You are on page 1of 14

LAPORAN TEKNOLOGI BATUBARA BERSIH

BRIKET BATUBARA TERKARBONISASI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF BAGI INDUSTRI KECIL/UKM (Studi Kasus UKM Batu Bata, UKM Tegel, UKM Genteng)

Oleh: Aditya Muhtadi Veven Supraba W Izzad Abidiy Ainur Rofiq F Leonardo Adi S Dewantara Maulana M. Ismail (33979) (33930) (34469) (34098) (34200) (34012) (34457)

PROGRAM STUDI FISIKA TEKNIK JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batubara merupakan sedimen batuan organik yang mudah terbakar dengan komposisi utama karbon, hidrogen, dan oksigen. Sebagai sumber energi, batubara dapat direkayasa dalam berbagai bentuk atau penggunaan. Salah satu dari sekian banyak komersialisasi batubara yang menggunakan teknologi sederhana adalah pengemasan batubara, atau lebih dikenal dengan sebutan briket batubara. Pemanfaatan briket batubara selama ini ditujukan untuk industri kecil atau rumah tangga. Namun demikian, perkembangan briket batubara masih berfluktuatif, Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi secara akademik dan non-akademik bagi industri kecil/UKM tersebut mengenai manfaat briket batubara. Karena bagaimana pun juga, peranan usaha kecil dan menengah (UKM) dalam menunjang pembangunan daerah sangat besar. Untuk itu, pemberdayaan UKM haruslah terus dilakukan, yaitu dengan cara penerapan teknologi (teknologi bahan/material) , baik teknologi proses maupun desain produk, sehingga dapat meningkatkan kuantitas, kualitas dan daya saingnya. . B. TUJUAN 1. Mengetahui manfaat briket batubara, khususnya briket batubara terkarbonisasi. 2. Memberikan gambaran tentang briket batubara terkarbonisasi yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif bagi industri kecil/UKM . 3. Sebagai sarana menumbuhkan ide dan inovasi baru.

C. MANFAAT 1. Mahasiswa mendapat pengetahuan lapangan tentang industri kecil /UKM. 2. Mahasiswa mendapat pengalaman riil di lapangan. 3. Mahasiswa dapat berkreasi dari ilmu yang diperoleh selama kuliah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAYU BAKAR Bahan bakar minyak merupakan sumber energi utama di dunia saat ini. Sifat-sifat bahan bakar minyak seperti kalor yang dihasilkan, dan kecepatan reaksinya menyebabkan bahan bakar ini memang sangat ideal sebagai sumber energi, namun karena ketersediaannya sangat terbatas maka bahan bakar ini menimbulkan potensi terjadinya krisis energi. Kayu merupakan salah satu bahan bakar alternatif saat ini, penggunan kayu sebagai bahan bakar sebenarnya sudah dimulai sejak dahulu. Kandungan zat di dalam kayu akan mempengaruhi karakteristik sifat kayu sebagai bahan bakar. Karakter sifat itu meliputi nilai pembakaran, komposisi kimia (elemen yang terkandung dalam kayu seperti chlorine (Cl), carbon (C), hydrogen (H), nitrogen (N),dan sulphur (S), kandungan moisture, berat jenis, kekerasan, jumlah volatile matters, jumlah karbon padat, kandungan abu dan komposisinya, sifat lebur abu, sifat terak abu, jumlah kotoran, dan debu) (C. S. Aji, 2007).

Gambar 1. Kandungan kimia rata-rata pada kayu (C. S. Aji, 2007)

Menurut Cahyanto Sulistyo Aji (2007), komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur: 1. Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa 2. Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin 3. Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif. Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu tidak merata. Kadar selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam dinding sekunder, sedangkan lignin banyak terdapat dalam dinding primer dan lamella tengah. Zat ekstraktif terdapat di luar

dinding sel kayu. Menurut Cahyanto Sulistyo Aji (2007), komposisi unsur unsur kimia dalam kayu adalah: 1. Karbon 50% 2. Hidrogen 6% 3. Nitrogen 0,04 0,10% 4. Abu 0,20 0,50% 5. Sisanya adalah oksigen. Komponen kimia kayu sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh, iklim dan letaknya di dalam batang atau cabang. Tabel 1. Komponen kimia pada kayu (J.F. Damandauw, 1982)

(Sumber: C. S. Aji, 2007) Nilai kalor tertinggi kayu dicapai ketika kondisi kering tanur, yaitu sekitar 4.500 kkal/kg. Dalam penggunaan praktis, mengeringkan kayu sampai kondisi kering tanur tidak ekonomis dari segi biaya. Untuk mendapatkan nilai kalor optimum, kayu digunakan pada kondisi kering udara (kadar air 12%) dengan nilai kalor berkisar 4.000 kkal/kg. Tabel 2. Nilai kalor dan kadar abu tanaman yang ditanam di sekitar lokasi tambang dibandingkan dengan batubara

(Sumber: T. D. Cahyono et al, 2008)

B. OLI BEKAS Oli adalah minyak pelumas mesin kendaraan maupun mesin produksi. Oli bekas dapat diperoleh dari pabrik-pabrik maupun dari bengkel kendaraan bermotor. Oli bekas, dari bengkel-bengkel kendaraan bermotor, dapat dipakai menjadi alternatif bahan bakar mengingat karakteristiknya setelah dilakukan proses pembersihan dari kotoran mirip dengan LDO (light diesel oil). Apabila oli bekas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar maka biaya bahan bakar dapat ditekan (harga oli bekas Rp 500,- per liter). Selama ini oli bekas hanya dimanfaatkan untuk membakar batu kapur (W. P. Raharjo, 2007). Secara umum terdapat 2 macam oli bekas, yaitu oli bekas industri (light industrial oil) dan oli hitam (black oil). Oli bekas industri relatif lebih bersih dan mudah dibersihkan dengan perlakuan sederhana, seperti penyaringan dan pemanasan. Oli hitam berasal dari pelumasan otomotif. Oli ini dalam pemakaiannya mendapat beban termal dan mekanis yang lebih tinggi. Dalam oli hitam terkandung partikel logam dan sisa pembakaran. Setelah pemakaian beberapa lama sifat-sifat fisik dan kimia oli akan mengalami perubahan karena temperatur yang tinggi dan tekanan sehingga tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai pelumas, terutama viskositasnya yang terlalu rendah. Sesudah dilakukan proses pembersihan dari kotoran, oli bekas diharapkan mempunyai karakteristik yang mirip dengan bahan bakar diesel (LDO = light diesel oil) (W. P. Raharjo, 2007). Tabel 3. Tabel Karakteristik Oli Bekas Tanpa Perlakuan dan Hasil Perlakuan

(Sumber: W. P. Raharjo, 2007)

Tabel 4. Nilai Kalor Oli Bekas Tanpa Perlakuan dan Oli dengan Perlakuan

(Sumber: W. P. Raharjo, 2007)

C. BRIKET BATUBARA Ada tiga jenis briket batubara yang berbeda-beda komposisinya, yaitu :

1. Briket batubara biasa, campuran berupa batu bara mentah dan zat perekat
(biasanya lempung). Sangat sederhana dan biasanya berkualitas rendah.

2. Briket batubara terkarbonisasi, batu bara yang digunakan dikarbonisasi


(carbonised) terlebih dulu dengan cara membakarnya pada suhu tertentu sehingga sebagian besar zat pengotor, terutama zat terbang (volatile matters) hilang. Dengan bahan perekat yang baik, briket batu bara yang dihasilkan akan menjadi sangat baik dan rendah emisinya.

3. Briket bio-batu bara, atau dikenal dengan bio-briket, selain kapur dan zat perekat,
ke dalam campuran ditambahkan bio-masa sebagai substansi untuk mengurangi emisi dan mempercepat pembakaran. Bio-masa yang biasanya digunakan berasal dari ampas industri agro (seperti bagas tebu, ampas kelapa sawit, sekam padi, dan lain-lain) atau serbuk gergaji. Briket batubara terkarbonisasi adaiah jenis produk pembriketan yang

menggunakan bahan baku partikel batubara yang telah mengalami proses karbonisasi. Bahan baku utama briket batubara terkarbonisasi adalah batubara dengan persentase antara 80 - 90%, sisanya 5 - 15% merupakan bahan pengikat dan bahan imbuh. Bahan pengikat adalah bahan pencampur pada pembuatan briket batubara yang terdiri dari bahan pengikat organik dan bahan pengikat anorganik. Bahan pengikat organik adalah bahan pencampur pada pembuatan briket batubara karbonisasi, tanpa karbonisasi, maupun briket bio-batubara yang dapat merembes ke dalam permukaan dengan cara terabsorpsi sebagian ke dalam pori-pori atau celah yang ada, antara lain seperti molasis, larutan kanji. Bahan pengikat anorganik adalah bahan pencampur pada pembuatan briket batubara karbonisasi,

tanpa karbonisasi, maupun brikat bio-batubara yang berfungsi sebagai perekat antar permukaan partikel-partikel batubara yang tidak reaktif (inert) dan berfungsi sebagai stabilizer selama pembakaran, antara lain seperti tanah liat. Bahan lmbuh adalah bahan pencampur pada pembuatan briket batubara yang digunakan untuk tujuan tertentu seperti kapur untuk menangkap emisi gas SO2. Bahan imbuh yang biasa digunakan adalah kapur dengan kadar maksimum 5% yang berfungsi sebagai adsorban untuk menangkap SO2 (Permen No. 047, 2006). Tabel 5. Standar Kualitas Briket Batubara

(Sumber: Permen No. 047, 2006).

BAB III DATA DAN PEMBAHASAN A. DATA UKM UKM Batu Bata Lokasi: Dusun Senoboyo, Desa Sidoagung, Kec. Godean Bahan bakar berupa kayu bakar, sebanyak 1 truk/produksi 5000 batu bata, dengan biaya Rp 800.000,- . Ukuran tungku 3x3x3 m. Lama pembakaran 12 jam, dengan temperatur 300C. Harga jual batu bata Rp 600 700 per biji. Aspek sosial: Produsen pernah mengganti bahan bakar menggunakan briket batu bara, tetapi hasilnya mengecewakan, dikarenakan temperatur yang dihasilkan kurang memenuhi sasaran (3000C) dan briket cepat habis, sehingga boros, dan mudah pecah (asumsi: briket batubara biasa). Pembahasan: Perbandingan kayu bakar dengan briket batubara terkarbonisasi Asumsi nilai kalor kayu bakar 4.000 kkal/kg. 1 truk kira-kira mampu mengangkut 5.000 kg kayu = 20.000.000 kkal. Berarti untuk memproduksi 5.000 batu bata menghabiskan 20.000.000 kkal kayu bakar. 20.000.000 kkal kayu bakar membutuhkan biaya Rp 800.000,-. Berarti 1 kkal kayu bakar dihargai Rp 0,04 atau Rp 0,04/kkal. Asumsi nilai kalor briket batubara terkarbonisasi 5.500 kkal/kg. Jumlah briket batubara terkarbonisasi yang dibutuhkan 20.000.000 kkal/5.500 kkal/kg = 3636 kg. Asumsi harga 1 kg briket batubara terkarbonisasi = Rp 1.300,-. Maka biaya yang dibutuhkan untuk 3636 kg briket = Rp 4.726.800,-. Berarti 1 kkal briket batubara terkarbonisasi dihargai Rp 0,24 atau Rp 0,24/kkal.

UKM Tegel Lokasi: Dusun Senoboyo, Desa Sidoagung, Kec. Godean Bahan bakar oli bekas sebanyak 5500 6000 liter/produksi 9000 tegel, dengan biaya sekali pembakaran Rp 23 juta.

Desain tungku dibuat oleh orang Belgia dengan teknik pembakaran seperti oven. Didesain khusus bahan bakar oli bekas. Ukuran tungku 3x6 m dengan tebal dinding 1 m. Alas tungku dibuat dengan bahan bata api, sedangkan bahan sisi dibuat dengan campuran batu bata biasa dengan pasir.

Lama pembakaran 10 15 hari, dengan temperatur 10000C. Harga jual tegel Rp 4000 per biji. Aspek sosial: Produsen sebenarnya lebih memilih menggunakan bahan bakar batubara karena lebih murah, namun kekurangannya bahan bakar batubara tersebut susah didapat dan lama pengirimannya.

Pembahasan: Perbandingan oli bekas dengan briket batubara terkarbonisasi Bahan bakar oli bekas sebanyak 5500 6000 liter/produksi = 30 barel. 1 barel = 158987,3144 ml 30 barel = 4.769.619,432 ml. Asumsi densitas oli bekas 0,881 g/ml = 0,000881 kg/ml. Maka 30 barel oli bekas = 4.769.619,432 ml x 0,00081 kg/ml = 3863,392 kg. Asumsi nilai kalor oli bekas 10.700 kkal/kg. Berarti untuk memproduksi 9.000 tegel membutuhkan oli bekas sebanyak = 3863,392 kg x 10.700 kkal/kg = 41.338.294,4 kkal. 41.338.294,4 kkal kayu bakar membutuhkan biaya Rp 23 juta,-. Berarti 1 kkal oli bekas dihargai Rp 1,8 atau Rp 1,8/kkal. Asumsi nilai kalor briket batubara terkarbonisasi 5.500 kkal/kg. Jumlah briket batubara terkarbonisasi yang dibutuhkan 41.338.294,4 kkal/5.500 kkal/kg = 7516,05 kg. Asumsi harga 1 kg briket batubara terkarbonisasi = Rp 1.300,-. Maka biaya yang dibutuhkan untuk 7516,05 kg briket = Rp 9.770.865,-. Berarti 1 kkal briket batubara terkarbonisasi dihargai Rp 0,24 atau Rp 0,24/kkal.

UKM Genteng Bahan bakar kayu bakar 1 truk dengan harga Rp 1,3 juta menghasilkan 8000 genteng. Komposisi genteng: tanah sawah (hitam), tegal (cokelat), gunung (kuning). Ukuran tungku 2,5x2,5x3 m.

Proses pembuatan:

Lama pembakaran 15 jam. Harga jual Rp 2000/biji

Pembahasan: Perbandingan kayu bakar dengan briket batubara terkarbonisasi Asumsi nilai kalor kayu bakar 4.000 kkal/kg. 1 truk kira-kira mampu mengangkut 5.000 kg kayu = 20.000.000 kkal. Berarti untuk memproduksi 8.000 genteng menghabiskan 20.000.000 kkal kayu bakar. 20.000.000 kkal kayu bakar membutuhkan biaya Rp 1.300.000,-. Berarti 1 kkal kayu bakar dihargai Rp 0,065 atau Rp 0,065/kkal. Asumsi nilai kalor briket batubara terkarbonisasi 5.500 kkal/kg. Jumlah briket batubara terkarbonisasi yang dibutuhkan 20.000.000 kkal/5.500 kkal/kg = 3636 kg. Asumsi harga 1 kg briket batubara terkarbonisasi = Rp 1.300,-. Maka biaya yang dibutuhkan untuk 3636 kg briket = Rp 4.726.800,-. Berarti 1 kkal briket batubara terkarbonisasi dihargai Rp 0,24 atau Rp 0,24/kkal.

B. REKAYASA DESAIN TUNGKU BRIKET BATUBARA Cara penataan dan pembakaran bata dengan bahan bakar briket batubara: 1. Bata yang kering (siap bakar) disusun/ditata seperti gambar di bawah ini

2. Bata diatur/disusun secara bertingkat setinggi 0,5 m dan lebar 0,4 m. Diantara tumpukan bata dibuat lorong pembakar untuk menempatkan briket batubara dengan lebar lorong 0,3. Lorong tersebut selanjutnya diisi briket batubara setinggi 0,4 m. Diantara tumpukan bata ke arah belakang dibuat celah selebar 5 cm untuk menempatkan briket. 3. Pada bagian atas briket di taruh tatalan kayu dan sekam padi. 4. Susunan bata yang telah dibuat sebagai dasar kemudian ditutup dengan susunan bata lainnya. Bagian atas dari lorong dibuat berbentuk kubah. 5. Penataan bata selanjutnya ke atas dan ke belakang disesuaikan dengan susunan atau yang sudah terbentuk seperti gambar. 6. Setelah susunan bata terbentuk dengan rapi celah tempat pemasakan briket selanjutnya ditutup, kecuali untuk lorong pembakaran. 7. Pembakaran dapat dimulai dengan membakar tatalan kayu yang ada pada lorong pembakaran. 8. Lamanya pembakaran sampai dibongkar sekitar 5-7 hari. 9. Untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada bagian paling atas tumpukan bata ditutup dengan lapisan sekam padi setebal 5 cm, demikian pula pada bagian samping kiri dan kanan susunan tumpukan bata. 10. Setelah 5 sampai 7 hari, hasil pembakaran dapat dibongkar, presentasi kematangan bisa mencapai 90%. (Sumber: DINAS PERINDAGKOP KABUPATEN BANTUL)

BAB IV KESIMPULAN Bagi industri kecil/UKM yang memerlukan panas dalam waktu lama, penggunaan briket batubara cukup ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA .Briket Batubara Sebagai Energi Alternatif Pembakaran Bata. Dinas PERINDAGKOP, Kabupaten Bantul. Aji, C, S. 2007. Pengaruh Variasi Bahan Baku Dinding Dapur Oven Pengering Kayu Berbahan Bakar Limbah Kayu Produksi Terhadap Efisiensi Kerja Dapur. Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Cahyono, T, D. Coto, Z. Febrianto, F. 2008. Analisis Nilai Kalor Dan Kelayakan Ekonomis Kayu Sebagai Bahan Bakar Substitusi Batubara di Pabrik Semen. Forum Pascasarjana Vol. 31 No. 2 April 2008: 105-116. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pembuatan Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral No. 047 Tahun 2006. Raharjo, W, P. 2007. Pemanfaatan Tea (Three Ethyl Amin) Dalam Proses Penjernihan Oli Bekas Sebagai Bahan Bakar Pada Peleburan Aluminium. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 8, No. 2.

LAMPIRAN UKM Batu Bata

UKM Tegel

UKM Genteng

You might also like