Professional Documents
Culture Documents
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
ANNISA 060100088
ANDY 060100134
DINDA SARTIKA F. J. 060100188
WINDA OLYSIA P. 060100206
VIJAY TYNDALL LOPEZ 060100296
Pembimbing:
Dr. Suherman A. Tambunan
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus departemen
neurologi yang berjudul “Stroke Hemoragik” dapat tersusun dan terselesaikan tepat
pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Suherman A. Tambunan, selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus stroke
hemoragik, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien yang dirawat
inap selama masa kepaniteraan klinik penulis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung
penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat
maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang
diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada
kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis
ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..… ii
BAB 1 Pendahuluan…………………………………………………………….….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2. Manfaat………………………………………………………………………... 2
BAB 5 Permasalahan………………………………………………………………. 50
BAB 6 Penutup…………………………………………………………………….. 52
6.1. Kesimpulan…………………………………………………………..………... 52
6.2. Saran…………………………………………………………………..………. 53
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….... 54
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas
dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya
yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala
stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang
cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling
tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan
keputusan kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan,
investigasi laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada
keluarga.4
1.2. Manfaat
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke hemoragik yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan
mencegah stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga
dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang
menderita stroke hemoragik.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis Traktus
Traktus sirkulatorius : tidak ada kelainan
Traktus respiratorius : tidak ada kelainan
Traktus digestivus : tidak ada kelainan
Traktus urogenitalis : tidak ada kelainan
26
Penyakit terdahulu dan kecelakaan : hipertensi
Intoksikasi dan obat-obatan : tidak jelas
Anamnesis Keluarga
Faktor herediter : hipertensi pada ayah dan ibu kandung OS
Faktor familer : hipertensi pada kakak kandung OS
Lain-lain : tidak dijumpai
Anamnesis Sosial
Kelahiran dan pertumbuhan : lahir normal dan pertumbuhan baik
Imunisasi : lengkap
Pendidikan : SD
Pekerjaan : petani
Perkawinan dan Anak : menikah
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 24 kali/menit
Temperatur : 36,5 °C
Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening : tidak ada kelainan
Persendian : tidak ada kelainan
Siriraj Stroke Score : 2,5×0 + 2×1 + 2×0 + 9 – 0 – 12 = -1 (ragu-
ragu)
Kepala dan Leher
Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan : bebas
Kelainan panca indera : sulit dinilai
Rongga mulut dan gigi : sulit dinilai
Kelenjar parotis : sulit dinilai
Desah : tidak ada
27
Lain-lain : tidak ada
Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis
Sensorium : compos mentis
Kranium
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotis
Perkusi : cracked pott sign (-)
Auskultasi : bruit (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
28
Peningkatan tekanan intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
29
Nistagmus : (-)
(-)
Pupil
Lebar : ø 3 mm
ø 3 mm
Bentuk : bulat
bulat
Refleks cahaya langsung : (+)
(+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+)
(+)
Rima palpebra : ± 7 mm
± 7 mm
Deviasi conjugate : (-)
(-)
Fenomena Doll's eyes : tidak dilakukan pemeriksaan
Strabismus : (-)
(-)
Nervus V
Motorik kanan
kiri
Kulit : (+)
(+)
Selaput lendir : (+)
(+)
Refleks kornea
Langsung : (+)
(+)
Tidak langsung : (+)
(+)
Refleks masseter : (+)
(+)
30
Refleks bersin : (+)
(+)
Nervus VIII
Auditorius kanan
kiri
Pendengaran : (+)
(+)
Test rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Test weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Test schwabach : tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : (-)
(-)
Reaksi kalori : tidak dilakukan pemeriksaan
31
Vertigo : (-)
(-)
Tinnitus : (-)
(-)
Nervus IX,X
Nervus XI kanan
kiri
Mengangkat bahu : (+)
(+)
Fungsi otot sternokleidomastoideus : (+)
(+)
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : tidak dilakukan pemeriksaan
Ujung lidah sewaktu dijulurkan: medial
Sistem motorik
Trofi : eutrofi
Tonus otot : normotonus
Kekuatan otot : sulit dinilai
ESD: 55555 ESS: 44444
55555 44444
32
EID: 55555 EIS: 44444
55555 44444
Refleks
Refleks fisiologis kanan
kiri
Biceps : (+)
(+)
Triceps : (+)
(+)
Radioperidost : (+)
(+)
33
APR : (+)
(+)
KPR : (+)
(+)
Strumple : (+)
(+)
Refleks patologis
Babinsky : (-)
(-)
Oppenheim : (-)
(-)
Chaddock : (-)
(-)
Gordon : (-)
(-)
Schaefer : (-)
(-)
Hoffman-Tromner : (-)
(-)
Klonus lutut : (-)
(-)
Klonus kaki : (-)
(-)
Refleks primitif : (-)
(-)
Koordinasi
Lenggang : sulit dinilai
Bicara : sulit dinilai
Menulis : sulit dinilai
Percobaan apraksia : sulit dinilai
Mimik : sulit dinilai
Test telunjuk - hidung : sulit dinilai
Test telunjuk - telunjuk : sulit dinilai
Diadokokinesia : sulit dinilai
Test tumit - lutut : sulit dinilai
Test Romberg : sulit dinilai
34
Vegetatif
Vasomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-erektor : tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : (+)
Defekasi : (+)
Potens dan libido : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertebra
Bentuk :
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal
35
Gejala-gejala piramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : baik
Ingatan baru : baik
Ingatan lama : baik
Orientasi
– Diri : baik
– Tempat : baik
– Waktu : baik
– Situasi : baik
Intelegensia : baik
Daya pertimbangan : baik
Reaksi emosi : baik
Afasia
– Ekspresif : (-)
– Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
– Agnosia visual : (-)
– Agnosia jari-jari : (-)
– Akalkulia : (-)
– Disorientasi kanan-kiri : (-)
II.2.Kesimpulan Pemeriksaan
Telah dirawat, seorang laki-laki berusia 48 tahun datang ke RSUP HAM dengan
keluhan utama lemah lengan dan tungkai sebelah kiri. Hal ini telah dialami OS
sejak 2 minggu yang lalu dan terjadi secara tiba-tiba saat OS sedang beristirahat.
36
OS juga mengalami nyeri kepala lebih kurang 1 minggu yang lalu. Riwayat
muntah dan riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. OS
mengaku tidak pernah mengalami jatuh dalam beberapa waktu ini. OS memiliki
riwayat menderita hipertensi dan OS juga memiliki riwayat penggunaan obat
captopril namun OS tidak teratur minum obat.
Status Presens
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Temperatur : 36,5°C
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinki II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
Saraf Kranialis
NI : normosmia
N II, III : refleks cahaya +/+, isokor ø 3 mm
N III, IV, VI : gerakan bola mata (+)
NV : buka tutup mulut (+)
N VII : sudut mulut tertarik ke kanan
37
N VIII : pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial
Kekuatan motorik :
ESD : 55555/55555 ESS : 44444/44444
EID : 55555/55555 EIS : 44444/44444
Diagnosa
Diagnosa fungsional : Hemiparese sinistra + Parese nervus VII sinistra
Diagnosa etiologi : Hemorrhage
Diagnosa anatomi : Subkorteks
Diagnosa kerja : Hemiparese sinistra + Parese nervus VII sinistra
ec.
Stroke hemoragik
38
Diagnosa banding : 1. Stroke 3. SOL
2. Trauma kapitis 4. Infeksi
Penatalaksanaan :
– Tirah baring
– IVFD R.Sol 20gtt/menit
– Inj.Citicholin bolus 250 mg/12 jam
– Inj.Ranitidin 1amp/12jam
– Captopril 3 x 50 mg
– B Comp 3 x 1
Rencana pemeriksaan :
– Darah rutin
– KGD 2 jam PP
– Elektrolit
– Renal Function Test
– Liver Function Test
– Ureum, kreatin
– EKG
– Foto thorax
– Head CT Scan
Hasil penjajakan :
HASIL PEMERIKSAAN
10 Mei 2010
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
WBC : 11,9 k/µL
RBC : 4,19 M/µL
39
HGB : 8,2 gr%
HCT : 28,2 %
MCH : 19,6 fL
MCHC : 29,1 gr/dL
PLT : 622 k/µl
Kimia Klinik
Ginjal
Ureum : 120 mg /dL
Creatinin : 2,5 mg / dL
Elektrolit :
Natrium : 150 mEq/L
Kalium : 4,0 mEq/L
Chlorida : 112 mEq/L
Met. Karbohidrat :
KGD Adrandome : 115 mg/dl
Enzim Jantung :
SGOT (AST) : 81 U/L
SGPT (ALT) : 156 U/L
40
11-12 Mei 2010 13-16 Mei 2010
Sens : CM Sens : CM
TD : 250/130 mmHg TD : 200/120 mmHg
Status Presens HR : 84 kali/menit HR : 116x/i
RR : 22 kali/menit RR : 28 x/i
T : 37,5ºC T : 37,3ºC
Muntah : - Muntah : -
Peningkatan tekanan
Sakit kepala : - Sakit kepala : -
intracranial
Kejang : - Kejang : -
N I : Normosmia N I : Normosmia
N II, : RC +/+, pupil isokor N II : RC +/+, pupil isokor
diameter ka=ki diameter ka=ki
N III, IV, VI : gerakan bola N III, IV, VI : gerakan bola
mata (+) mata (+)
N V : buka tutup mulut (+) N V : buka tutup mulut (+)
N.Kranialis
N VII : sudut mulut tertarik N VII : sudut mulut tertarik ke
ke kanan kanan
N VIII : Pendengaran (+) N VIII : Pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial N XII : lidah terjulur medial
41
APR/KPR APR/KPR
Kanan - kiri
+/+ +/+ +/+ +/+
Captopril 3x50 mg
B comp 3x1
42
Paracetamol 500 mg (k/p)
Aspar K 1x1
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Puasa:
Glukosa Darah mg/dL 86 70 – 120
Glukosa Urine Bahan Belum
Glukosa Darah 2 Jam PP:
Glukosa Darah
Glukosa Urine mg/dL 168 < 200
Ureum
Kreatinin mg/dL 99,90 < 50
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na)
mEq/L 137 135 – 155
43
Kalium (K) mEq/L 3,9 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/L 102 96 – 106
IMUNOSEROLOGI
AUTOIMMUNE
CRP Kualitatif Positif
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC):
Hemoglobin (HGB) g% 8,20 13,2 – 17,3
Eritrosit (RBC) 106/mm3 4,26 4,20 – 4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 6,47 4,5 – 11,0
Hematokrit % 30,40 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm3 451 150 – 450
MCV fL 71,40 85 – 95
MCH pg 19,20 28 – 32
MCHC g% 27,00 33 – 35
RDW % 18,70 11,6 – 14,8
MPV fL 9,40 7,0 – 10,2
PCT % 0,43
PDW fL 10,7
Hitung Jenis :
Neutrofil % 68,80 37 – 80
Limfosit % 17,90 20 – 40
Monosit % 8,00 2–8
Eosinofil % 5,10 1–6
Basofil % 0,20 0–1
Morfologi :
44
Eritrosit Normal
Leukosit Normal
Trombosit Normal
45
Hemorrhage pada basal ganglia kanan yang sudah mulai diresorbsi + perifocal
edema
46
17 Mei 2010 18-21 Mei 2010
Keluhan Utama Lemah lengan dan tungkai Lemah lengan dan tungkai
sebelah kiri sebelah kiri
Sens : CM Sens : CM
TD : 180/110 mmHg TD : 145/90 mmHg
Status Presens HR : 68 x/i HR : 96x/i
RR : 22 x/i RR : 26 x/i
T : 36,8ºC T : 37,2ºC
Muntah : - Muntah : -
Peningkatan tekanan
Sakit kepala : - Sakit kepala : -
intracranial
Kejang : - Kejang : -
N I : Normosmia N I : Normosmia
N II, : RC +/+, pupil isokor N II, : RC +/+, pupil isokor
diameter ka=ki diameter ka=ki
N III, IV, VI : gerakan bola N III, IV, VI : gerakan bola
mata (+) mata (+)
N V : buka tutup mulut (+) N V : buka tutup mulut (+)
N.Kranialis
N VII : sudut mulut tertarik N VII : sudut mulut tertarik ke
ke kanan kanan
N VIII : Pendengaran (+) N VIII : Pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial N XII : lidah terjulur medial
47
+/+ +/+ +/+ +/+
APR/KPR APR/KPR
Kanan - kiri
+/+ +/+ +/+ +/+
48
Amlodipin 1x10 mg (malam)
B comp 3x1
B comp 3x1
Paracetamol 500 mg (k/p)
Paracetamol 500 mg (k/p)
Aspar K 1x1
Aspar K 1x1
Keterangan :
Tanggal 20 Mei 2010
- Injeksi Ceftriaxon 1 fl/12 jam → aff
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam → aff
Tanggal 21 Mei 2010
- IVFD Ringer Solution 20 tetes/menit → aff
- Injeksi Citicholin 250 mg/12 jam → aff
- Injeksi Lasix 1 ampul/8 jam → aff
- Regimen Tambahan: - Noperten 1 x 10 mg
- ISDN 3 x 5 mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
49
Hasil Laboratorium 19 Mei 2010
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
50
3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
51
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
52
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
53
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
54
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
55
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
56
faktor musim pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis
bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap
sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
57
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu
bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.
arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
58
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
59
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).
60
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
61
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.
62
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11
63
WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala
yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2
dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
64
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
65
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
66
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.
67
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
68
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
69
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
70
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
71
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali
sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
72
3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1
BAB 4
DISKUSI KASUS
Pada kasus ini dirawat seorang laki-laki berusia 48 tahun dengan diagnosa
hemiparese sinistra + parese nervus VII sinistra UMN ec. stroke hemoragik.
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, keluhan utama yakni lemah lengan dan
tungkai sebelah kiri. Hal ini dialami os sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit, terjadi secara tiba-tiba saat OS sedang beristirahat. Nyeri kepala juga
dijumpai pada OS. Riwayat kejang tidak dijumpai, riwayat muntah tidak
dijumpai, riwayat trauma tidak dijumpai. Sebelumnya OS sudah menderita
hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu dan menggunakan obat Captopril, namun OS
tidak teratur minum obat.
73
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati vital sign, yaitu kesadaran
compos mentis, TD 240/140 mmHg, frekuensi nadi 72 kali/menit, frekuensi napas
24 kali/menit, temperatur 36,5°C. Dijumpai perangsangan meningeal berupa kaku
kuduk. Pada pemeriksaan saraf kranialis, nervus olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), akustikus
(VIII), glossopharingeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI), serta hipoglossus (XII)
dalam batas normal. Ditemukan parese nervus VII sinistra tipe UMN.
Pada pemeriksaan refleks dijumpai refleks fisiologis dalam batas nomal di
ekstremitas atas dan bawah serta dijumpai refleks patologis tidak dijumpai.
Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas atas kiri 44444/44444 dan kanan
55555/55555. Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas bawah sulit dinilai.
Pemeriksaan penunjang yang diterima pasien antara lain adalah
pemeriksaan darah rutin, faal hati, faal ginjal, KGD, profil lipid, USG ginjal, dan
CT Scan.
74
BAB 5
PERMASALAHAN
75
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis pada kasus ini:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanatioman : dubia ad bonam
76
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%
saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada
sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan
dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.3
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke
hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT
scan, dan MRI. 1
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi
perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral,
penatalaksanaan yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian
antikoagulan, dan penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke
hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan
berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan vasospasme, pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi,
hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan berupa terapi simtomatik
dan terapi suportif.
77
6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik adalah
edukasi pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang
membutuhkan penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus
mengerti bahwa stroke dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu
dan terapi panjang untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun
begitu, tidak ada jaminan bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau
mengalami disabilitas permanen. Edukasi lain yang penting adalah bahwa stroke
yang diderita pasti memiliki penyebab yang mendasarinya, jadi apabila penderita
memiliki faktor risiko, maka diharapkan partisipasi keluarga dan lingkungan
untuk menjaganya.
Saran yang bisa diberikan untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah
meningkatkan mutu pelayanan stroke, khususnya dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan penanganan awal yang tepat sasaran,
diharapkan dapat meberikan prognosis yang baik bagi pasien.
78
DAFTAR PUSTAKA
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
79
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.
EGC, Jakarta. 2006.
80