang. Dalam pada itu suara bentakan gusar dari Hu-yong siancu telah berkumandang lagi dari tengah halaman. "Oh Tin-san, kuanjurkan segera kau ajak istri dan putri mu untuk pergi meninggalkan tempat ini, jangan mencari penyakit di tem-pat ini, jangan lagi Lan See giok telah diajak tokoh silat itu belajar silat di pegunungan terpencil, sekalipun ia berada dalam rumah, bayangkan saja, apakah kalian sanggup me-lewati diriku sebelum dapat me-masuki ru-angan ini?" Oh Tin san termasuk manusia licik yang banyak curiga. betul juga, kecurigaannya segera timbul setelah mendengar perkataan itu. terutama setelah mendengar kalau Lan See giok telah diterima tokoh silat itu sebagai muridnya, dia merasa kepalanya seperti di-pukul dengan tongkat besar. Dengan buas penuh kebencian Say nyoo-hui melotot sekejap kearah Huyong siancu, lalu setelah tertawa dingin katanya. "Hmm, sekalipun kau sudah bercerita yang aneh-aneh, sayang sekali aku tidak percaya kalau dalam dunia ini terdapat kejadian yang begitu kebetulan, Hu-yong siancu memang termasyhur sebagai perempuan cantik, tapi sekalipun kepandaian silatmu lebih hebatpun jangan harap bisa me-nandingi kami bertiga . . . " Tergetar juga perasaan Hu-yong siancu, ti-dak sampai Say nyoo-hui menyelesaikan kata katanya, dia telah menyela dengan dingin. "Ki-Ci-hoa, kau tak usah bersilat lidah, kalau toh kau yakin gabungan tenaga kalian bertiga sanggup mengatasi diriku, silahkan dicoba, asal satu diantara kalian bertiga sanggup melewati diriku dan memasuki ru-angan, bukan saja aku Han Sin wan akan serahkan Lan See giok kepada kalian,

220

kitab pusaka Tay loo hud bun-pwee yap cinkeng-pun akan kupersembahkan ke pada kalian bertiga!. BAB 11 PARAS muka Oh Tin san suami istri sama-sama berubah, di hati kecil mereka merasa amat terkejut, sebab ucapan tersebut kelewat tekebur, dengan pamor Hu-yong siancu di dalam dunia persilatan, tentu saja ia bukan hanya gertak sambal belaka. Oleh sebab itu tanpa sadar mereka berdua menghubungkan kejadian tersebut dengan kepandaian sakti yang tercantum-dalam ki-tab cinkeng, jangan-jangan Hu-yong siancu telah berhasil mempelajari berapa diantara nya? Kalau tidak, masa ia berani berbicara membual .? Begitu terbayang kemungkinan besar kepandaian silat Hu-yong siancu telah me-ningkat lebih hebat. rasa iri dan marah kem-bali berkobar di dalam dada Say nyoo-hui, sambil menggertak gigi menahan dendam ia berseru kembali: "Terus terang kuucapkan kedatabngan kami pada jmalam ini adalagh bertujuan untbuk merebut kitab Tay lo-pwee yap cinkeng, se-dang soal Lan See giok, bagi kami bukan menjadi masalah yang serius, bila kau bersedia serahkan pula kepada kami, tentu saja kami akan membawanya pula " Baru saja perkataan itu sudah diucapkan dengan wajah berubah Oh Li cu telah me-nimbrung. "Ibu, kau tak boleh berkata begini . ." Api amarah dan rasa iri sedang membara di dalam dada Say nyoo-hui, begitu mende-ngar perkataan dari Oh Li cu amarah yang semula tak terlampiaskan kontan saja mele-tus dengan mata melotot besar, bentaknya penuh amarah. "Tutup mulut, urusan jadi kacau gara--gara ulahmu, sekarang kau masih punya muka untuk banyak ngebacot lagi di sini? Bila Lan See giok benarbenar berada di sini, mungkin bapak ibumu sendiri juga tak akan kau akui!" Baru selesai perkataan itu diutarakan, Oh Li cu sudah melejit ke tengah udara dan ka-bur menuju ke luar halaman . . . Oh Tin san menjadi gugup, teriaknya tanpa terasa: "Anak Cu, balik!" Tapi suasana di luar halaman sangat he-ning, yang terdengar hanya ujung baju ter-hembus angin yang makin menjauh. Oh Tin san memandang sekejap ke arah Say nyoo-hui yang tampaknya mulai menye-sal dengan pandangan gelisah, seolah-olah dia sedang bertanya: Bagaimana sekarang? Tergerak hati Hu-yong siancu, dia merasa kesempatan baik ini tak boleh disia-siakan dengan begitu saja, segera ujarnya dengan suara hambar:

221

"Kepergian putri kalian dalam gusar, bisa jadi akan mengambil jalan pendek, lebih baik kalian berdua cepat-cepat menyusul putri kesayangan kalian saja. sedang masalah ki-tab pusaka Tay lo hud bun pwee tiap cinkeng telah kuserahkan kepada kakek berjubah kuning, bila kalian masih saja bersikeras akan menggeledah rumah, terpaksa aku akan mencoba pula ilmu baru yang baru kupelajari dari kitab Hud bun cinkeng tersebut." Dalam keadaan demikian ini, posisi Oh Tin san serta Say nyoo-hui benarbenar serba salah, mereka berdua segera saling bebrpan-dangan sekjejap, agaknya mgereka sudah berbtekad hendak menyerbu ke dalam ru-angan. Tapi sewaktu mereka berdua mendongak-kan kembali kepalanya, wajah mereka ber-ubah hebat, sambil menjerit kaget mereka mundur tiga langkah sorot matanya penuh rasa kaget dan ngeri, selangkah demi selang-kah mereka mundur terus ke belakang.. Hu-yong Siancu yang menyaksikan peristiwa ini tentu saja menjadi tertegun, keningnya berkerut sedang hati kecilnya ke-heranan, tapi kemudian dia seperti mema-hami sesuatu, dengan cepat dia berpaling pula ke ruangan. Tapi, pintu rumah masih terbuka lebar, keadaan di situ tiada perubahan, tanpa terasa dia melirik pula ke depan jendela pu-trinya, di jumpai putri kesayangannya masih ber-sembunyi pula di situ. Maka dia berpaling lagi, ternyata Oh Tin san suami istri sudah melarikan diri ter-birit birit. Sadarlah Hu-yong siancu, pasti ada se-suatu yang tak beres, dia berlari masuk ke rumah, Ciu Siau cian telah menyongsong pula dari kamarnya, serunya kemudian de-ngan gembira. "Ibu, Cian ji kagum sekali kepadamu, coba lihat, mereka telah dibikin kabur oleh perka-taanmu." Hu-yong siancu datang amat gelisah, dia tak berniat menjawab perkataan dari putri-nya, ketika tidak dijumpai Lan See giok turut ke luar, buru-buru ia menegur: "Mana adik Giokmu?" Sambil bertanya cepat-cepat dia masuk ke kamar sendiri, tapi jendela sudah terbuka Lan See giok juga lenyap tak berbekas. "Celaka.." pekik Hu-yong siancu panik, ia melompat ke luar jendela dan naik ke atap rumah. Suasana amat hening, hanya rembulan bersinar di langit barat, tak sesosok baya-ngan manusia pun yang nampak. Dari gerak gerik ibunya yang gugup, Ciu Siau cian tahu kalau gelagat tidak beres, ce-pat-cepat dia menyusul ke luar jendela, baru saja akan menyusup ke atas atap rumah, Hu-yong siancu telah melayang turun

222

Cepat-cepat Ciu Siau cian menyusulnya sambil bertanya: "Ibu, apa yang telah terjadi? Mana adik Giok?" Dengan wajah pucat pias Hu-yong siancu menuding ke jendela bagian belakang kemu-dian mereka berdua brersama - sama kzembali ke dalamw ruangan. Ciu rSiau cian menutup daun jendelanya rapat-rapat, ia saksikan ibunya sedang mengeluarkan sebuah kotak kecil berkain kuning dari bawah pembaringan. Agak lega perasaan Hu-yong siancu setelah melihat kotak itu masih tetap utuh, ketika penutupnya dibuka tampak daun emas tersebut masih tetap seperti sedia kala. rasa cemas yang semula mencekam perasaannya kini men-jadi lega kembali. Kendatipun demikian, kedua orang terse-but tetap merasa tak habis mengerti, kenapa Lan See giok bisa lenyap dari situ? Sementara itu, Lan See giok telah dibawa si kakek berjubah kuning itu berlarian di tengah tanah pegunungan, gerakan tubuh kakek itu cepat, sekali bagaikan sambaran kilat, mereka langsung menuju ke sebuah puncak bukit. Lan See giok yang berlarian mengikuti kakek, tersebut dapat merasakan angin ta-jam menderu deru di sisi telinganya, dia merasa kakinya seolaholah tidak menginjak tanah. melainkan melayang diantara awan. Berhubung kemunculan kakek berjubah kuning itu berhasil membuat Oh Tin san 1ari ketakutan, ditambah pula dia tidak menun-tut kotak kecil itu, perasaan gelisah dan ce-mas yang semula menyelimuti perasaan Lan See giok, kini sudah mereda kembali Ia pernah berpikir, jangan - jangan hal tersebut hanya merupakan sebuah taktik merebut hati dari kakek berjubah kuning tersebut, tapi setelah berpikir lebih jauh, dia merasa pemikiran tersebut tidak benar, de-ngan kepandaian sakti yang di miliki kakek berjubah kuning itu, bila dia ingin melarikan kocak kecil tersebut, hal tersebut seharusnya bisa dia lakukan se-mudah merogoh barang dalam saku sendiri. Apalagi masalah ke lima manusia cacad serta siapa gerangan pembunuh sebenarnya. yang telah menghabisi nyawa ayahnya perlu diketahui dan di tanyakan pula dari kakek berjubah kuning ini---Sementara dia masih termenung, tubuhnya terasa sudah melambung ke atas puncak te-bing itu. Ketika kakek berjubah kuning itu menge-baskan ujung bajunya, tubuh merekapun berhenti bergerak. Lan See giok segera berpaling, ia saksikan kakek berjubah kuning itu dengan senyuman ramah dikulum dan sorot mata yang berkilat kilat

223

sedang memandang ke arahnya penuh belas kasih, dia hanya tersenyum tanpa me-ngucapkan sepatah katapun. Sikap yang begitu belas kasih dan ramah ini dengan cepat menggetarkan perasaan pe-muda kita, apalagi bila terbayang sikap hor-mat dari si naga sakti pembalik sungai terha-dap orang itu. Tanpa terasa diapun menjura seraya ber-kata dengan hormat: "Boanpwe Lan See-giok menyampaikan salam untuk locianpwe" Seraya berkata dia lantas jatuhkan diri berlutut dan memberi hormat... Kakek berjubah kuning itu mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak bahak, suaranya nyaring bagaikan pekikan burung hong, nadanya penuh kegembiraan. Kemu-dian dengan suara lembut dia ber-kata: "Nak, waktu yang tersedia bagi kita tidak banyak, ayo cepat bangun dan duduk. kita harus berbicara banyak." SAMBIL berkata dia lantas membangun-kan pemuda tersebut dari atas tanah. Lan See giok mengiakan dengan hormat, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, dijumpainya bukit itu sangat datar, rum-put tumbuh amat subur, puluhan kaki di seputar sana tidak dijumpai pepohonan pinus ataupun bambu, juga tiada batuan cadas. Boleh dibilang tempat semacam ini me-ru-pakan sebuah tempat yang ideal sekali untuk bercakap-cakap. Dengan kepandaian maha sakti yang di miliki kakek berjubah kuning itu, jatuhnya bunga atau daun pada jarak sepuluh kaki di seputar sana pun bisa ditangkap olehnya dengan nyata, jelas tak mungkin ada orang yang bisa menyadap pembicaraan mereka tanpa ketahuan jejaknya. Mereka berduapun duduk di atas tanah berumput, tanah yang amat lembut bagai-kan busa. Kemudian kakek berjubah kuning itu ber-tanya dengan ramah: "Nak, tidakkah kau merasa keheranan, mengapa aku datang mencarimu malam-malam begini?" Lan See giok memang berperasaan demikian, maka dia mengiakan dengan hor-mat. Kakek berjubah kuning itu kembali ter-tawa terbahak bahak. "Haaahhh--- haaahhh... haaahhh, terus terang kukatakan kepadamu nak, sejak aku masuk ke dalam benteng Wi-lim-poo, selama ini aku, tak pernah meninggalkan Oh Tin san, oleh sebab itu mereka dapat menemu-kan kau, akupun dapat pula me-nemukan dirimu- -" "Locianpwe" tanya Lan See giok tidak habis mengerti, "dari mana Oh Tin san bisa me-ngetahui tempat tinggal dari bibi Wan---?"

224

"Kalau dibicarakan sebenarnya hanya seca-ra kebetulan saja, ketika Oh Tin san suami istri kembali ke benteng, Oh Li cu menangis sambil mengadukan peristiwa lenyapnya kau kepada orang tua mereka. Say nyoo-hui segera menuduh kau berusaha melarikan diri, tapi Oh Li-cu berusaha-keras membe-laimu." Berbicara sampai di situ ia berhenti seje-nak seakan akan sedang memikirkan se-suatu lalu dengan tidak mengerti ia ber-tanya. "Pernahkah kau bercerita kepada Oh Tin san bahwa bibi Wan mu mempunyai seorang putri berusia enam tujuh belas tahunan?" Mendengar pertanyaan itu Lan See giok segera menjadi menyesal sekali, dia manggut-manggut. Kakek berjubah kuning itupun melanjut-kan kembali ceritanya. "Tatkala Oh Li cu bercerita ada seorang gadis berbaju kuning yang berusia enam tu-juh belas tahunan menunjukkan perubahan wajah dan nampak amat sedih sekali setelah bertemu kau, Oh Tin san segera menaruh curiga kalau rumah ini bisa jadi adalah tem-pat kediaman bibi Wan mu, akhirnya mereka putuskan untuk melakukan penyelidikan, ketika mereka ketahui bibi Wan mu ternyata adalah Hu-yong siancu Han Sin -wan yang sudah lama mengasingkan diri, maka semua duduknya persoalanpun menjadi jelas." Lan See giok pernah menaruh curiga, kepergian Oh Tin san ditengah malam buta tanpa pamit tempo hari adalah untuk pergi mencari bibi Wan nya, maka kembali ia ber-tanya: "Tahukah locianpwe, apa sebabnya Oh Tin san suami istri meninggalkan rumah secara tergesa gesa ditengah malam buta?" "Walaupun Oh Tin san orangnya buas dan kejam, namun ia tak bisa menguasai diri bila menghadapi suatu persoalan, malam berse-lang kalian membicarakan lagi soal kotak kecil itu- -" Mendengar sampai disini, Lan See giok pun menjadi paham kembali, tanpa terasa seru-nya cemas. "Anak Giok tahu sekarang, orang berdiri di luar jendela semalam itu adalah locianpwe?" Sambil tertawa ramah kakek berjubah kuning itu manggut-manggut. "Nak, seharusnya kau bisa menduga akan diriku, Di dalam benteng Wi-limpoo banyak terdapat kapal perang yang berlabuh, di luar dikelilingi telaga yang luas, penjagaan dan pengintaian tersebar di mana-mana, memang tidak gampang bagi orang luar untuk me-n-yelundup masuk, untung saja penjagaan di dalam benteng tidak ketat sehingga banyak memberi keleluasaan bagiku..."

225

Lan See giok segera teringat akan sesuatu rahasia yang tidak diketahui olehnya, dengan nada tak mengerti kembali dia bertanya: "Tahukah locianpwe di dalam gedung bagian pusat benteng Wi-lim-poo kenapa ti-dak diberi penjagaan?" Kembali kakek berjubah kuning itu ter-menung sebentar, lalu sahutnya: "Oh Tin-san adalah seorang manusia yang gampang menaruh curiga, bisa jadi dia me-nganggap penjagaan di luar benteng-nya su-dah sekokoh dinding baja lantai tembaga dan mustahil ada orang menyusup ke dalam, maka kuatir rahasia pribadi dalam ru-angannya ketahuan orang lain, maka dia sengaja tidak mengatur penjagaan di seputar sana, hal ini bisa dibuktikan pula dengan tiadanya orang yang berdiam di seputar situ." Tergerak hati Lan See giok setelah men-dengar perkataan tersebut, seakan akan me-mahami sesuatu, dia bertanya kembali. "Locianpwe bilang malam berselang kau berdiri di luar jendela, kemudian Oh Tin san ke luar dari ruangan setelah mendengar suara, tapi nyatanya tidak ditemukan seso-sok bayangan manusiapun, waktu itu apakah locianpwe sudah masuk ke ruang belakang?" Kakek berjubah kuning itu tertawa terba-hak bahak: "Haah . . haah . . haaahhh . . . justru keba-likannya, aku cuma bersembunyi di bawah lantai batu di depan jendela pagoda air, se-waktu kau ke luar dari jendela, asal kau tun-dukkan kepalamu, niscaya akan kau jumpai jejakku. tapi kenyataannya kalian semua malah naik ke atap rumah." Mendengar penjelasan tersebut, diam-diam Lan See giok memuji akan keberanian kakek berjubah kuning tersebut, dia merasa tinda-kan semacam ini sungguh kelewat me-nye-rempet bahaya. Terdengar kakek berjubah kuning itu melanjutkan kembali ceritanya: "Waktu itu Oh Tin san pun berpendapat akulah yang telah menyadap pembicaraan tentang rahasia kotak kecil tersebut, karena nya ia menjadi gugup dan ketakutan. akhirnya diputuskan untuk berangkat pada malam itu juga mencari si naga sakti pemba-lik sungai dan menjelaskan masalah kotak kecil itu kepadaku..." "Tapi locianpwe toh tidak berada di kam-pung nelayan itu..." tukas Lan See giok kuatir. Kakek berjubah kuning itu tertawa ramah. "Sekalipun aku berada di situpun, si naga sakti pembalik sungai akan mengatakan aku telah pergi!" Lan See giok semakin tidak mengerti, baru saja dia hendak minta penjelasan lebih jauh, dari kejauhan sana kedengaran suara ayam jago mulai berkokok---

226

Kakek berjubah kuning itu segera me-rasa waktu sudah siang, setelah memandang se-kejap keadaan langit, diapun berkata. "Nak. sekarang sudah mendekati kento-ngan ke lima, kau harus kembali se-belum fajar menyingsing kalau tidak, bibi Wan mu pasti akan sangat gelisah dan tidak tenang, apakah kau masih ada urusan lain yang hendak ditanyakan kepadaku?" Menghadapi pertanyaan tersebut, Lan See giok menjadi sangsi, karena pertanyaan yang akan diajukan kelewat banyak, sehingga untuk sesaat dia tak tahu pertanyaan mana-kah yang hendak diajukan lebih dahulu--Tampaknya kakek berjubah kuning itu bisa menduga jalan pemikiran Lan See giok, maka dia berkata kemudian. "Sekarang, apakah kau sudah memahami sebab musabab yang mengakibatkan kema-tian ayahmu?" Lan See giok mengangguk, katanya dengan perasaan sedih. "Hanya sampai kini anak Giok belum me-ngetahui siapakah pembunuh sebenarnya dari ayahku." Sambil mengelus jenggotnya dan terme-nung sejenak, kakek berjubah kuning itu berkata kemudian. "Kalau ditinjau dari segi-segi yang ada sekarang, kelima manusia cacad itu sama-sama mencurigakan, kita harus menyelidiki secara seksama lebih dulu sebelum bisa me-nentukan siapakah pembunuh yang sebenar-nya. Teringat akan julukan-julukan yang isti-mewa dari kelima manusia cacad itu, Lan See giok segera memohon: "Dapatkah locianpwe menjelaskan asa1 usul dari kelima manusia cacad dari tiga te-laga itu? Mengapa kelima orang itu sama-sama memiliki julukan yang mengandung kata "tunggal"? Darimana mereka bisa tahu kalau ayahku berdiam di kuburan kuno serta apa sebabnya ke lima manusia cacad yang berdiam di pelbagai wilayah bisa berkumpul di tempat yang sama pada malam yang sama-" 'Tidak sampai Lan See giok menyelesaikan kata katanya. kakek berjubah kuning itu te-lah menggoyangkan tangannya men-cegah pemuda itu melanjutkan kembali kata kata-nya, dia menimbrung. "Pertanyaan mu yang beruntun tersebut bila kujawab dengan memerlukan waktu yang amat panjang, mustahil semua masalah bisa dijelaskan dalam waktu singkat, sekarang aku hanya bisa memberitahukan kepadamu, sebenarnya julukan semula dari ke lima orang tersebut tidak disertai kata "tunggal", pada mulanya mereka pun bukan manusia yang cacad telinga, mata atau kaki, sedang soal dari mana mereka bisa tahu ayahmu berdiam dalam kuburan kuno itu. hal tersebut baru dapat diketahui setelah kita

227

datangi kelima manusia tersebut, nah hari ini aku hanya bisa menjelaskan sampai di sini, lain kali tentu akan kujelaskan lebih jauh! Selesai berkata diapun beranjak siap-siap meninggalkan tempat tersebut. Lan See giok memandang sekejapb ke ufuk timur jdi mana matahargi telah memancabrkan sinarnya yang keemas emasan, dia tahu kakek berjubah kuning itu hendak pergi se-belum fajar menyingsing. Buru-buru ia bertanya lagi: "Locianpwe, tahukah kau darimana ayahku bisa mendapatkan kotak kecil itu?" "Dia mendapatkan secara kebetulan di bawah Giok li hong bukit Hoa san." Lan See giok ingin sekali mempelajari ilmu silat maha sakti yang tercantum dalam cinkeng itu, maka kembali die bertanya. "Konon tiga lembar daun emas yang berada dalam kotak kecil itu berisikan se-macam ki-tab pusaka ilmu silat yang memuat kepan-daian silat maha sakti, benarkah perkataan tersebut?" Tanpa ragu barang sedikit pun jua kakek berjubah kuning itu mengangguk. "Benar, cuma orang yang tidak mengetahui rahasianya, meskipun mendapatkan pusaka tersebut pun sama artinya dengan men-da-patkan benda rongsokan." Sekali lagi tergerak hati Lan See giok, sela-nya. "Pernah locianpwe membaca isi kitab tersebut?" Kakek berjubah kuning itu segera mem-perlihatkan paras serba salah, katanya ke-mudian. "Meskipun aku tahu bagaimana cara mem-bacanya, tapi hanya aku seorang diri tak mungkin bisa membacanya" Lan See giok sangat tidak mengerti atas perkataan itu, keningnya berkerut, kemudian tanyanya bimbang: "Kalau toh locianpwe sudah mengetahui cara untuk membaca rahasia kepandaian si-lat tersebut mengapa kau tidak membaca nya seorang diri?" Kakek berjubah kuning itu memandang sekejap kearah Lan See giok, lalu tertawa pe-nuh arti. "Untuk membaca isi kitab pusaka ter-sebut, harus ada seorang yang bertenaga dalam sempurna menggenggam daun emas tadi ke-mudian mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya ke dalam daun emas tadi sedang si pembaca harus berlutut di hada-pannya sambil baca, cuma orang inipun ha-rus memiliki bakat yang sangat bagus dan memiliki daya ingat yang tajam, dengan be-gitu kepandaian tersebut biru dapat dikuasai olehnya. Menjadi termangu Lan See giok bsehabis mendengjar perkataan itgu, lama kemudiabn ia baru bertanya:

228

"Locianpwe siapakah yang memiliki tenaga dalam sedemikian sempurnanya se-hingga dapat memaksa daun emas tersebut memperlihatkan catatannya?" Hanya si pemilik semula dari kotak ter-se-but" jawab kakek berjubah kuning itu tanpa ragu. Lan See giok menjadi amat gembira, ta-nya-nya cepat: "Locianpwe, anak Giok tidak becus tapi percaya memiliki daya ingat yang cukup baik, dimanakah pemilik kotak tersebut sekarang? Dapatkah anak Giok pergi men-carinya de-ngan membawa kotak kecil ter-sebut?" "Menurut apa yang kuketahui, orang itu berdiam di bawah kaki puncak giok Ii hong di bukit Hoa san, kaki bukit yang mana tidak kuketahui, tapi menurut cerita orang, banyak yang ingin me-nyambanginya tapi sebagian besar harus pulang dengan kecewa, tapi ada pula yang memasuki lembah tersebut sambil menyebutkan namanya serta berhasil men-jumpai wajah asli orang tersebut. Tentang apakah kau berhasil menjumpainya, hal ini tergantung papa tekad, kesungguhan mu serta rejekimu... Walaupun Lan See giok merasa sulit tapi ia bersedia untuk mencobanya, dengan cepat ia bertanya; "Locianpwe, siapakah tokoh sakti terse-but?" Kakek berjubah kuning itu termenung se-jenak. kemudian dengan nada tidak pasti katanya. "Konon orang itu bernama To seng-cu!" Gemetar keras sekujur badan Lan See -giok, paras mukanya berubah hebat, serunya tanpa sadar. "To . . to. . . to-seng cu? Dia. . . diapun me-makai gelar kata "tunggal" . . ?" , Tanpa terasa dia menjadi terbayang kem-bali keadaan ayahnya yang terkapar di atas genangan darah, waktu itu tangan kanannya dengan menggunakan sisa tenaga yang dimi-likinya hanya sempat mengukir kata. "To" atau tunggal di atas tanah... Satu ingatan segera melintas dalam benak nya. Jangan-jangan orang yang membunuh ayahnya adalah To seng cu ini? Siapa tahu To sreng cu menaruh zdendam kepada wayahnya karena rkotak kecil tersebut tidak dikembalikan kepadanya, maka se-telah menelusuri jejak ayahnya selama banyak ta-hun, akhirnya tempat kediaman ayahnya ditemukan? Semakin dipikir Lan See giok merasa se-makin masuk diakal, sebab hanya manusia berkepandaian sangat lihay seperti To seng cu saja yang mampu menghabisi nyawa ayahnya di dalam sekali pukulan.

229

Membayangkan kesemuanya ini, berko-barlah api marah dalam dadanya, hawa napsu membunuh pun segera menyelimuti seluruh wajahnya yang tampan. Sambil mengangkat kepalanya dan mena-tap wajah kakek berjubah kuning itu lekat-lekat, dia bertanya. "Locianpwe, dengan tenaga dalam yang kau miliki sekarang dapatkah kau menampilkan tulisan di atas daun emas tersebut?" Kembali kakek berjubah kuning itu menunjukkan sikap serba salah, lama kemu-dian dia baru menjawab: "Kecuali To seng cu seorang, mungkin dalam dunia persilatan dewasa ini sudah tiada orang kedua yang memiliki tenaga dalam seperti dia lagi." Kemudian setelah berhenti sejenak dan menghela napas, katanya lebih jauh: "Terus terang saja anak Giok, aku sudah banyak tahun mencari ayahmu di mana-mana, setiap orang mempunyai kepentingan pribadi masing-masing, tentu saja akupun berharap bisa membawa kotak kecil itu pergi menghadap To seng cu serta menjadi orang yang paling tangguh dalam dunia persilatan. tapi sejak aku bertemu dengan kau dan me-nemukan kau adalah manusia yang berbakat bagus untuk belajar ilmu silat, apalagi jika kau berhasil mempelajari kepandaian sakti dalam pusaka Pwee yapCinkeng tersebut sudah pasti kau bisa menjadi tangguh dan keadilan serta kebenaran di dunia ini bisa ditegakkan, itulah sebabnya kuberikan kesempatan yang sangat baik ini kepadamu, biarpun aku mengetahui kotak kecil itu di-sembunyikan di bibi Wan mu dikolong ran-jang, tapi aku tidak mengambilnya. Nah anak Giok, semoga kau tidak sampai menyia-nyiakan harapanku!" Betapa terharunya Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, dia semakin me-naruh hormat kepada kakek berjubah kuning itu, katanya dengan hormat: "Locianpwe tak usah kuatir, anak Giok bertekad tak akan menyia nyiakan harapan kau orang tua, bila aku menyangkal dari ucapanku, biar langit menghukumku!" Dengan penuh kegembiraan kakek berj-u-bah kuning itu tertawa terbahak bahak, ke-mudian serunya: "Kau memang anak yang penurut dan bisa diberi pelajaran..." Setelah mengebaskan ujung bajunya, diapun beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut. Lan See giok tahu bahwa kakek berjubah kuning itu hendak pergi, cepat dia turut melompat bangun sambil berseru dengan cemas.

230

"Locianpwe, anak giok masih ada satu per-soalan yang tidak mengerti!" "Bila ada persoalan, katakan saja berterus terang" `Bila anak Giok berhasil menjumpai To seng cu serta mempelajari kepandaian silat maha sakti yang tercantum dalam kitab pusaka Pwee yap cinkeng tersebut. apakah tenaga dalamku bisa melampaui To seng cu ? Dengan wajah bersungguh sungguh kakek berjubah kuning itu segera berkata. "Hal ini tergantung dirimu sendiri, apakah kau berniat sungguh-sungguh serta bersedia tekun mempelajari kepandaian itu, jika kau rajin berlatih, sekalipun To seng cu terhitung jagoan nomor satu dikolong langit dewasa ini, mungkin kemampuannya waktu itu masih di bawah kemampuanmu" Mendengar sampai di sini, Lan See giok segera menjatuhkan diri berlutut di atas tanah, lalu katanya dengan hormat. "Harap locianpwe suka menjaga diri baik-baik, anak Giok akan pergi dulu, bila aku su-dah kembali dengan belajar ilmu, pasti akan kubalas budi kebaikan dari kau orang tua!" Kembali kakek berjubah kuning itu tertawa terbahak bahak. Setelah membangunkan Lan See giok dari atas tanah, katanya dengan amat ramah: "Anak Giok, dalam perjalananmu kali ini, sepanjang jalan kau mesti berhatihati karena membawa mestika, jangan kelewabt memamerkan dijri, dan yang pagling penting tabk boleh mencari gara-gara, fajar sudah hampir menyingsing cepatlah pergi!" Lan See giok mengiakan dengan hormat, lalu ditatapnya kakek itu sekejap titik air mata hampir saja jatuh berlinang, setelah berpamitan lagi dengan kakek itu, dia baru membalikkan badan dan turun dari bukit tersebut. Sementara itu fajar mulai menyingsing di langit timur kabut tipis menyelimuti permu-kaan tanah, kecuali suara ayam berkokok dari arah kampung nelayan itupun sudah mulai kedengaran suara manusia. Membayangkan betapa cemas dan gelisah nya bibi Wan serta enci Cian nya waktu itu, dia mempercepat langkahnya menuju ke de-pan. Ketika tiba di dusun, langit sudah terang, kabut pagi pun terasa semakin tebal, setelah melewati pepohonan siong yang lebat, dalam waktu singkat dia telah tiba di halaman bela-kang rumah bibi Wan nya. Dari kejauhan ia sudah melihat enci Cian duduk di belakang jendela dengan wajah mu-rung. sepasang matanya memandang seba-tang pohon di hadapannya dengan termangu, seakan akan ia sedang melamun. Dengan cepat Lan see giok melompati pa-gar dan melayang turun di depan jendela, segera serunya lirih. "Enci Cian! Enci Cian!"

231

Ciu Siau cian sadar kembali dari lamunan, melihat pemuda itu sudah muncul di hada-pannya, mencorong sinar terang dari balik matanya, kejut dan girang ia berseru lirih: "Ayo cepat masuk!" Dengan cepat dia menarik tangan pemuda itu. Meminjam tenaga tarikan tadi, Lan See giok melayang, masuk ke dalam ruangan. Ciu Siau cian memperhatikan sekejap keadaan sekelilingnya. lalu merapatkan pula daun jendelanya, setelah itu sambil meng-genggam tangan pemuda itu, omelnya dengan penuh rasa kuatir: "Bagaimana sih kau ini? Mengapa pergi selama ini? Bikin hati orang gelisah saja." Sambil berkata dia mengangguk bpemuda itu dudujk di depan pembgaringan, sementbara sepasang matanya yang jeli dengan perasaan tak tenang dan gelisah mengawasi pemuda itu tiada hentinya. Tak terlukiskan rasa haru, berterima kasih dan hangatnya perasaan Lan See giok meli-hat perhatian enci Cian terhadapnya, kata-nya kemudian sambil ter-tawa: "Cici jangan marah, aku diajak kakek ber-jubah kuning itu untuk bercakap cakap." "Kakek berjubah kuning yang mana?" tanya Ciu siau cian tidak mengerti. Menghadapi pertanyaan tersebut, Lan See giok baru teringat kalau tadi ia lupa me-na-nyakan nama kakek tersebut, dengan wajah memerah terpaksa ujarnya. "Yaa kakek berjubah kuning itu!" Meski Ciu Siau cian bisa memahami, tak urung dia toh tertawa cekikikan juga. "Enci Cian, mana bibi?" tiba-tiba pemuda itu teringat akan Hu-yong siancu. Ciu Siau cian menarik kembali senyuman nya, lalu sambil sengaja menarik muka dia berkata: "Ke mana lagi? Tentu saja pergi mencari mu, siapa suruh kau tidak meninggalkan pesan ketika pergi." "Bukan siaute tidak ingin memberi pesan, aku takut Oh Tin san dan Say nyoo-hui mendengar suara panggilanku sehingga menambah kesulitan, aku memang berniat menghindar untuk sementara waktu ke luar dusun sana " Ciu Siau cian menganggap perkataan itu ada benarnya juga, maka diapun meng-ang-guk. kemudian setelah melihat sekejap matahari di luar jendela, katanya dengan pe-nuh perhatian.

232

"Kau sudah bergadang semalaman suntuk, sekarang beristirahatlah sebentar." Setelah beberapa malam tak tidur, Lan See giok memang merasa agak lelah, tapi dia kuatir dengan keselamatan bibinya, segera serunya: "Enci Cian aku tidak lelah, aku hendak menunggu sampai bibi kembali." "Coba kau lihat, fajar telah menyingsing sekarang, ibupun segera akan pulang" kata Ciu Siau cian sambil menuding ke luar jendela, tidurlah dulu. bila ibu pulang, aku akan memanggilmu lagi!" Sambil berkata ia menekan bahu pemuda itu agar membaringkan diri. Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Lan See giok membaringkan diri sambil me-mejamkan mata, namun baur harum semer-bazk yang terpancawr dari pem-barirngan terse-but semakin membuat pemuda ini tak dapat tidur. Oleh karena itu meski kelopak matanya telah dipejamkan, namun masih bergetar tiada hentinya. Tersenyum Ciu Siau cian setelah melihat kejadian ini, tiba-tiba ia menotok jalan darah Hek-si-hiat di tubuh pemuda itu, hanya menotok dengan pelan kemudian beranjak ke luar dari ruangan. Lan See giok membuka matanya melirik sekejap ke arah enci Cian nya yang ter-senyum dengan muka merah, melihat jalan darah tidurnya ditotok hampir saja ia ter-tawa geli. Pada saat itulah dari luar jendela ke-de-ngaran suara pintu pekarangan dibuka orang. Menyusul kemudian kedengaran suara enci Cian nya berseru: "Ibu, adik Giok telah pulang!" "Oya? Di mana ia sekarang?" tanya Hu-yong siancu kejut bercampur gembira. Mendengar perkataan itu Lan See giok segera melompat bangun dan siap ke luar- Tapi tiba-tiba saja terdengar Ciu Siau cian berkata. "Adik Giok sudah tertidur ibu, dia hendak menunggumu sampai pulang, akulah yang telah menotok jalan darahnya sebelum ia tertidur ---" Lan See giok yang mendengar perkataan Itu segera teringat kalau jalan darahnya su-dah tertotok, cepat-cepat dia membaringkan kembali badannya ke atas ranjang. Untuk sesaat suasana dalam halaman menjadi hening, lalu terdengar bibi Wan nya tertawa geli. Lan See giok segera tahu keadaan runyam, pasti bibinya tahu kalau dia telah belajar ilmu menggeser jalan darah kepada enci Ciannya.

233

Benar juga. terasa ada angin berdesir le-wat, bayangan manusia muncul di depan mata, Ciu Siau clan dengan wajah cemberut telah berdiri di depan pembaringan. Dengan perasaan terkejut Lan See giok melompat bangun, lalu tanyanya sambil ter-tawa. "Cici, apakah bibi telah pulang?" Melihat Lan See giok sudah tahu masih pura-pura bertanya, Ciu Siau cian merasa makin mendongkol ia bersiap siap meng-um-bar hawa amarahnya. Tiba-tiba terdengar Hu-yong siancu ber-tanya: "Anak Giok, kau belum tertidur?" Menyusul kemudian dari luar muncul se-seorang yang masih basah oleh embun pagi, Lan See giok segera melompat turun dari pembaringan, lalu katanya dengan hormat. "Sebelum bibi pulang, anak Giok merasa tak tenang untuk memejamkan mata". Sambil berkata dia mengerling sekejap ke arah enci Ciannya yang masih tersipu sipu, kontan saja sikapnya menjadi sangat tak tenang . . . Menyaksikan keadaan adik Gioknya yang mengenaskan, tanpa terasa Ciu Siau cian tertawa cekikikan. Dengan tertawanya gadis itu, perasaan ti-dak tenang yang semula mencekam perasaan Lan See giok pun segera menjadi lega kem-bali, ia pun turut tertawa. Memandang sepasang muda mudi yang amat lucu itu, Hu-yong siancu turut merasa gembira, segera ujarnya dengan ramah: "Anak Giok, duduklah, coba kau cerita-kan kisah perjumpaanmu dengan kakek berjubah kuning itu." Setelah semua orang mengambil tempat duduk masing-masing, Lan See giok mulai menceritakan bagaimana pengalamannya bertemu dengan kakek berjubah kuning itu sampai dia pulang kembali. Akhirnya pemuda itu menambahkan. "Bibi, anak Giok bertekad akan mencari To-seng cu, aku rasa bisa jadi dialah pem-bunuh yang sebenarnya dari ayahku." Paras muka Hu-yong siansu amatb serius, ia tidjak segera menjagwab, sampai lamba kemu-dian baru tanyanya. "Anak Giok, apakah kau berhasil melihat tahi lalat besar di kening kakek tersebut pada perjumpaan kali ini?" Bergetar keras perasaan Lan See giok mendengar pertanyaan itu, mukanya men-jadi merah padam karena jengah, sambil menun-dukkan kepalanya ia menjawab:

234

"Berhubung waktu yang amat singkat, anak Giok cuma teringat persoalanpersoalan yang dihadapi, karenanya aku lupa untuk memeriksanya dengan teliti." Hu-yong siancu tidak menegur pemuda itu, sorot matanya dialihkan ke luar jendela me-mandang matahari yang memancarkan sinar keemas emasan, ia seperti sedang melamun-kan sesuatu. Lama-lama kemudian ia baru berkata agak tergagap: "Jangan-jangan dia adalah si kakek yang dijumpai Khong-tay tempo hari- -" Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, selanya tibatiba. "Bibi, siapakah yang telah berjumpa de-ngan ayahku?" Hu-yong siancu segera sadar atas kekhi-lafan sendiri, katanya kemudian sambil ter-tawa hambar. "Kalian masih kanak-kanak, sekarang be-lum saatnya untuk mengetahui persoalan-persoalan tersebut" Dengan cepat paras mukanya telah pulih kembali seperti sedia kala, lalu dengan nada penuh perhatian dia berkata. "Anak Giok, bibi tak akan menghalangi niatmu untuk mengunjungi bukit giok li -hong, tapi mesti kau ketahui, perjalanan semacam ini jelas merupakan suatu perja-lanan menyerempet bahaya, andaikan To- seng cu benar-benar adalah musuh besar yang membinasakan ayahmu," perjalanan mu kali ini lebih banyak bahayanya dari pada selamat, bahkan bisa jadi akan mengorban-kan selembar jiwamu" Lan See giok sama sekali tidak gentar oleh perkataan tersebut, katanya malah dengan gagah. "Dendam sakit hati anakku lebih dalam dari pada samudra, sekalipun harus naik ke bukit golok atau terjun ke kuali berisi minyak mendidih, anak giok tak akan mundur barang setapak pun" Mendadak ia saksikan Cu Siau cbian menunduk dejngan wajah sedigh, tanpa terasab ia turut beriba hati, katanya kemudian de-ngan nada menghibur. "Apalagi bencana atau rejeki bukan di tentukan manusia. sampai sekarang pun belum kita ketahui To seng cu sebenarnya musuh besar pembunuh ayahku atau bukan seandainya bukan, anak Giokpun karena bencana peroleh rejeki, selain bisa mem-pela-jari ilmu silat yang hebat akupun dapat membalaskan dendam bagi kematian ayah-ku"" Dengan sorot mata gembira Hu-yong siancu memandang sekejap ke arah Lan See giok lalu ujarnya sambil manggut-manggut. "Berbicara soal ilmu silat, To seng cu ter-hitung manusia paling kosen di dunia persi-latan dewasa ini, sampai sekarang belum pernah ada orang

235

yang mengetahui nama dan usia yang sebenarnya, konon dia telah berumur di atas seratus tahun, kepandaian silatnya boleh dibilang sudah mencapai ting-katan yang luar biasa...! Dengan sedih Ciu Siau cian mendongakkan kepalanya, seperti memahami sesuatu dia menyela: "Ibu, bukankah kau pernah berkata kau pun pernah bersua dengan To seng cu? Coba kau bayangkan, persiskah dia dengan kakek berjubah kuning yang diceritakan adik Giok tadi? " Hu-yong siancu berkerut kening, sekilas perubahan aneh menghiasi wajahnya, lalu ujarnya sambil manggut-manggut: "Peristiwa ini sudah terjadi sepuluh tahun berselang, waktu itu To seng cu mengenakan jubah panjang berwarna putih, membawa kipas dan amat berwibawa sehingga siapa-pun akan berkesan mendalam bila menjumpainya." Melihat sikap bibinya begitu menaruh hormat, dimana hal tersebut justru berla-wanan sekali dengan pandangan nya, maka dengan perasaan tak puas katanya. "Bibi, anak Giok berpendapat gelar To-seng cu ini kurang sedap didengar, seperti nama-nama Siau yau-cu, Lui cengcu, Sian kicu dan lain sebagainya, nama tersebut ke-banyakan adalah kaum tosu...." Hu-yong siancu tertawa hambar, katanya dengan lembut: "Anak Giok, hal ini hanya disebabkan kau sudah terlanjur menaruh perasaan benci ter-hadap julukan yang mernggunakan kata zper-mulaan "To"w atau tunggal, ritulah sebabnya To seng cu memberi kesan kurang baik kepadamu, padahal arti sebenarnya dari To seng-cu atau aku yang telah sadar!" Berada dihadapan bibinya, Lan See giok tak berani memperlihatkan perasaan tak senang hati. namun dihati kecilnya dia terta-wa dingin, katanya kemudian: "Anak Giok tetap berpendapat, julukan To seng cu itu kelewat jumawa dan tekebur, anak Giok rasa arti dari julukan itu bukan aku yang telah sadar. mungkin saja dia ber-anggapan akulah yang dipertuan . . . " Hu-yong siancu segera berkerut kening agaknya ia telah melihat perasaan benci Lan See giok terhadap To Seng cu, maka katanya kemudian sambil manggut-manggut dan ter-tawa: "Penjelasan secara demikian pun boleh juga. namun kelewat memaksakan pendapat sendiri dalam perjalananmu menuju ke bukit Hoa san kali ini, bila berjodoh dan dapat menjumpai To seng cu, kau harus mengata-kan yang sebenarnya yakni men-dapat pe-tunjuk dari seorang kakek berjubah kuning untuk datang minta belajar ilmu. kau tidak boleh sekali kali menyinggung

236

masalah den-dam sakit hati, dari pada me-nimbulkan kecurigaan To seng cu dan mempengaruhi kemajuanmu dalam menuntut ilmu. " Kemudian setelah memandang sekejap ke arah putrinya yang sedang murung, dia melanjutkan. "Bisa jadi di sekeliling tempat ini masih pe-nuh dengan mata-mata dari Wilim-poo un-tuk menghindari segala sesuatu yang tak di-inginkan, lebih baik kau berangkat se-telah malam nanti, sampai waktunya biar enci Cian yang melindungimu sampai di keresi-denan Tek an. ." "Tidak usah merepotkan enci Cian." Tampik Lan See giok cepat, anak Giok ya-kin masih dapat menjaga diri sebaik baiknya, dengan menempuh perjalanan seorang diri, hal tersebut lebih mudah bagiku untuk me-loloskan diri dari kepungan bila menjumpai kawan jago lihay dari Wi-lim-poo" Hu-yong siancu segera menganggap uca-pan ini masuk diakal, diapun mengangguk. "Baiklah, semoga kau berhati hati di sepanjang jalan, jarak dari sini hingga kota Tek an sekitar seratus li, bila menggunakan ilmu meringankan tubuh paling banter sele-watnya tengah malam kau sudah tiba di sana, beristirahat di luar kota semalam. Keesokan harinya kau boleh meneruskan perjalanan menuju ke wilayah Kui ciu lewat Sui ciang, dari sana kau boleh langsung ber-angkat ke bukit Hoa san. ." Dengan perasaan amat berat Lan See giok mengangguk berulang kali sambil mengia-kan. Terdengar Hu-yong siancu berkata lebih jauh. "Anak Giok, semalam kau belum tidur, malam nantipun harus melanjutkan perja-lanan, sekarang beristirahatlah dulu di pem-baringan enci Cian mu." Selesai berkata, dia lantas berjalan menuju ke luar. Ciu Siau cian memandang sekejap ke arah Lan See giok dengan pedih, kemudian dengan kepala tertunduk mengikuti di belakang ibunya menuju ke kamar tidur ibunya. Lan See giok termangu mangu, wajah pedih enci Cian nya sekarang pada hakekat nya berbeda sekali dengan wajah riang ketika menotok jalan tidurnya tadi.. Benar hubungan mereka belum lama, tapi setelah diberi kesempatan untuk menjalin hubungan lebih mendalam, sikap Ciu Sian cian saat ini sudah jauh lebih terbuka.

237

Kini ia harus berpisah lagi, dia harus ber-angkat ke Hoa san dengan membawa nasib yang sukar diketahui, bisa jadi per-pisahan kali ini merupakan perpisahan untuk sela-manya. Pikir punya pikir, masalah demi masalah pun berdatangan secara beruntun, sampai lama sekali dia baru dapat tertidur... Ketika mendusin, matahari sore sudah di jendela belakang, dengan kaget dia me-lompat bangun melihat bibinya berada di luar, cepat dia ke luar dari ruangan sambil bertanya. "Bibi, sudah jam berapa sekarang, agaknya aku sudah tertidur cukup lama?" Melihat wajah Lan See giok cerah kembali dia sedikitpun tidak memperlihatkan tanda keletihan, dengan girang Hu-yong siancu berkata. "Selama berapa hari belakangan ini kau belum tertidur baik, tidurmu hari ini boleh dibilang sudah lebih dari cukup." Kemubdian setelah mejlirik sekejap mgatahari senja dbi luar pagar. terusnya. "Sekarang, mungkin sudah mendekati pu-kul lima sore." Sambil tertawa Lan See giok menggeleng-kan kepalanya berulang kali. "Waah, tidur anak Giok kali ini memang betul-betul nyenyak sekali." Ketika tidak menjumpai Siau cian di ru-angan, kembali ia bertanya dengan perasa-an tak mengerti. "Bibi, mana enci Cian?" "Ia sedang menyiapkan santapan malam untukmu" sahut Hu-yong siancu sambil melirik sekejap ke dapur. Baru saja dia menyelesaikan kata kata-nya, Ciu Siau cian telah masuk sambil menghi-dangkan santapan malam. Lan See giok melihat sepasang mata enci nya sudah merah membengkak, wajahnya sedih dan murung, ia tahu gadis itu baru saja habis menangis, hal mana membuat perasaannya amat resah. Hidangan pada malam itu sangat lezat, sayangnya ke tiga orang itu merasa tak enak untuk makan. Akhirnya Hu-yong siancu mengambil kotak kuning itu dari dalam kamarnya serta se-bungkus uang perak, kemudian dengan pe-nuh perhatian ia berkata. "Anak Giok, simpanlah kotak kecil ini baik- baik, sepanjang jalan kau tak boleh kelewat menonjolkan diri, guna-kan uang perak terse-but sehemat mungkin, dengan begitu kau akan bisa tiba di Hoa san dengan tak usah takut kehabisan beaya.." Sambil berkata, dia serahkan kotak dan kantung uang tersebut kepada Lan See giok.

238

Buru-buru pemuda itu bangkit berdiri sambil menerimanya, tak terlukiskan rasa haru dalam hatinya hingga tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran, ujarnya sedih: "Bila anak Giok berhasil mempelajari ilmu silat dalam kepergian kali ini serta membalas dendam sakit hati, anak Giok pasti akan pu-lang dengan secepatnya, lalu anak Giok akan mendampingi bibi dan tak akan terjun lagi ke dunia persilatan untuk selamanya, cuma kuatir kepergian anak giok kali ini lebih ba-nyak bahayanya daripada keberuntungan, kalau sampai nasibku jelek dan tewas, ter-paksa budi kebaikanb bibi dan enci jCian akan kubaygar dalam penitibsan mendatang." Sambil berkata seka1i lagi dia menjura, dalam-dalam. Hu-yong siancu tersenyum, dua baris air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya. Siau cian yang paling sedih, dia menutupi wajahnya dengan sepasang tangan dan menangis tersedu sedu. Sambil membangunkan Lan See giok dari tanah, Hu-yong siancu berkata lagi dengan air mata bercucuran: "Bangkitlah anak Giok, bibi mempunyai firasat kita pasti akan bersua kembali, To seng cu adalah seorang tokoh persilatan yang berkedudukan sangat tinggi, ia disegani dan dihormati setiap orang, sekali pun ia bisa jadi telah membunuh ayahmu, namun tak akan melancarkan serangan keji terhadap seorang anak muda seperti kau" Sementara itu Lan See giok telah me-nyimpan baik-baik kotak kecil serta kantung berisi uang itu, kemudian dengan air mata bercucuran namun sikap tegas ia menjawab. "Walaupun dia tak akan turun tangan keji kepadaku, tapi aku tak akan melepaskan dia dengan begitu saja." Hu-yong siancu menghela napas sedih, kata nya kemudian dengan mengandung arti dalam. "Anak giok, bibi harap kau bersikap cerdik dalam menghadapi setiap persoalan, berpi-kirlah yang cermat, jangan emosi dan jangan kelewat kolot, terutama sekali melakukan tindakan "mengadu telur dengan batu." walaupun kau sendiri tidak menyayangi ji-wamu, namun kau harus memikirkan juga mereka--mereka yang selalu menguatirkan keselamatanmu" Lan See giok amat terkejut, dengan air mata bercucuran dia segera berpaling dan memandang sekejap Ciu Siau cian yang se-dang menangis tersedu sedu. Dengan kening berkerut Hu-yong siancu berkata lebih jauh: "Bukan cuma bibi yang mengharapkan kepadamu, enci Cian mu juga berharap kau bisa berjaya dalam dunia persilatan di kemu-dian hari..."

239

Lan See giok sangat terharu, ujarnya de-ngan wajah penuh rasa menyesal. "Anak giok menerrima semua nasezhat, pasti tak wakan kusia siakran harapan bibi dan cici". Hu-yong siancu manggut-manggut dengan sedih, setelah memandang suasana gelap di luar halaman, katanya lebih jauh. "Kehidupan orang di kampung nelayan amat sederhana dan bersahaja, sekarang ke-banyakan orang dusun telah pergi tidur, nah, kau boleh berangkat sekarang." Ciu Siau cian yang masih menangis terisak pun segera mengangkat kepalanya dan me-mandang Wajah Lan See giok dengan mu-rung, beribu ribu patah kata semuanya di-tumpukkan dalam balik sorot matanya itu. Lan See giok sendiri meski merasa berat hati, namun dia toh menjura juga seraya berkata: "Harap bibi baik-baik menjaga diri, anak Giok akan segera berangkat.!" Lalu kepada Siau cian ujarnya pula: "Enci Cian, baik baiklah menjaga diri, kepergian siaute kali ini paling banter cuma satu tahun, sampai waktunya aku pasti akan balik kembali, tak akan kulupakan pengharapan dari cici." Ciu Siau cian memandang Lan See giok dengan wajah sayu, kemudian manggut-manggut, butiran air mata sekali lagi jatuh bercucuran. Walaupun Hu-yong siancu merasakan hatinya sakit bagaikan diiris iris dengan pisau, namun wajahnya masih tetap tenang, dia memang tidak mempunyai keyakinan apakah kepergian Lan See giok kali ini benar bisa pulang kembali dengan selamat. Maka sekali lagi dia berkata dengan wajah bersungguh sungguh: "Anak giok, tujuan kepergianmu ke bukit Hoa san adalah untuk belajar ilmu silat. se-andainya terjadi sesuatu ditengah jalan kau tak boleh berdiam diri terlalu lama, sekarang berangkatlah lewat halaman belakang, lalu larilah menuju barat laut, tidak sampai sepuluh li kau akan tiba di jalan raya menuju ke kota Tek-an." Seusai berkata. dia lantas membalikkan badan dan masuk kembali ke ruang dalam Melihat bibinya telah masuk, Lan See giok segera menggenggam tangan Siau cian dan berkata dengan lembut. "Cici tak usah bersedih hati, aku pasti da-pat kembali dengan aman dan selamat." BAB 12 CIU Siau cian manggut-manggut, sahut nya dengan air mata bercucuran. "Adikku cici akan selalu menantikan ke-datanganmu..."

240

Belum habis perkataan tersebut diucap-kan, dua baris air mata sudah meleleh ke luar bagaikan air bah yang menjebolkan bendungan. Buru-buru Lan See giok menggunakan ujung bajunya untuk menyeka air mata di wajah encinya, setelah itu mereka berdua baru masuk ke ruang dalam. Sementara itu bibi Wan telah membuka jendela belakang secara hati-hati, kemudian dengan cekatan dia menengok sekeliling jendela luar. Ketika Lan See giok menyusul sampai di situ, ia lihat langit nan biru, beribu bintang bertebaran diangkasa. suasana kegelapan menyelimuti seluruh dusun. Tiba-tiba Hu-yong siancu berpaling dan bisiknya lirih: "Anak giok, berangkatlah sekarang, tam-paknya belakang dusun tidak ada se-orang manusiapun!" Lan See giok memandang ke arah bibinya airmata bercucuran amat deras, bibirnya bergetar seperti ingin mengucapkan sesuatu. namun tak sepatah katapun yang dikeluar-kan. Hu-yong siancu segera tertawa, sambil pura-pura gembira, katanya dengan suara rendah. "Anak giok, mumpung saat ini tiada orang cepatlah berangkat, semoga kau selamat dan sukses sepanjang jalan" Kemudian dengan penuh keramahan dia menepuk bahu pemuda itu, sementara air matanya tak tahan jatuh bercucuran. Lan See giok manggut-manggut, sekali lagi dia menengok sekejap ke arah encinya, ke-mudian baru melompat ke luar dari jendela dan secepat kilat meluncur ke luar dari pagar rumah. Setelah celingukan sekejap ke sekeliling tempat itu, dengan menyembunyikan diri di-balik pepohonan dia meneruskan perjala-nannya ke depan. Setelah sampai di belakang sebatang pohon yang rimbun, ia berhenti sebentar seraya berpaling, jendela rumah bibinya telah di tutup, namun dari celah-celah jendela, ia da-pat merasakan ada empat buah sorot mata yang tak tenang dan gelisah sedang menga-wasi dirinya. Dengan cekatan sekali lagi dia mengawasi sekeliling tempat itu, kemudian mengulap-kan tangannya ke arah jendela belakang, setelah itu baru membalikkan badan dan melanjut-kan perjalanannya. Tiba-tiba . . . Pada saat dia membalikkan badan itu-lah, dari bawah pohon yang ke tiga dijumpai ada sesosok bayangan manusia sedang berjong-kok di situ. Tak terlukiskan rasa kaget Lan See giok, saking terkejutnya ia membentak seraya menerjang ke muka dengan sebuah pukulan siap dilontarkan.

241

Tapi setelah berhasil mendekati dihadapan nya, ia baru tertegun karena kaget, ternyata orang itu tak lain adalah Oh Li cu yang telah ditotok jalan darahnya. Lan See giok segera berusaha mengen-dalikan diri, kemudian berjongkok dan me-meluk Oh Li cu ke dalam rangkulannya. Waktu itu Oh Li cu sudah tertidur dengan nyenyak sekali. napasnya sangat teratur, je-las ia sudah ditotok jalan darah tidurnya. Dalam keadaan begini Lan See giok sudah tak bisa memikirkan lagi bagaimana akibat nya bila dia menyadarkan kembali Oh Li -cu. telapak tangannya segera di angkat siap membebaskan totokannya. Pada saat itulah... Mendadak terdengar ujung baju terhembus angin berkumandang datang . . . Dengan perasaan terkejut Lan See giok mengangkat kepalanya, dari antara pepo-honan ia saksikan ada dua sosok bayangan manusia sedang meluncur datang dengan kecepatan luar biasa ternyata mereka adalah bibi Wan serta enci Cian yang mungkin mendengar suara bentakannya tadi. Belum habis Ingatan tersebut melintas le-wat, Hu-yong siancu dan Ciu Siau cian de-ngan wajah pucat dan gerak gerik gugup te-lah meluncur tiba. Ketika kedua orang itu melihat Oh Li cu dalam rangkulan Lan See giok, sekali lagi paras muka mereka berubah hebat. Dengan nada gelisah Hu-yong siancu segera menegur: "Anak giok, kau tak boleh membunuhnya." Seraya berkata ia berjongkok dengan gugup. "Bibi, bantah Lan See giok, ia sudah dito-tok lebih dulu jalan darah tidurnya oleh orang lain. aku menemukannya bersandar di tempat ini!" Sekarang Hu-yong siancu sudah merasa-kan kalau gelagat kurang beres, ia segera me-nerima 0h Li cu dari rangkulan Lan See-giok dan secara beruntun melepaskan tiga buah tepukan, akan tetapi Oh Li cu masih tetap tidur amat nyenyak. Dengan perasaan tegang Lan See giok segera berbisik "Bibi, agaknya jalan darah tidurnya telah ditotok serangan dengan se-macam ilmu totokan khusus!" Hu-yong siancu manggut-manggut, menyusul kemudian dia periksa keadaan di sekeliling tempat itu dengan seksama, se-telah itu bisiknya lirih: "Anak Giok, cepat pergi, persoalan di sini biar aku yang hadapi, bila ada orang menghalangimu, tak usah dilayani." Lan See giok mengangguk berulang kali, kemudian, dengan cekatan dia awasi sekeli-ling tempat itu, lalu bisiknya: "Bibi, anak giok berangkat dulu!"

242

Sekali lagi dia menengok ke arah encinya yang berwajah pucat pias itu kemudian membalikkan badan segera berangkat me-ninggalkan tempat itu. Dengan menghimpun tenaga dalamnya ke dalam telapak tangan untuk berjaga jaga atas segala kemungkinan yang tak diingin-kan, Lan See giok percepat langkahnya mening-galkan tempat itu, sorot matanya yang tajam memperhatikan keadaan di sekitarnya de-ngan seksama, beberapa lompatan kemudian ia telah tiba di luar dusun. Dalam keadaan begini, dia sudah tak ber-minat lagi untuk memikirkan soal Oh Li cu yang ditotok orang, apa yang dipikirkan sekarang adalah secepatnya meninggalkan daerah pesisir telaga. Sekeluarnya dari dusun, dia membenarkan arah tujuannya, kemudian meneruskan per-jalanan ke depan. Tanah persawahan yang dilewati, berada dalam kegelapan yang luar biasa, di sana sini hanya terdengar suara jengkerik serta kunang-kunang yang terbang kian kemari. Dikejauhan sana nampak tanah perbu-kitan secara lamat-lamat serta hutan lebat yang gelap gulita, Lan See giok tidak merubah arah, dia meneruskan perjalanannya menembusi hu-tan melewati bukit langsung ke arah barat laut, dalam waktu singkat tujuh delapan li telah dilalui. Perasaan tegang dan panik yang semula mencekam perasaannya, lambat laun dapat ditenangkan kembali. Setelah melalui sebuah tanah perbukitan, lamat-lamat di kejauhan sana sudah terlihat jalan raya menuju ke kota Tek an. Pada saat itulah.. Serentetan suara gelak tertawa yang sangat keras dan nyaring berkumandang datang dari arah utara sana. Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menyembunyikan diri di belakang se-batang pohon besar, kemudian baru mene-ngok kearah utara. Satu dua li dari tempat persembunyian nya merupakan sebuah hutan pohon siong yang lebat, dari tempat itulah gelak tertawa nya-ring tadi berasal. Kembali terdengar suara bentakan penuh kegusaran: "Hei orang she Gui, kau jangan kelewat memojokkan orang, aku To pit him (beruang berlengan tunggal) Kiong-Tek-ciong selalu mengalah kepadamu, bukan berarti aku ta-kut kepadamu, kau harus tahu hanya mereka yang berjodoh dan punya rejeki besar yang akan mendapatkan benda mestika, bila kau memang punya kepandaian, ayolah ma-suk sendiri, aku tak nanti akan mengincar dirimu."

243

Mendengar pembicaraan tersebut, Lan See giok segera memastikan kalau suara tertawa itu berasal dari To tui thi koay (tongkat ber-kaki tunggal) Gui Pak ciang, hanya tidak di-pahami olehnya masalah yang membuat kedua orang itu ribut sendiri. Dari balik hutan kembali kedengaran suara Gui Pak ciang yang kasar. "Beruang berlengan tunggal, kau tidak usah bermain kembangan dihadapanku, kita boleh dibilang musuh bebuyutan yang merasa jalan kelewat sempit, bila kau tidak serahkan benda tersebut pada malam ini, jangan harap kau bisa pulang ke bukit Tay ang-san mu dalam keadaan hidup!" Tergerak hati Lan See giok, sekarang dia baru mengerti bahwa markas besar si beru-ang berlengan tunggal berada di bukit Tay ang san. "Orang she Gui!" bentakan nyaring kembali berkumandang, "aku akan beradu jiwa de-nganmu, hari ini kaupun jangan harap bisa kembali ke benteng Pek-hoo-cay!" Diiringi suara gelak tertawa yang nyaring, menyusul kemudian bergema suara desingan suara tajam dan deruan angin pukulan. Lan See giok tahu bahwa kedua orang itu sudah mulai melibatkan diri dalam pertaru-ngan sengit, tergerak hatinya, cepat-cepat dia lari turun dari bukit dan kabur menuju ke-gelapan di arah utara. Dalam perjalanan tersebut, ia dapat meli-hat kalau tempat kegelapan di depan sana memang sebuah hutan pohon siong. Tapi setelah maju lebih ke muka, dengan perasaan terkejut pemuda itu segera berhen-ti, ia jumpai dibalik hutan pohon siong terse-but ternyata bukan lain adalah puncak ku-buran Ong-leng yang sangat dikenal olehnya. Sekarang Lan See giok baru mengerti, ter-nyata hutan pohon siong di depan sana tak lain adalah kuburan Ong-leng yang didia-minya selama banyak tahun. Ketika ia mencoba untuk memasang telinga kembali, ternyata suasana dalam hutan tersebut sudah pulih kembali dalam ketena-ngan. agaknya pertarungan yang semula berlangsung kini telah mereda. "Aduh celaka" pekik Lan See giok dalam bad. Dengan cepat dia menyembunyikan diri ke belakang bantuan cadas yang berada tak jauh dari sana. Rupanya pemuda itu segera menyadari karena agaknya pertarungan dari si tongkat besi berkaki tunggal dan Beruang berlengan tunggal segera di akhiri ber-hubung mereka telah menangkap suara ujung bajunya yang terhembus angin.

244

Benar juga, dari balik hutan pohon siong di depan sana segera muncul dua sosok baya-ngan manusia, ke empat buah sorot mata mereka yang tajam bagaikan sembilu segera dialihkan ke arah tanah persawahan sana. Buru-buru Lan See giok menundubkkan kepalanya jsambil menyembugnyikan diri, habtinya sangat gelisah selain menyesal, di samping itu diapun lantas teringat kembali pesan bibinya sebelum berpisah tadi. Sewaktu mengangkat kepalanya kembali, dia jadi gemetar karena ketakutan, ternyata si tongkat besi kaki tunggal serta si beruang berlengan tunggal dengan senjata disiapkan sedang melakukan pencarian ke arahnya. Dalam keadaan begini, di samping Lan See giok menyesali kecerobohan sendiri, diapun hanya bisa menunggu sampai kedua orang itu mencari sampai ke arahnya. Untuk kabur, jelas hal ini tak mungkin akan berhasil, mau bertarung diapun sadar bahwa kemampuannya belum mampu untuk menghadapi kedua orang tersebut, terpaksa satu satunya jalan adalah beradu jiwa . . . Di dalam waktu yang amat singkat itu, rasa menyesal, malu, gelisah berkecamuk di dalam benaknya kalau bisa dia ingin segera menghabisi nyawa sendiri.. Teringat bibi Wan serta enci Cian nya. mereka berdua tentu tak akan menyangka kalau dia sudah terperosok ke dalam keadaan yang sangat berbahaya kini. Tanpa terasa dia meraba kotak kecil dalam sakunya, ia tahu benda tersebut tentu akan sukar dipertahankan lagi, dari pada benda mestika itu terjatuh ke tangan dua orang penjahat itu. lebih baik ia hancurkan kitab pusaka tersebut. Berpikir demikian, diam-diam ia merogoh ke dalam sakunya, ia merasa telapak tangan nya sudah mulai basah oleh keringat dingin. Pada saat tangan kanan Lan See giok ham-pir menyentuh kotak kecil tersebut, menda-dak terdengar suara tertawa dingin seseorang yang sangat rendah berkumandang datang dari arah hutan pohon siong sana. Beruang berlengan tunggal berdua merasa sangat terkejut, dengan cepat dia membalik-kan badan seraya membentak: "Siapa di situ?" Tapi suasana dalam hutan sangat hening dan tak kedengaran sedikit suarapun. Mendadak terdengar si tongkat baja kaki tunggal membentak nyaring: "Manusia sialan mana yang tak berani bertemu orang, kalau tidak segera ke luar..."

245

Belum habis umpatan tersebut dbiutarakan, darij balik hutan teglah meluncur keb luar dua titik bayangan hitam yang langsung me-n-yambar ke hadapan tongkat baja kaki tunggal berdua dengan membawa desingan suara tajam. Berhubung gerakannya sangat cepat dan luar biasa, kedua orang itu tak sempat lagi untuk menghindarkan diri. "Plaaakkk, plaaakkk!" Debu bertebaran ke angkasa, tahu-tahu saja kedua titik hitam tadi sudah menghajar di atas kening si Tongkat baja kaki tunggal dan si beruang berlengan tunggal secara te-lak. Kedua orang tersebut menjadi tertegun kemudian berteriak kesakitan, mereka meraba pipinya, ternyata senjata rahasia yang bersarang di atas pipi mereka berdua tak lebih hanya dua gumpal lumpur belaka. Kontan saja si Tongkat baja kaki tunggal serta si Beruang berlengan tunggal jadi gusar sekali, sambil membentak nyaring serentak mereka menyerbu ke dalam hutan. Lan See giok segera memperoleh peluang yang baik sekali, pekiknya dalam hati: "Kalau sekarang tidak angkat kaki, masa aku harus menunggu sampai datangnya saat kematian?" Berpikir demikian, dengan cepat dia melompat bangun dan segera kabur menuju ke arah barat laut.. . Belum sampai lima kaki Lan See giok mela-rikan diri, tiba-tiba saja dari arah hutan, po-hon siong telah berkumandang dua kali jeri-tan kaget yang tinggi melengking serta penuh mengandung nada seram den ngeri. Gemetar sekujur badan Lan See giok, ia tak berani berpaling lagi, larinya semakin diper-cepat, bagaikan segulung asap ringan dia langsung melarikan diri menuju ke arah jalan raya. Pemuda itu dapat menduga, si Tongkat baja kaki tunggal serta Beruang berlengan tunggal tentu sudah bertemu dengan gem-bong-gembong iblis yang kejam dan buas, kalau ditinjau dari jeritan kagetnya yang menyeramkan tadi. bisa diketahui kalau kedua orang tersebut tentu ketakutan sekali menjumpai lawannya. Sementara masih termenung, ia sudah tiba dijalan raya, ketika berpaling kecuali pepo-honan rendah yang tersebar di belakang sana, ia tidak melihat ada manusia yang mengejar ke arahnya. Dalam hati kecirlnya Lan See gizok tiada hentinwya bersyukur. dria tak menyangka dalam bahayanya tadi ternyata muncul seo-rang bintang penolong yang tak sempat di-jumpai wajahnya.

246

Sekalipun orang yang berada di belakang itu tidak mengejarnya, tapi pemuda kita ber-larian terus dengan kencang, ia tak berani melambatkan gerakan tubuhnya barang se-bentarpun karena sekarang dia baru mengingatkan diri atas pesan dari bibinya, jangan mencampuri urusan yang bukan masalah sendiri. Waktu berlangsung amat cepat, tak lama kemudian tengah malam pun telah tiba. Dalam kegelapan di kejauhan sana lamat-lamat dia melihat munculnya sebuah kota besar dengan beberapa titik lentera merah digantungkan ke tengah angkasa, meski hanya setitik cahaya namun cukup menda-tangkan semangat bagi Lan See giok yang sedang -berlarian ditengah kegelapan. Dia tahu, cahaya lentera tersebut berasal dari kota Tek-an, karenanya tanpa terasa semangatnya kembali berkobar. Berhubung pada siang harinya dia sudah tidur cukup, saat ini semangatnya terasa berkobar-kobar, apalagi semenjak dia me-ne-lan pil racun pemberian dari manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san, selain tenaga dalamnya telah peroleh kemajuan yang pesat, diapun sama sekali tidak merasa lelah, me-ngapa bisa demikian, hingga sekarang ma-salah tersebut masih merupakan sebuah tanda tanya besar. Sementara masih termenung dia telah tiba di kota Tek-an, tapi oleh sebab dia tidak merasa lelah, diputuskan untuk melanjutkan perjalanannya lebih jauh. Maka dengan melingkari kota, dia langsung berangkat menuju ke kota Toan cong. Malam semakin kelam, suasana di sekeli-ling tempat itupun sangat hening, di bawah cahaya rembulan yang amat redup Lan See giok berlarian seorang diri ditengah jalan raya yang lenggang. Satu kentongan sudah lewat, entah berapa jauh perjalanan telah ditempuh, dari keja-uhan sana ia mulai mendengar suara ayam jago berkokok, angin malam terasa makin dingin, kegelapan malam yang mencekam makin terasa gelap. Lan See giok tahu, sesaat lagi fajar akan menyingsing, akan tetapi bayangan kota Toan-cong belum juga nampak. Sementara itu rasa lapar, dahaga, lelah dan gelisah telah menyerang datang bersama sama. air peluh sudah mulai membasahi se-luruh jidatnya. Tiba-tiba--Bau harum semerbak yang sangat aneh muncul secara mendadak dari dalam tenggo-rokannya.

247

Berbareng itu juga, dia merasakan mun-culnya cairan harum yang amat luar biasa dari bawah lidah dan kerongkongan nya. Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera memperlambat gerakan tubuhnya. Dia merasa cairan harum itu berasal dari dalam tubuhnya sendiri, persis seperti bau harum yang dirasakan setelah menelan pil berwarna hitam pemberian dari Oh Tin san sewaktu berada di dalam kuburan kuno tempo hari. Dalam keadaan begini dia merasa tak bisa melanjutkan perjalanannya lagi, dia harus bersemedi lebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Maka dengan sorot mata yang tajam dia mulai mengawasi keadaan di sekeliling tem-pat itu, akhirnya ia duduk bersila di bawah sebatang pohon yang rindang, enam tujuh kaki di sebelah kiri jalan. Entah sedari kapan, bau harum tersebut makin lama terasa semakin menebal, dengan cepat pula rasa lapar yang semula merong-rong dirinya kini hilang lenyap tak berbekas, kerongkongannya juga tidak terasa dahaga lagi, malah rasa lelah yang semula mencekam tubuhnya kini sudah jauh berkurang. Ia tidak berniat untuk berpikir lebih jauh, tapi ia percaya, hal ini pasti bukan ditimbul-kan oleh cairan racun pil pemberian Oh Tin san tempo hari. Lan See giok memejamkan matanya sambil mengatur pernapasan, dalam waktu singkat timbul hawa panas yang sangat hangat dari pusarnya yang dalam waktu singkat telah menyebar ke seluruh tubuhnya, rasa lapar, bdahaga dan lelajh yang semula mgenghantui dirinbya. sekarang telah hilang lenyap tak ber-bekas. ENTAH berapa lama sudah lewat, dari ke-jauhan sana mulai terdengar suara anjing menggonggong, ketika Lan See giok membuka matanya, dia lihat fajar mulai menyingsing, dusun di kejauhan sana pun lamat-lamat sudah mulai kelihatan. Lan See giok segera melompat bangun, ia merasakan tubuhnya telah segar bugar kem-bali, penuh semangat dan tenaga, pada hakekatnya bagaikan dua manusia yang ber-beda bila dibandingkan sebelum bersemedi tadi. Dengan perasaan girang dia meneruskan perjalanannya, sekali melompat tahu-tahu saja sepasang kakinya sudah melayang turun ditengah jalan raya, kejadian tersebut kem-bali membuat anak muda tersebut ter-mangumangu karena kaget. Padahal jarak antara pepohonan dimana ia bersemedi tadi dengan jalan raya men-capai enam tujuh kaki lebih, sebelum ia bersemedi tadi, jelas hal semacam ini tak mungkin bisa dilakukannya, tapi sekarang selesai ia

248

bersemedi, ternyata hal mana bisa dilakukan olehnya dengan begitu mudah. Rasa terkejut. gembira, girang membuat semangatnya semakin berkobarkobar, dia meneruskan perjalanannya juga lebih cepat lagi. Langit baru saja terang tanah, namun jalan raya itu sudah banyak manusia yang berlalu lalang, kota Toan-cong pun kini sudah mun-cul di depan mata, maka dengan langkah le-bar dia segera berjalan menuju ke depan. Ketika Lan See-giok masuk ke jalan Lam-kwan, matahari baru saja muncul, saat para pedagang mulai meninggalkan rumah penginapan untuk melanjutkan per-jalanan. Ia segera memilih sebuah rumah pengina-pan yang agak besar untuk beristirahat. Para pelayan rumah penginapan kebanya-kan adalah orang-orang yang sudah berpe-ngalaman, dalam sekilas pandangan saja, mereka sudah tahu kalau Lan See giok adalah anggota persilatan yang baru saja menempuh perjalanan semalam suntuk. Apalagi kalau melihat usianya yang paling banter baru lima enam belas tahunan, orang yang berani menempuh perjalanan malam dalam usia seperti ini jelas sudah kalau kepandaian silat yang dimiliki nya pasti amat hbebat. Beberapaj orang pelayan gtersebut tak bebrani berayal, cepat-cepat mereka maju menyam-but kedatangannya, lalu dengan senyuman di wajah sapanya: "Siauya, silahkan masuk ke dalam, di sana tersedia kamar tunggal yang dikelilingi ke-bun, ada kacung ada pelayan, semua persediaan lengkap, tanggung siauya akan puas" Lan See giok tidak ingin melakukan pem-borosan, jangan lagi bekalnya amat sedikit, kendati pun dia membawa sejumlah uang yang lebih besar pun tak nanti dia akan boros seperti itu. Karenanya dengan kening berkerut dia awasi beberapa orang pelayan itu, kemudian berkata dengan hambar: "Aku hanya ingin beristirahat sebentar saja, seusai bersantap nanti aku masih melanjutkan perjalanan kembali." Kemudian sambil menuding sebuah kamar tunggal di depannya, dia melanjutkan: "Biar aku menyewa kamar itu saja!" Pelayan segera mengiakan berulang kali dan mengajak Lan See giok menuju ke ru-angan.

249

Ruangan tersebut sangat sederhana, selain sebuah meja dua bangku dan sebuah pem-baringan kayu, tidak nampak perabot yang lain, tapi biar sederhana namun segalanya bersih. Maka pemuda itu pun memesan sejumlah makanan yang sederhana untuk mengisi pe-rut. Beberapa orang pelayan itu saling ber-pan-dangan sekejap lalu samasama mengundur-kan diri, diam-diam mereka memuji akan kesederhanaan pemuda itu, biarpun berasal dari keluarga kaya namun hidupnya bersa-haja. selain tidak sombong, orangnya selalu merendah. Seusai bersantap, Lan See giok segera membaringkan diri untuk beristirahat, per-tama tama dia teringat akan enci Cian serta bibi Wannya. Ditinjau dari kejadian berkumpul dan berpisah dengan encinya, dia tahu kalau enci Cian amat mencintainya. maka ia bertekad dihati, apabila kepergiannya ke bukit Hoa--san kali ini berhasil mempelajari kepandai-an silat sehingga dendamnya bisa terbalas, dia akan hidup selamanya bersama enci Cian serta bibi Wannya. Dari pembicaraan Oh Tin san suami istri, diapun tahu kalau bibinya dahulu terkenal sebagai seorang pendekar wanita yang ber-nama Hu-yong siancu, kemudian berdasar-kan pembicaraan kemarin, diapun menjum-pai kalau antara bibi Wan dengan ayahnya tentu pernah mempunyai suatu hubungan ryang luar biasaz. Lantas dia pwun terbayang kermbali Oh Li cu yang jalan darah tidurnya ditotok orang, en-tah bagaimana keadaannya sekarang? Dia pikir, bibi Wan dan enci Cian pasti akan baik-baik merawat dirinya. Setelah itu diapun membayangkan si Tongkat baja kaki tunggal serta Beruang berlengan tunggal, dua jeritan kagetnya yang memekikkan telinga tadi entah merupakan jerit kesakitan ataukah jeritan ngeri men-je-lang saat ajalnya tiba? Bila kedua orang itu sudah tewas, berarti dia tak akan bisa me-nyelidiki lagi sebab musabab mereka bisa mendatangi kediaman ayahnya pada malam itu. Cairan harum itu yang muncul dari kerongkongannya pagi tadi serta bertambah-nya tenaga dalam yang dimiliki, semuanya membuat dia bingung dan tidak bebas mengerti, sekarang dia berani memastikan kalau selama berada dalam kuburan kuno tempo hari, ia memang telah memperoleh penemuan luar biasa. Akhirnya diapun membayangkan kembali soal To seng-cu, dari nasehat dan teguran dari bibinya, ia tidak terlalu yakin sekarang bahwa To seng cu adalah musuh besar pem-bunuh ayahnya, namun ia tetap menaruh curiga kepadanya.

250

Teringat akan To seng cu, dia jadi ingin sekali tiba di bukit Hoa san secepatnya. Maka dia segera melompat bangun, lalu duduk bersila, menutup mata dan mengatur pernapasan, dalam waktu singkat ia telah berada dalam keadaan tenang' Entah berapa saat kemudian, ketika mem-buka matanya, waktu sudah mendekati pu-kul sembilan, dengan cepat dia mem-benahi diri, membayar rekening dan meneruskan perjalanan. Lewat tengah hari, dia sudah memasuki wilayah propinsi Ou pak. Sepanjang perja-lanan Lan See giok selalu menuruti nasehat dari bibinya, dia selalu menempuh perjalanan dengan berhati hati dan hemat. Dalam satu bulan perjalanan, walaupun beberapa kali ia menjumpai hujan salju yang lebat, namun sama sekali tidak mem-penga-ruhi perjalanannya. Dalam sepanjang perjalanan, Lan See giok pun telah memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman, ia menjadi jauh lebih ma-tang daripada ketika berada di benteng Wi-lim-poo. Hanya saja, selama ini dia tak pernah da-pat melupakan dendam sakit hatinya, dalam benaknya juga sering muncul bayangan wa-jah dari enci Cian nya yang cantik dan lem-but serta bibi Wan nya yang anggun dan ramah. Diapun amat berterima kasih kepada kakek berjubah kuning itu, bukan saja tidak melarikan kitab pusaka Tay lo hud bun pwee tiap cinkeng. malah dia sempat memberita-hukan kepadanya bagaimana caranya mem-pelajari kitab pusaka tersebut. Kadangkala diapun teringat Oh Li cu, ter-utama rasa terima kasihnya atas pemberian beberapa butir pil pemunah racun untuknya. Dia juga berterima kasih kepada gadis ber-baju merah Si Cay-soat, hanya sewaktu ter-ingat Siau thi-gou yang polos dia selalu merasa agak menyesal. Hari ini ia menyeberangi Han sui, bukit Hoa san yang tinggi dan angkerpun sudah muncul di kejauhan sana. Dari jauh memandang, bukit itu nampak angker dan bersambungan dengan awan di angkasa, begitu angker, gagah tak malu di sebut bukit kenamaan di daratan Tionggoan Baru pertama kali ini dia berkunjung Ke bukit Hoa san, boleh dibilang dia sama sekali tidak mengenal dengan keadaan situasi di sekitar situ, akhirnya pemuda itu memutus-kan untuk menginap di sebuah kota kecil yang jaraknya hanya sepuluh li dari kaki bukit.

251

Seorang diri pemuda itu duduk di loteng rumah makan sambil memandang bukit yang menjulang tinggi ke angkasa dengan panda-ngan termangu, ia tak tahu bukit manakah yang dinamakan Giok li hong, dan dia pun tak tahu harus masuk melalui jalan bukit yang mana. Seorang pelayan yang sudah sejak lama mengamati tamunya ini, segera datang menghampiri sambil menegur: "Tuan, araknya sudah mulai dingin rupa-nya, apakah perlu hamba hangatkan dulu?" Melihat pelayan tersebut, tergerak hati Lan See giok, dia tertawa ramah kemudian meng-geleng, setelah itu menunjuk ke tanah per-bukitan di depan sana, ia bertanya: "Tolong tanya, diantara sekianb banyak bukit dji bukit Hoa sang, puncak manakabh yang paling indah?" Menghadapi pertanyaan itu, sang pelayan segera merasakan semangatnya bangkit kembali, dia menunjuk kearah deretan pe-gunungan itu lalu, menerangkan: "Tiga puncak bukit Hoa san sukar di beda-kan satu dengan lainnya, puncak di bagian tengah yang paling tinggi disebut puncak Lian hoa hong, di sebelah timur adalah Sian jin hong, sedangkan Lok-eng-hong terletak di sebelah selatan, di atas puncak terdapat kuil Pek tee bio, gardu Nyoo kong teng, kolam Lok eng ti, tugu Jian jip pit masih ada lagi tem-pat-tempat kenamaan lain.." Melihat si pelayan sama sekali tidak me-nyinggung soal puncak Giok li hong, Lan See giok segera berkerut kening, kemudian ta-nyanya dengan nada tidak mengerti: "Masa di atas bukit Hoa san hanya ter-da-pat tiga buah puncak kenamaan saja . .?" "Aaah, tentu saja banyak sekali," jawab pelayan itu bersungguh sungguh, "seperti Im tay hong, Kun cu hong, Giok li hong.. " "Giok li hong . ." mencorong sinar terang dari balik mata Lan See giok. Tidak menanti sampai pemuda itu me-nye-lesaikan kata katanya, sang pelayan kembali telah menimbrung: "Giok li hong amat tinggi bukitnya dan se-lalu tertutup awan putih, pohon siong, tum-buhan bambu, batuan air kolam penuh ber-serakan dimana mana, semua tempat indah seperti gadis cantik yang tinggi semampai. Menyaksikan pelayan itu bercerita dengan penuh semangat sampai mukanya turut menjadi merah, lama kelamaan ia menjadi tak tega, segera selanya: "Tolong beri petunjuk kepadaku Giok-li--hong adalah puncak yang mana?"

252

Pelayan itu segera menggelengkan kepala nya berulang kali, katanya sambil tertawa paksa: "Maaf tuan, puncak Giok li hong tertutup oleh puncak Lok eng hong, jadi tidak ter-lihat dari tempat ini." Sambil berkata dia lantas mengalihkan pandangannya kearah Lok eng hong, kemu-dian sambit menuding katanya lagi. "Tuan, bila kau ingin berkunjung ke Giok- li-hong. masuklah ke gunung lewat mulut lembah sempit, setibanya pada puncak bke tujuh Tiau yjang hong, langsgung pergilah keb Lok eng hong. dari situ akan kau jumpai Giok li hong." Mengikuti arah yang ditunjuk Lan See- giok mengangkat kepalanya, awan putih nampak menyelimuti puncak-puncak bukit itu se-hingga kelihatan seperti bersambungan satu dengan lainnya, sukar diketahui berapa jauh jaraknya dari tempat itu. "Kau pernah berkunjung ke Giok li hong?" tanyanya kemudian dengan kening berkerut. Merah padam selembar wajah pelayan itu, sambil tertawa paksa ia menggelengkan kepalanya berulang kali. "Hamba hanya manusia kasar yang tidak berkependidikan, aku tidak memiliki jiwa seni yang begitu tinggi. apalagi dari sini sam-pai di Giok li hong memakan waktu perja-la-nan selama dua hari lebih, di atas gunung pun banyak harimau, ular besar, binatang buas dan lain lainnya, salahsalah aku bisa kehilangan nyawa" Lan See giok tersenyum saja mendengar cerita itu, dia pun manggutmanggut. Dengan dilangsungkannya pembicaraan tersebut, banyak manfaat yang berhasil di-raih olehnya, menurut cerita pelayan itu, orang biasa dapat mencapai tujuan dalam dua hari perjalanan, andaikata dia menggu-nakan ilmu meringankan tubuh, berarti hanya setengah harian saja dia akan tiba di tempat tujuan. "Begitulah, keesokan harinya ketika fajar baru menyingsing, Lan See giok telah me-ninggalkan kota kecil itu langsung menuju ke jalan raya yang berhubungan dengan kaki bukit bagian selatan dari bukit Hoa-san. Waktu itu udara sangat cerah, bintang bertaburan diangkasa, terhembus angin pagi yang segar tubuh terasa lebih bersemangat- dan segar bugar. Memandang jauh ke depan, meski kabut pagi masih menyelimuti angkasa, namun pegunungan Hoa san dapat terlihat secara lamat-lamat. Lan See giok menempuh perjalanannya dengan cepat, ketika matahari belum muncul dia sudah tiba di kaki selatan bukit Hoa san.

253

Setelah membenarkan arah menuju ke puncak Tiau yang hong sesuai dengan pe-tunjuk pelayan.. Lan See giok meninggalkan jalan raya menuju ke sebuah mulut bukit. Setelah memasukri daerah pegunuzngan, suasananywa segera berubarh, kabut masih menyelimuti angkasa, tumbuhan, akar rotan tumbuh dimana mana, batuan cadas berse-rakan, jauh berbeda dengan apa yang semula dibayangkan. Baru pertama kali ini Lan See giok mema-suki sebuah bukit besar yang begitu angker, jauh memandang ke atas, hanya awan putih yang menyelimuti dimana mana. Setelah membenarkan arah, dia meneruskan perjalanannya bagaikan terbang, makin lama makin sesukar medan yang ha-rus di lewatinya... Dua jam kemudian, kakinya sudah mulai menginjak lapisan salju, awan putih yang berkuntum kuntum lewat di sisi tubuhnya membuat pemuda itu kadangkala tak bisa membedakan lagi arah mata angin. Sewaktu tiba di sebuah sudut bukit, dia sudah tak tahu dimanakah dirinya berada, mendongakkan kepalanya dia hanya melihat pantulan sinar matahari yang amat menyi-laukan mata. Tapi pemuda itu tidak putus asa, selang-kah demi selangkah dia melanjutkan perja-lanannya ke atas, akhirnya pandangan ma-tanya menjadi terang dan ia sudah menem-busi lapisan awan. Sejauh mata memandang hanya lautan mega yang tak bertepian, puncak bukit ber-munculan seperti hutan. puncak Tiau yang- hong yang berjejer dengan puncak Lok eng hong ternyata masih berada dua tiga puluh li jauhnya. Mendongkol dan gelisah segera menye-li-muti perasaan Lan See giok, ia mencoba un-tuk mendongakkan kepalanya, puncak terse-but masih ada ratusan kaki tingginya, pada-hal tengah hari sudah tiba. Dalam keadaan begini dia mulai merasa gugup, sebab bila keadaan seperti ini ber-langsung terus, biarpun berlarian sampai be-sok tengah haripun belum tentu dia akan menemukan puncak Giok li hong. Segera diamatinya suasana di sekeliling tempat itu dengan seksama, dengan cepat ia temukan antara puncak dengan puncak lain boleh dibilang semuanya berhubungan, di samping itu diapun berhasil menemukan kilauan cahaya dinding kuil di punggung bukit di kejauhan sana. Pemuda itu segera mengambil keputusan untuk melanjutkan perjalanan, dalam angga-pannya setelah mencapai puncak bukit itu, tidak akan sulit untuk menemu-kan Giok li hong.

254

Maka dia membuka perbekalannya untuk menangsal perut, kemudian baru meneruskan perjalanannya ke depan. Benar juga, setelah melewati beberapa buah puncak bukit, puncak Lok eng hong makin lama semakin dekat, semangatnya segera berkobar kembali, gerakan tubuhnya juga dipercepat. Tak lama kemudian dia telah tiba di pun-cak Tiau yang hong. Pemandangan di atas puncak ini sangat indah, pohon siong tumbuh berjajar jajar, lautan awan yang tak bertepian menyelimuti empat penjuru, kabut melayang dekat per-mukaan sementara suara air terjun bergema entah dari mana. Lan See giok sangat gembira, tanpa terasa lagi ia berteriak keras-keras. Suara teriakannya segera menggema di seluruh angkasa dan mengalun sampai di tempat kejauhan sana, lama sekali belum juga mereda. Lan Se giok benar-benar amat kegirangan, walaupun dia merasa dirinya sangat kecil ditengah bukit yang luas namun perasaan-nya sangat lega dan membuat orang merasa se-gar, tanpa terasa sekali lagi dia berpekik panjang... Suara pekikannya mengalun di seluruh angkasa dan membumbung tinggi ke angka-sa. Dengan pekikan itu, semua perasaan kesal, marah, resah, gelisah hampir terlampiaskan ke luar, dadanya terasa lega sekali. Mendadak.... Ia menangkap suara ujung baju yang ter-hembus angin berkumandang datang dari belakang tubuhnya. Dengan perasaan terkejut Lan See giok membalikkan badan, dia saksikan seorang pemuda berbaju abu-abu dan berusia dua puluh satu dua tahunan sedang berlarian datang dari balik hutan pohon siong dengan langkah tergesa gesa. Pemuda berbaju abu-abu itu, berwajah tampan dan menyoren sebilah pedang di punggungnya, pita kuning tergantung pada gagang pedangnya dan bergoyang tiada hen-tinya sewaktu terhembus angin. Memandang wajah gusar yang menbyelimuti pemudaj berbaju abu-abgu itu, Lan See bgiok segera mengerti, kedatangan orang itu pasti hendak menyelidiki sumber dari pekikan-nya tadi. Benar jaga, setibanya di situ pemuda ber-baju abu-abu itu langsung menghampirinya, lalu dengan sorot mata yang tajam meng-awa-si Lan See giok dari atas hingga ke bawah, kemudian seperti menahan amarah yang meluap-luap, dia menegur dengan suara dalam. "Apakah kau baru pertama kali ini tiba di sini?"

255

Mendongkol juga Lan See giok melihat kesombongan pemuda berbaju abu-abu itu, terutama sikapnya yang sangat tidak ber-sa-habat itu. "namun dia manggut- manggut juga sambil menjawab: "Benar. baru pertama kali ini aku tiba di sini!" "Ada urusan apa kau datang ke mari? Mengapa berpekik panjang disini? "Sudah kau bertanya kepada para pendeta dan tosu dari pelbagai kuil...?" kembali pemuda ber-baju abu-abu itu menegur: Usia pemuda berbaju abu-abu itu paling banter hanya berapa tahun lebih tua ketim-bang Lan See giok, tapi kesombongan nya luar biasa, selain memojokkan orang lagi pula bernada menegur. . Karena itu dengan perasaan mendongkol dan sikap yang lebih angkuh pemuda kita menggelengkan kepalanya berulang kali, jawabnya dengan suara hambar. "Aku ke mari bukan untuk memasang hio menyembah Buddha, buat apa mesti ber-kunjung ke kuil?" Amarah yang semula sudah sukar terken-dali, kontan saja meledak dengan hebatnya, pemuda berbaju abu-abu itu segera berkerut kening, lalu bentaknya dengan penuh kegusaran: "Apakah kau tidak mengetahui pantangan dan larangan kami?" Lan See giok segera tertawa dingin. "Hmmm, aku hanya tahu, datang kemari untuk berpesiar, soal-soal semacam itu mah tidak mengerti!" "Tutup bacotmu" hardik pemuda berbaju abu-abu itu semakin gusar. "masih muda sudah bicara sengak, hmmm! kalau tidak di-kasih sedikit pelajaran, kau pasti tak akan menyesal!" Sembari berkata ia menerjang kbe muka, lalu dejngan jurus Lik gpit hoa san (mebm-bacok runtuh Hoa san) dia langsung meng-hajar batok kepala Lan See giok dengan kekuatan besar. Lan See giok cukup sadar, biasanya pegunungan yang terpencil merupakan daerah pertapaan tokoh-tokoh persilatan yang ber-ilmu tinggi, oleh sebab itu melihat datang-nya bacokan maut dari pemuda ber-baju abu-abu itu, dia tak berani menyambut dengan kekerasan, ujung kakinya segera menjejak tanah dan melayang mundur se-jauh dua kaki lebih. Pemuda berbaju abu-abu itu tertawa di-ngin, tubuhnya berkelit ke samping kemu-dian mengejar lebih ke depan. . . Belum lagi Lan See giok dapat berdiri tegak, pemuda berbaju abu-abu itu sudah menubruk datang, dalam kejutnya dia mem-bentak keras, sebuah bacokan tangan kanan segera dilontarkan ke luar. Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepatnya menerjang ke dada lawan.

256

Pemuda berbaju abu-abu itu mendengus dingin, tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas. "Blaammm!" Benturan nyaring menggelegar memeca-h-kan keheningan, pasir dan debu beterbangan ke mana-mana, ternyata serangan dari Lan See giok menghajar permukaan tanah. Menyaksikan kejadian tersebut Lan See giok merasa gelagat tidak menguntung-kan, dengan perasaan terkejut dia segera memba-likkan badan: Pada saat dia sedang membalikkan badan secara tiba-tiba itulah, jalan darah Pay tui hiat dipinggang belakangnya sudah kena di totok oleh pemuda berbaju abu-abu itu. Lan See giok berlagak seolah-olah tidak merasa, sambil membentak telapak tangan kanannya sekali lagi didorong ke muka... Tak terlukiskan rasa terkejut pemuda ber-baju abu-abu itu, saking kagetnya dia menje-rit keras. sepasang telapak tangannya segera disilangkan untuk melindungi dada, disam-butnya serangan tersebut dengan kekuatan penuh. "Blaammm!" benturan keras menggelegar lalu terdengar suara dengusan tertahan, di antara suara langkah kaki yang mundur dengan berat, Lan See giok serta pemuda baju abu-abu itu saling berpisahr dengan sempoyozngan. Secara bweruntun Lan Seer giok mundur se-jauh lima langkah lebih, sebaliknya pemuda berbaju abu-abu itu terjatuh hingga pantat-nya beradu keras dengan tanah. Akibatnya ke dua orang itu sama-sama membelalakkan matanya lebarlebar dan tertegun. Pemuda berbaju abu-abu itu membuka mulutnya dengan napas terengah engah, dia tak tahu kepandaian silat apakah yang telah dipelajari bocah berbaju perlente itu sehingga totokan jalan darahnya sama sekali tak mempan. Lan See giok merasakan juga lengan kanannya linu dan kaku bahkan secara lamat-lamat terasa sakit, dia tahu pemuda berbaju abu-abu itu tentu anak murid se-orang jago yang lihay yang menetap di atas bukit tersebut. Gerakan tubuh dari pemuda berbaju abu--abu itu selain indah dan cekatan, tenaga dalamnya masih jauh melebihi dirinya, justru pemuda itu bisa roboh lantaran dia sedang tertegun karena totokan jalan darah nya tak mempan. Padahal dalam keadaan tak siap saja lawan sanggup membuat dirinya terdorong mundur sejauh lima langkah, bisa dibayangkan sam-pai dimanakah taraf tenaga dalam yang dimi-liki orang ini.

257

Sementara dia masih berpikir. Pemuda berbaju abu-abu itu sudah bangkit berdiri, keningnya berkerut kencang, kemudian per-gelangan tangan kanannya diputar dan... "Criing!" dia telah meloloskan pedangnya yang tersoren di punggung. Mimpi pun Lan See giok tidak me-nyangka kalau gara-gara pekikan nyaringnya tadi bakal mendatangkan kerepotan bagi-nya, melihat pemuda berbaju abu - abu itu sudah meloloskan pedangnya, tanpa terasa dia berpaling memandang matahari senja yang mu-lai tenggelam di langit barat. Ia sadar gerakan tubuhnya mungkin tidak selincah dan seenteng lawan, akan tetapi dalam permainan senjata belum tentu dia sampai kalah, cuma saja senja telah hampir lewat, padahal dia belum mengetahui di ma-nakah letak puncak Giok li hong. hal inilah yang membuat hatinya merasa sangat geli-sah. Sementara itu pemuda berbaju abu-abu itu sudah mengejar datang sambil tertawa di-ngin, kemudian tegurnya: dengan suara dalam: "Bagaimana? Kau masih ingin kabur?" Lan See giok yang didesak terus menerus akhirnya menjadi naik darah juga, segera bentaknya dengan gusar: "Kau jangan kelewat memojokkan orang, Hoa san adalah tempat umum yang boleh di datangi setiap orang, bukan daerah khusus yang menjadi milikmu. Hamm, jarang sekali kujumpai manusia yang tak tahu sopan santun seperti kau. Aku bukan bermaksud melarikan diri, tapi langit sudah malam, aku takut urusanku jadi tertunda, maka aku tak ingin melayanimu lebih jauh, Tapi jika kau bersikeras juga hendak menjajal senjata ta-jamku, baik, akupun ingin melihat sampai dimana kah kehebatan ilmu pedang yang kau miliki itu" Seraya berkata dia lantas merogoh ke dalam pinggangnya dan meloloskan senjata andalannya. Tampak cahaya keemas emasan yang amat menyilaukan mata memancar ke empat pen-juru, tahu-tahu senjata gurdi emas Kang luan tui milik Lan See giok sudah diloloskan bagaikan seekor ular emas hidup. Pemuda berbaju abu-abu itu segera ter-tegun dan serentak menghentikan langkah-nya, dengan pandangan termangu serta ke-heranan dia awasi senjata gurdi emas di ta-ngan Lan See giok tanpa berkedip, sesaat kemudian dia baru menegur dengan perasaan tak habis mengerti: "Senjata aneh apa sih yang kau perguna-kan itu?" Lan See giok tertawa dingin, sebelum dia sempat menjawab, dari balik pohon siong te-lah muncul kembali seseorang, gerakan tubuh orang ini terasa satu kali lipat lebih cepat daripada pemuda berbaju abu-abu itu.

258

Pemuda berbaju abu-abu tadi segera mem-balikkan tubuhnya, kemudian berseru keras. "Khu suheng, barusan dialah yang ber-pekik keras!" Sambil berkata dia lantas menuding ke arah Lan See giok. Ketika Lan See giok berpaling, dia saksi-kan pendatang itu baru berusia tiga puluh tahu-nan, kulit mukanya kuning dan tubuh-nya kurus ceking tinggal kulit pembungkus tu-lang, namun sepasang matanya berkilat kilat dan gerak geriknya amat tinggi hati, orang inipun mengenakan baju berwarna abu-abu. Lelaki setengah umur itu berjalan men-dekat kemudian memperhatikan Lan See giok sekejap dengan pandangan tanpa emosi, ke-mudian dia baru menegur dingin. "Mengapa kau sembarangan berpekik di tempat ini dan tak suka mengindahkan nasehat?" " Sembari berkata, dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke hadapan Lan See giok. Pemuda berbaju abu-abu itu terkejut, mendadak cegahnya. "Khu suheng, jangan terlampau dekat, dia memiliki semacam kepandaian aneh, biar jalan darah nya sudah tertotok namun tubuhnya sama sekali tidak roboh." Tertegun lelaki setengah umur itu, setelah berseru tertahan dia lantas menghentikan langkahnya, sementara sepasang matanya yang tajam mengawasi Lan See giok dengan pandangan terkejut bercampur keheranan. Dalam anggapan Lan See giok semula, dengan datangnya kakak seperguruan dari pemuda tersebut maka urusan akan bisa di-bereskan dengan segera, siapa tahu suheng nya ini lebih tak tahu aturan, maka setelah mendengus katanya sinis. "Hmmm, berpengetahuan picik sok kehe-ranan saja? Namun lelaki setengah umur itu seakan- akan tidak mendengar apa yang dikatakan Lan See giok, dengan kening berkerut ter-de-ngar ia berguman seorang diri: "Aku merasa sedikit tidak percaya!" Tiba-tiba saja dia menubruk ke muka, jari tangan kanannya langsung menotok jalan darah Cong hiat-hiatnya. Tak terlukiskan amarah Lan See giok me-nyaksikan datangnya ancaman tersebut, se-bagaimana diketahui, jalan darah Cong--hiat merupakan salah satu jalan darah penting di tubuh manusia, bila sampai ter-totok, sekali-pun tak sampai mati juga bakal terluka, itu-lah sebabnya hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.

259

"Bagus sekali" ia membentak. "bila kau ti-dak percaya, silahkan saja dicoba sendiri." Sambil membentak, gurdi emasnya menusuk ke muka secepat sambaran petir dengan jurus Pau hou pay wi ( harimau ga-nas mengebaskan ekor ), dengan gerakan ilmu cambuk dia menyambar pinggang lelaki setengah umur itu. Menganggap kepandaian silat yang dimili-kinya cukup tinggi tentu saja lelaki setengah umur itu tidak memandang sebelah matapun terhadap Lan See giok, sambil ter-tawa dingin tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu lenyap dari pandangan. Sebelum itu, Lan See giok sudah pernah menyaksikan gerakan aneh dari pemuda ber-baju abu-abu itu.. dia tahu musuhnya telah menyelinap ke belakang punggungnya. Maka tanpa menggerakkan badan, gurdi emasnya segera menyerang lagi dengan jurus wi ceng pat hong (menggemparkan delapan penjuru)... Serentetan suara desingan tajam segera menderu deru, cahaya tajam berkilauan me-mancar ke empat penjuru, dalam waktu singkat muncul beribu ribu bayangan gurdi emas yang melindungi seluruh badan Lan Seegiok. Agaknya lelaki setengah umur itu tidak menyangka kalau Lan See giok begitu hebat dalam perubahan - jurus tangan kanannya yang baru saja melepaskan totokan nyaris tersapu oleh gurdi emas tersebut, dia segera menjerit kaget lalu mundur sejauh delapan depa lebih. Lan See giok sudah diliputi oleh hawa napsu membunuh, sudah barang tentu ia tak akan membiarkan lelaki setengah umur itu pergi dengan begitu saja, sambil membentak keras hawa murninya disalurkan ke dalam gurdi itu, kemudian dengan jurus Kim coa toh sim (Ular emas menjulurkan lidah) ia lepaskan sebuah tusukan dengan gerakan pedang--Sebelum lelaki setengah umur itu berhasil berdiri tegak, gurdi emas dari Lan See giok telah menusuk tiba, sekali lagi dia menjerit keras lalu mundur ke belakang dengan ce-pat--Mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, tanpa menghentikan tubuhnya dia meneruskan terjangannya ke muka, gurdi emasnya melepaskan tiga jurus serangan se-cara beruntun, ditengah deruan angin sera-ngan, cahaya emas berkilauan, bagaikan hujan badai menyambar tiada hentinya, sungguh mengerikan sekali keadaannya. Dengan cekatan lelaki setengah umur itu berkelit ke kiri dan menghindar ke kanan. karena didesak oleh Lan See giok sehingga kalang kabut dengan gugup ia mundur.

260

Pemuda berbaju abu-abu itu menjadi ter-tegun saking kagetnya, dia sampai lupa un-tuk turun tangan membantu kakak sepergu-ruan-nya melepaskan diri dari bahaya. Pads saat itulah . . . "Tiba-tiba ia mendengar bentakan keras berkumandang memecahkan keheningan. "Cepat tahan . . . . " Suaranya sangat nyaring seperti suara genta amat menusuk pendengaran, men-de-ngar itu Lan See giok segera menghentikan gerak serangannya. Sewaktu ia berpaling, lebih kurang dua kaki di tepi arena tampak orang kakek berju-bah panjang warna abu-abu dan berjenggot panjang berdiri tegak di sana. Kakek itu berwajah amat ramah tapi me-mancarkan sinar kewibawaan amat tinggi, di antara bayangan manusia yang berkelebat lewat, lelaki setengah umur dan pemuda ber-baju abu-abu sudah melompat ke hadapan kakek tadi dengan wajah tersipu -sipu, setelah memberi hormat, mereka ber-bisik lirih: "Suhu!" Dalam pada itu, Lan See giok sedang ber-pikir pula dihati. "Dengan murid yang begitu berpikiran picik dan berdada sempit, gurunya pasti seorang manusia latah yang berjiwa sempit pula" Oleh karena berpendapat demikian, maka dia hanya berdiri tegak di situ tanpa memberi hormat. Dengan wajah penuh kegusaran lelaki berjubah panjang itu memandang sekejap ke arah kedua orang muridnya, kemudian kata nya dengan suara dalam. "Mundur kalian!" Lelaki setengah umur dan pemuda itu segera mengiakan dengan hormat dan me-ngundurkan diri ke sisi tubuh gurunya, di atas wajah kedua orang itu sama sekali tidak dijumpai sinar keangkuhan lagi. Sambil mengelus jenggotnya yang panjang kakek berjubah panjang itu memandang wa-jah Lan See giok, kemudian tanyanya sambil tersenyum: "Siauhiap membawa gurdi emas, apakah kau adalah keturunan dari Lan tay-hiap?" Menyinggung soal ayahnya, paras muka Lan See giok segera berubah menjadi serius kembali, cepat-cepat dia menjura seraya menjawab dengan hormat.. "Lan Khong-tay adalah guruku, boleh aku tahu siapa nama cianpwe dan dari mana kau bisa mengenali senjata tajam andalan dari guruku ini-- ?"

261

Manusia berjubah panjang itu mendongak kan kepalanya lalu tertawa terbahak bahak: "Aaah -- haaahhh - haaahhh.. ayahmu Lan Khong-tay sangat termasyhur dikolong langit, senjata gurdi emasnya merajai dunia persi-latan, sembilan butir peluru peraknya selalu tepat dan tak pernah meleset, dan aku per-nah berjumpa dengan ayahmu, sudah barang tentu kenal juga dengan senjata kenamaan-nya" Mengetahui kalau dia kenal dengan ayah-nya Lan See giok segera berkata dengan serius: "Oooh rupanya Ban locianpwe, apabila boanpwe Lan See giok berbuat ceroboh dan mengganggu ketenangan locianpwe, harap locianpwe sudi memaafkan," Selesai berkata, kembali dia menjura dalam-dalam, Sekali lagi Ban peng cuan ter-tawa tergelak. "Tiada induk harimau yang melahirkan an-jing, ayah ibumu selalu hidup bagaikan dewa dewi, sedang ibumu Hu-yong siancu juga su-dah banyak tahun tak menampakkan diri, apakah selama ini dia selalu berada dalam keadaan baik-baik?" Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras, dia sangat kebingungan, de-ngan kening berkerut dan nada tidak me-ngerti tanyanya. "Ibuku adalah Ki lu lihiap Ong Si hoa, bu-kan Hu-yong siancu bibi wan, pertanyaan dari locianpwe ini sungguh membuat boan-pwe tidak habis mengerti!" Merah padam selembar wajah Ban peng coan. dia tahu kalau dirinya khilaf, dengan nada minta maaf katanya kemudian: "Oh betul, aku memang sudah tua dan ingatanku tidak tajam lagi. andaikata kau tidak mengingatkan kembali, hampir saja aku lupa dengan Ong lihiap." Setelah berhenti sejenak, seakan akan se-ngaja mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, dia bertanya lebih jauh dengan nada tidak mengerti. "Apakah kedatangan hiantit kemari hanya untuk berpesiar saja?" Sejak semula Lau See giok sudah merasa kalau hubungan bibi Wan dengan ayahnya tidak biasa. apabila setelah mendengar per-kataan dari Ban Peng cuan, kecurigaannya semakin berlipat ganda. Namun bila teringat kembali tujuan ke-datangannya ke bukit Hoa san kali ini, ter-paksa kecurigaannya terhadap bibi Wabn ha-rus ditundja sampai lain wgaktu. Sahutnyab kemudian dengan hormat:

262

"Boanpwe ingin buru-buru menjumpai To seng cu, karena itu khusus aku berangkat dari kota Tek an kemari, tapi tak kuketahui di manakah letak puncak Giok-li--hong, karena itu . . . " Belum habis ia bercerita, pemuda berbaju abu-abu itu sudah tertawa geli. Lan See giok menjadi tertegun, tanpa terasa dia memandang ke arah pemuda ber-baju abu-abu itu dengan termangu. Ban Peng cuan sendiripun tak dapat me-nahan rasa gelinya, sambil tersenyum ia segera berkata. "Agaknya baru pertama kali ini kau datang kemari, disinilah letak puncak Giok-li- hong!" Sambil berkata, dia lantas menuding ke arah sebuah puncak bukit yang berada pulu-han kaki jauhnya. Sementara itu matahari senja telah ter-benam, maghrib pun menjelang tiba, kegela-pan mulai menyelimuti seluruh bukit Hoa san, ketika Lan See giok mengangkat kepala nya, didapati puncak Giok li hong memang jauh berbeda dengan bukit-bukit lainnya. Terdengar Ban Peng cuan bertanya lagi dengan ragu. "Apakah kau sudah mengetahui tempat kediaman dari To seng-cu locianpwe?" Lan See giok segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Boanpwe tidak tahu, tapi konon berada di bawah puncak Giok li hong-.." "Keponakanku" ujar Ban Peng cuan dengan bersungguh sungguh, "bukan aku sengaja hendak menghilangkan kegembiraanmu. kami guru dan murid bertiga sudah banyak tahun berdiam di puncak ini, tapi belum per-nah bertemu dengan "To seng cu" locianpwe barang satu kalipun, cerita tentang berdiam-nya dia orang tua di bawah puncak Giok li hong sudah mulai beredar semenjak sepuluh tahun berselang" Mendengar perkataan tersebut, Lan See giok segera merasakan kepalanya seperti diguyur dengan sebaskom air dingin, tapi ia percaya kakek berjubah kuning yang ramah itu tidak bakal membohonginya. "Setelah boanpwe datang kemari, boanpwe tetap akan mencarinya, kalau toh akhirnya tidak kutemukan tentu saja aku akan pulang ke rumah" ucapnya pelan. Ban Peng coan berpikir sebentabr, kemudian menjgangguk. "Baikglah kalau begitbu, memang tak ada salahnya untuk dicoba, namun kuharap kau jangan membawa pengharapan yang kelewat besar." "Terima kasih atas petunjuk locian-pwe, boanpwe ingin mohon diri lebih dulu" Setelah memberi hormat, pemuda itu mem-balikkan badan dan melompat turun dari puncak itu.

263

Suasana di bawah puncak gelap gulita, pemandangan yang berada tujuh delapan kaki dihadapannya sukar untuk dilihat Seca-ra jelas. Tempat dimana Lan See- giok berhenti sekarang tak lain adalah lembah yang meng-hubungkan puncak Tiau yang-hong dengan puncak Giok- lihong...Udara dalam lembah tersebut ternyata hangat lagi nyaman, aneka bunga tumbuh dengan suburnya, pohon siong tumbuh me-rata, air mengalir sangat tenang, pemanda-ngan alam di situ sungguh mempesonakan- Dengan penuh perhatian Lan See giok mengawasi sekejap keadaan di sekitar sana, di situ tidak nampak bangunan rumah, tidak pula gua atau tempat lain yang bisa di-pakai sebagai tempat berteduh, sudah barang tentu To seng cu tak mungkin ber-diam di sana. Maka dengan mengerahkan ilmu meri-ngankan tubuhnya, dia berjalan lebih ke de-pan. Lambat laun pepohonan siong tumbuh se-makin rapat, tumbuhan bambu menghutan, makin ke dalam suasananya semakin ber-tambah gelap. Akhirnya pemuda itu merasa percuma untuk berlarian secara membuta tanpa arah tujuan tertentu, karena dengan cara demikian tak mungkin dia bisa menemukan tempat kediaman To seng cu, tanpa terasa ia lantas teringat kembali dengan pesan dari kakek berjubah kuning itu, dia bertekad hendak mencobanya. Berpikir demikian. pemuda itu segera melompat naik ke atas sebuah batu cadas, kemudian setelah menghimpun tenaga dalamnya, dia berseru dengan lantang: "Boanpwe Lan See giok datang dari tempat jauh untuk menyambangi To seng-cu locian-pwe, bila diperkenankan mohon diberi pe-tunjuk untuk menemui beliau!" Selesai berteriak, dia lantas memusatkan semua perhatiannya untuk mengawasi dan mendengarkan suasana di sekelilingnya. biarpun dihati kecilnya dia tidak mempunyai harapan yang terlalu bersar. Mendadak-z----Dari balwik kegelapan lerbih kurang seratus kaki dihadapannya sana muncul setitik ca-haya lentera, ternyata cahaya itu berasal dari sebuah lentera merah yang bergoyang goyang karena terhembus angin gunung. Lan See giok amat terperanjat setelah meli-hat cahaya lentera itu, hatinya terkejut ber-campur gembira. pikirnya kemudian: "jangan-jangan To seng cu memang benar-benar berdiam dalam lembah ini?" BAB 13

264

LAN SEE GIOK mengawasi lentera merah yang muncul di balik kegelapan sana dengan perasaan kejut bercampur girang di samping perasaan tak habis me-ngerti, dia tak tahu mengapa kejadian bisa berlangsung begitu kebetulan, baru saja dia berteriak, cahaya lentera lantas muncul kan diri? Tanpa terasa, ia teringat kembali akan perkataan dari Ban Peng coan, sudah banyak tahun mereka berdiam di situ namun belum pernah berjumpa dengan To seng cu, mung-kinkah kemunculan lentera merah tersebut hanya suatu kejadian secara kebetulan saja? Menyusul kemudian dia berpikir lebih jauh: "Jangan-jangan di situ terdapat rumah pemburu" Atau mungkin si penebang kayu yang sesat jalan?" Akhirnya dia memutuskan untuk meme-riksa sendiri, andaikata di situ menang ber-diam penduduk, dia berniat untuk menyeli-diki tempat tinggal To seng cu dari mereka. Berpikir demikian, diapun berangkat me-nuju ke arah lentera merah yang muncul pada seratus kaki di hadapannya itu. la telah berlarian amat cepat, paling tidak seratus kaki sudah dilalui, akan tetapi lente-ra merah tersebut masih kelihatan berada di tempat yang begitu jauh. Dengan cepat dia melompat naik ke atas sebuah pohon besar, betul juga, ternyata lentera merah yang berada di depan sana tampaknya sedang berlarian ke depan. Tergerak hatinya setelah menjumpai hal itu, kembali dia berpikir di hati, "Yaa, jangan-jangan lentera merah itu memang bermaksud membawanya un-tuk menjumpai To seng cu?" karena berpendapat demikian, dia me-mu-tuskan untuk membuktikan sendiri, agar ti-dak sampai terjerumus ke dalam perangkap lawan.. Dengan menghimpun tenaga dalamnya dia berseru lantang: "Wahai lentera merah yang berada di depan apakah, kau sedang memberi petunjuk jalan kepadaku untuk berjumpa dengan To seng cu locianpwe? Kalau memang demikian. harap gerakkan lentera merahmu ke kiri dan ke kanan ...... Baru selesai dia berseru, lentera merah tersebut benar-benar bergerak ke kiri dan ke kanan. Melihat hal ini Lan See giok malah men-jadi sangsi, entah mengapa, dalam saat itu-lah dalam hati kecilnya timbul suatu firasat yang tidak menguntungkan. Di samping itu diapun terbayang kembali wajah bibi Wan serta enci Cian nya yang sedih dan murung ketika berpisah tempo hari.

265

Dalam pada itu, lentera merah yang berada ditengah kegelapan itu masih digoyangkan tiada hentinya, seakan akan sedang mende-saknya agar melanjutkan perjalanan. Lan See giok segera teringat kembali akan tujuan kedatangannya, harapan dari enci Cian serta bibi Wannya, kemudian dendam berdarah dari ayahnya " . . akhirnya dia menggigit bibir dan membulatkan tekadnya untuk mengejar lebih jauh. Lentera merah yang berada di depan itu memang aneh sekali, seakan akan dia memiliki beribu ribu mata, begitu Lan See giok maju, diapun turut maju, ketika Lan See giok berhenti, diapun turut berhenti biarpun Lan See giok sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, namun dia belum berhasil juga menyusul lentera merah terse-but. Begitulah dengan berlarian mengejar lente-ra merah itu, tanpa terasa dia telah melewati puncak Giok li hong dan tiba di sebuah lem-bah lain. Perasaan mendongkol dan curigab berkeca-muk dij dalam benak Lagn See giok, di btak tahu permainan setan apakah yang sedang diperbuat lentera merah tersebut. Lambat laun dia mulai menangkap suara yang amat keras diantara pepohonan siong yang bergoyang terhembus angin, di samping itu memandang alam dalam lembah itu sa-ngat indah, jauh berbeda dengan keadaan ditempati lain. Lan See giok tidak berniat untuk memper-hatikan kesemuanya itu, dia masih melan-jutkan pengejarannya terhadap lentera merah tersebut". . Mendadak-----Dari balik kegelapan puluhan kaki dihada-pannya, muncul kembali sebuah lentera merah lain yang menyongsong kedatangan lentera merah yang pertama. Tapi lentera kedua yang menyongsong tadi lebih sampai dua kaki itu tahutahu saja padam dengan begitu saja. Lan See giok merasa sungguh tak habis mengerti dia mengalihkan kembali panda-ngan matanya, ternyata lentera merah yang pertama masih tetap tak berkutik di tempat semula. Dia tahu, bisa jadi di tempat inilah meru-pakan tempat kediaman dari To seng cu, karenanya tanpa ragu-ragu lagi dia menyusul kearah mana lentera merah tersebut berada. Dalam perjalanan majunya, lambat laun dia dapat melihat sebuah tebing yang tinggi-nya ratusan kaki menghadang jalan perginya, sedang lentera merah itu agaknya berada di tangan seorang manusia yang tinggi besar. Setelah dekat dengan tempat itu baru dia ketahui bayangan tinggi besar itu bukan orang melainkan sebatang pohon yang telah mengering, lentera

266

tersebut tergantung di atas pohon tadi dan bergoyang tiada hentinya ketika terhembus angin. Lan See giok merasa sangat keheranan, pikirnya: "Kalau toh dia adalah penunjuk jalan, mengapa tidak ditunjukkan sampai ke pintu depan?" Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, mungkin saja To sengcu berdiam di dalam hutan itu. Ia mendongakkan kepalanya, hutan pohon yang mulai mengering itu, dalamnya menca-pai dua tiga puluh kaki sebelum tiba di de-pan dinding tebing tersebut, di dalam hutan tidak dijumpai rumah gubuk ataupun rumah batub, ia bertekad ajkan menuju ke dginding tebing tbersebut untuk melakukan pemerik-saan. Berhubung timbulnya firasat yang kurang enak tadi, di dalam langkah majunya kali ini, ia bertindak dengan berhati-hati sekali. Setelah ke luar dari hutan dan mencapai jarak berapa kaki dari tebing, tibatiba saja ia merasakan pandangan matanya menjadi te-rang... Pada sisi kanan tebing curam itu dijumpa sebuah gua, sebatang pohon siong persis tumbuh didepannya sehingga menutup mu-lut gua tadi, jika tidak diperhatikan dengan seksama, mulut gua tersebut memang sukar ditemukan. Dengan perasaan gembira ia segera menu-bruk ke depan gua, itu dengan cepat dia sak-sikan mulut gua penuh ditumbuhi lumut hi-jau serta sarang laba-laba, suasana gua itu gelap gulita, seolah-olah tidak ada yang menetap di situ. Lan See giok segera berkerut kening, dia percaya tokoh nomor satu seperti To seng cu tak mungkin akan mendiami gua yang begitu suram dan kotor seperti itu. Baru saja dia akan beranjak pergi" men-dadak di atas dinding gua yang sudah dipe-nuhi lumut hijau itu ia saksikan ada gura-tan-guratan aneh yang sangat mirip dengan tulisan. Sekali lagi tergerak hatinya, cepat-cepat dia menghampiri dinding tebing dan memeriksa dengan seksama, betul juga, garis-garis itu merupakan serangkaian kata yang diukir dengan pisau, tapi berhubung lumut nya amat tebal, sulit untuk membaca kata-kata tersebut. Terdorong oleh perasaan ingin tahunya lalu dia mengambil sekeping batu, kemudian menghapus lumut hijau yang menempel diatasnya, dalam waktu singkat dia dapat membaca gaya tulisan yang indah, jelas tuli-san seorang wanita. Lan See giok mundur dua langkah, kemu-dian membaca huruf-huruf tersebut dengan pelan.

267

"Musim gugur pergi musim dingin lewat, musim semipun tiba. Rindu dan kangen menyerang setiap malam.. Air mata bercucuran bagaikan mutiara. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. . Wajah telah basah entah oleh air mata atau embun. Thian tidak menrgasihi aku. . zSepasang merpatwi harus terbangr berpisah. Kemesraan di masa lalu. Kini tinggal kepedihan dan air mata. 0h Thian... Oh Thian, betapa buruknya na-sibku." Membaca sampai di sini, Lan See giok se-makin bimbang, dipandangnya sekejap mulut gua yang gelap gulita itu, dia percaya dalam gua tersebut tentu berdiam seorang perem-puan yang menderita karena cinta, atau mungkin juga tersebut merupakan kuburan dari perempuan yang bernasib buruk itu. Sebenarnya anak muda ini sudah tak ber-niat untuk memasuki gua, tapi sekarang tanpa disadari dia telah melakukan masuk ke dalam gua tersebut. " Gua itu dalam sekali, keadaannya gelap gulita sehingga sukar melihat kelima jari ta-ngan sendiri, biarpun dia telah mengerahkan tenaga dalamnya ke mata, apa yang bisa dili-hatpun hanya mencapai sejauh lima depa. Pelan-pelan dia maju ke depan, segera ditemukan gua itu miring ke sebelah kanan, ketika berpaling, ia sudah tidak melihat mu-lut gua tersebut lagi. Suasana dalam gua amat hening dan sepi, kecuali langkah kakinya, tak kedengaran Lagi suara yang lain. Mendadak lima depa di depan sana, telah merupakan ujung jalan, setelah pemuda itu maju lagi dua tiga langkah, baru diketahui di depan sana terbentang sebuah pintu batu yang sangat berat. Dia mencoba untuk meraba, pintu batu itu sangat licin seperti cermin, ketika di-dorong dengan sekuat tenaga, pintu tersebut segera terbuka dengan sendiri, cahaya terang yang menusuk mata segera mencorong ke luar dari balik pintu. Dengan perasaan terkejut Lan See giok mundur dua langkah, ternyata dibalik pintu itu yang terbentang sebuah undak undakan batu yang sangat lebar dan menjurus ke atas. Untuk sesaat dia berdiri ragu di depan pintu, tak diketahui harus melanjutkan per-jalanan atau mundur dengan begitu saja, tapi dorongan

268

rasa ingin tahu yang kuat mengki-lik hatinya, membuat pemuda tersebut se-makin bertekad untuk menyelidiki apa gerangan yang terdapat dalam ruangan tersebut. Akhirnya dia putuskan untuk masuk ke dalam dan menyelidiki sendiri sebab ia merasa nasib perempuan itu kelewat menge-naskan, bila dia masih berada di dalam mungkin dia akan mengetahui tempat tinggal dari To seng cu. Berpikir demikian diapun berjalan masuk ke dalam ruangan, ternyata cahaya tajam tadi berasal dari sebutir mutiara yang di pasang di atas pintu masuk. Undak undakan batu itu menjurus naik ke atas, setiap tikungan selalu diberi sebutir mutiara kecil sebagai penerangan, sehingga keadaan di dalam gua bisa terlihat secara lamat-lamat. Itulah sebabnya dia dapat meneruskan -perjalanannya dengan cepat, dalam waktu singkat puluhan kaki telah dilewati. Setelah membelok pada sebuah tikungan, sepasang matanya kembali terasa silau, ca-haya terang memancar ke empat penjuru dari depan sana, pada ujung undak undakan batu kembali muncul sebuah pintu batu raksasa yang tingginya satu kaki dan lebarnya dela-pan depa, pintu tersebut tertutup rapat-ra-pat. Tujuh butir batu mulia yang sangat indah berserakan di atas pintu, sinarnya tajam dan sangat menyilaukan mata. Ketika diamati lebih seksama di atas pintu tersebut tergantung pula sebuah lian dengan huruf-huruf yang amat besar. Pada kanan pintu tertuliskan kata-kata. "Hati di langit barat, tubuh di alam se-mesta, melatih ilmu membenahi watak menanti datangnya saat gembira," Sedangkan di sebelah kiri pintu bertulis-kan. "Seratus tahun menghadap dindibng lepas tulangj jadi dewa, takg akan tergo-da boleh gadis dan cinta!" Lan See giok menjadi melongo setelah sele-sai membaca tulisan itu, walaupun ia tak bisa memahami arti sari tulisan tersebut se-cara tepat, tapi ia percaya nada tulisan dari sepasang Lian tersebut tidak cocok satu, sama lainnya: Kalau berbicara dari tulisan yang terukir dimuka gua, gua tersebut seharusnya didiami oleh seorang perempuan yang hidup sengsara karena cinta, tapi bila dilihat dari arti sepasang lian tersebut agak nya penghu-ni gua tersebut adalah seorang pertapa. Bila ada orang bertapa di dalam gua ini waktunya pasti cukup lama, bisa jadi orang ini adalah To seng cu sendiri maka pemuda ini bertekad untuk

269

masuk lebih ke dalam, kepada pintu batu tersebut diapun menjura, kemudian berkata dengan lantang: "Boanpwe Lan See giok tertarik oleh syair di luar gua sehingga masuk kemari dengan ceroboh, kini boanpwe merasa tidak habis mengerti, mohon locianpwe sudi memberi petunjuk" Ucapan mana diutarakan dengan suara nyaring sehingga nada suaranya menggema di seluruh ruangan gua. Lan See giok berdiri menanti di luar gua dengan tenang, tapi lama sekali belum juga kedengaran suara jawaban, lantas mengambil kesimpulan gua itu kosong tak berpenghuni. Maka dia maju ke depan dan menempelkan telapak tangannya di atas pintu, ketika dido-rong dengan sepenuh tenaga, terdengarlah suara gemerutuk yang amat berat--Pintu batu yang sangat besar itu pelan-pe-lan terbuka sebuah celah lebar, segulung bau harum yang semerbak pun segera berhembus ke luar dari balik pintu, Lan See giok melo-ngok ke dalam, ternyata dibalik pintu terbentang sebuah ruangan gua yang meman-jang, dalamnya mencapai lima kaki, di sisi kiri dan kanan masing-masing terdapat se-buah ruangan. kedua ruangan itu tanpa pintu semua, se-dang di ujung gua terdapat pula sebutir batu manikam yang besar berwarna kuning, caha-ya yang terpancar ke luar sangat lembut. Lan See giok menyelinap masuk ke balik pintu, ia merasakan kakinya menginjak tem-pat yang lembut, ketika diperiksa, ternyata lantai gua dilapisi oleh permadani kuning te-bal. Sewaktu masuk ke dalam kedua ruangan ia jumpai di situ terdapat masingmasing se-buah kasur untuk duduk, namun tak nam-pakb seorang manusija pun. Di bawagh mutiara kuninbg di ujung gua ter-dapat sebuah meja pendek yang panjang diatasnya dilapisi kain kuning sampai ter-ku-lai ke atas lantai. Di muka meja pendek terletak pula se-buah kasur duduk yang besar dan tebal, selain itu, dalam gua tersebut tidak di jumpai benda apapun. Menyaksikan kesemuanya ini, Lan See giok tahu bahwa dalam goa ini paling tidak terda-pat tiga orang yang bertapa di situ, tapi sekarang sudah tak ada lagi, mungkin sudah menjadi dewa semua. Sewaktu sorot matanya terbentur dengan benda di atas kain kuning di meja rendah itu tergerak hati Lan See giok, dengan langkah cepat dia menghampirinya. Apa yang kemudian terlihat segera mem-buat paras mukanya berubah hebat, saking kagetnya dia sampai mundur dua langkah sembari berseru kaget.

270

Ternyata di atas kain kuning pada meja rendah itu tertera sembilan huruf besar yang terbuat dari emas, tulisan itu berbunyi demikian. "TAY-LO PWE CIN-KENG." Lan See giok berdiri termangu mangu, sekarang dia baru tahu kalau gua tersebut adalah tempat To seng cu bertapa. Mendadak terdengar suara tertawa cekiki-kan berkumandang dari belakang tubuhnya. Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera membalikkan badan, ia saksikan dari sisi pintu ruangan sebelah kiri, lebih kurang tiga kaki dihadapannya seperti ada bayangan hitam berkelebat lewat, tanpa sangsi dia segera menubruk ke sana. Ketika tiba diantara kedua belah pintu, ia celingukan sekejap ke kiri kanan, dalam ru-angan masih terletak dua buah kasur duduk yang kosong, namun tak nampak se-sosok bayangan manusiapun. Diam-diam Lan See giok terkesiap, tapi ia segera berpikir, kemungkinan besar orang itu bersembunyi di sisi kiri atau kanan pintu. maka diapun siap beranjak ..... Pada saat itulah, tiba-tiba dari depan ger-bang melayang masuk se sosok bayangan kuning. Mula-mula Lan See giok agak terperanjat ketika melihat kemunculan orang itu, me-nyusul kemudian denganr perasaan terkezjut bercampur gwirang, seolah-orlah bertemu kem-bali dengan sanak keluarga sendiri, teriaknya keras-keras. "Locianpwe- - " Sambil berseru dia segera menubruk ke muka. Ternyata orang yang melayang masuk ke dalam gua saat ini bukan lain adalah kakek berjubah kuning yang berwajah ramah itu. Kakek berjubah kuning itu masuk sambil membawa banyak sekali buah anggur yang segar, ketika melihat pemuda itu menubruk tiba dia segera mengangkat ke dua belah ta-ngannya dan tertawa terbahak bahak, sikapnya nampak gembira sekali. Lan See giok memeluk kakek berjubah kuning itu erat-erat, saking gembiranya air mata sampai jatuh bercucuran, tiada henti-nya dia memanggil: "Locianpwe . . locianpwe . . . " Tiba-tiba kakek berjubah kuning itu menghentikan gelak tertawanya, kemudian dengan penuh kasih sayang dia berkata. Kalian berdua sudah berani bermain setan, melanggar perintah guru, ayo cepat kau teri-ma buah buahan ini!"

271

Lan See giok yang mendengar perkataan itu menjadi, kebingungan setengah mati, ketika berpaling tampak olehnya si nona ber-baju merah Si Cay soat dengan wajah ter-sipu-sipu dan senyum dikulum sedang melompat mendekat. Siau thi gou yang berkulit hitam sedang melototkan sepasang biji matanya yang be-sar. "Suhu, Thi gou tak berani, semuanya ini merupakan ide enci Soat seorang, dia bilang kita takut takuti Lan See giok agar bisa membalaskan rasa mendongkol Gou ji!" Sembari berkata, dia tetap berdiri tak ber-gerak di depan pintu ruangan. "Hmmm!" kakek berjubah kuning itu mendengus marah, "siapa suruh kau berdiam diri saja? Ayo cepat memasang lentera." Setelah menyerahkan buah buahan itu kepada Si Cay soat yang berdiri dengan wajah gembira tapi agak tersipu sipu itu, dia mem-belai rambut Lan See giok sambil ujarnya dengan ramah. "Nak, ternyata kau benar-benar datang, ayo jalan mari kita berbicara di dalam." Ditariknya tangan pemuda itu dan diajak menuju ke bantal duduk di depan meja ren-dah. Sekarang Lan See giok baru mengerti, rupa kakek berjubah kuning ini adalah To seng cu, anehnya perasaan benci yang semula mencekam perasaannya kini sudah lenyap tak berbekas, entah mengapa ia sudah tak percaya sekarang kalau To seng cu adalah orang yang mencelakai ayahnya. Dalam perjalanan itu, Lan See giok dapat melihat pula kalau di antara alis mata sebe-lah kiri kakek berjubah kuning itu benar-benar terdapat sebuah tahi lalat merah, tahi lalat tersebut hampir tertutup oleh alis mata yang tebal, hal ini semakin membuktikan kalau kakek berjubah kuning ini memang To--seng-cu. Tiba di depan meja rendah, To seng cu segera menunjuk ke sisi kasur duduk itu sambil berkata dengan gembira. "Duduklah anak giok!" Sembari berkata ia sendiri duduk bersila pula di atas kasur duduk tersebut. Lan See giok mengiakan dengan hormat dan segera duduk bersila di sebelah kanan To seng cu, ia merasa kasur duduk itu empuk sekali sehingga sangat nyaman untuk ditempati. SI CAY SOAT telah meletakkan pula buah buahan segar itu di depan kasur duduk ke-mudian ia sendiri duduk di sebelah kiri To seng-cu, dengan wajah

272

bersemu merah dan mata yang jeli tiada hentinya dia mengawasi Lan See giok. Siau thi gou berjalan ke depan kasur tanpa berbicara, kemudian sambil mengambil sepuluh biji anggur besar yang disodorkan ke hadapan Lan See giok, katanya dengar ber-sungguh hati: "Kau sudah menempuh perjalanan selama seharian suntuk, sekarang tentu merasa amat dahaga, cepatlah makan anggur ini, tapi ingat, setiap kali makan buah anggur seperti ini, kau hanya boleh makan sepuluh biji." Berjumpa dengan Siau thi gou, Lan See giok segera teringat pula dengan peristiwa di dusun nelayan tempo hari, dimana ia btelah menotok jjalan darahnya, gtanpa terasa tibmbul perasaan menyesal di dalam hatinya. Ketika ia saksikan Siau thi gou sama sekali tidak mendendam kepadanya, malah menghadiahkan buah anggur, segera ujarnya sambil menjura. "Terima kasih banyak, adik Thi gou!" Siau thi gou tertawa lebar, dia segera duduk pula di samping Si Cay soat. Sementara itu To seng cu telah berkerut kening, kemudian sambil memandang ke arah Siau Thi gou dengan wajah tak mengerti, ia bertanya cepat: "Thi gou, siapa yang bilang kalau setiap kali makan hanya boleh makan sepuluh biji buah anggur?" Mendengar pertanyaan itu, paras muka Si Cay soat segera berubah menjadi merah padam. Siau thi gou segera menuding ke arah Si Cay soat, dengan melototkan sepasang mata nya dia menjawab: "Enci soat yang berkata demikian, ia bilang kalau makan sebelas biji perutnya akan sa-kit, bila makan dua belas biji akan mencret-mencret, bila makan tiga betas biji maka se-lama hidup akan selalu kontet (cebol)!". Belum habis perkataan itu diutarakan, To seng cu sudah tak dapat menahan rasa ge-linya lagi, dia tertawa terbahak bahak. Agaknya Lan See giok juga dapat mende-ngar kalau ucapan semacam itu hanya ulah Si Cay soat untuk mempermainkan Siau thi gou, tanpa terasa diapun jadi ter-ingat kem-bali bagaimana dia sendiripun di permainkan ketika baru datang ke sana. Dengan wajah merah padam Si Cay soat tertawa terkekeh kekeh, dengan cepat ia menjelaskan: "Adik Gou paling suka makan buah ang-gur, setiap kali makan dia bisa menghabis-kan empat lima biji tanpa dikunyah lagi, kalau ditanya bagaimana rasanya, diapun tidak tahu. Belum habis perkataan itu diselesaikan. To seng cu telah menghentikan tertawanya dan berkata dengan suara dalam tapi ramah.

273

"Hei si binal, kau kan enci masa senang mempermainkan adik? Sekarang anak giok telah datang. dia adalah kakakmu, akan kulihbat apakah dia ajkan menganiaya gkau si adik atabu tidak." Siau thi gou mencibirkan bibir tanpa berbi-cara, sedangkan Si Cay-soat melirik sekejap ke arah Lan See giok kemudian menunduk-kan kepalanya rendah-rendah. Paras muka Lan See giok juga berubah menjadi merah padam, sekarang dia baru tahu rupanya dia menjadi kakak bukan se-bagai adik seperti apa yang diduganya se-mula. Ketika dilihatnya hubungan To-seng cu dengan murid muridnya tidak disertai dengan peraturan yang ketat, bahkan kasih sayangnya bagaikan seorang ayah terhadap putra putrinya, kesemuanya ini membuat rasa hormatnya terhadap To seng cu makin bertambah. Terbayang kembali maksud tujuannya datang ke situ, diapun mengeluarkan kotak kecil bungkus kuning itu dari sakunya dan dipersembahkan ke hadapan To seng cu sambil ujarnya dengan hormat: "Anak giok telah menuruti perintah dengan membawa cinkeng tersebut datang ke mari." Memandang kotak kecil itu, terlintas perasaan sedih di atas wajah To seng cu, diterimanya kotak itu serta diperhatikan se-kejap kemudian ia berkata: "Kitab pusaka ini sudah menemani aku setengah hidupku, sepuluh tahun berselang, kotak ini tercuri di luar dugaan, sungguh tak disangka hari ini bisa bertemu kembali." Sembari berkata dia lantas meletakkan kotak kecil itu di depan kasur duduknya. Mendengar kata "dicuri," paras muka Lan See giok segera berubah menjadi merah padam karena malu, saking tak tahannya dia sampai menundukkan kepalanya rendah-rendah. Melihat hal tersebut, To seng cu segera tahu kalau pemuda itu telah salah paham, sambil tertawa ramah dia lantas menjelas-kan: "Segala sesuatu yang ada di dunia ini su-dah di atur oleh takdir, yang tak ada masalah yang dapat dipaksakan, waktu itu Oh Tin san dan komplotannya berhasil mencuri cinkeng tersebut, dari tempatku tapi kemudian karena ketahuan olehnya sehingga melarikan diri, di dalam gugupnya kotak tersebut telah terjatuh ditengah jalan tanpa mereka sadari . .. " Mendengar penjelasan tersebut. Lan See -giok segera mengangkat kepalanya sambil bertanya: "Locianpwe, bagraimana ceritanyza sampai ayahkuw berhasil mendarpatkan kotak kecil ini?"

274

"Menurut apa yang kuketahui, dia me-ne-mukan benda itu dalam keadaan yang sangat kebetulan, duduk persoalan yang sebenarnya bibi Wan mu yang mengetahui paling jelas" Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras, tanpa terasa ia bertanya de-ngan gelisah. "Kalau toh bibi Wan tahu, mengapa dia ti-dak menerangkannya kepada anak giok?" To seng cu segera tertawa riang. "Seperti apa yang diucapkan bibimu, kalian masih kanak-kanak dan tak perlu mengeta-hui semua kejadian itu" "Jadi locianpwe telah berkunjung ke rumah kediaman bibi Wan pada malam itu?" seru Lan See giok terkejut. To seng cu manggut-manggut. "Oleh karena kulihat kau sudah berangkat maka aku tidak jadi masuk. Sekarang Lan See giok baru mengerti, diapun segera teringat apa yang menyebab-kan jalan darah tidur Oh Li cu tertotok, menyusul kemudian hatinya tergerak, de-ngan nada menyelidik dia segera bertanya: "Apakah locianpwe juga yang tertawa di-ngin di kuburan Ong leng serta memancing kepergian si Tongkat baja kaki tunggal serta Beruang tunggal?" To seng cu memandang anak muda itu sambil tersenyum, dia hanya manggut saja tanpa menjawab. Menyusul kemudian Lan See giok teringat kembali dua kali jeritan kaget yang mengeri-kan itu, dengan nada tak mengerti kembali dia bertanya: Apakah dalam gusarnya locianpwe telah menghabisi nyawa kedua orang itu?" To seng cu segera tertawa terbahak bahak: "Sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah melakukan pembunuhan, masa kedua orang itu kubunuh? Waktu itu aku hanya menotok jalan darah kaku mereka se-cara diam-diam, mungkin karena kaget mereka baru berteriak keras!" "Locianpwe, kalau toh kau selalu mengikuti di sisi anak giok, mengapa tidak munculkan diri untuk menempuh perjalanan bersama-sama ku?" Sekali lagi To seng cu tertawa terbahak ba-hak. "Anak giok, bukan aku sengaja bermain setan denganmu. berhubung ayahmu mati terbunuh orang, dihati kecilmu pasti mena-ruh banyak prasangka serta kecurigaan, bila tidak berbuat begini kau belum tentu akan menyusul ke mari." Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Si Cay soat serta Siau thi gou yang mendengarkan dengan seksama, dia melan-jutkan:

275

"Aku pernah berpesan kepada Soat ji dan Thi gou berdua agar menyambut kedata-nganmu di mulut lembah, selain itu memberi penjelasan, kepadamu apa yang sesung-guhnya terjadi, sungguh tak disangka mereka berdua begitu binal." Mendengar perkataan itu Si Cay soat segera tertawa geli, mukanya nampak sangat binal, sebaliknya Siau thi gou hanya duduk tenang tanpa mengucapkan sepatah katapun, seolah-olah persoalan ini sama sekali tiada hubungan dengan dirinya. Lan See giok segera terbayang kembali perjumpaan mereka yang pertama kali di dusun nelayan, sejak waktu itu dia sudah merasa kalau Si Cay soat adalah seorang nona cilik yang sukar dilayani, selanjutnya dia berjanji akan bertindak lebih berhati -hati. Sewaktu To seng cu melihat sepasang mata Siau thi gou berputar tiada hentinya di atas buah anggur tersebut, sambit tertawa, kem-bali ujarnya kepada Lan See giok. "Anak giok, ayo cicipi buah buahan ter-se-but!" Sambil berkata dia mengambil seuntai buah anggur dan diberikan kepada Lan See giok kemudian mengambil seuntai lagi untuk siau thi gou. Setelah menerima buah anggur itu Lan See giok teringat kembali akan peristiwa lima ca-cad dari tiga telaga yang datang mencuri ki-tab, dengan nada tidak mengerti kembali dia bertanya: "Locianpwe. dengan cara apa Oh Tin san sekalian berhasil mencuri kitab pusaka tersebut pada sepuluh tahun berselang?" To seng cu tertawa dan manggut-manggut: "Persoalan ini panjang sekali untuk di ceritakan, apalagi malam sudah semakin la-rut, biar kita bicarakan di kemudian hari saja. Melihat To seng cu enggan berbicara, su-dah barang tentu Lan See giok sungkan un-tuk bertanya lebih jauh, untung saja masa mendatang masih panjang, dia masih mem-punyai banyak kesempatan untuk membica-rakan persoalan itu lagi. Begitulah, ke empat orang itupun sambil makan buah anggur membicarakan serba serbi dunia persilatan, suasana dilalui de-ngan penuh riang gembira. Akhirnya To seng cu berkata: "Anak giok sudah menempuh perjalanan cukup jauh, malam ini beristirahatlah de-ngan cepat, anak giok kau boleh tidur bersa-ma Siau thi gou" Mendengar perkataan itu, ke tiga orang muda mudi itu segera minta diri kepada To seng cu dan berjalan menuju ke depan pintu ruangan batu itu.

276

Lan See giok mengikuti Siau thi gou menuju ke pintu ruangan sebelah kiri, se-dang kan Si Cay soat seorang diri menuju ke pintu ruangan sebelah kanan, baru saja Lan See giok ingin mengucapkan sesuatu kepada gadis itu, tahu-tahu bayangan merah berkelebat lewat, Si Cay soat sudah lenyap dari pandangan. Sementara itu terdengar Siau thi gou telah berseru: "Engkoh giok, aku akan naik lebih dulu" Mendengar seruan tersebut Lan See giok segera berpaling, tampak bayangan hitam berkelebat lewat, tubuh Siau thi gou telah melayang ke atas langit-langit ruangan. Ketika dia mendongakkan kepalanya, ter-nyata di atas langit-langit ruangan itu ter-da-pat sebuah gua yang luasnya tiga depa dan tinggi dua kaki dari permukaan tanah diataspun terpancar sinar yang terang. Terdengar Siau thi gou berseru dari atas: "Engkoh Giok, cepat naik!" Lan See giok mengiakan dan segera melompat naik ke atas ruangan itu, ketika hampir mencapai ujung langit-langit, Siau thi gou mengulurkan tangannya dan menarik tangannya sehingga melayang tiga depa ke samping. Ternyata di situ terdapat sebuah ruangan berbentuk bulat, di langit-langit ruangan tertera tiga butir mutiara, sekeliling dinding ruangan terdapat enam buah lubang sebesar kepalan yang berfungsi sebagai ventilasi udara, Pada permukaan lantainya dilapisi perma-dani yang sama tebalnya dengan permadani yang berada di bawah, di sisi kiri bertumpuk selimut tebal yang pada satu bagian merupa-kan lapisan kain sutera sedang pada lapisan yang lain adalah bulu kambing yang berwar-na putih, nampaknya sangat lembut dan halus. Sambil menjatuhkan diri berbaring di atas lantai, Siau thi gou segera berseru. "Engkoh giok, tidurlah!" Sambil berkata dia melemparkan selembar selimut kulit kepada Lan See giok. Melihat gerak gerik yang polos dan lincah dari Siau thi gou, Lan See giok merasa bocah itu memang rada mirip seperti kerbau kecil, karena itu setelah menerima selimut pembe-riannya dia bertanya sambil tertawa: "Adik Thi gou, mengapa sih namamu Thi gou atau kerbau baja? Mengapa tidak ber-nama Kim gou (kerbau emas) saja?" Siau thi gou melototkan matanya bulat- bulat dan menggelengkan kepalanya ber-ulang kali, jawabnya dengan wajah ber-sungguh sungguh: "Tidak boleh, tidak boleh." Kemudian sambil menunjuk pada jari ta-ngannya, dia melanjutkan:

277

"Kongcou ku bernama Kim liong (naga emas), engkongku bernama Gin hou (harimau perak), sedang ayah bernama Tong kou (kuda tembaga) maka aku bernama Thi gou (kerbau baja)" Lan See giok segera menjadi tertarik se-kali dengan susunan keluarga tersebut, cepat dia bertanya: "Adik Thi gou, seandainya kau punya anak di kemudian hari, akan kau namakan siapa anakmu itu?"! "Akan kunamakan Sikou (anjing platina)," Lan See giok yang mendengar jawaban tersebut menjadi tertegun, sepasang alis matanya segera berkerut, kemudian berkata: "Adik Thi gou, aku rasa urutan ini kurang sesuai, masa dari emas perak merosot terus menjadi tembaga, besi dan platina, dari naga dan harimau merosot menjadi kuda kerbau lantas anjing, bukankah dengan demikian satu generasi lebih jelek dari generasi beri-kutnya?" Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari balik sebuah lubang bulat di atas dinding terdengar suara seseorang sedang tertawa cekikikan: Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera berpaling, namun dari balik tutup lubang itu gelap tak bersinar sehingga sulit baginya untuk menentukan dari liang yang manakah suara tertawa tersebut, berasal. Melihat Lan See giok tertegun, Siau thi gou segera tertawa terbahak bahak sambil ber-kata:. "Kau jangan bingung, enci Soat yang se-dang tertawa dia seringkali membicara-kan soal kau dengan diriku---" Belum selesai dia berkata, dari balik liang tersebut, kembali terdengar Si Cay soat ber-seru: "Adik Thi gou, bila kau cerewet terus, hati-hati besok!" Mendengar teguran tersebut, Sian thi gou segera menjulurkan lidahnya yang kecil dan segera memejamkan matanya rapat-rapat. Lan See Giok sendiri hanya bisa meman-dang lubang-lubang angin di atas dinding tersebut dengan wajah tertegun, sebenarnya dia ingin bertanya kepada Siau thi gou, apa saja yang telah diperintahkan To seng cu locianpwe kepada Si Cay soat mengapa pula gadis itu tidak menuruti perintah gurunya malahan mempermainkan dia. tapi setelah mendengar ancaman dari gadis tersebut. diapun tak berani bertanya lebih jauh. Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari sisi tubuhnya bergema suara orang mendengkur, ketika berpaling. ternyata Siau thi gou sudah tertidur nyenyak. Dengan perasaan apa boleh buat Lan See -giok segera menggelengkan kepalanya beru-lang ulang kali, dengan cepat dia menarik selimut dan ditutupkan ke atas tubuh sendiri.

278

Walaupun sudah berbaring, namun se-pasang mata yang belum juga mau terpejam, termangu mangu ditatapnya ke tiga butir mutiara di atas langitlangit ruangan tanpa berkedip, sementara dalam benaknya dipe-nuhi berbagai kejadian yang dialaminya se-lama ini, termasuk kejadian-kejadian yang sama sekali tak pernah diduga sebelumnya... Kini, segala sesuatunya berjalan dengan lancar, ternyata dia telah mengalami banyak kejadian yang semula dianggap bahaya tahu-tahu berubah menjadi rejeki. Dari pikiran yang bergolak, pelan-pelan perasaannya berhasil ditenangkan kembali. ditambah pula Siau Thi gou yang berbaring di sisinya telah mendengkur sedari tadi, tanpa terasa diapun tertidur nyenyak. Perjalanan jauh selama berbulan bulan membuat pemuda ini tak pernah beristirahat dengan perasaan tenang, dia selalu kuatir kotak kecilnya dicuri orang. Kini setelah beban pikirannya hilang, diapun tertidur dengan nyenyak sekali. Ketika sadar kembali, Siau thi gou yang semula tidur di sisinya kini sudah tak nam-pak lagi batang hidungnya. Cepat-cepat dia melompat bangun, ditemu-kan pada dinding ruangan di sisinya bertam-bah dengan sebuah pintu batu yang lebarnya dua depa dan tingginya mencapai langit-langit ruangan. Lan See giok sungguh tak habis mengerti mengapa setelah mendusin diri tidurnya di sana telah bertambah lagi dengan sebuah pintu batu?" Setelah melompat bangun dan diperiksa ternyata dinding ruangan telah digeserkan orang, pada bagian tengah pintu batu itu ter-dapat pula sebuah lubang angin yang sama besarnya dengan lubang angin di sisi lain. Ke luar di pintu dia temukan sebuah un-dak undakan batu menuju ke atas yang en-tah menghubungkan ke tempat mana sedang pada bagian lain terdapat pula sebuah pintu yang lebarnya lebih kurang dua depa. Dengan perasaan tak habis mengerti dia segera menuju ke pintu yang lain serta melongok ke dalam.. Ternyata ruangan itu hanya berisikan per-madani merah, selimut bulu serta sebuah cermin tembaga putih, bau harum semerbak yang sangat aneh memancar ke luar dari sana. Tak terlukiskan rasa kaget Lan See giok dengan cepat dia mundur beberapa langkah sepasang matanya dengan cekatan menengok ke kiri dan kanan, sementara wajahnya segera memperlihatkan perasaan menyesal, jantungnya berdebar keras.

279

Selain itu diapun mengerti, ruangan ter-se-but sudah pasti merupakan kamar tidur Si Cay soat, bila sampai ketahuan gadis itub bahwa dia telajh memasuki kamagrnya, nisca-ya bmartabatnya akan dinilai sangat rendah. Sebenarnya dia hendak menelusuri undak undakan batu itu untuk melongok ke atas, tapi sekarang ia sudah tak berani sembara-ngan bergerak lagi. Baru saja dia akan berjalan balik, men-dadak ia mendengar suara teriakan Siau thi gou yang bergema datang secara lambat-lam-bat. "Enci Soat, cepat kemari, disini terdapat seekor kelinci liar yang amat besar" Mendengar teriakan itu, Lan See giok tahu Siau thi gou serta, Si Cay soat sedang berada di atas, maka ia segera menelusuri undak undakan batu itu dia berlari ke atas. Sesudah berbelok ke kiri menikung ke kanan dan bergerak naik terus ke atas, akhirnya sampailah pemuda itu di ujung un-dak -undakan tersebut. Pada ujung undak undakan itu, dia men-jumpai mulut ke luar berada di belakang se buah meja batu ruangan batu, di dalam ru-ang batu Itu tersedia pula meja bambu dan bangku kayu. namun semua perabot diatur dengan amat rapi. Lan See giok lari ke luar pintu, dia melihat cahaya matahari telah memancarkan cahaya keemas-emasannya ke empat penjuru, aneka bunga tumbuh subur dimana mana, peman-dangan alam sangat indah dan me-nawan hati. Rumah batu itu dikelilingi pepohonan siong yang mengitarinya pada jarak tujuh delapan kaki, segalanya kelihatan rapi dan teratur, sedikitpun tidak kelihatan acak-acakan. Ketika pandangan matanya dialihkan ke sekitar sana, tampak tiga buah puncak bukit menjulang ke angkasa, ternyata di mana ia berada sekarang tak lain adalah dinding te-bing yang terlihatnya se-malam, punggung puncak Giok li hong. Puncak Giok Ii hong tingginya mencapai ratusan kaki, di sisi kirinya terdapat sebuah air terjun, pemandangan indah sekali. Menyaksikan kesemuanya itu. tiba-tiba saja Lan See giok merasakan dadanya men-jadi terbuka dan nyaman sekali. Pada saat itulah, dari balik hutan ber-ku-mandang lagi suara teriakan dari Siau thi gou. "Enci Soat, disini terdapat seekor kijang kecil--." Belum habis Siau thi gou berteriak, terde-ngar suara Si Cay soat telah menukas: "Jangan kita usik dia, mari kibts menangkap ikjan saja di telagga Cui oh?

280

Menbdengar suara pembicaraan mereka. Lan See giok segera berlarian menuju ke hu-tan itu sambil berteriak. "Adik Thi gou, tunggu aku---" Sambil berseru di segera berlarian masuk menuju ke dalam hutan yang terbentang di hadapannya. Berpuluh puluh kaki dia telah menembusi hutan tersebut, tapi anehnya belum juga pe-muda tersebut berhasil ke luar dari lingku-ngan hutan tadi, kejadian tersebut dengan cepat menimbulkan perasaan-perasaan tak habis mengerti baginya. Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Siau thi gou sedang memohon dari tempat yang tak jauh darinya. "Enci Soat, cepat beritahu kepada engkoh Giok, bila guru tahu, kau pasti akan dimaki sebagai si binal lagi!" Mendengar perkataan tersebut, Lan See giok segera menyadari kalau keadaan di situ kurang beres dengan cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya. Tiba-tiba terdengar Si Cay soat men-dengus dingin, lalu berseru dengan nada tak senang hati: "Yang dia panggil kan adik Thi gou, Siapa sih yang memanggil aku" Sekali lagi Lan See giok berpekik di dalam hati: "Aduh celaka, yaa, mengapa aku lupa me-manggil Si Cay soat? Tidak heran kalau dia menjadi tak senang hati---" Berpikir demikian, dengan nada minta maaf dia segera berseru. "Adik Soat, Ih--heng segera datang!" Baru selesai dia berseru, tiba-tiba terde-ngar Siau thi gou sudah berteriak sambil tertawa: "Engkoh Giok, turuti perkataanku, belok tiga kali ke kiri, belok lima kali ke kanan melihat tujuh jalan serong, berjumpa delapan maju ke depan-" Lan See giok bukan anak bodoh, begitu peroleh petunjuk dia segera menjadi paham. Sementara Siau thi gou masih berteriak te-riak dengan suara lantang, Lan See giok su-dah menerobos ke luar dari hutan tersebut. Waktu itu Siau thi gou sedang berdiri sam-bil memegang seekor kelinci besar, melihat Lan See giok munculkan rdiri, sambil tezrtawa terbahak wbahak ia segerar berseru: "Nah, itulah dia telah munculkan diri!" Lan See giok segera berlari mendekat, menarik tangan Siau thi gou dan berterima kasih kepadanya, tapi oleh karena tidak di jumpai Si Cay soat, pemuda itu jadi celingu-kan----

281

Akhirnya dari jarak tujuh delapan kaki di depan sana, ia saksikan ada sesosok baya-ngan merah sedang berlarian menuju ke arah air terjun dengan kecepatan tinggi. Sambil menuding ke arah bayangan Si Cay soat, Siau thi gou segera berseru: "Engkoh giok ayo berangkat, mari kita lihat enci Soat menangkap ikan!" Mereka berdua segera menyusul dari bela-kangnya dengan gerakan cepat. Setelah berlarian sekian waktu, Si Cay soat yang sedang berlarian di depan telah menghentikan langkahnya. Lan See giok tahu, tempat dimana Si Cay soat berdiri sekarang bisa jadi adalah telaga Cui oh, waktu itu si nona sedang membung-kus rambutnya dengan kain merah. Ketika maju beberapa puluh kaki, lagi dia dapat melihat permukaan telaga yang luas-nya mencapai beberapa bau, airnya berwarna hijau dan beriak terhembus angin, peman-dangan alam di situpun amat indah. Setelah berjalan mendekat, Lan See giok baru menjumpai tempat dimana Si Cay soat berdiri sekarang adalah sebuah tebing yang tinggi, jarak antara tempat itu dengan per-mukaan telaga paling tidak masih mencapai enam tujuh kaki. Walaupun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun dia tak lupa menyampaikan salam untuk Si Cay soat, sekarang ia dapat melihat pakaian yang dikenakan Si Cay soat adalah sebangsa pakaian renang yang kulit bukan kulit sutera, namun terbuat dari seje-nis bahan istimewa. Setelah mengenakan pakaian renang ini, perawakan tubuh Si Cay soat nampak lebih indah, semua lekukan tubuhnya tertera amat jelas, payudaranya yang montok nampak menonjol besar dibagian dada, pinggangnya amat ramping, pahanya berbentuk manis se-dang kakinya terbungkus sepatu kulit ber-warna merah, rambutnya yang panjang juga telah dibungkus kain merah. Lan See giok benar-benar merasa ter-tegun, ia merasakan pandangan matanya menjadi silau, hatinya berdebar keras dan seolah-olah sedang dihadapkan dengan segumpal api. Waktu itu Siau Thi gou hanya berharap enci Soat nya bisa menangkap seekor ikan besar, pada hakekatnya dia tidak memper-hatikan mimik wajah Lan See giok, sepasang matanya yang terbelalak lebar di arahkan terus ke permukaan telaga. Melihat Si Cay soat sama sekali tidak menggubris dirinya. bahkan hanya berdiri di tepi tebing dengan mulut membungkam sa-darlah Lan See giok bahwa gadis itu sedang marah kepadanya.

282

Setelah tersenyum, dengan suara yang amat ramah pemuda itu kembali menyapa. "Selamat pagi adik Soat!" Mendengar sapaan tersebut, Si Cay soat mengerling sekejap ke arahnya dengan pan-dangan indah, kemudian tersenyum. Pada saat itulah... Tiba-tiba terdengar Siau thi gou berteriak keras. "Aaah, seekor ikan Cui oh li (ikan leihi tela-ga cu).. ! " Baru saja dia berteriak, bayangan merah telah berkelebat lewat, Si Cay soat dengan gaya Hay yan si sui (walet air bermain air) telah menubruk ke arah permukaan telaga. Gemetar sekujur badan Lan See giok me-li-hat gerakan tubuh gadis itu, tanpa di-sadari dia menjerit kaget: "Adik Soat, Hati-hati !" Tampak Si Cay soat menekuk pinggang, sepasang lengannya didayungkan bersama lalu sepasang tangannya ditempelkan satu lama lainnya dan .... "Byuuur!". menceburkan diri ke dalam telaga. Percikan air segera memancar ke empat penjuru... Secepat ikan terbang bayangan merah itu meluncur dan menyelam ke dalam air telaga yang berwarna hijau tadi. Lan See giok harus memasang telinga baik-baik sebelum dapat melihat bahwa kurang lebih dua kaki di depan Si Coy soat benar- benar terdapat seekor ikan besar yang sedang berenang menjauhi dengan gerak gerik yang amat gugup. Kejar mengejar pun segera terjadi, ombak menggulung kian ke mari, biarpun sedang berenang, ternyata gerak-gerik Si Cay sobat terlihat indjah sekali. Lang See giok selaibn merasa kagum juga sangat memuji, dia tak menyangka ilmu berenang yang dimiliki gadis itu demikian indah dan sempurna. Dalam hati kecilnya ia segera memutuskan untuk memohon kepada To Seng-cu locian-pwe selain mempelajari ilmu silat yang ter-cantum- dalam kitab pusaka Pwee yap cin keng, diapun hendak mempelajari ilmu berenang, Tiba-tiba Si -Cay soat yang berada, dalam air memutar badannya, kemudian pergela-ngan tangannya diayunkan ke depan seren-tetan cahaya perak langsung me-nyambar ke arah ikan besar itu. Siau thi gou yang menyaksikan kejadian tersebut segera tertawa lebar. Dengan cepat Lan See giok mengalihkan kembali sorot matanya ke arah telaga, waktu itu cahaya perak telah lenyap. sedangkan ikan besar tersebut

283

sudah berguling di atas air kemudian terapung dengan bagian perut nya menghadap ke atas. Si Cay soat segera berenang mendekati-nya, lalu sambil mengempit bangkai ikan besar tadi ia berenang ke tepian. Siau thi gou juga berpaling kearah Lan See giok sambil ujarnya dengan senyum dikulum: "Ilmu peluru pembelah air dari enci Soat amat tepat dan lihay sekali, betapa pun be-sarnya ikan yang diburu dan betapa cepat nya ikan itu berenang, jangan harap bisa lolos dari tangannya." Lan See giok mengangguk berulang kali. namun sorot matanya masih ditujukan ke arah Si Cay soat yang sedang menaiki pantai. Bayangan merah berkelebat lewat dengan menutulkan ujung kakinya di atas tonjolan batu karang, tahu-tahu Si Cay soat telah melompat naik ke atas tebing. Sambil bersorak kegirangan Siau thi gou segera menyerbu ke depan untuk memeluk ikan besar itu. Sambil tersenyum manis Si Cay soat me-ngerling sekejap ke arah Lan See giok yang sedang memandangnya dengan perasaan kagum, pelan-pelan dia membuka pengikat rambutnya, rambut yang panjangpun segera terurai ke bawah. Lan See giok yang menyaksikan kejadian itu segera merasakan hatinya berdebar keras, gerak gerik Si Cay soat memang sungguh terlampau indah. Tanpa terasa diapun memuji sambbil ter-senyum.j "Adik Soat, iglmu berenangmu bsungguh amat indah, bila suatu ketika Ihheng- pun dapat menguasai ilmu tersebut sesempurna kau, tentu akan merasa sangat puas." Sekali lagi Si Cay soat tertawa manis, tiba-tiba ia menegur: "Apa sih Ih-heng... Ih-heng terus terusan? Masa lagakmu selalu sok sungkan?" Merah padam selembar wajah Lan See giok, buru-buru dia mengiakan berulang kali, walaupun kena disemprot. . anehnya dia sama sekali tidak mendongkol. Dalam pada itu Siau thi gou telah selesai mengikatkan ikan besar dan kelinci besar itu, dengan gembira ia berteriak keras: "Ayo berangkat, kita harus siapkan san-tapan siang yang paling lezat" Maka berangkatlah ke tiga orang itu menuju ke hutan. Setibanya di depan hutan, Lan See giok berjalan mengikuti di belakang Si Cay soat.

284

Hutan tersebut dalamnya hanya sepuluh kaki, dalam beberapa kali lompatan saja mereka telah menembusi hutan tersebut. Lan See giok mengikuti di belakang Si Cay soat menuju ke sebuah ruang kecil yang ter-letak di belakang ruangan batu. Tiba di depan ruangan itu, ternyata di situ letak dapur, semua peralatan dapur tersedia komplit di situ. Si Cay soat segera membalikkan tubuhnya, lalu kepada Lan See giok dan Siau thi gou ujarnya. "Engkoh giok menguliti kelinci. Adik Thi gou memotong ikan. aku akan pulang dulu untuk berganti pakaian" Sembari berkata. dia membalikkan badan menuju ke dalam ruang batu. Siau thi gou segera mengambil pisau dan mulai membersihkan sisik ikan dan mem-ber-sihkan isi perutnya, cara kerjanya cekatan dan amat terlatih. Selama Lan See giok mengikuti ayahnya hidup dalam kuburan kuno, diapun sering kali berburu, maka soal menguliti kelinci juga bukan sesuatu pekerjaan yang asing baginya. Sambil membersihkan ikan, tiba-tiba Siau thi gou bertanya: "Engkoh Giok, apakah kau datang kemari khusus untuk belajar ilmu dari suhu?" Lan See giok mengangguk, jawabnya de-ngan bersungguh hati: "Benar, aku datrang kemari atasz petunjuk dari wlocianpwe . . "r "Sungguh aneh" kembali Siau thi gou me-nukas, "kalau toh tujuanmu belajar ilmu, mengapa kau masih saja memanggil suhu sebagai locianpwe?" Lan See giok menjadi tertegun menghadapi pertanyaan tersebut, ia segera berhenti bekerja dan bisiknya: "Adik thi gou, aku belum pernah meng-ang-kat guru, konon kalau hendak melakukan upacara pengangkatan, maka kita mesti menyembah empat kali, apa yang kau laku-kan dulu?"! "Tanpa ragu Siau thi gou segera menjawab: "Aku merangkak di atas tanah dan me-nyembah berulang kali . .. " Belum selesai dia berkata, bayangan merah berkelebat lewat, Si Cay soat yang selesai berganti pakaian telah muncul kembali di situ. agaknya diapun sempat mendengar pembicaraan kedua orang itu, kepada Lan See giok segera ujarnya: "Engkoh Giok, suhu orangnya ramah dan pengasih, dia tidak terlalu memperhatikan soal tetek bengek, selesai bersantap siang nanti, kau cukup menyembah empat kali di-hadapannya sambil memanggil suhu, aku pikir itu sudah cukup."

285

Lan See giok memandang ke arah Si Cay soat dengan penuh rasa terima kasih, setelah mengiakan diapun melanjutkan pekerjaan-nya menguliti kelinci. Mendekati tengah hari pekerjaan memasak pun telah selesai, hidangan segera disajikan, selain ang sio hi, panggang daging kelinci, sayur sayuran, kuah tahu, masih tersedia pula seguci besar arak wangi. Ketika semuanya sudah siap, Siau thi gou baru berteriak ke arah gua: "Suhu, silahkan bersantap." Tak lama kemudian, To seng cu dengan jubah kuningnya telah muncul dari balik gua, senyum ramah masih menghiasi wajah-nya. Dalam pada itu Si Cay soat telah menuang empat cawan arak, isi cawan bagi dirinya ke-lihatan paling sedikit. Lan See giok menunggu sampai To-seng-cu sudah duduk, dia baru menjatuhkan diri berlutut dan menyembah empat kali sambil katanya dengan serius. "Suhu berada di atas, terimalah penghor-matan dari tecu Lan See giok..." Sambil mengelus jenggotnya To seng cu tertawa terbahak bahak, ditatapnya pemuda itu dengan ramah, lalu ujarnya tersenyum. "Anak giok, ayo cepat bangun!" Walaupun Siau thi gou kelihatan agak bodoh, akan tetapi diapun dapat melihat kalau gurunya sedang amat gembira pada hari ini. Lan See giok segera bangkit dan duduk di samping Siau thi gou, sedang Si Cay soat yang hendak membuat gembira gurunya mengambil cawan arak dan berseru kepada To seng cu sambil tertawa. "Suhu, Soat-ji menghormati secawan arak untukmu, kionghi kau orang tua telah me-nerima seorang murid baru." `To seng-cu tertawa terbahak bahak. Haaahhh...haaahhh...haaahhh....budak binal, bukankah kau pun termasuk murid suhu yang baik?" Diangkatnya cawan arak dan diteguk de-ngan lahap. Siau thi gou turut mengangkat cawan araknya, suasana riang gembira segera me-nyelimuti seluruh ruangan. Ketika To seng cu mencicipi Ang sio hi, dia memuji tiada hentinya atas kelezatan hida-ngan tersebut. Tergerak hati Lan See giok, dia segera teri-ngat kembali dengan ilmu berenang yang di-miliki Si Cay soat, maka menggunakan ke-bsempatan tersebjut segera ujarngya dengan hormabt. "Suhu diantara lima cacad dari tiga telaga, tecu sudah mendapat tahu kalau si Tongkat besi berkaki tunggal berdiam di benteng Pek hoo cay, si

286

beruang berlengan tunggal ber-diam di bukit Tay ang san, sedang si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san bercokol di benteng Wi-limpoo yang dikitari telaga phoa yang oh, tecu rasa dua manusia cacad lainnya pasti berdiam pula di atas telaga. . ."" Sebelum Lan See giok menyelesaikan kata katanya, sambil mengelus jenggot To seng cu segera menyela. "Benar, si Setan ganas bermata tunggal yang terhitung paling garang, ia berdiam di Lim lo pah, orang ini termasuk yang memiliki daya pengaruh terbesar antara rekan-rekannya, sedang si binatang bertanduk tunggal yang berilmu silat paling lemah tapi berotak paling cerdas itu, berdi-am di telaga Pek toh oh, ia telah ditotok mati oleh serga-pan Oh tin san sehingga tak perlu dikuatir-kan lagi, diantaranya aku kira yang patut diperhitungkan kekuatan nya adalah si raja ganas dari telaga Tong Ting oh, si Setan ganas bermata tunggal Toan Ci tin tersebut. Lan See giok berkerut kening, lalu berkata dengan sedih. "Dari lima manusia cacad di tiga telaga, tiga diantaranya menjagoi di atas telaga, padahal anak Giok tidak mengerti ilmu berenang, bila hendak menyelidiki jejak mereka rasanya sukar sekali, mohon suhu bersedia mewariskan pula ilmu berenang kepada anak giok". To seng cu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, sa-hutnya dengan gembira: "Berbicara soal ilmu berenang, dalam dunia persilatan tiada orang yang bisa menandingi kehebatan Hu-yong siancu, se-balik nya berbicara dari tingkat muda, orang yang berilmu berenang paling tinggi adalah enci Cian mu, sedangkan ilmu berenang dari adik Soat mu berasal dari ajaran si naga sakti pembalik sungai, suhu sendiri sama sekali tidak menguasai kepandaian tersebut. Setelah berhenti sejenak, dia memandang kearah Si Cay soat yang sedang cemberut dan tidak senang hati itu, kemudian me-lan-jutkan sambil tertawa: "Namun, bila kau memang berniat untuk mempelajari kepandaian tersebut, tak ada salahnya untuk minta kepada adik Soat mbu untuk mengajajrkan dasar dasagrnya, sampai sib naga Sakti pembalik sungai datang ke Hoa San, barulah kau minta pelajaran secara langsung kepadanya---" Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut menjadi sangat gembira, ia segera bangkit meninggalkan tempat duduknya dan menjura kepada Si Cay soat sambil serunya: "Adik soat, kalau begitu Ih-heng meng-u-capkan banyak terima kasih dulu kepadamu,"

287

Dalam hati kecilnya Si Cay soat me-rasa kegirangan, dia segera bangkit dan balas memberi hormat, pikirnya: "Hmm, mulai hari ini pasti akan seperti Siau thi gou, selalu menuruti petunjukku." Sebaliknya diluaran dia berkata dengan tenang: "Engkoh giok, harap kau jangan berbuat demikian, siau moay tak berani menerima-nya." Kemudian sengaja dia menengok ke arah To-seng-cu dan berkata kembali: "Suhu, engkoh Giok kan sudah mempunyai enci Cian yang sangat lihay dalam ilmu berenang. bila soat ji memberi pelajaran dulu kepada engkoh giok, jangan-jangan ada orang yang merasa tak senang hati..." To seng cu cukup mengetahui akan kebi-nalan muridnya ini, sekalipun demikian dia ,juga tahu kalau sesungguhnya gadis ini amat ramah dan berhati mulia, diapun sadar bahwa gadis ini diam-diam merasa tak puas dengan ilmu berenang yang dimiliki Ciu Siau cian, maka setelah tertawa geli katanya: "Tidak mungkin, tidak mungkin, bila Ciu Siau-cian merasa tak puas kau dan anak giok bisa minta pelajaran bersama dengan-nya!" Si Cay soat adalah seorang gadis yang pintar dan cekatan, walaupun ia tahu bahwa gurunya sengaja menggoda, tapi diapun mengerti, andaikata ilmu berenang yang di-miliki Ciu Siau-cian tidak lebih sempurna daripada kepandaiannya, tak mungkin guru nya akan berkata demikian: Oleh sebab itu dengan nada tak percaya dia berkata dengan bersungguh sungguh: "Suhu, benarkah ilmu berenang yang di-miliki enci Ciannya engkoh giok masih jauh lebih hebat daripada si naga tua pembalik sungai?" To seng cu tahu kalau Si Cay soat telah memahami maksudnya, sambil tersenyum ia segera menjawab: "Kalrau Thio loko muz mengandalkan twenaga dalamnya ryang sempurna, maka enci Cian- mu lebih mengandalkan gerakan tubuhnya yang lihay dan luar biasa, terutama sekali ilmu pedang di dalam airnya, sungguh cepat nya luar biasa, bahkan tidak kalah sempurna nya dari ilmu berenang yang dimiliki ibu nya. Berbicara sampai di situ, dia memandang sekejap ke tiga orang muda mudi dengan pandangan penuh kasih sayang . . . Kejut dan girang menyelimuti seluruh wa-jah Lan See giok, dia seperti tidak percaya kalau enci Ciannya yang begitu lembut, tenang dan cantik jelita bak bidadari dari kah-yangan, ternyata memiliki ilmu berenang yang jauh lebih hebat dari pada si naga pem-balik sungai.

288

Si Cay soat sendiri tentu saja percaya seratus persen atas perkataan dari gurunya, suatu perubahan aneh segera menghiasi paras mukanya, dia seperti ingin secepatnya dapat bertemu dengan Ciu Siau cian. Hanya Siau thi gou seorang yang tidak menaruh perhatian khusus atas persoalan ini namun perkataan dari gurunya juga tak be-rani tidak didengarkan, dengan membelalak-kan sepasang matanya dia awasi gurunya tanpa berkedip, meski begitu dia pun tidak lupa untuk melalap daging dan ikan yang di-hidangkan dihadapannya. To seng cu memandang sekejap ke tiga murid kesayangannya, ia merasa amat gem-bira terutama setelah menerima Lan See giok, dia merasa kepandaian silatnya bakal ada yang mewarisi. Maka sambil menengok ke arah Si Cay soat, katanya lebih lanjut dengan mengan-dung arti mendalam: Soat ji, bila kau bertemu dengan Ciu Siau cian lain waktu, panggillah lebih banyak enci kepadanya, suhu jamin pasti ada keuntu-ngan bagimu." Si Cay soat mengangguk berulang kali, senyum kegirangan kembali menghiasi wa-jahnya, sifat ke kanak kanaknya juga sangat menonjol dimukanya. Sementara itu, Lan See giok merasa gem-bira sekali karena gurunya To seng cu me-muji kehebatan enci Cian nya. di dalam hati kecilnya dia lantas berjanji, bila ia berhasil mempelajari ilmu silat yang tercantum dalam kitab Hud bun pwe-yap cinkeng tersebut, dia akan mewariskan kembali kepandaian terse-but kepada encinya agar gadis itu menjadi seorang pendekar wanita yang tiada keduanya di dunia ini. Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa dia tertawa. sinar matanya turut ber-kilat-kilat, To seng cu adalah seorang jagoan nomor wahid yang amat disegani orang di dalam dunia persilatan dewasa ini, walaupun usianya sudah mencapai seratus tahun, na-mun hatinya ramah dari orangnya saleh, setiap orang yang berhubungan dengannya pasti akan menaruh hormat dan sayang kepadanya. Ketika ia menangkap sinar berkilat dari balik mata Lan See giok, orang tua itu segera mengetahui kalau si bocah lagi memikirkan suatu kejadian yang meng-gembirakan hati-nya. Maka setelah meneguk araknya, dia ber-tanya sambil tertawa. "Anak giok, persoalan apa sih yang sedang kau bayangkan? Mengapa kau nampak kegi-rangan?" Lan See giok tidak menduga kalau guru-nya akan mengajukan pertanyaan seperti itu, dia menjadi tergagap, mukanya memerah dan segera memperlihatkan perasaan tidak tenang.

289

Melihat pemuda itu tidak berusaha untuk membohonginya, senyum gembira sekali lagi menghiasi wajah To Seng cu. Si Cay soat memang gadis yang pintar, ia segera cemberut dan sambil mendengus kalanya agak cemburu: "Apa lagi? Tentu sedang membayangkan enci Cian nya yang lihay dalam ilmu berenang!" BAB 14 LAN See giok tidak menyangka kalau Si Cay soat bakal membongkar rahasia hatinya secara blak blakan, ia terkejut dan wajahnya segera berubah, buru-buru seru-nya kepada To seng cu: "Anak giok tidak becus, dihadapan suhu memang masih teringat enci Cian, harap suhu sudi memaafkan ketidak tahuan anak giok!" Si Cay soat maupun Siau thi gobu jadi melongo,j mereka tidak hgabis mengerti abpa sebabnya Lan See giok menunjukkan wajah gugup, dengan sorot mata yang bimbang tiada hentinya mereka awasi Lan See giok dan To seng cu secara bergantian, agaknya mereka berusaha mencari tahu masalah apakah yang membuat pemuda itu demikian gugupnya? To seng cu juga tidak berkata kata. Ia me-neguk habis isi cawannya. lalu sambil me-nyodorkan mangkuk kosong itu ke hadapan Sian thi gou yang masih tertegun. kata-nya dengan suara rendah dan berat, "Gou- ji. penuhi cawanku ini! " Sementara itu, walaupun Si Cay soat juga dibuat kebingungan, namun dia dapat meli-hat bahwa suhunya sedikit tak bisa mengen-dalikan rasa gembiranya, sudah jelas guru-nya sedang merasa kegirangan setengah mati. Siau thi-gou segera memenuhi cawan gu-runya dengan arak dan mengangsurkan kembali ke atas meja To seng cu, kembali ke hadapan gurunya. Setelah menerima cawan dan meletakkan kembali ke atas meja, To seng cu kembali berkata dengan wajah serius: "Selama berada dihadapan guru, berpikir-an cabang dan menjawab secara ngawur perta-nyaan guru, hal ini merupakan pantangan terbesar bagi dunia persilatan, yang ringan, pelanggarannya akan peroleh hukuman, yang berat akan dikeluarkan dari perguruan, anak giok, kau masih muda tapi setia dan seder-hana, sungguh tidak kecewa kuterima dirimu sebagai murid!" Selesai berkata, dia meneguk araknya sampai habis. Lan See giok terharu sekali oleh perkataan itu, sekali lagi dia memberi hormat sambil berkata:

290

"Anak giok bodoh, mungkin hanya akan menyia nyiakan harapan suhu saja! To seng cu meneguk setengah cawan arak lagi, kini gejolak emosinya telah mereda, melihat di atas wajah pemuda itu tidak ter-lintas perasaan bangga, katanya kemudian lengan ramah: "Anak giok, duduklah suhu tidak akan menyalahkan dirimu lagi- - -" Sambil berkata, dia membuat gerakan de-ngan mempersilahkan pemuda itu duduk. Lan See giok segera mengiakan dengan hormat dan duduk, Si Cay soat pun merasa gugup dan panik. ia benar-benar tak me-nyangka kalau perbuatannya bakal segawat itu, terbayang kembali ketika ia membongkar rahasia hbati Lan See giojk, saking menyegsal-nya dia sambpai menundukkan kepalanya rendah--rendah. Namun dia bisa menduga, dengan tenaga dalam gurunya yang begitu sempurna serta ketebalan imannya yang mengagumkan, toh tak mampu mengendalikan gejolak emosi-nya, hal ini menandakan betapa gembira nya orang tua itu setelah mendapatkan Lan. See giok sebagai muridnya. Siau thi gou orangnya ramah den polos, meski ia tidak mengerti apa gerangan yang terjadi, namun dapat terasa olehnya kalau enci Soat maupun engkoh giok nya sama-sama telah melakukan kesalahan besar. To seng cu sangat gembira, setelah me-mandang sekejap ketiga orang bocah itu un-tuk mengurangi perasaan tak tenang dalam hati mereka, maka ujarnya kemudian sambil tersenyum. "Sekarang, aku akan mengisahkan kembali peristiwa pada sepuluh tahun berselang ketika kitab cinkeng itu lenyap, agar kisah tadi bisa menambah pengetahuan kalian se-mua." Mendengar perkataan itu, muda mudi ber-tiga itu segera meletakkan kembali sumpit nya dan bersama sama memandang ke arah guru mereka> Sambil tertawa ramah To seng cu segera berkata: "Kalian boleh mendengarkan sambil makan dan minum." Kemudian setelah meneguk seteguk arak dan termenung beberapa saat, dia pun mulai bercerita. "Sepuluh tahun berselang, di dalam kala-ngan hitam terdapat lima orang jago lihay, mereka adalah lima cacad dari tiga telaga yang termasyhur sekarang, entah dari mana mereka peroleh kabar ternyata orang- orang itu mendapat tahu kalau aku memiliki sejilid kitab pusaka ilmu silat yang amat hebat." "Kemudian, berkumpullah mereka me-rundingkan bagaimana cara mencuri kitab tadi dan kemudian mempelajarinya ber-sama sama.

291

"Dasar bangsa kurcaci, walaupun mereka telah memutuskan bersama, toh dihati kecil masing-masing masih saja saling curiga men-curigai. namun untuk menghindari perhatian orang, secara terpisah mereka datang ke Hoa San dan berkumpul di bawah bukit sambil berunding bagaimana caranya mengamati gerak gerikku. "Justru persoalran menjadi berazntakan aki-bat wsuatu kebetulanr, pada waktu itu aku se-dang bersemedi di dalam gua, mendadak kudengar suara golok sedang mengukir batu di depan dinding gua . . . " Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar perkataan itu, dia tahu yang di maksudkan gurunya, sudah pasti bait-bait syair yang terpampang di atas dinding di mulut gua tersebut, hanya saja ia tidak habis mengerti siapakah perempuan tersebut. Setelah meneguk araknya setegukan, To seng cu berkata lebih jauh: "Tergerak hatiku waktu itu sehingga segera munculkan diri, namun untuk menghindar mulut guaku ketahuan orang luar, aku tidak membuka pintu secara langsung, sampai orang itu sudah pergi jauh, barulah kubuka pintu gua dan ke luar. . ." Lan See giok kembali merasa tidak habis mengerti, mengapa ia tidak menjumpai "pintu gua" ketika memasukinya semalam, tapi kalau menurut pembicaraan suhu pintu gua tersebut pasti tersembunyi di balik dinding gua sehingga tidak terlihat sama sekali. Dalam pada itu, To seng cu telah berkata lebih jauh: "Menanti suhu sampai di pintu depan, orang itu sudah pergi hingga tak terlihat lagi, kubaca sebentar bait syair di dinding gua itu lalu menembusi hutan tho dan me-ngejar ke luar lembah, tak lama kemudian kusaksikan seseorang sedang berlarian dengan cepat, menanti kususul lebih dekat, baru kuketahui kalau orang itu adalah Hu-yong siancu Han sin wan . . . Tergetar perasaan Lan See giok, tanpa terasa serunya kaget: "Aaah . . dia . . . dia adalah bibi Wan . . . . ?" "Benar, orang yang mengukir tulisan di de-pan gua tak lain adalah bibi Wanmu." "Suhu, masalah pedih apakah yang dialami bibi Wan sehingga dia merasa begitu sedih?" tanya Lan See giok dengan perasaan tidak habis mengerti. Tong seng cu berkerut kening seakan -akan enggan menjawab pertanyaan itu, kemudian katanya sambil tersenyum. "Masalah ini menyangkut hubungan antara orang tuamu dengan bibi Wan, aku sendiri juga kurang tahu sehingga lebih baik tak usah kuterangkan di sini, tak ada salahnya bila kau tanyakan sendiri kepada bibimu di kemudian hari, mungkin dia akan mencerita-kan pengalamannya kepada mu. "

292

Melihat gurunya enggan menjawab, sudah barang tentu Lan See giok tak berani ber-tanya lebih jauh, terpaksa dia mengiakan berulang kali. Tampaknya Siau thi gou memperhatikan sekali masalah tercurinya kitab cinkeng itu, dengan gelisah tiba-tiba dia menyela: ""Suhu, ketika kau ke luar dari gua, sudah pasti pintu depan lupa kau tutup kembali?" "Benar"! To seng cu segera mengangguk, waktu itu aku memang kelewat gegabah, menanti aku tiba kembali di gua, baru ku-jumpai kotak kecil di atas meja telah lenyap. segera aku sadar bahwa kotak itu tercuri, dengan perasaan gelisah akupun segera menyusul ke luar lembah." Berbicara sampai di situ dia, memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang mendengarkan dengan seksama, kemudian baru lanjutnya lebih jauh. "Sewaktu aku mengejar sampai di luar hutan tho, Hu-yong siancu belum pergi, tapi di sisinya telah bertambah seseorang, orang itu tak lain adalah ayahmu. si peluru perak gurdi emas Lan Khong-tay." Berhubung To seng cu bercerita sambil menengok ke arahnya, Lan See giok sudah memahami maksud gurunya, itulah sebab-nya ia tidak merasa keheranan ketika ayah-nya disinggung: "Waktu itu aku paling mencurigai ayahmu, tapi setelah mendengar perkenalan dari Hu-yong siancu, barulah kuketahui kalau ayahmu adalah Lan tayhiap yang termasyhur namanya dalam dunia persilatan, karena itu rasa curigaku segera lenyap. Atas perta-nyaanku, baru kuketahui ayahmu telah ber-jumpa dengan Pek-ho-caycu si toya guntur Gui Pak-cian, serta Wi-lim pocu Oh Tin-san di mulut lembah. "Kedua orang itu merupakan pentolan kaum hitam yang termasyhur sekali." "Kemunculan mereka di bukit Hoa San segera menimbulkan kecurigaanku, segera kukejar mereka ke luar lembah, sedang ayahmu serta Hu-yong siancu juga menyusul di belakangku. Setelah mengejar melampaui dua buah puncak bukit, diantara hutan bambu dan pohon siong kulihat ada lima sosok bayang-an manusia sedang kabur ke luar bukit. Aku pun segera mengeluarkan ilmu berjalan ter-bang menempel angin untuk menyusul di belakang mereka. "Sampai aku sudah berada di belakangnya, kelima orang itu baru merasakan kehadiran-ku, saat itu juga mereka kabur terbirit -birit ke empat penjuru. "Dalam keadaan begini, mustahil bagiku untuk mengejar mereka satu persatu, maka di dalam gelisahnya dicampur gusar dan mendongkol, terpaksa aku turun tangan keji."

293

"Mula pertama kukutungi dulu kaki kiri dari Gui Pak ciang, Caycu dari Pekho cay, kemudian Pek toh oh cu si binatang bertan-duk tunggal Si Yu gi menjadi ketakutan dan berlutut minta ampun sambil menerangkan kalau cinkeng tersebut berada di tangan Kiong Tek ciong, Cong Caycu dari bukit Tay ang san, "Waktu itu aku tidak tahu siapa yang ber-nama Kiong Tek ciong, karena itu ku kejar Toan Ci tin dari telaga Tong Ong oh sambil melepaskan sebiji biji cemara untuk menghalangi niatnya melarikan diri, siapa tahu ketika biji cemara itu hampir mengenai tubuhnya, kebetulan Toan Ci tin sedang menengok ke belakang, tak ampun lagi biji ce-mara itu bersarang telak di mata sebelah kirinya. "Atas pertanyaanku baru kuketahui arah Kiong Tek ciong melarikan diri, waktu itu Oh Tin San sedang kabur membuntuti Kiong Tek ciong, walaupun alasannya hendak me-lindungi padahal tujuannya yang utama adalah mengawasi gerak gerik rekannya. "Ketika aku mengejar mereka lebih jauh dalam keadaan terpojok ternyata ke dua orang itu melakukan perlawanan, maka dalam gusarnya kubacok kutung lengan kiri Kiong Tek ciong sedangkan Oh Tin san segera berlutut minta ampun, berhubung aku tahu kalau dia orangnya keji dan berbahaya maka segera kupotong sebuah telinga kirinya seba-gai hukuman. "Setelah kuperiksa kedua orang itu, baru-lah diketahui kalau kotak kecil tadi sudah terjatuh dalam perjalanan, tapi ketika kemu-dian kucari, kotak tersebut sama sekali tak berhasil kutemukan kembali, biar begitu aku percaya kalau Kiong Tek ciong dan Oh Tin san tidak berbohong. "Menanti pikiran dan perasaanku sudah mulai mereda kembali, baru kusesalkan per-buatan berdarah yang telah kulakukan, itu-lah sebabnya kubebaskan Oh Tin san ber-lima. "Waktu itu meski akupun sedikit menaruh curiga kepada ayahmu dan Huyong siancu yang tidak menyusul datang, tapi aku perca-ya bila kotak cinkeng itu berhasil mereka te-mukan niscaya akan dikembalikan kepadaku, tapi sampai matahari tenggelam di langit barat aku belum juga melihat ayah-mu datang, akhirnya baru kuketahui apa sebab-nya ayahmu tidak datang mencariku: "Pertama mereka tidak tahu siapakah aku, mengapa mengejar Oh Tin san sekalian dan kedua mereka tahu kalau kotak kecil itu milikku, namun tidak mengetahui bagai-mana caranya untuk mengembalikan, sebab ketika Huyong siancu mengukir syair di depan gua. pintu gua berada dalam keadaan tertutup, menanti aku membukanya. dia telah berada di luar hutan tho. "Berhubung orang tuamu dan Hu-yong siancu kemudian lenyap secara tiba-tiba dari dunia persilatan. Oh Tin san sekalian-pun mulai menelusuri

294

jejak ayahmu, itulah se-babnya mereka dapat membuktikan pula kalau kitab Cinkeng tersebut memang berha-sil ditemukan oleh ayahmu serta bibi Wan mu . . . Si Cay soat yang membungkam selama ini, tiba-tiba menimbrung: "Suhu, Hu-yong siancu yang sudah mem-buat tulisan di atas dinding gua saja tidak menemukan mulut gua tersebut, mengapa Oh Tin san sekalian bisa tahu kalau suhu berdiam di dalam gua tersebut? To seng cu segera menghela napas panjang "Aai, peristiwa ini sesungguhnya bersum-ber pada perbuatan Hu-yong siancu ketika mengukir syair di atas dinding gua sana, se-bagaimana diketahui Hu-yong siancu adalah seorang perempuan yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, entah berapa ba-nyak lelaki yang pernah jatuh hati kepadanya dimasa lalu. Ketika Oh Tin san sekalian menjumpai kemunculan Hu-yong siancu di bawah puncak giok li hong mereka pun menjadi tertarik dan diam-diam menguntit dari belakang. "Tatkala Hu-yong siancu selesai mengukir tulisan kemudian berlalu, Oh Tin san sekalian dengan perasaan ingin tahu segera munculkan diri untuk melihat tulisan apakah yang diukir Hu-yong siancu di atas dinding, siapa sangka pada saat itulah secara kebe-tulan aku membuka pintu gua.!" Siau thi gou yang mendengar sampai di situ segera menyela pula dengan suara lan-tang: "Waah, itu namanya sudah takdir!" Dengan ramah dan penuh kasih sayang To-seng cu memandang sekejap kearah Siau thi gou, lalu manggut-manggut seraya men-jawab: "Benar, akupun berpendapat demikian, oleh sebab itu aku segera kembali ke gua dan minta ampun kepada sucou kalian. bahkan bersumpah selama hayat masih dikandung badan pasti akan mendapatkan kembali kitab cinkeng tersebut.. "Suhu, cousu yaa berada di mana? Menga-pa Gou ji tidak tahu?" Siau thi gou segera bertanya dengan nada tidak mengerti. "Gua ini merupakan hasil pembangunan dari cousu di masa lalu, beliau merubahnya dari sebuah gua alam menjadi sebuah tempat tinggal yang indah. Ketika itu akupun cuma berusia sebelas dua belas tahunan, masih lebih kecil daripada kalian, sebelum sucou kalian kembali ke alam baka. dia khusus membuat sepasang "lian" di kedua belah pintu gua yang terbuat dari tatahan mutu manikam serta intan permata yang tak ter-nilai harga nya, itulah sebabnya setiap kali aku peroleh kesulitan, pasti akan berlutut di depan pintu itu sambil berdoa dan minta pengarahan." Tergerak hati Lan See giok sesudah men-dengar perkataan itu, segera ujarnya kemu-dian dengan hormat.

295

"Tatkala anak giok membaca sepasang "lian" yang berada di depan pintu gua sudah terasa olehku bahwa tulisan mana merupa-kan hasil karya seorang Bulim Cianpwe yang amat saleh dan hebat. Kini anak giok telah masuk perguruan dan membonceng ketena-ran suhu dan sucou, apakah suhu bersedia menerangkan nama sucou kami agar anak giok sekalianpun mendapat tahu siapa nama sebenarnya sucou kami yang mulia itu."" Paras muka To seng cu segera berubah menjadi amat serius, dipandangnya aneka bunga di luar ruangan dengan ter-mangu, sampai lama kemudian pelan-pelan ia baru berkata: "Sucou kalian Thian ih siu telah berusia dua ratusan tahun, beliau merupakan se-o-rang dewa pedang yang paling hebat pada seratus lima puluh tahun berselang, beliau sudah bertapa hampir seratus tahun di dalam gua ini. Sebelum kembali ke alam baka, sucou kalian khusus mencatatkan segenap ilmu silatnya di atas Hud bun- pwee yap cinkeng tersebut dan diwariskan kepadaku, kemudian dengan membawa pedangnya beliaupun berangkat ke alam baka untuk menjadi dewa abadi--Ketika menyelesaikan perkataan itu, paras muka To seng cu nampak berubah menjadi merah segar dan penuh dengan perasaan kagum. Biarpun ketiga orang muda mudi itu masih kecil, mereka pun dapat melihat pancaran sinar hormat dan perasaan kagum .yang tak terhingga dari suhu mereka ter-hadap sucou-nya. Siau thi gou merasa sedih sekali tiba-tiba ia bertanya: "Suhu, semenjak sucou menjadi dewa, per-nah beliau pulang untuk menengokmu?" "Tidak pernah" To Seng cu menggelengkan kepalanya dengan sedih, "semenjak dia orang tua menjadi dewa, beliau hidup bebas di alam sana dan tak pernah akan kembali ke dunia yang fana lagi" Lan See giok serta Si Cay soat yang melihat kemurungan suhunya. kini jadi menyesal karena sudah menanyakan soal sucou mereka sehingga memancing rasa murung bagi gurunya, karena itu mereka semua merasa turut tak tenang. Siau thi gou yang melihat gurunya sedih, kembali bertanya dengan tidak habis mengerti: "Suhu, baikkah bila sucou menjadi dewa?"" To seng-cu tertegun dibuatnya, tapi sahut nya juga meski tidak memahami maksud muridnya" "Tentu saja amat baik, dia orang tua telah berhasil memperoleh apa yang di kehendaki-nya, kita sebagai angkatan muda tentu saja harus ikut bergembira."

296

"Lantas apa sebabnya kau orang tua nam-pak tak senang hati?" seru Siau thi--gou polos. Kontan saja To seng-cu dibuat tersumbat mulutnya oleh ucapan Siau thi gou, tak tahan lagi ia segera mendongakkan kepala-nya dan tertawa terbahak-bahak. Melihat Siau thi gou berhasil memancing gelak tertawa guru mereka, Lan See giok serta Si Cay soat juga ikut tertawa, mereka sama-sama menengok ke arah Thi gou de-ngan sorot mata kagum. Sambil mengelus jenggotnya dan me-man-dang ketiga orang bocah itu dengan riang To seng cu berkata: "Tengah malam nanti. aku akan mewaris-kan ilmu silat maha sakti yang tercantum dalam Hud bun pwee yap cin keng kepada engkoh giok kalian, Soat-ji serta Thi gou ha-rus menjadi pelindung pada saatnya nanti, bselewat malam njanti kalian bergtiga harus su-dbah mempersiapkan diri baik-baik dan menunggu perintah dihadapanku," Kejut dan gembira Lan See giok mendengar perkataan itu, sedangkan Si Cay soat, dan Siau thi gou segera mengiakan dengan hor-mat. Santapan siang itu dilewatkan dalam sua-sana riang gembira, guru dan murid empat orangpun nampak sedikit agak mabuk.. Matahari senja sudah mulai tenggelam di balik awan, senja yang gelap mulai menyeli-muti Giok-li-hong... Lan See giok dan Siau thi gou sedang mengeringkan pakaian dengan asap dupa. Lan See giok tidak mempunyai banyak pakaian untuk berganti, karena itu dia hanya mengeringkan jubahnya yang berwarna biru saja serta pakaian dalamnya. Tiba-tiba Siau thi gou bertanya dengan nada tak mengerti: "Engkoh Giok, kau tidak membawa bunta-lan pakaian?" Lan See giok menggelengkan kepalanya bertulang kali. "Berhubung aku datang dengan tergesa gesa, bibi Wan tak sempat mempersiapkan segala sesuatunya bagiku, apalagi pakaianku kebanyakan masih tertinggal di dalam kubu-ran kuno" Mencorong sinar tajam dari balik mata Siau thi gou, seakan akan teringat akan se-suatu, ia segera melompat bangun sambil berkata. "Aaah, teringat aku sekarang, buntalanmu itu berada dalam kamar enci Soat, bahkan masih terdapat pula Sembilan butir peluru perak yang berkilauan" Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, paras mukanya berubah, serunya tak tertahan lagi.

297

"Apa kau bilang?" Siau thi gou segera meletakkan pakaian nya ke atas lantai, kemudian bisiknya: "Enci Soat sedang mandi di atas, ia tidak berada di kamarnya, ayo biar kuambilkan untukmu" Sambil berkata, ia segera menarik Lan See giok menuju ke kamar tidur Si Cay soat. Lan See giok merasa amat gelisah bercam-pur bimbang, saat ini dia seolah-olah lupa kalau tidak patut seorang lelaki memasuki bkamar tidur seojrang dara, menggikuti Siau thi bgou mereka langsung menuju ke arah kamar tersebut. Tiba dalam kamar tidur Si Cay soat, teren-dus bau harum semerbak yang menyegar-kan badan, saat itulah Lan See giok baru mendu-sin dari kekhilafannya dan segera berhenti di pintu luar. Siau thi gou masih polos kekanak- kanakan, apalagi usianya dua tiga tahun lebih muda dari pada Lan See giok, dia langsung memasuki kamar tidur enci Soat-nya tanpa canggung. Tapi Siau thi gou sendiripun tidak me-nyangka kalau di atas permadani ruangan tergeletak pakaian luar serta pakaian dalam Si Cay soat yang baru dilepas. Lan See giok segera merasakan hati-nya berdebar keras dan wajahnya merah padam, dengan perasaan kaget dia mundur dua langkah dari posisi semula. Berbeda sekali dengan Siau thi gou, de-ngan acuh tak acuh dia melanjutkan lang-kahnya melewati celana dalam, pakaian dalam dan gaun gadis tersebut sambil mema-suki ruang dalam. Lan See giok segera mengalihkan kembali pandangan matanya ke dalam ruangan, kali ini paras mukanya berubah, rupanya pedang Jit hoa kiam beserta kotak kecil emas itu diletakkan menjadi satu dengan buntalan-nya, hanya pedang Jit hui kiam serta kotak kecil itu yang lain tidak diketahui berada di mana? Waktu, Siau thi gou sudah bermaksud mengembalikan bungkusan kecil itu, bahkan bisiknya dengan girang. "Coba kau lihat engkoh giok, bukankah bungkusan ini milikmu?" Lan See giok segera mengenali bungkusan itu sebagai miliknya yang tertinggal di dalam kuburan kuno, namun diapun mengerti bahwa bungkusan itu tidak boleh diambil sekarang, oleh sebab itu dengan gelisah ia lantas berseru: "Adik Thi gou, cepat kembalikan ke tempat asalnya, ayo cepat ke luar-.-!"

298

Melihat wajah tegang dan peluh bercu-curan yang membasahi muka Lan See giok yang gelisah, Siau thi gou segera tahu kalau persoalannya tidak semudah itu, dengan terkejut ia meletakkan kembali bungkusan tersebut ke tempat semula, kemudian melompat ke luar dari dalam ruangan. Lan See giok lebih-lebih tak berani berayal lagi, sambil menarik tangan Siau thi gou mereka segera mengundurrkan diri dari zsitu. Siau thiw gou sungguh dirbuat bingung dan tak habis mengerti, setibanya di kamar sendiri ia baru bertanya dengan suara tak mengerti: "Engkoh giok, apa yang terjadi?" Setelah berusaha menenangkan hatinya, Lan See giok baru berkata dengan ber-sung-guh sungguh. "Adik Thi-gou, sebentar bila adik Soat datang, kau tak boleh mengatakan telah mengajakku pergi ke kamarnya untuk me-ngambil bungkusan kecil itu mengerti?" Berhubung Lan See giok berbicara dengan wajah serius dan bersungguh sungguh, Siau thi gou segera mengangguk berulang kali, meski demikian ia toh bertanya lagi dengan nada tak mengerti. "Pakaian itu kan milikmu? Mengapa tak boleh diambil?" Tentu saja Lan See giok merasa kurang le-luasa untuk menerangkan alasannya, ter-paksa sahutnya. Kalau hendak diambil pun harus bertanya dulu kepada suhu mengerti?" Siau thi gou segera manggut-manggut berulang kali dan melanjutkan pekerjaannya menggarang pakaian. Sekarang Lan See giok sudah memahami segala sesuatunya, rupanya To seng cu sama sekali tidak meninggalkan kuburan kuno tersebut pada malam itu, melainkan selalu menyembunyikan diri di seputar sana. Ia pun berani menyimpulkan bahwa tujuan suhunya menyembunyikan diri tak lain adalah berharap bisa mengamati gerak gerik-nya secara diamdiam sehingga dapat me-ngetahui dimana kotak kecil tersebut disim-pan, sampai kemudian On Tin san muncul di situ dia baru mengganti kedudukannya seba-gai pelindung keselamatan jiwanya, "Teringat bau harum semerbak yang terasa di mulut, sekarang ia baru mengerti tentang bau harum itu berasal dari obat mestika pemberian gurunya yang segera memaksa ke luar sari racun dalam tubuhnya di samping menambah tenaga dalamnya. Sekarang, hanya ada satu hal yang belum dipahami yakni ke mana perginya pedang Gwat-hui kiam tersebut?"

299

Berpikir sampai di situ, tanpa terasa dia-mati ruangan dimana ia berada sekarang namun kecuali dua lembar selimut kulit serta bungkusan berisi pakaian milik Siau thi-gou, di sana tidak ditemukan sesuatu apapun. Pada saat itulah mendadak terdengar Siau Thi gou berbisik: "Engkoh giok, enci Soat datang"" Lan See giok segera pasang, telinga, benar juga ia mendengar suara langkah kaki manu-sia berjalan mendekat, angin lembut terasa berhembus lewat. bayangan merah berkelebat di depan mata, tahu-tahu Si Cay soat telah muncul di depan pintu ruangan. Lan See giok segera menengok ke arahnya, tampak olehnya Si Cay soat yang habis mandi kelihatan lebih segar, lebih cantik jelita dan menawan hati. Siau thi gou segera berseru: "Enci Soat, engkoh giok tak punya pakaian untuk ganti!" "Mengapa kami tidak mengambilnya di kamarku?" omel Si Cay soat setelah mende-ngar perkataan itu. Siau thi-gou memandang sekejap ke arah Lan See giok yang duduk dengan wajah merah padam, kemudian jawabnya: "Engkoh giok bilang, mau menunggu sam-pai kedatanganmu!" Si Cay soat melirik sekejap ke arah Lan See giok, kemudian serunya kembali kepada Siau thi gou: "Mari, ikut cici untuk mengambilnya!" Sambil berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Siau thi gou mengiakan dengan bgembira dia segjera melompat bagngun dan siap mbe-nuju ke luar kamar. Tapi baru berjalan beberapa langkah, ba-yangan merah kembali berkelebat lewat. de-ngan gugup dan panik Si Cay soat telah muncul kembali di situ. Tampak paras muka Si Cay soat merah padam seperti kepiting rebus, wajahnya gugup bercampur gelagapan, bahkan dengan wajah tersipu sipu dia menggoyangkan ta-ngannya berulang kali sambil mencegah: "Adik Thi gou, kau tak usah kemari, biar cici saja yang segera mengambilkan untuk mu." Selesai berkata kembali dia melayang pergi. Tentu saja Siau thi gou jadi melongo dan berdiri tertegun di tempat, hari ini dia benar-benar dibikin kebingungan setengah mati dan tak tahu apa gerangan yang telah terjadi. Hanya Lan See giok yang mengerti apa yang telah menyebabkan Si Cay soat gelisah serta gelagapan setengah mati.

300

Sesaat kemudian, Si Cay soat telah muncul kembali dengan membawa sebuah bungku-san kecil, tak sampai Lan See giok mengu-capkan terima kasih, ia telah mengundurkan diri lagi dengan kepala tertunduk rendah-rendah. Lan See giok merasa sangat emosi setelah melihat bungkusan kain miliknya itu, ketika dibuka ternyata Si Cay soat telah memban-tunya mencucikan semua pakaian tersebut, bahkan dilipat dengan rapi dan rajin. tanpa terasa ia sangat berterima kasih sekali kepada gadis itu. Sekarang sambil melanjutkan peker-jaan-nya menggarang pakaian, dia mulai memutar otak memikirkan bagaimana caranya untuk mempelajari rahasia ilmu silat yang ter-can-tum dalam kitab Cinkeng. Dalam kesibukan masing-masing itulah, tanpa terasa malampun menjelang tiba ..... Lan See giok, Si Cay soat serta Siau thi gou segera melayang turun dari kamar masing-masing menuju ke istana gua. Tampak kitab Hud bun pwe yap cin keng terletak di atas meja rendah, asap dupa menyiarkan bau harum ke seluruh ruangan, dua batang lilin tersulut rapi di meja, mem-buat suasana di situ terasa diliputi oleh ke-seriusan. To seng cu dengan jubah kuningbnya duduk bersijla di atas kasugr duduknya dengban mata terpejam, wajahnya amat serius. Setibanya dihadapan guru mereka, Lan See giok sekalian bertiga segera menyapa sambil menjatuhkan diri berlutut. Pelan-pelan To seng cu membuka matanya dan menitahkan mereka bertiga agar duduk. Si Cay soat, duduk di sebelah kiri, sedang Lan See giok dan Siau thi gou duduk di se-belah kanan, perasaan mereka amat tenang, wajah merekapun diliputi keseriusan. Menanti ke tiga orang muda mudi itu duduk, To seng cu baru berkata dengan wa-jah bersungguh-sungguh: "Aku akan melaksanakan peringatan dari sucou kalian dengan hanya mewariskan ke-pandaian silat yang tercantum dalam kitab Cinkeng kepada seorang murid yang paling berbakat, biar terhadap istri maupun putra putri sendiri, kepandaian silat ini dilarang untuk diwariskan kepada sembarangan orang." Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, kepalannya seperti dihantam kayu keras-keras, impiannya untuk mewariskan kembali ilmu silat yang dipelajari dari kitab Cinkeng kepada enci Ciannya segera buyar tak berbekas. Sementara itu To seng cu telah berkata le-bih jauh:

301

"Hampir sepuluh tahun belakangan ini, aku selalu membawa Soat ji dan Gou ji ber-kelana ke mana-mana tanpa tujuan, maksud ku tak lain adalah hendak mencari kembali Cinkeng tersebut serta menemukan seorang manusia yang berbakat sangat baik untuk mempelajari ilmu silat tersebut." Kemudian setelah memandang sekejap muda mudi bertiga yang duduk dengan wa-jah serius itu, dia melanjutkan. "Soat ji maupun putri kesayangan Hu-yong siancu, Siau cian merupakan orang-orang yang berbakat baik, hanya sayang sifat keibuan mereka terlalu besar. untuk meng-hindari pelanggaran peraturan di kemudian hari dengan mewariskan ilmu tersebut kepada suami atau putra putri sendiri, maka kepada mereka berdua tak akan diwarisi kepandaian silat tersebut". Kata-kata terserbut diutarakan zsecara tegas dawn sama sekali trak bisa dibantah kembali. Pada hakekatnya Si Cay soat memang ti-dak berniat mempelajari isi kitab cinkeng tersebut, baginya asal engkoh giok bisa mempelajarinya hal tersebut sudah cukup memuaskan hatinya, maka setelah men-de-ngar perkataan dari gurunya, cepat dia bang-kit berdiri dan mengiakan dengan hormat. Dengan wajah gembira To Seng cu meman-dang sekejap ke arah Si Cay soat, kemudian melanjutkan: "Gou ji polos, jujur dan sederhana, kese-tiaan dan kejujurannya bisa dipertanggung jawabkan, sayang kecerdasannya kurang, maka ilmu silat ini pun tak akan diwaris-kan kepadanya." Jangan lagi soal ilmu silat tersebut, bahkan memikirkan masalah itupun tak per-nah, maka Siau thi gou segera mengiakan dengan sikap tulus. Dari pembicaraan dan perkataan To -Seng cu yang begitu serius, Lan See giok pun mu-lai sadar bahwa tidak gampang untuk mem-pelajari ilmu silat dari Hud bun pwee yap cinkeng tersebut, namun semakin sulit untuk dipelajari, dia pun semakin bertekad untuk tidak menyia nyiakan harapan, guru- dan tak akan melanggar peraturan yang telah ditetapkan perguruan. Sementara itu To Seng cu telah berkata lagi setelah berhenti sejenak: "Ketika masih berada dalam kuburan kuno, aku pernah memeriksa seluruh urat dan tulang belulang anak Giok, dia memang manusia yang berbakat bagus untuk mempe-lajari segala isi cinkeng tersebut, karena itu aku telah mengambil keputusan untuk me-wariskan kepandaian silat maha sakti terse-but kepadanya. Meskipun demikian, namun aku merasa wajib untuk mengamati dulu segala gerak gerik, sikap maupun perangai-nya. Itulah sebabnya aku selalu membun-tutinya secara diam-diam, berdasarkan pengamatanku secara diam-diam selama satu bulan lebih, anak giok memang benar-benar seorang anak baik yang dapat dipercaya . . . "

302

Setelah berhenti sejenak, dengan wajah gembira yang terpancar dari balik keserius-an mukanya, dia melanjutkan: "Dalam santapan siang tadi, anak giok mendengarkan pembicaraanku dengan sek-sama, melihat wajahnya gembira dia turut gembira, melihat aku murung dia menjadi tak tenang, mendengar pembicaraan orang lantas menghubungkannya dengan orang lain bahkan kemudian berani meng-aku salah dan minta hukuman. kesemuanya ini menambah keyakinanku bahwa pilihanku memang tak salah, itulah sebabnya aku pun mempercepat waktunya setahun lebih awal untuk mewa-riskan ilmu silat tersebut ke-pada anak giok." Setelah berhenti sebentar dan menatap wajah Lan See giok dengan penuh kasih sayang, ia bertanya lebih jauh: "Anak. giok. bagaimanakah perasaanmu setelah mendengar perkataanku ini?" "Pujian dari suhu membuat anak giok me-rasa malu." buru-buru Lan See giok men-jawab dengan hormat, "selanjutnya anak giok bersumpah akan mengutamakan kejujuran serta berlatih dengan tekun, mentaati pera-turan perguruan dan tidak akan menyia-nyiakan harapan suhu terhadap anak giok." Dengan gembira To Seng cu manggut- manggut, katanya kemudian dengan serius: "Sekarang, ikutilah suhu menjumpai sucou mu!.." la lantas bangkit berdiri dan maju ke balik pintu gerbang istana gua. Tiba di depan pintu, To Seng cu melaku-kan suatu gerakan dengan telapak tangannya, pintu segera terbuka sebuah celah selebar dua depa, cahaya tajam pun segera meman-car ke luar dari balik ruangan tersebut. To Seng cu, Lan See giok, Si Cay soat dan Siau thi gou, segera bersamasama me-nuju ke luar pintu. Cahaya terang benderang mencorong di luar pintu, sedemikian terangnya sampai debu di lantai pun dapat terlihat jelas. To Seng cu berdiri serius di depan pintu gerbang yang tinggi besar itu sambil me-ngangkat kepalanya, memandang sepasang "lian" yang tergantung di sisi pintu. Lan See giok bertiga berdiri berjajar di be-lakang To Seng cu, sikap mereka pun amat serius. Malam sudah kelam, suasana amat hening Lan See giok yang berdiri di belakang To Seng cu memandang ke arah pintu dan mebnde-ngarkan hemjbusan angin dalgam gua, tiba-tibba saja merasakan pikiran dan perasaannya menjadi sangat kalut.

303

Ia teringat kembali akan dendam kesumat ayahnya, pengharapan dari bibi Wan serta enci Cian serta penghargaan yang begitu tinggi dari gurunya terhadap dirinya. Kesemuanya itulah yang memantapkan ke-sempatan baginya untuk mempelajari ilmu silat maha dahsyat pada malam ini dan peristiwa tersebut membuatnya amat terha-ru. Sementara ia masih termenung, tiba-tiba terdengar To Seng cu telah berkata dengan suara rendah tapi hormat. "Arwah, suhu di alam baka mohon tahu. tecu Cia Cing wan telah menuruti perintah dengan menemukan seorang ahli waris untuk mempelajari isi cinkeng, hari ini murid ang-katan ketiga Lan See giok khusus datang untuk menyampaikan sumpah serta rasa terima kasihnya." Selesai berkata, dia lantas jatuhkan diri berlutut dan menyembah beberapa kali. Lan See giok, Si Cay soat serta Thi-gou se-rentak berlutut pula ke atas tanah. Setelah menyembah sebanyak empat kali. To Seng-cu bangkit berdiri. Sedangkan Lan See giok sekalian bertiga setelah memberi hormat beberapa kali baru ikut berdiri pula. Kemudian To Seng-cu pun berkata kepada Lan See giok dengan wajah serius. "Anak giok, cepat berlutut dan mengangkat sumpah dihadapan sucoumu, kau harus me-nyatakan kesetiaanmu untuk selama hidup melaksanakan perintah sucou serta menaati peraturannya." Lan See giok mengiakan dengan hormat, dia maju beberapa langkah ke depan dan menjatuhkan diri berlutut, kemudian sambil memandang sepasang "lian" di sisi pintu, ujar-nya dengan wajah bersungguh sungguh: "Murid angkatan ke tiga Lan See giok de-ngan hormat melaporkan kepada arwah Su-cou dialam baka, tecu bertekad akan meneruskan kejayaan sucou dan bersumpah akan menaati setiap peraturan yang ditetap-kan perguruan serta menegakkan keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan, bila tecu sampai melanggar sumpah ini, biar Thian melimpahkan kutukannya kepadaku." Selesai bersumpah, dia menyembbah lagi beberapja kali. Tatkalga Lan See giok bmengucapkan sum-pah nya tadi, dengan sorot mata yang tajam To Seng-cu mengamati terus gerak gerik Lan See giok, tapi akhirnya dia manggut--manggut sambil tersenyum girang. Setelah bangkit berdiri Lan See giok ber-sama gurunya, Si Cay soat dan Siau thi gou menutup kembali pintu gua.

304

Tiba di ujung ruangan, To seng cu duduk bersila kembali dikasur duduknya, kemudian memerintahkan Lan See giok berlutut di ha-dapannya dan menitahkan Si Cay soat serta Siau thi gou berdiri di sisinya. Dengan sorot mata yang lembut To Seng cu mengamati wajah Lan See giok, lalu ujarnya dengan lembut: "Anak giok, sebelum mempelajari kitab cinkeng, terlebih dulu hendak kusampaikan beberapa pesan kepadamu, harap kau suka mengingatnya dihati." Lan See giok mengiakan berulang kali dan manggut-manggut pelan-pelan To Seng cu melanjutkan kata katanya: "Ke satu, untuk mempelajari ilmu silat maha sakti yang tercantum dalam kitab cinkeng, selain tergantung pada bakat, ke-cerdasan serta daya ingat seseorang, juga tergantung besar tidaknya rejekimu, tulisan di atas Pwee yap tersebut hanya akan mun-cul sekali setiap enam puluh tahun hurufnya amat banyak dan ilmu silatnya beraneka ragam, kau harus menggunakan segenap daya ingatmu untuk menghapalkan semua catatan tersebut." "Ke dua, sebelum mempelajari isi cinkeng itu, kau harus berusaha menenangkan pikiran serta membuang jauh-jauh semua pikiran yang tak berguna, tak boleh dicekam perasaan panik, ingat waktu sangat berharga bagimu, kau harus menggunakan saat yang amat singkat dimana aku akan memperta-hankannya dengan seluruh tenaga untuk membaca dan menghapalkan secara teliti. "Selain dari pada itu, gangguan macam apapun yang datangnya dari luar tidak akan mengganggu konsentrasiku, biar ada golok diayunkan ke leherku juga percuma, dalam hal ini kau harus ingat baik-baik, sekali pikiranmu bercabang. bukan hanya kau bakal tewas, akupun akan mengalami jalan api menujru neraka sehingzga ber-akibat cwacad seumur hidrup--!" Si Cay soat yang mendengarkan perkataan itu segera berkerut kening, wajahnya berubah hebat diam-diam ia berdoa semoga engkoh gioknya bisa berhasil dengan sukses. Sebaliknya Siau thi gou berdiri bodoh di situ, ia benar-benar tak pernah menyangka kalau untuk mempelajari kitab cinkeng pun bakal menghadapi ancaman yang begitu serius, karenanya saking gelisahnya peluh sampai jatuh bercucuran. Sambil berlutut dihadapan To Seng cu, diam-diam Lan See giok mengatur per-na-pasan dan berusaha keras untuk menenang-kan pikiran dan perasaannya yang bergolak.

305

Menyaksikan wajah tegang dan panik yang mewarnai wajah Lan See giok sudah lenyap tak berbekas, To Seng cu merasa gembira sekali, ia segera berkata lebih jauh: "Sewaktu berada di kuburan kuno, aku memberi beberapa tetes sari susu batu ke-mala kepadamu sehingga tenaga dalam yang kau miliki sekarang telah melipat ganda, ketajaman matamu bisa melebihi sinar sang surya, oleh sebab itu aku tidak kuatir kau tak bisa membaca tulisan di atas pwee yap ini." Sambil berkata dia membuka kotak kecil itu, mengeluarkan ke tiga biji pwee yap tadi dan diletakkan di atas telapak tangan. Dengan bersungguh hati dan serius Lan See giok mengatur napas, dia tak berani menyabangkan pikirannya, oleh sebab itu ia pun tak sempat memikirkan apa yang di-se-but sari susu batu pualam itu. Dalam pada itu To seng cu telah merang-kapkan tangannya menjadi satu dengan menjepit ke tiga pwee yap tadi dalam telapak tangannya, setelah menitahkan kepada Lan See giok agar berlutut di depan sepasang lututnya. dia berpesan lagi; "Anak giok, kau harus tahu, rejeki setiap orang berbeda, pe-ngalaman yang dijumpai pun tidak sama, bahkan nasibpun berbeda, kau harus mem-bawa tekad menyerahkan segalanya kepada yang kuasa. Pasrah sepenuhnya kepada Thian sambil membaca kitab itu, mengerti?" Lan See-giok segera memahami maksud-nya, seketika itu juga pikirannya terasa ter-buka, dengan cepat dia mengangguk: Akhirnya To Seng cu memandang sekejap lagi kearah Lan See giok kemudian baru me-mejamkan mata rapat-rapat, sepasang ta-ngannya menggenggam ke tiga biji Pwee yap itu lekat-lekat dan meletakkannya di atas lutut di depan dada. Lan See giok sendiripun berhasil men-e-nangkan pikirannya bagaikan air. sorot" ma-tanya memandang lurus ke depan dan tenang bagaikan pendeta tua. Pikirannya bersih dan perasaannya kosong, Si Cay soat serta Siau thi gou berdiri serius di sampingnya, mereka memusatkan seluruh perhatiannya sambil mengawasi gurunya serta Lan See giok dengan serius. Suasana dalam ruangan itu sangat hening, sedemikian sepinya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun. Paras muka To Seng-cu berubah menjadi merah membara, lambat laun peluh mulai bercucuran membasahi jidatnya, uap putih menguap dari ubun-ubunnya dan membaur dengan bau dupa yang memenuhi seluruh ruangan.

306

Lan See giok berlutut di depan To Seng-cu, ia merasa udara sangat panas bagaikan ko-baran api, bahkan menerpa tubuhnya beru-lang-ulang, namun terhadap perubahan mimik muka dari To Seng cu itu, dia berlagak seakan akan tidak melihatnya: Si Cay soat serta Siau thi gou juga ikut merasakan meningkatnya suhu udara di se-kitar mereka. perasaan tegang pun semakin bertambah, tanpa terasa peluh- bercucuran deras, hatipun ikut berdebar Mendadak -To Seng-cu merentangkan kedua ibu jari tangannya ke samping, segulung cahaya ta-jam segera memancar ke luar ke atas langit-langit gua, seketika itu juga suasana di dalam gua menjadi terang benderang-Lan See giok tak berani berayal, sambil membungkukkan badan, sepasang matanya mengawasi kedua ibu jari To seng cu lekat-lekat, seluruh tenaga dalamnya telah di him-pun dan perhatiannya dipusatkan ke atabs telapak tangajn gurunya. Dargi balik telapakb tangan gurunya, ia merasa datangnya pancaran sinar tajam yang amat menusuk pandangan membuat mata-nya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk pisau. Sambil berusaha menahan rasa sakit Lan See giok mengerahkan tenaga dalam nya untuk bertahan, biarpun sepasang matanya seakan akan melihat sinar matahari, tapi sekarang dia tidak merasa semenderita tadi lagi. Menyusul kemudian segulung bau harum muncul dari tenggorokannya, dan sepasang matapun terasa segar kembali. Lambat laun cahaya tajam yang menusuk pandangan itu mulai hilang, menyusul ke-mudian muncul huruf-huruf dari emas..Lan See giok sangat girang, secara ber-urutan diapun membaca terus. Hud kong sin kang (Hawa sakti cahaya Buddha ), - . Yu-hong-hui heng ( Menunggang angin ter-bang melayang ) . . . Pwee-yap sam-ciang ( tiga pukulan Pwee-yap) ..... Thi siu-yau-kong ( ujung baju baja menge-bas udara ). . . . Setelah membaca ke empat nama ilmu silat -tersebut, Lan See giok segera membaca pula isi pelajarannya dengan seksama . . . Dalam pada itu, Si Cay soat dan Thi- gou yang berdiri di kedua belah sisinya merasa amat tegang, peluh dingin jatuh bercucuran, mereka tak tahu apakah Lan See giok dapat membaca isi pelajaran dalam pwee yap itu atau tidak? Suasana dalam gua amat sepi, sedemikian sepinya sampai dapat terdengar suara detak jantung masing-masing. - Pada saat itulah- - -

307

Sreeet--Suara desingan besi bergema datang disu-sul suara pekikan nyaring yang berkuman-dang datang secara lamat-lamat. Si Cay soat serta Siau Thi gou sangat terkejut, dengan wajah berubah hebat mereka segera memasang telinga baik-baik dan mendengarkan dengan seksama. Kalau diamati secara teliti, sbuara pekikan nyjaring itu seakagn akan berasal bdiri kamar tidur Si Cay soat. Tergerak hati Si Cay soat, dia seperti me-mahami akan sesuatu, setelah menuding kearah gurunya dan Lan See giok yang se-dang berlutut membaca kitab cinkeng itu kepada Siau thi gou. di mana ia minta Siau thi gou melindungi keselamatan mereka, diam-diam ia melompat mundur sejauh tiga kaki dan menuju ke ruang batu. Setelah berada di pintu ruangan. ia dapat menangkap suara pekikan nyaring itu ber-gema semakin nyaring. Dengan cepat Si Cay soat melompat naik ke ruang tidurnya, tapi apa yang kemudian terlihat membuat sekujur tubuhnya gemetar keras, mukanya berubah hebat, hampir saja ia menjerit kaget. Ternyata pedang Jit hui kiam tersebut te-lah lolos sendiri dari sarungnya sebanyak be-berapa inci, cahaya yang tajam dan pekikan yang amat nyaring tak lain ber-asal dari pedang tersebut. Si Cay soat segera manggut-manggut mengerti, gumamnya kemudian dengan suara gagap: "Orang kuno bilang: Pedang antik yang berjiwa, akan memberi tanda bahaya bila ada musibah mengancam, Jangan-jangan ada orang yang hendak menyatroni kami?" Berpikir demikian, hatinya menjadi amat gelisah dengan cepat dia menyambar pedang Jit-hoa-kiam dan menaiki anak tangga batu menuju ke rumah batu di atas tebing. Karena teringat olehnya bisa jadi ada orang telah menyusup masuk ke dalam barisan po-hon bambu. Setibanya di ujung jalan, ia tak berani langsung membuka tombol rahasia, mula-mula diintipnya dulu lewat celah-celah pintu dan memasang telinga baik-baik, setelah ya-kin kalau tiada orang, dia baru menekan tombol dan masuk ke dalam rumah. Suasana dalam rumah batu gelap gulita, pintu dan jendela masih tertutup rapat maka ia berjalan menuju ke depan jendela. Belum pernah Si Cay soat merasakan perasaan gugup dan panik seperti apa yang dialaminya pada hari ini. karena dia tahu bila dalam keadaan seperti ini benar-benar

308

ada orang menyerang datang, maka bukan saja engkoh gioknya bakal tewas, gurunya juga akan mengalami rjalan api menujzu neraka. . Diw samping itu dirapun bisa menduga yang berani menyerang ke tempat kediaman mereka sudah pasti merupakan gembong ib-lis dari kalangan hitam yang berilmu silat sangat tinggi. Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ta-ngan kanannya meraba pedang Jit hoa kiam. Tiba di depan jendela, dia mengintip ke luar lewat celah-celah jendela. tampak malam gelap mencekam seluruh jagad, bintang ber-taburan dimana mana, suasana amat hening. Tapi perasaan Si Cay soat waktu itu- dicekam oleh perasaan tegang bercampur ngeri. Dia memusatkan seluruh perhatiannya untuk melihat dan mendengarkan keadaan di seputar sana dengan seksama diperiksanya barisan bambu lebih kurang tujuh delapan kaki dihadapannya .... Mendadak.... Suara pekikan nyaring yang menggidikkan hati berkumandang dari atas puncak giok-li-hong di belakang bangunan rumah itu. Pekikan aneh tadi memanjang dan sangat menggetarkan perasaan, dalam sekilas pan-dangan saja orang sudah tahu kalau penda-tang memiliki tenaga dalam yang amat sem-purna. Si Cay soat amat terkejut, dengan cepat dia melompat ke jendela belakang, apa yang ter-lihat segera membuat sekujur badannya ge-metar keras. Sesosok bayangan hitam yang tinggi besar sedang melayang turun dari puncak bukit, sepasang matanya memancarkan cahaya ta-jam, lengannya direntangkan lebar-lebar ketika meluncur turun sehingga keadaannya tak jauh berbeda seperti seekor burung raja-wali raksasa. Begitu kagetnya Si Cay soat, dia sampai terjongkok sambil mengintip, sorot matanya yang tajam mengawasi bayangan hitam yang meluncur datang itu tanpa berkedip, saat itu dia tak tahu apakah gurunya telah selesai mengerahkan tenaganya atau belum, diapun tak tahu apakah Siau thi gou bisa mengen-dalikan diri atau tidak. Tidak meleset dari dugaan Si Cay soat. Siau thi gou yang melihat enci Soatnya lama juga belum kembali, hatinya menjadi amat gelisah. apalagi setelah mendengar suara pekikan aneh yang menggidik-kan hati itu, saking cemasnya dia sampai mandi keringat. Ia tahu, pendatang itu sudah pasti sese-orang yang memiliki ilmu silat amat tinggi, bagaimana mungkin enci Soatnya seorang dapat menghadapi pendatang tersebut.

309

Maka dia memutuskan untuk memba-ngunkan gurunya. Begitu mengambil keputusan dalam hati-nya, Siau thi gou dengan wajah gugup dan gelisah segera berjalan menghampiri To Seng cu yang berada dalam keadaan kritis. Pepatah kuno mengatakan. Setiap persoa-lan telah diatur oleh Thian Yaa, mana mung-kin To Seng cu akan menduga datang nya lawan tangguh dalam keadaan seperti ini? Dengan perasaan gelisah dan gugup Siau thi gou berjalan menuju ke hadapan To Seng cu, baru saja dia akan membuka suara, tiba-tiba dilihatnya To Seng cu berkerut kening, paras mukanya berubah menjadi pucat, pe-luh membasahi seluruh jidatnya. Ketika memandang pula Lan See giok yang berlutut di atas tanah, di jumpai sepasang tangannya basah oleh keringat. se-pasang matanya seolah-olah menempel di atas ta-ngan gurunya dan berada dalam keadaan tak sadar. Siau thi gou yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi terbelalak dengan mulut melongo saking kagetnya. ia berdiri terma-ngu. Ia tak habis mengerti mengapa suhu dan engkoh giok nya bisa berada dalam keadaan seperti ini, dia pun tak tahu harus memanggil mereka atau jangan. Sementara itu, Lan See giok yang berlutut di atas tanah dan baru saja selesai membaca empat macam rahasia ilmu silat, secara lamat-lamat dia telah menangkap pekikan suara aneh tersebut, namun untung nya dia tak sampai terpengaruh oleh suara itu. Dalam keadaan demikian, si anak muda tersebut segera melanjutkan usahanya mem-baca dua macam ilmu silat yang terakhir yakni, Hud lek kim kong sin ci (jari sakti tenaga Buddha ) serta Tay l o kiu thian kiam hoat, Pada saat dia selesai membaca jurus ter-ak-hir dari ilmu pedang Tay lo kiu thian kiam hoat tersebut, mendadak cahaya tajam yang semula terpancar ke luar dari ke tiga biji Pwee yap tersebut menjadi suram dan selu-ruh tulisan turut hilang lenyap tak berbekas. Lan See giok tak ingin gurunya terlalu ba-nyak kehilangan tenaga, ia segera mengang-kat kepala sambil bangkit berdiri. Paras muka To seng cu pucat pias, peluh bercucuran deras, pelan-pelan dia mem-buka mata dan memandang sekejap kearah Siau thi gou, kemudian setelah menghela napas katanya: "Segala sesuatunya sudah diatur oleh tak-dir, hal ini tak bisa salahkan Thi gou- tak mampu melindungi kita, apa lagi aku pun sebelumnya lupa berpesan dengan jelas kepadanya sehingga ketidak tahuan Thi gou telah membuyarkan segenap hawa murniku yang telah terhimpun."

310

Setelah berhenti sebentar, dengan wajah penuh perasaan menyesal dia menengok ke arah Lan See giok dan katanya lebih jauh. "Anak giok, bukan saja aku telah me-nyia nyiakan pesan sucou mu, aku pun merasa amat menyesal kepadamu---" Lan See giok merasa sangat tidak me-ngerti dengan perkataan gurunya itu, dengan hor-mat dia segera berkata: "Suhu, anak giok telah selesai membaca seluruh isi kitab Pwee yap cinkeng tersebut serta menghapalkan ke enam macam ilmu silat yang tercantum di dalamnya, mengapa suhu malah berkata begitu---"! Tiba-tiba To Seng cu membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, wajahnya berubah dan ia bertanya dengan perasaan amat terkejut: "Anak giok, apa kau bilang!" "Anak giok telah selesai membaca ke enam macam ilmu silat yang tercantum dalam ki-tab tersebut" sahut pemuda itu dengan hor-mat. To seng cu benar-benar tidak percaya de-ngan pendengaran sendiri, tak tahan lagi ia bertanya agak emosi. "Anak giok, kau bilang berapa macam?" Menyaksikan gurunya terkejut, Lan See giok tahu kalau sesuatu keajaiban pasti telah menimpa dirinya. maka dengan penuh ke-gembiraan dia berkata: "Seluruhnya enam macam." "Coba kau sebutkan satu persatu." "Dua macam pada bagian permulaan adalah ilmu Hud kong sin kang serta Yu hong hui heng, pada bagian ke dua adalah ilmu pwee yap sam ciang serta Thi siu you khong. sedangkan pada bagian yang ter-akhir adalah ilmu jari Hud lek kim kong sin ci serta Tay lo kiu thian kiam hoat" "Anak giok, apakah kau dapat menghapal-kan ke enam macam ilmu tersebut tanpa melupakan sepatah kata saja?" tampaknya To seng-cu masih saja tidak percaya. Tanpa ragu Lan See-giok segera meng-ang-guk: "Anak giok yakin tidak bakal salah!" To Seng-cu segera mengawasi wajah Lan See-giok lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru menghela napas sambit katanya: ""Anak giok, rejekimu selain lebih tebal .daripada diriku, kecerdasanmu juga jauh melebihi aku. Dahulu aku mesti membuang waktu selama dua setengah jam, dari tengah malam sampai mendekati fajar untuk menyelesaikan ke lima macam ilmu silat terse-but, tapi kenyataan nya sekarang kau berha-sil mempelajari enam macam ilmu silat dalam satu jam, kemampuanmu ini sungguh mem-buat aku kurang percaya...! "Anak giok tidak berani membohongi suhu." .

311

To Seng cu segera tertawa ramah, kata.. yaa dengan gembira: "Nak, aku percaya kepadamu, hanya saja kejadian semacam ini sungguh membuat aku merasa terkejut, tercengang dan sangat gem-bira..." Setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap Siau-thi-gou yang masih berdiri de-ngan tertegun, dia berkata lebih jauh: "Biasanya Thi gou bodoh, setiap meng-ha-dapi peristiwa tak tahu untung ruginya, mungkin dia mendengar suara pekikan aneh tersebut sehingga dia telah memasuki daerah sekitarku yang telah kupancari hawa Hud-kong-sinkang, justru karena hatiku tergerak maka huruf-huruf pada Pwee-yap tersebut segera hilang lenyap tak berbekas..." Belum selesai dia berkata, suara gelak ter-tawa yang amat nyaring telah ber-kumandang datang dari atas tebing. Mendengar gelak tertawa tersebut, To Seng-cu kelihatan agak berubah wajahnya, dia seakan-akan telah teringat akan se-suatu... Tak lama kemudian, terdengar seseorang telah berseru lantang diiringi gelak tertawa keras: "Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . . budak cilik, kau kira setelah bersembunyi di belakang jendela maka aku tidak dapat meli-hatmu? Ayo cepat suruh gurumu ke luar untuk menyambut kedatangan aku si mak-hluk tua . . . " Mendengar seruan itu, To Seng cu segera berseru kepada Thi gou yang masih berdiri termangu: "Thi gou, cepat, beritahu kepada enci Soat mu, buka pintu dan sambut dia masuk kalian suguhkan semangkuk arak dulu kepada orang itu. . katakan kalau aku akan segera datang." Siau thi gou segera menenangkan hatinya dan mengiakan dengan hormat, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari situ: To Seng cu seperti teringat lagi akan se-suatu, dengan cepat dia berpesan kepada bo-cah itu: "Gou ji, ingat! Kau jangan bilang kalau aku sedang mewariskan ilmu silat kepada engkoh giok mu!" Siau thi gou berhenti sebentar seraya manggut-manggut, kemudian ia menuju ke ruang sebelah kanan dan melompat naik ke atas Lan See giok yang menyaksikan kesemua nya itu menjadi bimbang dan tidak habis mengerti, kalau didengar dari nada pembica-raannya, agaknya orang itu sering berkun-jung ke sana, tapi kalau dilihat dari sikap gurunya, seakan akan dia menaruh prasangka jelek serta kewaspadaan terhadap orang ini. Sementara ia masih termenung, tiba-tiba To Seng cu berkata lagi dengan gelisah:

312

"Anak giok, cepat kau bacakan lagi pela-jaran dari ilmu pukulan Pwe yap sam ciang." Memandang sikap gurunya. Lan See giok tahu sudah pasti gurunya tak sempat mem-baca rahasia ilmu silat ini hingga selesai di masa lalu, maka setelah manggut-manggut dia bangkit berdiri. Menyusul kemudian dia melompat mundur sejauh dua kaki, berdiri dihadapan To Seng cu dan berkata dengan suara rendah: "Himpun tenaga pada sepasang tangan, se-bar hawa murni ke seluruh tubuh, keras, ga-nas, buas, tepat sekali serang sekali kena. lambat, lamban, melayang, mengapung, salurkan tenaga murni menembusi ujung jari - " Berbicara sampai di situ, dia menghimpun hawa murninya dan berbisik lebih jauh: "Jurus pertama Siang-yap-biau- khong (daun salju terbang melayang---)" Tubuhnya melambung ke udara secara tiba-tiba, nampaknya saja lamban namun kenyataannya sangat cepat, dalam waktu singkat ia telah mencapai langit-langit gua. Menyusul kemudian tubuhnya melejit sambil berputar, secepat kilat sepasang ta-ngannya direntangkan sambil menyambar ke bawah-Tatkala hampir menyentuh tanah, badannya berputar satu lingkaran sambil melayang dengan kepala di bawah kaki di atas pelan-pelan dia melambung kembali ke atas--.-. Tatkala mencapai tengah angkasa, sepasang telapak tangannya segera dirapat-kan, tubuhnya meluncur ke bawah dengan cepat, secepat kilat telapak tangan kanannya melepaskan bacokan.... Menyusul kemudian badannya berputar dan melayang kembali ke atas tanah. To Seng cu duduk bersila dengan wajah serius, diperhatikannya setiap gerakan dan perubahan jurus Lan See-giok dengan sek-sama, dalam perasaannya, selain beberapa orang tokoh yang maha sakti dalam dunia persilatan dewasa ini, rasanya jarang sekali ada yang mampu menerima ancaman itu. Sedangkan mengenai jurus yang ke dua, mungkin dia sendiripun tak mampu untuk menghadapinya. Melihat gurunya hanya duduk sambil mendengarkan dengan seksama, Lan See giok pun berkata lebih jauh: "Jurus ke dua, Hong- ki-yap-yang (angin berhembus daun berguguran)" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, bayangan tangan segera menyelimuti se-luruh angkasa, menyusul kemudian deruan angin serangan

313

yang sangat mengerikan melanda kemana-mana, seluruh ruang gua seolah-olah sudah diliputi oleh angin puku-lan itu. Mendadak dibalik bayangan tangan yang menyelimuti angkasa itu berkumandang suara bentakan rendah, bayangan tangan segera lenyap tak berbekas, sedangkan Lan See giok dengan tangan sebelah di muka. tangan yang lain berada di belakang secepat kilat membabat kearah permukaan tanah, menyusul kemudian sepasang telbapak ta-ngannyaj bergerak aneh.g babatan yang lbang-sung membacok ke tanah itu disertai dengan suatu sodokan yang luar biasa sekali. Selama muridnya melakukan demonstrasi, To Seng-cu memperhatikan terus dengan seksama, sampai muridnya sudah berhenti, sambil mengelus jenggotnya dia baru mang-gut-manggut berulang kali: Melihat hal itu, Lan See-giok segera ber-kata lagi dengan suara hormat: "Jurus ke tiga, Ban yap- kui tiong(selaksa daun sumbernya satu)---"" Kembali tubuhnya melejit ke tengah udara hingga mencapai langit-langit gua tersebut. diiringi bentakan keras seluruh gua diliputi oleh bayangan tangan yang amat menyilau-kan mata-Mendadak --Kabut serangan memenuhi seluruh gua dan menggulung ke bawah, dari tebal lambat laun menjadi tipis, dari besar kian mengecil, dalam waktu singkat tinggal bentuk setitik. Dalam gulungan angin serangan mana, Lan See-giok menyentilkan ke sepuluh jari tangannya ke depan, desingan tajam menderu deru, kabut tipis menyelimuti ang-kasa dan berhamburan ke tanah seperti hu-jan deras. Awan pukulan begitu mereda, desingan tajam seketika berhenti, bayangan manusia berkelebat dan Lan See-giok tahu- tahu su-dah berdiri di tengah arena. Disaat Lan See-giok baru saja menghenti-kan gerakan tangannya. mendadak ia me-nangkap bayangan manusia berkelebat dari luar pintu ruangan sebelah kiri kemudian menyusul munculnya seorang kakek yang tinggi besar. Si Cay soat serta Siau thi gou mengikuti di belakang kakek itu dengan wajah gugup ber-campur gelisah. Lan See-giok tak berani membalikkan badan untuk mengamati dengan sesama wa-jah pendatang itu, dia berlagak tidak melihat, kepada To Seng cu katanya kemudian dengan hormat: "Tolong tanya suhu, apakah kali ini anak Giok telah melakukan kesalahan lagi?"

314

Sebenarnya To Seng cu juga telah melihat akan kedatangan dari kakek yang tinggi be-sar itu, namun dia juga berlagak seakan ak-an tidak melihat, malah sambil manggut-manggut dan mengelus jenggotnya ia me-nya-hut: "Ehmm, bagus sekali, kali ini bkau telah peroljeh kemajuan yangg lebih pesat kbetim-bang tempo hari, cuma kau mesti berlatih lagi de-ngan tekun bila ingin mendapatkan kesuk-sesan di kemudian hari." Sebelum Lan See-giok sempat menjawab, dari belakang tubuhnya sudah berkuman-dang suara gelak tertawa keras yang meng-getar-kan seluruh ruang gua menyusul kemu-dian seseorang berkata dengan suara yang kasar: "Aku kira ada urusan apa sehingga me-la-rang diriku masuk, rupanya kau sedang me-wariskan ilmu pukulan kepada murid ke-sayanganmu! Sementara berbicara, dia telah melangkah masuk ke dalam ruang gua... Tergerak hati Lan See-giok, dia kuatir orang itu datang dengan maksud tak baik cepat-cepat ia bangkit berdiri seraya berpa-ling. Seorang kakek berambut kusut yang memiliki perawakan tubuh tinggi besar kini sudah muncul di sana. Kakek tersebut beralis mata tebal dan mata besar, wajahnya lebar, hidungnya besar dan mulutnya lebar, jenggot putihnya ter-urai sepanjang dada, pakaian panjangnya terbuat dari bahan belacu dan panjangnya mencapai setinggi lutut. Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu kakek itu berjalan ke hadapan Lan See-giok serta mengamatinya dari atas hingga ke bawah. kemudian kepada To Seng cu yang baru saja bangkit untuk menyambut keda-tangannya, ia bertanya dengan perasaan kaget bercampur tercengang: "Ciu tua, sungguh heran, selama ini belum pernah kujumpai seorang bocah dengan bakat yang begini bagus, sebaliknya kau jus-tru telah mendapatkannya." Seraya berkata tiada hentinya dia membe-lai tubuh Lan See giok dengan telapak ta-ngannya yang besar, sementara wajahnya memperlihatkan perasaan iri, kagum dan sayang: To Seng-cu mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-babak: "Haaahhh-- -haaahhh ---haaahhh saudara The kelewat memuji, biarpun bocah ini ber-bakat bagus, namun kebebalan otaknya jus-tru membuat orang hampir tak percaya, un-tuk mempelajari satu jurus ilmu pukulan saja, aku mesti mengajarkan sampai belasan kali sebelum berhasil!" "Aarah, masa iya?" zsekali lagi kakwek itu mengawasri wajah Lan See-giok dengan pan-dangan kurang percaya, "biarpun ilmu pu-kulan tadi hanya sempat kulihat buntut nya saja, tapi aku tahu jurus tersebut benar-benar

315

sangat hebat dan luar biasa jika ada orang yang bisa menguasai ilmu pukulan seperti itu dalam sekali pandangan saja, wah, itu baru manusia super namanya: Sekali lagi To Seng-cu tertawa terbahak bahak: "Haaahhh ----haaahhh--- -haaahhh---- dari mana saudara The bisa menyangka kalau ilmu pukulan tadi sudah memeras pikiran dan tenaga siaute selama setengah tahun?" Sementara berbicara, ketika dilihatnya Si Cay soat sedang menyimpan kembali kotak kecil itu, maka kepada Siau-thi gou yang ma-sih berdiri termangu mangu dia berseru: "Gou ji. mengapa kau tidak segera me-ngambil arak untuk menyambut kedatangan The locianpwe!" Siau-thi-gou segera mengiakan dengan hormat, membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ. Kemudian kepada Lan See-giok, To Seng-cu juga berkata: "Anak Giok, cianpwe ini adalah Lam hay koay-kiat (pendekar aneh dari Lam-hay) The cianpwe yang seringkali kuperbincangkan denganmu, bersama Wan-san-popo dan Si-to cinjin, mereka disebut Hay gwaa-sam khi (tiga manusia aneh dari luar lautan), ayo ce-pat kau jumpainya----" Sesudah mendengar pembicaraan antara gurunya dengan si kakek berambut kusut tersebut, dengan cepat Lam See giok dapat menyimpulkan kalau kedua orang itu bukan sahabat karib yang sebenarnya, tapi berhubung si pendekar aneh dari Lam hay menye-but Cia tua kepada gurunya, hal ini mem-buktikan pula kalau diapun seorang cianpwe yang telah berusia di atas seratus tahun. Berpikir demikian, diapun menjura dalam-dalam seraya berkata dengan hormat: "Boanpwe Lan See-giok menjumpai The cianpwe!" "Haaahhh...haaahhh ...haaahhh.. cukup, tak usah banyak adat!" seru kakek berambut kusut itu kasar diiringi gelak tertawa keras. Sementara itu, Siau. thi-gou telah meng-hi-dangkan sayur dan arak secara tergopoh- gopoh. To Seng - cu segera menuju ke atas perma-dani dihadapannya sambil berseru: "Gou-ji, hidangkan saja di tempat ini!" Pendekar aneh dari Lam-hay yang se-sung-guhnya bernama The Bu-ho itu cepat mencegah:

316

"Cia tua, aku datang karena ada urusan penting, aku tak berminat untuk minum arak, kalau tidak akupun tak bakal mener-jang masuk kemari secara tergesa gesa." "Aaah, rupanya begitu"! To Seng cu berke-rut kening sambil berseru kaget. Menggunakan kesempatan tersebut, kata-nya kemudian kepada Lan Seegiok bertiga. "Kalian pergilah dulu, aku hendak ber-bin-cang-bincang dengan The cianpwee." Lan See-giok bertiga mengiakan dengan hormat lalu beranjak pergi dari situ, sepe-ninggal ketiga orang itu. The Bu-ho baru ber-kata dengan nada kurang puas: "Cia tua, mengapa, kau suruh mereka ke luar dari sini? Urusan ini toh tak ada salah nya diketahui mereka." To Seng-cu tertawa hambar: "Urusan besar dalam dunia persilatan lebih baik jangan sampai diketahui oleh anak-anak muda." Sebenarnya Lan See giok enggan beranjak pergi dari ruangan tersebut, karena dia kuatir kakek berambut kusut itu datang de-ngan membawa maksud jahat, namun sete-lah mendengar ucapan gurunya, terpaksa dia harus mengikuti di belakang Si Cay-soat dan Siau-thi-gou untuk masuk ke ruang dalam. Setelah tiba di ruang atas, mereka bertiga menelusuri anak tangga menuju ke ruang batu di atas permukaan. Waktu itu ruang batu diterangi sebuah lentera, di atas mejapun terletak secawan be-sar arak. Lan See giok segera berbisik lirih. "Adik Soat, siapa sih kakek bebrambut ku-sut ijtu? Mengapa kaug ijinkan orang bitu menerobos masuk ke dalam gua?" Dengan perasaan agak mendongkol di samping rasa takut masih mencekam perasaannya Si Cay-soat menjawab lirih: "Orang itu adalah makhluk tua dari Lam hay The Bu-ho, orangnya kasar, hatinya ke-jam dan semua orang baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam sama-sama jeri kepadanya, dia termasuk seorang makhluk tua yang berdiri antara kaum sesat dan lurus. Kemungkinan besar kedatangan nya kali ini bermaksud untuk adu kepan-daian dengan suhu guna memperebutkan kedudukan manusia nomor wahid di kolong langit.. ." Lan See giok segera berkerut kening, ke-mudian serunya dengan nada tak setuju:

317

"Kalau ditinjau dari nada pembicaraan makhluk tua itu, rasanya dia bukan kemari untuk mengajak beradu kepandaian, bisa jadi dia mempunyai tujuan lain." Siau thi gou membelalakkan matanya le-bar-lebar, lalu katanya pula: "Makhluk tua itu sangat tak sabaran, baru saja enci Soat membukakan pintu, dia sudah bertanya dengan kasar: "Dimana suhu mu." waktu kuhidangkan secawan arak dan me-ngatakan suhu segera akan muncul, dia seperti tak sabar lagi untuk menanti!" Pelan-pelan Lan See giok mengangguk, seakan-akan memahami sesuatu dia berkata: "Kalau begitu. hal ini semakin membukti-kan kalau dia bukan datang kemari untuk beradu kepandaian." "Yaa, sayang suhu tidak mengijinkan kita turut mendengarkan pembicaraan tersebut, kalau tidak kita tentu akan mengetahui pembicaraan apa saja yang dilangsungkan di situ." omel Si Cay soat. Tiba-tiba Siau thi gou membuka mata nya lebar-lebar, kemudian bisiknya: "Ayo berangkat, kita sadap saja pembi-ca-raan mereka, coba lihat apa saja yang dibica-rakan makhluk tua itu." "Jangan adik Gou," dengan cepat Lee See giok mencegah. "setelah makhluk tua itu pergi, suhu tentu akan memberitahukan kepada kita . . . Belum habis dia berkata, mendadak dari balik gua terdengar suara gelak tertawa mak-hluk tua dari Lam hay yang amat keras dbisu-sul, seruanjnya dengan nadag lantang: "Kalbau begitu, aku The-tua akan berangkat selangkah lebih duluan . , . " Buru-buru Lan See giok berbisik kepada Si Cay soat dan Siau thi gou: "Si makhluk tua itu akan pergi!" Betul juga, dari bawah sana segera ter-de-ngar suara ujung baju yang terhembus angin bergema datang. Menyusul kemudian bayangan manusia berkelebat lewat, makhluk tua, dari Lam hay serta To Seng cu secara beruntun sudah muncul dari gua dan langsung menuju ke luar ruang batu. Terdengar si makhluk tua dari Lam-hay berseru kembali. "Cia tua, kita berjumpa lagi di tempat kediaman Wan-san popo..." "Haaahhh......haaahhh....haaahhh. ..", si-lahkan saudara The berangkat dulu, maaf aku tak dapat menghantar lebih jauh" sahut To Seng- cu sambil tertawa terbahak-bahak. Menanti Lan See giok bertiga menyusul ke luar dari ruangan, ternyata Lam-hay lokoay sudah berada tujuh delapan kaki jauhnya dan tiba di ujung hutan sana, kemudian dalam waktu singkat bayangan tubuhnya su-dah lenyap dari pandangan mata.

318

Diam-diam Lan See-giok merasa amat terkejut, dia tak mengira kalau ilmu meri-ngankan tubuh yang dimiliki makhluk tua ter-sebut benar-benar sudah mencapai pun-cak kesempurnaan. Sementara itu fajar sudah mulai me-nying-sing di ufuk timur, kabut tipis masih menye-limuti permukaan tanah, namun udara sa-ngat segar, membikin bergairahnya semangat hidup setiap orang. Dengan kening berkerut dan mengelus jenggotnya, To Seng-cu mengawasi ujung hutan dimana bayangan tubuh Lam-hay Lo-koay melenyapkan diri tanpa berkedip, lama-lama kemudian ia baru berguman lirih: "Badai dunia persilatan sudah tiba, kawa-nan iblis mulai bermunculan, tampaknya kata- kata yang menyebutkan, bila sepasang pedang bergeser tempat, badai darah melanda bumi. sungguh cocok sekali dengan kenyataan. Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras, ucapan itu pernah didengar olehnya dari ayahnya, jika ditinjau dari nada pembicaraan gurunya sekarang, bukankah dunia persilatan bakal dilanda oleh suratu bencana yanzg sangat besar?w Mendadak To Sreng-cu seperti teringat akan sesuatu, mendadak ia berkata: "Aaah. Ayo kita masuk, dia telah pergi jauh" Sambil membalikkan badan dia masuk ke ruang dalam dan duduk di depan meja. Sedang Lan See-giok bertiga masuk me-ngi-kuti di belakang gurunya kemudian berdiri hormat di sampingnya. Dengan cepat Lan See-giok menjumpai kerutan kening gurunya, seolaholah ada suatu masalah yang terpendam dalam hati-nya dan menjadi beban pikiran, kendatipun senyuma-n masih tetap menghiasi ujung bibirnya. Berapa saat kemudian, To Seng-cu baru berpaling kearah Lan See - giok bertiga sam-bil berkata lembut: "Berhubung ada suatu urusan yang penting, aku bermaksud hendak pergi ke luar lautan-" Berubah air muka, Lan See-giok bertiga se-sudah mendengar perkataan ini. Melihat perubahan wajah murid muridnya, To Seng cu berkata lagi sambil tertawa ramah: "Kalian bertiga tak usah takut, dalam kepergianku ini. paling banter setengah ta-hun kemudian tentu sudah pulang kembali ke rumah!"

319

"Apakah suhu tak akan mengajak Gou ji?" buru-buru Siau thi-gou bertanya dengan wajah tak mengerti: To Seng cu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak. masalah yang kuhadapi kali ini kelewat-berat. karena itu kalian bertiga tak boleh ikut dan mesti tetap tinggal dalam gua untuk berlatih ilmu silat secara rajin, ingat jangan mencari gara-gara dengan orang luar" Kemudian setelah memandang sekejap kearah Lan See-giok dan Siau-thigou dengan kening berkerut, dia melanjutkan, "Thi-gou orangnya jujur dan polos, jalan pemikirannya kelewat sederhana, Giok-ji, kau sebagai kakaknya harus baik-baik menjaga adikmu ini." Dengan perasaan berat Lan See giok segera mengiakan. Kembali To Seng-cu berpaling kearah Si Cay-soat sambil melanjutkan: "Soat ji, selama ini kau selalu ingin menang sendiri. tak mau kalah kepada siapapun, dalam kepergianku kali ini kau mesti mem-perdalam ilmu pedang dan jangan sampai mencari gara-gara terus, bila kepandaianmu sampai ketinggalan, menyesal kemudian tak ada gunanya maka kuanjurkan kepadamu berlatihlah diri dengan tekun." Tergerak hati Lan See-giok mendengar ucapan tersebut, dia tahu yang dimaksud gurunya sebagai ilmu pedang adalah kitab pusaka dalam kotak emas kecil yang berada di sisi pedang Jit-hoa- kiam. Di samping itu. diapun tahu gurunya -se-dang memperingatkan. kepada adik Soat-nya, bila tidak tekun berlatih, di kemudian hari dia tentu akan kalah dengan orang yang membawa pedang Gwat-hui-kiam. Ternyata dugaannya memang betul, sambil tersenyum Si Cay-soat segera berkata: "Silahkan suhu pergi dengan hati lega, setengah tahun kemudian Soat-ji tentu telah berhasil menguasai ilmu Tong kong kiam-hoat tersebut. jika suhu telah pulang nanti, Soat- ji pasti akan mempergunakannya un-tuk memohon petunjuk dari suhu." Dengan wajah gembira To Seng cu mang-gut-manggut, ketika dilihatnya fajar telah menyingsing, diapun bangkit berdiri seraya berkata lagi: "Sekarang hari sudah terang tanah, aku akan segera berangkat, ingat sebelum aku pulang, janganlah membuat gara-gara dari pada memancing perhatian orang.! Seusai berkata, diapun melangkah ke luar dari ruangan. Selama-ini Lan See-giok mengamati terus perubahan wajah gurunya, ia menjumpai disaat To Seng cu bangkit berdiri tadi sekilas rasa sedih sempat melintas di atas wajahnya yang ramah.

320

Kembali hatinya tergerak, cepat-cepat dia memburu maju ke muka sambil serunya: "Suhu . . . " Mendengar panggilan itu To Seng-cu ber-henti lalu berpaling dan memandang sekejap ke arah Lan See-giok sambil tertawa paksa mendadak seperti memahami sesuatu diapun berkata: "ANAK Giok kau mempunyai bebanb den-dam kesumajt di atas pundagkmu, aku tahu kbau ingin secepatnya melacaki jejak musuh-mu itu, asal tenaga sinkangmu telah berhasil dilatih, kau boleh turun gunung dan tak usah menunggu aku sampai kembali." Lan See-giok buru-buru memberi hormat, cuma diapun segera menjelaskan. "Tidak, anak Giok ingin turut suhu. selain menambah pengetahuan juga peroleh banyak pengalaman yang berharga` Sekali lagi To Seng-cu menghela napas sedih. "Anak Giok. seandainya pertemuan kita terjadi pada setahun berselang atau peristiwa yang terjadi hari ini berlangsung setahun kemudian, tanpa permintaanmu, aku pasti akan mengutus kau seorang untuk pergi menyelesaikan tugas ini...." "Suhu, sekarang anak Giok telah berhasil mendapatkan ilmu silat tersebut." tukas Lan See-giok cepat, "sudah sepantasnya bila anak Giok mengikuti perjalanan suhu, ditengah jalan selain bisa melatih diri pun setiap saat bisa minta petunjuk dari suhu, sudah dapat dipastikan kemajuan yang ku-capai akan luar biasa ....... To Seng cu tidak membiarkan Lan See giok menyelesaikan kata katanya. dia segera memberi tanda untuk mencegahnya berbi-cara lebih jauh, kemudian setelah tersenyum sedih, dia berkata: "Anak Giok, dasar utama dari ilmu silat yang tercantum dalam cinkeng adalah Hud kong-sinkang, dengan dasar tenaga dalam mu sekarang, bila melatih diri selama sete-ngah tahun akan terpupuk dasar yang kuat, berlatih sepuluh tahun akan muncul sinar dalam tubuh, dan bila sudah melatih diri se-lama seratus tahun, cahaya Buddha akan melindungi seluruh tubuhmu. Dasar sinkang yang kau miliki sekarang baru mencapai taraf permulaan, jika kau meng-ikuti aku melaku-kan perjalanan jauh, yang pasti hanya kerugian yang akan kau peroleh bagi kema-juan ilmu silatmu, itulah sebabnya tinggallah kalian bertiga di dalam gua sambil berlatih diri dengan tekun, biar pun aku berada jauh di luar lautan, namun tak akan sedih memikirkan masa depan kalian, tentunya ucapan ini kalian pahami bukan?"

321

Selesai berkata kembali dia awasi Lan See-giok bertiga dengan sorot matanya yang penuh kasih sayang. Lan See-giok, Si Cay-soat dan bSiau-thi-gou bejrtiga serentak gmengiakan dengabn hormat. To Seng-cu tersenyum dan manggut-mang-gut, kembali katanya. "Sekarang aku hendak pergi dulu, kalian harus menjaga diri baik-baik." Sambil mengebaskan ujung bajunya, dia-pun melayang ke luar dari ruangan. Buru-buru Lan See-giok bertiga menjatuh-kan diri berlutut sambil berseru: "Moga-moga suhu selamat dalam per-jalanan dan cepat pulang kembali ke rumah." Menanti mereka bertiga mendongakkan kepalanya kembali, gurunya sudah lenyap dari pandangan mata, Pertama tama Lan See-giok yang bangkit berdiri lebih dulu sambil berkata: "Sebelum pergi wajah suhu menunjukkan rasa sedih, bisa kita duga perjalanan suhu kali ini tentu banyak rintangan dan kesu-li-tan." Tampaknya Si Cay soat tidak menemukan sesuatu yang aneh pada gurunya, ketika menjumpai kemurungan Lan See-giok, dia lantas berkata sambil tertawa: "Engkoh Giok, kau memang kebangetan, suhu yang ingin berpisah dengan kita sudah tentu menunjukkan rasa berat hati, jangan lagi kedatangan lam hay lo koay bukan untuk beradu kepandaian, sekalipun benar dengan kepandaian sakti yang dimiliki suhu, apa yang mesti di kuatirkan lagi ?" "Tadi aku toh sudah bilang, mau menyadap pembicaraan si makhluk tua itu, kenapa kalian berdua melarangku?" gerutu Siau-thi gou pula dengan cepat. "sekarang suhu telah pergi, apa yang hendak dilakukan ternyata tidak diberitahukan kepada kita..." "Suhu tidak memberitahukan masalahnya berhubung beliau kuatir kita turut mengua-tirkan keselamatannya sehingga hal ini akan mempengaruhi kemajuan yang bakal kita ca-pai di dalam ilmu silat," ujar Lan See -giok dengan perasaan berat. Mendengar ucapan tersebut, tanpa terasa Si Cay-soat tertawa cekikikan sambil menu-kas. "Kalau sudah tahu, semestinya kita semua harus menenangkan dulu pikiran agar bisa memusatkan pikiran untuk berlatih diri, de-ngan demikian harapan suhu pun tak sampai tersia siakan. Lagi purla selama tujuhz delapan tahun wbelakangan ini rsiau moay selalu men-dampingi suhu, pernah pula kusaksikan dua kali pertarungan suhu melawan makhluk tua tersebut dan sekali pertarungan melawan si nenek setan, namun selalu saja kepandaian suhu lebih tinggi setingkat.

322

Suhu selalu hidup terbuka dan jujur, ia disegani setiap orang, biar menjumpai mara bahaya aku yakin akan berubah menjadi se-lamat. Pendapatku, bila kita ingin mere-but hati suhu, turutlah nasehat dan pesan suhu sebelum berangkat tadi" Lan See giok menganggap perkataan terse-but memang betul juga, dia manggut beru-langkali, perasaannya juga semakin terbuka, sedang Siau thi gou segera melototkan sepasang matanya sambil berkata dengan sungguh-sungguh: "Aku Thi-gou bersumpah, di saat suhu kembali nanti. tujuh jurus ilmu naga dan ha-rimau sudah berhasil kugunakan secara baik, agar suhu tahu bahwa Gou - ji bukan gentong nasi yang tak berguna." Mendengar ucapan tersebut, Lan See-giok dan Si Cay soat tak bisa menahan rasa geli-nya lagi, mereka tertawa terbahak bahak. Sejak itu, Lan See giok dengan tekun mempelajari ilmu Hud kong sin kang, Si Cay soat menekuni ilmu pedang Tong kong-kiam hoat dan Siau-thi-gou melatih diri dengan ilmu pukulan Liong hou jit si. Beberapa hari lagi tahun baru akan tiba... Bunga salju yang turun sepanjang hari membuat seluruh bukit Hoa-san diliputi warna putih keperak-perakan yang sangat menyilaukan mata. Orang bilang, tambah tahun tambah usia. Kini usia Lan See-giok, Si Caysoat dan Siau-thi-gou telah bertambah setahun lagi. Lan See giok telah mencapai usia tujuh belas tahun. Tahun baru lewat. musim semipun tiba, dalam waktu singkat bulan tiga yang nyaman pun telah menjelang. Lan See giok yang menekuni ilmu silat nya telah peroleh kemajuan yang sangat pesat, kenyataan tersebut membuat anak muda tersebut sangat gembira sebab dia tahu harapannya untuk membalas dendam sema-kin besar. Ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat yang dilatih Si Cay-soat pun sudah mencapai ke-berhasilan, kini tinggal meningkatkan kema-tangannya. Hanya Siau thi gou yang pada dasarnya memang bebal otaknya, ditambah pula Liong hou jit si merupakan sejenis ilmu pukulan yang dahsyat, maka walaupun sudah melatih diri hampir tiga bulan lamanya, hasil yang diperoleh kecil sekali. Biarpun begitu. Siau thi gou yang bodoh justru memiliki ciri kebodohannya, setiap hari dia melatih diri terus tanpa berhenti, istirahatnya sangat jarang, akibatnya soal berburu dan membuat nasi harus dikerjakan oleh engkoh Giok dan enci Soatnya.

323

Lan See giok yang mendapat tugas dari gu-runya untuk memperhatikan adik Gou--nya, di samping melatih diri dengan tekun sering-kali dia membangkitkan semangat saudara-nya itu agar melatih diri lebih tekun lagi. Dengan pengamatan yang seksama selama tiga bulan terakhir ini, dapat disimpulkan kan olehnya bahwa ilmu Liong hou jit si me-mang sangat hebat, begitu dikembangkan angin pukulan yang dihasilkan sungguh luar biasa. Si Cay-soat yang menganggap dirinya pin-tar boleh dibilang sudah banyak tahun mem-perhatikan perubahan jurus serangan Liong-hou jitsi itu, namun dia tak pernah bisa mengetahui kelihaian dan kelebihan dari kepandaian tersebut. Maka setelah menyaksikan kemampuan engkoh Giok nya yang bisa menguasai ilmu pukulan tersebut hanya dalam mengamati berapa bulan saja, sadarlah dia bahwa kecer-dasan engkohnya memang jauh lebih hebat dari pada dirinya. Walaupun demikian ia sama sekali tidak merasa dengki ataupun iri hati, malah seba-liknya dia sangat berharap engkoh Giok nya bisa mempelajari pula ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat. Oleh sebab itu dia seringkali bminta pada Lan jSee-giok agar mgemberi petunjukb kepada nya, padahal seringkali secara sengaja tak sengaja dia membeberkan rahasia ilmu pedangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas, su-dah barang tentu Lan See-giok mengetahui akan maksud adiknya ini, hal tersebut mem-buatnya sangat berterima kasih sekali kepada adik seperguruannya ini. Bulan lima kini menjelang, musim panas pun tiba. Ilmu Hud-kong sin- kang yang dilatih Lan See-giok telah mencapai puncaknya. Dengan ayunan ujung baju ia sanggup menghancur-kan batu dengan sentilan jari, mampu me-matahkan bambu, dengan ayunan tangan mampu membunuh harimau, boleh dibilang tenaga sakti itu bisa dipergunakan sekehen-dak hatinya. Ilmu pedang Tong-kong-kiam-hoat dari Si Cay-soat juga mendapat kemajuan yang pesat, pedangnya bisa dipergunakan secepat terbang, cahaya pedang yang menyilaukan mata, hawa serangan yang menyayat badan, betul-betul merupakan suatu ancaman yang berbahaya. Sebaliknya Siau thi-gou di bawah bimbi-ngan serta petunjuk dari Lan Seegiok, akhir nya juga menguasai ilmu pukulan Liong hou-jit-si yang sangat hebat itu.

324

Keberhasilan yang dicapai membuat ke tiga orang itu semakin getol berlatih, mereka se-mua berharap dapat menunjukkan kebo-le-hannya dihadapan gurunya sehingga mem-buat gurunya gembira. Hari ini matahari sudah bersinar ditengah angkasa. udara bersih dan angin berhembus semilir. biarpun di musim panas namun sua-sana terasa segar dan nyaman. Si Cay soat dengan pakaian serba merah, rambut terurai sebahu sedang berdiri tenang dimuka ruangan batu, agaknya baru saja ia selesai-melatih ilmu pedangnya. Lan See giok dengan jubah birunya dan senyum dikulum sedang mengawasi Siau thi gou berlatih ilmu pukulan. Pada saat itulah, Si Cay soat yang sedang mengawasi air terjun dikejauhan sana se-olah-olah teringat akan sesuatu, mendadak ia berseru keras: "Engkoh Giok, udara pada hari bini sangat indajh, ayo kuajarkagn ilmu berenangb kepada-mu!" Lan See giok yang mendengar tawaran tersebut menjadi sangat gembira, serunya dengan cepat: "Baik, aku akan melepaskan jubah panjang dan berganti celana dulu . . Sambil berkata, buru-buru dia lari masuk ke dalam ruangan. St Cay soat segera tertawa cekikikan mendengar seruan mana. demikian juga Siau thi gou segera tertawa terbahak-bahak sambil serunya: "Engkoh Giok. kau toh bukan bermaksud menangkap ikan di selokan, buat apa kau lepaskan baju ganti celana? Kau kan hendak belajar ilmu berenang di telaga?" Lan See giok segera menghentikan langkah nya sesudah mendengar perkataan tersebut, merah jengah selembar wajahnya, sambil memandang ke arah Si Cay soat dan Siau thi gou yang sedang menertawakan dirinya, dia berkata kemudian agak tersipu-sipu: "Tapi sayang ih-heng tidak punya pakaian untuk berenang . . ." "Aku punya sebuah pakaian renang yang terbuat dari kulit ikan hiu, pinjamlah. .." seru Siau thi gou cepat. "Oooh, kau sangat baik, terima kasih ba-nyak adik Thi-gou!" "Tak usah sungkan, ayo ikutlah aku." Dengan terburu buru mereka masuk ke dalam ruang batu. Si Cay soat sendiri hanya tersenyum sam-bil membungkam diri, diapun mengikuti di belakang kedua orang tersebut. Setibanya di dalam kamar, Siau-thi-gou mengambil sebuah bungkusan kecil dari tempat pakaiannya dan diserahkan kepada Lan See-giok sambil serunya:

325

"Ayo kenakan, tanpa benda ini jangan harap bisa mempelajari ilmu berenang de-ngan baik!" Lan See-giok tidak berniat untuk men-de-ngarkan obrolannya itu, cepatcepat dia me-mungut bungkusan kecil itu dan membuka nya, ternyata isinya adalah pakaian renang yang terbuat dari kulit ikan hiu. Dengan perasaan gembira, dia berterima kasih kepada Thi gou. kemudian buru-buru melepaskan jubah panjangnyra dan mengena-kzan pakaian renawng itu. Tapi arpa yang kemudian terlihat mem-buat senyuman yang semula menghiasi wajah Siau-thi gou hilang lenyap tak berbekas, malah sepasang matanya ikut melotot ke luar. Selama setengah tahun belakangan ini, Lan See giok sudah tumbuh lebih dewasa, rupanya celana pakaian renang itu hanya berhenti di sebatas paha dan tak mampu diteruskan lagi... Pada saat itulah dari depan pintu terdengar gelak tertawa yang amat merdu bergema memenuhi ruangan. Sewaktu Lan See giok dan Thi-gou berpa-ling mereka jumpai Si Cay scat telah berganti dengan sebuah pakaian renang berwarna merah, dalam genggamannya , membawa se-buah bungkusan kecil dan sedang berdiri memandang kearah mereka sambil tertawa terpingkal-pingkal. Terdengar gadis itu berseru: "Pakaian renang itu sudah tiga tahun la-manya, Thi-gou sendiri jarang mengena-kannya karena dia sendiripun merasa kekecilan, bagaimana mungkin kau bisa me-makainya?" Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut diam-diam menjadi sangat men-dongkol, ia merasa dalam hal apapun adik seperguruannya jauh di bawahnya, tapi setelah menjumpai kejadian macam begini, dia selalu terperangkap. Bahkan kalau dilihat dari sikap gadis itu, sudah jelas dia telah menduga sebelumnya. Tiba-tiba Si Cay soat berkata sambil tersenyum. "Ehmmm, ambil dan cepat kenakan, ku-tunggu kalian di tepi telaga . ." Sambil berkata, dia lantas melemparkan buntalan kecil ke tangan Lan See giok .. Biarpun Lan See giok tidak habis mengerti, namun dia seperti sudah memahami akan sesuatu, buru-buru dibukanya bungkusan itu. Apa yang terlihat membuatnya amat gem-bira. ternyata bungkusan kecil itu berisikan sebuah pakaian renang yang memancarkan sinar keemasemasan. Dengan perasaan ingin tahu Siau-thi-gou turut melihat, ternyata pakaian renang itu berwarna hitam dan putih dengan bentuk yang sangat lunak,

326

bagian yang hitam ber-warna keemas emasan, sedang bagian yang putih berwarna keperak perakan, rupanya baju renang ini terbuat dari dua tiga puluh ekor kulit ikan Cui oh li yang dikumpulkan selama ini. Lan See-giok merasa berterima kasih sekali setelah menyaksikan kejadian ini, perasaan mendongkol yang semula menyelimuti pe-rasaannya, kini hilang lenyap tak berbekas. Sedangkan Siau thi gou seakan akan me-mahami sesuatu, ia lantas berseru: "Haaahhh...haaahhh ..haaahhh...tak tahu sekarang, tak aneh kalau saban kali kita makan ikan selalu tak dijumpai kulitnya, dan setiap kali cici selalu berebut untuk memo-tong ikan, rupanya disinilah letak rahasia-nya." Kemudian sambil mendorong Lan See giok yang masih termangu mangu. kembali dia mengomel. "Engkoh Giok, semuanya ini gara-gara kau yang melarang aku memasuki kamar cici, coba kalau tidak hari ini dia tak akan mem-buat kejutan untuk kita." Lan See giok sendiripun tidak pernah men-yangka bahwa di samping berlatih ilmu pedang dan menanak nasi, Si Cay soat masih meluangkan waktu untuk membuatkan pakaian renang baginya. Dia mencoba untuk meraba pakaian renang itu, semuanya halus dan lunak, bisa dibayangkan betapa susah payahnya Si Cay soat untuk menyelesaikan pekerjaan terse-but. Berpikir sampai di situ, timbul perasaan sayang di hati kecilnya, ini membuat pemuda tersebut merasa tak tega untuk mempergu-nakannya,... Siau thi gou yang menyaksikan hal terse-but, tanpa terasa bertanya dengan nada tak mengerti: "Hei, jangan diraba melulu, ayo cepat di kenakan, hati-hati kalau dia sampai me-ngambek gara-gara kau datang terlambat!" Lan See giok segera sadar kembali dari la-munannya, buru-buru ia bertukar pakaian renang itu. Ternyata pakaian tersebut sangat persis, tahulah pemuda kita, Si Cay soat tentu su-dah mengukur pakaiannya secara diam-diam. Selesai bertukar pakaian. kedua orang itu buru-buru ke luar ruangan, ternyata Si Cay soat sudah tak ada di situ, maka mereka ber-dua pun berangkat ke telaga Cui oh. Waktu itu, Si Cay soat kelihatan sedang berdiri di tepi telaga sambil tiada hentinya menengok kemari dengan wajah tak sabaran. Siau thi gou yang menyaksikan kejadian ini dengan cepat dia peringatkan: "Engkoh Giok, sudah pasti enci Soat se-dang marah"

327

Mendengar itu Lan See giok segera mem-percepat larinya dan secepat kilat meluncur ke tepi telaga dengan begitu Siau thi gou pun tertinggal jauh di belakang. Begitu tiba di tempat tujuan. Lan See giok segera berseru kepada Si Cay soat dengan senyum dikulum. "Adik Soat, terima kasih banyak pakai-an renang buatanmu sungguh indah, pas lagi!" Sesungguhnya Si Cay soat sedang menanti dengan perasaan gelisah, namun setelah mendengar pujian dari Lan See giok, apalagi menyaksikan pakaian renang bikinannya persis sekali di tubuh engkoh Giok nya, perasaan tak senang yang semula mencekam perasaannya seketika lenyap tak berbekas. Sepasang pipinya berubah menjadi merah, dipandangnya wajah Lan See giok sekejap dengan gembira, dia seperti hendak meng-ucapkan sesuatu, tapi bayangan manusia berkelebat lewat, Siau thi gou telah muncul pula di situ sambil berseru: "Enci Soat, bikinanmu sangat bagus. aku juga minta satu" Si Cay soat kuatir bocah itu ribut, cepat-cepat dia mengangguk sambil tertawa: "Asal kau bersedia menuruti perkataan-ku, enci pasti akan buatkan sebuah untuk-mu. "Baik, mulai hari ini aku pasti akan menu-ruti perkataanmu!" Menggunakan kesempatan sewaktu Si Cay- soat sedang berbicara dengan Siau thi gou, Lan See giok mengamati adik sepergu-ruannya yang memakai pakaian renang itu. Ia merasa gadis ini lebih matang lagi dalam setengah tahun belakangan, tubuhnya keli-hatan lebih matang dan montok. payudaranya nampak lebih besar, pinggang nya ramping, pinggulnya bulat dan pahanya mulus, boleh dibilang gadis tersebut memiliki potongan badan yang sangat menarik hati... Sementara dia masih mengamati dengan seksama, mendadak terdengar Si Cay soat berkata. "Engkoh Giok, air di telaga ini terlalu dalam." mari kita belajar di telaga yang agak dangkal saja." Buru-buru Lan See giok menenangkan kembali hatinya. "Baik. baik, makin dangkal airnya makin baik" Si Cay soat kembali tertawa cekikikan mendengar ucapan itu! Mereka bertiga pun menelusuri telaga menuju ke sebuah pantai dengan air yang dangkal, mula-mula Si Cay soat mengajarkan dulu rahasia

328

mengambang, menyelam dan mengapung, kemudian baru mengajak pemuda itu masuk ke air. Sesungguhnya Lan See giok adalah seorang pemuda yang sangat cerdas dengan daya tangkap yang mengagumkan, begitu diberi tahu, semua tehnik berenang telah dikuasai nya. Sayang sekali di air dan di darat keadaannya sama sekali berbeda, setelah menceburkan diri ke dalam telaga, dimana permukaan air mencapai dadanya, ia menjadi tegang, napasnya sesak dan langkahnya se-olah-olah menjadi enteng. ini semua mem-buat anak muda tersebut buru-buru menggunakan ilmu bobot seribunya. Melihat pemuda itu gugup bercampur kaget, Si Cay soat menghentikan langkah nya dan berkata sambil tertawa: "Bagaimana kalau di tempat ini saja? Ke-dalaman air sudah cukup untuk taraf per-mulaan belajar berenang" Lan See giok mengangguk berulang kali sambil mengiakan. Sekali lagi Si Cay-soat mengulangi tehnik ilmu berenang. kemudian ia baru berkata: "Sekarang kita berlatih dulu ilmu menga-pungkan diri, letakkan tanganmu di atas le-nganku." Lan See-giok menurut dan mengikuti teori yang diperoleh, dia menarik nafas sambil meluruskan kakinya ke belakang- serta merta badannya terapung ke atas permukaan air. Kenyataan ini membuat anak muda itu kegirangan, pikirannya dengan cepat: "Oooh rupanya tidak terlalu sulit untuk belajar ilmu berenang ...." Melihat wajah Lan See-giok berseri Si Cay soat turut bergembira hati. katanya kemu-dian: "Sekarang kita belajar berenang. salurkan semua tenaga ke seluruh badan, utamakan keringanan tubuh, Kemudian dayunglah sepasang tangan dari depan ke belakang, dii-kuti gerakan kaki..." Sambil memberi keterangan dia memberi contoh di depan pemuda itu sambil bergerak ke depan. Lan see-giok mengikuti cara tersebut, betul juga tubuhnya bisa bergerak ke muka pe-lan-pelan, bisa dibayangkan betapa gembira-nya pemuda kita. Mendadak.... Bayangan merah berkelebat lewat. Si Cay soat yang semula berada di sisinya mendadak lenyap tak berbekas. Lan see giok menjadi gugup, dia lupa de-ngan teorinya dan tak ampun lagi bunga air memercik ke mana-mana, anak muda menja-di gelagapan sendiri.

329

Sementara itu Si Cay soat yang baru mun-culkan diri pada dua kaki dari situ, menjadi amat terperanjat setelah menyaksi kan keja-dian ini. cepatcepat teriaknya. "Pusatkan pikiran, atur pernapasan dan berenang ke muka dengan tenang ....." Lan See giok baru merasa lega setelah melihat adik seperguruannya muncul di de-pan sana dalam keadaan selamat dengan ce-pat dia menaati seruan tersebut. Dalam waktu singkat dia berhasil mem-pertahankan keseimbangan tubuhnya dan berenang lagi ke depan. Sekarang dia berharap bisa naik ke darat untuk beristirahat sebentar. Berbeda sekali dengan jalan pemikiran Si Cay soat, sewaktu melihat pemuda itu lambat laun dapat mengendalikan diri, dia berharap pemuda itu bisa berenang lebih lama." Maka sambil munculkan diri di atas per-mukaan air dia berseru keras. "Engkoh giok kemarilah cepat, di bawah sini terdapat sebuah batu besar" Lan See giok merasa ini memang cocok dengan pikirannya, maka tubuhnya" bergerak ke depan Si Cay soat kemudian berusaha untuk berdiri di situ ..... Si Cay soat tidak menyangka Lan See giok akan berhenti secara tiba-tiba, saking kaget-nya dia menjerit keras dan segera berusaha untuk menariknya. Siau thi gou yang berdiri di tepi telaga juga sangat terperanjat sehingga berteriak keras. Rupanya sepasang kaki Lan See giok me-nginjak tempat yang kosong. ini membuat badannya segera tenggelam. dalam waktu singkat air telaga menggenangi kepalanya. Bisa dibayangkan betapa terperanjatnya pemuda tersebut, serta merta tangannya mendayung dengan sepenuh tenaga, semen-tara tubuhnya menubruk ke atas ...... Kebetulan sekali si Cay soat yang gagal menyambar tangan pemuda itu sedang berge-rak ke muka, tak ampun lagi dia lantas dipeluk anak muda tersebut erat-erat. Lan See giok yang berhasil memeluk adik seperguruannya, bagaikan menangkap tuan penolong saja, pelukannya makin diperken-cang lagi.... . Dalam keadaan begini, Si Cay-soat menjadi yaa malu, gelisah selain gugup. namun ia cu-kup memahami perasaan engkoh Giok nya waktu itu, maka dia memutar pinggul, mem-balikkan badannya dan membiarkan Lan See giok berada di atas dadanya.

330

Sementara itu, Lan See giok telah pulih kembali kesadarannya setelah ia berhasil menarik napas panjang, sewaktu mengetahui bagaimana dia sedang memeluk pinggang adik seperguruannya dan mukanya menem-pel diantara sepasang payudaranya yang em-puk, hatinya menjadi terkejut dan pegangan-nya segera dilepaskan. Si Cay soat bertindak cepat, segera dia membalikkan badan begitu tekanan di atas tubuhnya hilang, lalu sambil memeluk tubuh See giok, pelan-pelan ia berenang menuju ke tepi pantai. Siau thi gou yang semula dicekam perasaan terkejut dan gugup sekarang dapat merasa kan betapa lucunya kejadian ini, tak tahan dia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak bahak. Tak terlukiskan rasa malu Lan See giok se-sudah mendengar gelak tertawa Siau thi gou, seandainya bisa dia ingin menyelam ke dasar telaga dan menyembunyikan diri di sana. Si Cay soat sendiripun merasa amat malu, pipinya berubah menjadi merah jengah. apalagi membayangkan kembali kejadian yang baru saja berlangsung, hatinya berdebar keras sekali Tapi ia bertekad untuk berenang ke darat dan menghajar Siau thi gou untuk melam-piaskan rasa malu dan gemasnya, karenanya bagaikan seekor ikan duyung, dia melesat ke darat dengan cepatnya. Siau thi gou segera merasakan bahwa gela-gat tidak menguntungkan, ia tahu sudah membuat gara-gara maka tanpa membuang waktu lagi, dia memutar badan dan me-ngambil langkah seribu. Pada saat itulah, mendadak .... Dari kejauhan sana terdengar seseorang sedang berteriak teriak dengan suara yang lantang. "Thi gou, Thi gou ..... Berkilat sepasang mata Siau thi gou mendengar suara panggilan itu, soraknya gembira: "Aku berada disini, kami semua berada sini!" Ditengah teriakan itu, dia berblarian cepat mejnuju ke arah magna berasalnya sbuara tadi. Sementara itu Si Cay soat dan Lan So giok sudah tiba pula di daratan. sementara Lan See giok tertegun melihat wajah gembira Siau thi gou yang sedang berlari menjauh. Si Cay soat yang sudah tahu suara teriakan siapakah tadi segera berkata dengan gembira: "Ayo cepat berangkat, si naga sakti pemba-lik sungai Thio loko telah datang" Lan See giok amat girang, dia berharap bisa peroleh sedikit kabar tentang bibi Wan dan enci Cian nya dari mulut si naga sakti tersebut.

331

BAB 16 DENGAN wajah gembira, pemuda itu segera berseru pula. "Mari kita pun segera berangkat!" Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, berangkatlah muda mudi dua orang tersebut mengejar Siau thi gou. Setelah melewati batuan cadas, di depan sana terlihat si naga sakti pembalik sungai yang bertubuh tegap dan berambut putih se-dang mendekat dengan langkah tegap. di bawah ketiaknya seperti tergantung sebuah buntalan kecil. Melihat buntalan itu, Si Cay soat segera bersorak gembira. "Thio loko, kali ini hidangan lezat apa yang kau bawakan untuk kami semua?" Waktu-itu si naga sakti pembalik sungai sudah menggenggam tangan Siau thi gou, mendapat pertanyaan itu diapun menjawab sambil tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh . . haaahhh . . haaahhh kali ini, aku si engkoh tua harus meminta maaf, ber-hubung kedatanganku terlalu tergesa-gesa, maka tidak sempat kubawakan se suatu untuk kalian." Kemudian kepada Lan See-giok yang mendekat, dia berkata pula sambil tertawa: "Saudara cilik, tujuh bulan kita tak bersua, nampaknya kau lebih dewasa!! Berhubung Si Cay soat dan Siau thi gou menyebut engkoh tua kepada si naga sakti pembalik sungai, maka Lan See giok segera menjura sambil menyapa pula: "Siaute Lan See giok menjumpaib engkoh tua !" j Naga sakti pemgbalik sungai tebrtawa terge-lak penuh kegembiraan. "Haaahhh...haah tidak usah... tidak usah, aku si engkoh tua juga tidak membawa hadiah apa-apa sebagai tanda mata untuk perjumpaan kali ini" "Nah terimalah bungkusan ini, semua barang yang berada di dalamnya menjadi milikmu semua." Sambil berkata dia lepaskan buntalan kecil dan diserahkan kepada Lan See giok. Tentu saja Lan See giok merasa sungkan untuk menerimanya, namun juga tak enak untuk menolak, setelah ragu-ragu sejenak akhirnya dia terima juga buntalan itu. Siau thi gou tidak tahan untuk mengulur-kan lidahnya sambil menelan air liur beru-lang kali, nampaknya dia sedang mengira-ngira hidangan lezat apakah yang berada di dalam buntalan tersebut. Menanti Lan See giok menitipkan buntalan tersebut ke tangan Siau thi gou, bocah itu baru tertawa senang.

332

Dalam pada itu si naga sakti pembalik sungai sudah bertanya sambil tersenyum setelah menyaksikan Lan See giok berdua. masih mengenakan pakaian berenang ?" "Ooh, rupanya hari ini kalian sedang berla-tih ilmu berenang?" "Siaute baru pertama kali mempelajari ilmu ini, khusus siaute minta pelajaran dari adik Soat" sahut Lan See-giok cepat. Dengan wajah semu merah, cepat-cepat Si Cay soat membantah: "Suhu menugaskan kepada siaumoay un-tuk mengajarkan dasar-dasar ilmu berenang kepada engkoh Giok, sekarang engkoh tua sudah datang, siau-moay mah tak akan uru-san lagi." "Waah, sayang sekali engkoh tua masih ada urusan penting yang mesti diselesaikan, paling lama hanya setengah hari aku berada di sini, sebelum malam tiba nanti harus su-dah turun gunung..." "Kenapa? Kenapa tidak berdiam beberapa hari lagi?" tanya Lan See-giok bertiga cemas. Naga sakti pembalik sungai sangsi sejenak akhirnya dia berkata: "Mari kita pulang dulu sebelum membicarakan lebih jauh!" Maka berangkatlah ke empat orang itu menaiki bukit. Setelah berada rdi ruang batu, znaga sakti pembwalik sungai barru berkata kepada Lan See giok dan Si Cay-soat. "Sekarang adik Giok dan adik Soat berganti pakaian dulu, biar engkoh tua menunggu kalian di sini." See giok dan Cay soat mengiakan, mereka berdua cepat-cepat berlalu untuk bertukar pakaian. Membayangkan kembali peristiwa dalam air tadi, kedua orang itu merasa amat malu di samping perasaan manis dan hangat yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Selesai bertukar pakaian, mereka berdua muncul kembali dari kamar masing-masing, tapi Si Cay soat yang berjumpa kembali de-ngan See giok segera merasakan pipinya menjadi merah dan tertunduk malu-malu, ia menunjukkan sikap jengah seorang gadis yang bertemu dengan pemuda asing saja... Lan See giok turut merasakan hatinya ber-debar keras, pipinya turut berubah menjadi merah, sedang perasaan yang mencekam hatinya sekarang sungguh tak bisa dilukis-kan dengan kata-kata. Si Cay soat segera tersenyum jengah meli-hat sikap tertegun pemuda itu, cepat-cepat dia lari naik ke atas tangga. Lan See giok mengikuti di belakangnya, saat itulah dia baru merasakan bahwa adik seperguruannya telah tumbuh menjadi se-orang gadis remaja, sedangkan ia sendiripun sudah mendekati seorang pemuda dewasa.

333

Tiba kembali di ruang batu, Siau. thi gou telah mengeluarkan hidangan serta empat mangkuk arak. Dari sikap dan wajah Lan See giok serta Si Cay soat yang memerah, si naga sakti pem-balik sungai memandang sekejap wajah kedua orang itu, dengan cepat dia tahu bahwa benih cinta rupanya sudah tumbuh dalam hati mereka. Namun bila teringat kembali tujuan keda-tangannya ke sana, keningnya segera berke-rut, selapis kemurungan segera menyelimuti wajahnya yang berkeriput. Lan See giok dan Si Cay soat cepat--cepat menundukkan kepalanya rendah-rendah, sewaktu sorot mata si naga sakti Pembalik sungai yang tajam diarahkan kepada mereka oleh sebab itu mereka pun tidak melihat pe-rubahan wajah dari engkoh tuanya itu.. Tiba-tiba terdengar Siau thi you berseru dengan nada tidak senang hati: "Thio loko, mengapa sih kau terburu -buru ingin pulang? Siapa tahu tiga atau lima hari lagi suhu sudah pulang . . ." Mendengar ucapan tersebut, si naga sakti pembalik sungai seakan akan teringat akan sesuatu, dia segera berpura - pura gembira dan tertawa tergelak. "Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh ... sekarang aku si engkoh tua hendak membe-ritahukan kepada kalian, berhubung cia cianpwe masih ada urusan lain yang belum selesai dikerjakan, mungkin beberapa bulan lagi beliau baru bisa pulang" Lan See giok bertiga menjadi sangat terke-jut, hampir bersamaan waktunya mereka berseru: "Darimana engkoh bisa tahu?" Naga sakti pembalik sungai tertawa, de-ngan sikap sewajar wajarnya ia men-jawab: "Engkoh tua telah menerima surat yang ditulis Cia locianpwe dan dikirim dari luar lautan!" Sambil berkata, dia mengambil sepucuk surat dari sakunya dan diserahkan kepada Lan See giok. Dengan gugup pemuda itu membukanya dan membaca isinya. Si Cay soat segera mendekati anak muda itu sambil menumpang membaca isi surat tersebut. Garis besarnya dalam surat itu dijelaskan bahwa guru mereka harus pergi ke luar lau-tan demi keselamatan dunia persilatan, se-bab masalah tersebut menyangkut nasib pel-bagai perguruan besar di dunia persilatan, maka urusan tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, di samping itu

334

guru mereka berpesan agar Lan See giok bertiga melatih diri lebih tekun serta tak usah memecahkan perhatian ke masalah lain. . . Ketika selesai membaca surat itu, Si Cay soat yang pertama-tama berguman dengan nada tak habis mengerti: "Thio loko, mengapa suhu tidak menjelas-kan kapan baru akan pulang . .?" Naga sakti pembalik sungai membandang sekejap jkearah Lan See ggiok yang sedanbg termenung, kemudian jawabnya sambil ter-tawa: "Engkoh tua menitipkan pesan tersebut se-cara lisan kepada si pembawa surat. jadi akupun tak tahu kapan pulangnya." "Thio loko, siapakah si pembawa surat itu?" tiba-tiba Siau thi gou bertanya dengan wajah tak mengerti: Agaknya si naga sakti pembalik sungai ti-dak menduga Siau thi gou bakal mengajukan pertanyaan tersebut, dengan kening berkerut dia segera tersenyum. "Berbicara soal orang ini, kalianpun belum tentu tahu." "Coba sebutkan agar kami tahu" timbrung Si Cay soat. Agaknya si naga sakti Pembalik sungai se-dang memperhatikan dengan seksama sikap Lan See giok yang masih meneliti surat terse-but, namun ia toh menjawab juga. Orang itu adalah tianglo angkatan yang lampau dari Bu-tong-pay, orang menyebut nya Keng-hiang sian-tiang!" Si Cay soat kembali berkerut kening, lalu tanyanya dengan nada tidak mengerti: `Bukankah Keng hiang sian-tiang dari Bu tong-pay sudah lama tidak muncul kembali di dalam dunia persilatan?! Dengan wajah bersungguh-sungguh si naga sakti pembalik sungai berkata: "Masalahnya kali ini menyangkut suatu keadaan yang besar. jadi tak bisa dibanding-kan dengan kejadian biasa, dengan unda-ngan khusus dari Lam-hay-lo koay, bahkan Cia locianpwe saja harus berangkat sendiri apalagi persoalan ini menyangkut Bu-tong -pay secara langsung, memangnya dia tak akan berangkat? Baru selesai dia berkata Lan see Giok yang masih memegang surat itu berseru kepada, si nags sakti pembalik sungai: "Thio loko, siaute jumpai tinta bak di atas surat tersebut nampaknya sudah lama sekali ..... Berubah hebat paras muka si naga sakti pembalik sungai setelah mendengar ucapan tersebut. tapi cepat-cepat ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak bahak, menyusul kemudian ia menjelaskan lebih bjauh: "Saudaraj cilik, pernahkgah kau bayangkabn berapa ribu li jarak dari sini sampai ke luar lautan? Apalagi Keng hian sian-tiang meng-gembolnya

335

dalam saku, dimana kena keri-ngat dan air hujan. masa surat tersebut dapat utuh seratus persen?" Berbicara sampai disini, diapun sengaja mengalihkan pembicaraan ke soal lain, sam-bil menunjuk ke arah bungkusan kecil itu katanya lagi: "Sewaktu menerima surat ini, kebetulan Hu-yong siancu Han lihiap juga berada di rumahku. ketika ia tahu aku hendak kemari, dia telah menitipkan bungkusan baju itu untukmu." Siau thi gou menjadi amat kecewa setelah mendengar perkataan itu, serta merta dia mengangkat buntalan kecil itu dan dilihat sekejap... Berbeda dengan Lan See giok, mencorong sinar tajam dari balik matanya setelah mendengar perkataan itu, cepat tanyanya dengan gembira.. "Apakah bibi Wan dan enci Cian berada dalam keadaan sehat-sehat semua?" Sewaktu berbicara, wajahnya memancar-kan sinar kerinduan yang amat tebal. Si Cay soat yang melihat kesemuanya ini segera merasakan segulung hawa amarah yang entah darimana datangnya membara di dalam dadanya dan ingin dimuntahkan ke luar, namun diapun tak berani melampiaskannya ke luar . Naga sakti pembalik sungai yang melihat tujuannya berhasil, ia segera tertawa setelah meneguk arak sahutnya: "Mereka semua berada dalam keadaan baik-baik. mereka menduga kau pasti sudah makin tinggi, maka khusus membuatkan be-berapa stel pakaian untukmu." Lalu sambil mengambil buntalan kecil itu, dari tangan Siau thi gou, dia bertanya sambil tertawa penuh arti: "Saudara cilik, apakah kau hendak mem-bukanya sekarang juga ...."" Berkilat sepasang mata Lan See giok, bisa dilihat hatinya diliputi emosi, bibirnya berge-rak seperti ingin mengucapkan sesuatu, na-mun akhirnya dia menggeleng kan kepalanya berulang kali, sahutnya sambil tertawa: Oooh, tidak usarh, tidak usah!"z Tapi, setiap worang bisa melirhat betapa inginnya Lan See giok membuka bungkusan itu dengan segera dan ingin melihat pakai-an apa saja yang telah dibuatkan untuknya. Ia percaya setiap jahitan dan setiap lipatan pakaian tersebut, terkandung kasih sayang dari bibinya dan cinta suci dari enci Cian nya. Si Cay soat tak bisa menahan rasa gusar di dalam hatinya lagi, dia tertawa paksa namun setiap orang bisa mendengar betapa kecutnya suara tertawa itu. kemudian terdengar ia berkata:

336

"Sudah tentu jahitannya pas sekali diba-dan, secantik enci Cian yang membuatnya!" Lan See giok yang polos masih mengira adik Soatnya benar-benar memuji kecantikan enci Ciannya, tanpa terasa wajahnya nampak le-bih bersinar terang. Berbeda sekali dengan Naga sakti pem-balik sungai yang berpengalaman, dengan cepat dia dapat menangkap gelagat yang tidak baik, cepat-cepat dia meletakkan kembali bungku-san kecil itu ke atas meja, kemudian setelah tertawa tergelak dengan cepat dia mengalih-kan pokok pembicaraan ke soal lain, uca-pannya: "Di dalam surat Cia locianpwe tadi di pesankan agar kalian melatih diri dengan te-kun, entah bagaimanakah kemajuan yang berhasil kalian capai dalam setengah tahun ini?" Siau thi gou segera melebarkan matanya, semangatnya berkobar kembali dengan pe-nuh bersemangat katanya: "Aku telah berhasil mempelajari ilmu Hou-liong-jit-si, bila suhu pulang, tanggung dia akan gembira." Lan See giok bertiga yang menyaksikan semangat Siau-thi gou. tak tahan lagi mereka tertawa tergelak. Berhubung penjelasan dari naga sakti pembalik sungai tentang huruf yang luntur cocok dengan keadaan, ditambah pula Hu-yong-siancu hadir sebagai saksi , maka Lan See giok pun mempercayai keaslian surat itu seratus persen. Setelah melihat ketiga orang itu tidak ragu lagi, Naga sakti membalik sungai baru me-ngajarkan teori dan tehnik bertempur dalam air kepada Lan See-giok di samping ketera-ngan-keterangan lain yang berharga sekali. " Tak heran kalau Lan See giok bertiga memperoleh pengetahuan dan faedah yang besar sekali. Tanpa terasa matahari pun tenggelam di langit barat. Naga sakti pembalik sungai segera minta diri, sebelum berpisah ia berpesan kembali agar mereka bertiga tetap menjaga gua sem-bari berlatih ilmu silat dengan tekun sampai kembalinya guru mereka. Lan See-giok, Si Cay-soat dan Siau-thi gou menghantar engkoh tua mereka sampai di luar barisan pohon bambu, hingga bayangan tubuh naga sakti pembalik sungai lenyap dari pandangan, mereka baru kembali ke ruangan. Dalam perjalanan kembalinya, Lan See giok ingin secepatnya membuka bungkusan kecil itu dan melihat isinya, tanpa disadari lang-kahnya menjadi

337

terburu buru sehingga Si Cay soat serta Siau thi gou tertinggal jauh di belakang. Siau thi gou yang polos dan terbuka masih tidak merasakan apa-apa. berbeda sekali dengan Si Cay soat yang setiap hari bersama sama engkoh Gioknya, ia segera merasa diri-nya seperti dikesampingkan pemuda itu. Saking pedih hatinya, hampir saja air ma-tanya jatuh bercucuran.... Gadis yang semenjak kecil sudah terbiasa dimanja gurunya ini, untuk pertama kalinya merasakan hatinya sedih dan pedih. mau marah tak bisa dilampiaskan, mau menangis malu, bisa dibayangkan bagaimana perasaan hatinya waktu itu. Ia jadi mendongkol sekali kepada engkoh Gioknya . . . . terlalu banyak masalah yang membuatnya mendongkol, dia merasa pemu-da tersebut seolah-olah mempunyai banyak dosa dan kesalahan yang tak bisa diampuni lagi, maka dalam hati kecilnya dia mengambil sebuah keputusan...selamanya tidak akan menggubrisnya lagi. 0leh sebab itu, ketika Lan See giok me-ngambil bungkusan kecil dan kembali ke kamar nya, sambil menahan air mata diapunb cepat-cepat kejmbali ke kamar gtidur sendiri. b Sian thi gou yang terdorong perasaan ingin tahu segera membuntuti engkoh Giok nya dengan ketat, dia ingin tahu apakah dalam bungkusan tersebut terdapat makanan yang enak atau tidak. Karenanya sambil melototkan matanya bulat-bulat, dia awasi terus engkoh Giok nya membuka bungkusan kecil itu. Begitu bungkusan dibuka, dibaliknya tem-pat sebuah kertas minyak pembungkus, bau harum semerbak terhembus ke luar dari balik bungkusan itu. Dengan cepat Siau thi gou mengendus bau itu berulang kali, sekulum senyuman lebar segera menghiasi bibirnya. Begitu bungkusan kertas itu dibuka, woouw isinya adalah ayam panggang, daging kecap, telur asin serta makanan yang lain yang banyak sekali jumlahnya. Diam-diam Lan see giok berterima kasih sekali atas pemikiran bibinya yang menga-turkan semuanya itu dengan sempurna, meski makanan itu biasa, namun di tengah pegunungan yang terpencil begini betul--betul merupakan hidangan lezat yang punya uang pun tak bisa dibeli, maka dia singkirkan bungkusan makanan itu serta membuka bungkusan kain putih yang berada di bawahnya. Pada bagian atas adalah jubah biru kege-marannya, baju itu terbuat dari kain halus, potongan indah dan menawan, entah hasil karya bibinya atau enci Cian nya!

338

Ketika diendus, tercium bau harum yang sangat khas baginya, dengan cepat dia men-jadi paham kembali, rasa gembira yang me-luap membuatnya tanpa sadar memanggil nama enci Cian dengan mesra. Di bawah jubah itu adalah kain pengikat kepala berwarna biru, celana biru serta dua stel pakaian dalam berwarna putih, ketika dicoba dibandingkan ke tubuhnya, meski sedikit agak kebesaran namun bisa dipakai. Baju yang kedua berwarna merah cerah, apa yang terlihat segera membuat pemuda itu tertegun dan mencorongkan sinar tajam dari matanya. Rupanya pakaian merah dengan sbepasang sepatu jberwarna merah,g sarung pedang bmerah dan pita pedang berwarna merah. `Dengan cepat Lan See giok paham kem-bali, rupanya semuanya ini disiapkan enci Cian untuk adik Soatnya, dengan perasaan segera ia segera mendongakkan kepalanya: Namun adik Soat sudah tak nampak, bahkan adik Gou pun tidak kelihatan, ketika berpaling lagi, hidangan semeja yang baru saja diletakkan disanapun turut lenyap tak berbekas. Lan See giok segera tertawa tergelak de-ngan rasa gembira, sambil membawa bung-kusan berisi baju itu cepat dia lari naik ke tangga. Sebelum tiba di kamar tidur, pemuda itu sudah tidak tahan untuk berteriak keras. "Adik Soat, adik Soat ..." Tiba-tiba bayangan hitam berkelebat lewat. Siau thi gou sudah muncul dari balik kamar Si Cay soat, di tangannya masih menggeng-gam bungkusan berisi makanan lezat tadi. Begitu berjumpa dengan Lan See giok, dia lantas berseru dengan wajah murung. "Engkoh Giok, enci Scat telah jatuh sakit!" Lan See-giok terkejut sekali, ia berseru kaget sambil teriaknya. "Sakit apa? Barusan toh ia nampak sangat gembira dan segar bugar ....?" "Aku rasa dia sakit kepala!" Oooh.... Dengan langkah terburu-buru Lan See giok lari masuk ke dalam kamar tidur si nona, ia jumpai gadis tersebut sedang membaringkan diri di atas permadani merah sambil me-nyembunyikan kepalanya dibalik selimut, tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Dari keadaan tersebut, pemuda itu mendu-ga gadis itu memang sakit kepala, cepat-ce-pat ia letakkan bungkusan berisi pakaian itu ke lantai, kemudian tanyanya dengan penuh perhatian: "Adik soat.. adik soat, kenapa kau? Apa yang kau rasakan sakit---?"

339

Si Cay soat tetap tak bergerak, menjawab pun tidak. Lan See giok segera mendekati dan beru-saha untuk memeriksa denyutan nadinya-"Plaaakkk!" tahu-tahu tangannya sudah di pukul gadis itu keras-keras-Dengan perasaanr terkejut Lan Szee giok menarikw kembali tanganrnya lalu memandang sekejap ke arah Siau thi gou dengan mata terbelalak, tertegun. Namun sebagai pemuda yang pintar, de-ngan cepat Lan See giok menyadari apa gerangan yang telah terjadi, rupanya gadis itu bukan sakit kepala melainkan lagi mengam-bek. Siau thi gou juga merasa lega setelah me-ngetahui enci Soatnya lagi mengambek, sam-bil tertawa dia mulai menyambar paha ayam dan melahapnya dengan rakus. Sedangkan Lan See-giok duduk termenung di sampingnya, betapapun dia telah memeras otak belum juga diketahui apa kesalahannya. Mendadak ia melihat pedang Jit-hoa kiam yang terletak tak jauh di atas permadani, satu ingatan segera melintas di dalam benak nya, ia mengambil keputusan untuk mem-buat kejutan bagi si nona tersebut. Diambilnya pedang Jit hoa kiam tersebut, mula-mula pita pedang diikatkan dahulu pada gagangnya, kemudian melapisinya de-ngan sarung pedang yang halus dan lembut itu. Disaat ia sedang mengikatkan tali sarung itulah, suatu ketidak sengajaan membuat jari tangannya menyentuh tombol rahasia... "Criing...l" Cahaya tajam segera memancar kemana mana, tubuh pedang melejit berapa inci lebih ke muka dan seketika menyiarkan suara dentingan yang amat memekikkan telinga. Lan See giok terkejut, sedang Si Cay soat juga melompat bangun dengan cepat, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya tertegun dan melongo. Hanya Siau thi you seorang yang mengu-nyah paha ayam, sambil tertawa terbahak -bahak. Melihat sarung pedang yang begitu mena-wan hati, Si Cay soat segera jatuh hati, ber-samaan itu pula diapun menjadi sadar, ten-tunya sarung pedang yang indah tersebut merupakan hadiah dari Ciu Siau cian yang selalu dipuji puji oleh gurunya itu. Dalam pada itu Lan See giok telah mem-betulkan letak pedang itu dan sambil tertawa tersipu sipu dia mengembalikan senjata tersebut kepada si nona.

340

Si Cay soat sendiri berhubung ia sudah terlanjur jatuh hati pada keindahan sarung pedang tadi, ditambah pula perasaan ingin tahunnya untuk memeriksa hasil karya Ciu Siau cian, membuatnya tanpa banyak bicara segera menerima angsuran tadi. Setelah diperiksa dengan seksama, mau tak mau gadis itu harus menyatakan kekagumannya, dia sadar bahwa hasil kera-jinan tangan dari Ciu Siau cian memang betul-betul sangat indah. Sebagai seorang pemuda yang cerdik Lan See giok segera memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerahkan pula sepatu kecil berwarna merah kepada si nona, kemudian katanya pula dengan hati-hati. "Adik Soat, coba kau lihat. inilah tanda mata dari enci Cian untukmu!" Si Cay soat segera mendongakkan kepalanya, apa yang terlihat membuatnya segera menjerit gembira. "Oooh, sangat indah! persis seperti apa yang kuidam-idamkan selama ini." Cepat-cepat dia letakkan pedangnya ke lantai serta menerima sepatu baru itu. ke-mudian dengan tergesa-gesa sekali dia mele-paskan sepatu lamanya hingga tampak sepasang kaki mungilnya yang putih bersih... Lan See giok menjadi tertegun melihat hal itu. sepasang kaki milik adik Soat memang indah dan sangat menawan hati. Dalam gembiranya Si Cay soat pun me-lu-pakan semua kekesalan dan kemasgulan yang dialaminya tadi, selesai mengenakan sepatu baru, dia segera melompat bangun dan berjalan bolak balik dengan penuh keriangan Ia dengan suara bernada kegembi-raan yang tak terlukiskan dengan kata, ia berseru: ""Aaah. sungguh indah, persis dengan kakiku, enci Cian memang orangnya baik sekali, baik sekali . . . Melihat adik Soatnya gembira, tentu saja Lan See giok turut tertawa riang. Tiba-tiba Si Cay soat melihat jubah biru yang terletak di sisi anak muda tersebut, berkilat sepasang matanya, dengan perasaan terkejut serunya tanpa terasa: "Engkoh Giok, apakah baju itupbun bikinan encij Cian untukmu?"g Sambil berkatba, ia memungut pakaian tersebut dengan gugup. Lan See giok mengira Si Cay soat terkejut atas hasil karya enci Cian," karenanya dia mengangguk dengan bangga. Si Cay soat meraba jubah baru itu, kemu-dian serunya lagi dengan perasaan terkejut: "Engkoh Giok, pakaian ini dibuat dari serat ulat langit, oooh! Banyak sekali khasiat dari pakaian tersebut, begitu banyaknya sampai siaumoay tak dapat menerangkannya satu per satu, tapi yang pokok, masuk ke air tak bakal tenggelam, masuk api tak akan terba-kar, bisa menahan senjata

341

rahasia, dapat menahan bacokan senjata, engkoh Giok, dengan pakaian tersebut maka selanjutnya kau tak usah mengenakan pakaian renang lagi bola ingin masuk ke dalam air." Mengetahui kalau jubah itu memiliki kha-siat yang begitu banyak, Lan See giok betul-betul dibikin terkejut sampai berdiri melongo-longo . . . Sebaliknya sepasang mata Siau thi gou segera terbelalak lebar-lebar, mendadak ia letakkan bungkusan berisi makanan itu ke lantai, setelah itu sambil mengangkat ta-ngannya tinggi-tinggi ia, bersorak sorai de-ngan riang gembira: "Hooore . . . hooore . . . kalau begitu aku Thi-gou akan memperoleh pakaian renang baru! Sambil berteriak ia lari ke luar dari ru-angan tersebut dan kembali ke kamar sendiri. Lan See giok dan Si Cay soat jadi ter-tegun menyaksikan ulah bocah tersebut, dengan pandangan tak mengerti mereka awasi baya-ngan punggung Siau thi gou hingga lenyap dari pandangan mata. Tak lama kemudian, Siau thi gou telah muncul kembali sambil membawa pakaian renang baru, katanya lagi sambil tertawa ter-bahak-bahak: "Haaahhh . . .haaahhh . . haaahhh . . . setelah engkoh Giok memiliki pakaian mesti-ka, pakaian renang jahitan enci Soat pun tanpa sungkansungkan akan menjadi milik aku si Thi gou. Baru sekarang Lan See giok dan Si Cay soat memahami apa yang dimaksudkan, se-rentak mereka ikut tertawa terbahak-bahak. Setelah saling berpandangan sekejap de-ngan perasaan cinta yang semakin menda-lam, kata mereka dengan riang: "Selama ini suhu mengatjakan adik Gou bodoh, padahal....." "Padahal aku tidak blo"on!" sambung Siau thi gou dengan cepat sambil tertawa lebar. Semenjak hari itu, muda mudi tiga orang itu melanjutkan latihan mereka dengan lebih tekun, Lan See giok di samping belajar ilmu berenang dari Si Cay soat, dia pun meng-kombinasikan ilmu gurdi emas ajaran ayah-nya dengan ilmu pedang Tong kong kiam hoat sehingga terciptalah suatu ilmu baru yang dinamakan ilmu gurdi pengejut langit. Musim panas lewat dan musim gugur kini sudah menjelang tiba. Lan See giok, Si Cay soat serta Siau thi gou merasa murung dan masgul sepanjang hari, sebab guru mereka To Seng cu belum juga kembali. kendatipun tenaga dalam mereka bertiga peroleh kemajuan yang sangat pesat namun perasaan gembiranya tidak seperti semula lagi. Yang membuat mereka bertiga merasa geli-sah adalah si naga sakti pembalik sungai pun tidak muncul lagi. mereka tidak mendapat berita dari

342

dunia luar sehingga praktis sela-ma satu tahun penuh mereka tidak mengeta-hui bagaimanakah perubahan dalam dunia persilatan. Si Cay soat mulai menguatirkan kesela-matan dari gurunya, Siau thi gou juga saban hari bermuram durja, sedangkan Lan See giok sering kali melamun sambil memandang pegunungan dikejauhan sana. Sekali lagi dia mulai mencurigai isi surat yang pernah dibawa si naga sakti pembalik sungai tempo hari, terutama bila memba-yangkan kembali gumaman gurunya sebelum berpisah, dia yakin dunia persilatan tentu sudah diliputi kekacauan dan kekalutan, bahkan bisa jadi darah telah menggenangi permukaan tanah. Cuma pemuda itu hanya berani memba-yangkan namun tak berani menyampaikan jalan pemikirannya kepada Si Cay soat serta Siau thi gou... Dihati kecilnya dia seperti memperoleh suatu firasat, kepergian gurunya tempo hari meski sampai mengancam keselamatan jiwa-nya, paling tidak gurunya sudah ditawan dan disekap atau terperangkap dalam jebakan musuh hingga terkurung di suatu tempat. Membayangkan musuh-musuh tersebut, dia pun teringat kembali -kan Lam hay lo koay, Wan San popo serta rSi to cinjin. Dzi samping itu dwiapun membayangrkan pula be-tapa lihainya ilmu silat yang dimiliki orang-orang tersebut Bilamana dugaannya tak meleset, di atas bahunya sekarang tertanam dua macam be-ban yang sangat berat.....Dendam orang tua dan musibah dari gurunya. Berbicara soal kemampuan yang dimiliki nya sekarang, membalas dendam bukan pekerjaan yang terlampau sulit baginya, tapi untuk menghadapi tiga manusia aneh dari luar lautan, dia tak mempunyai suatu keya-kinan pun berhubung dia sendiri juga tak tahu sampai dimanakah kekuatan mereka yang sesungguhnya. Pepatah kuno berkata, satu hari menjadi guru, budi bagaikan orang tua sendiri. Seandainya, gurunya benar-benar, men-jumpai musibah, sekalipun tubuh harus hancur, lautan api mesti diterjang, dia tak akan menampik untuk melakukannya. Semakin membayangkan apa yang telah terjadi, anak muda itu semakin ketakutan, saking gelisahnya peluh sampai jatuh bercu-curan membasahi seluruh tubuhnya, ia bertekat untuk membakar semangat sendiri dan adikadik seperguruannya agar lebih te-kun melatih ilmu silat masing-masing. Dengan kepergian To Seng cu yang tak pernah kembali lagi, kedudukan Lan See giok dihati Si Cay soat dan Siau thi gou pun ber-tambah penting,

343

Saban hari mereka bertiga selalu hidup berdampingan, dan tak pernah berpisah barang sejengkalpun. Sikap Si Cay soat berubah menjadi lebih lembut dan hangat, dalam suasana murung dan sedih, dia semakin menyayangi engkoh Giok nya dan memperhatikan adik Gou nya. Siau thi gou yang polos dan lugu, sejak itu tak pernah menampilkan senyuman blo"on-nya yang menggiurkan di atas wajah bulat-nya yang hitam berkilat lagi. waktu berlalu sangat cepat, kini musim dingin telah tiba, bunga salju turun dengan derasnya menyelimuti seluruh permukaan tanah. Permukaan bukit Hoa-san dengan be-berapa buah bukitnya yang tinggi, kini telah berubah menjadi serba putih. To Seng-cu, tokoh persilatan nomor wahid dikolong langit sudah setahun meninggalkan gunung, namun hingga saat itu belum juga ada kabar beritanya tentang mereka. Lan See giok dan Si-Cay soat sudah tak dapat menenangkan hatinya lagi, setiap kali Siau Thi-gou sedang menanak nasi di dapur, mereka berdua selalu memanfaatkan kesem-patan tersebut untuk berunding bagaimana caranya mencari berita tentang guru mereka. Hasil dari perundingan mereka menyim-pulkan bahwa si naga sakti pembalik sungai sudah tidak berada di tepi telaga Phoa yang lagi bisa juga dia telah menyusul ke luar lautan untuk mencari jejak suhu, kalau ti-dak, dia pasti akan mengunjungi bukit Hoa-san untuk mengetahui apakah guru mereka sudah pulang atau belum. Akhirnya kedua orang itu memutuskan akan menunggu sampai setengah bulan lagi, jika selewatnya tahun baru guru mereka be-lum juga kembali, maka See-giok eng ambil keputusan untuk turun gunung dan mencari berita tentang gurunya. Sebagaimana diketahui, dalam gua mereka tersimpan kitab pusaka cinkeng warisan su-cou mereka, apalagi guru mereka pun berpesan agar tidak meninggalkan gua terse-but itulah sebabnya mereka bertiga tak berani turun gunung bersama-sama. Lan See giok memang sebelumnya telah memperoleh ijin dari gurunya untuk turun gunung mencari balas, dengan diutusnya pemuda tersebut, selain tidak melanggar pesan guru mereka. hal inipun merupakan pilihan yang paling tepat, tak heran kalau kedua orang itu terpaksa mengambil jalan tersebut. Meski keputusan ini disambut Si Cay soat dengan perasaan berat, namun berhubung dendam berdarah engkoh Giok nya belum terbalas, jejak

344

gurunyapun merupakan se-buah tanda tanya besar, kesemuanya ini membuat si nona tak berani banyak berbi-cara. Pikiran dan perasaan seorang gadis me-mang selalu lebih sempit dan cupat, tidak terkecuali Si Cay soat, semenjak mengambil keputusan tersebut, hampir setiap saat ia selalu berdoa agar gurunya bisa cepatcepat kembali ke rumah. Tekanan jiwa yang dialaminya membuat gadis itu sukar tidur dan tak enak bersantap tidak sampai berapa hari, tubuhnya menjadi kurus dan mukanya pucat. Baru sekarang dia menyadari bahwa diri nya sudah tak mungkin lagi berpisah dengan engkoh Gioknya. DALAM setahun belakangan ini, boleh di bilang mereka bertiga selalu berkumpul ber-sama, tak sedetikpun berpisah, entah berla-rian di tanah perbukitan ditengah malam, atau bermain air di telaga Cui-oh, mereka selalu berduaan dan bermesraan, dan biasa-nya dalam keadaan begini Siau thi gou yang blo"on selalu menghindar jauh-jauh. Lewat beberapa hari lagi Lan See-giok akan genap berusia delapan belas tahun, selama dua tahun ini, dari seorang bocah tanggung yang binal Seegiok berubah menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa, tidak heran kalau Si Cay soat menjadi begitu tergiur dan kesemsem kepadanya, ia sering-kali melamun. kalau bisa dia ingin bersama engkoh Giok nya hidup sepanjang tahun di tempat yang terpencil ini dan tak akan me-ngadakan hubungan lagi dengan dunia luar. Tapi Lan See giok harus turun gunung untuk menelusuri gurunya, sebelum hal ini benar-benar terjadi, dia berusaha untuk menjauhkan diri dengannya, tapi alhasil malah kebalikannya yang diperoleh. Sekarang dia mulai sadar, jika See giok su-dah turun gunung, maka kehidupannya akan menjadi kering, kosong, sepi dan layu, keadaan yang harus dialaminya selama ber-tahun lamanya mungkin. Betul di sisinya masih ada Siau thi gou yang polos dan lugu. diapun sangat menya-yangi adiknya yang menawan tersebut, tapi bagaimanapun juga perasaan kasih sayang sebagai kakak terhadap adik tentu saja ber-beda sekali dengan kasih sayang terhadap pujaan hatinya... Selain itu, masih ada satu hal lagi yang membuat perasaannya tidak tenang, yaitu si gadis cantik lainnya yang sering dipuja oleh gurunya. Ciu Siau cian. Setiap kali ia membicarakan soal Ciu Siau cian, di atas wajah engkoh Giok nya tentu terlintas setitik cahaya tajam, selain rasa hormat terselip juga perasaan cinta.

345

Selama setahun ini, diapun menyaksikan bahwa engkoh Giok nya tak pernah sedikit pun melupakan Ciu Siau cian, kejadian ini membuatnya lebih cemburu, lebih mendong-kol dan tak tenang. Pernah terbayang olehnya bagaimana eng-koh Giok dan Ciu Siau cian bertemu kembali, apa yang mereka lakukan setelah perjum-paan itu? Sudah pasti--la tak berani berpikir lebih jauh, sebab sa-ban kali membayangkan hal tersebut, hati nya pasti berdebar keras, wajahnya berubah merah dan sepanjang malam tak bisa tidur nyenyak--Lan See giok pun merasa sangat tak tenang melihat keadaan adik Soat nya yang makin lama semakin kurus dan murung. Seringkali dia menghibur nona tersebut selain berpesan kepada Siau-thi gou agar se-lalu memperhatikannya. Ia juga tahu, dalam perjalanannya turun gunung nanti, mungkin sekali banyak kesu-litan dan percobaan yang bakal dialaminya. Diapun berharap gurunya bisa kembali dengan selamat, hal ini berarti bisa membe-baskannya untuk berangkat ke luar lautan. Meski diapun pernah memikirkan bibi Wan dan enci Cian nya, namun masalah dendam orang tua dan musibah gurunya jauh lebih memenuhi jalan pemikirannya. Tahun baru kedua semenjak See-giok tiba di bukit Hoa-san, akhirnya menjelang tiba, salju masih menyelimuti seluruh permukaan tanah. Biarpun suasana tahun baru merupakan hari-hari yang paling bahagia, namun Lan See giok, Si Cay soat dan Siau thi gou nam-pak lebih masgul dan murung. Akhirnya tanggal tiga bulan pertama, Lan See-giok mengambil keputusan untuk turun gunung. Si Cay soat sibuk di dapur untuk menyiap-kan hidangan bagi perjamuan perpisahan-nya dengan Lan See giok. Siau-thi-gou membantu See giok membe-reskan perbekalannya. Lan See-giok telah bertukar pakaian de-ngan baju baru pemberian bibi Wan serta enci Cian, gurdi emasnya disembunyikan di-balik pinggang dan senjata rahasia andalan ayah nya peluru cahaya perak, digantungkan di balik jubahnya. Perjamuan perpisahan berlangsung cukup meriah, meskipun masingmasing pihak berusaha untuk menyembunyikan perasaan dukanya di dalam hati. Malam semakin kelam, akhirnya Lan See giok harus membesarkan hati untuk bangkit berdiri.

346

"Adik Soat, Adik Gou, aku harus berangkat sekarang!" ujarnya kemudian dengan suara tenang. Si Cay-soat dan Siau- thi-gou manggut-manggut pedih, serentak mereka bangkit untuk mengantar ke luar ruangan: Barisan bambu dan pohon siong mereka lewati dengan perasaan yang sangat berat dan masgul.. Sepanjang perjalanan, Siau-thi-gou diam-diam berdoa bagi keberhasilan engkoh Giok-nya dan menemukan kembali jejak guru mereka serta berhasil membalas sakit hati. Sedangkan Si Cay coat harus mengucur-kan air mata sambil menahan isak tangis-nya, selain berharap engkoh Gioknya bisa berhasil dengan sukses, di hati kecilnya pun dipenuhi oleh pelbagai kemurungan yang serasa menyumbat hatinya. Lan See giok pun merasakan hatinya berat dan murung, untuk kesekian kalinya dia ha-rus merasakan kembali betapa berat nya saat-saat perpisahan dengan orang-orang yang dicintainya. Namun ia tak berani banyak berbicara, ia berusaha untuk menjaga ketenangan hatinya serta mencari akal bagaimana mesti bertin-dak untuk menyelidiki jejak gurunya sesudah turun gunung nanti. Karena itulah meski wajahnya nampak -sangat tenang, sesungguhnya dia merasa amat murung dan kesal. Akhirnya hutan bambu sudah dilewati, se-jauh mata memandang, lapisan salju nan putih menyelimuti seluruh jagad. Tiba-tiba Lan See giok menghentikan lang-kahnya, kemudian sambil menengok adik Gou dan adik Soatnya yang tampak sangat murung, ia berkata sedih: "Adik Soat, adik Gou, kalian harus menjaga diri baik-baik, begitu selesai pekerjaanku, secepatnya aku akan pulang kembali." Siau thi gou membuka matanya lebar-lebar sambil mengangguk, matanya berkaca kaca dan hampir saja air matanya jatuh bercu-curan: Si Cay-soat juga berusaha untuk me-ngen-dalikan gejolak perasaannya, namun dia tak mampu mengendalikan diri untuk mem-bungkam terus, dengan wajah yang basah oleh air mata dan wajah yang amat layu, dia menengok pemuda itu sambil bisiknya de-ngan suara gemetar: "Engkoh Giok ......" Namun hanya sebutan itu yang sempat meluncur ke luar, tubuhnya segera gemetar keras, sambil menutupi wajah sendiri dengan kedua belah tangan, dia menangis tersedu sedu.

347

Sedih nian perasaan Lan See giok me-nyak-sikan kejadian seperti ini, namun bila teri-ngat dia tugas berat yang berada dibahunya, pemuda tersebut tak berani berpikir lebih jauh. Dengan lemah lembut dipegangnya lengan gadis itu kemudian dengan perasaan pedih dia berkata: "Adik Soat. bila akan ingin mengucapkan sesuatu, katakanlah sekarang juga..." Dalam keadaan begini Si Cay soat tidak memperdulikan lagi kehadiran Siau thi gou di tempat tersebut, sambil menangis tersedu dia menubruk ke dalam pelukan See giok lalu bisiknya. "Apa yang hendak kukatakan, telah kau ketahui semua-Sebagai seorang yang pintar, sudah barang tentu pemuda itu cukup mengetahui bagai-manakah perasaan gadis tersebut sekarang. Dengan perasaan sedih dan terharu, pe-muda itu segera menghibur. "Adik Soat, kau jangan kelewat menyiksa diri, seusai bertugas aku pasti akan kembali lagi!" Si Cay soat pun cukup tahu bahwa anak muda tersebut tak mungkin bisa kembali sedemikian cepatnya, sebab di samping me-nyelidiki musuhmusuh besar pembunuh ayahnya. diapun harus menelusuri jejak gu-runya, bahkan bisa jadi perjalanannya didampingi Ciu Siau cian, mungkinkah pemuda itu akan kembali secepatnya?" Melihat gadis itu membungkam diri dalam seribu bahasa. Lan See-giok mengerti, tak mungkin ia bisa menghibur perasaannya yang duka dengan sepatah dua patah kata saja, akhirnya sambil membulatkan tekad ia berkata: "Adik Soat, adik Gou, jagalah diri kalian baik-baik, aku akan berangkat dulu!" Si Cay-soat mengangkat kepalanya me-mandang pemuda itu sedih, lalu mengangguk lirih. "Berangkatlah engkoh Giok, semoga kau jangan terlalu memikirkan siaumoay berdua sehingga mengganggu pikiranmu..." Lan See giok mengerti apa yang dimaksud-kan, dia menghela napas sedih seraya men-jawab: "Perasaanku hanya Thian yang mbaha tahu, moga-jmoga adik Soat gbisa menjaga dibri baik-baik dan merawat adik Gou semestinya. "Jangan sampai membuat kau sendiri jatuh sakit!" Kata-kata tersebut amat menghibur perasaan Si Cay-soat, ia segera menyeka air matanya dan mengangguk.

348

Sekali lagi Lan See giok memandang wajah ke arah Si Cay-soat serta Siau-thi gou, ke-mudian diiringi ucapan selamat tinggal ia membalikkan badan dan berlalu dari situ. Dalam waktu singkat bayangan tubuh Lan See giok sudah lenyap di balik pepohonan sana. Perasaan sedih, kosong. sepi dengan cepat menyelimuti seluruh perasaan Si Cay-soat, tak tahan lagi air matanya sekali lagi jatuh bercucuran dengan derasnya. "Sudahlah enci Soat" Siau-thi-gou segera menghibur. "mari kita masuk, engkoh Giok telah pergi jauh." Namun Si Cay soat tidak memberikan reaksi apapun, dia masih berdiri termangu sambil memandang ke muka dimana baya-ngan tubuh Lan Seegiok melenyapkan diri tadi. Lan See giok mengerahkan segenap tena-ganya untuk berlari kencang. begitu pesatnya dia berkelebat membuat pemuda itu terce-ngang sendiri atas kemajuan yang telah dica-painya selama ini. Sawah dan gunung sudah dilalui, dengan menelusuri jalan raya yang ramai dia berge-rak terus menuju ke arah tenggara. Langit mulai terang, matahari mulai mun-cul dari ufuk timur, namun Lan See giok ma-sih meneruskan perjalanannya dengan cepat. Ketika tiba di sebuah kota besar, Lan See giok mendapat tahu kalau tempat itu terletak paling dekat dengan benteng Pek hoo cay milik si toya besi berkaki tanggal Gui Pak ciang ketimbang bukit Tay ang san dari beruang berlengan tunggal. Mengetahui hal tersebut, ia mengambil keputusan untuk berangkat ke Benteng Pek hoo cay mencari si toya baja berkaki tunggal, meski Gui Pak ciang tidak termasuk orang yang paling mencurigakan, namun siapa tahu kalau dari mulutnya akan diperoleh sedikit informasi yang menguntungkan? Malam itu, dia tiba di sebuah bkota yang jarakjnya tinggal sepguluh li dari bebnteng Pek hoo cay. Setelah menempuh perjalanan jauh, Lan See giok merasa perutnya lapar, dia pun me-masuki sebuah rumah makan yang berada tak jauh dari situ. Suasana dalam rumah makan ramai sekali, hampir semua tempat dipenuhi dengan tamu yang minum arak sambil bermain dadu. Lan See giok memilih sebuah tempat yang dekat dengan jendela, sesudah memesan hi-dangan, dia bersantap sambil tiada hentinya menyusun rencana bagaimana meng-hadapi Gui Pak ciang nanti. Sementara masih melamun, tiba-tiba dari luar jendela berkumandang suara derap kaki kuda yang ramai sekali.

349

Menyusul kemudian terdengar suara orang yang berteriak-teriak kaget dari arah jalan raya. Serentak semua keramaian dalam rumah makan terhenti sama sekali, orang berhenti bermain dadu, yang semula berkaok-kaok kini pun membungkam diri dalam seribu ba-hasa, suasana menjadi hening sekali. Hal tersebut tentu saja mengherankan Lan See giok, tanpa terasa dia membuka daun jendela sambil menengok ke depan. Pada saat itulah seorang pelayan telah membuka jendela sambil mengintip ke luar, tapi paras mukanya segera berubah hebat serunya tiba-tiba: "Aduh celaka, ji-hujin dari benteng Pek hoo cay. Tok nio cu (wanita beracun) telah datang!" Berkilat sepasang mata Lan See giok mendengar ucapan itu, dengan cepat dia bangkit berdiri dan melongok ke luar. Sementara itu dari ujung jalan sana terli-hat ada enam ekor kuda jempolan sedang dilarikan kencang- kencang, orang yang se-mula berlalu lalang, kini kelihatan lari kian kemari mencari perlindungan, suasana amat kalut dan panik. Dibagian paling depan nampak seekor kuda putih ditunggangi seorang nyonya can-tik bermantel hitam yang nampaknya baru berusia dua puluh enam tujuh tahunan. Sedangkan lima rekor lainnya diztunggangi oleh wlima lelaki kekrar yang semuanya menyo-ren senjata, ketika Lan see giok menengok ke luar, kebetulan sekali nyonya cantik itupun sedang menengok ke arahnya. Tiba-tiba saja mencorong sinar tajam dari balik mata nyonya cantik bermantel hitam itu, ia berseru kaget dan segera menarik tali les kudanya kencang-kencang. Diiringi suara ringkikan panjang, kuda putih itu segera mengangkat kakinya ke atas meski begitu, nampaknya nyonya muda itu mahir sekali menunggang kuda, ia sama sekali tidak terjatuh dari kudanya. Kelima ekor kuda lainnya serentak mena-han pula kuda masing-masing secara men-dadak, hal ini membuat suasana ber-tambah kalut, para pejalan kaki yang sudah me-nyingkir ke samping. sama-sama menjerit kaget sambil membubarkan diri ke empat penjuru .... Lan See giok, sendiri meski tidak pandai menunggang kuda, tapi setahun telah ber-selang, ketika ia sedang kabur dari benteng Wi-lim-poo, pemuda itu pernah mengalami suatu pengalaman yang cukup mengagetkan di tepi telaga Phoa-yang -oh. Tak heran kalau dia segera bersorak me-muji setelah menyaksikan kemahiran Tok -nio-cu dalam ilmu menunggang kudanya.

350

Tapi perasaan tak puas segera muncul pula sesudah menyaksikan para rakyat jelata pada membubarkan diri dalam keadaan panik dan kalut karena ketakutan. Dilihat dari cara orang-orang Pek hoa cay yang berani melarikan kudanya kencang-kencang ditengah jalan yang ramai, bisa diketahui bagaimanakah sepak terjang mereka diwaktu waktu biasa. Sekalipun demikian, ia tak ingin banyak menimbulkan urusan daripada belum-belum sudah mengejutkan lawannya, bila hal terse-but sampai terjadi, berarti dia telah memberi kesempatan kepada si Toya baja berkaki tunggal Gui Pak ciang untuk mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya. Sementara ingatan tersebut masih melintas di dalam benaknya, nyonya cantik berbaju hitam itu sudah melejit ke tengah udara de-ngan suatu gerakan yang sangat enteng.... Mantel hitamnya yang lebar segera ber-ki-bar pula ketika terhembus angin, bagaikan sekuntum awan hitam, dia melayang turun di depan pintu rumah makan. Kelima orang lelaki lainnya yang me-nyaksi-kan kejadian tersebut, serentak me-ninggal-kan kuda kudanya dan berlarian menuju ke depan rumah makan itu. BAB 17 LAN SEE-GIOK segera berkerut kening, dengan perasaan tak habis mengerti ia ber-paling, dilihatnya para tamu yang semula berada dalam ruang rumah makan, kini se-dang membereskan uang dan gundu mereka dengan wajah panik dan peluh dingin bercu-curan deras. Tak selang berapa saat kemudian, dua orang lelaki berwajah penuh amarah telah muncul di atas loteng. Menyusul kemudian bayangan hitam ber-kelebat lewat, Tok Nio-cu si perempuan can-tik berbaju hitam itu diiringi ketiga orang le-laki lainnya telah muncul pula di ruang loteng dengan langkah tergesa gesa... "Blaammm !" Serentak para tamu bangkit berdiri seraya membungkukkan badan memberi hormat. semuanya menahan napas sambil mengawasi Tok Niocu yang cantik dengan senyuman dikulum itu dengan perasaan panik bercam-pur tegang. kebetulan sekali pada waktu itu hanya Lan See giok seorang yang duduk di kursinya, sebab dia sedang mengawasi Tok Nio-cu yang menampakkan diri sehingga tidak terlalu memperhatikan gerak gerik para tamu lain-nya. Sejak muncul dalam dunia persilatan hingga kini sudah ada beberapa orang gadis cantik yang pernah dijumpainya.

351

...Orang pertama yang masuk ke dalam lembaran hidupnya adalah enci Cian yang lembut, kemudian adik seperguruannya Si Cay-soat yang lincah dan ketiga adalah Oh Li cu yang genit. Dan kini, Tok Nio-cu yang usianya sudah mencapai dua puluh enam-tujuh tahunan ini ternyata dirasakan berwajah mirip sekalbi dengan Oh Li jcu, seolah-olahg mereka berdua badalah saudara sekandung saja. Rambutnya yang lembut, wajahnya ber-bentuk bulat telur dengan biji mata yang bening, hidung mancung dan bibir kecil mungil. dia memang seorang perempuan cantik yang sangat menawan hati. Sementara dia masih melamun. mendadak seorang lelaki kekar berjalan mendekatinya. kemudian dengan mats melotot besar har-diknya keraskeras: "Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu adat, setelah bertemu dengan hujin, mengapa tidak bangkit berdiri untuk memberi hor-mat?" Di tengah bentakan keras, tubuhnya menerjang ke muka dan telapak tangan kanannya siap dibacokkan ke atas tubuh Lan See giok. Sesungguhnya Lan See giok tidak berniat mencari urusan. tapi setelah menyaksikan sikap kasar lawan yang jelas hendak mencari gara-gara itu, keningnya langsung berkerut, api amarah pun berkobar. "Koan-ki, kembali!" mendadak Tok- Nio-cu membentak keras. Sayang bentakan itu sudah terlambat, te-lapak tangan kanan Koan-ki sudah diayun-kan ke muka membacok tubuh Lan See giok yang masih duduk dengan tenang itu. Lan See giok tertawa dingin, sambil menarik muka dia membalikkan pergelangan tangannya sambil mengayun ke atas, jurus tiang sakti penahan langit segera diperguna-kan. Tidak terlihat secara jelas gerakan apakah yang dipergunakan olehnya, tahu-tahu saja pergelangan tangan lelaki itu sudah kena dicengkeram olehnya, menyusul kemudian sekali bentakan saja. dia telah melemparkan tubuh lelaki itu ke belakang. "Blaammm!" Diiringi suara benturan yang sangat keras. debu dan pasir beterbangan kemana mana, diiringi jerit kesakitan lelaki itu terlempar ke luar dari jendela -Melihat hasil dari gerakannya itu, Lan See giok merasa amat terkejut. Dia jadi teringat kalau di belakang jendela merupakan jalan raya, namun sayang keadaan sudah terlam-bat baginya untuk menarik kembali serangan tersebut. Jeritan kaget dan teriakan panbik dengan cepatj berkumandang dgari luar jendelba.

352

Lan See-giok mencoba untuk melongok ke bawah, di jumpainya orangorang yang se-mula berkerumun melihat keramaian di bawah loteng situ kini sedang saling berde-sak-desakan saja, suasana kalut sekali. "Duuk!" Tak ampun tubuh koan-ki yang kekar mencium di atas tanah keras-keras, begitu kerasnya bantingan tersebut, membuat un-tuk sementara hanya bisa mengaduh-aduh lemah. Bersamaan waktunya ketika Lan See-giok melongok ke bawah, dari belakang tubuh nya telah bergema lagi dua kali bentakan keras yang memekikkan telinga. "Dengan kehadiran nyonya di sini, kau si keparat berani turun tangan dengan semau-nya sendiri?" Angin pukulan yang sangat kencang men-dadak meluncur kearah belakang kepalanya. Ucapan yang tersebut tadi kembali mem-bangkitkan amarah dalam dada Lan See-giok Dengan cepat dia memutar badannya sem-bari membentak nyaring. "Kawanan tikus, pingin mampus rupanya kalian!" Kedua belah tangannya dipergunakan ber-sama dengan suatu gerakan cepat ia mencengkeram lengan kedua orang lelaki tersebut kemudian mengayunkan ke bela-kang. Diiringi jeritan kesakitan. kedua orang -le-laki itu kembali terlempar ke luar dari luar jendela. Meski pun suasana di atas jalan raya amat ramai dengan jeritan kaget, namun di ruang loteng dengan berpuluh orang tamunya jus-tru dicekam dalam keheningan yang luar bia-sa, semua orang hanya bisa membelalakkan matanya dengan perasaan terkejut. Semula Tok Nio-cu sebetulnya hanya terta-rik oleh ketampanan wajah Lan See giok dia merasa pemuda tampan dengan pakaian tipis yang dikenakan di musim dingin ini sudah pasti mempunyai asal usul yang luar biasa. Apa mau dikata Koan-ki, lelaki kekar tadi kelewat sombong dan tak mau memandang sebelah mata kepada orang lalu, bukan saja serangannya mengalami kegagalan, bahkan nyaris terbanting mampus di bawah loteng. Akibat dari perristiwa tersebutz, Tok Nio-cu ikwut kehilangan mruka sehingga mustahil lagi baginya untuk berdiam diri belaka. Apalagi sekarang, bertambah dua orang anak buahnya lagi terlempar ke bawah loteng, posisinya boleh dibilang semakin ter-desak. Selama berkelana di dalam dunia per-sila-tan, belum pernah Tok Nio-cu diperlakukan orang semacam ini, tak heran kalau paras mukanya segera berubah menjadi hijau membesi dan tubuhnya gemetar keras.

353

Sambil tertawa dingin, katanya kemudian dengan suara berat dan dalam: "Masih muda sudah tak tahu diri, berani amat melukai anak buahku? Hmm, kau pasti seorang anak ayam yang baru muncul dalam dunia persilatan sehingga tak tahu tinggi nya langit dan tebalnya bumi!" Kemudian setelah mengamati wajah Lan See giok sekali lagi, dia berkata lebih lanjut, hanya kali ini suaranya jauh lebih lembut. "Jika kulihat dari gerak serangan-mu yang hebat, semestinya kau berasal dari pergu-ruan kenamaan, ayo cepat kau sebut kan nama gurumu dan asal perguruanmu, bila ada hubungannya dengan kami, me-mandang di atas hubungan kita dimasa lalu aku bersedia melepaskan dirimu dan menyudahi persoalan sampai disini saja. kalau tidak. hmmm . . ." "Kalau tidak mau apa kau?" jengek Lan See giok dengan nada yang amat sinis. Sebetulnya Tok Nio-cu berniat mengalah dengan harapan Lan See giok bisa mencari alasan untuk menyudahi persoalan tersebut. Siapa tahu, anak muda itu justru lebih berani lagi, bahkan mengejek pula. bisa di bayangkan betapa amarahnya perempuan itu. Sepasang matanya segera melotot besar, keningnya berkerut kencang, dengan suara keras bentaknya: "Bagus. kalau toh kau tekebur terus dan tak tahu diri, akan kusuruh kau rasakan sampai di manakah kelihaian dari aku Tok nio-cu!" "Haah...haah...haah.." Lan See-giok tertawa tergelak, "biar aku masih muda, belum per-nah kujumpai manusia tekebur yang begitu jumawa macam kau..." "Anak muda yang tak tahu diri, tampak nya sebelum kuberi sedikit pelajaran, kau tak akan mengetahui kelihaian orang teriak Tok Nio-cu bertambah gusar. Tiba-tiba dia mengayunkan telapak tangan nya ke muka..." Segulung bola api kecil yang memancar kan cahaya hijau, diiringi suara mendesis yang keras dan memancarkan asap merah kehitam hitaman, langsung menerjang ke arah Lan See-giok. Anak muda itu sangat terkejut, ia cukup tahu akan kelihaian dari peluru api beracun tersebut, namun diapun dapat melihat de-ngan jelas bahwa peluru api beracun itu bu-kan ditujukan ke arahnya, itulah sebabnya ia tetap tidak berkutik. Tok Nio-cu sendiri yang menjadi pucat melihat sikap lawannya. tiba-tiba ia menjerit. "Eeeh, Cepat menyingkir ke samping!"

354

Belum habis dia berseru, Peluru beracun itu sudah melesat lewat duri samping Lan See giok dan langsung me-nerjang ke atas daun jendela. "Blaammm!" Asap belerang dan gulungan api segera muncrat ke mana-mana dan memercik ke atas tubuh Lan See-giok. Anak muda tersebut sangat terkejut, cepat-cepat din melompat mundur ke belakang, bersamaan itu pula dia mengangkat ujung bajunya untuk melindungi muka. Sekalipun begitu, beberapa puluh percikan bunga api toh sempat memercik ke atas jubah birunya. Suatu kejadian aneh tiba-tiba saja berlang-sung di depan mata, percikan bunga api yang jatuh di baju birunya itu tabu-tahu saja ron-tok semua ke atas tanah, sedang pakaiannya tidak mengalami cedera barang sedikibtpun juga. Daljam hati kecilnyga See-giok tahub apa yang telah terjadi, sementara dia bermaksud un-tuk turun tangan memberi hukuman pada Tok Nio-cu, tibatiba suasana dalam ruang loteng itu menjadi kalut, jeritan kaget berge-ma dari mana-mana. Cepat-cepat pemuda itu mendongakkan kepalanya, apa yang terlihat membuatnya amat terkejut, ternyata jilatan api telah membakar daun jendela yang dengan segera menjalar ke mana-mana, kebakaran besar mengancam gedung tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi, pemuda itu menghimpun tenaga Hud -kongsin-kangnya lalu diiringi bentakan keras. ujung baju kanannya dikebutkan ke arah jendela dengan ilmu ujung baju baja menggapai angkasa semacam ilmu kebasan yang sangat hebat "Weess!" Asap tebal berputar di angkasa, percikan api yang menjilat gedung seketika padam se-mua. Pucat pias Tok Nio-cu melihat kejadian ini, saking terkejutnya untuk sesaat dia sampai berdiri tertegun, sedangkan dua orang lelaki kekar lainnya semenjak tadi sudah berdiri bodoh. Rupanya dalam suasana gugup tadi, Lan See-giok telah mendemonstrasikan kelihaian ilmu silatnya, setelah kejadian. pemuda itu merasa menyesal sekali, otomatis niatnya untuk memberi pelajaran kepada Tok Nio-cu pun ikut lenyap. Sambil menatap wajah perempuan itu, ka-tanya kemudian dengan suara dalam. "Mengingat kau adalah seorang wanita, hari ini aku bersedia memberi sebuah ke-sempatan kepadamu untuk menyesali ulah dan tingkah lakumu

355

selama ini. ayo cepat keluarkan uang untuk membayar kerugian yang diderita rumah makan ini. kemudian cepat pulang ke Pek ho cay dan sampaikan kepada Toya baja berkaki tunggul Gui Pak ciang, bahwa aku ada urusan khusus datang kemari untuk minta petunjuknya, Kalian bo-leh berangkat dulu. aku akan segera me-nyu-sul Air muka Tok Nio-cu sekali lagi berubah hebat. dia sama sekali tidak mengira kalau pemuda tampan berilmu silat tinggi ini me-mang khusus datang ke Pek ho cay untuk mencari gara-gara. Bila ditinjau dari kemampuan yang di-miliki semula tersebut, agaknya hasil jerih payah Gui Pak-ciang selama banyak tahun sudah terancam kebangkrutan. Namun sebagai seorang jagoan ybang sudah berpejngalaman dalam gdunia persilatabn, de-ngan cepat wanita tersebut berhasil mengen-dalikan perasaan sendiri, jawabnya kemu-dian dengan suara dingin. "Pesan dari siauhiap tentu akan siauli lak-sanakan dengan baik, kalau toh siauhiap akan segera berkunjung ke benteng kami, baiklah siauli berangkat selangkah lebih dulu. . Buru-buru dia membalikkan badan dan melayang turun dari ruang loteng itu. Dua orang lelaki kekar lainnya cepat-cepat merogoh kantung mengeluarkan empat tahil perak. setelah dibuang ke atas meja, mereka segera mengikuti di belakang Tok Nio cu dan berlalu dari situ. Mendadak satu ingatan melintas di dalam benak Lan See giok sepeninggal Tok Nio-cu sekalian. "Aaah, bodoh amat aku ini, mengapa kubiarkan mereka pulang ke Pek ho cay lebih dulu? Bila Gui Pak ciang berusaha menghin-darkan diri dari pertemuannya denganku, bukankah hal tersebut akan menghambat usahaku untuk menyelidiki pembunuh ayah-ku yang sesungguhnya---" Kemudian dia pun berpikir lebih jauh. "Yaa, aku harus berangkat sekarang juga, kalau bisa tiba di tempat tujuan sebelum Tok Nio-cu tiba di situ. dengan demikian aku pasti dapat mengawasi gerak gerik Gui Pak ciang--." Belum habis dia berpikir, para pelayan, pemilik rumah makan dan para tamu lainnya sudah berbondong bondong menghampiri nya sembari menyatakan terima kasih. Lan See giok sama sekali tidak berniat untuk melayani orang-orang tersebut, segera tanyanya. "Boleh aku tahu berapa jauh letak Pek hoo cay dari sini? Dan aku harus lewat mana?" Mendapat pertanyaan itu, semua orang segera berebut menjawab.

356

"Pek-hoo-cay terletak diarah barat, kurang lebih sembilan li dari sini, dimuka benteng terdapat sebuah hutan siong yang sangat luas, sedang di sisi kiri, kanan dan belakang-nya di batasi oleh tanggul sungai. bagaimana keadaan di dalamnya jarang sekali diketahui oleh orang luar!" Dalam keadaan demikian, Lan See giok ingin sekali secepatnya berangkat ke situ, cepat dia mengeluarkan sekeping uang perak diletakkan di meja, kemudian dengan lang-kah cepat berjalan menuju ke belakang jendela. Dalam sekali kelebatan saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Setelah meninggralkan rumah makzan Lan See-giokw menentukan ararhnya kemudian sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya bergerak menuju ke barat. Setelah ke luar dari kota, sawah dan ladang terbentang luas, di tepi jalan masih tersisa pula tumpukan salju yang belum melumer. Sepanjang jalan Lan See-giok beberapa kali berpaling, namun ia tak nampak Tok Nio-cu berenam menyusul dirinya, bisa jadi mereka sedang mencari kuda-kuda mereka yang lari ketakutan serta merawat setiap anak buah-nya yang terluka. Setelah menempuh perjalanan beberapa li, ia mulai menangkap beberapa titik cahaya lentera di kejauhan sana, bahkan lama lamat terdengar juga suara pohon siong yang di hembus angin serta suara air yang mengalir di selokan. Lan See giok tahu cahaya lampu yang muncul di depan sana sudah pasti benteng Pek-hoo cay. maka tanpa terasa dia percepat larinya menuju ke depan. Jarak sejauh tujuh-delapan li ditempuh dalam waktu yang amat singkat, kini Lan See-giok sudah berada dalam hutan pohon siong yang cukup lebat. Suasana dalam hutan itu cukup hening lagi gelap gulita, yang terdengar hanya suara ranting yang terhembus angin serta suara air yang mengalir, kesemuanya itu mendatang-kan perasaan tak tenang bagi siapa pun yang mendengarnya. Lan See-giok tak berani bertindak gegabah. dengan pandangan mata yang cermat dan pendengaran yang tajam diperiksa dulu sekeliling tempat itu, setelah tidak menjum-pai sesuatu yang mencurigakan. Dia baru meneruskan perjalanannya memasuki hutan tersebut. Hutan pohon siong itu mencapai ratusan kaki, di ujung hutan adalah sebuah gundu-kan tanah serta sebuah jalan beralas batu yang menanjak ke atas, pada ujung jalan itulah terletak pintu gerbang benteng yang tingginya mencapai puluhan kaki:

357

Batas pagar benteng terbentuk dari batang pohon yang besar lagi tinggi, sedemikian tingginya sehingga seseorang dengan ilmu meringankan tubuh yang sempurna pun ja-ngan harap dapat melampauinya. Lan See-giok tidak ingin kehadiran di situ diketahui musuh kelewat dini, dengan ber-hati hati sekali dia meninggalkan jalan raya yang lebar dan menyusup ke sisi kanan dinding benteng: Disaat tubuhnya sedang menerjang ke muka dengan kecepatan bagaikan kilat itu lah--"Sreeet!" Mendadak sebatang anak panah dibidikkan ke arahnya disertai tenaga sam-baran yang sangat kuat. Lan See giok sangat terkejut, dia tidak menyangka kalau jejaknya telah diketahui musuh dengan begitu cepat, serta merta dia percepat gerakan tubuhnya untuk lewat ke muka. Anak panah tersebut dengan cepat me-nyambar lewat dari atas kepalanya dan ron-tok beberapa kaki di belakangnya. Menyusul kemudian beberapa kali desiran angin tajam berhamburan dari arah benteng menuju ke arahnya, Dalam keadaan begini, Lan See giok tak berani bertindak secara gegabah, bagaikan segulung asap ringan dia meluncur ke muka, sebelum anak panah tersebut mencapai sasa-ran, dia telah meluncur ke muka dan tanpa menghentikan gerakannya ia langsung melejit ke tengah udara--Baru saja badannya hampir mencapai dinding benteng, seorang pemanah yang ber-diri tak jauh dari situ telah membentak keras, kemudian dengan busurnya orang itu menyerang secara ganas dan bengis .... Tujuan dari kedatangan Lan See-giok kali ini adalah menemukan si toya besi berkaki tunggal secepatnya, tentu saja ia tak ber-mi-nat sama sekali untuk -melayani orang-orang tersebut. Tidak membuang banyak waktu, tubuhnya kembali-melejit ke muka dan meluncur se-jauh beberapa kaki ke depan... Dengan gerakannya itu. sapuan dari lelaki berbusur itu menjadi mengenai sasaran ko-song, mungkin karena menggunakan tenaga kelewat keras, hampir saja ia ter-jerumus ke bawah benteng. Rekan rekannya yang menjumpai bhal itu serentajk membentak margah dan bersama bsama datang memberi bantuan, sayang sekali kedatangan mereka terlambat, tatkala orang-orang itu sampai di tempat kejadian, bayangan musuh telah hilang lenyap tak berbe-kas. Tak heran kalau suasana di sekeliling tem-pat itu segera berubah menjadi amat kacau.

358

Sementara itu, Lan See-giok yang berada ditengah udara sama sekali tidak menghenti-kan gerakan tubuhnya, dengan gerakan naga bermain ditengah angkasa, ia meluncur lebih ke atas wuwungan rumah. beberapa kaki dari posisi semula. kemudian ujung kakinya kem-bali menjejak tanah dengan cepat ia melun-cur lebih ke depan. Sepanjang jalan yang terlihat hanya ba-ngunan rumah yang berlapis, semuanya teratur rapi dan bersih sekali Puluhan kaki kemudian, pemuda itu menangkap cahaya lentera yang amat terang muncul dari sebuah gedung di depan situ, bangunan itu sangat besar dan paling megah, bentuknya mirip sekali dengan sebuah balai pertemuan. Dengan langkah tubuh yang berhati hati Lan See giok mendekati bangunan itu. dari atas wuwungan rumah ia dapat melihat ba-nyak orang sedang berkumpul di dalam ru-angan tersebut. Sebagai tuan rumah yang duduk dikursi utama adalah seorang kakek berambut putih, beralis tebal, bermata besar dan membawa sebuah toya besi yang berat sekali, orang itu tak lain adalah Gui Pak-ciang... Tanpa membuang waktu lagi. anak muda itu segera melayang turun ke tengah ruangan tersebut. Kehadirannya yang sangat tiba-tiba dan di luar dugaan tersebut segera membuat para hadirin tertegun, kemudian kecuali Gui Pak ciang beserta seorang kakek berjubah hijau dan seorang nenek berbaju abu-abu, air muka mereka hebat sekali. Lan See giok mengawasi semua orang yang berada dalam ruangan dengan cepat, menu-rut perkiraannya, jumlah mereka semua hampir mencapai dua tiga puluhan orang. Sementara itu, si toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang telah berhasil menguasai perasaan sendiri, apalagi se-telah mengetahui bahwa pendatang cuma seorang pemuda baju biru yang berwajah tampan, ia semakin tidak memikirkannya di dalam hati. Kakek berjubah hijau yang berdbiri di sisi Guij Pak-ciang memigliki wajah yangb bengis, mata ikan dan alis mata tumpul. dari sorot matanya yang tajam sewaktu mengawasi Lan See-giok. bisa diduga kalau, ia seorang manusia berhati licik. Sebaliknya si nenek berbaju hijau yang telah ubanan rambutnya, bermuka persegi beralis tebal dan sepasang mata yang bagaikan mata seekor ayam jago. dari kilatan matanya yang menggidikkan serta tongkat digenggamnya, dapat diduga orang ini merupakan seorang nenek yang su-kar dihadapi.

359

Sementara Lan See giok baru selesai me-ngawasi orang-orang yang berada di situ. Tongkat besi berkaki tunggal Gui Pak ciang dengan wajah hijau membesi telah menegur. "Saudara cilik, siapa namamu, datang dari mana? Ada urusan apa kau berkunjung ke mari ditengah malam begini? Silahkan kau utarakan saja secara terus terang." Bertemu dengan Gui Pak-ciang, Lan See giok lantas teringat kembali akan perlakuan orang itu terhadap dirinya ketika masih berada dalam kuburan kuno, ditambah pula dengan sikap sombongnya sekarang, tiba-tiba saja hawa amarahnya berkobar. Namun Pemuda itu segera mengendalikan hawa amarahnya. dia ingin berusaha mencari keterangan yang banyak dari orang ini, maka ujarnya kemudian dengan suara tenang. "Aku Lan See giok ingin mencari tahu suatu persoalan yang amat penting dari caycu, bila kedatanganku sangat di luar dugaan, harap lo-caycu jangan marah!" Gui Pak-ciang semakin tak senang hati terutama melihat sikap musuhnya yang ang-kuh dan sama sekali tidak memberi hormat kepadanya, namun dia sendiripun tak berani bertindak gegabah. sebab ia tahu bila pemu-da ini tidak memiliki pegangan yang kuat, tak mungkin ia berani bertindak begini. Setelah tertawa terbahak-bahak, katanya kemudian: "Kalau toh ada urusan penting yang hen-dak disampaikan, mari silahkan masuk ke dalam ruangan untuk berbincang-bincang!" Sambil berkata, dengan cepat dia meng-u-lapkan tangannya dan menitahkan semua orang untuk menyingkir ke samping dan memberi jalan lewat kepadanya. Lan See-giok memandang sekejap ke dalam ruangan. di situ sudah tersedia meja perja-muan yang lengkap derngan hidangan lzezat namun perjwamuan belum dimrulai, bisa jadi orang-orang, itu sedang menanti kedatangan Tok Nio-cu. Setelah termenung sejenak, pemuda itu pun berkata seraya menggelengkan kepala nya berulang kali: "Tidak usah, aku hanya ingin bertanya be-berapa patah kata saja, lebih baik ku ajukan dari sini." Dari sikap pemuda tersebut, sebagai jago-jago yang berpengalaman dalam dunia persi-latan, Gui Pak-ciang sekalian segera merasa bahwa kedatangan pemuda berbaju biru itu nampaknya tidak berniat baik. Berkilat sepasang mata nenek berbaju abu-abu itu, mendadak ujarnya kepada Gui Pak ciang:

360

"Pak ciang, kalau begitu suruh saja ia ber-bicara secepatnya, To Siok adalah tamu agung kita dari tempat jauh. ia sudah cukup lama menantikan kedatangan Tok Nio-cu, masa kau ingin mempertontonkan kejelekan ini dihadapannya lagi?" Lan See giok segera tertawa dingin, berda-sarkan panggilan si nenek atas Gui Pak ciang, bisa jadi nenek tersebut adalah istri tuanya, sedangkan yang disebut sebagai To Siok mungkin sekali adalah kakek berjubah hijau itu. Gui Pak ciang segera manggut-manggut kepada Lan See giok ujarnya kemudian de-ngan tidak sabar: "Kalau toh kau ingin mengucapkan bebe-rapa patah kata saja, nah katakan sekarang juga." Lan See giok mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian dengan suara dalam tegur nya: "Aku hanya ingin tahu, sebetulnya men-diang ayahku Lan Kong tay terbunuh di ta-ngan siapa? Siapakah diantara kalian lima manusia cacad yang telah melakukan per-buatan keji itu- -" Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Gui Pak ciang serta To Siok si kakek berju-bah hijau itu sudah berubah muka. Gui Pak ciang nampak agak tertegun, se-baliknya, To Siok segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. Tergerak hati Lan See-giok menyaksikan hal tersebut. bila dugaannya tak keliru, bisa jadi antara kakek berjubah hijau itu dengan ayahnya pernah terjalin hubungan permu-suhan yang sangat mendalam sekali. Betul juga dugaannya, setelah berhenti tertawa seram, kakek berjubah hijau itu segera berseru dengan penuh kebencian. "Aku, si pukulan pasir merah To Siok se-dang kecewa karena dendam sakit hati yang kuterima tiga belas tahun berselang tak mungkin bisa menuntut balas kembali, hmm ----rupanya Thian memang memberi kesempatan kepadaku untuk melampiaskan-nya, atas kesempatan ini aku pasti berterima kasih kepada Lo thian ya!" Lan See-giok tertawa dingin, ia merasa si pukulan pasir merah To Siok pandai sekali bersandiwara, ini menunjukkan pula bahwa orangnya licik dan sangat berbahaya. Sementara Lan See-giok masih termenung, si pukulan pasir merah To Siok telah me-lom-pat ke depannya, kemudian sambil menga-wasi pemuda itu dengan sorot mata benci, ia menegur keras. ""Kau benar-benar adalah putra dari gurdi emas peluru perak Lan Khongtay ?"

361

"Sekarang aku tak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu, jika kau memang berniat membalas dendam atas sakit hati yang pernah kau terima dari ayahku dulu, silahkan saja kau menuntutnya kepadaku...." Sekali lagi si pukulan pasir merah To Siok mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram. "Heeehhh.. heeehhh... heeehhh.... bocah keparat, kau tak usah sombong dulu, lihat saja nanti apakah kau masih mampu me-ninggalkan Pek hoo cay ini dalam keadaan hidup?! Sambil berkata, hawa murninya segera di-salurkan ke dalam telapak tangannya, warna kulit yang semula putih seketika berubah menjadi merah membara. Lan See-giok gusar sekali, namun sebelum ia sempat berkata sesuatu, tiba-tiba Gui Pak-clang telah berkata pula dengan suara yang berat dan dalam. "Saudara To, buat apa kau mesti terburu napsu? Untuk membunuh ayam mengapa mesti memakai pisau pembunuh kerbau? Biar siaute utus orang untuk membekuk bangsat tersebut, kemudian baru diserahkan kepada saudara To untuk menghukumnya." Sebagai tamu yang datang dari jauh. pu-kulan pasir merah To Siok merasa kurang leluasa untuk menampik maksud baik Gui Pak ciang, setelah tertawa angkuh, pelan-pe-lan dia mengundurkan diri dari situ. Lan See-giok berkerut kening. wajahnya berubah menjadi hijau membesi, sambil mengawasi si toya besi berkaki tunggal segera bentaknya keraskeras. Gui Pak ciang, kau tidak berani mengata-kan siapa yang telah membunuh ayahku?" Toya baja berkaki tunggal Gui Pak ciang sama sekali tidak menggubris pertanyaan Lan See giok, kepada seorang lelaki cebol berwajah kuning yang berdiri di belakangnya, ia berseru keras: "Harimau berkaki cebol, cepat kau ringkus bocah keparat she Lan itu!" Pemuda cebol itu mengiakan, tanpa banyak bicara dia menerjang ke muka Lan See giok, tangan kirinya menggapai semen-tara kepalan kanannya langsung menjotos ulu hati lawan. Lan See giok mendengus marah, dengan cekatan dia mengegos ke samping, gagal de-ngan serangannya. pemuda cebol itu mende-sak maju lebih jauh, kembali dia melancar-kan pukulan. Lan See giok mendengus, tiba-tiba dia ber-putar kencang dan menyelinap ke belakang pemuda cebol itu, diiringi bentakan, keras sebuah tendangan kilat dilancarkan menghantam belakang pinggang musuh . . . . "Blaammm!"

362

Diiringi suara benturan keras, jerit kesa-kitan yang menyayat hati seperti babi mau disembelih, bergema di seluruh ruangan tubuhnya yang cebol tahu-tahu sudah mencelat ke luar dari ruangan dan meluncur ke dinding bangunan seberang. peristiwa ini berlangsung amat cepat untuk sesaat Gui Pak-ciang, si nenek dan To Siok sampai tertegun dibuatnya, wajah mereka berubah hebat. "Blaammm...! " Debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, rupanya pemuda cebol itu sudah menumbuk di atas dinding bangunan sebe-rang menyebabkan sebagian dindingnya am-brol, tentu saja pemuda cebol itu sendiri segera jatuh tak sadarkan diri Lan See-giok cukup mengerti keadaan situasi yang dihadapinya sekarang, mustahil masalah yang dihadapi bisa diselesaikan se-cara damai, karenanya kepada si pukulan pasir merah To Siok, kembali dia menantang. "Hei, kalau ingin membalas dendam, ayo cepat turun tangan, aku sendiri memang ingin selekasnya menyelesaikan persengke-taanmu dengan mendiang ayahku dulu" Sebagai seorang jago kawakan yang cukup termasyhur namanya di dalam dunia persi-latan, tentu saja si pukulan pasir merah To Siok tidak memandang sebelah matapun ter-hadap Lan See giok, mendengar tantangan itu. dia segera berteriak keras dan langsung menerjang ke muka. "Saudara To. tunggu dulu! Biar aku saja yang mematahkan kaki anjing bajingan cilik ini!" tiba-tiba nenek berbaju abu-abu itu menjerit marah. Ditengah bentakan. dia turut menerjang pula ke arah Lan See giok. -Tergerak hati si pukulan pasir merah To Siok mendengar ucapan itu, mendadak tim-bul niat jahat dihati kecilnya. Dengan suara dalam sahutnya kemudian: "Enso, kau mesti berhati hati!" Kemudian dia sendiri menyelinap ke bela-kang tubuh Lan See giok. Sementara itu, si nenek berbaju abu-abu itu sudah memutar toyanya menciptakan selapis bayang-an toya yang langsung mengurung batok kepala anak muda tersebut. Betapa gusarnya Lan See-giok melihat tingkah laku nenek berbaju abu-abu itu, se-mentara ia bersiap sedia melancarkan sera-ngan, tiba-tiba dari atas rumah terdengar se-seorang berseru merdu. ""Lan siauhiap, harap tahan dulu!" Dengan wajah tertegun Lan See giok ber-paling, tapi pada saat itulah desingan angin tajam menyambar dari belakang kepalanya, bersamaan waktunya si nenek berbaju abu--abu itu juga membentak keras, toya

363

bajanya mendadak berubah arah menyapu lutut musuh dengan gerakan secepat kilat. Keadaan menjadi kritis dan berbahaya sekali... Untung saja Lan See-giok tidak menjadi panik, sambil membentak keras ia keluarkan gerakan naga sakti melambung ke udara, suatu gerakan sakti dari tujuh gerakan naga harimau, dengan gerakan secepat sambaran petir dia melejit ke atas atap rumah, Tiba-tiba saja terdengar suara bentrokan yang amat keras disusul suara jerit kesakitan yang sangat memilukan hati. Ketika Lan See-giok berpaling, ternyata sepasang kaki si pukulan pasir merah To Siok yang sedang melancarkan sergapan licik dari belakang itu, sudah terhajar oleh sapuan toya baja si nenek berbaju abu-abu sehingga hancur tak karuan. Sedangkan Gui Pak-ciang sekalian yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi panik dan buru turun semua ke gelanggang. Pada saat itulah dari atas atap rumah me-layang turun sesosok bayangan manusia, dia tak lain adalah Tok Nio-cu yang baru saja menyusul pulang. Tatkala sadar bahwa serangannya me-n-genai sasaran yang keliru, si nenek berbaju abu-abu itu nampak tertegun dan berdiri mematung, kemudian sambil menjerit kaget ia buang toya nya ke atas tanah. Dengan wajah pucat pias dan peluh dingin jatuh bercucuran, cepat-cepat ia berusaha membantu si pukulan pasir merah To Sio! untuk bangkit dari genangan darah ..... Mendadak.... Berkilat sinar bengis dari balik mata pu-kulan pasir merah To Siok, sambil memben-tak keras tiba-tiba saja telapak tangan kanannya yang berwarna merah darah itu dibacokkan ke atas thian-leng hiat di ubun-ubun si nenek berbaju abu-abu. Peristiwa ini berlangsung sangat tiba-tiba dan sama sekali di luar dugaan, d tambah lagi jarak diantara mereka begitu dekat, Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sekalian yang berusaha menolongpun jadi terlambat se-langkah. "Plaaakkk!" Suara retakan yang sangat keras bergema diangkasa, lalu isi benak nampak berceceran dimana mana, tulang dan darah berham-buran menyelimuti seluruh permukaan tanah. Diiringi jeritan lengking yang memilukan hati, nenek berbaju abu-abu itu tewas se-ketika. Berhasil membunuh nenek tersebut, tiba-tiba saja si pukulan pasir merah To Siok me-lejit ke udara dan menumbukkan kepala nya ke atas lantai, tak

364

ampun kepalanya hancur seketika dan jiwanya turut melayang meninggalkan raganya. Gui Pak ciang serta Tok Nio-cu hanya bisa berdiri melongo menghadapi perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba itu. Ujung baju terhembus angin bergema me-mecahkan keheningan, dengan suatu gera-kan yang ringan Lan See giok melayang turun ke atas tanah... Gui Pak ciang yang melihat hat tersebut segera membentak keras. "Bocah keparat, aku akan beradu jiwa denganmu!" Bagaikan seekor harimau gila, dia men-dorong beberapa orang yang berdiri di seki-tarnya dan sambil mengayunkan toya me-nyerbu ke hadapan Lan See giok... Tok Nio-cu sangat terkejut melihat ke kala-pan orang, cegahnya tanpa terasa: "Pak ciang, jangan..."" Belum habis ia berseru, tubuhnya telah menubruk ke muka dan mencengkeram per-gelangan tangan Gui Pak ciang. Seketika gerak maju Gui Pak ciang terhen-ti, dengan pandangan tak habis mengerti ia menengok kearah gundik kesayangannya itu, sementara sorot matanya penuh dengan tanda tanya: Lan See giok sendiripun turut tertegun melihat tindak tanduk dari Tok Niocu itu. "Pak ciang!" terdengar Tok Nio-cu berkata dengan gelisah, "tenangkan dahulu pikiran-mu, kau bukan tandingan dari Lan siauhiap. Sementara berbicara, dia masih tetap menggenggam pergelangan tangan kanan Gui Pak ciang erat-erat. Di hari-hari biasa Gui Pak ciang memang paling menyayangi Tok Nio-cu serta menuruti semua perkataannya, saat tersebut tanpa terasa ia berseru tertahan dan mengalihkan pandangannya yang kaget ke wajah Lan See giok dua kaki dihadapannya. Sambil melepaskan cekalannya pada per-gelangan tangan Gui Pak-ciang, kembali Tok nio-cu berkata. "Pak-ciang, kalau dihitung-hitung kau, toh masih termasuk seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, masa kau tidak da-pat melihat bahwa ilmu si1at Lan siauhiap telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, dimana panas dingin tak akan mempengaruhi tubuhnya menyerang dengan menurut kemauban pikirannya?"j Menggigil kergas sekujur badabn Gui Pak -ciang setelah mendengar ucapan itu, tanpa terasa dia mengalihkan pandangan matanya ke atas

365

pakaian tipis yang dikenakan pemuda itu, sementara toya besinya pelanpelan di turunkan kembali ke bawah: Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See giok, kemudian katanya lebih jauh: "Lan siauhiap ada urusan yang khusus hendak ditanyakan kepadamu, mengapa kau tidak mempersilahkan Lan siauhiap masuk ke dalam ruangan ." Dengan cepat Gui Pak ciang berhasil me-ngendalikan perasaan cepat dia mengangguk berulang kali kemudian sambil menjura ka-tanya: "Lan siauhiap, silahkan masuk dan me-ngambil tempat duduk!" "Maksud baik caycu dan hujin biar kute-rima di dalam hati saja ...." tampik Lan See giok cepat, sebelum pemuda itu menyelesai-kan kata katanya, Tok nio-cu kembali me-nyela: "Mana mungkin masalah besar yang penting artinya bisa di selesaikan dengan dua tiga patah kata saja? Apalagi pembicaraan secara tergesagesa, akan menyebabkan ba-nyak masalah yang tertinggal. bila sampai hal tersebut menyebabkan hal yang tidak di-inginkan, bukankah berabe jadinya? Aku rasa lebih baik kita bicarakan secara seksa-ma dan mendalam saja!" Lan See giok menganggap perkataan tersebut memang ada benarnya juga, mesti tidak diketahui olehnya apakah Tok Nio-cu mempunyai rencana lain dibalik kesemuanya ini, namun demi sakit hati ayahnya dia tak ingin memperdulikan hal-hal semacam itu. "Perkataan hujin memang benar." katanya kemudian, "cuma dengan berbuat begitu ke-hadiranku tentu akan mengganggu kalian berdua." Begitulah, dengan diiringi kata-kata me-rendah, Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu mengi-ringi Lan See-giok masuk ke dalam ruangan. Dalam pada itu, ke tujuh-delapan orang dayang sudah menyembunyikan diri ke balik ruangan dengan ketakutan, sedangkan kedua puluhan lelaki kekar itu sama-sama berkum-pul di sekitar arena, ada diantara mereka yang justru berdiri di depan jenazah pukulan pasir merah dan si nenek berbaju abu-abu guna menghindari segala kemungkinan yang tak diinginkan. Setelah perjamuan diselenggarakan, de-ngan tak sabar Lan See giok segera berkata: "Lo cay-cu, sekarang kuharap bkau suka menjeljaskan kepadaku gsiapakah pembunbuh sebenarnya yang telah menghabisi nyawa mendiang ayahku? Dengan bantuanmu, aku harap bisa selekasnya membalaskan dendam bagi kematian ayahku sehingga arwah nya di alam baka pun bisa secepatnya memperoleh ketenangan."

366

Ketika mengucapkan kata-kata tersebut ia seperti tak bisa menahan rasa pedih dalam hatinya lagi, air mata segera mengembang dalam kelopak matanya. Menghadapi pertanyaan tersebut, si toya besi berkaki tunggal Gui Pak ciang hanya termangu-mangu untuk beberapa saat lama nya. kemudian setelah menghela napas sedih ia berkata: "Walaupun aku merupakan salah satu di antara lima orang yang menguntit ayahmu namun sesungguhnya aku sendiripun tak tahu sebetulnya ayahmu tewas di tangan siapa, sekalipun begitu aku berani bersum-pah kepada langit bahwa kematian ayahmu bukan disebabkan oleh perbuatanku." Secara diam-diam Lan See giok mengamati wajah Gui Pak ciang dengan seksama kemu-dian dikombinasikan pula dengan dugaan sendiri, maka katanya kemudian sambil manggut-manggut: "Yaa, aku memang tak pernah mencurigai lo caycu sebagai pembunuh ayahku, itulah sebabnya aku sengaja datang kemari untuk mohon petunjuk dari Lo caycu, sebab pada malam itu lo-caycu juga pernah menggeledah seluruh tubuhku dengan toya besimu, meski kau hanya sebagai manusia kedua!" Berubah hebat paras muka Gui Pak ciang setelah mendengar ucapan tersebut tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan mengawasi wajah Lan See giok dengan perasaan terkejut, tanyanya kemudian dengan nada tak habis mengerti: "Jadi si bocah yang menggeletak mati di lantai adalah adik kandungmu?" "Tidak, mendiang ibuku hanya melahirkan aku seorang" Perasaan tak tenang segera menyelimuti perasaan Gui Pak ciang, katanya kemudian dengan wajah menyesal. "Waktu itu aku benar-benar tidak tahu kalau Lan siauhiap belum mati, dalam geli-sah dan gusarku, aku sangat berharap bisa muncul suatu keajaiban didepanku, itulah sebabnya aku sampai melakukarn perbuatan bodzoh yang sangat wmenggelikan, kurharap siauhiap sudi melupakan kesalahanku dima-sa lampau." Melihat rasa menyesal yang meliputi wajah Gui Pak-ciang, perasaan tak puas yang su-dah lama tersimpan dalam benak Lan See-giok pun segera hilang lenyap tak berbe-kas. "Dendam sakit hati terbunuhnya ayahku jauh lebih berat ketimbang sedikit siksaan dan penderitaan dibadan" katanya kemudian "bila lo-caycu bersedia menerangkan kepadaku siapa pembunuh sebetulnya, bu-kan cuma arwah ayah dialam baka akan ber-gembira akupun tak akan pernah melupakan budi kebaikan lo caycu "

367

Gui Pak ciang berkerut kening, ia seperti teringat akan sesuatu, kemudian tanyanya dengan perasaan tak mengerti. "Bukankah waktu itu siauhiap hadir di arena? Masa kau tidak tahu siapa pembunuh sebenarnya?" "Waktu itu, kebetulan sekali aku baru pu-lang dari berpergian, begitu ku jumpai men-diang ayahku tewas, saking sedihnya aku lantas jatuh pingsan, itulah sebab nya tidak kuketahui siapakah pembunuh sebenarnya. Itu pula sebagai alasanku me-ngapa datang kemari hari ini, kuharap lo-caycu bersedia memberi penjelasan, bila dendam ini bisa kubalas budi kebaikanmu tak akan pernah kulupakan ....." Di atas wajah Gui Pak-ciang segera menunjukkan perasaan serba salah, dia menjadi ragu dan tampaknya seperti ada se-suatu masalah yang tak bisa dijelaskan olehnya. Tok Nio-cu yang melihat kesulitan suaminya segera menimbrung dengan cepat. "Pak-ciang, kalau toh kau berada di luar garis dalam persoalan itu, sudahsepantas-nya bila kau memberi tahukan hal yang se-benarnya kepada Lan Siauhiap, daripada orang lain menaruh curiga terus kepadamu."! Lan See-giok segera mendapatkan kesan bahwa Tok Nio-cu meski berwajah genit dan berjulukan tak sedap, sesungguhnya ia ber-hati baik dan pandai memahami perasaan orang, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan berterima kasih. Gui Pak-ciang termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya pelan: "Untuk tetap memegang janji, terus terang saja kukatakan bahwa banyak persoalan yang tak mungkin bisa ku jelaskan secara leluasa, tapi bila Lan siauhiap ingin meng-ajukan suatu pertanyaan, silahkan saja di sampaikan, asal aku tahu pasti akan ku-jawab seluruhnya. entah bagaimana penda-pat Siauhiap?" "Lan See giok cukup mengetahui watak umat persilatan yang sangat memegang janji, bagi mereka kepala boleh dipenggal, darah boleh mengalir, namun janji tetap janji dan sekali berjanji tak pernah akan diingkari kembali. Karenanya pemuda itu lantas mengangguk sambil ujarnya: Baiklah kalau begitu aku ingin lo-caycu menjelaskan apa sebabnya kalian, berlima yang masing-masing menjagoi wilayah yang berbeda, ternyata pada malam yang sama telah muncul semua di tepi telaga Phoa-yang--oh, apakah sebelum kejadian kalian telah berhasil mendapat tahu alamat ayahku?!

368

Gui Pak ciang meneguk habis secawan arak, kemudian ia baru menjawab lirih: "Kami berlima dari tiga telaga telah berte-kad untuk mencari barang yang hilang terse-but sampai ketemu. untuk itu kami telah mencari jejak ayahmu dan Hu-yong siancu di mana-mana, selain itu kamipun berjanji setiap tahun bertemu dua kali untuk mela-porkan hasil penyelidikan masing- masing sepuluh tahun kami tak pernah beristirahat namun kamipun tak pernah berhasil me-ne-mukan sesuatu jejakpun." Kembali dia meneguk habis secawan arak untuk melampiaskan gejolak emosi di dalam hatinya, lalu setelah memandang ke tempat kejauhan sana, ia berkata lebih jauh. "Menjelang tahun ke sembilan, ada orang yang secara diam-diam telah melihat Hu--yong siancu muncul ditengah sebuah hutan lebih kurang dua puluh li di sebelah barat telaga phoa-yang-oh." Tiba-tiba ia menatap wajah Tok Nio-cu dan Lan See-giok sekalian, lalu serunya dengan nada serius: "Kelihaian ilmu silat Hu-yong siancu dan kecekatannya dalam menghadapi setiap per-soalan, pada hakekatnya sama ter-masyhurnya dengan kecantikan wajahnya, jangan lagi orang yang melihatnya cuma se-orang mata-bmata biasa, biajr si makhluk begr-tanduk tunggabl yang kesohor karena kecer-dasannyapun belum tentu bisa menguntit di belakang Huyong siancu serta menyelidiki tempat tinggalnya. Tok Nio-cu menjadi sangat cemburu sete-lah mendengar suaminya memuji muji ke-cantikan wajah Hu-yong siancu, segera dia bertanya: "Kalau toh Hu-yong siancu amat cantik hingga termasyhur dikolong langit, mengapa aku tak pernah mengetahuinya selama ini? Gui Pak ciang segera tertawa terbahak ba-hak. "HAAAAAAHHHHH... haaahhh... haaahhh... Cui-peng bukan, aku sengaja hendak mengu-capkan kata-kata yang tidak menyenangkan hatimu, sesungguhnya disaat kecantikan Hu-yong siancu termasyhur dalam dunia persi-latan, waktu itu kau masih seorang budak ingusan yang tak tahu urusan!" Diam-diam Lan See giok terkejut, menurut pandangannya bibi wan paling banter baru berusia dua puluh enam tujuh tahunan dan tak bakal melewati tiga puluh tahun, tapi kalau mendengar dari perkataan Gui Pak ciang, bukankah bibi wan nya sudah mendekati usia empat puluh tahun? Sementara dia masih termenung, Tok Nio-cu dengan wajah merah jengah telah berta-nya lagi. "Kalau menurut keteranganmu, bukankah saat ini semua rambut Hu-yong siancu telah berubah menjadi putih?"

369

"Bagi mereka yang memiliki tenaga dalam sempurna, kebanyakan mereka masih dapat mempertahankan kecantikan wajahnya tetap awet muda, berbicara ketika Hu-yong siancu termasyhur dan sedang hangat hangatnya ber-main asmara dengan Lan Khong tay..." Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, tiba-tiba saja matanya memancarkan sinar berkilat... Dengan cepat Gui Pak ciang menyadari akan kekhilafan sendiri sambil tertawa ter-gelak dan wajah memerah katanya kemu-dian. "Pokoknya usia. Hu-yong siancu saat ini paling tidak sudah mencapai tiga puluh tujuh delapan tahun, haaahhh . . haaahhh.. tapi mungkin juga sudah tiga puluh sem-bi-lan, empat puluh tahunan ...." Sementara itu, Tok Nio-cu yangb melihat si-narj mata Lan See ggiok yang begitub tajam seperti sembilu, ia jadi terbungkam dalam seribu bahasa karena terkejut. Berbicara yang sebenarnya, Lan See giok sendiripun ingin sekali mengetahui sampai dimanakah hubungan dari ayahnya dengan Hu-yong siancu dimasa lampau. Namun sekarang, dia tak ingin mem-bong-kar masalah tersebut lebih jauh, karena kuatir duduknya persoalan akan kabur dari maksud tujuan kedatangannya juga gagal total. Melihat semua orang terbungkam untuk sesaat, dia pun segera berkata lagi: "Apakah orang yang pertama kali men-jum-pai jejak Hu-yong siancu tersebut ber-hasil menguntit sampai di tempat kediaman Han lihiap?" Sampai sekarang Gui Pak ciang masih be-lum mengetahui apakah hubungan dari Lan See giok dengan Hu-yong siancu, mendengar pertanyaan itu, diapun segera menjawab dengan wajah bersungguh sungguh. "Apa kau anggap gampang untuk mengejar perempuan itu? Tampaknya Hu-yong siancu sendiripun sudah merasa kalau jejaknya se-dang di ikuti orang, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia lantas menerobos masuk ke dalam hutan dan le-nyap dalam waktu singkat. "Setelah kejadian, kami semua memperoleh laporan tersebut, maka hasil perundingan memutuskan akan mengadakan pencarian secara besar besaran di wilayah hutan dan bukit kecil di seputar barat telaga Phoa yang Oh. Minggu pertama gagal, minggu berikut-nya kembali gagal-.. . "Lalu dengan cara apa Lo caycu sekalian berhasil menemukan kuburan tempat tinggal ayahku?" tanya pemuda itu tak habis mengerti,. Gui Pak ciang menghela napas panjang, kemudian berkata:

370

"Kalau dibicarakan yang sebenarnya, hal ini merupakan suatu kejadian yang sangat kebetulan sekali, waktu itu kentongan per-tama baru menjelang, udara gelap dan awan sangat tebal, sewaktu aku melewati daerah yang berhutan lebat itu, tanpa sengaja telah melihat ada sesosok bayangan manusia yang bergerak cepat ke depan, bayangan itu sering kali berhenti sebentar sambil celingukran ke-sana kemazri, keadaannya wamat mencuriga-rkan, ini membuat hatiku bertambah curiga, hanya saja berhubung jaraknya amat jauh hingga tidak kuketahui siapakah dia. "Waktu itu tergerak hatiku dan segera me-lakukan pengejaran, alhasil kulihat orang itu memasuki sebuah hutan yang lebat, menanti aku menyusul ke situ, bayangan tadi tahu-tahu sudah hilang lenyap, ketika aku mengejar lebih ke utara, sampailah dimuka kuburan Leng ong-bong.. ," Melihat Gui Pak -ciang telah berbicara sampai ke masalah yang amat diperhatikan olehnya, ia pun memasang telinga sambil mendengarkan dengan seksama. Sebaliknya Tok Nio-cu seperti tidak tertarik sama sekali atas persoalan tersebut namun ia toh berlagak seakan-akan ikut mendengar-kan dengan seksama meski matanya yang jeli tiada hentinya mengawasi wajah Lan See-giok dengan lembut. Terdengar Gui Pak-ciang bercerita lebih jauh: "Aku tidak percaya, kalau di tanah peku-buran yang sudah terbengkalai itu terdapat rumah tinggal manusia hidup, karena itu kulanjutkan pengejaran ke utara, puluhan li kemudian kusaksikan di arah barat laut muncul kembali sesosok bayangan manusia yang bergerak cepat, bila dilihat dari arah tujuannya, orang itu seperti lagi bergerak menuju ke kuburan-Leng ong bong. Ini se-mua membuat aku sadar bahwa sesuatu ke-jadian pasti berlangsung di sana, akupun berhenti sambil mengamati orang tadi lebih seksama, akhirnya baru kuketahui kalau orang itu bukan orang yang pertama kali tadi, namun aku toh mengejarnya juga." Ia berhenti sejenak, wajahnya selain nam-pak murung juga mendongkol, mungkin ia kesal karena tak berhasil mendapatkan kotak kecil itu atau mungkin juga merasa menyesal karena datang terlambat. Setelah menarik napas panjang, ia berkata lebih jauh. "Menanti aku menyusul ke kuburan Leng ong bong orang itupun tak kutemukan lagi, tapi aku segera menemukan pintu belakang sebuah kuburan besar terbuka lebar, kuatir kalau pintu itu akan tutup dengan segera, maka tanpa memperdulikan ancaman bahaya 1agi, aku segera menerjang masuk!"

371

Berbicara sampai di situ. dia menengok kearah Lan See giok dengan permintaan maaf, katanya penuh rasa menyesal. Keadaan selanjutnya telah, siauhiap alami sendiri, jadi aku pun tak. usah bercerita lebih jauh" Lan See giok yang melihat si toya besi ber-kaki tunggal Gui Pak ciang meski sudah ber-bicara sekian lama, namun belum juga men-jelaskan siapa pembunuh ayahnya, hatinya menjadi gelisah, tiba - tiba dia menimbrung: "Lo caycu, bukankah si beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong telah bersembunyi dalam lorong jauh sebelum peristiwa itu ter-jadi, ketika jejaknya berhasil kau temukan, apakah kau tidak bertanya kepadanya dengan kesempatan yang bagaimanakah dia turun tangan terhadap mendiang ayahku. . . Ketika berbicara sampai disini, dia sudah tak dapat menahan rasa sedih di dalam hati-nya lagi, sepasang matanya segera berkaca- kaca, dan katakata selanjutnya tak mampu dilanjutkan lagi. Gui Pak ciang segera berkata: "Pada mulanya aku tidak mengetahui kalau dia adalah si beruang berlengan tunggal, karena suasana dalam lorong sangat gelap, ditambah pula ada pantulan sinar lentera di atas meja, setelah kususul sampai di luar kuburan barulah kuketahui bahwa orang itu adalah Kiong Tek ciong..." Lan See-giok merasakan tubuhnya bergetar keras, dia seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa tanyanya dengan cemas: "Lo caycu, sebenarnya kalian masuk ke dalam kuburan lewat mana? Sudah banyak tahun aku berdiam di kuburan itu, kuketa-hui kuburan tersebut hanya terdapat sebuah pintu masuk, barang siapa hendak memasu-ki kuburan itu, dia harus melalui kuburan kosong di mana mendiang ayahku berdiam. Ya, sekarang aku baru ingat, ketika kalian saling berkejaran ke luar dari kuburan ma-lam itu, rasanya tidak melalui tempat di mana aku roboh?" Gui Pak ciang pun merasa terkejut. "Ya, hingga kinipun aku masih curiga, siapa gerangan yang telah membuka pintu ke luar itu?" Lan See giok terkejut sekali, cepat-cepat ia bertanya kemudian: "Jadi maksud Lo-caycu, ada orabng yang telah mjembuka pintu magsuk baru sebelubm peristiwa itu terjadi?" `Benar" Gui Pak-ciang mengangguk beru-lang kali, "setelah aku mengejar si beruang berlengan tunggal malam itu, dapat kulihat bahwa pintu ke luar di bawah batu nisan kuburan tersebut masih baru sekali ...."

372

Sekarang Lan See-giok baru merasa terke-jut sekali, dia yakin orang yang membunuh ayahnya pasti sudah lama mengetahui jejak ayahnya, sehingga segala sesuatunya dia lak-sanakan dengan rencana yang sangat rapi dan matang. " Sementara itu Tok Nio-cu ikut menimbrung pula. "Bila Kiong Tek-ciong tahu kalau dia bisa kabur melalui tempat tersebut, berarti mulut masuk itu dibuka olehnya!" "Aaah, akupun berpendapat demikian" Gui Pak ciang mengangguk tanda menyetujui pendapat tersebut. Lan See-giok sangat setuju dengan penda-pat ini, sebab ketika si Setan iblis ber-mata tunggal Toan ki tin memasuki kuburan terse-but dan kemudian ke luar lagi dari situ sam-bil membawa si makhluk bertanduk tunggal si Yu-ih dia tidak melalui pintu baru terse-but, ini menunjukkan bahwa Toan ki-tin pun tidak mengetahui letak pintu baru tersebut ...." Berpikir sampai disini, dia merasa semakin yakin kalau si beruang berlengan tunggal lah si pembunuh ayahnya tapi ia pun teringat kembali akan tingkah laku si setan bermata tunggal yang sama sekali tidak menggeledah jenazah ayahnya, malahan membongkar pembaringan dan almari yang ada, kejadian ini kembali membuatnya bingung dan merasa tidak habis mengerti. Berpikir demikian, ia lantas berpaling ke arah Gui Pak ciang dan bertanya dengan nada menyelidik. "Menurut keterangan tersebut, pembunuh ayahku yang sesungguhnya tentulah si beru-ang berlengan tunggal?" Sebelum Gui Pak-ciang sempat menjawab, dengan nada meyakinkan Tok Nio-cu menim-brung. "Seharusnya hal ini sudah tak perlu dira-gukan lagi, menurut pandangan pada umum nya Kiong Tek-ciong bisa mempersiapkan pintu baru untuk memasuki lorong kuburan ini berarti dia sudah mempunyai rencana sebelumnya,b aku rasa bayanjgan yang di lihgat Pak-ciang mablam itu pun bisa jadi adalah Kiong Tek ciong." Gui Pak ciang mengangguk berulang kali sambil berguman. "Yaa, kalau dilihat dari segala bukti yang ada, semestinya pembunuhan itu merupakan hasil karya Kiong tua. tapi kalau dinilai dari kemampuan ilmu silat yang dimilikinya. mestinya dia bukan tandingnya Lan tay-hiap.,. . Sebelum Gui Pak-ciang menyelesaikan kata- katanya. Tok Nio-cu telah mendengus sembari menukas. "Mengapa sih makin tua kau seperti se-makin pikun? Beruang berlengan tunggal bisa menyusup masuk secara diam-diam dan bersembunyi di

373

tempat kegelapan, berarti dia dapat pula menyerang Lan tayhiap secara tiba-tiba, masa hal seperti ini tak mungkin ia lakukan?" Gui Pang ciang segera terbungkam oleh perkataan itu. Sebenarnya Lan See giok ingin mencerita-kan semua pengalamannya, tapi kemudian ia merasa hal ini tak perlu, sebab hanya akan mengalutkan keadaan saja hingga merugikan diri sendiri. Lagi pula tujuan kedatangannya ke Pek hoo cay juga tak lain hanya ingin menyerap lebih banyak hal-hal yang mencurigakan dari beruang berlengan tunggal, dari pembica-raannya dengan Gui Pak ciang. . . . Betul lima manusia cacad dari tiga telaga terlibat semua dalam usaha melacaki jejak ayahnya, tapi diapun percaya orang yang membunuh ayahnya pasti orang lain. Sebagai seorang pemuda yang saleh, dia tak ingin mengandalkan kepandaian silatnya untuk sembarangan membunuh hingga aki-bat nya mereka yang tak bersalahpun ikut me-ngorbankan selembar jiwanya. Bila hal ini sampai dilakukan, bukan saja bibi Wan nya tak akan senang hati, gurunya pasti marah dan bila sampai tersiar luas dalam dunia persilatan, bukan cuma dirinya akan dikucilkan orang, arwah ayahnya yang berada dialam baka pun akan turut menang-gung malu. Oleh sebab itu pemuda tersebut bertekad hendak menyelidiki dulu persoalan tersebut sampai jelas sebelum melakukan tindakan pembalasan. Dari penuturan Gui Pak ciang tentang di buatnya pintu baru oleh beruang berlengan tunggal untuk melarikanr diri, kecurigazannya terhadap wKiong Tek ciongr memang bertambah besar, tapi diapun tak ingin menyingkirkan rasa curiganya terhadap tingkah laku Setan bermata tunggal yang menggeledah pemba-ringan serta barang-barang miliknya.... Tok Nio-cu yang menjumpai pemuda itu hanya termenung saja, segeramenegur sam-bil tertawa genit: "Siauhiap, bagaimana menurut pendapat-mu tentang perkataanku barusan?" Lan See giok segera memusatkan kembali pikirannya seraya menjawab. "Hal ini ter-gantung bagaimana penjelasan si beruang berlengan tunggal setelah berhasil disusul oleh Lo caycu." Gui Pak ciang menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kami berdua segera bertarung begitu ber-jumpa, akibatnya aku tidak menegur, dia pun tidak bertanya, jadi berbicara yang se-sungguhnya aku sama sekali tidak tahu de-ngan cara bagaimana si beruang berlengan tunggal bisa mendapat tahu alamat ayahmu dan bagaimana mungkin ia bisa membuka lorong rahasia tersebut. Apalagi berbincang soal jalan

374

pemikiranku waktu itu, masalah-masalah demikian sama sekali tidak penting bagiku" Lan See-giok merasa perkataan dari Gui Pak ciang ada benarnya juga, sebab waktu itu apa yang terpikir olehnya hanya bagai-mana cara merebut kotak kecil itu, sehingga masalah-masalah demikian memang sama sekali tidak penting baginya. Walaupun hasil pembicaraan kali ini tidak berhasil baginya untuk mendapat tahu siapa gerangan pembunuh sebenarnya, tapi kalau dilihat dari keberhasilannya mendapat tahu bahwa si beruang berlengan tunggal menge-tahui pintu rahasia tersebut, boleh di bilang perjalanannya ke Pek ho cay kali ini tidak sia-sia belaka. Lan See giok menganggap pertanyaannya sudah cukup, maka ia segera bangkit berdiri dan ujarnya seraya menjura: "Aku berterima kasih sekali atas sambutan dan jamuan yang diselenggarakan Lo-caycu bagi kehadiranku ini, mumpung waktu belum terlampau larut malam, aku bermaksud un-tuk mohon diri lebih dulu." Tok Nio-cu segera bangkit berdiri sambil berseru cepat: "Siauhiap, saat ini tengah malam sudah lewat, mengapa kau harus meninggalkan tempat ini? Apa salahnya kalau beristirahat dulu semalam, besok baru melanjutkan per-jalanan lagi. Gui Pak ciang serta ke enam orang lainnya serentak bangkit berdiri dan berusaha pula menahan pemuda itu. Namun Lan See giok menampik dengan tegar. "Sekarang aku masih mempunyai urusan penting lainnya sehingga tak berani ber-diam kelewat lama, maksud baik Lo caycu dan nyonya biar kuterima dalam hati saja." Seusai berkata dia lantas meninggalkan meja perjamuan. Melihat maksud hati sang pemuda yang teguh, Tok Nio-cu tahu kalau percuma saja ia mencoba menahannya, maka katanya kemu-dian: "Bila siauhiap masih ada urusan penting, tentu saja kami tak berani menahannya lebih jauh, cuma dalam perjalanan siauhiap untuk menelusuri jejak musuh besarmu kali ini , aku pikir pasti membutuhkan seekor kuda jempolan. bila siauhiap tidak menampik aku bersedia menghadiahkan kuda Pek liang kou milikku untuk siauhiap . . . Lan See-giok sangat terharu, namun die pun enggan menerima hadiah orang dengan begitu saja, maka sebelum perempuan itu menyelesaikan kata-katanya, dia telah men-jura sambil tukasnya:

375

"Aku tak pandai menunggang kuda dan lagi sama sekali tak berpengalaman me-rawat kuda. maksud baik nyonya biar ku terima di hati saja... Selesai berkata kembali dia melangkah ke luar dari ruangan. Tok Nio-cu tentu saja tak ingin memaksa kan kehendaknya, katanya kemudian sambil tersenyum: "Lan siauhiap, kau terlampau merendah saja. "Bersama si toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang sekalian, mereka menghantar pe-muda itu sampai di luar ruangan Dalamb keadaan beginij, Lan See-giok ghanya ingin secbepatnya meneruskan per-jalanan, begitu sampai di luar ruangan, dia lantas menjura kepada Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sambil katanya: "Harap Kalian berdua menghantar sampai di sini saja, kini tengah malam sudah lewat, tidak usah merepotkan orang lain untuk membuka pintu benteng lagi, aku pikir ingin memohon diri disini saja.? Gui Pak ciang tertawa terbahak-bahak ber-sama Tok Nio-cu katanya. "Jalan pemikiran siauhiap memang amat sempurna, tapi sebagai tuan rumah paling tidak kami harus menghantar mu sampai di atas benteng .... ... Lan See-giok tak ingin menampik lebih jauh, tanpa banyak berbicara dia segera me-lejit ke atas atap rumah dan melayang ke bangunan seberang. Berhubung Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sudah mengetahui kalau Lan See giok memiliki kepandaian silat yang tinggi, meski kagum dan memuji dihati. mereka sama sekali tidak tercengang, serentak kedua orang itu menyusul dari belakang. Dalam waktu singkat mereka telah tiba di depan pintu gerbang benteng. . Ketika menyaksikan kemunculan pemim-pin benteng beserta istri di situ, serentak para penjaga membungkukkan badan nya memberi hormat, sementara sorot mata pe-nuh rasa terkejut dialihkan ke wajah sang pemuda, Lan See-giok menghentikan lang-kahnya sambil berkata lagi. "Harap kalian menjaga diri baik-baik, aku akan mohon diri lebih dulu." Dengan mengerahkan ilmu Hud kong sin kang untuk menunjang gerakan tubuh menunggang angin terbang melayang, pemu-da itu meluncur ke bawah secepat sambaran kilat dan langsung meluncur ke arah hutan pohon siong yang lebat itu. Tampaknya Lan See giok memang ada maksud untuk mendemonstrasikan kehe-batannya, dia telah mempergunakan tehnik "melayang" untuk meluncur ke bawah bukit, meski kelihatannya lamban, padahal cepat-nya bukan alang kepalang, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah berada dimuka hutan.

376

Gui Pak-ciang maupun Tok Nio-cu dan para penjaga lainnya untuk sesaat dibikin tertegun saking kagetnya, belum pernah mereka bdengar tentang jilmu meringankagn tubuh yang bebgini hebatnya. Sementara mereka masih melamun, ba-yangan tubuh Lan See giok telah lenyap di-balik hutan sana. Segera Gui Pak ciang dan Tok Nio-cu ber-seru lantang. "Lan siauhiap, harap kau menjaga diri baik-baik, maaf bila kami tak bisa meng-antar lebih jauh." Dari kejauhan sana segera berkumandang suara Jawaban dari Lan See giok: "Silahkan kalian kembali, bila ada jodoh kita akan berjumpa kembali lain kesem-patan." Menyaksikan kehebatan pemuda itu, tanpa terasa Gui Pak-ciang menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berguman: "Ya, dengan ilmu meringankan tubuh yang begini hebatnya, menunggang kuda justru malah akan merepotkan" Dia lantas membalikkan badan dan kem-bali dulu ke dalam ruangan... Lan See giok ingin secepatnya menempuh perjalanan, maka sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna dia melaju menuju ke bukit Tay ang san. Dalam perjalanan, otaknya berputar tiada hentinya memikirkan soal perbuatan si Beru-ang berlengan tunggal yang membuka pintu masuk baru secara diam-diam. sudah jelas pekerjaan tersebut tak akan selesai di kerjakan selama satu hari. Padahal seingatnya ayahnya adalah si orang yang sangat cekatan, bagaimana mungkin perbuatan orang tersebut sampai tak di ketahui olehnya....? Darimana si beruang berlengan tunggal mendapat tahu kalau ayahnya bersembunyi dalam kuburan.... Berdasarkan keterangan dari Gui Pak ciang, berkumpulnya lima manusia cacad di pekuburan raja hanya merupakan suatu ke-jadian yang kebetulan saja, memang sebelum peristiwa mereka tak pernah meng-adakan kontak satu sama lainnya. Tapi benarkah peristiwa itu hanya suatu kebetulan? Jika dipikirkan dengan lebih mendalam dia dapat merasa bahwa di antara kelima orang tersebut tampaknya sudah mempunyai per-janjian secara diam-diam. Teringat persoarlan ini, diapunz lantas ber-penwdapat bahwa ketrerangan yang diberikan Gui Pak-ciang kepadanya, belum tentu betul semuanya, sebab bukankah dia berkata akan tetap memegang janji?

377

Setelah memikirkan masalah tersebut berulang kali, akhirnya dia merasa persoalan baru akan menjadi terang bila ia sudah tiba Tay-ang-san dan mengorek keterangan dari mulut si beruang berlengan tunggal Kiong Tekciang. Tanpa terasa hari sudah terang tanah. Dibalik kabut pagi yang lamat-lamat men-yelimuti permukaan tanah, tampak bayangan bukit menjulang jauh di depan sana, di situ-lah terletak bukit Bu-tong-san. Lan see-giok tidak berniat sama sekali un-tuk berpesiar, dia hanya ingin secepatnya sampai di bukit Tay-ang-san dan meng-ung-kap misteri yang menyelimuti pikirannya se-lama ini, karenanya dia memutuskan untuk menyeberangi bukit Bu-tong-san dan lang-sung menuju ke kota Siang yang. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, dia melesat ke de-pan memasuki bukit Bu-tong-san melalui kaki bukit sebelah barat. Semakin jauh dia menempuh perjalanan dirasakan semakin sukar dan berbahaya, bukan begitu saja bahkan kabut makin lama semakin menebal sehingga untuk beberapa saat dia kehilangan arah mata angin. Setelah mendaki sebuah dinding tebing dan melalui sebuah bukit curam, dihadapan nya sekarang terbentang sebuah lembah hi-jau yang luasnya mencapai puluhan hektar. Aneka bunga yang indah tumbuh di dalam lembah tersebut, hawa udara terasa hangat bagaikan di musim semi, rumput bagaikan permadani hijau, tiga empat batang pohon siong raksasa tumbuh di sana sini, betul-betul sebuah tempat pengasingan yang amat romantis dan indah. Lan See giok memperhatikan sekitar tem-pat itu beberapa saat, tiba-tiba berkilat sepasang matanya, rasa kaget bercampur gembira menyelimuti seluruh wajahnya ........ Di bawah ranting - ranting pohon siong yang rindang, tampak seekor bangau kecil sedang memandang ke arahnya dengan sek-sama, binatang tersebut sama sekali tidak menunjukkan rasa takut terhadap kehadiran orang asing. Lan See giok merasa tertarik sekali, pelan-pelan dia berjalan menghampirinya, takut kalau burung-burung bangau itu terbang ketakutan, ia tak berani menubruk secara sembarangan. Kedua ekor burung bangau itu memang kelihatan aneh, menghadapi Lan See giok yang berjalan mendekat sambil tersenyum itu, mereka tidak nampak takut atau berniat untuk kabur, kepalanya malah berulang kali berpaling mengawasi orang asing tersebut.

378

Lan See giok mendekati tepi kolam, dia menjumpai air kolam amat jernih dengan aneka ikan berenang kian kemari, anehnya burung bangau tersebut tiada menyantap ikan-ikan tersebut, mereka justru mematuki pohon siong dengan paruh paruhnya. Peristiwa ini membuat Lan See-giok tidak habis mengerti, mungkinkah sepasang bu-rung bangau itu peliharaan orang? Kalau benar berarti si pemelihara tersebut adalah se-orang tokoh persilatan yang sedang hidup mengasingkan diri di sini. Sementara pemuda itu masih termenung, tiba-tiba dari tengah udara berkumandang suara pekikan bangau yang sangat keras. Dengan perasaan "terkejut "Lan See-giok mendongakkan kepalanya .... Tampak seekor burung bangau besar se-dang meluncur datang dari arah utara dan menukik ke bawah sambil menyambar sang pemuda yang berdiri di tepi kolam itu. Pemuda itu lantas menduga, bisa jadi bu-rung bangau besar ini adalah sang induk dari sepasang burung bangau kecil itu. Bangau raksasa tersebut sungguh hebat, sambil menukik ke bawah dengan paruhnya yang panjang itu menyerang ubun-ubun Lan See giok. Pemuda itu sama sekali tak berniat melu-kainya, karena menganggap sebagai kewa-jiban sang induk untuk melindungi anak anaknya, itulah sebabnya ketika sang bangau menyerang, serta merta dia melompat mundur sejauh dua kaki lebih untuk meloloskan diri. Siapa sangka. baru saja Lan See giok menggerakkan tubuhnya, sayap kanan ba-ngau itu sudah menyerang dengan membawa deruan angin pukulan yang amat dahsyat, begitu dahsyatnya kebasan tadi membuat anak muda itu tertegun. Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melayang mundur sejauh lima kaki le-bih.. Bangau raksasa tersebut memang sangat hebat, disaat Lan See giok sedang melompat ke belakang itulah, mendadak ia rentangkan sayapnya sambil menyerang ke depan, sepasang cakarnya secepat kilat mencengkeram jalan darah cian keng hiat dibahu pe-muda itu. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi kejadian ini, sekarang dia yakin kalau burung bangau itu merupakan bina-tang peliharaan orang, sebab sudah jelas mengerti gerakan ilmu silat. Karenanya anak muda itu mengebaskan kembali ujung bajunya dan melesat mundur ke belakang. Bangau raksasa itu memang luar biasa sambil menyingkap sayapnya, kini dia me-nyerang dengan paruhnya.

379

Sebagai pemuda yang berjiwa luhur, Lan See giok tak ingin melukai burung itu, dii-ringi bentakan keras dia mengeluarkan tehnik lembek dari ilmu kebasan baju me-nyapu angkasa, untuk menghantam burung itu . . Segulung angin pukulan yang lembut tapi sangat kuat dengan cepat menyambar bu-rung bangau tersebut. Agaknya burung bangau itu cukup me-ngetahui akan kelihaian serangan mana, sambil berpekik keras ia lantas melayang ke tengah udara untuk menghindarkan diri. Kedua ekor burung bangau kecil itupun segera turut terbang pula ke atas tebing. Pada saat itulah .... Bentakan gusar yang amat keras menda-dak berkumandang dari balik pepohonan siong. "Tak tahu malu, ingin mencuri bangau kecil milikku rupanya...?" Lan See giok amat gusar pada mulanya setelah mendengar tuduhan itu namun sete-lah mengetahui orangnya, hilang lenyap se-mua amarah dalam dadanya, tak tahan dia ter-tawa geli: Ternyata pendatang adalah seorang gadis cilik berumur sebelas dua belas tahunan. dia mengenakan baju hijau dan menyoren pedang pendek di punggung, waktu itu dia sedang meluncur datang dengan kecepatan tinggi. Gadis itu mengenakan baju hijau, mempu-nyai sepasang mata yang besar, kulit badan yang halus dan muka berbentuk buah apel, selain cantik, juga nampak polos, lincah dan amat menyenangkan. sementara dia masih mengamati nona cilik itu, si nona telah berada dihadapannya sam-bil berteriak marah: "Baru saja ia pergi dari sini, kau sudah datang mencuri bangau ku. hmm! Baiklah, akupun tak ingin menyalahkan kau, juga tak ingin memukulmu, ayo cepat pergi dari sini!" Sembari berkata, dia mengulapkan ta-ngannya berulangkali memberi tanda agar pemuda itu pergi secepatnya. Lan See giok segera tertawa, dia merasa gadis cilik ini memang menarik sekali, tanpa terasa semua rasa kesal hilang lenyap dari benaknya, sambil tersenyum katanya kemu-dian. "Adik. cilik, aku hanya tersesat dan kehi-langan arah, sehingga tidak kuketahui ba-gaimana caranya ke luar dari sini! Nona cilik itu seperti tak percaya, ia mendengus. "Hmmm, bohong! Kau sudah dewasa, masa tidak tahu jalan?" Dengan cepat Lan See giok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sungguh, aku betul-betul tersesat!" katanya sambil berlagak kebingungan. Gadis cilik itu segera menuding ke empat penjuru seraya berseru keras,

380

"Di situ adalah timur, sana utara, sana selatan dan sini barat --" Lan See giok mencoba untuk mengamati sekeliling situ, segera terasa olehnya arah utara dan selatan sukar dilewati, hanya te-bing di sebelah timur yang nampaknya paling mudah dilalui, kepada nona cilik berbaju hijau itu kata nya kemudian sambil tersenyum: "Adik cilik, selamat tinggal kalau begitu, semoga kita berjodoh dan bisa berjumpa kembali.,! "Hmm, siapa sih yang sudi bertemu lagi dengan mu?" nona cilik itu mencibir dengan sinis, "kau orang dewasa sedang aku cuma anak kecil, aku tak senang bermain dengan-mu! Lan See giok merasa gadis ini menarik sekali, tanyanya kemudian sambil tersenyum: "Kalau begitu kau senang bermain dengan siapa?., "Huuh, aku mah tak sudi memberitahu-kan kepadamu!" Timbul kegembiraan Lan See giok setelah melihat kelincahan dan kepolosan gadis cilik itu, ditambah pula dia memang berniat me-nyelidiki asal usul nona itu, maka sambil berpura pura menebak katanya kemudian setelah termenung sebentar. "Apakah paman gurumu?" None cilik berbaju hijau itu segera mendengus. "Hmmm, paman guru punya jenggot aku sih tak senang bermain dengan-nya!" "Kalau begitu dengan suhumu?" desak See giok lagi. . Kali ini nona cilik itu hanya mengerutkan hidungnya sebagai pertanda tidak benar Lan See giok tahu kalau gadis cilik itu senang bermain dengan burung bangau, tapi ia jus-tru tak mau menanyakan hal itu. keningnya dikerutkan kemudian dan ber-la-gak seakan akan tak mampu menebaknya. Nona cilik itu menjadi mendongkol sekali melihat Lan See-giok tak bisa menebaknya secara jitu, serunya tiba-tiba: "Kau memang goblok, sudah begini besar masa tak bisa menebaknya dengan tepat!" "Oooh.. tahu aku sekarang, tentunya si bu-rung bangau raksasa itu bukan ?" pemuda itu segera berlagak seakan akan baru mengerti. Siapa tahu nona cilik berbaju hijau itu justru menganggap Lan See giok sebagai ma-nusia yang paling bodoh, dengan suara keras ia berteriak tibatiba: "Kau memang goblok sekali, orang itu adalah Tek lim siau suheng, mengerti?

381

"Haaahhh.. haaahhh...haaahhh...sumoay suka dengan suheng, kejadian semacam ini memang lumrah, ya, yaa aku memang goblok sekali, masa hal seperti inipun, tak dapat kuduga..." Merah padam selembar pipi si nona karena jengah, buru-buru dia berseru: "Kau jahat, aku harus menghajarmu !" Tubuhnya menubruk ke depan, sepasang tangannya yang kecil direntangkan dan segera menyerang dada pemuda itu. Pada dasarnya Lau See giok tidak berminat sama sekali untuk bertarung dengan nona cilik itu. begitu usahanya menyelidiki asal usul nona itu menemui kegagalan. dia me-mutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut secepatnya. Sekali lagi ia tertawa terbahak bahak. `Adik cilik, selamat tinggal kalau begitu, harap kau jangan marah-marah!" Dengan cepat dia melompat ke muka dan bergerak menuju ke bawah tebing sebelah timur, Tiba-tiba paras muka nona berbaju hijau itu berubah hebat. cepat dia bergerak mengejar sambil berteriak keras. "Berhenti-berhenti, kau tak boleh kesana!" Lan See giok tahu pasti ada hal yang tak beres diarah tersebut, cepat dia menghenti-kan langkahnya, kemudian bertanya dengan nada tak habis mengerti. Kenapa adik cilik?" "Sucou sedang bersemedi disini, siapapun dilarang mengusik ketenangannya!" "Oooh ....." Dengan perasaan kaget Lan See giok ber-paling, betul juga, di bawah tebing di bela-kang deretan pepohonan ia saksikan sebuah mulut gua secara lamat-lamat. Tergerak hatinya untuk sekali lagi menyeli-diki asal usul nona cilik itu, tanyanya kemu-dian. "Adik cilik. siapa sih sucoumu itu?"! Berhubung Lan See-giok masih saja berdiri tak bergerak di situ, dengan cemas nona cilik berbaju hijau itu mendepak depakkan kaki-nya berulang kali sambil berseru. "Hei, kemarilah dulu, setelah kemari aku baru akan memberitahukan kepadamu." Lan See giok sudah menduga bahwa nona cilik ini binal dan banyak akal muslihat-nya tentu saja dia tak ingin dipecundangi orang dengan begitu saja.

382

Maka katanya kemudian sambil tetap tak bergerak dari posisinya semula. "Kau enggan memberitahukan kepadaku juga tak mengapa, aku kan bisa masuk dan menanyakan sendiri kepada sucou mu." Paras muka nona cilik berbaju hijau itu berubah hebat, ia menjadi gugup sekali, se-runya kemudian dengan gelisah: "Baik, baik , aku akan memberitahukan kepadamu, kau jangan ke situ sucou ku adalah Keng-hian sian tiang!" Lan See-giok terkejut sekali sesudah mendengar nama tersebut, ia tak menyangka kalau penghuni lembah hijau ini adalah keng-hian sian tiang, tianglo angkatan yang tua dari Bu-tong-pay. Sadar kalau dia bsudah melanggarj panta-ngan besgar umat persilabtan, pemuda itu me-mutuskan untuk berlalu secepatnya dari situ, dari pada menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pada saat dia hendak melangkah pergi, satu ingatan kembali melintasi di dalam benaknya, dia teringat kembali dengan surat gurunya To Seng cu yang konon dititipkan kepada Keng hian Sian tiang dari luar lautan. Cepat pemuda itu melayang ke hadapan si nona, kemudian tanyanya lirih." "Adik cilik, maksudmu sucou mu Keng hian sian tiang sedang menutup diri"" Nona cilik berbaju hijau itu nampak lega sekali setelah melihat Lan See giok menghampirinya, mendengar pertanyaan itu dengan cepat dia mengangguk, Lan See giok kembali bertanya dengan nada penuh-perhatian. "Sudah berapa lama dia orang tua menutup diri?" "Sudah hampir tiga tahun" jawab si nona cilik itu tanpa ragu-ragu, Berubah hebat paras muka Lan See giok, saking kagetnya dia sampai termangu mangu. Suatu firasat tak enak cepat menyelimuti hatinya. Dia seperti merasa bahwa kepergian- To Seng-cu menuju ke luar lautan nampak-nya lebih banyak bahayanya dari pada sela-mat. Nona cilik itu mengira Lan See-giok di buat ketakutan oleh nama besar sucounya sehing-ga mukanya berubah jadi pucat, peluh ber-cucuran dan sinar matanya mendelong, bentaknya kemudian: "He!, mengapa kau belum juga pergi?" Lan See-giok berusaha mengendalikan perasaan sendiri dengan cepat, kemudian dengan membawa suatu pengharapan ia bertanya lagi. "Adik cilik, apakah tahun berselang Keng hian sian tiang pernah meninggalkan daratan Tionggoan menuju ke luar lautan?" Nona cilik itu menjadi tak senang hati ber-hubung Lan See-giok bertanya terus tiada hentinya, sedikit agak marah dia berseru:

383

"Kau ini memang aneh sekali, aku kan su-dah bilang sucou telah tiga tahun menutup diri? Itu berarti dia tak pernah meninggalkan guanya barang selangkahpun, buat apa dia mesti bersusah payah pergi ke luar lautan?" bHabis sudah semjua pengharapan gLan See giok, kbini dia sudah tidak berminat untuk bertanya lebih lanjut, sambil mengendalikan gejolak perasaannya yang panik dan tak tenang, kepada bocah perempuan itu kata nya kemudian: "Selamat tinggal adik cilik, maaf kalau aku telah mengganggu ketenanganmu!" Tiba-tiba saja dia meluncur kearah tebing sebelah muka. Sekali lagi paras muka bocah perempuan itu berubah hebat, sambil membentak keras ia berusaha untuk mengejar dari belakang. tapi, baru saja dia menggerakkan badannya, Lan See-giok sudah mencapai tebing sebelah muka dan melambung ke tengah udara, dalam waktu singkat ia sudah mencapai puncak tebing dan sekali berkelebat, baya-ngan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Belum pernah nona cilik berbaju hijau itu menyaksikan ilmu meringankan tubuh seperti ini, tanpa sadar dia hentikan gerak majunya dan membelalakkan matanya le-bar-lebar sambil menyaksikan bayangan tubuh Lan See-giok lenyap dari pandangan mata. Perasaan Lan See-giok saat itu amat kalut dengan membawa perasaanperasaan pedih bercampur gusar dia menembusi hutan men-daki bukit, semua perjalanan ditempuh de-ngan ilmu Liat-hong-hui-heng yang hebat se-hingga gerakannya cepat bagaikan kilat. Dalam keadaan begini, dia hanya ingin se-cepatnya kembali ke telaga Phoa yang-oh dan mencari si naga sakti pembalik sungai untuk menanyakan apa maksudnya dengan per-mainan surat palsu tersebut: Walaupun begitu, diapun tidak membenci si Naga sakti pembalik sungai sebab ia tahu si naga sakti pembalik sungai sampai berbuat demikian pasti diperuntungkan maksud baik. Kemudian diapun membayangkan kembali bagaimana si naga sakti pembalik sungai su-dah setengah tahun lamanya tak pernah berkunjung ke bukit Hoa-san, menurut Si Cay-soat, kejadian semacam ini belum per-nah dialaminya. Dari sini bisa dibuktikan pula bahwa si naga sakti pembalik sungai bisa jadi sudah tidak berada di perkampungan nelayan lagi. Diapun masih ingat perkataan dari si naga sakti pembalik sungai yang mengatakan di saat menerima surat tersebut dari gurunya. bibi Wan juga kebetulan hadir di situ. bila dipikirkan kembali, bisa jradi itupun meruzpakan tipuan swi naga sakti permbalik sungai.

384

Ke luar dari wilayah Bu tong-pay. hari su-dah mendekati malam, pemuda itu mengisi perutnya secara tergesa-gesa di sebuah kota kecil bawah bukit, kemudian meneruskan kembali perjalanannya menuju kota Kou-sia. Pada hari ketiga, ketika matahari sudah tenggelam di langit barat, sampailah pemuda itu di depan kota Siang-yang. Suasana di dalam kota ramai sekali, apalagi malam itu adalah malam Cap go--meh tidak heran kalau banyak orang yang berlalu lalang ditengah jalan...... Sementara dia masih melamun tak karuan tiba-tiba dari belakang tubuhnya berku-man-dang suara derap kaki kuda yang amat ra-mai. menyusul kemudian terdengar seseorang berseru dengan nada terkejut bercampur kegirangan. "Adik Giok-adik Giok, akhirnya aku berha-sil juga menyusulmu ...." Dengan perasaan terkejut Lan See-Giok berpaling, ternyata Tok Nio-cu dengan mantel dan pakaian ringkasnya berwarna hitam se-dang menggapai ke arahnya dari atas kuda-nya yang berwarna putih. Pemuda itu segera berkerut kening, berba-gai ingatan melintas dalam benaknya dia tak habis mengerti mengapa perempuan itu menyusulnya? Belum habis dia berpikir, Tok Nio-cu telan menghampirinya sambil tersenyum, malah tubuhnya sudah melompat turun dari atas kuda. kehadiran yang secara tiba-tiba dari Tok Nio-cu dengan cepat meningkatkan kewaspa-daan dalam hati Lan See giok, namun diluar-nya dengan senyuman dikulum dia segera menyapa: "Nyonya, ada urusan apa kau buru-buru datang ke kota Siang yang,..." Tok Nio-cu tersenyum, "Mari kita masuk kota sebelum berbincang!" "Baik mari kita berangkat." Sambil menuntun kudanya Tok Nio-cu ma-suk ke kota bersama-sama Lan See-giok, senyuman manis selalu menghiasi ujung bibirnya, sementara rasa - penat yang di ala-minya selama beberapa hari, nampaknya su-dah ikut lenyap tak berbekas. Sebaliknya Lan See-giok penuh diliputi perasaan curiga, ia tak tahu apa maksud dan tujuan Tok-Nio-cu menyusulnya sampai di situ, tapi bila ditinjau dari kehadirannya yang cuma seorang diri, bisa jadi ia tidak memba-wa maksud jahat. Makin ke kota, orang yang berlalu lalang dijalananpun semakin ramai, kini mereka harus jalan berdesak-desakan. Sepanjang jalan boleh dibilang Tok Nio-cu selalu menempel di sisi badan See giok, bau harum semerbak yang memancar ke luar dari tubuhnya, selalu masuk hidung pemuda itu, apalagi sepasang payudaranya yang

385

montok dan padat berisi, setiap kali seperti sengaja tak sengaja di gesekgesekan pada lengan pemuda itu. Tok Nio-cu adalah seorang nyonya muda yang berusia dua puluh limaenam tahunan, badannya boleh dibilang sudah matang dan menyiarkan api birahi yang membara, penampilannya itu tentu saja sangat me-mancing perhatian orang banyak. Namun sayang pikiran dan perasaan Lan See-giok waktu itu diliputi kekalutan, dia hanya tahu menempuh perjalanan cepat, di tambah lagi dia belum mengetahui secara pasti akan maksud kedatangan Tok Nio-cu. hal mana membuat hatinya kesal dan mu-rung. Itulah sebabnya, pemuda itu sama sekali tidak merasakan ataupun menggubris terha-dap senggolan-senggolan payudara yang montok dari perempuan tersebut. Sementara perjalanan ditempuh, tiba--tiba Tok Nio-cu menjawil tangan pemuda itu sam-bil berbisik lembut: "Adik Giok, bagaimana kalau kita me-ngi-nap di rumah penginapan yang merangkap dengan rumah makan ini?" Lan See giok memang berharap bisa sele-kasnya mengetahui sebab musabab Tok Nio cu menyusulnya sampai ke situ, melihat bangunan rumah itu memang megah, diapun manggut-manggut menyetujui, Ketika mereka berdua tiba di pbintu rumah pengjinapan, dua oragng pelayan segebra me-nyambut kedatangan mereka, seorang mene-rima kuda sedang yang lain membawa Lan See giok berdua memasuki ruangan. Tok Nio-cu segera minta sebuah pavilliun dengan perabot lengkap dan pelayan. Walaupun Lan See giok menganggap pem-bicaraan mereka membutuhkan suatu tem-pat yang tenang, namun ia tak setuju me-nyewa sebuah pavilliun secara tersendiri, apalagi dengan kehadiran pelayan, otomatis pembicaraan akan semakin tak leluasa. Tapi sebelum ia kemukakan pikiran ter-se-but kepada Tok Nio-cu, pelayan telah mem-bawa mereka ke depan sebuah pavilliun yang indah sekali, karenanya pemuda itu pun mengurungkan niatnya untuk berbicara lebih jauh . . . Pelayan segera mengetuk pintu, empat dayang membuka pintu dan menyambut ke-datangan mereka. "Tuan, nona, silahkan masuk !" seru me-reka hampir bersama sama. Pavilliun itu sa-ngat indah dengan perabot yang mewah dan dekorasi yang menawan hati. selain dua kamar yang mewah, dilengkapi juga dengan sebuah ruang tamu.

386

Setelah masuk ke dalam ruangan. Lan See--giok baru menjura sambil katanya: "Nyonya, silahkan duduk." Tok Nio-cu tertawa genit. "Siauhiap adalah tamu, sudah sepantasnya kau yang duduk di kursi utamanya, maaf-kan sebutan adik Giok yang kupakai tadi, mak-lum karena banyak orang" "Aaah, sebutan siauhiap atau adik, bagiku sama saja, nyonya tak perlu memikirkannya di hati" Tanpa sungkan dia lantas mengambil tem-pat duduk. Paras muka Tok Nio-cu berseri, katanya kemudian penuh rasa gembira. "Kalau memang begitu, biar aku memba-hasa diri sebagai enci saja. cuma aku takut sebutan ini justru akan menodai nama adik" Sebenarnya Lan See-giok bermaksud untuk bersungkan sungkan saja, ia tak menyangka kalau Tok Nio-cu justru menunggangi ke-sempatan tersebut. Untuk sesaat ia dibikin mendongkol se-lain geli, namun diapun tak bisa berbuat banyak. Sementara itu dua orang dayangb telah menghidajngkan makanan kgecil dan air tebh, kemudian muncul dua orang dayang meng-hidangkan sebuah mangkuk besar yang diberikan kepada Lan See giok dan Tok Nio-cu seraya berkata: "Tuan, nyonya, silahkan makan Goan siau dulu." Dengan hormat sekali mereka letakkan mangkuk ke atas meja sambil membuka pe-nutupnya, nampak ronde yang hangat di atas mangkuk tersebut. Merah jengah selembar wajah Lan See giok mendengar sebutan yang digunakan pelayan-pelayan itu, meski sebutan itu memang tak ada salahnya. tapi jika digabungkan dengan Tok Nio cu, maka akan menimbulkan makna yang lain. Biarpun demikian, tentu saja pemuda itu pun merasa kurang leluasa untuk mencegah pelayan-pelayan tersebut menggantikan se-butan demikian. Lain dengan Tok Nio cu, ia segera menger-ling sekejap ke arah Lan See giok sambil tersenyum jengah. Lan See giok sama sekali tak berniat makan ronde sebelum mengetahui maksud kedatangan Tok Nio-cu, kepada perempuan itu dia segera bertanya: "Nyonya, sebetulnya ada urusan apa sih kau menyusulku sampai disini?" Tok Nio-cu melirik sekejap wajah Lan See giok yang gelisah, kemudian tertawa genit:

387

"Sebenarnya urusan itu penting sekali, tapi sesudah berhasil menyusulmu, urusan men-jadi tak penting lagi" Lan See giok segera berkerut kening de-ngan perasaan tak mengerti, rasa tak senang hati pun segera menyelimuti wajahnya: Tok Nio cu tertawa cekikikan. "Sudahlah, jangan panik dulu, mari kita habiskan wedang ronde ini lebih dulu, tak usah kuatir, cici tentu akan memberitahukan kepadamu- .- Menyaksikan tingkah laku Tok Nio-cu, Lan See-giok jadi teringat kembali dengan Oh Li-cu dari Wi-lim-poo, ia merasa perempuan ini bagaikan duplikat dari Oh Li-cu, apalagi jika dihubungkan dengan julukannya yang tak sedap, tiba-tiba saja timbul perasaan muak dihati kecil arak muda itu.. Tapi untuk melerpaskan diri seczepatnya dari pewrempuan itu, terrpaksa dia habiskan semangkuk wedang ronde tersebut. Hampir tertawa geli Tok Nio-cu melihat si-kap Lan See-giok yang seolaholah dibuat apa boleh buat. " Kalau pemuda Itu menghabiskan wedang nya secara tergesa gesa. maka Tok Nio-cu justru meneguk wedangnya amat lamban, ini membuat pemuda itu semakin mendongkol, tentu saja yang bisa dilakukan olehnya hanya menahan diri belaka. Jangan dilihat sikap Tok Nio cu yang genit dan jalang, sewaktu bersantap caranya halus lagi anggun, selesai makan wedang, dia mengeluarkan secarik sapu tangan untuk menyeka bibirnya yang merah. Setelah itu semua dia baru memandang sekejap kearah Lan See giok yang sudah marah sambil tertawa dan tanyanya hambar: "Bukankah kau hendak pergi ke bukit Tay-ang-san?" Sudah setengah harian Lan See giok me-nunggu, ternyata pertanyaan pertama adalah bertanya apakah dia akan ke bukit Tay-ang san, saking gemasnya dia mengangguk seraya menjawab singkat: "Benar!" Sekali lagi Tok Nio cu memandang wajah sang pemuda dengan lembut, lalu tanyanya lagi. "Tahukah kau, bagaimana caranya menuju ke sana?" Pertanyaan itu segera mengobarkan hawa amarah dalam dada Lan Seegiok. tapi ia ma-sih berusaha untuk menahan diri, sahut nya dingin. "Aku bisa menelusuri jalan raya menuju ke sana. dalam hal ini nyonya tak perlu mengu-atirkan." Tok Nio cu tertawa tenang, kembali dia bertanya: "Tay ang san dengan tiga tebing, sembilan puncak serta dua belas benteng merupakan daerah yang rawan dan berbahaya, pos pen-jagaan berada dimana mana, penjaganya ter-diri dari jagoan-jagoan tangguh, di samping

388

anak buahnya mencapai puluhan ribu, ter-dapat pula perangkapperangkap serta jeba-kan-jebakan yang berbahaya, jangan lagi manusia, burungpun sulit terbang melewati nya. Apakah kau sudah tahu tentang keadaan-keadaan tersebut?" Lan See giok cukup sadar bahwa persoa-lan-persoalan tersebut merupakan masalah yang besar dari penting, apalagi dia memang tak pernah menyangka kalau Tay ang san memiliki kekuasaan dan pengaruh sebegitu besarnya. Namun ia masih mendongkol sekali terha-dap perempuan itu, maka katanya kemudian lantang. "Biarpun Tay ang san terdiri dari bukit golok dan hutan pedang, apa yang mesti ku-takuti--" Tok Nio cu tidak memberi kesempatan kepada Lan See giok untuk menyelesaikan kata katanya, dengan cepat dia menyela lagi. Oooh. jadi maksudmu asal kau labrak ke tiga tebing, sembilan puncak lain merobohkan kedua belas pemimpin benteng, maka si beruang berlengan tunggal dapat ditemukan secara mudah?" Lan See-giok tertegun, ditatapnya Tok Nio-cu yang tampaknya sudah mempunyai persiapan matang itu lekat-lekat, sementara mulutnya terbungkam dalam seribu bahasa. Tok Nio-cu kembali tertawa ringan. Terus-nya: "Berbicara soal kepandaian silatnya, si Beruang berlengan tunggal memang hanya bisa dibandingkan dengan kawasan jago lihay biasa, pada hakekatnya ia tak akan mampu menandingi kemampuanmu. "Tapi ia didukung dan dilindungi oleh be-gini banyak pemimpin benteng serta jago-jago berilmu tinggi. apalagi orang--orang tersebut merupakan kawanan manusia nekad yang tak takut mati, biar kau hendak membantai merekapun tak bakal habis dibantai, keadaannya masih mendingan jika kau ter-masuk manusia kejam, tapi aku tahu kau saleh dan penuh welas kasih, kecuali terha-dap seseorang manusia yang sangat jahat dan berdosa, kau tak akan tega untuk mem-bunuhnya . . . " "Aaah. belum tentu" Lan See giok segera mendengus, namun ia sadar apa yang diu-capkan Tok Nio-cu memang merupakan titik kelemahannya, "bila keadaan memang me-maksa, aku tidak akan memperdulikan hal--hal semacam itu" Kembali Tok Nio-cu tertawa. "Misalkan si Beruang berlengan tunggal selalu berusaha menghindarkan diri dan eng-gan berjumpa dengan dirimu, bila kau datang ke tebing Bong thian nia, ia pergi ke puncak Ti seng hong. bila kau pergi ke benteng Gi sim

389

cay. dia pergi ke benteng Ka cu cay . . . bagaimana tindakanmu. Ooh. adik Giok ku!b Kau toh bukan jdewa, Ji long sgeng atau Na chab si pangeran ketiga yang mampu merubah diri, akhirnya kau sendirilah yang bakal kehabisan tenaga dan mati lelah di bukit Tay ang san" Diam-diam Lan See giok gelisah sekali, setelah mendengar keterangan tersebut. na-mun dia toh masih juga tak mau mengaku kalah. kembali katanya: "Aku toh bisa menyusup ditengah malam buta, dan secara langsung menuju ke puncak utama, dengan suatu sergapan mendadak, aku yakin musuh pasti akan kelabakan. dan asalkan si Beruang berlengan tunggal sudah kutemukan, aku yakin dia tak bakal bisa ka-bur lagi!" Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See-giok, lalu manggutmanggut memuji. tapi dia toh berkata lagi. Bagaimana kalau sebelum, kedatanganmu sudah ada orang lain tiba dulu di bukit Tay ang san dan melaporkan kejadian ini kepada si Beruang berlengan tunggal? Bila ia sudah mendapat kabar bahwa di dalam waktu sing-kat kau hendak mencari balas kepadanya, apakah dia bakal menantikan kedatangan-mu?.. Lan See-giok merasa terkejut sekali, paras mukanya berubah hebat dan tanpa sadar ia berseru. "Aaah, masa akan terjadi peristiwa se-macam ini?" Tok Nio co tertawa dingin. "Kau anggap dengan susah payah aku me-nempuh perjalanan ratusan li untuk menyu-sulmu, tujuannya cuma ingin membohongi diri-mu saja .. ?" Dengan cepat si anak muda tersebut me-rasakan betapa gawatnya masalah yang se-dang dihadapi, seandainya ada orang telah menyampaikan kabar tersebut, dengan wila-yah yang begitu luas di bukit Tay ang san, memang menjadi kesulitan yang besar bagi nya untuk menemukan si Beruang berlengan tunggal bila yang bersangkutan berniat menghindarkan diri. Apalagi di seputar wilayah tersebut me-mang telah dipersiapkan pelbagai macam je-bakan dan alat perangkap, selangkah saja kurang berhati hati, akibatnya dia bakal mati konyol di tangan musuh. Membayangkan kesemuanya itu, Lan See--giok merasa bertambah gelisah, tiada henti nya ia berusaha untuk bertanya kepada diri sendiri, siapa gerangan orang yang menyam-paikan berita tersebut kepada musuhnya? Tibba-tiba satu ingjatan melintas dgi dalam benaknyba, ia segera berseru tertahan: "Apakah Lo caycu sudah berangkat ke Tay ang san?"

390

Sementara itu Tok Nio-cu sedang men-dongkol karena maksud baiknya tidak di-tanggapi sebagaimana yang diharapkan se-mula, mendengar pertanyaan itu, dia hanya mendengus dingin: "Hmm! Mereka adalah musuh bebuyutan, setiap kali bertemu pasti saling gebuk--gebu-kan sampai muncrat darah, mana mungkin ia berkesudian hati untuk mem-beri kabar kepada Beruang berlengan tunggal?" "Lantas siapakah orang itu?" tanya Lan See giok berkerut kening, wajahnya gelisah ber-campur tak habis mengerti. Tok Nio-cu menjadi tak tega sendiri melihat kegelisahan si pemuda tersebut, kata nya Kemudian lirih: "Orang itu tak lain adalah pelindung ben-teng kami, si harimau berkaki cebol! " "Oooh, kau maksudkan manusia yang ku-tendang sampai mencelat pada malam itu?" Lan See giok seperti baru memahami. "Ya. betul, dialah orangnya!" "Sejak kapan ia meningggalkan Pek-ho cay!" "Setengah jam setelah kau meninggalkan benteng Pek hoo cay!" Diam-diam Lan See giok memperhitung-kan waktunya, mendadak berkilat sepasang ma-tanya, cepat ia bangkit berdiri dun ber-seru kepada Tok Niocu sambil menjura. "Aku mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian nyonya. budi kebaikanmu pasti akan kubalas di kemudian hari, nah aku hendak memohon diri lebih dulu." Namun Tok Nio-cu masih tetap duduk tak bergerak sama sekali, ditatapnya Lan See--giok kemudian katanya sambil ter-tawa di-ngin. "Kau anggap bila berangkat ke Tang ang san sekarang juga, maka kau sudah dapat mendahului si Harimau berkaki cebol sampai di tempat tujuan?" Tanpa ragu-ragu Lan See giok mengang-guk. Sekali lagi Nio-cu tertawa dingin. "Heeehhh....heeehrhh....heeehhh.... szi hari-mau berkwaki cebol itu mrembawa bekal ba-nyak, lagi pula dia telah bertekad untuk sampai di tempat tujuan mendahuluimu, sa-ban tempat pem-berhentian ia pasti menukar kuda, siang malam ia menempuh perjalanan tiada hentinya, selang beberapa hari berse-lang ia telah menyeberangi Han-sui, aku rasa hari ini sudah tiba di Tiang- an tian dan mu-lai memasuki wilayah bukit Tayang-san." Lan See-giok benar-benar merasakan hati nya gelisah sekali, alis matanya berkerut sepasang matanya berapi-api. peristiwa se-macam ini benar-

391

benar merupakan suatu peristiwa yang mimpipun tak pernah diba-yangkan olehnya. Tanpa terasa ia bertanya dengan suara mendongkol: "Menurut pendapatmu, apa yang harus kulakukan?" Tok Nio-cu tertawa cekikikan penuh perasaan bangga, katanya kemudian angkuh: "Bukankah sudah kujelaskan tadi? Sebe-tulnya persoalan ini penting sekali- tapi setelah berhasil menyusulmu menjadi sama sekali tak berarti lagi."! Dengan perasaan tidak habis mengerti Lan See-giok menengok kearah Tok Nio-cu, ke-mudian tanyanya pula dengan gelisah, `Mengapa demikian?", Kebetulan sekali para pelayan datang menghidangkan sayur dan arak sehingga pembicaraanpun terhenti sejenak. Tok Nio cu memandang sekejap hidangan-hidangan yang lezat itu. lalu tertawa gesit. "Sekarang, minumlah arakmu dengan hati tenang, pokoknya enci jamin akan memberi-kan seorang Beruang berlengan tunggal yang utuh kepadamu untuk diperiksa dan mem-balas dendam." Lan See giok pun sadar bahwa gelisah terus tidak ada gunanya, hal ini memang perlu diatasi dengan pemikiran yang masak, lagi pun Tok Nio-cu berani berkata demikian, hal ini sudah mempunyai keyakinan untuk berhasi1. Walaupun demikian, berhubung pikirannya sedang kalut, biarpun hidangan yang berada dihadapannya rata-rata sangat lezat, tak sesuappun yang tega ditelan. Tok Nio cu turun tangan sendiri memenuhi cawan Lan See giok dengan arak, sikapnya wajar senyuman manis dikulum, seakan akan dia sedang merayakan hari cap-go-meh tersebut bersama sama kekasihnya. Lama kelamaan habis sudah kesabaran Lan See giok, tidak tahan kembali dia berta-nya. "Nyonya mempunyai akal bagus apa sih yang bisa memaksa Beruang berlengan tung-gal untuk munculkan diri menjumpai aku?" "Tok Nio cu tertawa misterius. "Selesai bersantap nanti, mari kita berdua berjalan jalan melihat keramaian dulu di jalan raya- --" "Kalau kau ingin pergi, pergilah sendiri" tampik Lin See giok agak marah, "aku mah tak berhasrat sama sekali untuk merayakan hari cap go meh ini!"

392

Sekali lagi Tok Nio tertawa cekikikan, de-ngan cepat dia memberi penjelasan. "Setelah mendapat laporan bahwa Harimau berkaki cebol melarikan diri pada malam itu, segera kukirim dua puluh ekor kuda cepat untuk mengejarnya dengan pesan entah dibunuh atau ditawan hidup-hidup, mereka harus bertindak menurut keadaan, selain telah kujanjikan pula agar malam ini berkumpul semua di kota Siang-yang. Maka selesai bersantap nanti kita memakai alasan melihat keramaian di dalam kata, padahal yang sebetulnya kita pergi mencari mereka. Lan See giok tidak bisa berbicara lagi, dia mengerti biarpun si harimau berkaki cebol berhasil disusul olehnya. namun dengan anggota benteng yang begitu banyak di bukit Tay ang san, rasanya memang bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk ber-jumpa dengan si beruang berlengan tunggal. Begitu selesai bersantap, kedua orang itu segera meninggalkan rumah penginapan. Suasana di jalan raya sangat rbamai, manu-sia jyang berlalu laglang sangat banbyak sehing-ga mereka harus saling berdesak -desakan. Sementara Lan See giok dan Tok Nio-cu masih berdiri di depan pintu menyaksikan manusia yang berdesakan di tengah jalan. tiba-tiba berkilat sepasang mata pemuda itu sekujur tubuhnya gemetar keras dan sorot matanya ditujukan ke arah sebuah jendela dengan pandangan tertegun: Tok Nio-cu segera merasakan keanehan dari pemuda itu, ia segera menyikutnya pe-lan. Dengan cepat Lan See-giok menjadi sadar kembali, dia seperti teringat akan sesuatu tanpa mengucapkan sepatah katapun, ter-gopoh-gopoh membalikkan badan dan lari masuk ke dalam ruangan. Tertegun Tok Nio-cu melihat hal ini, seru-nya cepat. "Adik Giok!" Sambil membalikkan tubuh. dia menyusul ke dalam ruangan. Pada saat yang bersamaan, dari arah jendela rumah makan seberang berkuman-dang pula suara teriakan keras yang penuh mengandung nada terkejut bercampur gem-bira. "Adik Giok!" Tok Nio-cu yang sedang kabur menjadi tertegun, segera ia berhenti seraya berpaling, namun apa yang terlihat membuatnya tertegun. Rupanya seorang gadis berwajah cantik dengan pakaian ringkas warna putih dan menyoren pedang di punggungnya, sedang menyeberangi jalan mengejar ke arahnya.

393

Tok Nio cu merasa wajah gadis itu seperti sangat dikenal olehnya seakan akan pernah bersua di suatu tempat, hidungnya yang mancung. matanya yang jeli, bibirnya yang mungil serta wajah berbentuk kwaci yang diliputi kegelisahan. BAB 19 YANG lebih aneh lagi, ternyata gadis itu ber-wajah mirip sekali dengan wajah sendiri. Sementara dia masih mengawasi gadis terse-but dengan seksama, si nona berbaju putih itu sudah sampai dihadapannya dan lang-sung mengejar ke ruang dalam--Dengan cepat Tok Nio-cu berhasil mempe-roleh kembali ketenangan pikirannya, segera bentaknya penuh amarah: "Hei,b hei! Mau mencajri siapa kau?" g Sambil membentbak gusar, dia menerjang ke arah gadis tersebut--Nona berbaju putih itu sama sekali tidak menggubris, dia masih melanjutkan penge-jarannya ke ruang dalam. Meledak amarah Tok Nio cu melihat tindakan lawan, sambil membentak ia melejit ke te-ngah udara dan langsung melayang turun di hadapan gadis tersebut. Disaat tubuhnya sedang melayang turun itulah, si nona berbaju putih itu sudah mengeluarkan jurus burung hong kembali ke sarang dan langsung menyusup ke dalam pavilliun. . Gagal dengan hadangannya, Tok Nio-cu malu bercampur gelisah, dengan cepat dia nyusul di belakangnya. Kali ini dia berhasil menghadang persis di hadapan gadis berbaju putih itu, lalu dengan kening berkerut bentaknya keras-keras: "Hei. siapakah kau? Mengapa berniat mengejar adik Giok?" Sementara itu si nona berbaju putih itu merasa gelisah bercampur mendongkol karena melihat Lan See-giok berusaha menghindari dirinya, pucat pias wajahnya dan titik air mata jatuh bercucuran, sekujur badannya gemetar keras menahan emosi. Ketika dilihatnya Tok Nio-cu menghadang di depan mata sambil membentak-bentak, amarahnya segera memuncak, dia memben-tak pula dengan suara keras. "Siapa kau? Siapa suruh kau mencampuri urusanku?" Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpungan dalam dunia persilatan dan memiliki pengalaman yang matang. Tok Nio-cu tahu kalau antara si nona dengan Lan See -giok pasti mempunyai hubungan yang luar biasa itulah sebabnya sambil menahan hawa amarahnya, ia tertawa dingin:

394

"Dia adalah adik Giok ku, sedangkan aku adalah encinya. mengapa aku tak boleh men-campuri urusannya?" Nona berbaju putih itu semakin gusar: "Dia adalah suamiku, aku adalah istrinya Oh Li cu, mengapa pula aku tidak boleh menge-jarnya?" Tok Nio cu melongo kemudian berdiri tertegun. Sementara ke empat dayang yang berada dalam ruangan menjadi kaget dan ketakutan. Selama berapa trahun terakhir izni, boleh di-biwlang Oh Li cu srudah banyak menderita, dia berkelana ke seantero jagad dengan tujuan mencari Lan See-giok. Akhirnya setelah bersusah payah, ia berhasil juga menemukan adik Giok yang di cintainya, apa mau dikata, belum saja berjumpa. adik Giok nya sudah lari terbirit birit karena keta-kutan, seakan akan ia telah melihat kalajengking yang sangat berbisa saja. Teringat akan hal yang sangat menyedihkan hati ini, dia pingin menangis saja -jadinya, sambil memandang ke ruang pavilliun, seru-nya berulang kali dengan suara gemetar: "Adik Giok, adik Giok. aku adalah Li cu, su-dah hampir setahun lamanya aku mencari-mu!" Namun ruang pavilliun berada dalam keadaan sunyi dan hening, tak terdengar jawaban dari Lan See giok. Dalam pada itu, Tok Nio cu telah berhasil menenangkan hatinya, dia seperti memahami sesuatu, sambil tertawa dingin jengeknya kemudian: "Hei, kalau memang kau adalah bininya, heran mengapa ia justru sama sekali tidak menggubrismu ?" Oh Li cu naik darah, keningnya berkerut dan bentaknya keras-keras, "Minggir kau se jauh jauhnya dari sini, siapa suruh kau banyak bertanya?" Ditengah bentakan keras, telapak tangan nya secepat kilat menyapu wajah Tok Nio cu de-ngan jurus menyapu rata bukit mega. Tok Nio-cu semakin berani setelah mengeta-hui Lan See giok sama sekali tidak menggu-bris Oh Li cu, sambil membentak dia berte-kuk pinggang lalu melejit ke depan, telapak tangannya dibalik mencengkeram urat nadi Oh Li cu. Sebagai ahli waris dari Oh Tin san serta Say nyoo-hui, ilmu silat yang dimiliki Oh Li cu memang luar biasa sekali, dia tertawa dingin, telapak tangannya yang sedang menyapu ke muka mendadak berubah menjadi bacokan langsung membabat dada lawan.

395

Dengan pengalamannya yang cukup luas dalam dunia persilatan, meskipun Tok Nio cu agak terkejut menghadapi ancaman tersebut, namun dia tak sampai menjadi gugup atau panik. Serta merta tubuh bagian atasnya di-buang ke belakang, ujung kakinya menjejak permu-kaan tanah dan melompat mundur ke bela-kang, Ke empat dayang yang berdiri didekat-nya menjerit kaget karena ketakutan, dengan wajah pucat pias serentak melarikan diri mencari selamat. Setelah berhasil mendesak mundur Tok Nio-cu, Oh Li cu sama sekali tidak meng-gubris lawannya lagi, dia langsung menerjang ma-suk ke ruang dalam. Amarah Tok Nio-cu segera meledak ledak sambil membentak keras telapak tangannya diputar menciptakan selapis bayangan te-la-pak tangan yang diiringi desingan angin ta-jam mendesak mundur tubuh Oh Li cu . . Sejak melihat Lan See giok memasuki ruang pavilliun, kemudian menjumpai pemuda itu, begitu tega mengurung diri dan menghin-darinya, Oh li cu lantas berpendapat bahwa pemuda tersebut sudah pasti telah dipenga-ruhi perempuan muda yang genit itu. Semua kekesalan dan amarahnya segera berubah menjadi api cemburu yang entah dari mana datangnya. Ketika tubuhnya kena didesak oleh serangan gencar Tok Nio cu sehingga terpaksa harus mundur dari ruangan, ia menjadi nekad dan tangannya diputar kencang. "Criing .. !" Diiringi desingan suara nyaring, cahaya ta-jam berkilauan di udara, sebilah pedang ta-jam tahu-tahu sudah berada dalam geng-gamannya ..... Kemudian sambil mengawasi Tok Nio cu de-ngan sorot mata penuh kebencian dan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wa-jahnya dia berkata sambil menggigit bibir: "Sudah pasti kau... pasti kau siluman rase yang telah mempengaruhi adik Giok, bila hari ini nonamu tak bisa mencincang tubuhmu sehingga hancur menjadi perkedel. nonamu lebih suka menggorok leher dan menghabisi nyawa sendiri!" Sembari berbicara, dia mengawasi Tok Nio cu lekat-lekat, sementara pedangnya disiapkan di depan dada dan selangkah demi selangkah maju mendekati ke muka. Tok Nio-cu tertawa dingin, di atas wajah nya sama sekali tidak terlintas rasa takut, sahut-nya: "Bila kau tak mampu memikat adik Giok mu, berarti kau sendiri yang tidak memiliki kepandaian, hari ini, bila kau tidak menggo-rok lehermu sendiri, jangan harap dapat meninggalkan tempat ini dalam keadaan se-lamat!"

396

Tangannya segera merogoh ke dalam saku kulit kecil yang tergantung di pinggangnya dan mengeluarkan tiga butir peluru Tok- leng tan ...." Lan See giok yang melihat kejadian tersebut dari tempat persembunyiannya men-jadi kaget, tiba-tiba wajahnya berubah, ia tahu bagaimanapun juga harus munculkan diri guna mengatasi masalah tersebut.... Berbicara yang sebenarnya, dia bukannya takut bertemu dengan Oh Li cu yang benar adalah dia merasa tak bisa memberi penjela-san kepada gadis itu atas usahanya melari-kan diri waktu dulu. Selain itu, diapun menaruh curiga kepada Oh Tin-san sebagai salah seorang pem-bunuh keji ayahnya, karena itu dia enggan bertemu de-ngan putrinya. Tapi sekarang, Oh li-cu dan Tok Nio-cu telah saling berhadapan dengan senjata terhunus, entah siapa yang akhirnya menjadi korban, yang jelas kejadian semacam ini sama sekali tak diharapkan olehnya. Baginya, Oh Li cu mempunyai budi pertolo-ngan dan membantunya kabur dari Wi-lim-poo. Sedang mengenai pengumuman Oh-Tin san tentang perkawinan mereka, kejadian terse-but hanya merupakan keputusan sepihak, baginya hal tersebut tak pernah diakui. Sedangkan Tok Nio-cu, perempuan ini le-bih-lebih tak boleh sampai terluka, besok dia masih harus berangkat ke Tay ang san dan segala sesuatunya, ia masih mengharap kan petunjuk jalan darinya, terutama sekali ren-cananya untuk memancing Beruang berle-ngan tunggal ke luar dari tempat persembu-nyiannya. Di samping itu .. orang-orang Pek-ho-cay te-lah berjanji akan berkumpul di kota ini ma-lam nanti, Perempuan itu diperlukan untuk mengadakan kontak dengan mereka. karena itu kehadiran perempuan tersebut amat diharapkan. Sementara dia masih berpikir, Oh-li-cu de-ngan pedang di depan dada telah meng-him-pun tenaganya siap melancarkan serangan. Tok Nio-cu dengan peluru api beracunnya sedang mengawasi pedang ditangan Oh Li--cu lekat-lekat, tampaknya dia hendak mengatasi serangan dengan ketenangan. Asal pedang Oh-Li-cu digerakkan, niscaya ketiga butir peluru api beracunnya akan di sambit ke luar. Lan See giok dapat melihat betapa gawatnya situasi yang terbentang dihadapannya sekarang, cepat-cepat dia menampakkan diri dari tempat persembunyiannya, kemudian berseru keras: "Hei, kalian jangan salah paham, kalian ja-ngan salah paham dulu.!"

397

Sambil berseri, dia melompat ke tengah ru-angan. Melihat si anak muda itu telah menampak-kan diri, Tok Nio cu memandang sekejap ke arah Oh Li-cu sambil tertawa dingin, kemu-dian memasukkan kembali peluru api beracunnya ke dalam saku. Oh Li-cu pun memperlihatkan rasa gembira yang tak terlukiskan dengan kata-kata sete-lah menyaksikan kemunculan pemuda itu ia menjumpai Lan See giok lebih tampan dan lebih dewasa, kini ia sudah menjadi seorang pemuda yang matang sekali. Namun bila teringat kembali sikap Lan See-giok yang melarikan diri serta berusaha menghindari pertemuan dengannya tadi, kembali ia merasakan hatinya bagaikan ditembusi beratus batang anak panah, air matanya tak terbendung lagi dan segera ber-cucuran seperti air bah yang menjebol kan tanggul. Sebagai seorang pemuda yang berhati baik apa lagi Oh Li cu selalu menunjukkan sikap yang amat memperhatikan diri nya, anak muda itu tak bisa melukai hatinya lebih jauh... Sembari menjura katanya kemudian: "Enci Cu, silahkan duduk di dalam ruangan!" Panggilan "enci" itu segera mengobati jerih payah Oh Li cu yang telah merantau dan berusaha mencarinya hampir setahun lama-nya, namun biarpun hatinya sedikit agak terhibur, tapi teringat kejadian tadi rasa sedih dalam hatinya belum juga hilang. Menyaksikan keadaan si nona yang masih saja berdiri termangu seolaholah tidak mendengar sama sekali apa yang dikatakan barusan, dengan nada minta maaf sekali lagi dia berkata: "Enci Cu. harap kau sudi memaafkan siaute yang mempunyai kesulitan untuk memberi keterangan kepadamu. tadi, sesungguh nya aku bukan bermaksud menghindarimu, tapi aku berbuat demikian disebabkan keadaan yang terpaksa. atas kesalahan tadi biar siaute minta maaf, harap cici jangan marah lagi." Sembari berkata, ia betul-betul menj-ura dalam-dalam kepala gadis tersebut. Oh Li cu menghela napas sedih, dia menya-rungkan kembali pedangnya lalu berkata dengan air mata bercucuran: "Semua duduknya persoalan telah dl jelaskan Hu-yong siancu Han lihiap kepadaku, dan cici bersedia membantu untuk mengungkap latar belakang kejadian itu sampai tuntas, seandainya pembunuh ayahmu Lan tayhiap benar-benar adalah ayahku, yaa anggaplah nasibku memang jelek, kau tak usah berkata apapun, cici akan mengakui sendiri bahwa nasibku memang buruk."

398

Lan See giok manggut-manggut sedih, ia segera mempersilahkan gadis itu untuk me-masuki ruangan. Sementara itu, Tok Nio-cu yang turut mendengarkan pembicaraan mana, kian lama ia kian bertambah kebingungan, apalagi Lan See giok memang tak pernah membicarakan soal Oh Tin san kepadanya, jadi untuk beberapa saat diapun tak habis mengerti. Oh Li cu melangkah masuk ke dalam ru-angan, selama ini dia tidak berpaling ke arah Tok Nio-cu, bahkan memandang sekejappun tidak, ia langsung menuju ke ruang dalam. Sebaliknya Tok Nio-cu yang melihat Lau See giok menyebut "cici" kepada Oh Li cu, ini menandakan bahwa pemuda tersebut telah mengakui Oh Li cu sebagai bininya tiba-tiba saja ia merasa sedih bercampur cemburu. Setelah mempersilahkan Oh Li cu, Lan See giok segera mempersilahkan juga Tok Nio cu untuk masuk. Tok Nio-cu tertawa genit, ia merasa gembira sekali dengan sikap pemuda itu, maka sambil membalikkan badan bersama pemuda itu masuk ke dalam ruangan" Ke empat dayang yang semula ketakutan, sekarang telah bekerja kembali menghidang kan air teh. Setelah semua orang duduk, Lan See giok baru menuding ke arah Tok Nio-cu dan memperkenalkan kepada Oh Li cu. "Dia adalah Gui hujin, dari benteng Pek hoo cay, Tok Nio-cu yang mendengar itu segera menyambung dengan cepat: "Aku adalah Tok Nio cu Be Cui peng." Kemudian Lan See giok segera memperkenal-kan Oh Li cu kepada perempuan itu: "Dan dia adalah putri kesayangan dari Oh Po cu dari Wi-lim-poo, nona Oh Li cu." "Oooh, rupanya putri kesayangan dari Oh Pocu selamat berjumpa, selamat berjumpa" seru Tok Nio-cu kemudian sambil tertawa nyaring. Ketika Lan See giok melihat di atas wajah On Li cu masih diliputi hawa amarahnya. dia mengangguk pelan terhadap Tok Nio-cu, seolah kuatir perempuan itu mengejek lebih jauh, maka dia segera memberi penjelasan. "Gui caycu dari benteng Pak ho cay adalah sahabat karib dari Oh lo pocu, hubungan persahabatan mereka amat akrab dan sekarang kalian berdua telah berjumpa, ke-sempatan untuk berkumpul pun akan ber-tambah banyak, dengan pengalaman Gui hujin yang luas dan pengetahuan yang

399

ba-nyak, sudah sepantasnya bila enci Cu se-ringkali memohon petunjuk dari Gui hujin " Selama ini Oh Li cu selalu menaruh curiga kepada Tok Nio cu bahwasanya perempuan itu mempunyai hubungan yang luar biasa dengan adik Giok nya. itulah yang menye-babkan timbul perasaan cemburu dalam hatinya. Kendatipun demikian, diapun enggan menyusahkan pemuda pujaan hatinya, karena itu dengan memaksakan diri dia ha-rus mengucapkan beberapa patah kata me-rendah untuk perempuan tersebut. Melihat perkataan dari Oh Li cu diutarakan amat terpaksa, sebaliknya Tok Nio-cu me-nunjukkan sikap acuh tak acuh, seakan akan sama sekali tidak menaruh perhatian atas hal mana, buru-buru Lan See giok me-ngalihkan pembicaraan ke soal lain, ujarnya kemudian kepada Oh Li-cu: "Enci Cu, semenjak berpisah di pesisir telaga tempo hari, baik-baiklah kau selama satu tahun belakangan ini?" Sebelum menjawab, tiba-tiba saja sepasang mata Oh Li cu berubah menjadi merah, ma-tanya berkaca kaca.. Tok Nio-cu sebagai seseorang ybang berpe-ngalajman luas. tentug saja enggan mebnde-ngarkan urusan pribadi kedua orang itu, dit-ambah pula dia kuatir orang-orang Pek ho cay belum berkumpul semua, maka sambil bangkit berdiri katanya kemudian: "Silahkan adik Giok dan nona Oh ber-bin-cang-bincang dulu, aku hendak pergi ke pekan raya dulu untuk melihat apakah sau-dara-saudara ku sudah berkumpul semua..." Sembari berkata, dia lantas beranjak ke luar dari ruangan." Buru-buru Lan See giok bangkit berdiri sam-bil mengantar, malah mengucapkan pula rasa terima kasihnya. Karena pemuda itu bangkit berdiri, terpaksa On Li cu turut bangkit pula, sekarang ia su-dah dapat menilai bahwa hubungan antara adik Giok dengan Tok Nio-cu ters-ebut ter-nyata masih jauh di bawah apa yang diduganya semula. Walaupun begitu, dia toh masih rada curiga, karenanya sepeninggal Tok Nio-cu ia segera bertanya dengan perasaan tidak habis mengerti: "Adik Giok. bagaimana sih ceritanya sehingga kau dapat bergaul dengan orang--orang dari Pek-ho-cay?" Sampai sekarang Lan See-giok masih belum tahu apa saja yang telah dibicarakan Hu-yong siancu kepadanya, karena itu dia-pun tak berani menceritakan pengalaman nya belajar silat di bukit Hoa san. Secara ringkas dia hanya bercerita tentang kepergiannya ke Pek ho cay untuk menuntut balas terhadap Gui Pak ciang .... selesai mendengarkan penuturan itu, Oh Li cu segera bertanya dengan perasaan tak mengerti.

400

"Lantas ke mana kau hendak pergi dalam langkah kedua ini?" "Bukit Tay ang San!" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu. Berubah hebat paras muka 0h Li cu mende-ngar nama tersebut, ia berseru tertahan: ""Bukit Tay ang san? Aku dengar Tay ang san meliputi daerah seluas berapa ratus li, se-muanya terdiri dari tiga bukit, sembilan pun-cak dan dua belas benteng, semuanya di jaga oleh jago-jago kenamaan dari golongan hitam dan konon ilmu silat mereka luar biasa sekali, jangan lagi cuma kau seorang biar kami bertiga pergi bersama pun masih meru-pakan masalah besar--" Ditinjau dari peru-bahan sikap Oh Li cu, dengan cepat Lan See giok mendapat tahu kalau keterangan dari Tok Nio cu tadi, memang tidak bbohong selain ijtu dia juga mengdapat tahu kalabu Oh Li cu belum tahu jika ia telah belajar silat di bukit Hoa san. Setelah tertawa hambar, katanya kemudian dengan nada sedih: "Dendam sakit hati ayahku lebih dalam dari-pada samudra, sekalipun aku tahu jalan tersebut merupakan sebuah jalan kematian bagiku, mau tak mau aku toh harus menda-tanginya juga!" "Baiklah" akhirnya Oh Li cu menghela napas. "cici akan mengiringi kepergianmu ini, bila aku bisa mati bersamamu, hatiku pun rela ....." Lan See-giok benar-benar terharu sekali oleh ucapan mana, akan tetapi diapun enggan membiarkan gadis tersebut mengorbankan jiwa demi dirinya. dengan perasaan berterima kasih katanya kemudian. "Dendam sakit hati ayahku lebih dalam dari samudra, aku tak ingin musuh besarku itu mampus ditangan orang lain. Cici kau adalah seorang putri seorang kenamaan, kau amat bernilai tinggi, bila sampai menderita cedera atau sesuatu yang tak diinginkan, sudah pasti siaute akan menyesal sepanjang jaman " Sebelum anak muda itu menyelesaikan kata katanya, dengan air mata bercucuran dan sekujur badan gemetar keras, Oh Li-cu telah menyela. "Gara-gara kau, cici telah meninggalkan rumah, memutuskan hubungan dengan orang tua. setiap hari aku melakukan perja-lanan, menembusi angin dan salju untuk mencari jejakmu, setahun terakhir ini aku telah banyak menderita bagimu, sukar makan tak nyenyak tidur memikirkan kau. sungguh tak kusangka.. kau hari ini..." Gadis itu tak sanggup melanjutkan, kembali kata katanya, air mata bercucuran dengan deras dan meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati. Lan See giok turut merasa sedih, rasa terima kasih memenuhi dadanya, dia dapat merasa-kan perubahan dari Oh Li-cu, teru-tama se-lama setahun belakangan ini. Dengan perasaan terharu dan gelisah, cepat-cepat ia berseru:

401

"Budi kebaikan cici tak pernah akan siaute lupakan, hanya saja..." "Sudah, jangan berbicara lagi, jangan dibica-rakan lagi..." teriak Oh Li-cu sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah ta-ngan lalu menangis tersedu. Lan See giok tark ingin Oh Li czu bersedih hatiw, ia terbungkamr untuk sesaat dan cuma bisa mendengarkan isak tangis nona itu dengan wajah melongo. Untuk sesaat suasana dalam ruang pavilliun itu hanya dipenuhi oleh suara sedu sedan yang memilukan hati... Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya isak tangis dari Oh Li-cu pun mulai mereda. Lan See giok segera manfaatkan kesempatan itu untuk mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya: "Enci Cu, bukankah kau telah bersua dengan Hu-yong siancu bibi Wan? Apa saja yang te-lah ia katakan kepadamu?" Dengan sapu tangannya Oh Li cu menyeka air mata yang berlinang, bukan menjawab dia malah berbalik bertanya: "Ketika kau menunggang kuda putih tempo hari, agaknya memang berniat untuk melari-kan diri rupanya..." Terhadap pertanyaan tersebut, Lan See- giok memang telah mempersiapkan diri semenjak tadi, maka tanpa sangsi barang sedikitpun jua dia menjawab: "Kalau menurut pandanganmu waktu itu, apakah siaute memang mempunyai rencana untuk melarikan diri?" Oh Li-cu seperti belum juga mau percaya, kembali tanyanya dengan nada tak mengerti. "Tapi mengapa aku tak berhasil menemukan jejakmu meski seluruh bukit dan hutan telah kucari?" "Kalau dibicarakan sesungguhnya merupa-kan suatu kebetulan saja." Lan See-giok menjelaskan dengan kening berkerut, "kalau tidak, mungkin aku sudah terbanting mam-pus oleh kuda putih tua itu. Sewaktu mendekam di punggung kuda waktu itu aku dilarikan ke atas sebuah bukit kecil, tiba-tiba saja terhembus segulung angin kuat yang menerpa datang, kuda tua tadipun segera berhenti berlari.." "Apakah kau ditolong oleh kakek berjubah kuning?" tanya Oh Li cu tak sabar. Cepat-cepat Lan See-giok mengangguk. "Ya, masih ada pula Hu-yong siancu bibi Wan!"

402

Oh Li cu segera mengangguk berulang kali, ia merasa penjelasan anak muda tersebut mirip sekali dengan penjelasan dari Hu-yong siancu, maka tanyanya lebih jauh dengan perasaan tak mengerti: "Apakah kau segera dibawa pergi oleh kakek berjubah kuning itu?" Lan See giok segera teringat kembali bagai-mana gurunya To Seng-cu masih sempat menampakkan diri dihadapan Oh Tin san suami istri dari balik rumah bibi Wan hingga membuat gembong iblis itu kabur ketakutan. Karenanya dia menggelengkan kepalanya. "Tidak, kami pulang dulu ke rumah kedia-man bibi Wan, baru malam berikutnya aku meninggalkan rumah kediaman bibi Wan." Sekali lagi Oh Li-cu menganggukkan kepalanya, maka diapun bertanya dengan perasaan kuatir. "Apakah selama setahun belakangan ini, kau selalu mengikuti tokoh sakti itu belajar silat?" Lan See giok mengiakan sambil mengangguk "Bagaimana dengan taraf kepandaian silat mu sekarang? Apakah telah memperoleh ke-majuan yang pesat? gadis itu bertanya lebih jauh. "Tentu saja ada kemajuan yang telah ku peroleh, cuma saja sampai di manakah ke-majuan yang berhasi1 kucapai itu, siaute sendiri juga tidak tahu." Meninjau dari mimik muka anak muda itu Oh Li-cu menyimpulkan bahwa kemajuan yang dicapai pemuda tersebut dalam ilmu silatnya tidak begitu pesat, karenanya dia bertanya lagi: "Adik Giok, kau belajar silat dimana,? Siapa pula kakek berjubah kuning Itu.?" "Maafkanlah daku cici, nama besar guru ku tak bisa disebut sebut, perguruankupun me-rupakan rahasia orang luar." Kemudian sewaktu dilihatnya Oh Li cu menunjukkan perasaan tak senang hati. ia menjelaskan lebih jauh. ""Cuma ayahmu mengetahui dengan jelas akan asal usul guruku itu, asal cici bertanya kepadanya, bukankah akan segera kau keta-hui?" Oh Li cu sangat tidak puas denbgan jawaban darji Lan See giok gsebelum ia bertbanya lebih lanjut, bayangan manusia telah berke-lebat lewat di depan pintu, tahu-tahu Tok Nio-cu sudah berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa: Lan See giok menjumpai Tok Nio cu berkerut kening, wajahnya nampak berat dan serius, hal ini membuatnya berkesimpulan bahwa orang-orang dari Pek ho cay tidak berhasil menyusul si harimau berkaki cebol" Sambil menyambut kedatangan perempuan itu, Lan See giok segera menegur:

403

"Apakah mereka telah berhasil menyusul si harimau berkaki cebol...?" Dengan kening berkerut Tok Nio-cu menghela napas panjang. "Aai. si harimau berkaki cebol memang se-orang setan alas yang licin, laporan dari setiap pos mengatakan bahwa mereka tidak melihat orang itu berganti kuda di tempat mereka, setelah sampai di kota Huan-sia, je-jaknya baru ketahuan... "Apakah sudah berhasil dikejar?" tanya Lan See giok gelisah. Dengan sedih Tok-Nio-cu menggelengkan kepalanya berulang kali: "Dia sudah lewat semenjak dua hari berse-lang." "Aneh betul" seru Lan See giok kemudian makin gelisah." jarak dari tempat itu sampai di Pek hoo cay hampir mencapai ratusan li diantaranya terpisah oleh perbukitan Bu -tong san, Dengan cara bagaimana ia dapat berlalu dari situ?" "Menurut dugaan dari para pengejar, bisa jadi dia menelusuri Pek hoo cay, melalui Tin -siang langsung menuju ke Kong-hua dan tiba di kota huan sia. Bisa jadi pada hari pertama ia telah menduga akan datangnya pengejar dari pihak benteng, karena itu dia menyem-bunyikan diri di tempat kegelapan. menanti para pengejar sudah lewat, dia baru mulai melakukan perjalanan menuju kota Han sia dan sekarang bisa jadi telah memasuki wilayah Tay-ang san di bawah pengaruh si Beruang berlengan tunggal, dalam keadaan demikian sekalipun para jago dari Pek-ho cay berhasil menyusulnyapun belum tentu berani menangkapmya." Diam-diam Lan See-giok merasa gelisah, na-mun diapun merasa kagum sekali, sejak perjumpaan di Pek ho cay tempo hari dia su-dah menduga kalau si harimau berkaki cebol adalah seorang manusia yang pandai bekerja. Oh Li cu yang selama ini mendebngarkan pembicajraan tersebut, gtiba-tiba mencobrong sinar tajam dari balik matanya, ia segera bertanya dengan gelisah: "Adik giok, kau mempunyai kuda?" Sebelum pemuda itu menjawab. Tok Nio cu telah menyela lebih dulu. "Aku telah memilihkan seekor kuda Wu--wi dari antara dua puluhan "ekor kuda jempo-lan." "Sayang sekali biar adu kudapun, aku tak mau menaikinya!" tukas pemuda itu sedih. Dengan gemas Oh Li cu segera berseru: "Tempo hari, kau toh tidak sampai dl banting oleh kuda tua itu hingga terluka? Apa sih yang mesti kau takuti? Dengan kepandaian silat yang kau miliki, asal kau bertindak lebih hati-hati saja, tanggung tak bakal ada persoalan."

404

Tampaknya Tok Nio cu sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan kuda kesa-yangannya untuk Lan See giok, dengan cepat dia menimbrung dari samping. "Kalau memang begitu, biar aku yang menunggang Wu wi, sedang adik giok boleh memakai kuda pek liong kou milikku, bukan cuma cepat, kuda itupun bisa lari tenang, sewaktu berlari biar kita menaruh semang-kuk air di atas pelannya pun, air dalam mangkuk tak bakalan tumpah. Oh Li cu tahu kalau kata-kata semacam itu hanya bermaksud untuk memuji kehebatan kudanya saja. memanfaatkan kesempatan tersebut katanya kemudian. "Nah, itu lebih bagus lagi, Pek liong kou me-mang salah satu kuda jempolan yang sangat langka dalam dunia ini, dia bisa lari cepat tapi tenang, adik Giok, sekarang kau tak perlu kuatir untuk menungganginya lagi" Kemudian sambil berpaling kearah Tok Nio cu. kembali dia berkata. "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga? Kuda Ci hwee kou milikku adalah ketu-runan dari Ci toh-kou. kuda kesayangan Kwan Kong dimasa lampau, biarpun tak bisa menempuh seribu li dalam sehari, delapan ratus li mah masih bisa dicapai, asal kita berangkat pada malam ini, esok juga, kita sudah pasti telah-sampai di bukit Tay-ang san..." "Sayang sudah tak sempat lagi" cegah Tok Nio cu, sekalipun si harimau berkaki cebol belum tiba di tempat tujuan, burung-burung merpati pos milik Tay ang san sudah pasti telah tiba lebih dulu di tempat tujuan." Waktu itu Lan See gook sudah dibuat keha-bisan akal oleh pembicaraan kedua orang itu, tanpa terasa tanyanyar kemudian dengazn perasaan sangwat gelisah: Larntas apa yang mesti kita lakukan menurut pendapat nyonya?" Dengan rencana yang matang. Tok Nio cu menjawab: "Kalau toh masalahnya sudah tak mungkin ditolong lagi. lebih baik kita bertindak secara tenang saja, perjalanan yang seharusnya bisa dicapai dalam dua hari. kita boleh menem-puhnya di dalam lima hari ...... "Kalau begitu, bukankah hal tersebut berarti kita akan memberi kesempatan yang lebih banyak bagi Beruang berlengan tunggal un-tuk mempersiapkan diri?" seru Oh Li cu tidak setuju. Tok Nio-cu tertawa dingin: "Kecepatan orang-orang Tay ang san mene-rima berita sangat mengejutkan hati, bila kau tak percaya lihat saja besok, kita bersama-sama ke luar dari Siang-yang, tanggung ada orang yang segera akan menguntit perjalanan kita."

405

Walaupun Lan See giok dan Oh Li cu me-ngangguk berulang kali, toh mereka tetap tidak begitu percaya. Terdengar Tok Nio cu berkata lebih jauh. "Saat ini kita harus menghimpun tenaga se-baik baiknya sambil menjaga kondisi badan tetap prima, sampai waktunya meski kita tak usah mendobrak kedua belas benteng mereka, namun setelah memasuki puncak Keng thian hong, aku yakin para caycu yang lain akan berdatangan untuk memberi ban-tuan kepada rekannya, dan saat itu perta-rungan berdarah tak akan bisa dihindari lagi!" Kemudian ia mengerling sekejap ke arah Lan See giok dengan sorot mata yang lembut dan genit, dengan nada suara yang memikat terusnya: "Tentu saja semuanya ini tergan-tung keputusan dari adik Giok sendiri, bila adik Giok memutuskan akan berangkat pada malam ini juga, sekarang aku akan perintah kan para pelayan untuk menghubungi kasir agar rekening dihitung dan kuda dipersiap-kan!" Selama ini, Oh Li-cu selalu berkesimpulan bahwa Tok Nio-cu mempunyai maksud tu-juan yang kurang baik atas adik Giok nya, ini dilihat dari sorot matanya yang jalang serta nada suaranya yang memikat hati... Sementara dia berniat untuk membujuk Lan See giok agar segera berangkat, si anak muda itu telah memutuskan secara tegas. "Kalau memang begitu, kita berangkat besok pagi saja!" Tok Nio-cu tertawa renyah, kepada Oh Li cu katanya kemudian. "Walaupun sekarang waktu masih pagi, namun besok kita harus menempuh perjalanan pagi-pagi sekali, mari kita pergi beristirahat saja .... Tiba- tiba satu ingatan melintas dalam benak Oh Li cu, sambil berpaling kearah Lan See giok segera ujarnya, "Meskipun aku telah menitipkan kudaku di dalam rumah penginapan seberang, tapi se-betulnya aku belum memesan kamar..." "Itu mah gampang sekali" sambung Tok Nio cu penuh keramahan.", biar kuperintahkan kepada pelayan untuk menyediakan sebuah kamar lagi untukmu -" Tidak usah" cegah Lan See giok, ia merasa tindakan semacam itu hanya merupakan, suatu pemborosan belaka. "satu dua jam" akan lewat dengan cepat, biar nyonya tinggal di kamar sebelah timur sedang enci Cu di kamar sebelah barat. sedang aku sendiri cu-kup bersemedi di ruang tengah saja" Napsu birahi yang semula menyelimuti wajah Tok Nio-cu seketika hilang lenyap tak mem-bekas, tapi ia masih memaksakan diri untuk berkata sambil tersenyum:

406

"Begitu pun ada baiknya, cuma hal ini akan menyiksa adik Giok, Besok kita bersua lagi. maaf kalau aku akan mengundurkan diri le-bih dulu" Lan See giok dan Oh Li cu serentak bangkit berdiri sambil berseru: "Selamat malam!" Dengan senyum dikulum Tok Nio cu me-ngundurkan diri dari ruangan dan langsung menuju ke ruang timur, dua orang dayang mengikuti di belakangnya untuk melayani keperluan nyonya tersebut. Oh Li cu mengawasi sampai Tok bNio-cu ma-suk kje ruang timur, g kemudian dengabn cekatan dia berpaling ke arah sang pemuda sambil bisiknya lirih: "Hei, pil pemunah racun Ban leng ciat tok wan pemberianku dulu apakah masih berada disakumu?" Lan See giok tertegun, lalu mengangguk de-ngan perasaan tak mengerti. "Yaa, masih berada disakuku!" Bagaikan seorang istri yang sangat memper-hatikan suaminya, Oh Li cu kembali berbisik. "Ayo cepat kau telan sebutir!" Lan See giok sungguh dibuat kebingungan oleh sikap gadis tersebut tapi dia- toh men-jelaskan juga. "Aku pernah minum cairan kemala Leng- sik-giok-ji, secara otomatis di dalam cairan darahku sudah terkandung hawa sakti yang dapat melawan pengaruh racun " Oh Li cu sudah pernah mengalami kegagalan, karena itu dia cukup mempercayai perkataan anak muda tersebut, maka sambil tertawa genit ujarnya lembut: "Tidurlah sampai berjumpa esok pagi!" Setelah melemparkan sekulum senyuman manis, dia membalikkan badan dan beranjak ke luar dari ruangan, Dua orang dayang segera mengikuti pula di belakangnya untuk melayani keperluan pe-rempuan itu. Lan See giok termangu mangu untuk bebe-rapa saat lamanya, ia merasa Oh Li cu telah berubah sama sekali, terutama setelah perpisahannya dalam setahun ini. Kini si nona berubah menjadi begitu cantik, menawan hati, lembut dan memberikan ke-san yang indah bagi siapapun yang meman-dangnya.. Bila membayangkan kembali sikapnya ketika masih berada di Benteng Wilim-poo tempo hari, dia begitu cabul, jalang keji dan buas, terutama kesombongannya, sedikit-sedikit lantas turun tangan melakukan pembunuhan, waktu itu dia benar-benar termasuk seorang perempuan berhati sejahat bisa ular beracun.

407

Tapi sekarang, dia seperti telah berubah sama sekali, tapi persoalan apakah yang membuatnya berubah? Waktu? Cinta? Atau pebngalaman? Atau jmungkin kasih sgayang membuat hbatinya berubah selembut kapas -Y Membayangkan kesemuanya itu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil terta-wa. Sepeninggal kedua orang perempuan itu Lan See-giok duduk bersila di atas kursi dan bersemedi untuk melatih ilmu Hud-kong sinkangnya. Waktu berlalu sangat cepat, tanpa terasa kentongan ketiga sudah lewat. Kota Siang-yang yang selalu sibuk dan ramai, lambat laun sudah berubah menjadi lengang kembali. Oh Li cu merasa sangat gundah, pikiran nya kalut dan hatinya tak pernah tenang, mem-bayangkan kesulitan, penderitaan dan jerih payahnya selama setahun terakhir, akhirnya hanya begini hasil yang diperolehnya. Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang. Berkat doa restu, akhirnya adik Giok berhasil ditemukan kembali. namun bagaimana kah nasibnya kemudian? Apakah semuanya bisa diramalkan mulai sekarang? Dia hanya bisa berdoa, moga-moga saja ia dapat mendampingi adik Gioknya se-panjang jaman. berpikir sampai di sini ia segera teringat kembali dengan Lan See-giok yang tidur di ruang tengah.. . Pelan-pelan dia turun dari ranjang dan menuju ke ruang tengah, dia ingin tahu ba-gaimana keadaan adik Gioknya sekarang Bersamaan waktunya melompat turun dari ranjang, tiba-tiba terdengar pula pintu dibuka orang dari ruang sebelah. 0h Liu cu terkejut, ia segera teringat akan Tok Nio cu, maka sambil menahan napas, dan perlambat langkahnya, pelan-pelan dia menuju ke depan jendela. Tiba di depan jendela, dengan jari tangannya dia melubangi kertas jendela kemudian me-ngintip ke luar.. Betul juga, Tok Nio-cu dengan langkah yang berhati hati sekali sedang membuka pintu kamar. tak terlukiskan rasa gusar Oh Li cu menyak-sikan hal ini, diam-diam dia mengumpat di-hati kecilnya "Keparat, ternyata siluman rase itu memang mempunyai tujuan yang amat jahat..." Baru saja dia hrendak melompat zke luar dari jewndela, mendadakr dilihatnya Tok Nio-cu, mengempit segulung selimut di bawah ketiak nya.

408

Hawa amarah kontan berubah menjadi ko-baran api cemburu setelah melihat hal ini, diam-diam Oh Li cu mendengus dingin, ke-mudian pikirnya lagi. "Siapa yang suruh kau memperhatikan suamiku?" Dengan cepat dia melompat ke depan pemba-ringan sambil menyambar sebuah selimut, tapi sebelum melompat ke luar dari ruangan, satu ingatan telah melintas dalam benaknya. Niatnya semula segera diurungkan, dia ingin menyelidiki perbuatan apakah yang hendak dilakukan Tok Nio cu. Tapi setibanya di depan jendela dan menyak-sikan apa yang terbentang di depan mata. kembali nona ini dibuat tidak habis mengerti. Tok Nio-cu berdiri ditengah halaman dan memandang ke ruang tengah dengan wajah termangu. dia seakan akan dibuat terkesiap oleh pemandangan yang terbentang dihada-pannya. Dari posisi Oh Li cu berada saat ini, Sulit baginya untuk memandang keadaan di ruang tengah, maka ia melompat ke arah pintu dan mengintip dari situ. Suasana di ruang tengah terang benderang bermandikan cahaya, tiada sesuatu gejala yang aneh hanya saja dia tak dapat melihat tempat dimana adik Giok berada sekarang. Sementara ia bermaksud untuk menyelinap ke luar, mendadak dilihatnya Tok Nio-cu se-dang menggelengkan kepalanya berulang kali kemudian setelah berguman memuji, dia ma-suk kembali ke dalam kamarnya. Dalam keadaan begini meskipun Oh Li cu tidak habis mengerti, namun dia sendiri pun mengurungkan niatnya untuk mengantar selimut buat sang pemuda, andaikata per-buatannya sampai ditampik oleh adik Giok, bukankah hal ini akan ditertawakan oleh Tok Nio cu? Setelah berbaring kembali di atas pem-ba-ringan, dia membayangkan kembali guma-man memuji dari Tok Nio cu tadi, agaknya ia telah menjumpai suatu keajaiban pada diri adik Giok. Sudah barang tentu dia tak pernah akan menyangka kalau Tok Nio-cu telah menyak-sikan lingkaran cahaya di atas kedua belah bahu dan ubunubun Lan See giok yang se-dang duduk bersemedi. Untung saja Tok Nio cu yang sudah berpe-ngalaman luas yang melihat kejadian ini, coba kalau ke empat orang dayang tersebut, niscaya mereka sudah berteriak teriak panik. Ada satu hal yang mungkin tak pernah disangka oleh Tok Nio-cu serta Oh Li-cu, yakni gerak gerik mereka berdua ternyata tak sebuahpun yang lolos dari pengamatan Lan See giok dengan Hud kong sinkangnya.

409

Cuma dia enggan membuyarkan tenaga, lati-hannya hanya untuk menangkap per-buatan mereka berdua... Kentongan kelima sudah berbunyi. fajar pun mulai menyingsing... Selesai sarapan, Lan See giok bertiga mulai merencanakan perjalanan mereka. Berhubung Tok Nio cu tidak membicarakan tentang peristiwa semalam, Oh Li cu juga ti-dak mengungkapnya, otomatis Lan See giok pun berlagak pilon. Selesai membayar rekening, mereka bertiga ke luar dari rumah penginapan, kuda Ci hwee kou milik Oh Li cu juga telah dipersiap-kan. Pek liong kou adalah seekor kuda berwarna putih mulus dengan pelana emas dan alas perak. Sedangkan kuda Wu-wi kou berbulu hitam pekat, tinggi kekar dan gagah, sebaliknya Ci hwee kou berbulu serba merah. Dengan menunggang kuda, berangkatlah ketiga orang itu menuju kearah timur kota. Pada mulanya Lan See giok masih ragu de-ngan kemampuan kudanya yang dikatakan sangat hebat itu, namun setelah perjalanan sekian lama, dia merasakan kuda putih itu memang bisa lari dengan cepat tapi mantap, sama sekali tidak menderita dan kemung-kinan. terjatuh kecil sekali. Tanpa terasa dua belas li sudah dilewat-kan dengan cepat. Mendadak terdengar Tok Nio-cu berbisik dengan suara rendah. "Adik Giok, cepat ber-paling, orang kelima di belakangmu sudah lama sekali menguntit perjalanan kita." Tergerak hati Lan See giok menbdengar per-katajan itu, dengan gcepat ia berpalbing. Lebih kurang puluhan kaki di belakangnya terlihat ada lima ekor kuda dengan lima lelaki kekar, berpakaian ringkas sedang, melarikan kudanya menguntit mereka. Oh Li-cu sangat gusar setelah melihat ke-jadian tersebut, dengan kening berkerut seru nya. "Kawanan tikus itu betul-betul tak tahu diri, rupanya mereka sudah bosan hidup se-mua." Lan See giok sendiri meski agak men-dongkol, namun dia enggan mencari banyak urusan, segera katanya. "Kalau begitu mari kita percepat lari kuda kita untuk meninggalkan mereka jauh-jauh!" Tok Nio-cu tersenyum hambar, suatu senyu-man yang penuh mengandung arti, namun ia tidak berkata apa-apa.

410

Lan See giok yang menyaksikan hal tersebut menjadi tidak habis mengerti, namun dia pun tidak banyak bertanya dan segera melarikan kudanya meninggalkan tempat itu . . ". Dengan kemampuan ketiga ekor kuda itu, dalam waktu singkat mereka telah menem-puh perjalanan sejauh sepuluh li lebih... Menanti Lan See giok berpaling kembali di belakang tubuhnya hanya nampak debu yang mengepul di angkasa. sementara ke lima orang penunggang kuda tadi sudah tertinggal jauh di belakang, bahkan sama sekali sudah tak nampak lagi. Tetapi pada saat itulah--Terdengar suara sayap yang berkebas me-nembusi angkasa melintasi di atas kepala ke tiga orang itu--Tok Nio cu mendongakkan kepalanya sambil menengok sekejap, kemudian ia tertawa senang. Tentu saja Lan See giok dan Oh Ii cu tidak habis mengerti, mereka ikut mendongakkan kepalannya, tampak setitik bayangan abu-abu melintas ditengah angkasa dan meluncur ke arah timur dengan kecepatan bagaikan sambaran petir. Dalam waktu singkat bayangan tersebut su-dah berada ratusan kaki jauhnya dari tempat semula. Dengan cepat mereka berdua menjadi sadar, rupanya bayangan abu-abu itu adalah bu-rung merpati pos yang di lepaskan ke lima orang penguntit tersebut. Di samping itu. mereka berdua juga segera mengerti apa sebabnya Tok, Nio-cu tertawa bangga tadi, tentunya dia seperti henbdak berkata demjikian. Menempuhg perjalanan le-bbih cepatpun percuma, lebih baik melanjut-kan, perjalanan sesuai jadwal. Berpikir sampai disini, Lan See giok segera memperlambat lari kudanya, otomatis Oh Li cu dan Tok Nio cu pun ikut mengurangi ke-cepatan lari kudanya. Tiba-tiba -Dari arah belakang kembali berkumandang suara burung yang terbang melintasi di ang-kasa. Lan See giok, Tok Nio cu serta Oh Li cu sama-sama tergerak hatinya, mereka tahu kelima orang yang berada di belakang kem-bali telah melepaskan burung merpati pos. Ketika mereka bertiga berpaling, benar juga seekor burung merpati pos sedang terbang melintas, jarak ketinggian dari permukaan tanah paling banter cuma enam kaki.

411

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Lan See giok, disaat Tok Niocu dan Oh Li cu sedang mengamati burung merpati tersebut, diam-diam ia menghimpun hawa murninya yang disalurkan ke dalam lima jari tangannya, kemudian segera menyentil nya ke udara... Suara desingan angin tajam langsung melun-cur ke tengah udara dan persis menghantam burung merpati yang kebetulan sedang ter-bang melintas. "Prakkk!" Burung merpati itu terguling guling di tengah udara kemudian meluncur ke muka dan akhirnya menukik ke arah persawahan bebe-rapa puluh kaki di depan sana. Tok Nio cu maupun On Li cu sama-sama ter-peranjat setelah menyaksikan kejadian itu, serentak mereka menjerit kaget. Burung merpati itu menukik langsung ke arah persawahan dan menggeletak mampus, Tok Nio cu serta Oh Li cu tertegun untuk sesaat, kemudian mereka melarikan kudanya menghampiri bangkai merpati tadi. Lan See giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, setelah sa-dar kalau di sekitar situ tiada orang lain, dia baru turut menyusul ke bawah. Sementara dia mendekat, Tok Nio cu telah melayang turun ke bawah dan memungut bangkai burung merpati itu, ternyata sudah mampus. Maka kepada Lan See giok serta Oh Li cu ujarnya kemudian: "Ayo cepat berarngkat, ini namaznya kemauan takwdir, sungguh tark nyana merpati pos ini bisa terserang angin duduk sehingga mam-pus secara mendadak" Dengan cepat dia melompat naik ke atas ku-danya dan menyembunyikan bangkai merpati itu ke dalam kantung senjata rahasia. Oh Li cu merasa agak bimbang, tentu saja ia tak percaya ada kejadian yang begini kebe-tulan, Lan See giok yang melihat hal tersebut cuma membungkam diri mesti hati kecilnya tertawa geli. Dengan cepat mereka bertiga melanjutkan perjalanan lagi menuju ke depan. Tidak sampai lima li, di depan situ muncul sebuah jembatan batu, ketika tiba dimuka jembatan, tampak air yang mengalir di sungai itu deras sekali. Tergerak hati Tok Nio cu, dia mengeluarkan bangkai merpati itu, melepaskan tabung kecil yang terikat di kakinya kemudian membuang bangkai tersebut ke dalam sungai. Melihat cara kerja perempuan itu, diam-diam Lan See giok dan Oh Li cu memuji ketelitian cara kerjanya.

412

Selesai membuang bangkai burung itu, Tok Nio-cu melanjutkan perjalanannya kembali sambil mengeluarkan selembar kertas dari dalam tabung kecil itu, setelah diamati seke-jap, ia pun berkata sambil tertawa. "Sekarang kita boleh melanjutkan per-jalanan dengan berlega hati, tak usah kuatir, sepan-jang jalan tak bakal ada orang yang akan menguntit kita lagi." Dia melarikan kudanya mendekati Lan See giok dan menyerahkan surat tersebut kepadanya. Lan See-giok menerima surat tersebut dan dibaca isinya. ternyata berbunyi demikian: "Sasaran ada tiga, diantara nya Tok Nio cu. Tertanda ketua cabang kota Kang tin." Selesai membaca surat itu, Lan See giok menyerahkannya ke tangan Oh Li cu. Ia merasa terkejut bercampur kagum atas kecepatan pihak Tay ang san untuk me-nyampaikan berita, di samping itu diapun, mengagumi cara kerja Tok Nio cu yang begitu cekatan dan seksama dalam melaksana kan pekerjaannya. Sementara itu Oh Li cu telah berpaling kearah Tok Nio cu sambil bertanya dengan nada tak habis mengerti. "Mengapa di tengah jalan kita tak perlu kuatir` dikuntit orang lagi... Sambil berkata ia menggulung kertas itu, meremasnya lalu disentilkan ke dalam semak belukar di sisi jalan. Tok Nio cu merasa sangat tak senang hati melihat Oh Li cu tidak menyebut sesuatu kepadanya, namun berhubung Lan See giok hadir di situ, tentu saja ia tak dapat mem-bungkam diri terus menerus. Karena itu setelah tertawa hambar, sahutnya dingin: "Berhubung burung merpati ini tak mencapai kota Pang kang tin, maka para ketua cabang di kota berikutnya jadi ke-hilangan berita, otomatis mereka tak akan mengetahui siapa-kah sasaran yang sebetul nya, dengan ter-putusnya berita itu mereka pun akan kehi-langan jejak "Tapi. bukankah sudah dikirim burung mer-pati yang pertama?" tanya On Li cu tidak habis mengerti. "Merpati yang pertama tadi sudah barang tentu dikirimkan kepada si Beruang berle-ngan tunggal Kiong Tek ciong yang berada di bukit Tay ang san . . . " Lan See giok segera mengangguk me-muji setelah mendengar perkataan itu. Pada dasarnya Oh Li cu memang tak puas melihat Tok Nio-cu turut serta dalam perja-lanan mereka menuju ke bukit Tay ang san, apalagi setelah

413

menjumpai sikap me-ngejek dan menghina yang menghiasi wajahnya, sekarang hatinya semakin panas, maka de-ngan nada menyindir diapun berkata ketus: "Bukankah di pihak Kiong-ciong situ sudah mendapat kabar dari si harimau, berkaki ce-bol dari benteng kalian yang me-nyampaikan berita kepadanya ? Buat apa orang-orang itu mesti memberi kabar lagi kepada pemimpin mereka di Tay ang san? "" Tok Nio-cu tidak menjadi marah oleh ejekan, sahut sambil tertawa bangga." "Tujuan mereka melepaskan burung merpati itu tak lain adalah memberi tahu kepada Kiong Tek ciong agar berhati hati. sebab terdapat aku Tok Nio-cu yang men-dampingi adik Giok !" " Berubah hebat paras muka Oh Li cu saking mendongkolnya namun ia masih berusaha untuk menahan amarahnya dengan berkata ketus: "Jarak dari Pek hoo cay sampai di Tay ang san mencapai ribuan li jauhnya, aku lihat Gui hujin tidak usah berangkat ke situ lagi." Tok Nio cu segera berkerut kening, agak mendongkol dia berseru. "Aku pergi ke Tay ang san tujuannya tak lain untuk menyeret pulang Harimau berkaki ce-bol si penghianat itu. kebetulan saja aku ber-sua dengan adik Giok ditengah jalan se-hingga akhirnya kami putuskan untuk be-rangkat bersama" Dengan cepat Lan See giok menjumpai situasi yang semakin tak beres, jika dia tidak beru-saha melerai, sudah pasti percekcokan antara Tok Nio cu dengan Oh Li cu akan se-makin bertambah sengit, malah bisa jadi suatu pertarungan tak terelakkan. Dalam keadaan demikian, satu ingatan segera melintas di dalam benaknya dengan perasaan tak sabar serunya. "Kalian berdua tak usah cekcok terus biar siaute berangkat ke sana seorang diri saja! Dengan diutarakannya perkataan tersebut, Tok Nio cu dan Oh Li cu segera terbungkam dalam seribut bahasa. Lan See giok segera merasa bahwa cara tersebut sangat manjur sekali, Ini berarti dia pun sudah mengetahui sebab-sebab utama dari perselisihan antara Tok Nio-cu dengan Oh Li cu. Tengah hari itu mereka bertiga bersantap di kota peng kang tin, walaupun sepanjang ja1an mereka jumpai satu dua orang lelaki berpakaian ringkas yang mirip orang-orang dari kantor cabang Pek kang tin, namun orangorang itu sama sekali tidak menaruh perhatian khusus terhadap Lan See giok ber-tiga. Setelah meninggalkan kota Peng kang tin, betul juga, seperti apa yang diduga Tok Nio-cu, tiada orang yang menguntit mereka lagi.

414

Hal ini membuat Lan See giok, merasa sema-kin kagum terhadap kemampuan Tok Nio cu, dia merasa perlu sekali mengajak se seorang yang amat berpengalaman semacam Tok Nio cu di dalam perjalanannya menuju ke Tay ang san kali ini. Sebaiknya Oh Li-cu merasa kagum juga ter-hadap kecerdasan dan pengalaman Tok Nio cu, kendatipun demikian, dia tetap merasa tak puas terhadap kesombongan serta sikap tinggi hati Tok Nio-cu. Sesuai dengan rencana dari Tok Nio cu, menjelang maghrib hari ke dua mereka ber-tiga telah tiba di Tiang siu tian, sebuah kota di kaki selatan bukit Tay ang san. Tiang siu tian adalah sebuah kota keresi-denan yang cukup banyak penduduknya, banyak orang berdagang di situ, sehingga tak heran kalau suasana kota ramai sekali. Deretan tanah perbukitan Tay ang san yang terjal dan berbahaya terletak di sebelah utara kota. Setelah memasuki kota, Lan See giok bertiga turun dari kudanya di depan sebuah rumah penginapan yang paling besar di kota itu. Berhubung Tok Nio-cu berusia paling tua di-antara ketiga orang itu, secara otomatis Lan See giok membiarkan ia berjalan di muka, sedangkan Oh Li cu dengan gembira berjalan bersama pemuda itu di belakang nya. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah pavilliun yang letaknya di ujung be-lakang rumah penginapan. Sementara mereka bertiga masih duduk ber-gurau, mendadak seorang pelayan muncul dalam ruangan itu dengan wajah panik dun langkah terburu-buru. Lan See-giok tahu, tentu ada sesuatu yang tak beres, ternyata pelayan itu membawa se-lembar kartu merah. Seorang kacung yang melayani pavilliun itu cepat ke luar dari ruangan, pelayan itupun menyerahkan kartu merah itu ke tangan si kacung sambil meninggalkan pesan dengan suara lirih. Kemudian terlihat kacung itu manggut-manggut dan masuk kembali-ke dalam ru-angan. Lan See-giok tidak begitu memahami atas semua peraturan dunia persilatan, namun ia yakin kartu merah itu dikirim oleh pihak orang-orang Tay ang san. Setibanya lima langkah di depan meja, kacung itu mengangkat kartu merah itu tinggi-tinggi, kemudian berseru dengan suara nyaring. Ketua cabang kota Tiang-siu tian. Liang Si-gwan, anak buah ketua benteng dari Tay- ang-san dengan tiga puncak sembilan tebing dua belas benteng, si lengan tunggal peng-getar langit Kiong Tek-ciong khusus datang

415

menghadap setelah mendengar akan kehadir-an Gui hujin dari Pek-hocay!" Berubah paras muka Lan See giok mende-ngar perkataan itu, dia tak mengira kalau Tok Nio cu mempunyai nama yang begitu termasyhur dalam dunia persilatan. Di samping itu diapun tahu akan julukan Kiong Tek-ciong di bukit Tay-angsan sebagai si lengan tunggal penggetar langit. BAB 20 OH LI-CU yang melihat kejadian ini segera menjadi percaya kalau burung merpati per-tama yang terlihat mereka tempo hari. dilepaskan lawan tak lain karena kehadiran Tok Nio cu, hal ini membuat rasa tak puas yang semula menyelimuti wajahnya seketika hilang lenyap tak berbekas. Seorang dayang segera maju untuk menerima kartu merah itu kemudian diangsurkan ke hadapan Tok Nio cu dengan sikap yang amat menaruh hormat. Tok Nio cu sama sekali tidak memandang se-kejap pun, kepada sang pelayan yang masih berdiri di depan halaman, katanya kemudian dengan suara dalam. "Tolong sampaikan kepada Liang toucu, kami baru bersantap sampai di tengah jalan sehingga kurang leluasa untuk menyambutnya, tunggu dulu sebentar, seusai bersantap akan kuutus seorang pelayan untuk mengundang kehadiran Liang toucu ." Pelayan yang berdiri ditengah halaman itu mengiakan dengan hormat, kemudian burn-buru meninggalkan halaman. Tok Nio-cu tahu bahwa Lan See giok serta Oh Li-cu sudah tak bernapsu lagi untuk ber-santap. maka kepada pelayan sekalian yang berdiri di situ ia menitahkan: "Bersihkan semua sisa hidangan!" Selesai berkata, ia memberi tanda kepada Lan See giok serta Oh Li-cu kemudian me-ngundurkan diri dari ruangan. Lan See giok berdua memahami maksud tersebut dan mengikuti dari belakang. Setibanya di halaman belakang, Tok Nio cu memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya dengan suara yang amat lirih. "Tiang siu kian merupakan pintu gerbang Tay ang san, ketua cabang yang berada di sini merupakan seorang jagoan yang setaraf kedudukannya dengan para caycu di atas gunung, selain ilmu silatnya sangat hebat, kecerdasan dan kelicikan mereka pun luar biasa. dia termasuk satu

416

satunya jagoan ke-percayaan si beruang berlengan tunggal yang paling tangguh, Liang si gwan orangnya se-derhana. halus dan seorang seniman. dia disebut orang Say go yong (Tandingan Go Yong), akalnya tajam otaknya cerdas, bila Liang Si gwan telah datang nanti, adik Giok boleh mengutarakan maksud tujuanmu seca-ra berterus terang. sedangkan masalah lain lakukan menurut kode mataku" `Lan See giok segera mengangguk sambil mengiakan berulang kali, Tok Nio cu segera berpaling pula kearah Oh Li cu sambil menambahkan. "Jika Liang Si gwan menanyakan soal asal usul nona Oh, kau harus menjawab seadanya saja dan tidak usah membicarakan masalah orang tuamu serta masalah Wi-lim-poo dengannya "Mengapa?" tanya Oh Li cu sambil ber-kerut kening dengan wajah tidak mengerti. Tok Nio cu tertawa hambar. "Setelah ku utarakan nanti, harap nona Oh jangan marah, sesungguhnya kedua belas orang caycu dari Tay ang oan seperti tak per-nah memandang sebelah matapun ter-hadap Wi-lim-poo, terutama sekali antara Kiong Tek ciong dengan ayahmu agaknya seperti mem-punyai suatu dendam kesumat yang dalam." Berubahlah paras muka Oh Li cu, dia menja-di marah, serunya kemudian dengan cepat. "Kali ini. akan kusuruh mereka rasakan keli-haian dari anggota Wi-lim-poo!" Lan See giok sendiripun segera merasa bahwa Tok Nio cu kelewat memandang ren-dah pihak Wi-lim-poo, dengan cepat dia memberi penjelasan. "Wi-lim-poo mempunyai kekuatan yang besar di telaga Phoa yang oh, kapal perang nya mencapai ratusan buah, anggota benteng pun semuanya kekar dan berdisiplin tinggi, berbicara soal kekuatan, belum tentu mereka berada di bawah kekuatan Tay ang san."Gembira nian perasaan Oh Li cu oleh karena Lan See-giok membelai Wilim-poo tanpa terasa dia memandang sekejap kearah pbemu-da itu dengjan pandangan megsra. Tok Nio-cbu tertawa hambar. "Dalam soal ini, cici rasanya jauh lebih jelas daripadamu, kau lupa rupanya bahwa Tay-ang-san bukan Phoa yang oh." Merah jengah selembar wajah Lan See giok, sekarang dia baru teringat, biarpun Wi--lim-poo memiliki angkatan laut yang kuat, na-mun memang tak berdaya sama sekali untuk menghadapi pihak Tay ang san. Oh Li cu tertawa dingin, dengan perasaan tak puas kembali dia bertanya.

417

"Apa kau anggap keadaan medan dari ben-tengmu itu jauh melebihi ketiga tebing sem-bilan puncak dari Tay ang san, dan anggota-nya jauh lebih banyak daripada kedua belas caycu dari Tay ang san ." Tok Nio-cu berkerut kening, kemudian men-jawab dengan angkuh: "Walaupun Pek ho cay bukan terdiri dari dinding baja tembok besi, namun penjagaan serta pertahanan kami kuat sekali. kalau bu-kan seorang jago yang benar-benar sangat hebat, jangan harap bisa memasuki Pek ho cay secara mudah, bahkan mungkin jauh le-bih sukar ketimbang memasuki Tay ang san apalagi biarpun pihak Tay ong san memiliki jago-jago yang tak terhitung jumlahnya, na-mun belum tentu ada yang mampu menandingi kami suami istri berdua." Lau See giok pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana si Beruang berlengan tunggal didesak oleh Gui Pak ciang dari Pek ho cay sehingga mati kutunya, karena itu dia lebih mempercayai perkataan perempuan itu. PUCAT pias selembar wajah Oh Li cu sete-lah mendengar perkataan itu, sekujur badannya gemetar keras, dengan perasaan yang amat mendongkol katanya: "Kalau toh benteng kalian begitu tangguh dan hebat, mengapa adik Giok bisa mema-suki benteng kalian secara mudah?" Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See giok, lalu tertawa menggiurkan: "Berapa banyak sih manusia di dunia ini yang memiliki kepandaian silat sehebat adik Giok?" Ucapan tersebut kontan membuat Oh LI cu tertegun. seketika itu juga dia melupakan kegenitan Tok Nio-cu, dia tidak tahu perka-taan dari perempuan itu adalah kenyataan ataukah hanya sengaja menyanjung adik Giok nya. Lan See-giok kuatir kedua oranbg itu ribut lagji. cepat ujarnyga kepada Tok Nibo-cu. "Sisa hidangan di meja sudah dibersihkan aku rasa kau harus mengirim orang untuk mengundang kehadiran Liang toucu!" Tok Nio-cu tertawa seraya mengangguk, mereka bertiga segera kembali ke ruang te-ngah. . Sementara Itu meja di tengah ruangan te-lah diatur kembali dengan rapi, tiga cawan teh telah dihidangkan. Kepada seorang kacung yang berdiri di luar ruangan. Tok Nio-cu segera berseru dengan suara dalam. "Undang kehadiran Liang toucu!"

418

Kacung itu mengiakan dengan cepat ke-mudian buru-buru berjalan ke luar dari! ha-laman. Beberapa saat kemudian, kacung itu sudah muncul kembali dengan langkah tergesa gesa, begitu sampai di depan pintu, dia segera berseru keras. "Liang toucu tiba." "Silahkan!" jawab Tok Nio-cu tersenyum. Kacung itu segera membalikkan badan dan berseru kembali dengan lantang: "Hujin mempersilahkan Liang toucu ma-suk!" Dari depan pintu halaman segera ber-jalan masuk sesosok bayangan manusia. Dengan senyuman dikulum dan mata me-mancarkan cahaya berkilat, Tok Nio-cu bangkit berdiri dari kursinya, Lan See giok dan Oh Li-cu serentak turut bangkit berdiri pula . . . Yang dinamakan Liang Si gwan adalah se-orang sastrawan berusia tiga puluh tahunan, dia mengenakan pakaian model sastra-wan dengan wajah yang bersih, dari ke-seder-hanaannya bisa diketahui bahwa orang ini sangat berbahaya. Terutama sekali sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam dan wajahnya yang memancarkan keseriusan, ini menun-jukkan bahwa diapun seorang yang cerdas. Begitu bersua dengan Tok Nio-cu, Liang Si gwan buru-buru masuk ke ruang tamu dan memberi hormat sambil katanya: "Liang Si-gwan, ketua cabang Tiang-lu-tian dari Tay ang san khusus datang men-jumpai nyonya Gui!" Tok Nio-rcu tertawa hambzar, kemudian mewnjawab nyaring:r "Liang toucu tak usah banyak adat, silah-kan duduk berbincang-bincang!" Liang Si gwan mengiakan, dia melirik se-kejap ke arah Lan See giok dan Oh Li cu yang duduk bersanding, kemudian baru duduk di sisi sebelah kanan. Lan See-giok dapat merasakan bahwa si-kap hormat Liang Si-gwan terhadap Tok Nio-cu sebagian disebabkan karena baik Tok Nio-cu maupun si beruang berlengan tunggal sama-sama merupakan jagoan yang mempunyai kedudukan dalam dunia persilatan, se-lain itu juga dikarenakan orang itu agak se-gan terhadap ilmu silatnya yang hebat: Tapi jika dilihat dari kemampuan Tok Nio-cu sewaktu bertempur melawan Oh Li cu di kota Siang-yang tempo hari rasanya perem-puan tersebut tidak memiliki ilmu silat yang kelewat tangguh.

419

Dalam pada itu, Liang Si gwan telah me-mandang sekejap kearah Lan See giok serta Oh Li cu, kemudian sambil menjura sekali lagi kepada Tok Niocu, ia berkata: "Berhubung berita kami terputus ditengah jalan sehingga tak bisa menyambut kedata-ngan nyonya serta Lan siauhiap suami istri di luar kota, sengaja aku datang kemari sekarang untuk memohon maaf atas kekhilafan tersebut" Lan See giok merasa sangat tidak tenang sesudah mendengar Liang Si gwan salah mengira dia dan Oh Li cu sebagai suami istri, namun diapun merasa kurang leluasa untuk membantahnya, dihati kecilnya dia tahu, sudah pasti hal tersebut terjadi karena percek-cokan Oh Li cu dengan Tok Nio-cu di Siang yang tempo hari. Sebaiknya Oh Li cu kelihatan agak tersipu sipu, namun dihati kecilnya menunjukkan senyuman penuh kepuasan. Tok Nio-cu memandang sekejap ke arah Liang Si gwan, kemudian sahutnya lembut. "Liang toucu kelewat merendah, adapun kedatangan Kami kemari ada kalanya melalui jalan raya. ada kalanya melalui jalan sam-ping, mungkin soal inilah yang membuat kalian tidak peroleh berita kami secara pasti. Atas pertanyaan tersebut. Liang Si gwan cuma dapat mengangguk seadanya saja, se-telah itu dia baru berkata lebih jauh. "Untuk kehadiran Nyonya serta Lan siau-hiap suami istri, aku telah peroleh pemberi-tahuan secara langsung dari markas pusat, sehingga segala persiapan telah dilakukan secara baik. Kini aku khusus datang kemari untuk mengundang kalian bertiga, sudi me-ngunjungi pesanggrahan Eng pia kek kami agar dapat dilayani lebih baik." "Tidak usah." tampik Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu. "sekarang hari sudah malam, apa lagi kamarpun sudah dipesan, tak usah mengganggu ketenangan kalian lagi.* "Nyonya telah datang dari jauh untuk menjenguk kami, sudah sewajarnya bila kami sambut kedatangan nyonya dengan suatu perjamuan besar, paling tidak sebagai pene-bus bagi kekhilafan kami yang tidak me-nyambut dari kejauhan" cepat--cepat Liang Si gwan mendesak lagi. Lan See-giok sadar, bila mereka sampai datang ke pesanggrahan penyambut tamu agung itu, niscaya gerak-geriknya menjadi kurang leluasa, tapi sebelum ia sempat me-ngucapkan sesuatu, Tok Nio-cu telah berkata sambil tertawa merdu. ""Kami sudah kenyang bersantap maupun minum arak, perjamuan dari Liang Toucu biar kuhadiri di kemudian hari saja."

420

Liang Si gwan sedikit mengerutkan dahi nya lalu berdiri dengan sopan, katanya lem-but: "Nyonya dan Lan siauhiap telah menempuh perjalanan selama berharihari, sekarang tubuh pasti penat dan perlu beristirahat, aku tak akan mengganggu lebih lama lagi, biar memohon diri sampai di sini saja." Melihat hal ini Tok Nio-cu seperti teringat akan sesuatu, keningnya berkerut dan mata-nya cerah, sekulum senyuman halus dengan cepat menghiasi bibirnya yang merah. Cepat dia bangkit berdiri lalu menjawab dengan riang. "Selamat jalan Liong toucu, maaf bila aku tidak menghantarmu?. Sementara berbicara, menggunakban ke-sempatan jdisaat Liang Sig gwan sedang mebm-beri hormat, dengan cekatan sekali dia mem-beri tanda kepada Lan See giok dan Oh Li cu yang berdiri di sisinya. Pada waktu. itu Lan See Giok don Oh Li cu sedang merasa geli atas sikap Liang Si Gwan yang begitu sopan santun dan mau mengun-durkan diri dengan begitu saja. begitu meli-hat tanda rahasia dari Tok Nio-cu, ke dua orang tersebut menjadi melongo don tidak habis mengerti. Sebaliknya Liong Si gwan yang mende-ngar ucapan Tok Nio-cu yang merdu dan nyaring tersebut menjadi menggigil karena terkejut, apalagi setelah menjura, ia men-jumpai senyuman yang begitu cerah di wajah perem-puan tersebut, wajahnya kontan ber-ubah he-bat. Buru-buru serunya berulang kali. "Nyonya tak usah menghantar lagi, nyonya -tak perlu menghantar lagi . , . !" Sembari berkata. matanya mengawasi tubuh Tok Nio-cu lekat-lekat, sementara tubuhnya mengundurkan diri dengan ter-gesa- gesa. Berkerut kening Tok Nio-cu melihat sikap lawan, sepasang matanya memancarkan ca-haya berkilat dan tanpa terasa ia perdengar-kan suara tertawa dingin yang penuh me-ngandung hawa napsu membunuh. Paras muka Liang Si gwan segera me-nun-jukkan perubahan yang semakin ngeri dan takut, sementara gerakan tubuhnya yang mundur pun semakin bertambah cepat." Lan See giok sebagai seorang pemuda yang saleh dan penuh cinta kasih, meski belum mempunyai pikiran yang kelewat mendalam, toh ia dibuat tertegun juga oleh peristiwa itu, tak tahu apa gerangan yang sesungguhnya telah terjadi? Dalam pada itu Liang Si gwan telah me-ngundurkan diri dari ruangan, sedang paras muka Tok Nio-cu telah berubah menjadi hi-jau membesi mengerikan sekali . . . Tiba. tiba . . .!"

421

Secepat sambaran petir Liang Si gwan membalikkan tubuhnya, kemudian melejit ke tengah udara. Berkilat sepasang mata Tok Nio-cu, ben-taknya secara tiba-tiba, "Kawanan tikus, kau berarti kurang ajar . . Belum habis bentakan tersebut,b tangan kanannyja sudah merogohg ke dalam saku bdan cahaya biru berkilauan, dia siap melepaskan serangan ke muka. Lan See giok yang awas dengan cepat maju setindak, dia cengkeram pergelangan tangan Tok Nio-cu, kemudian berpaling pula ke arah Liang Si gwan, ternyata orang itu sudah tak nampak lagi bayangan tubuhnya. Baru sekarang Lan See giok mengerti apa sebabnya Liong Si gwan mengundurkan diri dari ruangan secara tergesa - gesa, nampak nya orang itu kuatir sekali bila Tok Nio-cu melepaskan serangannya yang keji. Hanya ada satu hal yang tidak dipahami olehnya, yaitu apa sebabnya Tok Nio-cu hen-dak membunuh Liang-Si gwan?" Ketika ia menunduk kembali, terlihat olehnya cahaya biru berkilauan diantara jari-jari tangan Tok-Nio-cu yang lembut, ada tiga bilah pisau terbang liu yap hui to ber-warna biru yang berada dalam genggaman-nya, jelas "pisau-pisau terbang tersebut su-dah diberi racun yang amat jahat. Pemuda itu tertegun, kemudian melepas-kan genggamannya atas tangan lawan. Dengan sorot mata tajam Tok Nio-cu me-ngamati wajah Lan See giok lekat-lekat, ke-mudian ujarnya dingin. "Bila kau membiarkan dia kabur sekarang akhirnya pasti akan menyesal sekali" Lan See giok tertawa hambar, sahutnya serius: "Biarkan saja perbuatan mereka mencuri-gakan, asal kita tidak terlepas dari arah dan rel yang sebenarnya." Merah padam selembar wajah Tok Nio-cu ucapan anak muda tersebut membuatnya terbungkam dalam seribu bahasa. Oh Li cu yang berdiri di sampingnya me-muji sekali atas kecerdasan dan kecekatan Liang Si gwan bertindak, di samping itu diapun merasa kan betapa kejamnya Tok Nio-cu, bahkan jauh di atas kekejaman sendiri, Namun begitu, dia pun tidak habis mengerti mengapa Tok Nio-cu hendak turun tangan membunuh Liang Si gwan. Akhirnya dia bertanya keheranan. "Apakah kau beranggapan dengan mem-bunuh Liang Si gwan, maka hal ini akan bermanfaat sekali dengan ursaha kita menujzu Tay ang san .w . . ?"

422

"Tentur saja," jawab Tok Nio-cu tanpa ragu-ragu, "aku berani memastikan Kiong Tek ciong dari Tay ang san hingga kini masih be-lum tahu kalau kita bertiga sudah berada di Tiang siu tian." "Atas dasar apa kau berkata begini?", tanya oh Li cu tidak puas, Tok. Niocu ter-tawa ang-kuh. "Ditinjau dari kedatangan Liang Si gwan yang tergesa-gesa, dapat dibuktikan kalau kehadiran kita disini telah memberikan rasa kaget yang luar biasa baginya. dari situ pula terbukti kalau pihak Tay ang san masih be-lum mengetahui gerak gerik kita, Liang Si gwan mengundang kita agar menginap di pesanggrahan penerima tamu, hal tersebut tak lain bertujuan untuk mengurangi gerak gerik kita, karena itulah tawarannya ku tam-pik, dia sudah memastikan rupanya bahwa malam ini kita akan berangkat ke Tay ang san, dan hal tersebut membuatnya merasa-kan betapa gawatnya situasi, karena itu dia buru-buru minta diri agar ada waktu cukup untuk melaporkan kejadian ini ke markas besar dan membuat persiapan seperlunya." Mendengar penjelasan tersebut, Lan See giok. mengangguk berulang kali sembari me-muji. "Pandangan nyonya memang tepat sekali aku merasa sangat kagum . . . ! ` Tok Nio-cu merasa sangat tak senang karena selama ini Lan See giok selalu me-manggil dirinya dengan sebutan "nyonya", namun dia sendiripun tak bisa memaksa pe-muda tersebut untuk memanggilnya dengan sebutan cici. Melihat pemuda itu memuji Tok Nio-cu, Oh Li-cu segera mendengus sambil segera me-ngalihkan pokok pembicaraan. "Kalau dia menduga kita naik gunung tadi malam ini, lebih baik kita sengaja berangkat esok pagi saja" Waktu itu Tok Nio-cu sedang merasa tak senang hati, mendengar ucapan mana dia segera tertawa dingin. "Jika besok baru berangkat, aku yakin kecuali adik Giok seorang, kau dan aku ja-ngan harap bisa kembali dalam keadaan hidup," Mendengar betapa seriusnya persoalan yang mereka hadapi Lan See giok menyela. "Kalau memang begitu mari kita be-rangkat sekarang juga!" "Bila berangkat .sekarang, aku kuatir su-dah agak terlambat," kata Tok Niocu sambil memandang sekejap pemuda tersebut dengan pandangan apa boleh buat.

423

Oh Li-cu menganggap sikap tersebut me-rupakan kesengajaan Tok Nio-cu bersikap sok tegang, segera ujarnya dingin. "Aku tidak percaya kalau Tay ang san be-gitu hebat dan menakutkan sehingga jauh lebih mengerikan dari pada akherat . . : " "Hmm. jika kau tak percaya mengapa kita tidak segera berangkat untuk membuktikan sendiri?". Berbicara sampai di situ, berangkatlah mereka bertiga menuju ke ruangbelakang. Dalam pada itu para pelayan dan kacung yang melayani pesanggrahan tersebut sudah pada ketakutan dan menyembunyikan diri di sudut ruangan, tak seorangpun diantara mereka yang berani bersuara. Tiba di halaman belakang, Lan See giok bertiga segera melejit dan melompat naik ke atas atap rumah. Waktu itu langit masih agak terang karena cahaya rembulan. perkiraan baru mendekati kentongan kedua. Memandang jauh ke muka, bukit Tay-ang san yang angker berdiri di depan mata, bukit yang terjal dan bayangan hitam yang me-nye-limuti seluruh tanah perbukitan mendatang-kan suasana, yang menggidikkan hati bagi yang melihat ..... Memandang tanah perbukitan itu. Tok- Nio-cu berkata kemudian kepada sang pemuda" "Kalau dilihat dari keadaan, agaknya mereka masih belum melakukan suatu per-siapan yang ketat ...... Habis kesabaran Lan See giok setelah me-mandang bukit Tay-ang san yang berada di depan mata, ujarnya cepat. "Kalau toh memang begitu, mari kita be-rangkat sekarang juga:" Tidak membuang waktu lagi, ketbiga orang itu sjegera mengerahkgan ilmu meringabnkan tubuh masing-masing dan berangkat menuju ke kaki bukit sebelah selatan. Sementara mereka sedang menempuh per jalanan cepat menuju ke arah tanah perbu-kitan itu, tiba-tiba .. Ditengah udara bergema suara burung yang terbang melintas dari atas kepala mereka... Lan See-giok segera menghentikan lang-kahnya sambil mendongakkan kepala-nya, di tengah kegelapan tampak ads selapis titik hitam sedang terbang melintas dengan gera-kan yang cepat sekali, jumlahnya mencapai puluhan.. dan burung-burung merpati itu semuanya terbang menuju kearah bukit.

424

Berkerut kening Tok Nio-cu menyaksikan kesemuanya itu, dia memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang memperhati-kan burungburung merpati itu, lalu ujarnya agak mendongkol. "Bila bersikap lemah terhadap kaum dur-jana, akibatnya diri sendiri yang rugi, coba kalau Liang-Si-gwan kita bunuh, tidak bakal kita jumpai kesulitan macam begini." Sembari berkata, sinar matanya yang di-ngin seperti es kembali dialihkan ke wajah Oh li-cu. Berkobar amarah di dalam dada Oh Li-cu melihat sikap lawannya. ia seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun secara tiba-tiba ia lihat diantara rombongan burung merpati itu ada satu titik bayangan hitam yang menukik ke bawah dan meluncur ke arah tanah tebing bersinar lentera di depan situ. Mencorong sinar terang dari balik mata Tok Nio-cu, segera serunya keraskeras. "Adik giok, di depan sana rupanya adalah Tebing mayat menggelapar. ketuanya adalah si hakim paku hati, jika kita serbu tebing tersebut secepatnya, aku rasa para bukit lainnya pasti akan kelabakan dibuatnya. Selesai berkata dia lantas meluncur ke arah bukit itu lebih dulu, Lan Seegiok dan Oh li-cu yang tidak begitu mengenal keadaan medan hanya bisa mengikuti di belakang pe-rempuan itu. Memasuki mulut, bukit, angin malam terasa berhembus kencang. menggunakan batuan karang dan pohon siong yang tumbuh di situ sebagai perlindungan, mereka bertiga meneruskan perjalanannya ke atas. Mendekati tempat bersinar lentera itu, Lan See giok memandang sekejap sekitar sana, keningnya segera berkerut, diab merasa keadaanj medan di atas gbukit Tay ang-sban ini tidak sebahaya apa yang dilukiskan Tok Niocu sebelumnya. Tok Nio-cu sendiri walaupun sudah dua kali mengunjungi bukit Tay ang san, namun setiap kali bersama Gui Pak ciang diundang sebagai tamu. Kini keningnya berkerut setelah meman-dang keadaan sekitar situ dan wajahnya memperlihatkan perasaan serba salah, diam-diam ia mencoba untuk melihat kembali kearah manakah mereka harus meneruskan perjalanannya, Berbeda sekali dengan Oh li-cu, sesudah melihat keadaan medan dibukitbukit Tay ang-san ini, dia baru sadar bahwa keadaan Wi-lim-poo dimana ia berdiam me-mang tidak sebahaya dan seterjal keadaan medan di tempat ini.

425

Sementara itu Lan See-giok telah melihat sebuah terjalan dinding tebing pada puluhan kaki diarah barat daya mereka, satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya lalu ia berbisik. "Bila keadaan medan sudah curam dan berbahaya, kebanyakan penjagaan yang mereka lakukan tidak terlalu ketat, mari kita turun ke bawah melalui dinding tebing itu saja" Tok Nio-cu dan Oh li-cu menjumpai din-ding tebing yang dimaksud tingginya menca-pai ratusan kaki, di atas ditebingpun seperti dipenuhi batuan cadas dan semak belukar, karena yakin mereka masih sanggup untuk melewatinya, maka kedua orang itu segera mengangguk. Mereka bertiga tidak ragu lagi dan lang-sung menuju ke tebing curam tersebut, tiba di situ Lan See-giok segera memimpin dengan melompat naik lebih dahulu. Agak tertegun Oh li-cu sesudah menyaksi-kan gerakan tubuh Lan See-giok ketika melompat naik, gerakan begitu cepat seperti burung elang, dalam sekali lompatan saja beberapa kaki bisa melampaui secara mudah. Baru sekarang dia membuktikan ucapan dari Tok Nio-cu, jadi rupanya perempuan itu bukan mengumpak atau menyanjung kehe-batan adik giok nya. Di samping itu diapun amat terkejut atas kepesatan ilmu silat yang diperoleh pemuda tersebut dalam setahun belakangan ini.. .. Ketika memandang pula kearah Tok Nio-cu, dilihatnya perempuan itu pun bisa berge-rak dengan enteng dan cekatan, kenyataan menunjukkan bahwa-ilmu meringankan tubuh yang dimiliki nya masih kalah setring-kat jika dizbandingkan dengwan perempuan terrsebut. Dalam keadaan was-was dan prihatin, gadis tersebut turut melompat naik dengan menghimpun seluruh kekuatannya. Sementara itu Lan See-giok telah berubah wajahnya setelah memandang keadaan di seputar sana, rupanya di sepanjang tebing itu ditemukan banyak sekali balok kayu dan batu-batu cadas yang digulingkan ke bawah. Mungkin saking kagetnya, tanpa terasa dia sampai menghentikan langkahnya di atas sebatang pohon Menengok ke bawah. di jumpainya Tok Nio-cu serta Oh li-cu masih berada puluhan kaki di bawahnya, baru sekarang ia merasakan betapa berbahayanya keadaan di sekitar situ. Sedikit saja mereka bertindak kurang hati-hati, batu besar dan kayu raksasa yang dipersiapkan di tepi tebing niscaya akan mengguling ke bawah, dan bila hal ini sampai terjadi, niscaya mereka bertiga akan mati dengan tubuh hancur berantakan.

426

Dalam keadaan begini. tiba-tiba saja pe-muda itu merasakan bahwa kehadiran Tok, Nio-cu bersama Oh li cu justru merupakan suatu beban baginya, karena itu dia mengu-lapkan tangannya berulang kali memberi tanda agar mereka berdua mendekati ke arahnya. Tok Nio-cu dan Oh Li-cu segera menangkap tanda tersebut, di dalam beberapa kali lom-patan saja mereka sudah menghampiri-nya. Tok Nio-cu tiba pada sasaran lebih dulu, tapi berhubung pohon itu pendek lagi kecil me-manfaatkan kesempatan tersebut dia berpe-gangan pada lengan kanan sang pemuda sambil menempelkan tubuhnya ke depan payudaranya yang montok dan empuk otomatis menempel sebagian di atas lengan kanan si anak muda tersebut., Sayang sekali Lan See-giok yang berada dalam keadaan berbahaya sama sekali tidak berminat untuk memperhatikan kesemuanya itu, dia segera bertindak pula menarik tangan Oh li-cu. Setibanya di atas pohon, Oh li cu baru menjumpai bagaimana Tok Nio-cu bersandar di atas tubuh kekasihnya, api cemburu segera membara dan api amarahpun berko-bar. Tapi sebelum ia sempat mengumpatkan kata katanya, Lan See-giok telah menunjuk ke atas tebing di depan sana. Apa yang terlihat hampir saja membuat Oh li-cu menjerit, tubuhnya segera menggigil karena ketakutan, nyaris dia jatuh tertelung-kup ke bawah, api cemburu yang semula berkobar pun seketika menjadi padam. Mimpi pun dia tak menyangka bahwa tem-pat dimana ia, berada sekarang merupakan suatu tempat yang begitu berbahaya sehing-ga setiap saat besar kemungkinannya akan merenggut jiwa mereka. Berbeda sekali dengan keadaan Tok Nio-cu dia tetap bersikap acuh tak acuh terhadap batuan besar dan balok kayu di sekitarnya tebing tersebut, malah sambil tertawa ham-bar, dia manfaatkan kesempatan tersebut untuk menempelkan bibirnya di sisi telinga sang pemuda sembari berbisik lirih: "Adik Giok keselamatanku dan nona Oh sudah mencapai titik yang kritis dan ke-mungkinan besar akan hilang setiap saat, aku ingin tahu dengan cara apakah engkau menyelamatkan kami sekarang? Oh li-cu yang melihat kesemuanya ini, di samping merasa kagum atas ketenangan Tok Nio-cu di dalam menghadapi masalah, ia pun mendongkol kepadanya karena perempuan itu pandai memanfaatkan kesempatan untuk bermesraan dengan kekasihnya. Sedemikian mendongkolnya dan mangkel-nya dia, hampir saja dia tak tahan untuk berteriak-teriak agar pihak atas tebing mele-paskan batu dan balok kayunya sehingga mereka bertiga mampus bersama.

427

Merah padam selembar wajah Lan See -giok atas pertanyaan tadi, agak tersipu-sipu sa-hutnya: "Mari kalian ikuti aku naik ke atas tebing setibanya di situ, gunakanlah kesempatan disaat ku terjang para penjaganya. kalian berdua menggunakan tali untuk melompat naik." Tok Nio-cu dan Oh li cu mengangguk ber-sama dan mengikuti di belakang Lan See -giok untuk melanjutkan gerakannya menuju ke atas tebing, sebisa mungkin mereka mencoba untuk mengurangi suara yang di timbulkan dari baju mereka" Setibanya dibawa tumpukan batu cadas dan balok kayu tersebut, pertama tama Lan See giok memberi tanda dulu kepada Tok bNio-cu serta Ohj Li cu, kemudiagn tubuhnya meleb-jit ke atas dan menerjang ke arah tali yang mengendalikan tumpukan batu karang serta balok kayu tersebut Pucat pias selembar wajah Tok Nio-cu serta Oh Li cu melihat kejadian itu, saking kaget-nya hampir saja mereka menjerit tertahan. Tiba-tiba mereka saksikan Lan See giok menyambar tali sambil berayunan ditengah udara, kemudian dalam satu jumpalitan ia sudah melenting ke atas. Disaat sepasang kaki Lan See giok menca-pai permukaan tebing dan belum sempat melihat pemandangan di sekitarnya, menda-dak dari tebing itu kedengaran seseorang membentak keras. "Siapa di situ?" Sebilah anak panah tiba-tiba dibidikkan ke arahnya. Lan See giok sangat terkejut, dia rendah-kan bahunya sambil menghindar, anak panah itu segera melesat melalui sisi telinga nya, keadaan berbahaya sekali. Setelah itu dia baru melihat seorang lelaki kekar sedang mengangkat goloknya dengan gugup untuk siap dibacokkan k e atas tali pengendali jebakan. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menyaksikan kejadian tersebut, ia memben-tak keras, tubuhnya melejit ke udara dan ke-lima jari tangan kanannya memancarkan lima gulung desingan angin jari yang tajam menyambar tubuh lelaki itu. Jeritan ngeri yang memilukan hati segera bergema memecahkan keheningan, lelaki bergolok itu melejit lalu roboh terkapar di atas tanah... Apa mau dikata, goloknya yang besar ke-betulan sekali terjatuh di sisi tali tersebut dan tak ampun tali tadi menjadi putus. Melihat hal ini Lan See giok membentak keras, dengan hati terkejut ia meluncur ke bawah secepat kilat, dengan bentakan kaki kanannya dia injak tali yang putus itu agar berhenti.

428

Disaat ujung kaki Lan See-giok menginjak tali yang putus itu, dua kali desingan tajam telah meluncur tiba, dua batang anak panah menyambar ke tubuhnya disertai desingan angin tajam. Lan See-giok sama sekali tidak bergeser dari posisi semula, dengan menghimpun tenaga dalamnya ke ujung baju kanan ia mengebaskannya ke muka, kedua batang anak pariah tersebut segera disapunya se-hingga mencelat. Sementara itu di atas tebing tbadi sudah berkujmandang suara tgeriakanteriakabn yang gegap gempita, diantara cahaya tajam yang berkilauan. segenap lelaki penjaga tebing te-lah mengayunkan goloknya untuk membacok putus tali pengendali alat jebakan itu. Dalam waktu singkat suasana menjadi sangat ramai dan gaduh, keadaanpun terasa bertambah tegang. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring ber-gema di udara, bayangan manusia ber-kelebat lewat, Tok Nio-cu telah melompat naik ke atas puncak tebing. menyusul kemudian Oh Li-cu dengan pedang terhunus mengikuti di belakangnya. Bagaikan melepaskan beban yang berat Lan See-giok mengangkat kaki kanannya... Suara gemuruh yang memekikkan telinga pun bergema memecahkan keheningan, ber-hubung tali pengendali alat jebakan itu terle-pas, maka secara otomatis batu cadas dan balok kayu raksasa yang telah dipersiapkan pun berhamburan memuntah ke bawah te-bing sana ....Bentakan - bentakan keras ber-gema dari empat penjuru, kawanan penjaga di situ bersama-sama mengayunkan senjata-nya sambil menerkam ke arah muka. Oh Li-cu berkerut kening, wajahnya dingin seperti es, sambil membentak dia menerjang ke muka, pedangnya diayun kian kemari melepaskan bacokan-bacokan maut. Dalam pada itu Lan See-giok beranggapan kalau tujuannya datang ke sana adalah me-nemukan Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong secepatnya, dia merasa tidak ada perlunya untuk melibatkan diri dalam pem-bantaian di situ. Mendadak ia membentak dengan suara keras. "Enci Cu. hentikan seranganmu!" Belum habis ia berseru, puluhan orang le-laki kekar itu sudah menerjang tiba, mereka masing - masing mengayunkan sen-jatanya mengancam tubuh Oh Li cu. Berkilat sepasang mata Oh Li cu diiringi senyuman dingin yang menggidikkan hati, dia lepaskan sebuah bacokan kilat ke arah dua bilah

429

golok yang berada di hadapannya dengan jurus serangan menyikap awan meli-hat sang surya: "Trriiing traang . . . " Letupan bunga api segera memancar ke empat penjuru, dua bilah golok besar itu ter-sampok hingga mencelatr ke samping. meznyu-sul bentakawn keras, cahayar tajam menyam-bar lewat dan dua jeritan ngeri yang memilu-kan hati segera bergema memecah kan kehe-ningan. Diantara darah segar yang memancar ke mana-mana, ke dua orang lelaki itu ter-gele-tak mampus di atas tanah. puluhan orang lelaki lainnya serentak menyerbu ke depan dan mengepung Oh Li cu ketat-ketat, diiringi bentakan-bentakan nyaring serangan dilancarkan bertubi tubi. Tentu saja oh Li cu tak akan memandang se-belah matapun terhadap kawanan manusia tersebut, pedangnya dengan jurus Hujan angin di delapan penjuru, ia ciptakan lapisan cahaya pedang yang membukit dan mende-sak kawanan lelaki itu, Sementara itu dari kejauhan sana tampak cahaya api memancar ke udara, nampaknya sebatang anak panah berapi telah dibidik-kan ke tengah udara. Dengan cepat Lan See giok dapat melihat bagaimana kawanan lelaki yang memenuhi itu kian lama kian bertambah banyak, bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung terus, sebagaimana yang dikatakan Tok Nio-cu, dia harus melakukan pembantaian secara besar besaran atas orang-orang yang berada di tiga tebing sembilan puncak dan dua belas benteng sebelum bisa bertemu dengan sasa-ran utamanya. bila hal sampai terjadi, nisca-ya dia sudah akan mati kelelahan lebih dulu dibukit Tay ang-san. Baru saja dia hendak membentak 0h Li cu agar menghentikan pertarungan, mendadak Tok Nio-cu yang berdiri angkuh di arena telah membentak nyaring. "Tok Nio-cu berada disini, kalian semua cepat hentikan pertarungan--" Mendengar nama "Tok Nio-cu". kawanan lelaki bersenjata yang sedang menerjang tiba serentak menghentikan langkahnya, sedang-kan puluhan orang lelaki yang mengepung Oh Li cu juga serentak mengundurkan diri, beratus ratus pasang mata yang kaget dan ngeri bersama sama dialihkan ke wajah Tok Nio-cu. Lan See giok serta Oh Li cu yang menjum-pai hal tersebut menjadi tertegun, mereka berdua sama sekali tak menduga kalau Tok Nio-cu memiliki daya pengaruh yang begitu besar. Kembali terdengar Tok Nio-cu membentak dengan suara dingin: "Mana hiangcu kalian yang bertanggung jawab di tempat ini?" Mendapat pertanyaan tersebut, puluhan orang lelaki yang berada di sekitar tempat Itu menjadi celingukan kian kemari tak lama kemudian dari

430

kejauhan sana tampak tiga sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi. "Ho hiangcu telah datang!"- serentak pulu-han orang lelaki itu berseru bersama. Lan See-giok segera menengok ke muka, ternyata ketiga sosok bayangan manusia yang sedang bergerak mendekat itu adalah tiga orang lelaki yang berusia diantara tiga puluh tahunan. Salah seorang diantaranya mengenakan baju merah dengan senjata tombak pendek, alis matanya tebal matanya besar dan ber-perawakan tinggi besar lagi kekar. Sedangkan dua orang lainnya berbaju abu-abu dengan menyoren golok dipunggungnya mungkin para komandan regu di bawah pimpinannya. Tatkala ketiga orang itu sudah mencapai lima kaki dari mereka, tampak kawanan lelaki lainnya sama-sama menyingkir ke samping untuk memberi jalan lewat. Lelaki berpakaian ringkas yang berada ditengah itu segera maju ke muka dengan dada dibusungkan dan langkah lebar. sepasang matanya yang bulat besar dan ber-cahaya mula-mula memandang sekejap ke arah dua sosok mayat yang terkapar di atas genangan darah itu. Tok Nio-cu tidak menunggu sampai lelaki tadi berdiri tegak, dengan suara dalam ia lantas menegur: "Apakah kau adalah Ho hiangcu yang ber-tanggung jawab atas tebing sebelah timur ini ?" Lelaki itu berhenti melangkah lalu men-jawab dengan suara tajam: "Betul, akulah Ho hiangcu, ada urusan apa nyonya datang membunuh orang ditengah malam buta begi-ni?" Sambil berbicara, sorot matanya yang ta-jam memandang sekejap kearah Oh Li cu yang membawa pedang terhunus serta Lan See-giok yang berdiri tak jauh darinya. Sebelum Tok Nio-cu menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba terdengar Oh Li-cu me-nimbrung sambil tertawa dingin. "Akulah yang membunuh mereka, urusan sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dia!" Ho Hiangcu segera berpaling dan menatap wajah Oh Li-cu penuh amarah, tegurnya ke-mudian. "Nona, siapa namamu? Ada urusan apa kau datang membunuh orang ditengah ma-lam buta?" "Hmm!" Oh Li cu mendengus menghina, "siapakah namamu, selain Kiong Tek-ciong sendiri, siapa saja tidak berhak untuk me-ngetahuinya....."

431

Ho hiangcu seketika naik darah. alis mata nya berkernyit lalu bentaknya keras-keras. "Biarpun aku tidak berhak untuk mena-nyakan namamu, namun aku berhak untuk membunuhmu guna membalaskan dendam bagi kematian kedua orang anak buahku" Sambil membentak tubuhnya menerjang ke muka, senjata tombak pendeknya disapu ke muka, menyambar pinggang Oh Li cu. Tampaknya Tok Nio-cu ada maksud untuk menilai ilmu silat "yang dimiliki Oh Li cu, se-baliknya Oh Li cu sendiripun berhasrat un-tuk menunjukkan kehebatan Wi-lim-poo, karenanya sambil tertawa dingin tubuhnya bergerak secepat kilat, dengan begitu sapuan senjata lawan mengenai sasaran kosong, Menyusul kemudian ia membentak nyaring pedangnya dilancarkan secara bertubi tubi melepaskan tiga serangan berantai yang mengancam atas tengah dan bawah tubuh lawan, yaitu bagian tenggorokan, dada serta lambung.. Sesungguhnya Ho Hiangcu datang ke situ dengan tugas untuk berusaha mengulur waktu selama lamanya, tidak heran kalau dia manfaatkan kesempatan tersebut untuk mengajak Oh Li-cu bertarung. Kendatipun demikian, mimpi pun dia tidak mengira kalau kekejaman Oh Lieu sebetulnya jauh melebihi kekejaman Tok Nio-cu sendiri. Baru saja serangannya gagal, cahaya tajam telah menyambar tiba, dalam kaget nya dia segera melompat mundur ke belakang Sudah barang tentu Oh Li-cu tak sudi membiarkan musuhnya kabur, ia menjejak-kan kakinya ke atas tanah dan melakukan pe-ngejaran dari belakang. Belum sempat sepasang kaki Ho hiangcu menginjak tanah, tahu-tahu Oh Li cu sudah menyusul tiba, diiringi bentakan keras, pedangnya meluncur ke muka menusuk lambung Ho hiangcu. Melihat pemimpin mereka diserang, dua orang lelaki berbaju abu-abu lainnya segera membentak keras, sambil mengayunkan golok mereka membacok Oh Li cu. Lan See giok sangat gusar atas kejadian ini, dia hendak melepaskan sentilan jarinya untuk merobohkan lawan, tapi sebelum ia bertindak, Tok Nio-cu telah membentak lebih dulu. "Kawanan tikus, pingin mampus rupanya kau!" Dua titik cahaya biru diiringi desingan angin tajam menyambar ke wajah ke dua orang lelaki tersebut, kecepatannya luar biasa sekali, dalam sekilas berkelebat tahu-tahu sudah tiba di sasaran.

432

Tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memenuhi angkasa, dua orang ko-mandan pasukan itu membuang senjatanya sambil menutupi wajah sendiri dengan kedua belah tangan, tubuhnya segera terjungkal ke tanah. Ho Hiangcu pun berteriak keras, dada dan lambungnya tersayat hingga robek, isi perut-nya berhamburan ke luar semua, tentu saja selembar jiwanya turut melayang meninggal-kan raganya. Suasana dalam arena menjadi amat kalut dan kacau tidak karuan, berpuluh puluh orang lelaki bersenjata golok itu sama-sama mengayunkan senjatanya sambil menjerit- jerit, namun tak seorang pun di antara mereka yang berani mendekati lawannya. Tok Nio-cu segera melihat bahwa kesem-patan baik ini tak boleh dibuang dengan be-gitu saja, kepada Lan See giok serunya: "Ayo berangkat!" Mereka bertiga segera berangkat menuju kearah mana cahaya lentera bersumber. Melihat musuhnya beranjak pergi. Puluhan orang lelaki itu sama - sama memutar senjata sambil membentak, serentak mereka lakukan pengejaran. Ditengah gerakannya meluncur ke depan tiba-tiba Lan See giok berpaling dan ujarnya kepada Tok Nio-cu serta Oh Li-cu. "Kita tak usah membuang waktu percuma di tempat-tempat semacam itu, yang penting terus menemukan si Beruang berlengan tunggal secepatnya!" Oh li cu manggut berulang kali tanpa menjawab, sedangkan Tok Nio-cu segera menjelaskan: "Tanpa melalui sembilan puncak dengan tiga tebingnya mustahil kita dapat memasuki puncak Keng thian hong dimana markas be-sar Kiong Tek ciong terletak." Sementara pembicaraan berlangsung, ca-haya lentera yang terang benderang dimuka situ tinggal sepuluh kaki lagi, sementara ka-wanan lelaki yang mengejar dari belakang makin lama semakin mendekat. Tatkala Tok Nio-cu melihat cahaya api itu berasal dari obor-obor yang disulut di atas dinding benteng, mendadak ia menjerit kaget, "Hei, cepat berhenti!" Lan See-giok tahu tentu ada sesuatu hal yang tak beres, tiba-tiba saja dia hentikan gerakan tubuhnya. Oh Li cu juga berusaha untuk menghenti-kan gerakan tubuhnya, namun berhubung peringatan tersebut datangnya terlalu men-dadak, membuat tubuhnya tetap maju sejauh tujuh depa sebelum bisa berhenti. Bersamaan waktunya dengan berhentinya ketiga orang itu, dari atas dinding benteng kedengaran suara teriakan keras. lalu secara tiba-tiba

433

muncul puluhan sosok bayangan, manusia, suara gendewa dipentang orangpun bergema, panah-panah berapi berhamburan ke arah mereka seperti sambaran petir. Gusar sekali Lan See giok melihat kejadian ini, serta merta ia meraba pinggangnya sam-bil melepaskan senjata gurdinya, cahaya emas dengan cepat, memancar ke empat penjuru, bayangan gurdi membukit dan se-mua panah berapi yang menyambar datang kena dipukul sampai terpental ke mana--mana. Tok Nio-cu berkelebat maju ke muka lalu menyembunyikan diri di belakang tubuh Lan See-giok. Mendadak terdengar jeritan lengking ber-gema di udara. Dengan perasaan terperanjat Lan See-giok berpaling, apa yang terlihat membuatnya sangat kaget, secepat sambaran petir dia memutar senjata gurdi emasnya sambil buru-buru bergeser mendekati Oh Li cu. Ketika mendengar jeritan dari Oh Li cu, Tok Nio-cu sadar bahwa keadaan tidak me-nguntungkan, apalagi setelah menengok ke samping, ia bertambah kaget, Ternyata bahu bagian belakang gadis itu sudah tertancap sebatang anak panah, biar-pun api sudah padam tapi masih mengepul-kan asap tebal. Sebaliknya Oh Li cu masih memutar pedangnya ke sana kemari tanpa berhenti. Tok Nio-cu tahu, panah itu menancap di tubuh sang gadis karena terpental oleh puta-ran senjata Lan See-giok sendiri, dengan perasaan terkejut ia segera berteriak keras "Ayo cepat kembali!" Sementara berbicara, Lan See giok sudah berada tiga depa dari Oh Li cu, ujung baju kirinya segera dikebaskan ke muka, anak panah yang menancap dibahu belakang Oh Li cu pun segera rontok ke tanah. Sekali lagi Tok- Nio-cu berseru. "Adik Giok, cepat mundur, panah berapi itu mengandung racun belerang yang sangat jahat, luka dari nona Oh perlu diobati dengan segera...." Lan See giok merasa sangat tidak tenang apalagi setelah mendengar panah berapi itu beracun, hilang niatnya untuk melanjutkan perjalanan. Setelah mengangguk berulang kali. dia memutar senjata gurdi emasnya sambil me-ngundurkan diri. Dalam pada itu, puluhan orang lelaki yang semula mengejar mereka, semenjak tadi telan menghentikan diri di luar jangkauan anak-anak panah beracun itu. tiada seorangpun yang maju ke depan, tiada orang pula yang berteriak.

434

Sewaktu menyaksikan Lan See giok dan Tok Nio-cu bertiga muncul kembali, serentak mereka membubarkan diri untuk mencari selamat. Lan See giok, Tok Nio-cu dan Oh Li-cu mengundurkan diri sampai di luar jangkauan anak panah berapi. dengan cepat mereka mencari batu besar sebagai tempat perlin-dungan, Pada saat inilah mendadak dari atas din-ding benteng berkumandang suara gelak tertawa seseorang yang penuh kegembiraan. "Haaahhh .. haaahhh . haaahhh.b . Tok Nio-cu, jmalam ini aku sgi Hakim paku habti pasti akan menyuruh kau menggoyang pinggul kian kemari sebelum, merasakan kehe-batanku." Ucapan itu sudah jelas mengandung nada yang cabul lagi kotor, tidak heran jika Lan See giok menjadi amat gusar, hawa napsu membunuhnya segera timbul, tapi dia tak bisa menghukum manusia jahanam tersebut pada detik itu juga. Sebaliknya paras muka Oh Li cu dan Tok Nio-cu berubah menjadi merah membara, tentu saja Tok Nio-cu segan-menjawab kata-kata cabul dari si Hakim paku hati tersebut. Dengan cepat dia memeriksa keadaan luka yang diderita On Li-cu, kemudian bertanya. "Nona Oh, apakah kau mempunyai obat penawar racun yang lebih mustajab?" Oh Li cu hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab. Dengan nada susah Tok Nio-cu kembali berkata. "Walaupun aku mempunyai bubuk penawar racun, tapi sayang setelah dibubuhkan akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa." Oh Li cu menjadi sangat mendongkol. "Walaupun ayahku mempunyai pil penawar racun yang bagus, sayang aku tidak membawanya," Tergerak perasaan Lan See giok mendengar perkataan itu, tanyanya kemudian tak mengerti. "Apakah kau maksudkan ketiga butir pil mestika yang kau berikan kepadaku tempo hari?" Berkilat sepasang mata Oh Li-cu, kejut dan girang dia menganggukkan kepalanya beru-lang kali. "Benar, benar, ayo cepat keluarkan dan berikan kepadaku adik Giok---" Lan See giok tak berani berayal lagi, dari sakunya dia mengeluarkan sebuah botol porselen kecil lalu diserahkan kepada Oh Li cu-- Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Tok Nio-cu membentak sambil menggertak gigi:

435

"Manusia-manusia bodoh, nampaknya kalian benar-benar ingin mencari mampus!" Lan See giok segera berpaling, ternyata puluhan orang lelaki berpakaian ringkas itu dengan langkah berhati hati dan senjata ter-hunus sedang mendekati tempat mereka berada. Tiba-tiba Tok Nio-cu membentak keras, tangannya disambit ke depan melepaskan dua butir peluru api beracun. Dua gulung bola api yang memanbcarkan sinar bijru, diiringi sugara desingan dabn mengepulkan kabut hijau yang tebal segera meluncur ke tubuh puluhan orang lelaki tersebut. Berubah hebat paras muka puluhan lelaki itu, suasana menjadi kalut dan serentak semua orang membubarkan diri dengan perasaan panik ketakutan setengah mati. Sambil tertawa dingin sekali lagi, Tok Nio-cu membentak keras. "Sebelum meninggal-kan nyawa. Apakah kalian ingin pergi dengan begitu saja?" Kembali tangannya diayunkan ke depan, segulung api, biru secepat kilat meluncur ke depan menubruk ke dua butir peluru api beracun pertama yang sedang meluncur ke bawah. "Blaammm! Blaammm!" Sewaktu ke empat butir peluru api beracun itu saling bertumbukan di tengah udara ter-jadilah ledakan yang gegap gempita. Akibat dari ledakan tersebut, ke empat gumpalan api biru tadi segera berubah men-jadi beratus ratus api bintang yang meluruk ke empat penjuru dan berhamburan kemana mana. Melihat bunga api yang beterbangan itu, pucat pias wajah puluhan lelaki kekar itu, mereka jadi ketakutan setengah mati hingga sukma serasa melayang meninggalkan raganya. Suasana jadi panik, semua orang berdesak desakan agar bisa kabur lebih cepat lagi, Dalam waktu singkat sembilan orang, di antara mereka yang sudah terpercik api tersebut, tak ampun mereka bergulingan di atas tanah sambil menjerit jerit kesakitan, suasana mengerikan dan mengenaskan sekali. Berubah hebat wajah Lan See giok melihat kesemuanya itu, tanpa terasa ia menggeleng-kan kepalanya berulang kali. Bagaimana pun juga Tok Nio-cu memang pantas diberi julukan perempuan beracun, sebab dari kekejamannya hal ini, memang sesuai dengan keadaan tersebut. Sesungguhnya Tok Nio-cu bisa disebut orang sebagai perempuan beracun karena konon dia memiliki enam macam senjata ra-hasia yang beracun itu,

436

di samping itu entah masih terdapat beberapa macam lagi benda-benda beracun yang digembolnya. Menjumpai Lan See-giok menggeleng sam-bil menghela napas, Oh Li cu segera berkata dingin. "Sewaktu terkenra panah berapi ztadi, nyaris akwupun ikut hendark bergulingan di atas tanah, waktu itu, mengapa kau tidak merasa sakit hati dan sedih? Mengapa kau tidak mengeluh sambil memeriksa keadaan lukaku?" Sambil berkata dia melemparkan sebutir pil berwarna merah yang diserahkan kepada Tok Nio-cu. kemudian mengembalikan botol kecil itu ke tangan sang pemuda. . Merah jengah selembar wajah Lan See giok, setelah menerima botol tadi diapun segera memeriksa keadaan luka dari Oh Li-cu. "Di atas bahu bagian belakangnya yang putih dan halus, sekarang telah bertambah dengan sebuah jalur panjang mulut luka yang berdarah, darah hitam yang busuk ma-sih ke luar tiada hentinya, Ditengah suasana penuh jerit kesakitan yang memilukan hati, sikap Tok Nio-cu masih tetap acuh tak acuh seolah-olah sama sekali tidak terpengaruh oleh suasana di hadapan-nya. Setelah menerima pil kecil itu, cepat dia meremasnya menjadi bubuk lalu ditebarkan di atas mulut luka Oh Li-cu. Kemudian dari tangan si nona dia me-ngambil secarik sapu tangan, menyingkap pakaiannya dan menyeka air darah berwarna hitam itu . . . Mendadak sekujur badan Tok Nio-cu ge-metar keras, wajahnya berubah hebat, sorot matanya yang jeli mengawasi mulut luka Oh Li-cu tanpa berkedip, ia seolah-olah tertegun dibuatnya. Dengan perasaan terkejut bercampur tidak habis mengerti, Lan See giok segera me-negur: "Nyonya, mengapa . . . mengapa kau. . .?" Oh Li-cu juga merasakan keanehan lawan, cepat ia berpaling lalu mengawasi Tok Nio-cu yang masih termangu mangu, sedih itu de-ngan perasaan tak habis mengerti. Menanti Tok Nio-cu peroleh kesadarannya kembali, mendadak dia memeluk tubuh Oh Li-cu kencang-kencang sambil menangis tersedu sedu penuh kesedihan. Sambil menangis terisak, ia berseru beru-lang kali. "Adikku.., ooh...kau adalah adik ku yang patut dikasihani. ."! Tentu saja sikap Tok Nio-cu yang sangat tiba-tiba ini sama sekali di luar dugaan Lan See giok serta Oh Li cu, tidak heran kalau mereka dibuat

437

tertegun dan kelabakan, lama sekali mereka berdua hanya bisa memandang perempuan itu tanpa memahami apa gera-ngan yang sebenarnya telah terjadi. Puluhan lelaki yang sudah kabur di kejau-han sana, sekarang juga menoleh dengan perasaan kaget. Sebaliknya ke sembilan lelaki yang tubuhnya terjilat api beracun itu sudah mela-rikan diri kalang kabut, tentu saja mereka tak sempat lagi memperdulikan jerit tangis Tok Nio-cu yang mendadak itu Memang semenjak pandangan pertama tempo hari, Lan See-giok sudah merasa bahwa wajah Tok Nio-cu agak mirip dengan wajah Oh Li cu, keadaan yang terpentang di depan mata sekarang membuatnya segera mengerti. Sambil menjerit kaget katanya kemudian. "Apa? Kau maksudkan enci Cu adalah adik kandungmu"" sambil menemukan Oh Li cu dan menangis tersedu sedu, Tok Nio-cu me-ngangguk berulang kali. "Benar, dia adalah adik Cui lan ku!" Kemudian sambil memandang Oh Li cu yang masih berdiri melongo, dia melanjutkan sambil menangis terisak. "Kau adalah Cui-lan, kau tak akan ter-ingat dengan keadaan kita yang amat tragis ...." Bagaikan orang gila, dia menggoyangkan badan Oh Li cu tiada hentinya, seakan akan dia berharap dari guncangan tersebut bisa membuat Oh Li cu teringat kembali dengan masa. lalunya: Dalam pada itu Oh Li cu seperti tak bisa menyambut perubahan yang datangnya seca-ra tiba-tiba ini setelah melihat sikap gila Tok Nio-cu, apalagi diapun merasa raut wajahnya memang mirip sekali dengan wajah perem-puan itu, betul masih ada keraguan di hati kecilnya, namun air matanya tak urung toh jatuh bebrcucuran juga. j Lan See giok sgeperti dapat mebrasakan bahwa Oh Li cu enggan mengakui hal ter-se-but secara gegabah, cepat ia memperingat kan kepada Tok Nio-cu: "Nyonya, dari mana kau bisa tahu kalau enci Cu adalah adik kandungmu?" Tok Nio-cu menjadi sadar kembali, sembari menyeka air matanya, ia menunjuk ke bahu Oh Li-cu sambil berkata. "Aku telah melihat tahi lalat tiga bunga yang berada dibahu adikku, tahi lalat terse-but dibuat oleh ibu kami. . . Lan See giok bisa menyimpulkan kalau di atas bahu Tok Nio-cu pun pasti terdapat juga sebuah tahi lalat, maka selanya kemudian. "Itu mah gampang sekali, nyonya kan boleh mempersilahkan enci Cu untuk me-lihat pula tahi lalat di atas bahumu . . , "

438

Belum habis ia berkata, paras muka Tok Nio-cu telah berubah menjadi merah dadu, bibirnya bergerak seperti hendak mengucap-kan sesuatu, namun seperti sukar untuk di-utarakan. Lan See giok menjadi tertegun, ketika ia berpaling pula ke arah Oh Li-cu, ternyata gadis itupun menunjukkan wajah semu merah, malah merahnya sampai ke telinga, diantara kejengahan terselip pula perasaan bangga. Tahun ini, Lan See giok memang sudah berusia delapan belas tahun, namun ia be-lum tahu bahwa seorang gadis yang sudah ke-hilangan keperawanannya, maka tanda tahi lalat tersebut akan turut menjadi hilang, tentu saja persoalan semacam ini sulit bagi Tok Nio-cu yang sudah kawin itu untuk menerangkan. Sementara ke tiga orang itu berada dalam keadaan serba salah. mendadak terdengar lagi dengan dua kali desingan angin tajam, Lan See giok yang pertama tama me-nyadari hal tersebut, tahu-tahu dua batang anak panah sudah meluncur datang , . . . Oh Li-cu dapat melihat kejadian tersebut dengan jelas ia membentak keras dan pedang nya segera diayunkan ke depan, anak panah itupun rontok seketika. Lan See giok ikut naik pitam sambil mem-bentak keras dia menerjang ke arah mana berasalnya bidikan anak panah itu. Disaabt tubuh Lan Seej giok sedang meg-ner-jang ke lubar dari tempat persembunyiannya, terdengar teriakan keras bergema memecah-kan keheningan lalu hujan panah pun ber-hamburan ke seluruh udara. Lan See giok menghentikan sebentar gera-kan tubuhnya. hawa napsu membunuh kini sudah membara di dadanya, sambil memutar senjata gurdi emasnya dia menerkam kembali ke arah puluhan pemanah tersebut secara kalap. "Dari atas dinding benteng berkumandang suara gelak tertawa keras, menyusul kemudi an terdengar seseorang membentak nyaring, "Lepaskan panah berapi!" Mengiringi bentakan itu, panah berani ba-gaikan ular meluncur ke tubuh Lan See giok secara gencar. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tok Nio-cu menjerit kaget. "Adik Giok, cepat kem-bali. Lan See giok tahu ada sesuatu yang tak beres, dia membalikkan badan lalu mundur kembali secepat kilat. Tidak sampai pemuda itu berdiri tegak, Oh li-cu segera menuding ke muka sambil seru-nya: "Adik Giok, cepat lihat!"

439

Mengikuti arah yang ditunjuk, Lan See giok merasa sangat terkejut, ternyata dari atas sebuah puncak bukit di sebelah depan situ, tampak asap tebal mengepul diangkasa agaknya ada beberapa buah bangunan rumah yang sudah terjilat api. Bagaikan sedang berguman. Tok Nio-cu berbisik tiba-tiba. "Sungguh aneh, siapa lagi yang mendatangi Tay ang- san pada malam ini?" Lan See giok sendiripun tidak habis mengerti, ia sedang tiada hentinya bertanya kepada diri sendiri, siapakah orang ini?" Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, suara bentakan merdu yang amat di-ke-nal olehnya tiba-tiba berkumandang dari puncak tebing itu. Gemetar keras seluruh badan Lan See giok mendengar suara tersebut, wajahnya berubah hebat, sambil membentak keras se-cepat kilat ia menerjang ke depan... Pucat pias selermbar wajah Tok zNio-cu melihat whal ini, buru-bruru teriaknya keras "Adik Giok, jangan ke situ ..." Sesudah mendengar teriakan dari Tok Nio-cu, Lan See giok baru teringat kalau jalan di depan sana buntu, serentak ia mengalihkan gerakan tubuhnya dengan menerjang kearah dinding benteng.. BAB 21 DALAM pada itu, suasana di atas dinding benteng telah terjadi kekalutan, apalagi dari teriakan "kebakaran" yang bergema di mana-mana, dapat diduga bahwa kebakaran besar telah melanda bangunan rumah mereka. Mendadak terdengar si Hakim paku hati berteriak. "Lepaskan panah api !" Jeritan yang kalut kembali berubah menja-di teriakan ramai, panah--panah berapi mulai berhamburan kemana-mana. Gerakan tubuh Lan See giok cepat bagai-kan sambaran petir, baru selesai si Hakim paku hati berbicara. ia telah menerjang ke depan benteng, sewaktu panah berapi dibi-dikkan, tubuhnya telah melayang ke tengah udara: Cahaya emas segera menyambar lewat, dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati mengi-ringi robohnya dua orang lelaki ber-busur dari pagar benteng. Pada saat itulah ditengah kekalutan yang melanda kawanan lelaki itu, terdengar benta-kan keras bergema memecahkan keheningan, sesosok bayangan manusia melompat ke luar. Waktu itu Lan See-giok sedang meroboh kan beberapa orang lelaki kekar dengan sen-jata gurdi emasnya, merasa datangnya ter-jangan cepat ia mendongakkan kepalanya

440

Ternyata orang yang sedang menerjang datang itu adalah seorang lelaki berusia em-pat puluh tahunan yang berjubah merah, membawa senjata poan-koan pit, beralis segi tiga mata bulat hidung paruh betet dan berjenggot hitam. Tampaknya orang inilah yang menamakan dirinya sebagai si Hakim paku hati. Bertemu dengan Lan See-giok, si Hakim Paku hati melotot besar, lalu sambil berteriak aneh dia menerjang ke muka, senjata poan-koan-pit nya dengan jurus bintang timur menubruk bintang, dia serang ubun-ubun lawan. Lan See-giok benci kepada si Hakim Paku hati karena mulutnya cabul sekali, di tambah pula dia ingin selekasnya tiba di puncak se-berang, maka tubuhnya begitu berkelebat lewat, senjata gurdi emasnya di ayunkan ke muka dan mengikat senjata poan-koan-pit lawan. Hakim paku hati sangat terkejut, sambil membentak dia melompat mundur dengan sepenuh tenaga. Lan See-giok tertawa dingin, tangannya di-getarkan ke muka dan tahu-tahu senjata poan-koan-pit tersebut sudah terlepas dari cekalan.. Hakim paku hati jadi ketakutan setengah mati, sukmanya merasa melayang Mening-galkan raganya, sambil menjerit aneh, dia melompat naik ke atap rumah dan melarikan diri terbirit-birit .... "Hakim paku hati, tinggalkan dulu jiwa mu... ." Tok Nio-cu tahu membentak keras. Bersamaan dengan bentakan tersebut, ta-ngannya segera diayunkan ke depan, segum-pal jarum lembut seperti bulu kerbau, diiringi percikan cahaya tajam Langsung menyambar kearah si Hakim paku hati yang sedang mela-rikan diri itu. Berubah hebat paras muka Lan See-giok ia cukup mengetahui akan kelihaian jarum lembut tersebut, selain cepat dan hebat, se-rangan datang tanpa menimbulkan suara bahkan seseorang yang berilmu tinggi jangan harap bisa menghindari secara mudah. Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, si Hakim Paku hati telah menjerit kesa-kitan lalu roboh dari atas atap rumah dan jatuh berguling, dalam waktu singkat jiwanya turut melayang meninggalkan raga nya. Kematian dari si Hakim paku hati tersebut segera membuat paniknya kawanan lelaki di atas dinding benteng, suasana menjadi kacau dan semua orang berusaha untuk menyela-matkan diri. Pada saat itulah. dari atas puncak bukit di seberang yang terjadi ledakanledakan yang memekikkan telinga, cahaya apib membum-bung tijnggi ke

441

angkasag, asap tebal mebnyeli-muti pandangan, kobaran api yang menggila seakan-akan menyambar benda apa saja yang di jumpainya... Di bawah cahaya api yang membara sua-sana di seputar situpun dapat terlihat de-ngan jelas. Oh Li-cu sangat mendendam karena bahu-nya termakan bidikan panah, dia segera melompat naik ke atas dinding benteng, diambilnya obor-obor di situ kemudian di-sambitkan kearah bangunan benteng". Dalam pada itu Lan See giok hanya me-mikirkan soal teriakan merdu yang didengar-nya tadi, walaupun dia belum berani me-mas-tikan, tapi suara yang amat dikenalnya itu cukup menimbulkan kecurigaan dalam hati-nya. Maka sambil menengok kearah Tok Nio-cu, tanyanya kemudian dengan gelisah. "Nyonya, apakah harus lewat situ me-nuju ke utara ?" Tangan kirinya yang menuding ke arah de-pan kelihatan agak gemetar..-.. Dari sikap Lan See giok yang gelisah dan cemas setelah mendengar suara bentakan merdu tadi. Tok Nio-cu tahu bahwa orang tersebut sudah pasti mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Lan See-giok. Biarpun saat ini dia sudah tak ingin ber-saingan lagi dengan adiknya, tapi mau tak mau dia harus menguatirkan kebahagiaan adiknya itu, terutama sekali ia dapat melihat bahwa Lan See-giok sebenarnya tidak berniat sama sekali untuk memperistri Oh Li-cu .... Ia manggut-manggut, lalu dengan kening berkerut segera tanyanya lagi: ""Adik Giok, siapa sih perempuan itu?," Menjumpai Tok Nio-cu mengangguk, Lan See-giok sama sekali tak berminat untuk berbicara lagi dengannya, sahutnya singkat: "Dia adalah sumoay ku..." Belum selesai berkata, tubuhnya bagaikan segulung asap telah meluncur ke utara. Dengan jawaban ini. selintas wajah benci dan dendam menghiasi wajah Tok Nio-cu, hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajahnya, ditatapnya bayangan punggung Lan See-giok tanpa berkedip, kemudian ter-tawa dingin tiada hentinya. Pada mulanya Oh Li cu menyangkba benta-kan terjsebut berasal dgari Huyong siabncu atau Ciu Siau-cian, tapi sesudah mendengar kata "sumoay". .. paras mukanya berubah hebat, memandang bayangan punggung Lan See-giok yang menjauh, titik air mata tanpa terasa jatuh bercucuran..." Tok Nio-cu amat menyayangi adiknya, sambil menggigit bibir ia segera berseru.

442

"Ayo kita kejar, asal cici masih hidup selain kau, aku tak akan membiarkan siapa pun berbaik dengan Lan See-giok!" Sambil berkata, dia lantas membungkuk kan badan dan memungut sebilah golok dari sisi sesosok mayat. kemudian melakukan pengejaran lebih dulu. BERUBAH paras muka Oh Li-cu menyaksi-kan hal ini, dengan cepat ia menubruk ke muka dan menarik pergelangan tangan Tok Nio-cu sambil pintanya dengan air mata ber-cucuran. "Cici, kau tak boleh membunuhnya!" Dengan cekatan Tok Nio-cu mengigos ke samping sehingga goloknya tidak sampai terampas, setelah mendengus marah segera serunya: "Bila Lan See-giok tidak mencintaimu de-ngan sesungguh hati, buat apa kita mesti biarkan ia tetap hidup bagi keuntungan orang lain.....?" "Dia tentu akan mencintaiku." pinta Oh Li cu lagi dengan air mata bercucuran, "dia ber-sikap dingin kepadaku, hal ini dikarenakan ia mencurigai Oh Tin san sebagai pembunuh ayahnya, tapi setelah ia mengetahui asal usulku sekarang" Perkataan itu terpaksa terhenti sampai separuh jalan karena gadis itu melihat Tok Nio-cu semakin mengejar semakin cepat. Sementara itu, semua orang yang berada di benteng tersebut telah kabur menyelamatkan diri, dengan begitu tak nampak sesosok ba-yangan manusia pun di situ. Beberapa buah obor yang dilemparkan Oh Li cu ke dalam bangunan rumah tadi kini mulai membara besar dan menimbul-kan asap hitam yang amat tebal.... Oh Li cu sangat gelisah, dia takut encinya Tok Nio-cu benar-benar akan turun tangan keji terhadap Lan See giok, ketika men-do-ngakkan kembali kepalanya. ia tidak melihat bayangan tubuh si anak muda itu lagi... Waktu itu, Lan rSee giok denganz mengerah-kan iwlmu meringankanr tubuhnya sedang bergerak menuju ke utara, dia yakin suara bentakan merdu yang didengar berasal dari adik seperguruannya Si Cay soat, tapi ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu bukan berdiam di dalam gua. sebaliknya tu-run gunung dan berkelana dalam dunia per-silatan? Dalam gerakan larinya, tiba-tiba ia melihat lebih kurang puluhan kaki didepannya ter-bentang sebuah jurang yang dalam sekali, tanpa terasa dia memperlambat gerakan tubuhnya. Ketika mendekat, ternyata jurang itu le-barnya mencapai sepuluh kaki dasarnya sama sekali tak nampak, hanya lamat-lamat masih kedengaran suara air yang sedang mengalir.

443

Disaat itulah dari puncak bukit seberang berkelebat cahaya tajam yang meluncur dari atas ke bawah, keadaannya bagaikan sebutir bintang yang sedang meluncur. Tatkala Lan See giok mengamati lebih sek-sama lagi, perasaannya segera bergetar keras, ternyata bayangan manusia yang se-dang meluncur ke bawah itu tak lain adalah Si Cay soat yang membawa pedang Jit hoa kiam. Kejut dan gembira membuat pemuda itu segera berteriak keras: "Adik Soat, adik Soat.. aku berada disini!" Di tengah seruan mana, dia lari menuju ke kanan dengan menelusuri sisi jurang. Agaknya Si Cay soat yang sedang meluncur ke bawah itu sempat pula menangkap teria-kan Lan See giok, begitu kakinya mencapai tanah, ia lantas menubruk datang. "Tunggu dulu adik Soat," teriak Lan See giok lagi memperingatkan, "di sini terbentang jurang yang lebar!" Tapi Si Cay soat yang sedang meluncur ke bawah seolah-olah tidak mendengar peri-ngatan tersebut, tanpa mengurangi kece-patan tubuhnya yang sedang meluncur, dia bergerak terus menuju ke bawah, sementara cahaya pedang yang terpantul cahaya api memekikkan sekuntum awan merah yang menyilaukan mata. Lan See giok yakin, Si Cay soat tentu se-dang terpengaruh emosi yang menggelora, ditambah lagi letusan-letusan keras sedang menggelegar dari arah puncak, ini semua membuatnya tidak mendengar suara peringatannya. Dalam kejutnya peluh dingin sempat ber-cucuran membasahi seluruh tubuhnya. Dengan cepat dia memandang sekejap seki-tar itu, tiba-tiba ia melihat ada seutas tali yang terikat pada sebatang pohon besar di sisi jurang, ujung tali tersebut justru tepat pada puncak pohon setinggi delapan sembi-lan kaki. Tergerak hatinya melihat hal itu, cepat ia meluncur ke depan. Bersamaan waktunya, ia pun menjumpai Si Cay soat sudah berada cuma dua puluh kaki dari tepi jurang, cepat-cepat teriak-nya lagi dengan keras: "Berhenti adik Soat, cepat hentikan lang-kahmu adik Soat..." Tubuhnya yang telah mendekati pohon be-sar itu cepat menyambar tali tersebut, se-mentara gurdi emas yang berada ditangan kanannya diayunkan ke depan memutuskan ujung tali yang terikat pada pohon di ujung seberang.

444

Sesudah itu dia menjejakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya berayun menggunakan tali tadi menuju ke pantai seberang, sambil berayunan sekali lagi ia berteriak: "Adik Soat, cepat berhenti, aku telah datang..." Si Cay-soat yang terkejut bercampur gem-bira bahkan seperti agak tertegun itu masih saja berlarian menuju ke tepi jurang, kini jarak nya tinggal satu kaki. "Engkoh Giok..." Si Cay-soat tidak mampu menahan diri lagi, sambil menjerit ia langsung menubruk ke tubuh anak muda tersebut. Lan See-giok sangat terkejut, baru saja dia bermaksud menghalangi perbuatan gadis itu, mendadak dari tepi seberang kedengaran suara dari 0h Li-cu sedang menjerit kaget. "Aaah, jangan ...." Tapi.. "Kraas!" tali itu putus secara tiba-tiba, se-bilah golok berkelebat lewat sambil meman-carkan cahaya tajam. Waktu itu Lan Sbee giok sedang jbersiap -siap ugntuk menyambar bpinggang Si Cay soat, ia tak menduga kalau tali yang digunakan un-tuk berayun mendadak putus menjadi dua". Dengan lenyapnya keseimbangan badan maka tidak ampun lagi tubuhnya segera meluncur ke bawah. Pemuda itu terkejut sekali, sambil mem-bentak keras, ujung baju kirinya dikebaskan ke muka dengan sepenuh tenaga. "Weess...!" Tubuhnya mengikuti sisa tenaga yang ter-pantul dari tali yang terputus meluncur lagi sejauh enam depa ke arah pantai seberang, namun tubuh Si Cay soat yang menubruk tiba telah menerjang di atas badannya. Lan See giok mendengus tertahan, dengan cepat tubuhnya meluncur ke bawah, padahal selisihnya dengan tepi jurang hanya tinggal tiga depa saja Si Cay soat memeluk tubuh si anak muda itu kencang-kencang, ia jatuh tak sadarkan diri, pedang Jit hoa kiam yang berada di ta-ngannya ikut meluncur ke dasar jurang .... Dari pantai seberang, masih kedengaran dengan jelas suara teriakan dan isak tangis Oh Li cu yang memilukan hati .. Lan See giok benar-benar berada dalam keadaan yang amat kritis, masih untung dia tak sampai panik atau gelagapan. Sementara tubuhnya masih meluncur ke dasar jurang dengan kecepatan tinggi, men-dadak sepasang matanya menangkap se-batang pohon yang tumbuh di sisi jurang ..

445

Serta merta ia membentak keras, senjata gurdi emas di tangan kanannya secepat kilat diayunkan ke muka... "Sreeet!" Senjata gurdi emas itu persis melingkar pada batang pohon yang besar itu, dengan demikian tubuhnya yang sedang meluncur ke bawahpun terhenti secara mendadak. Namun dengan terhentinya gerakan me-luncur itu, sepasang tangan Si Cay soat yang memeluknya. juga turut mengendor lepas, berhubung si nona berada dalam keadaan tak sadar. Lan See giok sangat terkejut, bdengan cepat iaj memeluk tubuh gsi nona kencangb-kencang. Dengan tangan kanan berpegangan pada senjata gurdi emasnya, tangan kiri di pakai untuk memeluk Si Cay soat, bergelantungan di udara, tubuhnya bergoyang kian kemari tiada hentinya . ..... Sekuat tenaga pemuda itu berusaha untuk menenangkan hatinya, membiarkan pikiran-nya yang kalut menjadi jernih kembali. Kini dia tahu bahwa Si Cay soat telah jatuh ping-san, tapi sayang ia tak dapat menunduk-kan kepalanya untuk memeriksa keadaan gadis tersebut. Begitu tubuhnya yang bergelantungan di tengah udara sudah menjadi tenang, pemuda itu baru mengangkat tubuh Si Cay soat ke atas. lalu menggigit pakaian bagian dadanya kuat-kuat. setelah melepaskan tangan kiri nya, dengan tangan yang lengkap dia baru merangkak naik ke atas pohon. Segenap tenaga dalamnya telah disalurkan ke luar dengan menyelimuti badan, gerakan merangkaknya dilakukan amat berhati-hati, tiba di atas pohon, dia membaringkan tubuh si nona diantara dahan dengan ranting pohon yang kuat. Mula-mula dia mengikat diri di atas dahan pohon dengan senjata gurdi emasnya, kemu-dian baru membaringkan Si Cay soat dalam pelukannya, baru sekarang pemuda itu merasakan amat penat memandang adik Soat dalam pelukannya tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang---Air muka Si Cay soat pucat pias bagaikan mayat. wajahnya sayu, matanya terpejam ra-pat-rapat sementara alis matanya yang lem-but berkernyit menjadi satu. Bibirnya yang pucat sedikit terbuka hingga kelihatan dua baris giginya yang putih dian-tara bulu matanya masih tampak basah oleh air mata. Lan See giok sedih sekali setelah melihat kesemuanya ini, air mata terasa jatuh bercu-curan, hanya berpisah setengah bulan, sung-guh tak disangka adiknya menjadi begitu layu dan lemas bagaikan baru sembuh dari penyakit parah.

446

Teringat akan kejadian yang memedihkan hati, tanpa terasa dia menyusupkan kepala-nya di atas dada Si Cay soat dan menangis, sementara tangannya memeluk gadis itu makin kencang. Pipi kanannya ditempelkan di atas payu-dara sebelah kiri si nona, ia dapat mendengar detak jantungnya yangr lemah, hal terzsebut membuat awir matanya bercrucuran semakin deras. Isak tangis yang memedihkan hati mem-buat seluruh kemurungan dan kemasgulan dalam hatinya terlampiaskan ke luar, yang dipikirkan olehnya saat ini hanya pengorba-nan dan cinta kasih si nona kepadanya. Dia tak ingin mencari tahu lagi mengapa adik Soatnya bisa muncul di bukit Tay ang san, diapun tak menggubris apa sebabnya tali yang digunakan berayun tadi bisa putus secara tiba-tiba? Mendadak suara panggilan yang lemah tak bertenaga bergema di sisi telinganya"Eeeh ....engkoh Giok...." Cepat-cepat Lan See-giok mendongakkan kepalanya, dia melihat Si Cay soat sedang membuka matanya dengan sayu, butiran air mata nampak bercucuran sangat deras. "Adik Soat, kau telah mendusin..." sapa nya kemudian sambil menyeka air mata si nona dengan penuh kasih sayang. Si Cay Soat hanya menggerakkan matanya yang sayu, setelah mengetahui bahwa dirinya sedang berbaring dalam pangkuan kekasih hatinya, gadis itu memejamkan kembali ma-tanya. Seperti diketahui, Lan See-giok adalah se-orang pemuda yang sama sekali belum ber-pengalaman, ia tak tahu bahwa Si Cay-soat bisa demikian lantaran gejolak emosi yang melampaui batas membuat darahnya tersumbat, dalam anggapannya gadis itu baru sembuh dari penyakit parah hingga kondisi tubuhnya masih lemah. Padahal asal dia tepuk jalan darah Mia bun-hiatnya, niscaya gadis tersebut akan nampak segar kembali. Tak terlukiskan rasa kalut dan bingung yang menghantui pikiran Lan Seegiok sekarang, melihat kondisi Si Cay soat yang makin melemah, napasnya yang lirih, dia hanya bisa memeluk tubuhnya sambil bercu-curan air mata, wajahnya ditatap lekat-lekat seakan-akan raut wajah yang cantik itu tak bakal dijumpai lagi. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, tanpa terasa dia mulai menciumi seluruh wajah Si Cay soat yang sayu, dalam keadaan demikian, ia benar-benar tak tahu bagaimana mesti mengutarakan rasa kuatir dan sayangnya terhadap gadis itu.

447

Ketika dirasakan badan gadis itu mulai gemetar. dengan perasaan terkejut dipeluk si nona semakin kencang ..... Memandang butiran air mata yang bercu-curan dari balik matanya yang lentik. tak tahan dia mencium matanya, dia hendak mencium air matanya sampai mengering. Kemudian dia pula mencium bibir Si Cay soat yang pucat tak berdarah, dia ingin men-ciumnya sampai menjadi merah segar kem-bali seperti sedia kala. Sementara tubuhnya dipeluk semakin ken-cang, dia hendak mempergunakan tenaganya untuk menghangatkan hatinya. Betul juga, ia menjumpai paras muka Si Cay soat mulai memerah, bibirnya mulai membara bagaikan api, tubuhnya yang ramping justru gemetar semakin keras. Di samping itu dia pun menjumpai tangan si nona memeluknya kencangkencang sam-bil menggosokkan dadanya di atas dada sendiri, bibirnya bergetar dan memanggil namanya tiada hentinya. Pemuda Itu segera menghentikan ciuman-nya lalu mengawasi wajah Si Cay soat yang kini merah membara hingga telinganya. Dengan perasaan kaget bercampur kehe-ranan, tanyanya tiba-tiba dengan perasaan kuatir: "Adik Soat, bagaimana rasanya sekarang7" Walaupun pikiran Si Cay soat telah jernih sekarang, namun ia justru merasa malu sampai tak berani membuka matanya, se-mentara dadanya terasa sesak sukar ber-na-pas, akhirnya tak tahan lagi dia berbisik lirih. "Engkoh Giok, jalan darah Mia bun hiat. .. " Setelah mendengar seruan itu. Lan See giok baru mendusin, cepat-cepat dia mene-puk jalan darah Mia bun hiat di tubuh gadis tersebut. Si Cay soat menarik napas panjang lalu membenamkan kepalanya makin dalam ke dalam pelukan pemuda itu, wajahnya ber-ubah semakin merah membara. Dalam pada itu, api kebakaran di atas ju-rang telah merubah langit menjadi merah membara, ditengah jeritan dan teriakan yang amat ramai lamatlamat ia pun mendengar suara seorang gadis sedang menangis ter-sedu sedu. Lan See giok terkejut, ia segera teringat kembali dengan Oh Li-cu serta Tok Nio-cu... "Adik Giok...uuh.. uuh... adik Giok, uuh.. uuh . . ." Lan See-giok masih mengenali suara isak tangis tersebut dari Oh Li-cu. la mencoba untuk memeriksa keadaan ju-rang tersebut, ternyata jaraknya dari permu-kaan masih dua puluh kaki lebih, di bawah sinar merah yang

448

membara, ia masih dapat melihat pohon besar di tepi jurang tersebut. dia pun melihat pula ujung tali yang ter-putus di atas pohon tersebut. Melihat tali yang putus itu, satu ingatan segera melintas di dalam benak pemuda tersebut. baru sekarang terpikir olehnya mengapa tali yang diikatkan pada pohon tersebut dapat putus secara tiba-tiba..? Dia pun masih ingat, tali itu baru putus setelah mendengar Oh Li-cu berteriak kaget. hal ini membuktikan bahwa tali itu memang sengaja diputus oleh seseorang, tapi siapakah dia? Mungkinkah para jagoan dari Tay ang san? Biarpun Lan See giok cerdik, tentu saja mimpi pun dia tak pernah akan menyangka kalau orang yang memutuskan tali tersebut, tak lain tak bukan adalah Tok Nio-cu yang bersedia untuk berbakti kepadanya. Ketika didengarnya suara tangisan Oh Li cu makin lama semakin memedihkan hati, tak tahan lagi pemuda itu segera mendongak-kan kepalanya dan berteriak keras. . "Hei, kalian tak usah menangis lagi, aku belum lagi mampus- .!" Teriakan itu begitu bergema. isak tangis di atas jurang pun segera terhenti, mungkin mereka kaget, mungkin juga tertegun. Sementara Si Cay soat yang berada dalam pelukannya tiba-tiba bangun dan duduk, lalu bertanya keheranan. "Siapa sih mereka itu?" Sementara berbicara matanya mengawasi sekeliling tempat itu dengan mata terbelalak, kemudian ia menjerit lengking dengan perasaan kaget, sambil memeluk tubuh Lan See giok kencang-kencang, tanyanya ketakutan. "Engkoh Giok, mengapa --- mengapa kita bisa berada disini--.?" Lan See giok tertawa riang. "Thian lah yang mengatur kesemuanya itu untuk kita, agar kita berdua bersama sama terjatuh ke dalam jurang!" Si Cay soat tidak memahami maksud per-kataan dari Lan See giok, ia mengerdipkan matanya berulang kali sambil mengawasi engkoh Gioknya yang masih tersenyum, setelah itu kembali dia bertanya. "Thian yang mengatur kesemuanya ini?" "Tentu saja, pemuda itu mengangguk sam-bil tertawa misterius, "sebab Thian telah mengatur kita berdua tidak mati di sini --" Dengan cepat Si Cay soat memahami apa yang dimaksud itu. dengan wajah tersipu sipu karena malu, tanyanya lagi sambil tersenyum: "Engkoh Giok, maksudmu kita lolos dari musibah maka di kemudian hari tentu ba-nyak rejeki? "

449

"Tidak!" sengaja Lan See giok menggeleng dengan serius "Thian telah memberi kebera-nian kepadaku!" "Keberanian apa?" gadis itu tertegun. Lan See giok tersenyum tanpa menjawab, tapi matanya mengawasi bibir si nona yang mungil sambil menunjukkan senyuman ha-ngat: Dengan cepat Si Cay soat menjadi paham, ia tahu yang dimaksudkan adalah mencium-nya, tak heran mukanya berubah menjadi merah karena jengah, segera serunya manja. "Engkoh Giok jahat, kau jahat---" Sambil berseru, tangannya segera memu-kul dada pemuda itu dengan gemas. Tiba- tiba---Si Cay soat menghentikan perbuatannya, air mukanya berubah hebat lalu serunya dengan kaget. "Aaah, mana pedangku.-? Mana Jit hoa kiam itu?! Wajahnya berubah menjadi pucat pasi, peluh dingin bercucuran deras dengan perasaan gelisah dia celingukan kesana ke-mari. Lan See-giok sendiripun merasa terkejut, tapi dia tahu pedang mestika itu tentu sudah terjatuh ke dalam jurang biar begitu, dia mencoba untuk memeriksa di sekitar sana, jangan-jangan pedang itu tidak sampai ter-jatuh ke dasar jurang? Pada saat itulah dari atas permukaan ju-rang kedengaran Oh Li cu sedang berteriak dengan rasa terkejut bercampur gembira. "Adik Giok, apakah kau terluka?" Dalam gelisahnya Lan See-giok menengok ke atas, di bawah sinar api yang membara dia melihat bayangan tubuh Oh Li cu dan Tok Nio-cu yang berdiri di tepi jurang. dia pun melihat bagaimana Oh Li-cu berjalan mondar mandir di sekeliling jurang, tampak nya dia seperti hendak menyusulnya ke bawah. Menjumpai hal ini, buru-buru dia berteriak lagi dengan perasaan gelisah. "Aku tidak terluka dan kalian tak usah tu-run, aku bisa berusaha untuk naik ke atas" Waktu itu, Si Cay-soat sudah dicekam perasaan gugup dan kalut, ia sama sekali tak berniat lagi untuk mencari tahu siapakah yang berbicara di atas, kepada Lan See-giok kembali katanya dengan gelisah. "Engkoh Giok, aku hendak turun ke bawah untuk mencari pedang .... Lan See-giok cukup mengetahui akan asal usul pedang Jit-hoa-kiam tersebut, apalagi merupakan pemberian gurunya, tentu saja senjata tersebut tak boleh sampai hilang.

450

"Baik, kutemani kau turun ke bawah sana ayo berangkat" sahutnya manggut-manggut. Dengan cepat dia melepaskan senjata gurdi emasnya lalu dililitkan pada pinggang nya. Sementara itu Si Cay-soat sudah melayang turun ke bawah, ia melayang turun di atas sebuah batu tonjolan berapa kaki di bawah sana. Lan See giok memang mempercayai ke-bo-lehan ilmu meringankan tubuh yang di-miliki adik Soatnya, biar lebih berbahaya pun keadaan medannya tak bakal akan menyulit-kan dirinya. Biarpun begitu, dia toh berkata juga de-ngan penuh kekuatiran. "Adik Soat, kau mesti berhati hati, biar aku saja yang turun lebih dulu!` Tenaga sakti Hud Kong sin kang yang di-milikinya dengan cepat disalurkan me-ngeli-lingi seluruh badan, lalu sambil mengebas-kan sepasang ujung bajunya, dengan jurus naga sakti masuk ke samudra, dengan kaki di atas kepala di bawah, dia meluncur ke dasar jurang. Tatkala melalui batu tonjolan dimana Si Cay soat sekarang berdiri, Lan See giok sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya, hanya secara tibatiba saja dia merubah posisi badannya sambil mengebas-kan kembali ujung bajunya ke arah batu tonjolan tersebut, Dengan demikian posisinya sekarang ter-balik, kakinya kembali berada di bawah de-ngan kepalanya di atas, kemudian melanjut-kan luncurannya menuju ke atas batu tonjo-lan lain yang berada di bawah. Tiba di atas batu tonjolan yang dimaksud, pemuda tersebut menjejakkan lagi kakinya dan melanjutkan gerakan meluncurnya menuju ke bawah... Suara gemuruhnya air di dasar jurang mulai kedengaran sangat memekikkan telinga, hawa dingin yang merasuk tulang dan menyayat kulit mulai menyerang seluruh tubuhnya. Berhubung kobaran api di atas tebing sa-ngat besar sehingga langitpun menjadi merah membara, lamat-lamat pemandangan di dasar jurang itu dapat terlihat dengan jelas, apalagi Lan See-giok dan Si Cay soat- berdua memiliki ketajaman mata yang jauh melebihi orang biasa. tentu saja mereka dapat melihat keadaan di sekitar situ bagai kan ditengah hari saja" Kedalaman jurang itu mencapai ratusan kaki lebih, dengan gerakan tubuh yang sa-ngat cepat Lan See-giok tiba lebih dulu di tepi jurang berisi air tadi: Dengan berdiri di atas batuan karang, pe-muda itu mencoba untuk memeriksa keadaan di sekitar sana. Hampir semua permukaan dasar jurang itu dipenuhi aneka batuan karang yang besar lagi tajam. airpun mengalir sangat deras, sedemikian derasnya sampai bunga air mun-crat setinggi satu kaki, hawa dingin yang mencekam

451

dan bsuara air yang jgemuruh me-mekigkkan telinga tebrasa merupakan suatu siksaan yang berat. Kedalaman air tidak terlalu dalam, tapi ke-cepatan arusnya luar biasa sekali, dari balik air itulah terlihat bayangan bersinar berki-lauan, tidak diketahui bendakah atau ikankah? Pads saat itulah bayangan merah berkele-bat lewat, Si Cay soat telah melayang turun pula ke atas sebuah batuan karang di tepi jurang tersebut. Sebagaimana tempat-tempat yang sepan-jang tahun tidak terkena cahaya mata-hari, tidak heran kalau permukaan jurang itu di liputi oleh lumut yang tebal, ditambah lagi arus air yang begitu deras. hal tersebut membuat permukaan batu menjadi sangat licin. Si Cay soat tidak menduga sampai ke situ, karena kegegabahannya, tiba -tiba saja gadis itu menjerit tertahan dan tubuhnya tergelin-cir masuk ke dalam air. Lan See-giok menjadi terkejut, sambil membentak tubuhnya meluncur ke muka dan terjun ke air dengan cepat dia menarik tubuh Si Cay soat yang mulai terseret arus itu. Si Cay goat tidak berdiam diri, setelah tubuhnya tertarik oleh sang pemuda, ia mulai berenang mengikuti arus menuju ke tepian. Sebagaimana diketahui, Lan See-giok me-ngenakan pakaian yang terbuat dari ulat su-tera langit, sebuah pakaian yang berkhasiat ganda, hal ini membuatnya sama sekali tidak merasa kedinginan. Biarpun begitu, tatkala tangannya me-nyentuh air tersebut, terasa juga betapa di-nginnya sehingga sakit bagaikan disayat sayat pisau dengan cepat dia menjadi paham apa sebabnya Si Cay soat hanya membung-kam diri sambil berenang dengan sekuat tenaga menuju ke tepian. rupanya dia merasa kesakitan karena rasa dingin yang menyayat-nyayat badan. Maka tidak membuang waktu lagi pemuda itu melompat ke depan sambil membentang-kan tangannya, kemudian bergerak mendekati si nona yang masih meronta di dalam air. Beruntung sekali ketika pemuda itu berha-sil mencapai di tempat kejadian. Si Cay- soat yang sudah berapa hari tidak tertidur dan tak sempat makan itu telah jatuh tak sadarkan diri. "Untung pula air di dasar jurang itu tidak terlalu dalam, dengan cepat Lan See-giok merangkul pinggang si nona kemudian melompat ke udara dan melayang turun di atas sebuah batuan karang. Ternyata di belakang bbatu karang dimjana ia berada sgekarang terdapabt sebuah gua. se-waktu diamati, permukaan gua itu nampak menjurus kearah atas.

452

Lan See-giok merasa gelisah sekali. dia merasa perlu untuk menyadarkan Si Cay soat lebih dulu, sementara dia hendak mem-baringkannya ke atas tanah, mendadak dili-hatnya ada sebuah gagang pedang berpita merah tergeletak tak jauh dari sana. Tergerak hatinya melihat hal itu dan cepat-cepat menghampirinya ternyata pedang itu tak lain adalah Jit hoa-kiam yang sedang di-carinya, cuma seluruh tubuh pedang itu ter-benam dibalik batu, ini bisa membuktikan sampai dimanakah ketajaman sen-jata terse-but... Kejut den gembira pemuda itu berseru keras. "Adik Soat, cepat lihat, pedangnya ber-ada di sini." Tapi dengan cepat ia teringat kembali kalau Si Cay soat berada dalam keadaan tak sadar. Pemuda itu semakin terkejut lagi setelah menundukkan kepalanya, menggigil seluruh badannya melihat keadaan si nona. Ternyata bibir Si Cay soat telah berubah menjadi hijau kehitam hitaman, mukanya pucat pias bagaikan kertas, sementara de-ngusan napasnya seolah-olah sudah tak ada lagi. Tak terlukiskan betapa kaget dan paniknya Lan See giok setelah menjumpai ke-adaan itu, dia merasa seluruh jagat se-akan akan ber-putar kencang, matanya terbelalak dan mu-lutnya melongo, badannya menjadi sempo-yongan hampir saja roboh terjengkang. Cepat-cepat dia memusatkan seluruh pikirannya menjadi satu dan cepat berjong-kok gagang pedang digenggamnya erat- erat lalu membetotnya dengan sepenuh tenaga, seperti terbenam dibalik tahu yang empuk, tanpa bersusah payah pedang mestika itu segera tercabut ke luar . Seketika itu juga cahaya tajam memancar ke empat penjuru. hawa dingin yang merasuk tulang pun seketika terusir pergi oleh pan-caran cahaya itu. Lan See giok tidak terlalu memperhatikan keadaan seperti ini, sambil membopong Si Cay soat dan membawa pedang itu buru-buru dia masuk ke dalam gua. Berkat pancaran sinar yang begitu terang dari pedang Jit hoa kiam, seluruh peman-dangan dalam gua tersebut dapat terlihat pula dengan jelas. Ruang gua itu srempit lalu memaznjang, berhubunwg sangat lembabr maka kedua sisi, dindingnya sudah dipenuhi oleh lumut yang tebal. Terpaksa pemuda itu harus melanjutkan langkahnya menuju ke ruang gua yang lebih dalam. Makin lama permukaan gua itu semakin menjorok ke atas, permukaan tanahnya pun semakin mengering. ada yang lebar ada pula yang sempit, tinggi rendahnya juga tak me-nentu.

453

Dalam keadaan begini, Lan See giok hanya ingin secepatnya menyadarkan kembali Si Cay soat, namun meski sudah tiga empat puluh kaki dia menelusuri gua tersebut, ma-sih juga belum ditemukan suatu tempat yang bisu dipakai mereka berdua untuk duduk, hal ini membuatnya makin lama semakin gelisah. Akhirnya habis sudah kesabaran pemuda itu. dia mulai berlarian dengan cepat, tak sampai sepuluh kaki. pemuda itu menjumpai anak-anak tangga terbuat dari alam yang agaknya terbentang menuju ke atas sana, Dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menghentikan langkahnya sambil ber-pikir. "Waah, jangan-jangan gua ini ada penghuni nya? Atau mungkin juga para anggota Tay ang san?" Namun ketika ia mencoba meneliti anak tangga itu, dijumpai debu yang tebal, ini menunjukkan kalau tempat tersebut sudah cukup lama tak pernah dijamah manusia. Berada dalam keadaan begini, tiada waktu lagi baginya untuk berpikir lebih mendalam, cepat-cepat pemuda itu melanjutkan perja-lanannya menuju ke atas. Selisih jarak antara anak tangga yang situ dengan lainnya tidaklah menentu, ada yang selisih lima depa, tapi ada pula yang menca-pai satu kaki, semuanya dirubah menurut keadaan alam yang sesungguhnya. Setelah naik setinggi belasan kaki bera-khirlah anak tangga itu, sekarang dihada-pannya muncul sebuah pintu batu yang ter-buat sangat sederhana. Lan See giok tidak ragu-ragu lagi, sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, dia menempelkan ujung pedangnya di atas pintu lalu pelan-pelan mendorongnya ke belakang, pintu batu itu segera terbuka. Dengan terbukanya pintu itu, segera teren-dus bau harum yang sangat aneh tersiar ke luar dari balik ruangan. Lan See-giok sangat terkejut, bau harum semerbak semacam ini teramat dikenal olehnya, sebab tidak berbeda sama sekali dengan bau harum Leng-sik-giok-ji yang per-nah diberikan gurunya kepadanya ketika ma-sih berada dalam kuburan kuno dulu Dengan sorot mata yang tajam dia awasi ruangan tadi, ruang tersebut kecil sekali hanya mencapai satu kaki, di dalamnya ter-tumpuk kain halus berwarna putih, ada yang tinggi ada yang rendah. ketebalannya tak menentu, yang tinggi hampir mencapai langit-langit ruangan, yang rendahpun men-capai dua depa, kecuali itu tidak nampak benda lainnya. Lan See giok mencoba untuk memeriksa lagi dengan seksama, namun tidak dikete-mukan jalan lain, ia lantas menyimpulkan kalau gua tersebut

454

bisa jadi pernah diguna-kan oleh seorang tokoh silat sebagai tempat pertapaan. Ia kuatir dibalik kain halus tersebut masih terpendam benda lain, maka dia melepaskan sepatunya yang basah kuyup, tapi jubah panjang dan celananya justru tetap kering, tak setetes air pun yang menempel. Lan See giok menjelajahi hampir seluruh permukaan gua itu. ia menemukan adanya daya pantulan yang besar dari bawah kaki-nya, inipun membuktikan kalau lapisan kain itupun bukan kain biasa. Mula-mula pemuda itu menancapkan pedang Jit hoa kiam nya ke atas permukaan dinding, tanpa menimbulkan suara pedang itu melesak sedalam setengah depa, menyu-sul kemudian dia baru membaringkan tubuh si nona ke atas lantai. Di bawah sinar pedang yang terang benderang Lan See giok dapat melihat keadaan Si Cay soat dengan lebih jelas lagi, ia tertegun seketika karena terkejut, rupanya bibir si nona itu sudah menghitam, mukan-ya pucat pasi. tak jauh berbeda seperti sesosok mayat. Ia mencoba untuk meraba pipinyba, sama sekali jtidak terasa adga kehangatan labgi, pakaian ringkasnya yang berwarna merah berada dalam keadaan basah kuyup, hawa dingin yang terpancar ke luar sangat menusuk tulang, untung saja lapisan kain di atas permukaan lantai gua justru meman-carkan kehangatan. Di dalam gelisah dan gugupnya, pemuda itu perlu untuk melepaskan semua pakaian Si Cay soat yang basah kuyup itu kemudian mencari api untuk menghangatkan badan-nya. Di dalam keadaan begini, dia tak berani banyak berpikir lagi, pintu ruangan segera ditutup dan pemuda itu berjongkok di sisi si nona ....... Namun ketika tangannya menyentuh ikat pinggang gadis tersebut, tanpa sadar dia menghentikan perbuatannya. Tapi setelah memandang kembali wajah si nona yang pucat bagaikan mayat itu, teruta-ma sekali bila teringat budi kebaikan yang pernah diterimanya dari gadis tersebut, dia menghela napas sedih dan segera turun ta-ngan melepaskan ikat pinggangnya; Menyusul kemudian pakaian luar yang dikenakan gadis itu juga turut dilepas, se-hingga akhirnya yang masih melekat di tubuhnya cuma kutang dan pakaian dalam yang berwarna merah. Yang terpampang di depan matanya sekarang tak lain adalah sesosok tubuh yang indah dan merangsang hawa napsu. Sambil melepaskan pakaian si gadis, Lan See-giok mengucurkan airmatanya dengan sedih. sebab di mana tangannya menyentuh tubuh si

455

nona. ia tidak merasakan lagi ke-hangatan tubuhnya barang sedikitpun juga. Pemuda itu segera mencoba meraba dada gadis itu, ternyata denyutan jantungnya ma-sih ada, walaupun sudah lemah sekali. Biarpun begitu, namun setitik penghara-pan, segera muncul dalam hati kecilnya, de-ngan cepat pemuda itu menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, dicarinya kain yang pa-ling tebal dari sudut ruangan sana. kemudian dipergunakan untuk menyelimuti tubuh Si Cay-soat yang membugil. Kemudian pemuda itu merasa bahwa pekerjaan pertama yang harus dilakukan sekarang adalah membuat seonggokan api unggun untuk meningkatkan kehangatan dalam ruangan tersebut Tapi. di tempat seperti ini keb manakah dia hajrus mencari bahgan untuk membuabt api unggun? Mendadak satu ingatan melintas kembali di dalam benaknya, sambil melepaskan kaus kakinya yang basah, dia duduk bersila di sisi si nona, hawa murninya segera dihimpun dan disalurkan ke dalam telapak tangannya. dengan sebelah tangan dia meraba dada gadis itu. tangannya yang lain ditempelkan di atas pusarnya. Dalam waktu singkat muncul dua gulung aliran hawa panas yang segera menyusup ke dalam tubuh Si Cay-soat. Selang berapa saat sudah lewat. Tapi Si Cay soat belum juga memperlihatkan tanda- tanda akan mendusin, meski kehangatan tubuhnya mulai bertambah dan tubuhnya mulai hidup kembali, bahkan wajahnya mulai hidup kembali, mulai bersinar dan bibirnya semakin memerah... Lan See giok Sedikitpun tidak putus asa, diangkatnya kain selimut itu kemudian menyusupkan kepalanya ke dalam dengan menempelkan telinga kanannya di atas dada si nona, ditemukan jantung meski berdenyut tapi masih tetap lemah sekali. Pemuda itu mulai berpikir, apa yang harus dilakukannya sekarang agar meningkatkan kehangatan tubuh gadis itu hingga denyutan jantungnya makin kuat dan napas nya makin lancar . . Mendadak sorot matanya terhenti di atas bibirnya Si Cay soat yang merah itu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya. Pemuda itu segera melompat bangun, de-ngan cepat melepaskan senjata gurdinya, lalu mencopot pakaian yang dikenakan, se-sudah itu dia turut menyusup masuk ke dalam balik selimut. Agaknya pemuda ini bermaksud untuk menyalurkan hawa murninya dengan sistim mulut ditempelkan di atas mulut, dengan demikian hawa hangat akan lebih cepat me-masuki tubuh gadis tersebut.

456

Sistim pengobatan semacam ini memang merupakan satu satunya cara pengobatan yang paling manjur, sekalipun begitu cara semacam inipun paling banyak mengham-burkan tenaga, jadi seseorang yang rtidak memiliki ztenaga dalam yawng amat sempurnra, mustahil mereka berani melakukannya ...... Tapi sekarang Lan See-giok justru menum-pukan segenap pengharapannya pada sistim pengobatan tersebut. Maka pertama dia memeluk erat-erat tubuh Si Cay-soat yang sudah mulai menghangat itu, kemudian tangan sebelah di tempelkan di atas jalan darah Ki-hay hiat, sementara tangan yang lain ditempelkan di atas jalan darah Mia-bun-hiat setelah itu dengan bibir menempel di atas bibir, ia mulai mengerahkan tenaga murninya. Tiga gulung aliran hawa panas serentak menyusup ke dalam tubuh si Cay soat, se-gulung hawa aliran panas menyusup ke dalam nadi Jin meh dan segulung lagi me-nembus Tok-meh sementara aliran panas yang masuk melalui bibir langsung mencapai isi perut. Dalam waktu singkat seluruh badan Si Cay-soat telah menjadi hangat sekali. Seperminuman teh sudah lewat, panas badan Lan See-giok semakin meningkat hingga mencapai titik didih, peluh telah membasahi seluruh tubuhnya, sementara dengusan napas Si Cay soat juga mulai kedengaran, malah peluh mulai bercucuran pula dari tubuhnya, Lewat berapa soat lagi, Lan See giok mulai kehabisan tenaga, selain saluran hawa murni nya mulai tersendat sendat, diapun mulai pusing dan terasa penat sekali, Sementara itu Si Cay-soat berada dalam pelukannya meski sudah mulai bernapas namun masih juga belum membuka mata-nya. Lan See-giok menjadi gugup, jantungnya berdebar semakin keras sementara rasa pusingnya kian lama kian bertambah berat, Mendadak ... . Bau harum semerbak yang selama ini ter-simpan di dalam darahnya, sekali lagi timbul dan menyelimuti rongga mulutnya, tapi pada saat itu pula Si Cay soat merintih dan pelan-pelan membuka matanya kembali." Hawa murni di tubuh Lan See giok segera membuyar, hampir saja ia roboh tak sadar-kan diri, sedemikian penatnya pemuda itu sampai dia harus menyandarkan kepalanya di atas wajah gadis itu, kemudian hawa murninya mulai diatur kembali dengan ha-rapan kondisi badannya dapat pulih kembali dalam waktu singkat.

457

Si Cay soat pelan-pelan membuka mata-nya, memandang sekejap keadaan sekeliling-nya dengan ragu, kemudian memejamkan matanya kembali. Kesadaran yang semula menghilang lambat laun pulih kembali, gadis itu mulai ter-ingat bagaimana ia tercebur ke dalam air, bagai-mana hawa dingin yang merasuk tulang menyerang seluruh badannya, lalu bagai-mana dia berusaha keras untuk berenang mencapai tepian. Tapi disaat itulah ia merasa jantungnya amat sakit seperti di sayat-sayat pisau dan akhirnya apa yang kemudian terjadi tidak diketahui lagi olehnya. Ketika sekali lagi dia membuka matanya, ditemukan engkoh Giok yang dicintainya berada di atas tubuh sendiri sambil meme-luknya erat-erat, seluruh badannya terasa hangat, dari atas sampai bawah seperti ter-tutup oleh selimut tebal. Tiba-tiba.... Paras mukanya berubah hebat, jantungnya berdebar sangat keras dan saking kagetnya hampir saja ia menjerit tertahan. Rupanya dia menemukan tubuhnya yang dipeluk Lan See giok dan ditindihi olehnya sekarang berada dalam keadaan telanjang. Akan tetapi setelah diketahui bahwa eng-koh Gioknya masih mengenakan pakaian dalam, gadis itu baru merasa tenang. apalagi setelah ia mencoba merasakan bagian ter-tentu tubuhnya apakah ada gejala aneh atau sakit. ternyata tidak ditemukan hal yang mencurigakan, gadis itu semakin lega. Ketika gadis itu mencoba untuk memper-hatikan Lan See-giok lagi yang masih meme-luknya, ternyata pemuda itu sudah tertidur. Tanpa terasa ia membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sewaktu sadar tadi, ia merasa pemuda itu seolah-olah se-dang menciumnya, tapi sesudah melihat wa-jahnya yang pucat, peluh yang membasahi tubuhnya serta kondisi tubuhnya yang begitu lemah tak bertenaga, dengan cepat gadis itu menyadari apa gerangan yang telah terjadi. Sudah pasti demi menyelamatkan jiwanya pemuda itu telah mengorbankan banyak sekali tenaga dalamnya. Berpikir sampai di situ, air mbata keharuan sejgera bercucurang ke luar, ia bebrtambah menyesal lagi bila teringat akan dugaannya semula bahwa pemuda itu telah memperko-sanya, ia menegur diri sendiri yang dikata-kan menuduh yang bukan- bukan. Gadis tersebut mulai bertanya kepada diri sendiri. "Benarkah aku sangat mencintai si anak muda itu? Kalau toh aku sangat mencintai-nya, bukankah aku bersedia mengorbankan segala-galanya untuk demi engkoh Giok . Asal ia bisa gembira, bukankah aku pernah

458

bersumpah akan mempersembahkan segala sesuatu untuk-nya, termasuk kesucian badanku? Yaa, aku bersedia, menemaninya sepanjang masa, aku bersedia melahirkan anak untuknya menjadi seorang istri yang paling setia .... bila aku tidak menjadi istri-nya, mana mungkin aku bisa melahirkan anak untuk engkoh Giok . .. ?" Tatkala ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, gadis itu segera merasakan mem-baranya cinta yang muncul dari hati kecilnya, semua rasa takut dan malu hilang lenyap se-ketika. sementara tubuhnya yang semula sudah digeserkan ke samping, kini malah didekap kan makin keras di atas tubuh pemuda itu, dengan tangannya yang lemah ia membantu menyeka peluh di tubuh See giok, selain itu dengan bibirnya yang kecil mungil. ia men-cium wajah sang pemuda yang tampan, ma-tanya yang terpejam, hidungnya yang man-cung serta bibirnya yang mengering. Sementara itu Lan See giok telah selesai bersemedi, dia hanya merasa penat sekali. tapi begitu diciumi oleh si nona, jantung-nya bergetar keras, dalam keadaan demikian pe-muda tersebut hanya ingin membuka mata secepatnya. Kemudian ia menjumpai titik air mata membasahi gadis itu, senyuman jengah menghiasi bibirnya yang merah merekah. Menyaksikan kesemuanya itu, pemuda itu segera menyaksikan timbulnya segulung hawa panas yang muncul dari pusar dan segera menyebar ke seluruh bagian tubuhnya. Pemuda itu tak tahan kemudian tanpa sa-dar ia balas memeluk adik Soat nya kencang-kencang. sementara seluruh rasa penat di badan hilang lenyap seketika Waktu itu. kendatipun Si Cay soat telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menjadi seorang istri yang setia, toh tak urung dia dibikin terkejut sekali setelah dipeluk pemuda itu erat-erat, saking kaget nyba gadis itu samjpai berubah mukga dan menjerit btertahan . . . Jeritan itu membuat Lan See giok terkejut, ia merasa bagaikan disambar geledek di siang hari bolong, rasa menyesal segera muncul dari hatinya hingga tanpa terasa dia menyu-supkan kepalanya di balik kain selimut. Si Cay- soat baru terkejut setelah melihat keadaan pemuda itu, ia menjadi menyesal setengah mati. Cepat-cepat ia menempelkan tubuhnya di atas tubuh sang pemuda, lalu dengan wajah tersipu sipu malu, tanyanya lirih: "Engkoh Giok. apakah kau ingin---"

459

Lan See-giok menutupi wajah sendiri de-ngan kedua belah tangan, kemudian meng-gelengkan kepalanya berulang kali dengan penuh penyesalan... Si Say soat sedih sekali, ia sadar jeritan kagetnya tadi telah menyinggung perasaan pemuda itu, namun ia bertekad akan beru-saha membangkitkan kembali rasa gembira pemuda itu. Maka bagaikan anak yang manja, dia menyusupkan tubuhnya ke dalam pelukan pe-muda itu, kemudian ujarnya dengan lem-but penuh perasaan cinta kasih: "Engkoh Giok, kau jangan marah, kau mesti tahu aku sudah menjadi milikmu, ma-sih ingatkah kau ? Ketika hendak turun gunung tempo dulu, kau pernah berkata kepadaku bahwa kesungguhan hatimu disaksikan oleh Thian?" Lan gee giok tetap menutupi, wajahnya dengan ke dua belah tangan, namun ia toh mengangguk berulang kali. Si Cay soat mencium pipi pemuda itu de-ngan hangat dan mesra. kembali ujar nya dengan lembut: "Engkoh Giok" aku bersedia melayani ke-mauanmu, asal kau senang aku....aku.... su-dah siap menyambutmu sekarang juga--" Lane See giok merasa terharu, malu ber-campur terima kasih yang tak terhingga, na-mun ia tetap menggelengkan kepalanya: Si Cay soat semakin sedih, dia mengira pemuda itu tidak bersedia memaafkannya, maka tanyanya lagi pedih, "Engkoh giok, arpakah kau tidakz mencintai-ku?"w Lan See giok rsegera mengetahui kalau gadis itu salah paham, serta merta dipeluk-nya gadis tersebut semakin kencang, lalu bisiknya dengan lirih: "Aku bersedia--cuma aku merasa amat penat" Mendengar kata "aku bersedia ". Si Cay soat merasakan jantungnya segera berdebar keras, wajahnya berubah - menjadi merah membara, tapi setelah mendengar kata "aku penat". ia berbisik kembali. Kalau begitu, mari kita tidur sejenak:" Tiba-tiba gadis itu seperti teringat akan se-suatu, setelah menghela napas panjang. kembali ujarnya sedih. "Nasibku memang sangat buruk, agaknya aku tidak berjodoh untuk mempergunakan pedang mestika itu. lain kali--" Sebelum gadis itu menyelesaikan kata ka-tanya, Lan See giok telah menongolkan kepalanya sambil berseru cepat. "Adik Soat, coba kau lihat!" Sambil berkata ia lantas menunjuk ke arah pedang Jit boa loam yang berada di atas.

460

Dengan perasaan ingin tahu Si Cay soat berpaling. apa yang terlihat membuatnya segera melompat bangun karena terkejut ber-campur gembira Namun ketika ia merasa tubuhnya terhem-bus angin dingin, gadis itu baru sadar bahwa ia berada dalam keadaan bugil, sambil men-jerit kaget, cepatcepat dia mengguling-kan tubuhnya lagi ke dalam pelukan sang pemu-da. Menjumpai sikap dan gerak gerik si nona yang kaget dan panik, Lan See giok tak bisa menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa terbahak bahak. Sebetulnya Si Cay soat merasa gembira sekali sampai lupa daratan sehubungan ia melihat pedang mestikanya Jit hoa kiam ber-hasil ditemukan kembali. Tapi setelah ditertawakan oleh Lan See giok, dia menjadi malu sekali tak tahan dicu-bitnya paha pemuda itu keras-keras. Lan See giok segera menjerit kesakitan dan segera menggelinding ke samping. Sekali lagi Si Cay coat menongolkan kepalanya sambil bertanya kemalumaluan: "Engkoh giok, bagaimana caramu mene-mukan pedangku itu?" "Pedang tersebut kujumpai, di atas batu cadas di mulut gua sana... Berbicara soal gua. Si Cay soat baru ter-ingat kalau mereka sedang berada di sebuah ruang gua, matanya segera bergerak menga-wasi sekeliling tempat itu. Tiba-tiba ia menemukan sebuah botol kecil berwarna hijau terletak di langit-langit rua-ngan pada ujung sebelah kiri. Ketika diendusnya, terasa bau harum se-merbak tersiar sampai dimanamana, dan bau harum semacam ini mirip sekali dengan bau Leng-sik-giokji yang pernah diberikan kepadanya dari gurunya dulu. Karena itu sambil menunjuk kearah botol kecil di sudut ruangan tersebut, seru nya terkejut: "Engkoh giok, cepat kau ambil botol kecil itu!" Dengan perasaan tak mengerti Lan See giok berpaling dan berjalan mendekatinya, sewaktu botol kecil itu di kocok, terasa bau harum yang sangat tajam tersiar sampai di seluruh ruangan. Sambil mengendus bau harum yang se-merbak itu, Si Cay soat segera berseru de-ngan rasa terkejut bercampur gembira. "Ya, benar, agaknya apa yang kuduga me-mang tak salah lagi, cepat bawa kemari akan kulihat berapa tetes cairan yang terdapat di dalamnya."

461

Sambil berkata buru-buru dia bangkit dan duduk, dipakainya kain untuk menutupi bagian dadanya, tapi bahunya yang putih dan tangannya yang telanjang terlihat jelas sekali. Buru-buru Lan See giok menyerabhkan botol kecijl itu kepada Sig Caysoat, kemubdian tanyanya tidak mengerti: "Adik Soat, kau bilang apa isi botol terse-but?" "Cairan mestika Leng si giok ji" jawab Si Cay-soat gembira, tanpa raguragu. "Apa? Masa benar Leng si giok ji?" seru Lan See-giok lagi dengan perasaan terkejut. Cepat-cepat dia menghampiri nona itu dan memeriksa isi botol porselen tadi, Di dalam botol kecil itu nampak berisikan cairan hijau yang agak kental, paling tidak isinya mencapai puluhan tetes. Dengan perasaan terkejut bercampur ke-heranan kembali, Si Cay-soat berseru: "Aaah, mungkin cairan tersebut sudah seratus tahun lebih usianya..." Ketika dilihatnya- pemuda itu rada tidak percaya, kembali gadis itu menjelaskan. "Bayangkan saja, setiap tetes membutuh-kan waktu sepuluh tahun, padahal berapa banyak isi botol tersebut, bukankah berarti isi botol tersebut sudah berusia ratusan ta-hun?" `Mendengar penjelasan mana, Lan See giok mengangguk berulang kali, kemudian untuk beberapa saat lamanya dia jadi termenung. Entah berapa saat lamanya sudah lewat, mendadak Si Cay-coat menegur dengan kehe-ranan: "Engkoh Giok, apa yang sedang kau pikir kan?" Pertanyaan tersebut segera membuat anak muda itu sadar kembali, sahutnya kemudian: "Aku sedang berpikir, apa sebabnya kau bisa mengejar sampai di Tay-angsan ini se-cara tiba-tiba!". Si Cay-soat tahu, pemuda itu mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan, tapi per-soalan tersebut memang merupakan masalah yang hendak dijelaskan kepada Lan See giok maka dengan wajah amat murung katanya. "Keesokan harinya setelah keberangkatan mu, naga sakti pembalik sungai Thio loko telah datang...." "Apakah dia membawa kabar tentang suhu?" tanya pemuda itu dengan perasaan bergetar keras.

462

Si Cay soat menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan wajah sedih. "Tidak..., sewaktu Thio loko mendengar kau telah turun gunung, dia hanya bisa mendepak depakkan kakinya berulang kalib dengan perasaajn gelisah. ketigka aku dan adikb Gou bertanya kepadanya mengapa. dia tidak menjawab, akhirnya dia mendesak kepada kami untuk turun gunung mengejar dirimu? "Mengapa?" tanya Lan See giok tidak habis mengerti. Si Cay soat menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tampaknya Thio loko merasa kurang be-bas untuk menjelaskan kepada kami, aku-pun lantas bertanya kepadanya apakah Hu-yong siancu dari enci Cian telah menjumpai musibah .. .." Lan see giok sangat terkejut oleh perkataan mana, saking kagetnya sekujur badan sam-pai gemetar keras, tanyanya tanpa terasa, "Sungguh kah perkataanmu itu?" Tampaknya Si Cay soat tidak berani mem-bohongi pemuda itu, secara jujur sahut nya. "Tapi Thio loko sama sekali tidak mem-beri penjelasan, jika dilihat dari perubahan mimik wajahnya serta kesedihan yang men-cekam sorot matanya, bisa diketahui bahwa ia telah mengalami banyak percobaan berat." Apakah sampai sekarang Thio loko masih berada di atas puncak?" sela Lan See giok dengan perasaan gelisah. Sambil berkata dia mengambil pakaian milik Si Cay-Coat yang selesai dikeringkan dan diberikan kepada gadis itu, sementara is sendiri mengenakan bajunya. "Thio loko dan Thi-gou berangkat ke Pek ho-cay. "Si Cay-soat menjelaskan sambil menerima pakaiannya," sementara aku be-rangkat ke Tay-ang-san seorang diri, di dalam anggapannya selama setengah bulan ini kau pasti berada diantara ke dua tempat tersebut, secara khusus Thio Loko berpesan kepadaku, entah kau ditemukan atau tidak, aku harus selekasnya pulang ke kampung nelayan di tepi Phoa-yang-oh untuk menjumpainya. Sementara pembicaraan berlangsung, mereka selesai berpakaian, Lan See giok juga telah melilitkan senjata gurdi emasnya di pinggang. Si Cay soat bagaikan seorang istri yang saleh, secara khusus membantu Lan- See giok mengenakan jubah panjangnya, bahkan membantunya pula menyisir rambutnya yang kusut. Sayang sekali Lan See-giok sedang murung dan bingung sehingga ia tidak berminat sama sekali untuk merasakanr kasih sayangnyza itu.

463

Sebab dwia sedang memutrar otak sambil mencari akal bagaimana bisa menemukan si Beruang berlengan tunggal secepatnya, ke-mudian pulang ke telaga Phoa yang -oh, yang paling dikuatirkan olehnya adalah jika bibi Wan dan enci Cian nya sampai menjumpai musibah. Lan See-giok tidak percaya kalau si naga sakti pembalik sungai, tidak menerangkan duduk persoalan yang sebenarnya kepada gadis itu, dalam anggapannya Si Cay-soat memang sengaja hendak mengelabuhinya, agar dia tak usah kelewat gelisah, Tapi, bukanlah tianglo Bu tong pay, Keng hian sian tiang sudah tiga tahun lamanya hidup, mengasingkan diri? Bagaimana mungkin tosu tersebut bisa membawakan surat dari gurunya? Tentang persoalan ini, dia sendiri pun tak ingin menjelaskan kepada Si Cay soat terlalu awal. Si Cay soat kembali menelan dua tetes Leng sik giok ji, sekarang hawa murninya te-lah pulih kembali, semua rasa penat terusir ke luar dari dalam tubuhnya, ia kelihatan bertambah cantik, menarik dan mentereng. Buru-buru Lan See giok mengenakan se-patunya, kemudian mencabut pedang Jit hoa kiam dari atas dinding, setelah itu dengan langkah tergesa gesa dia menarik tangan Si Cay soat sambil serunya. "Aku akan membawa pedang ini sebagai pembuka jalan, ikutilah aku di belakang." Dengan cepat mereka berdua meninggal-kan ruangan itu serta menutup kembali pintunya. "Engkoh Giok, apakah kita akan berangkat ke Phoa yang oh?" tanya si nona kemudian tidak mengerti. "Tidak!" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu, "setelah sampai di Tay ang san bagai-manapun juga kita harus mencari si Beruang berlengan tunggal sampai ketemu" Sementara berbicara, mereka berdua su-dah melayang turun, dalam waktu singkat mereka telah sampai di luar gua. Butiran air memercik deras di luar gua dan membentuk kabut yang tebal, hal ini mem-buat kedua orang muda-mudi itu sulit meli-hat keadaan cuaca, tapi berdasarkan seper-cik sinar yang sempat menembusi jurang da-pat diduga fajar telah menyingsing. Lan See-giok menyerahkan pedangnya kepada Si Cay-soat, lalu mendongakkan kepalanya memeriksa sekejap keadaan di seputar sana, sesudah itu dia menghimpun tenaga dalamnya dan melejit lebih dulu ke atas, Buru-buru Si Cay soat masukkan pedangnya ke dalam sarung, kemudian me nyusul di belakangnya.

464

Dengan diteguknya leng sik-giok-ji oleh kedua orang muda mudi itu, boleh dibilang tenaga dalam yang dimiliki kedua orang tersebut telah peroleh kemajuan yang pesat, terutama sekali untuk Si Cay soat, kemajuan yang berhasil dicapainya sungguh luar biasa, Dengan gerakan tubuh seenteng burung walet, ke dua orang itu melayang ke udara dan dalam sekejap mata mereka telah mun-cul dari balik kabut. Mereka berdua segera merasakan panda-ngan matanya menjadi silau, pemandangan di atas tebing terlihat jelas, langit nan biru dan sepercik sinar sang surya yang lembut memancarkan cahayanya ke empat penjuru, saat itu sudah merupakan fajar keesokan harinya. Sekejap kemudian mereka telah sampai di atas permukaan tebing, saat itu asap putih masih mengepul dari arah puncak, namun kebakaran telah padam. Lan See giok berpaling sambil memeriksa sekejap keadaan di tebing seberang, suasana di situ sunyi senyap dan tak kedengaran sedikit suarapun, Oh Li cu serta Tok Nio-cu juga tak kelihatan lagi, dia yakin mereka tentu sudah kembali ke Tiang siu tian. Dari sikap si anak muda itu, Si Cay soat segera teringat pula akan isak tangis dari seorang gadis yang didengarnya semalam, tanyanya kemudian dengan nada tak mengerti: "Engkoh Giok, siapa sih nona yang menangisimu di atas tebing semalam----?" -ooo0oooBAB 22 LAN SEE GIOK sudah berapa kali berpe-ngalaman menghadapi adik Soat nya cembu-ru, betul pertanyaan yang diajukan olehnya sekarang amat datar dan biasa, namun dia yakin dihati kecilnya tentu terdapat benih-benih cemburu Karenanya dengan suara hambar jawab-nya: "Yang seorang adalah Oh Li cu, putri Oh Tin san, sedangkan yang lain adalah Tok Nio-cu, istri Pek ho caycu!". Si Cay soat merasa tidak habis mengerti, -masalah Oh Li-cu memang pernah didengar-nya dari penjelasan engkoh Giok, tapi me-ngapa pula Tok Nio-cu turut datang ber-samanya ke Tay ang san? Terdorong oleh rasa ingin tahu. ia bertanya kembali. "Tok Nio-cu itu - -" Sembari memeriksa keadaan di sekitar te-bing cepat-cepat Lan See giok menerangkan: "Tok Nio-cu adalah kakak kandung Oh Li cu, Tok Nio-cu datang ke Tay ang san gara-gara penghianatan si harimau berkaki cebol, seorang anak

465

buahnya yang kabur dan kini mendapat perlindungan dari Beruang berlengan tunggal,,.." Belum selesai penjelasan tersebut diberi-kan, dari antara dua bukit di sebelah kanan mendadak terdengar suara bentakan nyaring. Berkilat sepasang mata Lan See giok, ce-pat-cepat serunya. "Aai"" mereka belum pergi, ayo kita kejar mereka!" Sembari berkata, tubuhnya bagaikan se-gulung asap segera menerjang ke depan. Si Cay soat tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, diapun tidak habis mengerti mengapa Tok Nio-cu bisa menjadi kakak kandung Oh li cu dan siapa pula, si harimau berkaki cebol itu. walaupun demikian tanpa mengucapkan sepatah katapun diikutinya pemuda itu menuju ke depan sana. Mereka berdua melalui hutan yang lebat dengan aneka batuan cadas, kemudian di depan situ dijumpainya sebuah lembah hijau yang luasnya mencapai dua-tiga ratusan kaki persegi. Di empat sekeliling lembah tadi tumbuh aneka bambu dan pohon siong, sedangkan dibagian tengah merupakan sebuah daratan datar, suatu tempat yang baik sekali untuk tempat latihan silat." Ditengah lembah terdapat ratusan orang lelaki kekar berpakaian ringkas yang me-la-kukan pengepungan dengan senjata terhu-nus, mereka sedang memusatkan semua perhatiannya mengikuti jalannya pertaru-ngan ditengah arena. Oh Li cu dengan rambut terurai kalut se-dang memainkan pedangnya bertarung me-lawan enam orang lelaki kekar berpakaian ringkas, bajunya sudah compang camping dengan beberapa lubang di sana sini, posisi nya amat kritis. Tak jauh dari arena pertarungan, pada sudut sebelah utara tanah lapang, ber-diri berjajar lima orang manusia yang rata-rata berwajah buas dan menyeramkan. Senyuman menyeringai menghiasi ujung bibir masing-masing, mereka sedang menga-wasi pertarungan antara ke enam lelaki kekar itu melawan Oh Li cu. Diantaranya merupakan seorang hwesio pendek yang bertubuh gemuk, beralis tebal, mata besar, hidung besar dan mulut lebar, senjata yang dibawa berupa sebuah tongkat berwarna hitam pekat. Orang yang berada di sisi kirinya adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan serta seorang nikou tua, si kakek bertubuh ceking, berbaju hitam, mata cekung, kening cembung dan bersenjatakan sebuah golok besar.

466

Sementara si nikou berusia enam puluh tahunan. bermulut lancip, mata tikus, hidung menghadap ke atas serta mengena-kan jubah putih, ia memegang senjata giok ji gi. Dari sinar matanya yang memancar kan cahaya tajam, bisa diduga bahwa ia bukan terhitung seorang murid Buddha yang saleh. Di sebelah kirinya merupakan seorang le-laki kekar berpakaian ringkas warna biru, di sisinya lagi adalah seorang pemuda berusia dua puluh delapan-sembilan tahun-an yang mengenakan pakaian ringkas warna merah. Kalau si lelaki kekar itu beralis tebal ber-muka merah dan membawa sepasang kam-pak, maka sang pemuda berbaju merah itu bert-ubuh ceking, dan berwajah bersih, sepasang mata cabulnya tiada hentinya menoleh ke belakang. Di belakang kelima orang itu masih berdiri puluhan lelaki bersenjata lengkap, mer-eka berdandan sebangsa kaum hiangcu, ini ber-arti lima orang yang berada didepannya adalah para caycu dari lima bukit sebelah selatan. Dengan cepat Lan See-giok meman-dang sekejap ke seluruh lembah tersebut, namun anehnya ia tidak melihat Tok Nio-cu. Setelah maju ke depan beberapa kaki lagi, pemuda itu baru terperanjat, dilihatnya pe-muda berpipi bersih itu rupanya sedang the mengawasi Tok Nio-cu yang terikat kencang. Si anak muda itu benar-benar tidak habis mengerti, Tok Nio-cu adalah seorang jagoan perempuan yang nama besarnya sudah ter-masyhur sampai di mana-mana terutama sekali ke enam macam senjata rahasia beracun yang hebat. mengapa ia justru ter-tawan musuh? Dalam pada itu. Tok Nio-cu dibelenggu di belakang kelima orang caycu tersebut saking mendongkolnya paras muka perempuan itu sudah berubah menjadi hijau membesi gigi-nya digertak kencang-kencang sedangkan sinar matanya memancarkan cahaya yang menggidikkan hati, sudah jelas kemarahan-nya sudah mencapai puncaknya. Dalam waktu singkat Lan See giok sudah melihat dengan jelas keadaan dalam lembah itu, meski Oh Li-cu berada dalam keadaan kritis, namun jiwanya belum sampai teran-cam, karena tujuan kelima orang caycu itu agaknya hendak menangkap musuh dalam keadaan hidup-hidup. DIANTARA kelima orang tersebut, yang paling menyolok adalah si hwesio gemuk pendek itu, sepasang matanya yang sedang mengikuti jalannya pertarungan mencorong kan sinar cabul. sudah pasti orang itu, adalah seorang pendeta cabul. Oleh karena tak ingin mengejutkan ka-wa-nan lelaki kekar yang mengepung di sekeli-ling tempat itu. Lan See giok bertindak sa-ngat hati-

467

hati, dengan gerakan ombak pan-jang bagaikan awan, dia melejit ke udara melewati atas kepala kawanan lelaki itu, ke-mudian melayang turun di tengah lembah tersebut. Tanpa menimbulkan suara barang sedikit-pun juga Si Cay soat mengikuti di be-lakang pemuda itu dengan gerakan burung hong bermain di awan .... Begitu mereka berdua melejit ke udara, perbuatan tersebut segera diketahui oleh ke-lima orang caycu tersebut, sepuluh buah so-rot mata mereka bersama sama dialihkan kemari. Sambil melayang turun ke atas tanah, Lan See-giok segera membentak keras: "Tahan...!" Ditengah bentakan nyaring, tubuhnya se-cepat kilat meluncur ke depan, diantara berkibarnya jubah biru, ia telah tiba di depan ke enam orang lelaki yang sedang mengeru-buti Oh Li-cu itu. Menyusul kemudian bayangan merah berkelebat lewat, Si Cay-soat mengikuti di belakangnya. Kehadiran dua orang muda mudi itu segera mengejutkan ratusan orang lelaki kekar yang berkerumun di sekitar situ, namun berhu-bung Lan See giok dan Si Cay-soat berada di depan ke lima orang caycu. maka tak seorangpun yang berani membidikan anak panahnya. Ke enam orang lelaki yang mengerubuti Oh Li cu juga dibikin terkejut oleh suara benta-kan Lan See-giok yang menggeledek itu, sedemikian kerasnya suara bentakan itu sampai mereka mundur dengan sempoyo-ngan, kepalanya pusing, matanya berkunang-kunang, masing-masing melangkah mundur sejauh satu kaki lebih. Berjumpa dengan Lan See-giok, Oh Li cu merasa bagaikan bertemu dengan sang suami, , ia segera menjerit sambil menangis. "Adik Giok.-" Sembari menangis dia merentangkan ta-ngannya hendak menubruk ke dalam pelu-kan Lan See giok, namun ketika dilihat-nya seorang gadis cantik berbaju merah berdiri di belakang anak muda tersebut, dengan cepat ia menghentikan langkahnya kemudian menutupi wajah sendiri, sambil menangis tersedu-sedu. Berada dalam keadaan begini, Lan See giok tidak sempat menghibur Oh Li-cu ?, lalu kepada Si Cay soat segera katanya: "Adik Soat, dialah nona Oh, coba kau lihat apakah dia menderita luka". Kemudian dengan langkah cepat dia menghampiri ke lima orang Caycu yang ma-sih berdiri kaget itu.

468

Belum sampai lima langkah Lan See-giok berjalan ke depan, rasa kaget ke enam orang itu sudah lenyap, serentak para hiangcu de-ngan senjata yang berbeda itu membentak keras lalu bersama sama menerjang kearah anak muda itu. Si Cay soat gusar sekali, dia putar perge-langan tangannya sambil meloloskan pedangnya, cahaya tajam segera berkilauan memancar ke luar dari pedang Jit-hoa kiam tersebut. Sesungguhnya tujuan Lan See-giok adalah menyelamatkan Tok Nio-cu dari cengkeraman musuh, maka dengan gerakan yang sangabt cepat serta tjidak nampak gergakan apa yang dbigunakan, tahu-tahu saja ia telah sampai di hadapan kelima orang caycu itu. Ke enam orang hiangcu yang. mencoba mengepung tadi hanya merasakan panda-ngan matanya kabur, tahu-tahu bayangan musuh sudah hilang lenyap. Di dalam kagetnya serentak mereka henti-kan gerakan majunya sambil menarik kem-bali senjatanya . . . . sayang agak ter-lambat! "Traang . . . " Banyak senjata yang saling membentur bergema memecahkan keheningan, ada dua orang hiangcu yang terluka ditangan rekan sendiri, seruan kaget serentak mereka me-ngundurkan diri ke belakang.. Pads hakekatnya lima orang caycu tersebut tidak menyangka kalau Lan See giok mem-punyai gerakan tubuh sedemikian cepat nya Mereka hanya merasakan bayangan biru berkelebat lewat, tahu-tahu saja musuh su-dah berada di depan mata, diiringi jeritan kaget serentak mereka berlima mengundur-kan diri ke belakang . . . Puluhan orang lelaki yang berdiri di bela-kang ke lima prang itu menjadi panik lalu kacau balau tak karuan, serentak mereka membubarkan diri dengan meninggal kan Tok Nio-cu seorang diri di situ. Memanfaatkan kesempatan disaat pihak lawan masih kacau. Lan See giok menerjang maju ke muka dan membangunkan Tok Nio-cu dari atas tanah, tak lama Kemudian Si -Cay soat dan Oh li-cu telah menyusul pula ke situ, sekali Oh li-cu menggerakkan pedang-nya, semua tali yang membelenggu tubuh Tok Nio-cu sudah putus semua. Dengan perasaan menyesal bercampur terima kasih Tok Nio-cu segera berkata: "Adik Giok terima kasih banyak, kau telah menyelamatkan jiwaku.... Lan See giok tertawa ramah. "Nyonya sudah membantuku sebagai pe-tunjuk jalan. budi kebaikanmu itu sangat besar. untuk berterima kasih saja tak cukup mana berani kuterima rasa terima kasihmu!""

469

Tok Nio-cu tahu bahwa Lan See giok masih belum tahu kalau dialah yang telah memo-tong tali penggantung. karenanya dengan bperasaan malu bjercampur menyesgal ia menundukkban kepalannya rendah- rendah. Tentu saja Lan See giok tidak akan tahu mengapa Tok Nio-cu yang sombong, bisa ke-hilangan kecongkakannya, ketika ia menger-ling sekejap ke arahnya di temukan kantung berisi senjata rahasia yang biasanya tergan-tung dipinggang Tok Nio-cu, kini sudah tidak nampak lagi. Dengan cepat dia menjadi paham apa gerangan yang telah terjadi, sambil menengok kearah ke lima orang caycu yang berada berapa kaki dihadapannya sana ia menegur dengan suara dalam: "Siapa yang telah menyerobot kantung senjata rahasia milik nyonya Gui?" Teguran tersebut segera menyandarkan Tok Nio-cu, keningnya berkerut dan mata nya memancarkan sinar tajam, tiba-tiba bentak-nya dengan suara nyaring. "Hoa sam long, serahkan nyawa anjing mu----" Ditengah bentakan, ia langsung menerjang ke arah pemuda berpakaian ringkas warna merah itu---Oh Li-cu terkejut sekali melihat kejadian ini, segera cegahnya. "Cici, hatihati! Dia..." Belum habis seruan itu, tubuhnya te1ah ikut menerjang ke muka-Hoa sam long si pemuda berpakaian ring-kas warna merah itu sudah dibikin terkejut oleh kelihaian ilmu meringankan tubuh mereka. meski demikian, sepasang matanya yang cabul justru mengamati terus wajah Si Cay-soat yang cantik dengan penuh keraku-san. Ketika melihat Tok Nio-cu datang menye-rang seperti orang gila, ia tertawa dingin, ke-mudian ujarnya kepada ketiga orang hiangcu yang berada di belakangnya. "Senjata rahasia milik Tok Nio-cu telah kurampas, ayo cepat kalian bertiga turun tangan untuk meringkusnya" Tiga orang lelaki segera membentak keras sambil maju menyongsong datangnya terka-man dari perempuan itu. Tok Nio-cu sama sekali tidak menggubris datangnya ancaman mana, ia tetap melanjut-kan terkamannya ke arah Hoa-sam-long. Sejak tiba di arena, Si Cay-soat sudah di bikin gusar hatinya oleh pandangan cabul Hoa Sam long. apa lagi setelah mendengar namanya, dia semakin yakin kalau pemuda tersebut bukan lelaki baik. Tatkala rdilihatnya ada ztiga orang lelawki kekar menerjrang Tok Nio-cu bersama sama, sambil tertawa dingin segera bentaknya. "Kalian betul-betul kawanan manusia yang tak tahu malu!"

470

Belum selesai ia berkata, tangannya sudah diayunkan ke depan, tiga titik cahaya tajam langsung menyambar lewat diantara tubuh Tok Nio-cu serta Oh Li-cu langsung mengha-jar badan ketiga orang lelaki yang sedang menerjang tiba. Serangan tersebut cepat sekali. dalam sekali berkelebat tahu-tahu sudah sampai .... Beberapa kali jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheni-ngan, ketiga orang lelaki itu membuang sen-jatanya dan roboh terjengkang ke tanah. Tapi ketiga titik cahaya tajam tersebut ti-dak berhenti sampai di situ saja, setelah me-nebas kutung batok kepala ketiga orang itu, cahaya tajam tadi masih meneruskan gera-kannya meluncur ke depan. . Lan See-giok segera mengerutkan dahinya oleh kejadian itu sedang Si Cay soat tertegun, sementara kawanan jago lihay lainnya sama-sama menjerit tertahan saking kagetnya . Pada saat itulah ditengah arena bergema suara bentakan marah, Hoa Sam long telah melepaskan sebuah serangan dengan mema-kai tali pengikat dewa, semacam tali panjang berwarna kuning yang membentuk sebuah lingkaran gelang. . Benda itu langsung menyambar ke tubuh Tok Nio-cu. Melihat "benda itu. Lan See-giok segera mengerti apa sebabnya Tok Niocu sampai tertawa. Tok Nio-cu sama sekali tidak menggubris atas datangnya jiratan tali tersebut, sambil tertawa dingin dia menghindar dari Hoa--sam-long kemudian menundukkan kepalanya sembari bertekuk pinggang. "Duuusss...! Setitik cahaya biru langsung meluncur ke depan... Lan See-giok baru merasa terkejut setelah melihat peristiwa ini, ia baru tahu bahwa orang persilatan patut merasa segan terha-dap Tok Nio-cu, karena serangan senjata ra-hasia beracunnya memang tak boleh di pandang enteng. Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, Hoa Sam long telah menjerit kesakitan sambil roboh terjengkang ke atas tanah, di atas dadanya tahutahu sudah menancap sebatang anak panah yang panjangnya. men-capai empat inci. Oh li cu yang berada di belakang, Tok Nio-cu cepat membentak keras sambil menga-yunkan pedangnya membabat tali itu, sayang babatannya meleset. akibatnya Tok Nio-cu sekali terbelenggu dan tubuhnya roboh terjengkang..

471

Ke empat orang caycu lainnya tidak menyia nyiakan, kesempatan yang sangat baik ini.. diiringi suara bentakan nyaring, serentak mereka. menerjang ke muka, dengan tujuan membekuk Tok Nio-cu dan dijadikan sebagai sandera, puluhan orang hiangcu lainnya pun segera membubarkan diri dengan maksud mengepung Lan See giok sekalian.. Melihat perbuatan mereka, Lan See giok sangat gusar, sambil membentak ia mener-jang hwesio gemuk pendek itu. Oh Li cu bertarung melawan si nikou tua, sedangkan lelaki berkampak itu membantu si hwesio gemuk mengerubuti Lan See giok. Si Cay soat membentak keras, disertai ca-haya merah yang berkilauan dia langsung menerjang si kakek bergolok. Situasi dalam arena berubah menjadi sa-ngat kalut, ratusan orang lelaki yang mengepung dari kejauhan hanya bisa menga-cungkan senjatanya sembari berteriak teriak. Tok Nio-cu sudah berpengalaman sekali di dalam menghadapi pelbagai pertarungan,. ia tidak ambil diam, tubuhnya menggelinding ke samping untuk menyelamatkan diri, dengan begitu ayunan golok si kakek bergolok itu mengenai sasaran yang kosong. Tiba-tiba sinar merah, menyambar lewat, Si Cay soat telah muncul di depan mata di-mana sinar pedangnya berkelebat, jeritan bngeri yang menyjayat hati berkugmandang memecahbkan keheningan. Sebutir batok kepala tampak mencelat ke udara diiringi semburan darah segar. Si hwesio gemuk juga mendengus tertahan, dadanya kena disodok kepalan tangan Lan See-giok sehingga tubuhnya mundur sempo-yongan, darah segar segera muntah ke luar dari mulutnya. Lan See giok memutar tubuhnya dengan cepat, ujung baju kirinya dikebaskan ke samping.. Lelaki berwajah merah itu segera menjerit kesakitan, sepasang kampaknya mencelat ke udara, belum lagi berdiri tegak, jari tangan Lan See giok sudah menotok jalan darah Pay wi hiatnya. Oh Li-cu bukan tandingan nikou tua itu, dia sudah kena terdesak hingga permainan pedangnya kacau dan tubuhnya melangkah mundur terus menerus ... SI Cay soat yang menjumpai kejadian tersebut segera bersiap sedia membantu Oh Li cu. tapi pada saat itulah tiba-tiba terde-ngar Tok Nio-cu menjerit kaget. Sewaktu gadis itu berpaling, ia saksikan tubuh Tok Nio-cu telah diinjak injak oleh em-pat orang hiangcu. Gadis itu menjadi amat gusar, sambil membentak tubuhnya melejit ke tengah udara.

472

Bersamaan waktunya Si Cay soat melejit ke udara, Lan See giok membentak pula keras-keras, ke lima jari tangan kanannya telah disentilkan ke depan, empat desingan angin tajam langsung menyambar tubuh ke empat hiangcu tersebut "Prakkk, praak, praak, praak . . . " Empat kali dengusan tertahan bergema, ke empat lelaki kekar itu sudah roboh berguling di atas tanah dengan kepala pecah dan isi benak berceceran di atas tanah. Peristiwa ini kontan saja mengecilkan nyali kawanan hiangcu lainnya, pucat pias wajah mereka karena terkejut, sukma serasa mela-yang meninggalkan raganya, tanpa mem-buang waktu mereka sama-sama putar badan dan mengambil langkah seribu. Berkobar hawa napsu membunuh Si Cay soat yang berada di udara setelah melihat hal ini." menggunakan jurus sungai perak membasahi bumi, sebuah jurus serangan dari ilmu pedang Tong kong kiam hoat. Pedangnya disertai cahaya tajam yang menyilaukan mata langsung menyambar ke tubuh beberapa orang hiangcu tersebubt... Dimana cahajya pedangnya begrkelebat le-watb, jeritan ngeri berkumandang susul menyusul, batok kepala beterbangan. darah segar memancur kemana mana. mayat tanpa kepala terkapar di sana sini dalam keadaan yang amat mengerikan. Tok Nio-cu memandang sekejap ratusan pemanah yang mengepung di sekitar arena. kemudian bentaknya keras-keras. "Jangan bunuh orang-orang itu " Lan See-giok juga kuatir mereka dijadikan sasaran pemanah-pemanah itu, serunya ke-mudian kepada Si Cay soat. "Adik Soat, cepat kembali, kita harus me-nemukan Beruang berlengan tunggal sece-patnya." Kata-katanya belum selesai diutarakan, Si Cay soat telah melayang kembali ke posisi semula. Menyaksikan tenaga dalam yang dimiliki Si Cay soat telah peroleh kemajuan yang begitu pesat. Lan See giok tahu bahwa ini disebab-kan gadis itu makan cairan Leng-sik- giok-ji, dia merasa gembira sekali atas hal tersebut. Dalam pada itu si nikou tua tersebut sudah berhasil dikuasai Lan See giok, Oh Li cu juga telah membebaskan Tok Nio-cu dari belenggu, maka dengan Lan See giok mengempit lelaki bermuka merah itu dan Tok Nio-cu mengempit si nikou, mereka melan-jutkan perjalanannya menuju ke bukit yang lebih dalam.

473

Ratusan orang lelaki kekar, yang mengu-rung di sekeliling tempat itu cuma bisa ber-diri termangu mangu bagaikan patung karena terkejut dan takutnya, apalagi kedua orang caycu mereka sudah dibawa oleh Lan See giok sekalian, tentu saja mereka semakin tak berani melepaskan anak panah. Dengan kaburnya puluhan orang lelaki yang mengepung diarah utara, maka terbu-kalah jalan menuju ke mulut lembah sebelah utara. Sambil menuding puncak bukit tertinggi di depan sana, Tok Nio-cu segera berseru kepada Lan See giok. "Adik Giok, si beruang berlengan tunggal telah memperoleh laporan dari mata-mata-nya bahwa aku telah tewas di dasar jurang.. bila kita langsung berangkat ke markas besarnya sekarang, sudah pasti si rberuang berlenzgan tunggal takw sempat membuatr persiapan lagi." Mendengar perkataan itu, teringat pula kejadian semalam dimana talinya diputus orang, Lan See-giok semakin yakin kalau perbuatan itu dilakukan musuh. Dengan membungkamnya Oh Li cu atas peristiwa-tersebut, tentu saja Tok Nio-cu tak berani menyinggungnya. otomatis Lan See- giok tak bakal mengetahui kejadian yang se-benarnya, Dengan perasaan yang amat gundah dan gelisah Lan See-giok mempercepat langkah-nya menuju ke puncak bukit, sedemikian ce-patnya hingga menyerupai sambaran kilat. Si Cay soat dengan tenangnya mengikuti terus di samping pemuda itu, ia sama sekali tidak nampak kepayahan. Berbeda sekali dengan Tok Nio-cu serta Oh Li cu, dalam waktu singkat mereka sudah kepayahan dan kehabisan tenaga, terutama sekali Tok Niocu, yang harus membopong si nikou tua, ia nampak kehabisan tenaga.. Si Cay-soat dapat melihat kejadian tersebut dengan jelas, kepada Lan See-giok diapun berbisik: "Engkoh Giok, perlambat langkahmu!" Ketika pemuda itu berpaling, dilihatnya Oh Li cu masih mengejar terus dengan sepenuh tenaga, sebaliknya Tok Nio-cu sudah keting-galan jauh sekali, rambutnya kusut dan pe-luh sudah membasahi seluruh tubuhnya. Karena sudah tiba di bawah puncak, maka Lan See giok sekalian segera menghentikan langkahnya. menyusul 0h Li cu juga telah tiba di sana. Dengan wajah merah padam, Tok Nio-cu segera mempercepat larinya, dengan begitu kecepatannyapun bertambah, dalam bebe-rapa kali lompatan saja ia telah menghampiri mereka. Begitu tiba di tempat tujuan, sambil ter-tawa jengah katanya kemudian:

474

Waah, orang ini memang si tua bangkotan, makin diseret rasanya makin bertambah be-rat!" Tanpa sungkan, ia segera membanting nikou tua itu ke atas tanah. Menyaksikan Tok Nio-cu sudah mandi keringat, mukanya merah padam, rambutnya kusut dan tiada hentinya terengah engah, Lan See giok .segera berpaling ke arah Si Cay soat sambil katanya. ""Sumoay, harap kau yang menggendong nikou tua itu naik ke atas puncak." Si Cay soat tertawa manis dan segera me-ngangguk mengiakan. Disaat berhenti sejenak itulah, baik Tok Nio-cu maupun Oh Li cu dapat melihat wajah Si Cay soat dengan lebih- jelas lagi. Dengan cepat Tok Nio-cu peroleh kesim-pulan bahwa perempuan semacam ini boleh dibilang merupakan gadis paling cantik yang pernah dijumpainya selama ini, jangan lagi orang lelaki, biar dia sendiri sebagai seorang perempuan pun tak urung merasakan hati-nya berdebar keras setelah menyaksikan gadis cantik berbaju merah ini. Ia pun menjumpai bahwa adiknya Oh li cu meski nampaknya seperti seorang gadis can-tik, namun seperti juga dirinya, mereka ke-kurangan keanggunan dan kelembutan yang justru merupakan syarat utama bagi seorang gadis yang menawan. sebaliknya Oh Li cu yang dapat melihat ke-cantikan Si Cay soat, dengan cepat menjadi mengerti apa sebabnya adik Giok tidak mencintai dirinya. baru sekarang ia berhasil menemukan alasan yang sesungguh nya. Ia percaya kecantikan wajahnya tidak ka-lah bila dibandingkan kecantikan Si Cay soat, tapi dirinya justru kekurangan sikap alim, lembut dan anggun. terutama sekali kesan yang diberikan olehnya bagi sang pemuda selama di Wi-lim-poo dulu kelewat jelek, bila diingat kembali, dia sungguh merasa amat menyesal. Padahal semenjak ia berjumpa dengan Hu-yong siancu serta Ciu Siau cian. diapun se-lalu berusaha untuk belajar menjadi seorang perempuan yang lembut dan menawan hati. Teringat akan Ciu Siau-cian. diapun mem-bandingkan gadis tersebut dengan Si Cay-soat, dengan cepat ia dapat merasakan bahwa Si Cay soat kekurangan sikap tenang dan alim dari Ciu Siau cian. diapun tidak memiliki sikap suci dan halus dari Ciu Siau cian. Tapi Si Cay soat justru memiliki kelincahan dan kebinalan yang justru merupakan suatu daya tarik tersendiri, yang mana tabk kan di-jumpaij pada diri Ciu gSiau cian.

475

Oh bLi cu cukup mengerti tentang dirinya meskipun dia ingin merubah karakternya, namun kegenitan dan kejalangannya tak mungkin bisa dihilangkan sama sekali" Namun, demi keberhasilannya menarik perhatian Lan See-giok, dia masih tetap akan berusaha keras untuk belajar menjadi se-orang perempuan yang alim dan lemah lem-but. Sementara itu, Si Cay soat merasa malu sekali ketika melihat wajahnya diawasi kedua orang perempuan itu lekat-lekat merah padam selembar pipinya, sambil berpaling segera serunya kepada Lan See-giok. "Engkoh Giok, ayo kita lanjutkan per-jalanan ke atas puncak bukit itu!" Sambil berkata, dia lantas mengangkat tubuh si nikou tua itu dari atas tanah. Sebetulnya Lan gee giok juga ingin se-cepat cepatnya naik ke puncak bukit, namun ia tak tega mendesak Tok Nio-cu sebab di lihatnya perempuan itu masih terengah engah dengan mandi keringat. Namun setelah didesak oleh Si Cay soat, diapun berpaling kearah Tok Niocu sambil bertanya: "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?" Sejak perbuatannya memotong tali sema-lam. Tok Nio-cu selalu menaruh perasaan menyesal dan malu terhadap Lan See giok, diapun tak berani memperlihatkan sikap angkuhnya di hadapan pemuda itu. Cepat-cepat katanya dengan suara rendah. "Biar-adik Giok dan nona Si berangkat duluan, sedang aku dan adikku menyusul belakangan, jika menjumpai hal yang gawat kalian berdua jangan lupa untuk mengguna-kan si Kapak penyapu awan Sik Tay kong dan Cing lian si nikou buruk tersebut sebagai tameng." Lan See giok segera mengiakan, sedang-kan Si Cay soat merasa kejadian tersebut amat menarik hatinya, tak tahan lagi ia tersenyum manis. Mereka berdua pun segera menghim-pun tenaga dan meneruskan perjalanannya ke atas puncak. Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di sebuah tanah lapang yang luas di puncak bukit itu, dari kejauhan terlihat pula sebuah dinding benteng yang tingginya mencapai puluhan kaki. Di sekeliling dinding benteng itu terdapat benteng-benteng batu untuk melepaskan panah, di sekitarnya terdapat sungai yanbg lebar, selainj itu terdapat pgula jembatan gabn-tung yang menghubungkan pintu gerbang, dapat dilihat bahwa benteng tersebut me-mang sengaja dibangun dengan kokoh sekali.

476

Pada waktu itu di atas dinding benteng pe-nuh dengan para pengawal bersenjata leng-kap, di bawah sinar matahari pantulan sinar dari senjata mereka menimbulkan suasana yang amat mengerikan. Tanpa ragu-ragu Lan See giok dan Si Cay soat langsung menerjang ke arah pintu ger-bang, Gerakan tubuh mereka berdua cepat diketahui oleh para penjaga di atas dinding benteng, diiringi teriakan keras, tombak dan anak panah pun berhamburan seperti hujan gerimis. Menyaksikan datangnya serangan, Lan See giok segera membentak keras. Hei, lihat dulu! Sik caycu dan Cing lian caycu kalian berada disini, bila ingin mem-bunuh mereka berdua, ayo silahkan melepas kan serangan lagi"! Sambil berkata, mereka segera mengguna-kan tubuh Sik Tay kong den Cing lian nikou sebagai tameng. "Ternyata cara ini memang memberikan hasil yang amat manjur. semua serangan segera dihentikan dan tak seorang pun yang berani melepaskan anak panah lagi. Tapi pintu gerbang benteng cepat-cepat ditutup rapat, jembatan gantung dikerek naik dan semua jalan menuju benteng di-tutup. Lan See giok serta Si Cay soat tidak ambil perduli, mereka telah bertekad untuk me-nyerbu ke dalam benteng dengan cara apa saja. Sementara kedua orang itu hendak melampaui sungai, mendadak terdengar Tok Nio-cu yang sementara itu sudah menyusul tiba berteriak keras. "Adik Giok, nona Si, tunggu dulu. kalian ti-dak usah menyerbu ke dalam" Si-Cay soat dan Lan See giok segera ber-henti, dengan cepat Tok Nio-cu dan Oh Li cu menyusul ke situ. begitu berhenti, Tok Nio-cu segera berkata. "Kita kan mempunyai dua orang sandera? Tak usah kuatir, Kiong Tek ciong pasti akan menampakkan dirri dengan sendirzinya" Lan See wgiok merasa perrkataan itu memang benar, ia segera mengangguk tanda setuju. Sebaliknya Oh Li cu merasa tidak tenang, tiba-tiba ia balik bertanya. "Bagaimana kalau seandainya Kiong Tek ciong tidak menampakkan diri-- ?" Tanpa ragu Tok Nio-cu menatap adiknya, kemudian ujarnya dengan suara dalam. `Aaah, masa teori semacam inipun tidak kau pahami? Dia kan pemimpin besar dari tiga tebing sembilan puncak dua belas ben-teng? Jika sebagai

477

pemimpin ternyata berjiwa pengecut, tak berani menampakkan diri. bagaimana mungkin ia bisa memimpin anak buahnya?" Selembar wajah Oh Li cu segera berubah menjadi merah jengah, tapi dengan nada tak puas kembali katanya, "Semalam, bukankah kau pernah berkata, andaikata Kiong Tek ciong sengaja meng-hin-darkan diri, urusan bakal menjadi berabe? Dengan perasaan apa boleh buat Tok Nio-cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Aai, keadaan waktu itu berbeda sekali de-ngan keadaan sekarang. waktu itu dia cuma duduk sambit mengatur siasat. tapi sekarang anak buahnya tertawan, bila ia tetap berpe-luk tangan belaka, siapa lagi yang bersedia menjual nyawa untuk diri-nya?.. Oh, Li cu segera dibikin terbungkam dalam seribu bahasa. meski wajahnya agak merah, namun dihati kecilnya merasa kagum sekali atas kecerdasan encinya ini, Lan See giok juga merasa bahwa Tok Nio-cu merupakan seorang perempuan berotak encer dan berpengalaman luas. Tampaknya ia cukup menguasai tentang ilmu jiwa, tak heran kalau pemuda inipun diam-diam me-rasa kagum." Si Cay soat adalah seorang nona cilik yang berhati luhur dan polos, ia sama sekali tak pernah memikirkan masalah seperti ini. karena itu dia pun mendengarkan dengan seksama tanpa memberi komentar apa-apa. Setelah membereskan rambutnya yang ku-sut dan menyeka peluh yang membasahi tubuhnya, Tok Nio-cu menuding ke arah pintu benteng yang berada dua-tiga puluh kaki di depan sana sambil katanya. "Hayo berangkat. kita menuju ke tanah la-pang di depan jembatan sana" Dengan langkah lebar dia segera berjalan lebih dulu menuju ke depan sana. Dengan menyeret Sik Tay-kong dan Cing lian nikou, berangkatlah Lan See giok sekalian menuju ke tanah lapang di depan jembatan gantung, tiada seorang manusia-pun yang melepaskan panah, tiada seorang pun yang bersuara, suasana terasa amat hening. Setelah berhenti, Tok Nio-cu kembali ber-kata; "Sekarang kita lempar tubuh Sik Tay kong dan nikou tua itu ke atas tanah" Dari nada pembicaraan perempuan ter-se-but, Lan See giok dapat menyimpulkan kalau Tok Nio-cu menaruh kesan yang jauh lebih baik terhadap Sik Tay kong ketimbang terha-dap nikou tua itu. Padahal semestinya seorang nikou adalah paderi yang saleh, seorang manusia yang menjauhkan diri dari keduniawian, tapi ke-nyataannya ia

478

justru menjadi seorang caycu, terhitung murid Buddha macam apakah manusia semacam itu? Sementara pemuda itu masih berpikir. dia telah meletakkan Sik Tay kong ke atas tanah, sebaliknya Si Cay soat yang agak nya mem-punyai kesan yang sama justru membanting Nikou itu keras-keras. Cing lian nikou, manusia licik berhati ke-jam ini cukup mengetahui keadaan yang di-hadapinya. karena itu meski dibanting sam-pai punggungnya terasa sakit ia tetap me-mejamkan matanya tanpa merintih..-.--. Setelah melihat sekejap kearah dinding benteng, Tok-Nio-cu segera berseru lantang. "He!. yang hiangcu yang bertanggung jawab atas benteng ini, dengarkan baik-baik, kalian cepat mengundang pemimpin besar kalian Kiong Tek ciong, agar munculkan diri, kata-kan saja putra mendiang Lan tayhiap, Lan See giok, Lan siauhiap ada urusan hendak bertemu dengannya, selain itu beritahu kepadanya juga, agar penghianat dari Pak ho cay, si harimau berkaki cebol agar digusur ke luar juga" Namun suasana dibanting itu masih tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun. Setelah berhenti sejenak, Tok Nio-cu segera bertanya lagi dengan suara dalam. "Apa yang kukatakan barusan. apakah su-dah terdengar oleh para penanggung jawab?" Walaupun di atas dinding bentebng terdapat hamjpir ratusan mangusia. namun takb se-orangpun diantara mereka yang bersuara. Timbul kemarahan di dalam dada Lan See giok, serunya kemudian sambil menahan geram. "Ayo, kita dobrak pintu benteng mereka." "Kau tak perlu bingung" cegah Tok Nio-cu sambil tertawa. "adik Giok, cici jamin kau akan berjumpa dengan si beruang berlengan tunggal dalam keadaan segar." Begitu selesai berkata, ia segera mengham-piri Cing-lian nikou dan menendang ping-gangnya keras-keras. "Duuk . . !" Tendangan tersebut segera bersarang telak di pinggang nikou tua itu, tak ampun lagi paderi perempuan ini menjerit jerit seperti babi yang disembelih, tubuhnya bergulingan kian kemari sambil mengerang kesakitan. Begitu Cing lian nikou mengerang kesaki-tan, dari atas pintu benteng segera bergema suara bentakan gusar.

479

"Selama ini pek ho cay dan Tay ang san bertetangga secara baik, hubungan kitapun selalu langgeng, boleh dibilang kita adalah orang sendiri, atas dasar apa nyonya menyik-sa orang ku pada hari ini?" Ketika Lan See giok mendongakkan kepalanya. dia menjumpai si pembicara adalah seorang lelaki setengah umur yang bertubuh ceking lagi jangkung, dengan wajah penuh amarah dia sedang awasi Tok Nio-cu tanpa berkedip. Tok Nio-cu tertawa dingin, sahutnya ketus. "Siapa suruh kau berlagak bisu lagi tuli, sama sekali tidak menggubris perkataan kami? Aku akan menghitung sampai sepuluh di dalam hati, jika kau belum juga memberi-tahukan kehadiran kami kepada Kiong Tek ciong, orang pertama yang akan kubunuh nanti adalah kau!" Sambil berkata tangannya segera meraba ke pinggang pura-pura hendak mengambil senjata rahasia. bersamaan itu pula dia main bentak dengan mata melotot. "Ayo, mau pergi tidak?" Orang itu menjadi ketakutan sebtengah mati, pajras mukanya bergubah hebat, cepbat-cepat tubuhnya berjongkok. Si Cay soat yang pertama kali melihat hal tersebut, tak bisa ia menahan gelinya, ia ter-tawa cekikikan. Sebaliknya Lan See giok cuma bisa meng-gelengkan kepalanya sambil berpikir. "Sampai matipun harimau masih disegani orang, biarpun kantung senjata rahasia milik Tok Nio-cu sudah tak ada, ternyata ayunan tangan kosongnya masih cukup membuat orang terkencing kencing karena ke-takutan.." Tampaknya Tok Nio-cu bisa membaca suara hati pemuda itu, sambil tertawa ham-bar sengaja ia berkata, "Untung saja anjing geladak itu menyingkir dengan cepat, kalau tidak masa ia masih hidup lagi?" Seraya berkata dia lantas memutar tangan menekuk sikut, tahu - tahu desingan tajam meluncur dari balik ujung baju kiri dan kanannya. dua batang panah pendek dengan membawa cahaya biru. langsung melesat ke atas jembatan gantung. "Triiing. triiing!" Kedua batang anak panah itu masing--masing menancap di tonggak kiri dan kanan jembatan tersebut. Lan See giok, Si Cay soat serta Oh Li cu yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi terkejut sekali, mimpipun mereka tak pernah mengira kalau Tok Nio-cu telah memasang alat pembidik senjata rahasia diantara

480

lipa-tan pakaiannya, bagi Lan See giok peristiwa ini benar-benar merupakan suatu pelajaran yang berharga sekali. Setelah melirik sekejap ke arah ke tiga orang itu, sambil tertawa bangga Tok Nio-cu berkata lagi. "Cici masih mempunyai permainan lain untuk menyelamatkan jiwaku . . . !" Lidahnya segera diputar dibalik bibirnya kemudian mengeluarkan sebuah tabung yang mungil sekali dengan panjang cuma setengah senti. Ketika ia mengatup bibirnya lalu berhem-bus, sekilas cahaya biru yang tak jelas terli-hat langsung menyembur ke atas sekuntum bunga merah yang tumbuh tujuh depa dide-pannya. Serangan tersebrut tidak bersuazra dan tidak mewnimbulkan reaksri apa spa, bunga itu tetap seperti sedia kala. Tapi berapa soat kemudian, bunga merah yang semula nampak segar tersebut tahu-tahu menjadi layu dan mati. Paras muka Lan See giok, si Cay soat serta Oh Li cu segera berubah hebat setelah meli-hat kejadian ini, memang tepat dan tak salah lagi jika perempuan itu diberi julukan perem-puan beracun atau Tok Nio-cu. Setelah menghela napas sedih, pelan-pelan Tok Nio-cu menerangkan: "ilmu menunggang angin meniup jarum tersebut tidak mudah untuk dipelajari, seandainya penggunaan kurang hati-hati, maka akibatnya bisa sen-jata makan tuan!" "Nyonya, jika kau masih mempunyai sen-jata rahasia yang begitu tangguh dan mema-tikan. apa sebabnya tidak kau pergunakan ketika sedang ditawan tadi?" tanya Lan See giok tidak habis mengerti. Tok Nio-cu segera tertawa terkekeh kekeh jawabnya. "Bila kubunuh Hoa sam long ketika itu, mungkin jenasahku sudah jadi kaku sekarang karena senjata rahasia semacam ini, hanya boleh dipergunakan dalam posisi yang paling menguntungkan. Hoa sam long adalah seorang penjahat perusak perempuan yang amat tersohor, biar cici bukan termasuk seorang perempuan yang cantik bagaikan bidadari, namun dalam pandangan Hoa sam long aku sudah luar biasa cantiknya ...." Kemudian setelah tertawa hambar, ia melanjutkan: "Aku harus menggunakan setiap ke-sem-patan dengan sebaik-naiknya. paling tidak aku harus dapat membunuhnya kemudian melarikan diri, apa lagi waktu itu adikku ma-sih terkurung musuh dalam keadaan demikian, aku lebih-lebih tak boleh bertindak secara gegabah." Mendengar penjelasan itu, Lan See giok bertiga merasa kagum sekali. Kalau ke empat orang itu bisa berbincang-bincang sambil tertawa. maka ratusan orang lelaki kekar yang berada di atas dinding benteng justru

481

menyiapkan gendewa masing-masing dengan wajah tegang, seakan akan sedang berhadapan dengan musuh besar. Oh Li-cu merasa kuatir karena di atas dinding benteng belum nampak juga sesuatu gerakan tanpa terasa dia bertanya lagi. "Cici. mungkinkah orang itu akan mencari si beruang berlengan tunggal ?" "Berapa butir kepala sih yang dia miliki?" kata Tok Nio-cu tanpa ragu, "sekalipun kita bersedia melepaskannya, Kiong Tek ciong belum tentu mengampuni jiwanya ?" Baru selesai ia berkata, tiba-tiba, dari atas dinding benteng terjadi kegaduhan. "Saat itu mungkin Kiong Tek-ciong telah datang" Lan See-giok segera berbisik dengan mata berkilat. Betul juga, terdengar suara gemerincing dan nyaring bergema di angkasa, kemudian jembatan gantung itu pelan-pelan diturun-kan, setelah itu pintu gerbang yang berat juga dibuka lebar. Ke empat orang itu serentak mengalihkan pandangannya ke depan, tampak ada dua tiga puluh orang jago berpakaian ringkas yang menggembol senjata mengiringi si Beru-ang berlengan tunggal Kiong Tek ciong menampakkan diri dari balik pintu. Beruang berlengan tunggal memiliki pera-wakan tubuh yang tinggi besar, dadanya la-pang dan perutnya gendut, dahinya sempit tapi matanya bulat. jenggot hitam menghiasi dagunya. ia kelihatan sudah berusia enam tujuh puluh tahunan. Dia masih tetap mengenakan jubah pan-jang, dalam genggaman tangan tunggal nya kelihatan sebuah senjata palu besar, dengan wajah penuh amarah dan langkah lebar dia berjalan menuju ke ujung jembatan. Bertemu dengan Beruang berlengan tung-gal. Lan See giok segera teringat kembali betapa sakitnya dia karena ditendang keras-keras dikala berada dalam kuburan tempo hari. Api amarahnya segera berkobar dan men-yelimuti benaknya tapi ketika teringat akan dendam ayahnya, dia segera merasa bahwa tendangan tersebut masih belum terhitung apa-apa. Beruang berlengan tunggal menghentikan langkahnya setelah berada lima kaki dihada-pan Lan See giok, sedang puluhan jago yang mengikutinya berdiri teratur di belakangnya. dalam selintas pandangan saja bisa di ketahui kalau mereka memiliki kedudukan yang berbeda. Begitu berjumpa dengan si beruang berle-ngan tunggal Tok Nio-cu segera tertawa ri-ngan, kemudian jengeknya: "Wahai pemimpin besar, apakah kau bawa serta penghianat dari Pek-ho cay kami, si harimau berkaki ce-bol?"

482

Sementara berbicara, sepasang matanya yang genit tiada hentinya bergerak kian ke-mari, seolah-olah sedang mencari jejak si ha-rimau berkaki pendek, tapi seperti juga se-dang mengawasi pihak lawan, apakah ter-da-pat jago-jago yang berilmu tinggi. Menyaksikan sikap angkuh Tok Nio-cu serta kekurang ajarannya, tanpa terasa Kiong Tek-ciong tertawa dingin, akan te-tapi setelah menjumpai Sik Tay kong dan Cing lian nikou tergeletak di atas lapangan berumput, amarahnya seketika pudar, senyuman dingin pun berubah menjadi senyuman, katanya kemudian: "Si harimau berkaki cebol dari benteng kalian kini disekap di atas puncak mayat menggeletar, sewaktu nyonya akan pulang nanti dipersilahkan untuk dibawa serta, jika nyonya merasa kurang leluasa. Biar kuutus orang untuk mengirimnya kembali." Dengan wajah puas Tok Nio-cu manggut-manggut, kembali jengeknya: "Ehmm, beberapa patah katamu itu masih terhitung perkataan manusia, dengan kedudukanmu sebagai pemimpin besar tiga tebing sembilan puncak dua belas benteng. aku tidak kuatir kau akan mengingkari janji." Kemudian sambil menuding kearah Lan See giok yang berada di sisinya, ia perkenal-kan: "Dia adalah putra si peluru perak gurdi emas Lan Tayhiap, Lan See giok!" Beruang berlengan tunggal mengerutkan dahinya kemudian mendengus dingin, tegurnya sambil menatap wajah pemuda itu lekat-lekat. "Selama ini antara aku dengan Lan Khong-tay tidak mempunyai hubungan apa-apa, bahkan mengenal pun tidak, ada urusan apa kau hendak mencari aku?" Gusar sekali Lan See giok oleh perkataan itu, sambil mengebaskan ujung bajunya dia melompat dua kaki ke depan, kemudian sambil menuding Kiong Tek ciong, serunya. dengan amarah. "Kiong Tek ciong, setahun berselang kalian lima manusia cacad dari tiga telaga telah bersekongkol untuk membunuh ayahku dalam kuburan kuno . . ." "Hei kau jangan mempercayai fitnahan keji dari Gui Pak ciang si anjing bangkotan itu"" Beruang berlengan tunggal meraung pula dengan penuh amarah, "dalam peristiwa tersebut, aku sendiripun kena dikecohi habis habisan!" Kembali Lan See giok tertawa dingin. "Hmm, kalau tidak tahu, mengapa kau memasuki kuburan kuno pada malam itu serta menggeledah mendiang ayahku . . . " Berubah wajah Kiong Tek ciong oleh per-kataan tersebut, tapi ia segera berseru lagi penuh amarah.

483

"Sudah pasti semua cerita ini hasil ngaco belo dari Gui Pak ciang si anjing bangkotan itu, siapa bilang aku pernah memasuki ku-buran kuno." ""Kiong Tek ciong!" Lan See giok segera mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram. "aku tahu kau punya rencana mem-bunuh mendiang ayahku, diam-diam mem-buka pintu rahasia tapi kemudian berlagak pilon, kalau begitu musuh besar pembunuh ayahku tak salah lagi adalah engkau.. Sewaktu mengutarakan kata-kata itu, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam wajahnya yang tampan penuh dilapisi hawa napsu membunuh, dengan cepat ta-ngan kanannya meraba ke pinggang dan melepaskan senjata gurdi emasnya, kemudian pelan-pelan mendesak ke muka. "Kau harus tahu" kembali serunya sambil menggertak gigi?, "si bocah yang semaput di atas lantai dan kemudian kau tendang keras-keras itu tak lain adalah aku sendiri, apakah kau masih ingin berlagak pilon lagi?" Melihat senjata gurdi emas yang berada di tangan Lan See-giok, Kiong Tek-ciong segera teringat kembali akan diri Lan Khong-tay, semua rasa dendam dan marah yang terpen-dam dalam hatinya selama banyak tahun segera dimuntahkan ke luar. Tak tahan lagi ia mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak, suaranya mengerikan sekali. "Haaahhh...haaahhh.. haaahhh... bagus, bagus sekali, sudah sepuluh tahun kukuntit Lan Khong-tay, sayang selama ini belum per-nah berjodoh untuk menjajal kelihaian sen-jata gurdi emasnya, baiklah, dari tanganmu si bocah keparat, hari ini juga ingin kucoba sampai di mana sih kehebatan dari per-mainan gurdi emas itu,` Kemudian setelah merentangkan senjata palu bajanya di depan dada, ia berkata lagi dengan angkuh. "Bocah keparat. bila kau, memang berilmu, silahkan digunakan semua, aku tak bakal melukai dirimu" Lan See giok tertawa angkuh, ia balas ber-seru dengan gemas: "Jangan lagi kau Kiong Tek-ciong seorang belum merupakan tandingan siauya mu, biar kedua belas orang caycu, dari Tay ang san mu turun tangan bersamamupun, siauya tak bakal akan gentar." Baru selesai perkataan tersebut diutarakan dari antara puluhan orang jago itu segera terdengar seseorang membentak gusar. "Pemimpin besar, harap berhenti dulu, biar hamba yang menjumpai dulu si bocah teke-bur tersebut"" Ditengah bentakan gusar sesosok baya-ngan manusia muncul dari balik barisan...

484

Dengan cepat Lan See giok mengamati orang itu, ternyata dia adalah seorang lelaki kekar bercambang lebat, bermata besar dan membawa senjata toya baja yang berat sekali. Kiong Tek ciong berpaling dan memandang sekejap ke arah lelaki kekar itu, kemudian pesannya. "Tan tongcu, kau mesti berhati hati!" Dari sebutan "Tongcu", Lan See giok segera tahu kalau ilmu silat yang dimiliki orang ini masih setingkat lebih tinggi dari pada kedua belas orang caycu tersebut. Belum habis dia berpikir, tiba-tiba ter-de-ngar. Tok Nio-cu berkata dengan suara dalam. "Adik Giok orang ini adalah salah satu di-antara tiga tongcu yang berkuasa di luar bukit Tay ang san, orang menyebutnya seba-gai si toya baja pengusir gunung Tan Siu- lim..... Sebelum Tok Nio-cu menyelesaikan pe-rka-taannya, Tan tongcu lelaki berpakaian hitam itu sudah tiba satu kaki di hadapan Lan See-giok, bahkan berteriak sambil menggigit bibir. "Betul, toaya mu adalah si toya baja pe-ngusir bukit Tan Siu-lim.. !" Ditengah bentakan, tubuhnya menerjang maju ke muka. toya baja-nya dengan gurus bukit Tay san menindih kepala, menyambar ke atas ubunubun Lan See-giok dengan di-sertai desingan angin tajam. Lan See giok tertawa dingin lalu mende-ngus penuh penghinaan, dia menunggu sam-pai serangan itu mendekati kepala-nya, ke-mudian baru mengigos ke samping dengan cepat. Toya baja itu segera meluncur dari sisi ba-junya menyambar permukaan tanah, rerum-putan pun beterbangan memercik ke mana-mana. Peristiwa yang berlangsung baru-baru ini memang luar biasa mendebarkan hati, tanpa terasa semua orang yang hadir sama-sama menjerit kaget, bahkan Oh Li cu sempat menangis. Tangisan Oh Li cu ini segera memancing pula perhatian dari Si Cay soat, gadis itu merasakan hatinya tergerak dan seakan baru memahami akan sesuatu hal, namun dia hanya mengerling sekejap, kemudian melan-jutkan perhatiannya ke arena. Sementara itu si toya baja pengusir bukit Tan Siu lim sedang berteriak kaget sambil mundur ke belakang. dengan wajah pucat pias teriaknya gusar. "Bocah keparat, mengapa tidak kau sam-but seranganku tadi?" Lan See giok memang bermaksud menak-lukkan hati musuh musuhnya dengan menampilkan ilmu silat yang luar biasa, se-bab bila sampai terjadi

485

pertarungan massal, sudah pasti posisinya tak akan menguntung-kan pihaknya, itulah sebabnya dia ingin membekuk musuhnya saja tanpa mencede-rainya. Maka setelah tertawa dingin, katanya ke-mudian dengan nada menghina. "Selama ini, aku hanya tahu bertarung melawan orang-orang yang berilmu silat tinggi. aku tak pernah sudi beradu kekuatan dengan manusia bertenaga kerbau macam kau!" Bisa dibayangkan betapa gusarnbya Tan Siu lim.j saking gemasnyga dia sampai bebr-kaok kaok berulang kali, jeritnya setengah meng-gembor. "Bocah tekebur, kau benar--benar membuat aku ingin muntah darah karena gusarnya- " Ditengah teriakan tersebut, sekali lagi ia menerjang ke muka, toyanya di angkat tinggi sementara, segenap tenaga dalam yang dimi-likinya dihimpun menjadi satu untuk menghantam tubuh lawannya Sistim pertarungan macam orang gila seperti itu hakekatnya merupakan suatu per-tarungan antara mati dan hidup, saking ka-getnya semua orang menjadi gempar. Tanpa sadar Tok Nio-cu berteriak pula: "Adik Giok, kau harus berhati hati..." Lan See giok tertawa dingin, sementara itu tenaga Hud kong sinkang telah dihimpun ke dalam tubuhnya. Ketika serangan toya menyambar datang, ia membentak pula keras-keras. "Enyah kau, dari sini...," Gurdi emasnya diayunkan ke muka. tam-pak cahaya tajam berkelebat lewat. percikan bunga api memancar ke empat penjuru. Diiringi jeritan aneh dari Tan Siu-lim, toya bajanya mencelat ke tengah udara den me-luncur jauh ke belakang, sementara tubuh nya yang kekar terperosok ke depan... Suatu bentakan merdu bergema lagi, ba-yanganpun berkelebat, dengan suatu gerakan kilat Tok Nio-cu telah menotok jalan darah Tan Siu-lim" Tak ampun lagi si toya baja pengusir bukit Tan Siu-lim roboh terjengkang ke atas tanah, sementara tangannya berdarah akibat dari bentrokan tadi. Suasana di dalam arena waktu itu terasa hening den sepi sekali, hampir semua orang yang hadir terbelalak matanya dengan mulut melongo saking kagetnya, paras muka mereka pucat pias, sorot matanya yang me-mancar kan sinar terkejut ditujukan kearah pemuda tersebut, nyatanya tak seorang manusiapun yang berani bersuara. Kiong Tek-ciong sendiri sampai gemetar seluruh tubuhnya, wajahnya pucat pasi, saking terkejutnya diapun tak tahu apa yang mesti dilakukan.

486

Mimpipun tak disangka kalau habsil laporan rahjasia dari si hagrimau berkaki cbebol terse-but menunjukkan bahwa kenyataan jauh le-bih hebat daripada apa yang diduganya se-mula. Sementara itu Oh Li cu sudah diliputi oleh hawa napsu membunuh, terutama sekali bila ia teringat kembali bagaimana dia hampir jatuh pingsan karena terkejut melihat Tan siu lim hendak menghajar adik Giok nya tadi, dengan pedang terhunus dia segera maju ke muka siap menghabisi nyawa Tan Siu lim. Tok Nio-cu yang menyaksikan hal tersebut cepat-cepat menghalangi niatnya, . "Adikku, jangan kau bunuh orang itu, Tan Siu lim adalah seorang manusia yang gagah dan jujur, ia tak pernah melakukan keja-hatan dalam kehidupannya sehari hari." Dengan perasaan kagum Lan See giok segera berpaling dan melihat sekejap ke arah Tok Nio-cu setelah mendengar ucapan terse-but, Si Cay soat juga berperasaan sama, dia menganggap meskipun Tok Nio-cu orangnya kejam dan tak berperasaan, namun dalam keadaan seperti ini, ia selalu dapat menun-jukkan sikap yang sangat mengagumkan. Oh Li-cu segera manggut-manggut sambil mengundurkan diri, seperti juga Lan See -giok Si Cay-soat, dalam hati kecilnya telah menaruh perasaan kagum terhadap encinya yang termasyhur sebagai perempuan beracun itu. Tapi mereka semua tak ada yang men-yangka bahwa kesemuanya itu bisa terjadi karena perasaan menyesal dan malu yang tumbuh di hati kecil Tok Nio-cu setelah per-buatannya memotong tali semalam, serta melihat keadaan Oh Li-cu yang menangis tersedu itu. Ditambah pula ia ditolong Lan See-giok ketika tertawan pagi tadi, kesemuanya itu membuat perasaannya dan sikapnya ikut berubah menjadi lebih lurus walau tanpa disadari olehnya. Sementara itu, Kiong Tek-ciong beserta puluhan orang jagonya turut merasa ter-haru oleh ucapan Tok Nio-cu tersebut, namun mereka tidak yakin kalau orang jahat dapat berkata begitu. Paling tidak mereka tidak percaya kalau perkataan tadi diutarakan Tok Nio-cu dari hati sanu-barinya. Tatkala Lan See giok melihat taktik yang mereka pergunakan telah mendatang-kan ha-sil, maka sambil mengawasri kawanan jago zyang tertegun kwarena terkejut rserta Kiong Tek ciong yang masih berdiri melongo. ia mem-bentak keras: "Beruang berlengan tunggal, mengapa kau belum juga menampilkan diri untuk mene-rima kematian?" Kiong Tek ciong gusar sekali mendengar bentakan ini, dia mendongakkan kepalanya kemudian tertawa terbahak bahak:

487

"Haah . . . . haah . . . . haaahhh . . . bocah keparat she Lan, biarpun aku sudah berusia lanjut, selama hidup belum pernah berbicara bohong, tentang siapa yang telah membunuh ayahmu, sampai sekarang saja aku sendiri masih sangsi, bagaimana pun tidak seharusnya kau percayai perkataan se-pihak dari Gui Pak ciang si anjing bangkotan tersebut dengan menuduh aku sebagai pela-kunya." Lan See giok menjadi tertegun, tanpa terasa ia teringat kembali dengan si iblis bermuka hijau Toan Ki-tin, di samping itu diapun terbayang kembali bagaimana Kiong Tek- ciong melarikan diri terbirit birit melalui lorong rahasia baru. Membayangkan kesemuanya itu, alis mata nya kembali berkernyit, hawa napsu mem-bunuh menyelimuti wajahnya, sambil tertawa dingin pelanpelan ia mendesak maju ke muka: Sebagai pemimpin besar dari dua belas benteng, apalagi berada dihadapan anak buahnya yang begini banyak. sudah barang tentu Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong tak bisa menunjukkan sikap pengecut nya. Melihat Lan See giok maju mendekatinya dengan hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya, ia sadar bahwa kematian semakin mendekatinya hari ini. Tapi ia tidak menyesal walaupun harus mati, cuma dia sendiripun hingga kini masih menaruh curiga, sebetulnya si peluru perak gurdi emas Lan Khong-tay telah mati dita-ngan siapa, terutama sekali ia membenci kepada Gui pak-ciang yang telah mendatang-kan musibah baginya. BAB 23 AKHIRNYA dengan kening berkerut sekali lagi dia tertawa terbahak bahak. kemudian ujarnya dengan menggertak gigi. "Bocah keparat, jangan kau anggap dengan memiliki kepandaian silat yang tangguh maka kau boleh bertindak sewenang-wenang. rupanya kau memang khusus mencari gara-gara disini, apakah Gui Pak ciang si anjing bangkotan itu yang memerintahkanmu ke-mari ......" Belum selesai perkataan itu diutarakan dengan kening berkerut mendadak Tok Nio-cu membentak keras. "Adik Giok, harap berhenti dulu!" Menyusul kemudian dia melompat ke muka dan berdiri berjajar di sisi anak muda tersebut. Pada hakekatnya, Lan See giok sendiripun mulai merasakan bahwa peristiwa berdarah itu penuh dengan liku-liku yang misterius, justru karena

488

hal ini dia tak berani menyim-pulkan siapa gerangan manusia yang telah menghabisi jiwa ayahnya. Bila ia tinjau dari sikap gusar dari Beruang berlengan tunggal Kiong Tekciong saat ini, segera terasa olehnya bahwa orang ini bukan pembunuh yang sebetulnya, bisa jadi diapun mempunyai sesuatu alasan tertentu. ` Maka sewaktu ia dicegah oleh Tok Nio-cu, kemudian perempuan itu menghampirinya, dengan sorot mata penuh tanda tanya ia mengawasi Tok Nio-cu. Tok Nio-cu segera membuat gerakan agar Lan See giok menunggu sebentar, kemudian kepada Kiong Tek ciong yang masih diliputi kegusaran, ia menegur: "Hei. anjing tua berlengan tunggal, beru-lang kali kau mengumpat Gui loya kami se-bagai pemfitnah, kalau toh Lan tayhiap bu-kan tewas di tanganmu, mengapa kau tidak mencoba untuk mengutarakan bukti dan ala-san yang jelas bahwa pembunuhan tersebut bukan hasil perbuatanmu?" Kiong Tek ciong tertegun, tapi diapun segera dibuat sadar oleh teguran itu, walau-pun begini ia toh tetap berkeras kepala. "Ditengah malam buta kalian sudah me-nyerbu gunungku, melepaskan api, mem-bunuh orang. bukan lagi " memegang pera-turan dunia persilatan, tidak memberi ke-sempat-an. kepada orang untuk berbicara--" Tok Nio-cu tertawa dingin, sebelum perka-taan lawan selesai diutarakan. ia telah ber-kata lagi dengan suara dalam. "Lebih babik cepat-cepat jtutup mulutmu igtu, kau tak usabh membonceng dari soal cengli. Pokoknya, bila kau tidak memberi penjelasan yang memuaskan untuk Lan siauhiap pada hari iri, kami bukan cuma membakar dan membunuh saja--" "Sudah membakar dan membunuh, kalian belum juga puas. Apalagi yang hendak kalian lakukan?" teriak Kiong Tek ciong marah. "Apalagi? Tentu saja akan mengobrak abrik sarangmu kemudian mencabut selembar jiwa tuamu!" Kiong Tek ciong semakin tertegun, ia sama sekali tidak menganggap ancaman dari Tok Nio-cu tersebut sebagai perkataan anak kecil, sebab bila perempuan tersebut benar-benar dibuat sampai marah, apa yang telah diucap-kan benar-benar bisa dilakukan. Kalau cuma Tok Nio-cu seorang memang tak perlu dirisaukan, tapi di situ masih hadir Lan See-giok serta nona berbaju merah yang nampak memiliki ilmu silat yang begitu he-bat.. Membayangkan sampai ke situ, sambil tertawa dingin ia lamas berkata.

489

"Bila menyelesaikan pekerjaan tanpa aturan, menganiaya orang dengan mengan-dalkan kemampuan, biarpun kalian berhasil mengobrak abrik Tay ang san ku ini, terhi-tung enghiong macam apa pula kalian ini?" Melihat cara berbicara Kiong Tek-ciong yang mengenaskan, Lan See-gook menjadi tidak tega, dia segera menimbrung. "Waktu bagiku berharga sekali, lagi pula akupun tidak berniat berdiam kelewat lama disini, kalau toh pembunuh ayahku bukan kau lantas siapakah dia?" Kiong Tek ciong menjadi sangat gembira karena mendengar Lan See-giok tidak berniat berdiam kelewat lama di situ, malah kalau bisa dia berharap pemuda itu beranjak pergi secepatnya, namun kenyataannya dia me-mang tidak mengetahui siapa pembunuh Lan Khong-tay yang sebenarnya. Maka dengan wajah serba salah dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Aku benar-benar tak tahu siapakah yang telah membunuh Lan tayhiap !" Ditinjau dari mimik wajah lawan, Lan See giok dapat merasakan bahwa Kiong Tek ciong tidak berbohong, tapi ia toh menegurb kem-bali. "Lajntas bagaimana gmungkin kau bisba mengetahui kalau mendiang ayahku berdiam di dalam kuburan Leng ong bong?" Tanpa ragu Kiong Tek ciong menjawab. "Pada mulanya aku sama sekali tidak me-ngetahui akan peristiwa tersebut, hingga aku tiba dalam kuburan dan melihat Lan tayhiap tergeletak di antara genangan darah. aku baru mengerti rencana apakah yang sebenar-nya dirundingkan oleh Toan Ki tin dan Si Yu gi pada siang harinya!" Pedih hati Lan See giok mendengar hal itu, rupanya Toan Ki tin yang telah membunuh ayahnya . . . Namun tak tahan dia toh bertanya juga "Yang kau maksudkan adalah si setan ber-mata tunggal dan Makhluk bertanduk tung-gal . ?" Ketika mengucapkan perkataan tersebut tubuhnya gemetar keras, air matanya mengembang di mata, rasa pedih da1am hati-nya membuat ia tak sanggup bertanya lebih jauh. Si Cay soat dan Oh Li cu segera maju menghampiri anak muda itu dan berdiri, di belakangnya dengan penuh rasa kuatir. Memandang kesedihan yang mencekam pemuda itu, tanpa terasa Kiong Tek ciong ikut mengangguk: "Yaa, benar, memang kedua orang itu!" Dari pembicaraan mana, Tok Nio-cu segera menyimpulkan bahwa dibalik kesemuanya ini pasti terdapat alasan lain, maka setelah me-mandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedih, ia segera menimbrung,

490

"Pemimpin besar Kiong, kalau memang kejadian ini disaksikan olehmu sendiri. harap kau memberi keterangan kepada Lan siau-hiap. dengan begitu juga dapat membersih-kan dirimu dari sangkaan jelek. Bagaimana sih ceritanya sampai kau bertemu dengan Si Yu gi dan Toan Ki tin? Apa saja yang mereka rencanakan? Dan bagaimana pula caranya turun tangan terhadap Lan tayhiap?" Kiong Tek ciong sangat berharap Lan See giok sekalian dapat selekasnya turun gunung, tapi ia pun ingin menyelamatkan jiwa ke tiga orang caycu nya. maka kepada Tok Nio-cu diapun berkata: "Tidak sulit birla kalian menghzendaki aku bercwerita, namun ker tiga orang yang kalian tawan harus dibebaskan dulu" "Boleh. aku akan mewakili adik Giok untuk mengambil keputusan" Tok Niocu mengang-guk tanpa ragu. Lalu kepada Oh Li cu, ia menambahkan. "Adikku, coba kau bebaskan jalan darah mereka bertiga!" Oh Li cu mengiakan sambil mengangguk kemudian beranjak pergi. Lan Se giok tahu bahwa 0h Li cu tak akan dapat membebaskan Sik Tay kong dan Cing lian nikou dari pengaruh totokan.., dia segera memberi tanda kepada Si Cay soat agar me-ngikutinya. Si Cay soat mengangguk dan melayang ke muka, biarpun ia bergerak lebih terlambat namun justru tiba lebih duluan dari pada Oh Li-cu..." Demonstrasi ilmu meringankan tubuh se-macam ini bukan saja membuat Kiong Tek ciong dan puluhan jago lainnya merasa terkejut. bahkan Oh Li cu serta Tok Nio-cu sendiripun dibikin tertegun" Si Cay--oat langsung turun tangan mem-bebaskan Sik Tay-kong dan Cinglian nikou dari pengaruh totokan, sebaliknya membiar-kan Tan Siu-lim ditangani oleh Oh Li-cu. Tak sedikit diantara kawanan jago yang hadir segera mendapat tahu bahwa Sik Tai kong dan Cing lian nikou sesungguhnya telah ditotok orang dengan totokan gerakan ilmu menotok khusus. Sik Tay-kong. Tan Siu-lim serta Cing lian nikou serentak melompat bangun, dengan wajah tersipu sipu malu kembali ke barisan di belakang Kiong Tek ciong, setelah itulah Tok Nio-cu baru berkata: "Nah pemimpin besar, sekarang giliran mu yang harus bercerita tentang pengalaman mu selama di kuburan Leng ong bong!" Karena orang orangnya sudah dibebaskan semua, dengan tulus Kiong Tek ciong ber-kata: "Panjang sekali kisah ini untuk diceritakan, terpaksa aku akan mengatakan secara garis besarnya saja..".

491

Memang paling baik begitu." Tok Nio-cu segera menukas, sebab Lan siauhiap me-mang tak mempunyai banyak waktu untuk mendengarkan obrolanmu!" Agaknya Kiong Tek ciong cukup me-ngeta-hui tabiat dari Tok Nio-cu, ia tidak menjadi gusar oleh perkataan itu. sesudah termenung sejenak, ujarnya kemudian: "Malam itu aku sedang duduk beristirahat di dalam hutan lima li di sebelah utara Leng ong bong. lebih kurang seperminuman teh kemudian, tiba-tiba dari luar hutan berku-mandang suara ujung baju yang terhembus angin. "Tergerak hatiku waktu itu, serta-merta aku menyembunyikan diri dibalik pohon be-sar untuk mengintip apa gerangan yang ter-jadi, saat itulah dari tepi hutan muncul dua sosok bayangan manusia, yang satu tinggi yang lain pendek. "Oleh karena dalam hutan itu sangat gelap ditambah lagi gerakan tubuh kedua orang itu amat cepat, maka sulit bagiku untuk melihat jelas wajah mereka. "Sebagaimana diketahui. dari laporan mata-mata, kami lima manusia cacad men-dapat kabar kalau jejak Hu-yong siancu telah diketahui muncul di sebelah barat dekat te-laga Phoa-yang-oh, hatiku menjadi girang setelah melihat munculnya kedua sosok ba-yangan manusia tadi, sebab menurut dugaanku mereka tentulah si peluru perak gurdi emas Lan tayhiap serta Hu-yong siancu...". LAN SEE GIOK segera berkerut kening ia tidak habis mengerti mengapa orang persila-tan selalu menggabungkan ayah dengan bibi Wan, tapi ia yakin diantara ayahnya dengan bibi Wan tentu pernah terjalin hubungan as-mara yang menggemparkan seluruh dunia persilatan--Sementara dia masih berpikir, terdengar Kiong Tek ciong melanjutkan kembali kata katanya. "--.tapi setelah kuamati lebih seksama ternyata mereka adalah Si Yu gi serta Toan Ki tin. waktu itu aku tidak menegur mereka se-bab gerak gerik mereka berdua amat mencu-rigakan, maka akupun berusaha tidak menimbulkan sedikit suarapun. "Mereka berdua berdiri cukup lama di sisi hutan sambil mengawasi hutan itu dengan seksama, kemudian mereka berbisik bisikb seperti lagi mjerundingkan sesguatu, hal ini mbembuat aku makin bertambah curiga lagi. Biarpun berada di tempat yang terpencil, mereka masih bersikap amat berhati-hati dan rahasia, hal tersebut membuktikan kalau masalahnya tidak sederhana. "Kalau pada mulanya aku sudah enggan menampakkan diri, saat ini aku semakin tak berani muncul dari tempat persembunyian, karena dengan

492

kemampuan yang kumiliki, mendingan kalau cuma menghadapi Toan Ki-tin seorang, bila harus menghadapi dua orang, sudah pasti pihakku yang bakal menderita kerugian. Setelah berunding beberapa saat, si Mak-hluk bertanduk tunggal Si Yu gi pun berjong-kok dan membuat sebuah lukisan peta di atas tanah. dari sikap mereka ini, akupun menjadi paham. sudah pasti Si Yu-gi telah berhasil menemukan tempat tinggal Hu-yong siancu. Setelah memperoleh penjelasan yang pan-jang lebar dari Si Yu gi, si mata tunggal Toan Ki tin nampak mengangguk berulang kali se-olah-olah memahami sesuatu, mereka berdua pun melanjutkan perjalanan lagi meninggal-kan hutan dan menuju kearah selatan." "Kalau ditinjau dari pembicaraan pe-mimpin besar. rupanya kau tidak berhasil menyadap apa yang mereka bicarakan waktu itu?" tiba-tiba Tok Nio-cu menyela dengan kening ber-kerut. Tanpa ragu Kiong Tek ciong segera meng-gelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak. berhubung jaraknya terlalu jauh, -Begitulah, kutunggu sampai mereka ke luar dari hutan kemudian baru melompat turun dari atas pohon dan cepat-cepat mendekati tempat dimana mereka berbicara tadi, pada permukaan tanah banyak kujumpai ling-karan-lingkaran. "Karena tidak kupahami apa maksudnya, lagi pula takut kehilangan jejak Toan Ki tin dan Si Yu gi, maka sembari menduga duga apa arti dari lingkaran-lingkaran ter-sebut, kususul mereka ke arah selatan. "Waktu itu langit diliputi awan tebal, sua-sana gelap gulita, bayangan tubuh dari Toan Ki-tin serta Si Yu-gi sudah tidak nampak lagi. kejadian mana membuat hati -sangat gelisah sehingga tanpa terasa mempercepat perjalanan.. ," Tergerak hati Lan See-giok setelah mendengar sampai disini, menurut penu-turan dari Pek ho caycu, si toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang, ketika ia sedang me-nguntit seseorang, mendadak di utara kubu-ran Lenbg- ong bong dijjumpai ada sesosgok ba-yangan mabnusia sedang bergerak ke selatan, kalau begitu orang tersebut bisa jadi adalah Kiong Tek- ciong. Tapi siapa pula orang yang dijumpai per-tama kali tadi? Mengapa ia tidak bersua de-ngan Toan Ki-tin serta Si Yu gi? Sementara dia masih berpikir, terdengar Kiong Tek ciong melanjutkan kembali kata katanya: " .....setelah maju lagi lima enam li, ku-jumpai sebuah hutan pohon siong yang lebat, aku tak berani memasukinya secara gegabah, karena itu

493

setelah kuamati sejenak, dapat diketahui di situ merupakan sebuah kompleks tanah pekuburan yang luas"Baru saat itulah aku mengerti. rupanya lingkaran-lingkaran yang di buat Si Yu-gi di atas tanah digunakan sebagai pertanda se-buah kuburan besar" maka aku pun lantas menyimpulkan kalau Si Yu gi sekalian telah masuk ke dalam kuburan. "Dengan mengerahkan tenaga dalam yang kumiliki untuk melindungi badan, selangkah demi selangkah kuteruskan perjalanan ke depan. "Apa yang semula kuduga ternyata me-mang benar, sesudah melewati beberapa buah kuburan besar, akhirnya dari sebuah kuburan raksasa yang berada tak jauh dariku kujumpai ada pintu yang terbuka. "Dalam keadaan penuh kewaspadaan aku pun memasuki pintu kuburan itu, tak jauh kemudian, di bawah cahaya lentera kujumpai Lan tayhiap telah terkapar di atas genang-an darah.:. Air mata tak bisa, dibendung lagi dari mata Lan See giok, ia merasa sedih sekali, apa yang kemudian terjadi telah dialami sendiri olehnya, tentu saja diapun tak usah mende-ngarkan penuturan dari Kiong Tek ciong lagi. Walaupun demikian, ia masih mencurigai Kiong Tek ciong. mengapa ia bisa kabur me-lewati pintu rahasia yang baru dibuat itu? Sambil menahan rasa pedih di dalam hati. segera tegurnya dengan suara datar: "Sewaktu Pek ho caycu Gui Pak ciang me-nemukan tempat persembunyianmu dan melakukan sergapan, mengapa kau justru melarikan diri melalui pintu yang baru dibuat?" Sambil menggelengkan kepalanya Kiong Tek ciong menghela napas panjang, "Aai, peristiwar itu hanya terjzadi secara ke-bwetulan saja, parda hakekatnya aku tidak tahu kalau dalam kuburan masih terdapat lorong yang baru digali. Berhubung Gui Pak ciang mendesakku terus menerus. terpaksa aku hanya bisa melarikan diri secara mem-buta, hingga tiba di luar kuburan aku masih tak tahu kalau lorong yang ku lalui adalah lorong yang baru digali, Begitulah, aku dan Gui tua berkejar-kejaran sampai dua hari lamanya, sampai aku masuki Leng-ong- bong untuk kedua kalinya, baru kuketahui jika lorong tersebut merupakan lorong yang baru digali." Saat ini, Lan See-giok sudah mulai merasakan bahwa "air makin surut, batuan pun makin terlihat" namun dia masih tetap mencurigai si setan bengis bermata tunggal Toan Ki-tin sebagai pembunuh ayahnya, ter-utama setelah mendengar penuturan dari Kiong Tek-ciong, dia semakin yakin kalau apa yang diduga memang benar. Namun dia toh tak tahan bertanya lagi:

494

"Menurut penuturanmu barusan, jadi pembunuh ayahku sudah pasti adalah Toan Ki tin serta Si Yu gi?" Kiong Tek ciong mengerutkan dahinya ra-pat-rapat dia termenung sebentar kemudian baru menjawab: "Aku tak berani memastikan, akupun tak ingin menuduh orang lain secara tidak- tidak!" Dengan kening berkerut Tok Nio-cu segera tertawa dingin, tegurnya: "Jadi kau hendak mengatakan bahwa suamiku sengaja memfitnah dirimu?!" Tampaknya Kiong Tek-ciong kuatir kalau masalah tersebut berkembang menjadi sema-kin besar, cepat-cepat dia menyangkal: "Aku sama sekali tidak bermaksud demikian, cuma saja berhubung aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri siapa yang telah membunuh si peluru perak gurdi emas Lan tayhiap, maka aku tak berani me-mastikan" Berkilat sepasang mata Tok Nio-cu, tiba-tiba ia menegur dengan marah: "Sewaktu Si Yu-gi dan Toan Ki-tin be-runding di dalam hutan, apakah tuan melihat kejadian tersebut dengan mata kepala sendiri?" "Tentu saja. .." dengan wajah amat tak se-dap dipandang namun diliputi perasaan ta-kut, Kiong Tek ciong mengangguk. Tok Nio-cu segera menegur lebih jauh. "Seandainya sekarang juga Lan siauhiap berangkat ke telaga Tong ting untuk mencari Toan Ki tin dan membalas dendam, lalu menunjukkan bahwa kau lah yang me-lihat, dengan mata kepala sendiri, dia serta Si Yugi memasuki kuburan Leng ong bong, apakah Toan Ki tin juga akan mengumpat mu seba-gai memfitnah dirinya?" Merah padam selembar wajah Kiong Tek-ciong, bibirnya bergerak keras sampai lama sekali dia baru bisa berkata: "Kenyataannya memang demikian, sekali pun Toan tua hadir disinipun aku tetap akan berbicara dengan sejujurnya!" Tok Nio-cu sama sekali tak mau mengalah, sambil tertawa dingin ia berkata lebih jauh: "Kalau toh kenyataannya demikian, me-ngapa suamiku tidak diperkenankan untuk bercerita bahwa kau melewati lorong yang baru digali sewaktu melarikan diri? Apalagi kaupun jangan lupa, kau adalah orang yang telah menggeledah Lan siauhiap serta me-nendangnya keras-keras." Berubah hebat paras muka Kiong Tek ciong sesudah mendengar perkataan itu un-tuk beberapa saat dia terbungkam dalam seribu bahasa, sementara peluh dingin jatuh bercucuran, sorot matanya yang memancar-

495

kan kegelisahan mengawasi diri See giok, kemudian melotot penuh kebencian ke arah Tok Nio-cu. Ia betul-betul kuatir jika kata-kata terakhir dari perempuan itu akan menimbulkan kem-bali amarah dari sang pemuda, bila Lan See giok sampai memanfaatkan kesempatan itu untuk membuat perhitungan dengannya, su-dah pasti dia akan mendapat malu besar Tidak heran kalau rasa bencinya terhadap Tok Nio-cu menjadi jadi .... Sementara itu suasana dalam arena men-jadi amat sepi, puluhan jago yang berdiri di belakang Kiong Tek ciong pun tetap mem-bungkam diri, meski mereka bisa menang-kap sedikit permasalahannya namun belum bibsa meraba secarja pasti apa gergangan yang telabh terjadi. Si Cay soat dan Oh Li cu yang meski me-ngetahui duduknya masalah, sekarang ikut dibuat kebingungan, mereka tak mengira kalau dibalik kesemuanya itu masih terdapat banyak masalah yang lebih rumit, Tok Niocu juga semakin tidak mengerti. Akan tetapi dia tidak mencoba untuk men-cari keterangan. sebab tujuannya sekarang adalah memanfaatkan kesempatan untuk mencuci bersih Pek-hoo caycu Gui Pak-ciang dari kecurigaan, daripada kedua belah pihak sampai terlibat dalam bentrokan kekerasan. Setelah ia bikin Kiong Tek ciong ter-bung-kam, tentu saja perempuan itu tak ingin mendesak orang lebih jauh, kepada Lan See giok yang masih termenung tanya nya ke-mudian lembut: "Adik Giok, apakah kau masih ada per-so-alan lain yang perlu ditanyakan?" Waktu itu Lan See giok sedang dihadap-kan dua masalah yang memusingkan kepala nya. ke satu, dia harus selekasnya pulang ke Phoa yang oh untuk bersua dengan si Naga Sakti pembalik sungai, maka ke dua dia mesti ke telaga Tong ting untuk menuntut balas kepada Toan Ki tin... Ketika mendengar pertanyaan tersebut, ce-pat-cepat dia memusatkan pikirannya kem-bali seraya menjawab. "Aku sudah tak ada urusan yang perlu ditanyakan lagi!" Kemudian sambil menjura kearah Kiong Tek ciong, katanya dengan ramah. "Untuk semua penjelasan dan keterangan yang anda berikan, kuhaturkan banyak teri-ma kasih, maafkan kami bila kehadiran kami semua dimalam ini telah mengusik ketena-ngan kalian, nah aku hendak mohon diri le-bih dahulu" Kiong Tek ciong tertegun, dia sama sekali tak menyangka kalau Lan See giok sebagai seorang pemuda yang masih muda usia ter-nyata bisa bersikap besar jiwa terhadap orang. biarpun ilmu silatnya hebat nyatanya dia memang berbeda sekali dengan kebanya-kan pemuda lainnya.

496

Cepat-cepat senyuman manis menghias bibirnya, kemudian dengan suara mendekati mengumpak ia berkata: "Kerendahan hati siauhiap hanya membuat aku bertambah malu. bila teringat kembali peristiwa dimasa lampau dimana aku turut mengejar ayahmu, oooh sungguh menyesal rasanya sekarang. Harap siauhiap sudi me-lupakanb semua kebodohajnku itu, kalau gtoh siauhiap mabsih ada urusan yang hendak diselesaikan, tentu saja aku tak berani me-nahan lebih jauh -Demi keselamatan mereka berempat, de-ngan cepat Tok Nio-cu menimbrung,: "Apakah kau tidak akan menghantar siau-hiap sampai di bawah bukit.." "Oooh, tentu saja. tentu saja, memang se-harusnya kuhantar Siauhiap dan nyonya sampai di bawah bukit." Sebenarnya Lan See-giok ingin menolak, namun setelah melihat sorot mata Tok Nio-cu, terpaksa ia menerimanya juga. Kiong Tek ciong segera berpaling dan seru-nya kepada puluhan jago yang berada di be-lakangnya. "Segera bunyikan tambur dan gembrengan untuk menghantar keberangkatan tamu agung, perintahkan semua Hiangcu ke atas pagar mengikuti aku menghantar Lan siau-hiap sampai di kaki bukit." Lan See-giok merasa sangat tidak tenang sebetulnya diabermaksud hendak mencegah perbuatan itu. Tapi seorang diantara puluhan jago itu su-dah melompat ke muka dan mengangkat sepasang tangannya sambil digoyangkan berulang kali .... Suara sorak sorai yang gegap gempita segera bergema memenuhi angkasa diikuti suara terompet pun dibunyikan. Ditengah suara terompet dan sorak sorai yang ramai itulah, Kiong Tek ciong mengutus seorang hiangcu berjalan dimuka sedang dia sendiri bersama Lan See giok sekalian ber-empat mengikuti di belakangnya kemudian disusul pula oleh puluhan orang jago lihay tersebut. Lan See giok ingin secepatnya bisa menca-pai kaki bukit, namun demi keselamatan ter-paksa dia harus bersabar dengan berlarian menelusuri jalan gunung. Sebagai seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman, Kiong Tek ciong segera dapat mengetahui kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Lan See giok serta Si Cay soat benar-benar hebat sekali, saking kagetnya paras mukanya sampai berubah hebat, tidak terasa ia berpaling memberri tanda kepadaz anak buahnya awgar mereka memprerhatikan dengan seksama, dengan demikian akan menambah pengetahuan mereka.

497

Tampak Lan See giok bergerak dengan lu-wes nya menelusuri jalanan setapak, tubuhnya bergerak cepat dan ringan seperti awan di angkasa, Sebaliknya Si Cay soat mengikuti dengan gerakan yang tak kalah entengnya. Bagaikan burung walet yang ter-bang melayang. Biarpun ilmu meringankan tubuh yang di-miliki Oh Li-cu dan Tok Nio-cu sangat hebat, tapi jika dibandingkan Lan See-giok serta Si Cay soat sudah jelasketinggalan jauh. Tak heran kalau segenap jago yang mengi-kuti di belakangnya, samasama menaruh perasaan kagum. Setibanya di kaki bukit, Lan See giok dan Tok Nio-cu segera memper-silahkan Kiong Tek ciong sekalian untuk berhenti. Kemudian setelah mohon diri, berang-katlah ke empat muda mudi itu menuju ke Tiang siu tian. Tiba kembali di Tiang siu tian, mereka ber-empat yang sudah semalaman suntuk tidak beristirahat segera memerintahkan para kacung dan pelayan untuk menyiapkan hi-dangan. Dalam perjamuan tersebut. Tok Nio-cu baru berbicara: "Dalam perjalanan mengikuti adik Giok ke Tay-ang san kali ini, meski apa yang diha-rapkan belum tercapai, namun kita telah peroleh hasil yang setapak lebih maju seba-liknya akupun berhasil menjumpai adik Cui lan yang telah lama berpisah, boleh dibilang hasil yang diperoleh dalam perjalanan kali ini pantas untuk dirayakan..." Sambil berkata dia lantas mengangkat cawan arak-nya sembari berkata lebih jauh: "Mari. kita bersama sama meneguk habis isi cawan ini!" Si Coy soat mengangkat cawan araknya setelah ia melirik sekejap Lan See giok yang sedang meneguk habis isinya, dia segera mengeringkan pula isi cawannya. Kalau Lan See Giok tidak berminat untuk mencari tahu asal usul dari Tok Nio-cu serta Oh Li cu, berbeda dengan Si Cay soat ia segera bertanya: "Hujin, bagaimana ceritanya sehingga kau dapat berpisah dengan nona Oh?" Tok Nio-cu menghela napas sedih, sepasang matanya berkaca kaca. ujarnya sedih. "Ke-adaan yang sejelasnya juga tak bisa ku ingat lagi, aku cuma tahu ayahku bernama Be Yu liang, dia adalah seorang piausu kenamaan, sedangkan ibuku bernama Bok Kin go, ia disebut Juan liong lihiap, setelah menikah banyak tahun, orang tua kami hanya me-lahirkan aku dan Cui lan ber-dua, namaku Cui peng. "Sepanjang tahun ayah selalu bekerja se-ba-gai pengawal barang, adakalanya ibupun membantu pekerjaannya, jadi tak urung ter-jadi juga perselisihan dengan orang-orang golongan hitam.

498

"Dimalam Tiongciu suatu tahun, mendadak di rumah kami kedatangan serombongan manusia golongan hitam yang jumlah nya meliputi enam pria dua wanita. ke enam pria itu mengerubuti ayah sedang dua wanita itu mengerubuti ibu..." "Berapa usia kalian waktu itu ? Mengapa tidak membantu orang tua kalian?" tanya Si Cay soat dengan kening berkerut. Dengan sedih Tok Nio-cu memandang se-kejap kearah Si Cay soat, kemudian melan-jutkan. "Pada waktu itu aku baru berusia sembilan tahun, sedang adik Lan belum sampai tiga tahun. ketika orang-orang itu bertempur melawan ayah dan ibu, kami menjadi keta-kutan sehingga menyembunyikan diri di tem-pat kegelapan. Adik Lan ketakutan dan menangis menjerit jerit, akhirnya aku di tolong secara diam-diam oleh guruku pengemis tujuh racun, sedangkan adik Lan lenyap entah kemana." "Siapakah ke enam pria dan dua wanita itu? Apakah Nyonya masih ingat dengan wa-jah mereka?" sela Lan See giok tiba-tiba. Dengan air mata bercucuran Tok Nio-cu menjawab: "Pada mulanya tidak tahu, kemudian atas penjelasan dari suhu baru kuketahui bahwa ke enam orang lelaki itu masing-masing adalah empat malaikat bengis dari Juan tiong serta sepasang harimau dari Lang to, atas bantuan dari guruku si pengemis tujuh racun, mereka telah -mampus semua di ujung senjata rahasia beracunku, sedangkan kedua orang wanita itu konon adalah gundiknya empat malaikat buas dari Juan tiong, namun ketika kucari mereka untuk membalas den-dam. kedua orang itu sudah pergi entah ke-mana" Lan See giok segera berkerut kening, sete-lah melirik sekejap ke arah Oh Li cu yang se-dang menangis terisak, dia segera bertanya ragu-ragu: "Mungkinkah perempuan itu adalah Say Nyoo-hui Gi Ci hoa?" Mendengar perkataan itu isak tangis Oh Li cu semakin menjadi jadi...Lan See giok memandang sekejap kearah Si Cay soat dan Tok Nio-cu. ia dapat menyim-pulkan bahwa selama banyak tahun Say nyoo-hui Gi Ci hoa tentu amat menyayangi Oh Li cu. Melihat hal ini dengan kening berkerut Tok Nio-cu segera berkata. "Jika Say nyoo-hui benar-benar merupakan satu diantara dua wanita pembunuh ibuku dimasa lalu, perduli betapa baiknya dia ter-hadap adik Lan, dia tetap merupakan musuh besar pembunuh ibuku, dendam orang tua sedalam lautan, kami tak bisa melupakan sakit hati tersebut hanya dikarenakan budi pemeliharaannya selama berapa tahun."

499

Kata-kata yang penuh semangat dan gagah ini segera disambut Lan See giok serta Si Cay boat dengan anggukan kepala, sedangkan Oh Li cu juga segera menghentikan isak tangis-nya. "Lantas apa rencana kalian selanjutnya?" tanya Si Cay soat kemudian. Tok Nio-cu mengerutkan dahinya, kemu-dian berkata sedih. "Menurut keterangan dari adik Lan serta adik Giok. Wi-lim-poo berjaya di atas telaga, konon kapal perangnya meliputi berapa ratus buah, pengaruhnya luas dan kekuatannya besar. bila ingin membalas dendam sudah jelas bukan hanya kekuatan Pek ho cay yang dapat menandinginya, sebab kecuali adik Lan seorang yang lain tidak pandai ilmu dalam air, . . . " Sesudah sangsi sejenak, dia berkata lebih jauh. "Lagi pula menurut penuturan adik Lan atas raut wajah Say nyoo hui Gi Ci hoa bisa jadi dia adalah salah seorang yang turut menyerang ibuku dimasa lalu, tapi aku harus melihatnya sendiri sebelum dapat membukti-kan kebenarannya, oleh karena itu aku pikir ingin mengikuti adik Lan pergi ke Phoa- yang oh dan berusaha mengintip sekali wajah asli dari Say nyoo hui, kemudian baru menyusun rencana untuk membalas dendam." "Ya, bertindak secara demikian memang jauh lebih baik " Lan See giok segera menya-takan persetujuannya, janganlah dikarena-kan kurang berhati hati, akibatnya susu di-balas dengan tuba, kalian bisa menyesal sepanjang masa." Tok Nio-cu manggut-manggut. "Itulah sebabnya aku harus melihat dulu raut wajah, asli dari Say Nyoo hui." Tiba-tiba Oh Li cu mendongakkan kepalanya yang basah oleh air mata, lalu ujarnya kepada Lan See giok. "Cici hanya mengandalkan kelihaian sen-jata rahasia saja. selama ini sedang ilmu si-latnya cuma biasa-biasa saja, di tambah pula dia tak pandai ilmu berenang, sulit rasanya untuk menuntut balas, sampai waktunya kami berharap adik Giok sudi membantu usaha kami itu ...." Sebelum Lan See giok sempat menjawab, Tok Nio-cu sudah menimbrung, lebih dulu dengan nada seolah-olah menghibur. "Adik Lan tak usah kuatir. aku yakin adik Giok pasti tak akan berpeluk tangan belaka" "Ooh. tentu saja, tentu saja, siaute tentu tak akan menampik" seru Lan See-giok, de-ngan bersungguh hati. Dengan penuh rasa berterima kasih Oh Li cu memandang kearah Lan See giok, kemu-dian tanyanya lagi dengan penuh rasa kuatir: "Sekarang, apakah kau hendak berangkat ke Lim lo pah di telaga Tong ting?"

500

Lan See giok termenung sebentar, kemu-dian jawabnya: "Aku dan adik Soat masih mempunyai banyak persoalan yang harus diselesaikan secepatnya, apakah hendak pergi ke Lim lo pa, masih tanda tanya besar sekarang, aku baru dapat mengambil keputusan menurut perkembangannya nanti." Oh Li-cu kembali bersedih hati, karena dari kata kita pemuda tersebut sama sekali tidak disertakan dengan kata ajakan yang memin-tanya melakukan perjalanan bersama, karena sedihnya, air matapun bercucuran. . . Berbeda sekali dengan Tok Nio-cu, apa yang dipikirkan olehnya sekarang hanya memba-laskan dendam bagi kematian orang tuanya, ia tidak berharap adiknya merasa gelisah karena masalah ini, asal Lan Seegiok tidak kabur ke langit, ia berjanji akan memenuhi keinginan adiknya itu, Maka dengan nada serius diapun bertanya, "Di kemudian hari, bagaimana cara aku un-tuk mengadakan kontak-?" Lan See giok yang jujur dan polos segera, menjawab tanpa ragu-ragu lagi. "Kalian boleh datang ke pantai barat telaga Phoa yang oh, kampung nelayan dimana naga sakti pemba-lik sungai berdiam, tanyakan saja kepadanya, ia pasti mengetahui jejak-ku, mungkin juga seusai urusan di sini, aku hendak berangkat ke sana." Sesudah mendengar perkataan itu, agaknya Oh Li cu merasa jauh lebih berlega hati. se-kali lagi dia menengok wajah Lan See giok sambil bertanya. "Adik Giok. kau dan nona Si akan berangkat kapan?" Biarpun Lan See giok merasa Oh Li-cu patut dikasihani, namun berada dihadapan Si Cay-soat yang sok cemburu, ia tak berani banyak berbicara, sahutnya kemudian de-ngan cepat: "Siaute pikir. selesai bersantap nanti segera akan berangkat !" Tok Nio-cu dapat melihat dengan jelas, dia tahu Lan See giok sudah menaruh perasaan kasihan terhadap adiknya, maka sambil me-nengok ke arah Si Cay-soat. ia bertanya sam-bil tersenyum. "Nona Si, apakah kau punya kuda?" Ucapan mana dengan cepat menyadarkan Lan See giok dan si Cay soat bahwa saat itu merupakan sebuah masalah, gadis tersebut segera menggeleng. "Aku tidak suka menunggang kuda, maka aku tak pernah membeli kuda .."" Tergerak hati Oh Li cu, dia seperti mempu-nyai kesan untuk membaiki Si Cay-soat, de-ngan wajah serius katanya kemudian: "Ka1au toh kalian hendak berangkat lebih dulu, biar kuhadiahkan kuda Cihwee -kou ku itu untuk nona Si!" Tapi Tok Nio-cu tidak setuju:

501

"Kuda Ci hwee-kou milikmu itu kelewat liar, bila nona Si tak bisa mengendalikan bisa berabe jadinya. lebih baik adik Giok menung-gang Wu wie kou sedangkan nona Si menunggang Pek kou, aku rasa ini lebih aman," Lan See giok sadar, tanpa kuda jempolan mustahil bagi mereka untuk menempuh per-jalanan cepat, diapun segera menyatakan persetujuannya. "Sebetulnya begini memang paling baik, hanya akibatnya harus menyiksa nyonya." Mendadak Oh Li cu menimbrung: "Selama ini cici selalu berusaha dan ber-juang mati matian demi kau, dua kali sudah ia menghadiahkan kudanya untukmu, bahkan selalu memanggil adik Giok, menga-pa adik Giok tidak berubah juga` panggi-lanmu men-jadi cici?" Merah dadu selembar wajah Lan See giok buru-buru ia menerangkan: "Berhubung sejak awal sudah terlanjur menyebut nyonya, rasanya jadi kurang bebas untuk merubahnya--." "Tapi untuk diubah sekarang pun belum terlambat?" sambung Oh Li cu lagiLan See giok merasa banyak hal Tok Nio-cu. memang berjasa kepadanya, banyak ma-salah yang patut dihargai olehnya, tanpa banyak bicara, ia lantas mengangkat cawan nya dan berkata sambil tertawa. "Biar siaute menghormati enci Peng dengan secawan arak, anggap saja sebagai rasa te-rima kasihku untuk perhatian enci Peng se-lama ini-- " Tok Nio-cu tertawa cerah, namun dibalik senyuman kemenangan itu, terselip juga rasa menyesa1 dan malu, dia segera mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya Si Cay soat yang polos, dengan cepat me-ngangkat cawannya pula sambil berkata ri-ang. "Biar siaumoay juga menghormati Cici ber-dua dengan secawan arak sebagai rasa teri-ma kasihku untuk hadiah kuda" Atas ucapan mana, Tok Nio-cu dan Oh Li cu seakan akan memperoleh penghormatan yang tinggi, cepat-cepat mereka berdua me-ngangkat cawan masing-masing sambil me-nyebut adik Soat. Lan See giok yang menyaksikan kesemua-nya itu tentu saja, merasa sangat gembira, memang saling mengenal dengan akrab jauh lebih enak dari pada hubungan yang dingin. Biarpun Oh Li cu pernah hidup dalam keja-langan dimasa lampau, namun semenjak berjumpa dengan bibi wan serta enci Cian. dia telah berubah menjadi lembut dan halus, tidak ada lagi sifat genitnya seperti dahulu.

502

Teringat akan bibi Wan dan enci Cian, hatinya bertambah gelisah. Cepatcepat dia perintahkan pelayan untuk menyiapkan kuda. Sewaktu ke empat orang itu selesai ber-santap, matahari sudah tenggelam di langit barat. Tok Nio-cu yang harus membeli kuda baru, memutuskan akan berangkat keesokan harinya bersama Oh Li cu sebaliknya Lan See-giok dan Si Cay soat berangkat pada saat itu juga. Meninggalkan kota Tiang siu-tan, maghrib sudah menjelang, orang yang berlalu lalang semakin jarang, itulah sebabnya merekab ber-dua segeraj melarikan kudagnya kencang-kenb-cang menuju tenggara. Sepanjang perjalanan, muda mudi berdua itu hanya membungkam diri sambil memikirkan persoalan masing-masing. Lan See giok sangat menguatirkan kesela-matan bibi Wan serta enci Ciannya, dia tak tahu mengapa si naga sakti pembalik sungai harus bermain gila, hal tersebut membuat perasaannya bertambah gelisah. Sebaliknya Si Cay soat hanya memikirkan kemurungan dan kepedihan Oh Li cu, ia da-pat merasakan bahwa cinta kasih Oh Li cu terhadap engkoh Giok nya tidak berada di bawah sendiri, dia tak tahu mengapa pemuda itu justru berusaha menjauhi Oh Li cu atau mungkin pemuda itu hendak memberi tanda kepadanya bahwa ia tidak menyukai Oh Li cu? Dalam waktu singkat tiga puluhan li sudah dilalui, kini kegelapan malam sudah mulai mencekam seluruh permukaan bumi, bin-tang-bintang beterbangan di angkasa, lari kuda mereka kian lima kian bertambah ce-pat. Suatu ketika, Si Cay soat melihat Lan See giok sedang berkerut kening. tak tahan lagi ia segera menegur dengan lembut. "Engkoh Giok, sebenarnya apa sih yang se-dang kau pikirkan?" Lan See giok segera tersadar dari lamunan-nya, ia merasa sudah amat lama tidak me-ngajak gadis itu berbicara. sahutnya kemu-dian: "Aku sedang memikirkan soal si naga sakti pembalik sungai Thio loko, mengapa ia tidak memberitahu kepadamu- mengapa kita mesti pergi ke kampung nelayan di tepi telaga Phoa yang oh?" "Bukan siaumoay sudah tahu enggan me-ngatakan, tapi sesungguhnya siau moay sendiripun tidak tahu! " kata Si Cay soat de-ngan wajah bersungguh sungguh. Lan See-giok segera merasakan hatinya bertambah berat, dia semakin tidak paham maksud dan tujuan dari naga sakti pembalik sungai itu. Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar Si Cay-soat; bertanya lagi.

503

"Engkoh Giok, apakah kita hendak menuju telaga Tong ting lebih dahulu?" , "Tidak kita harus pulang ke kabmpung nela-yan jlebih dulu!" Pgemuda itu merasba harus pulang dan un-tuk menengok bibi Win serta enci Cian, de-ngan begitu hatinya baru merasa lega. Maka mereka segera menelusuri jalan raya menuju ke telaga Phoa yangoh. Sejak perpisahan dulu, hubungan Lan See giok dengan Si Cay-soat sekarang tak ubah nya seperti sepasang suami istri, Lan See giok menjumpai gadis itu lebih lembut dan hangat dalam banyak hal selalu memperhati-kan dirinya, ia pun tak pernah ngambek lagi. Demi menjaga kondisi badan serta kese-hatan kuda-kuda mereka, kedua orang itu se1aIu jalan pagi istirahat di waktu malam, sepanjang jalan mereka selalu tidur seran-jang dengan penuh kemesraan. Si Cay soat sendiripun selalu berusaha menghibur dan mengajak pemuda itu ber-mesraan, hal ini membuat Lan See giok yang sedang murung dan kesal, agak terhibur juga. Hari bertambah hari, telaga Phoa yang oh sudah semakin dekat, sekali lagi Lan See giok merasakan hatinya gundah dan tak tenang, bayangan wajan bibi Wan yang anggun dan enci Cian yang lembut, selalu muncul dan terbayang dalam benaknya. Gara-gara persoalan ini, seringkali ia tak bisa tertidur dengan nyenyak. Si Cay soat yang tidur di sisinya sebagai gadis yang cerdik tentu saja mengetahui jalan pemikiran pemuda itu, namun bila ter-ingat sebentar lagi akan bertemu dengan Ciu Siau cian yang selalu dipuja puja gurunya, dia malah merasa sangat gembira. Namun, sebagai seorang gadis yang ingin mencari menangnya sendiri dihati kecilnya timbul juga ingatan untuk membanding-bandingkan mereka berdua, dia ingin mem-buat engkoh Giok nya beranggapan bahwa kehadirannya jauh lebih penting ketimbang Ciu Siau cian. Sepuluh hari perjalanan kemudian, akhirnya kota Tek an yang mentereng sudah muncul dalam pandangan mata mereka ber-dua.. Memandang kota itu. Lan See giok merasa bagaikan kembali ke kampung halaman yang sudah banyak tahun ditinggalkan, hatinya diliputi gejolak emosi, darah serasa mendidih, ia tahu dengan kecepatan kuda mereka. pa-ling banter setengah hari lagi mereka akan bertemu dengan bibi Wan serta enci rCian. Kuda Wu zwi kou dan Pak wkou meringkik triada hentinya sambil berlari kencang.

504

bangunan kota Tek an yang perkasa kian lama kian mendekat, namun Lan See giok tidak menghentikan perjalanannya, dia mela-rikan kudanya semakin kencang . . . Si Cay soat yang melihat hal tersebut tiba-tiba saja timbul pikiran nakalnya, ia merasa wajib berupaya agar pemuda itu lebih mem-perhatikan dirinya dari pada Ciu Siau cian. . . . Tatkala Lan See giok sedang mengambil keputusan untuk melewati pinggiran kota saja, mendadak ia tidak melihat bayangan dari kuda Pak kou lagi, Dengan perasaan terkejut pemuda itu segera berseru. "Aaah, adik Soat......" Cepat-cepat dia menarik tali les kudanya sambil membalik ke arah ..... Dikejauhan sana ia jumpai Si Cay soat ka-dang menghentikan kudanya di tepi jalan sepasang wajah nona itu kelihatan merah sedang tangannya yang satu berpegangan pada tali les, tangan yang lain memegangi jidat sendiri, hal ini menunjukkan kalau dia telah jatuh sakit. . . Tak terlukiskan rasa kaget Lan See giok, dengan perasaan gugup dan gelisah dia segera menghampirinya, kemudian sambil memegang tali les kuda putih itu, tanyanya penuh kecemasan. "Adik soat, mengapa kau? Bagaimana rasa mu sekarang .....?" Si Cay soat hanya memejamkan matanya rapat-rapat dan menggeleng dengan penuh penderitaan. Lan See-giok lantas menduga. kalau Si Cay soat masuk angin, maka sambil me-nuntun kuda putih itu dia berangkat masuk ke dalam kota. Dalam keadaan demikian. dia tidak memikirkan hal-hal yang lain lagi. apa yang terpikir olehnya sekarang adalah secepatnya membiarkan Si Cay soat beristirahat dengan tenang di atas pembaringan. Peristiwa semacam ini boleh dibilang tak terduga sama sekali olehnya, padahal sete-ngah hari perjalanan lagi mereka akan tiba di telaga Phoa yang oh,, tapi justru disaat seperti ini Si Cay soat jatuh sakit. Ia tahu selama belasan hari perjalanan, Si Cay-soat selalu melayani kebutuhannya, menyisirkan rambut, membantu mengenakan pakaian, meladeni sarapan dan menemani-nya tidur. semua pekerjaan semacam ini memang terlalu melelahkan dirinya. Dalam anggapannya, wanita adalah kaum yang lemah, kesehatan tubuh mereka selalu lemah, tidak heran bila jatuh sakit setelah menempuh perjalanan jauh dengan susah payah. Tiba di dalam kota, pemuda itu segera membawa si nona menuju ke sebuah rumah penginapan yang terdekat.

505

Setibanya di depan penginapan, cepat-ce-pat pemuda itu menyerahkan kudanya kepada pelayan, kemudian ia membopong tubuh Si Cay-soat menuju ke ruang dalam. pemuda itu merasakan betapa panasnya tubuh Si Cay-soat, mukanya merah mem-bara, suhu badannya tinggi sekali. Maka setelah sampai di dalam kamar, dia membaringkan gadis itu di atas pembaringan, kemudian tanyanya penuh perhatian: "Adik Soat, bagaimana rasanya sekarang?" "Oooh,.. kepalaku pusing, dahaga dan se-kujur badan serasa lemas tak bertenaga!", keluh gadis itu sambil memejamkan mata. Lan See-giok menuang secawan air teh dan membangunkan gadis itu, kemudian menyuapinya pelan-pelan. setelah itu kem-bali dia bertanya dengan penuh perhatian. "Adik Soat. mengapa kau bisa jatuh sakit secara tiba-tiba.. ?" "Sejak berangkat pagi tadi, aku sudah merasa tak enak badan. ketika akan melewati kota di depan sana, sesungguhnya aku su-dah mulai tak tahan ...." Sebenarnya pemuda itu hendak menegur si nona., tapi bila teringat bagaimana sepanjang jalan dia hanya memikirkan melanjutkan perjalanan dengan cepat, tiba-tiba saja tim-bul rasa menyesal dihati kecilnya. Tanpa terasa dengan penuh rasab kasih sayang djia membelai ramgbut gadis itu dban menyeka keringat yang membasahi jidatnya Padahal selama ini Si Cay soat sudah bebe-rapa kali mengintip gerak gerik pemuda itu, ketika melihat kegelisahan dan kepanikan sang pemuda, ia tersenyum bahagia dalam hati. sebab dia berpendapat bahwa kehadirannya dalam hati pemuda tersebut ternyata tidak lebih enteng daripada kehadiran Ciu Siau cian. Diapun membayangkan bagaimana Siau cian sudah setahun lebih berpisah dengan Lan See giok, siang malam merindukan ke-hadirannya, entah betapa rindunya dia sekarang menantikan kedatangan anak muda tersebut? Sedangkan ia sendiri, boleh dibilang sepanjang hari selalu berada bersamanya, tak sedikitpun berpisah, kalau dihitung hi-tung dia telah memperoleh lebih banyak ketimbang gadis itu. Akan tetapi bila ia teringat akan hadiah sa-rung pedang, serta sepatu yang dibuat de-ngan susah payah oleh Ciu Siau cian timbul kembali perasaan menyesal dalam hati kecil-nya. Rasa menyesal dan gelisah membuat peluh bercucuran semakin deras lagi, tanpa ban-tuan tenaga dalam seperti apa yang di laku-kan tadi, peluh bercucuran bagaikan hujan gerimis.

506

Akibatnya Lan See giok yang sedang kalut pikirannya dibuat semakin gelisah dan panik. Melihat kegelisahan dan kepanikan anak muda itu, akhirnya Si Cay soat berkata de-ngan sedih. "Engkoh Giok, pergilah dulu, biar siaumoay beristirahat setengah harian saja, aku perca-ya sakitku tentu akan sembuh kembali!" "Tidak..." tampik Lan See-giok. "kau sedang tak enak badan, aku merasa wajib untuk menemanimu, apalagi perjalanan yang di-tempuh oleh Thio loko dan adik Thi gou tidak bakal lebih cepat daripada kita, biar sampai ditujuan pun belum tentu aku dapat bersua dengan mereka" Tapi kau toh bisa menengok enci Cian dan bibi Wan?" ujar si nona dengan tulus hati. Ucapan tersebut dengan tepat mengenai perasaan Lan See giok, tapi tegakah dia meninggalkan adik Soat yang sedang sakit untuk menengok enci Cian ? Dengan cepat dia menggelengkan kepala-nya berulang kali. Tidak, kalau harus pergi kita pergi bersama, aku percaya bibi Wan bdan enci Cian, jtentu akan gembgira sekali bertbemu dengan kau.."" Sudah lama sekali Si Cay soat ingin meli-hat wajah asli Ciu Siau-cian, apalagi teringat mimik wajah engkoh Gioknya setiap kali ber-bicara soal Ciu Siau-cian, dia per-caya dalam perjumpaan mereka setelah berpisah setahun lebih pertemuan itu pasti akan dibumbui dengan peluk cium yang hangat: Bila ia turut hadir dalam suasana seperti ini, ooh.--betapa sadisnya keadaan waktu itu. Berpikir sampai di situ, segera ujarnya dengan tak senang hati. "Tidak, aku tak mau pergi, mukaku lagi merah, rambutku kusut, badan lemas tak bertenaga. masa aku mesti bertemu orang?" "Lantas bagaimana dengan kau?" Lan See giok bertanya agak gelisah Si Cay soat termenung sejenak, kemudian sahutnya. "Biar kita beristirahat berapa saat di sini, begitu kondisi badanku pulih kembali, kita segera melanjutkan perjalanan, aku menuju ke kampung nelayan sedang kau menengok bibi Wan, besok bila aku sudah tukar pakaian baru, baru kusambangi enci Cian dan bibi Wan---setuju?" Lan See giok mengira Si Cay soat suka akan kecantikan, dia tak tega menolak ke-hendak hatinya, dengan cepat dia meng-ang-guk. Mereka berdua segera duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan, lewat tengah hari Lan See giok nampak segar kembali, se-baliknya Si Caysoat berlagak masih lemas selesai bersantap dan membayar rekening, mereka melanjutkan perjalanan lagi:

507

Melalui sebelah selatan kota, kedua orang itu berangkat menuju ke telaga Phoa-yang oh. Sepanjang jalan Si Cay-soat tiada hentinya memperhatikan gerak-gerik Lan See giok, dilihatnya pemuda itu tidak menunjuk kan kegelisahan seperti siang tadi, malah pemuda itu selalu berusaha mengendalikan lari ku-danya dan melimpahkan segenap perhatian kepadanya. Diam-diam gadis itu sangat gembira, tapi timbul juga perasaan menyesal dan malu, sekarang terbukti sudah Lan See giok tak pernah membeda bedakan perhatiannya ter-hadap dia maupun Ciu Siau cian, kalau tadi pemuda itu gelisah dan cemas, hal itu hanya dikarenakan mereka telah berpisah hampirr setahun lebih.z. Berpikir samwpai di situ ia rpercepat lari ku-danya. tapi Lan See giok yang mengikuti di sisinya justru selalu memperingatkan agar ia berhati-hati, jangan melarikan kudanya kelewat cepat. Sebelum matahari tenggelam di langit barat, di ujung tenggara situ sudah nampak permukaan, telaga yang gemerlapan, oleh pantulan cahaya ... Melihat air telaga dikejauhan sana, timbul kembali perasaan gembira dalam hati Lan See-giok, Sorot matanya segera dialihkan ke perkampungan nelayan di bawah bukit situ, dia sedang membayangkan bagaikan kaget dan girangnya bibi Wan serta enci Cian se-waktu melihat kehadirannya. Dalam keadaan begini, tiada prasangka jelek yang melintas di dalam benaknya, ia tidak kuatir bibi Wan dan enci Cian men-jum-pai musibah. malah dia yakin pasti dapat bersua dengan mereka. . Tiba-tiba Si Cay-soat berbisik. "Engkoh Giok, setibanya di persimpangan jalan di depan sana, kita harus berpisah dulu" Lan See giok menatap gadis itu tajam-ta-jam, kemudian pintanya. "Adik Soat, marilah kita pergi bersama sama, bukankah kau sudah sembuh kemba-li?" "Tidak!" tampik Si Cay soat sambil meng-gelengkan kepalanya dan mengulumkan senyuman paksa, aku masih merasa tak enak badan!" "Kalau begitu, biar kuhantar dulu kau sampai di rumah kediaman naga sakti pem-balik sungai Thio Loko?" "Tak usah. tak usah, aku toh masih me-ngenal jalan!" cegah gadis itu cepat-cepat. Sementara pembicaraan berlangsung. mereka telah sampai di persimpangan jalan. gadis itu segera melarikan kudanya cepat-cepat memasuki hutan lebat--.-

508

Lan See giok menarik tali les kudanya dan mengawasi bayangan punggung Si Cay soat yang menjauh dengan penuh rasa kuatir. bu-kan saja dia menguatirkan kesehatan tubuhnya, pemuda itu juga takut bila gadis itu marah.. Si Cay-soat sendiri sempat pula berpaling, Ketika dilihatnya pemuda itu malah menghentikan lari kudanya sambil memper-hatikan ke arahnya dengan penuh rasa kuatir, hatinya terasa sedih di samping ha-ngat den mesra, cepat dia mengulapkan ta-ngannya, agar pemuda itu segera berangkat. Dia melihat Lan See giok mengulapkan tangannya pula berulang kali, setelah itu baru melarikan kudanya melanjutkan per-jalanan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik hutan. Si Cay soat merasa matanya menjadi ka-bur, entah sadari kapan, titik air mata telah jatuh berlinang .... Sebetulnya dia hendak mendahului Ciu Siau cian untuk mendapatkan Lan See giok, tapi sekarang, ia justru telah melepaskan ke-sempatan baik ini dengan begitu saja. Dengan termangu mangu Si Cay soat duduk di atas kudanya. mengawasi bayangan kuda Lan See giok dengan tertegun, mem-ba-yangkan adegan pertemuan antara Ciu Siau cian dengan pemuda itu, timbul perasaan tak sedap yang tak terlukiskan dengan kata dalam hatinya. BAB 24 DALAM waktu singkat, bayangan kuda dari Lan See giok sudah hilang lenyap dibalik ke-gelapan. Dengan perasaan sedih, Si Cay soat meneruskan kembali perjalanannya menuju ke kampung nelayan, teringat selama belasan hari ini, setiap kali menginap dia selalu tidur bersama engkoh Giok nya, tapi engkoh Giok yang bodoh, setiap kali tak pernah--Sekarang ia, sedang bertanya kepada diri sendiri. mungkinkah antara engkoh Giok dengan Ciu Siau cian akan melakukan--.? Membayangkan masalah yang paling rawan itu, mendadak hatinya berdebar keras, pipi-nya menjadi merah, diam-diam ia mengum-pat ketidak maluan sendiri. Dalam pada itu Lan See giok yang melan-jutkan perjalanan menuju ke rumah bibi nya. juga dibebani oleh banyak persoalan. Ia sedang membayangkan betapa terkejut dan gembiranya bibi Wan serta enci Cian ketika mereka saksikan dia pulang ke rumah secara tiba-tiba...

509

Diapun membayangkan, enci Cianb yang sudah setjahun berpisah dgengannya, kini bpasti bertambah lembut dan cantik, bagai-mana gembiranya gadis itu ketika melihat dia pulang? Kemudian ia pun berpikir tentang ke-mun-culan Si Cay soat besok pagi, ia tak tahu apakah enci Cian nya akan menunjukkan sikap cemburu seperti apa yang diper-lihatkan Oh Li cu? Ia merasa wajib untuk mengucapkan bebe-rapa kata yang memuji adik Soat di depan enci Cian. Teringat Si Cay soat, tanpa terasa ia berpa-ling dan memandang kembali hutan di bela-kang sana, namun pemandangan di sekeliling situ sudah tertutup oleh kegelapan malam. Lima li kemudian, dari kejauhan sana- ter-lihat titik cahaya lentera, dia tahu disitulah letak tempat tinggal bibi Wan. Dalam waktu singkat lima li sudah di tem-puh, pemuda itu segera memperlambat lari kudanya dan langsung masuk ke dalam dusun. Dari jauh dia melihat cahaya lentera masih nampak disulut dalam kamar tidur enci Cian. Dalam keadaan begini, ia benar-benar tak bisa membendung gejolak emosi dan rasa gembira di dalam hatinya hampir saja dia tak tahan hendak berteriak memanggil enci Cian dan bibi Wan nya. Dengan penuh kegembiraan dia menarik tali les kudanya, Wu-wi-kou segera me-ringkik panjang dan lari menuju ke depan pintu pekarangan bibi Wan. Suara ringkikan kuda yang keras serta derap kuda yang nyaring dengan cepat mengejutkan seisi dusun. lampu lentera segera dipadamkan orang, sementara cahaya lentera yang semula menyinari kamar tidur Ciu Siau cian. kinipun telah dipadamkan. Dengan cepat Lan See giok sadar bahwa bibi Wan hidup di situ sebagai seseorang yang mengasingkan diri, tidak sepantasnya bila dia mengganggu ketenangan orang kam-pung, serta merta pemuda itu melompat tu-run dari kudanya dan menepuk kudanya agar jangan berisik. Kuda tersebut memang sangat pintar, de-ngan cepat ia menghentikan ringkikan pan-jangnya dan memperingan langkah kakinya. Lan See giok menarik kudanya memasuki halaman rumah bibi Wan, kemudian dengan tangan yang gemetar karena luapan rasa gembira yang luar biasa ia bersiap siap me-ngetuk pintu. Namun sebelum hal ini dilakukabn, tiba-tiba dajri dalam ruangagn sudah kedengabran sese-orang menegur dengan suara rendah dan be-rat: "Siapa di situ?"

510

Lan See giok segera mengenali suara tegu-ran itu sebagai suara dari enci Cian. "Cici Cian. aku yang datang!" sahut pemu-da Itu kemudian sambil berusaha menekan gejolak emosinya. Dari dalam ruangan segera kedengaran suara langkah manusia yang tergesa gesa, menyusul kemudian pintu dibuka orang dan sesosok bayangan kuning menerjang ke luar dari balik pintu seperti seekor burung walet yang terbang lantaran kaget ..... Kemudian dengan suara kejut, gembira serta gugup, dia menegur pula agak gemetar. "Sungguh. ..sungguhkah kau. . ?" Belum sampai habis perkataan itu diutara-kan, tubuhnya sudah menyusul di pintu ger-bang dan tergopoh gopoh mementangkan pintu rumahnya lebar-lebar. Ketika melihat Lan See giok telah tumbuh menjadi dewasa, tinggi besar dan lebih tam-pan, hampir saja Siau cian tak berani me-manggilnya lagi. Bertemu dengan.. Siau cian, Lan See giok Segera melepaskan tali les kudanya kemu-dian agak tak sabar ia genggam sepasang tangan gadis itu dan serunya sambil menga-wasi wajah nona itu lekat-lekat: "Enci Cian, aku yang telah datang. Mana bibi ?" Dengan sinar mata penuh pengharapan dia menengok sekejap ke pintu kamar. Dengan cepat Ciu Siau-cian dapat me-ngu-asai diri, ketika melihat sepasang tangannya digenggam anak muda tersebut, merah padam selembar wajahnya, agak tersipu sipu sahutnya. "Ayo cepat masuk adik Giok!" Sambil berkata dia lepaskan diri dari cekalan pemuda itu dan berdiri di sisi kanan pintu. Lan See-giok tertawa riang, cepat-cepat dia masuk ke dalam ruangan. Tiba-tiba suara ringkikan kuda berat dan rendah berkumandang dari belakang tubuh-nya. Dengan cepat Lan See-giok teringat kalau kudanya masih tertinggal di luar pagar hala-man, tanpa terasa dira berpaling danz tertawa menyeswal. "Aaah, hamrpir saja kulupakan engkau." Dengan suatu gerakan, diapun menuntun kuda hitam itu, memasuki pintu pagar. Dengan wajah terkejut bercampur ke-heranan, Siau-cian memperhatikan sekejap kuda Wu-wi-kou yang tinggi besar itu, kemu-dian mundur dua langkah agar, kuda hitam Itu dapat masuk ke dalam halaman, setelah itu pintu halaman cepat-cepat di-tutup rapat.

511

Dengan sendirinya Wu wi kou itu ber-jalan menuju ke sudut halaman dan menunggu dengan tenang di situ. Selesai menutup pintu, Siau cian baru me-nengok kuda hitam itu sambil katanya penuh kegirangan. "Adik Giok, kuda hitam itu bagus sekali kaukah yang membelinya . . . ?" "Oooh bukan. itu pemberian perempuan beracun Be Cui peng!" jawab sang pemuda tanpa ragu. Mendengar kuda itu pemberian seorang wanita, dengan penuh perasaan Siau cian mengangguk, keningnya segera berkerut, kemudian sewaktu menuju ke ruang dalam ia sempat bertanya lagi agak curiga. "Siapa sih perempuan beracun Itu?" "Oooh, dia adalah nyonya Gui Pak ciang. ketua Pek ho cay . . . " Mendengar, kalau istri Pek ho caycu, di dalam anggapan Siau cian, si perempuan beracun itu sudah pasti seorang nenek-ne-nek, karenanya masalah itu tidak dipikir-kan dihati lagi. Namun dia toh merasa terkejut bercampur keheranan sewaktu mengetahui Lan See giok telah pergi mencari Gui Pak-ciang seorang diri. "Jadi kau telah berkunjung ke Pek ho cay? Lava See-giok mengangguk sambil meng-i-akan, mereka berduapun masuk ke dalam ruangan dan langsung menuju ke kamar tidur gadis itu. Ketika tidak melihat bibinya menampakkan diri, sekali lagi pemuda itu bertanya kehe-ranan. "Enci Cian, mana bibi?" "Mungkin sebentar lagi dia sudah pulang" sahut Siau cian sambil menyulut lentera. Seperti sengaja tak sengaja, beberapa kali gadis itu mengalihkan pandangan matanya mengamati wajah Lan See-giok, wajah yang tampan dan menawan hati itu, sudah mem-buatnya menderita selama setahun lebih... Di bawah sinar lentera, Lan See-giok pun menemukan enci Cian nya tumbuh lebih tinggi, tapi wajahnya justru lebih cantik ketimbang setahun berselang terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, sungguh membuat hati orang terpikat. Berdebar keras hati Siau-cian setelah dia-mati secara lekat-lekat oleh pemuda itu, agak malu tapi senang, gadis itu segera berseru: "Adik Giok, sekarang kau lebih tinggi dari pada aku!" Lan See-giok tertawa bodoh. lalu sahut nya agak tersipu-sipu: "Dan kau lebih-cantik dari pada dulu." "Aaah. kau-memang pandai bicara gadis itu tertawa jengah.

512

Tanpa terasa dia menggerakkan tangan nya dan meraba bahu pemuda itu... Rasa hormat Lan See giok terhadap Siau cian. jauh melebihi rasa cintanya, biarpun wajah cantik jelita itu berada di depan dadanya, selembar bibirnya yang kecil mungil hanya satu depa di depan bibirnya tapi ia tak berani menundukkan kepala untuk mengecupnya. Dia tak lebih hanya bisa berdiri tenang sambi1 menikmati bau harum semerbak yang terpancar ke luar dari tubuh gadis itu dan mengendusnya dalam-dalam, sementara sinar matanya mengamati bibirnya yang mungil tanpa berkedip. Siau cian berdiri tepat dihadapan See-giok ia merasa pemuda itu sama sekali telah de-wasa, apalagi ketika ia mendongakkan kepalanya dia melihat senyumannya yang manis, tiba-tiba gadis itu merasa bahwa adik Giok hendak mencium bibirnya. Teringat akan ciuman, deburan hatinya kian lama kian bertambah kencang, dia sa-ngat berharap pemuda itu dapat berbuat hal ini terhadapnya, Namun tak urung bisiknya pula lirih- "Adik Giok, ayo kita duduk sambil berbincabng!" Dengan lejmah lembut dia gmembalik-kan babdan dan duduk di tepi pembaringan. Melihat Siau-cian menyingkir, tiba-tiba Lan See giok seperti memperoleh keberanian, ce-pat-cepat dia mengejar, memegang lengan gadis itu dan duduk di sisinya, kemudian agak tersipu sipu, tapi lembut, ia berkata "Enci Cian, sewaktu berada dibukit Hoa san. saban hari aku selalu merindukan diri mu!" Siau cian merasakan hatinya hangat dan tanpa terasa tertawa cekikikan, sambil me-ngawasi pemuda itu, ia berseru: "Wajah bodoh, semuanya telah berubah, hanya bibirmu yang pandai bicara saja yang rasanya tak ikut berubah.... Sambil berkata ia menuding dagu pemuda itu dengan jari tangannya yang lentik. Lan See giok kuatir Siau-cian tak percaya, dengan gelisah ia berseru lagi. "Sungguh, aku benar-benar sangat rindu kepadamu, enci Cian bila kau tak percaya besok boleh tanyakan sendiri kepada adik Soat..." Begitu mendengar kata-kata "adik Soat", Siau-cian seperti teringat akan sesuatu, di antara kerutan dahinya segera muncul se-lapis kemurungan, namun di luar ia masih memaksakan diri untuk nampak gembira. "Kau maksudkan nona Si?" tanyanya.. Sambil berkata, dengan suatu gerakan yang luwes dia menarik kembali tangannya yang sedang digenggam pemuda itu.

513

Oleh karena sedang gembira, Lan See-giok sama sekali tidak merasakan keanehan tersebut, tetap penuh kegirangan dia berkata lagi. "Betul, dia telah pergi ke kampung nelayan, besok baru akan kemari untuk menjenguk-mu serta bibi Wan." "Mengapa ia tidak kemari bersama sama kau?" tanya Siau cian lagi dengan kening berkerut. "Ditengah jalan adik Soat tak enak badan. dia takut kau menertawakan kesayuannya, karena itu tidak ikut datang!" Sambil berkata, tanpa terasa dia meng-genggam sepasang tangan Siau cian lagi. Tapi begitu tangan si nona digbenggam, Lan Seej giok terkejut,g wajahnya berubbah, kalau tadi tangan si nona terasa hangat dan lem-but, maka dalam waktu singkat telah berubah menjadi dingin bagaikan salju. .. Ia segera mendongakkan kepalanya dan mengawasi wajah Siau cian dengan perasaan tak mengerti, serunya terkejut. "Enci Cian-kau.." Dengan cepat diapun menjumpai kerutan dahi gadis itu, selapis kemurungan dan kese-dihan menyelimuti seluruh wajahnya. . Melihat sikap sang pemuda yang gugup dan kaget, Siau cian segera berlagak tertawa geli, katanya dengan cepat: Persoalan apa sih yang membuat kau kaget setengah mati?" Sekali lagi dia menarik tangannya dari genggaman pemuda itu, lalu terusnya penuh perhatian. "Kau belum bersantap malam bukan? Biar kusiapkan untukmu" Ia lantas bangkit berdiri dan berjalan menuju ke luar ruangan, Lan See giok sema-kin termangu, perubahan yang datang-nya secara tiba-tiba ini membuat dia jadi kela-bakan dan tidak habis mengerti. Ia dapat merasakan, walaupun enci Cian sedang tertawa namun, tertawanya kelewat dipaksakan, walaupun sepintas lalu nampak gembira namun diantara kerutan dahinya terselip kemurungan serta perasaan sedih. Dengan suatu gerakan yang lembut Siau cian membuka pintu, yang mana segera menyadarkan kembali Lan See-giok dari la-munan. dengan cepat ia menenangkan hati-nya.. kemudian berseru dengan gelisah: "Enci Cian aku belum lapar, aku masih belum lapar!" Buru-buru dia bangkit berdiri dan menyu-sul sampai di luar ruangan. Tapi, Siau cian telah berjalan masuk ke dalam dapur. Kembali Lan See giok mengejar sampai di situ, serunya lebih jauh. "Aku masih belum lapar, cici Cian aku be-lum lapar!"

514

Siau cian memanrdang sekejap wazjah si anak mudwa itu, kemudianr sambil menyulut lentera, katanya lagi dengan gembira. "Aku bisa menanakkan nasi dengan cepat adik Giok, bila kau ingin berbicara, lanjut-kanlah kata katamu!" Sesungguhnya Lan See-giok belum ber-santap malam. namun ia sama sekali tidak lapar, apa lagi setelah menjumpai perubahan yang tak terduga itu, dia semakin tak tega untuk makan. Dengan penuh keraguan dan perasaan tak habis mengerti, ia berdiri di belakang Siau cian, dengan termangu mangu mengawasi gadis itu mempersiapkan hidangan baginya" Kalau tadi, enci Cian kelihatan begitu gem-bira dan riang, wajahnya yang cantik diliputi cahaya kegembiraan. Maka sekarang ia berkerut kening dan pe-nuh kemurungan, meski ia masih me-maksa-kan diri untuk tertawa manis, namun sikap yang dipaksakan tersebut hanya bisa ber-langsung untuk sesaat. Sebagai seorang pemuda yang pintar de-ngan cepat Lan See giok merasa dimana-kah letak kesalahan tersebut, ia menyesal sekali mengapa membicarakan soal Si Cay soat, ia memaki diri sendiri, menggerutu kepada diri sendiri, tidak sepantasnya mempersoalkan adik Soat dalam keadaan dan suasana seperti ini. Tapi, besok kan Si Cay soat akan datang? Bagaimana pula jadinya? Berpikir sampai di situ, tanpa terasa peluh bercucuran dengan amat derasnya. Dengan perasaan gugup dia, menengok enci Ciannya yang cantik, perempuan yang selama ini dianggap sebagai dewi suci dalam hati kecilnya, dia tak percaya enci Ciannya yang lemah lembut penuh keanggunan itu justru merupakan seorang gadis yang sangat besar rasa cemburunya. Namun kenyataan memang demikian. Siau-cian baru menunjukkan sikap murung dan sedih setelah mendengar soal Si Cay -soat, mengapa pula tangannya berubah menjadi dingin seperti es? Tentu saja Lan See-giok tidak dapat me-mahami perasaan Siau cian yang sesung-guhnya, semenjak setengah tahun berselang, dia telah mempunyai suatu ketetapan dihati kecilnya...dia hendak mengorbankan diri agar Lan See giok bisa hidup berbahagia dengan Si Cay soat. Di dalam anggapannya, bila ada dua orang gadis bersama sama mencintai seorang lelaki, maka akhirnya tentu akan tragis, terutama sekali ibunya Huyong siancu, ini merupakan suatu contoh yang nyata sekali... Ia pun dapat membayangkan, selama seta-hun lebih ini Lan See giok dan Si Cay soat selalu hidup bersama, main bersama dan latihan bersama tak

515

sedetikpun mereka berpisah, benih cinta yang tumbuh diantara mereka mungkin sudah mencapai pada titik puncaknya. Mereka pasti sudah saling berpelukan, saling berciuman dan saling bermesrahan, bahkan bisa juga jadi kehidupan mereka su-dah tak ubahnya seperti kehidupan suami istri-Setiap tengah malam ia terbangun dari tidurnya dan terbayang akan persoalan ini, gadis itu tak pernah bisa tidur lagi. Ia pernah mendengar To Seng cu membica-rakan soal Si Cay soat kepada ibunya, dika-takan meski Si Cay soat adalah seorang gadis yang berbudi luhur, dengan kekerasan hati-nya luar biasa, ditambah lagi rasa ingin menangnya yang besar, dalam segala hal dia tak mau kalah ditangan orang, karena itu dia merasa tak mungkin bisa bergaul dengan manusia seperti ini. Daripada diakhirnya nanti bentrokan di-antara mereka berdua menyebabkan Lan See giok tidak berhasil memperoleh kebahagiaan, jauh lebih baik bila sekarang juga dia me-ngundurkan diri dan meninggalkan kenangan yang indah. Tentu saja dia masih tetap mencintai adik Giok, cuma dia ingin memendam rasa cinta nya itu dihati kecil, dia ingin menemani ibunya yang kesepian dan hidup sepanjang masa di sana. . Kini Ciu Siau-cian mulai menyesal, apa se-babnya dia harus menunjukkan perasaan hangat dan cintanya sewaktu menyambut kedatangan Lan Seegiok yang sudah berpisah setahun lamanya itu. Ia merasa semestinya dapat mempertahan-kan jarak dan sikap dalam perjumpaan tadi, namun rasa rindu yang meluap luap, rasa kangen yang dirasakan setiap malam, mung-kinkah bisa mengendalikan dia dalam menghadapi situasi demikian? Sekarang, untuk pertama kalinya ia harus merasakan betapa menderitanya bila harus mengendalikan rasa cinta di dalam hati, apalagi bila terbayang bagaimana sepanjang hidupnya kemudian harus dilalui dalam sik-saan dan kesepian, tiba-tiba perasaannya menjadi sedih, hampir saja titik air mata jatuh berlinang. Masih untung ia berdiri membelakangi See giok, sehingga air matanya dapat di kendali-kan agar tidak meleleh ke luar, namun dia sendiri pun tahu, saat ini adik Giok tentu se-dang menderita pula akibat dari sikapnya itu. Dalam ruang dapur, selain suara nasi yang ditanak serta bau harum dari hidangan, sua-sana terasa hening dan tak kedengaran suara yang lain. Seperti apa yang diduga gadis itu, Lan See giok memang sedang terjerumus dalam penderitaan.

516

CIU SIAU CIAN merupakan gadis per-tama yang memasuki kehidupannya, dia pula me-rupakan Dewi cantik yang dipuja dan di hor-mati selama ini. baginya, ia boleh me-lepaskan semua benda berharga yang dimilikinya selama ini, namun tak mungkin bisa kehila-ngan enci Cian. Saat itu dia hanya berdiri termangu -mangu di belakang gadis tersebut, perasaan gembira dan riang yang menyelimuti perasaannya tadi, kini telah berubah menjadi penderitaan dan kesedihan, dia tak tahu apa yang mesti diperbuat agar bisa membangkitkan kembali kegembiraan gadis tersebut. Selesai mempersiapkan semacam sayur, Siau cian diam-diam melirik sekejap kearah pemuda itu, menyaksikan sang pemuda yang pulang dengan penuh kegembiraan dan se-mangat, kini justru berdiri termangu dengan kening berkerut, hatinya terasa sakit ber-campur pedih. Ia tak dapat berbuat begini terus, diapun tak tega menyiksa kekasih hatinya. maka setelah mendehem dan memaksakan senyu-man gembira, tegurnya: "Adik Giok . . . me-ngapa kau hanya membungkam terus-?" Sambil berkata ia membalikkan badan serta memandang sekejap wajah anak muda itu dengan pandangan matanya yang jeli. Lan See giok merasakan hatinya bergolak keras, menderita bukan kepalang, senyum-an yang diperlihatkan Siau-cian sekarang. ibaratnya orang dalam kegelapan yang tiba-tiba melihat sinar lentera, segera menampil-kan kembali semangat dan keberanian di dalam hatinya. Ia merasa inilah saatnya untuk meng-ucap-kan kata-kata pujian kepada gadis itu, diapun perlu menyampaikan beberapa kata bagi Si Cay soat, agar pertemuan mereka be-sok tidak dilewati dalam suasana yang serba kaku. Setelah mendehem sejenak katanya kemu-dian. "Enci Cian, adik Soat bilang jubah biru yang kau jahitkan untukku itu dibuat dari ulat sutera langit.... " "Ehmmm. betul" Siau cian mengangguk, "benda itu diperoleh ibu sewaktu dia mengi-kuti sucou Huan-in suthay belajar silat di Thian san barat dan menemukannya dalam sebuah gua." Dengan cepat Lan See-giok menjadi paham, rupanya perguruan bibi Wan adalah Thian-san-pay. Namun di dalam suasana begini, dia sama sekali tak berniat untuk mencari tahu ten-tang masalah tersebut, katanya lebih jauh. "Adik Soat pun bilang, jahitanmu sangat indah lagi rapi, bila dibandingkan dengan ha-sil karyanya dia kalah jauh sekali darimu." Siau-cian pura-pura tertawa riang, sengaja dia berseru: "Sayang sekali bukan hasil karyaku-"

517

Sebelum gadis itu menyelesaikan kata -ka-tanya, pemuda itu segera membantah. "Kau tak usah membohongiku, aku sudah mengendus pakaian yang kau berikan un-tukku itu. di atasnya masih tersisa bau ha-rum dari tanganmu" Merah dadu selembar wajah Siau-cian karena jengah, ia segera terbungkam dan tak mampu membantah lagi, namun pemuda itu dapat melihat, di atas wajahnya yang merah jengah, terselip rasa terhibur meski terdapat pula rasa murung. Maka ia pun berkata lebih jauh: "Selain itu, sarung pedang dan sepatu yang cici hadiahkan untuk adik Soat. membuat adik Soat terkejut bercampur kegirangan sedemikian gembiranya sampai dia cuma bisa menyebut enci Cian berulang kali ..." Sambil tersenyum Siau-cian menyela. "Ibu yang menyuruh aku menjahitkan buat nona Si. sebab selama kau belajar silat di bukit Hoa-san, semua kebutuhan hidup ter-gantung padanya...." Ketika berbicara sampai disini, suaranya berubah menjadi agak gemetar dan ia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya. Lan See- giok merasa sedih sekali, dengan sinar mata penuh rasa sesal dia menengok ke arah Siau cian, sedang pembicaraanpun ber-henti di tengah jalan. Untuk menenangkan gejolak perasaan dalam hatinya.. serta untuk melenyapkan kemurungan serta kepanikannya, ia segera memejamkan mata, mengerahkan tenaga dan diam-diam mengatur pernapasan .., Mendadak ia seperti mendengar ada orang sedang berlarian mendekat. orang itu datang dari sebelah utara dusun. Dengan cepat ia membuka mata, kemudian berbisik lirih. Enci Cian, ada orang sedang bergerak menuju ke arah kita!" Siau cian segera berhenti bekerja dan me-masang telinga untuk mendengarkan dengan seksama, akan tetapi ia tak berhasil mende-ngar sesuatu apapun. Akhirnya dengan kening berkerut dan nada penuh keraguan ia bertanya. "Adik Giok, apakah kau berhasil mende-ngarnya?"" Dengan sorot mata penuh rasa kaget dan keheranan, ia menengok wajah pemuda tersebut. Lan See giok mengerutkan dahinya lalu memasang telinga dan mengamati sekali lagi dengan cepat dia manggut berulang kali. "Yaa, ilmu meringankan tubuh yang dimi-liki orang ini sudah mencapai titik kesem-purnaan. kecepatan geraknya tidak seperti kawanan jago biasa . . .

518

Ketika dilihatnya Sian cian masih belum percaya, pemuda itu menambahkan lagi de-ngan wajah serius. "Sungguh enci Cian, orang itu paling ban-ter cuma berjarak sepuluh kaki dari kita." Melihat mimik wajah Lan See giok, mau tak mau Siau cian harus percaya kepadanya maka diapun memasang telinga kembali Benar juga. tiba-tiba terdengar suara ujung baju terhembus angin berkumandang datang, pengalaman memberitahu kepadanya bahwa orang itu sudah berada di luar pagar pekarangan. Namun setelah dipikir sebentar, hatinya segera tergerak, sambil tertawa cekikikan se-runya cepat. " Oooh, ibu telah pulang rupanya" Sekali lagi Lan See giok memasang telinga, tak salah lagi, orang itu memang melompat masuk dari luar pagar halaman. maka seru-nya berulang kali. "Bibi, bibi-. " Sekali berkelebat, bayangan tubuhnya su-dah lenyap dari pandangan mata. Siau cian amat terkejut, sekarang dia baru sadar, rupanya kepandaian silat yang dimiliki adik Gioknya telah mengalami kemajuan yang mengerikan sekali dalam setahun ini. Setelah berhasil menenangkan hatinya, ia segera maju ke depan untuk menyongsong kedatangan mereka. Terdengar suara angin berhembus lewat ditengah halaman. Hu-yong siancu dengan pakaian ringkas berwarna ungu telah mela-yang turun dalam halaman. Dengan air mata bercucuran Lan See giok segera bersorak gembira, kemudian menu-bruk ke depan Hu-yong siancu sendiripun terkejut ber-campur gembira sehingga hampir saja tak mampu mengendalikan diri setelah melihat kemunculan Lan Seegiok. Serunya: "Anak Giok, rupanya kau telah tiba lebih dulu di rumah." Tampa sadar dia memeluk tubuh pemuda itu ke dalam rangkulannya. lalu seperti seta-hun berselang dengan penuh kasih sayang membelai bahu serta lengan anak muda tersebut. Bagi Lan See giok, bibi Wan dipandang se-bagai ibu kandung sendiri. sebab dialah satu satunya orang yang dia anggap keluarga sendiri, tak heran kalau saking emosinya, dia sampai menjatuhkan diri berlutut.

519

Ketika membelai bahu dan kepala Lan See giok, di dalam benak Hu-yong siancu seakan akan muncul bayangan tubuh dari Lan Khong-tay semasa lagi muda itu, air mata-nya, bagaikan mutiara yang putus benang, jatuh bercucuran dengan derasnya.., "Anak Giok. ayo bangun dan mari kita duduk di dalam rumah" akhirnya ia membi-sik sambil menyeka air mata di mata pemudba itu. Dalam djetik-detik demigkian, Lan See gbiok sama sekali terbuai di dalam kasih sayang ibu, semua penderitaan, semua kesedihan terlupakan sama sekali. Ia mendongakkan kepalanya, memandang bibi Wan penuh hormat, kemudian bisiknya dengan air mata berlinang. "Bibi, setiap hari anak Giok selalu me-rin-dukan kau!" Hu-yong siancu mengucurkan air mata nya lalu tertawa ramah, sahutnya seraya me-ngangguk. "Setiap hari. aku dan cici Cian mu juga se-lalu berharap kau berhasil dalam pelajaran silat dam pulang secepatnya!" Sambil berkata, dia membangunkan pe-muda itu dari atas tanah. Lan See giok segera terseret bangun namun bila teringat bagaimana enci Cian nya tiba-tiba marah dan tidak senang hati, sekali lagi air matanya jatuh berlinang. Hu-yong siancu mengamati pemuda itu dengan seksama, Ia merasa Lan See giok su-dah jauh lebih tinggi daripada dirinya, de-ngan penuh rasa gembira katanya kemudian. "Anak Giok. kini kau sudah dewasa. Masa air matamu masih berlinang? "Apakah kau tidak takut ditertawakan enci Cianmu?" Seraya berkata, dengan penuh keramahan ia melirik sekejap ke arah Siau cian yang berdiri di depan pintu dapur. Mendengar perkataan itu Lan See-giok berhenti menangis. namun perasaannya jus-tru bertambah berat. Hu-yong siancu mengira hal ini di sebab-kan gejolak emosinya setelah lama berpisah, karenanya tidak begitu menaruh perhatian, hanya ajaknya. "Anak Giok; ayo kita duduk di dalam ru-angan saja! Mendadak sinar matanya mengerling se-kejap ke arah kuda hitam Wu-wi kou yang berada di sudut halaman dengan pandangan terkejut bercampur keheranan, kemudian baru melangkah masuk ke ruangan. Lan See-giok mengikuti di belakang bibi-nya, dia mencoba mengerling sekejap ke arah Ciu Siau cian yang berdiri sedih. namun Siau cian segera menundukkan kepalanya sambil masuk ke dalam dapur. Hu-yong siancu menyulubt lentera di rujang depan dan mgengambil duduk bberhadapan dengan pemuda itu, sekali lagi dia amati wa-jah Lan See-giok

520

dengan seksama, kemudian baru tertawa gembira. tanyanya penuh keramahan-., "Anak Giok. mengapa kau pulang seorang diri?" "Tidak, anak Giok pulang bersama sumoay Si Cay-soat!" "Mana nona Si" tanya Hu-yong siancu terkejut. "Dia telah pergi ke tempat tinggal Naga sakti pembalik sungai Thio loko!" "Baru saja aku pulang dari kediaman si saga sakti pembalik sungai, mengapa tidak kujumpai nona Si?" tanya Hu-yong siancu dengan kening berkerut. "Mungkin dia belum sampai, anak Giok sendiripun belum lama tiba di rumah." Hu-yong siancu segera manggut-manggut penuh pengertian dan tidak bertanya lebih jauh. Dalam pada, itu Siau-cian telah menghi-dangkan sayur dan nasi di atas meja. Memandang sayur dan nasi yang dihidang-kan. Lan See giok sedikitpun tidak merasa lapar, dalam hatinya dia hanya memikirkan terus ketidak senangan enci Cian nya. Sebagai orang yang berpengalaman, Hu-yong siancu segera tertarik akan keanehan kedua orang muda mudi itu, sewaktu diper-hatikan lebih seksama, ia jumpai Lan See giok berkerut kening terus menerus, sementara sorot matanya ditujukan kearah putri-nya dengan keragu-raguan. Sebaliknya, meski senyuman manis me-nghiasi wajah Siau cian serta ia berusaha menunjukkan sikap gembira, namun dian-tara kerutan dahinya sudah jelas terlintas kemurungan. Hu-yong Siancu adalah seorang yang per-nah mengalami pahit getir dunia asmara, dalam sekilas pandangan saja dia telah menyimpulkan bahwa diantara Siau cian dengan See giok pasti sudah terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan, di samping itu dengan cepat pula ia bisa menduga bahwa persoalan ini pasti ada sangkut paut dengan kehadiran Si Cay soat. Dengan berlagak seakan akan belum tahu Ia lantas berkata kepada Siau cian: "Anak Cian. coba ambilkan seperangkat mangkuk dan sumpit, akupun belum ber-santap malam." Siau cian mengiakan dengan hormat ke-mudian cepat-cepat berlalu dari situ. Sebenarnya Lan See giok hendak menam-pik hidangan itu, tapi berhubung bibinya juga belum bersantap malam, terpaksa dia harus menemani bibinya untuk makan.

521

Sementara Hu-yorng siancu menemzani Lan See giowk bersantap, Sirau cian duduk menanti di samping. Dengan kehadiran Hu-yong siancu, sua-sana di situ pun terasa jauh lebih lunak. Dalam kesempatan itu Lan See giok dengan sendirinya mengisahkan pengalamannya se-menjak naik ke bukit Hoa san untuk belajar silat, namun ia tidak bercerita kalau, ia sem-pat membaca bait syair yang memedihkan hati di atas dinding gua di bawah Giok li hong. Menyusul kemudian ia pun bercerita pe-ngalamannya ketika belajar ilmu silat dari Tay lo hud bun pwe yap cin keng, malah se-cara khusus berkisah bagaimana Lam-hay lo koay datang. Semenjak To Seng-cu me-nuju ke luar lautan ketika membicarakan soal ini, diam-diam ia mengamati perubahan wajah bibinya, tidak ditemukan sesuatu yang aneh, maka tanyanya kemudian dengan perasaan tidak habis mengerti: "Bibi, sewaktu berangkat ke luar lautan apakah suhu datang menjumpai bibi ?" Hu-yong siancu segera mengangguk: "Yaa, dia datang satu kali, tapi sama sekali tidak menjelaskan alasan yang sebenarnya kepergiannya ke luar lautan" Lan See giok dapat melihat bahwa Hu-yong siancu enggan mengutarakan keadaan yang sebenarnya, namun diapun tak mau mende-saknya lebih jauh. Terdengar Hu-yong siancu berkata lebih jauh. "Mungkin si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong mengetahui keadaan yang sejelasnya." Sekali lagi Len See - giok merasakan hati-nya, tergerak is teringat kembali dengan su-rat yang dikatakan sebagai surat gurunya meski dia tahu kalau surat itu palsu, namun tetap berharap dapat me-ngetahui alasan kepalsuannya. Maka sekali lagi pemuda itu berkata. "Bibi, musim panas tahun berselang si naga sakti pembalik sungai Thio loko telah datang ke Hoa-san sambil membawa sepucuk surat dari suhu To Seng cu, konon surat itu dibawa oleh Keng hian Sian tiang dari Bu-tongpay. padahal ketika anak Giok melewati bukit Bu tong, secara kebetulan kubuktikan bahwa Keng hian Sian tiang sedang menga-singkan diri dan sudah tiga tahun tak pernah turun gunung. apakah bibi juga mengetahui akan peristiwa ini?" Rasa sedih menghiasi wajah Hu-yong siancu, setelah termenung sebentar sahut-nya.

522

"Bila Thio lo enghiong berkata demikian. sudah pasti dia mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan!" Lan See giok segera mengerti, biarpun ia mengajukan pertanyaan lagi kepada bibi Wan, belum tentu dia akan menjelaskan, tampaknya dia harus menunggu sampai kembalinya si naga sakti pembalik sungai. Walaupun demikian, ia bertanya lagi: "Bibi, ada urusan apa kau pergi mencari Thi loko? " "Aku ke rumahnya karena ingin mencari kabar kapan kau akan pulang." Sekali lagi Lan See-giok merasakan hati-nya, tergerak: "Dia dan adik Thi gou telah pergi ke Pek ho cay , sewaktu bibi ke situ. apakah mereka telah pulang?" Hu-yong siancu menggeleng:. "Sewaktu aku kesana, hanya putra sulung nya Thio Tay keng yang ada di rumah, sedang Thio lo-enghiong sendiri masih belum pulang" "Darimana bibi tahu kalau Thio loko pergi ke Hoa san? desak pemuda itu tak habis mengerti. "Sebelum pergi ia telah membicarakan soal ini denganku. " Kembali satu ingatan, melintas dalam benak Lan See giok, tanyanya lebih jauh: "Apakah bibi mengetahui apa alasannya Thio loko hendak mengajak aku pulang?""? "Rupanya Hu-yong siancu benar-benar ti-dak mengetahui, sahutnya: "Tentang masalah seperti ini, kau mesti menunggu sampai Thio lo enghiong pulang, baru akan jelas semuanya" Lan See giok btahu kalau bibijnya enggan membgicarakan persoablan itu lebih dulu. maka diapun tidak bertanya lebih jauh. Menggunakan kesempatan mana ia menuturkan pengalamannya sejak turun gunung. pergi ke Pek ho cay, mendapat ke-terangan baru dari Gui Pak ciang lalu pergi ke Tay ang san mencari beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong kemudian mendapat berita tentang Toan Ki tin dan Si Yu gi serta.. lain lainnya:.Seusai mendengar penuturan itu. Hu-yong siancu mengerutkan dahinya dengan sedih sampai lama kemudian ia baru berkata: "Bila ditinjau dari apa yang diucapkan Kiong Tek ciong, bisa jadi jejak ayahmu su-dah diketahui oleh Si Yu gi, sedangkan pem-bunuh yang sesungguhnya adalah Toan Ki tin, atau Si Yu-gi, mengenai lorong rahasia baru tersebut, bisa jadi hasil galian Si Yu gi secara diam-diam ."Tapi menurut apa yang anak Giok saksi-kan dengan mata kepala sendiri Toan Ki tin masuk ke luar dari kuburan tersebut melalui jalanan yang ada,

523

dari sini menunjukkan bahwa Si Yu-gi sendiripun tidak tahu "kata sang pemuda menerangkan. Hu-yong siancu termenung berapa saat lamanya, kemudian baru katanya lagi. "Kini Si Yu-gi telah mati sehingga mustahil untuk mengorek keterangan dari mulutnya aku rasa kita hanya bisa bertanya kepada Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san yang bersembunyi dibalik kegelapan, di samping itu kita harus mengorek keterangan darinya secara bagaimana ia bisa mengetahui jejak ayahmu dan bagaimana caranya dia memasuki kuburan kuno, semenjak kapan pula Si Yu gi bersembunyi di kamar sebelah..." Menyinggung soal Oh Tin- san, Lan See giok merasa hatinya tergerak, kembali ia bertanya dengan perasaan tak habis mengerti: "Bibi. setelah Oh Tin-san suami istri dibuat lari ketakutan oleh kemunculan suhu To seng-cu pada malam itu, pernahkah dia datang mengganggu dirimu lagi?" "Tidak, ia tak pernah kemari lagi" Hu-yong siancu menggeleng, namun juga agak curiga, "cuma anehnya dalam setahun be-lakangan ini, Oh Tin san suami istri juga tak pernah munculkan diri lagi di sekitar tempat ini. kalau bukan disebabkan merasa takut terha-dap To Seng-cu locianpwe, sudah pasti ia se-dang menekunbi sejenis ilmu jsilat yang sa-nggat tangguh!" bLan See giok berkerut kening, kemudian se akan-akan memahami akan sesuatu kata-nya. "Bibi, anak Giok pikir ingin menyusul Oh Li-cu yang baru pulang dari Tay ang san untuk menyelidiki Wi-lim-poo sekali lagi.." Ciu Siau cian yang selama ini hanya duduk mendengarkan dengan mulut membungkam, segera mengerutkan dahinya begitu menying-gung masalah Oh Li-cu. Namun sebelum ia sempat menimbrung, Hu-yong siancu telah bertanya lebih dulu dengan wajah keheranan. "Anak Giok. jadi kau telah bertemu lagi dengan nona Oh?" Tadi, Lan See giok hanya menjelaskan tentang hasil yang diperoleh dari Kiong Tek ciong tanpa menjelaskan pengalamannya se-lama di Tay ang san secara terperinci, setelah mendapat pertanyaan itu, dia baru menerangkan bagaimana Tok Nio-cu me-nyusulnya sampai di kota Siang yang, bagaimana bertemu dengan Oh Li-cu dan menuju Tay ang san bersama sama. lalu bagaimana kedua kakak beradik itu saling bertemu kembali... Tampaknya. Hu-yong siancu pernah men-dengar tentang Tok Nio-cu, ia segera memberi peringatan.

524

"Tok Nio-cu adalah seorang perempuan liar yang kurang wajar cara hidupnya, dengan mengandalkan senjata rahasia beracunnya, banyak sudah korban yang tewas di tangan-nya. seorang perempuan muda yang genit ternyata memilih nama julukan yang meng-getarkan hati, anak Giok, di kemudian hari kau harus lebih waspada.." Lan See giok segera mengiakan berulang kali, sebelum ia menjelaskan bagaimana Tok Nio-cu menghadiahkan kuda, menjadi pe-tunjuk jalan dan mulai menunjukkan sikap welas kasihnya terhadap musuh, tiba-tiba terdengar Ciu Siau cian berkata dengan ketus: "Kuda hitam yang berada di tengah hala-man justru merupakan hadiah dari Tok Nio-cu yang peramah itu...." Merah padam selembar wajah Lan See giok karena jengah, secara jujur dan terbuka ia segera menjelaskan pengalamannya sampai mendapat hadiah kuda... Setelah mendengar penuturan mana. Hu-yong siancu mengangguk berulang kali sam-bil katanya: "Asalr pemberian kudaz dilakukan dengwan perasaan yanrg tulus dan jujur kita memang mesti menerimanya. Justru yang dikuatirkan adalah bila dia mempunyai maksud tujuan tertentu!" "Besok Tok Nio-cu dan Oh Li cu sudah akan tiba di sini, biarlah setelah bersua nanti anak Giok mengembalikan kuda itu kepada mereka!" janji pemuda itu ce-pat-cepat. Hu-yong siancu manggut-manggut, kemu-dian ia bertanya lagi. "Apakah nona Oh telah bercerita tentang ditotoknya jalan darahnya pada malam dulu? " Tidak dia hanya bercerita bahwa bibi telah membicarakan soal terbunuhnya ayahku..." Hu-yong siancu menghela napas panjang. "Aai setelah kepergianmu pada malam itu Tok Seng cu locianpwe telah munculkan diri dari balik kegelapan pertama tama dia serahkan dulu pedang Gwat hui kiam dan sebuah kotak kecil kepada anak Cian, de-ngan pesan agar aku membimbing enci Cianmu mempelajarinya, kemudian setelah membebaskan totokan jalan darah Oh Li cu. Ia baru menyusul ke mana kau telah pergi." Sejak enci Ciannya membuatkan sarung pedang untuk Si Cay-soat, Lan See giok telah menduga besar kemungkinan pedang Gwat hui kiam telah diserahkan oleh gurunya kepada Ciu Siau cian. mendengar sampai di situ ia segera menjelaskan. "Kedua bilah pedang mestika itu.."

525

Tapi Hu-yong siancu segera menukas se-belum anak muda itu melanjutkan kata ka-tanya "Suhumu telah memperkenalkan asal usul kedua bilah pedang itu kepada kami, untung saja enci Cian mu tak sampai menyia-nyiakan pengharapannya, cuma sayang tenaga dalamnya masih ketinggalan jauh se-hingga menuju ke tingkat kesempurnaan pun masih jauh sekali" Tergerak pikiran Lan See giok mendengar kata-kata itu, dia segera teringat kembali dengan cairan Leng sik giok ji yang tersimpan dalam sakunya. Dengan penuh kegembiraan ia segera ber-seru: "Biarpun tenaga dalam enci Cian agak ketinggalan. hal ini tak perlu dirisaukan. anak Giok masih menyimpan leng sik giok ji sebanyak tujuh delapan tetes dalam saku, harap bibi dan enci Cian sudi meneguknya beberapa tetes" Dari sakunya ia mengeluarkan botol kecil itu dan diserahkan ke tangan Huyong siancu. Dengan perasaan terkejut, bercampur gembira Siau cian segera maju menghampiri-nya. Dengan wajah serius Hu-yong siancu menerima botol kecil itu dan segera membu-ka penutupnya seketika itu juga seluruh ru-angan dipenuhi bau harum semerbak. Paras mukanya segera berubah, dengan wajah berseri katanya kemudian sambil me-ngangguk. "Yaa, benar, memang benda mestika yang mahal harganya!" Berbicara sampai di situ, keningnya kem-bali berkerut, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, kemudian dengan nada tak habis mengerti tanyanya. "Pada saat suhumu menyerahkan pedang kepada anak Cian tahun berselang beliaupun menghadiahkan setetes Leng-sik-giok-ji un-tuk encimu, konon cairan itu merupakan tetesan yang terakhir, dari mana kau bisa mendapatkan begitu banyak_." Secara ringkas pemuda itu segera menje-laskan bagaimana dia bersama Si Cay-soat menemukannya di dalam sebuah celah gua, tentu saja soal adegan panas yang dilaku-kannya bersama Si Cay-soat sama sekali ti-dak disinggung. Akhirnya dengan penuh kegembiraan dia berkata: "Isi botol ini paling tidak masih terdapat tujuh-delapan tetes, silahkan bibi den enci Cian membaginya untuk berdua." Hu-yong siancu segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa.

526

"Aku sudah pernah makan buah Cu-sian ko jadi tak perlukan Leng-sik-giokji lagi .... " Baru sekarang Lan See-giok mengerti, apa sebabnya bibi Wan bisa awet muda sampai sekarang, bahkan seperti seorang wanita yang baru berusia dua puluh enam-tujuh ta-hunan, rupanya bibinya sudah pernah makan buah Cu-sian ko yang berkhasiat awet muda. Sementara dia berpikir, Hu-yong siancu telah mengambil sebatang sumpit dari meja menggosoknya sampai bersih betbul, kemu-dian djimasukkan ke daglam botol itu: b Lalu kepada anak gadisnya dia berseru: "Anak Cian, buka mulutmu lebar-lebar." Merah jengah selembar wajah Ciu Siau cian, dengan wajah berseri dia membuka mulutnya lebar-lebar kemudian menghisap sumpit dengan cairan putih itu. Bau harum semerbak segera memenuhi bibirnya, cairan putih itu segera meluncur ke dalam kerongkongan dan masuk ke dalam perut" Dengan wajah gembira Lan See giok segera berseru. "Bibi. berilah enci Cian setetes lagi!" Hu-yong siancu segera menggeleng--"Leng sik giok ji adalah benda mestika yang langka sekali di dunia ini. sudah sepantasnya kalau dihemat sedapatnya, bagi mereka yang bertenaga dalam agak rendah. paling baik kalau jangan makan kelewat banyak" Kemudian kepada putri kesayangannya. ia berkata lagi sambil tersenyum, Anak Cian, tenaga dalam yang kau miliki sekarang paling tidak telah bertambah de-ngan dua puluh tahun hasil latihan. kau su-dah seharusnya berterima kasih kepada adik Giok. dari sini membuktikan bagai mana besarnya perhatian adik Giok mu kepada-mu--Merah dadu selembar wajah Siau-cian oleh kata-kata tersebut, meski ia menundukkan kepalanya sambil tertawa, namun diantara, kerutan dahinya masih terselip kemurungan dan kesedihan yang mendalam. Hu-yong siancu kuatir Lan See giok me-ngetahui perubahan aneh di wajah Siau cian tersebut, cepat-cepat ia berkata lagi, "Anak Cian, cepat pergi ke kamarku dan bersemedi lah dua tiga kali putaran, iringi hawa sakti yang dihasilkan Giok ji tersebut ke seluruh anggota badan, dengan begitu akan semakin besar khasiat yang kau peroleh." Kemudian kepada Lan See giok yang masih memandang Siau cian dengan wajah terma-ngu itu, katanya lagi sambil tersenyum:

527

"Anak Giok, sekarang tengah malam sudah lewat, kaupun sepantasnya beristirahat di kamar anak Cian!" sembari berkata, iba serahkan kembjali botol porseglen tersebut keb tangan Lan See-giok. Lan See giok mengiakan dengan hormat, setelah menerima kembali botol porselen itu dan menyampaikan selamat malam, dia ber-anjak dari tempat duduknya. Setelah melepaskan sepatu, ia berbaring d ranjang dan memadamkan lentera. Sementara itu malam semakin kelam. di luar pagar sana hanya terdengar suara air telaga. Berbaring di atas ranjang, tanpa terasa Lan See giok membelai kasur milik enci Cian itu, bau harum yang menusuk hidung membuat anak muda tersebut semakin tak tenang, ia tak tahu sampai kapan baru bisa memeluk encinya yang cantik itu serta mengajaknya tidur bersama. Semakin kalut pikirannya, Lan See giok semakin tak dapat tidur, terpaksa ia duduk bersila sambil mengatur pernapasan. Tak lama kemudian semua kekusutan dan kekalutan pikirannya dapat teratasi .... Entah berapa lama sudah lewat, dalam semedinya mendadak ia mendengar suara isak tangis seseorang yang lirih dan berusaha keras dikendalikan. Begitu suara tangisan itu tertangkap telinga Lan See giok. saking terkejutnya hampir saja ia menjerit, ia tak tahu mengapa Siau cian menangis sedih di tengah malam begini? Sambil berusaha mengendalikan rasa sedih yang mencekam perasaannya. ia mendengar-kan lebih jauh. Dengan cepat ia menangkap suara bisikan Hu-yong siancu, sedemikian lirihnya suara tersebut sehingga hampir saja ia tak dapat mendengarkan dengan jelas. "Cian ji kau tak boleh terlalu mengikuti napsu, aku sudah menyesal sepanjang hidupku, kau tak boleh mengikuti sejarah kehidupanku-." "Apalagi. coba kau lihat betapa cintanya anak Giok kepadamu, perbuatan mu ini bisa jadi akan menghancurkan lembaran hidup-nya ...... "Selama hidup anak Cian tak mau kawin, aku hendak menemani ibu sampai akhir ha-yat!" kata Siau Cian kemudian sambil terisak. Dengan nada menegur, tapi juga menghi-bur Hu-yong siancu segera berkata: "Anak bodoh, asral kau sudah kazwin de-ngan adiwk Giok, bukankarh ibupun dapat se-lalu tinggal bersama kalian?"

528

"Ibu, bukankah kau pernah mengatakan, bila ada dua orang gadis mencintai seorang lelaki, maka percintaan tersebut akan bera-khir dengan tragis?" "!Anak Cian, itu cuma pendapatku yang salah dimasa muda dulu, aku telah men-cela-kai ayahnya dan ibunya hingga menderita sampai saat terakhir, aku tak akan membiar-kan pikiranmu yang cuma menye-babkan kehidupan anak mereka hancur berantakan, anak Cian, kau adalah seorang anak yang pintar dan tahu adat kesopanan, kau tidak boleh melakukan perbuatan bodoh seperti ini." "Anak Cian, kau sudah mendengar . . . ? Apalagi kebanyakan orang lelaki memang mempunyai tiga istri empat selir, malah seperti Siang lam tayhiap, Gi pak kiam kek, Cing im suseng, Siau you Gi su, semuanya mempunyai tiga istri empat bini yang rata-rata berwajah cantik, malah mereka semua pun termasuk pendekar- pendekar wanita yang memiliki ilmu silat sangat hebat . . . ." "Ooh ibu, kau tak usah berbicara lagi, ja-ngan kau lanjutkan kata katamu itu . . . ." seru Siau cian agak menderita, "Anak Cian" dengan sedikit merengek Hu-yong siancu berseru. "ibu sangat ber-harap kau dan adik Giok dapat hidup ber-dam-pi-ngan hingga hari tua nanti, kau mesti ber-bakti kepada ibumu, kau harus mengikuti perkataan ku" "Anak Cian, sudah kau dengar perkataan ku ini ....?" Aai, beginilah nasib, ibupun tak akan membujukmu lagi, di kemudian hari kau bakal menyesal sendiri!" Suasana pun menjadi hening kembali, na-mun sepasang mata Lan See giok justru se-makin kabur. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Siau cian yang nampak lemah lembut dan amat menawan itu, sesungguhnya merupa-kan seorang gadis pencemburu yang berhati keras bagaikan baja. Dari Siau cian, diapun membayangkan Si Cay soat yang ingin mencari menangnya sendiri, memang nampaknya mustahil bagi kedua orang itu untuk hidup bersama sama. Dalam hati kecilnya ia berterima kasih sekali kepada bibi Wan, ia merasa apakah enci Cian dan adik Soat dapat hidup ber-dampingan, secara damai di kemudian hari, hal tersebut tergantung pada bibinya. Teringat akan bibi Wan, Lan See-giok merasa semua kemasgulan dan ketidak tenangan tersapu bersih dari dadanya, pikiran menjadi tenang kembali.

529

Ia berpendapat bahwa setiap kejadian ter-gantung pada orangnya. asal ia sendiri bisa melakukan semua tindakan secara hati-hati dan jujur, dia tidak kuatir enci Ciannya tak akan berubah pikiran. Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda bergema dari balik halaman rumah. Satu ingatan segera melintas dalam benak Lan See giok, ia teringat kembali kuda Wu wi-kou yang berada ditengah halaman, se-waktu berpaling ke jendela depan, setitik ca-haya matahari nampak muncul di ufuk timur, pertanda hari hampir terang tanah. Terbayang kalau kudanya belum diberi rumput setelah melakukan perjalanan jauh, dihati kecilnya segera tumbuh perasaan menyesal, ia menyadari bahwa dirinya tak mungkin dapat merawat kuda tersebut, dan lebih baik secepatnya dikembalikan kepada Tok Nio-cu. Dengan cepat pemuda itu melompat turun dari atas pembaringan, mendekati pintu kamar dan menggunakan tehnik lunak dalam tenaga dalamnya, secara pelan-pelan dia menghisap pintu tersebut hingga terbuka se-buah celah. kemudian ia menyelinap ke luar dari kamar dan bermaksud membawa kuda-nya ke tanah lapang berumput: Melihat kemunculan pemuda itu. si kuda hitam tersebut segera menggoyangkan ekornya sambil meringkik pelan, Kakinya di sepak-sepak kan ke atas tanah dan memper-lihatkan sikap mesra. Lan See giok kuatir gerakan nya itu akan mengejutkan bibi dan enci Cian nya, maka ia menyusup ke depan kuda kemudian dengan berhati hati sekali menuntun kuda tersebut menuju ke pintu pekarangan. Pada saat dia hendak membuka pintu pa-gar inilah, mendadak dari belakang tubuh nya bergema suara teguran Hu-yong siancu dengan nada gemetar. "Anak Giok, mau kemana kau?" bLan See-giok sejgera berpaling,g dilihatnya Hu-byong siancu dengan kening berkerut dan wajah sedih sedang menatapnya tajam-tajam, sementara sepasang matanya yang jeli mulai nampak berkaca kaca. Ia tahu Hu-yong siancu tentu salah paham, sebelum ia sempat memberi penjelasan, tam-pak bayangan manusia kembali berkelebat, Siau cian dengan wajah pucat pias telah ber-diri di sisi ibunya. Ketika melihat Lan See giok berdiri di de-pan pintu halaman sambil menuntun kuda. air mata yang mengembang dalam kelopak mata Siau cian segera bercucuran dengan amat derasnya. Sebenarnya Lan See giok berbuat demikian karena takut perbuatannya akan menggang-gu ketenangan bibinya. siapa tahu akibatnya malah terjadi kesalahan pahaman.

530

Dalam keadaan begini, buru-buru dia ber-seru dengan nada gelisah. "Semalaman suntuk kudaku ini belum di kasih rumput, anak Giok bermaksud akan membawanya ke halaman belakang sana untuk mengisi perut ...." Belum selesai dia berkata, mendadak Siau cian menutup wajahnya sambil menangis tersedu-sedu: "Ibu, adik Giok tidak berbicara sejujurnya, kau tak boleh membiarkan dia pergi." "Kalau memang begitu, mengapa kau tidak melepaskan pelana dari punggung kuda?" tanya Hu-yong siancu kemudian agak geli-sah. Melihat enci Cian menangis begitu sedih, ia merasa kasihan, sayang dan gembira, apalagi setelah dilihatnya bibi Wan maupun enci Cian semuanya menganggap dia hendak minggat, timbul niatnya untuk menggunakan siasat tersebut untuk mengelabui mereka. siapa tahu kalau hal tersebut justru akan menarik perhatian enci Cian untuk berubah pikiran? Sementara dia ragu airmata yang meleleh ke luar dari mata Hu-yong siancu semakin deras, sedangkan Siau cian sudah menutupi wajahnya sambil menangis tersedu sedu. Jelas sudah, mereka percaya bahwa pemu-da itu memang berniat untuk minggat dari rumah mereka. BAB 25 SESUNGGUHNYA Lan See giok tidabk ber-niat samaj sekali untuk pgergi tanpa pamibt. kesalahan paham yang terjadi sekarang boleh dibilang tak pernah diduga olehnya. Menangisnya Ciu Siau cian bukan saja ti-dak mengejutkan Lan See giok. sebalik-nya malah menimbulkan rasa gembira dan lega, sebab dari sini terbukti sudah kalau enci Cian masih mencintainya. Tapi ketika melihat bibinya ikut me-leleh-kan air mata, dengan perasaan terkejut ce-pat-cepat dia melepaskan tali les kudanya dan memburu ke depan, kemudian teriaknya penuh kegelisahan. "Bibi, bibi anak Giok bernyali besarpun tak akan berani membohongi dirimu, sesungguh-nya anak Giok memang takut me-ngejutkan kalian, itulah sebabnya akan tidak melepas-kan pelana, kalau tak ada urusan apaapa. mengapa anak Giok mesti pergi tanpa pa-mit?" Melihat kegelisahan anak muda itu Hu-yong siancu segera mengangguk berulang kali, air mata yang membasahi wajahnya ce-pat-cepat diseka. Rupanya Siau cian mengetahui kalau tenaga dalam yang dimiliki anak muda itu sudah mencapai tingkatan yang luar biasa. dia yakin pemuda itu pasti sudah menyadap pembicaraannya dengan ibunya. karena itu dalam

531

gelisahnya. dia mengira Lan See giok hendak minggat karena rasa marahnya. Tapi setelah menjumpai kegelisahan yang menyelimuti wajahnya sekarang, gadis itu segera berpikir. "Jangan-jangan dia memang sudah ter-tidur pulas?" Berdiri di depan Hu-yong siancu, Lan See giok sebentar memandang ke arah enci Cian dengan gelisah, kemudian menengok pula ke arah bibinya dengan cemas, jelas hatinya tak tenang sehingga gerak geriknya serba salah. "Hu-yong siancu segera tersenyum, ujarnya dengan tenang. "Anak Giok, sekarang turunkan pelana dan helalah kuda itu ke luar dari halaman!" Lan See giok mengiakan dengan hormat, setelah memandang sekejap kearah Siau cian yang masih menutupi rwajahnya denganz pe-nuh rasa kuwatir, dia baru rmembalikkan badan dan ke luar dari halaman sambil menghela kudanya. Kembali Hu-yong siancu berkata kepada Siau cian: "Anak Cian, hari ini si nona Si akan berkunjung kemari, pergilah mengatur kamar untuknya. " Siau cian menyeka air mata dari pipinya, setelah melirik sekejap ke arah Lan See giok yang sedang melepaskan pelana dari pung-gung kuda. ia membalikkan tubuh dan menuju ke dalam kamar. Tiba di kamar sendiri, ditemukan selimut dan kasur -kusut dan tak teratur, ini mem-buktikan kalau pemuda tersebut sudah ter-tidur. Karenanya dia lantas tertawa, menertawa-kan dirinya yang dianggap kurang tahan uji sehingga akibatnya ibu serta adik Giok nya menjadi tak tenang. Terburu buru Siau cian membereskan kamar tidurnya, ketika ke luar kembali dari kamarnya, Lan See giok sudah pergi sambil menghela kudanya. Sementara itu fajar sudah menyingsing, dari dusun pun sudah kedengaran suara manusia berbicara, di telaga pun sudah nampak perahu nelayan yang melaju... Lan See giok membawa kudanya menuju ke arah berumput di belakang rumah dan membiarkan binatang itu bergerak bebas. Sambil mengawasi kudanya makan rum-put, ia berputar otak tiada hentinya mencari akal bagaimana caranya membuat enci Cian nya menjadi gembira. Terbayang bahwa serentetan kejadian yang tidak menyenangkan itu bersumber pada Si Cay soat, dia sampai lama sekali memutar otak, dia

532

merasa wajib untuk mengatur sua-sana pertemuan hari ini dalam keadaan yang menggembirakan. Akhirnya dia berkesimpulan, bila ingin membuat mereka semua gembira, maka per-tama tama dia sendiri harus gembira dulu. Berpikir sampai disini. dadanya terasa lega, diapun membalikkan badan menuju ke ha-laman depan. Muncul di halaman depan, pemuda itu segera tertegun, dilihatnya Ciu Siau cian se-dang membawa sapu berdiri di situ dengan senyum dan kepala tertunduk, dia sedang menyapu daun kering di halaman muka de-ngan wajah riang. Lan See giok, merasa sangat keheranan. dia tak tahu persoalan apakah yang mem-bangkitkan kegembiraan gadis itu. Siau cian mengetahui See giok telah mun-cul, namun ia berlagak seolaholah tidak melihat, kepalanya malah ditundukkan se-makin rendah. sapuannya juga semakin ce-pat, namun sepasang lesung pipi nya yang manis justru kelihatan semakin nyata. Karena Siau cian gembira, Lan See giok tu-rut merasakan hatinya lega, dari kejauhan ia lantas melancarkan sebuah sentilan udara kosong, segulung angin jari yang lembut dan sama sekali tak menimbulkan suara lang-sung meluncur ke luar dari halaman dan menyambar bambu di sudut halaman situ. Dimana angin jari menyambar lewat, daun bambu segera berguguran mengotori permu-kaan tanah yang telah bersih disapu. Siau cian tidak memperhatikan hal itu, dia segera menyapu daun tadi, namun daun bambu berikutnya kembali terjatuh ke tanah. Berhubung yang rontok bukan daun ke-ring, lama kelamaan Siau cian merasakan keanehan tersebut, disaat daun ketiga mela-yang jatuh ke tanah itulah Siau cian segera membentak sambil tertawa, dengan sapu panjangnya dia menyambar pinggang pemu-da itu. Lan See giok tertawa terbahak bahak. de-ngan cekatan dia melejit ke tengah udara dan melompat ke luar dari halaman. Gagal dengan sapuannya, merah padam selembar wajah Siau cian, baru saja dia hen-dak mengejar pemuda itu, mendadak dari dapur kedengaran Hu-yong siancu berseru keras: "Anak Cian, cepat siapkan hidangan untuk adik Giok!" Mendengar itu dengan senyum manis di kulum Siau cian melirik sekejap kearah Lan See-giok, kemudian sambil membuang sapu ke tanah, buruburu dia masuk ke dapur. Dengan tenang Lan See-giok berdiri di de-pan pintu. dia dapat merasakan bahwa sa-puan yang dilakukan Siau-cian tadi mirip sekali dengan jurus

533

serangan dalam ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat, namun bila diamati lebih seksama, terasa pula perbeda-annya. Sementara dia masih berpikir, Siau-cian sudah muncul membawa sarapan, ketika dilihatnya pemuda itu termangu di depan pintu, sambil tersenyum segera tegurnya. "Hai. mengapa cuma termangu? Ayo cepat, bantu aku membawa hidangan." Lan See giok segera tertawa, namun sebe-lum dia melangkah maju, Huyong siancu sudah muncul membawa sayur. Mereka bertigapun duduk sarapan Hu-yong siancu berada di tengah sementara Lan See giok dan Siau cian duduk di kedua belah sisinya.. Teringat akan ilmu pedang Tong-kong kiam-hoat, Lan See-giok terbayang pula akan sifat ingin menang sendiri dari Si Cay soat, bisa jadi dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menantang Siau-cian beradu kepandaian. " Sampai dimanakah taraf ilmu pedang yang dimiliki Si Cay soat, Lan See giok pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, boleh dibilang ilmu pedangnya sudah menca-pai puncak kesempurnaan. Sebaliknya Siau-cian, karena situasi dan kondisi yang terbatas, mungkin ilmu pedangnya tak sesempurna Si Cay soat, bu-kan dia pilih kasih, namun dia selalu berang-gapan bahwa kepandaian dari Si cay soat ha-rus seimbang dengan Siau-cian. Karena berpendapat demikian, maka ujar nya kepada Ciu Siau cian. "Enci Cian, apakah kau juga berlatih ilmu pedang Tong kong kiam hoat..." Siau cian menatap wajah Pemuda itu lekat-lekat, Kemudian mengangguk berulang kali. Dengan kening berkerut pemuda itu ber-kata lagi: "Menurut sapuan yang kau pergunakan tadi, tampaknya mirip sekali dengan jurus menyapu putus sungai besar dari ilmu pedang Tong kong kiam hoat, tapi jika kua-mati lebih seksama lagi, rasanya sedikit rada berbeda--" Tampaknya Hu-yong siancu sudah melihat kalau pemuda itu mempunyai tujuan lain, kepada Siau cian katanya kemudian: ."Selesai bersantap nanti, keluarkan kitab ilmu pedang, biar anak Giok teliti dimanakah letak perbedaan itu:" Siau cian tahu, Lan See giok adalah se-orang pemuda yang cerdas, dengan kemam-puan melebihi orang lain, siapa tahu dengan bantuan pemuda tersebut, dia akan men-jumpai banyak intisari dari ilmu pedang tersebut?

534

Karenanya dia mengangguk dengan gem-bira. bahkan melemparkan satu kerlingan ke arah pemuda itu. Tentu saja Hu-yong siancu maupun Siau cian tak ada yang menyangka kalau Si Cay soat bakal manfaatkan kesempatan tersebut untuk menantang Siau cian beradu kepan-daian. Selesai bersantap, Lan See giok dan Siau cian bersama sama masuk ke ruang dalam, karena Siau cian tidak membicarakan ten-tang peristiwa pagi tadi. tentu saja pemuda itu pura tak menyinggung soal apa yang telah disadapnya semalam. Hu-yong siancu sendiri hanya mengawasi bayangan punggung Lan See giok serta Siau cian dengan pandangan murung dan sedih. kemudian masuk kembali ke kamar tidur. ia sangat berharap sepasang muda mudi itu dapat saling bercinta. Sementara itu Sian cian telah mengeluar-kan sebuah kotak kecil dari dalam almari. kemudian dengan gembira duduk bersama See giok di tepi pembaringan, ketika kotak dibuka, dalamnya berisikan sejilid kitab kulit berwarna coklat. Melihat bentuk dari kitab pusaka ter-sebut, Lan See giok menemukan bahwa bentuknya mirip sekali dengan milik Si Cay soat, di atas kulit buku yang berwarna coklat tertulis enam huruf yang mirip sekali dengan bentuk gagang pedang, ke enam huruf itu adalah: "TONG KONG-KIAM HOAT KIAM BOH" Sewaktu halaman pertama dibuka, maka dalamnya hanya tercantum dua huruf emas yang berbunyi. "Ek- Ki" Melihat hal tersebut, Lan See giok yang berada di samping Siau cian segera berkata: "Enci Cian kitab ini nyatanya berbeda sekali dengan milik adik Soat...." Tergerak hati Siau cian, dia segera men-dongakkan kepalanya ,memandang Lan See giok, kemudian tanyanya: "Lantas kitab yang manakah yang asli?" Namun Lan See giok tidak menjawab, sepasang matanya mengawasi terus wajah Siau cian, karena saat itu dia baru menemu-kan bahwa di atas wajah si nova yang cantik terdapat kulit yang halus dan lembut, putih bagaikan susu. pipinya merah seperti buah tho yang matang, ia tak tahu apakah hal tersebut dikarenakan semalam ia tak sempat melihat dengan jelas di bawah cahaya lentera ataukah hal ini berkembang setelah gadis itu menelan dua tetes cairan mestika Leng sik giok-ji.

535

Merah jengah selembar wajah Siau cian setelah dipandang secara begitu oleh Lan See giok, sambil mendorong pemuda itu, serunya lirih "Ayo cepat katakan, dimana sih perbe-daannya?" Lan See giok belum dapat menenangkan pikirannya, terpaksa ia menjawab sekenanya: "Sepasang pipimu nampak lebih merah dari pada semalam, .sorot matamu jauh lebih bersinar daripada kemarin.--" Siau cian segera mengayunkan tangannya siap memukul Lan See giok, serunya sambil berpura pura marah. "Hei. apa sih yang se-dang kau ngocehkan? Kenapa tidak se-patah katapun yang bersungguhsungguh ...." Ketika berbicara, sepasang pipinya men-jadi merah, kemudian sambil moncongkan bibirnya yang mungil diam-diam ia me-nunjuk kearah kamar tidur ibunya. Biarpun Lan See giok merasa sikapnya su-dah khilaf, namun ia tak mengacuhkan hal ini. melihat wajah enci Cian yang tersipu, dia malah tertawa semakin riang, bahkan sambil menempelkan bibir-nya di sisi telinga Siau cian, ia berbisik "Bibi amat menyayangi diriku. aku tidak takut!" Melihat pemuda itu hanya cengar cengir tanpa perasaan takut barang sedikitpun. Siau-cian kuatir pemuda itu melangkah lebih jauh, maka sambil menarik muka dan ber-pura pura marah dia berseru. "Jika kau tak mau diajak serius, aku pergi saja ... " Sambil berkata dia lantas bangkit berdiri dan berlagak hendak meninggalkan tempat itu. Lan See giok menjadi gugup. saking takut-nya- dia sampai meminta maaf berulangkali, ujarnya lirih. "Baik, baik, mari kita me-meriksa bersama, cuma kau harus duduk lebih dulu!" Sambil berkata dia lantas menarik ujung baju nona tersebut. Siau cian berusaha menahan rasa gelinya, kemudian duduk kembali di samping pemuda itu Menunggu Siau cian sudah duduk, Lan See giok baru membalik kitab pusaka itu. sua-sana dalam ruangan pun untuk sesaat dicekam keheningan. Ketika Siau cian menjumpai Lan See giok sedang memusatkan segenap pikirannya untuk membaca kitab pusaka mana, ada kalanya dia berkerut kening, ada kalanya pula ter-menung. untuk beberapa waktu ia tak berani banyak komentar. Tak lama kemudian terdengar Lan See- giok memuji: "Waah, dua jilid kitab pusaka ini, betul-betul berkaitan dan saling mengisi, ibaratnya matahari dan rembulan, cahaya masing-masing saling mengisi

536

untuk menerangi ja-gad." "Lantas dimana sih letak perbedaan dari kedua jilid kitab pedang itu?" tanya Siau cian tidak mengerti. "Bila dua orang yang membawa pedang Jit boa kiam dan Gwat hui kiam sama-sama mempelajari ilmu pedang Tong kong kiam boat, maka bila kedua orang itu saling berta-rung untuk beradu kepandaian, selama hidup jangan harap bisa diketahui siapa yang lebih unggul dan siapa lebih lemah. sebab setiap jurus serangan yang dipelajari masing-masing hanya berguna bila digunakan saling mengisi ...." Seperti memahami akan sesuatu, Siau cian segera berkata. "Tampaknya si pendekar pedang yang menciptakan ilmu pedang tersebut kuatir bila orang yang mempelajari, hasil karyanya ke-mudian saling bermusuhan, maka dengan susah payah dia menciptakan jurus-jurus serangan yang saling mengisi- --- " Tidak sampai Siau cian menyelesaikan kata katanya. Lan See giok segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bukan begitu, menurut apa yang tercan-tum dalam kiam boh sepasang pedang yang digunakan bersama akan memancarkan si-nar seperti matahari dan rembulan, atas bawah menyerang bersama, biar naga biar burung hong akan terpaksa semuanya secara mudah, hal ini bisa disimpulkan bahwa penggunaan sbepasang pedang jsecara bersa-mag sama justru akban menimbulkan daya ke-kuatan yang jauh lebih mengerikan!" "Kalau memang demikian, mengapa To Seng cu locianpwe sama sekali tidak menje-laskan kelebihan tersebut disaat memberikan pedang itu kepadaku--?" tanya si nona sambil berkerut kening. "Aku rasa hal itu hanya disebabkan sing-katnya waktu yang tersedia, bukankah waktu itu suhu bermaksud melindungi siaute se-cara diam-diam sehingga pergi secara tergesa gesa? Mungkin inilah yang menyebabkan ia tak sempat memberi penjelasan yang sejelas jelasnya." Agaknya Siau cian masih tetap memikirkan masalah kerja sama serta saling mengisi itu, mendadak dia bertanya: "Adik Giok, apakah kau juga pernah mem-pelajari ilmu pedang Tong kong kiam hoat?" "Siaute tidak mempelajarinya, tapi aku ma-sih ingat beberapa jurus serangan diantara-nya" sahut sang pemuda sambil menggeleng. Dengan wajah riang gembira Siau cian segera berseru: "Adik Giok, gunakanlah senjata gurdi emasmu sebagai pengganti pedang, mari kita mainkan bersama-sama, coba kita buktikan apakah memang benar jurus serangan pedang itu harus saling mengisi?" "Tapi halaman ini terlalu kecil sahut pe-muda itu ragu. . .

537

"Kita boleh mencobanya di tempat aku be-lajar pedang!" Len See giok tidak tahu dimanakah Siau cian berlatih ilmu pedangnya dihati hari bi-asa, sehingga dia bertanya, " Berapa jauh letaknya dari sini?" "Di dalam hutan belakang dusun situ?" jawab gadis tersebut sambil bangkit berdiri. Tanpa terasa pemuda itu segera meman-dang sekejap cahaya matahari yang sudah memenuhi jendela depan, dia masih ingat Si Cay soat sebentar lagi akan tiba di situ. Namun sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hu-yong siancu yang berada di kamar seberang telah memperingatkan: "Anak Cian, bukankah hari ini nona Si akan datang kemari... ,?" Siau cian segera mendusin, karbena itu dia tidjak mendesak lebgih jauh, cuma dbi atas wa-jahnya segera terlintas sikap kecewa serta perasaan apa boleh buatnya. Lan See giok kuatir gadis itu tak senang hati, dia pun menganggap watak si Cay goat susah diatur, demi kegembiraan enci cian nya, kepada Huyong siancu segera serunya: "Bibi, jika adik Soat datang. bibi boleh mengajaknya ke sana, kita sekalian mem-praktekkan ilmu pedang tersebut bersama sama, aku yakin adik Soat tentu akan merasa gembira sekali." Hu-yong siancu nampak ragu sejenak, na-mun sahutnya kemudian. "Baiklah, bila nona Si datang aku akan membawanya ke situ, cuma kalian berdua lebih baik selekasnya pulang kembali." Lan See giok mengiakan dan segera masuk kan kembali kitab kiam boh tersebut ke dalam kotak kecil. Siau cian mengembalikan kotak tersebut ke dalam almari, kemudian mengambil pedang Gwat hui kiam nya. Lan See giok menjumpai sarung pedang Gwat hui kiam telah diberi selapis sarung kuning dengan bulu kuning dan pegangan berwarna kuning, suatu perpaduan warna yang sangat serasi. Setelah menggembol pedang di pinggang Siau cian baru berkata dengan gembira. "Belakang dusun sana merupakan tempat yang terpencil dan jarang ada manusia yang berlalu lalang di situ, tidak akan menimbul-kan perhatian orang, ayo kita lewat halaman belakang saja! " Lan gee giok segera mengangguk sambit mengiakan, Mendadak mereka jumpai Hu-yong siancu berjalan ke luar dari dalam kamar.

538

Dari sikap gembira dari Lan See giok. Hu-yong siancu menyimpulkan kalau pemuda itu tak sempat menyadap pembicaraan mereka semalam, kemudian ketika melihat putri ke-sayangannya memperlihatkan wajah yang cerah, sikap yang wajar, seakan akan sudah melupakan keputusan yang diambilnya se-malam, ia segera tertawa lega. "Di tengah hari bolong begini. lebih baik kalian berdua jangan bertindak kelewat gegabah!" pesannya" Lan See giok dan cian mengiakan bersama kemudian membuka jendela belakang dan bersama-sama merlompat ke luar.z setelah ya-kinw tiada orang yarng di seputar situ, mereka baru melayang ke luar dari pagar pekara-ngan.. Kuda hitam yang sedang makan rumput di situ, segera meringkik pelan setelah me-lihat kemunculan anak muda itu. Lan See giok dengan penuh senyuman membelai rambut si kuda, kemudian sambil menarik tangan Siau cian berangkatlah mereka menuju ke luar dusun Mendadak..... Dari kejauhan sana terdengar suara ring-kikan kuda yang bergema datang secara lamat-lamat, suara itu muncul dari arah se-belah utara. Kuda Wu wi kou yang mendengar ringki-kan tersebut seolah-olah merasa gembira sekali. ia segera balas meringkik dengan suara yang keras sekali. Dengan cepat Lan See giok menghentikan langkahnya, kemudian sambil berpaling ka-tanya. "Tentu adik Soat telah datang." Mendengar Si Cay soat datang, Siau cian juga nampak gembira sekali, ia memang ber-harap bisa selekasnya mengamati hubungan cinta antara Si Cay soat dengan adik Giok nya telah mencapai taraf yang bagaimana sebab hal tersebut menyangkut keputusannya nanti, apakah harus mengundurkan diri atau tidak: Dengan senyum dikulum dan wajah berseri, Siau cian segera berkata: "Kalau memang sudah datang, mari kita pulang saja!" Sambil berkata. dia membalikkan badan dan balik ke pagar pekarangan sebelah muka. Tiba di depan pagar, dia segera me-lompat masuk ke halaman belakang Selama ini Hu-yong siancu berdiri di bela-kang kebun sambil mengawasi gerak gerik Lan See giok dan Siau cian, melihat kedua orang itu pulang kembali, ia pun membuka pintu daun jendela lebar-lebar. Secara beruntun Lan See giok dan Siau cian masuk melewati jendela, pertama-tama Lan See giok yang berseru lebih dulu.

539

"Bibi, bisa jadi Soat sumoay telah datang." "Kalau begitu kau bersama anak Cian segera menyambut kedatangan nona Si! perintah Hu-yong siancu sambil tertawa ramah. Buru-buru Lan See giok mengiakan, ke-mudian menarik tangan Siau cian menuju ke luar. Melihat tingkah laku pemuda itu makin lama semakin berani, bahkan dihadapan ibunya pun ia berani menarik tangannya, merah dadu selembar wajahnya, sementara ia meronta untuk melepaskan diri dari cekalan orang. Lan See giok tertegun lalu berpaling, ia saksikan bibinya sedang memandang ke arah mereka sambil tersenyum riang karena itu seperti memahami sesuatu buru-buru ia berjalan menuju ke luar pintu. Baru tiba di depan pintu, suara derap kaki kuda yang amat ramai telah berkumandang semakin nyata. Dengan perasaan terkejut Siau cian segera berseru. "Waah, cepat amat lari kudanya! Seraya berkata, mereka berdua membuka pintu dan menuju ke halaman luar. ketika di lihat dari arah sebelah utara situ terlihat ada segulung bayangan putih diantara titik merah sedang menelusuri tanggul telaga menuju kemari. Melihat perbuatan gadis itu dengan- kening berkerut Lan See giok segera berguman. "Wah, nampaknya kepandaian adik Soat dalam ilmu menunggang kuda kian lama kian bertambah cekatan!" Sementara itu, kuda putih yang sedang berlari mendekat tampaknya sudah melihat Lan See giok diiringi suara ringkikan pan-jang, ia langsung menerjang datang... Pucat pias wajah Siau cian melihat hal ini, ia berseru kaget. Sedangkan Lan See giok segera berteriak keras memperingatkan "Hati-hati adik Soat!" Ditengah seruan tersebut, derap kaki kuda bergerak semakin keras, diantara debu yang berterbangan tampak sesosok babyangan hi-tam mjeluncur datang gdengan kecepatabn ba-gaikan sambaran kilat. Setelah mendengar peringatan dari Lan See giok, agaknya Si Cay soat baru sadar kalau ia sudah sampai di tempat tujuan, buru-buru tali les kudanya ditarik. Sekali lagi kuda putih meringkik panjang tiba-tiba kaki depannya diangkat tinggi-tinggi ..... Bentakan nyaring berkumandang, baya-ngan merah melejit meninggalkan punggung kuda, lalu dengan jurus daun kering terhem-bus angin, dia melayang turun dihadapan pemuda See giok,

540

Orang itu memang tak lain adalah Si Cay soat. Begitu mencapai permukaan tanah, gadis itu segera berseru kepada Lan See giok de-ngan penuh kegembiraan. "Andaikata kau tidak menegurku, aku malah tak tahu kalau sudah sampai, tampik nya si kuda putih tahu kalau aku hendak mencarimu setelah ke luar dari dusun. dia berlarian terus dengan kencang..... wah, benar-benar menakutkan!". Lan See giok tertawa riang, sambil menunjuk kearah Siau cian yang berada di sisinya dia perkenalkan. "Dia adalah enci Cian!" Senyuman yang menghiasi wajah Si Cay goat makin cerah. dia maju ke muka dan se-runya penuh kegembiraan. "Baik baikkah kau enci Cian?, Terima kasih banyak untuk sulaman sarung pedang serta sepatu untukku coba kau lihat, aku telah mengenakannya-Sembari berkata ia segera perlihatkan sepasang sepatunya. Setelah menyaksikan ilmu menunggang kuda Si Cay soat yang menggetarkan sukma. kemudian melihat cara gadis itu berbicara, Siau cian segera membuktikan bahwa ucap-an To Seng cu memang benar, Si Cay soat memang termasuk seorang gadis yang jujur polos dan terbuka. Ketika mendengar perkataan dari Si Cay soat, merah padam selembar wajahnya, buru-buru dia merendah. "Aaah, buatanku kasar dan jelek, harap adik Soat jangan menertawakan!" Tak terlukiskan rasa gembira Lan See giok setelah melihat kedua orang itu saling me-nyebut saudara, ia segera tertawa terb-bahak bahak, j"Haaahhh.. haaaghhh.. haaahhh..b haaahhh.. adik Soat, ayo cepat masuk, bibi sedang menunggumu di dalam halaman!" Sembari berkata, dia masuk lebih dulu ke dalam halaman. Sebenarnya Si Cay soat bermaksud me-ngutarakan beberapa patah kata merendah, namun ketika mendengar Hu-yong siancu hendak bertemu dengannya, cepat-cepat dia masuk ke dalam halaman. Sementara itu, Hu-yong siancu dengan senyuman dikulum dan wajah penuh kasih sayang, sedang menantikan kedatangan mereka di muka pintu rumah. "Dia adalah "bibi Wan." sambil tersenyum Lan See giok segera memperkenalkan. "Si Cay soat tertegun, coba pemuda itu ti-dak memperkenalkan mereka, ia tak akan percaya kalau nyonya muda yang anggun dan cantik di depan pintu itu adalah Hu-yong siancu yang termasyhur namanya di dunia persilatan.

541

Sesudah menenangkan hatinya, buru-buru dia maju ke depan sambil memberi hormat, kemudian mengikuti sebutan yang dipakai Lan See giok. katanya dengan hormat. "Soat-ji memberi salam hormat untuk bibi!" Cepat-cepat Hu-yong siancu membangun-kan Si Cay soat, kemudian ujarnya lagi de-ngan penuh kasih sayang, "Tidak berani.. tidak berani, harap nona Si bangun berdiri." Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Si cay soat dengan pandangan kagum, kembali ia berkata kepada Lan See giok yang selama ini hanya berdiri menyengir. "Anak Giok, cepat tuntun kuda nona Si menuju ke belakang!" See giok mengiakan dengan hormat dan berlalu, Siau cian juga buru-buru ke dapur untuk menyiapkan air teh dan makanan kecil. Hu-yong siancu dengan penuh kasih sayang menuntun Si Cay soat masuk ke dalam ruangan. Dengan perbedaan tua dan muda, mereka sama-sama mengambil tempat duduk, tak lama Siau cian datang menghidangkan air teh. Sudah lama sekali Si Cay soat ingin bertemu dengan Siau cian, sekarang setelah diamatinya dengan seksama,r ia menjumpai Sziau cian denganw gaun kuningnyar nampak lembut lagi anggun, terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh pancaran sinar kecerdasan. TANPA terasa pikirnya: "Tak heran kalau suhu selalu memuji diri-nya" Ketika ia menjumpai pedang mestika yang tersoren dipinggang Siau cian ternyata persis sekali bentuknya dengan pedang Jit hui kiam yang berada di punggung sendiri. dia lantas menyimpulkan bahwa benda itu tak lain adalah Gwat hui kiam pemberian gurunya. Hanya saja, ia tak berani menanyakan hal tersebut secara langsung--Siau cian sendiripun berpendapat bahwa Si Cay soat adalah seorang gadis yang lincah dan polos, seluruh gerak geriknya -penuh dengan daya kehidupan, tak heran kalau adik Gioknya selalu memanggil adik Soat, dalam hati kecilnya dia berjanji, sejak kini dia akan bersikap lebih lincah agar bisa semakin menarik perhatian anak muda tersebut. Berbeda sekali dengan jalan pemikiran Si Cay soat, semenjak masih berada di puncak Giok li hong dibukit Hoa san, setiap kali menyinggung soal Ciu Siau cian, di atas wa-jah engkoh Giok nya selalu menunjukkan perubahan hal tersebut membuat gadis ini bertekad hendak bersikap lebih lembut dan halus. Menanti Siau cian telah menghidangkan air teh dan makanan kecil, Huyong siancu baru bertanya kepada Si Cay soat sambil tersenyum:

542

"Nona Si, pukul berapa kau tiba di per-kampungan nelayan semalam--?" "Menjelang maghrib, menurut Thio Tay keng, bibi baru saja pulang.Sambil tertawa Hu-yong siancu manggut-manggut: "Yaa, aku pergi menengok Thio lo-eng-hiong, apakah dia sudah pulang ke rumah" Si Cay-soat termenung - beberapa saat la-manya, kemudian katanya kembali: "Menurut perhitungan, paling tidak besok selewatnya tengah hari mereka baru akan tiba disini, sebab mereka harus berputar, dulu ke Pek-ho cay, ini berarti lebih jauh setengah harian perjalanan" Baru selesai dia berkata, Lan See giok su-dah masuk ke dalam ruangan dengan lang-kah tergesa-gesa, sambil menuju ke dalam segera tanyanya dengan gelisah: "Apakah Thio loko belum kembali?" Dengan pandangan penuh kemesraan Si Cay soat memandang sekejap kearah Lan See-giok, kemudian menggelengkan kepala-nya berulangkali. "Biarpun Thio loko bisa berjalan cepat, namun ditambah dengan kehadiran adik Thi-gou bisa jadi dia akan menjadi sangat lambat." Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, sambil menengok ke arah Huyong siancu tanyanya agak terkejut. "Sewaktu menunggang kuda datang ke mari tadi. Soat-ji menjumpai di permukaan telaga puluhan li di sebelah timur laut dusun berkumpul hampir ratusan buah perahu yang sangat besar dengan panji-panji yang besar, cahaya senjata yang gemerlapan su-dah pasti perahu itu bukan perahu nelayan! " Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut, segera menjelaskan dengan tawar: "Oooh. sudah tentu kapal-kapal perang Wi-lim-poo. bisa jadi si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san sedang mengadakan lati-han perangperangan di atas telaga" Siau-cian memang sangat berhasrat untuk menjajal ilmu berenang yang dimiliki Si Cay soat tergerak hatinya setelah mendengar per-kataan itu. sambil menoleh kearah Lan See giok, ujarnya. "Bukankah adik Giok berniat untuk me-nyelidiki Wi-lim-poo? Bagaimana kalau ma-lam nanti kita berangkat ke situ"! Si Cay-soat yang memang bersifat suka bergerak, waktu itu memang berniat untuk melihat kemampuan Siau-Cian, serta merta ia menyatakan persetujuannya.

543

Lan See giok sendiri juga berminat untuk menyaksikan sampai dimanakah kelihaian "Bibi Wan nya yang pernah termasyhur dalam dunia persilatan dimasa lalu. kepada Hu-yong siancu ia lantas meminta. "Bibi, ikutilah kami pada malam nanti" Hu-yong-siancu tertawa. "Bibi sudah banyak tahun tidakb turun ke air..j.... Si Cay sogat kuatir Hu-yobng siancu enggan ikut mereka dengan cepat dia menimbrung. "Nama besar bibi pernah termasyhur di seluruh kolong langit dan menggetarkan dunia persilatan, Soat-ji sering mendengar suhu menceritakan soal ini. malah katanya ilmu berenang yang bibi miliki tak ada se-orang manusiapun yang bisa menandingi, Soat-ji dan engkoh Giok sering kali menunggu datangnya kesempatan untuk menyaksi-kan kehebatan bibi, agar bisa menambah pengetahuan, kami dari angkatan muda" Hu-yong siancu tertawa lagi: "Itu sih sudah merupakan kejadian pada banyak tahun berselang, padahal di dalam dunia persilatan sekarang, terdapat banyak sekali jago-jago persilatan yang mampu menandingi ilmu berenang ku." Kemudian setelah melirik sekejap kearah Lan See giok. ia melanjutkan. "Kalau toh kalian akan pergi semua. aku juga kurang lega untuk tetap tinggal di rumah seorang diri. baik malam nanti aku akan menemani kalian!" Lan See-giok dan Si Cay soat menjadi gem-bira setengah mati sehingga hampir saja mencak- mencak. Hu-yong siancu memandang sekejap keadaan cuaca, lalu katanya kepada Siau- cian. "Anak Clan turunkan pedang itu dan siap kan hidangan!" Siau cian mengiakan seraya bangkit berdi-ri, kemudian melepaskan pedangnya siap menuju ke ruang dalam. Ketika Lan See giok melihat sorot mata Si Cay soat tiada hentinya ditujukan kearah pedang Siau cian, sambil tersenyum ia men-jelaskan: "Adik Soat, pedang milik enci Cian adalah Pedang Gwat hui kiam pemberian suhu. sekarang telah disarungi dengan kain kuning serta bulu kuning oleh enci Cian." "Siaumoay memang selalu menduga, sudah pasti suhu menghadiahkan pedang Gwat hui kiam tersebut untuk enci Cian" kata Si Cay soat seperti baru mengerti. Kemudian sambil berpaling ke arah - Hu-yong siancu kembali katanya,

544

"Sebab suhu selalu memuji kecerdasan enci Cian yang melebihi siapapun, di kemu-dian hari kau pasti akan menjadi seorang jagboan yang hebat jdi dalam penggugnaan pedang." bMerah padam selembar wajah Siau cian, cepat-cepat dia berjalan masuk ke ruang dalam: "Aaah, Cia locianpwe memang kelewat me-manjakan anak Cian" seru Huyong siancu sambil tertawa merendah. "Tadi, sebenarnya enci Cian dan aku hen-dak berlatih pedang di dusun belakang sana, Eeeh tahunya kau datang" seru Lan See giok kemudian. Dengan gembira Si Cay-soat segera berse-ru: "Selesai bersantap nanti, aku juga mau ikut, biar aku membantu dulu enci Cian menanak nasi !" Sambil berkata dia lantas melepaskan pedang jit-hoa-kiam dari punggungnya, Hu-yong siancu memang sangat berharap Si Cay soat bisa bergaul lebih akrab dengan Siau cian, tentu saja dia tidak bermaksud menghalangi niatnya, malah dia berseru. "Nona Si, kau toh tamu. masa harus turun ke dapur?" Lan See-giok yang ada di sampingnya segera menimbrung. "Adik Soat sangat pandai membuat Ang sioo hi, hari ini kau mesti memperlihatkan kebolehan mu agar bibi pun ikut mencicipi nya." Merah padam selembar wajah Si Cay soat serunya cepat kepada Hu-yong siancu. "Bibi. kau jangan mendengarkan obrolan dari engkoh Giok, anak Soat cuma bisa membantu cici Cian mencuci sayur dan membersihkan beras..." "Waah, kalau soal itu mah merupakan penderitaan bagiku, mari kita masuk ke dapur bersama sama, biar bibi seorang ber-istirahat dengan tenang:" Siau cian yang berdiri di depan pintu tak tahan segera tertawa cekikikan sesudah mendengar perkataan itu. Menyaksikan ketiga orang muda mudi itu dapat berkumpul dengan riang gembira, Hu-yong siancu turut tertawa gembira pula, diam-diam ia berdoa kepada Thian, semoga mereka bisa diberi kebahagiaan hidup, selalu gembira dan tak sampai mengalami nasib setragis apa yang dialaminya. Lan See-giok, Siau cian dan Si Cay soat sama-sama menjadi sibuk di dapur, berhu-bung dapur nya kelewat kecil, semua orang menganggap See giok hanya mengganggu, namun tiada yang mempersilahkan rdia agar ke luazr. Walaupun wawktu bergaul masrih singkat, tapi Siau cian sudah dapat melihat bagaima-nakah watak yang sesungguhnya dari Si Cay soat, ia merasa tidak sulit untuk berkumpul dengan gadis yang polos dan lincah ini,

545

na-mun bukan berarti karena pandangan terse-but, dia lantas berubah ingatannya semula. Dengan kerja ketiga orang itu, hidangan siang dapat dipersiapkan dalam waktu sing-kat. Lan See giok yang melihat Si Cay soat dan Siau cian meski baru berjumpa untuk perta-ma kalinya, namun hubungan mereka begitu baik, hatinya menjadi gembira sekali. Hu-yong siancu merasa hidangan yang di masak Si Cay soat memang jauh berbeda, baik Siau cian maupun Si Cay soat sama-sama merasa pihak lawan jauh lebih pandai daripada dirinya. Hidangan siang itu dilewatkan dalam sua-sana penuh gembira .. .. . Berhubung tengah hari sudah tiba, banyak orang yang mulai berlalu lalang di dusun, maka Hu-yong siancu memerintahkan Lan See giok bertiga agar merundingkan soal ilmu pedang di dalam ruangan, agar tidak mengejutkan orang-orang dusun. Selesai membicarakan soal ilmu pedang" Si Cay soat baru tahu kalau ilmu pedang Tong kong kiam- hoat lebih berkhasiat bila digunakan dengan kerja sama yang saling mengisi, hal tersebut membuat si nona segera menghapus kan niatnya untuk beradu kepandaian dengan Ciu Siau cian. Tanpa terasa haripun menjadi gelap Lan See giok dan Si Cay soat menuntun kuda mereka masuk ke halaman rumah, sedang-kan Hu-yong siancu pergi mempersiapkan sampan kecil miliknya. Diantara ke empat orang itu, Hu-yong siancu, Siau cian serta Lan See giok menge-nakan pakaian yang terbuat dari ulat sutera langit. jadi tidak memerlukan pakaian renang dibalik bajunya. Pedang Hu-yong kiam yang sudah lama tersimpan semenjak mengundurkan diri da-hulu, kini digunakan lagi oleh Hu-yong siancu dengan menyoren nya di pinggang. Setelah selesai mempersiapkan diri, mereka memadamkan lentera, mengunci pintu dan melompat ke luar dari halaman rumah dengan langkah yang sangat berhati hati. Sebagian besar kaum nelayan yang tinggal di dusun itu memang hidup secara seder-hana, begitu langit gelap, merekapun banyak yang naik ke tempat pembaringan. . Tidak heran kalau suasana dalam dusun tersebut hening dan sepi sekali meski kentongan pertama baru saja lewat, tiada kedengaran suara. tiada pula cahaya lentera. Hu-yong siancu memeriksa sekejap seke-liling tempat itu. kemudian baru bergerak menuju ke tanggul telaga.

546

Lan See-giok, Siau-cian serta Si Cay soat bergerak mengikuti petunjuk dari Hu-yong siancu, oleh sebab itu mereka selalu mengi-kuti di belakang perempuan itu. Dengan gerakan tubuh yang sangat ringan, dan santai Hu-yong siancu bergerak cepat ke muka, kesempurnaan ilmu meringankan tubuh dari perempuan membuat Si Cay-soat, merasa kagum, bahkan Lan See-giok yang sangat lihay pun tanpa terasa ikut memuji. Thian san pay memang bukan termasyhur karena ilmu pedangnya saja yang hebat, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki termasuk hebat sekali, apalagi Hu-yong siancu pernah mengalami penemuan aneh semasa masih muda dulu. ia boleh dibilang berbeda sekali dengan kemampuan anggota Thian-san pay lainnya. Ketika tiba di atas tanggul. Suasana di sekitar telaga sangat gelap, hanya suara ombak yang memecah di tepian bergema membelah keheningan malam. Hu-yong siancu segera menunjuk kearah sampan kecil yang terikat depan tanggul itu. kemudian bisiknya. "Cepat naik ke sampan yang berada di te-ngah itu, kalian naik lah lebih dulu." Sembari berkata, dia memeriksa sekali lagi keadaan di sekeliling tempat itu, menanti Lan See giok sekalian bertiga sudah naik ke atas sampan, dia baru menyusul belakangan. Tiba di atas sampan tersebut, Lan See giok menjumpai sampan tersebut mungil tapi ber-sih, di kiri dan kanan masing-masing terda-pat sebuah alat pendayung. Bentuknya mirip sekali dengan sampan milik benteng Wi-limpoo. Dalam waktu singkat, sampan itu sudah meluncur ke tengah telaga dengan ke-cepatan tinggbi. jangan dilihjat Siau cian adgalah seorang gabdis yang lemah lembut, ternyata dia ahli sekali di dalam mendayung sampan, hanya berapa saat saja sampan tersebut sudah meluncur ke tengah telaga... Di dalam keheningan yang mencekam se-lu-ruh jagad itulah, mendadak Hu-yong siancu berbicara memecahkan keheningan. "Anak Giok, apakah kau sudah menguasai keadaan di dalam benteng Wilim-poo?", Buru-buru Lan See giok mengangguk. "Secara garis besarnya aku tahu, Cuma lantaran waktu di situ terlampau singkat, maka anak Giok tidak begitu menguasai tentang letak alat - alat. rahasia di dalam benteng serta posisi penjagaan, yang mereka atur.". "Kalau kita memang bermaksud menyeli-diki secara diam-diam, alangkah baiknya bila kita menyusup masuk lewat air," timbrung Si Cay soat tibatiba.

547

Hu-yong siancu sudah cukup berpengala-man di dalam pertarungan dalam air, diapun telah banyak menjumpai ancaman bahaya maut, sehingga boleh dibilang berpengalaman sekali tentang bergerak di air. Ketika mendengar usul tersebut, dengan kening berkerut segera ujarnya. "Biarpun disini tanpa penjagaan. Namun alat rahasia yang dipasang tentu berlapis lapis. ini berbahaya sekali bagi suatu usaha penyusupan, sebaliknya bila kita menyusup lewat atas permukaan, meski mudah melenyapkan pelbagai macam rintangan, namun jejak kita juga lebih gampang diketahui, pokoknya kita bergerak menurut keadaan yang paling menguntungkan. jadi tak usah harus berpegang teguh pada sebuah cara dan sistim belaka. Si Cay soat dan Lan See giok segera me-ngangguk berulang kali, sewaktu meman-dang lagi kearah tanggul. di situ sudah tak nampak setitik bayangan pun. Sementara itu Siau cian masih mendayung sampan itu tiada hentinya. Sampan bergerak maju dengan kecepatan luar biasa. Makin memandang Lan See giok merasa semakin tak tega, akhirnya dia berguman seorang diri. "Benar-benar menyesal, sampai sekarang aku masih belum dapat mendayung sampan" Si Cay soat yang cerdas segerab berkata pula sjambil tertawa. g "Cici Cian, mabri biar siau moay mengganti-kan kedudukanmu." Sambil berkata ia bangkit berdiri dan ber-maksud menuju ke arah buritan. Siau cian mendongakkan kepalanya sambil tertawa merendah, dengan cepat ia meng-ge-lengkan kepalanya. "Aaah, aku tidak lelah. harap adik Soat tak usah kemari" Tapi sebelum ia selesai berbicara, Si Cay soat telah menyambut dayung itu dari ta-ngannya. Meskipun Hu-yong siancu tahu bahwa Siau cian tak bakal lelah. namun dia kuatir hal tersebut akan menimbulkan kecurigaan Si Cay soat, maka katanya kemudian sambil tersenyum "Anak Cian, biarlah adik Soat ikut menda-yung sebentar, memang lebih baik kalau kalian berdua mendayung secara bergilir," Siau-cian tidak membantah lagi, ia segera menyerahkan sepasang dayung itu kepada Si Cay-soat. Ketika ia bangkit berdiri untuk berpindah tempat, mendadak matanya berkilat tajam, serunya dengan nada terkejut bercampur ke-heranan. "Ibu, cepat lihat, apakah tempat itu adalah Wi-lim-poo?" Lan See giok yang mendengar perkataan itu segera bangkit berdiri dan memandang ke depan, tapi dengan terkejut ia segera berseru.

548

"Aaah, bukan, Wi-lim-poo terletak dibalik hutan bakau yang sangat luas ...... Sembari berkata, dia menunjuk ke arah hutan bakau yang berada nun jauh di situ. Si Cay-soat turut bangkit berdiri setelah mendengar seruan itu, dari kejauhan sana ia saksikan titik cahaya lentera berkedip persis seperti bintang di angkasa. "Aaah, itu kan barisan perahu besar .yang kulihat tengah hari tadi..." serunya ter-tahan. Tergerak hati Lan See giok, segera gumam nya". "Mengapa sampai waktu se larut malam ini mereka belum juga kembali ke Wi-lim-poo?" "Anak Giok, mari kita bergerak menuju ke sana" ajak Hu-yong siancu pelan. Perkataan tersebut memang sesuai dengan keinginan Lan See-giok. sebab dengan berla-buh nya, perahu-perahu perang dari Wi-lim-poo di luar benteng, maka bisa jadi si Manu-sia buas bertelinga tungrgal 0h Tin san zjuga berada di watas kapal perarng tersebut. Oh Tin-san pernah menyembunyikan diri di dalam kuburan kuno, itu berarti dia sudah melihat dengan jelas pembunuh ayahnya, mungkin orang itu adalah si setan bengis bermata tunggal dari telaga Tong-ting, mung-kin juga si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dari telaga Pek-toh. Kemudian diapun hendak bertanya kepada mereka, darimana bisa tahu tempat per-sem-bunyian ayahnya serta bagaimana ia mema-suki kuburan, kuno dan akhirnya mem-bunuh si Makhluk bertanduk tunggal yang hampir sekarat. Berpikir sampai di situ, Lan See giok segera berpaling dan serunya kepada Si Cay soat yang berada di buritan perahu. "Adik Soat arahkan perahu ini baik--baik, mari kubantu dengan mendorong pukulan ke atas permukaan." Sambil berkata. dia me-nyalurkan hawa murninya ke dalam telapak tangan kanannya kemudian men-dorongnya ke atas permukaan air, segulung tenaga pu-kulan yang kuat segera menghantam permu-kaan air dengan cepat sampan tersebut me-luncur ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busur kecepatannya semakin bertambah... Dalam keadaan demikian, fungsi pen-da-yung tersebut menjadi tak ada artinya lagi, maka Si Cay soat mempergunakannya seba-gai pengatur arah perahu. Hu-yong siancu memang tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok amat sempurna. akan tetapi dia tidak mengetahui sampai di taraf manakah kesempurnaan tersebut.

549

Melihat perbuatan pemuda tersebut de-ngan penuh rasa kuatir ia segera berkata, "Anak Giok, musuh tangguh berada di de-pan mata, kau jangan membuang tenaga dengan percuma." Semalam, Siau cian telah menelan dua tetes Leng-sik giok ji, ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya telah bertambah be-sar, oleh karena itu serunya kemudian de-ngan gembira. "Biar kubantu usaha adik Giok." Sambil berkata dia memutar telapak tangannya den segera disapu ke atas permu-kaan telaga..,.. Ombak segera memecah ke empat penjuru, sampan kecil yang sedang meluncur pun ber-gerak semakin kencang, begitu hebatnya se-hingga menimbulkan suara desingan yang tajam. Si Cay soat terkejut sekali menyaksikan hal ini, ia tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Ciu Siau cian sama se-kali tidak berada di bawah kemampuannya, Tak berapa lama kemudian, sampan itu sudah semakin mendekati ratusan buah perahu besar itu, jaraknya paling banter tinggal dua li saja.. "Hu-yong siancu kuatir ke dua orang itu membuang tenaga terlalu banyak, ditambah pula permukaan telaga waktu itu sangat tenang, suara air yang memecah bisa me-nimbulkan kecurigaan orang, karena itu segera cegahnya. "Anak Giok, kita tak boleh maju dengan kecepatan yang terlampau tinggi." Mendengar perkataan tersebut. Lan See giok, Siau cian, sama-sama menarik kembali tenaga pukulannya. Mereka jumpai ratusan buah kapal perang itu tersebar di seputar telaga dalam suatu formasi yang aneh, tampaknya menyerupai semacam ilmu barisan. Cahaya lentera menyinari seluruh permu-kaan hingga terang benderang bagaikan di tengah hari, keadaannya sangat mentereng. Lambat laun sampan mereka bergerak memasuki lingkaran cahaya yang mengitari permukaan telaga tersebut. Hu-yong siancu sebagai orang yang berpe-ngalaman luas, setelah melihat keadaan tersebut segera memberi peringatan. "Anak Giok, kalian berdua cepat duduk. bila kita bergerak maju lebih ke depan pihak mereka pasti akan melepaskan tanda peri-ngatan, Lan See giok dan Siau cian yang mendengar perkataan tersebut segera duduk kembali, sementara sorot mata yang tajam tiada hentinya memeriksa keadaan di sekitar sana -Untuk menghindari jejak mereka ketahuan musuh, sekarang mereka semakin memper-lambat gerakan sampannya.

550

Hu-yong siancu memandang sekejap ra-tusan buah perahu perang itu. kemudian bisik nya. "Sudahkah kalian lihat formasi dari kapal perang itu - ?" Lan See giok yang bertenaga dalam sem-purna dan memiliki ketajaman mata yang luar biasa, segera berseru: "Bibi, menurut pandangan anak Giok. for-masi mereka mirip sekali dengan formasi tanda salib" "Mendengar perkataan tersebut. Hu-yong siancu segera tertawa rendah, katanya ke-mudian. "Formasi semacam ini merupakan barisan terbaik untuk berlabuh, orang menyebutnya barisan empat gajah, mau maju menyerang gampang, mundur bertahanpun tidak sukar, bila ada musuh menyusup ke dalam, mudah pula untuk mengurungnya. begitu banyak perubahan yang tercakup di dalamnya se-hingga termasuk barisan yang paling hebat dalam pertempuran air.. Sementara mereka masih berbincang- bin-cang, dari atas permukaan air lebih kurang puluhan kaki di depan sana, mendadak muncul dua orang manusia penyelam, de-ngan suara yang keras mereka membentak nyaring: "Hei, dari mana kalian berasal? Berani amat mendekati kapal perang kami, me-mangnya kalian tak punya mata?" Si Cay-soat gusar sekali mendengar per-kataan itu. ia segera balas membentak. "Hei, kalian kunyuk dari Wi-lim-poo, lebih baik tak usah takabur dan tahu adat sopan santun, hmmm, tampaknya aku mesti mem-beri pelajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian malam ini" Sembari berkata dia letakkan alat penda-yung ke atas sampan, kemudian merogoh ke dalam sakunya mengeluarkan sebatang pelu-ru pemisah air yang terbuat dari perak. Lan See-giok adalah pemuda yang berhati luhur, ditambah pula dia sudah dua hari berdiam di Wi-lim-poo serta mempunyai ke-san yang cukup baik terhadap kawanan pe-laut itu, dia tak ingin membiarkan Si Cay-soat melukai orang. Cepat-cepat cegahnya: "Adik Soat, tak usah berurusan dengan mereka..." Sementara pembicaraan berlangsung ia sudah melihat dengan jelas bahwa kedua orang itu merupakan lelaki berpakaian renang yang memiliki sebuah rakit. seorang membawa golok, yang lain membawa busur dan panah, sorot mata yang tajam tertuju kearah mereka.

551

Pelan-pelan dia bangkit berdiri, lalu sambil mengangkat tangan kanannya, ia berseru lantang. "Aku Lan See-giok, khusus datang kemari untuk menjumpai lo-pocu."" Ke dua orang lelaki itu tertegun sambil ber-seru kaget. kemudian terdengar mereka membentak lagi: "Ayo cepat hentikan perahu kalian, tunggu pemeriksaan dari hiangcu penanggung jawab dari panji kami " Lan See giok segera tertegun, dia tahu de-ngan jelas bahwa pasukan kapal perang dari Wi-lim-poo terbagi dalam empat barisan. yakni barisan naga, barisan harimau terbang, barisan singa jantan dan barisan macan kumbang, semenjak kapan telah dirubah menjadi pan ji"? Setelah diamati lagi dengan seksama, pe-muda itu makin terkesiap, ternyata panji- panji yang berkibar di atas ratusan buah ka-pal perang yang berlabuh di depan situ bu-kan saja berbeda sekali dengan panji dari Wi-limpoo, bentuk kapal perangnya pun berbe-da jauh. Cepat-cepat dia berpaling ke arah Hu-yong siancu dan serunya dengan gelisah. "Bibi, anak Giok menjumpai kapal-kapal perang ini bukan kapal perang, dari Wi-lim-poo. Hu-yong siancu segera berseru kaget. ia segera memeriksa dengan seksama. Benar juga, bentuk perahu tersebut me-mang berbeda sekali dengan bentuk perahu yang pernah dijumpai tempo hari, maka dia segera memberi tanda kepada Si Cay soat agar menghentikan laju perahunya, kemu-dian agak sangsi dia berkata: "Jangan-jangan pasukan kapal perang dari Lim lo pah di telaga Tong-ting?" Mendengar nama itu, Lan See-giok segera teringat kembali dengan dendam kesumat terbunuhnya sang-ayah tercinta, sepasang matanya segera memancarkan sinar tajam, ditatapnya ratusan buah kapal perang itu tanpa berkedip... Sementara itu dari arah rakit tadi telah meluncur segulung bunga api yang segera meledak di udara dan memercikkan selapis bunga api yang berwarna warni. . pasukan kapal perang yang berada di ke-jauhan segera melihat tanda itu, ditengah bentakan-bentakan keras, tiga buah kapal perang yang berada di sayap kiri pelan-pelan bergerak meja ke depan. Hu-yong siancu segera berbisik kepada Lan See-giok. "Pihak lawan berada di posisi yang lebih tinggi, ini tidak menguntungkan buat kita, paling tidak, kita harus berusaha menguasai sebuah kapal mereka. kemudian baru bertin-dak menurut keadaan.

552

Jika memang benar kapal perang dari Lim--lo-pah pimpinan Toan Ki tin, kita harus beru-saha menerobos ke tengah barisan, hanya cara ini yang bakal menguntungkan posisi kita. Sambil mengendalikan hawa marah yang berkobar di dalam dadanya, Lan Lee giok mengiakan berulang kali. dia dapat men-de-ngar suara bibinya sedikit agak gemetar, mungkin ia teringat juga akan dendam ke-matian ayahnya. Si Cay soat mengendalikan sampan mereka agar tidak bergerak lebih ke depan, sambil mengendalikan kemudi, dia menengok seke-jap ke arah ketiga kapal perang yang mulai bergerak mendekat itu, lalu serunya kurang percaya. "Bibi, Phoa yang oh termasuk daerah ke-kuasaan Wi-lim-poo, mengapa mereka ijinkan kapal-kapal perang dari Lim to pah menyerbu sampai di sini?" Biarpun Lim-lo-pah dan Wi-lim-poo masing-masing menjagoi sebuah telaga. na-mun mereka sering bentrok sendiri di pintu masuk sungai Tiangkang, semenjak lima manusia cacad berdamai, pertarungan dian-tara mereka pun agak mereda, aku sendiri-pun tak tahu apa yang menyebabkan mereka ribut lagi..." belum selesai dia berkata, ke tiga buah ka-pal perang itu sudah mengambil posisi segi tiga, dua di depan satu di belakang, makin lama semakin rapat mengepung sampan kecil itu. Dengan jelas sekali Lan See giok dapat melihat, ratusan buah lentera menyinari ke tiga buah kapal perang itu, ratusan tombak dan tameng dengan lelaki-lelaki kekar, sama-sama mengawasi sampan kecil mereka. Di atas setiap perahu berkibar sebuah panji hitam dengan tiga buah lentera hitam di ujungnya. di atas lentera tadi terasa tertera tiga huruf besar yang dibuat dari cat putih berbunyinya: LIM LO PAH Membaca ketiga huruf besar itu, Lan See giok merasakan darah mendidih dalam dada nya, hawa napsu membunuh segera berkobar dan sorot matanya memancarkan sinar yang tajam. Melihat sikap yang kurang wajar dari pe-muda itu cepat diketahui Hu-yong siancu, segera ia berbisik. "Anak Giok. musuh besar sudah berada di depan mata, jangan terlam-pau gegabah sehingga merugikan diri sendiri" Walaupun Lan See giok mengangguk beru-lang kali, namun api kemarahan sudah ber-kobar di dalam dadanya, Dalam pada itu, dua buah kapal perang yang datang dari kiri dan kanan, sudah menjepit sampan kecil itu pada jarak tujuh delapan kaki, sedangkan

553

kapal perang yang bergerak dari tengah semakin mendekati sampan tersebut. bentuk kapal perang yang bergerak dari muka ini sama sekali berbeda dengan bentuk kapal perang dari Wi-lim-poo, ujung kapal tingginya mencapai satu kaki setengah, lebar delapan depa dengan di tengahnya berukirkan sebuah kepala setan be-sar yang sedang menyeringai seram dengan sorot melotot besar. bentuk itu hampir mirip dengan bentuk wajah Toan Ki tin.. si setan bengis bermata tunggal. Puluhan orang lelaki pakaian ringkas ber-warna hitam, dengan senjata terhunus berdi-ri angkuh di ujung perahu. sorot mata mereka yang buas dan wajah yang diliputi kegusaran ditujukan ke arah sampan kecil tersebut. Ditengah barisan berdiri seorang lelaki ge-muk berpakaian ringkas warna hitam, usianya tiga puluh tahunan. kepala gundul, muka bulat, mata besar, alis tebal, dalam genggamannya memegang sepasang martil besar yang nampaknya berat sekali. BAB 26 DENGAN senyuman dingin menghiasi bibirnya dan sinar mata penuh kerakusan, lelaki gemuk berbaju hitam itu mengawasi wajah Hu-yong siancu, Si, Cay soat dan Siau cian secara bergantian. Akhirnya ketiga buah kapal perang itu ber-henti dalam posisi segi tiga, dengan demikian sampan kecil itu terjepit di tengah-tbengah. keadaannjya seperti selegmbar daun kerinbg yang terombang ambing ditengah samudra, mengenaskan sekali keadaannya. Hu-yong siancu kuatir kapal perang itu menumbuk sampan mereka, semenjak tadi ia sudah memberi tanda kepada semua orang agar bangkit berdiri dan mempersiapkan diri. Di bawah sinar lentera yang terang benderang. kawanan lelaki kekar yang berada di atas ketiga kapal perang itu dapat me-nyaksikan keadaan sampan tersebut dengan jelas, mereka semua sama-sama tertegun. agaknya selama hidup belum pernah mereka jumpai gadis-gadis yang begitu cantik bak bidadari dari kahyangan. Sambil berusaha mengendalikan hawa amarahnya, Lan See-giok mendongakkan kepalanya memandang lelaki gemuk itu, ke-mudian ujarnya dengan lantang- "Aku Lan See giok, karena suatu persoalan datang menjumpai ketua kalian, harap bawa kami menjumpainya atau memberi kabar kepada pemimpin kalian agar datang berbicara." Lelaki gemuk di atas perahu itu amat gusar melihat sikap angkuh dan tidak menaruh hormat dari Lan See giok, dengan cepat dia tahu kalau kehadiran ke empat orang ini ti-dak bermaksud baik, maka sambil tertawa dingin, ujarnya dengan suara dalam.-

554

"Kalian ada urusan apa, katakan saja kepada aku si martil baja Li San hiangcu sayap kiri dari panji hitam, bila masalah-nya, memang besar dan penting, tentu saja aku akan memberi laporan kepada pe-mimpin kami..." "Kecuali Toan Ki tin pribadi, tiada orang yang dapat menjawab pertanyaanku ini," seru Lan See giok semakin gusar. Martil baja Li San turut naik pitam, dia membentur benturkan sepasang senjatanya lalu membentak keras. . "Tidak sulit bila kalian ingin berjumpa de-ngan pemimpin kami, cuma harus melalui dulu sepasang martil besiku ini..." Si Cay soat yang tidak sabaran, semenjak tadi sudah tak kuasa menahan emosi, sebe-lum Li San menyelesaikan kata katanya dia telah membentak keras, pergelangan tangan-nya diayunkan,. sekilas cahaya tajam langsungb menyambar kepajla Li San yang ggundul. Li Sanb sama sekali tidak keder menghadapi serangan tersebut, dengan tenangnya dia hanya berkerut kening.., "Triiing!" Serangan bersarang telak di atas kepalanya, namun peluru perak itu malah mencelat ke tengah udara. Puluhan orang lelaki berbaju hitam yang berdiri di belakang si martil besi Li San se-rentak tertawa terbahak-bahak. Lan See-giok, Siau cian serta Si Cay soat menjadi tertegun melihat peristiwa tersebut mereka sama sekali tidak menyangka kalau batok kepala si martil baja Li San ternyata sekeras baja. Memandang Si Cay soat yang termangu mangu keheranan, si martil baja Li San menggelengkan kepalanya berulang kali. ke-mudian ejeknya: "Walaupun hari ini aku tak bisa mengecup bibirmu yang mungil itu, namun bau harum semerbak yang tertinggal di atas senjata ra-hasia nona sudah cukup membuat aku ter-giur...." Selesai berkata. ia mendongakkan kepala-nya dan sekali lagi tertawa terbahak bahak. Lan See giok gusar sekali, dalam keadaan begini dia seperti lupa dengan pesan dari bibinya. sambil membentak keras tubuhnya melejit ke udara dan meluncur beberapa kaki, ke depan.... Puluhan orang lelaki berbaju hitam yang menyaksikan hal ini segera membentak pula. sambil meloloskan senjata tajam, nosing masing mengambil posisi. Lan See giok yang melambung di angkasa, sewaktu berada dua kaki dari ujung bajunya, dengan jurus naga sakti masuk k e sungai, dalam posisi kepala di bawah kaki di atas dia langsung menerkam si martil besi Li san... Sesungguhnya si martil besi Li San sudah menduga bahwa Lan See-giok berempat pasti memiliki kepandaian silat yang sangat hebat. sebab tanpa

555

kepandaian yang hebat mustahil mereka berani mendekati ratusan buah kapal perang itu dengan sampan kecil. Namun dia mengandalkan jumlah anggota nya yang banyak, ditambah pula, bala ban-tuan yang berada di belakang, terutama sekali sepasang senjata martil besarnya. karena itu dia tak memandang sebelah mata pun atas kehadiran ke empat orang itu. Akan tetapi setrelah menyaksikazn kehe-batan ilwmu meringankan rtubuh yang dimiliki Lan See giok, diam-diam ia merasa terkejut maka begitu dilihatnya pemuda itu me-ner-jang tiba, matanya segera melotot besar sam-bil membentak dia melepaskan sapuan de-ngan martil bajanya . . . Saat itu Lan See giok ingin selekasnya menyerbu ke tengah barisan dan membunuh si setan bengis bermata tunggal, melihat datangnya sapuan martil besi itu. sepasang tangannya dikebaskan ke muka, kemudian tubuhnya melejit lewat di atas kepala Li San dan melayang turun di permukaan perahu di belakang tubuhnya. Gagal dengan serangan martilnya, Li san sangat terkejut, ia membentak lalu memutar badannya secepat kilat. dengan martil besinya dia menyerang Lan See giok yang berada di belakang tubuhnya sekali lagi. Lan See giok segera menjejakkan ujung kakinya ke atas permukaan perahu, sekali lagi dia melejit setinggi lima depa. "Sapuan martil baja itu kembali me-nyam-bar persis melalui bawah telapak kaki nya. "Kawanan tikus, serahkan jiwamu . . . ." bentaknya kemudian keras-keras. Ditengah bentakan itu. dengan jari tengah dan telunjuk tangan kanannya dia lancar kan sebuah sentilan maut ke depan. Hu-yong siancu menjadi sangat terkejut melihat kejadian ini, serunya tak tahan. "Anak Giok, jangan kau bunuh dirinya" Sayang sekali seruan itu terlambat se-lang-kah. Tampak Li San menjerit kesakitan, batok kepalanya segera pecah dan isi benaknya bercampur darah berhamburan kemana- mana tubuhnya mundur dengan gontai lalu ter-geletak di atas tanah dan tak berkutik lagi. "Pluung . . . . Tubuh Li San berikut senjata martilnya sama-sama tercebur ke dalam telaga, darah segar dengan cepat merubah permukaan tanah menjadi merah. Segenap lelaki kekar yang berada di atas ketiga perahu besar itu menjadi tertegun saking kagetnya setelah terjadi peristiwa tersebut.

556

Hu-yong siancu tahu bahwa gelagat tidak menguntungkan. ia sadar peristiwa ini segera akan memancing datangnya tindak balasan lawan dengan melepaskan serangan panah yang membabi buta. kepada Si Cay soat dan Ciu Siau cian buru-buru serunya dengan lantang. "Ayo cepat naik ke atas kapal" Begitu selesai berseru, mereka bertiga segera melejit ke tengah udara, bagaikan tiga ekor burung walet. mereka melompat naik ke atas perahu. Bersamaan waktunya ketika ke tiga orang itu melejit ke udara, dari atas perahu besar di sisi kiri dan kanan mereka, terdengar suara bentakan keras. menyusul hujan panah ber-hamburan kearah sampan kecil mereka. Keringat dingin segera bercucuran mem-basahi seluruh tubuh Lan See giok setelah menyaksikan peristiwa ini, menanti die me-nengok lagi kearah sampan kecil itu, hanya di dalam sekejap mata saja beratus batang anak panah telah menembusi permukaan sampan itu. Dalam pada itu, Hu-yong siancu sudah tiba di atas kapal besar, dia segera membentak keras... "Anak Giok cepat tawan orang dan rampas perahu besar itu ...." Belum habis dia berkata, puluhan lelaki yang berada di atas perahu telah membentak keras dan bersama sama lari ke geladak. Dengan kening berkerut, mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, sambil menerjang ke depan, kesepuluh jari tangan nya disentilkan bersama ke muka, seketika itu juga terdapat delapan orang lelaki kekar yang menjerit kesakitan kemudian roboh ter-jengkang ke atas tanah. Puluhan orang lelaki bertameng yang ber-diri di kedua sisi perahu serentak memben-tak sambil melompat turun dari atas perahu. Dalam waktu singkat bayangan manusia berkelebat lewat, air berhamburan ke mana-mana ..suasananya sangat ramai. Siau cian dan Cay soat segera bmeloloskan pedajng Jit hoa kiamg dan Gwat hui kbiam, na-mun di dalam sekejap mata itulah selain de-lapan orang le1aki yang tertotok jalan darah-nya itu. sudah tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Mendadak..... Suara desingan tajam bergema di udara. sebatang anak panah dibidikkan dari atas sebuah kapal besar tujuh-delapan kaki di depan situ... Lan See giok gusar sekali. baru saja dia hendak memukul rontok serangan mana, mendadak tampak Hu-yong siancu mem-bungkukkan badan dan secepat kilat me-nyambar seorang lelaki berbaju hitam dari atas tanah dan dipergunakan untuk me-nyongsong datangnya bidikan tersebut. Lelaki itu segera menjerit kesakitan. ter-nyata anak panah tersebut persis menancap di atas pantatnya,

557

Para pemanah yang berada di atas perahu di kiri dan kanan mereka jadi ketakutan setengah mati, serentak semua orang menghentikan serangan masing-masing. Lan See giok menjadi kagum sekali setelah menyaksikan kejadian ini, kejadian itu men-jadi peringatan yang paling baik bagi dia yang berhati penuh rasa kasihan. pelajaran terse-but adalah, dibalik kewelas kasihan. kadang-kala seseorang perlu juga bertindak keji-.Si Cay soat tat dapat menahan rasa geli nya lagi, dia segera tertawa cekikikan. kemu-dian pujinya. "Waah, tindakan yang dilakukan bibi me-mang tepat sekali" Hu-yong siancu memandang sekejap anak panah yang menancap di atas pantat lelaki itu, kemudian dengan wajah merah padam karena jengah, ujarnya sambil tersenyum: "Mara bahaya di atas air masih kelewat sedikit yang kalian ketahui, sebetulnya anak panah itu bertujuan untuk memaksa kita menghindar atau berkelit, asal kita sudah bergerak maka anak panah kedua den beri-kut nya akan saling susul menyusul, tujuan-nya tak lain untuk memaksa kita agar me-ninggal kan ujung perahu, bila mendapat du-kungan dari hujan panah yang datang dari kedua perahu lain, sudah bpasti usaha kitja untuk merampags perahu ini akban mengalami kesulitan besar. Sembari berkata. dia lantas mengendor-kan cekalannya dan membuang lelaki itu ke atas tanah. Si Cay-soat yang mendengar penjelasan tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajahnya segera hilang, lenyap tak berbekas, dia menengok ke samping dan sekeliling tem-pat itu, ternyata kecuali ke tiga batang kayu tiang layar di situ tidak ditemukan lagi tem-pat apapun yang bisa digunakan untuk me-nyembunyikan diri. Paras muka Lan See-giok berubah pula menjadi merah, perasaan menyesal sempat menghiasi wajahnya, dia menyesal mengapa tidak menuruti nasehat dari bibinya, di-mana dua kali bertindak secara gegabah, hampir saja gara-gara perbuatannya. mereka harus menghadapi ancaman bahaya yang besar sekali. Bila dipikirkan kembali, perbuatannya itu memang terlampau berbahaya... Mendadak terdengar Hu-yong siancu ber-kata lagi. "Anak Giok, bebaskan ja1an darah orang ini, biar bibi menanyakan maksud tujuannya datang kemari." Lan See giok segera mengiakan, dia menuju ke hadapan lelaki yang terluka di pantat itu serta menepuk bebas jalan darah-nya yang tertotok .... Lelaki itu segera menggerakkan tangannya. untuk meluruskan anggota badannya, sete-lah mencabut anak panah tersebut dari atas pantatnya,

558

dengan tetap berbaring di tanah. ia mengawasi Hu-yong siancu berempat de-ngan penuh penderitaan: Sambil menarik muka, Hu-yong siancu segera menegur dengan wajah gusar, "Sudah hampir belasan tahun lamanya dari Lim lo pah kalian tak pernah memasuki te-laga Phoa yang oh, kali ini mengapa secara tiba-tiba melakukan penyerbuan secara besar besaran?" "Apa yang menyebabkan kami sampai di sini hamba kurang begitu jelas .," sahut lelaki itu sambil mengeluh, "tapi kami sudah mem-buat surat tantangan perak untuk pihak Wi-lim-poo" "Bagaimana kemudian?" tanya Hu-yong siancu lebih jauh sambil menarik muka. Lelaki itu mengrgelengkan kepalzanya beru-lang wkali. "Dari pirhak Wi-lim-poo ternyata tidak memberikan gerakan apapun, reaksi sedikit-pun tak ada " Hu-yong siancu segera berkerut kening, lalu memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang termangu dengan panda-ngan tak mengerti, mereka berdua sama-sama tidak mengerti apa sebabnya pihak Wi-lim-poo tidak mengirim kapal perangnya un-tuk menyambut tantangan tersebut.".. Yang paling diperhatikan oleh Lan See giok adalah jejak dari setan bengis bermata tung-gal Toan Ki-tin, dengan suara dalam kembali dia menegur. "Apakah pemimpin kalian juga turut serta dalam penyerbuan kali ini?" Lelaki kekar itu mengangguk dengan pe-nuh penderitaan. Mengetahui hal tersebut timbul napsu membunuh dalam hati Lin See-giok, dia segera mengangkat kepalanya sambil me-mandang kapal komandan yang berada di kejauhan sana, Tapi dengan cepat dia tertawa dingin sam-bil berkata kembali. "Jika mereka datang kemari, hal ini me-mang jauh lebih baik lagi , . . " Hu-yong siancu, Si Cay soat serta Ciu siau cian yang mendengar perkataan terse-but sama-sama mendongakkan kepalanya ter-nyata terdapat puluhan buah kapal besar yang terbagi dalam dua rombongan membe-ntuk sebuah lingkaran mengepung yang melindungi sebuah kapal besar di tengahnya yang bergerak maju menghampiri mereka. Suasana di atas kapa1 besar tadi terang benderang bermandikan cahaya. bahkan di atas geladak sama sekali tak terlihat sesosok bayangan manusia pun. Hu-yong Siancu segera berbisik kepada Lan See giok, "Anak Giok. kapal yang berada ditengah itu merupakan kapal komando, setelah men-dekat nanti, kau boleh langsung menantang perang kepada Toa Ki tin pada perahu terse-but."

559

Lan See giok menutup mulutnya rapat- ra-pat sambil menggigit bibir, ia mengangguk berulang kali mengiakan, memang tak per-nah disangka olehnya bahwa malam ini den-dam kesumatnya bisa dituntut balas. Kapal komando itu semakin melambat gerakannya dimana akhirnya berhenti hanya lima kaki dari kapal besar dimana Lan See giok sekalian berada sekarang. sementara puluhan buah kapal yang berada di kedua belah sisinya langsung melakukan pengepungan dari empat penjuru.. Saat itulah, dari atas sederet kapal besar yang menghadap ke utara muncul dua buah kapal dengan lambang yang sama yakni pada ujung kapal terdapat sebuah kepala setan besar, sedangkan panji yang berkibar pada masing-masing tiang besi warna hitam dan kuning. Di atas kapal berpanji hitam tampak berdi-ri puluhan orang lelaki kekar berpakaian ringkas warna hitam, diantara mereka berdiri angkuh seorang lelaki kasar berkepala singa, mata besar. hidung samsi dengan perut yang membuncit. Orang itu penuh bercambang, bulu dadanya yang hitam pekat memenuhi dada-nya bagaikan sikat, senjatanya adalah se-buah tongkat baja yang kelihatannya berbo-bot ratusan kati, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa dia adalah se-orang manusia yang berkekuatan raksasa. Sebaliknya di atas kapal berpanji kuning itu berdiri puluhan lelaki kekar berpakaian ringkas warna kuning. diantara mereka, nampak seorang lelaki setengah umur ber-wajah pucat, kurus kering berbaju ringkas warna kuning yang membawa senjata tombak berantai. Orang ini mempunyai bentuk muka yang licik, busuk dengan sepasang mata yang liar, bibirnya tipis lagi lebar dengan berapa lembar kumis menghiasi atas bibirnya, dari kejauhan orang akan bingung untuk menduga ia se-dang membuka matanya atau sedang meme-jamkan sepasang matanya, Lan See-giok kecewa sekali, ternyata di atas kedua buah kapal tersebut sama sekali tidak ditemukan si iblis bengis bermata tung-gal Toan Ki tin, ia mengerti bahwa dua orang yang tampak olehnya adalah pemimpin dari ke dua macam panji tersebut. Agaknya Hu-yong siancu dapat menebak isi hati Lan See giok, dia segera memperingat-kan. "Setelah kaki tangannya digebuk, masa pentolannya tak akan munculkan diri? Anak Giok; kau tak usah gelisah lantaran peristiwa tersebut!" Lan See-giok mengangguk sambilb mengi-akan berjulang kali, sorgot matanya kembbali dialihkan ke arah kedua kapal tersebut, waktu itu ia

560

saksikan si lelaki baju hitam ber-senjata toya raksasa tersebut sedang berunding dengan si lelaki kurus berwajah pu-cat. Menyusul kemudian tampak lelaki berbaju hitam itu manggut-manggut. lalu mengalih-kan sorot matanya sambil menegur dengan suara dalam. "Perbuatan kalian menyerang kapal perang kami sambil melukai orang betul-betul me-rupakan perbuatan yang amat berani dan terkutuk, kalau memang ada urusan hendak menjumpai pemimpin kami, sepantasnya bila kalian sodorkan kartu nama..." Lan See-giok sama sekali tak berminat untuk mendengarkan obrolannya, sebelum lawan menyelesaikan kata katanya, ia telah membentak dengan suara menggeledek. "Lebih baik tutup saja bacot baumu itu dan segera undang Toan Ki tin agar berbicara denganku, kalau tidak jangan salahkan bila aku berhati kejam dengan membantai kalian semua!" Lelaki berbaju hitam itu kontan saja terta-wa terbahak bahak, kemudian jengeknya sinis: "Hmm, kau benar-benar seorang bocah cecunguk yang tak tahu diri, biar toaya kasih pelajaran dulu kepadamu." Tubuhnya yang berat bebal macam babi bunting itu langsung melompat ke tengah geladak, Jangan dilihat badannya yang gembrot macam babi bunting itu, ternyata lompatan-nya tidak menimbulkan sedikit suarapun.. Berkerut kening Lan See-giok setelah me-nyaksikan kejadian ini, tampaknya dia tak menyangka kalau Ho Hai-him memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna. Sesudah melompat ke muka, Ho Hai-him segera melotot besar, kemudian sambil me-nuding teriaknya, "Bocah terkutuk, ayo maju untuk mampus, jangan harap kau bisa bertemu dengan pe-mimpin kami dalam kehidupanmu kali ini" Belum lagi ucapan tersebut selesai di-uta-rakan. Siau cian dan Cay soat sama-sama sudah membentak keras, tubuh mereka melompat ke muka, dua titik cahaya perak langsung menyambar ke tengah geladak, Dalam pada itu puluhan buah kabpal pe-rang sudjah mengurung segkitar kapal terbse-but, be-ratus buah lentera yang memancarkan sinar terang membuat suasana di sekitar situ terang benderang bermandikan cahaya... Melihat kehadiran Siau cian dan Cay soat, sekali lagi Ho Hai him tertawa tergelak, seru-nya kemudian dengan nyaring: "Waah . . . malam ini aku Ho hui him me-mang lagi ketiban rejeki, masa ada dua bidadari cantik mau menemani ku...h mm in.. biar malam ini aku mesti mampus pun. aku Ho Hui him akan mampus dengan mata meram!"

561

Kembali ia tertawa tergelak: Merah jengah selembar wajah Siau cian serta Cay soat, mereka semakin gusar. Siau cian yang cekatan sekali lagi mem-bentak keras, sebuah tusukan langsung dit-usukkan ke tubuh Ho Hai him. Cay soat tak mau ketinggalan, diiringi bentakan kaki dia maju pula melepaskan serangan kilat. Dalam sekilas pandangan saja, Ho Hai him sudah tahu kalau senjata yang dipergunakan Siau cian adalah sebilah pedang mestika na-mun ia tak gentar karena dalam anggapan-nya senjata yang ia gunakan lebih berat dari lawan. Maka disaat pedang Siau cian menusuk tubuhnya, ia membentak keras, dengan jurus Teng hay sin ciam (jarum sakti penenang lautan) toyanya menyodok ke atas pedang Gwat hui kiam lawan. Tentu saja Siau cian tak ingin beradu sen-jata dengan musuh, cepat ia memutar perge-langan tangannya dan balik menusuk ke dua bahu lawan . . . Agaknya Ho Hui him tidak menyangka kalau pedang Siau cian bisa bergerak begitu cepat dan enteng, ia terkejut. Buru-buru tubuhnya berkelebat ke sam-ping, kemudian sambil membentak toya nya disodokkan ke atas tubuh pedang nona itu. Siau cian ada maksud untuk menunjuk-kan sedikit kebolehannya di depan kekasih-nya, ditambah lagi ejekan Hui him yang mem-buatnya malu ini semua membuat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti perasaannya. Ketika dilihatnya Ho Hui him maju sambil menyodokkan toyanya. ia tidak mundur se-baliknya sambil maju ke rmuka. kepalanyaz ditundukkan mewngiringi bungkurkkan badan, toya lawan serta merta menyambar lewat dari atas punggungnya . Cay soat dan Lan See giok amat ter-kesiap menyaksikan kejadian ini, hampir saja mereka menjerit kaget saking ngerinya, Tiba-tiba Siau cian maju sambil menegak-kan kembali tubuhnya, begitu toya lawan su-dah menyambar lewat. Pedang Gwat hui kiam diputar kencang memainkan jurus Ku siu boan keng (pohon kering akar melingkar), cahaya pedang berkelebat lewat menyusul kemudian berku-mandang suara jeritan ngeri yang me-milukan hati. Tubuh Ho Hui-him yang tinggi besar ter-paksa kutung menjadi dua bagian, darah se-gar memancar kemana mana dan isi perut nya berhamburan memenuhi lantai, semen-tara toya raksasanya yang mencapai berapa ratus kati itu tercebur ke dalam sungai hingga menimbulkan percikan air yang tinggi . .

562

Sedangkan paras muka Siau cian pucat pias seperti mayat, bibirnya gemetar keras. disaat cahaya pedangnya menyambar lewat tadi, tubuhnya telah melayang kembali ke hadapan Cay soat. Dalam pada itu, suasana di atas telaga tersebut hanya diramaikan oleh suara jeritan ngeri yang memilukan hati tadi, kecuali itu tak kedengaran sedikit suara pun. Rupanya beratus ratus jago yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu telah dibikin tertegun saking kagetnya. Lelaki setengah umur berbaju kuning yang selama ini berdiri di ujung perahu berpanji kuning tanpa menimbulkan reaksipun, kini dibikin ketakutan sehingga sekujur badannya gemetar keras. sepasang mata yang semula, menyipit pun kini terbelalak lebar. Hu-yong siancu juga berkerut kening sam-bil merasa sangat keheranan, ia tak tahu apa sebabnya Siau cian sampai melakukan pem-bunuhan tersebut? Padahal dia tahu putri-nya merupakan seorang gadis yang berpera-saan sangat halus. " Berbeda sekali dengan Lan See giok yang sedang dipengaruhi oleh rasa dendam yang berkobar. dia menganggap Ho hui him yang cabul dari jahat itu sudah sepantasnya peroleh ganjaran yang setimpal. Suasana di sekitar situ menjadi sangat hening, tak kedengaran sedikit suara pun. Cay soat tak ingin ketinggalan, setelah melihat Siau cian berhasil membantai Ho Hui him dalam satu gebrakan saja, sekalipun di-lakukan sambil menyerempet bahaya tapi hasil yang diperoleh sungguh di luar dugaan. Sebagai gadis yang mempunyai watak ingin menang, sudah barang tentu ia tak mau ber-diam diri saja. Sambil menjejakkan kakinya dia melompat ke tengah ge1adak. dengan pedang terlintang ditangan kanan. ia menuding lelaki setengah umur berbaju kuning itu sambil membentak. "Aku lihat tampangmu mirip sekali dengan manusia cecunguk, ayo kemari saja untuk menerima kematian pula!" Begitu ucapan tersebut diutarakan, Hu-yong siancu tak sanggup menahan diri lagi, dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa geli. Sementara itu, lelaki setengah umur ber-baju kuning itu sudah dibuat ketakutan se-tengah mati, sorot wataknya. Memancar-kan sinar gelisah, pipinya kelihatan gemetar, biarpun pandangannya tertuju ke arah Cay soat namun mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.

563

Suasana gaduh dengan cepat meliputi se-genap jago yang berada di atas kapal-kapal perang, nampaknya semua orang merasa tak puas atas jiwa kepengecutan lelaki ter-sebut. Lelaki setengah umur itu sendiri meski mengerti bahwa perbuatannya ini sangat memalukan, tapi setelah menyaksikan ma-yat--mayat yang bergelimpangan di atas gela-dak, tegakah dia untuk berbuat nekad? Bagaimanapun jua dia adalah seorang ko-mandan dari suatu pasukan besar," dalam hati kecilnya diapun ingin turun ke arena sambil mendemonstrasikan kehebatannya, tapi .... Ia pun sadar bahwa kepandaian silat yang dimiliki gadis itu kelewat hebat, yang pasti bukan tandingannya, dalam menghadapib ma-salah yang jmempertaruhkan gkeselamatan jiwbanya ini, jelas dia tak ingin bertindak kelewat gegabah. Dalam pada itu, Cay-soat semakin naik da-rah karena tidak memperoleh tanggapan dari lawan, sekali lagi hardiknya dengan penuh amarah yang meluap. "Hei, aku suruh kau kemari untuk mene-rima kematian, sudah kau dengar belum te-riakanku ini?" Sementara berbicara, pedangnya dialihkan ke tangan kiri, sedang tangan kanannya dia-yunkan ke depan melepaskan sebatang sen-jata garpu ke muka. Sekilas cahaya tajam secepat sambaran petir langsung menyerang tubuh lelaki sete-ngah umur itu. Semenjak tadi lelaki setengah umur itu memang sudah mengawasi gerak gerik Cay soat tanpa berkedip, karena itu, disaat caha-ya tajam menyerang ke arahnya, cepat-cepat dia berkelit pula ke samping ... Akibatnya berapa puluh orang lelaki kekar yang berdiri di belakangnya menjadi gaduh dan kalut. Di mana cahaya tajam berkelebat lewat, berkumandang jeritan kaget yang amat keras. Ternyata senjata garpu itu sudah me-nembusi telinga seorang lelaki kekar lalu meluncur ke muka dan akhirnya menancap di atas tiang layar perahu. Pada saat inilah. dari telaga sebelah utara tiba-tiba berkumandang datang suara genta yang dibunyikan bertalu talu. Begitu suara genta dibunyikan, serentak semua jago yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu memperdengarkan tempik sorak yang gegap gempita. Lelaki setengah umur itupun merasakan semangatnya berkobar kembali, dia mulai menggosok kepalannya dan sambil mengger-tak gigi siap melompat masuk ke arena.

564

Dengan cepat Lan See-giok berpaling ke depan, ia saksikan sesudah perahu besar yang penuh dihiasi lentera merah sedang bergerak mendekat, kapal ini berbeda sekali dengan bentuk perahu lainnya, bahkan lebih mirip dengan sebuah kapal perang milik kerajaan. "Mungkin Toan-Ki tin yang databng" seru Hu-yonjg siancu kemudigan agak emosi. b Lan See-giok segera mengepal sepasang tinjunya yang mulai berkeringat. dia ingin sekali kapal besar itu tiba dihadapannya da1am waktu singkat. Tapi tak selang berapa saat kemudian, pe-muda itu sudah mengeluh kembali dengan kecewa. "Aaah, lagi-lagi bajingan tua Toan tak berada di atas kapal itu ..." Ketajaman mata Hu-yong siancu sedikit di bawah Lan See giok, maka ia baru bisa meli-hat dengan jelas orang yang berada di atas perahu itu berapa saat kemudian, tiba-tiba wajahnya berubah hebat setelah melihat jelas siapa gerangan orang tersebut. hatinya men-jadi amat pedih sehingga sekujur tubuh-nya gemetar keras. Menyusul kemudian dengan air mata ber-cucuran ia berseru sambil menggertak gigi, "Dia ... aah. rupanya dia ..." Dengan perasaan tertegun Lan See giok berpaling, tapi ia segera dibikin terperanjat. Paras muka bibinya telah berubah menjadi pucat pasi, air mata membasahi pipinya, dengan perasaan terkejut ia lantas berseru. .. "Bibi.." Namun Hu-yong siancu seolah-olah tidak mendengar lagi seruannya itu, ia masih saja mengawasi orang yang berada di atas perahu bendera merah itu tanpa berkedip, sedang mulutnya tetap berguman terus dengan suara gemetar. "....ternyata benar-benar bajingan cabul itu...Pek In hong..."! Waktu itu agaknya Cay-soat dan Siau cian juga telah me1ihat keanehan perempuan tersebut, serentak mereka melompat kembali ke sisinya dan mengawasi Hu-yong siancu dengan perasaan penuh kekuatiran Dengan cepat Lan See giok dapat menyim-pulkan bahwa orang yang berada di atas perahu berlentera merah itu sudah pasti ada hubungannya dengan perubahan aneh bibi nya, sebab itu dia mengawasi perahu tadi dengan lebih seksama. Setelah perahu itu semakin mendekat Cay soat dan Siau-cian dapat melihat dengan le-bih jelas lagi, ternyata orang yang berdiri di ujung geladak perahu itu adalah seorang le-laki setengah umur yang berwarjah tampan.

565

Orzang itu mengenawkan kopiah perark de-ngan jubah yang amat halus, wajahnya tam-pan dan gagah, jenggot hitam menghiasi sepanjang dada, sebilah pedang tersoren di pinggangnya. Satu satunya kejelekan yang dimiliki orang itu adalah kulit wajahnya yang pucat tanpa warna darah sehingga ia kelihatan kurang sreg dihati. Hanya di dalam sekilas pandangan saja, Siau cian dan Cay-soat sudah menduga bahwa orang ini pastilah seorang manusia bergajul yang paling cabul dan paling berba-haya. Akhirnya kapal berlentera merah itu ber-henti, lelaki berbaju perlente itu memandang sekejap mayat-mayat yang tergeletak di atas geladak dengan penuh amarah, kemudian berpaling kearah lelaki setengah umur tadi dan agaknya sedang mengumpatnya. Lan See giok menggunakan kesempatan itu segera berbisik kepada Huyong siancu: "Bibi, kalau toh orang itu sangat jahat. biar Giok ji ke situ untuk membekuknya kemu-dian biar bibi yang menjatuhi hukuman kepadanya .... ... Belum selesai ia berkata, Cay-soat telah menimbrung pula. "Biar aku saja yang pergi membekuknya... " "Jangan" Hu-yong siancu segera mencegah, bajingan ini mempunyai dosa yang amat be-sar dia telah menghancurkan kebahagiaan hidupku yang terindah, aku bersumpah hen-dak mencincang tubuh bajingan ini sampai hancur lumat, dengan begitu dendamku baru dapat terlampiaskan .. ." Selesai berkata ia menyeka air matanya, kemudian dengan jurus burung hong hinggap diranting, ia meluncur ke arah perahu terse-but. Lan See giok, Siau cian dan Cay soat tak berani membangkang perintah Hu-yong siancu, karenanya mereka bertiga hanya bisa berdiri di tempat sambil bersiap dalam menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Dengan langkah yang ringan Hu-yong siancu turun di depan lelaki tadi, setelah meloloskan pedang Hu-yong kiam, dia menuding lelaki berbaju perlente sambil membentak. PEK IN-HONG, bajingan cabul yang tak tahu malu, ayo cepat menerima kematianmu aku Han Sin-wan sudah sembilan belas ta-hun menantikan kesempatan seperti hari ini untuk membunuhmu, sungguh tak nyana Thian telah mengabulkan keinginanku ini dengan membiarkan kita bersua di sini, ba-jingan terkutuk, cepat serahkan jiwa anjing-mu!" Mula-mula lelaki berbaju perlente itu nam-pak tertegun, tapi setelah melihat jelas paras muka lawannya, air mukanya kontan beruban.

566

Tapi hanya sebentar saja, dengan cepat ia berhasil menguasai kembali perasaannya bahkan tertawa terbahak. bahak. "Haaahhh.... haaahhh.. haaahhh... kukira siapa yang begitu berani mendatangi kami dengan sebuah sampan kecil, Eeeh tak tahu nya adalah perempuan paling cantik dari dunia persilatan, Hu-yong siancu Han- Sin -wan yang terkenal dimasa lalu!" Begitu ucapan tersebut diutarakan, seruan kaget kembali berkumandang dari atas ka-pal-kapal perang itu, beratus pasang sinar mata pun serentak dialihkan bersama ke wajah Hu-yong siancu. Sinar mata itu penuh diliputi perasaan bimbang den tercengang, seandainya per-kataan ini bukan diucapkan oleh tongcu bagian hukuman perkumpulan mereka sendiri niscaya tak ada yang percaya kalau nyonya muda yang cantik jelita itu tak lain adalah Hu-yong siancu yang sudah mulai tersohor semenjak dua puluhan tahun berselang. Dengan sorot mata berkilat bagaikan sinar pedang, sekali lagi Hu-yong siancu memben-tak keras. "Bajingan tengik yang tak tahu malu, tak usah banyak berbicara lagi, segera kau serahkan jiwa anjingmu!" Biarpun tenang di luar, sesungguhnya Pek In hong ngeri di dalam hati, biar begitu ia toh memaksakan diri juga untuk tertawa terba-hak bahak sambil mengejek. "Han Sin Wan kau jangan lupa, tempo hari aku Pek In hong Cuma datang terlambat se-langkah ketimbang Ciu Ki san, kalau tidak saat inipun kita sama saja merupakan sepasang suami istri yang berbahagia----haaahhh-haaahhh---" Merah padam selembar wajah Hu-yong siancu, saking gusarnya dia segera mem-bentak keras. "Bajingan tengik yang tak tahu malu, serahkan jiwa badakmu!"" Lan See giok turut merasa naik darah karena kecabulan musuhnya itu, diam-diam ia menghimpun tenaga dalamnya ke dalam tangan kanan dan siap melepaskan sebuah sentilan maut- -Untung Siau cian bermata jeli, dengan ce-pat dia cengkeram lengan kanan pemuda itu sambil mencegah. "Bila kau berbuat begini, betul Pek In hong bakal mampus, tapi belum bisa me-nebus se-mua dosanya, biarlah ibuku yang menjagal bajingan keparat ini sehingga ibu tak akan menyesal lagi di kemudian hari" Lan See giok segera menyadari kesalahan-nya, hingga dia mengangguk berulang kali. Menggunakan kesempatan tersebut bisik-nya kepada nona itu.

567

"Enci Cian, siapa sih Ciu Ki san yang di maksudkan oleh Pek In hong itu . . . ?" "Dia adalah ayahku . , ." sahut Siau cian sedih. Mendadak dari atas perahu sebelah depan kedengaran Hu-yong siancu membentak lagi. "Pek In hong, kejahatanmu sudah bertum-puk-tumpuk, lebih baik serahkan saja batok kepala anjingmu. dari pada membiarkan orang lain yang tak bersalah menjadi setan pengganti nyawamu". Tatkala semua orang berpaling lagi ke muka, terlihat Pek In hong sedang mem-beri perintah kepada lelaki setengah umur ber-baju kuning itu agar turun lebih dulu ke arena untuk bertarung melawan Hu-yong siancu. Lelaki setengah umur berbaju kuning itu tak berani melanggar perintah dari Pek In hong. meski ia tahu berbuat demikian sama artinya dengan mencari kematian. toh mau tak mau terpaksa ia mesti maju juga ke dalam arena. Cay soat tidak ambil diam, sudah lama ia menunggu kesempatan untuk mendemon-strasikan kebolehannya, serentak bentaknya keras. "Bibi. silahkan mundur, biar Soat ji yang menghabisi nyawa bajingan ini!" Sambil berkata tubuhnya sudah melejit setinggi beberapa kaki dan langsung me-ner-jang ke muka. Sebenarnya tujuan Pek In hong memerin-tahkan si setan gantung kuning Ciang In sian maju ke arena adalah mencoba dulu kemam-puan yang dimiliki Hu-yong siancu, dengan mengetahui data kemampuan lawan niscaya ia bisa membuat perhitungan dalam per-ta-rungannya nanti. Siapa tahu seorang gadis berbaju merah telah menghadang niatnya itu, hal tersebut membuatnya mendongkol sekali. Sementara itu Cay soat sudah mencapai ke tengah arena persis disaat musuhnya si se-tan gantung kuning baru mencapai arena kontan saja ia membentak sambil me-nerjang ke depan, pedang Jit hoa kiam nya langsung ditusukkan ke dada lawan. Setan gantung kuning cukup licik dan ja-hat, tapi ia tak menyangka kalau gadis itu akan menusuknya sebelum dia berhasil ber-diri tegak, dalam keadaan begini, ia menjadi nekad. Sambil membentak keras cambuk beran-tainya membuat satu lingkaran bunga untuk melindungi badan, kemudian tubuh berikut senjata bersama sama menggulung nona tersebut. Pertarungan macam ini pada hakekatnya merupakan suatu pertarungan beradu jiwa melihat hal ini Hu-yong siancu segera menje-rit kaget. "Hati- hati anak soat!" Pek In-hong sendiri malah segera meng-ejek sambil tertawa terbahak bahak.

568

Haaahhh....Haaahhh......haaahhh Ciang In-sian, dalam keadaan seperti ini pun kau masih ditemani mati oleh seorang gadis yang begitu cantik, aku lihat kau sudah se-pantas-nya merasa puas......" Kemudian sekali lagi ia tertawa terbahak bahak. Agaknya Cay soat hendak meniru cara Siau cian tadi yang mana mencari kemenangan dengan menyerempet bahaya. Tiba-tiba nona itu membentak keras. tubuhnya melejit setinggi satu kaki ping-gangnya berputar dan kakinya berubah jadi di atas, sementara hawa murninya disalur-kan ke dalam tubuh pedang. Cahaya tajam segera memancar berapa depa lebih panjang dari pedang Jit boa kiam itu sendiri, "Bajingan tengik. serahkan nyawamu ...." bentaknya lagi dengan suara keras. Pedangnya secepat kilat meluncur ke bawah menembusi bayangan, cambuk lawan yang membukit. Percikan bunga api segera memancar ke empat penjuru menyusul bergemanya suara dentingan keras, jeritan ngeri yang menya-yatkan hati bergema pula menyusul kemu-dian darah memercik ke empat penjuru. Batok kepala si setan gantung kuning telah tersambar pedang lawan sehingga terlepas dari tubuhnya dan menggelinding sejauh berapa kaki, tak ampun habis sudah riwayat si setan gantung kuning. Cay soat gembira sekali atas keberhasilan serangannya itu. menggunakan kesempatan disaat tenaga murninya belum habis, dia berputar satu lingkaran di tengah udara lalu melayang kembali ke samping bibinya ..... Kini, Pek In hong berdiri tertegun, begitu pula dengan segenap jago yang berada di puluhan buah kapal perang itu. Di tengah keheningan yang kemudian mencekam seluruh jagad. tiba-tiba Hu-yong siancu membentak lagi. "Bajingan cabul nyawamu begitu kecil, ji-wamu begitu pengecut, tidakkah kau kuatir ditertawakan oleh semua anak buahmu?" Di hari-hari biasa Pek In hong selalu di sanjung dan dihormati orang sebagai pemim-pin yang disegani. tak heran kalau ejekan mana sangat menyakitkan hatinya. Keningnya kontan saja berkerut, lalu de-ngan penuh amarah bentaknya keras- keras' "Budak rendah Han Sin wan, kau anggap aku Pak In hong benar-benar takut kepada mu? Berulang kali kau memanasi hatiku, kau anggap aku tak bisa melupakan hubungan mesra kita dimasa lampau." Perkataan ini semakin membuat gusarnya Hu-yong siancu. sekujur tubuhnya sampai gemetar keras karena marahnya, ia menghardik keras:

569

"Tutup bacotmu yang bau, bajingan tengik Semakin marah Hu-yong siancu, semakin gembira Pak in hong, kembali ia mendongak kan kepala sambil tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh.. haaahhh- haaahhh.. Han Sin wan apabila aku takut kepadamu, sejak tadi sudah kabur dengan menceburkan diri ke dalam air, biarpun kau akan maju bersama sama kedua orang gadis berbaju merah itu, aku Pak Im hong tak bakal menjadi jeri." Hu-yong siancu sangat membenci kepada Pak lm hong, din tak berani mendekatinya, maka kepada Si Cay soat yang berada di sisi-nya dia berseru cemas: "Soat-ji, mundurlah kau dari sini!" Merasa dipanggil sebagai `Soat-ji" Si Cay seat menjadi girang setengah mati, karena nya satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia kuatir Hu-yong siancu yang gusar kelewat batas malah kurang waspada dalam pertarungan nanti, maka dengan pe-nuh rasa kuatir bisiknya: "Bibi. kau harus berhati , hati, jangan sampai terkena tipu muslihat bajingan terse-but!" Selesai berkata-dia baru melompat kembali ke sisi tubuh See giok dan Siau cian. Melihat Si Cay soat sudah mengundurkan diri. Hu-yong siancu baru berteriak lagi de-ngan suara keras. "Kini nona Si sudah mengundurkan diri, bajingan tengik, apa lagi yang hendak kau katakan sekarang? Ketika Pek Im hong melihat Si Cay soat te-lah kembali ke perahu besar, dia menjadi le-bih lega, sambil mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak serunya. "Budak sialan, berdiri yang baik, aku orang she Pek segera datang !" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu. tubuhnya segera melejit ke tengah udara, diantara ujung baju yang berkibar terhembus angin, dengan jurus "naga perak masuk samudra" ia melayang turun di atas geladak perahu itu. Tempik sorak yang gegap gempita kembali berkumandang dari puluhan perahu besar yang mengelilingi tempat itu. Setelah berdiri tegak di geladak, Pek Im hong pun meloloskan sebilah pedang dari pinggangnya, kemudian sambil menengok ke arah Hu-yong siancu yang bermuka hijau membesi, dia berseru sambil tertawa seram. "Aku tahu, Pedang Hu-yong merupakan sebilah pedang mestika yang tajam sekali, tapi pedangku ini, tak akan kalah tajamnya daripada pedangmu!"

570

Dalam keadaan begini, kalau bisa Hu-yong siancu ingin mengayunkan pedangnya dan membacok bajingan itu sampai mampus, maka tanpa berpikir panjang dia menyahut. ""Aku bertekad tak akan menggunakan pedangku ini untuk mengutungi senjatamu!" Pek Im hong berlagak seperti tidak percaya. sambil tertawa tergelak kembali jengeknya. "Bagaimana kalau pedangku terpapas kutung oleh senjatamu itu ...?" "Aku Han Sin wan tentu akan mebnggorok leherkuj sendiri." jawagb. Huyong sianbcu de-ngan alis mata berkernyit. Lan See giok yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut, kontan saja mendepak depakkan kakinya berulang kali seraya ber-seru: "Aai. bibi terjebak juga oleh perangkap licik bajingan tengik itu, dengan demikian biar-pun bibi mempunyai pedang yang tajam, ia malah dibatasi sekali ruang geraknya!" Belum habis dia berguman. Pek Im hong dengan kening berkerut telah berteriak gem-bira, pedangnya segera diayun sambil tubuhnya menubruk ke muka. dengan jurus "menguakkan rumput mencari ular" dia ba-bat pinggang Hu-yong-siancu Melihat kejadian ini, Hu-yong siancu baru tahu bahwa dirinya tertipu. andaikata ia ti-dak terlanjur mengucapkan kata - kata tadi, niscaya dia mampu mendesak mundur pedang bajingan tersebut dengan jurus "ja-rum emas penenang samudra" kemudian dengan melepaskan serangan "Ular putih memperlihatkan lidah", ia akan bisa menyele-saikan nyawa si bajingan tersebut. Kini sambil membentak keras terpaksa ia mesti menyingkir ke samping, kemudian de-ngan jurus "Menyingkap liu memetik bunga" menutuk wajah musuh, Pek Im-hong amat gembira melihat keja-dian ini, biarpun sudah banyak tahun ia tak bersua dengan musuhnya ini, ternyata kepesatan ilmu pedang yang dicapai perem-puan itu belum mencapai apa yang diba-yangkan semula. Berpendapat begini semangatnya. segera berkobar, secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai. Hu-yong siancu sendiri tetap tidak me-mandang sebelah matapun terhadap musuh-nya, kendatipun ruang geraknya sudah di batasi sekali, dia membentak keras kemudian berkelit ke samping, setelah itu serangkaian serangan gencar mendesak Pak lm-hong ha-rus mundur ke belakang. Pada saat itulah ....

571

Serentetan suara tambur yang keras berkumandang datang dari arah utara, suaranya keras dan sangat memekikkan telinga. Menyusul suara tambur tersebutb, seluruh permujkaan telaga dirgamaikan oleh subara te-riakan yang begitu keras hingga mem-bum-bung ke angkasa. Lan See giok, Si Cay soat dan siau Cian serentak berpaling, ternyata di luar kepungan puluhan perahu itu kembali muncul puluhan buah perahu besar lagi. Sedangkan suara tambur yang keras berasal dari atas sebuah perahu besar, dima-na suasana terang benderang bermandikan cahaya, dari jauh memandang perahu itu nampak sangat megah dan mewah, persis seperti perahu seorang pembesar. Berkilat sepasang mata Lan See giok, sebab melihat perahu itu, hatinya berdebar dan bibirnya terkatup kencang, dia yakin musuh besar pembunuh ayahnya Toan Ki tin pasti akan munculkan diri--Sementara itu dipihak lain Pek-Im-hong sedang membentak keras sambil melompat mundur dari arena pertarungan, kemudian teriaknya lantang. "Pemimpin kami telah datang, jika ada urusan boleh dibicarakan langsung dengan pemimpin kami" Kedatanganku malam ini adalah untuk mencarimu, urusan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan Toan Ki-tin!" jawab Hu-yong siancu amat gusar. Mendengar jawaban ini Pak Im-hong terke-siap, ia sudah semakin merasa kalau per-mainan pedang Hu-yong siancu makin lama semakin bertambah hebat, biarpun cuma tiga jurus serangan namun mampu mendesak nya sampai kalang kabut, ia sadar bila perta-rungan ini berlangsung lebih lanjut niscaya selembar jiwanya akan terancam bahaya maut..".. Mendengar kalau kehadiran, pemimpin mereka sama sekali tak ada hubungan nya dengan Hu-yong siancu, bajingan ini menjadi semakin ketakutan, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah permukaan air yang berada di belakang perahu. Melihat sikap lawan, sambil tertawa dingin Hu-yong siancu segera mengejek: "Pek In hong, apakah kau ingin me-lang-sungkan pertarungan di dalam air?" Pak lm-hong cukup mengerti, sepasang pahlawan dalam air yang selama ini merajai dua telaga pun masih bukan tanding-an Hu-yong siancu di air, maka jika dia berharap dapat meraih kemenangan dalam air, tinda-kan mana tak lebih hanya tindakan untuk mencari kematian bagi diri sendiri.

572

Maka dia pun merlirik sekejap kzearah perahu mewwah yang bergerrak semakin mendekat itu, tiba-tiba ia menjadi nekad dan memutuskan untuk beradu jiwa saja, siapa tahu dengan perbuatan nekadnya ini, jiwanya bisa diperpanjang hingga tibanya pemimpin mereka? Berpikir sampai di situ, diapun membentak keras sambil menerjang lagi kearah Hu-yong siancu, pergelangan tangan kanannya di pu-tar kencang, secara beruntun dia lancar-kan tiga buah serangan yang mengancam alis mata, lutut dan pusar lawan. Menjumpai musuhnya sudah menyerang secara nekad. Hu-yong siancu kuatir keha-diran Toan Ki tin nanti malah akan meng-ganggu pertarungannya maka satu ingatan melintas pula di dalam benaknya. Diiringi suara bentakan nyaring, tubuh nya berputar secepat kilat lalu maju ke muka ba-gaikan segulung asap, dalam berapa kali kelebatan saja pedangnya memancarkan ca-haya tajam yang berkilauan bagaikan seekor naga sakti langsung menggulung ke tubuh Pek In-hong, Terkesiap sekali Pek In-hong menghadapi serangan tersebut, saking kagetnya ia sampai berteriak-teriak keras, pedangnya di putar semrawut untuk menyelamatkan diri, ia ber-harap pedang itu dapat dikutungi oleh musuh, dengan begini ia pasti punya alasan untuk mendesak Hu-yong siancu agar bunuh diri. Berhasil dengan serangannya. Hu-yong siancu mendesak lebih jauh, tibatiba per-mainan pedangnya berubah, diantara kilat-an cahaya pedang yang menyilaukan mata, se-cepat kilat ia melepaskan serangkaian sera-ngan berantai. Pada saat itu pula dari atas perahu mewah kedengaran seseorang berteriak keras dengan penuh rasa kuatir, "Han lihiap, harap tahan!" Sayang sekali keadaan sudah terlambat. Batok kepala Pek In hong tahu-tahu sudah mencelat ke tengah udara termakan oleh se-rangkaian serangan berantai Hu-yong siancu yang gencar dan dahsyat itu. Sedangkan mayat Pek In hong yang tanpa kepala itu sempat berputar putar berapa kali sebelum akhirnya roboh, terjengkang ke atas geladak dengan darah segar me-nyembur ke luar seperti pancuran..... Lan See giok tertegun. dia tak menyangka kalau bibinya dapat mempergunakan jurus guntur langit meledak hebat" dari ilmu pedang Tong-sim kiam hoat untuk menghabisi nyawa Pek In hong.

573

Tapi teriakan keras yang penuh kegelisa-han tadi sempat menarik perhatian-nya, suara tersebut sangat dikenal olehnya hingga tanpa terasa gemetar keras sekujur tubuhnya. Sewaktu ia berpaling, tampak di atas perahu mewah itu telah berdiri berbagai ragam manusia, seorang diantaranya berdiri di ujung geladak dengan wajah penuh keku-atiran .., Orang itu berambut sepanjang bahu, ber-jubah hitam dan wajah penuh codet, dua biji taringnya menonjol amat menyolok, matanya tunggal dan wajahnya bengis, ternyata orang itu bukan lain adalah Lim- To pacu Toan Ki tin dari telaga Tong ting. Tampaknya Toan Ki tin di buat tertegun oleh gerak serangan pedang Huyong siancu yang lihay sewaktu menghabisi nyawa Pak Im hong tadi, untuk sesaat dia terbungkam dalam seribu bahasa. Bertemu dengan musuh besarnya, Lan See giok tak sanggup mengendalikan emosinya, tapi dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh dia membentak keras-keras: "Bajingan tua, kembalikan selembar jiwa ayahku --" . Ditengah bentakan. tubuhnya melejit ke tengah udara dan langsung melayang ke perahu lawan. Siau cian dan Cay soat tahu, kalau musuh besar pembunuh ayah See giok telah datang, sambil membentak keras, mereka meloloskan pedang sambil menyusul di belakang Lan See giok. Hu-yong siancu kuatir Lan See giok dike-cohi musuhnya, terutama sekali jarak antara perahu besar Toan Ki tin dengan perahu di-mana mereka berada masih amat jauh, maka cegahnya keras-keras. "Anak Giok jangan..." Tapi keadaan Lan See giok waktu itu sudah mendekati kalap. Dengan sorot mata yang tajam seperti sembilu dia awasi Toan Ki tin tanpa berkedip. walaupun tubuhnya sedang melewati sisi bibinya, namun tak terdengar olehnya teriakan dari bibinya itu. Setelah sampai di ujung perahub, dia segera mejnerjang ke atasg perahu mewah tbadi " Hu-yong siancu tahu, amarah Lan See giok telah mencapai pada puncaknya dan tak mungkin dapat dicegah lagi., dengan pedang Hu-yong masih terhunus, dia memberi tanda kepada Cay soat dan Siau cian yang masih ragu, kemudian ia melayang ke arah perahu mewah tersebut menyusul sang pemuda.` Sementara itu suasana di atas perahu me-wah itu sudah berubah menjadi sangat kacau, puluhan komandan atau hiangcu ber-sama sama

574

membentak, mereka bersama sama meloloskan senjata untuk menghalangi usaha See giok naik ke atas perahu mereka. Kilauan senjata yang gegap gempita dengan segera memancar di seluruh angkasa, suasa-na yang mencekam sekitar situ pun kian lama kian bertambah tegang. bila See giok ingin naik ke atas perahu keraton yang ditumpangi Toan Ki tin, maka dia harus melewati perahu besar berlentera merah lebih dulu. Waktu itu tubuhnya masih berada di udara melihat ujung geladak sudah di depan mata, pemuda itu membentak keras, ujung baju kanannya segera dikebutkan ke depan dan melepaskan segulung angin pukulan yang maha dahsyat. Segera benturan yang amat keras bergema memecahkan keheningan, disusul berku-mandangnya beberapa kali jeritan ngeri. di-antara bayangan manusia yang berpencaran, empat lelaki kekar yang berada dipaling muka telah terpental sejauh tujuh delapan langkah dan roboh terjengkang ke atas tanah. See giok segera menjejakkan kakinya di ujung geladak. menyusul kemudian dalam sekali lompatan ia sudah menyerbu ke arah buritan kapal. Kawanan jago lihay yang berada di perahu berpanji kuning dan perahu berlentera merah itu menjadi termangu saking kagetnya, se-mua orang hanya berdiri mematung di posisi semula tanpa mengetahui apa yang harus diperbuat. Bentakan nyaring kembali bergema di ang-kasa, Hu-yong siancu, Cay soat dan Siau cian bersama sama menyerbu pula ke atas perahu berlentera merah itu. Suasana di atas geladak semakin bertam-bah kalut, jeritan-jeritan kaget bergema di sana sini, kawanan jago yang sudah pecah nyali dan ketakutan itu bersama sama terjun ke dalam telaga, suasana bertambah kalut percikban air menghambjur pula kemana-g mana. Dalam kbeadaan begini Hu-yong siancu tak ingin melukai orang yang tak berdosa, ter-buru buru dia menyusul ke belakang See-giok. Dalam pada itu, Toan Ki-tin sedang di bikin bingung dan tak tahu apa gerangan yang te-lah terjadi, dikala ia jumpai ada seorang pe-muda berbaju biru menyerbu datang seperti orang kalap sambil mengumpat "Bajingan tua" kepadanya. apalagi setelah menjumpai tiga orang perempuan menyusul di belakang-nya, dia semakin tidak mengerti. Kepada seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang berdiri di belakangnya, ia pun bertanya dengan keheranan:. "Adakah diantara kalian yang kenal dengan pemuda yang berbaju biru itu ....."

575

Dengan bingung dan tidak mengerti, ketiga kakek berpakaian ringkas itu menggelengkan kepalanya berulang kali. Mendadak Toan Ki-tin melototkan mata tunggalnya. kemudian kepada ke empat lelaki kekar berbaju hitam yang berdiri di kiri kanannya ia membentak. "Cepat kalian bekuk pemuda tersebut!" Ke empat lelaki kekar itu mengiakan ber-sama, kemudian serentak melompat ke atas perahu berlentera merah itu dan menyong-song kedatangan See-giok. Amarah yang berkobar di dalam dada See giok telah membuat si anak muda itu dicekam oleh hawa napsu membunuh yang membara, melihat datangnya ke empat lelaki bengis yang menerjangnya, dengan suara menggeledek ia segera membentak. "Minggir kalian.."", Dalam bentakan mana, ke empat lelaki bengis itu sudah menerjang tiba, masing-masing mengayunkan kepalannya menghajar tubuh anak muda tersebut. Napsu membunuh yang berkobar di dada See giok semakin membara setelah melihat hal ini, dia berkelit dengan cekatan, lalu sepasang tangannya diayunkan berulang kali melepaskan empat buah serangan berantai. Dimana bayangan tangannya berkelebat, empat jeritan ngeri yang memilukan hati ber-gema memecahkan keheningan. ke empat lelaki tersebut telah terhajar hancur batok kepalanya dan roboh binasa. Pada saat itu prula, dari buritzan kapal telah wbergema datang rsuara bentakan gusar yang amat keras, tiga orang kakek berpakaian ringkas itu secara beruntun telah menerjang tiba. See giok segera mendongakkan kepala nya sambil tertawa seram, teriaknya keras-keras. "Jika toh kalian pingin mampus. jangan salahkan kalau aku berhati kejilagi! Sepasang lengannya diputar lalu menolak bersama ke arah depan--Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat, diiringi suara desingan yang amat tajam langsung menghajar ke tiga orang kakek berpakaian ringkas yang mendekat itu, "Blaaammmm -.!" Suatu ledakan keras bergema, memecah-kan keheningan, debu dan hancuran kayu beterbangan ke empat penjuru, tampak tiga sosok bayangan manusia diiringi tiga kali jerit kesakitan, tahu-tahu sudah terpental jatuh ke dalam telaga.

576

Keadaan Lan See giok waktu itu tak ubah-nya seperti orang kalap. tubuhnya melejit ke udara dan menyerbu lebih ke muka, bentak-nya keraskeras. " "Bajingan tua, serahkan nyawamu!" Dia langsung menerjang ke arah perahu, besar dimana Toan Ki tin berada. Tak terkirakan rasa marah dan dendam Toan Ki tin menyaksikan ulah si anak muda itu, berkilat sorot mata yang terpancar dari balik mata tunggalnya, sambil mengawasi Lan See giok yang meluncur tiba, ia tertawa seram tiada hentinya, sem-bilan butir paku penyesak hati yang teramat beracun segera dikeluarkan dan siap dibidikkan ke arah la-wan. BAB 27 HU-YONG SIANCU dapat menyaksikan ke-jadian tersebut dengan sangat jelas, ia cukup mengetahui akan kelihaian paku penyesak hati dari Toan Ki tin tersebut, tanpa sadar teriaknya kaget. "Anak Giok, hati-hati dengan senjata raha-sia!" Dalam teriakan tersebut, dia bersama Siau cian dan Cay soat telah memutar pedang masing-masing menciptakan selapis kabut cahaya di depan mata, lalu menyusul di be-lakang Lan See giok menerjang ke atas perahu bermodel keraton itu. Keadaan Lan See giok selama ini tak ubah-nya seperti orang kalap, hawa sakti Hud--kong sinkang telah dipancarkan menyelimuti selu-ruh badan, hasratnya sekarang hanya satu yakin membunuh Toan Ki tin dalam sekali pukulan, bahkan terhadap peringatan dari Hu-yong siancu pun seolah-olah sudah tidak terdengar lagi. Tubuhnya bagaikan sambaran petir me-luncur ke bawah terus dengan cepatnya. Sekarang, Toan Ki tin baru mengerti apa gerangan yang telah terjadi, namun dia tetap tidak paham, mengapa pemuda berbaju biru itu hendak beradu jiwa dengannya?" Melihat Lan See giok menyerang ke arah-nya secepat petir, sekali lagi ia tertawa di-ngin, sambil membentak keras, ke tiga batang paku penyumbat hati yang telah dipersiapkan itu segera dibidikkan ke wajah Lan See giok. Biarpun Toan Ki tin sendiri diliputi oleh kobaran amarah, namun berhubung di bela-kang Lan See giok mengikuti Hu-yong siancu maka timbul pula perasaan segan dan jeri dihati kecilnya." Alhasil dia tak berani melepaskan serangan mematikan ke tubuh Lan See giok, biar pun ke tiga paku penyumbat hati itu dibidikkan secepat kilat, namun sasarannya bukan ubun-ubun lawan.

577

Dalam pada itu, Lan See giok tidak me-nyangka kalau Toan Ki tin bakal membidik-kan senjata rahasia ke arahnya, dalam kejut-nya, tiga titik bayangan hitam telah mendekati kepalanya dengan disertai desi-ngan angin tajam. Dalam gugup dan gelisahnya, ia segera membentak keras, secepat kilat tangan kanannya dikebaskan ke depan, serta merta ke tiga titik bayangan hitam itu sudah di ha-jar hingga terpental ke tengah udara..,.:., Tapi dengan demikian, hawa murninya jadi membuyar, tubuhnya otomatis ter-perosok ke bawah dan meluncur ke arah telaga . . . . Menyaksikan kejadian ini, Toan Ki tin segera tertawa terbahak - bahak sambil ber-seru: "Bocah yang tak tahu diri, tanpa sebab tanpa musabab berani amat kau menyerang aku . . . ? Belum selesai perkataan itu dibucapkan. angin jtajam melesat lgewat, diantara bkilatan cahaya pedang. Hu-yong siancu. Si Cay soat serta Ciu Siau cian telah mendarat pula di atas perahu tersebut. Dalam saat yang bersamaan, Lan See -giok yang terperosok kearah telaga itu sudah membentak keras, sepasang ujung bajunya bersama sama dihantamkan ke arah permu-kaan telaga . . . Blaaammmm . . " Percikan bunga air memancar setinggi berapa kaki dari permukaan telaga, meman-faatkan tenaga pantulan yang dihasilkan atas pukulan ini, Lan See giok melejit kembali ke udara dan hampir bersamaan waktunya de-ngan kehadiran Hu-yong siancu bertiga. ia mendarat pula di atas perahu. Toan Ki tin menjadi amat terperanjat -sam-bil membentak, cepat-cepat dia mengayun-kan telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Lan See giok yang sementara itu belum sempat berdiri tegak. Waktu itu Lan See giok telah menghimpun segenap tenaga sinkangnya mengelilingi selu-ruh badan, tenaga pukulan juga telah diper-siapkan dalam telapak tangan kanan. Belum lagi tubuhnya berdiri tegak, ia su-dah merasakan datangnya serangan musuh yang semakin mendekat. maka dalam ke-re-potan ia membentak seraya melontarkan- ta-ngan kanannya ke muka... Segulung angin pukulan yang dahsyat dengan disertai desingan angin yang meme-kikkan telinga langsung membendung datangnya serangan dahsyat dari Toan Ki tin yang disertai tenaga pukulan sebesar pulu-han tahun hasil latihan itu. "Blaammm..::""

578

Sekali lagi terdengar suara ledakan keras yang memekikkan telinga, angin puyuh me-mancar ke empat penjuru, perahu bergon-cang keras, seluruh lentera pun padam se-mua di buatnya. Secara beruntun Toan Ki tin mundur bebe-rapa langkah, wajahnya yang jelek berubah menjadi pucat pias seperti mayat. Sepasang tangannya menekan dada sambil menahan penderitaan yang hebat, keadaan-nya nampak dicekam kesakitan. Berhubung serangan dilancarkan secara terburu buru. Lan See giok tidak dapat me-lancarkan serangan dengan sepenuh tenagab, akibatnya ia jtergetar pula sgampai tubuhnya bgontai dan nyaris terjatuh ke dalam air. Bayangan manusia tiba-tiba berkelebat le-wat. Siau cian dan Cay soat menerjang ke muka untuk membimbing si anak muda tersebut--Disaat mereka sedang menahan tubuh Lan See giok, Toan Ki tin juga tak mampu mena-han diri lagi sehingga tubuhnya roboh terdu-duk di atas lantai geladak. bahkan sempat muntah darah segar. Waktu itu, suasana di sekeliling telaga dicekam keheningan yang luar biasa, hampir semua orang yang berada di perahu-perahu perang itu berdiri tertegun karena kaget dan termangu oleh peristiwa tersebut. Hu-yong siancu dengan pedang terhunus sedang bersiap siap menegur Toan Ki tin. Ketika secara tiba-tiba Lan See giok yang baru saja dapat berdiri tegak telah mem-ben-tak nyaring. "Bajingan tua, serahkan nyawamu . . " Dalam bentakan tersebut, tubuhnya menerjang tiba, tiba-tiba telapak tangan kanannya diayunkan ke depan membacok ubun-ubun Toan Ki tin . . .. Saat itu. Toan Ki tin sudah luka parah, isi perutnya telah goncang dan kehilangan ke-kuatan untuk menghindar, menghadapi an-caman demikian, dia hanya bisa memejam-kan matanya menunggu seat kematian tiba. Pada saat inilah .. Sesosok bayangan ungu berkelebat lewat, Hu-yong siancu telah meluncur ke muka sambil membentak keras, secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan Lan See giok yang sedang melepaskan bacokan itu. Mimpi pun Lan See giok tidak menyangka kalau orang yang menghalangi usahanya membunuh Toan Ki tin adalah Hu-yong siancu, dalam keadaan tanpa persiapan per-gelangan tangan kanannya segera kena di cengkeram. Peristiwa ini kontan membuat anak muda tersebut berdiri tertegun. Siau cian serta Cay soat juga dibikin tertegun oleh kejadian tersebut.

579

Untuk sesaat suasana yang semula di-cekam keheningan. kini diledakkan kembali oleh teriakan-teriakran yang keras dzi seluruh kapalw perang yang merngepung di sekitar tela-ga, bersama sama bergerak mendekat... Hu-yong siancu takut terjadi kesalahan paham, atas diri Lan See-giok. dengan cepat dia melepaskan cengkeramannya kemudian bertanya dengan wajah serius. "Anak Giok, apakah kau tidak merasa kelewat gegabah dengan membacok mati Toan Ki tin dengan begitu saja?" Lan See giok terkesiap, teringat kematian ayahnya masih menyangkut pula keterlibatan Oh Tin san dan Makhluk bertanduk tunggal yang hingga kini masih merupakan sebuah -teka teki besar, untuk sesaat dia menjadi terbungkam den tak mampu menjawab. Hu-yong siancu segera memperhatikan se-kejap sekeliling arena yang dipenuhi perahu-perahu besar itu, kemudian dengan sikap yang tenang, tanpa kegugupan barang sedikitpun jua, dia berpaling lagi ke arah Lan See giok seraya berkata. "Kita harus membuat Toan Ki tin mati de-ngan perasaan puas, jangan membiarkan dia mati dalam keadaan bingung dan tidak habis mengerti, walaupun perbuatan kita sah dan benar, toh paling tidak mesti memberi penje-lasan dulu agar semua anggota Lim lo pah yang hadir di sekitar sini ikut memahami duduk persoalan yang sebenarnya..." Selama ini, Lan See giok memang selalu menganggap Hu-yong siancu sebagai ibu kandung sendiri. tentu saja diapun tak be-rani membantah ucapan mana. Sambil menahan hawa amarah yang ber-kobar di dalam dadanya, dia segera me-ngangguk berulang kali. Sementara itu Toan Ki-tin sedang berusaha mengerahkan hawa murninya guna menyem-buhkan luka yang dideritanya, ketika mendengar ucapan tersebut, ia membuka mata tunggalnya dengan lemah dan meman-dang sekejap ke arah Hu-yong siancu dengan sinar mata penuh kekaguman... Dengan langkah lebar Hu-yong siancu Segera berjalan mendekati Toan Ki tin. Waktu itu semua kapal perang telah saling berhimpitan sehingga tak mampu bergerak maju lebih ke depan lagi, tatkala semua orang menyaksikan Hu-yong siancu mendekati pemimpin mereka dengan pedang terhunus, serentak semua orang berteriak -teriak keras bagaikan orang kalap. Namun Hu-yong siancu tak acuh atas teri-akan-teriakan kalap yang gegap gempita itu, dia tetap melanjutkan langkahnya mengham-piri Toan Ki-tin, ia

580

yakin. asal Toan Ki-tin ti-dak dibantai, mustahil ada orang berani membidikkan panahnya kearah mereka. Sementara itu Lan See giok dibikin terke-siap juga menghadapi situasi yang rawan dan gawat itu, ia segera memutar otak untuk mencari jalan bagaimana caranya meloloskan diri sehabis membunuh Toan Ki tin nanti. Dipihak lain, Hu-yong siancu telah tiba di depan Toan Ki tin yang masih duduk bersila sambil mengobati lukanya itu, dengan suara yang dalam ia segera menegur. "Lo pacu, kenalkah kau dengan pemuda berbaju biru yang berdiri dihadapanmu sekarang?" Sambil berkata ia menunjuk ke arah Lan See giok yang berdiri dengan wajah penuh amarah dan napsu membunuh itu. Toan Ki tin masih memegangi dadanya dengan kedua belah tangan, mukanya pucat pasi, dibukanya mata yang tunggal itu de-ngan lemah, lalu setelah melirik sekejap ke arah Lan See giok, ia menggelengkan kepalanya berulang kali sementara mata tunggalnya kemba1i dipejamkan rapatrapat. Waktu itu agaknya semua orang yang berada di kapal-kapal perang pun ingin me-ngetahui apa sebabnya orang prang tersebut hendak membunuh Lo pacu mereka, karenanya setelah Hu-yong siancu berseru, suara teriakan yang ramai pun segera ter-henti sama sekali. Hu-yong siancu melirik sekejap ke arah Toan Ki-tin, dari mimik wajah orang dia tahu kalau luka yang diderita orang ter-sebut amat parah, tapi begitu teringat bahwa orang ini besar kemungkinan adalah musuh besar mereka, tanpa berpikir panjang lagi diapun berseru dengan suara lantang: "Kalau toh kau tidak kenal, tak ada salah nya bila kuberitahukan kepadamu sekarang, dia bukan lain adalah Lan See giok putrab tunggal dari sji Gurdi emas pegluru perak Lanb tayhiap. Toan Ki tin nampak sedikit terpe-ranjat, tapi setelah membuka sebentar mata-nya, pelan-pelan ia memejam kembali. "Sekarang, kau sudah mengetahui akan asal usul dari Lan See giok, tentunya juga sudah paham bukan mengapa dia datang mencarimu..-!-" ujar Hu-yong siancu lebih jauh. Tapi Toan Ki tin menggelengkan kembali dengan pelan, mata tunggalnya masih tetap dipejamkan rapat-rapat. Lan See giok menjadi naik darah melihat sikap Toan Ki tin yang berlagak bisu tadi, namun teringat akan perkataan bibinya ba-rusan, dengan kening berkerut dan bibir ter-katup rapat, akhirnya ia berusaha untuk tetap menahan diri.

581

Hu-yong siancu memandang sekejap ke arah Toan Ki-tin, kemudian setelah tertawa dingin serunya dengan gusar: "Sekarang Lan See giok datang untuk membalas dendam sakit hati ayahnya, dia hendak menuntut mu agar mengembalikan nyawa ayahnya. mengerti?" Seluruh tubuh Toan Ki tin bergetar keras, lalu dengan wajah penuh amarah dia mem-buka mulutnya agak gemetar, tapi baru saja hendak berbicara, sekali lagi darah segar menyembur ke luar dari mulutnya.. Hu-yong siancu dan Lan See giok men-jadi amat terkejut, cepat-cepat mereka mundur sejauh tiga depa dan saling ber-pandangan sekejap, baru sekarang mereka tahu kalau Toan Ki tin telah menderita luka dalam yang cukup parah. Sekali lagi suasana di sekeliling arena di li-puti kegemparan dan kegaduhan, demi me-nyelamatkan jiwa Lo pacu mereka, meski busur dan panah telah mereka persiapkan. namun tak seorangpun diantara mereka yang berani bertindak secara gegabah. Waktu itu semua jago lainnya juga telah meloloskan senjata masing-masing dan mengawasi Hu-yong siancu serta Lan See giok dengan wajah terkejut bercampur gelisah, tapi kuatir akan keselamatan pemimpinnya, mereka pun tidak berani bergerak secara sembarangan. Bagaimanapun juga, Hu-yong siancu ada-lah seorang perempuan yang amat cerdas. ia segera menduga kalau dibalik peristiwa tersebut nampak nya masih terdapat persoal-an lain, karena itu sambil maju ke depan dan mengawasi Toan Ki-tin yang masih terengah engah, tanyanya dengan tenang. Lo pacu, kau bilang Sbi Gurdi emas pej-luru perak Lang tayhiap bukan btewas ditangan mu?" Toan Ki tin sama sekali tidak membuka matanya, namun ia mengangguk dengan ce-pat. Melihat pengakuan ini, Lan See giok kem-bali merasakan hatinya tergetar keras. diam-diam ia pun bertanya kepada diri sendiri, mungkinkah pembunuh tersebut adalah si Makhluk bertanduk tunggal? Hu-yong siancu merasakan juga hatinya tergerak, buru-buru serunya kepada Lan See giok. "Anak Giok. cepat kau ambil cairan kemala Leng sik giok ji!" Lan See giok tahu, Hu-yong siancu ingin mencari tahu duduk persoalan yang sebenar nya dari mulut Toan ki-tin maka tanpa ragu-ragu dia mengeluarkan botol kemala kecil itu dari dalam sakunya. Pertama tama Hu-yong siancu menyarung-kan dulu pedangnya, kemudian setelah menerima botol porselen kecil ini dia berpa-ling dan berteriak keras

582

kepada sekawanan yang sedang bersembunyi di belakang pintu ruangan kapal. "Cepat kalian ambil sebatang sumpit perak akan kuselamatkan jiwa pacu kalian!" Seketika itu jua, puluhan orang jago yang berada di atas perahu tersebut dibikin kebi-ngungan, akhirnya seorang kakek berusia lima puluh tahunan melompat masuk ke dalam ruangan dan memerintahkan seorang dayang untuk menyiapkan benda yang di-minta, Tak selang berapa saat kemudian, seorang dayang telah muncul dari ruang perahu de-ngan langkah terburu-buruBayangan merah berkelebat lewat, Si Cay soat segera menyongsong kedatangan dayang tersebut dan menerimanya sebelum diserah kan kepada Hu-yong siancu. Ketika Hu-yong siancu membuka penutup botol kemala itu, bau harum semerbak yang segar segera menyebar ke seluruh angkasa membuat para jago yang masih berdiri kaget sama-sama merasakan semangatnya berkobar kembali. Ketika Toan Ki tin, mendengar jiwanya ada harapan untuk diselamatkan, ia segera membuka pula mata tunggalnya dan melirik sekejap ke arah Huyong siancu dengan perasaan berterima kasih. Dengan amat cekratan Hu-yong sizancu menutulkanw setetes cairanr putih ke ujung sumpit itu, kemudian menitahkan kepada si dayang yang masih berdiri termangu di ke-jauhan sana untuk menghantarkan ke mulut Toan Ki tin. Toan Ki tin mencoba untuk menjilat de-ngan ujung lidahnya, merasakan bau segar yang membangkitkan semangat, ia tahu kalau obat itu teramat mujarab, cepat-cepat dia menghimpun kembali tenaganya untuk mengatur napas. Dari mimik wajah Toan Ki tin. Hu-yong siancu tahu kalau orang tersebut sudah menaruh kepercayaan kepadanya, maka sambil mengangkat kepala serunya kepada kawanan jago di kejauhan sana "Pacu kalian sedang bersemedi sekarang, kalian jangan gaduh lebih dulu, paling baik jika kalian titahkan kepada semua kapal agar menjauh dari sini." Ketika mendengar ucapan mana kakek berusia lima puluh tahunan tadi kelihatan agak ragu, tapi kemudian ia membisikkan sesuatu ke sisi telinga seorang lelaki setengah umur berbaju abu-abu yang berdiri di sisi-nya. Lelaki setengah umur itu segera melirik se-kejap ke arah Hu-yong siancu dengan pan-dangan terkejut bercampur gelisah, tapi ia mengangguk dengan cepat dan beranjak pergi.

583

Dalam pada itu, Hu-yong siancu sudah mempunyai perhitungan yang matang dihati kecilnya, dia lama sekali tidak memikirkan persoalan tersebut di dalam hati, pelan-pelan perempuan itu balik ke depan Lan See giok. ketika dilihatnya pemuda itu masih berdiri dengan bimbang, ia pun berbisik dengan suara lembut. "Sebentar lagi, bila Toan pacu telah selesai bersemedi, kau bisa menanyakan secara langsung kepadanya tentang duduk perso-alan yang sebenarnya, bila diketahui uca-pannya saling bertentangan satu sama lain nya. kita bisa bertindak cepat untuk me-nyanderanya kembali..." Maksud dari perkataan itu sudah jelas, nanti bilamana keadaan memaksa mereka harus menyandera pemimpin tersebut guna meloloskan diri dari kepungan. Terhadap kejadian seperti ini Lan See giok telah mempunyai pengalaman berapa tali, maka diapun mengangguk tanda mengerti. Dalam pada itu, kawanan kapal perang yang mengepung sekeliling tempat itu sudah pada mengundurkan diri, kecuali suara air yang diterjang perahu, suasana terasa amat hening dan tak kedengaran suara apa pun..... Ketika Hu-yong siancu dan Lan See giok mendongakkan kepalanya, mereka jumpai di atas Tiang layar perahu keraton yang tinggi itu tampak sesosok bayangan manusia se-dang menggoyangkan sebuah lentera berwar-na biru dan sebuah lentera hijau. Makin lama perahu yang mengepung di se-kitar situ semakin menjauh, kini di atas per-mukaan telaga tinggal kapal model keraton itu, meski begitu, kawanan kapal perang tersebut masih tetap mengepung dari ke-jauhan sana. Lan see giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian, merasa agak lega, asal perahu itu masih berada sejauh satu panahan saja, dengan ilmu berenang yang mereka berempat miliki, mereka yakin pasti dapat menyelamatkan diri dengan aman. Ketika Hu-yong siancu menyaksikan pulu-han orang jago yang berada dikejauhan sana masih tetap bersikap tegang dan serius maka untuk meredakan suasana yang mencekam di atas perahu ini, dia segera memberi tanda pads Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar menyimpan kembali pedang Jit-hoa dan Gwat hui kiam mereka. Ketika Siau Cian dan Cay soat telah menyimpan kembali pedang mereka, suasana di atas perahu pun semakin mereda, puluhan jago lihay yang semula berdiri di kejauhan tadi, kini sudah menyimpan pula senjata masing-masing.

584

Sementara itu, Toan Ki tin yang masih duduk bersila di atas geladak kapal telah pulih kembali, mukanya nampak segar kem-bali dan napasnya tidak lagi terengah engah. Tak selang berapa saat kemudian, Toan Ki tin telah membuka matanya, mula-mula dia memandang sekejap kearah Lan See- giok, Siau cian dan Cay - soat, kemudian baru me-nengok kearah Hu-yong siancu sambil pelan-pelan bertanya, "Han lihiap. belasan tahun tak pernah bersua, darimana kau bisa tahu kalau malam ini aku berada di sini? Apakah kau telah mengunjungi telaga Tong-ting?" Hu-yong siancu tahu bahwa Toan Ki tin amat menguatirkan nasib sarangnya, maka dia segera memberi penjelasan. "Sebenarnya malam ini kami bermaksud pergi ke benteng Wi-lim-poo untuk mencari si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san, ketika melihat ada kapal perang berkumpul disini dan cahaya lentera me-nyi-nari seluruh penjuru, kami sangka kapal-ka-pal ini adalah kapal perang dari Wi-lim-poo, baru setelah terjadi bentrokan, kami tahu kalau Lo pacu lah yang berada di sini " "Toan Ki Tin melirik sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan penuh keben-cian, kemudian ia baru bertanya dengan suara dingin. " Pemuda inikah kongcu dari Lan tayhiap?" "Benar, dialah Lan See giok," jawab Hu-yong siancu dengan cepat, Kemudian dia balikkan badan dan sambil menuding ke arah Siau cian serta Cay soat katanya lebih jauh. "Dia adalah putriku Ciu Siau cian, sedang-kan yang ini adalah nona Si Cay soat, dia adalah murid perempuan To Seng-cu locian-pwe..." Gemetar keras sekujur badan Toan Ki tin sesudah mendengar ucapan itu, dengan pan-dangan terkejut dia melirik sekejap ke arah Si Cay soat. Lan See giok mengerti. tujuan bibinya memperkenalkan Si Cay soat sebagai murid To Seng-cu adalah untuk menakut nakuti Toan Ki tin, sedangkan tujuannya memper-kenalkan Siau Cian adalah untuk menjernihkan kecurigaan di hati Toan Ki-tin sebab ke-banyakan umat persilatan mengira Hu-yong siancu dan Lan Khong-tay, bapak Lan See giok adalah suami istri. Melihat mimik muka Toan Ki tin, tanpa terasa Hu-yong siancu tertawa dingin sambil melanjutkan. "Sedangkan Lan See giok pun termasuk ahli waris dari To Seng-cu locianpwe." Sekali lagi Toan Ki tin terkejut. paras mu-kanya berubah, sinar mata tunggalnya me-mandang ke arah Lan See giok dengan rasa kejut dan gelisah. dalam wajahnya yang pe-nuh codet, terselip pula putus asa.

585

Biar begitu, ia tetap bertanya juga dengan suara dalam: "Darimana kau bisa menuduh kalau aku lah pembunuh ayahmu?" Sebagai seorang pemuda yang berhati ba-jik, Lan See giok tak ingin menceritakan kalau hal tersebut didengarnya dari si Beru-ang berlengan tunggal, maka sambil mena-han rasa pedih di dalam hatinya ia berkata. "Tempo dulu, karena suatu urusan aku se-dang pergi ke luar, ketika kembali ke kubu-ran kuno, kujumpai mendiang ayahku sudah tergeletak di atas genangan darah, sementara aku masih menangis sedih, kudengar suara pekikanmu yang ke dua kalinya . . " Toan Ki tin merasa sangat terperanjat, ce-pat-cepat dia menyela. "Darimana kau bisa tahu kalau kedata-nganku adalah untuk ke dua kalinya?" Tanpa sangsi Lan See giok segera men-jawab: Sebab pekikanmu itu penuh dengan perasaan gelisah dan gusar, bahkan sesudah masuk ke dalam kuburan kuno, kau tidak menggeledah jenazah ayahku sebaliknya malah membongkar pembaringan serta benda-benda lainnya, hal ini sudah cukup mem-buktikan kalau kedatanganmu waktu itu sudah kedatanganmu untuk kedua kalinya." Sekali lagi paras muka Toan Ki tin berubah menjadi pucat pias, sementara peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran tiada henti-nya dengan suara bimbang dan gemetar ia bertanya kemudian. "Waktu itu kau berada dimana?" Lan See giok tertawa dingin. "Aku bersembunyi di belakang meja batu besar dimana kau ambil gurdi emas tersebut" Mendengar kata "gurdi emas", Toan Ki- tin kembali mengamati wajah Lan See giok de-ngan agak gelisah. "Apalagi yang telah kau jumpai?" tanya nya terburu buru. Lan See giok mendengus gusar, teriaknya keras: "Aku masih melihat kau telah mem-bunuh seseorang." Toan Ki tin tahu bahwa pihak telaga Pek toh oh sedang melepaskan matamata dalam jumlah banyak untuk mencari tahu jejak si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi, takut tampaknya dia kuatir pihak Pek - toh - oh turut mengetahui rahasia tersebut hingga datang mencari balas kepadanya. Dengan suara gelisah cepat - cepat dia menjelaskan. " Apa yang kulakukan cuma salah tangan saja, aku sama sekali tidak tahu kalau dia sedang bersembunyi di kamar sebelah." "Aku tak ambil perduli atas persoalan-per-soalan itu " teriak Lan See giok dengan ke-ning berkerut, tujuan kehadiranku hari ini adalah menuntut ganti

586

rugi atas kematian ayahku almarhum, apa yang hendak kau ucapkan sekarang?" Sambil berkata dia memutar pergelangan tangan kanannya sambil maju ke muka, se-buah pukulan siap dilontarkan ke depan. Menyaksikan tindakan lawan, Toan Ki tin malah dibuat lebih tenang lagi, bantah nya kemudian dengan suara dingin. "Atas dasar apakah kau mengatakan aku-lah si pembunuh keji itu.?" Pertanyaan ini segera membuat Lan See giok tertegun, tapi ia membentak kemudian, "Ada orang menyaksikan kau dan Si Yu gi sedang berunding secara rahasia di dalam hutan, kemudian memasuki kuburan kuno..." Sebelum Lan See-giok menyelesaikan kata katanya sambil tertawa dingin Toan Ki-tin telah menukas, "Hmm, aku justru beranggapan pembunuh sebenarnya dari ayahmu adalah orang yang secara diam-diam telah melihat aku bersama si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi berbi-cara dalam hutan tersebut." Lan See-giok menjadi teramat gusar, ia menganggap Toan Ki tin sedang mengaco belo sehingga napsu membunuhnya kembali ber-kobar ..... "Anak Giok. Biarkan dia berbicara sampai jelas lebih dulu!" ujar Hu-yong siancu secara tiba-tiba. Mendengar ucapan mana, Lan See giok segera berusaha untuk mengendalikan hawa amarahnya, kemudian sambil menatap Toan Ki-tin lekat-lekat katanya lagi. "Mengapa kau tidak berusaha untuk men-jelaskan bahwa orang yang telah membunuh ayahku adalah kau sendiri" Toan Ki-tin menganggap jiwanya tak akan tertolong lagi, oleh sebab itu dia ingin mati sebagai seorang pahlawan, seorang yang ber-sih dan bebas dari peristiwa berdarah itu, maka serunya kemudian dengan gusar, "Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana di dalam dunia persilatan, walau-pun banyak sekali orang yang telah kubu-nuh, namun sepanjang hidup belum pernah aku membunuh orang secara membokong...! Agaknya di dalam hal ini Hu-yong siancu pun sudah pernah mendengar, ia pun ber-kata kemudian dengan suara dalam: "Toan Pacu kuharap kau jangan kelewat kasar. keras kepala dan tak tahu aturan, an-daikata Lan See-giok berniat membunuh-mu, ia dapat melakukan dengan sekali ayunan tangan saja, biarpun sekelilingmu terdapat ratusan buah kapal perang yang mencoba melindungimu, kami semuapun termasuk orang-prang yang pandai ilmu di dalam air, kalian semua tetap tak akan mampu berbuat apa-apa terhadap kami, lagi pula

587

aku sudah menyelamatkan jiwamu dengan cairan mes-tika Leng Sik giok ji. selain menyelamatkan jiwamu dari ancaman, menambah pula tenaga dalam yang kau miliki, tujuanku tak lain adalah hendak memberi kesempatan kepadamu untuk menjelaskan duduknya persoalan. "Di samping itu, masalah kematian yang aneh dari Lan tayhiap, menyangkut pula banyak orang, demi jelasnya persoalan maka Lan See giok berusaha untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya, bukan maksud hatinya untuk membunuhmu ...." Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap ke arah puluhan jago yang berdiri tak jauh dari mereka, dia ber-kata lebih lanjut. "Apabila apa yang kau ucapkan tidak cocok dengan apa yang kami ketahui, berarti tak disangkal lagi Lan tayhiap tewas di tangan-mu, dengan tewasnya kau Toan Ki tin, maka hasil karya besarmu di telaga Tong ting pun niscaya akan terjatuh ke tangan orang lain" Seusai mendengar penjelasan tersebut, timbul kembali ingatan Toan Ki tin untuk melanjutkan hidup. apalagi setelah mengeta-hui bahwa cairan Leng sik giok ji telah menambah tenaga dalamnya, semangat dan harapan hidupnya kembali berkobar. Setelah memandang sekejap ke arah Hu-yong siancu dengan pandangan berterima kasih, ujarnya kemudian. . "Aku sudah hidup enam tujuh puluh tahu-nan, tak nyana hari ini telah berhutang budi lagi kepada Han lihiap, kebaikanmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya" Kemudian setelah menghela napas sedih, sambil menengok ke arah Lan See giok dia berkata lebih jauh. "Ketika Lan siauhiap bertemu aku malam itu. kedatanganku saat tersebut memang ke-datangan yang ke dua kalinya---" "Kalabu memang begituj, kuharap kau pgun mengungkapkabn seluruh duduk persoalan yang sebenarnya kepada kami" pinta Hu-yong siancu cepat-cepat. Paras muka Toan Ki tin berubah menjadi serius, katanya agak gelisah. "Sebelum kuteruskan ceritaku tentang peristiwa tersebut, sekali lagi ingin kutan-daskan yaitu Lan tayhiap bukan tewas di tangan ku----- " "Lalu siapa yang telah melakukan per buatan keji itu? Apakah Si Yu gi?" tak tahan Lan See giok membentak keras dengan ke-ning berkerut. Toan Ki tin segera menggelengkan kepala nya berulang kali. "Bukan, pada mulanya aku sendiripun curiga kalau peristiwa ini hasil karya dari Si- oh-cu." Hu-yong siancu kuatir Lan See-giok men-jadi mata gelap saking marahnya, maka de-ngan suara tenang ia segera menimbrung.

588

"Anak Giok, sekarang kita sudah mencapai tahap menjadi terangnya duduk persoalan, kau tak usah kelewat terburu napsu, berilah kesempatan kepada Toan pacu untuk mence-ritakan pengalamannya, kemudian kita cocokkan dengan apa yang kita ketahui dan di ambilkan kesimpulannya, dari situ kita akan mengetahui apakah ucapan Toan pacu benar atau salah.-" "Perkataan Han lihiap memang sangat te-pat" Toan Ki tin segera menimpali, "orang yang membunuh ayahmu betul-betul bukan aku, tunggulah sampai kuceritakan keadaan yang sesungguhnya nanti. kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya apakah uca-pan-ku itu benar atau salah..." Berbicara sampai di situ ia berhenti seje-nak, lalu berpaling ke arah puluhan jago yang masih berdiri dikejauhan sana dan mengulapkan tangannya. Puluhan orang jago tersebut serentak me-ngundurkan diri dari situ, bahkan para dayang yang semula bersembunyi dibalik pintu ruang perahu pun sekarang berlalu semua dari situ. Dari sikap Toan Ki tin ini, Hu-yong siancu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera berkesimpulan bahwa orang ini belum pernah membicarakan peristiwa tersebut kepada siapa pun. karenanya dia pun tak ingin anak buahnya ikut mengetahui rahasia peristiwa tersebut, apalagi kalau sampai membocorkan ke tempat luaran bahwa Si Yu gi memang tewas di tangannya. Begitulah, menunggu sampai anabk buah nya sudajh berlalu semuag, Toan Ki tin bbaru berkata kepada Hu-yong siancu. "Silahkan kalian berempat duduk dulu untuk mendengarkan ceritaku ini . . . " Hu-yong siancu mengangguk dan duduk lebih dulu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera turut duduk pula di atas geladak, untung lantai geladak amat bersih dan berkilat. sehingga mereka tak usah kuatir akan mengotori pakaian mereka. Setelah menghembuskan napas panjang dan termenung sejenak, Toan Kitin baru berbicara dengan suara rendah. "Oleh sebab ada orang menyaksikan aku bersama Si Oh-cu sedang berbisik bisik dalam hutan, biarlah aku mulai bercerita se-jak bertemu dengan Si Yu gi saja. "Menjelang senja hari itu, aku sedang ber-jalan melalui kuburan Leng ong bong, tiba-tiba kujumpai si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dari telaga Pek toh oh sedang celi-ngukan di belakang sebatang pohon dengan sikap yang sangat mencurigakan, dia seperti lagi mengintip seseorang atau mungkin juga sedang menguntit seseorang,

589

Tergerak hatiku waktu itu maka akupun menerjang ke arahnya, Si Yu gi nampak amat terkejut atas kehadiranku ini, tapi dengan cepat dia memberi tanda kepadaku dan me-ngajakku ke luar dari hutan terus menuju ke utara. "Aku tahu, tentu sudah terjadi sesuatu yang tak beres, karenanya ku ikuti terus di belakangnya, tiba di sebuah hutan, Si oh-cu bercerita kepadaku bahwa tiga hari berselang dia telah berhasil menemukan tempat persembunyian dari Lan tayhiap.."" Mendengar sampai disini, Lan See giok segera menyimpulkan bahwa jejak ayahnya berhasil ditemukan oleh si Makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi tatkala ayahnya menghantar ia pergi ke rumah bibinya tempo hari akibat nya musibah datang menimpa dirinya... Berpendapat demikian, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Hu-yong siancu. Agaknya Hu-yong siancu pun mempunyai perasaan yang sama, karena itu perasaan sedih dan murung segera menyelimuti wa-jahnya. Sementara itu Toan Ki tin telah ber-cerita lebih jauh. . . waktu itu aku masih setengah percaya setengah tidak sesudah mendengar cerita dari Si Yu gi, agaknya Si Yu gi pun dapat melihat kalau aku tidak percaya, maka dia pun melukiskan banyak sekali lingkaranlingkaran di atas tanah, setiap lingkaran melambangkan sebuah kuburan raksasa, bahkanr menunjukkan dizmanakah Lan tayw-hiap menyembunryikan diri, dia bilang letak tempat tersebut berada di urutan delapan sebelah kiri." Diam-diam Lan See giok menghela napas panjang, dia tak menyangka ayahnya yang selalu cekatan dan pintar, waktu itu bisa berbuat begitu gegabah, mungkin dia sedang merenungkan keselamatannya dalam perjalanan menuju ke rumah Hu-yong siancu se-hingga tidak dirasakan olehnya kalau orang sedang menguntitnya secara diam-diam. TERDENGAR TOAN KI-TIN berkata lebih jauh. "---Ketika kujumpai Si Yu gi menjelaskan dengan amat terperinci, diamdiam aku merasa amat gembira, tapi akupun tak tahan bertanya kepadanya mengapa tidak berusaha masuk sendiri untuk merampas benda mes-tika itu? Kata Si Yu gi, tenaga dalam yang dimiliki-nya amat terbatas dan ia sadar bukan tan-dingan Lan tayhiap, apabila dia masuk seca-ra gegabah berarti hanya akan menghantar nyawa dengan sia-sia belaka. itulah sebabnya dia minta pertolonganku untuk bekerja sama dengannya. "Aku percaya dengan perkataannya begitu saja, bersama Si Yu gi kami bersama-sama kembali ke kuburan Leng ong bong dan ma-suk kembali ke hutan siong, waktu itu hari sudah gelap. ketika kami berdua sampai di

590

kuburan nomor delapan, ditemukan pintu kuburan secara kebetulan masih terbuka le-bar. maka akupun diam-diam menyelundup masuk ke dalam, berjalan baru puluhan kaki, kami jumpai setitik cahaya lentera yang redup muncul di depan sana. ." Ketika mendengar sampai di situ airmata Lan See giok tak bisa dibendung lagi dan segera jatuh bercucuran membasahi wajah nya. darah yang mengalir dalam tubuhnya turut bergolak keras. Hu-yong siancu nampak mengucurkan pula air mata, sedang Siau-cian serta Cay soat kelihatan sedih. Terhadap sikap dari Lan See giok beberapa orang itu, Toan Ki tin bersikap seolah-olah tidak melihat, pikiran dan perasaannya seperti sudah balik kembali pada peristiwa setahun berselang. Sambil mengawasi kegelapan malam yang mencekam seluruh angkasa, dia berkata le-bih jauh dengan suara rendah dan dalam".......ketika kulihat cahaya lentera itu, dengan terkejut segera kuhentikan langkah-ku dan berdiri dengan menempel didekat dinding, waktu berpaling, kujumpai Si Yu gi akan memperoleh keuntungan apa-apa, aku bertekad hendak mencari suatu tempat yang terpencil untuk mempelajari isi dari kitab pusaka tersebut dan menjadi satu-satunya jago silat yang tiada tandingnya di dunia ini" Mendengar sampai disini, Hu-yong-siancu serta Lan See-giok segera menggelengkan kepalanya dengan perasaan iba, andaikata umat persilatan mengetahui betapa sulitnya untuk mempelajari isi kitab cinkeng tersebut. tak mungkin akan timbul musibah sebesar ini" Melihat dua orang itu menggelengkan kepalanya berulang kali. Toan Ki-tin juga ti-dak menanyakan alasannya. kembali dia ber-kata lebih lanjut. " ....waktu itu kupusatkan semua perhatian untuk memperhatikan situasi di sekeliling tempat tersebut, namun suasana amat sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun, agaknya di dalam kuburan itu tiada seorang manusia pun, akhirnya akupun meneruskan perjalananku menuju ke dalam ruangan, pada saat itulah pandangan pertama yang berhasil kulihat adalah tubuh ayahmu terge-lepar ditengah genangan darah" Ia berhenti sejenak sambil memandang Lan See-giok yang berdiri dengan air mata bercu-curan, kemudian lanjutnya: "Waktu itu aku sangat terkejut dan segera memeriksa ayahmu. aku jumpai dadanya masih terasa ada sedikit hawa hangat, tapi ke empat anggota badan serta bagian badan lambungnya sudah mulai membeku, dari keadaan yang kujumpai, paling tidak ia telah tewas setengah jam berselang...

591

Sedih perasaan Lan See giok bagaikan di sayat-sayat pisau, tanpa terasa dia memba-yangkan kembali keadaan waktu itu, kemu-dian dicocokkan dengan apa yang didengar dari si beruang berlengan tunggal, ketika ayahbnya ditemukan tjergelepar di atgas gena-ngan dabrah, tubuhnya memang sudah men-jadi dingin semua: Berpikir demikian. dia pun memandang ke arah Toan Ki tin sambil manggut-manggut tanda setuju. Maka Toan Ki tin melanjutkan kata- kata nya: "Waktu itu aku merasa terkejut bercampur gusar, semacam perasaan di permainkan orang mencekam diriku, aku bertekad hen-dak mencari si makhluk bertanduk tunggal untuk menuntut keadilan darinya, tapi sete-lah kupikirkan kembali, dicocokkan pula dengan apa yang kulihat, rasanya tidak mirip dengan perbuatannya, setelah mendapatkan kotak kecil itu niscaya Si Yu gi telah melari-kan diri, buat apa dia mesti mengintip de-ngan gerak gerik yang mencurigakan? Biarpun aku mengerti bahwa harapannya tipis, tapi terdorong oleh rasa serakah dan ingin mendapatkan benda tadi. maka terbu-ru-buru akupun menggeledah lagi jenazah Lan tayhiap, kemudian aku malah menderita pelbagai kerugian sehingga akhirnya memu-tuskan untuk kabur kearah barat jalan. Setelah kabur sejauh puluhan li dan duduk terpekur di sebuah batu, segera kura-sakan hilangnya si makhluk bertanduk tung-gal sangat aneh dan mencurigakan, kuburan kuno itu begitu besar, mustahil Lan tayhiap akan menyembunyikan kotak kecil itu di tubuhnya, berpikir demikian akupun balik kembali ke kuburan dan kedatanganku Waktu itu tak lain adalah saat Lan siauhiap melihat aku menggeledah almari dan pemba-ringan" Berbicara sampai di situ. wajahnya menunjukkan perasaan menyesal, tampak-nya apa yang hendak diutarakan telah sele-sai diucapkan ke luar. Hu-yong siancu mendengarkan cerita itu dengan tenang, kini dia mulai mencurigai si makhluk bertanduk tunggal, walau dengan perasaan tidak mengerti tanyanya. Ketika Lo pacu menolong Si oh-cu apakah kau sempat menanyakan sesuatu pertanyaan kepadanya?" Toan Ki tin segera mengangguk. "Yaa, aku bertanya kepadanya, tapi waktu itu keadaannya sudah amat kritis. agaknya lidahnya sudah menjadi kaku sehingga tak mampu bersuara lagi, ketika kutanyakan tentang sebab kematian Lan tayhiap, dia cumab dapat menggelejngkan kepalanyag de-ngan paksa btanda tidak tahu..." Dengan kening berkerut Hu-yong siancu bertanya lebih lanjut:

592

"Apakah Lo pacu sudah bertanya kepada si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi, apa se-babnya dia tidak mengikutimu memasuki kuburan ong bong dan selanjutnya mengapa dia menyembunyikan diri terus menerus di kamar sebelah?" Toan Ki tin menghela napas panjang, kata-nya agak menyesal. "Sudah kutanyakan persoalan ini, Cuma sayang Si Yu gi sudah tidak mampu berbi-cara lagi ketika itu, ditambah lagi akupun sudah salah melukainya, perasaanku gugup dan tak tenang. tahu kalau jiwanya tak akan tertolong lagi, maka akupun masukkan tubuhnya ke dalam sebuah peti mati bobrok." Lan See giok yang termenung lama sekali ini. segera teringat bahwa Si Yu gi baru menghembuskan napasnya yang penghabisan setelah Oh Ti San menotok jalan darah kematiannya, jarak antara terluka sampai tewas ini paling tidak mencapai em-pat jam lamanya, dari sini bisa disimpulkan pula kalau ketidak mampuan Si Yu gi berbi-cara adalah suatu tindakan purapura, maka selanya kemudian: "Menurut pendapatku, ketidak mampuan si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi berbi-cara merupakan suatu tindakan siasat untuk menutupi rencana busuknya, sebab dengan berlagak tak mampu berbicara maka banyak bertanya kepadanya pun percuma saja, otomatis kau akan segan untuk banyak ber-tanya lagi" Toan Ki tin segera menjadi sadar kembali, sambil menepuk lututnya dia berseru agak mendongkol: "Benar. kalau begitu aku benar-benar su-dah dibodohi oleh manusia yang licik itu" Kemudian dengan kening berkerut dan berguman lebih jauh: "Jika ditinjau dari situasi waktu itu, keadaan lukanya memang nampak sangat parah, paling banter dia cuma dapat berta-han selama setengah jam saja.." Sebelum perkataan itu selesai diucapkan Lan See giok telah menukas sambil tertawa dingin. "Sampai hari kedua tengah hari, dia masih berbaring di dalam peti mati bobrok dalam keadaan hidup ...... Mendengar ucaparn tersebut, gemzetar keras sekuwjur badan Toan rKi tin, paras mukanya berubah hebat, ia membuka mulutnya lebar-lebar dan hampir saja menjerit, tak kuasa lagi dengan suara rendah bisiknya. "Lan siauhiap, kau. kau... bagaimana cara-mu menemukan dia? Bagaimana kemudian keadaannya?" Tanpa berpikir panjang Lan See-giok me-nyahut:

593

"Dia baru tewas setelah ditotok jalan da-rahnya secara diam-diam oleh si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin San"" Sekali lagi Toan Ki tin menepuk lututnya sambil berseru penuh pengertian. "Yaa, tak salah lagi, ternyata Oh Tin san memang hadir di sekitar kuburan Ong -bong waktu itu, bulan berselang aku pun menda-pat tahu hal ini dari laporan seorang saudara mata-mata, dia pernah melihat Oh Tin san muncul di sekitar kuburan Leng ong bong dan lenyap dengan begitu saja. itulah sebab-nya aku telah mengerahkan segenap kekua-tan Lim lo pah untuk datang menantang Oh Tin san kali ini, maksudku adalah agar dia serahkan kotak kecil tersebut Untuk menghindarkan suatu pertumpahan darah di tempat tersebut, cepatcepat Hu-yong siancu menimbrung: "Isi kotak kecil itu adalah kitab pusaka Tay lo hud bun Pwe tiap cinkeng, tapi kitab terse-but sudah ditarik kembali oleh To Seng cu locianpwe, biarpun Oh Tin san berhasil me-masuki kuburan kuno. namun dia tak berha-sil mendapatkan kitab pusaka tersebut, jadi kaupun tidak usah mengerahkan bala ban-tuanmu untuk melakukan pembunuhan lagi," Biarpun Toan Ki tin merasa rada kecewa, namun diapun bersyukur di hati. kecewa karena gagal mendapatkan kitab pusaka, tapi bersyukur, karena dia berhasil lolos dari lubang kematian bahkan secara tidak disangka telah mendapatkan setetes cairan Leng sik giok ji yang mahal harganya". Karenanya sesudah mendengar perkataan dari Hu-yong siancu ini, dia pun meng-angguk berulang kali seraya berkata dengan sung-guh-sungguh. "Terima kasih banyak atas petunjuk dari lihiap, malam ini juga aku akan pulang ke telaga Tong ting dan selanjutnya akan meneruskan hidupku sebagai seorang nela-yan" Hu-yong siancu yang mendengar ucapan mana kontan saja memuji. "Jikalau lo pacu benar-benar melakukan apa yang dijanjikan, kejadian ini benar--benar merupakan rejeki bagi segenap nelayan di telaga Tong ting, Lo pacupun tentu akan disanjung dan dipuja oleh setiap umat persi-latan!" Ketika mendengar ucapan mana. sekilas rasa bangga membayang di wajah Toan Ki tin yang jelek, katanya kemudian dengan hor-mat. "Semoga saja apa yang dikatakan lihiap bisa terlaksana, aku tentu akan bersyukur atas nasehatmu hari ini." Hu-yong siancu manggut-manggut sambil tertawa, setelah melihat keadaan cuaca, dia pun berkata sambil mengangguk: "Kentongan ketiga sudah lewat, biar aku segera mohon diri lebih dulu..." Tidak sampai Hu-yong siancu menyelesai-kan kata katanya, Toan Ki tin telah menukas dengan gembira.

594

"Aku akan mengantar kalian berempat...." Kemudian sambil bangkit berdiri dia mem-bentak, "Siapkan sampan cepat!" Suara sahutan bergema dari buritan perahu dikejauhan sana. Hu-yong siancu memang berharap Toan Ki tin berbuat demikian, maka tidak sungkan bersama See giok berbangkit berdiri. Suara tali gemerisik berbunyi, kemudian dari buritan kapal muncul dua buah sampan yang melesat tiba dengan kecepatan tinggi, dalam waktu singkat perahu itu sudah tiba di ujung perahu: "Sampan kecil ini terdiri dari dua ujung yang runcing sehingga sulit untuk dibedakan mana buritan mana geladak, di muka mau-pun belakang semuanya terdapat empat buah dayung sehingga tidak heran kalau perahu itu dapat meluncur datang dengan kecepatan tinggi. Menjumpai hal tersebut, Hu-yong siancu segera berkata sambil tersenyum. "Sampan kecil yang kami tumpangi telah ditenggelamkan semua oleh perahu kalian, yaa apa boleh buat terpaksa aku mesti bmeminjam sampanj dari pacu!" Tgoan Ki tin tertbawa terbahak bahak: "Haaahhh----- haaahhh----- haaahhh ------ cuma sampan kecil apa sih artinya, silahkan lihiap gunakan kedua sampan tersebut----" "Tidak usah dua, sebuah pun cukup!" Sementara pembicaraan berlangsung, sampan kecil itu sudah berhenti, maka Hu-yong siancu berempat pun pindah ke sampan sebelah kiri, sedangkan Toan Ki tin seorang berada di sampan sebelah kanan, dimana ke dua sampan itu segera meluncur ke depan bersama sama. Puluhan buah kapal besar yang semula mengelilingi kapal keraton, sekarang sudah mulai berpencar makin menjauh. Ketika Lan See-giok berpaling, dia jumpai dua buah lentera merah yang tergantung di atas tiang kapal keraton itu sedang digoyang-kan ke kiri dan kanan secara pelan-pelan, agaknya sedang memberikan suatu kode rahasia. Angin malam berhembus semakin kencang di atas permukaan telaga, gelombangpun makin tinggi, tapi ke dua sampan itu masih meluncur dengan kecepatan tinggi, ini mem-buat udara terasa makin dingin. Dalam waktu singkat ratusan kaki sudah dilampaui, ditambah pula perahu perang tadi mulai bergerak menuju ke utara, tidak heran kalau jarak diantara mereka dengan kapal berbentuk keraton itu makin lama semakin men jauh. Hu-yong siancu segera memberi tanda kepada si pendayung agar menghentikan sampannya. lalu kepada Toan Ki tin yang di sampan lain dia berseru lantang:

595

"Lo pacu, silahkan kembali saja, lebih baik kita berpisah disini saja, semoga di kemudian hari kita dapat bersua kembali!" Toan Ki tin tertawa terbahak - bahak, se-runya dengan penuh kegembiraan. 'Malam ini aku merasa gembira, sekali, bukan saja Han lihiap sudah menyelamatkan jiwaku , menambah tenaga dalamku, yang lebih penting lagi adalah memberi kesempatan kepadaku untuk mengutarakan semua ke-murungan dan kemasgulan yang telah ter-pendam hampir setahun lebih dihati kecilku, sejak kini aku akan mengasingkan diri di Lim lo pah dan selamanya tak akan berkelana lagi dalam dunia persilatan, bila suatu ketika Han lihiap, Lan siauhiap dan nona berdua melewati telaga Tong ting, silahkan mambpir di Lim-lo-pja, aku pasti akgan menyambut kebda-tangan kalian dengan senang hati..." Hu-yong siancu tertawa hambar, kemudian menyahut. "Bila ada kesempatan, kami pasti akan menjumpai Lo pacu". Agaknya dalam waktu yang sangat singkat, tabiat Toan Ki-tin telah mengalami peruba-han yang sangat besar, ia segera tertawa ter-bahakbahak dengan amat nyaring. "Haaahhh . . . haah . . . haaahhh . . kalau memang demikian, semoga Han lihiap baik-baik menjaga diri, maaf bila aku tak bisa meng-antar lebih jauh lagi." Siau cian dan Cay soat secara terpisah menerima ke empat dayung yang berada di muka dan belakang sampan, sementara ke dua orang lelaki kekar yang semula meme-gang dayung kini sudah pindah ke atas sam-pan Toan Ki tin. Tampaknya Cay soat dan Siau cian ber-niat untuk memamerkan tenaga dalam yang di-milikinya, dia memutar pergelang-an tangan-nya dan sampan kecil itupun segera melesat ke muka dengan kecepatan luar biasa .. Toan Ki tin yang menyaksikan peristiwa ini menjadi terkejut sampai paras mukanya berubah hebat, apalagi ke empat lelaki kekar yang lain, mereka sampai termangu mangu di buatnya. Ketika Hu-yong Siancu sekalian mengu-capkan kata selamat berpisah, sampan kecil itu sudah meluncur sejauh dua puluhan kaki dari posisi semula, Siau cian dan Cay-soat baru menghentikan dayungan mereka setelah tidak melihat Toan Ki tin lagi. "Bibi, apakah kita perlu untuk berkunjung lagi ke benteng Wi-lim-poo?" tanya Lan See giok kemudian dengan hormat. Hu-yong siancu melirik sekejap ke arah ratusan buah perahu yang telah berkumpul di sebelah timur itu, lalu bisiknya dengan suara rendah:

596

"Duduklah lebih dulu, mari kita merun-dingkan persoalan ini sekali lagi sebelum mengambil keputusan." Lan See giok mengiakan dan duduk di samping Hu-yong siancu, sementara Cay -soat den Siau cian pun sama-sama melepaskan pendayung dan menghadap ke arah ke dua orang itu. Hu-yong siancu memandang sekejap ke arah Lan See giok, setelah itu tanyanya de-ngan wajah serius: "Anak rGiok, menurut pzendapatmu siapaw-kah pembunuh yrang sesungguhnya ...?" Lan See-giok mengernyitkan alis matanya, kemudian sambil menggertak gigi menahan rasa geram sahutnya: "Anak Giok rasa orang itu adalah si manu-sia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san" Hu-yong siancu segera mengangguk ber-u-lang kali: "Benar, setelah mendengar penjelasan dari Toan Ki-tin malam ini, semakin terbukti kalau Oh Tin san lah si pembunuh biadab tersebut.. " "Siapa tahu kalau hal tersebut merupakan permainan busuk dari makhluk bertanduk tunggal?" timbrung Cay soat tidak mengerti. Hu-yong siancu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak cocok dengan kenyataan bila kita berpandangan demikian, andaikata pembu-nuh aslinya adalah Si Yu-gi, waktu itu pasti-lah dia sedang melarikan diri dengan gugup dari kuburan setelah ber-hasil dengan pem-bunuhannya, andaikata dia yang menemu-kan jejak Toan pacu lebih dulu sehingga baru berlagak sok rahasia dam mencurigakan, untuk melepaskan diri dari cengkeraman Toan pacu, tidak seharusnya dia memasuki kuburan Ong bong lagi dam bersembunyi di-balik dinding sehingga akhir nya mesti terlu-ka." Si Cay goat segera mengangguk sambil membenarkan, sebaliknya Siau cian menim-brung lagi. "Berdasarkan penuturan Toan Ki tin waktu itu Si Yu gi tidak masuk ke dalam kuburan bersama-samanya. mungkinkah dia menyu-sup lagi ke dalam kuburan dengan melalui jalan rahasia baru?" "Tentu saja," jawab Hu-yong siancu tanpa ragu, "itulah sebabnya pada mulanya aku menganggap lorong baru itu hasil perbuatan dari si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebab ketika si beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong bertarung dengan si toya baja berkaki tunggal Gui Pakciang, secara kebetulan mereka ke luar dari lorong baru tersebut. sedangkan si manusia bermata tunggal Toan Ki tin masuk ke luar lewat pintu utama, dari sini membuktikan juga kalau dia sama sekali tidak tahu dalam ku-buran itu terdapat lorong baru. sebaliknya jika si manusia bengis

597

bertelinga tunggal Oh Tin san bila mengetahui kuburan tersebut masih terdapat lorong rahasia baru, diapun talc akan merusak tombol rahasia pintu be-lakang kuburan itu secara tergesa-gesa Biarpun si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi bajingan tengik ini bukan pembunuh sebenarnya, tapi anak- Giok yakin dialah bi-ang keladi dari peristiwa berdarah ini" seru Lan See giok kemudian dengan penuh kebencian,~" , Si Cay soat segera menimbrung pula de-ngan gemas. "Justru karena dialah si biang keladi dari peristiwa berdarah itu, maka gurdi emas te-lah menembusi dadanya lebih dulu!" Hu-yong siancu yang mendengar perkataan ini segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas. "Aai, inilah yang dinamakan hukum karma, siapa pula manusia di dunia ini yang bisa lolos dari kejadian tersebut?" Seperti mengerti akan sesuatu, Siau cian ikut pula berbicara. "Berdasarkan kesimpulan yang telah di himpun. andaikata pembunuh paman Lan yang sebenarnya adalah si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san, maka di saat si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dan Toan Ki tin memasuki kuburan Ong bong, mungkin Oh Tin san sudah berada di sana, waktu itu mungkin saja ia baru membunuh paman Lan, mungkin pula sedang menggele-dah seluruh bangunan kuburan tersebut, karena mengetahui Si Yu gi menyelundup masuk barulah dia menyembunyikan diri di belakang meja batu besar" Agaknya Hu-yong siancu, Lan See giok dan Si Cay soat mempunyai perasaan yang sama pula, maka mereka pun mengangguk beru-lang kali tanpa komentar. Berdasarkan analisanya, Siau cian berkata lebih jauh. "Tindakan si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi tidak masuk bersama sama Toan Ki tin, sebaliknya secara diam-diam menyelun-dup masuk melalui lorong rahasia baru, mungkin- tujuannya ingin berpeluk tangan menyaksikan harimau berkelahi, tapi diapun tidak menyangka kalau setelah tiba dalam kuburan ternyata paman Lan telah tewas terbunuh, karena itu Si Yu gi tidak mengikuti Toan Ki-tin mengundurkan diri dari situ karena dia berniat menggeledah semua tem-pat yang mencurigakan dalam kuburan tersebut, siapa tahu disaat dia hendak mela-kukan penggeledahan itulah. adik Giok telah pulang." Melihat pandangan serta kesimpulan yang diambil putri kesayangannya Ciu Siau-cian begitu cermat dan teliti, tanpa terasba dia memandangj gadis

598

itu denggan sorot mata mbemuji, sementara kepalanya manggut-manggut berulang kali. Si Cay soat segera menyela. "Menurut penuturan enci Cian tadi. jadi kau menganggap Si Yu-gi sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin San telah bersembunyi di belakang meja batu?" Siau cian kembali mengangguk. "Tentu saja, bila ia tahu kalau Oh Tin san bersembunyi di dalam kuburan, disaat Toan Ki tin menyelamatkan Si Yu gi dari kuburan tersebut, Si Yu gi pasti sudah menjelaskan, tentang jejak Oh Tin san, tapi kenyataannya Toan Ki tin baru mengetahui akan gerak gerik Oh Tin san waktu itu barubaru ini." "Tapi ketika itu keadaan Si Yu gi toh sudah payah sehingga untuk berbicara saja tak mampu?" tanya Cay soat seperti baru teringat akan hal ini. Lan See giok segera menyela. "Hal itu tak lain hanya merupakan taktik licik Si Yu gi, bila dia tahu kalau si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san bersem-bunyi di dalam kuburan, dia pasti dapat ber-bicara." ""Jadi kalau begitu kepura-puraannya tak mampu berbicara hanya untuk menghindari pelbagai pertanyaan yang diajukan Toan Ki tin kepadanya?", tanya Cay soat tidak me-ngerti. Lan See giok mengangguk. "Tentu saja demikian, sebab dengan ber-buat begitu berarti dia bisa terhindar dari terbongkarnya maksud dan rencana busuk-nya, kembali Si Cay soot bertanya tidak mengerti. "Kalau toh Si Yu gi sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin san juga berada dalam kubu-ran, mengapa pula Oh Tin son mesti mem-binasakan Si Yu gi?" Hu-yong siancu tertawa-tawa, dan lantas menyela. "Tentu saja hal ini dikarenakan Si Yu gi sudah mendengar kalau anak Giok telah mengirim kotak kecil perak itu kemari, de-ngan dibunuhnya Si Yu gi oleh Oh Tin san berarti kecuali anak Giok, hanya dia seorang yang mengetahui tentang jejak kotak kecil itu." "Sungguh aneh," kata Siau cian pula se-olah-olah berguman, "kenapa Oh Tin san juga mendapat tahu akan tempat persembu-nyian paman Lan? Dengan cara bagaimana dia menyelundup ke dalam kuburan kuno dan membunubh paman Lan?" jHal ini hanya bgisa di jawab olbeh si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san seorang. " sahut Hu-yong siancu sedih.

599

Ketika mendengar sampai disini, Lan See giok segera berkerut kening, sorot mata tajam melintas lewat dari balik matanya, kalau bisa dia ingin sekarang juga memasuki benteng Wi-lim-poo dan mencari pembunuh ayahnya itu untuk membuat perhitungan. Maka kepada Hu-yong siancu. diapun memohon. "Bibi, mari kita mencari Oh Tin san sekarang juga, kita dapat meneruskan perja-lanan, dengan menumpang sampan ini, kita pun bisa menantangnya secara terang tera-ngan, jika dia bersikeras tak mau ke luar, kita bisa menyelundup masuk dengan me-nyelam di bawah permukaan air." Hu-yong siancu termenung sejenak kemu-dian mengiakan, maka Siau cian dan Cay soat pun bersama-sama mendayung kembali berangkat menuju ke benteng Wi-lim-poo. Malam itu udara sangat gelap, kecuali bintang hanya rembulan yang bersinar redup tapi nun di ufuk timur sana setitik cahaya putih sudah mulai muncul. Ratusan perahu perang Lim lo pa yang se-mula berkumpul di situ, kini sudah lenyap dari pandangan mata. Di tengah hembusan angin yang lembut, meski ke empat orang itu tidak tidur sema-lam suntuk, saat itu mereka tidak merasa lelah barang sedikitpun jua. Kecuali sampan kecil mereka yang sedang bergerak mengarungi telaga, serta suara per-cikan air yang memecah ke tepian, tiada ter-dengar suara lain di sana. Setelah melalui keheningan berapa saat, tiba-tiba terdengar Hu-yong siancu menghela napas panjang. Lan See giok dan Si Cay soat sama-sama merasa terkejut sehingga tanpa terasa berta-nya bersama. "Bibi, persoalan apa sih yang membuatmu kesal?" BAB 28 SEDANGKAN Siau cian dengan nada me-ngomel berseru pula. "Ibu memang selalu be-gini, bila seseorang lagi menenangkan diri, ia selalu menghela napas pendek, apa lagi kalau tidak lagi memikirkan kejadiankejadian lama yang memedihkan hatinya." Tergerak hati Lran See giok seszudah mendengar wperkataan itu. rmemanfaatkan ke-sempatan tersebut dia ingin mencari tahu keadaan yang sejelasnya dari bibinya itu. Maka dengan penuh rasa kuatir dia mene-gur. "Bibi. . . ." Tidak sampai anak muda itu menyelesai-kan kata katanya, Hu-yong siancu telah menghela napas sedih kemudian pelan-pelan menggelengkan kepalanya.

600

Lan See giok tahu bahwa bibinya sedang kurang senang hati, dalam keadaan begini biasanya persoalan apa pun yang ditanya kan pasti tiada jawaban. Karenanya diapun merasa enggan untuk bertanya lagi Padang ilalang yang luas semakin dekat di depan mata, sementara fajar pun mulai menyingsing. Hu-yong siancu segera menenangkan hati-nya, seakan akan sedang menyimpan kem-bali semua kesedihan hatinya. kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia memberi tanda kepada Cay soat dan Siau cian agar memperlambat da-yungan nya. Dengan ketajaman matanya yang luar bia-sa Lan See giok memandang sekejap ke arah padang ilalang di sebelah kiri, kemudian se-runya. "Di tempat tersebut terdapat sebuah pintu -air ---" Hampir bersamaan waktunya. Cay soat dan Siau cian telah melihat pula jalan air itu, sampan pun segera diarahkan ke sana. Diam-diam Lan See-giok menghimpun tenaga dalamnya ke dalam tangan untuk ber-siap siaga menghadapi segala sesuatunya, sedang kan Hu-yong siancu juga bersiap sedia, dengan sorot mata yang tajam mereka awasi situasi di seputar sana, kuatir tibanya sergapan yang datang secara tibatiba... Setelah makin mendekat, mereka temukan tempat itu memang sebuah jalan air, di de-pan jalan air itu tumbuh dua lapis rumput ilalang yang tinggi, tak heran kalau tempat tersebut sukar ditemukan dari kejauhan. Untuk berjaga jaga terhadap segala ke-mungkinan yang tak diinginkan, Lan See -giok bangkit berdiri, sorot matanya yang tajam dipancarkan memperhatikan sekitar situ.. sedang ke sepuluh jari tangannya bersiap sedia melepaskan serangan ke arah tempat yang mencurigakan... Siau cian serta Cay soat mendayung sema-kin kuat. sampanpun bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya menembusi jalan air selebar delapan depa itu. "Sreeet....!" Sampan kecil itu menerjang masuk dengan cepat. Mendadak . . . . . dari balik hutan ila-lang itu bergema suara tempik sorak yang gegap gempita "Sau-pocu telah kembali....! "Hooore . . . sau pocu telah kembali..." Menyusul sorak sorai yang amat nyaring itu. ilalang disingkap orang dan muncul enam orang lelaki kekar berpakaian renang warna hijau dengan wajah penuh peng-hara-pan. Lan See giok merupakan seorang yang kaya akan perasaan, sehabis mendengar suara sorak sorai tersebut dia menjadi ter-pengaruh emosi. hawa murni yang telah dihimpun pun segera dibubarkan kembali.

601

Siau cian dan Cay soat yang menyaksikan kejadian ini pun dibikin tertegun. Sebaliknya berkilat sepasang mata Hu-yong siancu, cepat dia bangkit berdiri, lalu bisiknya kepada Lan See giok. "Anak Giok, ayolah kita makan siasat de-ngan siasat cepat kau tanggapi mereka !" Cepat Lan See giok mengunjukkan senyu-man di wajahnya, dia mengangkat tangannya dan diulapkan berulang kali kearah ke enam lelaki kekar yang sedang berenang mendekat itu. Dalam pada itu, dari balik ilalang di depan sana pun saling menyusul bergema tempik sorak yang penuh kegembiraan, lalu dari mana-mana muncul orang yang berenang mendekat. Lan See-giok kuatir kehadiran mereka akan menunda rencananya, sambil memberi tanda kepada siau- cian dan Cay soat agar mempercepat dayungnya, dia pun mengulap kan tangannya sambil berteriak keras: "Musuh besar belum pergi jauh, harap saudara sekalian tetap berjaga di pos masing-masing, ingat jangan bergerak meninggalkan pos masingmasing secara sembrono!" Sementara pembicaraan berlangsung sam-pan kecil itu meneruskan perjalanannya me-lesat ke dalam lorong air, tapi kawanan lelaki kekar yang berada di kedua sisi lorong itu tetap memberi sambutan yang meriah. . Hu-yong siancu sangat terharu oleh keja-dian tersebut. dia tak menyangka kehadiran Lan See giok dalam benteng Wi-lim-poo mesti hanya berlangsung selama dua hari, namun kehadirannya telah meninggal-kan kesan yang begitu mendalam dihati lelaki--lelaki kekar anggota benteng itu... Semakin ke dalam sampan itu bergerak, sambutan yang diberikan semakin bertam-bah meriah, dimana mana muncul tangan manusia yang sedang menggapai, atau wa-jah-wajah gembira yang bersorak sorai... Di samping membalas sambutan orang-orang itu dengan senyuman, dalam hati kecilnya Lan See giok juga maju sendiri, pikirnya. " "Yaa, dari mana mereka bisa tahu kalau kedatanganku kali ini adalah bertujuan membunuh loo-pocu mereka?" Setelah menempuh perjalanan sekian waktu lagi. muncul banyak jalan lorong yang bercabang cabang, dalam keadaan begini Siau cian dan Cay soat tidak tahu harus me-nempuh jalan yang mana. Untung saja di kedua sisi jalan telah mun-cul banyak lelaki kekar yang memberi pe-tunjuk belok ke kiri kanan, ke barat atau utara..Setelah menempuh perjalanan sekian waktu, akhirnya mereka ke luar dari pepoho-nan ilalang yang lebat dan semua pemanda-ngan pun muncul di depan mata.

602

Seratus kaki di depan mereka, kini nampak sebuah bangunan benteng yang besar dan kokoh. di atas lorong benteng tergantung tiga buah lentera merah yang besar dan bergo-yang goyang ketika terhembus angin. Berhubung tempik sorak telah bergema semenjak sampan memasuki lorong air. maka ketika sampan itu akhirnya muncul di bawah benteng, sorak sorai yang keras pun kembali menggema di situ." Enam orang lelaki kekar, berbaju merah celana hijau, bersama sama meniup terompet mereka begitu melihat Lan Se giok telah muncul di situ. Tambur yang menderu deru seperti guntur membelah pula keheningan. sementara para pengawal bersama sama mengangkat tombak mereka memberi hormat. Menyaksikan keadaan demikian, tanpa terasa Lan See-giok jadi teringat kembali dengan upacara perkenalan yang diselengga-rakan Oh Tin-san setahun berselang, hal tersebut membuat perasaannya menjadi tak karuan. Hu-yong siancu diam-diam memberi tanda kepada Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar meneruskan perjalanan untuk menghindari segala kemungkinan, setelah itu bisiknya kepada Lan See giok. "Anak Giok, pembunuhan atas ayahmu merupakan dendam yang lebih dalam dari-pada samudra, harap kau jangan melupakan tujuan kedatanganmu kemari!" Lan See giok terkesiap dan buru-buru menyahut, hampir saja air mata jatuh berli-nang membasahi wajahnya. Ketika sampan berada puluhan kaki dari pintu gerbang, suara gemerincing nyaring bergema memecahkan keheningan, pintu gerbang yang tertutup pelan-pelan bergerak ke atas. Agak emosi juga Siau cian dan Cay- soat setelah menyaksikan kejadian ini, terutama sekali setelah menyaksikan arsitek pemba-ngunan benteng Wi-lim-poo yang begitu megah " Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan, Lan See giok berdiri di ujung sampan dengan wajah serius meski senyum tetap dikulum, sementara tangan-nya berulang kali diulapkan untuk mem-balas hormat para lelaki bertombak yang berada di atas dinding benteng. Bagaikan anak panah yang terlepas dari busur, sampan itu melesat masuk ke dalam pintu benteng, dari balik benteng segera ber-gema sorak sorai penuh kegembiraan. suara tambur dari bangunan loteng juga di-bunyi-kan bertalu talu. Sepanjang tanggul lorong air, manusia berdesakan memberi sambutan yang meriah, malah boleh dibilang sambutan yang mereka berikan mendekati kalap.

603

Diam-diam Siau - cian dan Cay soat gem-bira melihat kejadian tersebut, mereka tidak mengira kalau usaha mereka me-masuki benteng Wi-lim-poo dapat berlangsung de-ngan luar biasa lancarnya. dengan lega-nya hati mereka sampan pun bergerak makin lamban. Sementara itu Lan See-giok merasa kehe-ranan oleh kejadian yang dihadapinya, dia tidak mengerti apa sebabnya diantara para penyambut yang amat ramai itu sama sekali tidak nampak Oh Tin-san dan Say--kui hui? Diapun heran mengapa masalah kaburnya dia dari benteng tidak disiarkan Oh Tin san kepada segenap anak buahnya? Atau mung-kin mereka berdua yakin dia tak akan berani datang ke sini lagi? Pada saat itulah sebuah sampan kecil tiba-tiba muncul dari ruangan tamu telaga emas dan bergerak mendekat. Mengetahui siapa yang datang, dengan perasaan terkejut Lan See giok berpaling ka arah Hu-yong siancu sembari berkata. "Bibi yang datang adalah Be Siong pak. orang menyebutnya Say go yong, dia adalah juru pikir Oh Tin san. orangnya licik dan banyak akal muslihatnya, sebentar bibi mesti berhati-hati terhadapnya." Dengan tenang Hu-yong siancu mengang-guk tanda mengerti, di samping itu diapun mulai memperhatikan si kakek bungkuk yang waktu itu berdiri hormat di atas sam-pan. Kakek bungkuk itu berperawakan pendek dan kecil, dia mengenakan jubah panjang berwarna putih. bermata segi tiga dan meme-lihara jenggot kambing, sorot matanya dili-puti perasaan kaget dan gelisah tapi senyuman penuh di bibir, jelas seorang manusia berwajah licik. Ketika kawanan lelaki kekar yang memberi sambutan di kedua sisi tanggul melihat kemunculan Be Siong pak. suasana seketika berubah menjadi amat hening. Be Siong pak segera menjura kepada Lan See giok dari kejauhan.. lalu dengan wajah penuh senyuman licik dia berkata: "Hamba Be Siong pak gembira sekali, mendengar kedatangan kembali sau pocu. bila penyambutan agak terlambat harap sau pocu sudi memaafkan" Lan See giok tertawa tergelak. dia batas memberi hormat seraya merendah. "Tidak berani. tidak berani. banyak tahun tak bersua muka, Be to enghiong masih tetap nampak segar bugar" Be Siong pak sama sekali tak berani melirik kearah Hu-yong siancu, Si Cay soat maupun Ciu Siau cian, ketika mendengar perkataan dari Lan See-giok tersebut, Ia segera tersenyum sambil menyahut dengan hormat: "Kesemuanya ini tak lain berkat puji syu-kur dari sau pocu..."

604

Sambil berkata dia memandang sekejap ke arah Hu-yong siancu yang memegang kemudi serta Cay soat dan Siau cian yang memegang dayung. lalu buru-buru serunya kepada ka-wanan lelaki kekar yang berada di sisi tang-gul. ""Ayo kemari dua orang untuk mengganti kan kedua nona ini." "Tidak usah Be lo-enghiong..." cegah Lace See giok . Belum selesai is berkata, tiba-tiba dari arah ruang tamu telaga emas telah berkumandang suara keleningan kecil yang amat ramai. . Paras muka Lau See giok berubah hebat sekilas sinar tajam melintas dibalik matanya.. Hu-yong siancu segera mengerti, sudah pasti Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin-san yang telah datang, Dari ujung lorong air itu muncul sebuah perahu berkepala naga emas, perahu itu meluncur datang dengan kecepatan tinggi, ternyata orang yang berada di ujung geladak adalah seorang gadis genit bergaun panjang, waktu itu dia sedang menggapai kearah ke mari dengan wajah penuh kegelisahan. Be Siong pak yang menjumpai habl itu segera bejrteriak keras: g "Nona telah dabtang untuk menyambut ke-datangan sau pocu" Lan See giok segera berpaling, betul juga ternyata Oh Li cu yang datang, hal ini mem-buat hatinya amat kecewa, tapi ia toh berta-nya juga. "Sejak kapan nona kembali ke benteng?" Waktu itu Be Siong pak sedang sibuk me-merintahkan orang untuk menggantikan pe-megang dayung, jadi ia tidak melihat akan perubahan wajah Lan See giok, kini Setelah berpaling meski di jumpai pula perubahan aneh pada wajan pemuda itu, dia mengira hal tersebut dikarenakan tak bersua dengan lo pocu, karenanya hal mana tak dipikirkan ke dalam hati. Sahutnya kemudian dengan hormat. "Baru senja kemarin tiba di benteng." Lan See giok terkejut juga oleh kecepatan Oh Li cu pulang ke benteng, tapi ia tidak memberi tanggapan lebih jauh. hanya tanya-nya kemudian sewaktu tidak menjumpai ke-hadiran Oh Tin-san di atas perahu naga emas tersebut: "Mana Lo-pocu?" "Semenjak Sau pocu meninggalkan ben-teng, keesokan harinya lo pocu dan hujin tu-rut meninggalkan benteng pula..." Lan See giok terkejut dan segera berkerut kening, timbul perasaan gelisah, mendongkol dan tak tenang yang akhirnya meletus men-jadi api kemarahan, berkilat sorot matanya. Oleh pandangan sang pemuda yang meng-gidikkan hati itu, Bee Siong-pak gemetar keras dan cepat-cepat menundukkan kepala nya kembali...

605

Baru sekarang Hu-yong siancu mengerti, apa sebabnya selama setahun lebih ini me-ngapa jejak Oh Tin san suami istri tidak nampak, lantas kemana perginya Oh Tin san berdua? Inilah yang membuat pusing kepalanya. Dalam pada itu, Hu-yong siancu yang melihat Lan See giok memperlihatkan sikap yang kurang wajar segera mendehem dan ujarnya dengan tenang, "Anak Giok, nona Oh tiba!" Ketika mendengar sebutan anak Giok." Be Siong pak segera mengangkat kepalanya dan memandang sekejap wajah anggun pe-rem-puan itu dengan terkejut, ia nampak agak termangu. Lan See giok segera menyadari bakan kekhilafanjnya, cepat dia gmemusatkan kem-bbali pikirannya sambil mendongakkan kepala, waktu itu perahu naga emas telah berada lima kaki dihadapannya. Tampak Oh Li cu sedang mengulapkan tangannya berulangkali dengan wajah gem-bira bercampur gelisah, dibalik matanya yang genit, dia seakan akan hendak memperingat-kan kepada pemuda itu agar jangan banyak bicara. Ketika Oh Li cu menyaksikan Hu-yong siancu juga berada di atas kapal tersebut, dengan kejut bercampur girang ia segera ber-sorak gembira. "Aaah, bibi! Baik. baikkah kau?" Kemudian dengan sikap yang amat tulus dia memberi hormat kepada perempuan tersebut. Tentu saja peristiwa ini membuat Be Siong pak tertegun, ia betul-betul dibuat semakin kebingungan. Lan See giok, Siau clan dan Cay soat saling. menyapa pula dengan Oh Li cu, ada yang memanggil enci Oh, ada pula yang me-nyebut enci Cu. suasana betul-betul riang gembira. Dengan senyum ramah menghiasi wajah-nya Hu-yong siancu menyapa pula. "Baik baikkah kau nona Oh!" Setelah perahu naga emas itu bersandar di sisi sampan kecil. Oh Li cu mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian naik ke atas kapal-nya. Hu-yong siancu pun tidak menampik, tidak melihat bagaimana gerakan tubuhnya tahu-tahu dia sudah melambung ke tengah udara. See-giok, Cay soat dan siau cian segera menyusul pula di belakangnya dan melayang ke atas perahu. Untuk kedua kalinya Be Siong pak dibuat termangu, apalagi kawanan lelaki yang ber-kerumun di sekeliling situ, mereka benar-benar terkesima

606

dibuatnya, mimpi pun mereka tidak mengira kalau dalam dunia persilatan terdapat ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna dan hebatnya. Menanti Siau cian serta Cay soat telah meninggalkan tempat duduknya. maka di-bagian buritan sampan kecil itu segera mun-cul sebuah gambar kepala setan yang berta-ring. lambang khas dari pihak Lim-lo pah pimpinan Toan Ki tin. Paras muka Be Sriong pak serta zOh Li cu segeraw berubah hebat.r saking kagetnya mereka berdua sampai menjerit tertahan, se-baliknya kawanan lelaki yang berada di kedua tanggul menjadi gaduh. Hu-yong siancu dapat menyaksikan semua nya itu dengan jelas. sambil tertawa hambar segera ujarnya kepada Oh Li-cu. "Kemarin malam anak Giok sedang pulang ke benteng dengan naik sampan kecil.. ketika tiba di tengah te1aga, ia saksikan di situ berlabuh beratus buah kapal perang, anak Giok mengira kapal-kapal itu milik benteng kalian, siapa tahu setelah mendekat baru diketahui sebagai pasukan kapal perang dari Lim lo pah, akibatnya terjadilah bentrokan kekerasan, namun alhasil anak Giok berhasil menghajar Toan Ki tin hingga terluka parah, malam itu juga Toan Ki tin telah memimpin pasukannya kembali ke telaga Tong ting. itulah sebab nya kami datang dengan memakai sampan kecil milik mereka" Baru saja Hu-yong siancu menyelesaikan kata katanya. para lelaki kekar yang berada di sekitar sana telah bersorak sorai penuh kegembiraan. ada yang berlarian menyampai kan berita itu kepada rekan rekannya, ada pula yang lari ke loteng benteng dan me-nyiarkan kabar tersebut ke seantero benteng. Tak heran kalau dalam waktu singkat berita tentang dirobohkannya Toan Ki tin oleh sau pocu telah tersebar rata di seluruh benteng Wi-lim-poo: Be Siong pak berpikir agak tertegun, sete-lah berulang kali mengalami rasa terkejut bercampur gembira, manusia yang paling pandai mengumpak ini sekarang betul-betul kebingungan sehingga dia tak tahu bagai-mana mesti mengucapkan selamat kepada Lan See-giok. Dengan sorot mata penuh rasa terima kasih Oh Li cu memandang sekejap ke arah Lan See giok, demi keleluasaan mereka dalam berbincang, tampaknya dia sengaja hendak menyingkirkan Be Siong-pak dari situ, maka serunya kemudian dengan gembira. "Be congkoan untuk merayakan kemena-ngan sau pocu, seluruh isi benteng harus ikut merayakan nya, terselenggaranya pesta tersebut kuserahkan pertanggungan jawab-nya kepadamu, sedang sau pocu sudah

607

lelah karena bertempur semalaman, biar aku yang menjamunya dalam benteng, jadi dia tak akan menghadiri pesta kalian." Be Siong pak merasa semangatnya bangkit kembali setelah mendengar ucapan tersebut, cepat dia meluruskan yang bungkuk serta mengiakan. Oh Li cu mempersilahkan Hu-yong siancu dan Lan See giok sekalian naik ke perahu naga emasnya diiringi suara dentingan bel berangkatlah perahu tersebut menuju ke dalam benteng. Hu-yong siancu duduk dikursi utama milik Oh Tin san sambil memperhatikan sekejap ruang perahu yang gemerlapan itu kemudian tanyanya dengan penuh perhatian. "Nona Oh, ketika semalam kau kembali, apakah sudah kau tanyakan arah kepergian lo-pocu dan hujin?" Dengan cekatan Oh Li cu yang duduk di kursi sebelah kiri memandang sekejap ke arah beberapa orang lelaki berpakaian ring-kas yang berada tak jauh dari situ, lalu jawabnya dengan hormat. "Berhubung ayah pergi dengan tergesa gesa sehingga tidak memberi pesan yang jelas, maka tak seorangpun yang tahu kemanakah mereka berdua telah pergi" Hu-yong siancu tahu kalau Oh Li cu merasa kurang leluasa untuk berbicara di sini, maka diapun mengangguk serta tidak banyak bertanya lagi. Siau cian dan Cay soat duduk termenung sambil mengawasi bangunan rumah di air sepanjang perjalanan. tampaknya mereka tertarik oleh keadaan bangunan di situ, Setelah melewati lagi dua pintu gerbang, dia menembusi sebuah jembatan besar sam-pailah mereka dalam benteng, perahu naga emas pun berlabuh di depan bangunan rumah Oh Li cu. 0h Li cu mengajak Hu-yong siancu. Cay soat dan Siau cian memasuki gedung bagian belakang, banyak dayang segera munculkan diri serta menyambut kedatangan mereka. Sedangkan Lan See giok sendiri segera teringat dengan pengalamannya dimasa Lampau disaat dia sedang berdua dengan On Li cu. waktu itu keadaannya sungguh berbe-da dengan keadaan sekarang. Setelah Oh Li cu menjelaskan kbeadaan yang diajlaminya semalamg. diapun menitabh-kan dayang untuk menyiapkan hidangan lezat. tapi berhubung ada kaum dayang turut hadir di situ maka mereka tidak membicara-kan soal jejak yang menyangkut Oh Tin san. Seusai bersantap, dengan alasan sau pocu perlu beristirahat, semua dayang di-perintah-kan agar mengundurkan diri. Setelah Oh li cu mempersilahkan Hu-yong siancu sekalian memasuki kamarnya untuk beristirahat.

608

Ketika memasuki kamar Oh Li cu. Lan See giok segera dibuat tertegun, ternyata dalam semalam, saja kamar tidur Oh Li cu telah dirubah dari warna merah menjadi warna biru, hal ini mendatangkan suasana yang nyaman bagi siapapun yang memandang, la mengerti apa yang telah menyebabkan Oh Li cu berubah begini, sebaliknya Hu-yong siancu, Cay soat, dan Siau cian selain me-rasa ruang itu nyaman, sama sekali tidak tahu kalau Oh Li cu telah merubah sama sekali croak dekorasi dalam ruangan-nya Kalau Siau cian menemukan perubahan yang menyolok dari watak Oh Li cu maka Cay soat justru memperhatikan pandangan pe-nuh rasa cinta dari Oh Li cu terhadap engkoh Giok nya. Lain halnya dengan Hu-yong siancu, dia cuma menguatirkan jejak Oh Tin san suami istri, sebab hal ini menyangkut soal dendam kesumat Lan See giok. Selesai menghidangkan air teh. Oh Li cu baru mengeluarkan sepucuk surat dari bawah pembaringannya dan diserahkan kepada Hu-yong siancu. Hu-yong siancu tahu pasti ada yang tak beres maka surat itu segera diteliti dengan seksama. Pada sampul bagian depan, tertera bebe-rapa huruf yang cukup besar. "Ditujukan untuk anak Cu pribadi." Biarpun Hu-yong siancu melihat sampul surat telah robek, tak urung ia bertanya lagi kepada Oh Li cu dengan suara rendah. "Sudah nona Oh baca isi suratnya?" "Sudah" Oh Li cu mengangguk dengan hormat. "anak Cu telan melihat dengan sek-sama, silahkan bibi untuk memeriksa sekali lagi-.." Dari panggilan "bibi" kepadanya, Hu-yong siancu segera memahami apa maksud Oh Li cu berbuat demikian, maka dia punb tidak menampikj lagi dan memergiksa isi surat btersebut. Tapi wajahnya berubah hebat sambil me-ngangkat kepalanya cepat ia bertanya. "Tahukah nona Oh tujuan mereka ke sana?" Dengan cepat Oh Li cu menggeleng, "Anak Cu bodoh, tak dapat kutebak maksud tuju-an mereka," sahutnya lirih. Hu-yong siancu segera memberi tanda kepada Lan See giok. Siau cian serta Cay- soat untuk ikut membaca isi surat tersebut. Lan See-giok paling menguatirkan jejak Oh Tin san, maka ia menghampiri perempuan tersebut lebih dulu dan membaca iri surat tersebut, tapi wajahnya segera berubah. Dalam surat tersebut hanya tercantum be-berapa huruf yang garis besarnya mengata-kan bahwa mereka telah berangkat ke luar lautan,

609

menuju ke tempat kediaman Wan san popo untuk membalas dendam. bila Oh Li-cu telah kembali maka dia diminta untuk me-ngurusi masalah benteng dan paling lambat setengah tahun kemudian pasti akan kem-bali. Seusai membaca surat tersebut, Lan See giok segera bertanya kepada Oh Li-cu. "Apa hubungan antara Wan San popo de-ngan Oh Tin-san?" "Wan-san popo adalah guru dari ibu...bukan guru dari ibu angkatku Say kui hui." Lan See giok berkerut kening sambil ter-menung, lalu sambil menoleh ke arah Hu-yong siancu katanya. "Bibi, menurut pendapat Anak Giok, keper-gian Oh Tin san, suami istri ke bukit Wan san tak lebih karena dua alasan, pertama karena dia mulai gugup dan panik sehingga berusaha untuk menghindari suhu To Seng cu kedua diapun ingin memperdalam ilmu-nya di bukit Wan san agar di kemudian hari bisa mencari bibi untuk membalas den-dam...." Siau cian, Cay soat serta Oh Li cu segera mengangguk tanda setuju dengan pendapat itu. Berbeda sekali dengan Hu-yong siancu, katanya. "Kalau menurut pendapatku, tujuan mereka yang terutama mungkin menghadapi To seng cu Cia locianpwe" Tergerak hati Cay soat. dia seperti teringat akan sesuatu, segera bisiknya kepada Lan See giok. "Engkoh Giok, urcapan bibi memazng benar, kau swudah lupa dengarn perkataan Lam hay lo koay tahun berselang sebelum pergi me-ninggalkan suhu, bukankah dia bilang sam-pai berjumpa di rumah kediaman Wan san popo . . . ?" Sekali lagi paras muka Lan See giok berubah setelah mendengar ucapan tersebut, kepada Hu-yong siancu kembali ia berkata. `Bibi, Lam hay lokoay memang telah ber-kata begitu, menurut pendapat anak Giok, tidak kembalinya suhu hingga kini bisa jadi sudah termakan perangkap mereka, kita su-dah seharusnya berangkat ke Wan san dalam waktu singkat." Hu-yong siancu termenung sesaat, lalu sa-hutnya dengan tenang. "Lebih baik menunggu sampai si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong pulang kembali, kita baru berunding sebelum me-mutuskan untuk mengambil suatu tindakan, siapa tahu Thio lo enghiong masih lebih tahu daripada kita?" Lan See giok merasa perkataan ini ada benarnya juga, maka diapun segera mengu-sulkan.

610

"Bagaimana kalau sekarang juga anak Giok pergi ke dusun kaum nelayan? Siapa tahu Thio loko dan Thi gou telah kembali?" "Jangan!" cegah Hu-yong siancu." saat ini segenap anggota benteng sedang bergembira atas kedatanganmu, kau tak boleh pergi secepatnya . . . " "Bibi, biar aku saja yang menjemput Thio loko" buru-buru Cay soat menyela. Oh Li cu yang mendengar perkataan terse-but segera berubah wajahnya. dengan ge-lisah ia berkata. " Bibi, jangan kalian ajak si naga sakti -pembalik sungai Thio locianpwe datang ke-mari, sebab selama ini Thio locianpwe dan pihak Wi-lim-poo bersikap bermusuh-an" Lan See giok tahu bahwa apa yang dikata-kan Oh Li cu memang benar, maka katanya kemudian: "Lebih baik aku saja yang pergi. sebab Thio loko berniat menjumpaiku secepat-nya." "Kalian tak usah pergi semua," ucap Hu-yong siancu dengan kening berkerut. "biar aku seorang diri pergi ke situ, karena aku masih ada masalah yang perlu dirundingkan dengan Thio lo enghiong." Cay soat menguatirkan keselamatan Siau -thi-gou, cepat-cepat dia berkata pula. "Kalau begitu, biar aku dan bibi pulang le-bih dulu, sebab di rumah aku masih ada ku-daku dan perlu secepatnya menengok keadaan adik Thi gou." Hu-yong siancu merasa seorang diri me-mang sulit mengurusi dua ekor kuda sekali-gus, maka diapun mengangguk. "Baik. biar anak Soat yang ikut aku pu-lang, aku seorang diri memang tak akan mampu mengurusi dua ekor kuda sekaligus." "Tapi Thio loko ada urusan yang ingin segera dibicarakan denganku..." kata Lan See-giok agak gelisah. "Besok, kau boleh mencari kesempatan untuk mengajak nona Oh berpesiar ke luar benteng. aku akan menunggu kedatangan kalian di rumah kediaman Thio lo enghiong" usul Hu-yong siancu. Lan See giok mengangguk sambil mengia-kan, Oh Li cu pun memerintahkan dayang-nya untuk mempersiapkan perahu, Tengah hari itu, Hu-yong siancu dan Cay soat dihantar oleh See giok bertiga berangkat meninggalkan benteng Wi-lim-poo menuju ke dusun kaum nelayan.

611

Mereka baru kembali ke dalam benteng setelah menyaksikan sampan yang di tum-pangi Hu-yong-siancu berdua telah berada ratusan kaki dari benteng. Untuk pertama kali ini Siau-cian hidup berpisah dari ibunya, terutama sekali tinggal dalam lingkungan yang masih asing baginya, timbul suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata di dalam hatinya, untung Lan Seegiok selalu mendampinginya sehing-ga tidak sedikit kesulitan yang dapat di atasi. Oh Li cu cukup mengetahui akan bobot Siau cian dalam perasaan Lan See-giok, ter-hadap kelembutan, ketenangan sikapnyba yang jarang bjerbicara dia seglalu memperhatib-kan secara bersungguh-sungguh ..... Sesungguhnya Lan See-giok sudah me-ngetahui akan perasaan hati Siau cian dan se-lalu menaruh perhatian khusus terhadap-nya, tapi berhubung selama ini adik Soatnya yang binal selalu hadir di situ, maka ia tak berani memperlihatkan perhatian yang berle-bihan. Tapi sekarang setelah Hu-yong siancu dan Si Cay soat pergi, rasa perhatian tadi oto-ma-tis tertera nyata di atas wajahnya. Oh Li-cu ternyata cukup tahu diri, ia mengerti andaikata tiada belas kasihan dari Siau cian dan bantuan dari Hu-yong siancu, jangan harap ia akan tercapai cita-citanya sepanjang hidup Betul kakak kandungnya Tok Nio-cu telah 'menjamin" kepadanya berulang kali bahwa selama Lan See giok masih hidup di dunia ini. dia pasti punya akal untuk memenuhi pengharapannya. tapi persoalan di dunia, terlalu banyak perubahannya, siapa yang bisa menduga keadaan dimasamendatang? Siau cian segera menemukan kalau Oh Li cu berdiri seorang diri di belakangnya. maka diapun mengalihkan pembicaraan ke soal lain. tapi biarpun kedua orang itu berbincang sambil tertawa, namun kedua belah pihak sama-sama tak mampu menyembunyikan kemurungan yang melekat di wajah mereka, Lan See giok melihat hal ini dengan jelas. dia merasa berkewajiban untuk mengusahakan agar enci Ciannya menjadi gembira. Setelah masuk ke pintu gerbang suara ge-lak tertawa dan orang bertaruh kedengaran di mana-mana, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, kepada Siau-lian si dayang yang berada di belakangnya ia pun berse-ru: "Siau-lian, aku hendak melihat lihat keadaan di ruang tamu telaga emas." Siau - lian mengiakan dengan hormat, sampan kecil itupun melaju lebih cepat. Selamanya Oh Li cu tak pernah mem-bang-kang keinginan Lan See-giok, karenanya dia tak banyak berbicara, sedangkan Siau-cian yang melihat Oh

612

Li cu tidak memberi penda-pat apa-apa tentu saja lebih tak leluasa un-tuk menghalangi. Tatkala sampan muncul di lorong air yang lebar, para pengawal yang berada di luar ru-ang tamu telaga emas telah melihat kedata-ngan mereka, seorang diantaranya segera berlarian memasuki ruangan yang lebar itu. Suasabna gaduh yang sjemula mencekam gruangan itu sekbetika menjadi tenang, tapi menyusul kemudian meledak kembali tempik sorak yang gegap gempita. Menyusul suara bangku ditarik, berpuluh puluh manusia dengan aneka macam pakaian telah bermunculan dari ruangan sambil bersorak sorai menyambut kedata-ngan sampan kecil itu. Be Siong pak yang bungkuk diiringi ke em-pat komandan kapal perang sama-sama menampilkan diri pula dari ruangan dan menyambut kedatangan sau cengcu nya de-ngan hormat. Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir Lan See giok, dengan mata ber-kilat dia mengulapkan tangannya berulang kali--Dalam keadaan begini, Siau cian dan Oh Li cu tak mampu berbicara lagi, terpaksa mereka mengalihkan perhatiannya ke wajah manusia-manusia yang berjajar di tepi der-maga dengan wajah memerah dan sorot mata yang setengah mabuk itu. Tiba-tiba di tepi tanggul, Lan See giok segera berbalik badan dan berkata sambil tertawa. "Cici berdua silahkan naik ke daratan lebih dulu!" Ditatap begitu banyak manusia, Siau cian merasa pipinya memerah, apa lagi oleh sikap Lan See giok sekarang, ia semakin tersipu sipu dibuatnya, Sementara dia masih ragu, Oh Li cu. telah menuntun tangannya sambil berkata dengan senyuman dikulum. "Adik Cian adalah tamu sedang adik Giok adalah tuan rumah, sudah sepantasnya, adik Cian yang naik lebih dulu." "Tentu saja, tentu saja? Lan See giok segera menimpali, "mana ada tuan rumah naik lebih dulu?" " Sementara berbicara, tidak kelihatan gera-kan apapun, tabu-tahu tubuhnya sudah, naik ke daratan. Seketika suasana dicekam keheningan lagi, Be Siong pak dan ke empat komandan pasu-kan. ditambah puluhan lelaki kekar lainnya sama-sama memandang dengan tertegun. Bukan saja mereka terkejut oleh kehebatan Siau cian. terutama sekali oleh kecantikan wajahnya, mereka benar-benar dibuat terke-sima. Sebagai tuan rurmah, Lan See-gizok pun memperkewnalkan Be Siongrpak beserta ke empat komandan-pasukan itu kepada si nona

613

"Dia adalah satu-satunya putri kesayangan Hu-yong-siancu Han lihiap, nona Ciu siau cian adanya" Seruan tertahan sekali lagi bergema di se-luruh arena, malah ada diantara mereka yang maju sampai berapa langkah agar bisa mengamati wajah putri cantik itu lebih jelas lagi. Sebaliknya Be Siong-pak dan ke empat komandan pasukan itu sama-sama terkesiap buru-buru mereka memberi hormat kepada gadis tersebut.... Dalam hati kecilnya Siau cian menggerutu karena kelancangan mulut adik Gioknya tapi di luar dia tetap merendah kepada Be Siong-pak sekalian dengan senyuman di-ku-lum bagaikan mengiringi seorang kaisar mereka mengiringi Lan See-giok sekalian memasuki ruangan. Di meja bagian tengah terdapat lima buah tempat yang semula memang dipersiapkan buat Lan See-giok sekalian, maka mereka bertiga pun menempati tempat masing-masing. Begitulah perjamuan pun berlangsung amat meriah sehingga matahari condong ke barat, saat itulah Lan See giok sekalian baru kembali ke gedung mereka. Tiba di gedung kediaman Oh Li-cu Lan See giok sudah mabuk oleh arak, sedang wajah Siau cian juga berubah menjadi merah padam karena pengaruh alkohol, untung saja tenaga dalam yang mereka miliki cukup sem-purna sehingga tak sampai roboh tak sadar-kan diri seperti kebanyakan orang lainnya. Oh Li cu mengajak Lan See giok berdua menuju ke kamar tidurnya dan memberi mangkuk kuah hati teratai kepada mereka, pengaruh arak seketika bilang sebagian be-sar. Mendadak Lan See giok teringat akan se-suatu, semenjak tiba di benteng Wi-lim-poo dia merasa tak pernah-bertemu dengan Thio Wi kang si muka monyet, dengan nada tak mengerti segera tanyanya. "Apakah Thio Wi kang tidak berada dalam benteng?" Oh Li cu berkerut kening lalu menjawab dengan sedih: "Menurut Be congkoan, suatu malam entah mengapa, tiba-tiba Thio Wi--kang memasuki ruang pribadi lo-pocu, se-tengah jam kemudian mendadak terdengar jeritan ngeri bergema dari ruangan tersebut, lalu muncul Thio Wi-kang dengan sem-poyo-ngan dan akhirnya, roboh tewas, mimik wa-jahnya memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa, seakan akan bertemu setan saja. Lan See giok merasa amat tergetar perasaannya. dengan nada tidak mengerti tanya-nya kemudian. "Apakah ada jago-jago lihay yang di tempatkan di gedung pribadi pocu untuk menjaga keamanan di situ ?"

614

Oh Li-cu menggeleng. "Pintu gedung terkunci rapat, pada hakekatnya tak nampak seorang manusia-pun." "Darimana Be congkoan bisa tahu kalau Thio Wi kang kaburnya dari dalam gedung pribadi pocu?", tanya Siau-cian dengan tidak mengerti?" "Be congkoan sendiripun mendapat kete-rangan tersebut dari seorang dayang. Dengan kening berkerut Lan See-giok segera termenung, lama kemudian dia ber-gumam. "Heran, mengapa ditengah malam bisa Thio Wi-kang memasuki gedung kediaman pocu? Bila gedung itu tidak dijaga orang mengapa pula Thio Wikang bisa mati cara menda-dak..." "Pernahkah kau memasuki gedung untuk melakukan pemeriksaan---?! tanya Siau cian tiba-tiba sambil menengok kearah Oh Li-cu. Oh Li-cu segera mengangguk, "Aku bersa-ma Be congkoan telah melakukan pemerik-saan semalam---" "Adakah sesuatu yang kau temukan?" tanya -Lan See- giok penuh perhatian. Oh Li cu segera menggeleng. Kecuali gerendel jendela sebelah kiri sudah dibongkar, tidak kujumpai sesuatu yang aneh." Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, dengan suara lirih kembali dia berbisik: "Seingatku, dulu Thio Wi-kang adalah ang-gota benteng Wi-lim-poo ini.." Tergerak perasaan Lan See-giok dan Ciu Siau cian oleh perkataan itu, tanpa terasa bisiknya: "Apa kau bilang" Oh Li-cu menbghela napas sedjih: "Aaaai, magsalah telah berbkembang jadi be-gini, aku rasa akupun tak usah menyimpan rahasia ini bagi Oh Tin-san suami istri lagi. Lan See-giok dan Ciu Siau cian kembali saling berpandangan sekejap sesudah mendengar perkataan ini. Oh Li cu mengalihkan sorot matanya dan memandang ke tempat kejauhan sana, lama kemudian dia baru berkata: "Peristiwa ini terjadi pada lima belas tahun berselang, waktu itu aku baru berusia em-pat-lima tahunan. waktu itu pe-milik benteng Wi lim poo bukan Oh Tin san suami istri, menurut apa yang masih ku ingat, waktu itu pocunya adalah seorang kakek bermuka merah yang berusia tujuh puluh tahunan, orang menyebutnya Phoa -yang-ong.

615

"Suatu tengah malam, aku terbangun dari tidurku oleh suara kasak-kusuk orang yang berbicara bisik-bisik, ketika aku membuka mataku, kujumpai Be congkoan, Thio wi--kang dan Oh Tin san suami istri sedang berunding secara serius. "Waktu itu aku tidak mendengarkan de-ngan seksama, tapi masih sempat kudengar Thio Wi kang dan Be congkoan berbisik demikian: - -- dengan berbuat demikian, siapa pun tak akan menyadari apa yang ter-jadi. sedang WI lim poo akan menjadi milik-mu - - - " "Benar juga, tak sampai berapa hari kemu-dian Phoa yang ong ditemukan tewas, maka atas dukungan banyak orang Oh Tin san pun menjadi majikan baru dari benteng Wi-lim Poo." Mendengar kisah tersebut Lan See-giok berkerut kening dengan mata berkilat, kata-nya dengan amarah meluap. "Tidak kusangka benteng Wi-lim-poo masih menyimpan suatu dendam kesumat yang le-bih dalam dari samudra, mendingan kalau aku, Lan Seegiok tidak mengetahui rahasia tersebut. setelah kuketahui hari ini. Aku bertekad akan menyelidiki persoalan ini sam-pai tuntas - - " Siau cian menunggu sampai Lan See-giok menyelesaikan kata katanya, kemudian ia baru menengok kearah 0h Li-cu sambil ber-tanya: "Ketika Oh Tin-san suami istri meninggal-kan surat untukmu, apakah Be Siong-pak ikut mengetahui?" Oh Li-cu segera menggeleng: "bAku rasa dia tajk tahu, karena gsurat itu diam-bdiam diserahkan kepadaku oleh se-orang dayang yang paling dipercaya oleh Say-kui hui---" "Sewaktu Oh Tin-san suami istri pergi, adakah seseorang yang melihatnya?" kem-bali Siau cian bertanya pelan. Sekali lagi Oh Li-cu menggeleng, "Dalam soal ini aku tidak bertanya" Tapi sesudah berhenti sejenak, seperti memahami sesuatu diapun bertanya. "Apakah adik Cian curiga Oh Tin-san suami istri masih berada di dalam benteng?" "Orang luar sama-sama mencurigai Oh Tin-san suami istri sedang melatih sejenis ilmu silat secara diam-diam!" sela Lan See giok dari samping. Siau-cian kembali berkata pula: "Bila Oh Tin-san suami istri tidak bersem-bunyi di dalam gedungnya, ini berarti gedung tersebut tentu ada sesuatunya." Ucapan ini agaknya sangat mengena di hati Oh Li-cu. tiba-tiba dia mengusulkan:

616

"Ucapan adik Cian benar, akupun merasa gedung itu amat mencurigakan, bagaimana kalau kita menyelidikinya sekarang juga..." "Tidak sampai perkataan dari Oh Li-cu itu selesai diutarakan, Siau-cian telah mengge-lengkan kepalanya seraya menukas: "Tidak, dalam masalah ini kita harus ber-tindak ditengah malam buta. tapi kau harus tetap berada disini untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan." Oh Li-cu merasa perkataan tersebut ada benarnya juga, andaikata sampai terjadi se-suatu yang tak diinginkan, dia memang perlu untuk bertindak cepat, apalagi kepandaian silat yang dimilikinya amat terbatas, keikut sertaannya justru malah merupakan beban bagi mereka berdua. Dalam pada itu, Lan See-giok mulai men-curigai Oh Tin-san tetap berada dalam gedungnya, atau sekalipun sudah mengun-jungi bukit Wan san. bisa jadi secara diam-diam ia telah kembali ke situ. Terbayang akan rOh Tin san, pemzuda itu jadi inwgin sekali berarngkat sekarang juga, Tapi diapun tahu, dalam menghadapi per-soalan semacam ini. bukan saja tak boleh gegabah, bahkan harus memegang rahasia rapat-rapat. karena itu diapun menanyakan letak dan situasi dalam gedung tempat kediaman Oh Tin-san tersebut kepada Oh Li cu dengan sejelas jelasnya. Menjelang kentongan pertama. Lan See -giok kembali ke kamar sebelah timur untuk beristirahat. sudah dua malam ia pernah tidur di situ. dalam ruangan terdapat pintu yang berhubungan langsung dengan kamar tidur Oh Li cu. Untuk menghindari pembicaraan orang, Siau Cian dan Oh Li cu tidur bersama, Menyusul datangnya malam. suasana dalam benteng Wi lim poo juga mulai dicekam keheningan, kecuali suara tambatan sampan di lorong air, tidak kedengaran suara lain di sekitar sana. Lan See-giok segera turun dari pembari-ngannya, Siau Cian dan Oh Li-cu pun mun-cul dari kamarnya. Mereka bertiga berunding sebentar. ke-mudian anak muda itu membuka jendela belakang. Suasana di luar kamar amat hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, diam-diam Lan See giok memberi tanda kepada Siau cian. kemudian melompat keluar melalui jendela itu. Siau cian segera mengikuti dibelakangnya dan melayang keluar tanpa menimbulkan sedikit suarapun. gerakan tubuhnya enteng bagaikan selembar daun kering.

617

Lan see giok berdiri menempel di atas dinding sambil memperhatikan sekejap situasi di sekeliling situ, kemudian sambil menarik tangan Siau cian melayang ke muka. Oh Li cu yang mengamati dari balik jendela diam-diam merasa terkejut, ia dapat melihat bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki , Siau cian ternyata tidak kalah dengan ke-mampuan Si Cay soat. murid dari To Seng cu tersebut, bahkan kehebatannya masih se-tingkat lebih atas. Sementara dia termenung, Lan See giok dan Siau cian telah lenyap dari pandangan mata, maka diapun menggelengkan kepala sambil menghela napas sedih, kemudian merapatkan kembali jendela belakang. Dalam pada itu, Lan see giok dan Siau cian dengan menelusuri tempat kegelapan telah tiba di depan pintu gedung kediaman Oh Tin-san.. Walaupun Lan See giok pernah dua hari berdiam dalam benteng Wi-limpoo tersebut namun belum pernah mengunjungi gedung kediaman Oh Tinsan ini, untung ada pe-tunjuk dari Oh Li-cu, sehingga sedikit banyak ia telah mempunyai gambaran atas keadaan di situ. Dengan pandangan mata yang tajam mereka berdua memperhatikan sekejap seke-liling tempat itu. setelah yakin tiada, sesuatu tempat yang mencurigakan. mereka baru melompat ke udara dan melayang masuk ke balik gedung dengan melompati pagar pekarangan Sebuah halaman seluas tujuh kaki ter-bentang dibalik pagar pekarangan, di sisi dinding berdiri rak-rak bunga yang tumbuh aneka warna, sedangkan dibagian tengah terdapat sebuah lorong yang menghubungi ruang gedung Dengan menarik tangan Siau-cian, Lan See giok mengikuti petunjuk dari Oh Li-cu me-ngitari ruang samping dan langsung menuju ke halaman belakang. Di halaman belakang terdapat sebuah be-randa. dari situ susah melihat keluar sehing-ga suasananya amat gelap, hampir boleh di-bilang tak nampak sesuatu apapun di situ. Tapi hal semacam ini tidak menyulitkan Lan See giok maupun Siau cian, dengan ketajaman mata mereka biar gelap pun mereka dapat melihat segala sesuatunya seperti melihat disiang hari bolong saja. Untuk berjaga jaga terhadap sesuatu yang tidak diinginkan. diam diam Lan See giok menghimpun tenaga dalamnya ke dalam le-ngan, kemudian diikuti Siau cian mereka melompat masuk ke dalam gedung dengan langkah yang sangat berhati hati. Mereka mencoba untuk memasang telinga serta memperhatikan suasana di seputar situ, namun suasana hening dan tak kede-ngaran sedikit suara pun---

618

Mendadak Siau cian menjawil lengan anak muda itu, dengan perasaan tergerak Lan See giok berpaling, ia segera menjumpai gadis tersebut sedang menuding ke arah jendela depan sebelah kiri dengan hati-hati. Jendela sebelah kiri itu dalam keadaan ter-buka, yang membuat Lan See giok curiga adalah jendela kiri itu hingga kini masih tetap berada dalam keadaan terbuka walau-pun peristiwa Thio wi-kang memasuki gedung tersebut sudah hampir setahun lamanya. apa gerangan yang terjadi? Kalau ditinjau dari keadaan tersebut, su-dah jelas tiada orang yang berani memasuki gedung tersebut lagi, tapi-.- bukan kah se-malam Oh Li cu dan Be congkoan telah mela-kukan pemeriksaan kemari? Apa kah mereka lupa menutupnya kembali? Berpikir sampai di situ. satu ingatan kem-bali melintas di dalam benaknya, iapun ber-bisik kepada Siau cian, "Enci Cian--"! Dihembus udara panas dari anak muda tersebut, apalagi telinganya tersentuh bibir yang panas, Siau cian merasakan timbulnya rasa hangat yang menjalar hingga ke lubuk hatinya, dengan wajah memerah dia menggo-sok telinga sendiri seraya menyahut. "Ada apa--?" Memandang wajah Siau cian yang begitu cantik, hampir saja Lan See-giok tak mam-pu mengendalikan diri. tapi untung dia masih teringat akan keadaan, sambil menenangkan kembali pikirannya, sekali lagi dia berbisik. "Agaknya di dalam ruangan ada orangnya" Walaupun Siau-cian juga sempat menaruh, curiga bahwa di dalam ruangan terdapat orang, tapi benarkah ada orang ia tak bisa memastikan. Selain itu diapun tak berani mengemukakan keluar kuatir ditertawakan pemuda tersebut. Sekarang, setelah mendengar perkataan dari pemuda itu, dia baru mengangguk tanda setuju dan pelan-pelan berjalan mende-kati jendela tersebut. Setelah tiba di sisi jendela dan memeriksa keadaan di seputar situ. paras mukanya berubah hebat dan cepat-cepat bersembunyi di balik jendela, bisiknya kemudian. "Jendela ini bersih dan tak nampak debu yang menempel, ini menandakan kalau ada orang yang sering masuk keluar melalui jendela ini, perduli dalam ruangan ada orang nya atau tidak. kita wajib meningkatkan kewaspadaan kita!" Lan See giok mengangguk berulangkali dan kembali memperhatikan jendela itu sekejap, lalu setelah menghimpun tenaga dalamnya ke ujung jari, pelan-pelan ia mendongkel jendela tadi.

619

Setelah terbuka lebar. dia semakin terke-jut. rupanya diatas dinding terdapat se buah pintu kecil. sebuah anak tangga menghu-bungkan pintu tadi melalui meja dan menuju ke dasar tanah. Dengan perasaan terkejut mereka berdua saling berpandangan sekejap, mereka seperti hendak bilang. sama sekali tak disangka dalam kamar tidur Oh Tin san suami istri ternyata masih terdapat ruang rahasia. Teringat akan Oh Tin san. berkobar kem-bali napsu membunuh di dalam dada Lan See giok. dia segera mendorong pintu jendela dan melayang masuk ke dalam ruangan. Dengan perasaan terkejut Siau Cian segera menyusul dibelakangnya dan mengawasi sekeliling tempat itu dengan penuh perha-tian, ditemukan pada ujung pintu -kamar terdapat sebuah gembokan kunci yang besar, jelas tak mungkin ada orang yang memasuki ruangan tersebut ..... Sedang Lan See giok telah menaiki anak tangga dan menerjang kearah pintu rahasia diatas dinding. Siau cian kuatir terjadi sesuatu atas diri pemuda itu, cepat dia menyusul dibelakang-nya, menarik pemuda itu dan memberi tanda agar dia lebih berhati hati. Suasana dibalik pintu rahasia itu gelap gulita sehingga tak nampak kelima jari ta-ngan sendiri. mereka berdua harus berdiri cukup lama di situ sebelum matanya dapat menyesuaikan diri dengan situasi di sana. Akhirnya secara lamat-lamat mereka dapat melihat anak tangga itu membelok ke kanan dan begitu sempitnya sehingga cuma dapat dilewati satu orang dengan menghimpun tenaga dalamnya melindungi dada Lan See giok berjalan di muka sedang Siau cian me-ngikuti dari belakang, mereka berdua berge-rak dengan berhati hati sekali: Setelah berjalan sejauh tujuh delapan kaki, kembali mereka jumpai sebuah pintu yang berada dalam setengah terbuka, tempat itu pun hanya bisa dilalui seseorang dengan jalan miring. Lan See giok segera menggenggam tangan Siau cian yang lembut seolaholah hendak berkata di dalam mungkin ada orangnya. Memasuki pintu ruangan tempat itu berupa sebuah lorong sempit berbentuk bu-lat, lorong itu terbagi menjadi dua, yang belok ke kanan bertanah datar, sedangkan yang belok ke kiri merupakan undak-undakan yang menjurus ke atas. Mereka berdua saling berpandangan seke-jap, kemudian memutuskan untuk belok ke kanan. Lorong yang semula sempit kini semakin melebar, tak sampai lima kaki, muncul kem-bali sebuah pintu bulat, di atas pintu ter-gantung empat buah

620

lentera yang tak disulut, lentera-lentera itu bergoyang sendiri terhem-bus angin. Memasuki ke dalam ruangan, ternyata tempat itu merupakan sebuah ruang besar berbentuk bulat. di sana terdapat meja dan kursi secara lengkap, bentuknya mirip se buah- ruang tamu. Setelah memandang sekejap suasana di dalam kamar tersebut, Siau cian segera ber-bisik kepada pemuda itu: "Kemungkinan besar tempat ini merupakan tempat diselenggarakannya rapat rahasia dari Oh Tin san." Lan See giok manggut-manggut dan menambahkan: "Bisa jadi tempat ini merupakan ruang ra-pat dari Phoa yang ong, pemilik benteng Wi lim poo yang lampau, karena itu Thio Wi kang mengetahui akan rahasia tempat ini." Siau cian mendekati meja di depannya dan mencoba untuk meraba, di atas permukaan meja telah dilapisi selapis debu, maka diapun berbisik: "Aneh, kalau dilihat dari keadaan disini, agaknya tak ada orang berdiam di sini ...." Belum selesai dia berkata, mendadak se-kujur badan Lan-See giok bergetar keras, dengan sorot mata yang tajam bagaikan sem-bilu dia awasi dinding batu dibelakang meja dengan pandangan terkejut. Siau cian segera ikut berpaling, apa yang kemudian terlihat membuat perasaannya tu-rut bergetar keras, ternyata diatas dinding itu tertera beberapa huruf besar yang berbunyi: "Disini dimakamkan jenasah Wi lim pocu Phoa yang ong Kian Hui hong" Kedua orang itu saling berpandangan sekejap sementara dihati kecilnya timbul perasaan seram, mereka berdua tidak menyangka . kalau di balik kamar rahasia Oh Tin san suami istri ternyata berbaring pula sesosok jenasah. Pada saat itulah.. "Kraaakkkk...." Pintu kecil yang berada di sebelah kiri membuka dengan sendirinya .... Lan See giok dan Siau cian menjadi sangat terperanjat, dengan cepat mereka menyem-bunyikan diri di belakang sebuah tonggak batu dan berdiri saling berdempetan sambil mengawasi pintu kecil itu dengan pandangan terkejut. Dibalik pintu kecil itu merupakan sebuah lorong yang sempit pula, hanya keadaan di situ lebih gelap lagi.

621

Tiba-tiba muncul setitik cahaya lentera dari balik pintu kecil tadi, kemudian dari sebuah tikungan lebih kurang lima kaki dari pintu tadi pelan-pelan muncul sesosok tubuh manusia. Berhubung cahaya lenteranya sangat re-dup maka hanya nampak wajahnya yang pu-cat dengan sepasang mata yang melotot ke atas, sepintas lalu kelihatan seperti sebutir kepala tanpa tubuh saja. Tak terlukiskan rasa terperanjat Lan See giok dan Siau cian setelah menyaksikan peristiwa ini, keringat dingin bercucuran ke-luar dengan derasnya. Lan See giok menggenggam tangan nona Ciu semakin kencang, dengan sorot mata pe-nuh rasa terkejut diawasi kepala manusia berambut putih itu semakin mendekati pintu rahasia. Untuk sesaat sulit baginya untuk membe-dakan apakah dia manusia ataukah setan. Walaupun demikian dia toh mengalihkan juga pandangan matanya dan melirik sekejap kearah batu nisan diatas dinding tersebut. Dalam pada Ciu Siau cian membelalakkan matanya lebar-lebar, mukanya pucat pasi, tangannya basah oleh keringat dingin yang mengucur keluar dengan derasnya, sekarang dia sudah tidak merasakan sakit lagi akibat gebnggaman Lan Seej giok yang begigtu ken-cang. Lbambat laun sepasang mata diatas kepala manusia tadi mulai berkedip kedip dan ber-gerak kian kemari, agaknya dia sedang me-meriksa apakah di ujung lorong rahasia tersebut terdapat hal-hal yang mencurigakan Lentera yang berada di tangannya juga tu-rut bergoyang kian kemari menerangi sekitar lorong sempit tersebut .... Sekarang Lan See giok dan Siau cian su-dah dapat memastikan kalau kepala yang mereka saksikan tadi sesungguhnya tak lebih hanya seorang kakek kecil yang membawa lentera... Tiba-tiba . . .. Sekali lagi Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, kembali dia menggenggam tangan Siau cian erat-erat. Siau cian sendiripun dapat melihat dengan jelas, ternyata kakek kecil berlentera itu tak lain adalah Be Siong pak, congkoan dari benteng Wi lim Poo. Be Siong pak berjalan sangat lamban se-ringkali dia mendongakkan kepalanya mem-perhatikan bagian atas dinding dengan sek-sama, entah apa yang sedang dicarinya? Lan See giok dan Siau cian saling berpan-dangan sekejap lagi, dihati kecil mereka telah paham, saat ini mereka sudah dapat me-nyimpulkan kalau Thio Wi kang pasti tewas ditangan Be Siong pak.

622

Tapi mengapa? Dalam keadaan demikian ini, mereka berdua tak berhasrat untuk memikirkannya kembali, atau di dalam ke-nyataan memang tiada kesempatan bagi mereka untuk berpikir .... Karena waktu itu Be Siong pak sudah muncul dari balik pintu kecil dan berdiri mengawasi lenteranya sambil termenung, di atas wajahnya yang berkeriput nampak jelas kekecewaan yang amat mendalam. ooo0ooo BAB 29 TIBA-TIBA.... Berkilat sepasang, mata Be Siobng pak, dia sepjerti teringat agkan sesuatu, sabmbil men-dongakkan kepalanya, ia berjalan menuju ke tonggak batu dimana Lan gee giok dan Siau Cian sedang menyembunyikan diri. Lan gee giok sangat terkejut oleh tindakan mana, untuk menghindari jejaknya jangan sampai ketahuan lawan, serta merta dia menyentilkan jari telunjuknya ke depan .... "Wuuuusss!" Lentera yang berada ditangan Be Siong pak seketika itu juga menjadi padam. Be Siong pak terkejut sekali, sambil menje-rit ngeri dia melompat mundur sejauh berapa depa dan... "Praangg-.!" lenteranya terjatuh ke lantai dan hancur berantakan. Seketika itu juga suasana di dalam ru-angan menjadi gelap gulita hingga susah untuk melihat ke lima jari tangan sendiri, suasanapun makin terasa menyeramkan. Be Siong pak berdiri sambil menempel di atas dinding, dari dengusan napasnya yang memburu serta, sepasang matanya yang me-lotot besar seperti lentera, dapat diketahui betapa seram dan ngerinya orang itu sekarang. Dalam pada itu Lan See giok sedang me-nyesal atas perbuatannya memadamkan lentera ditangan Be-Siong pak, sebab dengan berbuat demikian maka dia tak akan berhasil menyelidiki tujuan lawan datang kesana. Walaupun demikian, bila dipikirkan kem-bali, rasanya memang tiada jalan lain untuk terhindar dari perjumpaan dengan Be Siong pak selain memadamkan lentera yang berada di tangannya itu. Siau cian sendiripun tidak berniat mengo-meli si anak muda itu, sebab dia mengerti hanya dengan berbuat demikianlah mereka baru dapat bertindak lebih jauh.

623

Dalam pada itu, Be Siong pak telah berha-sil mengendalikan ketegangan yang mencekam perasaannya, setelah dicekam perasaan takut dan ngeri tadi, kini dia sudah dapat menduga kalau ruang rahasia tersebut telah kedatangan jago lihay, sebab padamnya lentera di tangannya tadi kelewat aneh. Dengan sinar marta diliputi perzasaan terkejut wdan ngeri dia mrencoba untuk me-ngawasi bagian-bagian dalam ruangan yang mungkin bisa dipakai sebagai tempat persembunyian .... Lan See giok dan Siau cian sudah pernah minum cairan Leng sik giok ji, karenanya tenaga dalam mereka telah mencapai ting-katan yang paling sempurna, itulah sebabnya Be Siong pak tidak berhasil menyaksikan si-nar mata mereka berdua. Mendadak Be Siong pak membentak de-ngan suara yang menggeledek seperti guntur: "Siapa di situ?" Ditengah bentakan keras, sinar matanya yang buas dan penuh hawa pembunuh itu ditujukan ke arah tonggak batu besar di mana Lan See giok dan Siau cian sedang menyembunyikan diri. Lan See giok berdua merasa amat terkejut. mereka tak mengira kalau ketajaman mata Be Siong pak demikian hebatnya sehingga di dalam ruangan yang gelap gulita sulit melihat ke lima jari tangan sendiripun jejak mereka bisa ditemukan. Terdengar Be Siong pak membentak sekali lagi: "Sobat, bila kau tidak segera unjukkan diri, jangan salahkan bila aku bertindak kurang hormat kepadamu."" Semenjak tahu kalau Be Siong pak telah bersekongkol dengan Thio Wi kang dalam usaha membunuh majikannya Phoa yang ong Kian Hui hong tadi, sesungguhnya Lan See giok sudah bertekad hendak melenyapkan manusia ini dari muka bumi. Maka setelah mendengar suara tantangan dan bentakan dari Be Siong pak sekarang, anak muda tersebut menjadi naik darah, baru saja dia hendak munculkan diri, lengan kirinya telah dicekal Siau cian erat-erat.. Biarpun gerakan mereka amat lirih, namun hal ini segera diketahui oleh Be Siong pak. Dasar manusia licik, tanpa membuang waktu lagi Be Siong pak segera membentak keras dan melontarkan sepasang telapak tangannya ke depan... Segulung angin pukulan yang maha dahsyat langsung meluncur ke depan dan menerjang ke arah tonggak batu di mana Lan See giok dan Siau cian menyembunyikan diri.

624

Lan See giok mendengus marah, ujung tangan kanannya dikebaskan ke muka se-gulung angin pukulan yang tak kalah kuat-nya segera menggulung pula ke depan. "Blaaammm!" Suatu benturan yang amat keras segera menggema memecahkan keheningan. -Akibat dari bentrokan itu, tubuh Be Siong pak segera terlempar ke arah dinding bela-kang. "Duuuk!" Punggungnya yang bungkuk dan menonjol keluar itu menumbuk di atas dinding keras-keras. Be Siong pak segera mendengus tertahan, tubuhnya mundur dengan sempoyongan se-dang pandangan matanya berkunang kunang, sadarlah dia bahwa seorang jago tangguh telah berada di depan mata, hanya tidak di ketahui olehnya siapa gerangan jago lihay tersebut. Dengan perasaan terkejut bercampur ngeri ia bersandar diatas dinding, hawa murninya dicoba untuk mengitari badan, ternyata tidak dijumpai sesuatu hambatanpun, ini mem-buat nya merasa terkejut bercampur gembira. la terkejut karena kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki lawan telah mencapai tingkatan yang bisa digunakan menurut ke-hendak hati sendiri, la gembira karena tubuhnya yang sama sekali tidak cedera walaupun sudah terkena sebuah pukulan yang maha dahsyat. Sadar, kalau kepandaian silatnya masih bukan tandingan lawan, timbullah ingatan dalam hati kecil Be Siong pak untuk me-manfaatkan kegelapan yang mencekam tem-pat tersebut untuk melarikan diri. Dia yakin pihak lawan pasti tidak hapal dengan situasi di tempat tersebut sehingga mustahil bagi mereka untuk mengejarnya. Maka diapun menghimpun tenaga dalam nya ke dalam telapak tangan, lalu sambil maju tiga langkah ke depan, sambil mem-bentak sepasang telapak tangannya didorong sekali lagi ke muka. Padahal sedari tadi Lan See giok sudah, melihat sorot mata Be Siong pak yang berke-liaran kian kemari, dari sikapnya yang berdiri tak bergerak, pun tidak melakukan terjangan tersebut pemuda itu sudah menduga, bahwba lawannya bermjaksud hendak meglarikan diri. .b . Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, serangan yang jauh lebih dahsyat dari-pada serangan permulaan tadi telah dilontar-kan kembali ke arahnya.

625

Maka sambil tertawa dingin dia melepas-kan sebuah pukulan pula dengan ayunan tangan kanannya, Blaaammmm!" Benturan nyaring menggelegar di angkasa, membuat seluruh ruangan dipenuhi oleh desingan angin pukulan serta debu yang be-terbangan di angkasa, begitu tebalnya debu sehingga hampir saja Lan See giok dan Siau cian tak mampu membuka matanya. Dimana angin pukulan menyambar lewat, suasana dalam ruangan pulih kembali dalam keheningan, Lan See giok mencoba untuk memasang telinga, tiba-tiba ia berseru tertahan: "Aduuh celaka!" Bersamaan dengan selesainya perkataan ini, tubuhnya telah menerjang keluar pintu ruangan. Siau cian ikut memperhatikan situasi di seputar sana, namun bayangan tubuh Be Siong pak sudah tidak nampak lagi di dalam ruangan, nona ini sadar niscaya Be Siong pak telah memanfaatkan tenaga pantulan yang dihasilkan dari serangan tadi untuk melari-kan diri, maka diapun menggerakan tubuhnya dan mengejar dibelakang Lan See giok. Belum sampai di pintu dinding, dari depan sana sudah kedengaran suara gemerincingan yang amat nyaring. Lan See giok dan Siau cian semakin gelisah lagi, mereka percepat gerakan tubuhnya menuju ke pintu dinding, masih untung pintu rahasia tersebut belum merapat sama sekali, masih terbuka lebih kurang seluas tiga depa saja. Lan See giok berdua tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini lagi, mereka berdua segera menerobos masuk me lalui celah pintu yang masih terbuka dan mene-lusuri anak tangga menuju ke depan situ, Tapi di kamar ataspun sudah tibdak nam-pak lagji bayangan tubugh dari Be Siongb pak. Lan See giok sama sekali tidak menghenti-kan gerakan tubuhnya, dengan sebuah gera-kan "burung walet menembusi tirai" dia menerobos langsung menuju ke beranda de-pan. Dari situ ia sempat melihat sesosok baya-ngan manusia sedang kabur menyelamatkan diri. Lan See giok tahu kalau orang itu adalah Be Siong pak, sambil mendengus gusar ia berkelebat ke muka seperti hembusan angin dan berputar menuju ke halaman depan.

626

Dari desingan angin yang menyambar le-wat, Be Siong pak sudah tahu kalau pengejar telah tiba dibelakangnya dengan perasaan terkejut dia segera berpaling. Tapi apa yang terlihat membuatnya sangat terperanjat sampai paras mukanya berubah hebat, tak kuasa lagi diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati dia berteriak: Kata "pocu" belum sempat diutarakan, te-lapak tangan kanan Lan See-giok sudah menghajar punggungnya yang bungkuk seca-ra telak. "Duuuuuuuuukkkkk ....." Tubuh Be Siong pak yang termakan sera-ngan tersebut segera mencelat jauh ke depan, diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati dia muntah darah segar, namun ia masih beru-saha untuk kabur terus menuju ke halaman depan. Bayangan manusia berkelebat, Siau cian telah menyusul tiba, ia segera menarik ta-ngan See giok dan berdua menyelinap ke tempat kegelapan lalu kembali ke rumah kediaman Oh Li cu. Gerakan tubuh mereka sedemikian cepat-nya sehingga di dalam waktu singkat mereka telah tiba ditempat tujuan. Bersamaan waktunya mereka tiba di situ, Oh Li cu juga sedang melompat keluar dari balik kamarnya. Wajah Oh Li cu kelihatan gugup, mukanya pucat pasi, tapi setelah melihat Lan See giok dan Siau cian kembali dengan selamat, dia nampak jauh lebih lega. Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Siau cian telah menempelkan jari tangannya di ujung bibir pertanda ragar jangan biczara dulu. Suaraw kentongan titirr kedengaran di bunyikan bertalu talu dari seberang gedung situ. Menyusul kemudian suara bentakan ber-sahut-sahutan, dari empat penjuru bayangan manusia bermunculan. Lalu kedengaran pula jeritan-jeritan kaget kawanan perempuan, ada puluhan orang dayang muncul dari balik gedung. 0h Li cu seperti memahami akan sesuatu, sambil menunjuk ke depan sana buru-buru dia berseru: "Ayo cepat, kita menuju ke gedung tempat kediaman lo pocu ....!" Selesai berkata, bersama lama Siau cian dan See giok mereka berangkat ke depan. Dalam keadaan demikian Oh Li cu tak sempat lagi untuk menanyakan kisah perja-lanan kedua orang rekannya memasuki gedung tempat kediaman Oh Tin san, seba-liknya Lan See giok berduapun tak sempat menceritakan pengalaman mereka kepadanya. . .

627

Sebelum mereka bertiga tiba ditempat tu-juan, Oh Li cu telah melihat sesosok baya-ngan manusia tergelepar diatas lantai depan pintu gedung tempat kediaman Oh Tin san. Sementara itu berpuluh puluh sampan te-lah bermunculan dari segala penjuru gedung, ada yang menyandang golok, ada yang mem-bawa anak panah, semuanya menunjukkan wajah penuh ketegangan. Oh Li cu mendekati sang korban, tapi setelah mengetahui siapa yang terbunuh dengan terkejut ia menjerit: "Aaaah, kenapa bisa dia?" Sambil berseru ia mendongakkan kepalanya dan mengawasi Lan See giok yang berwajah hijau membesi dan Siau cian yang tetap tenang dengan pandangan penuh tanda tanya. Siau cian segera maju ke muka dan pura-pura mengawasi pula sang korban menggu-nakan kesempatan tersebut dia menyikut Oh Li cu agar bersikap lebih waspada.. Setelah itu dengan wajah terkejut bercam-pur keheranan ia baru pura-pura berseru: "Hei, bukankah dia adalah Be congkoan?" Sesungguhnya Oh Li cu benar-benar merasa tegang dan di luar dugaan, persis seperti apa yang dirasakan Lan See giok dan Siau cian ketika pertama kali mengetahui Be Siong pak muncul dalam ruang rahasia, namun setelah diingatkan kembali oleh Siau Cian, gadis itu segera berhasil mengendalikan gejolak emosinya. Cepat-cepat dia mengangguk sambil sa-hutnya: "Ya, betul! ia memang Be congkoan!" Sambil menjawab dia maju dua langkah ke muka dan memeriksa jenasah Be Siong pak dengan seksama. Be Siong pak tergeletak dengan mata ter-belalak lebar dan mulut melongo, keadaannya sangat mengerikan hati. Dalam pada itu, puluhan sampan yang berdatangan dari segala penjuru benteng, tapi setelah mereka menyaksikan keadaan sang korban yang ternyata adalah Be cong-koan mereka sendiri, semua lelaki kekar itu jadi tertegun dan berdiri melongo. Diiringi suara bentakan-bentakan keras. akhirnya ke empat komandan kapal perang juga muncul di situ dengan menumpang sampan kecil. Begitu mendarat, ke empat orang itu mem-beri hormat lebih dulu kepada Lan See giok, kemudian baru memeriksa keadaan luka yang diderita Be Siong pak.

628

Tak lama kemudian, komandan kapal pe-rang "naga perkasa", mendongakkan kepala nya kembali dan berkata kepada Lan See giok dengan sikap hormat: "Lapor sau pocu, kematian Be congkoan saat ini tidak jauh berbeda dengan keadaan Thio Wi kang setahun berselang!" Sebagai seorang pemuda yang berbelas kasihan, Lau See giok mulai bertanya kepada diri sendiri setelah menyaksikan keadaan Be Siong pak tersebut, pantaskah ia membunuh orang itu? Karenanya setelah mendapat keterangan dari komandan kapal perang "naga perkasa" dia hanya manggut-manggut tanpa memberi bkomentar apa pujn... Sebaliknyga Siau clan segbera merasakan hatinya tergerak, cepat ia menimbrung: ""Komandan Ciang,. masih ingatkah kau jam berapa Thio Wi kang menemui ajalnya malam itu?" Komandan kapal perang "naga perkasa" mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap letak bintang, kemudian menjawab: "Keadaannya tak berbeda jauh dengan keadaan saat ini!"" "Apakah gedung kediaman Lo pocu dileng-kapi dengan sesuatu alat rahasia?"" tiba-tiba Lan See giok bertanya, "mengapa Thio Wi kang dan Be congkoan harus memasuki gedung kediaman lo pocu di tengah malam buta begini. Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, selapis hawa amarah menghiasi wajahnya, sementara sorot mata yang tajam dialihkan ke wajah ke empat komandan itu.. Buru-buru ke empat orang itu menyahut "Hamba sekalian kurang tahu!"" "Apakah kalian menganggap tindakan Be congkoan memasuki gedung kediaman Lo pocu, ditengah malam buta begini merupa-kan tindakan yang dibiarkan ?" "Menurut peraturan Loo pocu, jika hal ini sampai terjadi maka orang itu pantas dijatuhi hukuman mati"" Lan See giok manggut-manggut, katanya kemudian. "Baiklah, sekarang kita tak usah membi-carakan soal keadaan di dalam gedung kediaman Lo pocu tersebut, kita harus menunggu sampai Lo pocu pulang dan mem-peroleh persetujuannya lebih dulu sebelum melakukan pemeriksaan yang seksama di-dalam gedung itu. " Ke empat komandan tadi kembali menye-tujui. Maka Lan See giok pun berpaling kearah Oh Li cu, sambil bertanya pula: "Bagaimana pendapat enci Cu ?

629

"Segala sesuatunya terserah pada kepu-tusan adik Giok" Oh Licu segera. . Lan See giok mengangguk, Ke empat ko-mandan kapal perang itu ia berkata kemu-dian: "Sekarang perintahkan orang untuk memindahkan jenasah Be congkoan dari sini, saudara-saudara yang lain dipersilahkabn kembali ke pojsnya masing-masging dan mulai sbekarang, setiap bangunan di dalam benteng ini harus diberi penerangan secukupnya serta perketat penjagaan, masa lah kedudu-kan congkoan yang lowong, untuk sementara waktu biar dijabat oleh komandan Ciang dari kapal perang naga perkasa dengan wakil ko-mandan Ong, Seng dan Nyoo kalian berempat harus bekerja sama di dalam mengatasi pel-bagai masalah dalam benteng ini.." Ke empat komandan itu sama-sama me-ngiakan, sedang kawanan lelaki lainnya sama-sama berdiri dengan wajah serius. Lan See giok memandang sekejap lagi ke seluruh ruangan, lalu setelah mengangguk ramah kepada semua orang, dia baru beran-jak pergi dari situ diikuti Siau Cian dan Oh Li cu. Sedang ke empat komandan tadi saling berunding sebentar, kemudian baru menja-lankan perintah sesuai dengan apa yang di-kata kan Lan See giok tadi. Baru sekarang Lan See giok dapat meresapi apa yang dimaksud dengan "kekua-saan" itu, dan mengapa pula sementara orang saling memperebutkan kekuasaan hingga mempertaruhkan jiwa raga serta segala harta miliknya. Tiba kembali di gedung kediaman mereka, lentera telah dipasang di manamana hingga suasana diliputi terang benderang. Setelah mengambil tempat duduk di ruang utama, Lan See giok memerintahkan agar semua dayang berkumpul di situ. Dua puluhan orang dayang dengan wajah gugup sama-sama berkumpul di ruang utama, sementara sorot mata mereka me-ngawasi Lan See giok dan Oh Li cu secara bergantian dengan pandangan terkejut, takut dan keheranan. Lan See giok menunggu sampai semua dayang itu berkumpul di situ, kemudian de-ngan suara dalam ia baru berkata: "Aku minta semua dayang yang selama ini melayani lo pocu dan hujin segera tampil ke depan. Sebelas orang dayang segera munculkan diri dari barisan dengan wajah pucat dan si-kap tegang dan tak tenang. Sebagai perempuran yang pintar,z sejak se-mula wSiau cian sudahr memahami maksud hati pemuda itu, sebaliknya Oh Li cu meski belum

630

paham, namun iapun bisa menduga kalau hal ini ada hubungannya dengan per-soalan yang mereka hadapi malam ini. Dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam, Lan See giok mengawasi ke sebelas dayang itu sekejap, kemudian ia baru berta-nya dengan suara dalam: "Tahun berselang, dalam saat apakah pocu dan hujin pergi meninggalkan gedung kedia-mannya?" "Kentongan ke empat, ketika mendekati fajar," sahut para dayang cepatcepat. "Sewaktu lo pocu dan hujin hendak be-rangkat, apa yang mereka pesankan kepada kalian?" tanya Lan See giok lebih lanjut. Kawanan dayang itu segera termenung untuk beberapa saat, akhirnya salah seorang dayang berbaju kembang melirik sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan gugup dan takut. Lan See giok segera tahu kalau dayang itulah yang menyerahkan surat kepada Oh Li cu, maka ia bertanya lebih jauh: "Siapa yang suruh kalian pindah dari gedung kediaman Lo pocu dan berkumpul di gedung kediaman nona?" "Be congkoan!" sahut segenap dayang ber-sama sama: Lan See giok manggut-manggut sambil melirik sekejap kearah Siau cian dan Oh Li Cu"Menurut Be congkoan timbrung Oh Li cu -kemudian, "ia berbuat, demikian agar para dayang tidak mengusik barang-barang milik lo pocu, itulah sebabnya mereka dikumpul-kan di sini." Sekali lagi Lan See giok manggut-manggut ia tahu hal tersebut hanya merupakan bagian dari siasat busuk Be Siong pak, maka kepada para dayang iapun bertanya lebih jauh. "Sewaktu Thio Wi kang memasuki kamar pribadi Lo pocu malam itu, siapakah diantara kalian yang melihat perbuatannya itu? Para dayang segera saling berpandangan dengan wajah bimbang, sampai lama sekali belum juga ada yang menjawab. Berhubung Lan See giok merasa apa yang diharap ternyata memang mirip dengan apa yang diduga, diapun mengulapkan tangannya seraya berseru kemudian: "Sekarang kalian boleh pergi tidur!". Bagaikan memperoleh pengampunan, se-rentak kawanan dayang itu memberi hormat sambil mengiakan. kemudian bersama sama mengundurkan diri dari situ.

631

Sedangkan Lan See giok, Siau cian serta Oh Li cu masuk kembali ke ruang dalam. Dalam pada itu di jendela belakang ruang dalam telah disulut setitik cahaya lentera. Lan See giok mendekati jendela dan mem-bukanya, ia saksikan setiap jarak tiga kaki telah didirikan sebuah tiang dengan lentera yang besar. hal mana membuat suasana, menjadi terang benderang. Selain itu, di sisi setiap lampu tersebut berdiri pula dua orang pengawal yang mela-kukan penjagaan, di lorong-lorong air tampak pula sampan bersimpang siur melakukan perondaan. Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See giok manggut-manggut dengan perasaan puas, kepada Siau cian dan Oh Li cu yang berada dibelakangnya ia berkata" "Penjagaan dalam keadaan beginilah baru bisa dibilang sebagai suatu penjagaan yang ketat." Siau cian serta Oh L1 cu manggut-manggut pula sambil memuji tiada hentinya. Lan See giok menutup kembali jendelanya, kemudian sambil berpaling kearah Oh Li cu dia bertanya: "Terhadap tindakan Be Siong pak mema-suki gedung kediaman Oh Tin san, apakah kau merasa agar di luar dugaan?" Oh Li cu segera mengangguk. "Yaa, memang aneh sekali," sahutnya ke-heranan, "peristiwa ini memang sama sekali di luar dugaanku." Lan See giok tertawa hambar, lalu secara ringkas ia menceritakan pengalamannya sampai menemukan Be Siong pak memasuki kamar rahasia, akhirnya sambil memandang wajah Oh Li cu yang diliputi perasaan kaget, ia bertanya lagi: "Dibalik kamar Oh Tin san ternbyata terda-pat jkamar rahasia, gsebelum kejadiabn ini apakah kau sudah tahu? Oh Li cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, jawabnya lirih: "Pada hakekatnya aku tidak mengetahui akan persoalan ini, tapi jika ditinjau keadaan tersebut, bisa jadi soal tahu atau tidaknya Oh Tin san akan kamar rahasia di dalam kamarnya masih menjadi sebuah tanda tanya besar." "Bukankah dahulu Oh Tin san juga terma-suk anak buah Phoa yang ong atau dia bu-kan?" tanya Siau cian tidak mengerti. Oh Li cu termenung sebentar, kemudian menjawab:

632

"Kemungkinan besar dia hanya sebagai tamu agung saja waktu itu, atau turut serta di dalam merencanakan atau merundingkan suatu persoalan, bisa jadi dia tidak mengeta-hui akan rahasia tersebut." "Bila kita himpun semua keterangan yang ada kemudian menarik kesimpulan, kalau toh Thio Wi kang dan Be Siong pak adalah bekas anak buah Phoa yang ong pocu yang terdahulu, berarti merekapun sering turut di dalam perundingan rahasia yang diselengga-rakan dalam ruang rahasia tersebut. Thio Wi kang dan Be Siong pak tentu me-ngetahui juga kalau di dalam ruang rahasia itu tersimpan harta mestika yang tak ternilai harganya sehingga menimbulkan sifat kema-ruk pada diri mereka. "Oh Tin san bisa memperoleh bantuan dari Thio Wi kang dan Be Siong pak untuk melak-sanakan pembunuhan atas diri Phoa yang ong. sudah bisa dipastikan masalah harta karun yang berada di dalam ruangan rahasia tersebut merupakan alasan mereka yang ter-utama. "Mungkin juga Thio Wi kang serta Be Siong pak tidak menyangka kalau Oh Tin san tetap akan berdiam dalam gedung milik Phoa yang ong setelah meneruskan jabatan sebagai pocu dalam benteng itu, akibatnya merekapun tak pernah memperoleh kesempatan untuk memasuki ruang rahasia itu. "Secara kebetulabn Oh Tin san sujami istri beranggkat keluar laubtan, kali ini enci Cu juga belum pulang dari berpergian, kesempatan semacam ini memang merupakan kesem-patan terbaik bagi mereka untuk melakukan penyelidikan atas letak harta karun tersebut. "Thio Wi kang maupun Be Siong pak sama-sama mempunyai maksud jahat dan kedua belah pihak sama-sama berniat mengang-kangi segenap isi harta karun dalam ruang -rahasia itu bagi kepentingan pribadinya. Maka sewaktu malam itu Thio Wi kang mulai bertindak memasuki ruang rahasia untuk menyelidiki letak harta karun tersebut, dibunuhlah orang itu oleh Be Siong pak hingga akhirnya tewas di tengah halaman gedung. "Sedang mengenai soal apakah Oh Tin san tahu tentang rahasia tersebut, rasanya ma-salah ini sudah bukan merupakan persoalan yang serius lagi ...." Oh Li cu manggut-manggut berulang kali, tapi ia toh bertanya lagi dengan nada tidak mengerti: "Tapi kali ini, mengapa Be Siong pak me-masuki ruang rahasia lagi secara diam-diam?" Sebelum pemuda itu menjawab, Siau Cian sudah menjelaskan terlebih dulu:

633

"Berdasarkan kesimpulan yang kuambil setelah melihat keadaan waktu itu, Be Siong pak pasti belum berhasil menemukan harta karun yang berada dalam ruang rahasia itu, adapun tujuannya memasuki gedung itu lagi, pastilah disebabkan kepulangan adik Giok, maka dengan menyerempet bahaya dia hen-dak melakukan penyelidikan .sekali lagi de-ngan harapan kali ini berhasil menemukan sesuatu yang aneh!" "Yaaa, tampaknya setiap orang yang mela-kukan kejahatan, pada akhirnya memang tak akan lolos dari pembalasan..." gumam Oh Ii cu dengan suara lirih. "Yaaa benar," sahut Lan See giok, "bisa di bayangkan, berapa banyak pikiran, tenaga serta beaya yang dihabiskan Phoa yang ong sewaktu mendirikan bangunan benteng ini dulu, cukup ruang rahasia tersebut, entah berapa banyak materi yang telah dihabis-kan... Tampaknya Oh Li cu sangat berharap bisa menyaksikan keadaan ruang rahasia terse-but, ia segera mengomel: "Coba kalau adirk Giok tidak mezngumum-kan larawngan kepada setriap orang untuk memasuki gedung tersebut sebelum kepula-ngan Oh Tin san suami istri, sekarang juga kita dapat memasuki lorong rahasia itu lagi untuk melakukan pemeriksaan." Lan See giok tertawa. "Sebenarnya ada tiga alasan bagiku untuk melarang setiap orang memasuki gedung itu: "Ke satu, dengan kesempatan setahun yang tersedia bagi Be Siong pak. nyatanya dia be-lum berhasil menemukan benda yang dicari, dari sini membuktikan kalau rahasia dalam ruangan tersebut tak mungkin bisa dipecah-kan di dalam satu dua hari saja. Ke dua, sekarang kita sudah tahu kalau Oh Tin san suami istri telah pergi ke tempat kediaman Wan san popo, dan lagi kita pun akan berangkat dalam dua hari mendatang, mungkin kepergian kali ini akan mencapai satu bulan malah setengah tahun lamanya, bila keadaan dalam gedung tersebut keburu bocor, sedang kita tak ada disini, bukankah ini sama berarti memberi kesempatan kepada sementara oknum untuk menunggangi peluang tersebut? Ketiga, saat ini segenap anggota benteng sama-sama membicarakan masalah gedung tersebut, semua orang curiga, tak tenang dan takut akan hal-hal yang tahayul, apalagi dengan kepandaian yang begitu hebat dari Be Siong pak serta Thio Wi kang pun akhir nya ditemukan tewas dimuka gedung, bayangkan saja, siapakah diantara mereka yang berani melakukan penyelidikan lagi di dalam gedung tersebut, apalagi merekapun belum mengeta-hui tentang rahasia ruangan rahasia itu.

634

"Menurut pandanganku, lebih baik tunggu saja sampai kite kembali dari bukit Wan san baru melakukan. penyelidikan secara diam-diam, kemudian hasil penyelidikan tersebut kita umumkan kepada segenap anggota benteng, apa tindakan ini tidak bagus?" Mendengar sampai di situ, Siau cian dan Oh Li cu sama-sama mengangguk sambil memuji. Begitulah, berhubung besoknya mereka masih harus menempuh perjalanan untuk melaksanakan tugas, mereka bertiga segera kembali ke tempat masing-masing untuk beristirahat. Tanpa terasa fajar sudah mulai menying-sing di ufuk timur. Pertama tama Oh Li cu mengutus orang untuk memberitahu kepada ke empat ko-mandan kapal perang bahwa sau pocu hen-dak keluar benteng untuk melakukan pe-meriksaan apakah kapal-kapal perang pihak Lim lo pa telah mengundurkan diri semua dari telaga Phoa yang oh, kemudian meme-rintahkan pula kepada komandan Ciang agar tengah hari nanti mengirim sebuah kapal pengangkut untuk membawa kembali kuda milik sau pocu yang ada di pantai telaga barat. Selesai sarapan, Lan See giok, Siau cian dan Oh Li cu dengan memerintahkan dua orang dayang untuk mendayung sebuah sampan kecil, segera berangkat meninggal-kan benteng. Waktu itu matahari sudah bersinar cerah, sinar matahari yang lembut menyinari selu-ruh permukaan telaga dan memercikkan ca-haya keemas emasan yang menyilaukan mata. Keluar dari padang ilalang, sampan di ke-mudikan menuju ke arah barat laut. Setengah jam kemudian, di ujung langit sana muncul bayangan gunung dan hutan yang lebat. Berdiri di ujung geladak, Lan See giok ber-gumam agak murung. ""Entah si naga sakti pembalik sungai Thio loko serta Thi gou su-dah kembali belum?" Siau cian termenung sejenak, kemudian sahutnya: Menurut perhitungan ibuku, seharusnya kemarin malam mereka sudah tiba disini!" Lan See giok ingin selekasnya mengetahui jejak gurunya serta membalaskan dendam bagi kematian ayahnya, dia berharap si naga sakti pembalik sungai bisa memberi kabar gembira kepadanya. Sampan masih melaju ke depan dengan kecepatan tinggi .... Lambat laun di depan situ muncul baya-ngan tanggul, kemudian tampak kaum wanita sedang mencuci pakaian, gadis-gadis nelayan membetulkan jala serta anak-anak yang sedang berlarian ...

635

Ketika menjelang pantai tersebut. Lan See giok menyaksikan pula di sisi sebaris kapal dimana ia pernah menyembunyikan diri dulu hampir sebagian besar perahu telah turun ke telaga untuk menangkap ikan, kini hanya tertambat satu dua buah sampan belaka. Peristiwa malam itu, ketika ia menyembu-nyikan diri dibalik sampan melintas kembali dalam benaknya. Ia seolah-olah menyaksikan wajah To Seng cu yang ramah dicekam perasaan murung dan kesal .... Diapun seakan akan menjumpai wajah si naga sakti pembalik sungai dicekam kegeli-sahan .... Diapun seperti melihat adik seperguruan nya Si Cay soat sedang terkejut, gelisah dan tegang .... Akhirnya Lan See giok tersadar kembali dari lamunannya. Ketika ia mendongakkan kepalanya kembali, ternyata jaraknya dengan tepi pantai tinggal sepuluh kaki. Setelah menambat sampan di pantai, mereka bertiga segera melompat naik ke atas daratan, sedangkan kedua orang dayang itu kembali ke telaga untuk menantikan datang nya kapal pengangkut yang dikirim koman-dan Ciang. Kemudian Lan See giok bertiga di pantai telaga itu segera disambut oleh sekelompok, anak-anak kecil yang datang mengerubung. Mendadak dari belakang mereka kede-ngaran suara teriakan keras: "Hai, coba lihat, enci Soat telah datang!" Ketika Lan See giok mendongakkan kepalanya, dia melihat ada sesosok bayangan merah sedang meluncur datang dari balik hutan bambu di depan sana, orang itu adalah adik Soat, dan dia tak menyangka anak-anak di dusun itu masih tetap menge-nal Si Cay soat. Berpikir demikian, tanpa terasa dia ber-paling dan memandang sekejap kearah bo-cah-bocah itu. Ketika Lan See giok berpaling, kembali ter-dengar bocah-bocah itu berteriak keras: "Aaaah, rupanya dia, yaa rupanya dia .... haaahh.... haaahh... dia kan bocah tanggung yang dihajar enci Soat sampai lari terbirit birit?" Teriakan ini kontan saja membuat paras muka Lan See giok menjadi merah padam. Si Cay soat tersenyum manis ke arah pe-muda itu, kemudian kepada Siau cian dan Oh Li cu katanya sambil tertawa: "Begitu kudengar suara teriakan adik-adik kecil ini, sudah kuketahui tentu kalian yang telah datang."

636

Sambil berkata dia menuding ke arah sekelompok bocah yang mengelilingi mereka berempat. Siau cian sangat menguatirkan ibunya, dia segera bertanya dengan penuh perhatian: "Adik Soat, mana ibuku?" Si Cay soat tertawa, agaknya dia sedang mentertawakan Siau cian yang tak bisa berpisah dengan ibunya, kemudian sahutnya sambil tertawa riang: "Bibi sedang - berunding dengan Thio loko." Mendengar jawaban ini, kembali Lan See giok bertanya dengan gelisah: "Mana adik Thi gou?" Belum habis dia bertanya, dari balik hutan sudah kedengaran suara teriakan dari -Thi gou yang penuh dengan kegembiraan: "Heei ... engkoh Giok ... engkoh Giok..." Mendengar teriakan itu Lan See giok men-dongakkan kepalanya, tampak Siau thi gou yang hitam kulitnya sedang berlarian mendekat dengan cepat. Baru pertama kali ini Siau cian serta Oh Li cu berjumpa dengan Siau thi gou. Ketika mereka saksikan bocah itu mengena kan pakaian hitam sehingga membuat kulit tubuhnya yang memang hitam bertambah hitam, di mana cuma nampak ke dua biji matanya yang bulat besar saja, tanpa terasa mereka sama-sama tertawa geli. Begitu mendekat, Siau thi gou langsung memeluk Lan See giok dan berseru dengan girang bercampur marah: "Engkoh Giok, cepat amat perjalananmu aku dan Thio loko tak pernah berhasil menyusulmu!" Lan See giok tertawa terbahak bahak. "Haahh...haaahhh...haaahhh...aku kan menunggang kuda, sudah barang tentu jauh lebih cepat dari pada kalian!" "Padahal biar hujan badai pun kami tetap menempuh perjalanan, tapi kenyataannya tidak mampu menyusulmu..." Sebelum Siau thi gou menyelesaikan per-kataannya, Si Cay soat telah menimbrung dengan tak sabar: "Sudah, sudahlah, ayo kita balik dulu ke rumah sebelum berbicara lagi." Selesai berkata dia mengajak Lan See giok sekalian menuju ke hutan bambu. Thi gou berjalan pula di depan dengan langkah lebar, setelah menembusi hutan bambu, di depan sana muncul beberapa buah bangunan rumah kecil. Tiba di depan rumah mereka menembusi sebuah halaman kecil dan masuk ke dalam ruangan, waktu itu Hu yong siancu sedang berbicara dengan si

637

naga sakti pembalik su-ngai, ketika melihat kedatangan See giok, kedua orang itu segera muncul untuk me-nyambut. Dalam sekilas pandangan saja, Lan See giok dapat melihat si naga sakti pembalik sungai yang bertubuh kekar itu, hanya di dalam waktu tujuh bulan saja wajahnya keli-hatan sudah jauh lebih tua dari semula: Saat ini, meskipun wajahnya masih tetap segar dan penuh semangat, namun diatas wajahnya yang tua masih tetap tersisa keleti-han yang mencekam. Bertemu dengan Lan See giok, si naga sakti pembalik sungai segera berkata sambil tersenyum: "Ketika aku tiba kemarin tengah malam, kudengar dari putraku Ji keng yang menga-takan, saudara cilik serta adik Soat telah tiba dua hari berselang." Lan See giok maju ke depan dan memberi hormat, lalu, sahutnya dengan hangat. "Siaute dengar dari adik Soat, katanya ketika engkoh tua ke situ, siaute baru saja turun gunung." "Haaaahh....haaaaahhh...haaaahh .... maka itulah, selangkah sudah terlambat, selanjut-nya selalu ketinggalan ...... Selesai berkata kembali dia tertawa terba-hak bahak. Dari gelak tertawa si naga sakti pembalik sungai, Lan See giok bisa merasakan bahwa kegembiraan orang itu sudah jauh berkurang ketimbang dahulu. Setelah masuk ke dalam ruangan, Lan See giok memberi hormat dulu kepada bibinya, kemudian baru memperkenalkan Oh Li cu kepada si naga sakti pembalik sungai. Pada dasarnya si naga sakti pembalik su-ngai adalah kenalan lama dari pemilik ben-teng Wi lim poo yang terdahulu setelah mendengar penjelasan dari Hu yong siancu tentang asal usul Oh Li cu yang sebenarnya, diapun menghela napas panjang. Begitulah, dalam kesempatan tersebut Lan See giok kembali menanyakan keadaan gu-runya. "Thio loko, selama setengah tahun ini, apakah kau berhasil mendapat kabar tentang suhu-" Begitu menghadapi pertanyaan ini, paras muka si naga sakti pembalik sungai segera dicekam kemurungan lagi. "Anak Giok" Hu yong siancu segera me-nimbrung, "situasi yang kita hadapi saat ini amat kalut, boleh dibilang menyangkut pula tentang mati hidupnya semua perguruan dan partai besar di dalam dunia persilatan, soal

638

bertemunya kau dengan Keng hian sian tiang dibukit Bu tong, juga telah kubicarakan de-ngan Thio lo enghiong..." Pelan-pelan si naga sakti pembalik sungai mengangkat kepalanya, kemudian menyela dengan sedih: "Waktu itu aku bermaksud untuk mene-nangkan pikiran dan perasaan kalian bertiga, dalam keadaan demikian terpaksa engkoh tua harus memakai taktik semacam itu un-tuk menghadapi kalian ...... Berbicara sampai di situ dia melirik sekejap ke arah Lan See giok, Si Cay soat dan Siau thi gou yang menanti dengan harapan serta kegelisahan, kemudian terusnya: "Namun surat itu benar-benar tulisan dari Cia locianpwe sendiri, dia orang tua meme-rintahkan kepadaku untuk menghantar surat tersebut ke Hoa san dan menyerahkan kepada kalian bila setengah tahun kemudian masih belum juga nampak dia orang tua kembali. "Tampaknya Cia locianpwe telah menduga bahwa di dalam perjalanannya menuju ke luar lautan kali ini, masalahnya tidak akan segampang masalah beradu kepandaian bia-sa, karena itu dia telah persiapkan surat tersebut guna menenteramkan hati kalian bertiga, dari pada mempengaruhi usaha kalian berlatih ilmu silat " Belum selesai perkataan itu diutarakan, Siau thi gou sudah mengucurkan air mata dan bertanya sambil menangis: "Thio lo koko, sudah setahun lebih suhu belum juga kembali, apakah dia tak akan kembali lagi?" Siau cian teringat pula bagaimana To Seng cu menghadiahkan pedang kepadanya serta mewariskan ilmu silat kepadanya, karena itu diapun ikut menangis. Sebaliknya Oh Li cu yang melihat semua orang menangis, hatinya ikut sedih hingga air mata bercucuran membasahi pipinya. Akibatnya Hu Yong siancu dan si naga sakti pembalik sungai tak bisa membendung pula kesedihan yang mencekam perasaan mereka, sepasang mata mereka pun turut berkaca kaca. Lama kemudian, si naga sakti pbembalik sungai jbaru dapat mengghibur sambil mabng-gut-manggut. "Tak usah kuatir Adik Thi gou, Cia locian-pwe adalah seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian silat sangat tangguh, belum ada manusia di dalam dunia ini yang mampu menandingi dia orang tua..." Siau thi gou agak tidak percaya, mende-ngar ucapan itu dia segera membantah. "Kalau memang begitu, kenapa suhu belum juga kembali?"

639

Hu yong siancu ada maksud untuk meng-hibur Siau thi gou, dia segera menyela: "Thi gou, biarpun jejak Cia locianpwe ma-sih belum jelas hingga kini, namun kami su-dah memastikan bahwa dia terkurung di bukit Wan san..." "Apa? Terkurung dibukit Wan san?" tanya Lan See giok dengan paras muka berubah. Si naga sakti pembalik sungai manggut-manggut: "Yaa, inilah hasil kesimpulan yang berhasil kami tarik berdasarkan katakata yang diu-capkan To Seng-cu Cia locianpwe sebelum berangkat tempo hari, benarkah dia tersekap di bukit Wan san, hal ini belum bisa dipasti-kan seratus persen." "Apa yang dikatakan suhu sebelum be-rangkat?" tanya Lan See giok dan Si Cay-soat hampir bersamaan waktunya. "Sebelum berangkat Cia locianpwe telah berkata kepadaku bahwa kali ini Lam hay lo-koay telah mewakili Wan san-popo me-ngundang dirinya untuk berkunjung ke bukit Wan-san sambil membicarakan rencana mereka untuk menyatukan segenap pergu-ruan dan partai silat yang ada di dunia ini, bila Cia Locianpwe tidak datang dan kemu-dian terjadi peristiwa besar dalam dunia per-silatan maka Cia locianpwe tidak diperke-nankan untuk turut mencampurinya. "Dengan tekad hendak melenyapkan semua bencana dari muka bumi akhirnya berangkat lah Cia locianpwe menuju bukit Wan-san untuk turut menghadiri pertemuan- puncak yang kali ini diselenggarakan Wan san popo sebab Lam-hay-lokoay dan Su-to cinjin telah berada ditempat kediaman Wan San-popo, maka tidak mungkin Cia locianpwe pergi ke Hay-lam. "Berdasarkan hal inilah Han lihiap dan aku segera menyimpulkan bahwa Cia locianpwe telah disekap di bukit Wan san atau dikare-nakan pelbagai alasan, ia tak bisa mening-galkan tempat tersebut untuk sementara waktub." Lan See jgiok berusaha kgeras untuk me-nbgendalikan amarah yang berkobar di dalam dadanya, kemudian bertanya lagi dengan tenang. "Thio loko, kali ini kau buru-buru pergi ke Hoa san untuk menjumpai siaute, apakah maksudmu hendak memberitahukan kepada siaute tentang berita ini?"! Si naga sakti pembalik sungai sudah dapat menangkap hawa napsu membunuh yang menyelimuti wajah Lan See giok, maka dia segera menggeleng sambil menjelaskan. Semua perbuatan yang kulakukan hampir semuanya menurut pesan yang ditinggalkan Cia locianpwe. sesungguhnya kedatanganku ke Hoa san

640

tempo hari adalah hendak berpesan kepada saudara cilik agar turun gunung dan mulai mencari pembunuh ayah mu, bila urusan telah selesai kau diminta pergi ke wan san untuk bersama Cia Locian-pwe memecahkan pelbagai masalah lain" Dengan kening berkerut dan amarah mem-bara Lan See giok segera berkata. "Siaute telah berhasil menyelidiki bahwa pembunuh ayahku adalah Oh Tinsan, dan kebetulan sekali diapun berada dibukit Wan san, membalas dendam bagi kematian ayahku. Menolong guru dari kesulitan, agaknya kedua hal tersebut dapat kita laksanakan bersama sama, menurut Siaute masalah ini tak bisa ditunda tunda lagi, kita harus be-rangkat secepatnya" Si naga sakti pembalik sungai cukup me-ngetahui bagaimanakah perasaan Lan See giok saat ini, maka diapun mengangguk:. "Ucapan saudara cilik memang benar, kita harus berangkat secepatnya. tapi aku sudah pernah berangkat ke bukit Wan san dan diam-diam melakukan penyelidikan di situ tatkala kembali dari bukit Hoa san setengah tahun berselang. Berkilat sepasang mata Lan See giok sete-lah mendengar ucapan tersebut, dengan wa-jah terkejut bercampur girang segera tim-brungnya: "Apakah kau berhasil mendapat kabar tentang suhu?" Dengan wajah serba susah si naga sakti pembalik sungai menerangkan: "Wan san terletak ditengah samudra yang dikelilingi dua ratus empat puluhan pulau kecil, bukan hanya begitu, ombak samudra amat besar dan mengerikan, kepulauan itu pun berderet-deret, ada yang lebat rdengan pepohonazn. ada pula yanwg gersang tak nram-pak tumbuhan apapun, ada pula yang teng-gelam disaat air pasang dan muncul kembali disaat surut, keadaannya berbahaya dan amat rumit, sudah beberapa bulan lamanya aku melakukan pemeriksaan namun akhirnya tanpa hasil ...." Timbul kembali kegelisahan dalam hati Lan See giok setelah mendengar ucapan ini, tanpa terasa dia menyela: "Menurut pendapatmu itu, bagaimanakah kita mesti berbuat? Apakah tahu sukar dan kemudian mengundurkan diri..." "Ooooh, tentu saja kita harus pergi, biar gunung golok kuali berminyak mendidih pun tetap akan kita datangi, untuk membunuh Oh Tin san dan menolong Cia locianpwe, kita harus bertindak tanpa memperhitungkan bagaimanakah resikonya . . . ." Berbicara sampai disini, dia memandang sekejap ke arah Lan See giok dengan tenang, kemudian sambungnya:

641

"Cuma saja, kita harus mempunyai suatu rencana yang cermat dan matang, dengan demikian kita baru punya harapan untuk berhasil di dalam perjalanan kali ini. . ." "Engkoh tua, rencana apakah yang kau miliki? Ayo cepat diarahkan keluar. . ." seru Si Cay soat tidak sabar. Dengan pandangan hangat si naga sakti pembalik sungai memandang sekejap ke arah Si Cay soat, kemudian sambungnya: "Sudah beberapa kali aku dan Han lihiap merundingkan persoalan ini, menurut pen-dapat kami, jika kita hanya mengandalkan kekuatan beberapa orang saja untuk mencari letak pulau tersebut, akhirnya pasti akan mengalami nasib seperti usahaku dulu, gagal total, Sebaiknya bila dibagi menjadi beberapa kelompok, dengan kemampuan Lam hay lo koay dan Si to cinjin di tempat kediaman Wan san popo, andaikata bertemu dengan mereka, selain engkoh Giok mu se-orang, yang lainnya sudah pasti bukan tandingan mereka. . ." Mendadak berkilat sepasang mata Lan See giok, teriaknya keras-keras. "Engkoh Thio, aku punya akal!" Teriakan yang sangat tiba-tiba itu segera membuat ruangan tersebut dicekam kehe-ningan, semua sorot mata orang sama-sama ditujukan kearah anak muda tersebut. Dengan keyakinan yang sudah mantap, si naga sakti pembalik sungai bertanya: "Kau mempunyai akal apa? Tak ada salah-nya bila saudara cilik kemukakan disini agar engkoh tua dan Han lihiap bisa turut mengetahuinya .-" Dengan wajah gembira Lan See giok segera berkata. "Berbicara soal kekuatan yang dimiliki Wi lim poo saat ini, mereka mempunyai ratusan buah kapal perang dan anggota sebanyak dua ribuan lebih, asal kita mengerahkan segenap kekuatan untuk berangkat ke bukit Wan-san, satu diantaranya pasti akan berha-sil menemukan letak pulau tersebut. Di samping itu kita dapat menyebarkan perhatian dari Wan-san popo, dengan ke-mampuan yang ada, hasil yang bakal diperoleh tentu akan lebih besar malahan bisa jadi sebelum kapal-kapal kita mengu-rung pulau Wansan, Oh Tin-san suami istri sudah terpancing keluar lebih dulu" Bersamaan dengan selesainya ucapan itu Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu sama-sama berteriak tanda setuju. Si naga sakti pembalik sungai memandang sekejap kearah Hu-yong siancu sambil terta-wa misterius, kemudian baru menyahut:

642

"Ternyata apa yang dikatakan saudara cilik sekarang persis seperti hasil perundinganku dengan Han lihiap.." Kemudian ia berhenti sejenak sambil melirik kearah Oh Li cu, lalu terusnya. "Cuma hal ini tergantung pada persetujuan nona Oh, apakah ia setuju atau tidak." Oh Li-cu segera tersenyum. "Boanpwe tidak mempunyai kemampuan apa-apa, sebab kekuasaan tertinggi di dalam benteng Wi lim poo saat ini berada ditangan adik Giok, segala sesuatunya tergantung pada perintahnya sedang boanpwe hanya akan turubt perintah sajaj " Ucapan igni begitu diutabrakan, semua orang sama-sama dibikin tertegun, agaknya mereka tidak menyangka kalau Oh Li cu bisa tanpa kekuasaan semacam ini. Menyaksikan mimik wajah yang diperlihat-kan semua orang, Oh Li cu kembali tertawa sambil melanjutkan: "Adik Giok mempunyai wibawa dan simpa-tik yang sangat mendalam di benteng Wi lim poo, seperti sambutan yang diberikan segenap anggota benteng kemarin, tentunya bibi serta adik berdua telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri hingga tak usah boanpwe tuturkan lagi, asal adik Giok menu-runkan perintahnya sekarang, niscaya segenap anggota benteng akan melakukan perintah tersebut dengan segera, dalam hal ini boanpwe berani menjamin." Hu yong siancu berkerut kening, dengan perasaan kuatir katanya tiba-tiba: "Yang kita kuatirkan sekarang justru ulah dari Be Siong pak, siapa tahu dia bermain gila secara diam-diam?" Siau cian segera tertawa cekikikan sambil menyela: "Saat ini, mungkin jenasah Be Siong pak sudah lama menjadi kaku ...." Begitu ucapan mana diutarakan, selain Lan See giok dan Oh Li cu, semuanya sama-sama berseru kaget dengan wajah berubah: "Kenapa?" Hu yong siancu segera bertanya dengan wajah tidak mengerti. Oh Li cu tersenyum, secara ringkas ia lantas menceritakan kisah yang dialami Lan see giok sekalian pada malam itu ..... Sewaktu selesai mendengar kisah mana, si naga sakti pembalik sungai segera menepuk pahanya sambil berseru dengan gembira: "Bagus sekali kalau begitu, besok, kita bisa segera berangkat, dengan melewati sungai tiangkang, melalui Kim-leng, Go-siong lang-sung menuju samudra dan mencapai pulau Wan-san" Tiba-tiba Hu yong siancu menyela sambil tersenyum. "Kalau toh kita sudah mengambil kepu-tusan untuk berbuat demikian, aku rasa kita tak perlu terburu napsu lagi, yang pertama kita mesti lakukan

643

adalah membuat para komandan dan anggota Wi lim poo tahu bahwa mereka hendak melakukan perjalanan jauh, kemudian mereka harus memper-siap-kan pula kebbutuhan bagi ratjusan buah kapalg perang tersebubt dalam melakukan perjalanan jauh. aku rasa untuk kedua hal ini kita me-merlukan waktu cukup lama. di samping itu kita sendiri toh mesti mempunyai persiapan juga, sebab di dalam perjalanan menuju ke Wansan kali ini. meski hanya membutuhkan waktu setengah bulan, tapi siapapun tak bisa memastikan kalau kita tak akan mengun-jungi Hay lam." Tidak sampai Hu yong siancu menyelesai-kan kata-katanya, dengan wajah memerah si naga sakti pembalik sungai telah meng-ang-guk berulang kali. "Benar, benar sekali, kalau begitu kita lak-sanakan sesuai dengan perkataan Han lihiap tadi, tapi kita harus menggunakan alasan apa untuk menggerakkan kapal-kapal perang dari benteng Wi lim-poo tersebut?" "Apakah Thio locianpwe akan turut serta di dalam perjalanan kali ini?" tibatiba Oh Li-cu menyela: "Tentu saja harus ikut." sela Lan See giok. ""Kalau begitu, jika kita tidak mempunyai sebuah alasan yang cocok dan bisa diterima dengan akal sehat, niscaya perbuatan kita ini akan menimbulkan kecurigaan dari para ko-mandan kapal perang Wi-lim-poo!" ""Ucapan nona memang benar" Si naga sakti pembalik sungai segera manggut- manggut dengan kening berkerut. Oh Li-cu tertawa hambar. ""Harap Thio locianpwe jangan me-nyebutku dengan nama margaku yang se-benarnya, se-bab dengan panggilan tersebut, tentu akan mudah memancing kecurigaan orang-orang Wi lim-poo" "Baik, baiklah" sahut naga sakti pembalik sungai sambil mengangguk berulang kali. "aku memang sudah makin tua, sehingga kian tua kian bertambah pikun saja," 0leh ucapan tersebut, semua orang segera tertawa geli. Hu yong siancu segera mengulapkan ta-ngan nya mencegah semua orang tertawa le-bih lanjut, setelah itu katanya dengan serius: "Biarpun aku dan Thio lo enghiong berhasil memikirkan cara tersebut, namun kami se-lalu merasa bahwa carra tersebut kurang be-gitu terbuka dan jujur. . ." "Untuk menghadapi kawanan manusia yang licik busuk dan berbahaya semacam itu, buat apa kita mesti membicarakan soal jujur, atau tidak apalagi Oh Tin san adalah musuh besar pembunuh ayahku. Dengan cara apapun aku bertekad membinasakan dirinya"." "Anak Giok" ujar Hu yong siancu dengan sungguh-sungguh. "biarpun orang lain licin dan banyak tipu muslihatnya. Namun jangan mengurangi

644

kejujuran dan kelurusan kita di dalam bertindak, apalagi kitapun harus memikirkan pertanggungan jawab kita terha-dap keselamatan segenap anggota Wi- lim-poo yang kita ajak berangkat bersama-sama itu. . ." Merah dadu selembar wajah Lan See-giok, namun ia sadar bahwa perkataan itu memang benar, karenanya diapun membisu di dalam seribu bahasa, terdengar Hu-yong siancu berkata lebih jauh. "Sekarang sudah ada kenyataan bahwa Be Siong-pak hendak menyelidiki gedung kedia-man bagian dalam, apa salahnya jika kita manfaatkan kesempatan ini untuk mem-bongkar rahasia kematian dari Phoa yang ong Kian pocu dimasa lampau? Kita dapat berala-san hendak menangkap pembunuh keji itu di Wan-san, bahkan kemudian setelah persoa-lan itu kita bisa mengajak para komandan bersama-sama melakukan pembuktian di dalam kamar rahasia tersebut aku yakin segenap anggota Wi lim-poo pasti bisa kita tundukkan." Mendengar sampai di situ, si naga sakti pembalik sungai yang pertamatama bertepuk tangan lebih dulu tanda setuju, menyusul kemudian Lan See-giok sekalian juga manggut- manggut sambil memuji: "Kalau memang begitu, kita boleh mulai bekerja sekarang" kata naga sakti pembalik sungai kemudian dengan gembira. Hu yong siancu segera berpaling kearah Lan See giok dan Oh Li cu, kemudian tanya-nya: "Apakah kalian sudah mengirim kapal be-sar datang kemari?" Lan See giok memandang kearah matahari yang ditengah angkasa. kemudian menyahut: "Yaa, aku mengirim sebuah kapal kemari, mungkin saat ini sudah tiba disini." ""Langkah pertama kita harus mengangkut kuda-kuda itu pulang ke benteng!" kata Hu yong siancu kemudian. "kedua, nona Oh ha-rus mengatur kedua orang dayang agar pu-lang menyampaikan perintah kepada koman-dan kapal agar besok pagi berangkat, di samping itu menyebar luaskan tentang se-bab-sebab kematian Phoa yang ong si pocu di masa lalu kemudian secara diam-diam se-barkan pula kabar yang mengatakan ke-mungkinan besar Oh Tin san suami istri akan terbunuh di luar lautan.. usahakan agar anggota benteng mengetahui tentang berita ini..."" Setelah berhenti sejenak, ia baru meman-dang sekejap semua orang yang hadir dan menambahkan:

645

""Sekarang secara terpisah kita lakukan persiapan untuk memenuhi barang-barang yang dibutuhkan, besok tengah hari kita naik perahu dari sini dan bersama-sama kembali ke benteng Wi lim poo." Baru selesai dia berkata, dua orang pela-yan telah muncul menyiapkan makan siang. Dengan gembira si naga sakti pembalik sungai segera berseru. "Mari kita bersantap dulu, selesai bersan-tap kita baru melaksanakan tugas masing-masing"." Dalam kesempatan itu Hu yong siancu berpaling kearah Oh Li-cu dan berpesan: "Nona 0h, malam nanti kau bersama anak Cian dan anak Giok boleh menginap di tem-patku sana, sebab aku masih ada urusan dan malam ini tak dapat kembali ...." Belum habis ia berkata, Thi gou telah berteriak dengan marah. "Tidak, tidak. malam ini semua orang tak boleh tidur bersama engkoh Giok, aku si Thi gou yang akan tidur bersama engkoh Giok..." Atas teriakan ini, si naga sakbti pembalik sunjgai segera tertgawa terbahak-babhak kege-lian. Sedangkan Si Cay soat dengan kening berkerut segera mengomel: "Thi gou, siapa sih yang menyuruh kau mengaco belo tidak karuan ....?" Sebaliknya paras muka Siau cian dan Oh Li cu berubah menjadi merah padam, mereka tertunduk malu meski matanya sempat me-mandang sekejap ke arah Lan See giok yang berdiri jengah pula di situ. ooo0ooo BAB 30 HU YONG SIANCU sendiri hanya ter-senyum sambil membungkam diri, agaknya dia merasa tidak mampu untuk memberi penjelasan kepada Siau thi gou yang polos tapi menyenangkan ini. Dari mimik muka semua orang, Siau thi gou menyadari kalau dia sudah salah berbi-cara, tak heran kalau enci Soat-nya meng-umpat dan menegurnya. "Siau thi gou" kata si naga sakti pembalik sungai kemudian dengan gembira, "di kemu-dian hari, bila kau tetap bersikeras demikian, pokoknya kau pasti akan disediakan makanan-makanan yang lezat...."" sambil berkata sekali lagi ia tertawa tergelak. Merah dadu selembar wajah Si Cay soat, kontan saja ia mengomel: "Thio loko. jeng-gotmu saja sudah memutih semua. Tapi si-fatmu masih saja seperti adik Gou....."

646

Hu yong siancu tertawa, selanya kemudian: "Kalau memang begitu biarlah Thi gou dan anak Giok tidur di rumahku sedang nona Oh tinggal dirumah kediaman Thio lo enghiong." "Bibi, anak Cu masih harus menengok enci ku Be Cui peng..." sela Oh Li cu segera, baru sekarang Hu yong siancu teringat kembali akan Tok Niocu, maka diapun bertanya de-ngan cemas. "Saat ini Gui hujin berada dimana?" "Dia berdiam di sebuah rumah nelayan dalam dusun ini." "Kalau begitu cepat kau undang dia ke mari" seru naga sakti pembalik sungai de-ngan cepat. Tapi Oh Li cu segera menggeleng, kata-nya sambil tersenyum: "Tidak usah, biar kita bersua kembali be-sok pagi diatas perahu saja." Hu yong siancu dan naga sakti bpembalik sungaij tahu kalau diagntara mereka kabkak beradik pasti masih ada persoalan pribadi yang hendak dibicarakan, karena itu merekapun tidak kukuh dengan pendirian "Enci Cu, tolong titip salam buat enci Peng, katakan kepadanya bahwa hari ini siaute belum berkesempatan untuk pergi menengok nya" kata Lan See giok pula sambi1 tertawa. Oh Li-cu tertawa penuh rasa terima kasih sambil mengangguk, setelah berpamitan kepada semua orang. ia berangkat lebih dulu. Kemudian Hu yong siancu juga memberi pesan-pesan kepada Siau cian. Tatkala Lan See giok dan siau cian, berpa-mitan dengan Hu yong siancu serta naga sakti pembalik sungai, tiba-tiba Siau thi gou mengurungkan niatnya untuk pergi bersama pemuda itu. Melihat hal ini. Naga sakti pembalik sungai segera tertawa terbahak-bahak, teriaknya dengan gembira. "Haaahh... haaahhh... haaahhh... Thi gou memang tepat sekali bila kau berada disini saja, nah pergilah untuk mencari Sam keng untuk bermain bola dengan mereka" Siau thi gou bersorak gembira dan segera berlarian keluar dari ruangan. Lan See giok dan Siau cian tahu sudah pasti Si Cay soat yang secara diam-diam menghalangi niat Siau thi gou tersebut, kalau tidak, tak mungkin Siau Thi gou akan berubah pendirian ditengah jalan. Berpendapat demikian, tanpa terasa dia memandang sekejap ke arah Si Cay soat sambil tertawa penuh rasa terima kasih. Setelah keluar dari halaman rumah, untuk menghindari perhatian orang maka kedua orang itu menempuh perjalanannya dengan menelusuri jalan setapak dibelakang dusun, Waktu itu matahari sedang bersinar cerah ditengah angkasa. langit cerah dan angin berhembus sepoi-sepoi.

647

Lan See giok dan Siau cian menelusuri jalan yang dikelilingi pemandangan alam in-dah, perasaan mereka terasa lebih lapang dan gembira. Tak sampai satu jam kemudian, sampailah mereka di dusun nelayan yang lain, ketika Siau cian membuka kunci printu dan masuk zke dalam halamawn, ditemukan rurmahnya berada dalam keadaan bersih dan tak ada sedikit debupun yang menempel di situ, dia tahu tentu ibunya sudah pulang lebih dulu untuk membereskan rumahnya. Bagi Lan See giok, kali ini merupakan ke-sempatan yang pertama baginya dapat ber-sama-sama enci Ciannya tanpa diganggu oleh kehadiran pihak ketiga, sudah lama dia impikan kesempatan seperti apa yang diala-minya hari ini. Siau cian pergi menyiapkan air teh, lalu berdua duduk di ruang dalam sambil ber-pandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Siau cian yang dipandang sedemikian rupa oleh pemuda itu kontan saja merasakan hatinya berdebar dan perasaannya tidak tenang. Dia tak tahu mengapa bisa begitu, se-makin tenang-tenang suasananya dia merasa hati-nya semakin gugup. Maka nona itupun bangkit berdiri dan berjalan mondar mandir dalam ruangan dengan perasaan gelisah yang tak terlukiskan dengan kata-kata mencekam benaknya, apa yang digelisahkan? Ia sendiri pun tak mampu mengutarakannya keluar. Lan See giok yang menyaksikan keadaan tersebut menjadi amat keheranan, dengan kening berkerut tegurnya kemudian: ""Enci Cian, apakah kau sedang memikirkan bibi?" Tergerak perasaan Siau cian, ia segera ber-henti dan manggut-manggut, sahutnya: "Yaa, entah sampai kapan ibu baru akan kembali?" . Ia duduk di depan pembaringan dan mene-guk air teh dengan perasaan tak tenang. Lan See giok segera teringat akan sesuatu, cepat-cepat dia bertanya: "Enci Cian, sebenarnya bibi kemana sih?" "Setiap satu dua bulan sekali, ibu tentu akan pergi ke Kwan im an di Khu leng....." Dengan perasaan terkejut agak berubah wajah Lan See giok, ia bertanya lagi. "Bukankah kuil Kwan im an merupakan tempat tinggal kaum rahib.....?" "Benar...." Siau cian mengangguk sedih, "Pemimpin kuil itu merupakan seorang nikou kenalan ibu semasa masih berkelana di dalam dunia persilatan dulu.."

648

Sebelum Siau cian menyelesaikan kata katanya, dengan kening berkerut Lan See giok segera bangkit berdiri. Menjumpai hal tersebut, dengan perasaan terkejut bercampur gelisah Siau cian, segera menegur: "Adik Giok, mau apa kau?" ""Hmm, aku hendak memperingatkan nikou tersebut, jika ia berani membujuk bibi me-masuki kuil tersebut, akan kubakar Lam hay toa si Kwan im an itu sampai rata dengan tanah..." Kontan saja Siau cian tertawa cekikikan. "Coba kau lihat tampangmu yang gelisah itu, biarpun pengalaman ibu selama ini tidak menguntungkan dan selalu menderita, toh dia masih mempunyai anak, sebelum hara-pannya terkabul, masa dia akan menjadi nikou?" Tergerak hati Lan See giok mendengar uca-pan itu, dia segera teringat kembali dengan pengalaman bibinya yang masih menjadi tanda tanya baginya. Maka dengan wajah lebih tenang ia duduk kembali di tempat semula, kemudian dengan nada mendatar ia bertanya: "Enci Cian, mengapa sih bibi begitu benci dengan Pek Im hong dari Lim lo pah terse-but?" Terbayang kembali pengalaman tragis yang dialami ibunya. segera timbul perasaan mu-rung dan pedih dalam hati Siau cian, perasaan tak tenang yang semula mencekam perasaannya kini turut lenyap pula tak ber-bekas. Dengan kening berkerut dan pandangan sedih dia memandang sekejap ke arah pemu-da itu, bukan menjawab dia justru balik bertanya: "Apakah kau mengetahui tentang pengala-man sedih yang dialami ibu sepanjang hidupnya?" Lan See giok tidak leluasa untuk mengata-kan tak tahu, maka sahutnya kemudian: "Sewaktu masih kecil dulu, aku sering kali mendengar ibuku membicarakan tentang persoalan ini, cuma saja aku sudah tak dbapat mengingatnjya kembali...""g Agaknya Siaub cian mengetahui dengan jelas sampai dimanakah hubungan antara ibunya dengan orang tua Lan See giok, maka dengan perasaan tak paham ia bertanya: "Apa cerita ibumu dulu. . ." Lan See giok tidak menyangka Siau cian akan bertanya demikian tapi ia segera ber-pikir lain, jawabnya segera: "Sebelum meninggal ibuku berpesan agar aku jangan melupakan bibi Wan!"

649

Siau cian segera menghela napas sedih: "Aaai... semasa masih gadis dulu, nama ibu sudah termasyhur di seantero dunia persila-tan, tatkala mencapai usia sembilan belas tahun ia telah bertemu dengan seorang pe-muda tampan yang mempergunakan semacam senjata berbentuk aneh, orang itu adalah Gurdi emas peluru perak paman Lan yang namanya menggetarkan seluruh dunia persilatan." "Ibu dan paman Lan merasa jatuh hati dalam pandangan pertama, ditambah pula mereka punya urusan untuk bersama-sama pergi ke Cionglay-san, maka hubungan yang makin erat menumbuhkan benih cinta, kemudian ibu mengetahui bahwa paman Lan sesungguhnya sudah menjalin cinta yang mendalam dengan Ki lu lihiap Ong yan hoa jauh sebelum mereka berdua saling berke-nalan." "Mungkin ibu beranggapan bahwa ia tak pantas merebut kekasih orang lain, tapi menurut ibu sebenarnya ia kuatir paman Lan tak akan memperoleh kebahagiaan di kemudian hari, maka diapun memutuskan untuk meninggalkan paman Lan..."" Tergerak perasaan Lan See giok setelah mendengar sampai di situ, tibatiba dia menimbrung: "Enci Cian, menurut pendapatmu bagai-manakah keputusan bibi waktu itu? Apakah tindakan yang diambilnya itu benar?" Siau cian memandang sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan cinta, kemudian sambil tertawa paksa dia menggeleng: "Aku tidak tahu, aku hanya mengetahui bahwa sejak ibu dan ayah kawin, batinnya selalu menderita." "Enci Cian, maafkan kegegabahanku, se-benarnya siaute ingin sekali mengetahui ala-san bibi sampai kawin dengan ayahmu Ciub ki san..."" Sjenyuman yang segmula menghiasi bwajah Siau cian seketika hilang lenyap tak berbe-kas, katanya kemudian dengan sedih: "Membicarakan persoalan ini, sebenarnya hal tersebut akan melukai perasaan hatiku, namun akupun mempunyai hal-hal yang pantas dibanggakan, yaitu sejak ibu kawin dengan ayah, ia memang seorang istri yang setia, betul bahwa ibu seringkali bertemu dengan paman Lan semenjak kematian ayah-ku, namun aku tahu ibu selalu menjaga ke-sucian tubuhnya..." Tiba-tiba Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, bibirnya bergetar tanpa terasa, namun ia toh merasa kurang leluasa untuk bertanya kepada gadis itu darimana ia bisa tahu? Tampaknya Siau cian dapat meraba suara hati si anak muda tersebut, ia segera menje-laskan:

650

"Pada mulanya, setiap kali ibu pergi keluar dia selalu kembali dengan cepat, tapi lambat laun ia baru pulang menjelang tengah ma-lam, waktu itu aku merasa amat menderita dan marah, ada suatu waktu aku sengaja menguntit Ibu secara diam-diam, ingin kuli-hat sebenarnya rahasia apakah yang dia miliki..." Diam-diam Lan See giok mencemaskan ayah dan bibinya, dengan penuh perhatian ia bertanya: "Tentunya bibi telah pergi ke kuil Kwan im an bukan?" "Tidak" Siau cian menggeleng, "Ibu mema-suki hutan yang lebat itu dan menuju ke suatu tempat yang sangat gelap, dari situlah melayang turun seorang lelaki setengah umur berdandan sastrawan, dia mempunyai wajah yang tampan dengan sedikit kumis, meski rambutnya mulai berubah, namun tidak menutupi ketampanan nya semasa masih muda dulu...." "Dia.... dia adalah ayahku!" ucap See giok emosi. "Siau cian mengangguk, lanjutnya: "Waktu itu aku sangat gusar, kalau bisa ingin kubunuh sastrawan tampan itu, di samping akupun sangat membenci ibu, aku tidak merasakan lagi kelembutan ibuku. "Ibuku memanggil ayahmu sebagai engkoh Khong tay, sedang ayahmu menyebut adik Sin kepada ibuku, pada waktu itu aku dapat melihat dengan jelas dari mimik wajah mereka, betapa tulus dan lurusnya sikap mereka, tak ubahnya seperti saudara kan-dung sendiri..." "Yaa, benar." sela Lan See giok dengan perasaan haru, "ketika ayah memerintahkan siau-te mengirim kotak rkecil tersebut zkemari, berulanwg kali ayah berrpesan kepadaku bahwa bibi adalah orang yang paling dikaguminya, meskipun dia bukan bibi kandungku, namun ayah memerintahkan kepadaku agar selalu menganggapnya sebagai bibi kandung se-panjang masa." Siau cian memandang sekejap ke arah pe-muda itu dengan perasaan berterima kasih, lalu terusnya: "Apa yang mereka bicarakan sebenarnya tak sempat kudengar dengan jelas, hanya setelah pulang ke rumah, aku ribut dengan ibuku, dan saat itulah dengan air mata berli-nang ibu baru memberitahukan kepadaku bahwa sebenarnya dia tidak sepantasnya kawin dengan ayahku Ciu Ki san. "Ayahku berasal dari keluarga pembesar dan muak dengan suasana pemerintahan waktu itu sehingga akhirnya dia pergi ke bukit Kun-lun dan belajar silat di situ, dalam suatu kesempatan ia telah menyelamatkan ibu dari suatu musibah..."

651

"Kepandaian silat yang dimiliki bibi sangat hebat, waktu itu jarang ada yang mampu menandinginya..." kata See giok dengan perasaan tidak mengerti. Sebelum pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, Siau cian telah menjelaskan: "Masalahnya bukan soal kemampuan yang hebat atau bukan, ketika ibu sedang mengi-nap di sebuah rumah penginapan, Pek lm hong si bajingan laknat itu telah mencam-purkan bubuk pembingung sukma di dalam hidangan yang dipesan ibu, akibatnya dalam keadaan tak sadar ibu dibawa oleh manusia laknat itu ke dalam sebuah kuil, ketika ibu mendusin ia mendengar ada suara pertempu-ran sedang berlangsung di halaman kuil dan kedengaran pula jeritan-jeritan ngeri, sedang ibu sendiri menjadi malu sampai merah padam mukanya setelah mengetahui keadaan sendiri yang terikat di atas kursi wanita -Can-tik ...." . Biarpun Lan See giok merasa gusar, tak urung ia bertanya juga "Apa sih yang di na-makan kursi wanita cantik itu?" Setelah mengungkap soal 'Kursi wanita Cantik', sebenarnya Siau cian merasa agak menyesal, apalagi setelah mendengar perta-nyaan tersebut ia menjadi tersipu-sipu dibuatnya, dengan perasaan malu bercampur mendongkol segera serunya: "Siapa yang tahu benda apakah itu, kau ini bagaimana sih? masa bertanya sampai ke dasar-dasarnya?" Dari sikap si nona yang tersipu-sipu dan mengomel, Lan See giok segera sadar kalau "kursi wanita cantik" tentu termasuk sebuah benda yang tak baik, maka buru-buru dia mengiakan sambil bertanya lebih jauh: "Bagaimana akhirnya?" Siau cian tertawa jengah dan melanjutkan: "Pada saat itulah dari belakang jendela melayang masuk sesosok bayangan manusia, orang itu adalah seorang pendekar setengah umur yang berwajah gagah dan lurus, ia segera menolong ibu, bahkan mencarikan pakaian serta senjata ibu." "Atas peristiwa ini, semua pendeta cabul yang berada di dalam kuil itu dibantai ibu sampai punah, hanya seorang yang berhasil kabur yakni Pek In hong si manusia jadah itu, untuk mencari jejak si manusia jadah ini ibu sudah mengarungi samudra menelusuri ujung jagad untuk menemukannya, sungguh tak nyana akhirnya berhasil ditemukan dalam kapal perangnya Lim lo pah." Ketika berbicara sampai di situ, nona tersebut menatap sang pemuda lekat-lekat, kemudian tanyanya lagi: "Tahukah kau, siapakah pendekar sete-ngah umur yang berwajah gagah ini?"

652

"Aku tahu, dia adalah empek Ciu!" buru-buru pemuda itu menyahut dengan cepat. Siau cian menghela napas sedih: "Sungguh tak disangka ketika aku berusia tiga tahun, ayah jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia..." Menyaksikan kepedihan yang menyelimuti wajah Siau cian waktu itu, meski Lan See giok ingin bertanya lebih jauh, namun untuk menghindari nona itu dicekam kepedihan ia tak berani bertanya lebih jauh. Kedua orang itu termenung dan saling membungkam, lama kemudian Siau cian baru menengok keluar jendela dan bangkit berdiri seraya berkata: "Aaah... aku harus menanak nasi dulu." Maka bersama sang pemuda, mereka ma-suk ke dapur untuk mempersiapkan hida-ngan, kesibukan membuat perasaan mereka berdua menjadi cerah kembali. Ketika bersantap kemudian, suasanapun telah pulih kembali seperti sedia kala, ada suara tertawa ada pula suara gurauan. Ketika selesai bersantap malam, malampun sudah tiba, suasana mulai diliputi kegelapan, Lan See giok segera mengunci pintu rumah, sedang Siau cian menyulut lilin. Dalam suasana begini, tanpa terasa kedua orang itu saling berpandangan sekejap, se-dang dalam hati kecil mereka tumbuh suatu perasaan gembira yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Perasaan demikian ini belum pernah mereka berdua alami sebelumnya..... Siau cian merasakan hatinya berdebar dan pipinya memerah.... Begitu pula dengan Lan See giok, dia merasakan pipinya memerah dan detak jan-tungnya semakin bertambah cepat .... Siau cian tak berani memperhatikan pan-dangan mata adik Gioknya yang memukau hati itu lagi, ia tertunduk malu dan sambil membawa lilin berjalan masuk ke dalam kamar tidur sendiri. Diam-diam gadis itu agak terkejut juga melihat sang pemuda mengikuti dibelakangnya, ia benar-benar merasa agak gugup dan baru kini ia betulbetul dapat merasakan bahwa suasana begini mirip sekali dengan kamar pengantin sepasang pengantin baru. Ketika Lan See giok menyaksikan keadaan enci Cian-nya yang bermuka merah, tersipu-sipu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan itu, mendadak timbul jiwa kelelakian di dalam hatinya. Wajahnya yang tampan seketika terasa memerah dan panas, dengan senyum diku-lum dia awasi gadis itu agak termangu, agak tertegun.

653

Siau cian yang sudah gugup semakin ber-tambah tegang, tersipu-sipu ia memandang wajah sang pemuda yang memerah, kemu-dian pelan-pelan mundur ke belakang... Namun di dalam keadaan begini, dia se-olah-olah menjadi seorang yang kehilangan ilmu silat, sepasang kakinya terasa lemas tak berkekuatan, lututnya amat lemah seakan-akan tertotok jalan darahnya ..... Selangkah demi selangkah Lan See giok mendekati Siau cian, senyuman hangat ma-sih menghiasi bibirnya, sambil mengawasi bibir si nona yang merah merekah, ia sambut lilin merah itu dari tangannya. Perasaan tegang yang mencekam Siau cian mencapai pada puncaknya, tiba-tiba ia ber-tanya dengan gugup dan gelisah: "Adik Giok .... mau... mau apa kau?" Lan See giok meletakkan lilin merah itu ke meja, lalu berpaling sambil melemparkan senyuman misterius, digenggamnya tangan si nona kemudian menariknya ke arah pem-baringan... Siau cian semakin gelagapan, peluh telah bercucuran membasahi tubuhnya, kembali dia berseru: "Adik Giok... tidak boleh... tidak boleh ber-buat begitu... sebentar ibu akan kembali...." Lan See giok tahu kalau encinya salah pa-ham, tapi tiba-tiba saja timbul akalnya untuk menakut-nakuti gadis tersebut, maka ia segera berlagak tertawa nyaring: "Haaaahhh... haaaahh.... haaaahh... bibi telah berpesan kepada siaute ...." "Ibu berpesan apa kepadamu?" tukas Siau cian dengan tubuh gemetar dan semakin ge-lagapan. Sekali lagi Lan See giok tertawa misterius kemudian bisiknya lirih: "Bibi suruh siaute tak usah takut untuk... untuk menciummu ...." Selembar pipi Siau cian semakin memerah, tentu saja ia tak percaya dengan ucapan pe-muda itu. Baru saja dia hendak mendorong pemuda itu, tahu-tahu pinggangnya yang ramping telah dipeluk erat-erat oleh sang pemuda. Dengan demikian, seluruh tubuhnya ter-jatuh ke dalam pelukan Lan See giok kini. Tak terlukiskan rasa kaget Siau cian, segera jeritnya: "Jangan... jangan... adik Giok..." Ketika Lan See giok memeluk si nona ke dalam rangkulannya tadi, perasaan cinta yang terpendam dalam hatinya selama ini kontan saja meledak, tindakan yang semula dilakukan hanya bermaksud gurauan, sekarang berubah menjadi tindakan yang benar-benar.

654

Bersamaan waktunya Siau cian berteriak tadi, Lan See giok telah menggeserkan bibirnya dan mencium bibir si nona yang kecil mungil dan merah menantang itu. Siau cian merintih, semula dia agak men-dongkol, tapi di saat bibir sang pemuda telah menempel di atas bibirnya, ia segera merasa-kan kenyamanan dan kehangatan yang tak terlukiskan dengan kata-kata menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia menjadi mabuk, ia pun menjadi tenang kembali, dengan lembut dan penuh kepasra-han ia sambut ciuman sang pemuda yang sebenarnya sangat dicintainya ini. Sebetulnya Lan See giok sudah pernah mencium Si Cay soat, tapi ketika ia mencium Ciu Siau cian saat ini, perasaannya yang diterima ternyata jauh berbeda. Ia dapat merasakan tubuh Siau cian ge-metar keras, jantungnya berdebardebar dan wajahnya merah padam seperti buah apel... Mendadak... Air mata yang terasa asin menyusup ke dalam bibir Lan See giok, pemuda itu menjadi terperanjat dan segera mendongakkan kepalanya, ia saksikan gadis itu masih me-mejamkan matanya, sementara air mata ber-linang membasahi pipinya. Siau cian menubruk ke dalam pelukan pe-muda itu kemudian menangis tersedu. "Enci Cian, maafkanlah aku...." buru-buru Lan See giok minta maaf. Tidak sampai si anak muda itu menyele-saikan kata-katanya, Siau Cian telah mem-benamkan kepalanya ke dalam pelukan anak muda itu, kemudian sambil menggeleng sa-hutnya jengah: "Tidak... aku kelewat gembira....."" Kejut dan gembira menyelimuti perasaan Lan See giok, ia memeluk tubuh si nona makin erat, bahkan serunya penuh kegembi-raan: "Enci Cian, aku benar-benar kelewat gem-bira!" Kembali mereka berdua saling berpelukan erat sambil membaringkan diri di atas ran-jang, mereka saling mendengarkan detak jantung masingmasing, semua rasa cinta dan kangen terlampiaskan di dalam pelukan itu. Setelah melewati suasana hening beberapa saat lamanya, mendadak Siau cian menghela napas panjang kemudian berbisik dengan sedih: "Sekarang, kita begini gembira, mungkin inilah perlambang dari suatu ketidak baikan untuk kita berdua!" Lan See giok segera berkerut kening dan melepaskan pelukan gadis tersebut, kemu-dian tanyanya dengan tidak mengerti:

655

"Mengapa enci Cian?" Dengan termangu-mangu Siau cian me-ngawasi lidah api yang membara di sudut lilin, kemudian menggeleng tanpa mengucap-kan sepatah katapun jua. Tergerak perasaan Lan See giok, kembali ia mendesak: "Apakah kau teringat akan kepergian kita ke Wan san?" Siau cian mengangguk sementara air mata nya kembali jatuh bercucuran dengan deras. Sekalipun Lan See giok telah membayang kan juga pelbagai kesulitan yang bakal dite-muinya dalam perjalanan menuju pulau Wan san, tapi demi dendam kesumat kematian ayahnya, demi menyelamatkan gurunya dari kesulitan seperti apa yang diucapkan si naga sakti pembalik sungai, biar naik ke bukit golok atau terjun ke kuali minyak mendidih, ia tak akan gentar. Maka sambil membelai rambut si nona, ia berkata lembut: "Apakah kau menguatirkan tentang kehe-batan Lam hay lokoay dan Si to cinjin sekalian?" Sekali lagi Siau cian mengangguk, dengan mulut membungkam, Lan See giok tertawa paksa, segera hiburnya: "Dalam hal ini, siaute telah memikirkannya secara baik-baik, apabila kemampuanku tak sanggup menandingi Hay gwa sam koay (tiga manusia aneh dari luar lautan), tak mungkin suhu menyuruh aku ke situ setahun setelah kejadian..." "Tapi ke tiga manusia aneh itu berkumpul semua di Wan san!" keluh Siau cian sebelum anak muda itu menyelesaikan kata-katanya. Lan See giok segera menggeleng sambil tersenyum: "Berbicara soal kepandaian silbat serta ting-kjat kedudukan tigga manusia anehb dari luar lautan, mustahil mereka bertiga akan berga-bung untuk menghadapi seorang angkatan muda seperti aku!" "Sekalipun demikian, kau toh tak boleh be-gitu yakin" omel Siau cian tidak senang hati, "andaikata mereka tak melanggar aturan dan selalu menepati peraturan yang telah diten-tukan, mengapa para jago persilatan menye-but mereka sebagai "tiga manusia aneh" dan bukannya menyebut Sam hiap atau tiga pendekar?" Lan See giok segera tertegun oleh ucapan ini, ia tak mampu menjawab lagi. Kembali Siau cian berkata: "Gembong-gembong iblis tua itu hampir semuanya berhati kejam, membunuh orang tanpa berkedip, tidak tahu soal peraturan dan tidak mengenal perasaan, begitu ia tak mampu menandingimu, tentu saja

656

mereka tak akan memperdulikan soal tingkat kedudukan atau nama besar lagi." . Dengan kening berkerut Lan See giok membungkam diri, ia tahu dengan kemam-puan yang dimilikinya sekarang, tak mung-kin dia seorang diri mampu menandingi ke tiga manusia aneh tersebut sekaligus, bila-mana perlu dia harus berusaha menghadapi-nya dengan akal.. Tiba-tiba.... berkilat sepasang matanya sambil mengamati gadis itu, cepatcepat se-runya: "Aaaah, enci Cian, aku punya akal!" Ia segera bangkit berdiri dan cepat merogoh ke dalam sakunya untuk mengeluarkan botol porselen kecil itu. "Oooh, rupanya kau ingin melipatkan tenaga dalammu dengan andalkan Leng sik giok ji ini?"" seru Siau clan menjadi paham. Anak muda itu mengangguk tanpa ragu. "Satu satunya kelemahan yang masih ter-dapat pada diriku adalah ketidak mampuan-ku untuk menandingi kesempurnaan tenaga dalam ketiga manusia aneh itu, sekarang aku harus menambah kesempurnaan tenaga dalamku dengan bantuan Leng sik giok ji ini!" Sewaktu tutup botol itu dibukab, bau harum semjerbak segera megmancar ke selurbuh rua-ngan. "Adik Giok, kau tak boleh melupakan uca-pan ibu." seru Siau cian memperingatkan. "katanya orang muda tak boleh kelewat ba-nyak minum Leng sik giok ji!" "Aaaah, itu kan alasan dari bibi untuk menghalangi kita menghamburhamburkan Leng sik giok ji dengan percuma." kata sang pemuda sambil tertawa hambar. Selesai berkata, dia segera menuang selu-ruh isi cairan itu ke dalam mulutnya. Dengan perasaan tegang Siau cian menga-wasi perbuatan pemuda itu, ia tak tahu aki-bat apakah yang akan di alami Lan See giok setelah meneguk begitu banyak Leng sik giok ji. Cairan yang harum itu dengan cepat me-ngalir masuk ke dalam perut Lan See giok, hawa dingin bagaikan es segera mencekam perutnya, sambil menyerahkan botol kecil, tadi ke tangan Siau cian, ia berkata seraya tertawa: "Enci Cian, paling tidak di dalam botol itu masih tersisa satu dua tetes, gunakanlah jari kelingkingmu untuk mengeluarkan cairan tersebut dan cepatlah kau makan." Siau cian tahu bahwa Leng sik giok ji me-rupakan benda mestika yang amat langka di dunia ini, biar cuma setetes namun kalau di buang terlalu

657

sayang, karenanya dia menuju ke meja dan menuangkan air teh ke dalam botol tadi, kemudian setelah dikocok lantas diteguk sampai habis. Begitu Leng sik giok ji mengalir ke dalam perut, Siau cian baru terperanjat, ia merasa cairan mestika tersebut ternyata masih tebal, ini membuat tubuhnya gemetar keras. Hawa dingin yang luar biasa menyebar ke seluruh tubuhnya dan merasuk sampai ke jari-jari kakinya, dari keadaan tersebut bisa diduga kalau paling tidak ada sepuluh tetes yang telah berpindah ke dalam perutnya. Kenyataan tersebut membuat si nona men-jadi gelagapan, buru-buru ia bertanya: "Adik Giok, benarkah kau telah meneguk habis isi cairan tersebut...?" Dari sikap si nona yang gugup, Lan See giok tahu kalau ada yang tidak beres, maka sahutnya dengan serius: "Benar, aku telah meneguknya sampai habis, paling banter isi botol itu tinggal setetes!" "Tidak, tidak mrungkin," Siau-czian semakin tegwang, "berdasarkran kekentalan dalam air, paling tidak masih tersisa sepuluh tetes." Lan See giok menjadi kebingungan, sampai lama kemudian ia baru memahami akan se-suatu, katanya kemudian.... "Yaa, siaute teringat sekarang, mungkin cairan giok ji itu sudah tersimpan kelewat lama sehingga dasarnya mulai mengerak itulah sebabnya ketika diguyur air teh panas, cairan itu pun mencair sehingga tak heran, kalau air itu mengental..." Pucat pias selembar wajah Siau cian, apa lagi bila teringat akan peringatan dari ibunya. "Adik Giok, apa yang mesti cici lakukan sekarang?" tanyanya gelagapan. Lan See giok tertawa riang. "Coba kau lihat wajahmu begitu tegang, padahal Leng sik giok ji adalah benda mes-tika yang amat langka, semakin banyak yang diteguk akan semakin baik pula, jangan kau ingat terus peringatan dari bibi, ayo cepat naik ke pembaringan dan bersemedi, asal be-berapa kali kau atur pernapasanmu niscaya tenaga dalam Wan san popo pun tak akan mampu menandingimu!" Siau cian setengah percaya setengah tidak, tapi diapun gelisah bercampur mendongkol, kini dia tidak menguatirkan lagi bagaimana reaksi dari adik Gioknya, tapi justru mengu-atirkan keadaan sendiri... Cepat-cepat dia melepaskan sepatunya dan naik ke pembaringan untuk bersemedi. Lan See giok pun segera memejamkan mata dan mengatur napas untuk menghisap sari Giok ji yang berada di dalam tubuhnya.

658

Pikiran dan perasaan Siau cian waktu itu benar-benar sangat kalut, sampai lama sekali hatinya belum juga dapat tenang, dia merasa hawa dingin yang semula mencekam pusarnya kini berubah menjadi panas, aliran hawa panas yang membara itu menyebar ke seluruh badan dan membuat perasaan sema-kin bertambah gelisah. Dihati kecilnya dia selalu dihantui oleh peringatan ibunya, tak heran kalau gadis tersebut tak mampu menghisap sari giok ji itu ke dalam pusarnya. Diam-diam ia membuka matanya dan melirik sekejap Lan See giok yang duduk bersemedi di sisinya: Tapi begitu melihat ia menjadi amat terke-jut sehingga hampir saja bersuara. Nampak olehnya, pemuda itu duduk ber-sila sambil memejamkan mata, namun diatas bahunya lamat-lamat muncul sekilas cahaya lingkaran berwarna kuning emas yang me-nyelimuti tubuhnya, dia tahu bisa jadi itulah yang disebut Hud kong sin kang (ilmu Sakti cahaya Buddha) Ia pernah mendengar ibu dan si naga sakti pembalik sungai membicarakan soal Hud kong sinkang tersebut, konon dengan watak yang baik dan kecerdasan yang luar biasa, orang akan berhasil melatih ilmu tadi di dalam sepuluh tahun, namun jika ingin ber-latih hingga mencapai taraf pemunculan si-nar tadi dari tubuhnya, maka orang itu mesti berlatih tekun selama sepuluh tahun lagi. Namun kenyataannya sekarang, Lan See giok hanya berlatih Hud kong sinkang selama satu tahun lebih, tapi kemampuan yang di capai telah luar biasa sekali, dari sini dapat diketahui bahwa kecepatannya menguasai ilmu tersehut benar-benar luar biasa. Tapi setelah berpikir lebih jauh, diapun menjadi paham, keberhasilan Lan See giok mencapai tingkatan tersebut tentulah di se-babkan ia telah berulang kali minum Leng sik giok ji. Teringat soal Leng sik-giok-ji, Siau cian segera tersadar kembali bahwa dia harus segera mengatur pernapasan dan membawa sari mestika itu ke seluruh bagian tubuhnya. Sayang keadaan sudah terlambat, baru saja dia hendak mengatur napas, hawa panas yang membara sudah terlanjur menyebar rata di seluruh tubuhnya, napasnya menjadi memburu dan pusarnya bagaikan dibakar, malah semua persendian tulangnya bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum tajam. Tak terlukiskan rasa terkejut Siau cian menghadapi kenyataan ini, peluh mulai ber-cucuran amat deras, dia tahu apa yang di peringatkan ibunya

659

benar-benar telah me-nimpa dia, tak heran kalau gadis itu semakin bertambah gugup. Dia ingin memanggil adik Giok, tapi se-waktu membuka matanya, ditemukan ling-karan cahaya yang muncul dibahu pemuda itu bkian lama kian jbertambah besarg, kekua-tan cahbayanya pun semakin bertambah kuat, malah lingkaran cahaya tadi semakin berge-ser ke bawah. Pemandangan yang terpampang di depan matanya ini membuat si nona merasa terkejut bercampur gembira, tapi penderitaan yang dirasakan olehnya juga makin menghebat. Dalam keadaan begini dia semakin tak be-rani memanggil pemuda itu, ia tahu tenaga dalam adik Gioknya sedang memperoleh ke-majuan yang luar biasa. Selang berapa saat kemudian--Lingkaran cahaya dituduh Lan See-giok telah bergeser sampai di iga, selisihnya de-ngan jarak permukaan pembaringan tinggal lima inci.. Tapi aliran hawa panas yang mengelilingi tubuh Siau cian justru telah berubah men-jadi api yang membara. Akhirnya dia benar-benar tak sanggup me-nahan diri lagi, dengan napas tersengkal-sengkal ia roboh terguling diatas pembaringan. Kebetulan juga Lan See-giok telah menyelesaikan latihannya waktu itu, ketika melihat keadaan tersebut, pemuda itu segera menjerit kaget. "Aaaah... Enci Cian! Kau...." Sambil berseru cepat-cepat dia memeluk tubuh Siau-cian ke dalam rangkulannya. Waktu itu Siau-cian memejamkan matanya dengan bibir terbuka, wajahnya merah padam seperti bara api. Lan See-giok benar-benar amat terkejut, jangan-jangan encinya mengalami keadaan yang disebut jalan api menuju neraka? Berpikir sampai disini, telapak tangannya di tempelkan di atas dadanya dengan segera lalu menyalurkan hawa murninya, ternyata jalan darah Simki-hiat tidak terhambat, lantas... Setelah dipikirkan sejenak, dengan cepat pemuda itu menjadi sadar, sudah pasti encinya tak mampu menggiring sari Leng-sik-giok-ji ke dalam pusar tepat pada saatnya. Dengan penuh perhatian iapun bertanya: "Enci Cian, bagaimana rasanya bsekarang?" Sijau Cian yang begrada dalam keadbaan setengah sadar itu hanya merasakan tubuhnya bagaikan terbakar api, mukanya merah padam dan perasaannya goyah, bahkan suatu ingatan aneh muncul dari hati kecilnya...

660

Ketika mendengar suara panggilan pemuda itu, ia membuka matanya dengan lemah dan memancarkan sinar aneh dari balik matanya itu... Lan See-giok segera terangsang oleh keadaan tersebut, timbul setitik kehangatan dan kemesraan dari hatinya, meski sorot mata gadis itu sangat aneh, namun baginya penuh mengandung pancingan dan daya rangsangan yang luar biasa. Tak kuasa lagi dia menundukkan kepalanya dan berbisik di sisi telinga gadis itu. "Enci Cian. . . . ." Bersamaan waktunya, tanpa disadari tangan kanannya mulai meraba sepasang payudara si nona yang montok dan padat berisi itu kemudian meremas-remasnya dengan penuh bernapsu. Gemetar keras sekujur badan Siau Cian, ia segera memperdengarkan rintihan penuh kenikmatan, malah sepasang matanya kembali dibuka sambil memancarkan sinar aneh. Dari balik tubuhnya yang montok itu lamat-lamat timbul suatu keinginan yang mendorongnya membayangkan hal-hal yang erotik, dia seperti berharap kepada pemuda itu untuk mengambil tindakan kekerasan lebih jauh atas tubuhnya. Dalam keadaan begini, Siau Cian hanya bisa mengerdipkan matanya, membuka bibirnya yang mungil dan tiada hentinya memanggil adik Giok. . . Dengan termangu-mangu Lan See-giok mengawasi wajah si nona yang merangsang hawa napsunya itu, makin dipandang berahinya semakin membara, tiba-tiba muncul segulung api napsu yang luar biasa dari pusarnya, tak dapat ditahan lagi dia mencium bibir gadis itu dengan penuh bernapsu. Siau Cian tidak pasif saja, diapun balas merangkul anak muda itu serta memeluknya erat-erat. Ciuman, tak dapat memuaskan harapan yang tumbuh di dasar hati kecilnya... Lan See-giok seperti mendapat ijin, seperti memperoleh dorongan, rintihan dan rangsangan dari si nona yang bergitu menggiurkazn hati membuat wpemuda kita takr sanggup menahan diri lagi. . . Jiwa asli kelakiannya segera muncul dan menguasai seluruh pikiran serta perasaannya, dia mulai bertindak tak sopan lagi, terutama sekali tangannya. Kini bukan hanya payudara si nona saja yang digerayangi dan diremasremas, bahkan tangan itu bergeser semakin ke bawah dan akhirnya meraba-raba dan membelai hutan bakau yang lebat dengan gundukan tanah yang mempesona hati itu.

661

Cahaya lilin yang semula menerangi ruangan mendadak menjadi padam. Lalu di tengah kegelapan kedengaran suara pakaian dilepas dan suara gemerisik yang lirih... Lan See-giok, sejak lahir hingga kini baru pertama kalinya melangkah ke dalam kehidupan manusia dewasa, untuk pertama kalinya dia merasakan kenikmatan hidup. Rangsangan, rayuan dan tahnik bermain sama sekali belum ia kuasai. Dia hanya tahu meraba, menggerayang, meremas dan ... Sebaliknya Ciu Siau-cian yang cantik, lembut dan halus hanya memejamkan mata sambil menggigit bibir, bahkan berulang kali memperdengarkan suara rintihan yang lirih dan mendebarkan hati. Bagaikan gunung berapi yang meletus, seperti hujan badai di musim panas, atau bendungan yang dijebol air bah... segalanya tak terbendung lagi. Perahu besar akhirnya memasuki mulut pelabuhan dengan lembut dan perlahan, melayani samudra yang tenang dan dalam.... Siau Cian meronta penuh kelemahan, kemudian memperdengarkan rintihan kesakitan yang membaur dengan kenikmatan... Lan See-giok yang gagah perkasa akhirnya keok dan lunglai kembali, menyusul diapun sadar apa yang telah diperbuat. Enci Cian yang cantik dan lemah, akhirnya dilalap secara kasar dan brutal... Entah berapa lama sudah lewat... Dengan penuh berhati-hati Lan See-giok memeluk gadis itu, membetulkan rambutnya yang kusut dan membesut keringat yang membasahi kening serta jidatnya. Lalu dengan wajah menyesal ia mencium pipi, bibir dan wajah si nona... Siau cian, berbaring tenang di dalam pelukan See-giok, matanya masih terpejam, bibirnya masih terbuka dan pipinya masih merah membara bagaikan api. Napasnya masih tersengkal-sengkal seperti kuda yang baru berlarian kencang, bau harum mengembus keluar dan menerpa wajah kekasihnya... Membayangkan kembali pengalaman manis yang baru dialaminya, Seegiok merasa tak terkirakan gembiranya, puas dan bahagia. Namun bila teringat rintihan kesakitan dan goyangan pinggul enci Cian yang berusaha menghindar kian kemari, tanpa terasa ia menempelkan bibirnya disisi telinga Siau cian dan berbisik lirih: "Enci Cian. . ."

662

Siau cian tidak berkata apa-apa, hanya dua baris air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Lan See giok menjadi gugup setelah me-nyaksikan kejadian ini, buru-buru dia ber-seru: "Enci Cian, semuanya ini siaute-lah yang salah .." Siau cian tahu apa yang telah terjadi, maka sahutnya dengan air mata bercucuran: "Tidak, kau tak bisa disalahkan, takdirlah yang menentukan segalagalanya." Mendadak Lan See giok teringat kembali akan pembicaraan Siau cian dengan Hu yong siancu pada malam itu, tergerak hatinya de-ngan segera, cepat-cepat ia berbisik: "Enci Cian, rasa cinta siaute kepadamu..." "Aku tahu..." tukas Siau cian sebelum pe-muda itu menyelesaikan katakatanya. Belum selesai ucapan mana, ia sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukan Lan See giok dan menangis semakin keras. Lan See-giok tidak berani berkata apa-apa lagi, dia hanya membelai gadis itu dengan penuh kasih sayang, perempuan inilah yang bpertama kali mejmasuki lubuk hagti serta lem-babran hidupnya... Tatkala ia mendengar pembicaraan dari enci Cian dan bibi Wan nya malam itu, ham-pir saja dia putus asa, tapi sekarang, enci Cian telah mempersembahkan kesucian tubuhnya kepadanya. Berpikir sampai di situ, tanpa terasa lagi dia memeluk tubuh Siau cian semakin ken-cang. Dia pun masih ingat ketika tahun berse-lang datang menghantar kotak kecil itu, Enci Cian dianggap sebagai bidadari dari kah-yangan, dewi yang suci dan anggun dalam lubuk hatinya, waktu itu ia pernah bersum-pah, asal dapat menggenggam tangannya saja, ia sudah merasa amat puas. Tapi sekarang, Enci Cian telah menjadi is-trinya, mulai malam ini mereka akan hidup berdampingan terus sepanjang masa dan tak pernah akan berpisah lagi. Memikirkan hal-hal yang menggirangkan hati ini, tanpa terasa lagi ia tertawa tergelak, Siau cian yang masih berbaring dalam pelu-kan See giok segera mengangkat kepalanya dan menegur agak tersipu-sipu: ""Apa sih yang kau tertawakan?" Tergerak hati Lan See giok, cepat dia me-meluk gadis itu dan berkata lembut: "Aku ingin kita punya anak dengan cepat!"

663

Merah jengah selembar wajah Siau cian dengan seketika, cepat dia mengomel: "Huuuh, tak tahu malu ......." Namun di dalam benaknya, ia benar-benar membayangkan seorang bocah yang gemuk dan menawan hati. Siau cian segera membenamkan kepalanya ke dalam pelukan See giok dan tertawa baha-gia, andaikata ia benar-benar punya anak, kehidupan mereka tentu akan lebih bahagia. Lan See giok memandang sekejap kearah enci Ciannya, kemudian memperhatikan pula tubuhnya yang masih berada dalam keadaan bugil itu, sekulum senyuman segera tersung-ging, ia tak sanggup menahan rangsangan napsu birahinya lagi dan ingin .... Serta merta pemuda itu memeluk tubuh si nona serta membalikkan badannya hingga tidur terlentang ...... Siau ciabn memejamkan majtanya rapat-rapgat, dia tahu hubjan badai akan melanda datang sekali lagi. Namun ketika Lan See giok menyaksikan titik-titik noda darah yang membasahi seprei hatinya jadi terperanjat dan paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat dia menarik selimut serta ditutupkan ke atas badan enci Cian. Ia dapat mendengar debaran jantungnya belum pernah berdetak sehebat ini, dia tahu kali ini dia sungguh-sungguh telah melaku-kan suatu perbuatan yang besar... Ketika ia membaringkan kembali tubuhnya dengan tegang, Ciu Siau cian telah ter-tidur karena lelah. Lambat laun Lan See giok berhasil mene-nangkan kembali hatinya, sebab ia menjum-pai gadis itu tertidur amat nyenyak. Dan akhirnya diapun tersenyum tenteram. Pada saat itulah, mendadak ..... Sesosok bayangan manusia berkelebat le-wat di luar jendela dan melayang ke luar ha-laman. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok, peluh dingin sampai jatuh bercucuran saking kagetnya. Dia yakin si pendatang tersebut pastilah seorang jago silat kelas satu yang sempurna ilmu meringankan tubuhnya, kalau tidak mana mungkin kehadirannya tidak diketahui sama sekali? Terutama sekali dari gerakan tubuhnya yang begitu enteng dan lincah ketika mela-yang keluar dari halaman. semakin mem-buktikan kalau orang itu bukan manusia sembarangan di dalam dunia persilatan.

664

Dia yakin orang itu pasti sudah melihat atau mendengarkan perbuatan yang dia la-kukan bersama enci Cian. Berpikir akan hal tersebut, ia menjadi se-makin gelisah, tidak tenang. Maka secara diam-diam dia melompat tu-run dari pembaringan, buru-buru mengena-kan pakaian, keluar dari kamar dan memper-siapkan sepasang telapak tangannya di de-pan dada untuk menjaga sregala kemung-kiznan yang tidak wdiinginkan. r Tiba di halaman depan, tubuhnya segera menyelinap dan melompat ke luar halaman. Namun suasana di sekeliling tempat itu sa-ngat hening dan tak nampak sosok bayangan manusiapun, yang ada Cuma suara hembusan angin serta air telaga yang memecah di tepian. Namun berdasarkan suara hembusan angin yang terbawa orang itu dia yakin orang tadi tentu sedang kabur ke arah utara. Maka dia segera mengebaskan ujung baju kanannya dan mengejar kearah utara dengan kecepatan bagaikan hembusan angin. Hingga tiba di luar dusun dan menelusuri padang rumput, ternyata tak sesosok baya-ngan manusiapun yang nampak. Ia mencoba melompat naik ke atas pohon dan dari situ memperhatikan seputar sana. namun suasana tetap hening dan tak nam-pak siapa saja. Hal ini membuat Lan See giok keheranan, siapakah orang itu? Jangan-jangan orang itu adalah adik Soat atau Oh Li cu? Tapi pikiran lain kembali melintas lewat tak mungkin kedua orang gadis itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang begini sem-purna... Tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benaknya... Berkilat sinar matanya, dengan wajah berubah hebat ia berseru tertahan, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya secepat petir pemuda itu balik kembali ke rumah .... Ia tahu, gara-gara bertindak gegabah alha-sil sudah termakan siasat "memancing hari-mau turun gunung" dari lawan, padahal Siau cian sedang tertidur nyenyak waktu itu nis-caya jiwanya teran-cam bahaya maut. Ketika tiba di halaman depan, ia menjerit kaget dan benar-benar termangu dibuatnya. Ternyata pintu kamar yang semula ter-kunci, entah sejak kapan telah dibuka orang. Setelah berhasil menenteramkan hatinya. pemuda itu membentak keras dan menerjang masuk ke dalam kamar... Tapi apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu berdiri kaku dengan wajah pucat pias, bagaikan disambar guntur tengah hari bolong. dia maju dengan sempoyongan ke-mudian jatuhkan diri berlutut ke atas tanah.

665

Hu yong siancu dengan wajah yang tenang dan alis mata berkernyit telah berdiri di de-pan pembaringan, dia sedang mengawasi Siau cian yang masih tertidur nyenyak itu tanpa berkata-kata. Mungkin karena bentakan See giok yang menggelegar tadi, Siau cian yang masih ter-tidur nyenyak segera terbangun dari tidurnya. Begitu melihat ibunya telah berdiri di de-pan pembaringan, Siau cian menjadi malu bercampur menyesal, dalam gugupnya ia segera memeluk ibunya sambil menangis tersedu-sedu. Hu yong siancu hanya bisa merangkul pu-trinya sambil membelai rambutnya yang ku-sut dengan penuh kasih sayang, ia tak tahu haruskah menghibur ataukah mengumpat-nya. Kemudian ia berpaling ke arah See giok yang masih berlutut dan serunya dengan suara ramah. "Anak Giok, bangunlah..." Tapi See giok masih tetap berlutut di tanah sambil berbisik dengan suara, malu dan ge-metar. "Anak Giok memang manusia tak tahu diri, silahkan bibi memberi hukuman kepada ku." "Aaai, anak Giok. inilah kehendak Thian, bibi tak akan menyalahkan kalian berdua.." Hu yong siancu menghela napas sedih. Belum selesai dia berkata, Siau cian sambil menangis terisak telah berseru. "Ibu, anak Cian tidak suka dengan adik Giok, aku hendak mencukur rambut dan menjadi nikou di kuil Kwan im an!" Berubah paras muka Lan See giok, saking gelisahnya titik air mata sampai jatuh berli-nang. Tapi Hu yong siancu malah tertawa, sebab dia tahu putrinya sedang bohong. maka hi-burnya kemudian: "Anak Cian, kau tidak usah berbicara yang bukan-bukan, bukankah kau sendiripun te-lah mengakui bahwa kejadian ini merupakan kehendak dari takdir?" Siau cian tertegun, ia tak menbgerti kenapa ibjunya bisa tahu gakan perkataannbya itu. Sebaliknya See giok segera menyadari bahwa apa yang telah diperbuatnya tadi telah disaksikan semua oleh bibinya, kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam saking jengahnya. Setelah menghibur putrinya, kembali Hu yong siancu berkata kepada Lan See giok.

666

"Anak Giok, cepatlah bangun, bibi masih ada urusan penting yang hendak dibicarakan denganmu, jika kau tak mau bangun lagi. bibi akan marah lo . . .!" See giok tak berani berlutut lagi, terpaksa dia mengiakan dan segera bangkit berdiri, kemudian dengan kepala masih tertunduk ia menyingkir ke samping, sekejappun ia tak berani menatap wajah bibi ini . . . . ooo0ooo BAB 31 Melihat Lan See giok telah bangkit berdiri, Hu yong siancu kembali berkata ke pada pu-trinya: "Anak Cian, kaupun cepatlah bangun, aku akan siapkan sedikit hidangan untuk kita semua, selesai bersantap nanti, masih ada urusan penting yang akan kita lakukan" Selesai berkata, ia lantas beranjak keluar dari kamarnya. Lan See giok benar-benar tidak habis mengerti, tanpa terasa dia melirik sekejap kearah si nona. Waktu itu Siau cian yang masih bersembunyi dibalik selimut sedang memandang ke arahnya dengan wajah tersipu-sipu, ketika ibunya sudah lenyap dibalik pintu, ia segera menggapai si anak muda itu agar mendekatinya. Lan See giok mengerti dan melirik sekejap kearah dapur dengan hati-hati, kemudian cepat-cepat mendekati nona tersebut. Tidak sampai Lan See-giok mendekat, Siau cian telah berbisik dengan gelisah. "Kapan sih ibu kembali?" Lan See giok menggeleng dengan bimbang. "Siaute sendiripun tidak tahu sejak kapan bibi pulang kemari, menanti kurasakan ada orang di luar jendela, bibi telah melombpat keluar darij halaman, menangti kususul kelubar dan kembali lagi, ia telah berada di dalam kamarmu lebih dulu." Teringat hal-hal yang menjengahkan, kem-bali paras muka Siau cian berubah menjadi merah padam, segera omelnya. "Semuanya ini gara-garamu, coba kalau kau tidak memberi Leng sik giok ji begitu banyak kepadaku ...." "Tapi, mana aku tahu ...." See giok segera membantah. Siau cian segera mengulapkan tangannya berulang kali mencegah pemuda itu berkata lebih jauh. "Sudan, sudahlah, ayo kau cepat keluar!" Berhubung Hu-yong siancu sama sekali ti-dak menegur mereka atas terjadinya peristiwa itu, perasaan tegang dan tak tenang yang semula

667

mencekam perasaan See giok sekarang telah menjadi tenang kembali, meli-hat Siau cian mengusirnya, dia malah duduk di tepi pembaringan sambil tertawa cengar cengir. Tak heran kalau Siau cian dibuat semakin jengah sampai pipinya memerah seperti kepiting rebus ...... Pada saat itulah dari dapur kedengaran suara Hu yong siancu sedang berteriak: "Anak Giok. ayo bawa keluar hidangan ini!" Cepat-cepat Lan See giok bangkit berdiri dan lari keluar dari dalam kamar. Melihat wajah See giok yang tegang, Siau cian segera tertawa cekikikan dengan gem-bira. Gadis itu cepat-cepat mengenakan kembali pakaiannya, membayangkan kembali kemes-raan yang baru dialami serta wajah adik giok yang kebodoh-bodohan, tanpa terasa dia menggeleng dengan wajah jengah. Namun, sekulum senyuman manis toh sempat menghiasi wajahnya yang makin cerah. Disaat ia sedang membereskan rambutnya yang kusut, See giok telah muncul kembali membawa hidangan. Bertemu dengan pemuda tersebut, timbul perasaan manis dan hangat dihati kecil Siau cian, ia melemparkan sekrulum senyuman mzesrah kepadanyaw sambil berpikirr dihati. Mungkin beginilah rasanya sepasang pe-ngantin baru... Sebaliknya See giok segera melemparkan sebuah kerlingan mata ke arahnya. Melihat ibunya muncul sambil membawa air teh, terburu-buru Siau cian menunduk-kan kepalanya kembali. Hu yong siancu adalah perempuan yang sudah berpengalaman, sejak tadi ia telah mengetahui dengan jelas sikap kedua orang muda mudi itu, hanya saja dia berlagak seo-lah tidak melihat. Walau begitu hatinya merasa sangat gem-bira dan bahagia, malah kegembiraannya ti-dak berada di bawah See giok maupun Siau cian, sebab apa yang dikuatirkan bila putri-nya enggan memenuhi pengharapan nya, kini tak mungkin akan terjadi lagi, tak heran kalau hatinya merasa amat lega. Terutama sekali sesudah menyaksikan ke-mesraan dari muda mudi itu, membuatnya teringat kembali akan engkoh Khong tay dan enci Hoanya dimasa lalu. Akhirnya ia berhasil juga melimpahkan rasa cintanya kepada eng-koh Khong tay. Biarpun ia pribadi tak pernah memperoleh kebahagiaan. ia tak bisa hidup berdampingan sampai tua dengan Lan Khong tay, namun setelah putrinya

668

kawin dengan satu-satunya yang ia miliki, sedikit banyak kejadian ini akan menutupi kekosongan dalam hati kecil nya.. Sementara dia masih termenung, Siau cian telah menerima cawan air teh itu dari tangan nya. Mereka bertigapun mengambil tempat duduk dan menikmati hidangan masing-masing dengan mulut bungkam. Sebelum Hu yong siancu berbicara lebih dulu, baik See giok maupun Siau cian tak berani bertanya kepadanya mengapa dia pu-lang secara tiba-tiba. Saban kali See giok melirik ke arah Siau cian, Siau cian pun diam-diam melirik ibunya, mereka berdua bersama-sama ber-santap namun tak tahu bagaimana rasanya. Padahal Hu yong siancu sudah dapat membaca perasaan kedua orang itu, maka dengan suara dalam iapun bertanya: "Apakah kalian berdua merasa kepulangan ku kali ini terlalu mendadak.-? See giok dan Siau cian saling bertukar pandangan sekejap lalu menundukkan kepalanya melanjutkan santapan mereka. tak seorangpun diantara mereka berani menge-mukakan pendapatnya. Hu- yong siancu memandang sekejap ke arah kedua orang itu, kemudian ia berkata. "Sekarang kalian berdua cepatlah bersan-tap. selesai makan kita harus segera berang-kat ke dusun nelayan untuk mencari Thio lo enghiong---" Mendengar ucapan ini. See giok dan Siau cian bersama sama mendongakkan kepalanya sambil berseru keheranan. "Apa yang telah terjadi." Hu yong siancu menunggu sampai mereka berdua selesai bersantap, kemudian dengan tenang ia baru berkata: "Ada orang telah berjumpa dengan 0h Tin San---" Mencorong sinar tajam dari balik mata See giok setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia bertanya: "Bibi, dimanakah hal ini terjadi?" Sambil berkata ia segera bangkit dari tem-pat duduknya. Hu yong siancu memandang sekejap ke arah See Giok. kemudian katanya dengan tenang. "Anak Giok, duduklah lebih dulu, dengar-kan ucapanku hingga selesai sebelum be-r-angkat". Sekuat tenaga See giok mengendalikan ke-gelisahan hatinya dan duduk kembali. Sedangkan Siau cian sambil membelalak-kan matanya lebar-lebar mengawasi ibunya dengan terkejut.

669

"Apakah kalian mengira aku sedang pergi ke kuil kwan-im-an?" tanya Hu yong siancu kemudian, Ia berhenti sejenak dan memandang See- giok serta Siau cian yang tak berani banyak berbicara itu, kemudian terusnya. "Kali ini aku pergi ke Leng ong bong, itu ingin berdoa kepada arwah engkoh Khong tay serta enci Yan hoa, memohon per-lindungan mereka agar usaha anak Giok be-rangkat ke Wan san kali ini bisa terhindar dari mara bahaya dan berhasil membalas dendam atas sakit hatinya..." Belum selesai ia berkata, air mata telah bercucuran di wajah Siau cian sedangkan Lan See giok menangis terisak. Pelan-pelan Hu yong siancu membesut air mata yang membasahi pipinya, lalu se telah memandang termangu ke tempat ke jauhan. ia berkata lebih jauh. "Mungkin arwah mereka mendapat tahu, bersamaan dengan selesainya doaku itu tiba-tiba dari luar hutan sana berkumandang suara ujung baju yang terhembus angin, ber-dasarkan suara hembusan angin yang terdengar orang itu hanya memiliki dasar ilmu meringankan tubuh yang biasa saja. "Padahal waktu itu sudah menjelang magrib. maka akupun mengejarnya sampai di luar hutan, dari kejauhan kutemukan baya-ngan tubuh orang itu sangat kukenal, menanti kukejar semakin dekat, baru kuketahui ternyata dia adalah putra Thio loenghiong, Thio Toa-keng adanya-." Mendengar sampai disini, Lan See-giok segera teringat ketika mengunjungi dusun nelayan tadi, dia memang tidak berjumpa dengan Thio Toa keng. Sementara itu Hu yong siancu telah, ber-kata lebih jauh: "Sewaktu bertemu aku. wajah Thio Tay keng yang semula gelisah seketika berubah menjadi amat gembira. ia memberitahu kepadaku, ketika dalam perjalanan pulang dari Cian nia. ketika lewat sungai Sin hoo, secara kebetulan ia jumpai selembar wajah manusia yang kurus sedang menongol dari balik jendela.. "Waktu itu Toa keng tidak begitu memper-hatikan, namun ketika kakek tadi menarik kepalanya kembali setelah memeriksa keadaan cuaca, Tay keng baru melihat de-ngan jelas bahwa dia adalah seorang kakek bermata liar dan kehilangan sebuah telinga-nya---. " Sebelum Hu yong siancu menyelesaikan kata katanya. See giok telah menimbrung, tidak salah lagi. orang itu adalah manusia bengis Oh Tin san---" Hu yong siancu manggut-manggut, sahut-nya:

670

"Meskipun Thio Tay keng belum pernah jumpa dengan Oh Tin san, namun ia perna-h mendengar ayahnya membicarakan tentang manusia laknat tersebut. seketika tergerak hatinya hingga secara diam-diam menguntit dibelakangnya. waktu perahu sampai di kota Siong tho, matahari belum turun gunung tapi perahu itu tidak meneruskan perjalanannya lagi." Thio Tay keng sadar kalau ada hal-hal yang tak beres, maka ia buru-buru berangkat pu-lang dan hendak menyampaikan berita ini secepatnya kepada ayahnya ...... Dengan wajah berkerut karena tak meng-erti, Siau cian tiba-tiba menyela. "Menurut wajah yang dilukiskan Thio Tay keng, seharusnya orang itu adalah Oh Tin san, tapi mengapa Oh Tin san tidak langsung kembali ke benteng Wi-lim poo sebaliknya secara diam-diam memasuki sungai Sin hoo dan berlabuh di sebuah kota kecil?" "Justru disinilah letak kecurigaan itu..," Berkilat sinar mata See giok, agaknya dia seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa ujarnya dengan gelisah. "Bibi, Oh Tin san sengaja berlabuh di kota kecil itu mungkin karena dia hendak berkunjung ke Leng ong bong sekali lagi se-belum kembali ke benteng Wi lim po."" "Atas. dasar apa kau berkata demikian?" tanya Hu yong siancu. "Setelah mencuri sepasang pedang dari muka peti mati Leng ong. Oh Tin sang kena dihadang oleh suhu hingga akhirnya melari-kan diri, atas terjadinya peristiwa ini dia tentu merasa tak puas, padahal benda mes-tika yang berada di dalam kuburan itu amat banyak dan sudah terlihat semua oleh nya, siapa tahu kalau dia hendak manfaatkan ke-sempatan ini untuk menelusurinya se kali lagi...! Tidak sampai si anak muda itu menyele-saikan kata-katanya, Hu-yong siancu telah menukas lagi: "Mungkin saja hal ini merupakan salah satu alasan. tapi menurut dugaanku. tujuan nya yang terutama adalah hendak membalas dendam." "Membalas dendam? Dia hendak membalas dendam kepada siapa?", tanya See-giok dan Siau-cian hampir bersamaan waktu. "Pertama adalah si naga sakti pembalik sungai Thio lo-enghiong, kemudian adalah kita." Mendengar kata-kata tersebut, Lan See giok segera tertawa tergelak penuh amarah: "Haaahhh....haaahh...haaahhh....kalau ia berani berbuat begitu, berarti perbuatannya itu bagai kunang-kunang menubruk api. cuma mencari kematian buat diri sendiri!"

671

Melihat gejolak emosi yang mencekam anak muda itu, cepat-cepat Hu yong siancu mengingatkan. "Anak Giok, Oh Tin-san adalah seorang manusia licik yang berhati busuk dan berba-haya, bila ia berani datang mencariku berarti dia yakin kalau kepandaian silat yang dimili-kinya mampu mengungguli kita, kalau tidak, tak nanti dia akan datang untuk mencari penyakit buat diri sendiri", Lan See giok tidak mampu mengendalikan lagi kobaran hawa amarahnya lagi. ia segera berteriak keras. "Kita tak usah menunggu sampai ia datang mencari kita. sekarang juga ayo kita men-carinya .... Selesai berkata ia lantas melompat bangun dari tempat duduknya, Hu yong siancu me-mandang sekejap kegelapan malam di luar pintu sana, lalu sambil bangkit berdiri kata-nya. "Sekarang kentongan kedua sudah lewat mari kita berangkat Mereka bertiga segera mengunci semua pintu dan jendela, kemudian melayang keluar dari halaman rumah. . Begitu melompat ke atas dan mengguna-kan tenaganya. tiba-tiba Siau cian berkerut kening... Hu yong siancu dapat menyaksikan hal tersebut dengan jelas, maka dia sengaja ber-seru kepada See giok. "Anak Giok, jalanlah bersama sama enci Cian mu" Selesai berkata dia lantas mengebaskan ujung bajunya dan bagaikan segulung asap tubuhnya menelusuri tanggul telaga menuju ke arah utara. Pada waktu itu sebenarnya Lan See giok sedang diliputi oleh amarah yang meluap luap, kalau dapat ia hendak menuju ke Siong tho tin secepatnya, namun setelah mende-ngar pesan dari bibinya, tanpa terasa ia ber-paling. Tapi apa yang kemudian terlihat segera membuat paras mukanya berubah hebat, ko-baran amarah yang semula mencekam selu-ruh perasaannya turut lenyap pula tak ber-bekas. Ia menemukan siau cian sedang me-megangi perutnya sambil berkerut kening, sementara sorot matanya sedang mengawasi-nya dengan pandangan tersipu sipu, agaknya ia sedang mengomel kepadanya. Dengan perasaan terkejut cepat-cepat dia memburu ke depan dan merangkul tubuh Siau cian. kemudian dengan perasaan gelisah bercampur kuatir dia berbisik. "Enci Cian. kenapa kau---?" Hangat juga perasaan Siau cian melihat kecemasan si anak muda itu, dengan wajah jengah dia menggeleng seraya menjawab. "Tidak apa-apa, aku cuma merasa agak..."

672

Lan See giok merasa amat gelisah, cemas dan sayang. semua perasaan tersebut berke-camuk di dalam dadanya. sewaktu men. jumpai bibinya sudah pergi tak berbekas, ia segera berkata dengan gelisah. Enci Cian, biar siaute memayangmu saja sambil melanjutkan perjalanan"" Sekali lagi Siau cian merasakan hatinya menjadi hangat, dia tidak menampik lagi dan mengikuti kehendak pemuda itu, bersama sama mengerahkan ilmu meringankan tubuh sambil meneruskan perjalanan... Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya merasakan angin menderu deru di sisi telinga, pemandangan yang dilewati hanya terlintas begitu saja. Kecepatan gerak tubuh mereka benar-benar ibarat sambaran kilat. Dalam perjalanan, Siau cian segera menoleh kearah kekasihnya dengan panda-ngan terkejut bercampur keheranan. ia dapat merasakan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda tersebut, paling tidak telah maju beberapa lipat, ia yakin tenaga dalam yang dimiliki pemuda tersebut pasti memperoleh pula kemajuan yang amat pesat. Sebaliknya Lan See giok pun merasa terkejut bercampur keheranan atas kece-patan gerak tubuhnya, kemampuan tersebut pada hakekatnya sudah melampaui puncak kesempurnaan. karenanya dibalik perasaan gusar dan gelisah yang mencekam perasaan nya, terlintas pula perasaan gembira yang meluap luap. Suasana di luar dusun sangat gelap, selain angin malam yang berhembus kencang. di langit hanya terdapat beberapa titik bintang yang berkedip kedip. Lambat laun mereka jumpai sesosok ba-yangan manusia sedang berlarian di depan situ. lalu sekejap mata kemudian bayangan tadi sudah tersusul. Dalam sekilas pandangan saja, Siau cian dapat mengenali bayangan manusia itu seba-gai ibunya Hu yong Siancu. Hu yong siancu sendiripun diam-diam merasa terkejut setelah menyaksikan gerakan tubuh See giok yang begitu cepat, pikirnya dihati. "Hebat benar bocah ini, kemajuan yang di-capai bocah ini benar-benar luar biasa pesat-nya." Setelah berhasil menyusul bibibnya, Lan See gijok mulai memperglambat gerakan btubuhnya. tiga sosok bayangan manusia, bagaikan tiga gulung asap ringan berkelebat ke depan de-ngan menelusuri sepanjang tanggul telaga tak lama kemudian bayangan dusun ne-layan telah muncul secara lamat-lamat di kejauhan sana. "Bibi" ujar See giok kemudian, "apakah kita akan pergi ke rumah kediaman Thio lo -eng-hiong?" "Yaa, tentu saja. lebih baik kita mengajak-nya untuk berangkat bersama sama.""

673

Sementara pembicaraan berlangsung, me-reka telah tiba di depan dusun nelayan itu. Gerak tubuh merekapun semakin diper-lambat. See-giok juga mulai mengendorkan cekalannya atas Siau cian. Ketika tiba dirumah kediaman si naga sakti pembalik sungai, ditemukan suasana gelap mencekam seluruh bangunan, keadaan pun teramat hening. Dengan cepat mereka bertiga dapat merasakan ada hal yang tidak beres, dengan kemampuan yang dimiliki si naga sakti pem-balik sungai serta Si Cay-soat. biar sedang tertidur nyenyakpun seharusnya mereka da-pat menangkap suara desiran ujung baju mereka bertiga yang sedang melayang tiba.. namun kenyataannya sekarang, sama sekali tiada reaksi dari pihak mereka ...... Hu- yong siancu segera berkerut kening. kemudian sesudah sengaja mendehem keras dia melompat naik lebih dulu ke atas atap rumah. Lan See-giok dan Siau cian segera menyu-sul pula di belakangnya. Namun dengan ce-pat mereka jumpai jendela dan pintu kamar yang dihuni si naga sakti pembalik sungai dan Si Cay soat berada di dalam keadaan tertutup rapat. "Anak Giok. bisa jadi Oh Tin san telah datang kemari." bisik Hu yong siancu dengan wajah gelisah. Hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajah Lan See giok dia menggertak gigi kencang-kencang, semen-tara matanya yang tajam mengawasi sekeli-ling tempat itu dengan seksama-Tiba-tiba--Dari arah barat laut di depan sana lamat-lamat ia mendengar suara bentakan manusia yang keras. Disusul kemudian terjadi bentrbokan nya-ring yjang memekikkan gtelinga. tampakbnya ada orang sedang beradu pukulan. Mendengar suara tersebut dengan kening berkerut dan sorot mata berkilat See giok mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring, Suara pekikan tersebut amat keras se-hingga suaranya membumbung tinggi ke angkasa dan menyebar ke empat penjuru. Bersamaan dengan menggemanya suara pekikan tersebut, tubuhnya segera melejit setinggi berapa kaki, lalu bagaikan seekor burung rajawali raksasa dia menerjang ke arah mana berasalnya suara bentakan tadi. Hu-yong siancu amat terkejut, buru-buru dia berseru kepada Ciu Siau cian: "Anak Cian, mari kita susul ke sana, tam-paknya Thio lo enghiong telah bentrok de-ngan seseorang."

674

Di dalam pembicaraan tersebut, dia sudah menarik tangan Siau-cian dan menyusul di belakang anak muda tersebut. Bersamaan waktunya dengan keberang-katan kedua orang itu. dari arah barat laut sana segera berkumandang pula suara peki-kan panjang yang keras, Mendengar pekikan ini, Siau-cian lantas berkata kepada Hu yong siancu: Ibu tidak bakal salah lagi, adik Soat telah berpekik dari situ memberi tanda ke pada kita. Sementara pembicaraan berlangsung, dari kegelapan diarah barat laut situ tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat keras, "Haaaahhh...haaaahhh....haahhh....si naga Sakti pembalik sungai, banyak tahun ber-selang kita selalu seimbang dan tiada yang lebih unggul atau kalah, hari ini .... haaahhh ....haaahhh ... tidak kau sangka bukan bahwa seranganku barusan mampu menghajarmu sampai mundur sejauh enam langkah ..... haahhh . . . haahhh . . . " Belum selesai gelak tertawa itu bergema, Si naga sakti pembalik sungai telah kedengaran membentak penuh amarah. "Oh Tin san, kau tak usah berlagak di sini, malam ini adalah hari naasmu, ayo sambut-lah sekali lagi seranganku ini." Bersama dengan selesainya teriakan mana, suatu ledakan nyaring kembali berkuman-dang di angkasa Lan See giok yarng meleset ke dzepan dengan kecwepatan tinggi krini sudah tiba ditempat tujuan, ia jumpai diantara sawah yang mengering debu dan pasir beterbangan di angkasa, lalu tampak sesosok bayangan manusia mundur ke belakang dengan lang-kah sempoyongan. "Huaakkkk----" " Orang itu muntahkan darah segar, dan ternyata dia tak lain adalah si naga Sakti pembalik sungai, Dari balik debu yang beterbangan, men-dadak menggema lagi suara bentakan keras: "Tua bangka celaka, serahkan nyawamu"" Dalam bentakan tersebut. Oh Tin san si kakek bermuka kuda, berjubah abu-abu, bermata sesat dan bertelinga tunggal itu su-dah menerkam ke depan, telapak tangan kanannya diangkat secara tiba-tiba lalu diba-cokkan ke atas tubuh si naga sakti pembalik sungai yang sudah jatuh terduduk di tanah, Untunglah disaat yang amat kritis berge-ma suara bentakan nyaring, lalu bayangan merah berkelebat lewat, sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata melejit di udara.

675

Ternyata Si Cay soat dengan pedang Jit hoa kiamnya telah melepaskan bacokan kilat ke depan tubuh 0h Tin san serangan tersebut amat cepat dan melebihi sambaran petir--Dengan perasaan terkejut Oh Tin san segera menarik kembali langkahnya sambil mundur sejauh satu kaki sementara sepasang mata sesatnya mengawasi wajah Si Cay soat dengan perasaan terkejut bercam-pur keheranan. Siau thi gou yang berdiri di sisi arena tak mau berdiam diri saja. ia segera berteriak pula. "Bajingan bermata sesat bertelinga tunggal, kau tidak usah berlagak sok di depan kami, tunggu saja sampai kedatangan engkoh Giokku. tanggung kau bakal mampus seke-tika!" Baru selesai ucapan itu diutarakan Lan See giok telah melayang turun dari tengah udara sambil membentak keras. "Oh Tin san serahkan nyawamu---" Ditengah bentakan keras sebuah pukulan tangan kanan yang disertai tenaga sebesar sepuluh bagian sudah siap dilontarkan ke depan. Pada saat itulah......... "Anak Giok, jangan kau bunuh dirinya ter-lebih dulu" Hu yong siancu berteriak keras. namun ketika ia selesai berkata telapak ta-ngan kanan Lan See giok sudah terlanjur di-bacokkan ke muka. Dalam keadaan begitu, buru-buru pemuda itu menarik kembali tenaga pukulannya se-besar delapan bagian. "Blaaammmm.. " Ditengah suara ledakan keras yang meng-getarkan bumi dan mencekam perasaan orang itu, pasir beterbangan ke empat pen-juru, pusaran angin menyebar kemana mana. suara jeritan kaget bergema dari sana sini. Bayangan manusia berkelebat lewat, Hu y-ong siancu serta Siau cian telah menyusul tiba dan langsung menghampiri si naga sakti pembalik sungai yang masih duduk bersemedi di tanah. Dalam pada itu. Lan See giok telah berdiri dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam. diatas wajahnya yang hijau membesi penuh dilapisi hawa napsu membunuh yang membara, selangkah demi langkah dia berge-rak maju ke depan menghampiri Oh Tin san yang sementara itu sudah mundur sejauh dua kaki, "Oh Tin san" serunya penuh perasaan den-dam. "kau bajingan laknat. manusia bedebah yang terkutuk dan tak tahu malu, bila malam ini siauya tak mampu mencincang tubuh mu sehingga hancur berkeping-keping tak akan bisa kuhibur arwah ayahku dalam baka"

676

Sebenarnya si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san sudah dibikin terkejut sampai termangu oleh suara ledakan yang memekikkan telinga tadi, apalagi setelah me-nyaksikan liang sebesar berapa kaki di depan matanya serta hawa napsu membunuh yang menyelimuti wajah Lan See giok, pada hakekatnya dia tak mampu melarikan diri lagi. sukma terasa mau lepas dari tubuh dan peluh dingin membasahi sekujur badannya. Dipihak lain Hu yong siancu telah menge-luarkan sebutir pil mestika yang dijejalkan ke mulut si naga sakti pembalik sungai kemu-dian memerintahkan kepada Siau cian, Cay soat dan Thi gou untuk melindungi kesela-matannbya. Sesudah itju dia baru membgalikkan badan dban melangkah ke tengah arena. Dijumpai-nya olehnya dengan segera bahwa dibelakang tubuh Oh Tin san yang sementara itu sudah berdiri memucat seperti mayat berdiri tiga orang manusia, dua orang tosu berbaju merah dan seorang lelaki kekar yang berwa-jah bengis. Kedua orang tosu tua berbaju merah itu, sama-sama menyoren pedang dipunggung-nya, seorang berwajah kuning dan bertubuh kurus, sedang yang lain beralis gundul, ber-mata cekung ke dalam, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa mereka berdua bukan termasuk orangorang baik. Sebaliknya lelaki kekar itu, berpakaian ringkas berwarna coklat, dia membawa sen-jata kaitan pelindung tangan, alis mata yang tebal, matanya besar dan kulit tubuhnya kuning kehitam hitaman, manusia inipun tidak mirip orang baik-baik. Dengan suatu pandangan cepat Hu yong siancu memperhatikan sekejap seluruh arena, segera diketahui olehnya bahwa Say kui hui, istri Oh Tin san tidak nampak hadir di situ. Maka kepada See giok yang berdiri dl de-pan Oh Tin san, ia berkata dengan suara dalam: "Anak Giok, biarlah dia memberi penjela-san lebih dulu sebelum membunuhnya." Mendengar ucapan ini, Lan See giok segera berhenti bergerak, namun sorot matanya yang memandang Oh Tin San nampak me-mancarkan sinar berapi api. Dalam pada itu, Oh Tin San pun sadar bahwa sulit baginya untuk lolos dari kema-tian hari ini, biarpun begitu, ia tetap berha-rap bisa lolos dari musibah ini, pikirnya, asal bisa kabur kembali ke benteng Wi lim poo, maka dia tak usah ketakutan lagi.

677

Dalam keadaan demikian, ia mulai menye-sal tindakannya yang kurang cermat, ia me-nyesal mengapa tidak pulang ke Wi lim poo lebih dulu untuk mencari bala bantuan se-belum datang menuntut balas. Tapi nasi sudah menjadi bubur, disesalkan pun tiada gunanya, terpaksa dia harus me-nenangkan pikirannya, lalu sambil menatap wajah Hu yong siancu, tegurnya dingin: "Apa yang ingin kalian ketahui dariku?" Hu yong siancu segera tertawa dingin, ujarnya dengan suara dalam, "Oh Tin san, kau tidak usah berlagak pilon lagi, apa yang pernah kau lakukan tentu saja hanya kau seorang yang tahu?" Dalam pada itu, si lelaki kekabr dan kedua orajng tosu tua bergbaju merah itu bsudah dili-puti hawa kegusaran yang membara, menda-dak mereka beranjak dan berjalan menuju ke sisi tubuh Oh Tin san ..... Oh Tin San melirik sekejap kearah ketiga manusia itu, sekilas senyuman licik segera menghiasi wajahnya yang pucat, dengan ce-pat dia menggeleng seraya berseru. "Selama hidup, belum pernah aku melaku-kan perbuatan yang takut diketahui orang..." "Anjing tua" umpat See giok dengan napsu membunuh makin membara, teriaknya ke-mudian, "jika kau enggan membicarakan ke luar, siauya akan segera mencincang tubuh-mu sehingga hancur berkeping keping .... Ditengah seruan mana, tubuhnya langsung menerjang ke depan.. Disaat Lan See giok menerjang ke depan inilah, dua orang tosu tua serta seorang lelaki kekar yang berdiri dibelakang Oh Tin san te-lah membentak bersama sama, lalu sambil meloloskan senjata masing-masing serentak mereka menyerang anak muda itu. Lan See giok tertawa dingin, serunya pe-nuh perasaan dendam:" "Bajingan tengik, kawanan tikus busuk, pingin mampus rupanya kalian semua." Tubuhnya berputar kencang secepat kilat, jari tangan kanannya serta merta disentilkan ke arah depan. Beberapa kali dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu jalan darah dari si tosu tua dan lelaki kekar itu sudah tertotok semua. Mereka bertiga sama-sama tertotok pada posisi senjata lagi diangkat ke udara dan mata melotot, mulut melongo, tubuh mereka menjadi kaku semua hingga sedikit pun. tak mampu berkutik lagi. Oh Tin san segera merasakan bahwa ke-sempatan baik tak boleh disia siakan dengan begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia membalikkan badan dan lang-sung kabur kearah utara.

678

"Anjing tua, kembali kau..." bentak Lan See giok keras-keras. Dalam bentakan itu, tubuhnya bagaikan segulung asap melesat ke tengah udara dan melayang turun dihadapan Oh Tin san, ke-mudian ujung baju kanannya dengan tehnik "lembut" melepaskan sebuah kebutan ke tubuh lawan. Oh Tin san segerra menjerit kagzet, ia merasakawn timbulnya segrulung kekuatan yang maha dahsyat mendorong tubuhnya balik kembali ke tempat semula. bagaikan sebuah bola saja, tak ampun lagi tubuhnya menggelinding balik ke posisi semula. Akibat dari gelindingan ini, hidung dan muka Oh Tin san selain membengkak besar pun dilapisi oleh lumpur dan debu, ia merasa dunia seperti berputar kencang, pandangan matanya berkunang kunang, dan tubuhnya jadi lemas seolah-olah, tidak berkekuatan lagi. mimpi pun dia tak pernah menyangka, biarpun dia sudah berlatih selama satu ta-hun di pulau Wan san dan ilmu silatnya telah mendapatkan kemajuan yang pesat. namun sama sekali tak terduga tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok justru telah mencapai kemajuan yang luar biasa. Duduk terpekur diatas tanah, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulangkali sambil menghembuskan napas panjang de-ngan wajah penuh kebencian dan napsu membunuh yang membara, dia awasi wajah Lan See giok tanpa berkedip. Hu yong siancu segera berkerut kening? kemudian bentaknya penuh kegusaran. "Oh Tin San, ayo cepat katakan, dengan cara bagaimanakah kau berhasil mendapat tahu kalau Lan tayhiap bersembunyi dalam kuburan Leng ong bong, bagaimana caramu memasuki kuburan dan membunuh Lan tay-hiap. Kenapa pula kau totok jalan darah ke-matian si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi? Kuanjurkan kepadamu lebih baik jawab saja dengan sejujurnya, aku yakin Lan See giok tentu tak akan menyiksamu sebelum menghabisi nyawamu, kalau tidak ...." "Kalau tidak kenapa?" teriak Oh Tin san sambil berpaling dan memandang kearah Hu yong siancu dengan penuh kegusaran. "Akan kusuruh kau rasakan bagaimana- li-haynya ilmu memisah otot melepas tulang", seru See giok dengan cepat. Oh Tin san tertawa dingin, sorot matanya yang sesat sengaja memandang sekejap ke arah kedua orang tosu tua dan lelaki kekar yang tertotok jalan darahnya itu, kemudian mengancam: "Kau si bocah keparat tidak usah berbang-ga dulu, tak ada gunanya kau bunuh Oh Tin san. ketahuilah murid-murid kesayangan dari Lam hay koay

679

kiat dan Si to cinjin telah kau totok jalan darahnya malam ini, itu ber-arti kau sudah ditetapkan bakal mampus," Mendengar ucapan tersebut, Lan See giok jadi teringat kembali dengan gurunya yang hingga kini masih belum ketahuan bagai-mana nasibnya, kobaran napsu membunuh sekali lagi menyelimuti wajahnya. Ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram serunya keraskeras: "Jangan lagi baru jalan darahnya yang di totok; sekalipun menghabisi nyawa mereka, apa. Yang mesti siauya takuti?". Dalam pembicaraan mana, tubuhnya melompat ke depan kedua tosu tua serta le-laki kekar itu, kemudian sambil mementang-kan kelima jari tangan kanannya dia mele-paskan serangkaian serangan. Dimana bayangan berkelebat lewat, plaak, plaaak, plaaak!" diiringi suara benturan yang keras, tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan Darah segar segera berceceran di mana-mana, dalam sekali ayunan tangan saja pe-muda tersebut telah menghabisi nyawa ke tiga manusia tersebut. Lan See giok sama sekali tidak mencoba untuk menghindar, tak ampun lagi sekujur badannya terkena semburan darah lawan hingga keadaannya menjadi menakutkan sekali dan membuat berdirinya bulu kuduk orang... Hu yong siancu sekalian serta Si naga Sakti pembalik sungai yang segera membuka matanya setelah mendengar jeritan tadi, diam-diam merasa amat terkejut oleh keja-dian tersebut, paras muka mereka berubah amat hebat. Sebaliknya Oh Tin San yang duduk di atas tanah tidak menyangka kalau Lan See giok tidak takut atas ke tiga manusia aneh dari luar lautan, saking takutnya dia sampai ter-belalak dengan mulut melongo, wajahnya pucat pias, sementara butiran keringat sebe-sar kacang kedelai jatuh bercucuran tiada henti nya. Selesai menghabisi nyawa keduab tosu tua dan ljelaki kekar tadgi, sekali lagi bLan See giok mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram, dia mendesak ke arah Oh Tin san le-bih jauh, kemudian hardiknya: "Bajingan bertelinga tunggal, jika kau be-rani membohong lagi, siauya akan segera mengutungi lenganmu lebih dulu." Oh Tin san tahu bahwa kesadaran Lan See giok sudah mendekati kalap, dengan keta-kutan setengah mati buru-buru sahutnya dengan suara gemetar: "Baik, aku akan berbicara ...aku akan ber-bicara..." Sementara itu...

680

Dua sosok bayangan tubuh kecil muncul dari arah dusun nelayan dan bergerak mendekat dengan kecepatan bagaikan sam-baran kilat, menyusul kemudian, terdengar Oh Li cu berteriak -keras: "Adik Giok, tunggu sebentar, _adik Giok,. tunggu sebentar..." Dalam teriakan itu, Tok Nio-cu serta Oh Li cu telah melayang turun ke dalam arena. Menyaksikan Oh Tin san yang duduk keta-kutan di atas tanah, Oh Li cu sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya; dia langsung menubruk ke muka, kemudian berteriak sambil menangis tersedu sedu: "Ayah.. oooh, ayah..." Lan See giok amat gusar menjumpai sikap nona itu, mendadak die membentak nyaring: "Minggir kau dari sini ...." Ditengah bentakan keras, tiba-tiba tubuh nya berputar sambil melepaskan sebuah ba-cokan keras ke tubuh Oh Li cu yang sedang menerjang tiba itu .... Agaknya Oh Li cu sama sekali tidak me-nyangka kalau si anak muda tersebut bakal melancarkan serangan ke arahnya, diiringi jeritan lengking, tubuhnya segera tergulung oleh tenaga serangan yang maha dahsyat itu. Hu yong siancu, Tok Nio-cu, Si Cay soat serta Ciu Siau cian sama-sama menjerit kaget sembari menyusul ke depan. Tatkala tubuh Oh Li-cu melayang turun ke atas tanah, Ho yong siancu segera bertindak cepat dengan menyambut tubuhnya. "Ooooh.... bibi!" gadis itu sebgera berteriak jsambil menangisg, kemudian menjbatuhkan diri ke dalam pelukan Hu yong siancu sem-bari menangis terisak. Tok Nio-cu, Si Cay soat dan Ciu Siau cian baru merasa lega setelah melihat Oh-Li cu tidak menderita luka apapun, perasaan tegang yang semula mencekam, kini pun se-makin mengendor. Mendadak Oh Tin San yang duduk diatas -tanah-itu memancarkan sinar bengis dari balik matanya, "tanpa mengucapkan sepatah katapun ia melompat bangun, kemudian menggunakan kesempatan di saat Lan See giok sedang mengawasi Oh Li-cu dengan pandangan sedih, dia mengayunkan telapak tangannya sambil menyerang punggung pe-muda tersebut dengan sebuah serangan me-matikan. Mendengar desingan angin tajam menyambar tiba, Lan See giok menyadari akan datangnya bahaya,. tiba-tiba dia mem-balikkan badan sambil membentak keras: "Anjing keparat, kepingin mampus rupanya kau!"

681

Dengan telapak tangan menggantikan pedang, secepat kilat dia bendung datangnya ancaman tersebut, kemudian melanjutkan dengan bacokan ke tangan kanan lawan Pada waktu itu, Oh Tin san sadar bahwa dia pasti mampus, karenanya timbul niatnya untuk beradu jiwa dengan lawan. Maka dari itu, ketika dilihatnya Lan See giok mengangkat telapak tangannya untuk membendung datangnya ancaman tersebut, dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya mencapai sepuluh bagian, lalu ditebaskan ke muka. Lan See giok tertawa dingin, telapak tangan bajanya membabat lebih jauh ke muka dan... "Krassss!" Diiringi desingan tajam yang menggidikkan hati,O6h Tin San menjerit kesakitan, tahu-tahu lengan kanannya sudah terpapas ku-tung menjadi dua bagian, percikan darah se-garpun memancar hingga kemana mana ..... Pucat pias selembar wajah Oh Tin San, dengan sempoyongan dia mundur beberapa langkah dari posisi semula, lalu jatuh terdu-duk kembali ke atas tanah. Menyaksikan peristiwa ini, Oh Li cu menangis semakin keras, hatinya benar-benar merasa amat pedih. Sedangkan Lan See giok dengan kening berkerut dan mata memerah seperti bara api selangkah demi selangkah rmaju terus mendzekati 0h Tin sawn, jari-jari tarngan kanannya masih terpentang lebar siap mele-paskan serangan berikut. Kemudian setelah itu tiba-tiba dia berteriak penuh perasaan dendam: "Oh Tin San, mau bicara tidak?" Oh Li cu merasa sangat tidak tega men-jumpai Oh Tin San duduk bermandikan da-rah sambil menunjukkan keadaan yang amat menderita itu, sambil menangis terisak, se-runya keras-keras: "Ayah ....ayolah cepat bicara, cepatlah kau katakan, uuuhh ....uuuhhh....uuuh...." Kalau orang sudah hampir mati, biasanya hatinya menjadi lemah, demikian pula halnya dengan Oh Tin San. Dia menghela napas sedih kemudian me-ngangguk penuh penderitaan, katanya ke-mudian dengan napas terengah engah: "Baik, akan kukatakan, akan kukatakan..." Mendengar kesediaan lawan, Hu yong siancu sekalian bersama sama maju ke de-pan dan mengelilingi orang itu, tinggal Siau thi gou seorang masih tetap berdiri di sam-ping si naga Sakti pembalik Sungai untuk melindungi keselamatan jiwanya.

682

Melihat Oh Tin san telah bersedia menja-wab, Lan See giokpun menyentilkan jari ta-ngan nya ke tengah udara serta menghenti-kan aliran darah dari lengan Oh Tin san yang terluka. Setelah mengatur napas sebentar untuk menghilangkan napasnya yang terengah, Oh Tin San mendongakkan kepalanya dan me-mandang sekejap kearah Oh Li cu kemudian berkata: "Anak Cu, sekarang kau sudah berada ber-sama sama Tok Nio-cu dari Pek hoo cay, ini berarti kaupun sudah tahu bahwa kau se-betul-nya bukan putri kandungku, bagaima-napun juga aku toh pernah melepaskan budi pemeliharaan selama belasan tahun kepada mu, maka kuharap sebelum ajalku tiba, sanggupilah sebuah permintaanku ...." Oh Li ca sendiripun tahu bahwa tipis hara-pan bagi Oh Tin San untuk hidup lebih lanjut hari ini, teringat selama hidupnya dia selalu menyebut ayah kepada orang ini, sedikit banyak masih tersisa pula perasaan yang mendalam dengannya, karena itu ia me-ngangguk sambil menangis. Oh Tin san menarik napas panjang-pan-jang, lalu memandang sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan gembira di samping menderita, lalu setelah menundukkan kepala nya dia melanjutkan: "Aku tidak mempunyai permintaan yang terlalu muluk kepadamu, aku hanya berha-rap setelah mati nanti, kuburlah jenasahku di dalam tanah ...." Mendengar permintaan ini, Oh Li cu tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, dia menangis semakin menjadi jadi, sembari menutupi wajahnya dengan kedua belah ta-ngan, serunya sambil tersedu. "Adik Giok, kau harus menyanggupi per-mintaanku untuk berbuat, begitu ...." Pelan-pelan Oh Tin san mendongakkan kepalanya dan memandang kearah Lan See giok dengan penuh kebencian, sekulum senyuman licik segera tersungging di ujung bibirnya dan ujarnya dengan dingin: "Kau tak usah bertanya kepadanya, dengan kedudukan Si Yu gi sebagai penyebab keja-dian ini pun dia masih berhak dikubur dalam peti mati yang ,bobrok, apakah dia benar-benar akan tega membiarkan jenasah ku ter-bengkalai di tepi jalan dengan begitu saja?" Hu yong siancu dan Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut samasama merasakan hatinya bergetar keras. Dengan cepat Hu yang siancu berseru: "Kau maksudkan orang yang membinasa-kan Lan tayhiap adalah si makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi?" , Secara licik Oh Tin san menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab singkat:

683

"Bukan!" "Lantas siapa?" dengan perasaan terkejut bercampur gusar Lan See giok berseru. Oh Tin san tertawa dingin, kemudian jengeknya sinis: "Akulah yang melakukan!". Lan See giok teramat sedih, hawa napsu membunuhnya dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, penuh rasa geram dia berteriak keraskeras: "Bajingan terkutuk, jadi kau yang telah membunuh ayahku? Bajingan tengik, akan kubunuh kau. ." Dalam teriakan tersebut, tbubuhnya segera jmendesak maju kge muka sambil mbengangkat telapak tangan kanannya siap melepaskan serangan mematikan... "Anak Giok..." Hu yong siancu segera ber-seru dengan suara gemetar. Mendengar teriakan mana, Lan See giok segera menghentikan langkahnya, dia tahu bibi Wan menyuruh dia untuk menahan rasa sedih dan dendam yang membara dalam dadanya untuk mencari tahu duduknya per-soalan hingga jelas. Maka dengan mata yang berapi api, diawa-sinya Oh Tin San tanpa berkedip, kemudian bentaknya keras: "Ayo cepat bicara!" Berhubung rasa sakit yang dideritanya pada lengan yang kutung sudah jauh mereda, sikap si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin San kembali "berubah men-jadi beringas dan mengerikan: Setelah tertawa dingin, ujarnya, dengan sinis: "Lan See giok, kau tidak usah berlagak sok lebih dulu, aku tahu hari ini aku bakal mam-pus, tapi saat kematianmupun sudah tak akan jauh lagi, ketahuilah kau telah menghabisi nyawa ketiga orang murid dari tiga manusia gagah dari luar lautan, mereka tidak akan melepaskanmu dengan begitu saja...." Belum selesai perkataan tersebut diutara-kan, Lan See giok telah mendongakkan kepala nya sambil tertawa seram: "Heeehhh....heeehhh....heeehhh....sepasang hidupnya tiga manusia aneh dari luar lautan selalu mengganggu dunia persilatan, mela-kukan kejahatan dimana mana dan dosa-nya sudah menumpuk-numpuk, terhadap manu-sia laknat macam mereka, setiap anggota persilatan siap untuk melenyapkan orang -orang tersebut dari muka bumi. Jangan lagi dibilang ketiga manusia aneh itu tak akan melepaskan siauya, sekalipun mereka bertiga melepaskan siauya pun, siauya tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja."

684

Mendengar perkataan mana, Oh Tin San segera menengok kearah Lan See giok dengan pandangan sinis, sekulum senyuman dingin pun menghiasi wajah kudanya. Sekali lagi Lan See giok dibikin naik darah, sikap lawan membuat ia bertambah geram, rasa ingin menangpun terpancing ke luar, maka dengan suara menggeledek dia mem-bentak: "Kau anggap aku tak berani melbenyapkan merekaj dari muka bumig .... " Bersambaan dengan selesainya seruan itu, tiba-tiba dia membalikkan badan, sepasang lengannya diputar satu lingkaran kemudian dilontarkan ke arah sebuah batu besar yang berada tiga kaki di hadapannya sana, tenaga sakti Hud kong sinkang yang maha dahsyat pun segera meluncur ke depan .... Sesudah berulang kali minum Leng sik giok ji, kemudian ditambah pula dia telah melakukan senggama dengan Siau cian, membuat tenaga dalamnya bukan saja berli-pat ganda, bahkan gabungan hawa yang dan im yang diterima dalam tubuhnya membuat kemampuan pemuda ini benar-benar telah mencapai puncaknya. Bersamaan dengan ayunan telapak tangan anak muda tersebut, tampak sekilas cahaya berkelebat lewat kemudian berubah menjadi segulung hawa putih yang melesat ke arah batuan cadas tadi secepat sambaran petir .... "Blaaammmm!" Suatu ledakan yang benar-benar memekik-kan telinga berkumandang memecahkan ke-heningan. Batu dan pasir segera beterbangan di ang-kasa, kabut dan debu memancar ke empat penjuru, suasana terasa amat mengerikan.... Sampai lama sekali suara ledakan itu, ma-sih terasa menggaung di angkasa, bintang dan rembulan di angkasa bagaikan turut punah .... Dikejauhan sana, batuan beterbangan dan rontok ke tanah bagaikan hujan gerimis, di sana sini muncul percikan bunga api akibat gesekan antara batu dengan batu yang saling beterbangan ..... Oh Tin san tertegun seketika, Hu yong siancu sekalian juga tertegun, malah Lan See giok sendiripun sampai berdiri termangu. Sebaliknya si naga sakti pembalik sungai yang masih duduk bersila diatas tanah hanya bisa membelalakkan matanya lebar-lebar, ia sungguh tak percaya dengan apa yang terli-hat di depan mata sekarang, di samping itu diapun menjadi paham apa sebabnya To Seng-cu berpesan agar Lan see giok berang-kat ke Wan san setahun kemudian: Akhirnya Oh Tin san yang pertama tama menghela napas sedih, dengan wajah yang lemas dan putus asa katanya kemudian:

685

"Aaaaai, nampakrnya apa yang mezreka ren-canakawn memang sulit runtuk diwujudkan sebagai kenyataan ." "Rencana siapa?" tegur See giok dengan suara dalam. Oh Tin son segera sadar kalau dia telah salah berbicara, maka, sambil tertawa dingin serunya. "Ucapan itu bukan termasuk persoalan yang wajib kujawab kepadamu ....... "Kalau memang begitu, _mengapa tidak kau sebutkan bagaimana caramu menemu-kan ayahku bersembunyi di dalam kuburan kuno tersebut?" teriak See giok penuh amarah. "Jika kau bertanya dengan sikap yang be-gitu kasar, aku akan menjawab tak tahu" Berkilat sepasang mata Lan See giok, dia maju dua langkah ke muka dan siap menotok kembali jalan-darah di tubuh Oh Ti san, Mendadak terdengar Oh Tin son menjerit dengan suara yang sangat memilukan hati: "Cepatlah kau katakan, kau tak usah men-cari penyakit buat diri sendiri!" Oh Tin san memandang sekejap kearah Lan See giok yang sedang menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan itu, dia tahu bersikap keras kepala hanya men-cari penderitaan bagi diri sendiri. Menyadari akan hal tersebut, dia menghela napas sedih, kemudian ujarnya dengan suara dalam: "Tadi, aku mengatakan bahwa Pek toh oh-cu si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebagai biang keladinya peristiwa ini karena tengah hari tersebut secara kebetulan saja kujumpai gerak gerik Si Yu gi yang sangat mencurigakan, ketika kukuntit gerak gerik-nya maka kutemukan akhirnya tempat persembunyian dari Lan Khong tay." Mendengar keterangan ini, Hu yong siancu serta Lan See giok benar-benar amat mendendam kepada Si Yu gi, ternyata semua peristiwa berdarah ini memang bersumber pada dirinya seorang. Setelah termenung dan berpikir beberapa saat, Oh Tin san berkata lebih jauh: "Semenjak kami lima manusia cacad dari tiga telaga memperoleh kabar tentang dite-mukannya jejak dari Hu yang siancu Han lihiap, siang malam tiada hentinya aku selalu melakukan pelacakan di sekitar tempat tersebut. ""Hari itu, aku sedang beristirahat di luar hutan siong dekat kuburan Leng ong bong, mendadak kujumpai si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dengan membawa sebuah sekop sedang melayang masuk ke dalam hutan tersebut. Karena curiga, secara diam-diam kukuntit jejaknya itu, tapi agar jejakku tidak diketa-hui Si Yu gi, maka aku tak berani menguntit terlampau dekat,

686

karenanya setelah dia ma-suk ke dalam Ong bong, aku tidak mengeta-hui ke mana perginya Si Yu gi tersebut. Waktu itu aku menjadi amat gelisah se-hingga segera melompat naik ke atas seba-tang pohon besar untuk memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, namun bayangan tubuh Si Yu gi seolah-olah lenyap ditelan bumi, lama sekali tak berhasil kutemukan jejaknya, karenanya akupun berkesimpulan bahwa Si Yu gi masih tetap berada di dalam kompleks tanah pekuburan ini. Karena itulah secara diam-diam aku duduk di atas ranting pohon sambil menunggu, sampai matahari condong ke barat belum juga kutemukan Si makhluk bertanduk tung-gal Si Yu gi menampakkan diri lagi. Dan pada saat itulah, tiba-tiba kudengar suara gemerincingan nyaring berkumandang dari balik kuburan... Mendengar sampai di situ Lan See giok tahu bahwa suara itu berasal dari suara rantai pintu rahasia yang sedang dibuka oleh ayahnya, selain itu diapun menyimpulkan bahwa Si Yu gi sedang memasuki lorong ra-hasia barunya sambil secara diam-diam meneruskan galiannya. Setelah berhenti sejenak untuk menarik napas, Oh Tin San berkata lebih lanjut: "...waktu itu aku merasa sangat kehe-ranan, tapi bersamaan dengan berhentinya suara gemerincingan tersebut, tiba-tiba dari sebelah kiri kuburan besar itu muncul se-orang lelaki setengah umur yang memakai jubah panjang berwarna kuning. Seluruh rambut orang itu telah beruban, dia memakai ikat kepala berwarna biru, hanya dikarenakan dia berdiri membela-kangiku, maka tidak kuketahui siapakah dia. Menanti orang itu membalikkan badannya, aku baru merasa terkejut sehingga hampir saja terjatuh dari atas dahan pohon, ternyata orang itu berwajah tampan dengan kumis menghiasi atas bibirnya, hehh... hehhh... hehh... rupanya orang ini bu-kan lain adalah Lan Khong tay yang selama banyak tahun ini menyembunyikan diri, Tak terlukiskan perasaanku waktu itu, se-lain kaget juga gembiranya bukan kepalang, di dalam keadaan begini aku sudah melupa-kan Si Yu gi yang memasuki kuburan terse-but tadi, namun dari keadaan Lan Khong tay yang baru berusia empat puluh tahun, na-mun dalam sepuluh tahun saja rambutnya telah beruban semua, dapat disimpulkan bahwa dalam hatinya tersimpan banyak ma-salah yang memusingkan kepalanya .... " Berbicara sampai di situ, Oh Tin San ber-henti sejenak seraya memandang sekejap ke seluruh arena .... Si Cay soat, Siau cian, Oh Li cu maupun Tok Nio-cu semuanya lagi mendengarkan dengan seksama .....

687

Si naga Sakti pembalik sungai sedang membelalakkan matanya pula mendengarkan penuturan tersebut. Demikian juga keadaan siau thi gou, mata-nya melotot besar sekali ...." See giok berdiri dengan air mata berlinang membasahi pipinya, bibir yang terkatup ken-cang nampak membentuk satu lingkaran busur .... Sedangkan Hu yong siancu mendongakkan kepalanya memandang kegelapan di angkasa, sedang butiran air mata satu demi satu ber-cucuran keluar tiada habisnya, bibir yang pucat pias tak bisa menahan gemetar yang berlangsung tiada hentinya. Maka Oh Tin san pun berkata lebih jauh: "Waktu itu aku sadar bahwa kepandaian yang kumiliki masih bukan tandingan Lan Khong tay, karena itu aku tak berani berisik apalagi menimbulkan suara, sampai Lan Khong tay sudah melangkah keluar dari hu-tan siong, aku baru berani melayang turun dari tempat persembunyianku, Ketika kudekati kuburan tersebut, baru kujumpai dibagian belakangnya terdapat se-buah pintu, tapi aku tak berani memasuki-nya secara gegabah, sebab aku tahu istri Lan Khong tay, Ki lu lihiap Ong Yan hoa juga termasuk seorang jago silat yang berilmu silat sangat hebat... Sampai aku memasuki kuburan itu secara diam-diam, baru kujumpai dalam kuburan ini selain sebuah lentera diatas meja, ter-nyata tidak kujumpai siapapun ... Pada saat itulah, tiba-tiba dari arah pintu kuburan berkumandang datang suara ujung baju yang terhembus angin. Aku menjadi amat terperanjat dan cepat-cepat menyembunyikan diri di bawah meja, kemudian kulihat ada seseorang melayang datang, ternyata dia adalah si gurdi emas peluru perak Lan Khong tay yang barusan keluar kuburan. Lan Khong tay masuk dengan tergesa gesa sehingga sama sekali tidak memperhatikan jika aku lagi bersembunyi di bawah meja, dia lalu menuju ke atas meja besar untuk me-ngambil senjata gurdi emasnya, aku merasa inilah kesempatan terbaik untuk bertindak, maka secepat kilat kulepaskan sebuah pu-kulan dahsyat yang ternyata persis bersarang di pusarnya.,.. Mendengar sampai di sini, air mata ber-campur darah bercucuran ke luar dari balik mata Lan See giok, sambil menggertak gigi pelan-pelan ia menghampiri Oh Tin San lagi, kesepuluh jari tangannya yang di pentangkan lebar-lebar kedengaran berbunyi gemerutu-kan nyaring. Sebaliknya Hu yong siancu ma-sih tetap mengangkat kepalanya sambil me-mandang kegelapan malam, sambil menahan rasa sedih di hatinya, ia berkata lirih: "Teruskan ceritamu itu ......

688

Oh Tin San memandang sekejap wajah See giok yang semakin mendekati tubuhnya itu, dengan wajah memucat dan menggertak gigi keras-keras, dia meneruskan: "Seketika itu juga Lan khong-tay mende-ngus tertahan dan mundur tiga langkah de-ngan sempoyongan, memanfaatkan peluang emas ini, kusarangkan sebuah pukulan lagi ke arahnya, dan kali ini persis menghajar dadanya..." Belum selesai dia berkata, tiba-tiba terde-ngar Lan See giok berteriak keras, dia mun-tahkan darah segar dan tubuhnya roboh ter-jengkang ke atas tanah, namun bersamaan waktunya dia melontarkan pula sepasang telapak tangannya ke depan. Suatu ledakan keras segera berkumandang memecahkan keheningan, percikan darah memancar ke mana-mana, hancuran daging beterbangan diangkasa tubuh Oh Tin San telah terhembus oleh angin serangan itu hingga meluncur sejauh puluhan kaki lebih dari tempat semula. Semua orang menjadi terkejut dan buru-buru menghampiri Lan See giok yang jatuh pingsan itu, hanya Hu yong siancu seorang masih tetap berdiri tak bergerak sambil me-ngawasi angkasa. Tampaknya si naga Sakti pembalik sungai telah berhasil pula mengendalikan luka yang dideritanya, bersama Siau thi gou, mereka memburu pula ke depan. Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu bertiga bersama sama membangunkan See giok dari atas tanah, ada yang memanggil engkoh Giok ada pula yang menjerit adik Giok, suasana menjadi kalut tidak karuan ..... Walaupun si naga Sakti pembalik sungai belum pernah bersua muka dengan Tok Nio-cu, agaknya diapun sudah mengetahui akan asal usul perempuan ini, dengan suara lemah katanya kemudian: "Nona Be, harap kau segera memukul jalan darah Mia bun hiat di tubuh Lan siauhiap keras-keras!" Selesai berkata, dia meneruskan langkah-nya mendekati Hu yong siancu yang masih berdiri termangu. Pada dasarnya pengalaman yang dimiliki Tok Nio-cu memang amat luas, dia tak lebih cuma dibikin bingung oleh isak tangis Siau cian bertiga saja, setelah mendengar peri-ngatan dari si naga sakti pembalik sungai, serta merta dia menarik Siau thi gou dan Oh Li cu agar menjauh .... setelah itu perempuan tersebut berjongkok di sisi pemuda tadi dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk memukul jalan darah Mia bun hiat di tubuh pemuda tersebut. Tapi Lan See giok masih tetap memejam kan matanya rapat-rapat, sama sekali tak ada gejala dia telah mendusin.

689

Tok Nio-cu tidak tahu kalau Lan See giok telah berhasil melatih ilmu memindahkan jalan darah, melihat pemuda tersebut belum juga menunjukkan suatu gejala akan mendu-sin saking gelisahnya dia sampai bermandi-kan keringat dingin. Pads saat itulah, tiba-tiba terdengar si naga sakti pembalik sungai berteriak kaget "Aaaah. nona Cian kau cepat kemari!" Siau-cian segera menerjang ke depan de-ngan kecepatan tinggi, dijumpai ibunya ma-sih memandang ke atas dengan sorot mata kaku. tampaknya perempuan inipun sudah jatuh tak sadarkan diri, Dengan perasaan gugup gadis itu segera menjerit keras. "Oooh ibu----! Diiringi isak tangis yang ramai, ia memeluk tubuh Hu yong siancu erat-erat. Menyusul kemudian bayangan marah berkelebat lewat Si Cay soat telah menerjang pula ke depan, dengan cepat nona ini menotok jalan darah Jintiong-hiat di hidung Hu- yong siancu disusul menabok jalan da-rah Mia-bun hiat nya, Hu-yong siancu segera menghembuskan napas panjang dan sadar kembali dari ping-sannya, ia tertunduk sedih, air matapun ber-cucuran membasahi wajahnya, dibimbing oleh Siau-cian, pelan-pelan ia duduk diatas tanah. Dalam suasana yang serba kalut inilah. tiba-tiba.... Suara pekikan nyaring berkumandang dari balik dusun situ, kemudian tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa meluncur datang, kearah mana bebe-rapa orang itu sedang berdiri, Si naga sakti pembalik sungai yang me-nyaksikan peristiwa- tersebut menjadi amat terkejut. dia tahu pendatang bukan seorang jago silat biasa, maka dengan perasaan ce-mas, bercampur gelisah dia berseru keras. "Cepat, cepat kalian sadarkan kembali See giok.. cepatan sedikit...." Baik Tok Nio-cu maupun Oh Li-cu, mereka sudah melihat betapa gawatnya situasi yang dihadapi, namun meski kedua orang itu su-dah berusaha untuk menguruti jalan darah di tubuh See giok, anak muda tersebut belum juga sadarkan diri. Di dalam kekalutan, akhirnya Si Cay-soat menyadari apa gerangan yang telah terjadi sekali, lagi dia melayang turun di sisi See giok, kemudian secara beruntun dia melan-carkan lima buah serangan berantai. Barulah setelah termakan kelima pukulan itu, See-giok menjerit keras dan sekali lagi memuntahkan darah segar.

690

Dalabm pada itu. Siaju-cian telah megm-bimbing ibunyba duduk bersila diatas tanah, ketika melihat jelas wajah si pendatang itu. tanpa terasa dia menjerit kaget: "Aaaah. Say nyoo-hui yang telah datang!" Tok Nio-cu dan Oh Li cu sama-sama merasa terkejut. namun kepandaian silat yang dimiliki kedua orang ini masih terlalu cetek sehingga ketajaman mata mereka be-lum dapat melihat dengan jelas apakah orang ini adalah Say Nyoo-hui sungguh atau bu-kan. Bahkan si naga sakti pembalik sungai serta Si Cay soat pun belum mampu melihat de-ngan jelas paras muka si pendatang itu, ber-beda sekali dengan Siau cian yang telah mi-num Leng sik giok ji dalam jumlah banyak, tenaga dalamnya telah memperoleh kema-juan yang amat pesat---" Tidak heran kalau beberapa orang itu ma-sih menyangsikan kebenaran dari ucapan Siau-cian. oooOooo BAB 32 Gerakan tubuh si pendatang itu benar-benar sangat cepat, di dalam waktu singkat dia sudah berhenti dua kaki dihadapan orang-orang tersebut, benar juga, ternyata orang itu adalah Say Nyoo hui, istri 0h Tin san. Diam-diam si naga sakti pembalik sungai sekali ini merasa terkejut, sudah setahun la-manya Say Nyoo hui berdiam di pulau Wan san. kenyataannya tenaga dalam yang dia miliki telah peroleh kemajuan yang demikian pesat. hal tersebut kontan saja mening-katkan kewaspadaan dari beberapa orang itu Say nyoo hui masih tetap mengenakan pakaian merah dengan celana panjang, di pinggangnya memakai ikat pinggang kem-bang kembang, sedangkan dipunggungnya menggembol sepasang golok burung hong yang diberi pita merah dan hijau pula. Baru saja berdiri tegak, perempuan itu segera menyunggingkan senyuman dingin diatas wajahnya yang penuh berkeriput itu, kemudian dengan angkuh dia memandang sekejap seluruh arena. "Hmmm, tidak heran kalau lonio menubruk tempat kosong. rupanya kalian manusia-manusia yang hampir mampus telah berkumpul semua disini" jengeknya dingin. Oh Li cu yang melihat kemunculban Say- nyoo huji tak tahan laggi segera berserbu. "Ibu, anak Cu berada disini--." Belum habis seruan itu, Tok Nio-cu dengan kening berkerut dan mata melotot besar telah melangkah maju ke depan menghampiri Say Nyoo hui. tubuhnya kelihatan gemetar keras,

691

Semenjak melihat raut wajah Tok Nio-cu, Say Nyoo hui sudah merasakan keadaan tak beres, namun dia percaya kepandaian silat yang dimilikinya sekarang amat hebat, karena itu kehadiran Tok Nio-cu sama sekali tak dipandang sebelah matapun olehnya. Akan tetapi setelah di jumpai batok kepala yang hancur lebur diatas tanah serta tiga sosok mayat dari kedua tosu dan seorang lelaki kekar itu, paras mukanya kontan berubah hebat, Ketika Oh Li cu melihat Tok Nio-cu sama sekali tidak berbicara bahkan meneruskan langkahnya mendekati lawan, dia tahu de-ngan segera bahwa orang yang menghabisi nyawa Ibu kandungnya dulu bisa jadi adalah Say nyoo hui ini, Berpikir demikian, hatinya menjadi sakit, dendam, menyesal dan malu. berbagai perasaan yang berkecamuk menjadi satu di dalam benaknya, tak dapat dibendung lagi air matanya segera jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Sementara itu. Say nyoo hui Gi Ci hoa te-lah berhasil menguasai diri dengan cepat, wajahnya berubah menjadi menyeringai amat mengerikan. Setelah memandang sekejap kearah Hu yong siancu dan Lan See giok yang masih duduk bersila diatas tanah, ia berseru keras. " Siapa ... siapakah yang telah membunuh anak murid Si to cinjin serta Lam hay-koay-kiat?" Suasana tetap hening. semua orang me-mandang kearah Say-nyoo hui dengan pan-dangan sinis dan tak kedengaran sedikit suara pun yang memberi jawaban. Menyaksikan hal ini. Say nyoo hui semakin gusar lagi. dia mengira semua orang sudah menaruh perasaan takut kepadanya, ditam-bah lagi kehadiran Hu yong siancu dan Lan See giok yang masih bersila diatas tanah, disangkanya mereka berdua telah terluka ditangan tosu tua tersebut, hal mana mem-buat dia semakin tidak memandang se-belah matapun terhadap beberapa orang itu. Dengan kening berkerut diapun berpaling ke arah Tok Nio-cu. kemudian bentaknya keras-keras. ""Siapa kau? Aprakah kau ingin zmencari kematiawn buat diri senrdiri----?" Waktu itu Tok Nio-cu telah mempersiapkan dua buah pukulan dengan disertai tenaga penuh yang siap dilontarkan ke tubuh Say nyoo hui...ia telah bertekad untuk menghabisi nyawa si pembunuh ibunya ini dalam serangan mana. Maka menghadapi pertanyaan lawan, ia tertawa dingin seraya serunya dengan penuh kebencian..

692

"Siapakah aku. aku yakin kau sudah me-ngetahui dengan jelas, bayangkan saja piau-su Be Yu liang serta Mao Kim go dari Juan tiong, maka kau akan segera tabu siapakah diriku yang sebenarnya." Berubah hebat paras muka Say nyoo hui atas jawaban ini, sambil membentak nyaring tiba-tiba ia memutar sepasang pergelangan tangannya, Dua cahaya tajam berkelebat lewat dan tahu-tahu berubah menjadi segulung bukit golok yang langsung menerjang ke tubuh Tok Nio-cu.. Oh Li cu menjadi amat terkejut melihat kejadian ini, saking kagetnya dia sampai menjerit lengking. Ditengah bentakan nyaring kembali tam-pak cahaya merah berkelebat lewat, diantara kilatan sinar pedang, Cay Soat telah mener-jang pula ke depan dengan kecepatan luar biasa. Tampaknya Tok Nio-cu sama sekali tidak menyangka kalau Say nyoo hui akan mele-paskan serangannya secara tiba-tiba, tubuhnya segera berkelebat mundur sejauh lima langkah kemudian tangannya diayun-kan berulang kali ... "Sreeeet. sreeeet! Dua batang panah pendek langsung mele-sat ke udara dan menembusi bayangan golok "Traaaang, traaaangg-- !" Panah-panah pendek itu seketika terpental ke udara. tapi Si Cay soat telah keburu me-nyambar tiba dengan jurus "membantai hong mencabut bulu" pedang Jit hoa kiam nya se-cepat petir membabat masuk ke balik bayangan golok yang membukit itu. Sesungguhnya Say Nyoo hui berniat mem-bunuh Tok Nio-cu dengan suatu serangan kilat, siapa tahu dari tengah jalan muncul seorang Thia Kau kim yang menghalangi niatnya. Tahu-tahu saja dia merasa cahaya pedang lawan berkelebat lewat, hawa desiran dingin sudah muncul di depan mata. Dalam hati kecil nya diapun berpekik, "Aduuuh celaka...." Serta merta, dia menghentikan gerak ter-jangannya ke depan sambil menarik kembali sepasang goloknya, namun gerak serangan pedang lawan terlampau cepat, ia sudah tak sempat lagi untuk menghindar kan diri --"Triing. traaang, triing, traanggg-- -" Letupan bunga api memercik ke udara, sepasang golok tersebut sudah terpapas ku-tung menjadi empat bagian.

693

Merasakan genggamannya menjadi enteng, Say nyoo hui merasa terkejut lalu sambil menjerit lengking melompat mundur sejauh dua kaki, diawasinya Si Cay soat yang berdiri sambil melintangkan pedangnya itu dengan pandangan tertegun. Si Cay soat balas menatap Say nyoo hui, lalu setelah tertawa dingin ejeknya sinis. "Lebih baik buang saja gagang golokmu itu dan berduel lah secara jantan melawan Gui hujin, coba kalau diantara kalian tidak terja-lin hubungan dendam kesumat sedalam lautan, nona tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja!" Selesai berkata, dia menarik kembali pe-dangnya dan mengundurkan diri ke posisi semula. Berada di dalam posisi demikian Say Nyoo hui menjadi nekad, satu ingatan jahat pun muncul dalam benaknya, sekali tangan nya digetarkan. gagang golok itu, segera menan-cap di tanah, lalu tanpa banyak berbicara dia mendesak Tok Nio-cu. Tiba-tiba - --- --Sekujur badan Say nyoo hui gemetar keras. wajahnya sekali lagi berubah, dengan pandangan kaget bercam-pur ngeri diawasinya sebuah kutungan le-ngan yang tergeletak tak jauh dibelakang Tok Nio-cu, kemudian sambil menghentikan gerakan tubuhnya, ia bertanya agak gemetar. "Lengan...lengan siapakah itu?" b "Punya dia!" jjawab Siau thi ggou cepat sam-bibl menunjuk dengan moncong bibirnya. Yang ditunjuk adalah sebutir batok kepala manusia bermuka pucat yang masih melotot-kan mata sesatnya, kepala itu tergeletak berapa kaki dari sisi arena. Sekilas pandangan saja Say nyoo hui su-dah tahu batok kepala siapakah itu, kontan saja dia menjerit lengking. "Bajingan keparat, aku akan beradu jiwa dengan kalian semua!" Ditengah jeritan tersebut, tubuhnya menerjang ke muka, telapak tangan kanan nya secepat petir dibacokkan ke tubuh Tok Nio-cu. Dalam pada itu, Tok Nio cu sudah bertekad hendak membalas dendam, tanpa memikir-kan keselamatan diri, ia tangkis ta-ngan kanan lawan dengan lengan kirinya, kemu-dian tangan kanannya, dilontarkan ke muka menghantam dada Say nyoo hui. Bagaikan orang kalap yang sudah kehila-ngan pikiran, Say-nyoo-hui tertawa seram, tubuhnya berputar secepat kilat, tangan kiri-nya membentuk gerakan tipuan sementara telapak tangan kanannya langsung mengha-jar iga kiri Tok Nio-cu.

694

Menghadapi ancaman tersebut, Tok Nio cu sangat terkejut. ia sadar tak sempat lagi baginya untuk menghindar "Duuuuukk!" Tubuhnya seketika terasa sakit bagaikan disayat sayat, tubuhnya telah terhajar telak oleh sodokan tangan kanan musuh. Dalam keadaan demikian. Tok Nio cu me-maksakan diri untuk menarik napas panjang, lalu ia bertekuk pinggang dan menundukkan kepalanya ke bawah ..... "Sreeeet --!" Sebatang panah beracun secepat petir menyambar ke depan. Say Nyoo hui tentu saja tak mengira kalau musuhnya adalah Tok Nio-cu yang amat termasyhur itu. ia menjerit kesakitan, panah beracun tahu-tahu sudah menancap diatas dada kanannya, Bersamaan dengan kejadian itu. Tok Nio maupun Say Nyoo hui samasama roboh ter-jengkang ke atas tanah. Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat, lagi pula selisih jarak diantara kedua belah pihak begitu dekat, pada hakekatnya tiada kesem-patan lagi bagi Siau cian. Cay Soat maupun Oh Li cub untuk memberikjan bantuan. Segdangkan si nagab sakti pembalik sungai baru sembuh dari lukanya, dia belum berke-mampuan untuk turun tangan, sebaliknya Hu yong siancu dan See giok masih berse-medi. Melihat cicinya roboh terkapar diatas tanah berbarengan dengan robohnya ibu angkat-nya. Oh Li cu segera menjerit sambil menangis, cepat ia menubruk ke muka. Kebetulan sekali pada saat yang bersa-maan See giok telah selesai dengan semedi-nya, ketika membuka matanya, satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, yakni pembantaian keji seorang nenek di depan ru-angan Pek ho cay. Maka dengan perasaan terkejut diapun membentak keras. "Ayo kembali -Dalam bentakan mana, dengan posisi ma-sih duduk ia menerjang kearah Oh Li cu. Tapi sayang berhubung jaraknya terlalu dekat, Oh Li cu telah membopong jenasah Tok Nio-cu, Say Nyoo hui yang setengah badan sebelah kanannya sudah menjadi kaku menjadi amat geram ketika dilihatnya Oh Li cu mem-bopong tubuh Tok Nio-cu tanpa memperdulikan diri-nya. hal ini menimbulkan hawa napsu mem-bunuh dalam benaknya. Diiringi bentakan keras, secepat kilat ta-ngan kirinya mencengkeram wajah Oh Li cu.

695

Sebenarnya Lan See giok telah menerjang tiba waktunya itu. namun berhubung dia kuatir melukai Oh Li cu sehingga merasa kurang leluasa untuk mengeluarkan ilmu thi siu yau khong atau pukulan tangan kosongnya, Di dalam keadaan yang gugup. pemuda itu segera membentak keras, dengan jari telun-juk dan jari tengahnya menyentil ke depan keras-keras--Segulung desingan angin jari yang sangat kuat langsung menghajar batok kepala Say Nyoo hui. "Plaakkk--!" Diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati, batok kepalanya segera hancur beranta-kan dan isi benaknya berceceran kemana mana, dalam keadaan kepala yang hancur Say Nyoo hui roboh terjengkang ke belakang dan menghembuskan napas yang pengha-bisanTapi cengkeraman tangan kirinya ke atas wajah 0h Li cu tetap menyambar ke depan. Hanya saja disebabkan tubuhnya terjengkang hingga sambaran jari tangannya itu hanya menghasilkan tiga buah garis dararh diatas pipi kzanan gadis terswebut. " Walauprun demikian Oh Li cu sempat dibi-kin terkejut sampai menjerit tertahan, tubuh nya cepat-cepat melejit ke udara. tapi isi benak Say nyoo hui yang putih kemerah merahan sempat menyembur diatas tubuh nya. Begitu terkesima dan terkesiapnya nona ini. sampai-sampai dia tak sadar kalau darah segar telah mengucur keluar dari luka diatas wajah itu. Dalam pada itu, Hu yong siancu telah sele-sai mengatur pernapasan. bersama Siau cian dan Cay soat sekalian buru-buru me-reka lari mendekat. Lan See giok yang bermata tajam. dalam sekilas pandangan saja dia sudah melihat dengan jelas tiga buah jalur luka yang dalam diatas pipi Oh Li cu. oleh sebab itu ketika Oh Li cu melayang turun kembali ke atas tanah. buru-buru dia memayang tubuhnya. Kemudian diambilnya sebuah sapu tangan berwarna putih dan cepat-cepat diusapkan diatas pipi Oh Li cu yang berdarah itu. Oh Li cu seperti agak terkejut dan gugup oleh sikap si anak muda itu, sedangkan Siau cian dan Cay soat segera merasa amat cem-buru, hanya Hu yong siancu seorang yang agak berubah wajahnya setelah menyaksikan peristiwa itu. kemudian berseru kaget "Aaah. none Be sudah terluka!" Seraya berkata. dengan wajah gelisah dan penuh perhatian dia turut memayang tubuh Oh Li cu.

696

Baru sekarang Siau cian dan Cay soat mengetahui dengan jelas apa yang telah ter-jadi, buru-buru mereka menyusul ke depan, sedang dihati kecilnya timbul perasaan malu gugup dan gelisah. Lan See giok menyeka luka di wajah Oh Li cu itu berulang kali, tapi darah masih juga bercucuran keluar dengan deras, tampaknya luka yang dideritanya cukup parah. dengan suara gelisah dia lantas berpaling seraya ber-kata. "Siapa yang membawa obat luka?" "Obat ada dirumah. aku tidak membawa-nya serta." jawab si naga sakti pembalik su-ngai cepat, tanpa membuang waktu lagi Hu Yong siancu segera berseru keras, ""Anak Giok, kau cepat bopong nona Be dan pulang ke rumah.-!" Lan See giok tidak banyak berbicara lagi, dia segera membopong tubuh Oh Li cu. Sementara Itu perasaan Oh Li cu benar-benar sedih dan hancur. dia menangis terus tiada hentinya, air mata bersama darah ber-cucuran tiada hentinya: "Oooh bibi.. bagaimana dengan Jenasah ciciku...?" keluhnya kepada Hu yong siancu. Mendengar perkataan tersebut. Hu yong siancu ikut merasa sedih, sambil menahan cucuran air matanya ia menyahut: *Kau tak usah kuatir, akan kuperintahkan kedua orang adikmu untuk menggotongnya pulang!.. Baru selesai dia berkata. Lan See giok su-dah melejit ke udara bagaikan segulung hembusan asap ringan, tahu-tahu tubuhnya sudah berada sejauh puluhan kaki dari tem-pat semula. "Saudara cilik" si naga sakti pembalik su-ngai segera berteriak keras "Perintahkan ke tiga orang putraku agar membawa sekop datang kemari!" Biarpun Lan See giok mendengar teriakan tersebut, namun dia tidak menjawab. sebab tubuhnya sudah memasuki hutan di sisi dusun sana Oh Li-cu yang berbaring di dalam pelukan See giok mengucurkan air mata tiada henti nya, dalam sekejap mata itulah dia merasa dirinya adalah manusia yang bernasib paling jelek di dunia ini. Ibu yang selama ini disayang dan dicintai-nya, ternyata tak lebih hanya musuh besar pembunuh ibu kandungnya. ayah yang sela-ma ini selalu memperhatikannya,- ,tak lain cuma seorang pentolan pencoleng yang berhati kejam dan licik. Dan sekarang, baru saja bertemu kembali dengan enci kandungnya, tahutahu dia di-tinggalkan seorang diri di dunia ini, bukan-kah kesemuanya itu

697

sudah cukup membuk-tikan bahwa dia adalah manusia yang berna-sib paling jelek di dunia ini? Dan detik ini, untuk pertama kalinya dia berbaring di dalam pelukan kekasih hatinya, namun wajahnya yang cantik justru telah bertambah tiga buah luka memanjang yang berdarah, Encinya yang selama ini merencanakan perkawinannya telah tewas, wajahnya yang selama ini dianggap cantik dan tak kalah dengan kecantikan Siau cian maupun Cay soat, kini pun telah bertambah dengan tiga buah luka memanjang--Padahal dia sudah tahu dengan bjelas. biar punj dia sendiri sagngat mencintai bSee giok. namun See giok tak pernah mencintainya, apalagi berencana mengawininya dan hidup sampai tua nanti. Kesemuanya ini ditambah lagi dengan luka codet di wajahnya, mungkin pemuda pujaan hatinya itu tak akan memandang sekejap lagi ke arahnya. Sementara dia masih melamun. Lan See -giok telah melayang turun didalam pagar rumah si naga sakti pembalik sungai. Baru saja See giok melayang turun, dia su-dah menoleh ke kamar sebelah kiri dan kanan seraya berseru. "Siauhiap bertiga, cepat ambil sekop dan berangkat ke barat laut dusun. Thio loko se-dang menantikan kedatangan kalian di tem-pat tersebut." Belum selesai ucapan tersebut diutarakan Thio Sam keng yang gemuk seperti genjik te-lah melompat keluar dari kegelapan sambil berseru cemas. "Apakah kami harus memendam mayat? Lan See giok tidak berhasrat untuk menja-wab pertanyaan itu, dia segera menerobos masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuh Oh Li cu diatas pembaringan, setelah itu tanyanya dengan penuh rasa kuatir. "Enci Lan, bagaimana rasamu sekarang?" 0h Li cu menggelengkan kepalanya beru-lang kali, bisiknya dengan pedih. "Sungguh tak kusangka aku Be Cui lan ternyata bernasib begini buruk" Lalu dengan air mata bercucuran ditatap nya wajah si anak muda itu kemudian melanjutkan, "Adik Giok, walaupun aku berniat me-layanimu sepanjang masa. namun saat ini wajahku telah berubah menjadi begini rupa, tampaknya apa yang menjadi harapanku tak pernah akan terkabulkan lagi` Lan See giok merasa keadaan Oh Li cu betul-betul amat kasihan, keadaannya tidak jauh berbeda dengan nasib yang dialaminya, hal mana yang segera menimbulkan perasaan simpatik yang besar dihati kecilnya. Dari perkataan tersebut. ia sebgera mema-hami jmaksud lain dargi ucapan itu, mbaka ujarnya kemudian dengan lembut:

698

"Enci Lan, kita adalah orang yang senasib sependeritaan. apa yang kau alami persis pula seperti apa yang ku alami ...." Belum habis perkataan itu diutarakan. dari balik halaman telah melayang turun sese-orang. menyusul kemudian bayangan manu-sia itu berkelebat lewat. tahu-tahu Hu yong siancu telah melompat masuk ke dalam ruangan. Oh Li cu segera melompat bangun dan duduk setelah melihat kehadiran perempuan itu, teriaknya mengenaskan. "Ooooh.... bibi apakah jenasah enci Peng telah diangkut kemari ....?" Hu yong siancu mengangguk berulang kali. "Sudah dan sekarang Thio lo-enghiong se-dang menyiapkan peti mati di belakang kami putuskan besok akan mengirim orang untuk menyampaikan berita buruk ini ke pada Pek hoo caycu" Sementara itu Lan See giok telah menyulut sebuah lentera, Hu yong siancu segera mene-rimanya dan didekatkan pada luka Oh Li cu. Tapi setelah diperiksa sejenak segera seru-nya dengan perasaan lega. "Masih untung yang terluka hanya di bawah rambut. asal kau dapat menutupi bagian tersebut dengan rambutmu. niscaya luka codet tersebut tak akan terlihat" Selesai berkata, berdasarkan petunjuk dari si naga sakti pembalik sungai, dia berhasil menemukan sebuah botol putih kecil didalam almari, mulamula luka di sekitar wajah Oh Li cu dibersihkan dulu dari noda darah, kemudian sekitar mulut luka ditaburi dengan bubuk obat penghenti darah-. Selang sejenak kemudian kedengaran suara langkah manusia yang ramai. . Siau cian serta Cay soat telah muncul pula, tera-khir menyusul pula si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi gou. Dengan simpatik yang besar serta perasaan penuh kekuatiran. semua orang turut meme-riksa luka yang diderita Oh Li cu. se-baliknya 0h Li cu hanya bisa mengucurkan air mata-nya. "Nona Be, kau tak usah bersedih hati lagi" Hu yong siancu segera menghibur. "malam ini, wajahmu tak samrpai hancur terkzena cengkeramanw maut tadi, bolreh dibilang hal tersebut merupakan keberuntungan ditengah ketidak beruntungan, apalagi bila terlalu sering menangis, air mata yang membasahi luka akan menimbulkan keadaan yang kurang baik.* Lan See giok yang berada di sisinya segera turut pula menimbrung. "Sewaktu berada di Pek hoo cay tempo hari, aku sendiripun su-dah pernah mengalami nasib tragis seperti ini. itulah sebabnya tadi aku tergesa gesa memperingatkan enci Lan agar balik, tapi ."" Hu yong siancu menghela napas panjang, selanya:

699

"Pepatah kuno bilang. Satu kali meng-alami nasib sial, selanjutnya akan lebih berpenga-laman, di kemudian hari kalian mesti bersi-kap lebih berhati hati lagi, banyaklah mendengarkan nasehat serta pengalaman dari orang lain." "Yaa, sungguh tidak kusangka kalau Oh Tin san suami istri ternyata merupakan manusia yang berhati kejam tak berpera-saan-" kata si naga sakti pembalik sungai pula "padahal nona Be sudah belasan tahun memanggil ibu kepadanya, tapi sampai detik-detik terakhir ia toh masih berusaha untuk merusak kehidupan nona Be." Hu yong siancu kuatir ucapan tersebut kembali akan menimbulkan kesedihan di hati Oh Li cu" dengan cepat ia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanyanya: "Thio lo enghiong, sejak kapan sih Oh Tin san datang kemari ...?" "Setelah mendapat kabar dari Toa keng senja itu aku bersama adik Soat dan Thi gou segera melakukan perundingan, kami sim-pulkan bahwa Oh Tin san bisa jadi akan datang mencari gara-gara. ternyata dugaan kami memang benar. tidak sampai kentongan kedua. Oh Tin san telah muncul diatas atap rumah dan menantang aku, Menanti aku dan adik Soat menyusul ke atas atap rumah, Oh Tin-san telah berkelebat menuju kearah barat laut, kamipun mengejar sampai di luar dusun, ternyata di situ telah menanti dua orang tosu serta seorang lelaki kekar. Oleh sebab Oh Tin-san berteriak hendak menantangku untuk berduel, terpaksa aku-lah yang menerima serangannya itu. sungguh tak disangka hanya dalam waktu satu tahun saja. tenaga dalam yang dimiliki Oh Tin san telah peroleh kemajuan yang amat pesat dalam serangan yang pertama saja aku su-dah kena dipukul mundur sejauh lima enam langkah. "Waktu itu adik Soat dan Thi-gou hadir semua di arena, aku menganggap tak bakal menderita kerugian. karena itu sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap mereka. aku beranggapan bila kukerahkan segenap kekuatan yang dimiliki untuk berta-rung, niscaya pihak musuh akan kalah. pada saat itulah aku mendengar suara pekikan nyaring dari adik See giok, suara pekikan tersebut membuat semangatku ber-kobar kembali, keberanianku semakin besar, aku tahu Oh Tin-san pasti akan mampus, karena itu sekali lagi kugunakan segenap ke-kuatan yang kumiliki untuk beradu kekuatan dengannya.

700

Tapi akibat dari bentrokan kekerasan tersebut, ternyata aku kena dihajar sampai terduduk diatas tanah, bahkan sempat me-muntahkan darah segar ...." Ketika berbicara sampai di situ, wajahnya berubah menjadi merah dadu, dia melirik se-kejap ke arah Cay soat dengan perasaan berterima kasih kemudian melanjutkan: "Waktu itu, seandainya adik Soat tidak tu-run tangan secepatnya, mungkin aku telah di binasakan oleh Oh Tin san." Hu yong siancu segera manggut-manggut, katanya kemudian. "Selama setahun belakangan ini, tenaga dalam yang dimiliki Oh Tin-san dan Say- nyoo-hui memang telah peroleh kemajuan yang pesat. ditinjau dari kemampuannya untuk menghajar iga kiri Gui hujin dengan suatu gerakan tubuh yang aneh, bisa diketahui bahwa kemajuan yang dica-painya masih jauh melebihi Oh Tin san" Teringat kembali kematian dari encinya, sekali lagi air mata jatuh bercucuran memba-sahi wajah 0h Li cu, Lan See giok yang teringat kebaikan Tok Nio-cu menghadiahkan kuda, menemani menyerbu sarang musuh dan lain lainnya turut merasa sedih. katanya. "Gui hujin adalah seorang yang periang dan pandai bergaul, lagi pula tindak tanduk nya sangat mengagumkan orang. budi kebai-kannya menghadiahkan kuda kepadaku serta membantuku menyerang bukit lawan. akan selalu kusimpan didalam hati dan selamanya tak pernah akan kulupakan lagi" Melihat Oh Lib cu masih juga jmenangis. Kembagli Hu yong sianbcu menghibur. "Nona Be tak usah bersedih hati lagi, jika air matamu masuk ke mulut luka, hal ini akan mempengaruhi daya kerja obat luka tersebut.." Teringat luka diatas wajahnya, Oh Li Cu semakin sedih hingga matapun diapun menangis lebih memilukan hati" Sebagai orang yang pintar, tentu saja Hu yong siancu sekalian mengerti apa yang me-nyebabkan perempuan tersebut menangis dengan begitu sedihnya: Siau cian dan Cay soat terdorong oleh sim-patik dan ibanya melihat penderitaan yang menimpa Oh Li cu, diam-diam bertekad di-hati masingmasing untuk berusaha menjo-dohkan perempuan itu kepada adik Gioknya. Oleh sebab itu mereka berdua sering mem-perhatikan mimik muka Lan See giok, kebe-tulan sekali si anak muda itu sedang menunjukkan sikap kuatir dan menaruh perhatian terhadap Oh Li cu.

701

Sementara Hu yong siancu sekalian masih menghibur Oh Li cu. Thio Toakeng bertiga telah pulang. Si naga sakti pembalik sungai segera ke-luar dari ruangan, tak lama kemudian ia muncul kembali sambil berkata. "Ketiga orang anakku telah mengubur jenazah 0h Tin san sekalian sedangkan jenazah Gui hujin disimpan di ruang bela-kang, apakah nona Be hendak..." " Tidak usah." tukas Hu yong siancu cepat, dia kuatir kepedihan yang kelewat batas akan mempengaruhi luka yang diderita Oh Li cu, "Saat ini kondisi badan nona Be masih lemah, dia tak perlu ke belakang lagi.. Kemudian sambil menatap wajah Oh Li cu, dia menyambung: "Bagaimana kalau kita minta kepada Thio lo enghiong agar segera mengirim orang un-tuk menyampaikan berita buruk ini kepada Gui caycu di benteng Pek hoo cay?" Sebenarnya Oh Li cu hendak pergi mene-ngok wajah encinya untuk terakhir kali, tapi berhubung Hu yong siancu sudah berkata demikian, tentu saja ia merasa kurang le-luasa untuk berbicara lain, ditambah pula mulut lukabnya memang tidajk dapat mem-biagrkan ia menangibs terus, akhirnya sambil mengangguk sahutnya: "Segala sesuatunya terserah pada perintah bibi!" Dengan berhasilnya membunuh Oh Tin san, berarti Lan See giok, sudah melepaskan sebuah beban berat yaitu membalaskan den-dam bagi kematian ayahnya, sekarang hanya tinggal satu masalah lagi yang harus di lak-sanakan secepatnya yaitu membebaskan gu-runya dari pulau Wan san. Namun, berhubung Oh Li cu masih terlu-ka, maka dengan perasaan kuatir ujarnya: "Sekarang enci Lan sedang terluka, aku li-hat jadwal perjalanan kita menuju ke Pulau Wan san, harus diundurkan, hingga luka yang diderita enci Lan sembuh kembali." "Kenapa?" tanya Oh Li cu dengan perasaan terkejut, "andaikata gara-gara aku sampai urusan terbengkalai, bukankah akulah pe-nyebab dosa? Lagi pula mati hidupnya To Seng-cu locianpwe sangat mempengaruhi kehidupan dalam dunia persilatan, kalian tak boleh sekali kali sampai menunda jadwal ke-berangkatan, siapa tahu perbuatan kita membunuh Oh Tin san suami istri barusan telah diketahui mata-mata musuh? Bila ka-bar tersebut sampai bocor, mungkin usaha kita, untuk memanfaatkan kapal perang Wi lim poo akan menemui banyak kesulitan." Mendengar perkataan ini, semua orang segera manggut-manggut tanda setuju.

702

Lan See-giok yakin tiada orang sedang mengintip mereka dalam jarak radius sepu-luh kaki, karenanya dia segera menghibur: "Jangan kuatir, tak mungkin ada orang mencuri lihat perbuatan kita..." Hu yong siancu sendiripun kuatir bila jad-wal keberangkatan harus dirubah kembali, sebelum si anak muda itu menyelesaikan kata katanya, dia segera menimbrung: "Dari mana kau bisa memastikan bila tiada orang sedang mencuri lihat dirimu?, Ada kalanya -bila pikiran seseorang lagi tak tenang, biar ada orang sudah dekat di depan mata pun belum tentu jejaknya akan ketahuan." Lan See giok dan Siau cian baru saja ber-buat salah, betul ucapan dari Hu yong siancu tersebut tidak bermaksud apa-apa, namun diterima lain oleh Lan See giok berdua, kon-tan saja paras muka kedua oranrg itu berubah mzenjadi merah sawmpai di telingar. Tak kuasa lagi Siau cian menundukkan kepalanya rendah-rendah, sedangkan Lan See giok mengiakan berulang kali, Cuma orang tak akan tahu mengapa paras muka kedua orang itu bisa memerah secara tiba-tiba. Hu yong siancu, segera sadar kalau dia telah salah berbicara, buru-buru katanya lagi: "Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan, lebih baik kita kerjakan se-suai dengan rencana semula, aku lihat luka yang diderita nona Be tidak terlalu parah, dalam setengah bulan saja akan sembuh dengan sendirinya, lebih baik kita ajak serta nona Be dalam perjalanan, dia toh masih bisa merawat lukanya di atas kapal... "Tidak bibi, Lan ji bertekad akan tetap ting-gal didalam benteng.." tukas Oh Li cu sebe-lum Hu yong siancu menyelesaikan kata ka-tanya," saat itu benteng pasti kosong dan tiada orang yang mengurusi, untuk menjaga segala yang tak diinginkan, anak Lan tidak pantas jika turut serta." Hu yong siancu merasa ucapan ini ada benarnya juga, karena masalah tiadanya se-orang pemimpin dalam suatu benteng me-mang merupakan suatu masalah yang serius, untuk beberapa saat lamanya dia menjadi bingung dan tak tahu apa yang mesti dilaku-kan. Sementara itu, langit sudah terang tanah. Agak gelisah si naga sakti pembalik sungai berseru: "Pergi atau tidak harus diputuskan sece-patnya, karena selesai bersantap nanti kita masih harus mempersiapkan segala sesuatu nya dalam operasi ini." Melihat semua orang dibikin susah oleh dirinya, Oh Li cu semakin kukuh dengan pendiriannya semula, katanya: "Bibi, dendam kesumat anak Lan sudah terbalas, cici pun sudah mati, hanya rasa sedih dan duka di hatiku belum disembuh-kan, anak Lan ingin

703

memanfaatkan kesem-patan yang ada untuk merawat luka hati dirumah saja, karena aku memang tidak ber-niat untuk ikut serta dalam perjalanan jauh itu." Melihat kebulatan tekad si nona tersebut, terpaksa Hu yong siancupun manggut-mang-gut "Kalau memang demikian, selesai bersan-tap nanti kita segera berangkat ke benteng Wi lim poo, Thio lo enghiong juga boleh ikut ber-sama ...." "Kalau aku turut bersama menuju ke ben-teng Wi lim poo, rasanya hal ini rada kurang leluasa" sahut si naga sakti pembalik sungai agak ragu. . "Cepat atau lambat lo enghiong toh pasti akan mengikuti kapal untuk berangkat ke pulau Wan san, mumpung nona Be masih terluka lebih baik kita berbuat ....." Dengan suara lirih diapun membeberkan semua rencana yang telah disusunnya de-ngan rapi. Mendengar hal ini, semua prang segera menyatakan setuju sambil memuji tiada hen-tinya Selesai sarapan, si naga sakti pembalik sungai segera menyerahkan beberapa tugas penting yang harus dikerjakan kepada Thio Toa keng, sedang dia sendiri bersama Hu yong siancu sekalian berangkat menuju ke sisi telaga. Oh Li cu telah membungkus kepalanya dengan kain berwarna kuning, wajahnya nampak amat sedih, sedang air mata masih saja jatuh bercucuran, keadaannya sungguh mengenaskan sekali. Sejak Tok Nio-cu meninggal semalam dan Oh Li cu menderita luka, sikap Lan See giok terhadap Oh Li cu pun telah berubah sama sekali, baik di dalam pembicaraan maupun dalam tindakan, si anak muda itu selalu menunjukkan perhatian yang sangat besar." Biarpun Siau cian dan Cay soat melihat kesemuanya itu dengan jelas, namun mereka pun berlagak seolah-olah sama sekali tidak melihatnya ..... Ketika beberapa orang itu tiba di tepi tela-ga, kapal kecil milik Wi lim poo telah lama menunggu. Kedua orang dayang itu pertama tama naik ke daratan lebih dulu untuk memberi hormat kepada See giok dan Oh Li cu, kemudian baru mempersiapkan kapalnya. Hu yong siancu dapat melihat perahu itu lebarnya lima depa dengan panjang satu kaki dua depa, di samping kiri dan kanannya ter-dapat dayung sedangkan bagian belakangnya terdapat kemudi, memang bentuknya mirip dengan sebuah sampan pesiar. Dengan cepat beberapa orang itu naik ke atas sampan dan berangkat menuju ke tengah telaga.

704

Kurang lebih setengah li kemudian sampan telah berada di tanggul sebelah selatan.... Mungkin disebabkan gelombang yang besar dan sampan yang bergerak penuh gonca-ngan, luka yang diderita Oh Li-cu di atas wajahnya kembali pecah dan mengucurkan darah segar Melihat hal itu, Hu yong siancu segera menitahkan kepada Oh Li cu agar memba-ringkan diri. di dalam pelukannya, Oh Li u kembali menitikkan air mata karena rasa haru. Kedua orang dayang yang menjumpai hal tersebut, dengan kaget segera berseru: "Aaah, mengapa dengan nona kami?" Siau thi gou yang mendengar pertanyaan itu kontan saja mendengus dingin sambil menyahut: "Hmmm, untung saja masih ada si naga sakti pembalik sungai Thio loko, coba kalau tidak, nona kalian sudah lama tewas." Paras muka kedua orang dayang itu berubah hebat lalu bersama lama menjerit kaget, dengan melototkan sepasang matanya lebar-lebar, mereka awasi wajah si naga sakti pembalik sungai tanpa berkedip. Semula, semua orang menguatirkan kebodohan Siau thi gou dan kuatir cerewetnya membuat ren-cana mereka berantakan, karena itu semen-jak berada di rumah mereka telah memperi-ngatkannya berulang kali. Tapi sesudah mendengar, jawabannya sekarang yang sesuai dengan rencana, tanpa terasa semua orang pun tersenyum puas. Melihat tiada orang menegurnya, Siau thi you merasa semakin bangga, ia lantas menuding ke arah si naga sakti pembalik sungai, kemudian kepada kedua orang dayang yang masih berpandangan dengan terkejut, itu dia berkata lebih lanjut: "Gara-gara hendak menolong nona kalian, Thio lo enghiong telah menderita luka pula, coba kau lihat sorot matanya sayu tak bersi-nar. tubuhnya lemas tak bertenaga, tidak mirip naga sakti, sekarang justru menyerupai si harimau yang lagi sakit ...... Biarpun semua orang merasa, perkataan dari Thi gou tersebut lucu dan menarik, na-mun tak seorangpun diantara mereka berani bersuara apalagi tertawa. Si Cay soat kuatir Thi gou banyak berbi-cara sehingga membuat rencana mereka ter-bengkalai, buru-buru dia membentak dengan mata melotot besar: "Thi gou, siapa sih yang suruh kau banyak bicara?"

705

Siau thi gou tidak takut engkoh Giok na-mun justru paling takut dengan enci Soat, mendengar bentakan tersebut, kontan saja dia duduk kembali dengan mulut membung-kam. Setelah mengetahui kalau nona mereka lagi menderita luka, kedua orang dayang itu tak berani menjalankan sampannya terlampau cepat lagi, hingga menjelang tengah hari, sampan tersebut baru memasuki padang ila-lang. Setelah menembusi padang ilalang yang le-bat, semua orangpun merasakan pandangan matanya menjadi terang. Dari kejauhan mereka telah menyaksikan berbagai panji kebesaran berkibar diatas benteng Wi Lim Poo, kapal perang berderet sangat rapi, agaknya semua perahu tersebut sudah siap dipergunakan setiap waktu ... Memandang kesemuanya ini, Hu yong siancu serta si naga Sakti pembalik sungai mengangguk memuji, mereka merasa disiplin yang tetap tinggilah membuat kekuatan Wi lim Poo bukannya tidak melemah, justru kian tahun kian bertambah tangguh. Penjagaan diatas benteng dilakukan pula makin ketat, dari kejauhan sudah tampak- tombak-tombak yang memancarkan sinar tajam ketika tertimpa cahaya.. Pintu gerbang telah terpentang lebar, empat buah sampan kecil yang berwarna kuning, hijau, abu-abu dan hitam meluncur ke luar menyambut ke-datangan mereka, komandan Ciang, Ong, Sin, dan Nyoo dengan pakaian yang rapi ber-diri di ujung sampan tersebut. Melihat hal tersebut, Lan See giok segera bangkit berdiri dari sampannya. Tiba-tiba dari atas loteng benteng berku-mandang suara terompet yang dibunyikan nyaring, Suasana di sekitar telaga seketika berubah menjadi hening dan tak kedengaran sedikit suarapun. .. . , segenap pengawal yang berderet diatas dinding benteng serentak mengangkat tombak mereka tinggi-tinggi. Memandang kesemuanya itu diam-diam Hu yong siancu dan si naga Sakti pembalik su-ngai merasakan juga hatinya bergetar keras. Dalam pada itu, ke empat sampan kecil yang ditumpangi ke empat komandan tadi telah berhenti di sisi kiri dan kanan, dengan sikap yang sangat hormat ke empat koman-dan itu berdiri di ujung sampan sambil menunggu ke datangan sampan yang ditum-pangi Lan See giok. Akan tetapi sewaktu mereka jumpai si naga sakti pembalik sungai ternyata menumpang perahu bersama sama Sau pocu dan nona mereka, kontan saja paras muka ke empat orang itu berubah hebat. Bagaimanapun juga mereka adalah orang-orang yang cukup berpengalaman, sekalipun merasa tidak mengerti, namun tak seorang pun

706

yang berani bertanya, ke empat orang itu tetap memberi hormat sambil serunya ber-sama sama: "Segenap kapal perang telah selesai mem-persiapkan diri, hamba sekalian sudah lama menantikan kedatangan sau pocu serta nona. Lan See giok segera balas memberi hormat, sahutnya sambil tersenyum: "Kemarin malam berhubung nona sudah menderita luka, maka sampan kami tak be-rani menempuh perjalanan terlalu cepat, itulah sebabnya kedatangan kami setengah jam lebih terlambat. Mendengar ucapan ini, diam-diam ke em-pat komandan kapal perang itu merasa terkejut mereka segera berpaling. Benar juga, nona mereka nampak duduk bercucuran air mata, kepalanya dibungkus, kain kuning yang telah dibasahi darah, ma-tanya terpejam rapat dan bersandar di sisi seorang perempuan cantik, Menyaksikan kesemuanya itu, ke empat komandan kapal perang, itu lama sama ter-mangu saking kagetnya. Menyusul kemudian See giok berkata lebih jauh: "Cepat, kalian berempat datang kemari untuk bertemu dengan Hu yong siancu Han lihiap serta si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong." Mengetahui kalau perempuan cantik pang berwajah anggun itu adalah Hu yong siancu, yang nama besarnya pernah menggetarkan kolong langit dimasa lampau, kembali ke em-pat komandan kapal perang itu tertegun, an-daikata sau pocu mereka tidak memperke-nalkan secara langsung, niscaya mereka tak akan percaya. " Sesudah berhasil mengendalikan diri, ke empat orang itu serentak memberi hormat seraya berseru: "Menjumpai Han lihiap dan Thio lo eng-hiong." "Buru buru Hu yong siancu dan si naga Sakti pembalik sungai bangkit berdiri sem-bari balas memberi hormat. Dengan gaya seorang tuan rumah, kembali Lan See giok berkata dengan lantang: "Semalam, andaikata tiada Thio loenghiong yang datang membantu, hari ini kalian ber-empat tak mungkin akan bisa bersua lagi dengan nona, namun akibat menyelamatkan jiwa nona, Thio lo enghiong sendiripun telah menderita luka dalam." Ke empat komandan itu segera berseru tertahan karena kaget, kemudian dengan pandangan berterima kasih mereka melirik sekejap ke arah si naga Sakti pembalik su-ngai, terhadap kunjungannya ke Wi lim poo pun mereka duga orang itu pastilah merupa-kan tamu agung yang diundang oleh sau pocu mereka.

707

Sampai di situ, Lan See giok segera me-ngulapkan tangannya kepada kedua orang dayang yang berada di buritan sampan, kapal pun dijalankan kembali memasuki pintu ger-bang benteng diikuti ke empat sampan yang ditumpangi ke empat komandan kapal pe-rang itu di belakangnya ... .. Setelah memasuki pintu gerbang, kapal langsung dijalankan menuju ke ruang tamu telaga emas. Segenap dayang dan centeng telah siap di dalam ruangan itu, malah meja perjamuan dengan pelbagai hidangan yang lezat pun te-lah dipersiapkan, Hu yong siancu pun dipersilahkan menem-pati kursi utama disusul oleh si naga sakti pembalik sungai. Siau cian dan Cay soat duduk di sisi meja sebelah kiri sedang Lan See giok, Oh Li cu, dan ke empat komandan duduk di sebbelah kanan. Njamun oleh karenga si naga saktib pembalik sungai serta Oh Li cu tidak diperkenankan makan daging dan minum arak, hidangan lain segera dipersiapkan. Begitulah, selesai minum arak berapa cawan, Lan See giok baru berkata kepada ke empat komandan kapal itu: "Apakah kalian berempat sudah tahu ten-tang berita kematian yang menimpa Lo pocu serta hujin?" Ke empat komandan tersebut mengira per-soalan yang ditanyakan adalah berita yang dibawa pulang ke dua orang dayang kemarin siang, maka serentak mereka menjawab: "Menjawab pertanyaan sau pocu, segenap anggota benteng telah mengetahui berita duka ini." Menyaksikan sikap ke empat komandan itu tetap tenang saja tanpa sedikitpun perasaan sedih yang menyelimuti wajah mereka, diam-diam Hu yong siancu sekalian mengerutkan dahinya. Tanpa terasa si naga sakti pembalik sungai memandang sekejap ke arah Hu yong siancu, agaknya mereka berdua mempunyai penda-pat yang sama, yaitu dihari hari biasa Oh Tin san tak pernah melakukan kebaikan terha-dap anak buahnya, sehingga orang itu tidak meninggalkan kesan apa-apa bagi semua anggota benteng. "Tahukah pula kalian berempat akan se-bab-sebab kematian yang menimpa Kian cianpwe, pocu yang lampau?" kembali Lan See giok, bertanya lebih jauh. Kali ini, ke empat komandan tersebut sama-sama menunjukkan wajah sedih, se-rentak mereka menganggukkan kepalanya walaupun mata mereka sempat melirik seke-jap kearah Oh Li cu dengan perasaan waswas dan penuh kecurigaan. Dengan kening berkerut dan suara dalam Lan See- giok berkata lebih jauh:

708

"Setelah kepergian kita ke luar lautan un-tuk menyelesaikan suatu masalah yang me-nyangkut keselamatan segenap umat persi-latan di dunia ini, sebab-sebab kematian dari Kian pocu pun akan menjadi jelas, dihadapan segenap saudara-saudara anggota benteng, akan ku umumkan pula sebab-sebab kema-tian yang menimpa Thio Wi kang serta Be congkoan.... Ke empat komandan itu segera mengiakan berulang kali, dihati kecil mereka yakin sau pocu telah berhasil menyelidiki rahbasia yang menyejlimuti peristiwga pembunuhan dib masa lampau. Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam segera bertanya dengan hormat: "Sau pocu, tolong tanya musuh yang di jumpai semalam berasal dari golongan mana?" "Mereka adalah para murid tiga manusia aneh dari luar lautan!". jawab Lau See giok tanpa ragu. Paras muka ke empat komandan kapal perang itu segera berubah hebat, serentak mereka menjerit tertahan karena kaget. Dengan suara hambar Hu yong siancu segera menambahkan: "Itulah sebabnya si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong baru menderita luka dalam!" Sekali lagi ke empat komandan kapal pe-rang itu berseru tertahan, sorot mata mereka yang penuh diliputi perasaan kaget dan kehe-ranan bersama sama dialihkan ke wajah si naga sakti pembalik sungai, Naga sakti pembalik sungai segera mende-hem pelan, kemudian katanya dengan me-maksakan diri: "Murid-murid dari tiga manusia aneh di luar lautan tersebut hampir semuanya ber-ilmu tinggi dan bertenaga dalam sempurna, dengan kemampuan tenaga dalamku sebesar puluh-an tahun hasil latihanpun akhirnya kena di hajar juga sampai muntah darah ...... "Waktu itu nona-kami ...." sela komandan, Ong dari pasukan harimau terbang. "Ketika itu aku sudah terluka," jawab Oh Li cu segera. "Sedang sau pocu.... kata komandan Sin pula dari pasukan singa perkasa. Siau thi gou yang selama ini membungkam tiba-tiba menimbrung dengan suara dalam: "Sau pocu kalian telah pergi mengejar ke dua orang tosu tua dan seorang lelaki kekar yang sedang melarikan diri ........ Diam-diam ke empat komandan tersebut merasa terkejut, namun merekapun agaknya kurang percaya, maka kembali tanyanya. "Tosu tua dan lelaki kekar itu murid siapa.....

709

"Si tosu tua terntu saja murid zsi tosu tua, sewdang si lelaki rkekar murid si makhluk tua.... Belum selesai perkataan itu diutarakan, Cay soat dan Siau cian sudah tak mampu menahan rasa gelinya sehingga mereka ter-tawa cekikikan. Si Cay soat menjelaskan kemudian sambil tertawa: "Yang dimaksudkan si tosu tua oleh adik Gou tadi adalah Si to Cinjin, sedangkan yang dimaksudkan si makhluk tua adalah Lam hay lo koay..." Komandan Ciang dari pasukan naga per-kasa amat tertarik dengan kepolosan Siau thi gou, namun berhubung sau pocu mereka lupa memperkenalkan, maka sambil tersenyum dia bertanya: "Saudara cilik adalah ...." Siau thi gou segera memasang gaya, sahut nya dengan cepat, "Aku she Ciu bernama Thi gou, orang memyebutku si kepala orang hi-tam..... Belum lagi perkataan tersebut selesai di ucapkan, semua orang yang hadir di ruang tamu sudah tertawa tergelak, malahan para centeng dan dayang yang selama ini berdiri serius disampingpun tak bisa menahan rasa gelinya hingga turut tertawa tergelak. Setelah suara tertawa makin mereda, ko-mandan Ciang dari pasukan naga perkasa baru bertanya lebih jauh: "Sau pocu, apakah kau telah berhasil menyusul ke tiga orang tersebut?" Lan See giok, tertawa hambar. "Tentu saja aku tak akan membiarkan mereka kabur, kalau tidak bukankah hal tersebut justru akan mendatangkan bibit bencana di kemudian hari?" Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang segera berkerut kening, ia tampak-nya masih tidak percaya. ` "Jadi ke tiga orang itu telah sau pocu bunuh?" tanyanya setengah tidak percaya. Berkilat sepasang mata Lan See giok, tegur nya dingin: "Apakah komandan Nyoo tidak percaya?" Komandan Nyoo amat terkejut, buru-buru dia memberi hormat seraya menjawab: "Hamba tidak berani!" "Lapor sau pocu." komandan Ciang dari pasukan naga sakti segera memberi penje-lasan. "ilmu silat yang dimiliki ke tiga manu-sia aneh dari luar samudra amat lihat, sudah banyak tahun mereka merajai luar lautan, bahkan para partai besar di daratan Tiong-goan rata-rata mengalah tiga bagian kepada mereka. Malah aku dengar ketua Siau lim pay yang amat lihay pun masih belum mampu menandingi kehebatan ke tiga manu-sia aneh tersebut, bisa dibayangkan murid mereka tentunya bukan manusia

710

sembara-ngan, justru karena pendapat inilah koman-dan Nyoo baru mengajukan pertanyaan tersebut." Komandan Nyoo segera mengiakan beru-lang kali dengan suara hormat. Sesungguh-nya Lan See giok hanya bertujuan menanam-kan kewibawaan diantara mereka, jadi bukan sungguh-sungguh merasa tak puas, setelah mendengar penjelasan komandan Ciang itu, paras mukanya pun berubah menjadi lebih lembut, katanya kemudian sambil tertawa hambar: "Biarpun kepandaian silat yang dimiliki ke tiga manusia aneh dari luar samudra sangat hebat, namun murid muridnya toh bukan manusiamanusia pilihan yang berbakat ba-gus..." "Ucapan sau pocu memang benar!" ke em-pat komandan itu segera mengiakan bersa-ma. Tiba-tiba Oh Li cu merasakan hatinya ter-gerak, ia segera menimbrung dari samping: "Sekarang lo pocu telah tewas, sedangkan Lan siauhiap pun sudah menjadi majikan baru dari benteng Wi lim poo, mengapa kalian berempat masih menyebutnya sebagai sau pocu?" Kejut dan girang segera menyelimuti wajah ke empat komandan tersebut, serentak mereka bangkit berdiri, lalu sambil mengang-kat cawan serunya dengan gembira: "Pocu di atas, harap terimalah ucapan se-lamat dan hormat dari hamba sekalian!" Sesungguhnya Lan See giok sama sekali ti-dak mengambil perhatian terhadap panggilan "pocu" ataupun "sau pocu" terhadapnya, akan tetapi berhubung benteng Wi lim poo mempunyai anggota yang banyak dengan ke-kuatan yang besar, Lagi pula dia pun mem-punyai rencana untuk mempergunakan ke-kuatan yang ada, maka setelah tertawa ham-bar dia turut mengangkat cawan serta mene-guk habis isinya,. Komandan Nyoo dari pasukan macban kumbang adaljah seorang manugsia yang jujur bdan polos, sambil menitahkan dayang untuk memenuhi cawan araknya, ia berseru kem-bali dengan gembira: "Sekarang sau pocu telah menjadi pocu, nonapun semestinya sudah menjadi nyonya, hamba sekalian sudah sepantasnya bila menghormati pula hujin dengan secawan arak." Begitu perkataan tersebut diutarakan, paras Muka Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera berubah hebat, sebaliknya si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi gou dibuat tertegun. Berbeda sekali dengan Hu yong siancu yang mengetahui duduk persoalan yang se-benarnya, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh kejadian ini, di samping itu diapun me-nganggap persoalan ini cepat atau lambat tentu

711

akan terjadi pula, bagaimanakah aki-batnya nanti siapakah yang dapat menduga sebelumnya? Tampaknya sikap dari Lan See giok benar-benar telah berubah, bukan saja ia tidak me-negur akan perkataan komandan Nyoo yang lancang itu, malah dengan senyum dikulum dan pandangan yang lembut dia menengok ke wajah Oh Li cu. Berbeda dengan yang lain, Oh Li cu justru malahan menangis tersedu sedu. Tentu saja ke empat komandan itu jadi tertegun, sedangkan orang lain melongo dibi-kinnya. Dengan cepat Hu yong siancu merasakan hal-hal yang tak beres dalam persoalan ini, dia menduga gadis itu tentu beranggapan bahwa kenyataan tak mungkin bakal terwu-jud. Karenanya dengan suara gembira ia segera menjelaskan. "Perkawinan ini telah diumumkan Oh pocu dihadapan umum, dengan disinggung nya kembali urusan perkawinan tersebut oleh komandan Nyoo, tentu saja nona Oh jadi teringat kembali dengan Oh pocu dan hujin "yang telah tewas." Dengan penjelasan tersebut, ke empat Ko-mandan itu mengira memang begitu, karenanya mereka, memandang sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan minta maaf, sementara cawan arak yang sudah diangkatpun tanpa terasa diturunkan kem-bali. Suasana perjamuan yang semula dicekam rasa tegang lalu berubah menjadi gembira kini berubah pula menjadi murung dan sedih. Oh Li cu segera menyadari bahwba perja-muan itju berubah menjagdi murung dan sbedih gara-gara dirinya, dihati kecilnya gadis itu segera mengambil keputusan untuk mem-bangkitkan kembali suasana gembira seperti tadi, maka kepada komandan Ciang dari pasukan naga perkasa ia bertanya: "Didalam gudang kita sekarang masih terdapat bebe-rapa banyak uang perak" Komandan Ciang tidak mengetahui apa maksud dari pertanyaan tersebut, namun berhubung ditanya maka diapun menjawab: "Hamba sendiripun kurang jelas, tentang jumlah yang persis, namun menurut laporan kemarin, persediaan uang kita masih ada empat belas laksa tujuh ribuan tahil lebih... Diam-diam Hu yong siancu sekalian merasa terkejut oleh jumlah harta yang be-gitu besar, mereka semua tidak menyangka kalau Wi lim poo memiliki kekayaan yang be-gitu besar. Memandang ke arah Lan See giok, dengan nada mohon persetujuannya Oh Li cu ber-kata lagi:

712

"Adik Giok, setelah kau memegang kekua-saan sebagai pocu, perlukah kau memberi sedikit tanda kenangan kepada segenap ang-gota benteng kita?" "Tentu saja" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu, "segala sesuatunya terserah pada kemauan cici, sedang segenap harta kekayaan di dalam bentengpun selanjutnya cici yang pegang. " Oh Li cu tertawa hambar, tampaknya ia ti-dak tertarik akan hal tersebut, kepada ke empat komandan kapal perang, katanya ke-mudian: "Untuk merayakan kejayaan benteng kita yang berhasil mengangkat seorang pocu baru, harap kalian menghadiahkan dua tahil perak kepada setiap anggota benteng biasa, empat tahil untuk kepala regu, sepuluh tahil untuk kapten kapal dan dua puluh tahil un-tuk komandan, agar setiap anggota benteng bisa turut bergembira atas peristiwa besar ini .... Ke empat, komandan kapal perang itu kontan saja merasakan semangatnya bangkit kembali, sedang para centeng dan dayang yang berada di sekitar sana pun turut ber-gembira ria. Cepat-cepat komandan Ciang dari pasukan naga perkasa meninggalkan ruangan dan menyampaikan pesan kepada seorang kepala regu yang bertugas di luar ruang tamu, de-ngan gembira kepala regu tersebut mengia-kan lalu berlarian meninggalkan tempat se-mula. Hanya di dalam rwaktu singkat, zberita gem-biraw itu sudah dikertahui oleh setiap anggota benteng, tidak heran kalau suasana gembira ria meliputi wajah setiap orang. Hu yong siancu sekalian segera merasa bahwa tindakan ini pasti akan membangkit-kan kembali semangat para anggota benteng, yang hendak berlayar jauh, tanpa terasa mereka memandang ke arah Oh Li cu dengan perasaan kagum dan memuji. Ke empat komandan kapal perang itu paling gembira, kembali mereka menghormati Lan See giok dengan tiga cawan arak. Biarpun Lan See giok telah berhasil mem-balas dendam bagi kematian ayahnya, na-mun teringat :akan gurunya yang terkurung di luar lautan, sikapnya tak jauh berbeda dengan Oh Li cu, dalam kemurungan dan kemasgulan itu, pemuda tersebut mulai dipengaruhi oleh air kata-kata. Tapi suasana di dalam perjamuanpun berkembang semakin gembira dan riang. Tapi berhubung si naga sakti pembalik sungai dan Oh Li cu tak dapat minum arak, tidak sampai satu jam kemudian perjamuan telah berakhir... Ketika semua orang keluar dari ruang tamu telaga emas, serombongan dayang pri-badi Oh Li cu telah menanti di tepi tanggul dengan perahu naga emas.

713

Mereka pun menumpang perahu naga emas berangkat menuju ke gedung kediaman Oh Li cu. Si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi gou menginap di gedung tamu agung, seba-liknya Hu yong siancu dan Lan See giok ber-lima menuju ke gedung bagian belakang. Sepanjang jalan menuju ke gedung kedia-m-an 0h Li-cu, Hu yong siancu hanya duduk dikursi kebesaran sambil melamun, tampak nya ada persoalan yang sedang dipikirkan olehnya, sedang Siau cian serta Cay soat celingukan kesana kemari dengan riang gem-bira. Lan See giok yang dipengaruhi arak duduk setengah mabuk, tapi dia masih saja mem-perhatikan Oh Li-cu dengan penuh perhatian Tiba di depan gedung kediaman Oh Li-cu, Hu yong siancu bersama Lan See giok dan Oh Li-cu turun dari perahu, sedangkan Si Cay soat dan Siau cian minta kepada para dayang untuk mendayung perahu, tersebut mengelilingi seluruh benteng. Hu yong siancu diiringi para dayang kem-bali ke kamar utama untuk beristirahat, Oh Li cu kembali ke kamar sendiri sedang Lan See giok kembali ke kamarnya di samping kamar tidur tersebut, Setibanya di dalam kamar, Lan See giok segera mengulapkan tangannya mengundur-kan semua dayang, lalu setelah menghabis-kan secawan air teh kental dia menuju ke kamar tidur Oh Li-cu. Memasuki pintu penghubung kamar mereka, ditemukan Oh Li cu sedang bersan-dar seorang diri diatas pembaringan sambil mengucurkan air mata. Tatkala Oh Li-cu melihat Lan See giok muncul di kamarnya, dengan perasaan terkejut ia segera melompat bangun. Lan See giok mengawasi gadis itu dengan lembut, kemudian setelah memeriksa sekejap luka di wajah nona tersebut, dia berbisik lembut: "Enci Lan.." Dengan perasaan agak kaget Oh Li-cu mengiakan, lalu dengan wajah tersipu sipu bercampur tegang ia menundukkan kepala nya rendah-rendah. Semakin ketakutan Oh Li cu oleh sikap lembut Lan See giok, pemuda itu merasa makin iba menyaksikan keadaan gadis ter-sebut. dari sakunya dia segera mengeluarkan botol porselen kecil bekas Leng sik giok ji itu dan membuka penutupnya bau harum se-merbak segera menyebar ke seluruh ruangan. Katanya setelah itu dengan lembut.. "Aku percaya didalam botol ini masih ter-sisa setetes cairan Leng sik giok ji.."

714

"Heei.. benarkah itu adik giok?" tanya Oh Li cu tergagap sambil mengangkat kepalanya dan memandang kearah Lan See giok dengan terkejut. Lan See giok menuangkan sedikit air panas ke dalam botol tadi, kemudian setelah diko-cok sebentar, ujarnya. "Masih adakah cairan giok ji dalam botol tersebut, siaute kurang tahu, namun aku rasa asalkan masih terendus bau harum dari botol itu maka hal ini pasti akan sangat ber-manfaat bagi keadaan luka yang kau derita itu." Sambil berkata, ia serahkan bobtol porselen kejcil yang telah gdikocok isinya bitu ke tangan Oh Li- cu, Perhatian yang begitu besar dari sang pe-muda, segera membuat Oh Li-cu mengucur-kan air mata karena terharu, tanpa terasa ia berbisik lirih. Adik Giok..." Belum selesai dia berkata, suaranya sudah sesenggukan, ia segera menutupi wajahnya dengan kedua belah tangan dan tak mampu melanjutkan kembali kata katanya" Dengan wajah penuh perhatian Lin See giok tersenyum, katanya lembut. "Enci Lan, minumlah, meskipun didalam botol itu sudah tidak berisikan Leng sik- giok-ji lagi, paling tidak dalam botol itu masih tetap tersisa setengah tetes." Sekali lagi dia menyodorkan botol porselen kecil itu ke tangan Oh Li cu, dengan panda-ngan penuh berterima kasih On Li cu me-mandang sekejap kearah Lan See giok kemu-dian baru menyambut botol itu. hatinya terasa manis bercampur hangat, sedang se-kilas sinar terang pun kembali memancar keluar dari wajahnya. Ketika ia merasa botol kecil itu sangat be-rat dan bau harumnya amat tebal, tanpa terasa tanyanya kembali sambil tersenyum. "Adik Giok, apakah semua isi botol , ini ha-rus diteguk habis...?" Memandang senyuman yang menghiasi wajah gadis tersebut, tiba-tiba saja Lan See giok merasa paras muka nona itu terasa bertambah cantik, bahkan jauh lebih menarik daripada apa yang terlihat sebelum-nya. Terutama sekali dari sikap Oh Li cu berbi-cara dan bertindak yang lebih banyak me-mancarkan kelembutan sekarang, kesemua-nya ini menambah daya tarik serta kegenitan nona tersebut. Menyaksikan sang pemuda itu cuma tersenyum tanpa menjawab bahkan menga-wasi terus wajahnya dengan termangu mangu kontan saja merah padam selembar wajah Oh Li cu dijawilnya pemuda itu pelan kemudian me-negur pura-pura marah. "Heei bagaimana sih kamu ini--"

715

Lan See giok segera tersadar kbembali dari lamjunannya, lupa agpa yang ditanyabkan oleh 0h Li cu tadi, buru-buru sahutnya: "Bagus sekali, bagus sekali." Tak heran kalau Oh Li cu segera tertawa cekikikan oleh ulah pemuda tersebut, tegurnya sambit tersenyum. "Apanya sih yang bagus sekali? Aku kan bertanya kepadamu apakah isi botol ini mesti kuminum semua?" Seraya berkata dia mengangkat botol kecil itu ke hadapan sang pemuda dan digoyang kau berulang kali, bau harum semerbak kembali tersiar ke seluruh ruangan. Merah padam selembar wajah Lan See giok sambil tertawa kembali dia mengangguk. "Tentu saja, tentu saja." sahutnya cepat. ooo0ooo BAB 33 Oh Li cu melirik sekejap kearah Lan See giok dengan penuh rasa cinta, kemudian sambil tersenyum dia meneguk isi botol itu sampai habis. Begitu cairan botol tersebut mengalir ma-suk ke dalam mulutnya. Oh Li cu segera merasakan tubuhnya menggigil keras, tak kuasa lagi ia menjerit tertahan. "Ooooh, dingin sekali---" Lan See giok sudah mempunyai pengala-man atas diri Siau cian, maka hatinya men-jadi terkejut oleh seruan gadis tersebut, di-sambutnya botol kosong tadi lalu diendusnya beberapa kali, ternyata bau harum semerbak masih memancar dari balik botol tadi. "Aduh celaka!" pekiknya dihati. la sadar pasti ada hal yang luar biasa de-ngan botol kecil itu, kepada Oh Licu buru-buru serunya. "Enci Lan, cepat duduk mengatur perna-pasan, kerahkan tenaga dalammu dan gi-ringlah sari mestika dari giok ji tersebut me-masuki urat-urat nadimu!" Dari sikap tegang pemuda itu, Oh Li cu tu-rut menjadi gugup dibuatnya. buru-buru ia duduk bersila sambil rmemejamkan mataznya, kemudian mwulai mengatur prernapasan. Sedangkan Lan See giok tetap berdiri di depan Oh Li-cu dengan perasaan tegang, diawasinya wajah gadis itu lekat-lekat, se-mentara semua perhatiannya dipusatkan menjadi satu untuk memperhatikan peruba-han mimik wajahnya. Dalam waktu singkat, Oh Li cu merasakan munculnya segulung aliran hawa panas dari pusar yang menyebar ke seluruh badannya, begitu cepat

716

aliran itu menyusup ke seluruh bagian badan membuat si nona menjadi gugup dan semakin tak mampu menenang-kan hatinya. Lambat laun kobaran api yang membara telah menyebar rata ke seluruh badan, setiap persendian tulangnya terasa sakit bagai kan ditusuk-tusuk dengan jarum. Akhirnya gadis itu tak mampu menahan diri lagi. segera jeritnya tertahan: Oooh. ..adik Giok . , adik Giok . . . ." Lan See-giok menemukan bibir Oh Li- cu telah membuka, mukanya merah membara dan napasnya memburu. terutama sekali ke dua lembar bibirnya. nampak merah me-rekah dan amat memabukkan hati. Dengan perasaan terkejut ia segera berse-ru. "Enci Lan. kau---" Oh Li-cu membuka matanya dan meman-dang sekejap pemuda itu dengan sorot mata yang aneh, kemudian pelan-pelan di pejam-kan kembali. Sesudah ragu sesaat, dengan airs mata berkernyit dan suara yang begitu lirih se-hingga sukar terdengar jelas. dia berbisik: "Adik Giok --- hatiku --- hatiku terasa be-gitu panas - --Lan See giok menjumpai keadaan yang dialami Oh Li-cu sekarang tidak jauh ber-beda dengan apa yang dialami enci Cian nya tempo hari, ini berarti sari mestika Giok- ji belum sampai terhisap ke dalam pusarnya. Dengan hati gelisah kembali pemuda itu berseru. "Sekarang, tenangkan dulu hatimu, kemu-dian alirkan hawa panas masuk ke dalam pusar---" Belum selesai dia berkata, Oh Li cu sudah merasa tak mampu untuk mengendalikan diri lagi. dia segera meminta: "Adik Giok...ooh. adik Giok ...aku- aku.." Lan See giok mengetahui secara pasti apa gerangan yang diinginkan gadis itu, namun pikirannya saat ini masih sadar. pemuda itu tahu dalam tengah hari bolong begitu, dia tak boleh melakukan perbuatan konyol lagi. Tapi Oh Li-cu sudah mulai tak mampu menahan diri, malah setengah merengek dia sudah mulai menarik-narik tangannya. Mendadak satu ingatan melintas lewat, dipeluknya tubuh Oh Li cu kemudian, dibopongnya si nona menuju ke atas pem-baringan. Pikiran dan perasaan Oh Li cu waktu itu sudah terbuai dalam alam pikiran yang mu-luk-muluk. Kesadarannya makin pudar, ia betul-betul sudah mabuk kepayang. Lan See-giok membaringkan Oh Li-cu ke atas pembaringan kemudian melepaskan sepatunya, setelah itu dengan cekatan sekali dia menotok jalan darah nona tadi...

717

Oh Li-cu mendesis lirih, lalu memejamkan matanya dan tertidur nyenyak seketika. Sehabis menotok jalan darah tidur di tubuh Oh Li-cu, Lan See-giok menyelimuti tubuhnya dengan selembar selimut, kemu-dian baru kembali ke kamar sendiri. Tiba didalam kamarnya, ia duduk sambil membolak-balik botol porselen itu sambil mengamatinya berulang kali. dan merasa sangat keheranan, mungkinkah Leng sik-giok ji yang berada didalam botol kecil ini dapat tumbuh sendiri? Tapi pikiran tersebut segera dibantah kem-bali, tak mungkin kejadian seperti ini bisa berlangsung. Tapi. bukankah Siau-cian dan Oh Li-cu merupakan suatu bukti yang paling baik? Cepat-cepat dia menuju ke depan jendela dan memeriksa botol itu di bawah sinar matahari. Apa yang kemudian terlihat kontan saja membuat pemuda itu terdiri termangu. Rupanya pada dasar botol sebelah dalam mempunyai permukaan yang tinggi rendah tidak merata, pada bagian-bagian yanbg ce-kung ke dajlam inilah tampgak cairan putihb yang garing masih menempel banyak di sana Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok setelah menyaksikan kejadian itu kontan saja dia bersorak gembira kemudian membuka pintu kamar dan cepat-cepat berlarian menuju ke kamar utama dimana Hu yong siancu sedang beristirahat. Pada saat itulah, Siau cian dan Cay soat yang baru pulang dari berpesiar keliling ben-teng sedang melangkah masuk, ke dalam pintu halaman. Melihat keadaan anak muda tersebut de-ngan wajah riang Si Cay scat menegur: "Engkoh Giok, persoalan apa sih yang membuatmu merasa begitu gembira?" Tanpa menghentikan gerakan tubuhnya Lan See giok berlarian terus ke depan seraya menggapai kearah mereka berdua, serunya dengan gembira: "Kalian berdua cepat ikuti diriku!" Dalam waktu singkat tubuhnya sudah melayang masuk ke dalam kamar utama. Di situ Lan See-giok menyaksikan bibinya sedang duduk seorang diri sambil membaca sejilid kitab. maka serunya dengan cepat. "Bibi, cepat kau lihat!"

718

Sambil berkata dia menggoyangkan botol porselen kecil itu sambil menghampirinya. Menjumpai kegembiraan yang mencekam pemuda itu. Hu-yong siancu bertanya sambil tersenyum ramah. "Anak Giok, ada apa sih?" Sambil meletakkan bukunya, perempuan itu segera bangun dari pembaringan. Sementara itu Si Cay-soat dan Ciu Siau cian telah menyusul pula ke dalam kamar, Lan See-giok memperlihatkan isi botol porse-len itu kehadapan Huyong siancu, lalu seru-nya. "Bibi, sungguh tak disangka dalam botol ini masih tersisa begitu banyak cairan kering Leng sik giok-ji " Dengan wajah terkejut bercampur gembira Hu-yong siancu menerima botol porselen itu serta memeriksa isinya. kemudian denbgan wajah bersejri sahutnya. "gAaah betul.... Ooboh, anak Giok, sungguh bagus sekali, cepat perintahkan dayang un-tuk mengambil sepoci embun sari mawar yang terbaik dan bawa kemari!" Seorang diantara dua dayang yang berdiri di luar kamar buru-buru melaksanakan pe-rintah. Siau cian dan Cay soat juga mengetahui apa yang terjadi, tentu saja mereka jadi gem-bira sekali. Selesai memandang botol tadi, tiba-tiba Si Cay soat seperti teringat akan sesuatu, de-ngan kening berkerut dan tidak mengerti tanyanya: "Engkoh Giok, bukankah semula botol ini masih berisikan cairan giok-ji?" Tanpa sangsi Lan See giok segera tersenyum. "Yaa, tapi berhubung aku hendak ber-ang-kat ke pulau Wan-san dan kuatir ke-pandaian silatku tak mampu menandingi ke tiga manusia aneh tersebut, seluruh isi botol te-lah kuhabiskan semua." "Tidak aneh kalau tenaga dalammu bisa peroleh kemajuan yang begitu pesat!" seru Si Cay soat kemudian sambil tersenyum. "Sementara pembicaraan berlangsung, dayang tadi sudah muncul dengan membawa sepoci sari mawar yang baik. Hu-yong siancu segera menerima sari mawar tersebut dan dituangkan ke dalam botol porselen itu, kemudian setelah di tutup botol tadi dikocoknya isi botol berulang kali, lalu katanya dengan gembira. "Mari kita bawa botol ini ke ruang tamu agung untuk menjumpai Thio lo enghiong!" Lan See giok bertiga segera sadar. serentak mereka mengiakan dengan gembira.

719

Tiba-tiba berkilat sepasang mata Si Cay soat. dia seperti teringat akan sesuatu, sam-bil menghentikan langkahnya ia berseru, "Bibi, biar enci Cian turut minum setetes pula, aku lihat kelihatan badan enci Cian belum begitu segar, ia seperti sakit--.-" "Oooh, tidak usah" tolak Hu yong siancu cepat, "setengah hari nanti dia kan akan sembuh dengan sendirinya." Siau cian tidakr berkata apa-apza, namun wajahnwya sudah memerarh semenjak tadi, bahkan kepalanya digelengkan berulang, se-dangkan Lan See giok sendiri meski turut memerah wajahnya, namun penuh dengan kegembiraan. Si Cay soat adalah gadis yang berjiwa ter-buka. dia cukup mengetahui kealiman enci Ciannya. oleh sebab itu ia tidak begitu mem-perhatikan apa yang menyebabkan paras muka gadis itu berubah menjadi merah. Tiba-tiba Hu yong siancu berkata, "Anak Giok, luka yang diderita nona Oh cukup parah. lebih baik kita memberi setetes lebih dulu kepadanya," Mendengar perkataan ini selembar wajah Lan See giok makin bertambah merah segera ujarnya, "Barusan anak Giok telah memasukkan sedikit teh panas ke dalam botol dan menyu-ruhnya minum. "Sekarang bagaimana keadaannya?" tanya Hu yong siancu dengan perasaan gelisah. Agak tersipu sipu pemuda itu menyahut: "Anak giok telah menotok jalan darah nya. sekarang ia sudah tertidur nyenyak." Ciu Siau cian yang berdiri termangu mangu sambil mengawasi pemuda itu baru merasa lega dan tenang kembali sehabis mendengar penjelasan tersebut. Berbeda sekali dengan Si Cay soat, ia segera bertanya keheranan. "Setelah minum Leng sik giok ji, seharus-nya dia duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan, masa di tinggal tidur..." "Dengan tidurpun manfaat yang diterima tak jauh berbeda, ayo kita berangkat ke gedung tamu agung saja!" ucap Hu yong siancu cepat. Selesai berkata dia segera berjalan ke luar lebih dulu dari pintu halaman. Ketika Si Cay soat mendengar penjelasan tersebut, dia mengira memang benar-benar demikian. karenanya gadis tersebut tidak bertanya lebih jauh: Tiba di luar halaman, serombongan dayang sedang membersihkan perahu naga emas dengan riang gembira. pembicaraan mereka pun sekitar uang persen dari pocu baru yang hendak dibelikan bedak, gincu dan lain sebagainya.

720

Ketika mereka jumpai Hu yong siancu serta pocu mereka yang tampak munculkan diri serentak dayang-dayang itu menghentikan kerjanya dan kembali ke pos masing-masing. Beberapa orang itu segera naik ke atas perahu, lalu diiringi suara keleningan nya-ring. berangkatlah perahu naga emas menuju ke ruang tamu telaga emas. Sepanjang perjalanan mereka saksikan segenap anggota benteng sedang beriang gembira, namun ketika melihat perahu naga emas melintas lewat, serentak mereka berdiri menghormat. Tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba di depan ruang tamu telaga emas, waktu itu si naga sakti pembalik sungai se-dang berbincang bincang dengan ke empat komandan kapal perang di gedung tamu agung. ketika mendengar suara keleningan kapal naga emas mendekat, serentak mereka keluar untuk menyambut. Ketika tiba didalam gedung, Thio lo eng-hiong serta Siau thi gou telah menanti di tepi pintu. Bertemu dengan See-giok, Siau-thi-gou segera berlarian mendekat, sambil menarik tangan See-giok serunya berulang kali, "Engkoh Giok, kalian tak punya rejeki, baru saja Thio loko serta ke empat komandan membicarakan pelbagai kejadian yang aneh-aneh di seantero jagad." Mendengar ucapan itu, semua orang segera tertawa tergelak dengan gembira. Setelah masuk ke dalam ruangan, Hu-yong siaucu yang menyaksikan paras muka si naga sakti pembalik sungai agak pucat segera bertanya dengan rasa kuatir! "Lo-enghiong, luka dalammu belum sem-buh, tidak baik kalau terlalu banyak berbi-cara." Si naga sakti pembalik sungai tertawa ter-gelak." "Haaaahhh.....haaaahhh....haaaahhh....... terima kasih banyak atas perhatian lihiap, aku merasa cocok sekali untuk berbincang -bincang dengan ke empat orang lote ini se-hingga tidak kurasakan sama sekali keletihan di tubuhku." "Thio lo-enghiong benar-benar seorang angkatan tua yang luas sekali pengalaman serta pengetahuannya" puji ke empat koman-dan itu serentak. Sekali lagi naga sakti pembalik sungai ter-tawa terbahak-bahak. "Haaahhh.. haaahhh.. haaaahh.... mana... mana, ke empat komandan jauh lebih ber-pengalaman dari pada aku." Kemudian setelah berhenti sejenak, dita-tapnya wajah Hu yong siancu dengan penuh tanda tanya, lalu ia menegur.

721

"Apakah lihiap hendak mengajak koman-dan kapal perang untuk merundingkan ma-salah keberangkatan kita?" "Tidak ..!" Jawab Hu yong siancu sambil tertawa rawan. "Aku datang mengantar pil mestika untuk lo enghiong. "Ooooh itu rupa nya" kata si naga sakti pembalik sungai sam-bil tersenyum, dia mengira Hu yong siancu hendak memberi pil berwarna merah yang pernah diberikan kepadanya semalam. Dalam pada itu. Cay Soat telah menitahkan seorang kacung kecil di luar pintu untuk mengambil sebatang sumpit perak. "Sambil menerima sumpit tersebut Hu yong siancu mengeluarkan botol porselen tersebut seraya berkata. "Isi botol Ini adalah Leng sik giok ji, asal lo enghiong minum dua tetes saja serta berse-medi satu kali putaran, niscaya lukamu akan sembuh. Sungguh tak terlukiskan rasa kaget dan gembira perasaan Naga sakti pembalik sungai oleh perkataan ini, tanpa terasa dia mengelus ,jenggotnya berulang kali sambil mengiakan berulang kali. Sebaliknya ke empat komandan kapal pe-rang itu memandang termangu, delapan buah sorot mata mereka bersama sama dia-lihkan ke wajah Hu yong siancu dengan pan-dangan terkejut bercampur keheranan. "Bibi. aku juga minta. Aku juga minta...." teriak Siau thi gou tiba-tiba Hu yong siancu tertawa. "Bibi tentu akan memberi bagian untukmu, bahkan ke empat komandanpun masing-masing orang akan memperoleh dua tetes." Siau thi gou kembali bersorak gembira, se-baliknya ke empat komandan itu berdiri melongo. hampir saja mereka tak percaya melihat hal ini merupakan kenyataan, Sementara itu Ha yong siancu telah mem-berikan dua tetes untuk si naga sakti pem-balik sungai. kemudian kepada Siau Thi gou serunya. . "Thi gou. sekarang giliranmu, cepat pen-tangkan mulutmu lebar-lebar-." Mendengar itu Siau thi gou segera mem-buka mulutnya lebar-lebar-Keadaannya yang kocak membuat semua orang tak dapat menahan rasa gelinya lagi. mereka semua tertawa terbahak bahak. Mulut Siau thi gou memang amat besar.. apalagi bila dipentangkan lebarlebar. keadaannya tak lebih seperti sebuah ember kecil, bibirnya yang merah, lidahnya yang merah dan giginya yang putih pada hakekat-nya mampu menelan botol porselen tersebut ke dalam perutnya -Dengan penuh kasih sayang Hu yong siancu meneteskan dua tetes Leng sik giok ji untuk Siau thi gou, kemudian ujarnya de-ngan gembira. "Ayo cepat duduk di samping Thio lo eng-hiong dan mengatur pernapasan!"

722

Siau-thi-gou sama sekali tak bersuara, sambil merapatkan bibirnya eraterat dia beranjak pergi, seolah-olah kuatir kalau sari mestika Giok-ji tersebut keburu mengebos keluar. Hu-yong siancu berpaling kemudian kepada Lan See giok. lalu katanya. "Anak Giok, sekarang berikan leng-si -giok ji ini untuk ke empat komandan!" Lan See-giok mengiakan dengan hormat, dia segera menerima botol porselen dan sum-pit perak itu... Dalam pada itu ke empat komandan telah berbaris berjajar dengan sikap yang hormat. Lan See-giok segera mengambil cairan mestika itu dan membagikan dua tetes kepada setiap komandan tersebut. Pada mulanya ke empat komandan itu merasa sangat terkejut bercampur ragu. mereka tak berani mempercayainya seratus persen, sampai mereka jumpai keseriusan wajah si naga sakti pembalik sungai dan ke-sungguhan Siau-thi gou, ke empat orang itu baru berani mempercayainya. Sekarang, setelah cairan mestika, Leng Sik giok ji mengalir masuk ke mulut mereka bau harum semerbak segera menyebar kemana mana, lalu muncul segulung hawa panas dan aliran keras dilambungnya yang pelanpelan menyebar ke seluruh anggota badan. Menyaksikan mimik muka ke empat orang itu, dengan suara dalam Lan See giok se-gera berseru. "Harap kalian berempat memusatkan se-mua perhatian untuk bersemedi, Jangan mencabangkan pikiran. giringlah hawa murni yang memancar ke empat penjuru itu agar terhimpun didalam pusar, Sembari berkata dia menutup kembali botol porselen itu dan disimpan ke dalam saku. Ke empat komandan tersebut segera duduk bersila diatas tanah dan mulai mengatur na-pas dalam pada itu Hu yong siancu setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia temukan diatas dinding tergantung sebuah peta yang terbuat dari kertas kulit selebar delapan depa, Setelah berpaling sekejap ke arah See giok, dia maju menghampiri peta itu, Lan See giok, Siau cian serta Cay soat segera mengikuti dibelakangnya. Dengan mulut membungkam mereka ber-tiga mengawasi peta tersebut dengan sesama sedangkan Hu yong siancu tiada hentinya memberi penjelasan tentang betapa berba-hayanya letak pulau Wan-san. Terutama sekali tentang sementara pulau-pulau kecil yang diatasnya bukan cuma ger-sang tanpa tumbuhan apapun, bagi para pe-laut yang

723

tidak menguasai sifat arus laut di sekitar situ, bisa-bisa akan tersesat oleh arus kuat hingga tenggelam. Dalam keadaan begini, biarpun mereka pandai ilmu berenang, jika tidak menguasai sifat karang dan keadaan samudra di sekitar nya pun jangan harap bisa bertahan lama di tengah samudra. Sementara perundingan masih berlangsung si naga sakti pembalik sungai telah menye-lesaikan semedinya, disusul pula oleh Siau thi gou . . . . Ketika beberapa orang itu berpaling, mereka jumpai paras muka si naga sakti pembalik sungai memancarkan sinar kemerah merahan dengan keadaan yang sa-ngat segar. semua keletihan yang semula mencekam dirinya kini sudah tersapu lenyap Sebaliknya. Siau thi gou selain mempunyai sepasang mata besar yang lebih bersinar dari wajahnya yang semu hitampun kini semakin bertambah hitam bercahaya. Sambil tersenyum si naga sakti pembalik sungai menghampiri mereka, kemudian ta-nyanya lirih. "Kapan kita akan berangkat?" "Kentongan pertama malam nanti!" sahut Lan See giok segera. "Bagus sekali" puji naga sakti pembalik sungai seraya manggut-manggut, "memang semakin cepat kita bertindak, suasana akan semakin bertambah ramai." Lalu sambil menunjuk peta yang bergan-tung diatas dinding, dia menambahkan. "Peta ini kusuruh komandan Ciang bawa kemari agar didalam perundinganpun kita mempunyai suatu gambaran tertentu." Ketika dia baru selesai berbicara ke empat komandan tersebut secara beruntun telah selesai pula bersemedi, "Apakah kalian berempat telah selesai mengatur napas?" tegur Lan see giok sambil tersenyum. "Lapor pocu, hamba sekalian telah selesai bersemedi." jawab ke empat komandan itu hormat. Lan See-giok tertawa, tanyanya lagi. "Apakah kalian berempat merasa tenaga dalam yang dimiliki telah memperoleh ke-majuan yang pesat?" Ke empat komandan itu nampak agak ragu. akhirnya komandan Ciang dari pasu-kan naga perkasa menjawab. "saat ini hamba sekalian belum dapat menduganya secara pasti ...." Mendengar perkataan itu. Lan See-giok segera tertawa tergelak.

724

"Haaaahhh..... haaahhh.... haaaahh, coba kalian berempat menghimpun tenaga yang kalian miliki!" Ke empat komandan tersebut menurut dan mencoba untuk menghimpun tenaga yang dimilikinya, seketika itu juga mereka rasakan munculnya hawa murni yang sangat kuat dari pusar yang meluncur ke seluruh tubuh, ini menandakan bahwa tenaga dalam yang dimiliki benar-benar telah meningkat satu kali lipat. Tak terlukiskan rasa terkejut dan gembira yang menyelimuti hati ke empat orang ini, serentak mereka berseru dengan wajah ber-seri "Terima kasih banyak atas pemberian giok ji dari pocu, budi kebaikan ini tak akan hamba lupakan." Seraya berkata kembali mereka berempat memberi hormat dalam-dalam. "Haaahhh ... haaahhh.... haaahhh urusan sekecil ini tak perlu kalian ingatingat" Lan See giok tertawa tergelak. kemudian dia membalikkan badan sambil menuding peta di atas dinding, lalu terusnya. "Mari kita rencanakban bersama jadwjal perjalanan kgita ke luar laubtan . . ." Ke empat komandan itu mengiakan dengan wajah berseri mereka maju ke depan mendekati peta. Berhubung Lan See giok adalah seorang pocu, maka Hu yong siancu merasa kurang leluasa untuk mengemukakan pendapatnya lebih dulu. sebaliknya hubungan antara si naga sakti pembalik sungai dengan Wi-lim poo pun belum begitu akrab, dia lebih-lebih merasa kurang leluasa untuk turut berbi-cara. Ketika Lam See giok menyaksikan bibi Wan dan Thio loko nya tidak bermaksud untuk berbicara lebih dulu, maka dia pun bertanya kemudian: "Kapal-kapal kita ini paling jauh sudah pernah berlayar sampai dimana?" "Ke timur sampai di Kota Kim leng. sedang ke barat sampai ke telaga Tong ting!" jawab komandan Sin dari pasukan singa jantan segera. "Berapa hari yang dibutuhkan untuk men-capai ke kota Kim leng?" tanya pemuda itu lagi. "Apabila angin dan arus baik, lima hari pun sudah sampai!" jawab "komandan Nyoo dari pasukan macam kumbang hitam. Lan See giok lalu terkejut, serunya tak tertahan. "Waah. masa begitu cepat?" "Apabila kita-ke timur berarti mengikuti arus, apalagi di musim panas begini berhem-bus angin barat, bila siang malam berlayar terus, dalam lima hari kita sudah akan tiba di kota Kim leng. "Oooh .." Seru sang pemuda kaget bercam-pur keheranan, sementara sorot matanya tanpa terasa melirik sekejap ke arah Hu yong siancu dan si

725

naga sakti pembalik sungai-. Tiba-tiba komandan Ong dari pasukan harimau terbang bertanya. "Tolong tanya pocu.. sebenarnya perjalanan kita menuju keluar lautan kali ini hendak pergi kemana? " "Pulau Wan san!" sahut Lan See giok sam-bil menunjuk ke sekelompok pulau kecil di luar teluk Hang ciu yang berada diatas peta. Mendengar nama tujuan ini". paras muka ke empat komandan itu berobah hebat, mereka sama-sama menjerit kaget, langbkah-nya menjadij limbung dan ungtuk sesaat ber-bdiri melongo seperti patung, Lama kemudian komandan Sin dari pasu-kan singa jantan baru berkata agak gugup.. "Lapor pocu, bukankah Wan san popo satu diantara tiga manusia aneh dari luar lautan berdiam di pulau Wan san?" "Benar." Lan See giok mengangguk sambil tertawa dingin, "bukan hanya Wan san popo" seorang yang berada di pulau Wan san, Lam hay lokoay serta Si to cinjin pun kini berada di pulau tersebut. Sekali lagi ke empat komandan itu berseru tertahan sambil berdiri melongo. lama setelah mereka masih tetap membungkam dan tak tahu apa yang mesti diucapkan. Entah berapa saat kemudian, sambil -membelalakkan matanya dengan kaget ko-mandan Nyoo dari pasukan macam kumbang hitam baru berkata lagi. "Pocu, aku dengar tiga manusia aneh dari luar samudra mempunyai ilmu silat yang sangat lihay. berhati kejam dan buas serta tak pernah memandang sebelah matapun terhadap jago-jago lihay dari daratan Tionggoan... "Justru karena mereka kejam dan buas serta tak pernah memandang sebelah mata pun terhadap jago-jago lihay berasal daratan Tionggoan. maka kita baru akan datang ke pulau Wan san. agar dia tahu bahwa daratan Tionggoan, masih mempunyai jago yang be-rani menentang mereka ......" "Pocu ucap komandan Ong lagi, urusan ini menyangkut soal mati hidupnya benteng kita serta keselamatan segenap umat per-silatan, didalam hal ini harap pocu suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum bertindak." "Dengan nada memuji Lan See giok menya-hut seraya manggut-manggut. "Aku telah memikirkan persoalan ini dengan secermat-cermatnya... " Namun dengan wajah tegang kembali ko-mandan Nyoo menggelengkan kepalanya seraya berseru.

726

"Kepandaian silat yang dimiliki tiga manu-sia aneh dari luar samudra sudah mencapai titik kesempurnaan, dengan membe-ranikan diri hamba ingin berkata, bahwa kemampuan yang pocu miliki saat inir mungkin masih zbelum mampu unwtuk menandingi rketiga manu-sia aneh tersebut .... jadi.... Jadi ......." Sebelum komandan Nyoo menyelesaikan perkataannya, Lan See giok sudah menatap ke empat komandan itu lekat-lekat. kemu-dian menegur dengan suara dingin. "Rupanya kalian berempat tidak percaya kalau aku sanggup mengungguli ketiga manusia aneh dari luar samudra tersebut?" Sembari berkata, hawa sakti Hud kong sinkang yang dimilikinya segera dihimpun ke dalam lengan tangan, meski kedua buah- le-ngan tersebut masih tetap terkulai ke bawah namun dua gulung tenaga tekanan yang maha dahsyat muncul dari balik tubuhnya dan seperti amukan gelombang dahsyat ditengah samudra, langsung menyambar ke depan. Waktu itu ke empat komandan tersebut sedang mengangguk siap mengiakan, tiba-tiba mereka rasakan datangnya segulung. tenaga.. berkekuatan yang maha dahsyat diam-diam menggulung tiba. Hal tersehut kontan saja mengejutkan hati ke empat orang itu, tanpa terasa teriaknya bersama: "Pocu, hamba sekalian tidak berani ....!" . Di tengah teriakan itu, ke empat orang tadi tak mampu membendung kekuatan dahsyat yang telah menggulung tiba itu? tak ampun lagi tubuh mereka terseret sampai ke luar dari pintu. Hu yong siancu takut serangan ini melukai ke empat komandan tersebut, dengan suara dalam ia segera menegur: "Anak Giok...." Mendengar seruan mana, Lan See giok menarik kembali kekuatannya, dengan begitu ke empat komandan tadi pun segera berge-limpangan di tengah halaman luar. " Siau cian serta Cay soat yang menyaksikan kejadian ini hanya tertawa cekikikan sambil menutupi mulutnya dengan tangan, sedang-kan Siau thi gou jadi termangu, dia tak tahu apa sebabnya tenaga dalam yang dimiliki engkoh Giok nya bisa begitu hebat dan sem-purna semenjak ia turun gunung. Sementara itu Lan See giok telah berseru kepada, ke empat komandan kapal perang yang sedang berdiri tak tenang di luar hala-man itu. "Harap kalian berempat masuk!"

727

Ke empat komandan itu mengiakan dan masuk ke dalam ruangan, setelah menjura dalam-dalam serentak mereka berseru de-ngan ketakutan. "Harap pocu jangan gusar, maafkanlah kelancangan dari hamba sekalian." Lan See giok tertawa terbahak bahak, ujarnya lembut. "Haaahh..... haaahhh..... haaahhh... kalian berempat tak usah menegur diri sendiri, se-sungguhnya tujuanku mempertunjukkan sedikit kemampuanku tadi, tak lain adalah ingin membuat kalian berempat tahu bahwa aku sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap ketiga manusia aneh dari luar samudra tersebut." Setelah memperoleh pelajaran kali ini, si-kap ke empat komandan, itu semakin ber-tambah hormat, sedang rasa kagum dihati kecilpun makin menebal, segera mereka mengiakan berulang kali. Sambil tersenyum ramah Hu yong siancu memperhatikan sekejap wajah ke empat orang komandan itu, kemudian pelan-pelan ujarnya.: "Didalam rencananya membawa ratusan kapal perang menuju keluar samudra kali ini pocu kalian telah mempersiapkan sebuah perencanaan yang amat cermat, pokoknya dia bakal memandang keselamatan jiwa segenap anggota benteng serta hasil karya Wi lim poo selama puluhan tahun sebagai bahan permainan kanak-kanak belaka, oleh sebab itu kalian berempat tak usah kuatir dan tak usah bersedih hati, daripada tindakan terse-but akan merosotkan semangat dalam usaha kita menyelamatkan segenap umat persila-tan.""Ucapan Han lihiap memang benar" sahut ke empat komandan itu serentak, "hamba sekalian tentu akan berusaha dengan segala kemampuan untuk melaksanakan tugas de-ngan sebaik baiknya, sehingga tidak sampai menyia-nyiakan budi kebaikan pocu kepada kami." Si naga sakti pembalik sungai segera ter-tawa terbahak bahak,, katanya pula dengan gembira: "Kini matahari sudah condong ke barat, silahkan kalian berempat mengambil tempat duduk, kita harus mulai berunding tentang bsusunan rencanaj jadwal perjalagnan kita." Ke bempat komandan itu masing-masing mengambil tempat duduk, kemudian koman-dan Ciang dari pasukan naga perkasa mem-berikan laporannya. "Segenap kapal perang telah dipersiapkan untuk melakukan pertempuran, jadwal pe-layaran juga telah selesai disusun, asal pocu menurunkan perintah, segenap pasukan da-pat berangkat berlayar saat ini juga." Mendengar laporan tersebut, Hu yong siancu dan si naga sakti pembalik sungai segera manggut-manggut memuji. Sebaliknya Lan See giok segera bertanya keheranan:

728

"Persiapan dan susunan rencana apakah yang telah kalian persiapkan?" "Sebagai pasukan ujung tombak adalah pasukan macan kumbang hitam, pasukan naga sakti sebagai pengawal dibelakang se-dangkan pasukan harimau terbang dan pasukan singa jantan berada di kedua belah sayap sambil membawa bahan perbekalan." "Bagus sekali," kembali Lan See giok me-muji, "selesai bersantap nanti harap kalian berempat membuat persiapan, begitu malam tiba kita segera berangkat berlayar." Sementara itu hidangan telah dipersiap-kan, cuma berhubung pocu sekalian masih merundingkan urusan penting, para kacung kecil tak berani masuk ke dalam. Waktu itu si naga sakti pembalik sungai telah sembuh dari luka dalamnya, begitu sa-yur dan arak dihidangkan, ia segera menyikat secawan arak besar yang diteguknya sampai habis. Sepanjang perjalanan berlangsung, banyak dibicarakan juga pelbagai persoalan yang perlu diperhatikan, setelah itu ke empat ko-mandan tadi baru minta diri secara tergesa-gesa. Berhubung waktu masih terlalu pagi, Hu yong siancu dan Lan See giok sekalian de-ngan menumpang perahu naga emas kembali- ke gedung kediaman Oh Li cu. Hu yong siancu segera meminta kepada Lan See giok sekalian agar pergi beristirahat, sedang ia sendiri kembali ke kamarnya. Lan See giok, Siau cian serta Cay soat sama-sama menguatirkan keadaan Oh Li cu, karenanya mereka bersama sama menuju ke kamar tidur gadis tersebut. kebetulan sekali Oh Li cu sedang membuka matanya dan tersadar dari tidurnya. Ketika menemukan dia tertidur bdi atas pembarijngan dengan tubguh berselimut, bde-ngan perasaan kaget cepat-cepat dia bangun dan duduk, kemudian sambil menggosok gosok matanya dia berusaha keras untuk mengingat kembali keadaannya sebelum ter-tidur tadi. Apa yang kemudian terbayang kembali kontan saja membuat hatinya terkejut dan paras mukanya berubah men-jadi merah padam seketika ....... Dia mencoba untuk memeriksa tubuh bagian bawahnya, namun semua pakaiannya masih lengkap, ikat pinggangnya masih ken-cang dan tampaknya sama sekali tak pernah disentuh orang. Menyusul kemudian dia merasakan tubuhnya menjadi enteng, seakan akan badannya tiada bagian yang tak segar lagi. Namun ia tak percaya setelah adik Giok membopongnya naik ke atas pembaringan tadi, pemuda itu tidak berbuat begituan ter-hadapnya ....

729

Tapi diapun belum pernah melakukan per-buatan seperti itu, sehingga ia tak berpenga-laman sama sekali, tidak diketahui olehnya bagaimana dia bisa tahu kalau tubuhnya pernah melayani napsu pemuda tersebut atau belum. Mendadak...,.. Berkilat sepasang matanya, ia segera teri-ngat kembali dengan ketiga titik tahi lalat berbentuk bunga bwee .yang berada di atas bahunya. Dia tahu, apabila selaput dara seorang gadis sudah dirusak orang, maka warna tahi lalat yang semula berwarna merah itu, seke-tika akan berubah menjadi kuning, lalu tiga hari kemudian akan hilang lenyap tak berbe-kas, Berpikir demikian, cepat-cepat dia melompat turun dari pembaringan, membuka pakaian bagian atasnya dan menuju ke de-pan cermin besar untuk memeriksanya Baru saja dia membuka bahunya yang putih halus dan melihat ke tiga titik tahi lalat yang merah membara itu, bersamaan waktu-nya pula Lan See giok, Siau cian dan Cay soat melangkah masuk ked alam ruangan. Oh Li-cu menjerit kaget, kemudian buru-buru merapatkan kembali pakaiannya, walaupun begitu paras mukanya sudah ke-buru berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus. Lan See giok tidak mengetahui apa sebab-nya gadis tersebut berbuat begitu, dengan perasaan terkejut bercamrpur keheranan iza segera bertanwya: "Kenapa? Ernci Lan, apakah bahumu juga terluka?" Oh Li cu menggelengkan kepalanya beru-langkali, dengan wajah tersipu sipu sahut-nya. "Ooh tidak, tidak .....tidak apa-apa ! " Lan See giok semakin kebingungan dan ti-dak habis mengerti lagi setelah menjumpai paras muka 0h Li cu berubah menjadi merah padam dan sikapnya begitu tegang serta gugup. ditatapnya gadis itu kemudian dengan pandangan keheranan: Sebaliknya Si Cay soat yang melihat Oh Li cu buru-buru menutup bahunya kembali segera teringat pula dengan ketiga tahi lalat merah yang pernah disinggung Tok Nio-cu kepada Oh Li cu ketika mereka saling bertemu dulu, maka kepada Siau cian kata-nya. ""Enci Cian, diatas bahu enci Lan terdapat tiga kuntum bunga merah, itulah lambang persamaan dari dia dengan Gui hujin!"" Siau cian tidak menyangka kalau tahi lalat itu adalah tahi lalat penanda perawan karenanya dia, hanya tersenyum sambil mengiakan belaka. Si Cay soat si gadis yang ingin tahu segala galanya segera berpaling lagi ke arah Oh Li cu dan berseru dengan gembira:

730

"Enci Lan, bolehkah kami memeriksa ke tiga kuntum bunga merah di atas bahumu itu-?" _ Seraya berkata dia lantas menarik tangan Siau cian dan menghampirinya, sedang Lan See giok masih tetap berdiri tegak ditempat semula. Sebenarnya Oh Li cu enggan berbuat be-gitu, tapi satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia salah mengira Cay soat dan Siau cian berniat untuk membuktikan apakah dia seorang gadis berandal atau bukan. Karena berpendapat demikian, sambil ter-tawa paksa dan wajah bersemu merah segera ujarnya: "Tahi lalat itu dibuat ibuku semasa aku masih kecil dulu..." Sambil berkata dia lantas membuka pakaiannya dan memperlihatkan ketiga kuntum bunga merah diatas bahu yang putih bersih itu, sementara matanya melirik sekejap kearah Lan See giok. Berhubung Lan See giok tidak tahu mak-sudnya, make ia tidak terpengaruh sama sekali oleh tindakan mana, cuma dirasakan ketiga kuntum bunga merah itu sangat menawan hati. Berbeda sekali dengan Siau cian, paras muka nya segera berubah hebat, serunya tak tahan: "Waaaaah, ini kan tahi lalat penanda kesu-cian anak dara ...." Sambil berseru dengan wajah gugup, ce-pat-cepat ia menutup kembali bahu Oh Li cu. Sebaliknya Lan "See giok yang melihat Siau cian berubah muka, lalu mendengar pula tentang "tahi lalat penanda kesucian seorang dara," dia tahu hal ini tentu menyangkut "soal urusan pribadi seorang dara, karenanya ce-pat-cepat dia membalikkan badan dan kem-bali ke kamar sendiri. Cay soat yang semenjak bayi sudah kehi-langan kasih sayang seorang ibu, seperti juga dengan Lan See giok, ia sama sekali tidak memahami persoalan seperti ini, maka de-ngan kening berkerut dan nada tidak mengerti tanyanya: "Apa sih yang dimaksudkan tahi lalat penanda kesucian seorang dara itu? Kenapa siaumoay belum pernah mendengar tentang soal seperti ini?" Paras muka Siau cian segera berubah memerah, dengan cekatan sekali dia melirik sekejap ke belakang, melihat Lan See giok sudah pergi, ia lantas tertawa misterius sam-bil berbisik: "Adik Soat, masa tubuhmu tiada tanda tersebut?" Si Cay soat segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa, sa-hutnya dengan wajah bersungguh sungguh:

731

Siau moay tidak mempunyai tanda seperti itu." "Ketika adik masih kecil, apakah bibi Si ti-dak membuatkan tanda tersebut untukmu?" tanya Oh Li cu sambil mengancing kembali pakaiannya: Si Cay soat menghela napas sedih: "Aaai, tiga hari setelah siau bmoay dilahir-kajn, ibuku meningggal dunia." Bebrbicara sampai di situ dia seperti teringat akan sesuatu, maka ditatapnya Siau cian dengan pandangan keheranan, lalu tanyanya kepada Siau cian: "Enci Cian, apakah bibi juga membuatkan bagimu?" Siau cian manggutmanggut sambil tertawa jengah. "Enci Cian, bolehkah siaumoay dan enci Lan melihat milikmu itu...?". tanya Si Cay soat semakin ingin tahu. Siau cian tidak menyangka kalau Si Cay soat hendak melihat tahi lalat penanda kesu-cian seorang dara nya, teringat hubungan senggama yang telah dilakukannya dengan adik Giok waktu itu, mukanya segera berubah menjadi merah padam, sebab tanda itu sudah lama hilang bersamaan dengan hi-langnya keperawanannya. Untung gadis itu adalah seorang yang cer-dik, buru-buru sahutnya kemudian sambil tertawa: "Masa tanda semacam ini harus ditunjuk-kan kepada orang lain?" "Kenapa?" Cay soat tidak mengerti. Dengan wajah memerah Siau cian segera berbisik: "Tanda tersebut hanya boleh diperlihatkan kepada sang pengantin lelaki disaat si gadis menjalani malam pertamanya.." "Oooh..." baru sekarang Si Cay soat mengerti, tanpa terasa paras mukanya berubah juga menjadi merah padam. Biarpun demikian, dia masih juga tidak mengerti, apa sebabnya Oh Li cu berani memperlihatkan tahi lalatnya itu di hadapan orang banyak? Oh Li cu yang pintar segera dapat menebak suara hati Si Cay soat, maka dengan wajah memerah pula dia berkata: "Aku benar-benar amat bodoh, seandainya adik Cian tidak mengucapkannya ke luar, aku benar-benar tidak tahu kalau dibalik kesemuanya ini masih terdapat alasan lain, aku malah mengira tanda ini merupakan tanda rahasia bila kami kakak beradik saling bertemu kembali! ...." Kemudian dia menga-lihkan pokok pembicaraan kesoal lain, kem-bali ujarnya: "Adik berdua, mari kita minum teh!" Sembari berkata dia lantas menbuangkan dua cawjan air teh untugk Siau cian danb Cay soat.

732

Sementara itu Si Cay soat duduk sambil termenung dia seperti lagi memikirkan suatu persoalan. Mendadak berkilat sepasang matanya, ce-pat dia menengok kearah Siau cian, Oh Li cu yang melihat hal ini segera bertanya dengan gelisah: "Cici berdua, bila kita menjalani malam pertama, apakah tanda tersebut harus diper-lihatkan lebih dulu kepada suami kita ?" Oh Li-cu mengetahui apa yang menjadi alasan Si Cay soat merasa gelisah, maka dengan niat menakut-nakutinya, ia segera berkata dengan wajah serius: "Tentu saja, bila kau tidak memperlihatkan kepadanya, dia sendiri pasti akan memerik-sanya ." Atas ucapan tersebut, pucat pias selembar wajah Si Cay soat, dengan gugup dia berseru lagi: "Waah, bagaimana baiknya ini? Aku justru tidak memiliki tanda semacam itu..." "Apa yang mesti kau takuti ?" sahut Siau cian sambil tertawa, tunggu saja sekembali kita dari pulau Wan san nanti, suruhlah ibuku membuatkan sekuntum bunga Botan yang besar di punggungmu itu!" "Apakah aku masih bisa?" tanya Cay soat kejut dari gembira. "Tentu saja" Siau cian mengangguk, "asal kau masih tetap bertubuh suci." Mendengar sampai disini, paras muka Cay soat pelan-pelan berubah menjadi tenang kembali. Dengan wajah memerah kembali Oh Li-cu menambahkan: "Padahal apakah sekarang gadis mempu-nyai tanda tersebut atau tidak, dia sama saja akan memperoleh kepercayaan dari suaminya!" Si Cay soat tidak memperhatikan perka-taan tersebut, karena dia sedang berpikir ba-gaimana sekembalinya dari pulau Wan san nanti dia akan minta kepada Hu yong siancu untuk membuatkan sebuah tatoo bunga Botan di tubuhnya. Lain halnya dengan Siau cian, dia tidak mengerti kenapa Oh Li cu bisa tahu kalau tanpa tanda khusus semacam itupun seorang gadis masih tetap akan memperoleh keper-cayaan dari suaminya: Berdasarkan ketriga kuntum bungza bwee dibahu Owh Li cu, semestrinya ia masih tetap seorang dara. berdasarkan sikap Cay soat yang tenang dan tenang, diapun masih tetap suci bersih, sedangkan is sendiri ...... Berpikir sampai di situ, paras mukanya kembali memerah, hatinya berdebar semakin keras. Dalam pada itu, Lan See giok yang bersan-dar di atas pembaringan di kamar sebelah yang cuma terpisah oleh selembar kain, da-pat menangkap semua pembicaraan Siau cian bertiga dengan jelas sekali.

733

Baru sekarang dia mengerti apa sebabnya Oh Li cu memperlihatkan ketika kuntum bunga bwee diatas bahunya itu di depan mata nya tadi, bukan saja dia hendak mem-perlihatkan bahwa dia masih tetap seorang gadis yang suci bersih, selain itu diapun hen-dak memperlihatkan kepada Si Cay soat dan Siau cian berdua bahwa ia bukan gadis yang binal ...... Tentu saja Lan See giok juga mengerti; tanda khusus dibahu atau mungkin di atas lengan enci Cian nya telah luntur bahkan hilang sama sekali ..... Sementara dia masih termenung,- ,cahaya terang memancar masuk dari depan jendela, ternyata magrib telah menjelang tiba. Kemudian terdengar suara tambur dibu-nyikan orang disusul suara terompet yang memanjang. Lan See giok terperanjat, dia tahu semua kapal perang sudah mulai berkumpul. Tirai disingkap orang, kemudian tampak Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu berjalan masuk ke dalam. "Semua kapal perang telah berkumpul" ucap See giok cepat sambil bangkit berdiri, "Adik Giok, apakah kau hendak mening-galkan pesan kepada segenap anggota ben-teng" tanya Oh Li-cu. Pemuda itu segera menggeleng. "Tidak usah, siaute rasa pada saat seperti -ini tidak baik jika kita memberi penjelasan yang kelewat banyak kepada mereka." "Kalau memang begitu, kita mesti mengirim orang untuk memberitahukan kepada ko-mandan Ciang bahwa semua kapal tak perlu berkumpul, kita langsung berlayar saja." Belum selesai Oh Li cu berkata, dari luar ruangan telah muncul seorang dayang yang segera berkata kepada Lan See giok dengan sikap hormat. . "Han lihiap mengundang pocu dan nona bertiga agar menghadap ...... Lan See giok mengangguk, dia segera menitahkan dayang itu untuk memberi kabar kepada komandan Ciang agar kapal tak usah berkumpul lagi. Ketika mereka berempat tiba di ruang utama, Hu yong siancu sedang minum teh seorang diri. Begitu melihat Lan See giok masuk ke dalam, Hu yong siancu segera mempersilah-kan mereka untuk duduk, kemudian tanya-nya: "Apakah pasukan kapal perang akan segera berlayar?" Lan See giok dan Oh Li cu segera mengia-kan bersama" dengan sikap hormat.

734

Hu yong siancu tahu kalau Oh Li cu telah minum Leng sik giok ji, maka sambil menga-wasi bagian wajahnya yang terluka, dia ber-tanya penuh perhatian: "Apakah luka-luka yang diderita nona Lan sudah tidak terasa sakit lagi?" "Terima kasih atas perhatian bibi, luka tersebut sudah tidak terasa sakit lagi," jawab Oh Li cu dengan hormat. Hu yong siancu menjadi sangat gembira. serunya kemudian: "Kalau sudah tidak terasa sakit, maka dalam dua tiga hari mendatang pasti akan sembuh dengan sendirinya, nona Lan, ayo ikut kita semua untuk berangkat bersama sama." Lan See giok, Siau cian dan Cay Boat segera mendukung usul tersebut.Tapi dengan kukuh Oh Li cu menyahut. "Anak Lan telah menitahkan dayang untuk memberitahukan kepada komandan Ciang agar dari setiap kapal ditugaskan lima orang untuk tetap menjaga benteng, sedang sisa nya turut semua, itu berarti dalam benteng masih tersisa lima ratusan orang anggota, biar anak Lan yang bertanggung jawab atas diri mereka sambil berjaga jaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan, anak Lan sudah mengambil keputusan, tak akan pergi." Hu yong siancu, Lan See giok, bSiau cian dan Cjay soat merasa di dalam benteng, me-mang membutuhkan seorang yang berke-mampuan besar untuk bertanggung jawab, karenanya mereka pun tidak mendesak Oh Li-cu lebih jauh. Maka mereka berlima pun sekali lagi berunding untuk membicarakan beberapa masalah yang perlu diperhatikan dan diatasi setelah rombongan kapal perang itu berang-kat, kemudian mereka baru menumpang perahu naga emas berangkat ke ruang telaga emas. Sewaktu tiba di ruang telaga emas, si naga sakti pembalik sungai, Siau thi gou serta ke empat komandan yang telah menggembol senjata telah siap menanti di pelataran de-pan. Komandan Nyoo, dari pasukan macan kumbang hitam mengenakan pakaian ringkas serba hitam dengan di pinggangnya tersisip sepasang senjata palu besi besar berbentuk segi delapan. Komandan Sin dari pasukan singa jantan mengenakan pakaian ringkas berwarna abu-abu dengan sepasang poan koan pit berkepala merah tersisip di punggungnya, wajah yang kekuning kuningan nampak keren sekali dalam seragam demikian. Komandan Ong dari pasukan harimau ter-bang mengenakan pakaian ringkas berwarna kuning dengan sebilah golok besar tersoren di pinggang,

735

sedang di bawah iganya tergan-tung sebuah kantung kulit berisi senjata rahasia. " Dan terakhir komandan Ciang dari pasu-kan naga perkasa mengenakan pakaian hijau dengan sebuah senjata sekop emas tersoren di punggung, biarpun rambut orang ini su-dah memutih, namun paras mukanya justru merah bercahaya. Ke empat komandan tersebut hampir se-muanya berwajah cerah dan bersinar mata tajam hal ini menandakan kalau tenaga dalam mereka telah peroleh kemajuan yang pesat semenjak minum cairan mestika Leng sik giok ji. Menanti perahu naga emas telah berhenti Hu yong siancu mempersilahkan si naga sakti pembalik sungai Siau-thi gou serta ke empat komandan untuk bersama sama naik ke perahu naga emas, kemudian berangkat-lah menuju keluar, pintu gerbang benteng. "Apakah pasukan kapal sudah mulai ber-layar?" tanya Lan See giok kemudian. "Pasukan ujung tombak sudah keluar dari padang ilalang, sedangkan pasukan sayap kiri dan kanan sedang berangkat meninggbal-kan markas,"j sahut komandang Ciang dengan hbormat. "Mengapa komandan Nyoo tidak turut serta bersama pasukannya?" Komandan Nyo dari pasukan macan kum-bang hitam segera menjawab dengan hormat: "Hamba tetap berada disini menantikan pe-tunjuk terakhir dari pocu!" Lan See giok manggut-manggut- "Sepan-jang perjalanan kita nanti, andaikata bersua dengan kaum enghiong yang bekerja di air, usahakanlah, agar menghindar dari segala bentrokan yang tidak perlu, dari pada peristiwa semacam ini akan menghambat perjalanan kita." "Pocu tidak usah kuatir." ucap komandan Nyoo dengan bangga. "semua enghiong di atas air baik dari golongan putih maupun hitam yang bercokol di sepanjang pesisir sungai Tiangkang mempunyai kesan yang baik terhadap pasukan kapal perang Wi-lim poo, mereka selalu akan menyingkir jauh- jauh bila bertemu dengan pasukan kami," "Biarpun demikian, toh ada baiknya bila, kita bertindak lebih berhati hati." Ke empat komandan itu segera mengiakan. Tiba-tiba Hu yang siancu menyaksikan langit di luar ruang perahu gelap gulita, tidak nampak bintang atau pun rembulan bahkan seperti tertutup oleh awan tebal, melihat hal ini dengan kuatir dia berseru: "Apakah suasana seperti ini tak akan mempengaruhi jadwal perjalanan kita?"

736

"Li hiap tak usah kuatir,"-sahut komandan Ciang segera, "para pelaut yang berada di pasukan depan merupakan orang-orang yang sangat berpengalaman dalam pelayaran, biar pun ombak besar angin puyuh pun mereka. masih mampu berlayar tanpa menguatirkan sesuatu." Sementara pembicaraan berlangsung, perahu naga emas sudah meluncur keluar dari pintu gerbang benteng. Di depan sana cahaya lentera menerangi seluruh tempat, di situ masih kelihatan ada puluhan buah kapal perang besar yang se-dang bergerak pelan meninggalkan tempat, Beberapa puluh kaki di luar pintu tampak berlabuh sebuah perahu besar berbentuk keraton yang terang benderang. bermandikan cahaya, sekeliling perahu dilengkapi penga-wal yang ketat, di sisi kiri dan kanan terpan-cang alat pemanah, waktu itu para dayang dan kacung dengan pakaian baru dan se-mangat yrang segar sedanzg menantikan kew datangan merekra. Menyaksikan hal tersebut dengan kening berkerut Lan See giok segera berpaling ke arah Oh Li cu, lalu tanyanya. "Enci Cu, dahulu bila lo pocu hendak pergi ke luar, apakah dia tidak menumpang perahu naga emas?" Oh Li cu tertawa, sebelum dia mengucap-kan sesuatu komandan Ciang telah menya-hut: "Dua orang pocu yang terdahulu selalu menggunakan kapal pesiar keraton jika hen-dak pergi ke tempat jauh, perahu ini besar, megah dan anggun bentuknya, merupakan lambang dari kekuatan, kekuasaan serta kekayaan benteng kami." Lan See giok tertawa ewa, keningnya hanya berkerut sebentar lalu tidak memberi kan pernyataan apa-apa., Sedangkan Siau cian dan Cay soat segera memuji: "Waahh... perahu keraton itu jauh lebih be-sar daripada perahu yang digunakan Toan Ki tin dari Lim lo paa sewaktu berada di depan telaga tempo hari.. nampaknya perahu kita jauh lebih anggun dan megah." ."Perkataan nona berdua memang benar," ke empat komandan itu tersenyum seraya manggut-manggut, "belum pernah ada, pemilik benteng air. lainnya yang memiliki perahu anggun seperti milik benteng Wi Lim Poo ini.,, Sementara pembicaraan masih berlang-sung perahu naga emas telah buang sauh di sisi kapal pesiar keraton. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing, beberapa orang itu segera meninggalkan perahu naga emas un-tuk pindah ke kapal pesiar keraton.

737

Kapal tersebut memang dirancang dengan arsitek yang tinggi, semua peralatan amat mewah. permadani merah hampir menutupi semua lantai ruangan, sementara lentera keraton menerangi setiap sudut tempat. Ketika Lan See giok menyaksikan kapal-kapal perang yang sudah bergerak lebih dulu itu sama-sama berada dalam keadaan terang benderang, dengan kening berkerut ia lantas berkata: "Komandan Ciang, setiap perahu diterangi sampai puluhan buah lentera, padahal perahu kita mencapai ratusan buah, apakah hal semacam ini tidak meru-pakan suatu pemborosan?" Ke empat komandan itu mengiakan dan tak berani mengemukakan pendapat apa-apa. Maka anak muda tersebut berkata lebih jauh: "Bila perahu sedang membuang sauh atau sedang., menghadapi pertempuran, lampu boleh dipasang semua, sedang di waktu-waktu lain lebih baik pergunakan secukupnya saja." Kembali ke empat komandan itu menya-hut, buru-buru komandan Ciang berlalu dari situ. Kepada ke tiga orang komandan lainnya, kembali Lan See giok berkata: "Kalian bertiga boleh kembali ke pasukan masing-masing, lakukan saja perjalanan se-suai dengan jadwal yang telah ditentukan." Ketiga orang komandan itu mengiakan dan bersama sama meninggalkan ruangan. Sementara itu, Hu yong siancu dan Siau cian serta Cay soat telah selesai mengucap-kan kata-kata perpisahan dengan Oh Li-cu, Ketika Lan See giok menjumpai paras muka dara itu diliputi perasaan sedih, sepasang matanya berkaca kaca, ia segera berjalan ke luar dari ruangan dan mengikuti di belakang nya sambil berpesan dengan penuh perha-tian: "Enci Lan. baik baiklah merawat luka-mu didalam benteng, semoga kau dapat menjaga diri baik-baik," kepergian siaute kali ini paling banter hanya satu bulan atau mungkin hanya dua minggu saja, begitu sele-sai pasti akan kembali kemari." Dengan sedih Oh Li-cu tertawa getir, tapi dia mencoba untuk berkata dengan wajah riang. "Adik Giok tak usah memikirkan tentang diriku, pergilah dengan hati tenang, aku da-pat mengurusi keadaan di dalam benteng ini dengan sebaik baiknya!" Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba di buritan perahu, ketika berpaling ternyata Hu yong siancu, Siau cian dan Cay soat tidak ikut keluar, dia tahu mereka memang sengaja tetap berada dalam ruangan,

738

Maka sambil menatap wajah See giok, ia berbisik lagi dengan sedih. "Adikku, kau toh sudah tahu tentang asal usulku, meskipun aku hidup didalam lum-pur.. perbuatanku agak genit, namun se-sungguhnya tubuh cici masih tetap suci ber-sih ...." Belum sampai perkataan itu selesai diu-capkan, suaranya sudah sesenggukan dan kata-kata selanjutnya tak mampu lagi diuta-rakan, cepat dia membalikkan badan dan melayang kembali ke atas perahu naga mas.... ooo0ooo BAB 34 LAN SEE GIOK yang menghadapi kejadian seperti ini menjadi melongo dan berdiri tertegun, ia setengah mengerti setengah tidak terhadap perkataan tersebut, tanpa terasa serunya cemas:. Enci Lan ..... Namun Oh Li cu sudah berkelebat masuk ke ruang perahunya. Sebenarnya. Lan See giok hendak menyu-sul ke perahu naga emas, tapi sewaktu ia berpaling, ditemukan para pengawal dan para dayang yang berada di perahu tersebut meski tak berani memandang kemari secara terang terangan, namun secara diam-diam mereka memperhatikan tingkah lakunya, hal ini membuatnya menjadi ragu. Mendadak terdengar suara keleningan ber-bunyi nyaring. Menanti Lan See giok berpaling kembali, perahu naga emas telah berangkat menuju ke dalam benteng. Pada saat itulah komandan Ciang telah menghampirinya dengan langkah lebar, ia berkata dengan hormat: "Lapor pocu, semua lentera diatas kapal perang telah dipadamkan, bila tiada perintah lagi, hamba pun akan kembali ke kapal ko-mandoku." Waktu itu pikiran Lan See giok masih kalut, maka diapun mengangguk: "Ehmm, tak ada urusan lagi." Menanti dia berpaling kembali, perahu naga emas itu sudah masuk ke balik pintu benteng. Dengan wajah kusut dan pikiran kalut akhirnya pemuda itu balik kembali ke dalam ruang perahu, waktu itu Hu yong siancu sekalian telah kembali ke kamar untuk ber-istirahat. Maka seorang diri ia duduk di kursi utama ditengah ruangan, sedang para dayang dan kacung berdiri menanti di samping dengan hormat, seluruh lentera di luar ruang perahu telah dipadamkan tinggal sebuah lentera kecil dalam ruangan. Tak lama kemudian layar dinaikkan dan perahu pun pelan-pelan bergerak menuju ke depan.

739

Sementara itu Lan See giok masih dibikin tidak mengerti oleh sikap Oh Li cu sewaktu berpisah tadi. ia tidak mengerti kenapa Oh Li cu bisa menunjukkan sikap yang begitu emosi dan sedih? Tentu saja dia tahu Oh Li cu dapat berbuat demikian jelas hal ini bukan terwujud di-dalam satu dua hari saja. Tanpa terasa pemuda itu menjadi mela-mun--- ia membayangkan kembali kenangan dimasa lampau-.., ketika pertama kali ia bertemu dengan Oh Li cu. bagaimana dia di-pukul sampai tercebur ke dalam air--- hingga saat ini--Mendadak terdengar suara air memecah di tubuh perahu disusul perahu sedikit oleng, para dayang dan kacung kecil yang sedang berdiri di sisi pun tak tahan turut oleng pula ke samping. Hal ini segera menyadarkan kembali Lan See-giok dari lamunannya..... Dia memandang sekejap kearah kawanan dayang dan kacung itu, kemudian sambil mengulapkan tangannya ia berseru: "Pergilah kalian untuk beristirahat!" Para dayang dan kacung itu mengiakan kemudian bersama-sama memberi hormat dan meninggalkan tempat itu. Perahu semakin oleng tapi bergerak sema-kin cepat pula, bila ada ombak yang meme-cah di tubuh perahu, segera menimbulkan suara gemuruh yang keras. Lan See giok bangkit berdiri dan berjalan menuju keluar pintu. waktu itu langit sangat gelap. angin berhembus kencang dan ombak menggulung tinggi. ia tak tahu sudah berapa jauhkah mereka tinggalkan benteng Wi lim Poo. . Waktu itu, para pengawal yang semula ber-siaga di sisi perahu sudah jauh berkurang. namun di depan setiap alat pembidik panah masih berdiri enam orang pengawal. Ketika Lan See giok berpaling, ia temukan dibelakangnya berdiri seorang kacung dan seorang dayang, maka kepada si kacung itu katanya. "Beritahu kepada kepala regu penjaga, setiap alat penahan dijaga oleh dua orang saja, sedang pengawal lainnya boleh pergi beristirahat." Kacung itu mengiakan dengan hormat, ia buru-buru lari menuju ke buritan. Waktu itu kabut tebal telah menyelimuti permukaan telaga. dikejauhan sana tampak lentera merah memancar dimana mana bahkan bintang dilangit, yang besar sebesar mangkuk yang kecil bagaikan kedelai. ini membuat pemandangan sangat indah. Mendadak--"Ooooh, sungguh indah"" dari belakang tubuhnya kedengaran seseorang berseru nyaring.

740

Lan See giok, tahu suara itu berasal dari Cay soat, ketika berpaling ditemukan Siau cian pun berada di situ. Tiba-tiba terdengar siau cian bertanya de-ngan rasa terkejut. "Aaaah, adik soat, coba lihat lampu-lampu merah dikejauhan sana, apakah semua lampu itu berasal dari kapal perang kita?" Melihat kedua orang itu berbincang bin-cang sendiri seperti tak melihat kehadirannya di situ, tergerak hati Lan See giok, segera se-runya. "Benar, berhubung angin kencang dan ka-but sangat tebal, maka semua kapal menaik-kan lentera merah. ke satu untuk petunjuk pelayaran. kedua untuk menghindari tubru-kan antara dua kapal." Belum lagi habis dia berkata. Siau-cian dari Cay soat telah berseru keheranan. Waaaah, nampaknya pocu seorang diri berdiri disini sambil menikmati keindahan malam, waaah.. kau memang romantis sekali..." Lan See giok tahu, kedua orang gadis itu tentu sedang merasa cemburu dan curiga berhubung ia belum juga masuk ke dalam, karena itu mereka sengaja datang untuk menggodanya. Maka sambil tertawa terbahak-bahak seru-nya dengan lantang. "Enci Cian. adik Soat, malam begini dingin, bukannya tidur kenapa malah keluar dari ruangan? Kalau ingin melihat keindahan malam. bukankah dari ruang perahupun bisa?"Seraya berkata dia lantas beranjak ke de-pan, melihat Lan See giok mendekat. Sebe-lum Siau cian sempat menjawab, Si Cay soat telah berkata lagi. "Enci Cian. kabut di luar amat tebal, kalau sampai masuk angin kita tak bakal ada yang perhatikan sehingga seperti orang kehilangan sukma, lebih baik kita masuk saja.." Seraya berkata dia mencibir kearah pemu-da itu dan menarik Siau cian masuk dalam ruangan.. Dengan kening berkerut Lan See giok segera menghentikan langkahnya dan me-ngawasi bayangan tubuh ke dua orang terse-but dengan melongo, sampai lama kemudian ia baru menggelengkan kepala dengan perasaan apa boleh buat. Dia tahu, adik Soat dan enci Cian bukan cuma dipengaruhi oleh perasaan cemburu saja, di samping itupun bermaksud menga-jaknya masuk ke dalam dan beristirahat. Diiringi seorang dayang, Lan See giok ma-suk ke dalam sebuah kamar yang besar dan megah, selain meja dan kursi, hampir semua peralatan yang ada di situ terbuat dari emas dan kemala.

741

Diatas meja terdapat lima buah lilin raksa-sa yang menyinari seluruh ruangan hingga terang benderang. lantai ditutup dengan permadani merah. sebuah pembaringan antik dengan seprei dan tirai yang indah, membuat suasana kamar itu menyerupai sebuah kamar pengantin .... Setelah memeriksa kamarnya, Lan See giok mengunjungi si naga sakti pembalik sungai dan Hu yong siancu untuk mengucapkan selamat malam, dan akhirnya menuju ke kamar Cay soat dan Siau cian bersama Thi gou, hingga ke dua orang gadis itu tersenyum cerah kembali baru pulang ke kamarnya untuk beristirahat. Ketika mendusin kembali, hari sudah te-rang tanah. tapi kabut tebal menyelimuti se-luruh permukaan hingga beratus ratus buah kapal perang yang bergerak di sekitar sana hanya terlihat samar-samar .... Di atas setiap perahu digantungkan sebuah lentera merah, sedang ketiga layarnya dipa-sang penuh, kelihatannya saja kapal tersebut seperti tidak maju-maju, padahal kecepatan-nya luar biasa sekali .... Pelan-pelan Lan See-giok berjalan menuju ke ujung geladak, memandang beratus ratus buah kapal perang dengan panji-panji yang menyilaukan mata itu, tanpa terasa sema-ngatnya berkobar kembali. Ia bertekadb hendak mempergjunakan kapal-kagpal perang ini buntuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi umat persilatan. Langkah pertama yang akan dilakukan sekarang adalah menghukum tiga manusia aneh dari luar samudra yang sudah banyak tahun melakukan kejahatan, bila ketiga gem-bong iblis tersebut telah dibasmi, kemung-kinan besar situasi didalam dunia persilatan akan mendekati kedamaian. Tengah hari itu mereka sudah tiba di kota Tok ciong. Tampaknya kehadiran beratus ratus buah kapal perang ini sangat menarik perhatian orang banyak, semakin mendekati siang hari. orang yang berkerumun menonton keramaian makin meluap. Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai yang menyaksikan situasi seperti ini menjadi gelisah sekali, dia tahu bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, ke-sulitan yang mereka hadapi niscaya akan semakin bertambah. "Anak Giok" ujar Hu Yong siancu kemudian kepada Lan See giok yang berdiri dengan wajah membesi, "bila barisan terdepan me-nemui hambatan. entah mereka dari partai atau perguruan mana. Singkirkan dengan sekuat tenaga. kalau tidak demikian manusia yang tak tahu diri niscaya akan manfaatkan kesempatan ini untuk mengacau perjalanan kita" Sementara pembicaraan berlangsung men-dadak tampak sebuah sampan kecil melun-cur datang dengan kecepatan tinggi.

742

Ketika tiba di depan perahu besar ter-sebut. sesosok bayangan manusia, nampak melom-pat naik ke atas geladak dia adalah seorang lelaki setengah umur yang memakai pakaian ringkas berwarna hitam, begitu tiba diatas kapal, cepat-cepat dia menuju ke pintu rua-ngan. Para pengawal kapal mengenali orang itu sebagai seorang kepala regu dari komandan Nyoo, karenanya tak seorangpun yang menghalangi perjalanannya. Begitu tiba di depan pintu, lelaki setengah umur berbaju hitam itu segera menjura kepada Lan See giok dan berkata. "Lapor pocu, di depan situ muncul seorang manusia bernama Bajing air berbulu emas Ong Hua yang datang beserta anak buahnya, mereka menghadang perjalanan kita dan minta kepada pocu untuk menjawab perta-nyaan-perbtanyaan yang akjan diajukan oleghnya" Lan See bgiok segera berkerut kening lalu mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil tertawa dingin ia berseru. "Buka barisan depan dan biarkan mereka masuk. biar aku sendiri yang menjumpa mereka" lelaki setengah umur berbaju hitam itu mengiakan dan segera beranjak pergi untuk kembali ke depan. Kepada si naga sakti pembalik sungai. Lan See giok segera bertanya. "Thio loko, tahukah kau tentang seluk-be-luk manusia yang bernama bajing air berbulu emas Ong Hua ini?" "Orang ini sudah banyak tahun bercokol dimulut telaga dan hidupnya mengganggu kaum nelayan dan saudagar yang melalui tempat ini, oleh sebab pelbagai perguruan enggan mencari urusan maka selama ini tiada orang yang mencampurinya. tak heran kalau pengaruh mereka kian lama kian ber-tambah besar dan kuat. sehingga akhirnya menjadi benggolan perampok yang disegani orang. Bila Ong Hua sudah datang nanti. kau tak ada salahnya memberi pelajaran yang setimpal kepadanya, daripada ia memeras orang lagi" Lan See giok segera manggut-manggut dan beranjak keluar dari ruangan perahu. Si-Cay-soat, dan Siau-thi gou segera me-ngikuti pula dibelakang anak muda tersebut. Sedangkan Hu-yong siancu serta si naga sakti pembalik sungai enggan bertemu muka dengan manusia bangsa cecunguk seperti itu, karenanya mereka tetap duduk didalam ru-angan sambil minum teh. Ketika Lan See giok berempat tiba di ujung geladak, waktu itu segenap kapal perang te-lah berhenti berlayar dan menyingkir ke samping...

743

Komandan dari pasukan naga perkasa, ha-rimau terbang dan singa jantan yang tidak mengetahui apa yang telah terjadi buru-buru meninggalkan pasukan masing-masing de-ngan sampan kecil mereka berdatangan ke kapal keraton. Dari para pengawallah mereka mendapat tahu apa gerangan yang terjadi, karena nya mereka segera berdiri di sisi Lan see giok sambil menantikan perkembangan selanjut-nya. Komandan Nyoo yang bertanggung jawab pada pasukan terdepan, tak berani bertindak secara sembarangan karrena perintah unztuk tidak melakwukan bentrokan rlangsung dengan kawanan jago, karenanya sambil menahan emosi terpaksa dia mengirim orang untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada pocu-nya Dan setelah mendapat perintah dari pocu untuk melepaskan lawan masuk ke dalam, diapun membawa si Bajing air berbulu emas Ong Hua menuju ke dalam. Lan See-giok yang berdiri di ujung geladak dapat melihat di sisi kiri kapal besar koman-dan Nyoo berjejer sebuah perahu besar ber-warna abu-abu, berapa puluh orang, lelaki kekar berdiri diatas perahu tersebut, sedang empat lelaki bertubuh kekar yang nampak-nya merupakan pemimpin mereka berdiri angkuh di ujung geladak. Sebagai orang yang dipaling depan adalah seorang lelaki berusia empat puluh tahunan yang berwajah kuning, bermata besar, hidung singa. muka lebar dan telinga besar. ia mengenakan pakaian ringkas berwarna kuning tanpa membawa senjata. Jika ditinjau dari dandanan maupun gerak geriknya. mungkin orang inilah yang meru-pakan pemimpin dari kaum perampok di mulut telaga. Bajing air berbulu emas Ong Hua. Dibelakang Ong Hua berdiri tiga orang, seorang lelaki baju hijau membawa golok se-orang berbaju hitam membawa senjata palu dan seorang lagi berbaju ungu membawa senjata sam ciat kun. Sementara Lan See giok masih mengamati lawannya, kedua buah perahu itu sudah ber-henti tujuh delapan kaki dihadapannya. Komandan Nyoo segera menjura kepada pemuda kita sambil serunya lantang. "Lapor pocu, bajing air berbulu emas Ong Hua telah datang!" Komandan Nyoo adalah seorang lelaki bertubuh tinggi besar menyerupai pagoda hitam, dengan tenaga dalam yang telah memperoleh kemajuan. ia berbicara dengan suara yang menggeledek seperti guntur. segera membuat semua orang merasakan telinganya sakit.

744

Tampak ke empat orang yang berada di perahu berwarna abu-abu itu merasa terkejut atas kesempurnaan tenaga dalam komandan Nyoo. meski demikian oleh karena mereka pernah dengar kalau ilmu silat yang dimiliki ke empat komandan dari Wi Lim poo hanya berilmu silat biasa saja. maka hal tersebut tidak sampai dipikirkan didalam hati. Apalagi setelah mereka saksikan Lan See giok yang berada di kapal keraton tidak lebih cuma seorang pemuda berusia dua puluh tahun dengan didampingi dua gadis cantik serta seorang bocah berkulit hitam. seketika itu juga mereka memandang enteng, musuh musuhnya, dalam anggapan mereka, anak-anak manja seperti ini mana mungkin ber-ilmu tinggi? Sementara itu Lan See giok telah mengang-guk kepada Komandan Nyoo, kemudian sam-bil berpaling kearah si bajing air berbulu emas Ong Hua yang berada di perahu abu-abu itu, ujarnya dengan tenang: "Aku Lan See giok dengan memimpin pasukan hendak menuju keluar samudra. entah apa maksud saudara menghalangi gerak maju perahuperahu kami?" Biarpun perkataan ini diucapkan Lan See giok dengan suara yang lembut dan tenang namun semua orang dapat mendengar de-ngan jelas sekali" . Bajing air berbulu emas 0ng Hua segera merasakan hatinya bergetar keras, paras mukanya berubah, dia sadar bahwa berita yang tersiar diluaran tidak salah., nampak-nya pocu baru dari Wi lim poo memang seorang jagoan yang berilmu sangat hebat. Tapi keadaannya sekarang ibarat orang menunggang macan, mau tak mau dia harus menerima juga kenyataan dengan begitu saja, maka sambil tertawa nyaring kembali ia ber-seru. "Ketika Lan pocu menerima jabatan sebagai pocu Wi lim Poo. apakah pocu yang lalu tidak meninggalkan pesan apa-apa kepadamu...?" "Entah apa yang saudara maksudkan?" ucap See giok seraya menggeleng. Sekali lagi si Bajing air berbulu emas ter-tawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haahhh... haahhh... sebetulnya hanya urusan kecil, yaitu setiap perahu yang melalui mulut telaga dikenakan beaya empat tahil setiap perahu sebagai ongkos masuk telaga. Mendengar perkataan tersebut, ke tiga orang komandan kapal perang itu menjawab gusar, namun berhubung pocu mereka habdir di situ, majka mereka tak bgerani sembara-nbgan bertindak. "Ooooh ...benarkah itu?" seru Lan See giok dengan kening berkerut, kemudian sambil berpaling kearah ketiga orang komandan ka-palnya. diapun bertanya. "Apa benar ada kejadian seperti ini?"

745

Sebelum ketiga orang itu menjawab. ko-mandan Nyoo yang berada di perahunya tu-juh delapan kaki di seberang sana telah berteriak dengan suara keras. , "Lapor pocu, kau jangan percaya dengan ocehan si bajingan anjing budukan itu ...." Tapi sebelum komandan Nyoo selesai ber-bicara, si bajing air berbulu emas telah berse-ru pula sambil tertawa dingin. "Bila kalian tidak bersedia membayar ong-kos lewat, andaikata kapal-kapal kalian sam-pai terbakar oleh hujan panah berapi kami.. heeehh... heeehhh.. sampai waktunya kau jangan salahkan bila aku tidak memberi penjelasan lebih dulu" Lan See-giok gusar sekali oleh ucapan la-wan, dengan kening berkerut segera bentak-nya keras-keras. "Siapkan kapal untuk bertanding!" Bentakan tersebut diutarakan dengan suara menggeledek sehingga orang yang berada di kejauhanpun dapat terdengar de-ngan jelas. Sebuah perahu berpanggung datar yang kira-kira luasnya empat kaki segera berlayar mendekat. Dengan sorot mata yang berkilat tajam Lan See giok mengawasi si bajing air berbulu emas lekat-lekat, kemudian ujarnya lebih jauh. "Apabila kau sanggup mengungguli seorang saja diantara komandan kapalku itu, setiap perahu kami yang melewati mulut telaga akan membayar ongkos satu kali lipat lebih besar ...." Diam-diam si bajing air berbulu emas Ong Hua merasa girang, sebelum pemuda itu menyelesaikan kata katanya, ia sudah berte-riak nyaring. "Moga-moga saja pocu tidak menyesal!" Lan See giok tertawa angkuh. "Hmmm.. sebagai seorang pemilik benteng, aku tak bakal menyalahi janji, cuma bila kalian sudah keok ditangan anak buahku nantbi, bila kau tidjak segera membugbarkan organisabsimu itu segera akan kupenggal ba-tok kepalamu itu!" Sesungguhnya, walaupun si bajing air ber-bulu emas Ong Hua telah mendengar kalau ke empat komandan kapal Wi lim poo hanya memiliki ilmu silat yang biasa saja namun sampai pada taraf yang manakah masih be-lum diketahui sama sekali oleh nya. Berubah paras mukanya setelah mende-ngar perkataan Lan See giok itu, setengah menyesal dia manggut-manggut berulang kali "Ohh, sudah barang tentu!" sahutnya.

746

Dalam waktu singkat perahu untuk ber-tanding telah tiba, panggungnya rata dan licin seperti cermin, ketika tertimpa sinar mata hari senja segera memantulkan cahaya kemerah merahan. Komandan Nyoo memerintahkan perahu itu berhenti ditengah telaga, kemudian seru-nya. "Lapor pocu, hamba sebagai komandan pasukan terdepan memohon ijin dari pocu untuk melayani pertarungan ini" Lan See giok manggut-manggut, ujarnya dengan tenang: "Berhati-hatilah komandan Nyoo" Baru selesai dia berkata, komandan Nyoo telah melejit ke udara, tubuhnya yang tinggi besar seperti pagoda hitam melayang turun diatas panggung perahu itu dengan enteng dan tidak menimbulkan sedikit suara pun. Begitu menjejakkan kaki di lantai, dia segera mengadu sepasang senjatanya sehingga me-mercikkan bunga api. Dengan suara yang menggeledek dia segera membentak. "Barang siapa yang merasa bosan hidup silahkan saja naik ke panggung untuk ber-tanding!" Baru selesai dia membentak. lelaki berbaju hitam bersenjata palu yang berada di perahu abu-abu itu sudah membentak nyaring. "Toayamu akan datang melayanimu." Dalam bentakan keras dia melompat pula ke atas perahu panggung tersebut, kemudian meloloskan pula sepasang senjata palunya "Ayo cepat sebutkan namamu" bentaknya kemudian dengan mata melotot besar." "Selamanya palu toaya mu tak pernah membunuh manusia tak bernama!" "Kau tak usah mrengetahui si apza namaku, kalauw memang punya krepandaian, ayo di keluarkan saja semua." Lelaki kekar yang bernama Lok Jui" itu menjadi amat gusar, ia berteriak penuh kege-raman: "Bajingan tengik, tak usah banyak bicara lagi, serahkan nyawa anjingmu." Sambil berteriak dia menerjang ke muka, senjata ditangan kirinya memainkan jurus "bukit thai-san menindih kepala." sedang senjata ditangan kanannya dengan jurus "menyapu rata lima bukit" langsung mener-jang ke depan dengan tenaga serangan yang sangat hebat. Komandan Nyoo tertawa tergelak. "Haaahhh...haaaahhh....haaahhh....tam-paknya kau memang manusia gelandangan yang hanya main ngawur. coba lihat, jurus serangan macam beginipun berani kau perli-hatkan dihadapanku...?" Sembari berkata dia maju dua langkah ke depan, palu ditangan kirinya memainkan ju-rus. "menyingkap awan melihat rembulan", sedang palu

747

ditangan kanannya memainkan jurus "menyapu rata seribu prajurit" serangan itu bersama sama ditujukan kearah senjata musuh. "Duuuk. duuuk., .!" .. Dua kali benturan keras berkumandang di susul percikan bunga api memancar kemana mana. "diiringi dengusan tertahan. Lok Jui bergetar mundur sejauh tiga langkah lebih. Pada dasarnya komandan Nyoo memang tersohor karena tenaga alamnya yang hebat sekarang ditambah pula dengan khasiat Leng sik giok ji. boleh dibilang tenaga dalamnya telah maju satu kali lipat. Begitu hawa murninya digunakan. ia segera merasakan tenaga serangannya meng-gulung keluar sangat hebat. Menyaksikan Lok Jui kena didesak mun-dur semangatnya segera bangkit kembali, dengan menambah kekuatan serangannya ia membentak nyaring. "Roboh kau . . . . " Ditengah bentakan, tubuhnya mendesak maju ke muka, lalu palu kanannya dengan sepenuh tenaga dihantamkan ke dada lawan. Lok Jui tak mau memperlihatkan kele-mahannya dihadapan lawan, iapun mem-bentak keras sambil menyongsong datangnya serangan lawan dengan senjatanya "Blaammmm...!" Suatu benturan keras bergema memecah keheningan. ditengah percikan bunga a pi yang memancar kemana mana. Lok Jui menjerit kesakitan, pergelangan tangannya pecah dan senjatanya mencelat ke udara sementara tubuhnya bagaikan layang-layang putus benang meluncur ke belakang dan jatuh ke dalam air. Peristiwa ini kontan saja membuat paras muka si bajing air berbulu emas berubah he-bat, saking kagetnya dia sampai membuka mulutnya lebarlebar dengan mata terbelalak. Ketiga orang komandan lainnya yang ber-diri di sisi Lan See giok ikut dibikin tertegun, kemampuan komandan Nyoo, yang begitu dahsyat benarbenar membuat hati mereka bertiga merasa sangat terkejut. Bahkan komandan Nyoo sendiripun ikut dibikin tertegun, ia sendiripun tidak dapat percaya kalau tenaga dalam yang dimilikinya telah mencapai begitu sempurna. Tapi dengan cepat ia berhasil menguasai diri, sambil membentur-bentur kembali sepasang senjatanya. kembali dia membentak keras "Masih ada siapa lagi yang tak takut mam-pus, ayo silahkan maju ke depan!" Walaupun si bajing air berbulu emas Ong Hua berniat mengundurkan diri dari situ, namun mendengar tempik sorak yang gegap gempita dari

748

sekeliling tempat itu, panas juga hatinya dibuat. dari malu dia menjadi naik darah. dengan tekad mengadu jiwa segera teriaknya: "Huuuh, kalau cuma berapa bagian tenaga kerbau sih tak ada gunanya. kan jangan sombong dulu. coba lihat. aku akan segera memberi pelajaran kepadamu!" Sembari berseru dia melejit keb udara dan langjsung meluncur kge atas perahu pbanggung. Ketika komandan Ciang menyaksikan Ong Hua tidak membawa senjata: dia kuatir ko-mandan Nyoo tanpa sepasang senjata palunya bukan tandingan lawan. maka kepada Lan See giok segera bisiknya, "Lapor pocu---" Belum habis ucapnya Siau thi gou yang sudah merasa gatal sedari tadi, kini tak sanggup menahan diri lagi. segera teriaknya keras-keras. "Komandan Nyoo harap kau mundur. biar aku yang menghadapi si bajing air ini" Dalam bentakan keras tubuhnya sudah melayang ke perahu panggung, maka ketika ucapnya selesai diutarakan, tubuhnya sudah berdiri diatas panggung tersebut. Sebenarnya komandan Nyoo sedang merasa serba susah waktu itu, karena si ba-jing air berbulu emas Ong Hoa tidak mem-bawa senjata, dengan sendirinya dia pun tak bisa menghadapi lawan dengan mempergunakan senjata. namun bila dia harus menghadapi dengan tangan kosong belaka. ia pun tak yakin bisa menang. Sementara hatinya sedang risau dan geli-sah, Siau thi gou telah tampilkan diri meng-gantikan dirinya, hal ini membuat hatinya amat gembira, serta merta dia mengiakan dan melompat kembali ke perahu sendiri. Bajing air berbulu emas menjadi sangat geram ketika melihat Siau thi gou menam-pakkan diri menggantikan komandan Nyoo, dengan sorot mata buas ditatapnya bocah itu lekat-lekat, kemudian tegurnya penuh amarah. "Bocah keparat. siapa kau?" . Siau thi gou melototkan matanya bulat-bulat. kemudian jawabnya konyol. "Aku adalah orang Wi-lim-poo." Jawaban yang sangat konyol ini kontan saja membuat Lan See giok sekalian tak mampu menahan rasa gelinya lagi. mereka segera tertawa terbahak-bahak. Si bajing air berbulu emas maju lebih ke depan, kemudian bentaknya lagi. "Aku tanya siapakah namamu? Apa pula kedudukanmu?" "Ooooh. kau ingin mengetahui jbabatanku?" seruj Siau thi gou bgerlagak dewasa.b segera ditunjuknya komandan Nyoo di perahunya, lalu melanjutkan, "mereka orangnya besar tapi merupakan komandan kecil,

749

sedang aku mesti orangnya kecil, justru merupakan ko-mandan besar, mengerti kau?" `Bajing air berbulu emas tak dapat mena-han hawa amarahnya lagi, dengan sorot mata memancarkan sinar buas dia menyumpah." "Bajingan hitam, kau memang manusia keparat, rasakan sebuah pukulanku ini" Dalam bentakan mana, tubuhnya mener-jang ke muka, telapak tangannya diangkat dan langsung diayunkan ke bawah memba-cok tubuh Siau thi gou. Dengan melototkan matanya yang besar Siau thi gou mendengus dingin. dia menunggu sampai bacokan tersebut hampir mengenai tubuhnya kemudian baru bergeser ke samping dan menyongsong datangnya ancaman mana dengan ayunan tangan kanan. bajing air berbulu emas adalah seorang jago kawakan yang sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi pertarungan. dari cara Siau thi gou berdiri serta menyambut sera-ngannya secara gegabah, dia lantas menduga bahwa bocah ini lebih banyak mengandalkan tenaga kasarnya daripada otak. Maka sambil mendengus dingin dan menyumpahi didalam hati, bacokan tangan kanannya segera diubah menjadi cengke-raman dan kali ini mencengkeram tenggoro-kan Siau thi gou. Mendadak Siau thi gou tertawa tergelak, "Haaaahhh... haaahhh...haaahhh...Ong Hua, kau tertipu!" Dalam pembicaraan tersebut, tubuhnya berkelebat secepat kilat, dengan Jurus "naga menggulung dibalik awan" mendadak ta-ngannya yang dipakai untuk membendung serangan lawan dirubah dan segera mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan. Ong Hua sangat terkejut. dalam bentakan itu sebuah tendangan kilat langsung di lan-carkan ke perut Siau thi gou. Thi-gou mendengus dingin, sebelum ten-dangan kaki kanan Ong Hua mencapai sa-sarannya. dia sudah mengerahkan tenaga nya sambil menggetar.. Tak ampun lagi tubuh Ong Hua segera ter-betot naik ke tengah udara. Bentaknya ke-mudian. "Enyah kau darir sini !" Dalamz bentakan mana wtangan kanannyar segera melepas .... Diiringi jeritan kaget, tubuh Ong Hua segera meluncur ke depan dan langsung menumbuk ke atas kapal abu abunya.... Suasana diatas perahu abu-abu itu men-jadi panik dan kalut, sebaliknya Siau-cian dan Cay-soat tak bisa menahan diri lagi hingga tertawa cekikikan.

750

Berhubung tenaga lemparan Siau- thi-gou sangat kuat, ditambah pula tenaga Ong Hua sendiri yang sangat besar, biarpun ada empat orang lelaki kekar yang coba menyambut tubuhnya, tak urung kena tertumbuk juga sehingga semuanya roboh terguling ke atas geladak. Dalam kekalutan yang menyelimuti perahu tersebut, dua orang pemimpin beserta pulu-han orang lelaki lainnya serentak memasang gendewa serta meloloskan senjata masing-masing, Lan See giok yang menjumpai keadaan ini kontan saja memperingatkan. "Kalian semua sudah lama bercokol di mulut telaga dan memeras rakyat kecil, ber-bicara dari dosa kalian. Sudah sepantasnya bila kamu semua dijatuhi hukuman mati, namun mengingat kalian belum sampai me-lakukan kejahatan besar. maka kali ini kuberi kesempatan kepada kalian untuk menempuh jalan hidup baru, segera bubarkan perkumpulan dan kembali ke jalan yang benar, kalau tidak niscaya jiwa kalian akan kurebut! Habis berkata dia lantai menyentilkan jari tangannya ke arah depan .... Segulung desingan angin tajam diiringi suara sambaran angin yang luar biasa lang-sung menyapa panji biru di ujung tiang layar perahu abu-abu tersebut. "Kraakkk.." Panji biru bersulamkan bajing air berwarna emas itu segera patah den rontok ke bawah. Semua orang yang berada dalam perahu abu-abu itu menjadi ketakutan setengah mati. dengan wajah memucat dan mata me-lotot mulut melongo. mereka berdiri tertegun untuk sesaat. Bajing air berbulu emas Ong Hua yang ter-geletak diatas geladak kapalnya sudah keta-kutan setengah mati, sedari tadi ia merasa sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya. sementara keringat bercucuran dengan amat derasnya. Sebaliknya para anggota Wi Li Poo yang berada di ratusan bush kapal perang?", di sekeliling sana turut dibikin tertegun karena kagetnya, sekalipun mereka tahu kalau, pocu baru mereka yang masih muda ini memiliki ilmu silat yang hebat. namun tak ada yang menyangka kalau kelihaiannya telah menca-pai tingkatan yang begini luar biasa. Kepada komandan Nyoo yang masih berdiri tertegun pula. tiba-tiba Lan See giok berteriak keras: "Segera kembali kebarisan dan lanjutkan pelayaran!"" Komandan Nyoo mengiakan sambil mem-beri hormat, kemudian turun dari kapal panggung.

751

Kepada ketiga orang komandan lainnya. Lan See giok berkata pula sambil manggut-manggut. "Kalian bertiga pun boleh kembali ke kapal, untuk beristirahat. kita teruskan perjalanan menurut jadwal yang telah ditentukan. Selesai berkata bersama Siau Cian, Cay soat dan Siau thi gou, mereka masuk kembali ke ruang kapal keraton. Ketika si naga sakti pembalik sungai meli-hat Lan See giok sekalian berjalan masuk ke dalam, dia lantas tertawa terbahak bahak: "hahhhh .... haaahhh... haahh... agaknya si bajing air berbulu emas hendak mengguna-kan kesempatan ini untuk membuat pera-turan baru dan memaksa setiap perahu dari Wi lim Poo yang masuk keluar lewat selat telaga harus membayar ongkos, tak tahunya sarang merekapun ikut terbongkar.." "Engkoh tua." ujar Si Cay soat sambil menggandeng Siau cian.. mengambil tempat duduk "menurut pendapatmu, mungkinkah Ong Hua serta komplotannya masih tetap bercokol disini?" Tanpa sangsi si naga sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya berulang kali: "Tentu saja dia tak akan berani bercokol lebih jauh disini, cuma pepatah kuno bilang, bukit mudah dirubah, watak susah diganti. Setelah menderita kekalahan total disini, sudah pasti mereka akan memindahkan markas operasinya ke tempat lain!" "bBila demikian hjalnya, bukankahg sepan-jang jalban nanti kita masih akan menemui, pelbagai hambatan dari komplotan-komplo-tan yang lain.." tanya Siau cian kuatir. "Aku pikir tak akan ada hambatan lagi!" pelan-pelan si naga sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya. Selesai berkata, dia lantas menengok se-kejap kearah Hu yong siancu yang cuma tersenyum dengan mulut membungkam itu. Dengan senyum dikulum Hu yong siancu segera berkata:"Selewatnya mulut telaga kita akan sampai di sungai Tiang kang, memang perkumpulan dan komplotan yang bercokol di sepanjang sungai tersebut amat banyak, tapi peristiwa yang berlangsung hari inipun dengan cepat akan tersiar sampai di mana-mana, aku pikir semestinya memang tiada orang yang berani menghadang perjalanan kita lagi..." Sementara pembicaraan berlangsung, mata hari sudah tenggelam di ujung langit, bebe-rapa lentera mulai menerangi ruang perahu, para dayang dan kacung pun mulai menghi-dangkan makan malam. Ketika rombongan kapal memasuki sungai Tiang kang, waktu menunjukkan kentongan pertama.

752

Waktu itu angin berhembus sangat ken-cang, ombak menggulung gulung setinggi anak bukit, langit yang gelap dan kapal yang oleng membuat kapal-kapal tersebut terpisah sampai sejauh dua tiga puluh kaki lebih. Biarpun demikian, kapal-kapal perang itu masih tetap bergerak maju, meski antar ujung dan akhir dari rombongan terpisah sampai berapa li jauhnya. Malam itu suasana aman tanpa kejadian apa-apa, menjelang kentongan kelima datang nya sang fajar, ombak mulai mereda dan anginpun berhenti berhembus, dengan tiga layar penuh, semua kapal berlayar dengan kecepatan tinggi. Dalam cuaca yang cerah bermandikan ca-haya keemas emasan, Lan See giok, Siau cian, Cay soat dan Thi gou berdiri di ujung, geladak kapal, sambil menikmati keindahan alam di pagi itu. Tiba-tiba.... Dengan sorot mata berkilat Lan See giok menuding ke arah timur sungai sambil seru nya gelisah: "Coba kalian lihat, mungkin dib depan sana lagji-lagi terjadi gsuatu peristiwab." Dengan perasaan tidak percaya Siau cian, Cay soat dan Siau thi gou berpaling, ke arah yang ditunjuk pemuda tersebut:.. Betul juga, pada permukaan sungai di se-belah timur, tiba-tiba muncul puluhan buah titik hitam, tampaknya pasukan depan kapal-kapal perang Wi lim poo telah mulai berkumpul dan siap menghadapi peperangan. Memandang hal ini, Siau cian segera ber-kata: "Agaknya, kekuatan yang datang kali ini masih jauh lebih kuat dari pada kekuatan yang dipimpin, si Bajing air berbulu emas kemarin..." "Akan kusampaikan kabar ini kepada bibi dan Thio loko," kata Thi gou tibatiba dengan langkah cepat ia segera lari masuk ke ruang kapal. Memandang kapal yang mulai berkumpul semua itu, Lan See giok berkerut kening, dan gumamnya seorang diri: "Tampaknya kekuatan yang muncul di de-pan sana tak kalah dari kekuatan Wi lim poo, tapi dari perkumpulan manakah itu?" Siau cian dan Cay soat juga tidak tahu, karenanya mereka menggeleng dengan kebi-ngungan. Pada saat itulah dari pasukan depan sana secara lamat-lamat kedengaran suara terom-pet yang dibunyikan nyaring. Menyusul kemudian dari kapal-kapal pe-rang yang berada di sayap kiri dan kanan bergema pula suara terompet balasan, kemu-dian semua kapal bergerak bersama menuju ke depan dan bergabung dengan pasukan pelopor.

753

Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat dari kapal sebelah kiri, komandan Ciang dari pasukan naga sakti telah melom-pat turun ke sebuah sampan kecil dan buru-buru menuju ke kapal Lan See giok dengan wajah tergesa-gesa. Sementara itu, Hu yong siancu dan Naga sakti pembalik sungai telah muncul pula dari ruang perahu bersama Siau thi gou. Begitu bersua dengan Lan See giok sekalian, komandan Ciang segera berseru. "Lapor pocu, parsukan pelopor tzelah mengi-rim wtanda bahaya karlau musuh tangguh te-lah berada di depan mata." "Ehmmmm" Lan See giok berkerut kening, "tahukah komandan Ciang, pasukan musuh berasal dari perkumpulan mana?" "Hal ini harus diperiksa dulu dari panji yang berkibar di ujung layar perahu lawan." Dalam pembicaraan mana, Hu yong siancu bertiga telah menghampiri mereka. Naga sakti pembalik sungai memandang se kejap ke arah timur, kemudian manggut-manggut. "Ehmm, ucapan komandan Ciang memang benar, agaknya kekuatan pasukan lawan ti-dak kalah dengan kekuatan Wi lim poo kita!" Hu yong siancu cukup mengerti, apabila pasukan kapal dalam jumlah besar terlibat di dalam suatu pertarungan, maka dari kedua belah pihak tentu akan berjatuhan korban, apalagi menyaksikan pasukan sayap kiri dan kanan telah menyongsong keda-tangan musuh dengan cepat, suasana benar-benar amat tegang. Ia tahu kedua pasukan sayap kiri dan kanan sedang membantu pasukan pelopor melakukan penghadangan, ini dilakukan untuk mencegah pasukan musuh menyerbu ke lambung pasukan induk mereka sehingga mengacaukan barisan. Oleh sebab itu kepada komandan Ciang segera serunya: "Cepat lepaskan tanda untuk menghenti-kan pelayaran, secepatnya kita sambut mereka! Komandan Ciang mengiakan dan buru-buru menuju ke buritan kapal ..... Dari sikap Hu yong siancu yang begitu serius, Lan See giok sadar kalau masalahnya amat gawat, sebagai seorang pemuda yang sama sekali tidak berpengalaman di dalam pertarungan di atas air, ia memutuskan un-tuk menerima petunjuk dari bibinya saja. Suara bentakan-bentakan bergema dari dasar kapal, lalu terdengar kapal dikayuh lebih kencang, perahu itupun melesat ke de-pan lebih cepat lagi.

754

"Siau thi gou ikut lari ke buritan, kapal, dari situ dia saksikan ada dua puluhan da-yung panjang, yang sedang mengayuh kapal menuruti irama yang teratur, buih-buih air memancar kemana mana. Ketika suara terompet panjang dan pendek dibunyikan bergantian, pasukan sayap kiri dan kanan yang sedang bergerak ke depan itu segera mengendorkan dayungan dan sama-sama menyingkir ke samping. Pada saat inilah sebuah sampan kecil me-luncur datang menentang ombak dengan ke-cepatan tinggi ..... Dalam waktu singkat sampan tersebut su-dah mendekati kapal besar ..... Lan See giok melihat diatas sampan itu duduk empat orang memegang dayung de-ngan seseorang berdiri di atas geladak, sam-pan meluncur tiba dengan kecepatan luar biasa. Ketika sampan dan kapal besar saling ber-papasan orang itu dengan sigap, melompat naik ke atas geladak dan lari menuju ke de-pan Lan See giok. Dalam sekilas pandangan saja Lan See giok dapat mengenali bahwa orang itu, adalah si lelaki setengah umur yang memberi laporan kemarin. Begitu tiba dihadapan Lan See giok, lelaki setengah umur itu segera memberi hormat sambil memberi laporan: "Lapor pocu, pasu-kan kapal perang dari telaga Pek toh oh telah menghadang perjalanan kita, bahkan nam-paknya ada maksud menantang untuk ber-perang, harap pocu memberi keputusan!" Begitu mendengar nama "pek-toh oh" Lan See giok segera teringat pula dengan Si mak-hluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebagai bi-ang keladi atas musibah yang menimpa ayahnya, dengan penuh amarah ia segera membentak: "Turunkan perintah, untuk siapkan perta-rungan, tenggelamkan semua kapal musuh!" Lelaki itu mengiakan dan membalikkan badan siap berlalu dari situ... "Berhenti!" tiba-tiba Hu yong siancu mem-bentak keras. Lelaki setengah umur itu tak berani mem-bangkang perintah, ia segera menghentikan langkahnya. Sementara itu Hu yong siancu telah berpaling kearah Lan See giok sambil berkata dengan suara dalam: "Sekarang pasukan kapal perang dari te-laga kelinci putih telah menghentikan gera-kan mereka, sudah sepantasnya kalau kita-pun berusaha untuk menghindari benturan secara kekerasan dengan pihak mereka se-hingga terhindar dari kerugian di kedua be-lah pihak dan menyebabkan rencana perja-lanan kita ke pulau Wan san terpengaruh Paras muka Lan See giok hijau membesi, bibirnya pucat dan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya. sambil me-ngulapkan

755

tangannya untuk memerintahkan laki setengah umur itu pergi, Hu yong siancu berkata lebih jauh: "si makhluk bertanduk tunggal pribadi te-lah tewas, dia sudah menerima ganjaran sebagai akibat dari perbuatannya, apa yang telah dilakukan olehnya pribadi telah diper-tanggung jawabkan oleh dirinya sendiri, hal tersebut sama sekali tak ada sangkut paut-nya dengan orang lain, mengapa kau malah melampiaskan amarahmu kepada orang lain.... Paras muka Lan See giok masih belum juga pulih kembali, namun ia mendengarkan de-ngan tubuh mematung. Sementara itu layar pada kapal keraton telah diturunkan, karena jaraknya dengan kapal pemimpin pihak Pek toh oh tinggal seratus kaki saja. Dari kejauhan mereka dapat melihat bahwa semua anggota pasukan dipihak kapal perang telaga kelinci putih sama-sama me-ngenakan pakaian berkabung, sedang pada tiang ujung kapal pemimpin mereka berkibar sebuah panji besar berwarna kuning yang di tengahnya bersulamkan sebuah kelinci ke-mala. Lan See giok sekalian yang menyaksikan kejadian tersebut merasa tidak habis mengerti, sampai mereka saksikan pakaian berkabung yang dikenakan setiap orang yang berada di kapal perang lawan, mereka baru mengerti apa gerangan yang terjadi, rupanya semua anggota Pek toh oh sedang berkabung untuk kematian pemimpin mereka si Mak-hluk bertanduk tunggal Si Yu gi. ""Tapi, bukankah si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sudah mati banyak tahun, mengapa orang-orang itu masih juga mema-kai pakaian berkabung? Mungkinkah bela-kangan ini mereka baru mendapat tahu ten-tang kematian si makhluk bertanduk tunggal itu? Sementara itu kapal sudah berlayar sema-kin lambat, dua buah layar yang tersisapun telah -diturunkan, dengan begitu kapal hanya bergerak mengandalkan dayung. Kapal besar yang ditumpangi komandan Nyoo, segera bergerak pula mendekat untuk menyongsong kedatangan kapal keraton tersebut. Lan See giok memperhatikan sekejap keadaan di sekitar situ, kemudian memberi tanda agar berhenti, kapal keraton itu makin melambatkan gerakannya sebelum akhirnya berhenti. Dalam pada itu, dari jarak empat puluh kaki di depan sana, pelan-pelan muncul pula sebuah perahu bertingkat dua berwarna putih yang pelanpelan bergerak meninggal-kan pasukan perang Pek toh oh. Dengan sorot mata yang tajam Lan Se giok dapat melihat, bahwa diantara sekawanan jago lelaki perempuan yang berdiri di ujung geladak, berdiri

756

pula seorang nyonya muda berwajah cantik yang mengenakan pakaian berkabung. Nyonya muda itu amat cantik dengan wa-jah yang bersih, mata yang jeli dan bibir yang merah, sepasang pedang tersoren di pung-gungnya, biarpun ia tidak berdandan namun tidak mengurangi daya tariknya... Naga sakti pembalik sungai segera mem-peringatkan Lan See giok: "Nyonya muda berbaju putih yang berdiri di depan sana adalah istri makhluk bertan-duk tunggal yang disebut Giok toh hujin dia adalah putri bungsu pemimpin telaga yang lampau, bernama Pek Gwat go, selain permainan sepasang pedangnya, ilmu di dalam airnya sempurna, jarum perak berbulunya juga hebat dan khusus mematahkan hawa khikang pelindung badan, bila terjadi perta-rungan nanti, kau mesti bertindak lebih ber-hati hati." Sementara pembicaraan berlangsung, perahu dari kedua belah pihak telah ber-henti, pada jarak tujuh delapan kaki, tapi berhubung arus sungai amat deras, mereka-pun menurunkan jangkar masing-masing. Dengan sikap yang tenang Giok toh hujin Pek Gwat go berdiri di ujung geladak, sorot matanya yang tajam menatap Lan See giok tanpa berkedip, wajahnya dingin dan mulut-nya membungkam dalam seribu bahasa: Di belakangnya berdiri seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang memakai pula pakaian berkabung, setelah memandang sekejap kemari, buru-buru dia mendekati Pek Gwat go sambil membisikkan sesuatu di sisi telinganya. Paras muka Pak Gwat go tetap tenang dan hambar, hanya sorot matanya yang jeli me-mandang sekejap ke arah naga sakti pemba-lik sungai Thio lo enghiong.. kemudian ia manggut-manggut seperti mengijinkan atau menyetujui suatu persoalan. Kakek berpakaian berkabung itu segera maju ke depan, kemudian setelah menjura katanya dengan lantang. "Nyonya kami ada perintah untuk bertanya kepada naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong dari telaga Phoa yang, mengapa ia berada di kapal keraton dari Wi lim poo? Mohon Thio lo enghiong sudi menjawab." Naga sakti pembalik sungai segera tertawa terbahak bahak, sahutnya dengan nyaring: "Berikan jawaban kepada nyonya kalian, katakanlah, aku sedang menemani Lan siau hiap berangkat ke pulau Wan san untuk bertarung melawan tiga manusia aneh dari luar samudra dan berusaha melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan, oleh karena tekad Lan siauhiap mulia, maka aku-pun bersedia mempertaruhkan jiwa tuaku untuk menemani Lan

757

siauhiap menuju ke-luar samudra, sudah barang tentu aku harus berada di perahu ini." "Mengapa manusia bengis Oh Tin san dari Wi lim poo tidak nampak di perahu ini?". tanya kakek itu lagi. Naga Sakti pembalik sungai segera mengelus jenggotnya dan tertawa tergelak. "Haahhhh... haaaahh.. haaaahh... Oh Tin san suami istri telah mampus, mana mung-kin mereka dapat muncul lagi di tempat ini?" Mendengar jawaban tersebut berubahlah wajah Pek Gwat go, sementara kawanan jago yang berada di belakangnya turut berdiri tertegun ...... Sambil tersenyum kembali si naga sakti pembalik sungai menjelaskan:" "Apabila Oh Tin San suami istri masih hidup di dunia ini, masa aku mau menaiki kapal keratonnya? Hu jin adalah orang yang pintar, tentunya aku tak usah menerangkan lebih jauh bukan." Tampak Pek Gwat Go manggut-manggut, kemudian ia membisikkan sesuatu kepada si kakek berbaju putih itu. Kakek tadi manggut-manggut dan serunya lantang, "Setelah kematian Oh Tin San si tua bangka celaka itu, siapa yang menguasai Wi lim poo sekarang?" "Lan siauhiap..." Sambil berkata dia menuding kearah Lan See giok yang masih berdiri dengan wajah angkuh. dengan sorot mata yang jeli Pek Gwat go memperhatikan sekejap kearah Lan See giok, kemudian mengerling lagi dengan sinis. Menjumpai keangkuhan dan kepongahan Pek Gwat go, Si Cay soat jadi mendongkol sekali, tiba-tiba dia berseru dengan suara dalam: "Apa maksud kalian menghalangi perja-lanan kami sehingga mengacaukan jadwal yang telah kami rencanakan? Sekarang, aku minta hujin kalian memberikan pertang-gungan jawabnya." Pek Gwat go melirik sekejap kearah Cay soat dengan dingin, wajahnya tetap angkuh dan sama sekali .tidak menggubris, Sebalik nya si kakek berbaju putih itu segera men-jawab dengan lantang: "Harap nona jangan marah, berhubung Oh Tin San telah menotok mati pemimpin kami Si Yu gi secara diam-diam, maka kami ber-sumpah akan membalas dendam atas sakit hati tersebut, oleh karena kalian memakai kapal-kapal milik Wi lim poo, tentu saja kami harus mencegat untuk memeriksanya." Hu yong siancu segera berkerut kening tiba-tiba ia bertanya dengan keheranan:

758

"Perbuatan Oh Tin san menotok mati Si Oh-cu dalam sebuah peti mati bobrok meru-pakan sebuah rahasia yang jarang di ketahui orang, darimana kalian bisa mengetahui tentang peristiwa tersebut?" Begitu perkataan tersebut diutarakan, Pek Gwat go serta puluhan orang jago yang berada dibelakangnya diam-diam merasa terkejut, sebab biarpun perkataan dari Hu-yong siancu itu tidak diutarakan dengan suara keras, namun ditengah hembusan angin sungai yang begitu kencang, orang yang berada di perahu sejarak puluhan kakipun dapat menangkap dengan jelas, hal tersebut benar-benar sangat mengejutkan hati mereka. Setelah berhasil menenangkan diri, dengan wajah serius kakek berbaju putih itu berkata lagi: "Menjawab pertanyaan nyonya, orang bi-lang, Jika tak ingin diketahui orang, jangan-lah melakukan hal tersebut. Oh Tin san telah melakukan perbuatan terkutuk yang amat keji, mana mungkin rahasia tersebut dapatb disimpannya sajmpai lama Ketigka Siau cian mebnyaksikan sepasang mata Pek Gwat go yang jeli mengawasi adik Gioknya tanpa berkedip, diam-diam ia men-jadi amat gusar, maka setelah mendengar perkataan itu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya. "Hmmm!" dia mendengus dingin, "andai-kata Lim lo pacu Toan Ki tin dari telaga Tong ting tidak punya maksud lain dengan me-nyampaikan kabar tersebut kepada kalian mana mungkin selama hidup kalian tak akan mengetahui kabar tersebut." Sekali lagi paras muka Pek Gwat go sekalian berubah serentak mereka alihkan pandangan matanya ke wajah Siau cian. Hu yong siancu kuatir Siau cian membawa persoalan itu jauh dari masalah yang sebe-narnya sehingga menimbulkan perseng-ketaan baru, cepatcepat dia mengalihkan pokok pembicaraan kembali, lalu ujarnya: "Dengan kematian Oh Tin san suami istri arwah Oh-cu kalianpun dapat beristirahat dengan tenang dialam baka, berarti dendam sakit hati ini sudah seharusnya diselesaikan hingga disini saja, kuharap kedua belah pi-hak dapat menghindari bentrokan phisik se-cara langsung hingga tidak menimbulkan pembunuhan yang tak berguna, sekarang kumohon kalian menyingkir dari sini, agar rombongan kapal perang dari Wi lim poo da-pat meneruskan perjalanannya." Tampak Pek Gwat go menggerakkan bibir dan berbisik lagi kepada si kakek tersebut, Kakek berbaju putih itu manggut-manggut, kemudian berseru dengan lantang: "Perkataan nyonya memang amat tepat, sejak kini kami tak akan menarik panjang lagi tentang peristiwa tersebut. Cuma saja, menurut berita yang

759

tersiar di luaran, konon pejabat pocu Wi lim poo yang baru Lan See giok memiliki kepandaian silat hebat yang mampu mengungguli tiga manusia aneh dari luar samudra, hujin kami merasa kesem-patan seperti ini sukar dijumpai, karena itu ia berkeinginan untuk mengajak Lan pocu bertarung beberapa gebrakan." Lan See giok berkerut kening mencorong sinar tajam dari balik matanya, paras muka yang memucat berubah menjadi hijau mem-besi, dia bertekad hendak membunuh istri Si Yu gi ini didalam air agar dendam kesumat-nya dapat terlampiaskan. Hu yong siancu adalah seorang perempuan yang pernah merasakan bagaimana kehila-ngan suami, maka terhadap Pek Gwat bgo yang mengenajkan pakaian bergkabung itu dia bmenaruh perasaan simpatik. Maka ketika menyaksikan mimik wajah Lan Sea giok tersebut, dia tahu kalau pe-muda tersebut sudah dicekam oleh hawa napsu membunuh, sadar kalau hal ini tak bisa dicegah lagi, dia menggelengkan kepalanya sambil menghela napas dan ma-suk kembali ke dalam ruangan perahu. Sementara itu, meskipun Lan See giok dicekam oleh hawa amarah yang meluap na-mun sorot matanya tak pernah beralih dari Hu yong siancu, maka ketika dilihatnya pe-rempuan itu masuk ke ruang perahu sambil menghela napas sedih. ia menjadi terperan-jat. "Bibi..." serunya tanpa terasa. Hu yong siancu menghentikan langkah nya kemudian berpaling ke arah pemuda terse-but, katanya kemudian dengan lembut: "Kalau ingin bertarung. batasilah hanya sampai saling menutul, jangan dikarenakan urusan kecil menyebabkan masalah besar terbengkalai, perjalanan kita masih jauh. kita mesti menghemat waktu dan tenaga untuk menghadapi masalah mendatang, badanku kurang enak sekarang, biar aku beristirahat dulu, kalian tak usah ikut aku. " Selesai berkata, pelan-pelan dia berjalan masuk ke dalam ruang perahu. . Sebenarnya Cay soat dan Siau cian hendak mengikuti Hu yong siancu masuk ke dalam, tapi setelah mendengar pesan ini, mereka tak ada yang berani mengikutinya lagi. Tampaknya si naga sakti pembalik sungai dapat memahami perasaan Hu yong siancu waktu itu, kepada Lan See giok segera bisik-nya: "Saudara cilik, batasi saja pertarungan nanti dengan saling menutul, selesai urusan disini kita mesti meneruskan perjalanan lagi." Lan See giok yang melihat wajah bibinya murung dan tak senang hati, kontan saja perasaannya menjadi tak tenang, api amarah nya menjadi padam sama sekali, minatnya untuk bertarung melawan Pek Gwat go pun menghilang.

760

Ketika ia mendongakkan kepalanya lagi tampak Pek Gwat go yang berada di atas perahunya telah melepaskan pakaian berka-bung sehingga hanya mengenakan pakaian untuk renang, sepasang pedangrnya telah dilolzoskan dari saruwng. Pek Gwat gro memiliki bentuk badan yang kecil mungil, payudaranya montok, ping-gangnya kecil dan pinggulnya besar, sepasang pahanyapun kelihatan langsing dan amat indah. Baik anggota Wi lim poo maupun anggota Pek toh oh sama-sama tertegun oleh kejadian ini, sekalipun diatas kapal keraton berdiri dua orang gadis secantik bidadari dari kah-yangan, namun gaya Pek Gwat go justru mendatangkan suatu kesan yang lain". Lan See giok tidak berminat untuk mem-perhatikan gaya Pek Gwat go tersebut, ia segera maju dua langkah ke depan, lalu setelah menjura ujarnya dengan suara dalam: "Berhubung aku masih ada urusan penting yang mesti diselesaikan secepatnya di pulau Wan san, hari ini tak ads waktu bagiku un-tuk melayani keinginanmu tersebut, kalau ingin bertarung, lebih baik kita langsungkan di atas perahu saja ...." "Sudah lama aku dengar akan kehebatan ilmu silat pocu, itulah sebabnya kumohon petunjuk darimu, sebagai seorang pocu yang menguasai wilayah air, aku yakin Lan pocu pasti mahir dalam pertarungan di darat maupun di air, itulah sebabnya kumohon pocu bertarung di dalam air saja...." Semua perkataan dari Pek Gwat go itu di utarakan dengan suara yang lembut dan merdu, begitu enak didengar seolah-olah mempunyai suatu daya tarik tertentu. Dengan kening berkerut Lan See giok ter-tawa dingin, ia hendak mengucapkan se-suatu, namun tiba-tiba Si Cay soat telah membentak nyaring, sambil menuding ke arah Pek Gwat go dia berseru: "Kau tak usah memojokkan posisi orang atau sengaja mengulur waktu lagi, asal kau mampu mengungguli pedangku ini engkoh Giok pasti akan melayani keinginanmu itu." Sambil berkata, dia lantas memutar perge-langan tangannya diantara kilauan, cahaya yang menusuk pandangan mata pedang Jit hoa kiam telah diloloskan dari sarungnya. Naga sakti pembalik sungai cukup menge-tahui akan kelihaian jarum bulu kerbau dari Pek Gwat go, buru-buru dia, berbisik. "Adik Soat harap mundur dengan segera, biar engkoh Giok yang menyelesaikan per-soalan ini, jangan lupa dengan pesan Han lihiap sehingga membengkalaikan urusan besar."

761

oooOooo BAB 35 WALAUPUN Si Cay soat merasa cemburu di samping gusar, tapi setelah teringat dengar pesan bibinya, sudah barang tentu tak berani berkeras kepala lagi. Tiba-tiba Siau thi gou berteriak keras. "Lebih baik kalian beristirahat semua, biar aku saja yang bertarung melawan nyonya muda ini." Sambil berkata dia lantas melepaskan pakaian atas dan bersiap mencopot celananya pula. Merah dadu selembar wajah Cay soat dan Siau cian melihat ulah bocah tersebut, buru-buru ia berseru: "Hai Thi gou, mau apa kau?" Siau thi gou mengencangkan kembali tali kolor celananya, kemudian menerangkan. "Aku lupa membawa pakaian renang, maka aku mau bertelanjang saja ...." Atas jawaban ini, semua orang hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali, mereka benar-benar dibuat tertawa getir. Tiba-tiba, nampak Pek Gwat go berkerut kening, dengan menunjukkan wajah kecewa kembali dia berpaling kearah kakek tadi dan membisikkan sesuatu. Kakek itu mengang-guk, kemudian berseru lantang: "Majikan kami bilang, bila pocu kalian ti-dak mengerti ilmu di dalam air, biarlah perta-rungan hari ini tak usah dilangsungkan lagi.." Lan See giok gusar sekali atas perkataan tersebut, dengan kening berkerut dia hendak mengucapkan sesuatu, tapi naga Sakti pem-balik sungai Thio lo enghiong telah tertawa tergelak. seraya berkata: "Bukan, aku sengaja mengunggulkan diri, berbicara yang benar, selain Hu yong Siancu Han lihiap yang tangguh dalam air, mungkibn tiada orang kjedua yang mampug menandingi Lanb Siauhiap, bahkan aku sendiripun belum tentu sanggup bertarung beberapa gebrakan melawan Lan Siauhiap di dalam air, jadi kalian jangan berkata yang bukan-bukan.... Mendengar ucapan ini, dengan wajah di-ngin dan kaku Pek Gwat go segera berseru "Kalau memang begini, akan kutunggu ke-datangannya didalam air..,." Selesai berkata tubuhnya melejit ke udara dan melompat sejauh beberapa kaki... menyusul kemudian tubuhnya berjumpalitan diangkasa, sepasang pedangnya diputar menciptakan dua gulung lingkaran cahaya, tubuhnya berubah arah, sekarang dengan kepala di bawah kaki diatas dia menyusup ke dalam air.

762

"Byuuurrr. . . ." Bunga air memercik ke mana-mana, tahu-tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Kagum sekali segenap jago dari Wi lim Poo dan Pek toh oh yang menyaksikan kejadian ini, tempik sorak bergema memecahkan keheningan ..... Siau cian dan Cay soatpun diam-diam merasa kagum, naga sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya, Siau thi gou membelalakkan matanya lebar-lebar dan ko-mandan Ciang sekalian berdiri melongo... Lan See giok menundukkan kepalanya dan memperhatikan sekejap gulungan ombak di sungai, kemudian sambil tertawa hambar dia membebaskan ujung bajunya, bagaikan se-ekor rajawali raksasa tubuhnya melayang turun ke bawah. Secara beruntun dia berputar tiga lingka-ran dulu di tengah udara, kemudian baru menyusup ke dasar sungai. demonstrasi yang begini indah tersebut kontan saja membuat semua jago yang berada di perahu abu-abu itu tertegun, sekarang mereka baru sadar, bila Pek Gwat go ingin mengalahkan Lan pocu yang masih muda dan lihay ini, hal tersebut lebih sukar dari pada naik ke langit. Naga sakti pembalik sungai yang berada di atas perahu manggut-manggut sambil mengelus jenggot, wajahnya nampak berseri dan menunjukkan rasa bangga. Siau cian dan Cay soat saling bertukar pandangan sekejap, tak tahan mereka menutupi mulutnya dan tertawa cekikikan. Siau thi gou membelalakkan pulba mata-nya. lebjar-lebar sambilg membuka mulutnbya lebar-lebar, dengan termangu dia awasi gulungan ombak di tengah sungai, mulutnya yang melongo seperti ingin mengucapkan se-suatu, namun tidak diketahui olehnya apa yang hendak diucapkan keluar. Untuk beberapa saat lamanya suasana di sekeliling sungai itu amat hening, semua jago dari kedua belah pihak sama-sama dialihkan ke permukaan sungai di mana Pek Gwat go dan Lan See giok melenyapkan diri. Mereka semua memusatkan pikiran dan perhatiannya, sambil menguatirkan menang kalah majikan masing-masing, sebab sejak terjun ke dalam air, baik Pek Gwat go mau pun Lan See giok sama-sama tidak muncul kembali dari permukaan air." Beberapa saat sudah lewat, namun kedua orang itu belum juga menampakkan diri. Semua Jago yang berada di kedua belah pihak mulai berkerut kening, mereka benar-benar merasa tidak habis mengerti.

763

Berapa saat kembali lewat, ombak masih menggulung gulung tapi tak nampak sesosok manusia pun yang menampakkan diri. Saat itu si naga sakti pembalik sungai dam Cay soat maupun Siau cian mulai mengerut-kan dahi dengan perasaan gelisah dan tidak tenang. Siau thi gou yang paling menguatirkan ke-selamatan kakaknya, ia sudah lari masuk ke dalam ruangan dan mengundang Hu yong siancu keluar. Begitu berdua dengan Hu yong siancu yang gelisah, naga sakti pembalik sungai segera berkata dengan cemas: "See giok sudah lama terjun ke dalam air, tapi sampai sekarang belum juga menampakkan diri...." Hu gong siancu tidak menjawab, cepat-ce-pat dia menuju ke ujung geladak kemudian memeriksa keadaan arus air. Dalam pada itu, kawanan jago yang berada di perahu abu-abu itu sudah mulai gugup, seperti juga di pihak Wi lim poo, mereka dibuat gelagapan sendiri. Hu yong siancu memandang sekejap keadaan sungai, tapi berhubung arus sungai amat deras, maka sulit baginya untuk me-nemukan sesuatu pertanda. Siau cian dan Cray soat sudah azmat gelisah hinwgga mengucurkanr air mata, mereka me-maksa untuk menyusul ke bawah sungai, namun selalu dicegah oleh naga Sakti pem-balik sungai. Hu yong siancu memperhatikan lagi sua-sana di bawah air, kemudian dengan nada kurang pasti katanya: "Kalau dilihat keadaannya, pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu berjalan sengit ....... "Tapi kalau berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok rasanya dia tidak membutuhkan waktu selama ini untuk mem-bereskan Si hujin" sela naga Sakti pembalik sungai. Hu yong siancu manggut berulang kali, kemudian katanya lagi agak sangsi: "Tapi itupun belum tentu, bila si hujin ti-dak mempunyai keyakinan untuk berhasil, iapun tak akan berani menantang anak, Giok untuk bertarung." Siau cian dan Cay soat merasa gelisah sekali, tapi sebelum mendapat persetujuan dari Hu yong siancu, mereka berdua tak be-rani turun tangan secara sembarangan. Tiba-tiba terdengar naga sakti pembalik sungai bertanya kepada kapal di seberang sana. "Tolong tanya saudara, apakah di dasar sungai ini terdapat gua atau pusaran air?" Setelah menyeka keringat yang membasahi jidatnya. kakek berbaju putih itu mengge-lengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan gelisah.

764

"Menjawab pertanyaan lo enghiong, kami sendiripun tidak tahu menahu, Harap lo-enghiong bersedia menjadi penengah dalam peristiwa ini untuk terjun ke sungai dan melihat keadaan, menurut pendapatku hujin kami bukan tandingan Lan pocu, bisa jadi telah terjadi suatu peristiwa didalam air" "Harap kau tak usah gelisah" Jawab naga sakti pembalik sungai dengan cepat. "Menurut pengamatan Hu-yong siancu Han lihiap, pertempuran masih berlangsung amat seru didalam air" Mendengar mama "Hu-yong siancu". segenap jago yang berada diatas perahu abu-abu itu menjerit tertahan, sorot mata mereka serentak ditujukan kemari dengan perasaan kaget. rasa gelisah dan tak tenang yang se-mula mencekam perasaan merekapun terlu-pakan untuk sementara waktu. Berapa saat kemudian kakek berbaju putih itu sudah berhasil menenangkan kembali hatinya, ia segera menjura seraya berkata dengan hormat" "Kalau memang Han lihiap hadir disini, mengapa tidak lo-enghiong katakan semenjak tadi? daripada kedua belah pihak harus bertempur dan membuang waktu yang ber-harga. Bila nyonya kami tahu kalau Han lihiap berada diatas kapal, tak mungkin dia akan menantang Lan pocu untuk berduel Belum selesai ia berkata. dari bawah per-mukaan air kedengaran suara air membelah ke samping, lalu tampak sesosok bayangan manusia melompat keluar. Ketika semua orang mengalihkan matanya serentak seruan kaget bergema dimana mana ternyata orang yang munculkan diri adalah Pek Gwat go, cuma pedangnya tinggal se-be-lah. Tapi setelah menghembuskan napas dan berganti napas baru, kembali dia menyelam ke dalam air. Dengan perasaan gelisah Cay soat dan Siau cian bersama sama meloloskan pedang masing-masing, ketika tertimpa sinar mata-hari, senjata tersebut segera memantulkan sinar yang amat menyilaukan mata . . . Hu yong siancu yang melihat hal ini cepat-cepat mencegah, kemudian ujarnya lagi sam-bil memandang ke sungai, "Kalau dilihat dari keadaan, mereka, agaknya pertarungan diantara kedua orang itu belum berhasil menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, kalian berdua tidak usah bertindak secara gegabah dari-pada

765

ditertawakan orang di kemudian hari, betul tak akan menciptakan pertarungan massal, tapi bisa di ejek orang sebagai golo-ngan yang hendak mencari kemenangan de-ngan mengandalkan jumlah yang banyak .... Sebelum selesai dia berkata. dari balik permukaan sungai tiba-tiba muncul segum-pal darah kental. "Aaahhh!" Semua orbang yang menyakjsikan kejadian gini berseru kagbet. bahkan Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai pun ikut terkejut sehingga paras mukanya berubah. Tapi gumpalan darah yang muncul itu segera buyar terbawa oleh arus sungai. Kakek berbaju putih serta puluhan orang jago yang semula bergembira melihat ke-mun-culan Pak Gwat go tadi. kini dicekam lagi oleh perasaan tegang setelah melihat cucuran darah itu.. Perasaan gelisah, ngeri dan panik kini menyelimuti wajah setiap orang yang berada di sana. Sebab setiap orang dapat merasakan bah-wa cucuran darah yang begitu deras tak mungkin keluar dari tubuh seseorang bila kepalanya tak sampai terpenggal atau dada nya robek besar. Pada. saat itulah.... Air sungai kembali merebak ke samping Pek Gwat-go dengan pedang tunggalnya telah muncul lagi dari balik permukaan air. Rasa gelisah dan tegang yang sekian lama mencekam perasaan si kakek berbaju putih serta puluhan orang jagonya itu segera berubah menjadi perasaan terkejut dan gi-rang, serentak mereka bersorak sorai dengan penuh kegembiraan. Berbeda dengan Siau-cian, Cay soat dan Siau thi gou, mereka rasakan kepalanya seperti disambar geledek. menyangka pemu-da tersebut sudah mendapat celaka, hampir saja mereka jatuh pingsan .... Tapi Pek Gwat go hanya sebentar berada di permukaan air, setelah memandang sekejap kearah permukaan sungai dengan panda-ngan kaget. dia menarik napas panjang ke-mudian menyelam lagi secepat kilat .... Siau cian, Cay soat dan Siau thi gou seperti orang kalap segera berteriak marah. Ijinkan kami turun ke bawah--" Tapi Hu yong siancu yang berdiri dengan wajah pucat dan memusatkan perhatian memperhatikan sungai itu lama sekali tidak menggubris teriakan mereka bertiga, hanya tangannya digoyangkan berulang kali memperlihatkan tidak boleh.

766

"Mendadak-- Kembali suara air memercik ke samping, kemudian sesosok bayangan biru melesat keluar--Ketika semua orang memperhatikban de-ngan seksjama, ternyata dgia adalah Lan Sbee giok yang membawa pedang dengan wajah serius Karena itu semua orang dibikin tertegun dan tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi Dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam Lan See-giok memandang pula ke per-mukaan air dengan wajah gelisah, tampak-nya dia tak sempat banyak berbicara lagi, pedangnya diputar dan tubuhnya sekali lagi menyelam ke dalam air. Hu-yong siancu segera sadar kalau ada se-suatu yang tak beres di situ, buru-buru dia berseru. "Kalian tidak usah ikut, biar kuperiksa sendiri.! Sambil berkata ia segera terjun ke dalam air dan menyelam ke dasar sungai. Naga sakti pembalik sungai juga tidak am-bil diam, segera teriaknya keraskeras. "Saudara sekalian. tampaknya ke dua orang itu sudah mengalami ancaman bahaya di bawah air, bila ada papan atau kayu siap-kan dengan segera sehingga setiap soat bisa di lemparkan ke dalam air " Begitu teriakan itu diutarakan, para pe-ngawal yang berada di kedua belah pihak su-dah menyiapkan papan-papan serta kayu. Kakek baju putih di seberang sana dan naga sakti pembalik sungai dipihak sini. masing-masing menyiapkan sebuah papan pula sambil memusatkan perhatian meng-awasi permukaan sungai. Cay soat, Siau cian maupun para jago lain-nya benar-benar dibuat kebingungan sete-ngah mati, mereka tidak mengerti dari mana datangnya darah segar tersebut dan mengapa Lan See giok mendapat sebilah pedang milik Pek Gwat go, Pada saat itulah... Dari balik sungai muncul lagi darah segar yang menyebar kemana mana... Kemudian disusul air yang memancar ke empat penjuru. lalu sesosok bayangan biru dan perak munculkan diri, Naga Sakti pembalik sungai segera mem-bentak keras. Perhatikan papan..." Ditengah bentakan, sepasang tangannya menolak ke depan kuat-kuat papan yang berada di tangannya segera meluncur ke de-pan dengan kecepatan tinggi...

767

Semua orang menrgalihkan perhatzian masing-masiwng kearah sungari, ternyata ba-yangan biru dan perak yang muncul barusan adalah Lan See giok yang membopong Pek Gwat go yang telah jatuh tak sadarkan diri. Lan See giok yang baru muncul sambil mengempit tubuh Pek Gwat go dapat menangkap suara bentakan si naga sakti pembalik sungai yang menggeledek, maka mempergunakan tenaga mengapungnya dia melejit setinggi tiga depa, pedangnya di lem-parkan pula ke depan si kakek berbaju putih itu Bersamaan waktunya ketika ia melompat ke atas sambil melemparkan pedangnya. pa-pan yang dilemparkan naga sakti pembalik sungai telah meluncur diatas permukaan air. , Melihat hal ini tubuhnya meluncur ke de-pan, lalu memanfaatkan kesempatan di saat papan itu masih mengapung, ia membentak keras, ujung baju tangan kanannya dikebas-kan ke depan lalu ujung kakinya menutul papan tadi, secepat sambaran kilat ia sudah melompat naik ke atas perahu keraton. Sementara itu kedua belah pihak sama-sama sudah dicekam kegugupan dan kekalutan, si saga Sakti pembalik sungai kembali mengambil sepotong kayu dan pusatkan perhatiannya kearah permukaan air sebab papan yang dilemparkan untuk pertama kalinya tadi sudah terbawa arus hingga meluncur sejauh puluhan kaki le-bih--Siau cian, Cay soat dan Siau thi gou sudah tak berhasrat lagi untuk berpikir mengapa Lan See giok membopong tubuh Pek Gwat go, sebab Hu yong siancu masih berada di dalam air. Mendadak.... Dari balik sungai berkelebat sesosok ba-yangan ungu yang diikuti kilatan cahaya ta-jam yang meluncur ke atas. Si Naga sakti pembalik sungai tahu kalau orang itu adalah Hu yong siancu yang mem-bawa pedang Hu yong kiam, maka sambil menghimpun tenaganya ke dalam lengan. ia mengawasi Hu yong siancu munculkan diri dari permukaan air. Tiba-tiba bentaknya keras. "Lihiap, perhatikan baik-baik ....." Dalam bentakan tersebut, papannya me-luncur ke arah depan dengan kecepatan tinggi . . , . Hu yong siancu sudah menduga agaknya bahwa naga sakti pembalik sungai yang amat berpengalaman di dalam air telah memper-siapkan diri sebaik baiknya.

768

Make begitu muncul di permukaan ia segera menarik napas panjang dan menghantam papan yang meluncur tiba-tiba itu dengan tangan kirinya, sedang pedang di tangan kanannya memainkan jurus ikan leihi melompati pintu naga. begitu muncul dia melejit ke udara dengan menjejak papan dan meluncur ke depan.... Disaat tubuh Hu-yong siancu baru saja melompat ke tengah udara inilah. dari balik permukaan sungai kedengaran suara yang keras. lalu ditengah percikan air sungai yang memancar ke empat penjuru, muncul se ekor makhluk besar berbulu emas bermata merah dan bertaring yang bentuk badannya mirip seekor kerbau. Sambil mementangkan mulutnya lebar-le-bar. makhluk tersebut langsung menggigit papan yang mengapung didekatnya. "Kraaaaakkk!" Papan yang tergigit itu seketika hancur berantakan berkeping keping sedang mak-hluk besar itu kembali menyelam ke dalam air... Si Cay-soat membentak keras, pergelangan tangannya segera diayunkan ke depan, dua titik cahaya tajam secepat kilat, menyambar makhluk besar yang sedang menyelam ke dalam air itu. Hu yong siancu telah melayang turun diatas geladak, kepada Cay soat katanya geli-sah. "Anak soat, makhluk besar itu tak bakal terbunuh bila tidak menggunakan senjata mestika, kau tak usah menghambur ham-burkan senjata rahasiamu, lagi dengan per-cuma" Kemudian sambil berpaling ia bertanya lagi. "Mana anak Giok serta Si hujin?" "Engkoh Giok membopong perempuan muda itu masuk ke ruangan dalam . . ,- , " Sahut Siau thi gou. Setelah Hu yong siancu naik keb atas perahu dajlam keadaan selgamat. Siau cianb dan Cay soat baru merasa lega, dan pada saat inilah mereka baru teringat kalau Lan See giok telah masuk ke dalam ruangan perahu sambil membopong Pak Gwat go. Dengan perasaan sangat gelisah ke dua orang itu segera berlarian masuk ke dalam ruang perahu tersebut. Sedang Hu yong siancu segera berkata ke pada si naga sakti pembalik sungai, "Thio lo enghiong, segera kau undang ke dua orang dayang serta penanggung jawab dari pihak Pek toh oh agar datang kemari, bisa jadi Si hujin mereka telah terluka oleh gigitan binatang tadi. Selesai berkata, buru-buru dia masuk pula ke dalam ruangan perahu.

769

Ketika tiba didalam kamar megah yang ditempati Lan See giok, tampak Siau cian dan Cay-soat telah berada di depan pem-baringan. Lan See giok telah membaringkan Pek Gwat go diatas pembaringannya dan menutupi tubuhnya dengan sebuah selimut. Hu-yong siancu yang menyaksikan hal ini tanpa terasa bertanya kepada pemuda itu dengan gelisah. "Anak Giok, bagaimana dengan Si hujin? Parahkah luka yang dideritanya?" Agak memerah wajah Lan See giok, sahut-nya tersipu sipu; Mungkin ia jatuh pingsan karena terkejut dimanakah letak lukanya tidak anak Giok ketahui." Biarpun Si cay soat dan Siau cian menun-jukkan sikap yang terbuka, padahal dalam hati kecilnya merasa amat cemburu. Apalagi setelah melihat pemuda itu men-jawab secara terbata-bata, tanpa terasa mereka mendengus sambil mencibirkan bibirnya, Lan See giok yang menyaksikan hal terse-but, wajahnya berubah semakin merah, buru-buru dia mengalihkan pandangan ma-tanya kearah lain. Hu yong siancu adalah perempuan yang pintar, melihat gelagat kurang baik. dia segera mengulapkan tangannya sambil ber-kata. "Kalian anak lelaki keluarlah lebih dulu!, Bagaikan mendapat pengampunan besar serta merta Lan See giok beranjak dari ru-angan tersebut dengan langkah lebar. Siau-thi-gou masih berdiri di bsitu dengan matja terbelalak dagn mulut melongob, dia me-mandang sekejap sekeliling ruangan dengan termangu, kecuali dia hampir semua orang yang masih tertinggal dalam ruangan itu adalah kaum wanita. Terutama sekali para dayang cilik. mereka segera memandang ke arahnya sambil ter-tawa geli. Dengan cepat Siau thi-gou merasa kalau gelagat tidak menguntungkan, yang diartikan bibinya sebagai anak lelaki pasti termasuk juga dirinya. Maka dengan wajah memerah, cepat-cepat dia ngeloyor pergi pula dari situ. Sepeninggal Siau thi-gou, Hu yong siancu baru mendekati pembaringan dan memeriksa Pek Gwat-go. Ditemukan perempuan itu berbaring dengan wajah pucat dan bibir terkatup kencang, agaknya jatuh tak sadarkan diri karena terkejut, tapi kalau dilihat dari gayanya waktu tidur, persis seperti perempuan cantik yang lagi tidur. Melihat sampai disini, diapun menyingkap selimut yang menutupi tubuh perempuan itu.

770

Pek Gwat-go masih berbaring dengan pakaian renangnya yang ketat, cuma dari bagian selangkangan hingga bagian dadanya telah robek selebar empat inci lebih. Dengan demikian pakaian dalamnya yang melekat di badan hampir terlihat sama sekali, pinggangnya yang ramping, payudaranya yang montok dan bawah perutnya yang bulat datar, badan yang mulus serta bau harum yang semerbak, membuat perempuan itu nampak begitu mempersonakan hati. Siau cian dan Cay soat segera merasa sangat tak tenang sehingga tanpa terasa mereka saling berpandangan sekejap, rasa cemburu yang berkobar dalam hatipun semakin membara, cuma biaarpun cemburu membakar dada mereka, tapi menghadapi kejadian semacam ini, merekapun sama sekali tak berdaya. Hu yong siancu menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian menempelkan telapak tangannya di atas jalan darah Sim-ki-hiat di dada Pek Gwat-go. Akibat dari tekanan ini, Pek Gwat-go merintih pelahan dan pelan-pelan membuka matanya kembali. Pek Gwat-go memrandang ke arah zHu yong siancu,w Siau cian dan rSi Cay soat, kemudian keningnya berkerut kencang, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu. Hu yong siancu tertawa lembut, ujarnya ramah: "Si hujin, pakaian renangmu tergigit babi sungai sehingga robek, untung saja nyawamu, masih sempat diselamatkan oleh anak Giok..." Pek Gwat go sangat terkejut, buru-buru dia mencoba mengatur pernapasan, tapi hawa murninya dapat beredar tanpa hambatan dari seluruh tubuhnya juga tidak terasa sa-kit, ia tahu tubuhnya tak sampai terluka, oleh gigitan babi sungai tersebut. Tapi ia memang seorang yang cerdik, dari sebutan Hu yong siancu segera menyimpul-kan bahwa nyonya cantik yang anggun di de-pan matanya pastilah angkatan tua dari Lan See giok. Karena itu dengan senyum manis meng-hi-asi wajahnya dia bangkit berdiri dan siap untuk turun dari pembaringan. "Si hujin baru saja sadar jangan bergerak kelewat cepat" cegah Hu yong siancu sambil tertawa ramah, Seraya berkata cepat-cepat ia menutupi pakaian renang Pek Gwat go yang robek itu dengan selimut, kemudian menekan bahunya agar ia membaringkan diri kembali, Pek Gwat go masih belum tahu kalau celana renangnya telah robek, sambil tertawa kembali katanya, "Boanpwe sama sekali tidak merasa se-suatu yang kurang enak"

771

Bagaimanapun juga, Siau cian dan Cay -soat masih muda, belum lenyap sifat ke kanak kanakan dari watak mereka, melihat Pek Gwat go masih belum tahu kalau pakaian dalamnya kelihatan semua, kedua orang itu tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan segera tertawa cekikikan. Pek Gwat go bukan orang yang bodoh, melihat Siau cian berdua tertawa geli, dia segera teringat kalau celana renangnya telah tergigit babi sungai, dengan perasaan terkejut wajahnya kontan saja berubah hebat. Buru-buru dia meraba celana renangnya itu, kemudian paras mukanya berubah men-jadi merah padam seperti kepiting rebus, ma-sih untung pakaian dalamnya tidak ikutan robek., Pada saat itulah pintu kamar dibuka orang lalu muncul dua orang dayang berpakaian berkabung yang membawa pakaian milik Pek Gwat go. Dari dandanan mereka. Hu-yong siancu tahu kalau kedua orang ini berasal dari pihak Pek-toh-oh. maka ujarnya sambil tersenyum. "Untung saja kalian datang tepat pada waktunya, cepat kalian layani nyonya kalian. Kemudian sambil berpaling kearah Pak Gwat-go yang masih berdiri tersipu-sipu karena malu, kembali katanya sambil terta-wa." "Si hujin. silahkan bertukar pakaian, kami akan menunggumu di ruang muka" Pek Gwat-go sedang melamunkan peristiwa yang baru saja dialaminya didalam air, mendengar ucapan ini, buru-buru dia mem-beri hormat sambil menyahut. "Silahkan cianpwe!" Hu-yong siancu berpaling dan memandang sekejap kearah Si Cay soat serta Siau-cian dengan pertanda agar mereka turut mundur, bahkan kepada para dayang yang berada di situpun dia mengulapkan tangannya meni-tahkan mereka untuk mundur, kemudian dia baru mengundurkan diri pula dari ruangan, Setelah menyaksikan Hu-yong siancu sekalian telah berlalu, Pek Gwat go baru ber-bisik kepada kedua orang dayangnya, Bagaimana cara kalian berdua menuju ke mari?" Salah seorang dayang yang berusia agak tua sambil meletakkan pakaian ke atas pem-baringan, sahutnya. "Kami menyeberang kemari bersama sama Ko tongcu" Pek Gwat go tidak berminat untuk bertanya lagi, sambil membuka selimut yang menutupi tubuhnya, dengan wajah memerah ujarnya tersipu sipu: "Coba kalian lihat, benar-benar memalukan tidak ...." Dayang yang berusia lebih muda segera berbisik "Malah Lan pocu yang muda dan ganteng itulah yang membopong nyonya datang kemari."

772

Tampaknya Pek Gwat go merasa girang bercampur malu, buru-buru dia berseru. "Budak sialan, siapa bilang begitu, Kalau kau berani mengaco belo lagi, hati-hati ku-hajar bibirmu sampai penyot ...... " "Sembari berkata dia melepaskan pakaian renangnya yang robek, seorang dayang segera memberi pakaian kering untuk menutupi tubuhnya yang mungil. Sedang si dayang yang mudaan itu ber-kata lagi dengan wajah bersungguh-sungguh "Bukan aku sengaja mengaco belo, malah beratus orang yang berada di kapal perang sekeliling tempat ini melihat dengan jelas..." Paras muka Pek Gwat go semakin merah karena jengah, tapi senyuman manis meng-hiasi bibirnya. matanya melotot besar dan berlagak mau memukul, serunya lirih. "Kalau kau berani berbicara lagi, ku pu-kul kau --ayo bicara lagi tidak?" Dayang itu mundur dengan ketakutan. tapi ia berseru lagi. "Tapi sungguh hujin.--" Sebelum ucapan itu sempat dilanjutkan, si dayang yang lebih tua usianya sudah melotot sekejap kearah rekannya, maka kata-kata selanjutnya pun tak berani ia ucapkan lagi, Dengan tenang Pek Gwat go membiarkan kedua orang dayang itu membetulkan pakaian serta dandanannya, sedang ia sendiri membayangkan kembali bagaimana Lan See giok membopong tubuhnya dengan wajah gelisah, tadi saat seperti itu benar-benar berbahaya sekali..,. Dihati kecilnya berulang kali ia bertanya kepada diri sendiri, ia tak tahu selanjutnya apa yang mesti dilakukan olehnya untuk membalas budi kebaikan tersebut. Sementara dia masih berpikir, dayangnya mulai memakaikan pakaian berkabung di atas tubuhnya. Tapi perempuan ini segera mengigos dan melepaskan pakaian berkabung itu kembali. Atas tindakan tersebut, kedua orang dayang itu menjadi tertegun dan berdiri melongo. Pek Gwat-go memandang sekejap pakaian berkabung yang tergeletak diatas tanah itu, setiap kali ia teringat kembali bagaimana keperawanannya ditipu orang, bagaimana dia diperistri seorang suami yang licik dan beru-sia satu kali lipat dari usianya, ia benar-benar merasa muak untuk memakai kembali pakaian berkabungnya itu.

773

Tapi bila teringat kembali tentang kekua-saan, teringat bagaimana dia menguasahi segenap jago yang berada di Pek toh Oh, maka katanya kemudian dengan suara ham-bar: "Kenakan!" "Cepat cepat ke dua orang dayang itu membantu untuk mengenakan pakaian ber-kabung itu di tubuhnya. Selesai mengenakan pakaian berkabung itu. sekali lagi Pek Gwat go memandang se-kejap ruangan kamar yang mewah itu, ke-mudian berpaling dan memandang sekejap lagi ke arah pembaringan. Setelah itu sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat, ia membiarkan pikirannya yang kalut dan bergelombang lambat laun menjadi tenang kembali. Tatkala dia membuka matanya kembali, diantara bulu mata yang tebal dan sinar mata yang jeli, kini telah dibasahi oleh buti-ran air mata. Dengan sedih dia menghela napas, lalu dengan tertunduk cepat-cepat berjalan me-nuju ke depan pintu. Melihat hal ini, cepat-cepat ke dua orang dayang tersebut lari ke depan pintu dan membukakan tirai baginya. Sewaktu Pek Gwat go sudah keluar dari pintu kamar, seorang dayang yang sengaja diperintahkan Hu yong siancu untuk me-nyambutnya telah memberi hormat seraya berkata. "Silahkan hujin mengikuti budak" Habis berkata dia berjalan keluar lebih dulu. Pek Gwat go manggut-manggut dan mengi-kuti dibelakangnya dengan kepala tertunduk sedang kedua orang dayangnya mengikuti pula di paling belakang. Berhubung Pek Gwat go adalah pejabat Oh-cu dari Pek toh oh, maka baru saja keluar dari penyekat ruangan; Hu yong siancu serta Lan See giok sekalian telah bangkit berdiri sambil menyambut kedatangannya. Pek Gwat go mencoba untuk memperhati-kan sekeliling tempat itu, ia temukan anak buahnya si kakek berpakaian kabung Ko Tongcu hadir pula di situ. Maka sorot matanya pelan-pelan dialihkan dari wajah naga sakti pembalik sungai, Siau thi gou, komandan Ciang. Siau Cian, Si Cay soat dan akhirnya sampai di wajah Lan See giok-Menyaksikan wajah Lan See giok yang be-gitu tampan hatinya segera berdebar keras, sekali lagi ia tertunduk dengan wajah merah padam, maka dengan mencoba menenangkan hatinya ia menuju ke depan Hu yong siancu memberi hormat serta berkata merdu. "Boanpwe Pek Gwat go lalu menjumpai Cianpwe..."

774

"Lapor hujin timbrung si kakek berpa-kaian berkabung itu tiba-tiba. "dia tak lain adalah Hu yong siancu Han lihiap yang pa-ling kau kagumi itu Pek Gwat go merasa terkejut dan sekali lagi dia mendongakkan kepalanya sambil me-mandang sekejap wajah Hu yong siancu de-ngan pandangan terkejut bercampur gembira tak tertahankan lagi dia maju dua langkah ke depan sambil berseru girang, "Boanpwe Pak Gwat go sudah lama me-ngagumi nama locianpwe, sayang selama ini kami tak berjodoh untuk saling bersua. hari ini boanpwe dapat bertemu dengan locianpwe di sini. sungguh kejadian ini merupakan keberuntungan bagiku." Selesai berkata, kembali dia menyembah, si naga sakti pembalik sungai yang pertama tama tak mampu menahan diri lagi, ia ter-tawa terbahakbahak, menyusul kemudian orang-orang yang berada di ruangan itupun ikut tertawa geli. Dengan wajah memerah Hu-yong siancu segera maju ke depan dan membangunkan Pek Gwat go dari atas tanah. Selesai memberi hormat, Pek Gwat-go me-mandang sekejap kearah semua orang de-ngan pandangan kebingungan. ia tidak tahu apa sebabnya semua orang tertawa geli? Sambil tertawa terbahak-bahak Siau thi gou segera berkata. "Perempuan muda. masa kau belum tahu apa yang menyebabkan mereka tertawa geli? Mereka sedang menertawakan karena kau sebut bibi sebagai Locianpwe pada hal bibi belum lagi tua!" Mendengar ucapan tersebut. Pek Gwat go menjadi paham. Memang kalau dilihat dari wajah Hu yong siancu yang begitu segar dan anggun, siapa pun tak berani mengatakan bahwa perem-puan ini sudah tua, Tapi semenjak sepuluh tahun berselang sebelum ayahnya meninggal dia pernah ber-kata kalau berbicara soal ilmu berenang tiada orang di dunia ini yang mampu menandingi Hu yong siancu, waktu itu usianya baru dua tiga belas tahunan. dan baru sekarang dia dapat bersua dengan tokoh wanita yang di-kaguminya itu. Inilah sebabnya mengapa dia memanggil locianpwe kepada perempuan tersebut. Berpikir demikian, dengan wajah merah dadu sekali lagi dia menundukkan kepalanya Hu yong siancu tertawa riang, segera tegurnya kepada Siau thi gou. sambil tertawa "Bibi sudah hampir berusia empat puluh ta-hun. sudah sepantasnya kalau aku dianggap tua"

775

Gelak tertawa yang riang dan gembira kembali bergema dalam ruangan itu. Suara gelak tertawa ini berkumandang sampai di luar ruang perahu dan didengar segenap pasukan perang yang masih berha-dapan dengan tegang. Kontan saja suasana tegang yang mencekam sekitar situ seketika berubah menjadi suasana lega, damai dan kegembi-raan. Hu yong siancu mempersilahkan Pek Gwat go untuk mengambil tempat duduk, dayang pun datang menghidangkan air teh. Sambil mengelus jenggotnya, si naga sakti pembalik sungai memperhatikan sekejap wajah Pek Gwat go, lalu tanyanya dengan wajah tersenyum riang: "Sekarang, harap si hujin bercerita tentang pengalamanmu setelah terjun ke air. bagai-mana sih ceritanya sehingga kau dapat ber-jumpa dengan babi sungai berbulu emas bermata merah yang terkenal karena ganas nya itu?" Pak Gwat go tertawa jengah, pertama tama dia memandang sekejap ke wajah tampan Lan See giok, kemudian sambil memandang ke arah Hu yong siancu dan naga sakti pem-balik sungai katanya. "Kali ini boanpwe benar-benar tak tahu diri telah menantang Lan pocu untuk berduel, sehingga nyaris selembar jiwaku me-layang didalam sungai, sekarang terlebih dulu ingin boanpwe sampaikan rasa terima kasih ku kepada Lan pocu atas budi pertolongan yang telah diberikan" Dia bangkit berdiri lalu memberi hormat kepada Lan See giok. Buru-buru anak muda itu bangkit berdiri dan menjawab sambil ter-tawa merendah. "Harap hujin jangan banyak adat kalau cuma urusan kecil mah tak perlu berterima kasih lagi"! Sementara pembicaraan mereka balas memberi hormat. bersama itu pula matanya melirik sekejap kearah Cay soat dan Siau cian. Menyaksikan sikap kedua orang gadis itu tetap tenang dengan senyum dikulum, perasaan tak tenang yang semula mencekam perasaannya kini hilang lenyap tak ber-bekas. Setelah mengambil tempat dudukb, Pek Gwat go bjaru bercerita lgebih jauh, "Bbegitu terjun ke sungai, boanpwe lang-sung menyelam ke dasar air, dengan harapan aku bisa melangsungkan pertarungan mela-wan Lan pocu dibagian sungai yang terdalam. tapi belum sampai tubuhku mencapai dasar sungai, Lan pocu sudah menyusul tiba de-ngan kecepatan luar biasa.

776

Diam-diam boanpwe merasa terkejut, sa-darlah aku bahwa ilmu berenang yang kumiliki masih selisih amat jauh kalau di-bandingkan dengan Lan pocu. Terpaksa ku-balikkan badan sambil menyambut dengan serangan pedang. tapi gerakan tubuh Lan pocu memang luar biasa cepatnya. boanpwe yakin belum mencapai enam tujuh bagiannya. Bisa jadi pakaian yang dikenakan Lan pocu adalah sebuah pakaian mestika, selama berada didalam air selalu memancarkan sinar yang tajam. ketika memantul terkena sinar perak dari pakaian renang yang kukenakan maka terpancarlah sinar terang yang mem-buat kedua belah pihak samasama dapat melihat keadaan masing-masing dengan je-las". Mungkin disebabkan pantulan sinar yang memancar dari tubuh kami berdua serta gerakan tubuh Lan pocu yang begitu hebat sehingga menimbulkan gejolak yang keras di dalam air, maka si babi sungai yang bersem-bunyi di dasar air menjadi terpancing datang. Semua orang tahu, babi sungai berbulu emas bermata merah berusia paling tidak seratus tahun, dia paling ganas dan bisa memakan daging sesamanya, tapi kali ini, sekaligus kami telah bertemu dengan tiga ekor babi sungai berbulu emas..," Mendengar ada tiga ekor, paras muka se-mua orang berubah hebat, dengan perasaan terkejut bercampur keheranan mereka saling bertukar pandangan sekejap. Pek Gwat go tertawa lembut, menggunakan kesempatan ini dia melirik sekejap ke arah Lan See giok, kemudian melanjutkan: "Pertama tama yang terkecil menerjang diriku lebih dulu, waktu itu aku masih belum merasakan datangnya ancaman, masih un-tung Lan pocu segera datang menerjang sambil melepaskan sebuah pukulan, segu-lung arus sungai yang kuat segera memen-talkan babi sungai itu hingga terguling ke belakang: Tampaknya serangan ini, menimbulkan sifat ganas si babi sungai, bagaikan kalap binatang itu menyerang Lan pocu habis habisan, tapi gerakan tubuh Lan pocu pun sangat cepat, dalam sekali kelebatan saja tubuhnya sudah blenyap, maka bajbi sungai itupugn menyerang boabnpwe sebagai tempat pelampiasan. Boanpwe sadar, gerakan tubuhku tidak se-cepat gerakan si babi sungai itu, untung saja Lan pocu datang lagi dengan cepat saat ia menarik tubuh boanpwe sambil melepaskan sentilan jari ke dua mata babi sungai itu segera terkena serangan. Pada saat inilah babi sungai berbulu emas yang agak besar datang menyergap dari dasar sungai, boanpwe yang menjumpai Lan pocu sama

777

sekali tidak bersenjata, maka kuserahkan pedang yang ada di tangan kiri ku padanya..." Mendengar sampai di situ, Cay soat yang diam-diam merasa amat cemburu itu sengaja menggoda: "Waaah kalau begitu Lan pocu merangkul pinggangmu terus sambil berenang?" Merah padam selembar wajah Pek Gwat go, dia melirik sekejap kearah Si Cay soat dan Siau cian, sadar bahwa kedua orang gadis ini pasti mempunyai hubungan asmara dengan Lan pocu yang tampan, dia tertawa. Entah mengapa, terbayang akan persoalan ini, segera timbul pula perasaan cemburu dari hatinya, tapi teringat kembali La See giok adalah tuan penolongnya, maka sambil menggeleng dia menjawab agak malu "Tidak, kulemparkan pedang tersebut ke pada Lan pocu!" Sementara itu paras muka Lan See giok berubah menjadi merah dengan pikiran serta perasaan yang sangat kalut, namun ketika mendengar jawaban, dari Pek Gwat go sangat tepat dan tidak mengungkap bahwa dia ber-tarung melawan babi sungai itu sambil me-rangkul pinggangnya, maka cepat-cepat diapun menimpali: "Benar, benar pedang tersebut dia lemparkan kepadaku"." Si Cay soat dan Siau cian memandang se-kejap wajah Pek Gwat go dan See giok yang tersipu sipu, segera timbul perasaan tidak percaya didalam hatinya, dengan sorot mata penuh peringatan mereka berdua meman-dang sekejap ke arah Lan See giok, sebenar-nya hendak mengucapkan sesuatu, tapi Hu yong siancu telah keburu menegur sambil tersenyum: "Anak Cian, kalian berdua jangan menim-brung dulu. dengarkan sampai Si hujin sele-sai bercerita." Walaupun Si Cay soat melihat bibinya cuma melarang Siau cian banyak bicara, na-mun biarpun dia merasa tak senang hati ter-hadap Pek Gwat go, hal inipun tak berani di-utarakan secara berterus terangr. Kembali Pekz Gwat go mengerwling sekejap kerarah Lan See giok, kemudian meneruskan: "Oleh karena boanpwe merasa tegang, di-tambah pula tak mampu berganti napas di dalam air, terpaksa berulang kali aku musti muncul di atas permukaan air untuk ber-ganti napas kemudian menyelam lagi, belum sampai di dasar sungai, Lan pocu telah ber-hasil membunuh si babi sungai yang telah dibikin buta matanya itu, berhubung gerakan tubuh Lan pocu sangat cepat, untuk bebe-rapa saat sulit bagi boanpwe untuk melihat jelas posisi yang sebenar nya dari Lan pocu, pada saat itulah seekor babi sungai datang menerjang lagi, dalam kejutnya sekali lagi boanpwe munculkan diri di atas permukaan air.

778

Boanpwe sama sekali tidak melihat Lan pocu naik ke permukaan, maka dengan perasaan tak lega, kembali aku menyelam ke dasar sungai...:." , Siau thi gou yang duduk di sudut ruangan mendadak tertawa terbahak bahak, kemu-dian ujarnya polos. "Haahh... haahhh... haaahhh.... perempuan muda, kau kuatirkan keselamatan engkoh Giok, engkoh Giok juga menguatirkan keselamatanmu, baru saja kau turun ternyata engkoh Giok sudah naik ke atas menca-rimu..." Tidak sampai Siau thi gou menyelesaikan kata katanya, naga sakti pembalik sungai telah melotot sambil pura-pura marah. "Apa itu perempuan muda, perempuan muda kau mesti panggil Si hujin kepadanya." Siau thi gou yang kena ditegur nampak agak tertegun, tapi ia segera membantah: "Tapi perempuan muda kan nyonya muda, nyonya muda sama pula sebagai perempuan muda!" Naga sakti pembalik sungai yang dibantah dengan kata-kata itu kontan saja hanya bisa melototkan matanya sambil menggelengkan kepala berulang kali. Seluruh isi ruangan, kecuali Pek Gwat go dan Lan See giok yang tersenyum dengan wajah jengah, lainnya tak bisa menahan diri lagi sehingga tertawa terbahak bahak. Hu yong siancu menunggu sampai suara tertawa semua orang mereda., kemudian baru ujarnya kepada Pek Gwat go: Harap Si hujin bercerita lebih jauh." Dengan senyum malu Pek Gwat go, mengi-akan, lalu berkata kembali dengan suara lembut. "Ketika boanpwe menyelam lagi ke dasar sungai, kujumpai babi sungai tersebut masih juga berenang. Di sekitar sana, dengan perasaan kaget boanpwe bersiap siap hendak naik ke atas permukaan air lagi, tiba-tiba dari belakang tubuhku, terdengar datang arus air, pada mulanya boanpwe mengira Lan pocu yang telah berenang mendekat .... Setelah berpaling, baru kujumpai ada se-ekor babi sungai yang sangat besar telah mendekati tubuhku, boanpwe terkejut sekali sambil membalikkan badan kutusuk bina-tang itu keras-keras, tapi kulit tubuh babi sungai itu tebal lagi kuat, biarpun tertusuk namun lama sekali tidak terluka atau mati." Pada saat itulah, secepat kilat binatang itu menyambar datang .... ehmm.... ehmm apa yang terjadi kemudian sama sekali tak kuketahui lagi."

779

Ketika berbicara sampai di sini, wajahnya berubah menjadi merah padam sampai ke telinga, setelah menggelengkan kepalanya berulang kali ia tertunduk rendah-rendah, Semua orang tahu Pek Gwat go merasa malu untuk bercerita lebih jauh, maka semua orangpun tidak bertanya lagi bagaimana See giok menolongnya waktu itu. Ko tongcu atau si kakek berpakaian berka-bung itu adalah, seorang yang berpengala-man luas, dia tahu kalau pemimpinnya berada dalam posisi terpojok, maka sambil meman-dang ke arah Pek Gwat go segera timbrungnya Hujin, waktu itu Hu yong siaucu Han lihiap, telah merasakan bahwa kalian bertemu dengan bahaya di bawah air sana, beliau segera terjun ke air untuk menolong kalian." Mendengar perkataan tersebut, Pek Gwat go segera bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih kepada Hu yong siancu. Tiba-tiba terdengar Siau Thi gou berseru keras: "Nyonya muda telah selesai berbcerita, sekaranjg harus gilirang engkoh Giok, ybang menceritakan pengalamannya." Mendengar seruan ini, serentak semua orang berpaling ke arah Lan See giok, Pek Gwat go juga berpaling ke wajah See giok dengan wajah gelisah, dia seperti kuatir-sekali kalau pemuda itu mengungkap-kan beberapa, adegan mesra yang mereka lakukan di dalam air ...... Merah dadu selembar wajah Lan See giok, dia segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian memandang sekejap ke arah Pek Gwat go yang sedang memandang ke arahnya dengan gelisah itu. Setelah memandang pula wajah semua orang yang berada dalam ruangan, katanya sambil tersenyum: "Semua peristiwa telah diceritakan oleh Si hujin... "Tidak bisa, engkoh Giok harus bercerita" seru Siau thi go dan Cay soat hampir bersa-maan waktunya. Lan See giok segera mengangguk berulang kali, dengan tenang dia menyahut sambil tertawa: "Baik, baik, aku akan bercerita..." Pertama tama dia memandang sekejap ke arah Hu yong siancu dengan sorot mata mohon bantuan, kemudian ia baru meneruskan: "Jika aku harus menambahkan maka hanya ada satu hal saja, yaitu ilmu berenang dari Si hujin memang lihay sekali, permainan pedangnya di dalam air secepat sambaran kilat, gerakan tubuhnya juga cepat sekali..."

780

Cay soat dan Siau cian yang menyaksikan Lan See giok serta Pek Gwat go selalu berbi-cara saling memuji, tanpa terasa berkobar kembali rasa cemburu di hati mereka. Tapi menyaksikan Hu yong siancu me-ngangguk berulang kali, kemudian merasa juga kalau Hu yong siancu telah terjun pula ke air, siapa tahu kalau memang begitulah keadaannya-.? Tapi Cay soat yang binal tak tertahan kan lagi segera menimbrung dengan suara dingin: "Selain itu?" Padahal Lan See giok sudah tabu kalau kedua orang kekasihnya menunjukkan wajah tak senang hati semenjak tadi, sambil tersenyum dia lantas menjawab: "Selain itu aku gagal untuk mebnangkap seekor jbabi sungai yangg hidup untuk dbiberi-kan kepada adik Gou!" Mendengar ucapan ini, kembali semua orang tertawa. Dalam gelak tertawa tersebut, ada yang benar-benar tertawa ada pula yang tertawa biasa, tapi suasana di seluruh ruang perahu itu diliputi suasana tertawa. Hu yong siancu amat sayang kepada Lan See giok, kuatir putrinya membuat ulah lagi maka diapun berkata kemudian sambil ter-tawa: "Pepatah bilang: Tidak bertarung tidak akan mengenal. Setelah mengalami peristiwa itu hubungan antara Wi lim poo dengan Pek toh oh pun semakin bersahabat, semoga se-jak kini masing-masing pihak dapat melaku-kan kerja sama yang lebih akrab, bersama sama membasmi kaum durjana dan melindungi kaum rakyat kecil, inilah per-buatan mulia yang sangat diharapkan setiap manusia.` Pek Gwat go buru-buru mengiakan sambil memberi hormat, menyusul kemudian Ko tongcu juga mendukung ucapan tersebut. Naga sakti pembalik sungai memandang sekejap pasukan kapal perang di luar jendela serta matahari yang sudah jauh tinggi di angkasa, lalu sambil mengelus jenggotnya tersenyum ia berkata. "Kini hari sudah siang, perahupun kitapun sudah kelewat lama berhenti disini, mari kita meneruskan perjalanan sambil berbincang bincang ....." Komandan Ciang dari pasukan naga per-kasa segera mohon diri kepada Hu yong siancu dan Lan See giok, kemudian buru-buru keluar dari ruang perahu. Biarpun Pek Gwat go tahu bahwa perja-lanan harus dilanjutkan, tapi dia merasa be-rat hati untuk mohon diri dengan begitu saja, kepada Hu yong siancu segera ujarnya de-ngan hormat:

781

"Boanpwe merasa kagum sekali atas tujuan kepergian cianpwe serta Lan pocu menuju ke pulau Wan san untuk melenyapkan ketiga pembawa bibit bencana itu dari muka bumi, apabila cianpwe tidak menampik, boanpwe bersedia mendukung usaha ini dengan menggabungkan ke tujuh puluh buah kapal perang kami serta seribu orang anggota perkumpulan kami untuk bersama sama berangkat ke pulau tersebut." Dengan senyum dikulum Hu yong siancu manggut-manggut, dia melirik sekejap ke arah Cay soat dan Siau cian, rdilihatnya parazs muka kedua orwang ini telah brerkerut ken-cang, memahami perasaan putrinya maka diapun berkata: "Walaupun didalam perjalanan kami hal ini mempunyai beban yang cukup berat, namun pihak Wi lim Poo pun mempunyai ratusan buah kapal perang dan dua ribu anggota, di-tambah lagi dengan bantuan ke empat komandan serta Thio lo enghiong, aku pikir ke-kuatan kami sudah cukup untuk mengha-dapi lawan." Ko tongcu segera berkata pula: "Melenyapkan bencana dari muka bumi merupakan kebahagiaan bagi umat persila-tan setiap orang merasa berkewajiban untuk turut mendermakan kemampuannya untuk berbuat begitu, pihak kami sangat bersedia mendukung usaha seperti ini." Kembali Hu Yong siancu tersenyum. "Kesempatan yang akan kita jumpai se-lanjutnya masih amat banyak, aku pikir tak usah terlalu tergesa gesa dalam suatu saat, sebab bila kapal dan anggota yang kita serta-kan dalam perjalanan kali ini terlampau be-sar, ini berarti suatu pemborosan yang tak berguna, apa lagi setelah ke pulau Wan san, mungkin kami akan pergi ke Hay lam lebih dulu, dengan persiapan yang kurang sem-purna, rombongan kalian akan menemukan pelbagai masalah besar..." Pek Gwat go dan Ko tongcu Yang mende-ngar ucapan tersebut segera manggut-mang-gut membenarkan, karenanya mereka pun tidak bersikeras lebih jauh. Pek Gwat go segera bangkit berdiri dan berkata: "Kalau memang begitu, boanpwe ingin mohon diri lebih dulu, semoga usaha cianpwe sekalian sukses dan berhasil serta cepat-ce-pat kembali ke daratan, saat itu boanpwe pasti akan berkunjung sendiri ke Wi lim poo untuk menyampaikan selamat kepada cian-pwe." Melihat Pek Gwat go ada maksud untuk meninggalkan tempat itu, serentak Hu yong siancu sekalian bangkit berdiri. Sambil tersenyum Hu yong siancu segera berkata:

782

"Ucapan selamat sih tak usah, tapi setiap saat kami akan menyambut kedatanganmu di Wi lim poo untuk menginap selama berapa hari di sana." Melihat ada kesempatan baik, satu ingatan segera melintas dalam benak Pek Gwat go, sahutnya sambil tersenyum: "Sampai waktunya aku pasti akan datang berkunjung.." Sembari berkata, semua orang segera beranjak menuju keluar pintu untuk mengantar Pek Gwat go dan kakek berbaju berkabung itu. Dalam pada itu, perahu komando dari Pek toh oh cuma berlabuh empat kaki dari perahu keraton, sedangkan perahu-perahu yang lain sudah mundur sejauh beberapa li di sisi sungai, suasana pertarungan sudah tidak nampak lagi. Sekali lagi Pek Gwat go dan kakek berbaju putih itu memberi hormat kepada Hu yong siancu sekalian, kemudian setelah saling menyampaikan kata-kata perpisahan, mereka baru kembali ke perahunya. Jangkar segera dinaikkan dan berangkat-lah kapal tersebut meneruskan perjalanan-nya kembali ke Pek toh oh. Hu yong siancu dan Lan gee giok sekalian berdiri di ujung geladak sampai Pek Gwat go sekalian jauh meninggalkan tempat itu, ke-mudian mereka baru kembali ke dalam ru-angan. Perintah untuk berangkat segera diturun-kan dan berangkatlah, rombongan kapal pe-rang itu meneruskan perjalanan kembali. Pada hari kelima mereka telah tiba di kota Kim leng. ooo0ooo BAB 36 BEBERAPA hari kemudian .... Rombongan kapal perang dari Wi lim poo telah keluar dari kota Go siong dan kini memasuki lautan timur menuju ke selat Hiang ciu .... Dengan masuknya rombongan kapal itu ke samudra luas, semua orangpun merasakan hatinya lega. Tapi semakin mendekati selat Hbang ciu, pikirajn dan perasaan gHu yong siancu bserta si naga Sakti pembalik sungai justru merasa makin risau dan tidak tenang. Selama ini Lan See giok selalu mempergiat latihannya untuk memecahkan inti sari ilmu pedang Tay lo kiu thian kiam hoat serta Pwee yap sam ciang. Sejak belajar kedua macam ilmu tersebut hingga kini belum pernah ia pergunakan ke dua macam ilmu tersebut untuk menghadapi musuh musuhnya. Sekarang, musuh tangguh sudah makin mendekatinya, tiga manusia aneh dari luar lautan, tiga tokoh persilatan yang angkat nama bersama sama gurunya To Seng cu, dapat dibayangkan kepandaian silat mereka tentu

783

hampir berimbang dengan gurunya. Kini dia harus mulai mempersiapkan diri dengan rencana perlawanannya melawan ke tiga manusia tersebut seorang diri, sebab ia tak dapat mengharapkan bantuan dari Hu yong siancu maupun naga sakti pembalik sungai, sekalipun ke dua orang itu bekerja samapun belum tentu mampu menandingi lawan lawannya Ia dapat membayangkan pula, walaupun ketiga manusia aneh dari luar lautan mem-punyai kedudukan yang amat tinggi, namun bila mereka sudah berada dalam keadaan terancam nama baik serta jiwanya, ketiga manusia tersebut niscaya akan mempergu-nakan segala macam tipu daya yang licik untuk menghabisi nyawanya. Akhirnya dia pun berhasil mendapatkan sebuah rencana yang baik dan sempurna, dia hendak sekaligus menghabisi nyawa ketiga manusia aneh tersebut. Dipihak lain Si Cay soat dan Siau cian setiap hari mempelajari ilmu pedang Tong kong kiam hoat, mereka berdua sudah mulai merasakan kegelisahan dari Hu yong siancu serta Si naga Sakti pembalik sungai .... Sebab tiga manusia aneh dari luar lautan itu bukan cuma seorang tokoh sakti saja dari dunia persilatan, melainkan mereka benar-benar adalah gembong iblis yang ditakuti dan disegani setiap orang. Siau thi gou yang melihat engkoh Giok dan kedua cicinya berlatih diri setiap hari secara tekun tanpa menggubrisnya lagi, dia sendiri-pun tak mau menunjukkan kelemahan di dalam ruang perahu dia berpikir sebentar seorang diri, kemudian berlarian ke luar. Begitu tiba di luar kapal, tanpa menghenti-kan gerakan tubuhnya sepasang tangan mu-lai digerakkan kian kemari memainkban dela-pan jurjus ilmu naga dagn harimau nya... b Angin pukulan yang menderu deru mem-buat para pengawal diatas perahu tersebut sama-sama menghindarkan diri jauh-jauh, ketika perahu itu berlayar setengah hari lagi, dari pihak kapal pelopor diterima kabar bahwa pasukan paling depan sudah men-jumpai rangkaian kepulauan Wan san. Maka si kepala regu pengawal kapalpun menyampaikan kabar ini kepada dayang dan kacung yang ditugaskan menjaga pintu rua-ngan: "Adik cilik berdua, tolong sampaikan kepada pocu, katakan bahwa pulau Wan san telah kelihatan di depan sana." Siau thi gou yang sedang duduk termenung di kursi kontan melompat bangun setelah mendengar ucapan itu, belum sampai kedua orang dayang dan kacung itu menjawab, dia sudah berlarian menuju ke dalam ruangan sambil berteriak keras: "Bibi Wan, Thio loko, cici berdua, engkoh Giok, pulau Wan san telah di depan mata."

784

Begitu siau thi gou berteriak, Hu yong siancu sekalian segera berlarian keluar dari dalam ruang kapal. Dengan kening berkerut naga sakti pemba-lik sungai Thio Lo enghiong bertanya sambil menatap Thi gou lekat-lekat: "Kau sudah melihatnya sendiri?" Siau thi gou yang sedang gembira jadi tertegun dibuatnya, setelah ragu sejenak, katanya kemudian: "Kepala regu pasukan pengawal yang ber-kata begini, katanya pulau Wan san sudah kelihatan." "Oooh, mungkin pasukan pelopor telah menangkap bayangan pulau, kalau begitu mari kita bersiap sedia," seru Hu yang siancu sambil tersenyum. Kemudian kepada Siau cian katanya lagi: "Anak Cian. . pergilah ke kamarku dan ambillah kamus yang kusimpan di situ." Siau cian mengiakan dan bersama Cay soat segera beranjak pergi dari situ. Hu yang siancu dan Lan See giok bersama sama menuju ke luar geladak, ketika me-mandang ke depan situ, tampak ombak samudra menggulung bagaikan bukit, kapal-kapal perang yang berada di sayapr kiri dan kananz masih terombanwg ambing dimainrkan ombak. Kapal perang yang kelihatan begitu besar sewaktu ada di telaga, kini nampak begitu kecil seperti sebuah sampan saja. Biar ombak besar, udara waktu itu amat cerah, di bawah sinar matahari yang terang benderang, air laut yang berwarna hijau me-mecahkan buih putih di sisi kapal. Dari celah-celah pasukan pelopor yang bergerak di depan sana, lamatlamat tampak beberapa titik bayangan hitam muncul di ujung langit sana. Kepada si kepala regu pasukan-pasukan yang berdiri tak jauh di situ, Hu yong siancu segera berkata: "Harap kau melepaskan kode rahasia dan memberitahukan kepada semua kapal agar menghentikan perjalanan, lalu undang ke empat komandan kapal agar berkumpul se-mua di sini untuk menunggu petunjuk selanjutnya;" Kepala regu itu mengiakan dan buru-buru berlalu dari situ... Dalam pada itu Siau cian dan Cay soat te-lah muncul sambil membawa kamus peta laut yang dimaksud. Hu yong siancu menerima kamus peta laut itu dan bersama sama Lan See giok sekalian masuk kembali ke dalam ruangan, kemudian bersama Naga sakti pembalik sungai sekalian mereka mulai merundingkan rencana pengepungan.

785

Berdasarkan hasil penyelidikan yang per-nah dilakukan naga sakti pembalik sungai setengah tahun berselang, lalu dicocokkan dengan kamus peta laut dan diambil kesim-pulan, mereka menarik kesimpulan bahwa Wan san popo pasti berdiam di pulau terbe-sar yang berada dibagian tengah menghadap timur laut. Pulau ini jarang ada penghuninya, kalau toh ada mereka adalah dayang atau murid serta cucu murid Wan san popo. Hasil kesimpulan tersebut, Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai menentukan beberapa hal yang penting untuk disampai-kan kepada para anggota rombongan. Setengah jam kemudian ke empat koman-dan kapal telah muncul diatas perahu kera-ton disertai kapten kapal masing-masing. Lan See giok segera membeberkan rencana yang telah disusun oleh Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai itu kepada semua orang, kemudian mengatur pula pengepu-ngan yang khusus terhadap beberapa buah pulau yang dianggap rawan. Selesai pengumuman, semua orang kem-bali ke kapal masing-masing untuk melaksa-nakan rencana, malamnya lentera dipasang untuk memudahkan pengenalan. Sepeninggal ke empat komandan kapal perang serta anak buahnya, Lan See giok sekalian kembali melakukan perundingan baru, sebab untuk menjelajahi kepulauan ini paling tidak mereka membutuhkan waktu sampai setengah bulan lamanya. Akhirnya ditetapkan mereka akan mencari Wan San popo bersama sama, dengan demikian, bukan saja jumlah anggota mereka jadi banyak, di samping itupun dapat saling jaga menjaga dan bantu membantu. Dan untuk menghindari pencarian yang tak beraturan atas ketiga manusia aneh dari luar lautan, merekapun memutuskan untuk menantang gembong iblis itu secara terbuka, dengan demikian mereka tak usah kuatir gembonggembong iblis tersebut melarikan diri dari situ. Malampun semakin kelam, angin laut ber-hembus makin kencang, perahu yang di-mainkan ombak bergoyang tiada hentinya kesana kemari .... Hu yong siancu dan Lan See giok sekalian berdiri di ujung geladak sambil memperhati-kan suasana di sekitar sana. kini ratusan kapal perang mereka telah mengepung selu-ruh kepulauan Wan san, kini tinggal sebuah pulau lagi di bagian timur sana sedang dila-kukan pengepungan. Berhubung cahaya lentera yang terang benderang di setiap perahu, maka posisi setiap kapal perang yang me lakukan pengepungan itu dapat terlihat dengan jelas sekali.

786

Kepulauan Wan san berada dalam keadaan gelap gulita, tak nampak setitik sinar, tak nampak pula suatu gerakan, selain suara ombak yang memecah di pantai, tak kede-ngaran lagi suara yang lain. Sementara itu kabut tebal menybelimuti angkasaj, langit tak begrsinar dan tak bberbin-tang, suara terompet dibunyikan secara lamat-lamat dari kapalkapal perang itu, ke semuanya menambah seramnya suasana. Menjelang kentongan pertama, semua ka-pal perang telah mengepung pulau Wan San rapat-rapat, ke empat komandan pun sudah menaikkan lenteranya sebagai laporan bahwa segala sesuatunya telah beres... Lan See giok, Si Cay soat dan Siau thi gou memperhatikan kepulauan berbentuk aneh yang berada di kejauhan dengan perasaan yang amat gelisah, mereka tak tahu apakah To Seng cu berada di pulau tersebut. begitu banyak pulau yang berada di situ, bila ingin melakukan penggeledahan jelas tempat yang dipakai untuk menyekap guru-nya tidak mudah ditemukan." Lan See giok yang berpendapat bahwa se-mua pulau telah dikepung oleh kapal pe-rang, mengapa mereka harus menunggu lagi sampai hari esok...? Tapi tiga buah pulau yang berada di bagian tengah begitu gelap dan sepi, sedemikian se-pinya sehingga mencurigakan orang, dia tak percaya tiga manusia aneh dari luar lautan itu tidak melihat kehadiran ratusan buah kapal perang yang terang benderang itu. Pertama tama Si Cay soat yang menyata-kan kekuatiran lebih dulu, ujarnya: "Bila kita memutuskan akan menantang secara terbuka, setiap saat kan kita bisa mendarat dan meneruskan perjalanan sambil menyalakan obor? Aku tak kuatir pihak la-wan tak akan muncul untuk menghadang perjalanan kita, asal ada seorang saja yang munculkan diri, aku yakin tidak sulit untuk mengetahui bagaimana keadaan suhu bela-kangan ini." Lan See giok sendiripun sedang berpikir demikian, maka ia segera mendukung usul tersebut. Hu yong siancu pun merasa usul tersebut-pun masuk diakal, maka sahutnya kemudian sambil mengangguk: "Kalau memang begitu, mari kita berangkat sekarang juga!"" Lan See giok sudah tak mampu menahan diri lagi, kepada dua orang pengawal di alat pemanah, ia segera berteriak: "Siapkan sampan cepat!"Begitu perintah diturunkan segera terjadi kesibukan diatas perahu tersebut untuk menurunkan sebuah sampan. Kemudian Lan bSee giok memerijntahkan pula kagcung cilik untubk menyiapkan bebe-rapa buah obor yang diserahkan kepada Siau thi gou,

787

kemudian menerangkan pula berba-gai tanda rahasia untuk berhubungan, de-ngan kapal lain kepada Siau cian dan Cay soat. setelah itu mereka baru turun ke sam-pan. Dengan didayung oleh Siau cian serta Cay soat, berangkatlah mereka menuju ke pulau besar yang berada di sebelah barat. Tapi berhubung ombak sangat besar, sam-pan itu tak berani bergerak terlalu cepat, ter-utama sekali setelah melewati kepungan ka-pal-kapal perang. Dengan cepat mereka bergerak mendekati pulau dengan batu karang yang terbesar di mana-mana itu. Dalam pada itu semua orang yang berada diatas kapal perang telah mempersiapkan diri secara ketat, semuanya berada di depan alat pemanah otomatis sambil mengawasi gerak gerik sekeliling tempat itu, ada pula yang memperhatikan sekitar permukaan laut, kuatir ada anak buah dari ke tiga manusia aneh yang menyusup datang ..... Setelah melalui batuan karang yang besar, sampan itu mengikuti arus laut meluncur lebih ke depan. Waktu itu angin kencang dan ombak besar, arus laut sangat deras, dalam keadaan begini sampan sukar dikendalikan, andaikata Cay soat dan Siau cian tidak cekatan, hampir saja sampan mereka tenggelam tersapu ombak. Agar ke empat komandan serta kapal-kapal perang lainnya mengetahui posisi sampan kecil itu, naga sakti pembalik sungai me-merintahkan kepada Siau thi gou untuk menyulut sebuah obor dan digenggam ditangan. Tak lama kemudian mereka sudah me-nembusi pulau-pulau kecil berkarang dan akhirnya mendekati pulau besar di sebelah barat, tapi suasana di atas pulau tersebut masih tetap hening dan tak kedengaran sedikit suara pun. Lan See giok mencoba untuk memperhati-kan suasana di pulau tersebut, ternyata po-hon dan semak belukar tumbuh amat lebat di situ, tiada suatu gerakan yang mencuriga-kan di situ kecuali suara ombak dan angin yang menggoyangkan pepohonan. Menyaksikan halr ini Hu yong sizancu segera berwkerut kening, lralu kepada naga sakti pem-balik sungai tanyanya ""Lo enghiong, sete-ngah tahun berselang apakah kaupun mela-kukan pemeriksaan atas pulau ini?" Naga sakti pembalik sungai segera me-ngangguk. "Ya, sudah kuperiksa dengan sek-sama, beberapa li dari tempat ini terdapat tujuh delapan buah rumah gubuk, selain itu tidak nampak bangunan lain." "Sudahkah Thio loko menyelidiki siapa-siapa saja yang berdiam dirumah gubuk itu?"" sela Lan See giok.

788

Naga sakti pembalik sungai termenung se-jenak, kemudian baru menjawab: "Menurut hasil penyelidikanku setelah melakukan pengintaian selama lima hari, pulau ini cuma dihuni belasan orang lelaki dan perempuan, bila dilihat dari gerakan tubuh serta dandanan mereka, mirip sekali dengan dayang dan kacung, tidak mirip se-orang tuan rumah, sehari harinya mereka jarang sekali masuk keluar, paling banter mereka hanya berhenti di depan gedung pa-ling besar yang berada di paling belakang, atau mengirim makanan dan minuman ...." "Menurut pengamatan Thio loko, mungkin kah tempat tersebut merupakan rumah kediaman Wan san popo?" sela Si Cay soat. Naga sakti pembalik sungai segera meng-geleng. "Mungkin bukan, sebab di pulau besar bagian tenggara sana terdapat bangunan seperti keraton yang dihuni banyak pelayan, bangunan perkampungan itu besarnya bebe-rapa kali lipat, karena itulah kusimpulkan Wan san popo berdiam di pulau tersebut." Lan See giok termenung dan berpikir seje-nak, kemudian katanya: "Kalau memang begitu, lebih baik secara langsung kita pergi ke pulau itu saja .... Belum selesai dia berkata, dari balik pulau itu kedengaran suara pekikan panjang yang amat nyaring bergema memecahkan keheni-ngan, suara itu meski cuma lamat-lamat na-mun kedengarannya luar biasa ...... Lan See giok sekalian merasa amat terkejut suara pekikan itu tinggi melengking dan tidak seperti jagoan biasa didengar dari nada suaranya, orang yang memperdengarkan suara pekikan tersebut tentulah seorang pe-rempuan, Sambil mengangkat obornya tinggi-tinggi Siau thi you segera berseru dengan gembira: "Mungkin Wan san popo telah datang." Si Cay soat sudah pernah mendengar suara pekikan nyaring dari Lam hay lo koay, dia merasa orang itu meski memiliki tenaga dalam yang sempurna, namun bila diban-dingkan Lam hay lo koay masih selisih jauh sekali. Wan san popo dan Lam hay lo koay sama-sama merupakan gembolan iblis yang ber-ilmu tinggi, sudah barang tentu selisih tenaga dalam yang mereka miliki tak akan terlalu jauh, maka ujarnya kemudian: "Si nenek siluman itu berdiam di pulau be-sar, mana mungkin bisa dia ....." "Kalau begitu bisa jadi dia adalah tamu yang mau datang minum arak--" seru Siau thi gou sambil melototkan sepasang matanya bulat-bulat. Sebelum ucapan itu selesai diutarakan, Si Cay soat telah menukas agak gemas.

789

"Aaah, kau ini cuma tahunya makan me-lulu..." Siau thi gou jadi tertegun dan seketika tak berani berbicara lagi, sementara suara-suara pekikan panjang tadi makin lama semakin bertambah dekat. Dengan kening berkerut Lan See giok segera berseru dengan penuh amarah. "Kalau toh pihak lawan sudah datang me-nyambut, kenapa kita tidak memapakinya?" Hu yong siancu serta Naga sakti pembalik sungai segera manggut-manggut menyatakan persetujuannya. Siau cian dan Cay soat mulai memperlam-bat sampan dan membiarkan perahu itu diambang-ambingkan oleh ombak laut, pe-lan-pelan mereka mendekati sebaris pepo-honan yang besar di tepi pantai. Gerakan tubuh orang itu benar-benar amat cepat dalam waktu singkat suara pekikan sudah memekikkan telinga, mungkin jarak nya tinggal ratusan kaki saja. Lan See giok kuatir orang itu menempati posisi yang menguntungkan lebih dahulu, bila hal ini sampai terjadi, maka keinginan-nya untuk mencapai pantai pasti akan sulit. Karenanya sewaktu sampan masih berapa kaki dari pantai. dia melejit ke udara dan meluncur ke depan. Berada ditengah udara dia merentangkan lengannya seperti seekor rajawali kemudian meluncur kearah pulau tersebut dengan ke-cepatan luar biasa. Ketika mencapai tengah jalan sepasang ujung bajunya dikibaskan ke depan lalu tubuhnya turun dan melejit kembali tahu-tahu dia sudah mencapai batuan cadas di-antara pepohonan di sisi pantai.. Gerakan tubuh si pendatang tersebut me-mang benar-benar amat cepat, disaat tubuh Lan See giok melayang turun ke atas tanah itulah, dia menangkap ditengah pekikan nyaring membawa pula suara ujung baju yang terhembus angin. Lan See giok amat terkejut. secepat kilat dia meluncur ke atas permukaan bumi. Disaat kakinya baru menginjak tanah itu-lah, suara pekikan telah berhenti dan orang itu sudah meluncur tiba sambil membentak keras "Kawanan cecunguk dari mana yang datang kemari, berani amat memasuki pulau dewa Wan san semaunya sendiri!" Didalam bentakan itu sebuah pukulan dilontarkan ke depan, segulung angin sera-ngan yang amat dahsyat seperti amukan pu-yuhpun menggulung tubuh Lan See giok.

790

Diam-diam Lan See giok merasa kehe-ranan, sudah jelas suara pekikan tadi berasal dari perempuan, mengapa suara bentakan kasar yang bergema sat ini justru suara lela-ki? Tapi, ia tak sempat untuk berpikir panjang lagi, telapak tangan kanannya diputar dan melepaskan pula sebuah pukulan yang tak kalah cepatnya. "Blaaaamm....!" Ditengah benturan keras yang memekikkan telinga. batu dan pasir beterbangan di angka-sa dan menyelimuti sekeliling tempat itu, daun dan ranting berguguran ke tanah. Akibat dari bentrokan tersebut. si penda-tang kena tergetar sehingga mundur sejauh beberapa langkah. Sebaliknya Lan See giok masih tetap berdiri ditempat semula tanpa bergerak sedikit pun jua. hanya baju birunya saja yang berkibar ketika terhembus angin, Ketika ia mendongakkan kepalanya baru lah terlihat lebih kurang tiga kaki dihada-pannya berdiri sepasang laki perempuan setengah umur yang mengenakan pakaian perlente dan menunjukkan wajah kaget ber-campur keheranan. Yang lelaki berusia tiga puluh delapan sembilan tahunan, memakai jubah berwarna hijau dengan bunga-bunga-emas, sebuah topi kecil, bermuka kurus panjang dan bibir men-cibir, waktu itu mukanya bergetar keras seakan akan dibikin tertegun oleh peristiwa tersebut. Sedangkan yang perempuan bemata lentik, bibir tipis dan mengenakan baju warna merah dengan gaun panjang berwarna hijau, sebilah pedang tersoren di pinggangnya. Biarpun "perempuan ini terhitung cantik" namun sikapnya membuat orang tidak tahan Dia memandang sekejap kearah Lan See giok dengan wajah tertegun dan kaget, se-mentara bibir kecilnya yang melongo lama-lama sekali belum juga dapat merapat, Sesudah berhasil mengendalikan diri, buru-buru laki perempuan berpakaian per-lente itu memandang sekejap wajah Hu yong siancu sekalian, kemudian lelaki berjubah mentereng itu berkerut kening dan menegur penuh amarah; "Kalian berasal dari perguruan mana, be-rani amat memasuki pulau dewa Wan san ini" Bertemu dengan laki perempuan setengah umur itu. Siau thi gou bagaikan berjumpa dengan musuh besarnya saja, ia segera berteriak keras: "Kami datang dari Wi Lim poo, memangnya kenapa tak berani kemari---? Kejut dan girang menyelimuti wajah laki perempuan setengah umur itu,

791

Nyonya muda itu memperhatikan sekejap wajah Lan See giok sekalian, kemudian de-ngan gembira serunya. "Aaaah, kalau begitu kalian masih punya hubungan dengan enci Hoa dan engkoh Tin san? Apa hubungan kalian?" Lan See-giok segera tertawa dingin, "Kami memang datang dari Wi lim poo, tapi sama sekali tiada hubungan dengan Oh Tin- san." Dengan cepat lelaki setengah umur itu da-pat merasakan bahwa kedatangan Lan See giok sekalian mempunyai maksud dan tujuan yang kurang baik, ia segera melotot den me-negur penuh amarah. "Kalian termasuk golongan mana? Apa maksud, kalian kemari? Ayo cepat berterus terang, kalau tidak. hmmm,. jangan salahkan aku si ikan hiu berekor panjang Gan Bu liong akan bertindak kejam dan tidak berperasaan!" Siau thi gou tertawa terbahak bahak, ejeknya sinis, "Oooh, rupanya kau adalah se ekor pan-jang Gan tak berguna..? Haaahhh... haaaahhh... haaaahhh....kalau begitu bagus sekali .." Perlu diketahui, nama si Hiu berekor pan-jang Gan Bu-liong, jika diambil arti menurut kata ucapannya maka bisa diartikan lain. Tak heran kalau si ikan hiu berekor pan-jang naik darah, sebelum Siau thi gou me-nyelesaikan perkataannya, ia sudah mem-bentak keras. . "Bajingan cilik, mulutmu jahat......" Didalam bentakan mana, tubuhnya menerjang ke muka, telapak tangannya yang kurus langsung dibacokkan ke atas tubuh siau thi gou... Sudah sejak tadi Si Cay soat tak sabar menanti, kalau bisa dia ingin membereskan sepasang lelaki perempuan setengah umur ini secepatnya. Melihat si ikan hiu berekor panjang telah menyerang dengan tenaga penuh, dia takut Siau thi gou tak tahu lihay dan menyambut ancaman tersebut secara gegabah. Maka sambil membentak keras dia putar pergelangan tangannya sambil meloloskan pedang, dimana cahaya tajam berkelebat le-wat, pedangnya telah membacok pergelangan tangan kanan lawan, Nyonya setengah umur itu bermata cukup jeli, tiba-tiba dia melolos-kan pedang sambil membentak pula, cahaya tajam berkilauan pedangnya langsung menusuk ke bahu Si Cay soat. Siau cian tak mau ambil diam, sambil membentak dia putar pergelangan tangan-nya sambil menerjang dan meloloskan pedang, didalam waktu singkat pedangnya telah me-nyongsong serangan pedang dari nyonya tersebut.

792

Ditengah bentakan yang amat nyaring, gerakan tubuh dari ke empat orang itu dila-kukan semua dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, membuat siapa saja merasa-kan pandangan matanya menjadi kabur.... Si ikan hiu berekor panjang segera kena di desak oleh Si Cay soat sehingga tubuhnya mundur sejauh tiga kaki.... Sedangkan nyonya berbaju perlente itu di paksa pula oleh tiga buah serangan berantai dari Siau cian hingga kalang kabut tak keruan... Begitu bentrokan lewat, masing-masing pi-hak serentak menghentikan pula sera-ngan-nya. Si ikan hiu berekor panjang dan nyonya muda berpakaian perlente itu, sama-sama dibikin tertegun, dengan pandangan kaget bercampur tercengang mereka awasi Lan See-giok sekalian dengan wajah termangu, mereka sadar orang-orang yang berada diha-dapannya sekarang sudah pasti bukan se-orang jago persilatan biasa . Sementara itu Hu-yong siancu dan Naga sakti pembalik sungai telah menduga kala si ikan hiu berekor panjang dan nyonya berbaju perlente itu tentu murid Wan-san popo, bahkan mereka berdua pasti sepasang suami istri, Tapi berhubung pihak lawan tidak menge-nali dia dan naga sakti pembalik sungai maka merekapun segan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Tapi berdasarkan bentrokan yang dilaku-kan si ikan hiu berekor panjang dengan Lan See- giok. dapat diketahui meski tenaga dalam mereka boleh dibilang terhitung jagoan kelas satu, namun masih selisih jauh bila dibandingkan dengan kemampuan Lan See giok. Tiba-tiba terdengar nyonya berbaju per-lente itu berseru sambil tertawa dingin. "Sejak aku Huan Giok lien terjun ke dunia ramai, selama puluhan tahun belakangan ini belum pernah bertemu dengan lawan tandi-ngan. Hmmm....! Hari ini kau mampu men-desakku sehingga mundur sejauh berapa langkah, ingin kulihat sampai di manakah kelihaianmu yang sesungguhnya!" Sembari berkatba keningnya segjera berkerut dagn hawa napsu mebmbunuh menyelinap di wajahnya, sambil mengawasi Siau cian lekatlekat, selangkah demi selangkah dia maju ke depan. Lan See giok tertawa dingin. ejeknya: "Huuuh, dasar orang lautan yang berpe-ngetahuan picik dan tekebur sendiri, tentu saja kau tak akan tahu kalau di luar langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia lain."

793

Mendengar perkataan itu Huan Giok lien menghentikan langkahnya sambil berpaling kearah Lan See giok, tegurnya penuh amarah. "Kau bilang aku Huan Giok lien bukan tandingnya" Biarpun Lan See giok kalau ilmu pedang yang dimiliki Huan Giok lien bagus, tapi bila dibandingkan Siau cian masih kalah seting-kat, karenanya dia manggut-manggut. "Asal kau dapat mengungguli satu atau setengah gerakan saja dari enci Cian, kami segera akan mengundurkan diri dari kepu-lauan Wan San ...." Si ikan hiu berekor panjang Gan Bu liong sangat mengandalkan kekuatan dibelakang punggungnya, Wan San popo adalah guru-nya. karena itu dia tertawa penuh amarah setelah mendengar ucapan tersebut, teriak-nya kemudian. "Selama puluhan tahun ini. pulau dewa Wan san tak pernah diintip siapa saja. tapi sekarang kalian berani mendatangi kepu-lauan kami seenaknya sendiri, dosa kalian tak bisa diampuni lagi, kamu anggap masih dapat mengundurkan diri dari sini dalam keadaan hidup " .?" Sambil berkata sekali lagi dia mendongak-kan kepalanya dan tertawa seram. Siau thi gou melotot besar, tiba-tiba dia membentak. "Kau tidak menginginkan aku hidup? ,Hmmm. kalau begitu akan kucabut dulu jiwamu." Ditengah bentakan keras tubuhnya me-nerjang ke muka, tiba-tiba saja dia menge-luarkan ilmu Liong hou jit si nya yang sangat ampuh itu... Didalam waktu singkat bayangan tangan menyelimuti angkasa. ditengah deruan angin serangan yang dahsyat ia desak si ikan hiu berekor panjang habis habisan. Tampaknya si ikan hiu berekor panjang ti-dak menyangka kalau serangan yang di lan-carkan bocah berkulit hitam itu begitbu cepat dan dahjsyat, belum habgis gelak ter-tabwanya berkumandang, selapis bayangan pukulan telah meluncur datang dengan amat cepat sehingga pada hakekatnya tak nampak setitik lubang kelemahan pun. Dalam kagetnya ia membentak keras, sepasang telapak tangannya direntangkan ke samping dengan mempergunakan tenaga dalam sebesar sepuluh bagian. dia berharap dengan mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna berhasil mengungguli musuhnya tersebut dengan suatu sistim pertarungan keras lawan keras. "Blaamm, blaammm!" Dalam dua kali benturan keras, sepasang bahu dekat persendian tulang tangan si ikan hiu berekor panjang sudah terkena masing-masing satu pukulan.

794

Ditengah dengusan tertahan, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan sempo-yongan. Huan Giok lien amat terkejut, sambil men-jerit kaget cepat-cepat ia menubruk ke depan, sambil memayang tubuh si ikan hiu berekor panjang tersebut. Nampak bahu kiri dan lengan kanan si ikan hiu berekor panjang terkulai lemas ke bawah, wajahnya pucat pasi, wajahnya mandi dengan keringat, tapi ia masih tetap menggertak gigi sambil menahan rasa sakit, dipandangnya wajah Siau thi gou dengan pe-nuh kebencian - --Menjumpai musuhnya masih mampu ber-diri tegak tanpa mengerang kesakitan kenda-tipun secara beruntun sudah termakan em-pat kali pukulan. Siau thi gou segera menga-cungkan ibu jarinya sambil memuji. "Kau si ikan hiu berekor panjang ternyata sanggup menerima empat buah pukulan naga dan harimau ku tanpa mengerang ke-sakitan, aku Thi-gou benar-benar mengagu-mi dirimu sebagai seorang lelaki sejati, biar kemampuanmu tak becus tapi aku tetap kagum kepadamu ." Ketika mendengar nama ilmu pukulan naga dan harimau, Huan Giok-lien segera terbelalak dengan wajah kaget, mulutnya melongo dan lama sekali tak mampu mengu-capkan sepatah katapun. Demikian pula dengan si ikan hiu berekor panjang, untuk beberapa saat ia berdiri tertegun dengan wajah amat terkejut. Hu yong siancu rsekalian lantasz tahu pasti adaw hal-hal yang tridak beres, tanpa terasa mereka saling bertukar pandangan sekejap dan masingmasing berusaha untuk menge-tahui kabar berita tentang To Seng-cu. Menyaksikan lawannya cuma berdiri mem-bungkam dengan wajah melongo. dengan suara dingin Siau-thi-gou berseru kembali. "Bagaimana? Apakah kalian merasa tidak puas?" Setelah berhasil menenangkan pikirannya. Huan Giok-lien bertanya agak gugup. "Kau ....adalah......murid To Seng Cu locianpwe? " "Tidak sampai Hu yong siancu menjawab. Siau thi gou Sudah maju selangkah ke depan sambil menepuk dada, tegurnya penuh rasa geram...?" "Kenapa? Kau anggap aku tak pantas menjadi murid guruku?" Hu yong siancu kuatir Siau thi gou mem-buat gara-gara sehingga persoalan jadi kacau, tiba-tiba serunya dengan suara dalam. "Anak Gou, kembali" Tentu saja Siau thi gou tidak berani mem-bangkang perintah bibinya sesudah melotot sekejap ke arah Huan Giok lien, dia memba-likkan badan dan segera mengundurkan diri.

795

Sementara itu ketika si ikan hiu berekor panjang dan Huan Giok lien menyaksikan perempuan yang cantik dan anggun itu me-manggil murid To seng-cu tersebut sebagai "anak Gou". kedua orang itu semakin tertegun lagi saking kagetnya tapi merekapun belum pernah mendengar dari suhu mereka Wan san popo bahwasanya To Sang cu masih mempunyai seorang adik seperguruan yang cantik dan anggun, lalu siapakah dia? Tanpa terasa dengan sorot mata kaget ber-campur tercengang kedua orang itu menga-wasi wajah Hu yong siancu tanpa berkedip Naga sakti pembalik sungai segera merasa bahwa kesempatan baik tak boleh dibuang percuma, dia harus menggertak musuhnya agar bisa diperoleh kabar yang dibutuhkan. Maka setelah mendehem pelan dia menge-lus jenggotnya dia berkata sambil tersenyum "Kalau didengar dari cara pembicaraan kalian berdua, tampaknya kalian adalah murid-murid popo. sekarang baiklah kuper-kenalkan dulu beberapa orang ini kepada kalian-.Si ikan hiu berekor panjang Gan Bu liong amat membenci Lan See giok sekalian akibat luka yang dideritanya, sebelum si naga sakti pembalik sungai menyelesaikan kata-kata-nya. sambil menahan rasa sakit yang luar biasa ia lantas berteriak, "Kau ini manusia apa? Siapa suruh kau banyak mulut?" Lan See giok jadi gusar sekali, tiba-tiba dia mengayunkan tangannya siap melancarkan sebuah sentilan ke depan ... Hu yong siancu kuatir urusan jadi ter-bengkalai, buru-buru cegahnya dengan suara dalam. "Anak Giok, tahan" Lan See giok melotot ke arah si ikan hiu berekor panjang, lalu serunya gusar. "Kau tak usah kurang ajar dan berlagak jumawa, kukatakan kepadamu. bila ku ingin merenggut nyawamu, maka hal ini hanya ku lakukan dengan sebuah sentilan jari saja." Sambil berkata dia menyentilkan jari ta-ngan kanannya ke arah sebatang bambu yang berada beberapa kaki dari tempat mereka berada. . Segulung desingan tajam meluncur ke de-pan membelah angkasa dan langsung menghantam pohon bambu yang besarnya selengan manusia itu. "Kraaakkkkk!" Diiringi suara yang sangat keras, bambu itu patah menjadi dua dan segera roboh ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang memekikkan telinga.

796

Kali ini ikan hiu berekor panjang dan Huan Giok lien benar-benar termangu karena terkejut, ilmu sentilan jari semacam ini hanya pernah mereka dengar dari cerita gu-runya. Wan san popo dan belum pernah disaksikan dengan mata kepala sendiri, menurut keadaan sekarang, pengetahuan mereka berdua memang amat cetek dan tidak tahu kalau di luar langit masih ada langit, di atas manusia masih ada manusia lain. Sementara itu pada jarak delapan sembilan kaki di sisi arena telah berkumpul dua pulu-han laki perempuan berbaju indah, menurbut kesimpulan djari pakaian yangg mereka kena-kban, orang-orang itu, tentunya para dayang dan pelayan si ikan hiu ber-ekor panjang serta Huan Giok lien. Biarpun paras orang-orang itu berubah hebat, namun tak seorangpun diantara mereka yang menjerit kaget atau berbisik bisik membicarakan kejadian tersebut. Tahu kalau kebengisan dan keangkuhan si ikan hiu berekor panjang telah memudar, naga sakti pembalik sungai baru tertawa ter-bahak bahak sambil memperkenalkan diri "Aku berdiam di telaga Phoa yang she Thio bernama Lok heng, orang persilatan menye-but sebagai si naga sakti pembalik sungai--Belum selesai mereka berkata paras muka Si ikan hiu berekor panjang dan Huan Giok lien kembali telah berubah hebat, kedua orang itu merasa amat keheranan, menurut Oh Tin san, si naga sakti pembalik sungai adalah musuh bebuyutan dari Wi Lim poo mengapa ia bisa berada satu rombongan dengan orang-orang Wi Lim poo.? Terdengar si naga sakti pembalik sungai berkata lebih jauh. "Dia adalah Hu yong siancu Han Lihiap ...." Mendengar nama tersebut, saking kagetnya hampir saja si ikan Hiu berekor panjang lupa dengan rasa sakit di bahu dan tulang le-ngannya, sekali lagi paras mukanya berubah, dia tak mengira Hu yong siancu yang nama-nya termasyhur dalam dunia persilatan sejak puluhan tahun berselang ternyata masih tetap berwujud sebagai seorang wanita berwajah cantik, Huan Giok lien jadi kurang percaya, me-ngapa tokoh dari golongan lurus yang ter-masyhur namanya di dunia ini bisa berkom-plot dengan Oh Tin san? Sementara itu naga sakti pembalik sungai masih memperkenalkan terus. "....sedang nona ini adalah satu satunya putri kesayangan Han lihiap. bernama Ciu Siau cian...." Huan Giok lien mengamati wajah Siau cian dengan seksama, lalu berpikir.

797

"Tak heran kalau ilmu pedangnya begitu sempurna, rupanya dia mempunyai seorang ibu yang nama besarnya telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, tentu saja ilmu pedang putrinya tak akan sejelek ibunya ... * Sementara masih termenung, Naga sakti pembalik sungai telah berkata lebih jauh . "..... nona ini adalah satu sabtunya murid perjempuan To Seng gcu locianpwe, Sbi Cay soat...." Lalu sambil menuding Lan See giok kata nya lagi. "Sedang dia adalah putra tunggal si gurdi emas peluru perak Lan tayhiap, juga meru-pakan pewaris ilmu silat To Seng cu Cia locianpwe yang bernama Lan See giok. Untuk pertama kalinya Huan Giok lien memperhatikan wajah Lan See giok, seketika itu juga ia terpikat oleh ketampanan wajah-nya. ia tidak percaya kalau dalam dunia ini bisa terdapat pemuda yang begitu tampan. Maka setelah mendengar kalau Lan See giok adalah putra Lan Khong tay yang terso-hor dimasa lalu, tanpa terasa ia teringat kembali akan kisah romantis Lan Khong tay dengan Hu yong siancu. Karenanya dia seperti memahami akan se-suatu, sorot matanya yang tajam berulang kali dialihkan dari wajah Hu-yong siancu ke wajah Lan See giok, seakan akan dia hendak mencari persamaan dari wajah ke dua orang ini, apakah diantara mereka berdua memang terjalin hubungan sebagai ibu dan anak. Hu-yong siancu sudah cukup berpengala-man dalam hal semacam ini dia mempunyai perasaan yang tajam sekali, terutama atas sorot mata orang lain yang aneh Kontan saja selembar wajahnya menjadi merah padam karena pandangan tersebut. Naga sakti pembalik sungai segera berkerut menyaksikan kejadian itu sehingga dia lupa untuk memperkenalkan Siau thi gou Padahal Siau thi gou sudah tak sabar menanti sedari tadi, tapi ia pun merasa kurang leluasa untuk mengumbar napsu karena itu setelah mendehem pelan katanya. "Thio loko, masih ada aku?" Segera si naga sakti pembalik sungai ter-i-ngat akan Siau thi gou, sambil tertawa ter-gelak. segera serunya. Saudara berdua. biar kuperkenalkan se-orang lagi kepada kalian berdua" Sambil, menuding ke arah Siau thi gou yang telah memasang gaya, dia berkata lebih jauh sambil tertawa.

798

"Dia adalah murrid pertama yangz diterima oleh wTo Seng cu lociranpwe sebelum yang lain. bila berbicara menurut urutan perguruan, maka Lan See giok masih pantas memanggil toa suheng kepadanya..., "Ooh, tidak-tidak, engkoh Giok lah yang pantas menjadi toa suheng" cepatcepat Siau thi gou membantah sambal menggoyang kaki tangannya berulang kali. Oleh perkataan ini, meski semua orang tak sampai tertawa kegelian. namun suasana tegang yang semula, mencekam arenapun menjadi jauh lebih berkurang, Naga sakti pembalik sungai berkata kemu-dian lebih jauh: "Setelah kau dengar perkenalanku ini, tentunya kalianpun sudah dapat menduga apa maksud kedatangan kami bukan? Huan Giok lien segera manggut-manggut, "Yaa, menurut perkenalan lo enghiong, ten-tunya kedatangan kalian untuk menjemput To seng cu untuk diajak pulang bukan?"! Dari ucapan "menjemput" Hu yong siancu sekalian segera berkesimpulan bahwa To Seng cu selain berada di pulau Wan san saat ini, keselamatan jiwanyapun tidak terancam. Maka dengan wajah terkejut bercampur gembira ia mengangguk berulang kali. "Betul, kami memang datang untuk me-ngajak dia orang tua pulang ke rumah." Tanpa sangsi Huan Giok-lien segera ber-seru. "Bagus sekali, mari ku ajak kalian men-jumpainya" Oleh jawaban ini, Hu yong siancu sekalian menjadi setengah percaya setengah tidak, semuanya jadi tertegun Tampaknya mereka tidak menyangka kalau masalahnya dapat berubah secepat ini, karenanya mereka saling berpandangan se-kejap seakan akan tak percaya kalau keja-dian ini merupakan suatu kenyataan. Dalam pada itu Huan Giok lien telah berbi-sik sesuatu kepada si ikan hiu berekor pan-jang, tapi si ikan hiu berekor panjang seperti kurang setuju, sampai akhirnya Huan Giok lien melotot dengan kening berkerut,- dia baru melotot sekejap kearah La See giok sekalian dengan penuh kebencian lalu membalikkan badan dan menuju ke rombongan pelayan. Setelah kepergian si ikan hiu berekor pan-jang, Huan Giok lien baru membalikkan badan menengok Lan See giok sambil berta-nya. "Kalian membawa perahu?" "Perahu kami ada didekat situ, mari ikut aku" jawab si naga sakti pembalik sungai.

799

Dengan perasaan penuh pengharapan dan gembira, berangkatlah semua orang mana ke perahu di tepi pantai.. Lan See giok juga merasa gembira, setelah semua orang berada diatas perahu tanpa tertahankan lagi dia berpaling kearah Huan Giok lien sambil bertanya. "Tolong tanya kau hendak membawa kami pergi kemana sekarang...?" Sikap Huan Giok lien tenang tanpa sikap permusuhan, sebelum pemuda itu menyele-saikan katanya ia telah menukas. "Aku she Huan bernama Giok lien, Huan adalah nama marga dari Huan li hoo yang tersohor dimana-mana, sedang Giok berarti kemala." Lan See giok cukup mengetahui maksud hatinya tanpa terasa dengan wajah memerah, buru-buru dia minta maaf. "Maaf Huan lihiap, tolong tanya..." Kembali Huan Giok Lien menggoyangkan tangannya sambil tertawa. "Sebutan Huan lihiap tidak berani kuterima, sebab dewasa ini orang yang pantas disebut sebagai se-orang "lihiap" didalam dunia persilatan cuma Han locianpwe seorang. yang lain sama sekali tak berhak mendapatkan predikat tersebut. Hu yong siancu adalah orang yang pandai, memanfaatkan itu ia segera menyela sambil tersenyum, "Aaah, mana, mana, nona Lien kelewat memuji!" Panggilan "nona Lien" tersebut seketika membuat wajah Huan Giok lien jadi merah dadu dan berseri seri, dia benar-benar merasakan kegembiraan yang tak terkirakan. Siau cian dan Cay soat yang memegang da-yung, kontan saja saling berpandangan sam-bil mencibirkan bibir setelah melihat wajah Huan Giok lien yang berseri itu . "Tapi. oleh karena Hu yong siabncu yang menggujnakan sebutan tgersebut. maka tbak ada yang berani mengejek atau menggoda, apa lagi pihak lawan toh sebagai penunjuk jalan untuk bertemu dengan To Sengcu-- ? Memanfaatkan kesempatan dikala Huan Giok lien sedang gembira, Hu yong siancu segera mendesak lebih jauh. "Nona Lien sekarang kita hendak pergi ke mana?" . Sambil berusaha untuk mengendalikan rasa gembiranya yang meluap, sahut Huan Giok lien. "Boanpwe mengajak cianpwe sekalian pergi ke istana Tiang siu kiong...." Lan See giok ingin mengetahui kabar ten-tang gurunya secepat mungkin, dengan suara datar ia segera menyela. "Apakah guruku berada di dalam istana Tiang Siu kiong?"

800

Huan giok lien menggelengkan kepala-nya berulang kali, sesudah tertawa genit sahut-nya. "Tidak. To Seng-cu locianpwe tidak berada dalam istana Tiang siu kiong.., " Berkilat sorot mata Lan See giok, wajahnya berubah hebat, tanpa terasa ia menegur de-ngan suara dalam. "Lantas mengapa kau ajak kami pergi ke istana Tiang siu kiong. . ,"!" Oleh sorot mata Lan See giok yang begitu tajam bagaikan sembilu ini, Huan Giok lim jadi terperanjat sampai tubuhnya menggigil, untuk beberapa saat dia tak tahu bagaimana mesti menjawab pertanyaan tersebut, Hu yong siancu yang menjumpai paras muka Cay soat serta Siau thi gou turut berubah semua, dia kuatir tindakan mereka yang gegabah akan mempengaruhi situasi yang sedang mereka hadapi, maka", cepat-cepat ia menyela sambil tertawa, "Nona Lien, tahukah kau To Seng-cu locianpwe berada dimana sekarang?" "Boanpwe tidak tahu." agak gugup Huan Giok lien menggelengkan kepalanya. Lan See giok merasa sangat kecewa, keke-cewaan itu segera berubah menjadi kobaran hawa amarah. tanpa terasa bentaknya. Lalu siapa yang tahu..". Bentakannya yang menggeledek ini segera menggetarkan perasaan Huan Giok lien se-hingga wajahnya berubah menjadi pucatb pasi, telinganjya mendengung kgeras dan sekalib lagi dibikin terperanjat.~ Hu Yong siancu cukup memahami pera-saan gelisah yang mencekam Lan See-giok saat ini. dia tidak menegurnya, tapi kepada Huan Giok-lien berkata dengan suara datar, "Tahukah nona Lien. siapa yang mengeta-hui jejak Cia locianpwe berada dimana sekarang?" Tampaknya Huan Giok lien mu1ai menye-sal karena tidak menurut peringatan dari ikan hiu berekor panjang dengan menghantar sendiri rombongan tersebut menuju istana Tiang-siu kiong, kini dia berdiri di ujung sampan dengan posisi terjepit, mau mencoba kabur lewat air pun sudah tak mungkin lagi sekarang. Karena itu dengan alis mata berkernyit dia menengok kearah Hu yong siancu, kemudian menjawab. "Kabar berita To Seng cu locianpwe yang sebenarnya hanya diketahui oleh guruku be-serta Cinjin dan Koay kiat." Dengan lembut Hu yong siancu manggut-manggut. lalu bertanya lebih jauh. "Apakah gurumu berada dalam istana Tiang siu kiong..."

801

Sekali lagi Huan Giok lien manggut-mang-gut. "Benar dia berada di pulau besar itu" Sambil berkata jari tangannya segera menuding kearah pulau besar dibagian te-ngah. Siau cian dan Cay soat turut mendongak kan kepalanya memandang ke muka, pulau besar itu diliputi kegelapan, paling dekat pun jaraknya masih berapa li, karena itu mereka mendayung lebih kuat lagi sehingga sampan tersebut melesat ke depan dengan kecepatan bagaikan anak panah terlepas dari busurnya. Naga sakti pembalik sungai paling mengu-atirkan bila tiga manusia aneh dari luar lau-tan berada di pulau tersebut. tiba-tiba sela-nya pula. "Apakah Si to cinjin dan Hay lam koay kiat dua orang locianpwe sudah pulang ke rumah masing-masing." _ , "Belum, mereka masih berada di istana guruku" Naga sakti pembralik sungai segzera berkerut kewning dan memandrang sekejap ke arah Hu yong siancu dengan gelisah ber-campur mu-rung--Biarpun Hu yong siancu merasa gelisah di-dalam hati, namun di luar wajahnya Masih tetap bersikap tenang, kembali dia tersenyum seraya bertanya: "Nona-Lien, pernahkah kau bertemu muka dengan To Seng-cu locianpwe ...."!" Kembali Huan Giok lien menggeleng: "Oleh karena boanpwe berdiam di pulau lain, sebelum mendapat perintah suhu, boanpwe tak berani mendatangi, istana Thian siu kiong dengan sembarangan, itulah se-babnya belum pernah bersua dengan To Seng-cu locianpwe." "Kali ini kau mengajak kami ke situ, apakah popo tak akan memarahimu?" se-ngaja Hu yong siancu bertanya lagi kehe-ranan. "Tidak" Huan Giok lien menjawab tanpa ragu, "satu bulan berselang suhu telah berpesan, bila ada orang yang datang untuk menjemput To Seng cu locianpwe, perduli jumlahnya banyak atau sedikit, tua atau muda, segera mereka harus diajak pergi ke istana Tiang siu kiong..." Diam-diam Hu yong siancu sekalian merasa terkejut, mereka tidak tahu apa se-babnya Wan san popo bisa tahu bakal ada orang yang datang menyelidiki jejak To Seng cu locianpwe? Sementara itu, si naga Sakti pembalik su-ngai telah bertanya pula dengan pikiran mu-rung: "Nona Lien, bagaimana sih hasil perundi-ngan dari To Seng cu locianpwe dengan su-humu sekalian? Akhirnya mereka telah me-nyekap To Seng cu locianpwe dimana? Masa nona Lien sama sekali tidak tahu?"

802

"Boanpwe benar-benar tidak tahu" jawab Huan Giok lien, sambil menggeleng tanpa ragu. Berbicara sampai disini, dengan kening berkerut ia termenung sebentar, tiba-tiba tanyanya dengan nada aneh: "Kalian benar-benar datang dari Wi lim poo?" Hu Yong siancu dan Lan See giok sekalian mengangguk bersama sama. Dengan wajah tidak mengerti Huan Giok lien segera berseru: "Oh Tin San toako dan enci Ci hoa meru-pakan orang yang turut berunding disini, mereka semua tahu tentang tempat yang di-pakai untuk menyekap To Seng cu locianpwe, sewaktu kemari apakah kalian tidak bertanya kepada mereka?" Mendengar ucapan mana, Hu yong siancu dan Lan See giok merasa mendongkol cam-pur menyesal, sewaktu bersua dengan Oh Tin san suami istri tempo hari, mereka hanya tahu membalas dendam dan lupa menanyakan keadaan di luar lautan, setelah di sing-gung kembali oleh.... Huan Giok sekarang, mereka baru merasa menyesal kali... Tapi persoalan apakah yang direncanakan dan dirundingkan Oh Tin San suami istri be-berapa orang itu merasa persoalan ini perlu diketahui dengan secepatnya. Maka Hu yong siancu segera, bertanya: "Nona Lien, tahukah kau persoalan yang dibicarakan Oh pocu suami istri ?" "Sayang boanpwe tidak ikut hadir dalam perundingan tersebut, sehingga tidak tahu persoalan apakah yang sedang mereka bica-rakan.. sahut Huan Giok lien dengan nada permintaan maaf. Tapi ketika berbicara sampai di situ, seperti teringat akan sesuatu, dengan gem-bira terusnya lagi: "Aaaah, boanpwe dapat mengingat kembali sekarang, siau sumoayku Gi Hui hong me-ngetahui kejadian ini dengan amat jelas, se-bab sewaktu perundingan dilangsungkan dia melayani suhu di samping suhu pun paling suka dengannya." Mendengar jawaban ini semua orang kem-bali merasa kecewa dan gelisah, karena siau sumoay Gi Hui hong yang dimaksud Huan Giok lien, biar pun sepanjang hari mendam-pingi Wan san popo, sudah pasti mereka tak mungkin pergi menjumpainya lebih dulu dan minta kepadanya untuk memberitahukan tempat penyekapan terhadap To Seng cu kepada mereka semua.

803

Melihat paras muka Hu yong siancu dan Lan See giok semua menunjukkan wajah mu-rung dan kesal, seperti hatinya diliputi ke-kuatiran, cepat-cepat Huan Giok lien meng-hibur: "Biarpun demikian... menurut bboanpwe yang menjdapat kabar dargi sumber beritab yang dapat dipercaya, To Seng-cu locianpwe bukan disekap oleh suhu di suatu tempat, melainkan Cia locianpwe sendirilah yang bersedia tinggal di suatu tempat untuk me-ngasingkan diri." Lan See giok kembali menghela napas dan gelisah, dengan cepat dia menyela: "Dimanakah tempat untuk mengasingkan kan diri itu?" Setelah ditegur oleh Lan See giok tadi, sampai sekarang Huan Giok lien masih men-dongkol, melihat ada kesempatan untuk membalas, cepat dia menarik muka sambil menegur: "Kau ini memang kebangetan sekali. bukankah sudah ku bilang aku tidak tahu, kalau tahu mengapa tidak kuberitahu-kan kepadamu?". Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut pada mukanya, dia memang menarik muka, tapi makin lama wajahnya semakin cerah dan akhirnya dia tak bisa menahan diri lagi untuk tertawa cekikikan, Sebenarnya Lan See giok hendak mengumbar hawa amarah nya, tapi setelah menjumpai nona itu tertawa, dia malah merasa rikuh dengan sendirinya. Selama ini, Siau cian dan Cay soat sambil mendayung perahu, mereka tak hentinya, mengawasi keadaan kedua orang itu, se-waktu melihat sikap Huan Giok lien yang sengaja mengambek, tanpa terasa mereka saling berpandangan sambil tertawa lalu mencibir sinis. Naga sakti pembalik sungai ada maksud untuk mencari sedikit kabar dari mulut Huan Giok lien, agar Lan See giok mempunyai per-siapan sebelumnya, sambil tersenyum tiba-tiba bertanya: "Nona Lien, Si to cinjin dan Hay lam koay kiat belum pulang juga sampai kini, apa yang telah mereka kerjakan untuk mengisi, keko-songan selama setahun lebih ini?" Agaknya Huan Giok lien dapat menebak pula maksud hati Naga sakti pembalik su-ngai, sahutnya sambil tertawa hambar: "Saban hari mereka tiga orang tua. selalu minum teh, main catur dan melatih murid jika dilihat dari cara mereka memberi petun-juk dan mendidik para suheng dalam latihan ilmu silat, bisa jadi kesemuanya itu dipersiapkan untuk menghadapi saudara Lan ini," Sambil tersenyum dia mengerlinbg sekejap, agakjnya sedang menggerling ke arah bLan See giok dengan angkuh pemuda itu mendengus, sekulum senyuman dingin menghiasi wajah-nya bagi pandangannya, Hay gwaa

804

Sam koaypun tak dipandang sebelah matapun, apalagi anak murid mereka bertiga? . Menjumpai sikap angkuh anak muda itu, diam-diam Huan Giok lien merasa mendong-kol., serunya kemudian sambil tertawa di-ngin: "Saudara-saudara seperguruanku yang berada di istana Tiang siu kiong, tidak sebo-doh aku Huan Giok lien, mereka tak ada yang tidak becus macam diriku ini." Satu ingatan segera melintas dalam benak Hu yong siancu, sambil tersenyum ia segera bertanya: "Nona Lien, murid siapa saja yang berada di dalam istana Tiang siu kiong?" Tampaknya Huan Giok lien ada maksud untuk memanasi hati Lan See giok, dia mengerling sekejap ke arah pemuda tersebut lalu sahutnya rada angkuh: "Jangan dibicarakan soal saudara-saudara seperguruanku yang lain, cukup kita ambil contoh adik seperguruanku yang paling kecil Gi Hui hong, selain wajahnya cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, tubuh yang tinggi semampai, terutama sekali bila ia perguna-kan ilmu pedang Peng pok leng hiang kiam-nya, belum pernah ada orang yang mampu menandinginya, bahkan tiga jago dari Hay lam yang menyerang bersama dan empat jago dari pulau Si to yang maju berbareng, tiada seorangpun berhasil meraih kemenangan..." Lan See giok yang mendengar hal ini segera berkerut kening, kemudian tertawa hambar. Melihat Lan See giok tidak terpengaruh oleh kata katanya, Huan Giok lien kembali berteriak dengan mendongkol: "Kukatakan kepadamu, kau bukan tandi-ngannya, kau tak akan mengunggulinya, sekali pun kau sanggup mengalahkan dia, belum tentu dia akan menurut kemauanmu!" Lan See giok, Siau cian dan Cay soat yang mendengarkan ucapan tersebut segera saling berpandangan sekejap kemudian sambil ter-tawa geli menggelengkan kepala kepalanya berulang kali, dalam hati mereka seakan akan sedang mengejek: "Huuuh, siapa suruh kau mengatakan be-gini? Memangnya au bakal tertarik?" Baru saja Huan Giok lien hendak berkat lebih jauh, sampan sudah merapat di pantai. Semua orang lanrtas turun dari zperahu dan mengwikuti dibelakanrg Huan Giok lien menuju ke tengah pulau.

805

Sepanjang jalan mereka lalui batuan karang yang berbentuk aneh dengan aneka pohon dan rumput setinggi lutut, angin gunung yang berhembus lewat dan menggo-yangkan dedaunan, membuat suasana terasa terang dan menyeramkan. Tanpa terasa mereka jadi teringat sebutan si ikan hiu berekor panjang atas pulau Wan san yang dikatakan sebagai pulau dewata mau tertawa rasanya karena geli. Sementara itu Siau thi gou yang melihat keadaan pulau tersebut segera bertanya de-ngan gelisah: "Hei, jarak sampai di istana Tiang siu kiong masih berapa jauh?" Huan Giok lien tahu kalau Siau thi go se-dang bertanya kepadanya maka jawabnya hambar. "Jaraknya masih ada tujuh delapan le-bih.." "Kalau begitu. mengapa kita tidak menem-puh perjalanan lebih cepat lagi?" seru Siau thi gou lagi. Maka semua orang mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing dan me-luncur ke tengah pulau. Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mesti tahu kalau Lan See giok sekalian tidak memandang sebelah matapun terhadap ke tiga manusia aneh dari luar lautan itu namun dia tahu, hal ini tak lebih cuma sikap "anak harimau yang tidak takut persoalan apapun." Sebaliknya dia dan naga sakti pembalik sungai yang sudah berpengalaman luas di-dalam dunia persilatan cukup tahu akan ke-lihaian musuh, karena itu semakin mendekati tujuan perasaan mereka semakin bertambah gelisah. Dalam perjalanan yang begitu cepat, tiada hentinya mereka berdua mengawasi beberapa orang bocah muda itu, mereka tidak tahu apakah nasib baik atau buruk yang akan menimpa mereka setibanya di istana Tiang siu kiong nanti? Setelah menembusi hutan yang lebat dan melewati sebuah tebing yang tinggi, beratus-ratus kaki di depan mereka muncul sebuah bayangan hitam yang luas, hanya karena jaraknya terlalu jauh, semua orang tak dapat melihat dengan jelas.. Tiba-tiba Huan Giok lien berseru tertahan dan segera menghentikan tubuhnya dengan cepat. Dengan perasaan tidak mengerti semua orang turut menghentikan. langkahnya dan menengok kearah Huan Giok lien dengan pandangan kaget bercampur tercengang. Hu yong siancu tahu kalau ada hal-hal yang tidak beres, segera bisiknya lirih:

806

"Nona Lien, adakah sesuatu yang tidak beres?" Dengan pandangan ragu dia menuding arah gerombolan hitam di kejauhan sana, lalu berkata:- "Disitulah letak istana Tiang siu kiong, biasanya tempat itu terang benderang bermandikan cahaya, tapi aneh benar malam ini mengapa tak nampak caha-ya lampu dan dicekam kegelapan?" Dengan kening berkerut Lan See giok mengerahkan tenaga dalamnya untuk me-mandang ke depan, lalu sambil mendengus dingin serunya dengan gemas: "Hmm, sung-guh tak dinyana ketiga makhluk tua itu su-dah lama menunggu kedatangan kita." Sekali lagi Hu yong siancu sekalian rasa-kan hatinya bergetar dengan wajah berubah, biarpun mereka sudah mengerahkan ketaja-man matanya untuk memandang, namun yang terlihat tak lebih cuma bayangan bangunan yang lamat-lamat, Diam-diam Huan Giok lien merasa terkejut, ditatap Lan See giok dengan pandangan tertegun, dia tak percaya kalau anak muda tersebut dapat melihat kalau gurunya Wan San popo Lam hay koay kiat dan Si to Cinjin telah lama menantikan kedatangan mereka di istana. Andaikata benar demikian, bukankah ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang di-miliki pemuda tampan berbaju biru sudah mencapai tingkatan kesempurnaan yang luar biasa? ooo0ooo BAB 37 TAPI ingatan lain segera melintas kembali di dalam benaknya, dari keberanian mereka mendatangi pulau Wan san untuk menan-tang gurunya berduel, bila tanpa didukung oleh kemampuan yang yakin bisa mengungguli gurunya bertiga, mustahil mereka berani datang mencari gara-gara. Berpikir sampai di sini, pandangan me-mandang rendah pada musuh yang semula mencekam pikiran dan perasaannya, seketika tersapu lenyap hingga tak berbekas. Mendadak terdengar Siau thi gou berteriak keras dengan penuh amarah. "Kalau memang ketiga makhluk tua itu su-dah menunggu kematian di situ, mengapa kita tidak segera berangkat ke depan?" Suasana malam semakin kelam, keheni-ngan mencekam seluruh jagad, ditambah pula teriakan Siau thi gou penuh mengan-dung hawa murni yang kuat, teriakan terse-but kontan saja terbawa sampai sejauh bebe-rapa li dan terdengar jelas oleh ketiga manu-sia aneh di luar lautan yang cuma berdiri kurang lebih seratus kaki di depan situ: Maka dengan suara dalam Hu yong siancu segera menegur: "Thi gou, jangan berbicara yang bukan-bukan...."

807

Belum habis dia berkata, dari kejauhan sana telah berkumandang datang suara ter-tawa dingin yang menggidikkan hati, mem-buat siapapun yang mendengar suara itu segera bergidik dan berdiri semua bulu kuduknya. Diam-diam semua orang merasa terkejut dan serentak mengalihkan pandangan mata-nya ke depan, menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, konon ilmu silat yang dimiliki tiga manusia aneh di luar lautan sangat hebat, dari gelak tertawa yang menye-ramkan barusan terbukti sudah bahwa uca-pan itu memang bukan kosong belaka. Mendadak tampak Lan See giok berkerut kening, sambil melotot dengan sinar mata tajam, kemudian dia mendongakkan kepala dan tertawa terbahak bahak. Suara tertawanya seperti suara genta yang berdentang memecahkan keheningan, suara nya menggaung sampai bermil-mil jauhnya dan membumbung di angkasa, seketika itu juga gelak tertawa yang mengerikan tadi ter-bungkam sama sekali. Dari beberapa orang yang berada di bela-kang Lan See giok, Huan Giok lien yang per-tama tama tak mampu menahan diri, di susul kemudian oleh naga sakti pembalik sungai, malah Hu yong siancu serta Siau thi gou pun mulai merasakan hawa darah di dalam dadanya bergolak amat keras. Dengan perasaan terkejut Hu yong siancu segera berseru: "Anak Giok, cepat berhenti!" Lan See giok yang seluruh wajahnya dili-puti hawa membunuh segera menghentikan gelak tertawanya setelah mendengar seruan itu, tapi di dalam dadanya masih terselip perasaan kesal dan mangkel yang tak terkirakan. "Anak Giok, kenapa kau berbuat begitu bodoh?" tegur Hu yang siancu kemudian dengan suara berat. "musuh tangguh sudah di depan mata, suasana amat kritis, mengapa kau malah menghambur hamburkan tenaga dalam dengan percuma sehingga merugikan diri sendiri?" Sementara berbicara, sisa tertawa keras yang mengalun di angkasa telah menyebar sampai ke tempat kejauhan, bahkan orang-orang yang berada di ratusan buah kapal perang di tengah lautan pun merasa terpe-ranjat oleh gelak tertawa tersebut. Sekilas perasaan menyesal segera menghi-asi wajah Lan See giok yang hijau membesi, namun dari pusarnya dia masih merasakan juga dorongan hawa murni yang begitu kuat hendak meletus keluar. Mendadak terdengar Siau cian berseru tertahan: "Aaah, ketiga manusia aneh itu telah datang." Dengan perasaan terkejut semua orang berpaling, benar juga dari balik kegelapan lebih kurang puluhan kaki di depan sana, nampak tiga sosok

808

bayangan manusia de-ngan memancarkan enam buah mata yang bersinar tajam, bagaikan tiga ekor kelelawar raksasa meluncur datang dengan segera. Dibelakang ketiga sosok bayangan manusia itu, pada jarak dua tiga puluh kaki menyusul pula sejumlah bayangan manusia yang ber-gerak datang dengan kecepatan tinggi Lan See giok yang bermata tajam, dalam sekilas pandangan saja dapat melihat bahwa orang yang berada dipaling depan adalah Wan san popo. Wan san pogo berwajah merah cerah de-ngan rambut berwarna perak, sepasang ma-tanya memancarkan sinar tajam yang meng-gidikkan, dia memakai baju yang lebar de-ngan membawa sebuah tongkat besi, sebesar lengan bocah yang beratnya paling tidak satu dua ratus kati. Saat itu Wajahnya penuh dili-puti perasaan terkejut, kaget, seram dan gusar ....Orang yang di sebelah kiri adalah Sito Cinjin yang berperawakan kurus kering. Sito Cinjin mengenakan kopiah pendeta yang disertai jubah pat kwa yang lebar, sepasang pedang tersoren di punggung, pada bagian dagunya dihiasi jenggot kambing yang telah memutih, sorot matanya yang tajam tak ubahnya, seperti dua bilah pedang tajam. Sebaliknya orang yang berada di sebelah kanan adalah Lam hay koay kiat, manusia yang pernah mendatangi puncak Giok li hong dibukit Hoa san tempo hari untuk mengun-dang kedatangan To Seng cu ke pulau Wan San. Lam hay lo cay mempunyai alis mata yang tebal dengan wajah persegi lebar, dalam kejut dan gusarnya dia nampak menyeramkan sekali ..... Tapi setelah mengetahui dengan pasti wa-jah beberapa orang itu, sepasang matanya yang tajam segera dialihkan ke wajah Siau thi gou, Cay soat dan See giok secara bergantian. Sedang Lan See giok mengawasi lawannya, tiga manusia aneh dari luar lautan itu sudah menghentikan gerakan tubuh mereka lima kaki dihadapan semua orang, sambil tertawa seram mereka awasi musuh-musuhnya tanpa berkedip, sikapnya angkuh dan amat juma-wa. Huan Giok lien yang bertemu dengan Wan San popo segera berseru lirih: "Suhu.,." Ia menubruk ke depan, pertama tama ber-lutut lebih dulu untuk memberi hormat pada Wan san popo, kemudian baru memberi hormat pula kepada Lo koay dan Cinjin. Wan San popo sama sekali tidak memandang sekejappun kearah Huan Giok lien. mengebaskan ujung bajunya dia berseru dengan gusar: "Berdiri dibelakang sana !"

809

Sesudah memberi hormat buru-buru Giok lien berseru: "Suhu, pemuda berbaju biru dan gadis berbaju merah dan bocah bermata besar berkulit hitam itulah murid-murid To Seng-cu locianpwe.." "Aku sudah tahu". tukas Wan san popo kurang sabar, "lam hay susiokmu telah me-ngatakan kepadaku." Tampaknya Huan Giok lien sempat dibuat kalut pikiran dan perasaannya oleh tertawa Lan See giok yang amat keras dengan suara gemetar kembali dia berkata: "Suhu, dia ......" Belum sampai Huan Giok lien menyelesai-kan kata katanya, Wan San popo sudah me-lotot besar sambil membentak. "Enyah kau dari situ; cerewet amat kau!" "Tidak suhu ...." kembali Huan Giok lien berseru gemetar, "mereka datang dari telaga Phoa yang...." Mendengar ucapan mana, Wan san popo beserta Lam hay lo koay dan Si to cinjin segera mengalihkan sorot matanya dan me-mandang sekejap ke arah lautan di sekeliling situ. Dalam pada itu, rombongan manusia yang mengikuti di belakang ketiga manusia aneh itu sudah berdatangan semua dan berdiri lima kaki di belakang ketiga orang tersebut dengan sorot mata yang tajam mereka mengawasi Hu yong siancu sekalian tanpa ber-kedip. Biarpun Lan See giok merasa amat gusar dan kalau bisa ingin segera mengajukan pertanyaan kepada mereka bertiga agar di tunjukkan tempat untuk menyekap gurunya tapi dengan kehadiran Hu yong siancu di situ, mau tak mau dia mesti menahan diri untuk menantikan tindakan yang diambil bibinya. Ditatapnya pula kawanan manusia yang berdiri dibelakang ketiga manusia aneh tersebut, diantara mereka terdapat perem-puan tua dan muda, tampaknya mereka ti-dak mirip kawanan jago biasa. Yang terutama menarik perhatiannya adalah munculnya seorang bocah perempuan berbaju hijau yang menggembol pedang dari rombongan orang-orang tersebut dan mendekati Wan san popo. Gadis itu memakai baju hijau, berambut panjang, mata besar. alis mata melentik, bibirnya merah dan berusia antara sebelas dua belas tahun, ia nampak masih amat binal. Berjumpa dengan gadis cilik itu, Lan giok teringat pula dengan cerita Huan Giok lien tentang adik seperguruannya yang kecil Gi Hui hong, siapa yang bisa mengunggulinya, maka diapun akan menuruti perkataan orang itu.

810

Sementara dia masih berdiri termangu, terdengar Huan Giok lien telah melapor mak-sud kedatangan Hu yong siancu sekalian kepada gurunya, paras muka ke tiga mangy aneh itu segera semakin berubah, makin berubah semakin tak sedap dipandang. Gadis cilik berbaju hijau itu maju ke depan tiba-tiba dan mengawasi Cay soat dan Siau cian dengan sepasang mata yang bersinar. Tiba-tiba dihampirinya Wan sanb popo ke-mudianj sambil menudingg kearah Cay sobat dan Siau cian dia berseru polos: "Suhu, anak Hong ingin bertanding ilmu pedang dengan kedua orang cici itu" Agaknya pikiran dan perasaan Wan san popo waktu itu amat buruk, dia segera me-lotot besar sambil membentak: "Minggir jauh-jauh dari sini!" Ditegur begitu kasar oleh gurunya. gadis berbaju hijau itu kelihatan tertegun, kemu-dian matanya menjadi merah, sedang ka-wanan laki perempuan yang ada beberapa kaki di belakang situ menjadi ketakutan sampai wajah mereka berubah menjadi pucat pias, mereka yang berniat hendak memperli-hatkan kebolehannya juga segera mengu-rungkan niatnya. Hu yong siancu berdiri dengan wajah serius, sewaktu menjumpai sikap buas, ga-rang dari ketiga manusia aneh tadi, kening-nya telah berkerut kencang, ia sadar suatu pertarungan sengit tak bisa dihindari malam ini. Tapi dia tak ingin kehilangan sopan santun nya sebelum pertarungan di mulai, karena bagaimanapun juga, Tiga manusia aneh dari luar lautan tetap merupakan tokoh-tokoh tua di dalam dunia persilatan. Sementara itu ke tiga manusia aneh sudah selesai mendengarkan laporan Huan Giok lien, Wan san popo yang pertama tama me-nengok ke arah Hu yong siancu lebih dulu, kemudian setelah tertawa dingin serunya: "Jadi kau adalah Hu yong siancu me-ngunggulkan diri sebagai pendekar yang tiada tandingannya di air maupun di daratan. Mendengar kata-kata yang begitu kasar, timbul perasaan tak senang di hati kecil Hu yong siancu. Biarpun begitu dia memberi hormat juga sambil berkata merendah: "Ahli waris Thian san pay, Han Sin wan datang menjumpai popo..." Wan san popo tidak membiarkan Hu yong siancu menyelesaikan perkataannya, dia tertawa mengejek kemudian selanya: "Hei budak ingusan, rupanya kau ingin menggunakan nama Thian san pay untuk menakut nakuti aku..,?"

811

Mendengar sampai di bsini, amarah yajng dikendalikang sejak tadi olebh Lan See giok segera meletus, dengan kening berkerut dia siap mengumbar amarahnya. Tapi Hu yong siancu telah tertawa hambar dan berkata dengan suara dalam: "Popo terlalu banyak curiga, dalam mem-beri hormat kepada seorang cianpwe, sudah sepantasnya, menyebutkan pula asal pergu-ruannya ...." . Wan san popo tertawa bangga, rasa mang-kelnya juga jauh berkurang, tidak sampai Hu yong siancu menyelesaikan perkataannya, dia manggutmanggut dan berpaling kepada naga Sakti pembalik sungai sambil menegur: "Apakah kau adalah si setan air tua bang-kotan naga sakti pembalik sungai yang sela-ma ini malang melintang di telaga Phoa yang?" Ucapan yang kasar ini membuat amarah Naga sakti pembalik sungai meledak pula, tapi berhubung Hu yong siancu selalu me-ngalah, maka diapun tak berani mengumbar amarahnya pula. Dengan wajah hijau membesi ujarnya ke-mudian dengan suara yang berat dan dalam "Popo, kau sudah tua kenapa mulutmu justru tak tahu aturan. hmmm, terhadap manusia yang tak tahu diri selamanya aku ogah menjawab" Api kegusaran kembali membara di dalam dada Wan san popo, mata nya segera mende-lik besar dan bentaknya. "Bajingan cilik, kau berani kurang ajar kepadaku? Hmmm, sudah banyak tahun aku tidak melakukan pembunuhan. hari ini ku-perintahkan kepadamu untuk menghabisi sendiri nyawamu itu. kalau tidak, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji se-lain membunuh diri mu, semua nelayan dari kampung nelayan mu juga tak akan kulepas-kan seorangpun" Ucapan yang kasar dan tak berperi-kema-nusiaan ini kontan saja menggusarkan Hu yong siancu sekalian, tubuh mereka sampai gemetar keras menahan emosi. Naga Sakti pembalik sungai segera men-dongakkan kepalanya dan tertawa tergelak serunya lantang. "Aku dengar Wan San popo adalah manu-sia berhati sekeji ular berbisa, selama ini aku tidak percaya, tapi sretelah bertemu zkali ini. aku bwaru yakin bahwar kekejaman popo jus-tru sepuluh kali lipat dari pada racun ular berbisa. Hmmm, yang bakal bunuh diri hari ini bukan aku, tapi justru kau si nenek silu-man yang sudah banyak menanggung dosa." Saking gusarnya paras muka Wan San popo berubah menjadi hijau membesi, sambil berpaling ke arah Huan Giok lien, tiba-tiba ia menuding si naga sakti pembalik sungai sambil membentak keras.

812

"Maju sana, dalam sepuluh gebrakan kau harus sudah memenggal kepalanya dan menghadap ku!" Si Cay soat yang diburu napsu amarah su-dah tak sabar lagi semenjak tadi. tiba-tiba ia membentak keras sambil menerjang ke muka. dimana pergelangan tangannya ber-putar, cahaya tajam secepat sambaran kilat telah memancar di angkasa. Ketika Si to cinjin yang berdiri tenang di sisi arena melihat Si Cay soat meloloskan pedang Jit hoa kiamnya, berkilat sepasang mata orang tersebut, sekilas perasaan iri dan rakus segera menghiasi wajahnya yang kurus kering. " Si Cay soat berdiri ditengah arena, kemu-dian sambil menuding ke arah Wan san popo ejeknya sinis. "Sudahlah, kau tak usah menyuruh muridmu yang turun ke arena, lebih baik kau munculkan sendiri saja," Wan san popo amat gusar. dengan mata melotot, besar bentaknya keraskeras. "Perempuan rendah, kau anggap aku tak berani melakukan pembunuhan atas dirimu? Dengan cepat dia merentangkan tongkat bajanya ditengah dada .... Siau cian kuatir Cay soat tak mampu menandingi musuhnya yang tangguh itu, sambil membentak keras dia melompat pula ke arena sambil berseru. "Adik Soat, nanti dulu, biar cici yang men-coba untuk bertarung melawan si nenek siluman ini lebih dahulu." Sambil berkata dia melayang turun di samping Si Cay soat dan memutar pergela-ngan tangannya, cahaya emas berkilauan, pedang Gwat hoa kiam telah diloloskan dari sarung. Sekali lagi Si to cinjin dibuat silau oleh ketajaman pedang Gwat hoa kiam ditangan Siau cian, sekali lagi ia tertegun, tapi sifat rakusnya semakin kentara lagi. Melihat Siau cian, dan Cay soat, dengan ketakutan Huan Giok lien segera berseru. "Suhu, mereka berdua adalah murid-murid To Seng cu locianpwe---" Semakin terang sinar tajam yang meman-car keluar dari balik mata Si to cinjin, buru-buru dia berseru kepada Wan San popo de-ngan suara dalam. "Lo toaci, dulu Cia Keng sudah pernah bi-lang bahwa angkatan muda yang bakal mun-cul disini akan mampu melampaui kemam-puan kita tiga pendekar dari luar lautan, aku pikir mungkin bocah-bocah busuk inilah yang dimaksudkan----coba lihat, mereka cuma budak busuk dan bocah ingusan be-laka .... !!

813

Sambil berkata dia berpaling pula me-man-dang sekejap kearah Lam hay lokoay yang tampaknya masih termenung. Si Cay soat serta Siau cian memang berniat untuk menjajal kemampuan dari tiga manu-sia aneh tersebut. sambil menuding ke arah Si to cinjin, kedua gadis itu segera memben-tak. *Hmmm, apa itu budak ingusan bocah busuk? Jika kau si tosu siluman merasa ti-dak puas, ayo silahkan maju dan bertarung dengan nonamu berdua- -" Mendengar tantangan yang persis seperti yang dikehendaki. Si to Cinjin segera pura-pura marah dan mendongakkan kepalanya sambil tertawa tergelak, Waktu itu sepasang mata Wan san popo telah berkilat tajam dan wajahnya berubah hebat. tampaknya dia sudah melihat kalau kedatangan beberapa orang pemuda tersebut mempunyai tujuan yang tidak menguntung-kan. Pada mulanya dia selalu menganggap janji To Seng cu hanya bermaksud untuk mengu-lur waktu belaka. tapi kini orang-orang yang dimaksudkan telah berdatangan semua, su-dah barang tentu kepandaiannya mereka pasti luar biasa sekali. Terutama sekali kawanan budak dan bocah ingusan tersebut. buka mulut mengumpat-nya sebagai nenek siluman, tutup mbulut me-makinyaj pula sebagai ngenek siluman. bKalau dibilang mereka masih muda tak tahu urusan malah lebih tepat, kalau di bi-lang mereka tak memandang sebelah mata pun terhadap tiga manusia aneh dari luar lautan, Berpendapat demikian, tanpa terasa dia berpaling dan memandang sekejap kearah Lam hay lo koay yang berdiri dengan wajah sedih dan murung. Sikap rekannya yang sangat aneh tersebut dengan cepat makin mempertebal keyaki-nannya bahwa apa yang diduga memang benar Sementara itu Siau cian dan Cay soat yang berdiri ditengah arena dengan pedang terhu-nus telah membentak lagi keras-keras. "Tosu siluman, tutup mulutmu yang bau itu, kalau dibandingkan dengan adik Giok ku. tenaga dalam yang kau miliki itu masih ketinggalan jauh sekali. Mendadak Si to cinjin menghentikan gelak tertawanya, dengan sepasang mata yang me-lotot besar seperti lampu lentera kecil dia tertawa seram dan menatap Cay soat dan Siau cian tanpa berkedip, agaknya dia sudah benar-benar marah. Karena urusan sudah berkembang menjadi begini rupa Hu yong siancu serta naga sakti pembalik sungai segera menarik kembali si-kap merendah

814

mereka, mereka tak mau memperdulikan soal sopan santun lagi se-hingga meruntuhkan semangat Lan See giok sekalian, lebih baik biarkan saja mereka memperlihatkan kebolehan ilmu silat yang dimilikinya. Dalam pada itu Si to cinjin memandang se-kejap ke arah Cay soat dan Siau cian dengan wajib menyeringai seram. sepasang pergela-ngan tangannya segera diputar dan ia segera meloloskan sepasang pedangnya yang terso-ren di punggung dan berseru dengan suara menyeramkan. "Sepasang pedang toya mu ini sudah pulu-han tahun lamanya tak pernah diberi darah, baiklah, biar malam ini dia menci-cipi darah kalian yang segar itu ...." Dengan menyilangkan sepasang pedangnya di depan dada dengan ujung pedang menghadap ke bawah, pelan-pelan dia melangkah masuk ke dalam arena, Hu yong Siancu serta naga sakti pembalik sungai merasa kuatir dan cemas kembali setelah melihat Si to cinjin hendak turun tangan, bagaimanapun juga pihak lawan me-rupakan seorang gembong iblis yang ter-masyhur di luar lautan. Yang membuat kedua orang itu gbelisah ucapan ojrang-orang persgilatan yang menbga-takan tentang kehebatan ilmu silat ke tiga manusia aneh itu, namun tiada yang tahu sampai dimanakah kehebatan mereka yang sebenarnya. Terutama sekali Si to cinjin yang termasy-hur karena ilmu pedangnya, tapi angkatan belakangan tak ada yang tahu berasal dari aliran manakah ilmu pedangnya tersebut. Dalam pada itu kawanan manusia yang berdiri dibelakang ketiga manusia aneh itu sudah berdiri tenang dan memusatkan pikirannya mengawasi arena, kejut dan gi-rang menghiasi wajah orang-orang tersebut. Yang membuat mereka terkejut adalah ke-beranian kedua orang gadis cantik yang be-lum berusia dua puluhan tahun itu untuk menantang Si to cinjin bertarung. Yang membuat mereka gembira adalah se-menjak menjadi murid ke tiga manusia aneh itu, belum pernah mereka jumpai ke tiga gembong iblis tersebut mendemonstrasikan kehebatannya, malam ini mereka telah mendapatkan kesempatan untuk memenuhi ke-inginan tersebut. tentu saja setiap orang merasa gembira. Naga sakti pembalik sungai memandang ke arah Si to cinjin yang berwajah menyeramkan itu dengan wajah gelisah bercampur cemas, terutama sekali tiap langkah kaki tosu terse-but selalu menimbulkan suara ge-merisik yang meninggalkan bekas kaki se-dalam berapa inci, dari sini dapat diketahui

815

bahwa tenaga dalam yang dimilikinya sudah menca-pai tingkatan yang luar biasa. Tapi Lam See giok yang berdiri di samping Hu yong siancu justru menganggap Si to cin-jin ada maksud hendak memamerkan tenaga dalamnya. dia merasa hal semacam ini tak ada harganya untuk diperlihatkan terus. Sebaliknya Si Cay soat dan Siau cian yang melihat keadaan ini diam-diam merasa terkejut, biar begitu senyuman dingin yang sinis masih tetap menghiasi bibir mereka. Naga sakti pembalik sungai benar-benar merasa sangat gelisah, sampai sekarang dia masih belum mengetahui dengan jelas sam-pai dimanakah taraf ilmu pedang yang dimi-liki ke dua orang nona yang berdiri angkuh di tengah arena tersebut. Mendadak berkilat sepasang mata Hu yong siancu, dia seperti teringat akan sesuatu, dengan wajah serius kartanya tiba-tibaz. "Anak Cian, wkalian menghadarpi cinjin nanti, jangan sekali kali kalian celakai jiwa-nya.." Si to cinjin teramat gusar setelah men-de-ngar perkataan itu. sebelum Hu yong siancu menyelesaikan perkataannya, dan di saat pikiran Cay soat serta Siau cian masih berca-bang. dia telah membentak dengan suara keras. "Betul-betul bikin hatiku marah sekali...." Tubuhnya bergerak ke depan, secepat kilat pedangnya menusuk dada Siau-cian dan Cay soat. Seruan tertahan dan jeritan kaget bergema di angkasa, bayangan manusia berkelebat lewat. Cay soat dan Siau cian telak memisahkan diri ke kedua belah sisi. nyaris sekali mereka termakan oleh serangan Si to cinjin yang teramat cepat itu. Belum pernah kawanan lelaki perempuan yang berdiri tak jauh dari situ menyaksikan ilmu pedang begitu cepat dan hebat, tanpa terasa lagi mereka berteriak memuji. Sebaliknya Hu yong siancu, Siau thi gou dan naga sakti pembalik sungai jadi ter-pe-ranjat hingga paras muka mereka berubah hebat. Ilmu pedang yang dimiliki Si to cinjin me-mang sudah termasyhur akan keampuhan-nya, terbukti sekarang bahwa serangan pedangnya memang amat cepat, lagi pula sekaligus mengancam dua sasaran yang ber-beda dalam waktu yang bersamaan. Untuk pertama kalinya sekulum senyuman yang cerah dan sukar dicernakan dengan kata-kata menghiasi wajah Lan See giok yang hijau

816

membesi lantaran marah, sebaliknya Cay soat dan Siau cian berlagak kaget ber-campur ketakutan, kemudian tertawa nakal. Rupanya posisi yang mereka lakukan sekarang, tak lain merupakan posisi pembu-kaan dari ilmu sepasang pedang berangkai satu. Hanya Si to cinjin seorang yang masih ber-diri tertegun dengan wajah memerah, tapi dengan cepat ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, suara tertawa itu penuh mengandung nada amarah, kaget, ngeri dan malu. Sebab didalam serangan pedangnya tadi, dia telah pergunakan jurus. "Guntur meng-gelegar petir menyambar." yang merupakan jurus tangguh hasil ciptaannya selama ini. Wan san popo yang melihat kejadian ini serta merta mengalihkan toya besinya dengan perasaan gelisah, diliriknya sekejap Lam-hay-lo koay yang nampak murung itu dengan pandangan tak tenang seolah-olah ia sedang berkata. Tampaknya ucapan Cia Keng memang benar-benar akan menjadi kenya-taan. Si bocah perempuan Gi Hui hong dan Huan Giok lien yang berdiri tak jauh di sisi Wan san popo pun agaknya dapat melihat kalau keadaan kurang beres bagi pihaknya. cuma mereka tetap membungkam dalam seribu bahasa Hanya kawanan laki dan perempuan yang berdiri di belakang Wan san popo saja yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya, sebab mereka tak melihat sikap gelisah dan tak tenang dari ketiga manusia aneh dari luar lautan itu. Dalam pada itu Si to cinjin telah ber-henti tertawa, sambil mengawasi Siau cian berdua, serunya dengan penuh perasaan benci. "Setahun berselang aku pernah berkata kepada Cia Keng, bila dalam masa hidupku masih ada orang yang mampu mengungguli satu atau setengah jurus saja dari toya, maka pinto segera akan menggorok leher untuk bunuh diri." Ketika mendengar perkataan itu, paras muka Wan san popo dan Lam hay lo koay segera turut berubah pula menjadi sangat tak sedap dipandang. Tampaknya Siau cian dan Cay soat sudah mempunyai kepercayaan pada kemampuan sendiri, mereka tertawa wajar, lalu ujarnya: "Mati atau tidak, itu urusan pribadimu sendiri, yang jelas kami akan melaksana-kan perintah untuk tidak mencabut nyawamu itu" Sekali lagi Si to cinjin dibuat amat gusar sampai sepasang matanya berubah menjadi merah darah, diiringi bentakan keras. dia melepaskan sebuah tusukan lagi ke depan....

817

Tapi baru saja pedangnya digerakkan. Cay soat den Siau cian telah menggerakkan pula pedangnya bersama sama untuk saling me-lancarkan tusukan secara bersilang. Buru-buru Si to cinjin menggerbakkan pedangnyaj untuk menyongsgong datangnya abncaman ini, tapi pada saat itu juga secara tiba-tiba ia merasakan hatinya tidak tenang, hawa murninya bergolak keras dan gerakan pedangnya menjadi lamban semua gerakan serangan yang digunakan seakan akan tak dapat dilakukan lagi sesuai dengan kehendak hati. Kejadian tersebut kontan saja membuat ia merasa amat terperanjat, ditengah pertaru-ngan dia mencoba untuk melakukan peme-riksaan ke sekeliling situ ia segera menemu-kan kalau sepasang pedang ke dua gadis itu telah melakukan gerakan berputar bagaikan hembusan angin yang menggencetnya dari atas dan bawah, begitu bertepatan gerakan mereka sehingga setiap tusukan selalu ter-tuju ke jalan darah penting di sekujur badannya, Diiringi bentakan nyaring mendadak Cay soat dan Siau cian merubah gerak serangan-nya. dalam waktu singkat serangannya berubah menjadi segumpal cahaya tujuh warna yang segera menyelimuti sekujur tubuh mereka berdua, Dibalik cahaya yang gemerlapan inilah kembali berkumandang suara bentakan keras pada saat yang bersamaan tiba-tiba muncul lima buah bunga pedang perak yang menyilaukan mata. Menyusul serentetan suara dentingan nyaring yang memekikkan telinga. cahaya tujuh warna tadi mengembang semakin besar dan menyebar kemana mana, setelah itu ber-gema jerit kesakitan yang penuh dicekam rasa kaget dan ngeri. Desingan pedang berhenti secara tiba-tiba cahaya tujuh warnapun lenyap tak berbekas sesosok bayangan manusia meluncur turun ke bawah. Cay soat dan Siau cian melayang mundur sejauh dua kaki sambil menyilangkan pedangnya di depan dada. Keadaan Si to cinjin waktu itu mengenas-kan sekali, rambutnya sudah kusut, kopiah-nya putus menjadi dua jubah yang dipakai pun sudah robek sebagian sehingga keadaannya amat mengenaskan hati. Wajahnya yang pucat kini berubah menjadi pucat pias seperti kertas, sorot matanya berkedip kedip, peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidatnya dengan pandangan terkejut bercampur ngeri dia memandang sekejap kearah Cay soat dan Siau cian. kemu-dian seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya sambil tertawa tergelak.

818

Suara tertawanya amat mengerikban seperti lolojngan serigala sgehingga mendiribkan bulu kuduk siapa saja yang melihatnya, Kawanan laki perempuan yang berada d belakang barisan pun ikut tertegun dengar wajah terkesiap, sekarang mereka baru tahu apa sebabnya ke tiga manusia aneh tersebut tidak memerintahkan mereka untuk me-nyambut musuh-musuh yang datang. Paras muka Wan san popo turut berubah menjadi sangat mengerikan, sepasang mata-nya memancarkan sinar tajam yang meng-gidikkan hati. dalam detik-detik itulah dia seperti sudah dicekam oleh hawa napsu membunuh yang amat keji. Sebaliknya Lam hay lo koay melototkan sepasang matanya bulat-bulat, bibirnya ber-gerak dan giginya saling beradu keras tam-paknya diapun sedang mengambil suatu keputusan yang amat keji, Hu yong siancu serta naga sakti pembalik sungai juga sudah merasakan kalau situasi telah berubah menjadi sangat buruk dengan kekalahan yang di derita Si to cinjin. ke-mungkinan besar Wan san popo serta Lam hay lokoay sudah terdesak untuk mengum-bar hawa napsu membunuhnya. Andaikata tiga manusia aneh tersebut menerjang bersama secara kalap, maka ke-mampuan yang dimiliki Cay soat serta Siau cian hanya cukup untuk melindungi diri. se-dang Lan See giok seorang diripun masih mampu mengungguli lawan. hanya mereka berdua serta Siau thi gou saja yang tak memiliki keyakinan untuk berhasil. Mendadak Si-to-cinjin menghentikan gelak tertawanya, kemudian membentak dengan suara keras, "Serahkan nyawamu- -" Sepasang pedangnya dilontarkan ke depan segulung desingan angin serangan disertai kilatan cahaya tajam, secara bersama sama meluncur ke depan dan menyambar tubuh Cay Soat serta Siau cian. Berhubung peristiwa itu dilakukan se-cara tiba-tiba lagi pula dengan kecepatan luar bia-sa, sebelum jeritan kaget sempat terucap dari mulut Hu yong siancu sekalian, cahaya pedang telah tiba di depan dada Cay soat berdua. Untung sekali prosisi Cay soat zdan Siau cian swaat itu merupakran posisi ilmu Siang kiam ciau hui yang merupakan bagian dari Tong kong kiam hoat, maka begitu serangan dilancarkan, Si to cinjin, kedua orang itu serentak melayang ke samping secara memisahkan diri, Namun cahaya pedang kelewat cepat. baru saja kedua orang itu melayang sejauh dua depa, pedang lawan sudah menyambar lewat diatas bahu mereka. "Sreeeeet, sreeeeet--."

819

Diiringi dua kali desingan tajam. dua bilah pedang telah meluncur sejauh berapa ratus kaki disertai seruan tertahan dua orang gadis tersebut.,.. Hu-yong siancu dan Lan Se giok berempat sama-sama berseru kaget kemudian mener-jang kearah Cay soat dan Siau cian. Ternyata kedua orang gadis itu sudah kena didesak oleh hawa sakti yang memancar ke-luar dari sepasang pedang lawan hingga berakibat bahu dan pakaian mereka robek. Semua orang baru agak lega setelah tahu kalau luka yang diderita kedua orang gadis itu sangat ringan. Dalam pada itu Lan See giok telah mem-bentak penuh amarah, dengan cepat ia menerjang kehadapan Si-to cinjin kemudian mengayunkan telapak tangan kanannya me-lepaskan sebuah bacokan kilatSegulung angin pukulan yang sangat dahsyat langsung menghantam tubuh Si-to cinjin yang masih berdiri tak berkutik dengan mata melotot dan gigi saling beradu. "Blaaaammm-" Benturan keras menggelegar, Si-to cinjin tanpa menggetarkan sedikit suarapun dan tanpa merubah posisinya mencelat sejauh tujuh delapan kaki lebih dari posisi semula. Dengan perasaan terkejut Lan See giok berdiri termangu. ia tidak habis mengerti apa sebabnya Si to cinjin sama sekali tidak mela-wan serangan yang dilepaskan itu? Tapi dengan cepat anak muda itu menjadi sadar, rupanya disaat melontarkan sepasang pedangnya tadi, Si to cinjin telah mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, oleh-sebab itu semenjak tadi. pula St to cinjin telah tewas karena keha-bisan tenaga. Mendadak bergema lagi suara bentakan keras yang sangat memekikkan telinga, Lam hay lo koay dengan wajah yang kalap telah menerjang kehadapan Lan See giok, sepasang telapak tangannya yang besar bagaikan kipas secara langsung dibacokkan ke tulang iga dibagian dada Lan See giok. Melihat datangnya ancaman tersebut Lan See giok tertawa seram, dia menggeserkan badannya ke samping untuk melepaskan diri dari ancaman. kemudian telapak tangan kanannya sekuat tenaga didorong ke depan untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut. "Blaaammm.. .-. " Sepasang telapak tangan mereka segera saling beradu satu sama lainnya sehingga menimbulkan suara benturan yang sangat memekikkan telinga,

820

Desingan angin tajam yang berpusing me-nyebar ke empat penjuru dengan membawa kabut dan debu yang tebal, ditengah debu yang beterbangan diangkasa inilah kedua orang tersebut sama-sama berpisah dengan langkah sempoyongan, "Bajingan muda, serahkan nyawamu!" jerit Wan san popo pula dengan suara melengking Ditengah suara lengkingan yang memekik-kan telinga, bagaikan harimau betina yang kalap dia memutar toya bajanya dengan ju-rus "bukit Tay san menindih kepala" dihan-tamkan ke atas kepala Lan See giok yang se-dang mundur dengan sempoyongan, Semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi terkejut dan tertegun. Hu yong siancu bermata paling tajam, sambil membentak pedangnya diloloskan keluar karena menyambut serangan sudah tak mungkin lagi. maka dia menirukan cara Si to cinjin melontarkan pedangnya tadi. ta-ngan nya segera diayunkan sekuat tenaga, pedang Hu yong kiam tersebut diiringi desi-ngan angin tajam langsung menyambar batok kepala Wan san popo. Cay-soat dan Siau-cian turut menjerit kaget, serentak mereka melompat pula ke depan menyusul dibelakang pedang Hu yong kiam yang sedang meluncur. Tampaknya Wan san popo sudah pernah mendengar Lam hay lo koay membicarakan soal Lan See giok, karenanya sejak permu-laan tadi dia sudah mengawasi anak muda itu secara khusus. Ketika dilihatnya ada kesempatan yang sangat baik, ia segera mem-pergunakannya untuk melancarkan serga-pan. Tapi mimpipun dia tak mengira bkalau se-ranganj pedang Hu yongg siancu bisa dabtang sedemikian cepat, cahaya pedang baru berkelebat lewat, tahu-tahu sudah mengan-cam di depan mata, dengan hati terkejut buruburu ia memutar toyanya sambil menghantam pedang Hu yong kiam tersebut. "Traaangg.." Pedang, Hu yong kiam tersebut kena ter-tangkis sehingga mencelat sejauh ratusan kaki di depan sana. Disaat gerak tubuh Wan san popo agak terhambat inilah, Cay soat dan Siau cian te-lah mengurung Wan san popo dibalik cahaya pedang tujuh warna mereka yang amat ta-jam. Siau thi gou sadar bahwa kepandaian si-latnya masih belum mampu dipakai untuk menghadapi ketiga manusia aneh tersebut karenanya dia

821

segera berlarian ke muka un-tuk mengejar pedang Hu yong kiam yang terlempar sejauh ratusan kaki itu, Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai telah menghimpun tenaga dalam mereka ke dalam telapak tangan sambil ber-siap sedia menghadapi segala kemungkinan, mereka berdua kuatir kawanan laki perem-puan yang berdiri dikejauhan itu datang me-lancarkan serbuan serentak. Sementara itu Lan See giok dan Lam hay lo hay sudah bangkit tegak kembali. mereka sedang menghimpun tenaga dalamnya sambil pelanpelan berjalan mendekat. Terutama sekali Lan See giok dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Lam hay lo koay lekat-lekat, teringat bagaimana orang itu mendatangi puncak Giok-li-hong untuk mengundang gurunya datang ke pulau Wan san, kalau bisa dia ingin menghabisi nyawa pihak lawan dalam satu kali pukulan saja. Sebaliknya Lam hay-lo-koay telah menduga semenjak pertama kali bertemu dengan Lan See-giok di puncak Giok li-hong tempo hari bahwa di kemudian hari pemuda tersebut akan menjadi seorang tokoh sakti dalam dunia persilatan. ternyata apa yang diduganya memang sangat tepat. Dalam sekilas pandangan saja. Lam hay lo koay sudah mengetahui bahwa diantara orang-orang yang hadir saat itu. Lan See giok lah yang memiliki tenaga dalam paling sem-purna, asal ia berhasil membunuh Lan Seegiokb, maka yang laijn tak perlu dirgisaukan lagi, b Atas pandangan inilah dia berdiri terme-nung saja selama ini hingga kesempatan yang dinantikan telah tiba. Akhirnya dia berkesimpulan. bahwa de-ngan menggunakan segenap tenaga pukulan yang dimilikinya, ia baru akan berhasil mem-bunuh Lan See-giok. Tapi hasil dari bentrokan tadi menunjuk-kan bahwa masing-masing pihak malah ter-getar mundur sejauh berapa langkah dengan kekuatan seimbang hal inilah yang mem-buatnya sangat terkejut dan pikirannya jadi kacau, Maka kali ini dia telah menghimpun selu-ruh kekuatan yang dimilikinya, dia bertekad hendak menghabisi .nyawa musuh dalam serangan berikut ini. Mendadak kedua belah pihak sama-sama membentak keras, baik Lam hay lo-koay maupun Lan Se giok sama-sama telah ber-jongkok sambil memutar tanganya lalu di dorong bersama ke depan. "Blammmm-- ." Suatu ledakan keras sekali lagi bergema memecahkan keheningan, debu dan pasir beterbangan di angkasa, ranting dan pohon banyak yang bertumbangan, keadaan waktu itu sungguh nampak menggidikkan hati.

822

-Baik Lan See giok maupun Lam hay lokoay sama-sama telah menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk memantekkan kuda-kuda masing-masing di tempat semula. biarpun sepasang bahu ber-goncang keras. kaki mereka sudah melesak sedalam setengah depa ke dalam tanah, na-mun mereka enggan mundur selangkahpun dari posisi semula. Tapi akhirnya toh kedua orang itu sama-sama terdorong mundur sejauh beberapa langkah.-. Lam hay-lo koay benar-benar dibikin ter-peranjat, dia tak menyangka dengan usia yang begitu muda ternyata Lan See-giok ber-hasil memiliki tenaga dalam setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya. hampir saja dia tak mau percaya. Sebaliknya Lan See giok yang terdesak mundur segera merasakan gejolak yang amat kuat dari hawa murni yang berada dalam pusarnya bahkan gejolak itu kian lama kian bertambah kuat yang membuatnya tak rbisa menahan dizri lagi untuk wmenghambur-kannrya keluar tubuh .. Begitu berdiri tegak, tanpa berganti napas lagi Lan See-giok telah mengebaskan tangan kanannya ke depan, lalu sambil melompat maju sejauh lima depa, bentaknya keras-keras. "Sambutlah sebuah pukulanku lagi ...." Belum habis berkata, sepasang telapak tangannya telah didorong keluar bersama sama.. Segulung angin pukulan yang amat dahsyat langsung menggulung tubuh Lam hay lo koay yang baru saja berhasil berdiri tegak. Lam hay lo koay betul-betul sangat ter-ke-jut. dia sama sekali tak menyangka kalau hawa murni yang dimiliki Lan See giok dapat pulih kembali sedemikian cepatnya. Dalam kagetnya, sekali lagi ia membentak keras, sepasang telapak tangannya bersama sama didorong ke muka untuk menyongsong datangnya ancaman lawan. "Blaaammmm .. Benturan keras menggema diikuti batu dan pasir yang beterbangan, Lam hay- lo koay mundur terus ke belakang dengan sempo-yongan meski sepasang tangannya masih di-putar terus. Sebaliknya kaki kanan Lan See giok mun-dur setengah langkah saja, kemudian ia mendesak lagi ke depan. Biarpun dia maju dengan langkah lembut. wajahnya hijau membesi diliputi hawa napsu membunuh, hawa Sakti Hud kong sinkang telah dihimpun dalam lengannya, gejolak hawa murni yang menggelora dalam pusar nya membuat pemuda itu melakukan gera-kan mendekati setengah kalap ....

823

Tapi dalam hatinya dia selalu ingat baik-baik perkataan Huan Giok lien tadi, yaitu selain tiga manusia aneh dan siau sumoay nya. orang lain tak akan tahu dimana guru nya To Seng cu disekap. Maka sambil mendesak maju ke depan, dia tatap wajah Lam hay lokoay yang pucat pias itu lekat-lekat. kemudian serunya dengan penuh rasa geram. "Dulu, gara-gara kedatanganmu, kau telah menipu suhu turun gunung dan berkunjung ke pulau Wan san. satu tahun lamanya tanpa kabar berita. sekarang cepat kau katakan dimanakah suhuku kalian sekap, kalau tidak .-.-.-. . H m m-m-m-. . . . " Waktu itu Lam hay lo koay tak mampu berdiri tegak dan nyaris jatuh tertunduk ke atas tanah, mendengar perkataan itu, dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa seram: Suara tertawanya amat mengerikan dan penuh diliputi kesedihan yang luar biasa, nada suaranya tak jauh berbeda seperti suara tertawa Si to cinjin sebelum menemui ajalnya tadi. Kemudian sambil menatap wajah Lan See giok yang hijau membesi, ia berseru dengan penuh kebencian: ""Bocah keparat, dalam hidupmu kali ini, jangan harap kau dapat bersua lagi dengan Cia Keng si anjing tua itu..." Baru berbicara sampai di situ. Lan See giok sudah mendesak maju ke depan sambil membentak keras, sepasang telapak tangan-nya yang telah disertai tenaga Hud-kong sinkang. langsung dihantamkan ke depan dada makhluk tua itu. Tenaga dalam yang dimiliki Lan See-giok sekarang, pada hakekatnya masih lebih tinggi daripada gurunya sendiri, bisa di bayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancar-kan dengan segenap kekuatan yang dimiliki-nya itu. Begitu sepasang telapak tangannya di dorong ke depan gejolak hawa murni di dalam pusarnya mengikuti tenaga Hud kong sinkang yang penuh, serta merta meluncur keluar dari balik tangannya. segumpal kabut putih yang lamat-lamat disertai kilauan cahaya tajam dengan mem-bawa suara ledakan yang keras menghantam ke tubuh musuh. "Blaaammmm...." Ditengah ledakan keras, batu dan pasir beterbangan diangkasa. diantaranya terselip juga hancuran daging dan darah.-. Lam hay lokoay si manusia iblis yang telah membunuh orang tanpa berkedip, kini telah menyusul Si to cinjin kembali ke alam baka dan tak pernah akan mampu melaku-kan ke-jahatan lagi.

824

Kawanan laki perempuan yang berdiri di kejauhan sana. entah semenjak kapan telah mengundurkan diri sejauh puluhan kaki dari posisi semula. wajah mereka memucat nyali mereka pecah. rasa kaget dan terkesiap menyelimuti perasaan setiap orang. Sesudah berhasil membunuh Lam hay lo koay, tampaknya amarah yang berkobar dalam dada Lan See giok belum juga mereda, dia berpaling. dilihatnya Siau cian dan Cay soat masih bertarung sengit melawan Wan san popo, bahkan dengan jelas dia melihat kalau tenaga dalam yang dimiliki Cay soat sudah tidak mampu menghadapi keadaan. Maka dengan suara yang keras dia mem-bentak, "Kalian berdua segera minggir---" Didalam bentakan tersebut dia melepaskan senjata gurdi emasnya yang melilit di ping-gang dengan sebuah sentakan cepat. di antara cahaya emas yang berkilauan, senjata tersebut tahu-tahu sudah disiapkan. Bersamaan waktunya, Cay soat dan Siau cian segera mengundurkan diri sejauh dua kaki dari tempat semula, Wan san popo sudah melihat dengan jelas akan kehebatan dari ilmu pedang Tong-kong-kiam hoat. dia hanya bisa berta-han tak mampu melepaskan serangan bala-san. bila ingin meraih kemenangan maka ia harus bertempur sampai lama hingga tenaga dalam yang mereka miliki mulai tak sanggup menahan diri, ia baru manfaatkan kesem-patan tersebut untuk melancarkan serangan. Siapa tahu pada saat itulah terdengar bentakan keras menggelegar diangkasa, ca-haya tujuh warna segera-segera lenyap dan kedua orang gadis Itu mundur dari arena. Dihadapannya kini berdiri si pemuda ber-baju biru dengan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya. dia membawa sebuah senjata lunak berbentuk gurdi yang aneh sekali. Melihat benda itu, mencorong sinar terang dari balik mata Wan san popo. dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terge-lak: "Haahhh... hahhh... haahhhh.... aku me-ngira siapa, rupanya kau adalah anjing kecil anak si gurdi emas peluru perak Lan Khong tay, tempo hari andaikata aku tidak berbaik hati dengan melepaskan selembar nyawa anjing Lan Khong tay. malam ini mana mungkin kau Lan See giok si bocah keparat dapat munculkan diri?" Dengan senjata terhunus selangkah demi selangkah Lan See giok mendesak maju ke muka, mendengar perkataan tersebut ia segera berkerut kening, kemudian tegurnya. "Kau bilang dimasa lalu kau pernah me-nyelamatkan selembar jiwa ayahku?"

825

Hu yong siancu tahu bahwa Lan See giok adalah seorang pemuda yang berperasaan, andaikata Wan san popo pernah menolong jiwa ayahnya, maka dia pasti tak akan ber-tindak secara kelewat batas terhadap nenek iblis tersebut. Tahu akan maksud lawan, dengan suara dalam toh ia segera berseru keras. "Anak Giok. kau jangan percaya dengan ocehannya itu, selama hidup dia hanya tahu membunuh orang dan belum pernah mengerti bagaimana caranya menolong orang.." "Belum selesai upacara tersebut diutarakan sekali lagi Wan san popo telah tertawa ter-gelak dengan suara yang tinggi melengking. Haaaahh... haahhh.... Haaahhh.... benar, selama hidup belum pernah kubiarkan korbanku tetap berada dalam keadaan hidup. tidak terkecuali pula pada malam ini ........ Lan See giok menjadi amat gusar, kening nya berkerut lalu bentaknya keras-keras. "Malam ini, kaupun jangan harap bisa lolos dari kematian dalam keadaan mengerikan. " Begitu selesai berkata ia lantas menerjang ke muka, senjata gurdi emasnya digetarkan menciptakan selapis cahaya keemasan yang menyilaukan mata, dengan kecepatan luar biasa cahaya itu mengurung seluruh badan Wan-san popo, Saat ini Wan san popo sudah mengetahui secara pasti bahwa tenaga dalam yang di miliki Lan See giok sudah mencapai tingka-tan yang luar biasa, sementara pembicaraan masih berlangsung tadi, secara diam-diam hawa murninya telah dihimpun menjadi satu. Diiringi gelak tertawa yang menyeramkan. toya bajanya langsung menyapu ke depan diiringi desingan suara yang sangat meme-kikkan telinga. Lan See giok tertawa dingin, tubuhnya melambung di tengah udara sementara gurdi emasnya diayunkan ke bawah untuk melilit toya baja lawan bagaikan seutas tali. Cahaya emas berkelebat lewat dan segera membelenggu toya baja musuh. Tubuh Lan See giok yang masih di udara dengan cepat berubah diri dalam posisi kepala di bawah kaki diatas, Mengikuti gerak toya dia berputar setengah lingkaran, kemu-dian sambil membentak keras ujung baju kirinya dikebaskan ke depan kuat-kuat. Segulung tenaga pukulan yang maha dah-syat langsung menyerang wajah Wan san popo.

826

Tak terlukiskan rasa terkejut Wan San popo menghadapi ancaman seperti ini, agaknya dia tak mengira datangnya ancaman seperti tersebut, untuk menghindar sudah tak sempat lagi, sedang membuang badan pun sudah terlambat, satu satunya jalan tinggal melepaskan toya untuk menyelamatkan diri... Dalam gelisah dan cemasnya. tangan kiri menggenggam toyanya kencangkencang, sementara telapak tangan kanannya diayun kan ke depan untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut. Blaaamm---!" Ditengah benturan keras, Lan See giok manfaatkan tenaga pantulan yang timbul akibat benturan tersebut untuk meluncur ke bawah dalam bentakan yang keras, tangan kanannya digetarkan keras-keras. Tidak ampun lagi toya baja yang berada dalam genggeman Wan san popo telah ter-lepas dari cekalan Wan san popo menjerit kaget, tubuhnya cepatcepat mundur sejauh lima kaki lebih, Dengan gurdi emas terhunus Lan See giok siap sedia melakukan pengejaran, tapi Hu yong siancu telah berseru tiba-tiba. "Anak Giok. berhenti!" Ditengah bentakan tersebut, Hu yong siancu segera terjun ke dalam arena dengan kecepatan luar biasa. Baru saja Lan See giok berdiri tegak, Hu yong siancu telah memberi hormat kepada Wan San popo sambil berkata. "Cianpwe, harap kau sudi memaklumi pe-rangai anak Giok yang terlalu menguatirkan keselamatan gurunya, sehingga dia telah tu-run tangan secara gegabah, kuharap popo sudi memaafkan, mohon sudilah kiranya popo menunjukkan dimanakah To Seng-cu locianpwe disekap, agar boanpwe sekalian dapat pergi menjumpainya." Mendengar perkataan ini sekali lagi Wan san popo mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram. dibalik suara tertawa itu ter-kandung nada sedih yang tak kalah dengan kepedihan hati Si to cinjin maupun Lam hay lo koay. Tampaknya rombongan laki perempuan yang berada puluhan kaki dari arena terse-but sudah mulai memahami maksud keda-tangan Lan See giok sekalian, kembali mereka mendesak maju ke depan, wajah mereka ada yang diliputi perasaan takut dan kaget. tapi ada pula yang diliputi kemarahan. Yang membuat mereka kaget dan takut adalah kemampuan si anak muda berbaju biru itu, di samping mampu membunuh Lam hay lo koay. diapun berhasil mengalahkan Wan san popo

827

Yang membuat mereka gusar atau murung adalah rasa kuatir mereka atas kehadiran Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai sebagai guru anak-anak muda tersebut, kalau muridnya saja sudah begini hebat, bagaimana pula dengan guru mereka? . Dalam pada itu, Wan San popo telah menghentikan gelak tertawanya, lalu serunya dengan perasaan benci: "Cia Keng menganggap dirinya agung dan suci, enggan mengotori diri dengan pertaru-ngan melawan kami, dia lebih suka berdiam di pulau Ang sik to selama satu tahun lebih, apakah dia masih hidup hingga kini aku tak tahu, lebih baik kalian pergi mencarinya sendiri ....,." Lan See giok, Cay soat serta Siau thi gou yang mendengar perkataan tersebut, dalam hatinya merasa amat sedih bagaikan disayat sayat dengan pisau, tanpa terasa serunya dengan air mata bercucuran:"Bila suhuku sampai mengalami sesuatu musibah, kau nenek siluman jangan harap bisa hidup terus..:." Belum selesai ketiga prang itu berbicara sekali lagi Wan san popo telah tertawa seram: "Haaahhh... haaahhh...haahhh..b..tahun lalu akju pernah berkatga kepada Cia Kebng, asal apa yang dibilang sebagai pimpinan dunia persilatan mendatang telah kemari dan mampu menghadapi seratus jurus ilmu toyaku, maka aku akan segera mengakhiri hidupku di dunia ini dan tak perlu kalian re-pot-repot untuk membereskan diriku lagi ........ Berbicara sampai di sini, telapak tangan kanannya segera diayunkan untuk menghantam ubun-ubun sendiri: Hu yong siancu sangat terperanjat, buru-buru teriaknya: "Popo, tunggu dulu!" Lan See giok tahu bahwa bibinya belum selesai berbicara, cepat-cepat dia menyentil-kan kelima jari tangannya ke depan untuk menotok jalan darah Ci ti hiat di tubuh Wan san popo ....... "Sayang sekali keadaan sudah terlambat... Praaakkk ....... Cairan darah dan isi benak bertebaran ke-mana mana, seorang jagoan yang sudah ba-nyak tahun menjagoi dunia persilatan dan termasyhur sebagai nenek iblis yang suka membunuh dan kemudian tinggal di pula Wan San selama puluhan tahun ini telah mengakhiri kehidupannya yang penuh de-ngan dosa. Gi Hui hong serta Huan Giok lien segera berteriak memanggil gurunya, cepat mereka menubruk ke atas jenasah Wan san popo. Sebaliknya Hu yong siancu menghela na-pas sedih, setelah memandang sekejap ke arah jenasah Wan san popo sambil mengge-lengkan kepalanya

828

berulang kali, dia berpa-ling ke arah naga sakti pembalik sungai sam-bil ujarnya: "Lo enghiong, setengah tahun berselang pernahkah kau perhatikan pulau Ang sik to tersebut?" "Sebelah utara kepulauan ini rasanya me-mang terdapat puluhan buah pulau berbatu merah," jawab naga sakti pembalik sungai dengan kening berkerut, "tapi aku tidak tahu di pulau yang manakah Cia locianpwe disekap, hal ini perlu kita tanyakan sampai jelas..." Belum selesai dia berkata, Cay spat telah mendengus marah sambil berseru: "sekarang, masih ada siapa lagi yang tak mau memberitahukan soal ini...." Hu Yong siancu dan naga sakti bpembalik sungaij sama-sama termgenung, sementarba sorot mata mereka pun, dialihkan ke wajah GiHui hong yang sedang menangis menge-rang di sisi jenasah gurunya. Dengan kening berkerut Lan See giok ber-seru kemudian dengan suara penuh amarah: "Kenapa mesti memohon bantuan mereka, biarpun bukit golok hutan pedang, apa pula yang mesti kita takuti...?" Belum selesai ia berkata, si bocah perem-puan berbaju hijau yang sedang menangis tersedu itu sudah melompat bangun, kemu-dian berteriak keras: "Percuma kalian pergi ke sana,, Cia lo cianpwe sudah lama mati kelaparan." Mendengar jawaban ini, Hu yong siancu sekalian menjerit kaget dan segera berdiri tertegun. Dalam pada itu sebagian besar dari ka-wanan laki perempuan yang berdiri di luar arena telah mengurung Hu yong siancu sekalian, walaupun wajah mereka dicekam perasaan sedih dan duka, namun tak seorang pun yang maju ke depan untuk menangisi jenasah tersebut. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa mereka hanya jago-jago lihay yang ditugas-kan untuk menjaga istana Tiang siu kiong dan sama sekali bukan murid dari ke tiga manusia aneh tersebut. Setelah tertegun beberapa saat, Hu yong siancu baru bertanya dengan gelisah: "Adik cilik, darimana kau bisa tahu?" Gi Hui hong merasa amat kalut pikirannya waktu itu, dia segera menyahut: "Semula suhu sekalian berjanji akan me-ngirim beras setiap bulannya untuk Cia lo cianpwe, tapi selama ini suhu bertiga tak pernah mengirim orang untuk mewujudkan janji itu." Pucat pias selembar wajah Lan See giok sekalian saking kagetnya, kembali mereka berseru:

829

""Darimana kau bisa tahu?" Sambil menuding Wan san popo yang ter-geletak di atas tanah, Gi Hui hong berkata. Dua orang kakek dan suhu bertiga, me-ngajakku untuk menghantar Cia locianpwe menuju ke pulau tersebut, dalam perjalanan kembali tiba-tiba saja empek Lam hay dan suhu membinasakan kedua orang kakek yang kami ajak serta dalam perjalanan terse-but kemudian mayatnya dibuang ke dalam laut." Baru selesai perkataan itu diutarakan, ka-wanan laki perempuan yang mengepung sekeliling arena telah menrjerit kaget kemzu-dian saling bwerpandangan denrgan penuh tanda tanya. Dengan sekujur tubuh gemetar keras, Lan See giok berkata sambil menahan bencinya: "Kalau begitu ke tiga manusia aneh sudah berniat untuk membunuh suhu secara pelan-pelan, nyatanya mereka benar-benar terma-suk manusia berhati bisa yang paling kejam dan manusia yang paling takkan menepati janji di dunia ini..:" Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Hu yong siancu, sambil berusaha mengendalikan rasa sedih dan gelisahnya, dia menengok bocah perempuan itu, dan bertanya dengan lembut: "Adik cilik, menurut pandanganmu, benarkah, tindakan yang te-lah dilakukan empek Lam hay mu sekalian" Dengan pandangan agak takut Gi Hui hong melirik sekejap ke arah ,jenasah Wan san popo yang tergeletak di tanah, jelas dalam hati kecilnya dia sudah merasa tak puas ter-hadap segala perbuatan yang telah dilakukan suhu serta empek Lam hay nya. Ketika ia mendongakkan kepalanya me-mandang Hu yong siancu, air mata telah ber-cucuran amat deras membasahi wajah nya, kembali dia berkata: "Cia locianpwe adalah orang yang amat baik, dalam tiga hari kehadirannya di sini, dia seringkali memberi petunjuk ilmu pedang kepadaku..." Satu ingatan segera melintas dalam benak Lan See giok, dengan wajah gelisah namun dengan nada lembut kembali tanyanya: "Adik cilik, tahukah kau Cia locianpwe berada di pulau yang mana?" nona cilik berbaju hijau itu segera me-ngangguk berulang kali: "Yaa, aku tahu..." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, mendadak dari antara rombongan manusia yang berkumpul di sekitar arena, kedengaran seorang lelaki beralis-mata tebal mendehem dengan suara dalam.

830

Mendengar suara deheman tersebut, paras muka si nona cilik berbaju hijau itu segera berubah hebat, dengan ketakutan dia menghentikan pembicaraannya dengan cepat. Lan See giok gusar sekali, sambil mende-ngus telapak tangannya diayunkan ke depan sambil melepaskan sebuah sentilan jari kearah orang tersebut. Tahu-tahu lelaki beralis mata tebal itu menjerit kesakitan, sambil menutupi wajah-nya dengan kedua belah tangan ia roboh terjungkal ke atas tanah, darah segar bercu-curan keluar dengan derasnya dari sela jari-jari tangannya. Huan Giok lien yang selama ini hanya menangisi jenasah Wan San popo tanpa mendongakkan kepalanya, saat ini berpaling dan memandang pula kearah lelaki yang te-lah tewas itu sekejap, namun dia tidak memperlihatkan reaksi apapun, bahkan mengu-capkan sepatah katapun tidak ..... Melihat keadaan demikian ini, Hu yong siancu tahu bertanya lagi kepada si nona berbaju hijau itupun percuma sebab bocah itu tak akan berbicara lagi, maka sambil ber-paling ke arah Lan See giok sekalian dia ber-seru: "Ayo berangkat, mari kita pergi mencari sendiri!" ooo0ooo BAB 38 DALAM hati kecilnya Lan See giok benar-benar amat membenci lelaki beralis mata te-bal itu, andaikata tiada peringatan darinya, nona cilik berbaju hijau itu niscaya sudah mengatakan semuanya kepada mereka. Sementara itu Hu yong siancu berpendapat andaikata mereka gagal menemukan pulau batu merah yang digunakan untuk menyekap To Seng cu, bisa jadi mereka akan datang kembali untuk minta pertolongan Gi Hui hong, maka dengan ramah ditatapnya Huan Giok lien serta Gi Hui hong, kemudian ujar nya: "Nona Lien, adik cilik, selamat tinggal jika kebetulan datang ke daratan Tionggoan, si-lahkan mampir ke rumahku di tepi telaga Phoa yang" Huan Giok lien dan Gi Hui hong tak bisa berkata apa-apa, mereka segera bangkit ber-diri dan mengangguk berulang kali: Makba Hu yong siancju dan Lan See ggiok sekalian sebgera mengerahkan ilmu meri-ngankan tubuh masing-masing dan melun-cur ke arah mana mereka datang semula. Perasaan mereka berenam waktu itu sa-ngat berat, mereka tak menyangka sama sekali kalau tiga manusia aneh dari luar lautan adalah manusia-manusia busuk yang ingkar janji.

831

Kini mereka sudah mati semua, tapi di di-bandingkan dengan dosa yang pernah diper-buat, kematian mereka sungguh kelewat keenakan ... Tiba di pantai, mereka berenam segera kembali ke atas perahu dan didayung oleh Cay soat serta Siau cian, mereka berangkat kembali menuju ke perahu keraton. Waktu itu fajar telah mulai menyingsing, saat semacam ini merupakan saat air laut sedang pasang, angin berhembus kencang dan ombak menggulung amat besar, sampan tersebut segera oleng dan goncang hebat. Sambil menghela napas panjang Naga sakti pembalik sungai segera berkata memecahkan keheningan: "Tampaknya Cia locianpwe lebih banyak terancam bahaya daripada selamat." Mendengar perkataan ini, Lan See giok, Cay soat dan Siau thi gou tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, mereka sama-sama menangis sedih. Walaupun Hu yong siancupun berperasaan demikian, tapi ia toh menghibur juga: "Tenaga dalam yang dimiliki Cia locianpwe amat sempurna, biarpun saban bulan cuma minum air dan makan buah liar, ia masih sanggup untuk melanjutkan hidupnya, malah kadangkala bila ia sedang bersemedi, maka selama berbulan bulan lamanya dia tak pernah makan, sekalipun dalam setahun ini ke tiga manusia aneh tersebut tak pernah mengirim makanan, aku pikir dengan ke-mampuan yang dimiliki Cia locianpwe, hidup selamat selama setahun pasti bukan masalah baginya." Naga sakti pembalik sungai merasa perka-taan ini ada benarnya juga, ia segera mang-gut-manggut berulang kali. Tiba kembali di perahu keraton, ke enam orang itu segera melompat naik ke atas kapal dan memerintahkan kepada ke empat ko-mandan agar mengumpulkan segenap kapal perang di lautan sebelah timur laut, kembudian perahu kjeraton pun segegra berlayar. Kbetika Hu yong siancu sekalian masuk kembali ke dalam ruangan, para dayang telah mempersiapkan sarapan yang amat lezat. Dari luar perahu kedengaran suara benta-kan-bentakan nyaring disusul jangkar dan layar dinaikkan, pelan-pelan kapal besar itu mulai bergerak. Dari kejauhan sana kedengaran suara terompet dibunyikan orang, kemudian segenap kapal perang mulai bergerak menuju ke utara ....... Hu yong siancu dan Lan See giok sekalian buru-buru bersantap, kemudian mereka mengambil peta laut dan mulai meneliti posisi dari kepulauan yang terletak di sebelah timur laut.

832

Tapi apa yang kemudian terlihat membuat ke enam orang itu jadi tertegun, sebab di situ tercantum ada sembilan belas buah pulau di timur laut yang berbatu merah, air yang mengalir di situ berwarna hitam, tanahnya gundul dan gersang, tiada burung tiada tum-buhan bahkan udang dan ikanpun tak ada, menurut catatan arus yang beredar di situ amat deras sehingga mengancam ke selama-tan setiap pelayaran.... Selesai melihat hal ini, dengan gelisah Lan See giok segera berseru. "Bagaimana baiknya sekarang ....?" Pelan-pelan Hu yong siancu meletakkan kembali peta laut itu ke meja, kemudian menjawab. "Yang penting bagi kita sekarang adalah meninjau dulu keadaan situasinya, kemudian baru mengambil keputusan," Selesai berkata dia lantas bangkit berdiri dan menuju keluar ruangan diikuti yang lain. Waktu itu matahari sudah terbit, cahaya keemas emasan memancar di seluruh ang-kasa sinar keemas emasan memancar di samudra luas memantulkan cahaya yang menyilaukan mata. Tiga buah layar telah dinaikkan pada perahu tersebut, gerakan kapalpun makin cepat, dikejauhan sana nampak semua kapal perang sedang berkumpul. Nun jauh di depan sana mereka pun me-nyaksikan belasan buah pulau kecil tersebar di balik lautan, di bawah pantulan cahaya matahari, pulaupulau tersebut kelihatan seperti kobaran api yang sedang membara. Jam tujuh sudah lewat, sinar keemas emasan di permukaan laut telah mereda, ra-tusan buah kapal perang darri Wi lim poo dzengan posisi huwruf delapan mulrai bergerak ke depan lalu mengurung ke sembilan belas pulau batu merah itu. Keadaan di sekitar pulau ini memang keli-hatan aneh, air laut yang berwarna hijau dengan buih putih, ternyata berubah menjadi hitam ketika mengalir lewat sisi pulau terse-but, semakin ke arah timur laut, air tersebut berubah semakin gelap dan kental, barulah setelah melalui kepulauan tadi, air laut kem-bali berubah menjadi hijau. Yang lebih hebat lagi adalah keadaan dari ke sembilan belas buah pulau itu, semuanya gundul dan gersang, tiada tumbuhan tiada pepohonan, apalagi burung yang beterba-ngan. Dari setiap pulau yang tersebut, diantara nya terdapat sebuah pulau batu merah yang panjangnya mencapai tiga li dengan lebar setengah li. Perahu keraton membuang sauh, setengah li dari jarak kepulauan batu merah, ke empat komandan kapal segera berdatangan semua dengan menggunakan sampan kecil.`

833

Ketika mereka berempat menyaksikan Lan See giok sekalian berdiri dengan kening berk-erut dan wajah sedih. maka setelah memberi hormat mereka hanya berdiri di sisi arena tanpa banyak berbicara. Menggunakan kesempatan tersebut, si naga Sakti pembalik sungai segera menyam-paikan kisah pengalaman mereka dalam bertarung melawan tiga manusia aneh terse-but. Ketika empat orang komandan tersebut mendengar kalau tiga manusia aneh dari luar lautan telah tewas semua, paras muka mereka segera berubah hebat. Kemudian naga Sakti pembalik sungai menjelaskan pula bahwa To Seng cu telah disekap ke tiga manusia aneh itu di dalam pulau batu merah yang terdiri dari sembilan belas buah tersebut, Sekalian dia menjelas-kan pula keadaan kepulauan tersebut. Akhirnya dengan nada memohon ia berta-nya: "Dengan pengalaman kalian berempat se-lama banyak tahun diatas air, berdasarkan keterangan yang kuucapkan barusan, dengan cara apakah kami harus mendarat di pulau batu merah itu?" Ke empat orang komandan itu segera ber-kerut kening, kemudian komandan Ciang dari pasukan naga perkasa bertanya dengan tidak mengerti. "Pulau manakah yang harus kita periksa dulu?". "Kita periksa dulu pulau yang terbesar" sela Lan See giok segera. Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam segera menyahut dengan suara keras. "Itu mah gampang sekali, kita berlayar dulu sampai di sisi arus laut yang sangat deras di luar pulau tersebut kemudian kita lepaskan sebuah sampan kosong sebagai percobaan, kemudian kita baru mendaratkan orang dengan mempergunakan sampan kecil... Mendengar keterangan itu, semua orang segera manggut-manggut dan merasa bahwa cara tersebut memang merupakan cara yang paling baik. Dari atas puluhan buah kapal besar, ke empat komandan Itu segera memilih enam orang ahli memegang kemudi untuk turut berlayar, kemudian menurunkan pula enam buah sampan kecil. Maka kapal keratonpun pelan-pelan berge-rak menuju ke luar arus laut yang amat deras itu. Waktu itu, meski ombak amat besar na-mun angin sudah lebih lembut, dari keja-uhan memandang, arus laut yang amat deras di barat daya itu kelihatan memanjang bagai-kan sebuah jalan raya yang lebar.

834

Akhirnya kapal keraton itu membuang sauh pada jarak belasan kaki dari arus laut tersebut, Hu yong siancu sekalian masih saja berdiri di ujung geladak dengan kening ber-kerut, mereka mengawasi pulau besar di depan situ dengan perasaan kalut. Tak lama kemudian enam buah sampan telah meluncur ke depan, mulamula mereka melepaskan dulu dua buah sampan kosong menuju ke area arus laut yang deras tadi, kemudian mendorongnya ke depan, Oleh dorongan dari kedua lelaki kekar di sampan lain, sampan tersebut segera meluncur ke arah arus laut yang amat deras tadi.. Hingga mencapai sisi arus laut yang deras itu, sam-pan tadi masih bergerak tidak terlampau cepat, tapi lambat laun gerakannya semakin bertambah cbepat dan akhirnjya bagaikan anagk panah yang tebrlepas dari busurnya sampan itu meluncur kearah gulungan om-bak berwarna hitam tersebut. "Blaaammm!" Diiringi benturan keras, sampan tersebut sudah dilemparkan ombak ke udara dan hancur berantakan. Hu yong siancu sekalian segera berkerut kening setelah menyaksikan kejadian ini, se-dangkan ke enam lelaki yang bertugas sama-sama berubah wajahnya. Sebaliknya komandan Nyoo segera mende-lik kearah ke enam orang lelaki kekar itu sambil membentak marah: "Manusia yang tak berguna, para pelaut dari Wan san mampu mendayung sampan mendekati pulau tersebut, apakah kalian sama sekali tidak berke-mampuan? Jangan lupa, kalian adalah pen-dayung-pendayung andalan dari Wi lim Poo." Oleh bentakan tersebut, ke enam orang le-laki kekar itu memperoleh kembali kebera-nian mereka, rasa takut dan ngeri yang se-mula mencekam perasaan, kini sudah hilang lenyap tak berbekas. Melihat bentakannya berhasil memulihkan kembali semangat anak buahnya, komandan Nyoo segera berteriak lagi: "Tio Ji hay, kau maju lebih dulu!" Sampan kecil yang berada ditengah dengan seorang lelaki kekar di atasnya segera me-nyahut, dengan memegang kencang sepasang dayungnya dia siap untuk berangkat, namun keraguan sempat menghiasi wajahnya ... Dengan suara lantang Komandan Nyoo berteriak: `Bila bertemu ombak miringkan sampan, bertemu karang putar kemudi, bila merasa terseret arus laut, putarkan badan dengan kencang Tio Ji hay, jangan lupa, segenap saudara yang berada di atas kapal sedang memperhatikan dirimu dari kejauhan." Baru selesai perkataan tersebut diutarakan sampan kecil Tio Ji hay telah meluncur ke arah depan....

835

Lan See giok sekalian membelalakkan ma-tanya lebar-lebar sambil mengawasi sampan kecil yang dikemudikan Tio Ji hay itu tanpa berkedip. Sementara itu sampan telah melesat ke de-pan dengan cepat, Tio Ji hay segera mengen-cangkan genggamannya pada dayung tutupb mulutnya rapatj-rapat dan menggawasi kepu-lauabn di hadapannya dengan mata melotot besar. Tatkala mendekati gelombang laut berwar-na hitam itu mendadak sampan meluncur ke depan dengan kecepatan makin tinggi, dan secepat kilat meluncur ke balik gulungan ombak hitam tersebut. Hu yong siancu dan Lan See giok sekalian segera mengepal tinju masingmasing dengan kencang, peluh dingin membasahi tubuh setiap orang hampir semuanya menguatirkan keselamatan jiwa Tio Ji hay tersebut..... Dalam pada itu, sampan kecil Tio Ji hay telah mulai menerobos karangkarang tajam itu sambil meluncur terus ke depan sana, dalam waktu singkat dia telah berhasil melampaui empat buah pulau karang yang amat berbahaya, asal maju seratus kaki lagi maka dia akan tiba di pulau batu merah. Mendadak diantara gulungan-gulungan ombak, muncul pula segulung ombak raksa-sa yang segera menyapu sampan Tio Ji hay. Semua orang yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi terperanjat, paras muka mereka berubah hebat, hampir semuanya menjerit kaget. Ketika ombak raksasa itu menyapu tiba, sampan Tio Ji hay segera terhisap sehingga meluncur ke depan dengan kecepatan yang sukar dikendalikan lagi. Dengan hati gelisah naga sakti pembalik sungai segera menghimpun tenaga dalamnya dan berteriak keras. "Lurus ke kiri putar ke kanan, miringkan posisi kapal ke arah kanan..." Sayang sekali sebelum teriakan itu di laksanakan, kapal kecil itu sudah terlempar ke atas sebuah pulau karang... "Blaammm .... " Sampan tersebut hancur berantakan seke-tika, sedang bayangan tubuh Tio Ji hay hi-lang lenyap tak berbekas. Peristiwa ini berlangsung amat cepat, se-mua orang sama-sama terbelalak dengan perasaan amat sedih, Siau cian dari Cay soat pun merasa pedih sekali atas nasib tragis yang telah menimpa Tio Ji hay, tanrpa terasa titikz air mata jatuhw bercucuran. Dri pihak lain, Komandan Nyoo telah me-nengok sekejap ke arah lima orang lelaki kekar di belakangnya, kemudian ia berseru: "Thio Lip heng..."

836

Seseorang menyahut dengan keras, kemu-dian sebuah sampan meluncur kembali ke arah arus laut yang sangat deras itu. Lan See giok segera berkerut kening, men-dadak bentaknya dengan suara keras: "Kembali!" Mendengar perintah ini, Thio Lip heng. segera memutar kemudi dan mendayung kembali sampan tersebut, Seruan ini tibanya sangat mendadak, serta merta ke empat komandan kapal menengok ke arah Lan See giok dengan pandangan ti-dak habis mengerti. Dengan suara dalam Lan See giok segera berseru: "Tio Ji hay tadi bukannya tak sempurna dalam ilmu kemudi perahu, melainkan tenaga dalamnya tak sempurna sehingga ke-kuatannya untuk mengendalikan kemudi tak sesuai dengan kehendak hati." Hu Yong siancu serta naga sakti pembalik sungai serentak manggutmanggut membe-narkan. Dengan kening berkerut komandan Nyoo lantas berseru: "Kalau memang begitu, biar hamba saja yang mencoba sendiri.." Sambil berkata dia melepaskan senjata an-dalannya dan diletakkan di atas kapal. "Tunggu dulu," tiba-tiba naga sakti pemba-lik sungai mencegah, "lebih baik biar aku saja yang pergi mencoba. Hu Yong siancu juga merasa kalau Naga sakti pembalik sungai yang lebih tepat untuk mencoba, bukan saja tenaga dalam yang di-milikinya amat sempurna, diapun sangat pandai dalam mengendalikan sampan, karena itu dia mengangguk menyatakan per-setujuannya: "Yaa, memang paling baik jika Thio lo eng-hiong yang pergi mencoba sendiri...", Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Lan See giok, serunya kemudian:"Bibi, setelah pelajaran dari musibah yang menimpa Tio Ji hay, aku yakin dengan tenaga dalam serta pengalaman yang dimiliki Thio Loko, kami pasti akan berhasil mencapai tempat tujuan, karenanya anak Giok ingin pergi bersama sama Thio loko." Hu yong siancu ragu sejenak, akhirnya dia mengangguk. "Baiklah, cuma kau mesti berhati hati!" Siau cian dan Cay soat yang mendengar ucapan tersebut, wajahnya berubah sangat hebat, mereka meminta agar diijinkan untuk turut serta, demikian pula dengan Siau thi gou.

837

Hu yong siancu tahu, bukan saja mereka menguatirkan keselamatan jiwa To Seng cu, yang pasti mereka lebih menguatirkan kese-lamatan jiwa Lan See giok, akan tetapi tanpa ragu permintaan mereka bertiga segera ditampik. Sebab menurut rencananya, apabila naga "Sakti pembalik sungai serta Lan See giok mengalami kegagalan dan tenggelam ke laut, maka dia dan Siau cian akan mencoba sekali lagi. Dalam pada itu, Lan See giok dan naga sakti pembalik sungai telah melayang turun ke atas sebuah sampan. Lan See giok duduk bersila ditengah sam-pan dengan memegang dayung kiri dan kanan, sebaliknya naga sakti pembalik su-ngai duduk di buritan dengan mengendalikan kemudi, dalam sebuah hentakkan keras, sampan meluncur ke depan dengan cepat. Ketika memasuki daerah arus laut yang deras, sampan tersebut segera meluncur dengan kecepatan tinggi .... Lan See giok mengawasi gulungan ombak hitam berapa puluh kaki di depan sana, ke-mudian serunya tiba-tiba Kepada naga sakti pembalik sungai yang berada belakangnya: "Thio loko, kau gunakan tenagamu untuk mendayung, sedang siaute akan melepaskan pukulan untuk mendorong ke depan, coba kita lihat apakah dengan cara ini kecepatan luncur sampan dapat dikurangi." Naga Sakti pembalik sungai segera mem-beri persetujuannya, dengan cepat dia melak-sanakan apa yang diucapkan pemuda tadib, sementara Lanj See giok melongtarkan puku-lanbnya ke depan. Di tengah percikan bunga air yang memancar ke tengah udara daya luncur sampan itu segera terhambat dan menjadi jauh lebih lambat ...... Menyaksikan kejadian ini, semua orang yang berada diatas kapal keraton maupun kapal perang lainnya sama lama bersuara memuji. Hu yong siancu, Cay soat dan Siau cian sekalian yang melihat kejadian ini, tanpa terasa mereka sama-sama mengendorkan pikiran yang dicekam ketegangan. Ketika Lan See giok dan naga Sakti pem-balik sungai menarik kembali tenaga dalam mereka, sampan tersebut meluncur kembali ke depan dengan kecepatan tinggi: "Srreet...l" sampan itu terlempar ke udara dan kemu-dian jatuh kembali ke bawah. Dengan disertai goncangan yang luar biasa sampan itu terombang ambing diantara per-mainan ombak dahsyat di sela-sela batu karang, keadaannya berbahaya sekali.

838

Untung saja Naga sakti pembalik sungai amat pandai mengendalikan sampan, di tam-bah pula Lan See giok menggunakan tenaga dalamnya untuk menghambat kecepatan ka-pal, karenanya bagian yang paling berbahaya berhasil mereka lalui. Pulau batu merah yang berada di depan sana, makin lama semakin mendekat .... Lan See giok merasa pulau itu merah membara seperti api, sedang sekelilingnya merupakan tebing karang yang curam dan amat tajam, gulungan air laut dan arus yang deras makin lama semakin menghebat ...... Sampan kecil yang sedang meluncur ke muka bagaikan terbang itu mendadak mem-buat belokan tajam sehingga menyongsong datangnya segulung ombak yang maha dahsyat... Mendadak dari belakang bergema suara bentakan keras. "Naik..." Di tengah bentakan, sampan kembali membuat belokan tajam menyusul kemudian, meluncur ke depan dengan mengambil posisi sejajar dengan pantai... Lan See giok tak berani berayal lagi, mendengar seruan mana sepasang telapak tangan nya ditekan ke atas sampan lalu tubuhnya melejit ke tengah udara dan mela-yang ke atas sebuah tebing batu merah di pantai pulau tersebut. Mendadak terdengar Naga sakti bpembalik sungaij berteriak lagig dengan suara kberas. "Gunakan pekikan panjang sebagai tanda, nanti aku datang menjemputmu lagi..." Lan See giok mengebaskan ujung bajunya dan melayang turun ke atas tebing yang lain. Menanti dia berpaling kembali sampan yang dikendalikan naga sakti Pembalik su-ngai telah meluncur ke lautan sebelah timur laut dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dalam sekejap mata dia sudah berada dalam enam puluh kaki dari posisi semula. Memandang pula ke tempat kejauhan sana tampak ratusan buah perahu berkumpul di antara kepulauan yang menyebar sepanjang ujung langit, Siau cian, Cay soat dan Siau thi gou yang berada di atas kapal keraton sedang menggapai ke arahnya. Keberhasilannya tiba di pulau batu merah membuat pemuda tersebut selain bersyukur dan gembira, diapun gelisah, tak tenang di samping sedih dan takut. Ia merasa keberhasilannya mencapai pulau batu merah merupakan suatu pekerjaan yang sangat tidak mudah, tapi diapun tidak tahu apakah gurunya

839

masih hidup di dunia ini atau bagaimana caranya ia menemukan orang tua tersebut. Maka setelah balas mengulapkan tangan ke arah Siau cian sekalian, dia membalikkan badan dan berlarian menuju ke tengah pu-lau. Sepanjang jalan dia merasa bahwa pulau batu merah memang berbentuk sangat aneh, daerah seluas berapa li itu tidak ditumbuhi sama sekali oleh pepohonan ataupun rum-put, segala sesuatunya hanya terdiri dari batuan berwarna merah menyala. Setelah bergerak maju lagi ke depan, ia menangkap suara deburan ombak yang me-mekikkan telinga, dengan perasaan terkejut Lan See giok segera menghentikan langkah-nya sambil memasang telinga dengan seksa-ma, dia merasa suara itu seperti bukan berasal dari lautan, melainkan datang dari tengah pulau ini. Maka dengan mengerahkan ilmu meri-ngankan tubuhnya dia bergerak menuju ke arah mana berasalnya suara tadi. Ketika tiba di bagian pulau yang paling tinggi, ia saksikan setengah li di depan sana seperti terdapat sebuah lembah bukit yang besar, dari sanalah deburan ombak yang amat besar itu berasal. Setelrah mendekati tezmpat tadi, dia wbaru tahu bahwar tempat tersebut merupakan se-buah telaga yang besar dengan air berwarna hitam yang menggulung gulung, tampaknya saja seperti mau meluap dan menggenangi permukaan pulau. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menyaksikan kejadian ini, seandainya air hitam tersebut benar-benar meluap, niscaya diapun akan terseret ke dalam samudra luas, Lan See giok tak ingin menyaksikan keadaan yang mengerikan itu lebih jauh, dengan cepat pemuda itu bergerak menuju kearah utara, dia berharap bisa menemukan tempat yang berpepohonan. Tapi, biarpun sebagian besar pulau terse-but telah dijelajahi, namun tak sepotong tumbuhanpun yang ditemukan. Melihat kejadian seperti ini, membayang kan pula kalau suhunya sudah satu tahun tidak diberi kiriman rangsum, pemuda ini semakin pesimis atas keselamatan gurunya, teringat akan hal yang memedihkan hatinya, tak kuasa lagi pemuda itu menangis tersedu sambil berseru: "Suhu...oooh suhu....anak Giok datang. menjemputmu...." Tapi selain suara deburan ombak yang mengerikan itu, tiada kedengaran suara lain diatas pulau tersebut. Mendadak .... Suara helaan napas panjang yang entah darimana datangnya lamat-lamat bergema di udara, Lan See giok amat terperanjat, tanpa terasa dia

840

membelalakkan matanya lebar-le-bar sambil mendengarkan dengan seksama, namun suara tersebut tidak kedengaran lagi. Diam-diam pemuda tersebut berseru kehe-ranan jangan lagi helaan napas. Biar daun yang rontok pada jarak sepuluh kaki pun dia masih dapat membedakan dengan jelas, apalagi suara helaan napas? Pemuda itu yakin tak salah mendengar, tanpa terasa dengan menghimpun tenaga dalamnya ia berseru lagi: "Suhu, anak Giok datang menjemput kau orang tua..." Teriakan itu sangat keras dan membum-bung sampai ke balik awan sana rasanya.... Baru selesai dia berteriak. tiba-tiba terde-ngar seseorang berseru dengan suara lembut tapi penuh kegembiraan, "Anak Giok kah di sana?" Kejut dan gembira melampaui batas seke-tika membuat Lan See giok tertegun, helaan napas tersebut tak disangka menghasilkan seruan yang amat dikenal olehnya, maka setelah berhasil menguasai diri. dengan perasaan gembira ia berteriak lagi: "Suhu, aku disini, aku adalah anak Giok..." Setelah berkata dengan air mata bercu-curan ia berlutut ke atas tanah, suara yang lembut dan penuh kasih sayang tadi kembali berkumandang. "Anak bodoh, selama ini suhumu selalu menunggu dengan perasaan tenang, apa yang kau tangisi?" Kali ini Lan See giok dapat mendengar le-bih jelas lagi, suara tersebut memang suara To Seng-cu gurunya yang paling dicintai. tapi justru karena luapan gembira yang tak terkirakan, pemuda itu malah menangis se-ma-kin menjadi. Terdengar suara dari To Sing cu kembali bergema. "Anak Giok janganlah menangis lagi, aku hendak bertanya kepadamu" Lan See giok segera berhenti menangis, kemudian setelah menyeka air mata tanya nya lagi, "Suhu kau orang tua berada dimana sekarang?" To Seng-cu tertawa. "Aku berada didalam gua batu merah, sekarang aku tak dapat keluar. harus menunggu sampai permukaan air di telaga pasir hitam mencapai titik surut yang rendah gua batu merah itu baru akan nampak...! "Suhu, sampai kapan air tersebut baru akan mencapai titik surut yang terendah?" tanya pemuda itu tak sabar. To Seng-cu terdiam sejenak, seperti lagi memeriksa suatu tanda. setelah itu baru sa-hut-nya: "Mungkin harus menunggu setengah jam lagi".

841

Mendengar kalau masih ada setengah jam, Lain See giok kelihatan mulai tak sabar, kalau bisa dia ingin secepatnya menyaksikan senyum ramah dari gurunya, maka dengan gelisah dia bertanya lagi. "Suhu, tempatmu berada sekarang terletak dibagian mana? Dapatkah anak Giok menca-rinya?" "Anak Giok, apakah kau sudah melihat se-buah batu merah darah yang berbentuk runcing dan tingginya dua kaki?" Lan See-giok menengok kearah yang di-maksud dan sepasang matanya segera bersi-nar tajam, benar juga, setengah li di barat daya terdapat sebuah tebing tinggi yang ber-bentuk sebuah runcingan batu berwarna merah darah, dengan gembira ia lantas ber-seru. "Suhu, anak giok telah menemukannya." Dengan mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya, dia segera berangkat menuju ke tebing curam di depan sana. Ketika mendekati tempat tersebut, dari atas permukaan batu ia temukan retakan-retakan batu yang luasnya mencapai sete-ngah depa, hanya sayang bagian bawah amat gelap sehingga tak terlihat keadaan di bawah sana. Mendadak terdengar suara To Seng-cu berkumandang lagi dari balik celah batu. "Anak Giok, kau sudah sampai?" "Benar suhu, anak Giok berada disini." jawab Lan See giok sambil menengok ke arah celah batu, "Nah duduklah lebih dulu. aku hendak berbicara denganmu." kata To Seng-cu gem-bira, Lan See giok menyahut dan duduk diatas tanah, sementara sepasang matanya mengawasi celah-celah batu tersebut dengan harapan bisa melihat gurunya sekarang. Tapi suasana gelap gulita kecuali bau ha-rum yang terhembus keluar. sama sekali ti-dak terlihat sesuatu apapun. bau harum yang terendus berbeda pula dengan bau ha-rum dari Leng sik giok ji. Sementara itu terdengar To Seng-cu telah bertanya lagi dengan ramah: "Anak Giok, apakah kau datang bersama sama naga sakti pembalik sungai?" "Yaa, masih ada pula bibi Wan, enci Cian adik Soat serta adik Gou..." To Seng-cu mendehem dengan gembira sekali kemudian katanya lebih lanjut. "Sudahkah kalian jumpa Wan san popo bertiga? Apakah kalian telah bertarung?"

842

"Kentongan ketiga tengah malam tadi, kami telah bersua muka dengan mereka bertiga di depan istana Tiang-siu-kiong, mereka bertiga telah menghabisi nyawa sendiri." "Aaah..." To Seng-cu berseru kaget, tam-paknya kejadian tersebut sama sekali berada di luar dugaannya, "mengapa mereka bertiga bunuh diri?" "Si-to cinjin menderita kekalahan di tangan enci Cian dan adik soat dengan Ilmu Siang kiam cian hui. Wan san popo kena di kalah-kan oleh anak Giok, sedangkan Lam bay lo koay beradu pukulan sebanyak empat kali dengan anak Giok, tapi pada serangan yang terakhir ia tewas oleh pukulanku" Lama sekali To Seng-cu membungkam dalam seribu bahasa, Lan See giok juga tak berani bertanya., Sampai berapa waktu kemudian, To Seng-cu baru berkata lagi. "Anak Giok, kau sanggup beradu tenaga sebanyak tiga kali dengan jago Lam hay tersebut. bahkan pada serangan yang tera-khir berhasil membunuhnya, aku rasa dida-lam setahun ini kau pasti sudah mendapatkan penemuan aneh yang lain?" Buru-buru Lan See giok mengiakan dan secara ringkas menceritakan pengalamannya selama ini. Akhirnya To Seng-cu berkata lagi: "Sungguh tak nyana orang yang membu-nuh ayahmu benar-benar adalah 0h Tin san, waktu itu aku datang terlambat sehingga ti-dak berani memastikan dialah pelakunya" Setelah berbicara sampai di situ, menda-dak dia berseru lagi dengan suara keras. "Anak Giok, aku segera akan turun. dari-sini air dalam telaga pasir hitam telah men-capai titik penyusutan yang terendah" Mendengar perkataan itu Lan See giok segera melompat bangun sambil menengok ke arah lembah, benar juga air hitam yang menggulung gulung dengan hebatnya tadi kini sudah lenyap tak berbekas. Ketika ia mengintip ke bawah, ternyata puluhan kaki di dasar lembah menyerupai sebuah kuali besar yang hitam, kini di dasar lembah tinggal lumpur hitam yang luasnya mencapai berapa hektar. Di sekeliling lembah itu terdapat banyak sekali gua-gua hitam yang besar kecilnya tak menentu..... Tiba-tiba dari balik lembah tersebut mela-yang keluar sesosok bayangan kuning me-nyerupai burung yang terbang ke atas tebing. Cepat sekali gerakan bayangan kuning itu, didalam waktu singkat sudah terlihat dengan jelas bahwa bayangan tadi ialah sesosok ba-yangan manusia

843

Ternyata dia tak lain adalah To Seng-cu yang sedang meluncur ke atas dengan ke-ce-patan luar biasa. Lan See giok tak dapat mengendalikan gejolak emosinya lagi, dengan penuh kegem-biraan ia berteriak keras, "Suhu..... suhu...." Angin berhembus lewat, To Seng-cu dengan wajah merah bercahaya dan senyum ramah menghiasi bibirnya tahu-tahu sudah muncul dl depan mata." sudah setahun lebih Lan See giok tidak bertemu dengan gurunya, menyaksikan keadaan To Seng-cu masih seperti sedia kala, ia segera menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu sedu. To Seng-cu pun dapat melihat bahwa muridnya sudah tumbuh lebih dewasa dalam setahun ini, namun menyaksikan dia menangis terisak, tak tertahankan lagi orang tua itu tertawa terbahak bahak. Dengan cepat dia membangunkan pemuda itu, lalu ujarnya penuh kasih sayang: "Anak Giok, cepat hapus air matamu. bibi Wan sekalian pasti sedang menunggu dengan gelisah" Lan See giok segera menghentikan tangis-nya dan membesut air mata, kemudian sam-bil menunjuk kearah tenggara, dia berseru. "Suhu, anak Giok datang dari arah sana. "Hmm, tempo hari akupun datang dari tempat tersebut" sambil berkata To Seng-cu segera bergerak lebih dulu menuju ke depan. Ketika tiba diatas batu karang. Tampaknya orang-orang yang berada di kapal keraton telah menyaksikan kehadiran mereka berdua, sorak sorai yang amat ramai segera berku-mandang. Menyusul kemudian sesosok bayangan abu-abu meluncur turun dari atas kapal dengan kecepatan tinggi" Dengan gembira Lan See giok berseru. "Suhu, orang yang berada diatas sampan itu adalah Thio loko...!" Dengan wajah penuh senyuman To Seng cu manggut-manggut ujarnya: "Dengan tenaga yang dimiliki memang ia sanggup melewati alam yang berbahaya itu tanpa banyak menimbulkan persoalan." Baru selesai dia berkata, sampan yang di kemudikan naga sakti pembalik sungai telah berada lima puluh kaki saja dari tebing karang tersebut. To Seng cu segera berteriak. "Lok heng, jangan bercabang pikiranmu!" Bersamaan dengan seruan ini, dia meng-gandeng tangan Lan See giok dan segera melompat kearah permukaan laut.

844

Ketika sepasang kaki mereka meluncur ke bawah, kebetulan sekali sampan sedang me-luncur lewat, serta merta mereka berdua per-gunakan ilmu bobot seribu dan hinggap di atas sampan dengan mantap. Menanti Lan See giok berhasil menenang-kan pikirannya seraya berpaling, mereka su-dah berada ratusan kaki dari tebing karang berwarna merah darah itu. Setelah lolos dari daerah berbahaya, naga sakti pembalik sungai baru memberi hormat seraya berkata. "Locianpwe, dida1am satu tahun ini kau tentu sangat menderita." Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut sepasang matanya berkaca kaca dan hampir saja mengucurkan air mata. To seng-cu segera tertawa terbahak bahak "Haahhh.... haahhh.. haaahhh.... kalau di-bilang menderita, sesungguhnya lebih tepat dikatakan gara-gara bencana mendapat ke bberuntungan, sejmestinya kaliang bergembira, unbtuk nasib baikku ini. Naga sakti pembalik sungai segera mengia-kan berulang kali. Sementara itu kapal keraton telah datang menyambut, Hu yong siancu sekalian telah menunggu di ujung geladak. Setelah kapal keraton itu berada di sisi sampan To seng-cu baru menarik tangan Lan See giok untuk diajak naik ke atas perahu disusul kemudian oleh naga sakti pembalik sungai. Si Cay soat dan Siau thi gou segera me-nangis sambit berteriak memanggil "suhu" begitu bertemu dengan To Seng-cu, serentak mereka berlutut di depan gurunya, Hu yong siancu memberi hormat pula di susul Siau cian, akhirnya ke empat koman-dan kapal yang tahu akan kedatangan To Seng cu serentak menjatuhkan diri berlutut To Seng-cu membalas hormat Hu yong siancu, setelah itu baru memerintahkan Cay soat, Siau thi gou, Siau cian dan ke empat komandan agar bangkit berdiri. Setelah berada dalam ruang kapal, mereka baru berbincang bincang dengan riang gem-bira. Akhirnya To Seng-cu baru mengisahkan pengalamannya semenjak tiba di pulau Wan- san. Pertama tama dia menghela napas dulu. lalu baru berkata, "Tahun lalu, Lam hay koay kiat datang ke bukit Hoa san untuk mengundang aku datang ke pulau Wan san guna merunding-kan usaha penyatuan seluruh dunia per-sila-tan dengan memilih seorang tokoh silat seba-gai pimpinan umum. bila aku tidak hadir di sana. maka mereka

845

melarang aku mencam-puri urusan dunia persilatan lagi andaikata di kemudian hari terjadi suatu perubahan penting. Untuk menyelamatkan seluruh dunia per-silatan dari bencana ini terpaksa kukabulkan permintaan mereka. waktu itu aku sudah mempunyai suatu rencana yang matang dalam menentukan langkah-langkah beri-kutnya, yakni apa yang telah kalian lakukan sekarang. Ketika sampai di pulau Wan san tahun lalu. akupun berusaha untuk mengamati si-kap maupun cara Wan san popo berbicara tapi tak berhasil kutemukan adanya suatu hasrat pada dirinya untuk menjadi pemimpin besar di dunia persilatan. Akhirnya dari mulut seorang muridnya yang terkecil yakni Gi Hui-hong, baru kuketahui bahwa rencana busuk ini sebe-narnya bdisusun dan didjalangi oleh Oh gTin sin suami ibstri" Berbicara sampai di situ dia memandang sekejap kearah Hu yong siancu, Siau cian dan Lan See-giok. kemudian baru meneruskan kembali katakatanya: "Oh Tin san suami istri menyusun perbagai rencana busuk, membunuh dan menyaru sebenarnya tak lain karena hasrat mereka untuk mendapatkan kotak kecil tersebut, tapi akhirnya usaha mereka gagal total. Hal ini berakibat bukan saja dia membenci ku, diapun membenci Han lihiap serta Lok heng. Maka sekembalinya ke Wi lim poo, Oh Tin san suami istri mengambil keputusan untuk mohon bantuan dari Wan san popo yang menjadi gurunya Say nyoo-hui, bahkan bertekad untuk memperdalam Ilmu silat mereka guna membalas dendam atas keja-dian yang mereka alami. Walaupun demikian, dihati kecil mereka pun Oh Tin-san suami istri tahu bahwa ke-mampuan yang dimiliki kedua orang itu meski sudah melatih diri satu dua tahun lagi Cuma mampu menghadapi Han lihiap dan Lok- heng secara paksa, bila ingin mengha-dapiku, hal tersebut akan ketinggalan jauh sekali. Di samping itu, yang paling penting lagi adalah mencegah agar anak Giok jangan ke-buru mempelajari ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka Pwee yap cinkeng. Oleh sebab itu berangkatlah mereka ber-dua ke pulau Wan-san, bahkan mempergu-nakan kotak kecil itu sebagai umpan untuk menarik perhatian Wan-san popo. Atas bujuk rayu mereka yang pandai dan manis, akhirnya Wan-san popo terbujuk juga oleh siasat tersebut. Kebetulan sekali dalam beberapa hari mendatang, akan diselenggarakan pertemuan puncak tiga manusia aneh dari luar lautan yang diadakan setiap

846

lima tahun sekali, Wan san popo yang mempunyai tujuan pribadi sama sekali tidak menyinggung soal kotak kecil. tapi dengan alasan hendak mempersa-tukan dunia persilatan dan memilih seorang pemimpin umum dunia persilatan, ia berhasil menarik simpatik Lam hay lo-koay dan Si to cinjin. Persoalan ini memang merupakan persoa-lan yang sudah lama terpendam dalam hati mereka berdua, begitu perundingan selesai. Lam hay lo koay yang mahir dalam ilmu meringankan tubuh segera berangkart ke puncak Giozk li hong untukw menyampaikan urndangan kepadaku. Tentu saja pihak yang paling puas atas kejadian ini adalah Oh Tin san suami istri apalagi setelah melihat aku dan Lam hay lo koay tiba di istana Tiang siu kong hampir bersamaan waktunya, mereka berkesimpulan walaupun anak Giok sudah menjadi muridku. namun ia tak akan berhasil mem-pelajari seluruh kepandaian silatku. apalagi mempelajari isi kitab Pwee yap cinkeng. Pada waktu itu, akupun sudah menduga setelah berhasil memperdalam ilmu silatnya, langkah pertama yang dilakukan Oh Tin san suami istri adalah mencari Han lihiap serta Lok heng untuk membalas dendam, kemudian berangkatlah ke Giok li hong untuk mencari anak Giok sekalian mencari kesem-patan untuk merampas kotak kecil tersebut. Siapa tahu perhitungan manusia tak dapat mengungguli kemauan takdir, pada malam sebelum kedatangan Lam hay lo koay, aku telah mewariskan isi kitab pusaka itu kepada anak Giok. Selama berada dalam istana Tiang siu kiong, aku sudah berunding selama tiga hari dengan Wan san popo sekalian, akupun memperingatkan mereka, orang pandai dalam dunia persilatan amat banyak, tak sampai satu tahun kemudian pasti akan muncul jagoan baru dari angkatan muda yang akan menjadi memimpin dunia persila-tan. Bahkan akupun sengaja berkata bahwa anak-anak muda itu begitu ampuh sehingga mereka bertigapun bukan tandingnya. karena itu kunasehati kepada mereka agar hidup mengasingkan diri saja. Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Wan san popo, Lam hay lo koay dan Si to cinjin berada dalam kedudukan seimbang, sekalipun mereka berhasil menguasai dunia persilatan, belum tentu mampu menjadi to-koh nomor wahid dikolong langit. itulah se-babnya dia punya rencana apabila Oh Tin san suami istri telah berhasil memperoleh kitab cinkeng, barulah dia akan muncul di daratan Tionggoan.

847

"Mereka pun sadar, bila ingin menguasai dunia persilatan maka pertama tama harus melenyapkan diriku. itulah sebabnya mereka merencanakan siasat keji dengan mengirim aku ke pulau batu merah." Berbicara sampai disini, Si Cay-soat me-nyela secara tiba-tiba. "Apakah suhu tahu ketika Wan san popo kembali dari mengantar suhu ke pulau terse-but. is telah membunuh dua orang kakek penghantar itu?" To Seng-cu manggut-manggut. "Yaa. aku mengetahui kejadian ini dari cerita engkoh Giok mu tadi, tapi biarpun mereka tidak membunuh kedua kakek ter-sebut. akupun yakin mereka tak akan mengi-rim beras kepadaku" "Suhu" teriak Siau thi-gou dengan mata terbelalak "selama satu tahun. kau makan apa saja ? Apakah kau tidak merasa kela-paran?" To Seng-cu memandang sekejap murid nya yang polos itu lalu tersenyum ramah dari sakunya dia mengeluarkan dua biji buah berbentuk merah kekuning kuningan. kemudian katanya lagi sambil tertawa. "Anak Gou, coba kau lihat benda apakah itu?" Hu yong siancu yang melihatnya segera berseru. "Locianpwe, bukankah itu buah Cu sian ko?" Mendengar nama Cu-sianko, semua orang segera berseru kaget, dan bersama-sama datang merubung. Siau thi gou berlari paling cepat, pertama tama dia berseru lebih dulu: "Suhu.. bisa dimakankah buah ini?" Sambil berkata lidahnya segera menjilat bibirnya dengan wajah rakus. Sekali lagi To Seng-cu tertawa ramah sete-lah melihat kejadian itu, sambil menengok semua orang, katanya: "Tampaknya Gou ji ku ini tak pernah lupa soal makan!" Kontan saja semua orang tertawa tergelak. Sedangkan Siau thi gou masih tetap tenang-tenang saja. sama sekali tidak nam-pak malu. menanti semua orang sudah duduk. To Seng cu baru berkata kepada Siau thi gou dengan lembut: "Suhu merasa sayang ubntuk makan keduja butir buah ingi, karenanya akbu selalu me-nyimpannya di saku...." "Suhu, tanpa makan, apakah kau tak kela-paran?" kembali Siau thi gou bertanya de-ngan penuh perhatian. To Seng cu segera menggeleng, sahutnya tersenyum, "Selama berada didalam gua. sepanjang hari aku mendapat pengaruh dari sari mes-tika buah Cu sian ko tersebut, akibatnya aku tidak merasa kelaparan lagi"." Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam yang mendengar sampai di situ segera bangkit berdiri dan bertanya de-ngan hormat:

848

"Locianpwe konon buah Cu sian ko adalah benda langka yang merupakan mestika bagi umat manusia. tolong tanya masih ada berapa biji buah Cu sian ko lagi di dalam gua batu merah tersebut...?" "Masih ada tiga biji" sahut To Seng cu tanpa ragu, "tapi masih membutuhkan waktu berapa ratus tahun lagi sebelum dapat men-jadi matang ....." Mendengar jawaban ini komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam kelihat-an rada kecewa. tapi dia segera mengiakan dan duduk kembali. Sementara itu Siau thi gou dengan mata melotot besar sedang mengawasi buah Cu sian ko itu lekat-lekat, biarpun semua orang sudah duduk kembali ditempat masing-masing, hanya dia seorang masih tetap berdi-ri dihadapan To Seng-cu. Ketika komandan Nyoo telah duduk kem-bali. dia tak bisa menahan diri lagi dan segera bertanya. "Suhu. kedua biji buah Cu sian-ko ini hen-dak kau berikan kepada siapa? Enci Soat atau engkoh Giok?" Dengan penuh kasih sayang To Seng-cu membelai kepala Siau-thi gou, lalu sahutnya sambil tertawa. "Tenaga dalam yang mereka miliki telah mendapat kemajuan yang pesat sekali, karena nya mereka tak perlu makan buah mestika lagi. dua biji Cu sian ko ini. satu buatmu dan satunya lagi buat murid terkecil Wan san popo yang bernama Gi Hui hong itu." "Betul" Hu yong siancu dan nagba sakti pembalijk sungai segerag mengangguk. "bbocah itu memang mempunyai bakat yang bagus untuk belajar silat." "Itulah sebabnya aku berniat mengajaknya pulang ke bukit Hoa san...." lanjut To Seng-cu sambil tersenyum. Mendengar berita ini, semua orang ikut bersyukur dan gembira atas nasib baik Gi Hui hong. Dalam pada itu tengah hari sudah lewat, para dayang kembali mempersiapkan meja perjamuan. Lan See giok segera menitahkan ke empat komandannya agar kembali ke kapal masing-masing kemudian menitahkan semua kapal perang agar bersiap siap pulang ke telaga Phoa yang, sedang perahu keraton balik kembali ke pulau besar di bagian tengah. Sudah hampir setahun lebih To Seng-cu tak pernah makan ikan dan daging, ditambah lagi suguhan ke empat muda mudi. ia ber-santap dengan gembira sekali.

849

Akhirnya kapal keraton membuang sauh pada jarak tiga kaki dari pulau besar itu, Lan See giok sekalian minta ikut serta turun ke darat tapi permintaan mereka ditolak semua oleh To seng-cu. Sebelum melompat ke darat, To Seng cu berpesan kepada Hu yong siancu sekalian yang menghantar sampai di depan perahu. "Tunggu saja kalian semua di sini, aku hanya pergi sebentar dan balik kemari lagi" Tidak nampak gerakan apa yang diguna-kan, tahu-tahu saja bayangan manusia berkelebat lewat. bagaikan segulung asap ia sudah melesat kearah istana Tiang siau kiong dan sekejap mata kemudian sudah lenyap dari pandangan mata. Menyaksikan hal itu, Hu-yong siancu segera berpaling seraya katanya. "Tampaknya ilmu silat yang dimiliki Cia locianpwe benar-benar sudah mencapai ting-katan yang luar biasa. Lan See giok, Si cay-soat maupun Siau thi-gou merasa gembira sekali mendengar uca-pan ini. Hu yong siancu tahu bahwa gerakan tubuh To Seng cu cepat sekali, maka mereka tetap berdiri di ujung geladak sambil meminta kepada Lan See giok menceritakan pengala-mannya ketika mencari To Seng-cu di atas pulau batu merah. Setelah Lan See giok selesai bercerita, be-berapa orang itupun membicarakan kembali masalah sekembali mereka ke benteng Wi lim poo. Naga sakti pembralik sungai segzera melirik sekwejap kearah Siaru cian serta Si Cay-soat, kemudian sambil mengelus jenggotnya dan tersenyum dia berkata. "Menurut pendapatku, pekerjaan pertama yang harus kita lakukan sekembalinya ke rumah nanti adalah melangsungkan perka-winan bagi beberapa orang bocah ini," Begitu usul diucapkan. paras muka Lan See-giok segera berubah menjadi merah padam, sementara Siau cian dan Cay-soat menundukkan kepala dengan tersipu-sipu. hanya Siau thi gou seorang yang bertepuk tangan sambil tertawa terbahak bahak: Dengan cepat Hu yong siancu melirik se-kejap kearah Lan See giok bertiga, kemudian sambil tersenyum ujarnya dengan bersung-guh sungguh. "Memang akupun berencana melangsung-kan upacara perkawinan ini secepatnya. agar apa yang kuinginkan pun segera terlaksana." Me1ihat semua orang membicarakan ma-salah perkawinan, Cay soat dan Siau cian berlagak mengambek. padahal dalam hati kecil mereka berdua

850

sangat berharap me-ngetahui bagaimanakah mereka akan me-ngatur perkawinan mereka. Lan See giok sendiri meskipun turut bergembira hati, tapi dalam benaknya segera muncul bayangan wajah Oh Li cu yang se-batang kara dan wajahnya telah bercodet itu, tiba-tiba saja ia merasa kalau gadis itu paling mengesankan. Sementara semua orang masih berbincang bincang, mendadak sepasang mata See giok berkilat, lalu serunya tertawa. "Bibi, suhu telah kembali!" Dengan cepat semua orang mendongakkan kepalanya, benar juga, dari balik pepohonan yang lebat ditengah pulau tersebut muncul setitik bayangan kuning yang meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Melihat hal ini. Hu yong siancu segera ber-kata sambil tertawa. "Dia orang tua selain berhati bajik, ketajaman matanya pun me-ngagumkan, kalau tidak. bakat bagus itu akan terpendam selamanya ditengah pulau terpencil." Baru selesai ia berkata, To Seng-cu sambil mengempit Gi Hui-hong telah melompati po-hon liu di sisi pantai seperti seekor rajawali raksasa. kemudian melayang turun ke atas kapal. Begitu tiba-tiba di geladak kapal, dengan wajah marah To Seng-cu berseru. "Untung aku tiba pada saatnya. kalau ter-lambat selangkah saja. niscaya bocah ini su-dah kehilangan nyawa" Sembari berkata lantas dia menurunkan Gi Hui hong yang dikempitnya itu ke atas gela-dak. Semua orang merasa terkejut, mereka jumpai rambut Gi Hui hong amat kusut, mu-kanya pucat dan matanya basah oleh air mata. karenanya semua orang sama-sama berpaling kearah To Seng cu dengan pandangan terkejut bercampur keheranan. To Seng-cu segera berkata lebih jauh. "Sewaktu aku kesana, rombongan laki pe-rempuan sedang mengitari sebuah pohon be-sar, di sekitar pohon telah ditumpuki kayu kering, sedang bocah itu digantung diatas pohon, si ikan hiu berekor panjang serta dua orang murid preman dari Si-to cinjin sudah bersiap akan membakar mati Siau hong se-bagai hukuman atas perbuatan memboco-rkan tempat penyekapan atas diriku di pulau batu merah--Mendengar kejadian itu Lan See giok amat gusar. segera serunya dengan cepat:

851

"Suhu, anak Giok bersedia menghukum kawanan manusia jahanam tersebut." To Seng-cu segera mengulapkan tangannya dengan menyahut agak sedih. "Kawanan manusia tersebut tak lebih hanya terpengaruh oleh kebuasan dan ke-kejaman Wan san popo bertiga dihari hari biasa sehingga lambat laun tertumpuk watak yang buas pada jiwa orang-orang itu. Karena kuatir mereka berbuat kejahatan lagi di ke-mudian hari, maka telah kupunahkan semua kepandaian silat yang mereka miliki, bahkan menasehati mereka agar hidup aman di pu-lau itu sebagai petani biasa.-Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai segera manggut-manggut menyetujui tindakan itu, Mendadak pada saat itulabh Siau thi gou jyang berada di gbelakang telah bberbisik dengan suara hangat. "Adik kecil ayo turut aku, kau mesti cuci muka dan menyisir rambutmu lebih dulu" Ketika semua orang berpaling, tampak Siau thi gou sedang menarik tangan nona cilik berbaju hijau itu. Cay soat yang melihat hal ini segera menarik kembali Gi Hui hong, lalu sambil melotot kearah Siau thi gou serunya: "Kau adalah seorang koko, kenapa semba-rangan menarik tangan adik ini?" Biasanya Siau thi gou paling takut dengan kakak seperguruannya ini, tapi kali ini ia justru merasa tak mau kalah, sambil menci-bir ia menuding kearah Lan See-giok. kemu-dian bantahnya. "Engkoh Giok juga koko, mengapa dia bo-leh menarik tanganmu sebagai si adik.." Begitu ucapan diutarakan. kontan saja se-mua orang tertawa terbahak bahak karena kegelian. Cay soat yang pintar, mimpipun tak me-nyangka kalau adik Gou yang polos itu bisa mengucapkan kata-kata macam begini di de-pan suhu sekalian. tak ampun mukanya berubah menjadi merah dadu, saking jengkelnya ia segera mendepakkan kakinya berulang kali dan lari masuk ke ruang dalam. Akibatnya gelak tertawa semua orangpun semakin bertambah keras dan nyaring. Angin berhembus silir semilir. matahari sudah condong ke langit barat, samudra luas nampak begitu hening seperti sebuah telaga yang dalam. Ratusan buah kapa1 perang Wi lim poo dengan teratur dan rapi memasang layar pe-nuh-penuh dan meluncur memasuki mulut sungai Tiang-kang.

852

Waktu itu, dalam ruang utama kapal keraton sedang diselenggarakan sebuah per-jamuan yang meriah untuk perpisahan de-ngan To Seng cu yang hendak mendarat lebih dulu. To Seng cu duduk dikursi utama dengan wajah riang, sedang Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mendampingi di sisi kiri dan kanannya. Lan See giok. Ciu Siau cian, Si Cay soat. Siau thi gou dan Gi Hui hong mengiringi di sekitar meja. Ketika perjamuan baru berlangsung se-te-ngah jalan, Hay bun, kota dermaga ter-besar, dibantai utara sungai tiang-kang telah bmun-cul di depajn mata, di kotag inilah To Sengb-cu akan mendarat dan pulang ke Hoa san lebih dulu. Naga sakti pembalik sungai meletakkan kembali cawan araknya ke atas meja, lalu katanya. "Locianpwe sudah setahun lebih berdiam di pulau Wan-san. semestinya kau orang tua berdiam beberapa saat dulu di Wi lim-poo. bila perkawinan See giok sudah selesai baru kembali ke puncak Giok li hong " To Seng-cu segera tersenyum. Kini bibit bencana sudah dipunahkan, keputusanku juga telah mantap, setibanya kembali di puncak Giok li hong, aku hendak menembusi jalan darah Jin meh dan tok meh di tubuh Siau thi gou serta Siau hong agar dasar tenaga dalamnya bertambah sempur-na, kemudian tak akan mencampuri urusan dunia lagi" Mengambil kesempatan tersebut Hu yong siancu turut membujuk: "Anak Giok sekalian bisa mencapai keber-hasilan seperti hari ini, kesemuanya tak lain merupakan hasil didikan cianpwe, kalau toh cianpwe berniat mengasingkan diri, mengapa tidak memberi kesempatan dulu kepada bo-cah-bocah ini agar dapat menunjukkan bak-tinya kepadamu?" To Seng-cu memandang sekejap kearah Lan See giok, Siau cian dan Cay soat, melihat paras muka mereka diliputi perasaan sedih dan sepasang matanya berkaca kaca, tak terasa lagi ia tertawa tergelak sambil berkata lagi dengan ramah: "Perpisahanku kali ini bukan perpisahan untuk selamanya, cuma keputusan telah kuambil dan aku tak akan mencampuri uru-san dunia lagi, oleh sebab itu aku memutus-kan untuk pulang gunung secepatnya, di kemudian hari kalian boleh bermain ke bukit Hoa san setiap saat kalian hendak datang.... Kemudian setelah memandang wajah Siau thi gou dan Siau hong, ia melanjutkan lagi.

853

"Thi gou dan Siau hong boleh bermain be-berapa hari di benteng Wi lim poo lebih dulu bila See giok sudah kawin, kalian boleh kem-bali ke Hoa san dengan dihantar oleh Lok heng." Semua orang tahu kalau keputusan yang di ambil To Seng-cu sudah bulat dan tak mungkin bisa ditahan lagi, trapi karena To Szeng-cu mengijinwkan mereka naikr ke Hoa san dan menengoknya setiap saat, rasa sedih yang semula mencekam mereka semuapun sedikit agak mengendor..... Terutama sekali Siau thi gou, ketika mendengar dia masih boleh berkumpul lagi dengan engkoh Giok selama beberapa hari, bocah tersebut menjadi luar biasa gembira-nya. Gi Hui hong dan Siau cian maupun Cay soat meski baru bertemu belum lama, tapi dasar watak kekanak kanakannya masih ada diapun berharap bisa bermain beberapa hari lagi dengan encinya yang cantik itu. Pada saat itulah seorang kacung masuk ke dalam ruangan sambil berkata: "Lapor pocu, Hay bun telah berada di de-pan mata." Mendengar perkataan ini, Lan See giok segera berpaling dan memandang sekejap kearah To Seng cu dengan pandangan berat hati ..... To Seng cu sendiri segera mengangkat cawan arak yang berada didekatnya, kemu-dian berkata sambil tersenyum ramah. "Semoga kalian semua baik-baik menjaga diri, terimalah salamku lewat secawan arak ini." Semua orang segera mengangkat cawan dan bersama sama meneguk habis isinya kemudian setelah meletakkan cawan ke meja mereka beranjak keluar dari ruangan. ooo0ooo BAB 39 SEMENTARA itu kapal keraton telah me-luncur ke arah barat kota Hay bun yang ge-lap dari pandangan. To Seng-cu berpaling dan memandang se-kejap ke wajah semua orang, kemudian ujar nya. "Perjalanan kalian ke pulau Wan san kali ini pasti sudah menggemparkan seluruh dunia persilatan, sekembalinya ke telaga Phoa yang, kalianpun harus segera menga-singkan diri dan melepaskan diri dari kera-maian dunia, ketahuilah pohon yang besar mudah memancing datangnya angin, manu-sia termasyhur hanya memberi kesulitan bagi diri sendiri. .." Semua orang berdiri serius sambil mengia-kan berulang kali. To Seng-cu berkata lebih jauh. "Sejak peristiwa ini, mungkin dunia persi-latan akan mengalami ketenangan selama puluhan tahun lamanya, berhubung kema-tian dari

854

Wan san popo sekalian, kawanan manusia laknat lain yang ingin munculkan diri pun pasti akan mengurungkan pula niat-nya, pertikaian antar perguru-an memang tak bisa dihindari, karena itu kuharap Wi lim poo dengan kekuatan yang dimiliki sekarang ha-rus bertindak secara bajik dan bijaksana, berbuatlah kemuliaan dan hindari perbuatan maksiat yang terkutuk" "Anak Giok punya rencana hendak mengembangkan perikanan di wilayahnya telaga Phoa yang agar kaum nelayan hidup lebih sejahtera dan pendapatan mereka meningkat..." ucap See giok pelan. Dengan gembira To Seng cu manggut-manggut, kemudian ia berpaling pula ke arah Hu yong siancu sambil katanya: "Han lihiap, setelah ini kaupun boleh pindah ke dalam Wi lim poo, di samping memutuskan hubungan dengan dunia luar, kaupun dapat mengawasi See giok sekalian, bagaimanapun juga mereka masih tetap merupakan kanak-kanak." "Selama banyak tahun ini boanpwe sudah jemu dengan keramaian keduniawian", ucap Hu yong siancu dengan kening berkerut. "Setiap ada waktu aku selalu pergi ke Kwan im an untuk bersembahyang, maksud boan-pwe jika beberapa orang bocah ini, sudah menikah maka boanpwe hendak...." Sebelum Hu yong siancu menyelesaikan kata katanya, To Seng-cu telah mendongak-kan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. See giok maupun Siau cian yang mende-ngar perkataan Hu yong siancu tadi justru menunjukkan wajah yang gugup dan panik, Malah si naga sakti pembalik sungai sendiripun merasa kejadian ini agak di luar dugaan, karenanya dengan kening berkerut dia awasi wajah Hu yong siancu tanpa berke-dip. To Seng-cu berhenti tertawa, katanya sam-bil mengelus jenggot: "Han lihiap pada dasarnya merupakan se-orang pendekar kaum wanita, mengapa kali ini justru mengambil langkah bodoh yang menghilangkan semangat seorang pendekar sejati ? Coba lihatlah sendiri, berapa banyabk umat persilatjan yang putus agsa dan masuk mebnjadi pendeta, tapi benarkah mereka peroleh kebebasan?. Akhirnya justru pende-ritaan dan siksaan yang lebih hebat yang mereka peroleh." Naga sakti pembalik sungai menyambung pula: "Menurut pendapatku, sudah seharusnya Han lihiap menghilangkan ingatan tersebut secepatnya, cepatlah pindah ke Wi lim poo untuk menemani Lan See giok sekalian, di kemudian hari kau pun bisa membopong cucu dan hidup bergembira..." Berbicara sampai di situ, ia bersama To Seng-cu segera tertawa terbahak bahak de-ngan penuh kegembiraan.

855

Hu yong siancu juga memandang sekejap ke arah Lan See giok, Siau cian dan Cay soat dengan senyum kegembiraan. Merah padam selembar wajah See giok, tapi ia merasa hatinya hangat, sedang Cay soat tertunduk malu, cuma Siau cian yang menunduk dengan wajah merah padam, hati nya berdebar sangat keras. Sebab dalam satu bulanan lebih ini, dia seperti merasakan ada sesuatu perubahan pada bagian tertentu tubuhnya, perubahan ini membuat hatinya tak tenang, di samping ketidak tenangan terselip pula kebahagiaan dan penantian. Sementara pembicaraan berlangsung, ka-pal keraton sudah berada lima kaki saja dari tepi pantai. Sedang suasana di pantai amat hening, gelap dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun. Dengan penuh kasih sayang To Seng-cu memandang sekejap ke wajah semua orang, kemudian serunya: "Baik baiklah kalian menjaga diri, sampai jumpa lagi lain kesempatan!" Dengan suatu gerakan yang cepat ia melejit ke udara dan langsung melayang ke atas da-ratan. See giok, Siau cian, Cay soat, Thi gou dan Siau hong serentak berlutut di atas tanah sambil berseru: "Semoga suhu selamat sampai di tempat tujuan." Hu yong siancu serta Naga Sakti pembalik sungai juga berseru pula: "Locianpwe harus menjaga diri bpula baik-baik,j maaf bila boangpwe tak dapat mbenghantar lebih jauh." Gelak tertawa yang amat nyaring berku-mandang datang dari atas daratan, kemudian tampak bayangan kuning berkelebat ke arah barat laut dengan kecepatan bagaikan sam-baran kilat, hanya sekejap mata kemudian bayangan tubuh itu sudah lenyap dibalik ke-gelapan. Sepeninggal To Seng-cu, kapal keratonpun meneruskan perjalanannya untuk menyusul rombongan kapal lain yang sudah berangkat lebih dulu. Oleh karena sekembali mereka ke Wi lim poo mereka hendak melangsungkan perkawi-nan dari Lan See giok, maka Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai sering me-ngadakan pertemuan untuk membicarakan masalah ini. Cay soat dan Siau cian bersembunyi sepanjang hari didalam ruang perahu, dalam keadaan begini mereka malah malu untuk bersua muka dengan Lan See giok. Siau thi gou yang mendapat teman baru, selain lagi tidur, sepanjang hari selalu men-dampingi Siau hong memperkenalkan pe-mandangan alam di

856

bukit Hoa san, mem-perkenalkan gua cousu nya mereka, memperkenalkan asal usulnya dan usianya. Sejak kehadiran Siau hong, Thi gou jauh lebih matang dan tahu urusan, gerak gerik tingkah lakunya jadi lebih sopan, dia seakan akan telah berubah menjadi manusia lain. Hanya Lan See giok seorang yang berubah menjadi pemurung, seringkali ia berdiri di ujung perahu sampai berjam-jam lamanya sambil memandangi gulungan ombak sungai, bukan saja ia sedang memikirkan rencana membangun perikanan yang baik di telaga Phoa yang, diapun sedang berpikir bagai-mana caranya mengatasi masalah tentang Oh Li cu. Seringkali dia membayangkan kembali pengalamannya semenjak bersua dengan Oh Li cu untuk pertama kalinya hingga gadis itu menghantar keberangkatannya ke pulau Wan san tempo hari. Ia dapat merasakan bahwa diantara sekian banyak orang, hanya Oh Li cu yang menga-lami perubahan terbesar, pengalamannya paling tragis dan asal usulnya paling menge-naskan, ia simpatik kepadanya tapi tidak tahu apa yang mesti diperbuat untuk me-nyelesaikan masalah tersebut. Dia cukup mengerti akan rasa cinta Oh Li cu kepadanya, karena itu dia merasa tidak boleh menyelenggarakarn pesta perka-wzinannya dengan wSiau cian sertar Cay sot di-dalam benteng Wi lim poo, sebab ia merasa tindakan demikian amat menusuk perasaan Oh Li-cu, Ia bisa melihat betapa eratnya hubungan Siau cian dengan Cay soat, kedua orang itu hampir tak pernah berpisah dan saling berhubungan bagaikan saudara sendiri, namun kedua orang itu belum per-nah menyinggung soal Oh Li cu. Diapun sering mendengar Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai membicara-kan masalah perkawinannya, tapi ke dua orang inipun belum pernah menyinggung soal Oh Li-cu. Dalam sekejap mata tersebut, dia merasa Oh Li cu seolah-olah sudah terlupakan sama sekali, diasingkan, dianak tarikan, ia merasa nasib gadis itu memang terlalu menyedihkan. Seringkali bila berpikir sampai disini ia bertekad hendak baik-baik merawatnya si-kapnya terhadap Oh Li cu seperti sikap nya terhadap seorang kakak kandung, agar gadis itu ikut bergembira, agar dia tahu kalau dalam dunia ini masih terdapat sedikit ke-hangatan den kelembutan hidup..... Setiap kali memikirkan persoalan tersebut, See giok selalu merasakan hatinya berat dan pikiran nya tidak tenang, maka dia berharap bisa selekasnya kembali ke benteng Wi lim poo. Dalam perjalanan kembali, rombongan ka-pal perang itu bergerak lebih lambat, mereka membutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk tiba di kota Kim leng.

857

Sepuluh hari kemudian rombongan kapal tiba dimulut telaga, untuk mencapai telaga Phoa yang satu malaman perjalanan lagi mereka akan tiba di Wi lim poo dengan sela-mat. Lan See giok segera teringat kembali de-ngan peristiwa penghadangan kapal yang di-lakukan si bajing air berbulu emas tempo hari, karenanya seorang diri dia keluar dari ruangan. Memandang tanah persawahan yang hijau di sepanjang pantai, serta angin yang ber-hembus sepoi-sepoi, pemuda itu merasa hatinya lega dan nyaman. Mendadak dari balik pohon kecil di tepi pantai kelihatan seekor burung merpati putih berkepala hitam terbang menuju ke arah se-latan.... Satu ingatan segera melintas dalam benak Lan See giok, dia jumpai merpati itu persis seperti burung merpati dari Wi lim poo, se-dang arah yang ditujupun tak lain adalah Wi lim poo. Menyusul kemudian tampak seorang lelaki berpakaian ringkas menyelinap dari balik po-hon dan kabur menuju ke arah kota Oh To tin... Lan See giok merasa tidak habis mengerti, kemudian menengok sekejap kearah ka-wanan pengawal di sepanjang perahu, tapi orang yang itu masih berdiri tenang, seakan akan tidak melihat apa yang terjadi di pantai. Ia tahu kemampuan yang dimiliki para pengawal itu masih rendah, sudah barang tentu tak akan mampu melihat keadaan di pantai tersebut dengan jelas. Tapi Thi gou dan Siau hong juga sedang berdiri di ujung perahu, apakah kedua orang ini tidak melihatnya? Dengan penuh kecurigaan pemuda itu segera berpikir, tapi akhirnya ia tertawa sendiri. Sudah pasti mata-mata itu sengaja disiap-kan Oh Li cu dengan maksud agar dia men-dapat kabar lebih dulu tentang kembalinya rombongan kapal, dengan begitu diapun bisa membuat penyambutan yang meriah-. Berpikir begitu, rasa harunya terhadap Oh Li cu semakin bertambah, otomatis panda-ngan dan sikapnya terhadap gadis itupun berubah juga. Keesokan harinya ketika fajar baru saja menyingsing, padang ilalang ditengah telaga Phoa yang telah muncul dikejauhan sana. Dengan membagi diri menjadi empat buah rombongan, seratus buah kapal perang itu memasuki padang ilalang, melalui empat arah yang berbeda. Hu yong siancu, naga sakti pembalik su-ngai dan Lan See giok sekalian bersama sama berdiri di ujung geladak, setiap orang mem-bawa perasaan yang berbeda beda, namun ada satu yang sama yakni kelegaan hati setelah kembali ke kampung halaman.

858

Ketika rombongan kapal mulai tiba di te-ngah padang ilalang, dari atas benteng ra-tusan kaki di depan sana bergema suara tambur dan terompet yang amat keras, para pengawal mulai bersorak sorai dengan penuh kegembiraan. Perahu naga emas berdiri di depan pintu benteng, serombongan dayang berdiri di de-pan perahu dengan sikap yang tenang. Cay soat dan Siau cian yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan gembira: "Coba lihat, enci Lan telah menanti keda-tangan kita di sana..." Tapi Hu yong siancu dan Lan See giok jus-tru mengerutkan dahinya rapatrapat. Sebab rombongan pelayan yang berdiri di sepanjang perahu naga emas ,itu tidak mem-perlihatkan kegembiraan, malah bagian te-ngah rombongan tidak nampak pula Oh Li cu. Pertama tama Lan gee giok yang tak bisa menahan diri, ia segera berbisik: `Bibi, kenapa tidak nampak Be Cui lan berada di atas perahu tersebut?" Pertanyaan ini sesungguhnya merupakan pertanyaan yang hendak diajukan oleh Hu yong siancu kepada Lan See giok, oleh sebab itu dia segera menggelengkan kepalanya de-ngan perasaan tidak habis mengerti. Cay soat dan Siau cian baru terkejut sete-lah mendengar perkataan ini, menyusul se-makin dekatnya kapal keraton itu, mereka berdua dapat melihat bahwa di atas perahu naga emas memang tidak nampak Oh Li cu, karenanya tak tahan lagi mereka berseru kaget: "Aaaah, benar, kenapa enci Lan tidak berada di atas perahu ...?" "Jangan-jangan nona Lan sakit?" kata naga sakti pembalik sungai raguragu. Lan See giok segera teringat dengan mer-pati pos yang dijumpainya kemarin, hatinya bergetar keras, ia tahu pasti ada sesuatu yang tak beres dengan peristiwa itu. Ketika kapal besar tiba di depan pintu benteng, suara tambur, terompet dan sorak sorai semakin gegap gempita, perahu naga emas juga pelanpelan maju menyambut. Ketika Lan See giok belum juga nampak kehadiran Oh Li cu, ia segera mengambil ke-simpulan kalau Oh Li cu tidak berada di dalam benteng, maka begitu masing-masing perahu merapat, ia segera menengok ke arah kawanan dayang tersebut sambit berseru: "Mengapa nonamu tidak nampak?" Kawanan dayang tersebut berwajah mu-rung dan sedih, seorang diantaranya segera maju ke depan dan berlutut dihadapan Lan See giok, kemudian ujarnya dengan hormat:

859

"Sejak kemarin malam nona. kami telah pergi meninggalkan benteng, dia hanya meninggalkan sepucuk surat yang meminta ke pada budak untuk menyampaikan sendiri ke pada Han lihiap." Sambil berkata dia mengeluarkan sepucuk surat dan segera dipersembahkan ke depan. Paras muka semua orang berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, Lan See giok dan Hu yong siancu segera melompat, naik ke atas perahu naga emas, sedangkan Cay soat dan Siau cian juga gelisah, mereka merasa kalau peristiwa ini benar-benar di luar dugaan. Cepat-cepat Hu yong siancu menghampiri dayang tersebut, kemudian menyambut surat tadi dan dibuka sampulnya, tak tertahankan ia berseru pula dengan gelisah: "Semalam, siapa yang menghantar nona kalian ke darat?" Sambil berkata dia menyimpan kembali su-rat yang telah terbaca itu ke saku. Lan See giok dan Siau cian sekalian yang menyaksikan, kejadian ini tak berani lagi menanyakan isi surat tersebut, merekapun tak berani meminta surat tadi untuk diperiksa isinya. Seorang dayang yang agak dewasa segera menyahut dengan hormat: "Nona pergi de-ngan menumpang perahu naga emas." "Sekarang kalian segera membawa kami kesana" seru Hu yong siancu gelisah. Kawanan dayang itu segera mengiakan dan masing-masing menempati tempat sendiri dan memegang dayung. Kepada para kepala regu yang berada di atas kapal besar, Lan See giok berseru. "Kalian segera memberi kabar kepada ke empat komandan agar membawa kapal ma-suk ke benteng, semuanya tukar pakaian dan beristirahat sebelum diselenggarakan perja-muan. Selesai berkata dia memberi tanda kepada dayang, berangkatlah perahu naga emas itu menuju kearah barat daya. Setelah perahu berangkat, Lan See giok baru kembali ke ru-angan dalam, di situ Hu yong siancu sekalian sudah menempati tempat duduk masing-masing. Ketika naga Sakti pembalik sungai me-nyaksikan beberapa orang muda mudi itu tak berani berbicara, melainkan mengawasi Hu yong siancu dengan kening berkerut, segera tanyanya lirih: ""Nona Be.." Hu yong siancu tidak membiarkan naga sakti pembalik sungai menyelesaikan perka-taannya, ia segera memberi penjelasan: "Dia pun hendak menempuh perjalanan bodoh bagi seorang anggota persilatan."

860

Dari ucapan tersebut, naga sakti pembalik sungai segera memahami sesuatu, kejut dan heran ia segera berseru: "Jadi nona Be pun hendak mencukur rambutnya menjadi pen-deta.,..?" Dengan sedih Hu yong siancu mengang-guk. Siau cian dan Cay soat segera saling ber-pandangan sekejap, sedangkan Lan See giok menunduk sedih, dia tahu apa sebabnya Oh Li cu mengambil keputusan untuk menem-puh perjalanan seperti ini. Thi gou dan Siau hong duduk di sudut ru-angan dengan termenung, tidak berbicara tidak pula tertawa, sebab mereka sudah melihat kegelisahan pada wajah orang-orang dewasa. Hu yong siancu berpaling dan memandang sekejap keluar jendela, kemudian katanya gelisah: "Hari ini adalah tanggal satu, bila perahu kita dapat bergerak lebih cepat dan tiba sebelum tengah hari, mungkin keadaan belum terlambat ...." "Bibi, kita hendak kemana ?" tak tahan See giok bertanya. "Kuil Kwan im an!" Mendengar nama tersebut, timbul amarah di dalam dada pemuda itu, ia segera mende-ngus "berat dan berseru dengan gemas: "Hmmm, lagi-lagi Kwan im an, hari ini aku pasti akan melepaskan api untuk membakar ludas kuil Kwan im an yang khusus meman-cing orang lain untuk menjadi nikou ini." Hu yong siancu benar-benar merasa kehe-ranan, ia tak mengerti apa sebabnya Lan See giok begitu membenci kuil Kwan im an karenanya dengan kening berkerut ia segera bertanya: "Mengapa anak Giok?" Dihadapkan dengan pertanyaan ini, Lan See giok segera terbungkam dalam seribu bahasa, dia sendiripun tak bisa menerangkan apa sebabnya ia bisa berperasaan demikian. Hanya Siau cian seorang yang mengerti apa sebabnya Lan See giok begitu gusar, sebab ia pernah memberitahu kepada See giok bahwa Hu yong siancu sering berkunjung ke kuil Kwan im an. Sementara itu perahu naga emas melesat di atas telaga dengan kecepatan tinggi, perahu nelayan masing-masing pada me-nyingkir ke samping sedang nelayannya segera mengawasi Lan See giok sekalian de-ngan pandangan mata terkejut bercampur keheranan. Pantai barat daya telaga Phoa yang sudah semakin dekat, sekarang mereka sudah da-pat melihat bayangan manusia di pantai de-ngan jelas ....

861

Lan See giok, Si Cay soat, Siau cian, Thi gou dan Siau hong sudah keluar dari ru-angan, Lan See giok melihat dengan jelas dusun di atas tanggul adalah dusun kecil tempat kediaman bibi Wan. Begitu kapal merapat, mereka segera melompat ke darat dan berlarian ke depan. Siau cian melompat pula ke darat, lalu bisiknya kepada Cay soat "Untuk memburu waktu, meski kita lewat di depan rumahku, sayang tak ada kesem-patan lagi untuk menengok ke dalam " Cay spat tidak berkata apa spa, dia cuma menggelengkan kepalanya berulang kali. Tiba di atas tanggul mendadak Lan See giok menjerit kaget. Semua orang menjadi tertegun, Lan See giok juga tidak menggubris keheranan orang lain, bagaikan segulung asap ringan didalam berapa kali lompatan saja ia telah tiba di de-pan sebuah puing-puing yang berserakan belasan kaki di depan sana. Dengan cepat Siau cian dapat melihat pula keadaan di depan mata dengan jelas, ia segera menjerit kaget lalu bersama Cay soat berlarian ke depan. Hu yong siancu sendiri, ketika melihat rumah yang telah didiami selama banyak ta-hun kini berubah menjadi puing-puing yang berserakan, hatinya merasa sedih sekali, tapi ia masih tetap melanjutkan langkahnya mengikuti naga sakti pembalik sungai. Thi gou serta Siau hong jauh sebelum Siau cian sekalian tiba ditempat tujuan, dia telah berada di sana. Menyaksikan bangunan rumahnya telah ludes, bahkan diantara puingpuing yang berserakan sudah mulai ditumbuhi rerum-putan, saking sedihnya hampir saja air ma-tanya jatuh bercucuran. Dalam pada itu, beberapa orang perem-puan dusun telah munculkan diri dan berdiri tak jauh dari situ, ketika Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mencari ketera-ngan, barulah diketahui api membakar bangunan rumah itu secara tiba-tiba kira-kira satu bulan berselang. Mereka berdua dan Lan See giok sekalian segera menghitung kembali waktunya, de-ngan cepat mereka sadar, sudah pasti kebab-karan tersebutj merupakan hasigl perbuatan darbi Say nyoo hui Gi Ci hoa, istri Oh Tin san. Hu yong siancu merasa tak ada gunanya untuk memandangi terus rumahnya yang telah berantakan, maka serunya kemudian "Mari kita percepat perjalanan, waktu yang tersedia sudah tidak banyak lagi." Ucapan ini segera menyadarkan kembali Lan See giok yang dicekam hawa amarah serta Siau cian yang diam-diam sakit hati, maka dengan membawa

862

rasa sedih yang luar biasa, tergesa gesa mereka meneruskan per-jalanan menuju ke belakang dusun. Begitu keluar dari dusun, semua orang ti-dak ambil perduli masalah lain lagi, agar bisa mencapai kuil Kwan im an secepat mungkin, masing-masing pihak segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meluncur kearah hutan di balik bukit pada arah barat daya dusun itu. Hu yong siancu amat hapal dengan daerah di sana, karenanya semua orang mengikutinya di belakang nya. Biarpun Gi Hui hong masih berusia sebelas dua belas tahunan, namun ilmu meringan-kan tubuh yang dimilikinya tidak kalah dari Siau thi gou. Setelah menembusi hutan dan bukit yang luasnya mencapai berapa li, secara lamat-lamat dari kejauhan sana mulai nampak ba-yangan bangunan rumah. Sambil berlarian kencang, Hu yang siancu segera menuding ke depan sambil berseru "Itulah Kwan im an, kuil kaum nikou yang terbesar untuk sekitar telaga Phoa yang." Dengan perasaan mendongkol Lan See giok memandang ke depan, kuil Kwan im an luas nya mencapai ratusan hektar dengan tiga buah bangunan utama dan dua belas bangu-nan samping, memang keadaannya nampak keren dan mentereng. Terdengar Hu yong siancu berkata lagi "Ketua kuilnya adalah Soat Yu nio yang termasyhur karena ilmu meringankan tubuh nya dimasa lampau, dia adalah seorang pendekar wanita yang hebat, sampai waktu nya kuharap kalian semua bisa sedikit tahu diri." Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar suara lonceng dibunyi-kan keras-keras. Paras muka Hu yong siabncu segera berujbah hebat, ia bgerseru kaget dabn segera mendongakkan kepalanya, ternyata persis tengah hari. Lan See giok tahu tengah hari sudah tiba, hatinya merasa sedih bercampur gelisah yang kemudian berubah menjadi ko-baran hawa amarah yang meluap luap. Tak tahan lagi ia segera berpekik nyaring kemudian dengan mempercepat langkahnya, bagaikan sambaran kilat langsung meluncur ke arah kuil kwan im an. Suara pekikan yang begitu keras dan nyaring bergema hingga menembusi angkasa dimana bayangan biru berkelebat lewat, daun dan ranting samasama bergoncang....

863

Hu yong siancu. serta naga sakti pembalik sungai cukup menyadari perasaan Lan See giok waktu itu, apabila membiarkan dia berlarian dengan menggunakan ilmu meri-ngankan tubuhnya, mungkin pada saat ini sudah Sampai ditempat tujuan. Maka semua orang segera mempercepat gerakan tubuhnya dengan harapan bisa menyusul Lan See giok, daripada dalam keadaan pikiran yang kalut, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang sama sekali di luar dugaan. Tapi bayangan tubuh Lan See giok makin lama semakin bertambah jauh, dalam waktu singkat telah lenyap di balik hutan lebat di balik bangunan tersebut. Hanya di dalam sekali pekikan panjang saja, jarak Lan-See giok dengan Kwan im an tinggal seratus kaki saja. "Trraaang.......Traaang.." Bunyi lonceng masih juga berdentang. "Tuuunnng, tuuuuungg ....." Suara tambur, dibunyikan bertalu talu... Dibalik suara lonceng dan tambur, lamat-lamat terselip pula suara keleningan, bokhi dan suara orang memanjatkan doa, membuat siapapun yang datang dengan napsu, seke-tika napsu itu hilang lenyap tak berbekas. Kobaran hawa amarah yang semula me-nyelimuti wajah Lan See giok hampir saja punah dan padam tak berbekas oleh keadaan serius dan penuh ketenangan ini. Dalam gerak melruncurnya yang czepat menuju ke wbangunan kuil irtu, ia saksikan kuil Kwan im an memang dibangun sangat kokoh, pintu gerbangnya yang hitam berge-lang emas dihiasi dengan sepasang patung singa berwarna hijau, tiang penyangga rumah berukirkan naga dengan enam buah patung malaikat menghiasi di sana sini. Saat itu pintu gerbang terbuka lebar, di atas pintu tergantung sebuah papan nama dengan tiga buah huruf besar yang terbuat dari emas: "Kwan Im An." Lan See giok langsung menerjang masuk ke dalam kuil, tapi tanpa sadar ia menghen-tikan langkahnya diantara ruang beranda. Ruang utama terdiri dari sebuah bangunan yang megah dan kokoh, seingat Lan See giok, bangunan ini merupakan bangunan besar yang paling megah dan pernah disaksikan selama ini. Lebih kurang sepuluh kaki dari pintu ger-bang, masing-masing terdapat dua buah ru-ang samping yang dihubungkan satu sama lainnya dengan lorong-lorong yang terbuat dari batu besar.

864

Asap dupa telah menyelimuti seluruh ru-ang tengah waktu itu, di atas altar, tampak patung Kwan Im pousat dalam ukuran se-tinggi satu kaki. Di samping kiri dan kanan meja altar, masing-masing duduk bersila sepuluh orang nikou setengah umur berjubah merah yang memejamkan mata sambil berdoa. Di belakang nikou berbaju merah itu ber-diri pula ratusan orang nikou berjubah kuning, sedang bagian yang paling belakang terdiri dari dua ratusan orang nikou berjubah abu-abu, jumlah mereka semua hampir mencapai tiga ratusan orang. Tepat di bawah meja altar, terdapat se orang perempuan berjubah abu-abu yang duduk bersila di atas sebuah kasur kuning dengan mata terpejam dan sepasang tangan dirangkap di depan dada, berhubung ram-butnya yang panjang menutupi bagian wajah nya, maka bagaimanakah raut muka, perem-puan tersebut tidak kelihatan dengan jelas. Di sisi kiri dan kanan perempuan beram-but panjang itu, masing-masing berdiri se-orang nikou kecil berusia tiga empat belas tahunan, di tangan mereka membawa sebuah nampan kemala.. Pada nampan kemala yang berada di sebe-lah kiri terdapat sebuah botol porselen ber-warna ungu yang penuh berisi air suci, se-dangkan pada nampan kemala sebelah kanan terdapat sebilah pisau cukur yang tajam.. Segenap nikou yang hadir di dalam ru-angan sama-sama memejamkan matanya ra-pat-rapat, mereka tetap berdoa dengan tenang, terhadap pekikan keras yang menusuk pendengaran dari Lan See giok tadi, mereka bersikap seolah-olah tidak merasa. Dengan wajah termangu Lan See giok ber-diri kaku ditengah lorong, sorot matanya mengawasi seorang perempuan berambut panjang yang berada di tengah ruangan de-ngan pandangan bodoh. Dari jubah yang begitu lebar dan rambut yang menutupi wajahnya, ia tak sempat melihat dengan jelas apakah dia Oh Li cu atau bukan. Menghadapi suasana semacam ini, biarpun Lan See giok merasa gelisah namun ia tak berani memasuki ruangan itu secara sem-barangan, apa lagi menyingkap rambut pan-jang perempuan itu serta memeriksa siapa gerangan dia? Dengan tenang ia berdiri di situ, dengan sabar menanti sampai kedatangan bibi Wan sekalian.... Pada saat itulah suara keleningan dibunyi-kan dan suara sembahyangpun pelan-pelan mereda, serentak semua nikou yang berada dalam ruangan berpaling dan memandang ke arah Lan See giok dengan pandangan terkejut bercampur keheranan.

865

Perempuan berambut panjang yang duduk bersila di tengah ruangan pun segera me-ngangkat kepalanya, seakan akan sedang mengawasi Lan See giok yang masih berdiri dengan wajah murung dan gelisah itu .... Suara pujian pada sang Buddha tiba-tiba berkumandang dari belakang ruangan. Dari belakang meja altar pelan-pelan ber-jalan ke luar delapan orang nikou kecil mem-buat tempat dupa. Di belakang ke delapan orang itu mengikuti tiga orang nikou setengah umur berjubah merah yang membawa keleningan, ada pbula yang membawja Ji gi, semuangya berwajah serbius. Dan pada bagian yang terakhir muncul se orang nikou muda berwajah cantik yang mengenakan jubah berwarna kuning emas. Nikou muda tersebut mengenakan kopiah emas dengan sebutir batu permata merah di bagian tengahnya, dengan sorot mata yang jeli ia memandang sekejap kearah Lan See giok yang berdiri di luar ruangan, kemudian langsung menuju kearah perempuan beram-but panjang yang duduk ditengah ruangan itu. Dalam pada itu ke delapan nikou cilik tadi sudah memisahkan diri di kedua belah sisi, ketiga orang nikou setengah umur berbaju merah itu berdiri dibelakang perempuan be-rambut panjang. sebaliknya nikou muda berwajah cantik tadi justru berdiri di samping perempuan berambut panjang itu. Lan See giok tahu, nikou muda berjubah emas itu tentulah Soat Yu nio yang dimasa lampau termasyhur didalam dunia persilatan karena ilmu meringankan tubuhnya, yaitu teman lama bibi Wan. Teringat bagaimana dia membujuk bibi Wannya agar mencukur rambut menjadi pendeta. tiba-tiba saja amarahnya kembali berkobar... Teringat akan bibi Wan ia menjadi sangat keheranan, sudah begitu lama ia berdiri menanti mengapa mereka belum juga menampakkan diri? Ketika berpaling, dijumpai Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai sekalian te-lah berdiri di luar pintu gerbang dengan si-kap tenang dan wajah mereka diliputi kese-riusan. Pada saat inilah mendadak dari arah ruang utama berkumandang suara pujian kepada sang Buddha. Menanti Lan See giok berpaling kembali, ia jumpai Soat Yu nio atau nikou muda berwa-jah cantik itu sudah mendekati nikou kecil yang membawa air suci, tangannya yang len-tik segera ditutulkan pada air suci tadi." Kemudian ia menghampiri perempuan beram-but panjang itu. mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan melentikkan keli-ma jari tangannya.

866

bagaikan titik air hujan, air suci itu segera membasahi kepala serta dada perempuan berambut panjang itu. Kemudian alat-alat musikb upacara pun dijbunyikan mengirgingi pembacaan bdoa. Lan See giok tahu. sebentar lagi perem-puan berambut panjang itu akan kehilangan rambutnya dan sepanjang hidup menjadi pendeta... Berhubung Hu yong siancu sekalian belum juga masuk ke dalam, Lan See giok semakin menyimpulkan kalau perempuan berambut panjang itu bukan Oh Li-cu. karenanya diapun ingin mengundurkan diri dari kuil, menanti upacara sudah selesai. dia baru akan mencari persoalan dengan Soat Yunio. Suara keleningan berbunyi lagi memecah-kan keheningan ruangan. Pelan-pelan pembacaan doa mulai mereda, kemudian suasana di seluruh ruangan pun dicekam dalam keheningan yang luar biasa. Melihat hal ini, tanpa terasa Lan See-giok menghentikan pula langkah tubuhnya yang hendak mengundurkan diri dari situ. Tampak Soat Yu-nio mendekati kembali nikou kecil yang membawa baki berisi pisau kecil, kemudian sambil membawa pisau cu-kur itu dia kembali lagi kehadapan perem-puan berambut panjang tadi seraya berkata dengan lembut. "Setelah rambutmu dicukur, maka sepan-jang hidup kau akan menjadi pendeta. hidup dan mati sebagai murid Buddha yang terikat oleh peraturan. kau harus melupakan segala budi dan dendam. memandang kejayaan kekayaan dan kemiskinan sebagai asap yang mengangkasa." Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah serius dia berkata kembali. "Sejak kini perasaanmu harus setenang air, sepanjang hidup tak boleh menjadi preman kembali, bersediakah kau?" perempuan berambut panjang itu pelan-pelan mengangguk dengan gerakan yang be-rat. Soat Yu nio manggut-manggut, kemudian berkata lebih jauh. "Sekarang kuijinkan kepadamu untuk bertemu muka dengan dunia keramaian se-belum kucukur rambutmu menjadi gundul, bukalah matamu lebar-lebar, bila saat ini kau merasa menyesal, dipersilahkan segera meninggalkan kuil ini!" Sembari berkata dia menyingkap rambut yang menutupi wajah perempuan tersebut dengan tangan kirinya.r Lan See giok zsegera dapat mewnyaksikan raut rwajah orang itu dengan jelas, sekujur badannya gemetar keras, paras mukanya berubah sangat hebat .....

867

Ternyata perempuan berambut panjang itu tidak lain adalah Oh Li cu yang basah wajah-nya oleh airmata, tapi Oh Li cu hanya meng-gelengkan kepalanya. Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok saat itu, dia hampir gila menghadapi kenya-taan begini, dengan suara menggeledek segera bentaknya. "Jangan ......." Terdorong oleh luapan emosi, dia sudah melupakan segala tata krama dan sopan santun lagi. ditengah bentakan keras, bagai-kan segulung asap tubuhnya meluncur ke dalam ruangan .... Tampaknya Hu yong siancu sama sekali ti-dak menyangka kalau Lan See giok bakal menerjang ke dalam ruangan secara kasar dan sembrono, menanti die berniat meng-ha-langi maksudnya, keadaan sudah terlambat. Serentak semua nikou yang berada di dalam ruangan itu melompat bangun sambil menjerit kaget. Beberapa kali bentakan keras bergema memecahkan keheningan, ketiga nikou setengah umur berjubah merah itu serentak menghadang di depan ruangan, sementara ke enam buah telapak mereka diayunkan ber-sama ke depan melepaskan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat ..... "Minggir...." bagaikan orang kalap Lan See giok segera membentak keras. Ditengah bentakan, sepasang telapak ta-ngannya melancarkan serangkaian serangan gencar, ditengah benturan yang nyaring. tahu-tahu tubuhnya sudah menembus lapisan angin pukulan dari ke tiga nikou setengah umur itu dan langsung menyerbu ke dalam ruang utama. Belum pernah ketiga orang nikou setengah umur itu menyaksikan kepandaian silat se-macam ini, serentak mereka jadi tertegun dan mundur setengah langkah tanpa terasa. Tubuh See giok meluncur ke depan dengan cepat, begitu melampaui ketiga orang nikou setengah umur tersebut dia langsung me-nyerbu ke ruang altar. Peristiwa ini kontan saja membuat segenap nikou yang hadir dalam ruangan sama-sama memperlihatkan rasa kaget den terkesiap, namun ke delapan nikou kecil memegang tempat dupa itu justru mengangkat tempat dupa masing-masing sambil menghadang jalan pergi Lan See giok. Dalam waktu singkat Lan See giok sudah menerjang masuk ke ruang tengah, namun setelah menyaksikan patung di depan altar dan asap dupa yang menyelimuti seluruh ru-angan, pikiran yang sedang kalut tadi seketika menjadi terang kembali.

868

Tapi begitu menyaksikan Oh Li cu yang masih duduk bersila dengan air mata bercu-curan, kemudian menyaksikan wajah cantik yang dingin kaku dari Soat Yu nio, api kegusaran yang baru saja padam sekali lagi menggelora. Tiba-tiba terdengar Soat Yu nio berseru kepada ketiga orang nikou yang masih berada di ruangan itu: "Huhoat bertiga, segera kalian usir lelaki kasar ini dari ruangan!" Ketiga orang nikou setengah umur itu segera mengiakan dan bersamasama meng-hampiri Lan See giok. Menghadapi keadaan demikian Lan See giok gusar sekali. dia segera membalikkan badannya lalu dengan kening berkerut ben-tak nya keraskeras. "Jika kalian bertiga berani maju selangkah lagi, akan kubunuh kalian segera!" Oleh sikap Lan See giok yang begitu garang dan penuh kewibawaan, kontan saja ketiga nikou tersebut jadi terkejut dan se-rentak menghentikan langkah mereka. Sekujur badan Soat Yu nio turut gemetar keras, wajahnya yang cantik berubah men-jadi hijau membesi, dengan kening berkerut katanya. "Semenjak memasuki kuilku ini sikapmu sudah kurang ajar dan tak tahu tata krama, di samping mengganggu ketenangan, menga-cau pula upacara yang sedang kami selengga-rakan, dosamu tak bisa diampuni lagi. Tapi mengingat kau masih muda dan tak tahu urusan, kuminta sekarang juga kau tinggal-kan, kuil inib dan berbicara jbila upacara teglah usai nanti b...." "Tidak bisa!" tukas Lan See giok sebelum pihak lawan menyelesaikan kata katanya. ""Kalau tidak bisa lantas mau apa kau?" seru Soat Yu nio penuh amarah. Sambil menunjuk ke arah Oh Li cu, kata See giok. "Sekarang juga akan kubawa dia dari tem-pat ini!" "Atas kemampuan apa kau hendak me-ng-ajaknya pergi dari sini... ?" "Dia adalah istriku, tentu saja aku berhak untuk mengajaknya pergi dari sini." Oh Li cu yang masing duduk bersila sambil memejamkan matanya itu segera menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, tubuhnya gemetar keras, ia mulai menangis tersedu sedu. Tampaknya Soat Yu nio merasa di luar dugaan akan jawaban tersebut, tapi ia toh mendesak kembali. "Siapa yang bisa membuktikan bahwa dia adalah istrimu.." "Dua ribu orang anggota Wi lim poo, tiga ratus dua puluh orang komandan kapten ka-pal, kepala regu, semuanya merupakan saksi hidupku..."

869

Sementara berbicara, dia menyaksikan Hu yang siancu telah berdiri di luar ruangan, maka sambil menuding ke depan serunya lagi. "Masih ada lagi bibi Wan ku itu!" Dengan wajah murung dan gelisah Hu yong siancu segera melangkah masuk ke dalam ruangan dan langsung menghampiri Soat Yu nio lalu setelah memberi hormat katanya. "Adik Soat aku datang terlambat, hatiku sungguh merasa amat menyesal" Sebagai seorang pimpinan kuil. biarpun hubungan Soat Yu nio dengan Hu yong siancu bagaikan kakak beradik, namun di-dalam keadaan demikian dia pun tak ingin merusak peraturan yang berlaku di dalam kuilnya, maka dengan cepat dia membalas hormat seraya ujarnya: "Sekarang upacara telah dimulai, terpaksa pinto harus bekerja menurut peraturan, biar pinni bertanya lagi kepada nona Be...." Lan See giok tahu, apabila Oh Li cu me-nganggukkan kepalanya maka tiada kesem-patan lagi baginya untuk merubah keadaan tersebut, buru serunya kemudian. "Tidak bisa, tidak bisa, kau tbak bisa meme-nujhi keinginannyag itu...." Melihabt anak muda itu tak tahu diri, Soat Yu nio membentak lagi dengan mendongkol . "Kalau tidak menuruti kemauannya, lantas harus menuruti kemauan siapa?" Lan See giok tahu bahwa keadaan sudah berkembang menjadi suasana yang tak enak, maki dia bertekad untuk bekerja tidak kepalang tanggung. dia berniat akan meng-obrak abrik kuil Kwan-im an tersebut. agar dikemudikan hari pun Hu yong siancu tidak tergoda pikirannya untuk mencukur rambut menjadi pendeta. Berpikir demikian, ia lantas menunjuk pada diri sendiri sambil menyahut. "Menurut kemauanku.." "Kalau menuruti kemauanmu lantas bagai mana?" bentak Soat Yu nio lagi dengan tubuh gemetar keras, "Turuti perintahku untuk memberi pakaian preman kepadanya agar dia bisa bertukar pakaian dan segera pulang bersamaku" Soat Yu nio segera mendongakkan kepala nya dan tertawa keras penuh amarah, "Kau anggap Kwan im an adalah rumah makan atau penginapan yang bisa datang kalau mau datang dan bisa pergi bila ingin pergi...." Lan See giok cukup tahu bahwa masalah-nya tidak akan diselesaikan secara mudah. hal mana membuat hatinya semakin gelisah, sementara dia merasa terdesak dan tak mampu menjawab, mendadak terdengar siau thi gou yang berada di luar ruangan telah berteriak keras,

870

"Engkoh Giok. buat apa kau mesti banyak berbicara dengannya? Lebih baik kita lepas-kan api dan kita bakar kuil Kwan im an ini, coba kita lihat apakah mereka akan mem-biarkan enci Lan pergi dari sini atau tidak" "Sambil berkata dia lantas membalikkan badan dan menuju ke sudut ruangan siap menyulut api. "Thi gou kembali!" naga sakti pembalik sungai segera membentak keras. Terpaksa Siau thi gou menghentikan lang-kahnya. tapi sama sekali tak berniat untuk balik ke posisi semula. Tampaknya Si Cay soat juga merasa amat tidak puss terhadap pemimpin kuil Kwan im an tersebut. sambil menoleh kearah Thi gou, sengaja dia menyindir. "Buat apa kau mresti gelisah? Tzunggu saja sampwai dia enggan mrelepaskan enci Lan dari sini, saat itulah baru kita bakar kuil nya ini sampai rata dengan tanah. Mendengar kata-kata tersebut hampir jatuh pingsan Soat Yu nio saking gusarnya, dia sama sekali tidak menyangka kalau ka-wanan anak muda tersebut begitu kurang ajar dan tak tahu peraturan, karena itu tim-bul niatnya untuk memberi pelajaran yang se-timpal kepada mereka semua, Sambil tertawa dingin dengan sorot mata yang tajam dia memandang sekejap kearah Siau cian dan Cay soat sekalian yang berada di luar ruangan, kemudian katanya kepada Lan See giok dengan suara dalam. "Semenjak kuil kami didirikan dan hingga kini, berlaku peraturan yang berbunyi bahwa jika ada orang yang semula berniat mencu-kur rambut. kemudian mengurungkan niat-nya, maka dia mesti mampu menembusi barisan Sam cay tin dari ketiga orang pelindung hukum kami---" Lan See giok tidak membiarkan Soat Yu nio menyelesaikan kata katanya, setelah tertawa angkuh serunya. "Jangan lagi baru ketiga orang pelindung hukummu, biar kau sendiri juga tak akan kupandang sebelah matapun mengerti?" Soat Yu nio betul-betul amat gusar sehing-ga badannya gemetar keras, serunya kemu-dian dengan gemas. "Perduli kau akan memandang sebelah mata terhadap kami atau tidak. pokoknya kau mesti mencoba untuk menembusi bari-san kami ini sebelum dapat mengajak istrimu pergi meninggalkan tempat ini...". "Asal kau sudah mempersiapkan diri, tentu akan kuiringi kehendakmu itu" jawab See giok sambil tertawa-angkuh: Soat Yu-nio menganggap sikap See-giok kelewat sombong dan tekebur, sikap begini-lah yang membuatnya tidak tahan, ia berte-kad akan melenyapkan kesombongan pemu-da tersebut. maka setelah mendengus marah katanya,

871

"Hmm. Melihat sikap angkuhmu itu, aku jadi muak, hati-hati kalau sampai kalah dalam pertarungan nanti..." "Kalau aku kalah, pasti akan kuhabisi nyawaku sendiri, jadi kau tak usah mengua-tirkan diriku lagi." tukas sang pemuda ketus. Mendengar perkataan ini Soat Yu nio segera mengiakan dengan marah, cahaya emas berkelebat lewat, dia sudah melompat ke luar dari ruangan tersebut. Oh Li cu yang selama ini memandang de-ngan air mata bercucuran. kontan saja men-jerit sambil menangis keras. "Jangan. jangan, adik Giok, kau tak boleh berbuat demikian." "Kalau begitu kau harus menyanggupi permintaanku untuk segera pulang bersama-ku!" seru See giok memanfaatkan kesem-patan ini. Mendengar seruan mana, sekali lagi Oh Li Cu menutup mukanya sambil menangis tersedu-sedu. Dalam pada itu, Soat Yu Nio yang telah berdiri ditengah halaman setelah memandang kearah See-giok sambil tertawa dingin, seru-nya dengan marah, "Kau tidak usah membuang waktu dengan percuma, mau pergi dari situ atau tidak, dia tak akan mampu mengambil keputusan sendiri" Lan See giok bertambah gusar, tidak nam-pak gerakan apa yang telah digunakan olehnya, tahu-tahu diantara bayangan biru yang berkelebatan lewat, dia sudah tiba di luar ruangan. Dalam pada itu. ketiga orang nikou sete-ngah umur tadi sudah berada di luar ru-angan. begitu melihat See giok muncul. mereka segera berkata kepada Soat Yu nio, "Lapor An-cu, biar tecu sekalian dengan barisan Sam cay tin yang membekuk manu-sia latah ini" Soat Yu-nio memang ada niat membiarkan ketiga orang nikou setengah umur itu men-coba kepandaian silat dari See giok lebih dulu. Maka sahutnya sambil manggut-mang-gut. "Ehmm cuma kalian mesti berhati hati." Lan See giok mendengar ucapan mana, kontan saja mendongakkan kepalanya dan tertawa keras. Kalian bertiga yang mencari penyakit buat diri sendiri. jangan salahkan kalau akupun tak akan memberi muka lagi kepada kalian bertiga. Ketiga orang nikou setengah umbur itu membentajk bersama. bayagngan merah berkbelebat lewat. mereka telah mengepung Lan See giok ditengah arena,.

872

Hu yong siancu berdiri seorang diri diatas tangga ruangan, selama ini dia mencoba ingin berbicara, tapi tiada kesempatan bagi nya untuk turut menimbrung, dia tahu bila ingin mengajak pulang 0h Li cu, hanya jalan semacam inilah yang dapat ditempuh. Tapi dia dan Soat Yu nio memiliki hubungan yang sangat erat dalam hubungan persahabatan, semestinya dia memberi peringatan kepada rekannya itu agar Soat Yu nio tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok te-lah mencapai suatu tingkatan yang luar bia-sa, namun ia tak pernah memperoleh kesem-patan untuk ber-buat demikian., Dalam pada itu, ke tiga orang nikou yang berposisi dalam barisan Sam cay tin telah memuji keagungan sang Buddha menyusul suara bentakan. serentak tubuh mereka ber-putar kencang. Lan See giok tertawa terbahak bahak menghadapi kejadian seperti ini, ejeknya. "Haahhh... haaahhhh... haaahhh... -dengan mengandalkan barisan semacam ini pun ingin menangkap aku?!" Sekali lagi tubuhnya berkelebat lewat, se-ketika itu juga muncul belasan sosok baya-ngan manusia berbaju biru yang beter-bangan diantara kurungan ke tiga orang nikou setengah umur itu seperti kupu-kupu yang sedang menari. Bila dibandingkan dengan gerakan tubuh ke tiga nikou se tengah umur itu, maka kece-patannya masih beberapa kali lipat lebih he-bat. Ketiga orang nikou setengah umur itu baru terperanjat setelah menyaksikan kejadian ini. mereka merasakan pandangan mata nya menjadi kabur, angin serangan yang tajam menusuk badan. berpuluh puluh bayangan biru itu berputar kian lama kian bertambah cepat---Dengan wajah berubah hebat Soat Yu nio segera membentak keras. "Cepat tahan-- -" Lan See giok tertawa terbahak bahak, menirukan logat Soat Yu nio ejeknya. "Sekarang mau tahan atau tidak. bukan kau yang berhak untuk memberi perintah." Bersamaan dengan selesainya berbicara, gerakan tubuhnya segera berubah, berpuluh puluh sosok bayangan biru itu segera ber-obah menjadi segumpal bayangan pelangi berwarna biru yang melingkari ke tiga orang nikou tersebut. Ketika ke tiga orang nikou tadbi men-coba untujk berputar terugs, tahutahu sabja pan-dangan matanya terasa kabur. angin tajam menderu deru dan keadaannya benar-benar tak mampu untuk dipertahankan lebih lan-jut.

873

Soat Yu nio benar-benar tertegun, demikian juga ratusan orang nikou yang berada dalam ruangan utama. Hu yong siancu pun sadar bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, seje-nak kemudian ketiga orang nikou itu akan kehabisan tenaga dan akhirnya jatuh ping-san. ooo0ooo BAB 40 SADAR akan keadaan yang kritis, dengan suara dalam perempuan itu membentak keras. "Kini barisan Sam cay tin sudah hancur, mengapa kau belum juga menghentikan gerakan tubuhmu?." Bayangan pelangi biru segera berkelebat lewat, bersamaan dengan menggemanya uca-pan mana, Lan See-giok telah melayang kem-bali ke depan ruang utama. Ketiga orang nikou setengah umur itu kontan saja roboh ke atas tanah dengan wa-jah pucat pias dan napas terengah-engah, pelan membasahi seluruh tubuh mereka, mata terasa berat dan tak mampu dipentang-kan kembali. Soat Yu nio merasa mendongkol bercampur gusar, dia tahu nama besarnya akan jatuh pecundang pada hari ini, tapi ibarat menung-gang di punggung harimau. posisi nya sekarang benar-benar serba susah. mau mundur tak bisa mau majupun tak dapat, terpaksa dia harus mengeraskan kepala un-tuk menghadapi segala sesuatunya. Maka setelah memandang sekejap kearah ratusan orang nikou didalam ruangan, sambil menuding ketika nikou setengah umur yang sudah tergeletak di tanah itu serunya keras. "Gotong mereka pergi!" Baru selesai ia berkata, belasan orang nikou berbaju abu-abu telah berlarian menuju ke depan. lalu dengan panik dan gugup mereka gotong ketiga orang nikou setengah umur itu lari masuk lewat pintu samping, Lan See giok memandang sekejap kearah ketiga orang nikou yang digotong masuk tersebut, kemudian ditatarpnya wajah Soatz Yu nio lekatlwekat sambil jenrgeknya dingin: "Sekarang sudah tiba giliran An cu untuk memberi pelajaran kepadaku!" "Pinni adalah seorang pemilik kuil, sudah sepantasnya bila tamu yang mengajukan per-soalan" jawab Soat Yu nio sambil tertawa keras penuh amarah. Lan See giok tertawa terbahak bahak.

874

"Haaahhh... haahhh.. haahh.. kalau me-mang begitu, biar kumohon pelajaran tentang ilmu meringankan tubuh yang pernah An cu andalkan untuk menjagoi dunia persilatan dimasa lampau." Sekali lagi soat Yu nio mendengus gusar. "Bagaimana caranya bertanding silahkan kau memberi petunjuk sedang tentang ilmu meringankan tubuh yang menjagoi dunia. itu mah hanya pujian dari rekan-rekan dimasa lalu. belum pernah pinni membanggakan diri tentang kelebihan semacam ini," Satu ingatan segera melintas dalam benak Hu yong siancu. segera terpikir olehnya suatu cara bertanding yang adil, maka cepat-cepat katanya. "Berbicara soal ilmu meringankan tubuh, maka yang menjadi pokok persoalan adalah masalah cepat, kebetulan sekali musim buah Tho sedang tiba di luar kuil. An cu dan anak Giok boleh masing-masing mengambil sebutir buah tho, siapa yang tiba di ruangan lebih dulu dialah yang berhasil unggul!" Tampaknya naga sakti pembalik sungai dapat meraba maksud hati Huyong siancu, maka dia segera menimpali. "Ucapan Han lihiap benar, cara. demikian memang terhitung cara yang paling adil" Soat Yu-nio adalah seorang yang cerdik, tentu saja diapun tahu bahwa cara tersebut amat menguntungkan dirinya. karena Hu yong siaucu memang sengaja memberi ke-sempatan kepadanya untuk melindungi nama baiknya, sudah barang tentu diapun tak ingin menolak, namun dia juga tidak mengangguk sebagai pernyataan persetu-juannya. Kecerdasan Lan See-giok memang jauh melebihi siapa saja, dia segera berpikir se te-lah mendengar usul mana. "Aku tidak hapal dengan keadaan di luar kuil. padahal hutan hijau menyelimuti luar kuil itu. tidak kuketahui hutan buah tho berada dimana dan berjarak berapa jauh.... posisi demikian jelas tidak menguntungkan bagiku" Namun teringat akan kesulitan yang diha-dapi bibinya, terpaksa diapun mengangguk memberikan persetujuannya. "Demikianpun ada baiknya juga, tapi aku tidak hapal dengan daerah sekitar tempat ini. aku harus melihat dulu daerahnya dengan diantar satu dua orang siau-suhu sebelum pertandingan boleh dilakukan....." Mendengar perkataan tersebut, ratusan nikou yang berada didalam ruangan jadi tertegun dan saling berpandangan muka. bahkan Hu yong siancu serta Soat Yu-nio sendiripun tidak habis mengerti apa maksud tujuan anak muda tersebut.

875

Lau See-giok berpaling. dia jumpai diatas ruang tengah lebih kurang tujuh delapan kaki didepannya sana. telah berdiri lima orang nikou kecil berusia dua tiga belas ta-hunan yang sedang melototkan mata mereka yang kecil mengawasinya dengan kebingu-ngan. Maka dengan cepat tubuhnya melesat ke depan dan menghampiri ke lima orang nikou cilik tersebut. Pada hakekatnya ke lima orang nikou kecil itu tidak menyangka kalau ada orang akan menerjang ke hadapan mereka pandangan matanya terasa silau. Angin lembut berhem-bus lewat. sebelum mereka sempat berteriak, dua diantara mereka sudah disambar pe-muda itu. Dengan menggandeng kedua orang nikou cilik tadi, tanpa menghentikan gerakan tubuhnya Lan See giok memutar badan dan melayang kembali ke posisi semula, semua gerakan dilakukan lambat nampaknya tapi sesungguhnya cepat sekali. Tiba kembali pads posisi semula. dia letak-kan kedua orang nikou itu ke tanah, kemu-dian berkata sambil tertawa. "Kuminta suhu kecil berdua bertindak se-bagai saksi. Sewaktu pergi dan kemudian kembali Lan See-giok telah mempergunakan dua macam gerakan tubuh yang berbeda. ini membuat ratusan orang nikou yang menyaksikan peristiwa itu semakin termangu. Soat Yu-nio juga sadar kalau kepandaian silatnya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan pemuda ini. daripada mendapat malu ia berhasrat untuk mengaku kalah dan membiarkan pemuda itu berlalu sambil membawa gadisnya, hanya tidak diketahui olehnya pemuda darimanakah dia, mengapa memiliki ke-pandaian silat yang amat hebat? Sementara dia masih termenung. tiba-tiba kedengaran suara teriakan gembira berku-mandang dari luar pintu kuil. "An cu, aku datang membawa kabar gem-bira, Tiga manusia aneh dari luar lautan te-lah terbunuh ditangan pejabat pocu baru dari benteng Wi lim poo" Ketika semua orang berpaling, tampaklah di muka pintu telah berdiri seorang kakek berusia tujuh puluh tahunan yang berambut putih panjang sedang berlarian masuk ke dalam ruangan. Diatas punggung orang itu tergantung dua buah bungkusan besar berisi lilin dan hio. Ratusan orang nikou yang pada dasarnya sudah dibuat tertegun, kini semakin terma-ngu lagi melihat kemunculan kakek tersebut, dengan kening berkerut Soat Yu nio menghampiri kakek itu, kemudian tegurnya, "Tio Huang, apa yang lagi kau igaukan?" Sambil tertawa terkekeh-kekeh kakek itu berkata lagi.

876

"An-cu, kali ini aku Thio Huang bukan lagi mengigau, karena kebanyakan minum arak. berita gembira ini merupakan suatu kenya-taan, pejabat pocu yang baru dari Wi lim poo telah membacok mampus Wan san popo serta Si-to cinjin. menghancur lumatkan pula tubuh Lam-bay-lokoay, sekarang kota Tek an sudah digemparkan oleh berita besar terse-but, itulah sebabnya aku pulang agak pagian hari ini. karena aku ingin An-cu mengetahui berita besar ini secepatnya." Cay soat, Siau cian dan Siau hong yang menyaksikan kekocakan kakek itu akhirnya tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan segera tertawa cekikikan. Tio Huang sama sekali tidak menggubris Siau cian sekalian. sambil tetap memandang kearah Soat Yu nio yang sedang berkerut kening. dia berkata lebih jauh, "An cu. konon Lan See giok si pocu baru itu masih muda. tampan dan berilmu tinggi. seperti juga jago pedang baju biru dimasa lampau, diapun gemar mengenakan pakaian biru...." Mendengar perkataan ini, paras muka Soat Yu nio segera berubah hebat, kening-nya berkerut kencang lalu sambil mengulapkan tangannya ia berseru dengan suara berat. "Hmmm, mulutmu bau arak. kalau bukan lagi mengigau tentu sudah mabok hebat, ayo cepat mundur darisini." "Baik, baik nona, aku memang amat bodoh" seru "Tio Huang sambil manggut-manggut berulang kali. "Tanpa terasa aku menyinggung lagi soal Koh ya si jago pedang baju biru sehingga membuat hatimu amat sedih. ~..." Sepasang bibir Soat Yu nio pucat pias, matanya basah dan tubuhnya gemetar, entah dia lagi sedih ataukah marah? Sementara itu Siau thi gou telah tertawa terbahak-bahak, sambil menepuk bahu Tio Huang. katanya sambil tertawa: "Dialah Lan pocu yang kau maksudkan tadi." Sembari berkata dia lantas menuding ke arah Lan See giok yang berdiri dengan wajah runyam dan serba salah itu. Mula-mula Tio Huang agak terkejut. Lalu sambil memburu ke depan digenggamnya tangan pemuda itu sambil berseru dengan nada terkejut bercampur girang. " "Aaah. aaah-kau memang sangat hebat.. toa enghiong. toa enghiong., " " Lan See giok tidak membiarkan Tio Huang menyelesaikan kata katanya. sambil menun-juk kedua bungkusan besar yang menggem-bol dipunggungnya dia berkata sambil terta-wa: "Kau tentu amat lelah sesudah menempuh perjalanan jauh, silahkan beristirahat dulu.."

877

"Haaahhh ..haaah----haaahh, kau memang baik orangnya.." sambil tertawa tergelak Tio Huang manggut-manggut, Kemudian sambil menggotong kedua bun-talan besarnya dia membalikkan badan dan beranjak pergi. Pada saat itulah nikou yang berkumpul diatas undak undakan ruangan telah me-nyingkir semua ke samping, kemudian tam-pak se orang gadis cantik berbaju biru digusur ke luar oleh enam orang nikou sete-ngah umur yang berbaju merah. Ketika Len See giok sekalian berpaling mereka segera mengenali orang itu sebagai Oh Li cu yang berwajah murung dan sudah memakai pakaian preman kembali. "Enci Lan...." Cay soat dan Siau cian segera bersorak gembira. Di tengah teriakan itu, tubuhnya segera berlarian ke depan.. Dengan pandangan berterima kasih Oh Li cu memandang sekejap kearah Cay soat dan Siau cian, lalu didampingi kedua orang itu, mereka langsung menuju kehadapan Hu yong siancu. Melihat Oh Li cu telah mengenakan pakaian preman kembali, Hu yong siancu merasa amat gembira, dengan senyum di kulum ia segera menyongsong. Tiba di depan perempuan tadi, Oh Li cu segera jatuhkan diri berlutut, airmatanya tak tahan lagi jatuh bercucuran, "Anak bodoh, ayo cepat bangun, setelah berterima kasih kepada An-cu kita harus berangkat," seru Hu yong siancu kemudian sambil tertawa. Oh Li cu mengiakan dan segera memberi hormat kepada Soat Yu nio... Soat Yu nio balas memberi hormat, lalu kepada ke enam Orang nikou setengah umur berbaju merah itu tanyanya: "Apakah kalian setuju kalau nona Be meninggalkan tempat ini?" Ke empat orang nikou setengah umur ber-baju merah itu bersama sama menyahut, salah seorang diantara mereka segera men-jawab: "Lan pocu telah menuruti peraturan de-ngan berhasil melewati barisan Sam cay tin dari ketiga orang pelindung hukum sedang nona Be juga bersedia untuk pula dan berunding dulu dengan suaminya sebelum mengambil keputusan terakhir, oleh sebab itu dia telah berganti pakaian preman lagi." Soat Yu nio sebenarnya sudah memahami maksud hati ke enam rekannya itu, dan saja ia tak dapat mendesak kepada mereka diha-dapan rekanrekan nikou yang lain seraya manggut-manggut katanya. kemudi kepada Lan See giok dengan wajah berseri

878

"Kalian berdua memang sepasang sejoli yang pantas, ku berharap sekembalinya dari-sini kau bisa merawatnya baik-baik, kalau tidak, bila ia sampai datang kemari lagi, biar-pun kau bakar ludas kuil kami, belum tentu dia akan berubah pikiran." Berhubung Oh Li cu sudah bersedia kem-bali, Lan See giok merasa tujuannya telah tercapai, maka katanya kemudian seraya menjura: Terima kasih banyak atas kebaikan An cu." Hu yong siancu juga segera berkata kepada Soat Yu nio sambil tertawa: "Semua ongkos pengeluaran atas diseleng-garakannya upacara hari ini akan kubayar semua, sebentar akan kukirim orang me-nyampaikan kepada An-cu, disamping akan kudermakan pula seratus tahil perak, seribu tahil emas dan lima puluh koli kain untuk kalian . Buru-buru Soat Yu nio sekalian mengu-capkan terima kasih. Hu yong siancu sekalian ingin secepatnya kembali ke Wi lim poo, maka setelah berpa-mitan mereka segera menuju ke tepi telaga Phoa yang dengan menggunakan ilmu meri-ngankan tubuh masing-masing... Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai bergerak dipaling muka, kemudian disusul Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu, di belakangnya adalah Thi gou dan Siau hong sedangkan Lan See giok berada dipaling be-lakang. Tak lama kemudian mereka sudah tiba kembali di dusun nelayan kecil itu. Ketika lewat di depan rumah kediaman Hu yong siancu yang terbakar, Oh Li cu berpa-ling kearah Siau cian dan tanyanya: "Adik Cian, apakah bibi sudah melihat hal ini?" Siau cian manggut-manggut. "Yaa, benar-benar tak kusangka Say nyoo hui si rase tua itu betul-betul seorang perem-puan yang tak tahu malu. Oh Li cu menghela napas sedih bdan mem-bungkamj dalam seribu bgahasa .... Merbeka langsung naik ke perahu naga emas setibanya di tepi pantai kemudian menitahkan kepada para dayang agar kem-bali ke benteng Wi lim poo. Dalam ruang perahu diselenggarakan per-jamuan yang meriah, masingmasing orang berbicara dan bergembira tiada hentinya. Oh Li cu sebenarnya sudah bertekad untuk mencukur rambutnya menjadi pendeta sam-pai ia menyaksikan Lan See giok menerjang masuk ke dalam kuil dengan wajah gelisah, pikirannya baru mengalami perubahan ..... Apa lagi setelah ia mendengar Lan See giok mengakui nya sebagai istrinya dihadapan umum, hampir menangis tersedu si nona tersebut saking terharunya, sebab ucapan itu to tak pernah disangka sebelumnya ... .

879

Kini, dia baru tahu bahwa pemuda pujaan hatinya itu sudah menjadi seorang tokoh per-silatan yang nama besarnya telah menggem-parkan seluruh kolong langit. Ketika tiba kembali di benteng Wi lim poo, suasana dalam benteng tersebut terang benderang bermandikan cahaya, di sana sini kedengaran orang sedang berbincang bincang sambil tertawa gembira. Ketika perahu naga emas telah tiba di benteng bagian dalam, Lan See giok sekalian segera merasakan pandangan matanya men-jadi silau..:.. Suasana terang benderang bermandikan cahaya, penjagaan amat ketat tapi semuanya bersih dan rapi. Yang membuat Lan See giok tertegun adalah pintu gerbang gedung kediaman Oh Tin san yang terbuka lebar, cahaya lentera menerangi semua tempat, malah dari dalam gedung telah muncul segerombol dayang yang menyambut kedatangan mereka di de-pan pintu. Pikiran dan perasaan Oh Li cu saat ini jauh lebih cerah dan gembira, melihat semua orang tertegun bercampur keheranan, sambil tertawa kata kemudian: "Bibi, Thio lo enghiong, oleh karena anak Lan telah bertekad akan mencukur rambut menjadi nikou, maka sebelum meninggalkan benteng ini, anak Lan telah memimpin segenap dayang untuk melakukan pembersi-han atas semua gedung bagian belakang ....... Mendengar perkataan tersebut, bHu yong siancu jsekalian sepertgi memahami akanb se-suatu, tanpa terasa mereka berpaling dan memandang sekejap keluar perahu. Terdengar Oh Li cu berkata lebih jauh. "Pagoda air kupersiapkan bagi adik Giok untuk membaca dan mengasingkan diri, ru-ang tengah buat bibi, ruang kanan buat adik Soat sedangkan ruang yang sekarang anak Lan tempati kuberikan untuk adik Cian..." Cay soat yang menyaksikan Oh Li cu dapat menyusun semua perencanaan dengan ma-tang, hati kecilnya merasa amat gembira, tanpa terasa ia berseru sambil tertawa ceki-kikan: "Enci Lan, bagaimana dengan kau sendiri?" Agak memerah selembar wajah Oh Li cu, baru saja dia hendak mengatakan sesuatu, Hu yong siancu telah berkata pula sambil tertawa ramah: "Aku sudah tua, sudah sepantasnya jika kucari sebuah gedung kecil yang terpencil untuk meneruskan hari tuaku, biar gedung tengah ditempati oleh anak Lan!" Siau cian seperti teringat akan sesuatu, tanpa sadar ia berseru:

880

"Aaah, bukankah gedung bagian tengah terdapat ruang rahasia yang merupakan kuburan Phoa yang ong?" Sambil tertawa Oh Li cu segera mengge-lengkan kepalanya berulang kali, ucapnya: "Aaah, itu cuma bohong-bohongan saja..." Tergerak hati See giok dan Siau cian, se-rentak mereka bertanya bersama: "Apakah enci Lan telah memeriksa dengan seksama?" Oh Li cu tersenyum dan manggut-manggut: "Sebentar pasti akan ku ajak bibi sekalian untuk melihat lihat dengan lebih seksama..." Belum selesai ia berkata, perahu naga emas telah bersandar di atas tanggul kanan, maka semua orang pun turun dari perahu itu. Ketika para dayang melihat nona mereka muncul dari atas perahu naga emas, kejut dan gembira menyelimuti perasaan mereka semua, serentak mereka berdatangan untuk memberi hormat kepada Hu yong siancu dan Lan See giok. Setelah maju ke dalam ru-angan, suasana di ruang depan terasa terrang benderang zbermandikan cahwaya, aneka bungra menghiasi sepanjang beranda, sua-sana lebih rapi, bersih dan menarik hati. Si Naga sakti pembalik sungai yang menjumpai keadaan tersebut tanpa terasa tertawa riang, pujinya cepat: "Kalau kulihat keadaan dan dekorasi ru-angan ini, bisa kubayangkan berapa banyak pikiran dan tenaga yang telah dikorbankan kata naga sakti pembalik sungai. Oh Li cu berpaling dan tersenyum lebih dulu kepada naga sakti pembalik sungai de-ngan penuh rasa terima kasih, lalu sambil menunjuk kearah sebuah lukisan peman-dangan yang besar, katanya kepada Hu yong siancu sekalian: "Bibi, bagaimana kalau sekarang juga anak Lan mengajak kau dan Thio lo enghiong sekalian masuk ke dalam untuk melihat lihat ....?" Hu Yong siancu tersenyum dan manggut-manggut, Cay soat dan Siau cian segera berteriak pula minta ikut. maka Oh Li cu menuju ke belakang kursi utama, menekan sebuah batu bata yang berada diatas dinding dan diiringi suara, gemerincingan nyaring dinding tersebut bergeser ke samping. Terbukalah sebuah pintu rahasia dibekas tempat penggantungan lukisan pemandangan tadi. Setelah pintu terbuka lebar, Oh Li cu me-merintahkan ke empat dayangnya untuk berjalan dimuka sambil membawa lentera. Hu yong siancu mengikuti dibelakangnya, di susul naga sakti pembalik sungai sekalian.

881

Berhubung di depan ada empat orang dayang yang membawa lentera, maka semua pemandangan didalam lorong rahasia terse-but dapat terlihat dengan jelas. Tujuh delapan kaki kemudian terdapat pula sebuah pintu, cuma pintu itu sudah kunci oleh Oh Li cu. Ketika pintu tadi sudah terbuka, di si kiri dan kanan masing-masing terdapat sebuah jalan bercabang, yang belok ke kanan berja-lan datar sedangkan yang ke kiri. berundak-undakan dan liku-liku penuh tangga. Sambil menunjuk kearah jalan yang berada di sebelah kiri, Oh Li cu berkata lagi: "Lorong ini sangat dalam melalui bawah air dan mencapai pagoda diatas air tersebut. Hu yong siancu sekalian tidak berkata apa-apa, mereka cuma manggutmanggut belaka. Berangkatlah mereka menuju ke lorong se belah kanan, dimana lorong tersebut makin lama semakin, bertambah lebar, kemudian tibalah di depan sebuah pintu berbentuk bulat. Dibalik pintu adalah sebuah ruang tamu berbentuk bulat pula, semua perabotannya baru sedangkan batu nisan besar diatas dinding telah ditutup tirai. "Adik Giok dan adik Cian kurang memper-hatikan kuburan palsu ini ketika datang tempo hari, padahal yang dicari oleh Thi Wi kang maupun Be Siong-pak dalam beberapa kali penyusupannya adalah harta karun yang berada didalam kuburan palsu ini." Semua orang berseru tertahan setelah mendengar perkataan ini, tanpa terasa sorot mata mereka bersama sama dialihkan kearah tirai diatas dinding itu. Dalam pada itu, ke empat orang dayang tadi sudah menyulut banyak sekali lampu lentera sehingga suasana di dalam ruangan menjadi terang benderang. Sambil menunjuk sebuah pintu kecil di se-belah kiri, Oh Li-cu bertanya lagi: "Sewaktu adik Giok dan adik Cian bertemu dengan Be Siong pak malam itu, apakah dia muncul dari balik pintu kecil ini?" "Benar" sahut See giok berdua sambil me-ngangguk, "dia muncul dari lorong sebelah kanan," Sambil menuding pintu kecil sebelah kiri, kembali Oh Li cu berkata: "Dibalik pintu kecil ini terdapat banyak sekali lorong-lorong yang bercabang kian ke mari, dari sini orang dapat mencapai semua kamar yang berada di pelbagai gedung."

882

Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar penjelasan ini, seperti memahami akan sesuatu, ia lantas berseru: "Tak aneh kalau Oh Tin san melarang orang lain memasuki gedung bagian bela-kang, mungkin inilah yang menjadi alasan-nya. Sedangkan si naga Sakti pembalik sungai segera bertanya dengan nada tak mengerti. "Kalau memang lorong ini berhubung de-ngan berbagai kamar di gedung belakang mengapa Be Siong pak dan Thio Wi kang ha-brus masuk dari jgedung bagian dgepan?" "Karenab tombol rahasia dari berbagai kamar ruang gedung sudah dirusak oleh Oh Tin San, dengan demikian orang tak bisa sampai di tempat ini tanpa melalui pintu utama." "Enci Lan, sebenarnya barang apa saja yang tersimpan di dalam kuburan palsu ini," s Cay soat tak sabar. "Waah, banyak sekali!" sahut Oh Li sambil tertawa misterius. Berbicara sampai di situ dia menuju depan tiang batu sebelah kanan yang berukiran seekor naga, kemudian menekan mata naga tersebut kuat-kuat, dari balik tiang segera berkumandang suara gemerincing nyaring dan menyusul kemudian seluruh ruangan turut bergetar keras ....,. Ketika suara nyaring tadi telah mereda, buru-buru Oh Li cu berjalan menuju ke de-pan tirai tadi dan menyingkapnya, batu nisan telah lenyap sedang di atas dinding muncul pula sebuah pintu besi yang amat besar."Dengan pandangan mata penuh rasa cinta. Oh Li cu memandang sekejap ke arah See giok, kemudian ujarnya sambil tersenyum. "Adik Giok, sekarang harap kau mendorong pintu ini dengan sekuat tenaga!" Sambil tersenyum Lan See giok mengiakan lalu menuju ke depan pintu dan mendorong-nya dengan mengerahkan tenaga dalam, pintu baja tadi segera terpentang lebar. Dibalik pintu terdapat anak tangga yang menjorok ke bawah, dipimpin oleh Oh Li cu semua orang berbondong bondong masuk ke balik pintu tadi: Di ujung tangga terdapat lagi sebuah tirai yang tebal lagi berat, setelah Oh Lien me-nyingkap tirai tersebut, serentetan cahaya tajam segera memancar keluar yang mem-buat pandangan semua orang menjadi silau. Ternyata di balik tirai tebal itu adalah se-buah ruang batu yang lebarnya tiga kaki, langit-langit ruangan beserta ujung dan te-ngah ruangan masingmasing terdapat sebiji batu permata yang amat besar memancar kan sinar terang, sedangkan di atas lantai terdapat puluhan buah peti besi yang besar.

883

Siau thi gou sudah tidak dapat menahan diri lagi, cepat-cepat dia menghampiri salah satu peti itu dan membukanya. Apa yang kemudian terlihat konbtan saja membuajt semua orang tgertegun, ternyabta isi p8eti adalah intan permata dan mutu mani-kam yang tak terkirakan banyaknya. Dengan kening berkerut Hu yong siancu segera berkata: "Aku dengar setiap tahun Phoa yang ong keluar lautan tempo dulu, jarang sekali ada yang tahu dia pergi ke mana, kalau dilihat dari hasil kekayaannya sekarang, bisa jadi dia menuju ke samudra jauh untuk meram-pok dan merompak barang-barang milik sau-dagar kaya dari beberapa negara." Naga sakti Pembalik sungai manggut-manggut berulang kali. "Dugaan lihiap memang kemungkinan be-sar benar, menurut hasil yang diperoleh pi-hak Wi lim poo di dalam praktek mereka menarik pajak kaum nelayan, mustahil hasil pajak tersebut dapat mengumpulkan harta kekayaan yang begini besar." Dalam pada itu Siau thi gou telah membu-ka, pula dua peti yang lain tapi isinya sama, yaitu mutu manikam dan intan permata yang tak ternilai harganya. Mendadak terdengar Siau hong bersorak gembira: "Engkoh Giok, di sini terdapat sebilah pedang pendek!" Ketika mendengar perkataan tersebut, se-mua orang segera berpaling, ternyata Siau hong berhasil mendapatkan sebilah pedang pendek yang bertaburkan intan permata dari balik sebuah peti yang terletak di sudut ruang batu itu, dia sedang memandang kemari dengan wajah terkejut bercampur gembira. Berkilat sepasang mata See giok menyaksi-kan kejadian ini, buru-buru serunya: "Adik kecil, bawa kemari pedang tersebut dan perlihatkan kepada bibi...." Siau hong segera berlarian menuju ke de-pan Hu yong siancu dan menyerahkan pedang tadi. Setelah Hu Yong siancu menerima pedang tersebut, naga sakti pembalik sungai dan Lan See giok sekalian segera datang merubung. Pedang pendek itu panjangnya itu satu depa delapan inci, di gagang maupun sarung pedangnya bertaburan batu permata yang besar kecil tak menentu dengan aneka warna, tampak nya benda itu bernilai amat tinggi .... Lama sekali Hu yong siancu mengamati ga-gang pedang tadi, kemudian ia baru berseru: "Oooh, pedang irni adalah Ya sozat kiam!"

884

Nagaw sakti pembalikr sungai serta Lan See giok sekalian menjadi tertegun oleh sebutan itu, sebab tiada orang yang tahu asal usul dari pedang tersebut. Ketika Hu yong siancu menekan sebuah tombol, pedang tadi segera lolos dari sarung-nya dengan memercikkan cahaya yang me-nyilaukan mata, sinarnya begitu tajam hingga terasa menusuk pandangan. Bukan begitu saja, terutama hawa dingin yang menyayat tubuh, sungguh membuat bulu kuduk orang pada bangun sendiri .... Tak kuasa lagi Naga Sakti pembalik sungai berseru memuji: "Pedang bagus, benar-benar sebilah pedang yang tak ternilai harganya ...." "Sejarah pedang ini kelewat lama" kata Hu yong siancu dengan wajah serius, "mungkin sudah ratusan tahun lamanya tak pernah muncul di dalam dunia persilatan, bila ingin mengetahui asal usul pedang tersebut, terpaksa kita harus minta petunjuk dari To Seng cu Cia locianpwe." Ketika Oh Li cu menyaksikan Siau hong sedang membelalakkan sepasang matanya yang besar dan indah itu sambil mengawasi pedang Ya soat kiam tanpa berkedip, buru-buru dia berseru tertawa: "Bibi, pedang pendek itu ditemukan oleh adik Hong, berarti pedang tersebut ada jodoh dengannya, hadiahkan saja pedang itu un-tuknya ...... Sesungguhnya Hu Yong siancu dan naga sakti pembalik sungai mempunyai perasaan yang sama, maka dia segera manggut mang-gut" "Begitu pun ada baiknya juga, biar Siau hong yang membawanya pulang ke Hoa-san, sekalian diperlihatkan kepada Cia locian-pwe..." Tampaknya Siau thi gou jauh lebih gembira daripada Siau bong, maka kepada Siau hong yang masih termangu karena rasa terkejut dan gembiranya, buru-buru dia berseru: "Ayo cepat kau ucapkan terima kasih kepada enci Lan!" Dengan cepat Siau hong sadar kembali dan berterima kasih kepada Oh Li cu, ujar nya dengan gembira" "Terima kasih banyak enci Lan, di kemu-dian hari siau moay tentu akan menyimpan pedang pendek ini baik-baik, sekarang siau-moay tak punya apa-apa sebagai balas budi kepadamu, biarlah kuhadiahkan pedang peng pok leng hiang kiam dari daerah Biau ini buat enci Lan!" Seraya berkata dia lantas melepaskan pedangnya dari atas punggung ..... Sementara Oh Li-cu hendak menampik, tiba-tiba Hu yong siancu telah berkata sambil tertawa: "Hal ini memang jauh lebih baik lagi, Peng pok leng hiang kiam merupakan salah satu pedang antik dari wilayah Biau, pedang tersebut tajamnya luar biasa, anak Lan mesti menyimpannya dengan berhati hati,..."

885

Naga sakti pembalik sungai yang berada di sisinya segera menyambung pula dengan wajah serius: "Pedang ini sudah digembol Wan san popo selama delapan sembilan puluh tahunan, entah berapa banyak darah jago persilatan yang telah menodai pedang tersebut, dulu pedang ini pernah dikenal sebagai senjata maut bagi umat persilatan, karena itu ku harap nona Be dapat menyimpannya dengan baik-baik ...... Sebetulnya Oh Li cu ingin menampik, tapi sesudah mendengar perkataan tersebut ter-paksa diterimanya senjata itu dari tang Siau hong .... Pada saat itulah dari luar pintu muncul seorang dayang yang memberi laporan. "Hidangan malam telah disiapkan, silahkan pocu sekalian bersantap..." Selesai bersantap dalam suasana yang riang gembira, mereka pun kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Keesokan harinya, ketika semua orang se-dang berkumpul di ruang depan untuk sara-pan, komandan Ciang dari pasukan naga perkasa muncul dengan langkah tergesa gesa. Dengan perasaan tidak mengerti Lan Se giok segera bertanya: "Komandan Ciang, ada urusan apa?" Komandan Ciang memberi hormat dulu kepada Hu yong siancu, kemudian sahutnya dengan hormat: "Lapor pocu, saudara bkita. Yang berajda di loteng begnteng telah menbemukan enam buah perahu besar muncul di telaga sebelah utara dan sedang bergerak kemari, kalau dilihat dari bentuk perahunya, mirip, sekali dengan perahu dari telaga Pek toh oh..." Lan See giok yang mendengar perkataan itu menjadi amat terperanjat, bayangan tubuh Pek Gwat go yang bertubuh ramping sekali lagi melintas di dalam benaknya. Karena itu sebelum komandan Ciang me-nyelesaikan kata katanya, ia sudah menim-brung: "Mau apa dia datang kemari?" Sambil tertawa terkekeh kekeh Siau cian segera menggoda: "Apa lagi? Tentu saja membawa arak wangi untuk memberi hadiah kepada kau si toa enghiong." Merah padam selembar wajah Lan See giok, buru-buru serunya kepada komandan Ciang: "Cepat kirim perahu untuk menyambut ke-datangan mereka. katakan kalau aku sudah mengikuti suhu pulang ke Hoa san..." Tapi sebelum ucapan tersebut selesai, Si Cay soat telah menukas dengan nada tak puas:

886

"Hal ini mana boleh jadi, bibi sendiri yang mengundang kedatangannya ke Wi lim poo untuk menginap selama beberapa hari disini, masa kau menyuruhnya pulang? Apalagi dari mana kau tahu kalau kedatangannya hanya khusus untuk menjengukmu?" Paras muka Lan See giok berubah sema-kin merah padam, seketika itu juga ia dibikin terbungkam dalam seribu bahasa:. Oh Li cu tidak begitu tahu tentang duduk persoalan yang sebenarnya, oleh sebab itu dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa. Tampaknya Hu yong siancu pun tidak menyangka kalau Pek Gwat go, benar-benar akan datang, maka setelah termenung se-jenak, sahutnya kemudian: "Harap komandan Ciang mengirim kapal untuk mengundang kedatangan mereka, kami akan menyambut di depan pintu ger-bang." Komandan Ciang mengiakan dan buru-buru berlalu dari situ. Sepeninggal komandan Ciang, Hu yong siancu segera berpaling ke arah Lan See giok sekalian dan berkata lebih jauh:, "Sekarang mari kita keluar, sebwaktu lewat di jruang telaga emgas, sekalian kibta jemput Thio lo enghiong." Maka berangkatlah mereka semua mening-galkan gedung dan menuju ke ruang telaga emas dengan perahu naga emas. Baru tiba di depan ruangan, Naga Sakti Pembalik sungai telah muncul dengan lang-kah tergesa gesa, kalau dilihat dari wajahnya yang terkejut, bisa diketahui kalau iapun su-dah tahu akan kehadiran kapal-kapal Pek toh oh. Baru saja perahu mencapai beberapa kaki dari tepi pantai, naga sakti pembalik sungai telah melompat ke tengah udara. Kemudian begitu tiba di atas geladak, ia bertanya kepada Hu yong siancu: "Apakah kita hendak menyambut keda-tangan Pek Gwat go?" Sambil tersenyum Hu yong siancu me-ngangguk. "Yaa, aku sudah mengutus komandan Ciang untuk menyambut kedatangan mereka." Dengan penuh kegelisahan Naga Sakti pembalik sungai memandang sekejap kearah See giok, Cay soat, Siau cian dan Oh Li cu, kemudian serunya lagi tidak tenang: "Tapi dia masih dalam masa berkabung..." "Dia tak bakal kemari dengan pakaian ber-kabungnya," tukas Hu yong siancu lagi Sam-bil tertawa. Semua orang jadi tertegun, mereka tidak mengerti apa sebabnya Hu yong siancu bisa tahu kalau Pek Gwat go tidak bakal datang dengan mengenakan pakaian berkabung.

887

Sementara berbicara, perahu naga emas telah berada tak jauh dari pintu benteng. Berhubung Lan See giok menyambut sendiri, maka ke empat komandan serta kepala regu yang lain dengan masing-masing menumpang sampan kecil menanti pula, di sepanjang pintu gerbang dengan rapi, biar-pun jumlahnya mencapai ratusan kapal, rapi dan teratur sekali..... Tatkala perahu naga emas mencapai pintu benteng, dari kejauhan sana, sudah muncul dua buah perahu besar yang bergerak menghampiri mereka. Lan See giok segera dapat melihat bahwa pada ujung kapal pertama berdiri Pek Gwat go yang bertubuh rampinrg, di belakang zpe-rempuan itu wberdiri dua orarng dayang. Merekapun dapat melihat dengan jelas bahwa Pek Gwat go yang berparas cantik. memang tidak mengenakan pakaian berka-bung. Perempuan itu muncul dengan pakaian yang amat indah dengan rambut disanggul model keraton, dandanannya perempuan tersebut kelihatan jauh lebih cantik. Hampir termangu Lan See giok menyaksi-kan kecantikan perempuan itu, ia merasa kecantikannya melebihi kecantikan perem-puan tersebut sebulan berselang Bila dibandingkan dengan Siau cian, Pek Gwat go memang kalah sedikit, tapi masih setanding dengan Cay soat maupun Oh Li cu. malah dibalik kecantikan wajahnya terselip juga suatu daya pikat dan rangsangan yang amat besar. Sementara dia masih mengamati perem-puan itu dengan termenung, perahu besar yang di tumpangi Pek Gwat go sudah sema-kin rapat. Para dayang di atas perahu naga emas segera memasang papan penghubung ke atas perahu besar itu. Dengan langkah lebar Pek Gwat go menye-berang ke atas perahu naga emas, pertama tama ia memberi hormat dulu kepada Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai, sambil berkata: ` "Boanpwe dengar Lan pocu telah pulang dengan gemilang, karenanya telah kusiapkan Sam seng (tiga jenis hewan) untuk menyam-paikan selamat kepadanya, sekalian memberi salam untuk cianpwe." Buru-buru Hu yong siancu dan naga Sakti pembalik sungai balas memberi hormat: "Dengan senang hati kami sambut keda-tangan hujin, tak perlu hujin repotrepot lagi.." Kemudian Pek Gwat go memberi hormat pula kepada See giok, Cay soat dan Siau cian, lalu diperkenalkan pula kepada Oh Li cu dan Gi Siau hong.

888

Ketika perahu naga emas masuk ke gedung benteng bagian belakang, perjamuan diada-kan di ruang depan Pada saat itulah, komandan Ciang muncul kembali dengan langkah tergesa gesa sambil memberi laporan: "Lapor pocu, saudara-saudara kita yang bertugas di loteng pengintai telah menemu-kan kembali puluhan buah kapal dalam bentuk yang berlainan muncul di utara tela-ga, tampaknya mereka semua berdatangan ke arah benteng kita." Berkilat sepasang mata Pek Gwat go mendengar perkataan tersebut, seperti teri-ngat akan sesuatu, ia segera menjelaskan: "Oooh, kalau begitu mereka adalah para jago yang diutus berbagai perkumpulan un-tuk melakukan kunjungan kehormatan." Mendengar perkataan itu, Lan See giok segera berkata kepada komandan Ciang de-ngan suara dalam: "Harap kalian empat komandan keluar dari benteng den menolak kunjungan mereka, katakan saja kalau aku sudah mengikuti suhu pulang ke Hoa San dan tak tahu sam-pai kapan baru kembali, sekalian sampaikan rasa terima kasih kita untuk kunjungan mereka." Komandan Ciang mengiakan dengan hor-mat kemudian buru-buru berlalu dari situ. Pek Gwat go jadi tertegun setelah mende-ngar perkataan mana, tanpa terasa dia me-mandang sekejap ke arah See giok dengan pandangan penuh arti, lalu tanyanya: "Lan pocu, kau menampik tamu lain yang datang memberi selamat, kenapa hanya me-ngijinkan aku saja yang datang kemari?" "Merah padam selembar wajah See giok, baru saja dia hendak memberi alasan, Siau Thi gou telah menimbrung sambil tertawa: "Sebab kau adalah satu satunya orang yang datang untuk memuji engkoh Giok ku...." Agaknya rahasia hati Pek Gwat go tertebak secara jitu oleh Siau thi gou kontan saja dia menjadi merah padam wajahnya dan tersipu sipu. Hu yong siancu sekalian kuatir Pek Gwat go dibuat tak tenteram karena malu, karena nya mereka pura-pura tertawa tergeblak karena gembjira, hanya See ggiok seorang yabng melotot kearah Siau thi gou dengan menarik mukanya.. Siau thi gou segera sadar kalau telah salah berbicara, maka kata-kata selanjutnya segera ditelan kembali. Kebetulan sekali dari luar pintu muncul belasan orang centeng dan dayang yang membawa alat-alat untuk menghias ruangan.

889

Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu serentak berhenti tertawa, seperti memahami akan sesuatu mereka segera berkerut kening. Pek Gwat go juga berpaling keluar ruangan dengan wajah tidak mengerti, Menggunakan kesempatan itu Hu yong siancu segera berkata lagi sambil tersenyum: "Lusa, bulan lima tanggal lima belas adalah hari baik, aku ingin secepatnya menyelengga-rakan pesta perkawinan bagi anak Giok." Sambil berkata dia menuding kearah Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu. Biarpun Siau cian bertiga sudah memper-siapkan diri sebaik baiknya tak urung mereka toh menundukkan kepalanya juga dengan wajah merah padam. Pet Gwat go pun nampak agak terperanjat, tampaknya dia tak menyangka akan kejadian tersebut, maka setelah berhasil mengendali-kan diri, ia segera mengangkat cawannya untuk memberi selamat kepada Lan See giok berempat. Lan See giok masih dapat meneguk habis isi cawannya, lain dengan Siau cian bertiga, mereka semakin bertambah malu. Sambil tertawa terbahak bahak naga Sakti pembalik sungai segera berkata pula dengan mengandung arti mendalam: "Untuk menghindari kerepotan dalam peristiwa tersebut, pada hari perkawinan kami tidak bermaksud mengundang tamu dari luar." Pek Gwat go adalah seorang yang pintar, tentu saja diapun dapat memahami arti lain dibalik ucapan si naga sakit pembalik sungai, walaupun hatinya sakit, terpaksa dia harus mengendalikan perasaannya dan berlagak tenang. Sebenarnya dia datang dengan mbaksud berdiam bjeberapa hari sagmbil mengisi kebko-songan hatinya, terhadap See giok dia tak menaruh rencana apa-apa, tapi dia dapat melihat bahwa pemuda tersebut sudah menaruh kewaspadaan terhadapnya. Sejak perpisahan di sungai tempo hari, dalam hati kecilnya selalu terbayang bayangan wajah Lan See giok yang tampan, pada hakekatnya hal ini, membuatnya tak enak makan tak nyenyak tidur. ia sadar bahwa dirinya hanya seorang pe-rempuan yang telah ternoda, mustahil dia dapat menandingi Siau cian dan Cay soat sekalipun ia mengerti bahwa kecantikan wa-jahnya tak kalah dari mereka. Tapi ia tak sanggup mengendalikan diri agar tidak memikirkan Lan See giok. Bila malam sudah tiba, diapun akan terba-yang kembali bagaimana mereka berpelukan di dalam air, bagaimana pakaiannya robek tergigit babi

890

sungai dan bagaimana, tubuhnya yang setengah terbuka digendong pemuda itu. bila membayangkan adegan-adegan hangat itu, dia selalu diburu oleh niatnya untuk menengok pemuda tersebut, bahkan dia bertekad akan mendapatkan sang pemuda dengan cara apa pun. Tapi setelah menyaksikan suasana gembira dalam ruangan, lalu ingat pula akan ucapan naga Sakti pembalik sungai barusan, hatinya semakin kalut. Hu yong siancu adalah orang yang berpe-ngalaman dalam soal ini, dia cukup mema-hami bagaimanakah perasaan dan penderi-taan Pek Gwat go waktu itu. Pada saat itulah seorang dayang muncul sambil memberi laporan: "Lapor pocu, hadiah dari hujin telah diterima semua, ke enam kapal besar menanti perintah."" Baru saja See giok hendak minta petunjuk Hu yong siancu, Pek Gwat go telah bangkit berdiri sambil berpamitan: "Boanpwe masih ada urusan lain sehingga tak bisa berdiam terlalu lama disini, biar ku-mohon diri lebih dulu, jika lain kali ada ke-sempatan tentu akan berkunjung kembali. Perubahan yang sama sekali di luar dugaan ini kontan saja membuat Lan See giok sekalian tertegun. Sebaliknya Hu yong siancu cukup mema-hami perasaan Pek Gwat go, ia tidak men-coba untuk menahannya, malah sambil bangkit berdiri sahutnya tersenyum: "Biarpun jarak rantara Pek toh zoh dengar Wi liwm poo selisih brerapa hari perjalanan se-sungguhnya kita bertetangga dekat, memang waktu dilain masa masih banyak waktu bagi kita untuk berkumpul masih banyak" Pek Gwat go mengiakan pelan, dihantar semua orang berangkatlah ia menuju ke perahu naga emas yang sudah menunggu di luar pintu gedung, Setelah semua orang naik ke atas kapal, diiringi suara dentingan keleningan, pelan-pelan kapal bergerak menuju ke luar pintu benteng. Suasana dalam benteng Wi lim poo amat ramai, suasana gembira menyelimuti seluruh pelosok, kesemuanya ini menambah kesepian dan kepedihan hati Pek Gwat go. Akhirnya perahu merapat dengan ke enam kapal besar dari Pek toh oh, Pek Gwat go melirik sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan berat hati, akhirnya setelah ber-pamitan dengan Hu yong siancu, dia melayang kembali ke perahu sendiri. Hu yong siancu. Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menyerukan ucapan selamat jalan.....

891

Sebaliknya Lan See giok hanya berdiri be-lakang Siau cian sekalian tanpa berbicara, hanya sorot matanya yang tajam mengawasi wajah Pek Gwat go tanpa berkedip. Detik itu dia merasa bahwa orang yang se-sungguhnya patut dikasihani dan merasa kesepian bukanlah Oh Li cu, melainkan Pek Gwat go. Bayangan tubuh Pek Gwat go yang ram-ping lambat laun semakin mengecil dan akhirnya turut tertelan bersama lenyapnya perahu. Tapi bayangan wajah Pek Gwat go yang murung dan sedih masih melekat di dalam benak pemuda itu. Suara keleningan tiba-tiba bergema me-nyadarkan kembali Lan See giok dari lamu-nannya, perahu naga emas sedang pelan-pelan memasuki pintu gerbang benteng. Ketika mendongakkan kepalanya, langit tampak cerah, matahari bersinar terang, tiga buah lentera merah bergoyang pelan terhem-bus angin.... Benteng Wi lim poo yang bersejarah pulu-han tahun pun mengikuti majikan barunya menuju ke kehidupan baru. Sampai disini pula cerita "ANAK HARIMAU" sampai jumpa dilain cerita. TAMAT

You might also like