Professional Documents
Culture Documents
Di zaman sekarang ini, dalam menyelesaikan sengketa, para pihak dihadap banyak sekali
pilihan. Tidak hanya melalui pengadilan, mereka juga bisa menyelesaikan sengketanya di luar
pengadilan atau sering disebut dengan model Alternative Dispute Resolution (Alternatif
Penyelesaian Sengketa), yang salah satunya termasuk Arbitrase. Masing-masing media
penyelesaian sengketa mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut tergantung pada pada
beberapa factor misalnya jenis dan sifat transaksi ; strategi masing-masing pihak yang
bertransaksi ; pelaksanaannya.
Seperti halnya dalam kasus di atas yaitu perselisihan sengketa antara Pemerintah
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Kedua bela pihak dalam menyelesaikan senketanya
memilih Arbitrase sebagai tempat menceri penyelesaian sengketa. Pemerintah Indonesia
mempermaslahkan kelalaian PT. Newmont yang gagal melaksanakan kewajiban divestasi, dan
menyatakan bahwa dapat diakhirinya Kontrak karya. Pada pasal 24 ayat 33 KK antara
pemerintah RI dan NNT menyatakan; pemegang saham asing NNT diwajibkan menawarkan
saham NNT sehingga pada 2010 minimal 51% saham NNT akan beralih ke pemerintah
Indonesia atau peserta Indonesia lainnya. Saat ini, 80% saham NNT yang mengeksploitasi
tambang tembaga dan emas di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat
(NTB) dikuasai Nusa Tenggara Partnership (Newmont 45% dan Sumitomo 35%). Sisa 20%
saham dimiliki PT Pukuafu Indah.
Namun, dalam analisis ini, saya tidak akan membahas banyak mengenai materi sengketa
yang dipermasalahkan, tetapi saya akan melihat pada pemilihan alternative penyelesaian
sengketa yaitu Abritase yang sangat cocok bila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa
melalui letigasi.
Secara umum dalam alinea keempat Penjelasan Umum UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan dalam lembaga arbitrase mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan-kelebihan itu antara lain: (1)
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak. (2) Dapat dihindarkan kelambatan yang diakibatkan
TUGAS ARBITRASE
karena hal prosedur dan administrative. (3) Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut
keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai
masalah yang disengketakan, jujur dan adil. (4) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum
untuk menyelesaikan masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase. (5) Putusan
arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur)
sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Selain itu, dalam putusan arbitrase
internasional dapat juga diakui dan dilaksanakan (enforceable).
1. Dijamin kerahasiaan,
Dalam pasal 27 UU 30/1999, dikatakan bahwa Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter
atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Dan Penjelasannya, Ketentuan bahwa
pemeriksaan dilakukan secara tertutup adalah menyimpang dari ketentuan acara perdata yang
berlaku di Pengadilan Negeri yang pada prinsipnya terbuka untuk umum. Hal ini untuk lebih
menegaskan sifat kerahasiaan penyelesaian arbitrase.
Jadi, pemeriksaan dilakukan secara rahasia, Suatu keuntungan bagi dunia bisnis untuk
menyerahkan suatu sengketa kepada badan/majelis arbitrase, yaitu bahwa pemeriksaan maupun
pemutusan sengketa oleh suatu majelis arbitrase selalu dilakukan secara tertutup sehingga tidak
ada publikasi dan para pihak terjaga kerahasiaannya. Sedangkan, pada sidang pengadilan,
menurut ketentuan peraturan perundang- perundangan yang berlaku, dilaksanakan dengan sifat
terbuka untuk umum, begitu pula putusannya diucapkan dalam sidang terbuka. Pemeriksaan
secara terbuka ini sering sangat merugikan bagi perusahaan (pihak yang bersengketa) bila
masyarakat mengetahui bahwa perusahaan tersebut mempunyai masalah karena akan
menurunkan prestisenya.
Hal inilah yang juga sebagai salah alasan PT. Newmont yang dalam kasus ini memilih
Arbitrase sebagai sarana penyelesaian sengketa tersebut. PT. Newmont merasa bahwa kasus ini
adalah kasus besar dimana yang menjadi lawan merupakan Republik Indonesia, yang juga
menyangkut kesejahteraan dari rakyat sehingga sangat sensitiv dan disoroti banyak kalayak bila
diketahui banyak orang. Tentunya akan sangat mungkin berdampak buruk pada kelangsungan
dan keberlanjutan usaha atau produksi tambang, apabila proses persidangan dilaksanakan
terbuka untuk umum.
TUGAS ARBITRASE
Dengan demikian, memilih arbitrase merupakan jalan yang tepat karena persidangan
maupun pengucapan putusannya dilakukan secara tertutup. Persidangan maupun pembacaan
putusan secara terbuka hanya bisa dilakukan dengan seizin para pihak.
2. Prosesnya cepat
Dalam hal ini juga para pihak memilih Arbitrase dengan pertimbangan waktu yang cepat.
Proses yang lama dan berlarut-larut tentunya akan sangat berdampak negative bagi keduanya
lebih lagi Indonesia.
Dalam Proses litigasi di pengadilan misalnya, menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku tidak memberikan ruang yang pasti untuk mempercepat penyelesaian sengketa.
Proses litigasi membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan proses arbitrase. Hal ini
tercermin dari proses urutan litigasi yang dimulai dari tahap pertama (gugatan), banding, kasasi
dan peninjauan kembali. Oleh sebab itu proses arbitrase dapat menjadi salah satu terobosan
untuk mengatasi permasalahan ini.
Berbeda dengan proses legitasi, Sebagai suatu proses pengambilan keputusan, arbitrase
memerlukan waktu sekitar 60 (enam puluh) hari sehingga prosesnya relatif cepat, terutama jika
para pihak beritikad baik.
Ketentuan waktu dan lamanya proses tersebut dalam UU no. 30 / 1999 disebutkan, sbb :
Pasal 48
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.
Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai ketentuan Pasal 33, jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang.
Pasal 33
Arbiter, atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya
apabila :
a. diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
b. sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainya; atau
c. dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
TUGAS ARBITRASE
Sebagai justifikasi atas kelebihan proses arbitrase ini, maka dapat dibaca pada Pasal 60 UU No.
30 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa: “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.” Namun, permasalahannya adalah ada pada
Pasal 48 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999, yang memungkinkan perpanjangan waktu untuk
menyelesaikan perkara arbitrase, walaupun ada ketentuan yang mensyaratkan harus dengan
persetujuan para pihak tetap saja hal ini menyebabkan proses penyelesaian perkara yang
memakan waktu lama berdasarkan kepentingan dan keinginan para pihak.
Putusan Arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak. Dengan demikian tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali seperti
yang ada dalam proses letigasi. Sehingga Ketua Pengadilan Negeri tidak diperkenankan
memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan
memeriksa yang dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal
terhadap putusan arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Inilah yang menjadi alasan PT. Newmont memilih Arbitrase karena, putusannya bersifat
final, mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Tidak seperti dalam letigasi
yang memberikan banyak kesempatan untuk banding, kasasi, peninjauan kembali.
KESIMPULAN
Arbitrase sebagai pilihan dalam penyelesaian sengketa bisnis dilakukan dengan berbagai
pertimbangan, dimana mereka tidak ingin sengketa yang dihadapi diketahui orang dan lembaga
arbitrase dapat memberikan jaminan kerahasiaan terhadap para pihak, baik dalam proses
pemeriksaan berlangsung sampai setelah putusan dijatuhkan. Disamping itu, arbitrase diakui
sebagai model penyelesaian sengketa yang mengedepankan pencapaian keadilan dengan
pendekatan konsensus dan berdasarkan pada kepentingan para pihak dalam mencapai “Win Win
Solution”.