You are on page 1of 24

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT KATARAK

1. Definisi Katarak

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari
kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer,
2000:62).

Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran
yang diproyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab umum kehilangan
pandangan secara bertahap (Istiqomah, 2004: 128)

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan merupakan suatu
daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium dini pembentukan katarak,
protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut
protein tadi berkoagulasi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein
lensa yang dalam keadaan normal seharusnya transparan. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu.
Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau
sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Guyton & Hall, 2000:
912).

Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di


dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat
bervariasi.

1
2. Etiologi Katarak

a. Ketuaan ( Katarak Senilis )

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.

b. Trauma

Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda,
terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan
ini disebut katarak traumatik.

c. Penyakit mata lain ( Uveitis )

d. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )

e. Defek kongenital

Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti
German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit
keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :

- Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )

- Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang


meningkat).

Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :

- Penyakit metabolik yang diturunkan

- Riwayat katarak dalam keluarga

- Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.

2
Penyebab katarak lainnya meliputi :

- Faktor keturunan.

- Cacat bawaan sejak lahir.

- Masalah kesehatan, misalnya diabetes.

- Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.

- Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)

- Gangguan pertumbuhan,

- Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.

- Rokok dan Alkohol

- Operasi mata sebelumnya.

- Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah:

- Kadar kalsium yang rendah

- Diabetes mellitus

- Pemakaian kortikosteroid jangka panjang

- Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik

- Faktor lingkungan ( trauma, penyinaran, sinar ultraviolet )

3. Tanda dan Gejala Katarak

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan


penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat

3
tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya
meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan
dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak
abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang
berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar
atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada
siang hari.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

- Peka terhadap sinar atau cahaya.

- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gangguan penglihatan bisa berupa :

4
- Kesulitan melihat pada malam hari

- Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

- Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

Gejala lainya adalah :

- Penglihatan sering pada salah satu mata.

- Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di


dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

4. Patofisiologi Katarak

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju
pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,


perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada

5
kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun
sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal.

Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki
dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal karena
bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

5. Pathway

6
6. Klasifikasi

Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :

a. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.

b. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.

c. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM


dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan
katarak komplikata.

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :

a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat
pada usia di bawah 1 tahun)

b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun

c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun

d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini
merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.

Adapun tahapan katarak senilis adalah :

- Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
Penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan
pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.

- Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih

- Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan
bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering
disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca,

7
penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain
keluhan tesebut ada beberapa gejala yang dialami oleh penderita katarak, seperti :

• Penglihatan berkabut atau terlalu silau saat melihat cahaya.

• Warna terlihat pudar.

• Sulit melihat saat malam hari.

• Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini
terjadi saat katarak bertambah luas.

• Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah


merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada
struktur mata yang lainya.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :

a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan


kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.

b. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.

c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)

d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.

e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma

f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,


perdarahan.

8
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
EKG, kolesterol serum, lipid.

h. Tes toleransi glukosa : kontrol DM

i. Keratometri.

j. Pemeriksaan lampu slit.

k. A-scan ultrasound (echography).

l. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.

m. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

8. Penatalaksanaan Medis

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang
terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang
mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior
sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf
optikus, seperti diabetes dan glaukoma.

9
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa
buatan.

a. Pengangkatan lensa

Ada dua macam teknik pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:

- Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.

- Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa beserta kapsulnya. Namun,


saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

b. Penggantian lensa

Penderita yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa
buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan
lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler
dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.

Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan


selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk
melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau
pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar
sembuh. Adapaun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :

1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan


diperbolehkan:

- Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama.

- Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi.

- Tidak diperbolehkan membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan


sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut.

10
2. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan
kacamata pada siang hari.

3. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak
dioperasi, dan tidak diperbolehkan telungkup.

4. Aktivitas dengan duduk.

5. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.

6. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai

7. Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)

- Tidur pada sisi yang sakit

- Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup

- Mengejan saat defekasi

- Memakai sabun mendekati mata

- Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg

- Mengendarai kendaraan

- Batuk, bersin, dan muntah

- Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, dianjurkan untuk melipat lutut


dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.

11
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :

a. Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di
bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40
tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan
pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun.

b. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien
dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.

c. Riwayat penyakit dahulu

12
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.

d. Aktifitas istirahat

Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau
hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

e. Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur / tidak
jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap.
Penglihatan berawan / kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar,
perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia
(glukoma akut).

Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
( katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma
berat dan peningkatan air mata).

f. Nyeri / kenyamanan

Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat
menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

g. Pembelajaran / pengajaran

Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga
apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan
endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas
fenotiazin.

13
2. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi :

a. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori/status organ indera.

b. Kurang pengetahuan berhubungan tentang prognosis, pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajan informasi, keterbatasan kognitif.

c. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / rencana tindakan pembedahan.

d. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –


kehilangan vitreus, pandangan kabur.

Post operasi :

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi.

b. Gangguan persepsi sensori - perseptual penglihatan berhubungan dengan fungsi mata


(-) terpasang bebat.

c. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan


kurang terpajan informasi, keterbatasan kognitif.

d. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan
tubuh.

f. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –


kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.

3. Rencana keperawatan

14
a. Dx 1 : Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.

- Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan gangguan persepsi sensori –


perseptual penglihatan pasien dapat diatasi

- Kriteria Hasil :

• Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

• Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

INTERVENSI DAN RASIONAL :

1. Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat,
observasi tanda-tanda disorientasi.

R : Untuk mengetahui keadaan pasien serta mengidentifikasi lebih lanjut kebutuhan


pasien

2. Orientasikan klien tehadap lingkungan.

R : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan

3. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.

R : Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas

4. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata.

R : Cahaya kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator

15
5. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang
lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.

R : Membantu penglihatan pasien

6. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang


tidak dioperasi.

R : Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan


lebih lanjut.

b. Dx 2 : Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan –


kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
• Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi cedera pada
klien.
• Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.

INTERVENSI DAN RASIONAL


- Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
R : Penjelasan dengan diskusi bersama akan lebih efektif bagi pasien untuk
mengetahui kondisi dirinya
- Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit
sesuai keinginan.
R : Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

16
- Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
R : Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.
- Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestesi.
R : Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi
- Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.

R : Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi


- Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
R : Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien

c. Dx 3 : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan


dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan
kognitif.

• Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapakan


pengetahuan pasien dapat bertambah mengenai kondisi diri dan prognosa
penyakitnya

• Kriteria Hasil :

- Klien dapat melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan


tindakan.
- Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan
pengobatan.

17
INTERVENSI RASIONAL

- Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.


Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan
penglihatan berawan.

R : Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri


tiba-tiba.

- Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas,


diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis
klien terutama pada pencahayaan.

R : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes
mata dilator

- Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan


saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.

R : Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler

- Anjurkan klien tidur terlentang.

R : Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.

d. Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan


pembedahan.

• Tujuan :

18
Setelah diberikan askep selama ...x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami
ansietas

• Kriteria evaluasi:

- Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.

- Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang


sampai pada tingkat dapat diatasi.

- Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.

INTERVENSI RASIONAL

- Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan
nonverbal.

R : Memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan rasa takut secara


terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

- Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan


takutnya.

R : Ungkapan perasaan akan kecemasan dapat membantu perawat menggali


informasi mengenai hal – hal yang menjadi faktor penyebab kecemasan pasien
dan memudahkan dalam memberikan intervensi selanjutnya.

- Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

R : Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan

- Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan


akibatnya.

19
R : Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan
dan kooperatif.

- Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur
tindakan.

R : Mengurangi perasaan takut dan cemas.

- Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan


peralatan yang akan digunakan.

R : Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tentang


prosedur penatalaksanaan diterima oleh individu.

e. Dx 5 : Nyeri berhubungan dengan trauma insisi


• Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan ...x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat
berukrang/hilang.

• Kriteria hasil :

- Klien dapat mengontrol nyerinya

- Skala nyeri 0

INTERVENSI RASIONAL

- Kaji tingkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran
TTV

R : Skala nyeri yang tinggi dan disertai peningkatan nadi dapat


menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien.

- Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.

20
R : Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO

- Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul.

R : Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

- Kurangi tingkat pencahayaan.

R : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes
mata dilator

f. Dx 6 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi


jaringan tubuh.

• Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi pada daerah insisi post operasi katarak

• Kriteria hasil :

- Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan


ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan
benar.

INTERVENSI RASIONAL

- Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia
luar

R : Mencegah dan mengurangi transmisi kuman

21
- Jaga area kesterilan luka operasi

R : mencegah kontaminasi pathogen

- Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka

R : mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman

- Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis

R : Antibiotik dapat mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap


agen infektious.

4. Evaluasi

Pre operasi :

a. Dx 1 : gangguan persepsi sensori – perseptual penglihatan pasien dapat diatasi

b. Dx 2 : Tidak terjadi cedera pada klien

c. Dx 3 : Pengetahuan pasien bertambah akan kondisi dan prognosa penyakitnya

d. Dx 4 : Pasien tidak merasa cemas lagi

Post operasi :

a. Dx 1 : Nyeri pasien berkurang/hilang

b. Dx 2 : Tidak terjadi infeksi pada derah insisi post operasi katarak

c. Dx 3 : Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan dapat teratasi

d. Dx 4 : Pasien tidak mengalami cedera

22
23
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

2. Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

3. Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

4. Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Katarak,


www.google.com, di unduh tanggal 17 Maret 2011

24

You might also like