Professional Documents
Culture Documents
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Efek Sistemik
• Sistem kardiovaskuler
Terhadap jantung amfetamine menimbulkan sinus takhikardi. Selain itu juga
menyebabkan hipertensi
• Rhabdomiolisis
Koppel membedakan rhabdomiolisis primer akibat toksin dan sekunder
akibat iskemia atau hipokalemi. Pada gangguan amfetamine rhabdomiolisis
disebabkan sekunder akibat iskemia otot pada overdosis dari obat. Hal ini
dapat merupakan akibat dari kompresi otot lokal saat koma, kejang yang
terjadi terus menerus dan mioklonos, pemakaian kronis dari amfetamine yang
menyebabkan hipokalemi
• Kerusakan ginjal
Amfetamine mengakibatkan myoglobinuric tubular necrosis, sedangkan
metamfetamine dapat meneybabkan Proliferatif Glomerulonephritis akibat dari
suatu systemic necrotizing vasculitis. Biasanya terjadi bila amfetamine digunakan
secara intravena, Merupakan keadaan yang jarang terjadi, dan timbul bila terjadi
overdosis. Yang paling sering adalah derivat metamfetamin
• Gangguan GIT
Amfetamine dapat menyebabkan toksisitas pada kolonm akibat iskemi
• Gangguan Kardio vaskular
Amfetamine dapat menyebabkan:
- hipertensi
- sinus tekhikardia
- iskemi miokard
Efek Psikiatris
• Psikosa
Psikosa akibat amfetamine sebagian besar berupa skizofrenia paranoid
• Depresi
Derivat amfetamine yang dapat menimbulkan depresi terutama adalah
fenfluramin
• Agresif
Violence adalah tingkah laku khas ditandai dengan menyerang secara agresif
atau membunuh. Hal ini dapat dipresipilasi oleh gangguan mental, situasi frustasi
atau penyakit organik.
Efek Neurologis
• Gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran dapat terjadi pada penggunaan amfetamine. Koma pada
amfetamine biasanya terjadi setelah kejang, tetapi pada pengguna narkotika
koma dapat terjadi berhubungan dengan:
- overdosis, murni (jarang), campuran dengan sedatif
- hipoksia, edema paru, aspirasi pneuminitis,pneumoni
- hipoglikemia
- postanoksik ensefalopati
- trauma
- kejang
- sepsis
- hepatik ensefalopati
Gambaran klinis dibagi menjadi beberapa stadium:
- agitasi
- agresif
- paranoid
- halusinasi
Gejala fisik:
- pireksia
- hipertensi
- tachicardi
- aritmia
- dilatasi pupil
- tremor
- kejang
• Stroke
Vaskulitis sistemik ditemukan setelah pemakaian kronis intravena dan oral dari
amfetamine. Pada usia muda proses vaskulitis terbatas pada sirkulasi serebri
sehingga dapat menimbulkan sindroma stroke akut. Mekanisme terjadinya
vasklitis ini tidak jelas.
• Stroke perdarahan
Amfetamine dapat menyebabkan perdarahan intraserebral melalui mekanisme
vaskulopati ataupun hipertensi akut. Perdarahan otak dapat terjadi setelah
pemakaian amfetamine biasanya secara injeksi. Perdarahan intraserebral
ataupun subarakhnoid dapat terjadi pada pengguna amfetamine
• Kejang
Pada pengguna amfetamine kejang dapat timbul baik pada pemakaian pertama
kali ataupun pada pemakaian kronis, biasanya akibat intoksikasi akut. Kejang
dapat berupa kejang fokal, umum, tonik klonik ataupun status epilepsi. Seluruh
kasus kejang pada pemakai amfetamine terjadi pada pemakai secara intravena.
VI. PENATALAKSANAAN
VII. KESIMPULAN
Balster RL. Drug abuse in Brody TM. Human pharmacology molecular to clinical.
3rd ed. Baltimore : Mosby,1998: 447-460
Dari segitiga emas Jakarta. Kompas 26 Juli 1999, p. 23
Ellenhorn MJ. Ellenhorn’s medical toxicology: diagnosis and treatment of human
poisoning. Cahap. 20. 2nd ed. USA: William & Wilkins, 1997: 340-355
Ellenhorn MJ. Ellenhorn’s medical toxicology: diagnosis and treatment of human
poisoning. Cahap. 2. 2nd ed. USA: William & Wilkins, 1997: 47-65
Ellenhorn MJ. Ellenhorn’s medical toxicology: diagnosis and treatment of human
poisoning. Cahap. 1. 2nd ed. USA: William & Wilkins, 1997: 3-46
Klawans HL. Textbook of clinical neuropharmacology, New York : Raven Press,
1981: 249-255
Shield RO. Amphetamines in Haddad LM. Clinical management of poisoning and
drug overdose. 2nd ed. Philadelphia : WB Sounders, 1990: 770-779