You are on page 1of 34

D E M EN S I A

AuthorS :

Riri Julianti, S. Ked


Ari Budiono, S. Ked

Faculty of Medicine – University of Riau


RSJ Tampan of Pekanbaru

Pekanbaru, Riau
2008

1
Files of DrsMed – FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)
PENDAHULUAN

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya
ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi
kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.1,2

2
DEMENSIA

Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai
pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti
keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini
tidak reversibel, sebaliknya progresif.1
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran.2
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya
orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali
oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom
ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang
secara primer atau sekunder mengenai otak.3

Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia
sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun
prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia
diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.1,2,4
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita
jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s
diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk
seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada
wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). 1,2,4
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang
secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor
predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30

3
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang
yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.1,5
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5
persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai
jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai
banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien
dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 1

Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah
(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain
yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan
penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis
berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat),
atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan
penyebab demensia :

Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia2


Demensia Degeneratif Trauma
• Penyakit Alzheimer • Dementia pugilistica,
• Demensia frontotemporal posttraumatic dementia
(misalnya; Penyakit Pick) • Subdural hematoma
• Penyakit Parkinson Infeksi
• Demensia Jisim Lewy • Penyakit Prion (misalnya
• Ferokalsinosis serebral idiopatik penyakit Creutzfeldt-Jakob,
(penyakit Fahr) bovine spongiform encephalitis,
• Kelumphan supranuklear yang (Sindrom Gerstmann-
progresif Straussler)
Lain-lain • Acquired immune deficiency
• Penyakit Huntington syndrome (AIDS)
• Penyakit Wilson • Sifilis
• Leukodistrofi metakromatik Kelainan jantung, vaskuler dan

4
• Neuroakantosistosis anoksia
Kelainan Psikiatrik • Infark serebri (infark tunggak
• Pseudodemensia pada depresi mauapun mulitpel atau infark
• Penurunan fungsi kognitif pada lakunar)
skizofrenia lanjut • Penyakit Binswanger
Fisiologis (subcortical arteriosclerotic
• Hidrosefalus tekanan normal encephalopathy)
Kelainan Metabolik • Insufisiensi hemodinamik
• Defisiensi vitamin (misalnya (hipoperfusi atau hipoksia)
vitamin B12, folat) Penyakit demielinisasi
• Endokrinopati (e.g., • Sklerosis multipel
hipotiroidisme) Obat-obatan dan toksin
• Gangguan metabolisme kronik • Alkohol
(contoh : uremia) • Logam berat
Tumor • Radiasi
• Tumor primer maupun metastase • Pseudodemensia akibat
(misalnya meningioma atau tumor pengobatan (misalnya
metastasis dari tumor payudara penggunaan antikolinergik)
atau tumor paru) • Karbon monoksida

Gambar.2.1. Perbadingan persentase etiologi dari demensia.6

Demensia Tipe Alzheimer


Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama
dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun
dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan
pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya
didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari
pertimbangan diagnostik.2,5

5
Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.2

Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.7

Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi
kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi
gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat
keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik
dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan
tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik,
dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada
kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan
ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut
jarang terjadi.2

6
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21. Melalui
proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/
A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam
amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down
(trisomi kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan
dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses
patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana proses yang
terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab utama penyakit
Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses
metabolisme yang normal dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.2

Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer.
Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi gen
E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut.
Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen
tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada
seluruh penderita demensia.2

Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri.
Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer adalah plak
senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada korteks dan
hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron
(neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun
jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas
ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,
demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit
Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut
neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

7
Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit
Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam
beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.2

Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah
asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer.
Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik
pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase
menurun.2

Penyebab potensial lainnya


Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit
Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran
menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan membran
yang normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance
Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien
dengan penyakit Alzheimer.2

Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia


Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System Taupathy,
biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada orang dengan
penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit
berupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan
pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 – 50 detik, dan orang dengan penyakit
ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala.2
Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial
seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel otak.
Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer.2

Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala
berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan

8
faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel
yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran
jantung (gambar 2.3).2,3

Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia
vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus
palidus.2

Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien
biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis
ini.2

9
Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular.8

Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan
ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri
(Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih
dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan
kasus ini menjadi lebih sering.2

Gambar.2.7. Penyakit Binswanger. Potongan melintang menunjukkan gambaran infark pada


bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea. 2

Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang
10
merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen
postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui.
Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering
pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit
Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif
bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas)
lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.2

Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas . Gambaran menunjukkan atrofi
yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis .2,10

Gambar.2.9. Pemeriksaan PET pada penyakit PICK.6

Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)


Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit
Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala
ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang
sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang
menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.2,3
11
Gambar.2.10. Kortikal lewy bodies (panah), Dilahat dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin.
Lewy bodies lebih eosinophilik, setengah bulat, sitoplasmik inklusi.2

Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia
pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas
motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan
dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan
perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi
memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit. Dalam
perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang membedakannya dengan
demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan psikosis, selain gangguan
pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.2

Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia
basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat
pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa
pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia.2

Gambaran Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan
mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama
12
perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang
perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid
umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang
mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan
kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.2

Halusinasi dan Waham


Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan
demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham,
terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga
dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim
ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik. 2

Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan
merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,
meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien
dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang
nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). 2

Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia
dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya
yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen
pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler.
Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks
tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5
hingga 10 persen pasien.2
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental
State Exam (MMSE).9

13
Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.9

Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala neurologis tambahan


seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan, tanda defisit neurologis fokal
terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan
disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada jenis-jenis demensia
lainnya.2

Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt
Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep
dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu.
Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif
dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi
defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya,
misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa.
Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan
pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini
adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap
penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.2

Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh
secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang
mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan
14
terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga
muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal
dihilangkan.2

Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III).1,3
(a) Menurut Umur:1
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
(a) Menurut perjalanan penyakit:
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B,
Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
(b) Menurut kerusakan struktur otak
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan HIV-AIDS
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
o Neurosifilis
o Tipe campuran
(c) Menurut sifat klinis:
o Demensia proprius

15
o Pseudo-demensia

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain

16
Diagnosis dan Keluhan Utama
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer’s
(tabel 2.2) , Demensia vaskuler (tabel 2.3), Demensia karena kondisi medis lainnya (tabel 2.4),
Demensia menetap akibat zat (tabel 2.5), Demensia karena penyebab multipel (tabel 2.6), Dan
demensia yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) (tabel 2.7).2
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status mental,
dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap
peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.2

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer 2


A. Perkembangan defisit kognitif (2) Kondisi sistemik yang diketehui
multipel yang dimanifestasikan menyebabkan demensia
dengan baik misalnya, hipotiroidisme,
1) Gangguan daya ingat (gangguan defisiensi vitamin B12 atau
kemampuan untuk mempelajari asam folat, defisiensi niasin,
informasi baru dan untuk mengingat hiperkalsemia, neurosifilis,
informasi yang telah dipelajari infeksi HIV
sebelumnya) (3) Kondisi yang berhubungan
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif dengan zat
berikut; E. Defisit tidak terjadi semata-mata
a) Afasia (gangguan bahasa) selama perjalanan suatu delirium
b) Apraksia (gangguan F. Gangguan tidak lebih baik
kemampuan untuk melakukan diterangkan oleh gangguan aksis
aktivitas motorik walaupun lainnya (misalnya, gangguan
fungsi motorik utuh) depresif berat,Skizofrenia)
c) Agnosia (kegagalan untuk Kondisi akibat zat
mengenali atau mengidentifikasi Kode didasarkan pada tipe onset dan
benda walaupun fungsi sensorik ciri yang menonjol;
utuh Tanpa gangguan perilaku ; Jika
d) Gangguan dalam fungsi ganguan kognitif tidak disertai dengan
eksekutif (yaitu merencanakan, gangguan perilaku yang bermakna
mengorganisasi, mengurutkan secara klinis

17
dan abstrak) Dengan gangguan perilaku ; Jika
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 gangguan kognitif disertai gangguan
dan A2 masing-masing perilaku yang bermakna secara klinis
menyebabkan gangguan yang (misalnya keluyuran, agitasi)
bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu Subtipe yang spesifik;
penurunan bermakna dari tingkat Dengan onset dini : jika onset pada
fungsi sebelumnya umur < 65 tahun
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh Dengan onset lanjut ; jika onset pada
onset yang bertahap dan penurunan usia > 65 tahun
kognitif yang terus menerus Catatan cara ; Penyakit Alzheimer
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain
dan A2 bukan karena salah satu yang menonjol yang berhubungan
berikut ; dengan penyakit Alzheimer,s
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain didiagnosis pada aksis I ( misalnya
yang menyebabkan defisit gangguan mood yang berkaitan dengan
progresif dalam daya ingat penyakit Alzheimer, dengan depresi
kognisi misalnya penyakit yang menonjol, dan perubahan
serebrovaskuler, penyakit kepribadian yang berhubungan dengan
Parkinson, penyakit Huntington, penyakit Alzheimer, tipe agresif )
hematoma subdural ,
hidrosefalus tekanan normal,
tumor otak

Tabel.2.3. Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler 2


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda

18
walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon
dalam, respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,
kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah
indikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang
mengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap
berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol


Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III

Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)

19
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu
kondisi medis selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit serebrovaskuler
(misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan
tekanan yang normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan
dengan gangguan perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku
yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III
(misalnya; infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob )

Tabel 2.5. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat 2


A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh

20
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan
menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat
D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil
pemeriksaan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan
efek menetap dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang
disalahgunakan,medikasi)
Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)

Tabel 2.6.Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel 2


A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan
dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya trauma kepala ditambah pengguna
alkohol kronis , demensia tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler
selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

21
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi spesifik,
misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia vaskuler tanpa
penyulit

Tabel 2.7. Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan 2


Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria tipe spesifik
yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis demensia yang tidak
terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik

Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan : (1) Penurunan
kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
(personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar, dan kecil, (2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan disabilitas
sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.4
Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut;4
(1) Terdapatnya gejala demensia
(2) Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan
waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam
perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata
(3) Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak
atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defisiensi vitamin B 12, Defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan
normal, atau hematom subdural)
(4) Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi
yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari
dapat bertumpang tindih)
Pedoman diagnostik F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer Onset Dini adalah sebagai
berikut;4
(1) Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
(2) Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)
(3) Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang menyokong
diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi
Pedoman diagnostik F01 Demensia vaskular adalah sebagai berikut;5

22
(1) Terdapatnya gejala demensia
(2) Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat,
gangguan daya fikir, gejala neurologis fokal). Daya tilikan diri (insight) dan daya nilai
(judgment) secara relatif tetap baik
(3) Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya gejala neurologis
fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler

Pedoman diagnostik F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut adalah sebagai berikut;
Biasanya terjadi secara cepat sesudah seranngkaian “stroke” akibat trombosis serebrovaskuler,
embolisme atau perdarahan.5
Pedoman diagnostik F01.1 Demensia multi infark adalah sebagai berikut; Onsetnya lebih
lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskhemik minor yang menimbulkan akumulasi dari
infark parenkhim otak.5
Pedoman diagnostik F01.2 Demensia Vaskuler subkortikal adalah sebagai berikut; fokus
kerusakan akibat iskhemia pada subtansia alba dihemisfer serebral, yang dapat didsuga secara
klinis dan dibuktikan debngan CT-Scan. Korteks serebri tetap baik walaupun demikian gambaran
klinis masih mirip demensia pada alzheimer.5
Pedoman diagnostik F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal adalah
sebagai berikut; Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis,
Hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya.5
Pedoman diagnostik F02.0 Demensia pada penyakit PICK adalah sebagai berikut;
Demensia progresif, Gambaran lobus frontalis yang menonjol, euforia, phenomena
5
ekstrapiramidal , gangguan perilaku mendahului gangguan daya ingat.
Pedoman diagnostik F02.1 Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah sebagai berikut; Trias ;
Demensia progresif merusak, Penyakit piramidal dan ekstra piramidal, mioklonus dan EEG yang
khas (Trifasik). 5
Pedoman diagnostik F02.2 Penyakit Huntington adalah sebagai berikut; Gerakan
koreiform involunter, cara berjalan khas, gangguan fungsi lobus frontalis.5
Pedoman diagnostik F02.3 Demensia pada penyakit parkinson adalah sebagai berikut;
Demensia berkembang pada seseorang dengan penyakit parkinson yang sudah parah, tidak ada
gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.55
Pedoman diagnostik F02.4 Penyakit HIV adalah sebagai berikut; Sering lupa, lamban,
kurang konsentrasi, sulit membaca dan mengatasi suatu masalah. Apati, spontanitas , penarikan
diri secara sosial.3

23
Pedoman diagnostik F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-
Yang Di-Klasifikasikan ditempat lain) adalah sebagai berikut; demensia yang terjadi sebagai
manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatiik serebral lain.4
Pedoman diagnostik F03 Demensia YTT adalah sebagai berikut; Demensia yang terjadi
bila kriteria umum untuk diagnosis demensia terpenuhi , tetapi tidak mungkin diidentifikasi pada
salah satu tipe.4

Perjalanan penyakit dan Prognosis


Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada
usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir
dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia
dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan
demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data
penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat
keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari
suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup
adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan
neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami
perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang
permanen terjadi.2
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang
mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan
pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan
metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia
serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal
tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien
biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi
sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut
dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia
pasien dapat menjadi ibarat “cangkang kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami
disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. 2
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk

24
beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia
yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan
tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi
yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan
(biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada
demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2

Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin
tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan
demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi.
Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang. 2

Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak
secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada
demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan
adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.2

Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks


Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis
fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai
mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi
arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut
biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien
dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan
demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark

25
serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan
sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya
gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem
karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik.
Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah
reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada
pasien dengan TIA. 2

Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh
awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,
eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol. 2

Tabel 2.8.Perbedaan klinis delirium dan Demensia1

Gambaran Delirium Demensia


Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, Biasanya penyakit otak kronik (spt
dehidrasi, guna/putus obat Alzheimer, demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif
Taraf kesadaran Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi & Amat terganggu Sedikit terganggu
kesadaran

26
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum

Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitive
dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi
kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih
menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering
memiliki riwayat episode depresi. 2

Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat
(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan
gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2

Proses penuaan yang normal


Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif yang
signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat terjadi sebagai
bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan
gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan
memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan
mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien. 2

Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-kanan.
Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada perburukan.
Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon terhadap terapi
antidepresan. 2

27
Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat
atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk
pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang
diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap
tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia
vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi
kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi
dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor β-2 dapat memperburuk
kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah
dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu
disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan
bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada
pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien
dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional
untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik,
termasuk perilaku yang merugikan. 2

Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia.
Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang
sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien
biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi
memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi
pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit
menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan
yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya
(sense of self) menghilang. 2
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.
Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan

28
disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh
dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat
dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi
kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah
orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan
untuk masalah-masalah daya ingat.2
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal
tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2

Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-
obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer.
Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga
meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori
ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan
neurotransmisi kolinergik. 2
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan
karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai
rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek
samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan
tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif. 2
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1:
• Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
• Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

29
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
• Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
• Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
• Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi,
namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and Psychological
Symptoms of Dementia):
• Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
• Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)

30
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
• Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg

Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain


Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat
metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat
memperlambat perkembangan penyakit ini. 2,5
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif pada
wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal
tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya
bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit
Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit. 2,5

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)


Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting untuk
diperhatikan karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah
bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu1:

Behavioural
Gangguan perilaku
• Agitasi
• Hiperaktif
• Keluyuran
o Perilaku yang tak adekuat

31
o Abulia kognitif
o Agresi
 Verbal, teriak
 Fisik
• Gangguan nafsu makan
o Gangguan ritme diurnal
 Tidur/bangun
o Perilaku tak sopan (sosial)
 Perilaku seksual tak sopan
 Deviasi seksual
 Piromania
Psychological
• Gangguan afektif
o Anxietas
o lritabilitas
o Gejala depresif.
o Depresi berat
• Labilitas emosional
o Apati
o Sindrom waham & salah-identifikasi
 Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya
 paranoid, curiga
o Rumah lama dianggap bukan rumahnya
o Pasangan / pengasuh
 Palsu
 Tak setia
 Menelantarkan pasien
 Cemburu patologik
 Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
o Halusinasi
 Visual
 Auditorik
 Olfaktoriik
 Raba (haptik)

32
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran
2. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia
3. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s
diseases)
4. Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian,
halusinasi dan waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom Sundowner
5. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III
6. Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
7. Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada
usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhir dengan kematian
8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler, demensia
vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia, proses penuaan
yang normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi berat)
9. Penatalaksanaan pasien demensia meliputi
10. Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)

Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya membutuhkan
ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan harus diingat
penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang juga
mencakup psikososial dan Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari : http://www.


idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. 7 Oktober 2008.
2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
3. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67
4. _________ Dementia. Diakses dari : http://www.medicinenet.com/dementia/ article. htm. 7
Oktober 2008
5. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,
Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
6. _________. __________. Memory Disoders. Diakses dari :
http://www.gabehavioral.com/Memory%20Disorders.htm. 7 Oktober 2008
7. _________ Information about dementia. Diakses dari
http://www.umsl.edu/~homecare/dementia.htm. 7 Oktober 2008
8. _________ Dementia. Diakses dari : http://www.geriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?-
lay=Article&Name=Dementia:%20Biological%20and%20Clinical%20Advances--
Part%20I&-find. 7 Oktober 2008
9. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott Williams &
Wilkins
10. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga University
Press. 2005.193

Files of DrsMed – FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

34

You might also like