You are on page 1of 9

AMUK MASSA DI INDONESIA

LEMBAR TUGAS KELOMPOK

MPKT

ANGGOTA KELOMPOK:

1. Afni Khairunnisa ()
2. Bondan Kanigoro ()
3. Dara Andini ()
4. Latifah Nur HR (1006682611)
5. L’dy Mascow ()
6. Novianti Dian P ()
7. Marissa Ika P ()

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2010
A. PENDAHULUAN

Aksi amuk massa yang mengakibatkan banyak kerugian, termasuk korban


jiwa dan harta benda kini semakin marak terjadi. Aksi amuk massa di
Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1998 misalnya,
terjadi berbagai tindak anarkisme seperti; pembunuhan, pengerusakan,
pembakaran, penjarahan, penghilangan paksa, dan tidak perkosaan.
Peristiwa amuk massa ini terjadi pada 13-15 Mei 1998, sehingga kemudian
dinamai peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Kasus amuk massa kini seakan menjadi hal yang biasa untuk menumpahkan
amarah warga. Anarkhisme yang terjadi saat amuk massa ditakutkan menjadi
salah satu cara penyelesaian berbagai masalah. Tecatat lebih dari dua kali
terjadi amuk massa selama satu bulan (Oktober 2010) di berbagai tempat di
Indonesia. Berbagai aksi amuk massa tersebut pada umumnya memiliki
penyebab dan latar belakang tertentu. Oleh karena itu, lembar tugas ini akan
memaparkan berbagai factor, dan aspek-aspek yang terkandung dalam
sebuah aksi amuk massa.

a. Identifikasi Masalah
Terjadi berbagai tindak amuk massa yang bersifat anarkis dan destruktif,
menyebabkan terjadi tindak pengrusakan, penganiayaan, pembakaran,
dan pengambilan paksa sehingga menimbulkan korban jiwa dan harta
benda.
b. Rumusan Masalah
i. Apa saja penyebab terjadinya amuk massa?
ii. Apa dampak tindak amuk massa di bidak politik, ekonomi,
social, budaya, dan HAM?
iii. Apakah amuk massa tepat untuk menyelesaikan masalah?
c. Hipotesis
i. Penyebab terjadinya amuk massa yaitu kondisi ekonomi,
politik, social, budaya, dan HAM yang tidak stabil
ii. Dampak amuk massa di bidang ekonomi yaitu devisa
Negara berkurang karena investor mencabut modal.
Dampak di bidang politik yaitu situasi politik tidak kondusif,
dampak di bidang social dan budaya yaitu timbul indiksi
disintegrasi bangsa. Dan dampak amuk massa di bidang
HAM yaitu terjadi berbagai pelanggaran HAM.
iii. Amuk massa tidak tepat untuk menyelesaikan masalah.

B. PEMBAHASAN

a. Pengertian Amuk Massa

Amuk, atau amok dalam Bahasa Inggris berarti kalap atau mata gelap.
Amuk dinyatakan untuk menunjukkan keadaan yang muncul dari sikap atau
tidakan seorang atau sekelompok orang yang merusak dan menghancurkan
dengan cara brutal dan mata gelap sehingga menimbulkan kerusuhan dan
huru hara sebagai bentuk ekspresi dan pelampiasan emosi yang ditimbulkan
oleh adanya tekanan rasa frustasi dari suatu keadaan yang tidak
dikehendaki.

Kasus amuk massa, menurut ahli psikologi massa Gray Ramod Louis
(1965), menganalisis bahwa amuk massa adalah manifestasi dari
kekecewaan yang mempunyai kesamaan denyut psikis, denyut mana lebih
dititikberatkan kesamaan orientasi yang muncul sebagai hubungan
kausalitas. Dengan kata lain, amuk massa bisa terjadi karena imbal balik dari
akibat (perasaan) yang sama atas perlakuan. Namun, dalam wacana politik,
amuk massa lebih banyak diakibatkan proses sosial yang menekan
masyarakat. Masyarakat yang terus menerus ditekan, menurut Malcolm
Weith (1972), amuk massa secara evolutif akan mengganjal psikis komunitas
tersebut. Dalam arti, tekanan yang dirasakan komunitas tertentu tidak
langsung dimanifestasikan, tapi perlahan, namun pasti akan tumpah. Hal
tersebut yang menurut Malcol membuat amuk massa sulit dikendalikan, dan
cenderung anarkis.

b. Faktor- faktor Terjadinya Amuk massa


Aksi amuk massa yang biasanya saat demonstrasi terjadi karena adanya
beberapa faktor. Faktor-faktor terjadinya demonstrasi yang berujung pada
amuk massa dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal
pemicu amuk massa antara lain provokasi, keadaan yang tidak kondusif, sifat
mementingkan kelompok yang masih tinggi, dan emosi yang mudah tersulut
saat berlangsungnya aksi demonstrasi.
Faktor eksternal pemicu amuk massa antara lain kondisi ekonomi, social,
dan politik di Indonesia yang masih tidak stabil, pihak-pihak yang tidak
berkepentingan yang turut memperkeruh suasana, tingkat pendidikan dan
intelektualitas yang masih rendah.
Seperti pada Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, kondisi ekonomi Indonesia
menjelang tahun 1998 merupakan faktor penting yang mempengaruhi kondisi
social dan politik di Indonesia pada saat itu. Krisis Moneter pada pertengahan
tahun 1997, jatuhnya mata uang Bath Thailand pada Juni 1997, kemudian
diikuti dengan cepat diikuti mata uang Peso Filipina, Dollar Singapura dan
Ringgit Malaysia. Seperti efek berantai (efek domino) maka nilai mata uang
rupiah pun jatuh. Rupiah merosot cepat terhadap mata uang Dollar Amerika
(USD) hingga memasuki angka Rp. 10.000/USD. Lonjakan nilai rupiah mulai
terjadi pada bulan Juli 1997 dan lima bulan kemudian, yaitu bulan Desember
1997 mengalami lonjakan tajam menembus angka menembus angka
Rp.5000,-. Kondisi ekonomi tersebut merupakan salah satu factor timbulnya
tindak massa dan penjarahan yang terjadi pada peristiwa keruuhan Mei
1998.
Kondisi lain yang memicu terjadinya amuk massa adalah kondisi sosial-
budaya. Kondisi social-budaya seperti isu rasial di Indonesia semakin marak
menjelang Kerusuhan Mei 1998. Berbagai kerusuhan social terjadi sejak
1996, misalnya isu diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.
Berbagai peristiwa kerusuhan baik dalam skala kecil ataupun besar di tanah
air, pada banyak kasus menimbulkan korban etnis Tionghoa. Misalnya kasus
kerusuhan Makassar pada tahun 1997, yang dipicu oleh kasus pembunuhan
seorang prempuan oleh seorang etnis Tionghoa pada akhirnya memicu
terjadinya kerusuhan anti Tionghoa yang melebar dan meluas. Menjelang
kerusuhan Mei 1998 berbagai kerusuhan social telah memicu terganggunya
distribusi berbagai barang khususnya barang kebutuhan pokok. Dikarenakan
berbagi kerusuhan social yang terjadi menjadikan etnis Tionghoa sebagai
korbannya, akhirnya membuat pasokan bahan makanan terganggu. Hal ini
disebabkan karena jaringan retailer umumnya di pegang oleh etnis ini.
Factor tersebut mengindikasikan bahwa kesadaran ke-“Bhineka Tunggal
Ika”-an masih rendah. Konflik yang berbau SARA, seperti kasus perkosaan
terhadap etnis Tionghoa tersebut mencerminkan rendahnya pengertian atas
multikulturalisme di kalangan masyarakat. Secara umum, kondisi-kondisi
yang tidak kondusif tersebut menimbulkan kegelisahan, ketidakpuasan dan
kemarahan masyarakat atas berbagai masalah, sehingga masyarakat
dengan mudah terprovokasi dan melakukan tindak amuk massa.
Factor penyebab amuk massa selanjutnya yaitu kondisi politik yang labil.
Kondisi politik Indonesia pada tahun 1998 misalnya, adalah hasil akumulasi
sejak tahun 1995. Berbagai isu, informasi, analisis dan skenario mulai
bermunculan dan menjadi perbincangan di berbagai kelompok poltik baik
besar maupun kecil, terlebih menjelang akhir 1997, yaitu menjelang sidang
MPR (Maret 1998). Salah satu opini yang berkembang menyebutkan bahwa
Pemerintahan Soeharno sebetulnya tidak mampu lagi menjaga keutuhan dan
kekompakan barisannya. Faktor usia pun menjadi bahana pertimbangan.
Usia Soeharto yang saat telah memasuki usia 77 tahun membuat banyak
kalangan menjadi peka terhadap rumor kesehatan Soeharto terlebih
munculnya berbagai pemikiran jika Soeharto mencalonkan kembali menjadi
presiden. Pada tanggal 20 Januari 1998 ketika Soeharto mencalonkan diri
menjadi presiden dan kemudian dilantik bersama BJ.Habibie pada Sidang
Umum MP, masyarakat politik khususnya mahasiswa menyambut pelantikan
tersebut dengan meningkatkan aksi-aksi demonstrasi di lapangan.

c. Dampak Amuk Massa


Amuk massa baik berskala besar maupun kecil berdampak langsung
pada berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, social-budaya, dan HAM. Di
bidang ekonomi, amuk massa dalam skala besar seperti peristiwa Mei 1998
dapat menyebabkan berbagai kerusakan infrastruktur. Tindakan penjarahan
dan pembakaran toko milik etnis Tionghoa menyebabkan kerugian yang
besar. Selain itu, kerusuhan tersebut menyebabkan banyak investor yang
mencabut modal, sehingga devisa Negara turun.
Di bidang politik, amuk massa menyebabkan situasi politik tidak stabil.
Kerusuhan Mei 1998 menimbulkan kondisi politik semakin tidak stabil. Hal
tersebut ditunjukkan dari berbagai agenda kenegaraan yang terganggu, dan
lengsernya pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Dampak amuk massa pada bidang social-budaya yaitu timbul konflik
social dan rasis. Konflik social dan rasis tersebut dapat menyebabkan
disintegrasi bangsa, karena massa cenderung mementingkan kelompok
(suku). Sedangkan di bidang HAM, amuk massa menimbulkan berbagai
pelanggaran HAM. Pada kasus peristiwa Mei 1998, Komnas HAM melansir
terjadi pelanggaran HAM terkait dengan tindak pemerkosaan terhadap etnis
Tionghoa.

d. Amuk Massa dalam Kaidah Berpikir Tepat dan Logis


Kaidah berpikir tepat dan logis menuntut seseorang untuk menggunakan
akal budi (rasio) dalam setiap tindakan. Sedangkan, amuk massa yang terjadi
karena emosi yang tinggi sehingga mengganggu kejernihan pikiran yang
penting dalam cara berpikir tepat dan logis.
e. Amuk Massa dalam Nilai Keadilan dan Norma Hukum

Keadilan diartikan sebagai keseimbanagn antara hak dan kewajiban, dan


perlakuan yang sama pada setiap orang di situasi yang sama. Selain itu dapat
diartikan sebagai sikap pengertian di dalam pemerintahan, kebijakan tertinggi
dalam Negara yang baik, yang berhubungan dengan hak asasimanusia. Keadilan
adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda ataupun orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang besar. Filsuf dari Amerika Serikat, John Rawls,
yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan
”Keadilan adalah kelebihan pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran." Keadilan pada intinya adalah meletakkan
segala sesuatunya pada tempatnya. Menurut Gustav Radbruch, ahli hukum
Jerman mengatakan, “Hukum adalah kehendak untuk bersikap adil.” (Recht ist
Wille zur Gerechtigkeit). Hal ini berarti hukum mengandung nilai moral, terutama
keadilan, dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Penegakan hukum
merupakan suatu wadah demi terwujudnya keadilan.

Kaitan nilai keailan dengan amuk massa adalah tindak atau sikap yang tidak adil
menyebabkan tindak amuk massa, dan amuk massa tersebut menyebabkan
ketidakadilan. Sedangkan, muk massa dalam kaitannya dengan norma hukum
yaitu bahwa amuk massa yang terjadi pada saat penyempaian aspirasi secara
terbuka pada demonstrasi, pawai, rapat umum dan mimbar bebas telah diatur
oleh hukum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyanpaikan Pendapat Umum Pasal 6 yang menyebutkan:

“Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan


bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain…”

Sedangkan pasal 7 mengatur tentang kewajiban aparat keamanan untuk


mengawal jalannya aksi penyampaian pendapat secara terbuka.

f. Amuk Masa dalam Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab


Hak diartikan sebagai sesuatu yang dimiliki, kepunyaan dan kebenara.
Sedangkan kewajiban dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan,
dan tidak boleh untuk tidak dilaksanakan. Tanggung jawab merupakan
kesadaran manusia atas tingkah laku atau perbuatan. Kesadaran tersebut
bergantung pada status dan peranan si pemilik tanggung jawab.
Dalam kaitannya dengan amuk massa, menyuarakan pendapat merupakan hak
setiap individu sebagaimana yang telah diatur pada Undang Undang Dasar
PAsal 28. Namun, hak tersebut dibatasi oleh kewajiban setiap orang unutuk
menaati peraturan dan melaksanakan peraturn tersebut dengan penuh
tanggung jawab.

g. Amuk Massa dalam Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia menurut Tilaar (2001) merupakan hak-hak yang
melekat pada diri manusia serta tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup
layak sebagai manusia. Menurut UU NO 39 Tahun 1999, disebutkan bahwa Hak
Asasi Manusia wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan harkat martabat
manusia.
Amuk massa dalam kaitannya dengan HAM (Hak Asasi Manusia) yaitu amuk
massa dapat timbul karena pelanggaran HAM, namun amuk massa itu sendiri
dapat menimbulkan pelanggaran Ham yang lain.

h. Amuk Massa dalam Nilai Penderitaan dan Nilai Kegelisahan


Penderitaan, secara etimologi beasal dari kata “dhra”, yang berarti
menahan, menanggung, atau merasai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, penderitaan berarti pengalaman pahit yang
tidak didabakan oleh setiap manusia. Sedangkan kegelisahan merupakan rasa
gelisah, tidak tentram, dan khawatir yang dialami manusia pada kondisi tertentu.
Rasa gelisah ini timbul karena keterbatasan akan hal-hal yang terjadi di masa
depan. Amuk massa dapat menimbulkan kegelisahandan penderitaan pada
berbagai pihak, khususnya pada korbanamuk massa.

C. PENUTUP
a. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

i. Penyebab terjadinya amuk massa yaitu kondisi ekonomi, politik, social,


budaya, dan HAM yang tidak stabil.
ii. Dampak amuk massa di bidang ekonomi yaitu devisa Negara berkurang
karena investor mencabut modal. Dampak di bidang politik yaitu situasi politik
tidak kondusif, dampak di bidang social dan budaya yaitu timbul indiksi
disintegrasi bangsa. Dan dampak amuk massa di bidang HAM yaitu terjadi
berbagai pelanggaran HAM. Amuk massa tidak tepat untuk menyelesaikan
masalah
iii. Amuk massa tidak dapat menyelesaikan masalah karena tidak sesuai
dengan nilai keadilan dan norma hukum, tidak berlandaskan pada kaidah
perpikir tepat dan logis, menimbulkan pelanggaran HAM, tidak menjunjung
tinggi hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap individe serta menimbulkan
penderitaan dan kegelisahan.
b. Saran
Untuk mencegah timbulnya amuk massa, hendaknya pada setiap unjuk rasa,
massa diharapkan untuk tidak mudah terpancing emosi dan berpikiran jernih,
paham hak, kewajiban, dan tanggungjawab sebagai peserta unjuk rassa
sehingga tidak terjadi amuk massa. Di sisi lain, evaluasi dan peningkatan fungsi
hukum dalam pencegahan amuk massa perlu dilakukan, seperti peningkatan
pengamanan yang ketat oleh pihak kepolisian.
DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai
Pustaka, Jakarta 2002.

Komisi Nasional HAk Asasi Manusia. 2004. Laporan Tahunan Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia. KOMNAS HAM: Jakarta.
Kompas, “Sila Keadilan”. http://www.mail-archive.com/forum-pembaca-
kompas@yahoogroups.com/msg59378.html . Diakses pada 1 November 2010

Meliono, Irmayanti, dkk 2010, “Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian


Terintegrasi, Buku Ajar I”, Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Rumah Buku “Teori Keadilan”. http://www.rumahbuku.net/shop/detail/teori-


keadilan.html . Diakses pada 1 November 2010
Soekanto, Soerjono. Pokok Pokok Sosiologi Hukum. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta 1980.

Think Quantum “Pengertian Keadilan”. http://definisi-


pengertian.com/2010/05/pengertian-keadilan.html . Diakses pada 1 November
2010

Yusuf, Ester Indahyani, dkk. 2007. Kerusuhan Mei 1998: Fakta, Data, dan
Analisa Mengungkap Kerusuhan Mei 1998 sebagai Kejahatan Kemanusiaan
(Edisi revisi) . Solidaritas Nusa Bangsa dan Asosiasi penasehat Hukum dan Hak
Asami Manusia: Jakarta.

You might also like