You are on page 1of 60

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK
Oleh:

ANNISA 060100088
ANDY 060100134
DINDA SARTIKA F. J. 060100188
WINDA OLYSIA P. 060100206
VIJAY TYNDALL LOPEZ 060100296

Pembimbing:
Dr. Suherman A. Tambunan

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2010
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus departemen
neurologi yang berjudul “Stroke Hemoragik” dapat tersusun dan terselesaikan tepat
pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Suherman A. Tambunan, selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus stroke
hemoragik, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien yang dirawat
inap selama masa kepaniteraan klinik penulis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung
penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat
maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang
diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada
kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis
ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Mei 2010

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..… ii

BAB 1 Pendahuluan…………………………………………………………….….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………… 1
1.2. Manfaat………………………………………………………………………... 2

BAB 2 Laporan Kasus……………………………………………………………... 3

BAB 3 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 26


3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik……………………………………... 26
3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik………………………………….. 26
3.3. Etiologi Stroke Hemoragik……………………………………………………. 26
3.4. Faktor Resiko Stroke Hemoragik…………………………………………….... 27
3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik………………………………………………... 32
3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik……………………………………………….. 33
3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik………………………………………………. 35
3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik………………........ 38
3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik…………………………………………… 41
3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik……………………………….. 47
3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik......................................................................... 48

BAB 4 Diskusi Kasus………………………………………………………………. 49

BAB 5 Permasalahan………………………………………………………………. 50

BAB 6 Penutup…………………………………………………………………….. 52
6.1. Kesimpulan…………………………………………………………..………... 52
6.2. Saran…………………………………………………………………..………. 53

Daftar Pustaka…………………………………………………………………….... 54

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun
ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan
hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian
retrospektif terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke
hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin
dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan,
ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen antiplatelet dan warfarin yang dapat
menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi
seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama
kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah
dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke
iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada
pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi
hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,
hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang
tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada
pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya,
diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab
kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil
stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode observasi selama
beberapa hari atau minggu.4

1
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas
dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya
yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala
stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang
cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling
tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan
keputusan kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan,
investigasi laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada
keluarga.4

1.2. Manfaat
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke hemoragik yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan
mencegah stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga
dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang
menderita stroke hemoragik.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 Status Neurologi


Anamnese Pribadi
Nama : Bukit Hutabarat
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 48 tahun
Suku bangsa : Batak
Agama : Protestan
Alamat : Partali Julu
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Mei 2010
Tanggal keluar : 22 Mei 2010

Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis Penyakit
Keluhan utama : Lemah lengan dan tungkai sebelah kiri
Telaah : Hal ini dialami OS +2 minggu yang lalu, terjadi secara tiba-tiba dan saat
OS sedang beristirahat. Riwayat nyeri kepala (+), Riwayat kejang (-), Riwayat
muntah (-), Riwayat trauma (-), Kencing manis (-), Hipertensi (+)
Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi
Riwayat pemakaian obat : Captopril, OS tidak teratur minum obat

Anamnesis Traktus
Traktus sirkulatorius : tidak ada kelainan
Traktus respiratorius : tidak ada kelainan
Traktus digestivus : tidak ada kelainan
Traktus urogenitalis : tidak ada kelainan

26
Penyakit terdahulu dan kecelakaan : hipertensi
Intoksikasi dan obat-obatan : tidak jelas
Anamnesis Keluarga
Faktor herediter : hipertensi pada ayah dan ibu kandung OS
Faktor familer : hipertensi pada kakak kandung OS
Lain-lain : tidak dijumpai
Anamnesis Sosial
Kelahiran dan pertumbuhan : lahir normal dan pertumbuhan baik
Imunisasi : lengkap
Pendidikan : SD
Pekerjaan : petani
Perkawinan dan Anak : menikah

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 24 kali/menit
Temperatur : 36,5 °C
Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening : tidak ada kelainan
Persendian : tidak ada kelainan
Siriraj Stroke Score : 2,5×0 + 2×1 + 2×0 + 9 – 0 – 12 = -1 (ragu-
ragu)
Kepala dan Leher
Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan : bebas
Kelainan panca indera : sulit dinilai
Rongga mulut dan gigi : sulit dinilai
Kelenjar parotis : sulit dinilai
Desah : tidak ada

27
Lain-lain : tidak ada

Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada


Rongga abdomen
Inspeksi : simetris fusifomis
simetris
Palpasi : SF kiri = kanan soepel
Perkusi : sonor timpani
Auskultasi : vesikuler
peristaltik normal

Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Neurologis
Sensorium : compos mentis
Kranium
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotis
Perkusi : cracked pott sign (-)
Auskultasi : bruit (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

28
Peningkatan tekanan intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

Saraf otak /Nervus Kranialis


Nervus I Meatus Nasi Dekstra Meatus Nasi
Sinistra
Normosmia : (+) (+)
Anosmia : (-) (-)
Parosmia : (-) (-)
Hiposmia : (-) (-)
Nervus II Oculi Dekstra Oculi Sinistra
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan pandang

 Normal : (+) (+)


 Menyempit : (-) (-)
 Hemianopsia : (-) (-)
 Scotoma : (-) (-)
Refleks ancaman : (+) (+)
Fundus okuli

 Warna : tidak dilakukan pemeriksaan


 Batas : tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan
 Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan
 Vena : tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III,IV,VI Oculi Dekstra Oculi


Sinistra
Gerakan bola mata : (+)
(+)

29
Nistagmus : (-)
(-)
Pupil

 Lebar : ø 3 mm
ø 3 mm
 Bentuk : bulat
bulat
 Refleks cahaya langsung : (+)
(+)
 Refleks cahaya tidak langsung : (+)
(+)
 Rima palpebra : ± 7 mm
± 7 mm
 Deviasi conjugate : (-)
(-)
 Fenomena Doll's eyes : tidak dilakukan pemeriksaan
 Strabismus : (-)
(-)

Nervus V
Motorik kanan
kiri

 Membuka dan menutup mulut : (+)


(+)
 Palpasi otot masseter & temporalis : (+)
(+)
 Kekuatan gigitan : (+)
(+)
Sensorik

 Kulit : (+)
(+)
 Selaput lendir : (+)
(+)
Refleks kornea

 Langsung : (+)
(+)
 Tidak langsung : (+)
(+)
 Refleks masseter : (+)
(+)

30
 Refleks bersin : (+)
(+)

Nervus VII kanan


kiri
Motorik

 Mimik : sudut mulut tertarik ke kanan


 Kerut kening : (+)
(+)
 Menutup mata : (+)
(+)
 Meniup sekitarnya : sudut mulut bocor ke kiri
 Memperlihatkan gigi : (+)
(+)
 Tertawa : sudut mulut tertarik ke kanan
Sensorik

 Pengecapan 2/3 depan lidah : (+)


(+)
 Produksi kelenjar ludah : (+)
(+)
 Hiperakusis : (-)
(-)
 Refleks stapedial : (-)
(-)

Nervus VIII
Auditorius kanan
kiri

 Pendengaran : (+)
(+)
 Test rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
 Test weber : tidak dilakukan pemeriksaan
 Test schwabach : tidak dilakukan pemeriksaan

Vestibularis

 Nistagmus : (-)
(-)
 Reaksi kalori : tidak dilakukan pemeriksaan

31
 Vertigo : (-)
(-)
 Tinnitus : (-)
(-)
Nervus IX,X

 Pallatum mole : medial


 Uvula : medial
 Disfagia : (-)
 Disartria : (-)
 Disfonia : (-)
 Refleks muntah : (+)
 Pengecapan 1/3 belakang lidah : (+)

Nervus XI kanan
kiri
Mengangkat bahu : (+)
(+)
Fungsi otot sternokleidomastoideus : (+)
(+)

Nervus XII
Lidah

 Tremor : (-)
 Atrofi : (-)
 Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : tidak dilakukan pemeriksaan
Ujung lidah sewaktu dijulurkan: medial

Sistem motorik
Trofi : eutrofi
Tonus otot : normotonus
Kekuatan otot : sulit dinilai
ESD: 55555 ESS: 44444
55555 44444

32
EID: 55555 EIS: 44444
55555 44444

Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : berbaring


Gerakan spontan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)
Test sensibilitas
Eksteroseptif : (+) Normal
Proprioseptif : (+) Normal

Fungsi kortikal untuk Sensibilitas


Stereognosis : (+)
Pengenalan dua titik : (+)
Grafestesia : (+)

Refleks
Refleks fisiologis kanan
kiri

 Biceps : (+)
(+)
 Triceps : (+)
(+)
 Radioperidost : (+)
(+)

33
 APR : (+)
(+)
 KPR : (+)
(+)
 Strumple : (+)
(+)
Refleks patologis

 Babinsky : (-)
(-)
 Oppenheim : (-)
(-)
 Chaddock : (-)
(-)
 Gordon : (-)
(-)
 Schaefer : (-)
(-)
 Hoffman-Tromner : (-)
(-)
 Klonus lutut : (-)
(-)
 Klonus kaki : (-)
(-)
 Refleks primitif : (-)
(-)
Koordinasi
Lenggang : sulit dinilai
Bicara : sulit dinilai
Menulis : sulit dinilai
Percobaan apraksia : sulit dinilai
Mimik : sulit dinilai
Test telunjuk - hidung : sulit dinilai
Test telunjuk - telunjuk : sulit dinilai
Diadokokinesia : sulit dinilai
Test tumit - lutut : sulit dinilai
Test Romberg : sulit dinilai

34
Vegetatif
Vasomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-erektor : tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : (+)
Defekasi : (+)
Potens dan libido : tidak dilakukan pemeriksaan

Vertebra
Bentuk :
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)

Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal

Tanda perangsangan meningeal


Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
Gejala-gejala serebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)

35
Gejala-gejala piramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : baik
Ingatan baru : baik
Ingatan lama : baik
Orientasi
– Diri : baik
– Tempat : baik
– Waktu : baik
– Situasi : baik
Intelegensia : baik
Daya pertimbangan : baik
Reaksi emosi : baik
Afasia
– Ekspresif : (-)
– Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
– Agnosia visual : (-)
– Agnosia jari-jari : (-)
– Akalkulia : (-)
– Disorientasi kanan-kiri : (-)

II.2.Kesimpulan Pemeriksaan
Telah dirawat, seorang laki-laki berusia 48 tahun datang ke RSUP HAM dengan
keluhan utama lemah lengan dan tungkai sebelah kiri. Hal ini telah dialami OS
sejak 2 minggu yang lalu dan terjadi secara tiba-tiba saat OS sedang beristirahat.

36
OS juga mengalami nyeri kepala lebih kurang 1 minggu yang lalu. Riwayat
muntah dan riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. OS
mengaku tidak pernah mengalami jatuh dalam beberapa waktu ini. OS memiliki
riwayat menderita hipertensi dan OS juga memiliki riwayat penggunaan obat
captopril namun OS tidak teratur minum obat.

Status Presens
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Temperatur : 36,5°C

Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinki II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

Saraf Kranialis
NI : normosmia
N II, III : refleks cahaya +/+, isokor ø 3 mm
N III, IV, VI : gerakan bola mata (+)
NV : buka tutup mulut (+)
N VII : sudut mulut tertarik ke kanan

37
N VIII : pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial

Refleks Fisiologis kanan


kiri
Biceps / triceps : (+)
(+)
KPR/APR : (+)
(+)

Refleks patologis kanan


kiri
H/T : (-)
(-)
Babinski : (-)
(-)

Kekuatan motorik :
ESD : 55555/55555 ESS : 44444/44444
EID : 55555/55555 EIS : 44444/44444

Diagnosa
Diagnosa fungsional : Hemiparese sinistra + Parese nervus VII sinistra
Diagnosa etiologi : Hemorrhage
Diagnosa anatomi : Subkorteks
Diagnosa kerja : Hemiparese sinistra + Parese nervus VII sinistra
ec.
Stroke hemoragik

38
Diagnosa banding : 1. Stroke 3. SOL
2. Trauma kapitis 4. Infeksi
Penatalaksanaan :
– Tirah baring
– IVFD R.Sol 20gtt/menit
– Inj.Citicholin bolus 250 mg/12 jam
– Inj.Ranitidin 1amp/12jam
– Captopril 3 x 50 mg
– B Comp 3 x 1

Rencana pemeriksaan :
– Darah rutin
– KGD 2 jam PP
– Elektrolit
– Renal Function Test
– Liver Function Test
– Ureum, kreatin
– EKG
– Foto thorax
– Head CT Scan

Hasil penjajakan :
HASIL PEMERIKSAAN
10 Mei 2010
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
WBC : 11,9 k/µL
RBC : 4,19 M/µL

39
HGB : 8,2 gr%
HCT : 28,2 %
MCH : 19,6 fL
MCHC : 29,1 gr/dL
PLT : 622 k/µl

Kimia Klinik
Ginjal
Ureum : 120 mg /dL
Creatinin : 2,5 mg / dL
Elektrolit :
Natrium : 150 mEq/L
Kalium : 4,0 mEq/L
Chlorida : 112 mEq/L
Met. Karbohidrat :
KGD Adrandome : 115 mg/dl
Enzim Jantung :
SGOT (AST) : 81 U/L
SGPT (ALT) : 156 U/L

Jawaban Konsul Kardiologi 10 Mei 2010


Hasil pembacaan EKG
Kesan : Sinus rhythm + LVH + LAD
Terapi : 1. Captopril 3 x 25 mg (aplikasi sesuai tekanan darah)
2. HCT 1 x 12,5 mg (pagi)
3. Aspilet 1 x 80 mg
4. Simvastatin 1 x 20 mg

II.3 Follow Up Pasien

40
11-12 Mei 2010 13-16 Mei 2010

Lemah lengan dan tungkai Lemah lengan dan tungkai


Keluhan Utama
sebelah kiri sebelah kiri

Sens : CM Sens : CM
TD : 250/130 mmHg TD : 200/120 mmHg
Status Presens HR : 84 kali/menit HR : 116x/i
RR : 22 kali/menit RR : 28 x/i
T : 37,5ºC T : 37,3ºC

Muntah : - Muntah : -
Peningkatan tekanan
Sakit kepala : - Sakit kepala : -
intracranial
Kejang : - Kejang : -

Kaku kuduk : - Kaku kuduk : -


Kernig : - Kernig : -
Perangsangan meningeal
Brudzinski I : - Brudzinski I : -
Brudzinski II : - Brudzinski II : -

N I : Normosmia N I : Normosmia
N II, : RC +/+, pupil isokor N II : RC +/+, pupil isokor
diameter ka=ki diameter ka=ki
N III, IV, VI : gerakan bola N III, IV, VI : gerakan bola
mata (+) mata (+)
N V : buka tutup mulut (+) N V : buka tutup mulut (+)
N.Kranialis
N VII : sudut mulut tertarik N VII : sudut mulut tertarik ke
ke kanan kanan
N VIII : Pendengaran (+) N VIII : Pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial N XII : lidah terjulur medial

R.Fisiologis Biceps/Triceps Biceps/Triceps


+/+ +/+ +/+ +/+

41
APR/KPR APR/KPR
Kanan - kiri
+/+ +/+ +/+ +/+

R.Patologis Babinski Babinski


-/- -/-
Kanan kiri H/T H/T
-/- -/-

ESD : 55555 ESS : 33333 ESD : 55555 ESS : 44444


55555 33333 55555 44444
Kekuatan Motorik
EID : sdn EIS : sdn EID : 55555 EIS : 33333
55555 33333

Hemiparese sinistra + Parese Hemiparese sinistra + Parese


nervus VII sinistra UMN ec. nervus VII sinistra UMN ec.
Diagnosa DD/ DD/
1. Stroke iskemik 1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik 2. Stroke hemoragik

Terapi IVFD Ringer Solution 20 IVFD Ringer Solution 20


tetes/menit tetes/menit

Injeksi citicholin 250 mg/12 Injeksi Citicholin 250 mg/12


jam jam

Injeksi lasix 1ampul/12 jam Injeksi Ceftriaxon 1 fl/12 jam


(hari ke-1-4)
Captopril 2x50 mg
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12
B comp 3x1
jam
Paracetamol 500 mg (k/p)
Injeksi Lasix 1 ampul/8 jam

Captopril 3x50 mg

Amlodipin 1x10 mg (malam)

B comp 3x1

42
Paracetamol 500 mg (k/p)

Aspar K 1x1

Hasil Laboratorium 11 Mei 2010

Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Nilai Normal


Faal Hemostasis
Ferritin ng/mL 160 15 – 300
Kimia Klinik
HATI
Bilirubin Total mg/dL 0,13 <1
Bilirubin Direk mg/dL 0,07 0 – 0,2
Fosfatase Alkali (ALP) U/L 78 40 – 129
AST/SGOT U/L 84 < 38
ALT/SGPT U/L 98 < 41

METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Puasa:
 Glukosa Darah mg/dL 86 70 – 120
 Glukosa Urine Bahan Belum
Glukosa Darah 2 Jam PP:
 Glukosa Darah
 Glukosa Urine mg/dL 168 < 200

GINJAL Bahan Belum

Ureum
Kreatinin mg/dL 99,90 < 50

Asam Urat mg/dL 2,40 0,70 -1,20

ELEKTROLIT mg/dL 10,6 < 7,0

ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na)
mEq/L 137 135 – 155

43
Kalium (K) mEq/L 3,9 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/L 102 96 – 106
IMUNOSEROLOGI
AUTOIMMUNE
CRP Kualitatif Positif

HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC):
Hemoglobin (HGB) g% 8,20 13,2 – 17,3
Eritrosit (RBC) 106/mm3 4,26 4,20 – 4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 6,47 4,5 – 11,0
Hematokrit % 30,40 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm3 451 150 – 450
MCV fL 71,40 85 – 95
MCH pg 19,20 28 – 32
MCHC g% 27,00 33 – 35
RDW % 18,70 11,6 – 14,8
MPV fL 9,40 7,0 – 10,2
PCT % 0,43
PDW fL 10,7
Hitung Jenis :
 Neutrofil % 68,80 37 – 80
 Limfosit % 17,90 20 – 40
 Monosit % 8,00 2–8
 Eosinofil % 5,10 1–6
 Basofil % 0,20 0–1

 Neutrofil Absolut 103/μL 4,45 2,7 – 6,5

 Limfosit Absolut 103/μL 1,16 1,5 – 3,7

 Monosit Absolut 103/μL 0,52 0,2 – 0,4

 Eosinofil Absolut 103/μL 0,33 0 – 0,10

 Basofil Absolut 103/μL 0,01 0 – 0,1

Morfologi :

44
 Eritrosit Normal
 Leukosit Normal
 Trombosit Normal

Jawaban Konsul Interna 11 Mei 2010


Diagnosis : AKI stad. risk + Stroke iskemik
Terapi : - Bed rest
- Diet ginjal 2.500 kkal + 60 gr protein
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Balance cairan = 0
- Terapi lain sesuai TS Neurologi
Anjuran : Ureum, kreatinin ulang setelah 3 hari
USG ginjal dan saluran kemih
Urinalisa, albumin serum
Funduskopi (konsul Bagian Mata)

HASIL HEAD CT SCAN (Tanggal 15 Mei 2010)

45
Hemorrhage pada basal ganglia kanan yang sudah mulai diresorbsi + perifocal
edema

46
17 Mei 2010 18-21 Mei 2010

Keluhan Utama Lemah lengan dan tungkai Lemah lengan dan tungkai
sebelah kiri sebelah kiri
Sens : CM Sens : CM
TD : 180/110 mmHg TD : 145/90 mmHg
Status Presens HR : 68 x/i HR : 96x/i
RR : 22 x/i RR : 26 x/i
T : 36,8ºC T : 37,2ºC

Muntah : - Muntah : -
Peningkatan tekanan
Sakit kepala : - Sakit kepala : -
intracranial
Kejang : - Kejang : -

Kaku kuduk : - Kaku kuduk : -


Kernig : - Kernig : -
Perangsangan meningeal
Brudzinski I : - Brudzinski I : -
Brudzinski II : - Brudzinski II : -

N I : Normosmia N I : Normosmia
N II, : RC +/+, pupil isokor N II, : RC +/+, pupil isokor
diameter ka=ki diameter ka=ki
N III, IV, VI : gerakan bola N III, IV, VI : gerakan bola
mata (+) mata (+)
N V : buka tutup mulut (+) N V : buka tutup mulut (+)
N.Kranialis
N VII : sudut mulut tertarik N VII : sudut mulut tertarik ke
ke kanan kanan
N VIII : Pendengaran (+) N VIII : Pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah terjulur medial N XII : lidah terjulur medial

R.Fisiologis Biceps/Triceps Biceps/Triceps

47
+/+ +/+ +/+ +/+
APR/KPR APR/KPR
Kanan - kiri
+/+ +/+ +/+ +/+

R.Patologis Babinski Babinski


-/- -/-
Kanan kiri H/T H/T
-/- -/-

ESD : 55555 ESS : 44444 ESD : 55555 ESS : 44444


55555 44444 55555 44444
Kekuatan Motorik
EID : 55555 EIS : 33333 EID : 55555 EIS : 33333
55555 33333 55555 33333
Hemiparese sinistra + Parese
nervus VII sinistra UMN ec. Hemiparese sinistra + Parese
Diagnosa DD/ nervus VII sinistra UMN ec.
1. Stroke iskemik Stroke hemoragik
2. Stroke hemoragik

Terapi IVFD Ringer Solution 20 Bed rest


tetes/menit
IVFD Ringer Solution 20
Injeksi Citicholin 250 mg/12 tetes/menit
jam
Injeksi Citicholin 250 mg/12
Injeksi Ceftriaxon 1 fl/12 jam
jam (hari ke-5)
Injeksi Ceftriaxon 1 fl/12 jam
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 (hari ke-6-7)
jam
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12
Injeksi Lasix 1 ampul/8 jam jam

Captopril 3x50 mg Injeksi Lasix 1 ampul/8 jam

Amlodipin 1x10 mg (malam) Captopril 3x50 mg

48
Amlodipin 1x10 mg (malam)
B comp 3x1
B comp 3x1
Paracetamol 500 mg (k/p)
Paracetamol 500 mg (k/p)
Aspar K 1x1
Aspar K 1x1

Keterangan :
Tanggal 20 Mei 2010
- Injeksi Ceftriaxon 1 fl/12 jam → aff
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam → aff
Tanggal 21 Mei 2010
- IVFD Ringer Solution 20 tetes/menit → aff
- Injeksi Citicholin 250 mg/12 jam → aff
- Injeksi Lasix 1 ampul/8 jam → aff
- Regimen Tambahan: - Noperten 1 x 10 mg
- ISDN 3 x 5 mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Hasil USG Ginjal (Tanggal 17 Mei 2010)


Bilateral Glomerulopathy

Jawaban Konsul Kardiologi 17 Mei 2010


Hasil pembacaan EKG:
Kesan : Sinus rhythm + LVH + Iskemik lateral + OMI
Terapi : 1. Nopertin 1 x 10 mg
2. ISDN 3 x 5 mg
3. Bisoprolol 1 x 2,5 mg
4. Aspilet 1 x 100 mg (jika tidak ada kontraindikasi pada Bagian
TS)
5. Simvastatin 1 x 20 mg

49
Hasil Laboratorium 19 Mei 2010

Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Nilai Normal


Kimia Klinik
LEMAK
Kolesterol Total mg/dL 109 < 200
Trigliserida mg/dL 128 40 – 200
Kolesterol HDL mg/dL 28 > 65
Kolesterol LDL mg/dL 47 < 150
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) mEq/L 132 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 5,8 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/L 110 96 – 106

Jawaban Konsul Rehabilitasi Medik 20 Mei 2010


Nasehat : Dilakukan tindakan fisioterapi : - IR
- Exercise
Okupational terapi : ADL

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

50
3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. 2
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya
akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan
kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari
keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai
9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari
60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena

51
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

3.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran

52
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek

53
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :

54
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,

55
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.


pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke
disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di
Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian
pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara

56
faktor musim pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis
bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan,
dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan
gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari
perdarahan intraserebral.7

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap
sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya

57
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu
bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.
arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K +
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik

58
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus

59
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.2,9

60
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.2,9

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:2,9
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan

61
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

62
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi


mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan
berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan
keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :

 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

63
 WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

 Modified Hijdra score

 Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala
yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2
dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10

64
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

65
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan

66
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

67
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.

68
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

69
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang

70
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.

71
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali
sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

72
3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1
BAB 4
DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dirawat seorang laki-laki berusia 48 tahun dengan diagnosa
hemiparese sinistra + parese nervus VII sinistra UMN ec. stroke hemoragik.
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, keluhan utama yakni lemah lengan dan
tungkai sebelah kiri. Hal ini dialami os sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit, terjadi secara tiba-tiba saat OS sedang beristirahat. Nyeri kepala juga
dijumpai pada OS. Riwayat kejang tidak dijumpai, riwayat muntah tidak
dijumpai, riwayat trauma tidak dijumpai. Sebelumnya OS sudah menderita
hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu dan menggunakan obat Captopril, namun OS
tidak teratur minum obat.

73
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati vital sign, yaitu kesadaran
compos mentis, TD 240/140 mmHg, frekuensi nadi 72 kali/menit, frekuensi napas
24 kali/menit, temperatur 36,5°C. Dijumpai perangsangan meningeal berupa kaku
kuduk. Pada pemeriksaan saraf kranialis, nervus olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), akustikus
(VIII), glossopharingeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI), serta hipoglossus (XII)
dalam batas normal. Ditemukan parese nervus VII sinistra tipe UMN.
Pada pemeriksaan refleks dijumpai refleks fisiologis dalam batas nomal di
ekstremitas atas dan bawah serta dijumpai refleks patologis tidak dijumpai.
Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas atas kiri 44444/44444 dan kanan
55555/55555. Pemeriksaan kekuatan motorik pada ekstremitas bawah sulit dinilai.
Pemeriksaan penunjang yang diterima pasien antara lain adalah
pemeriksaan darah rutin, faal hati, faal ginjal, KGD, profil lipid, USG ginjal, dan
CT Scan.

74
BAB 5
PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah benar?


Menurut penulis, diagnosis kasus ini sudah benar. Berdasarkan anamnesis
terdapat kecenderungan mengarah ke diagnosis stroke dimana pasien
mengeluhkan gejala yang dialaminya berupa lemah lengan dan tungkai sebelah
kiri yang dialaminya secara tiba-tiba.
Pertama kali saat OS datang, OS didiagnosis dengan stroke iskemik
dengan kesan etiologi trombus karena OS mengalaminya pada saat beristirahat,
dan didiagnosis banding dengan stroke hemoragik. OS juga mengalami nyeri
kepala dan memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Tidak dijumpai
muntah proyektil dan kejang-kejang. Riwayat penyakit gula dan jantung tidak
dijumpai.
Hasil CT Scan OS menunjukkan adanya gambaran perdarahan pada basal
ganglia kanan yang sudah mulai diresorbsi dan ditemukan juga perifocal edema.
Keseluruhan hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa OS mengalami stroke
hemoragik.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?


Dilihat dari gejalanya, diagnosis pasien ini mengarah pada stroke iskemik dan
penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan protokol penatalaksanaan stroke
iskemik yang bertujuan untuk penatalaksanaan dini, pencegahan agregasi
trombosit, pengobatan hipertensi, neuroproteksi, penatalaksanaan simtomatik dan
suportif, menjaga fungsi vital jantung, ginjal, dan keseimbangan elektrolit.
Setelah hasil CT Scan mengarah pada diagnosis stroke hemoragik,
penatalaksanaan yang diberikan pun sesuai dengan stroke hemoragik yang
bertujuan untuk penatalaksanaan dini, stabilisasi tekanan darah, neuroproteksi,
penatalaksanaan simtomatik dan suportif, menjaga vital jantung, ginjal, dan
keseimbangan elektrolit.

75
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis pada kasus ini:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanatioman : dubia ad bonam

76
BAB 6
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%
saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada
sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan
dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.3
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke
hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT
scan, dan MRI. 1
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi
perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral,
penatalaksanaan yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian
antikoagulan, dan penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke
hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan
berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan vasospasme, pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi,
hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan berupa terapi simtomatik
dan terapi suportif.

77
6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik adalah
edukasi pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang
membutuhkan penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus
mengerti bahwa stroke dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu
dan terapi panjang untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun
begitu, tidak ada jaminan bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau
mengalami disabilitas permanen. Edukasi lain yang penting adalah bahwa stroke
yang diderita pasti memiliki penyebab yang mendasarinya, jadi apabila penderita
memiliki faktor risiko, maka diharapkan partisipasi keluarga dan lingkungan
untuk menjaganya.
Saran yang bisa diberikan untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah
meningkatkan mutu pelayanan stroke, khususnya dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan penanganan awal yang tepat sasaran,
diharapkan dapat meberikan prognosis yang baik bagi pasien.

78
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.


[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.


Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis


in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.


Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.

7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New


York. Thieme Stuttgart. 2000.

8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.

9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:


http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei
2010].

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,


2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.


Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
[Tanggal: 24 Mei 2010]

79
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.
EGC, Jakarta. 2006.

80

You might also like