You are on page 1of 5

KUALITAS TELUR EKSTERIOR

Muh. Saddam S.

Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin


Makassar, 90245. Email : Baco174@gmail.com

ABSTRAK

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kualitas telur eksterior. Sampelnya adalah
ayam ras petelur strain Lohman yang dikandangkan dengan sistem cage dengan menggunakan
system kandang terbuka , pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari sebanyak 120
g/hari berdasarkan hasil estimasi dan air minum yang diberikan secara ad libitum. Pengumpulan
telur dilakukan pada pukul 16.00. Bentuk dan berat telur sangat berpengaruh dengan dengan
panjang dan lebar darin telur itu sendiri karena disebabkan beberapa hal yaitu adanya perbedaan
strain, kelas, family, individu dan umur ayam.

PENDAHULUAN

Produktifitas merupakan suatu aspek yang menjadi parameter keberhasilan dalam


pemeliharaan ayam tipe petelur, produktifitas yang baik merupakan dampak dari manajemen
pemeliharaan yang dikontrol dengan baik selain itu produktifitas ayam tipe petelur juga
bergantung pada genotipe yang dimiliki, namun genotipe yang baik tidak akan menghasilkan
produksi yang baik jika tidak diikuti dengan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti yang
digambarkan (Card dan Nesheim, 1966; Etches, 1996). Keberhasilan dalam pemeliharaan ayam
tipe petelur dapat diketahui dengan melihat aspek produksinya seperti berat telur, kualitas telur,
dan jumlah telur yang dihasilkan selama masa bertelur berlangsung.Besar dan panjang telur
sangat berpengaruh dengan bentuk telur, sebagian masyarakat suka telur yang memiliki berat
telur yang besar, dan ada pula yang menyukai telur dari bentuknya.
Bentuk dan berat telur menjadi sesuatu landasan untuk melakukan kegiatan lebih lanjut
mengenai kapan waktu bertelur pada ayam tipe petelur.

MATERI DAN METODE

Sebanyak 485 ekor ayam ras petelur dengan strain Lohman yang dikandangkan dengan
system cage dengan menggunakan model kandang terbuka, pemberian pakan dilakukan pada pagi
dan sore hari sebanyak 120 g/hari berdasarkan hasil estimasi dan air minum diberikan secara ad
libitum. Pengumpulan telur dilakukan pada pukul 16.00,kemudian dilakukan pencatatan untuk
mengetahui jumlah dan berat telur berdasarkan bloknya masing-masing.untuk kualitas eksterior
pada telur, diambil dari kandang 1,2,3,4,5, dan 6 secara acak sebanyak 100 butir, kemudian
menimbang telur, berat kerabang, tebal kerabang dan luas permukaan telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ayam tipe petelur memiliki waktu bertelur yang berbeda-beda dalam satu kali siklus
bertelur (minimal 24 jam) yang dapat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan dan genotipe
yang dimiliki ayan itu sendiri. Tumova (2007),
Aspek manajemen yang berperan penting dalam menentukan waktu bertelur adalah
cahaya dan pakan, cahaya akan merangsang kelenjar Hipotalamus yang dengan rangkaian
hormonal akan menghasilkan hormon oxitocin yang berfungsi ketika terjadi oviposisi (Card dan
Nesheim, 1996) juga berpendapat demikian, terjadinya oviposition menandakan ayam tersebut
akan bertelur. Rangkaian hormonal tersebut juga akan mengsekresikan LH dan FSH yang akan
berperan untuk mematangkan folikel dan terjadinya ovulasi, ovulasi yang tertunda juga akan
menunda waktu bertelur. Pakan yang dikonsumsi oleh ayam akan dirombak menjadi energi yang
sangat dibutuhkan dalam reproduksi mulai dari perkembangan folikel sempai oviposisi, pakan
yang kurang nutrisi akan menghambat aktifitas organ reproduksi dan hormon-hormon yang
bekerja pada aktifitas tersebut sehingga mengakibatkan terbentuknya sebutir telur membutuhkan
waktu yang lama, hal tersebut juga digambarkan oleh Etches (1996). Zat-zat nutrisi seperti
protein, jika jumlahnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan maka akan menghambat kerja
hormon dan sekresi albumen, zat-zat nutrrisi yang lain juga memiliki sifat yang sama.

Gambar 1. Hubungan antara tebal kerabang dengan Berat telur

Data pada (Grafik 1.) tidak memilki perbedaan yang signifikan, hal tersebut disebabkan
oleh telur yang dijadikan sample berasal dari ayam yang berada pada masa awal produksi. Ayam
yang bertelur pada masa awal produksi masih memiliki kemampuan untuk mempertahan rata-rata
berat telurnya, hal tersebut juga digambarkan Robinson dkk (1992 ; 2001). Berat telur yang
hampir sama pada masa awal produksi disebabkan oleh komposisi badan ayam masih bagus yang
nantinya akan berbeda ketika masuk masa akhir produksi. Robinson dkk (1992) menggambarkan,
persentase produksi telur pada masa awal produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan
persentase produksi telur pada masa akhir produksi. Pada grafik menngarkan bahwa berat telur
dipengaruhi oleh lebar pada telur itu sendiri
Gambar 2. Hubungan antara Panjang telur dengan berat telur

Dari gambar 2. dapat dilihat bahwa semakin panjang telur makan berat telur juga akan
lebih besar,artinya berat telur juga berhubungan dengan besarnya panjang telur tersebut. Factor
yg berpengaruh pd berat telur yaitu orginalitas ayam, umur ayam, umur dewasa kelamin, berat
ayam, molting (peluruhan bulu), factor lingkungan (temperature lingkunngan dan pencahayaan),
pakan serta pembatasan pakan Yuwanta(2004).

Table 1. Persentase Bentuk Telur


Bentuk telur Nilai indeks frekuensi persentase
Oval 65 9 9%
Lonjong 74 88 88%
Bulat 85 3 3%

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa bentuk telur, lebih dominan bebtuk yang lonjong hal
ini disebabkan adanya beberapa factor seperti perbedaan kelas, strain , family dan individu,
pakan, penyakit, umur ayam, dan suhu lingkungan.Sudaryani (2003) pada umumnya telur yang
berbobot lebih berat lebih mahal.terjadinya perbedaan kualitas telur sebelum keluar dari organ
reproduksi ayam betina dipengaruhi oleh beberapa factor berikut ini, perbedaan kelas, strain,
family dan individu, selain itu lebih dijelaskan Rasyaf (1991) bentuk telur juga dipengaruhi oleh
ransum yang dimana pembentukan telur sebagai mana telah diuraikan itu baru akan terjadi bila
ada material yang berupa unsur-unsur gizi pendukung pembentukan telur tersebut dan dalam
keaadaan normal telur akan keluar dari tubuh induk dengan bebtuk oval dan berat sesuai standar
atau berat yang wajar.lebih jelas digambarkan Bentuk telur normal yakni lonjong tumpul bagian
atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar yang normal 8 : 6 atau
panjang 5,7 cm dn lebar 4,2 cm. Telur yang abnormal akan memiliki ukuran yang berbeda dari
ketentuan ini (Dwiyanto dan Prijono, 2007). Sebagian bentuk telur berbentuk oval. Bentuk telur
secara umum dikarenakan fakor genetis. Setiap induk telur berturutan dengan bentuk yang sama,
memiliki bentuk yaitu bulat, panjang, dan lonjong (Suprijatna et al., 2005).
Tabel 2. Persentase Berat telur
Berat telur Interval berat frekuensi Persentase
Pee wee Di bawah 40 - 0
Small 40,2-47,1 - 0
medium 47,2-54,2 33 33%
large 54,3-61,3 56 56%
Extra large 61,4-68,4 10 10%
jumbo Diatas 68,5 1 1%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata telur paling banyak ukuran large 56 % . Hal
ini sesuai dengan pendapat Hintono (1995) yang menyatakan bahwa telur ayam normal
mempunyai berat antara 40-80 gram per butir. Ditambahkan oleh Sudaryani (1996), bahwa berat
telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil (daya
penetasannya amat rendah). Beratnya tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih dari
70-80 gram. Keseimbangan berat telur dan berat badan anak ayam adalah tetap adanya.

KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa berat dan bentuk
terlur sangat berpengaruh dengan lebar dan panjang sebuah telur. Hal ini disebabkan karena
beberapa factor yaitu kelas, strain, family, individu, pakan, dan umur ayam.

DAFTAR PUSTAKA

Card, L. E., dan M. C. Nesheim. 1966. Poultry Production. Lea & Febiger. Philadelphia.

Dwiyanto, K dan Siti, N. 2009. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati. Garaha Ilmu, Yogyakarta.

Etches, R. J. 1996. Reproduction In Poultry. CAB International, Wallingford.

Hintono, A. 1995. Dasar-dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,


Semarang.

Suprijatna, E, Umiyati Atmomarsono, dan Ruhyat Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta.

Robinson, F. E., M. W. Yu., G. M. Fasenko, dan R. T. Hardin. 1992. Ovarian form and function
In broiler breeders: Effects of aging and obesity. University of Alberta, Edmonton,
Alberta, Canada.

Robinson, F. E., R. A. Renema, H. H. Oosterhoff, M. J. Zuidhof, dan J. L. Wilson. 2001. Carcass


traits, ovarian morphology and egg laying characteristics in early versus late maturing
strains of commercial egg-type hens. Poultry Science 80:37–46.
Robinson, F. E., and R. A. Renema. 2002. 2 Female reproduction: Control of ovarian function.
Alberta Poultry Research Centre, University of Alberta Edmonton, AB, Canada.

Sudaryani , Titik .19926 Kualitas Telur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tumova, E., L. Zita, M. Hubeny, M. Skrivan, dan Z. Ledvinka. 2007. The effect of oviposition
time and genotype on egg quality characteristics in egg type hens. Czech J. Anim. Sci.,
52, 2007 (1): 26–30.

Yuwanta,Tri. Dasar Ternak Unggas.2004.Kanisius.Yogyakarta

You might also like