You are on page 1of 60

KONSEP ELASTISITAS DALAM EKONOMI

(elastisitas harga, elastisitas silang, elastisitas


pendapat.)

KONSEP ELASTISITAS PENAWARAN dan PERMINTAAN

Pengertian Elastisitas

Salah satu pokok bahasan yang palin penting dari aplikasi ekonomi adalah
konsep elastisitas. Pemahaman dari elastisitas harga dari permitaan Dan
penawaran membantu para ahli ekonomi untuk menjawab suatu pertanyaan,
yakni apa yang akan terjadi terhadap permintaan Dan penawaran, jika ada
perubahan harga? Apa yang terjadi pada “keseimbangan harga” bila faktor-faktor
yang mempengaruhi kurva demand Dan kurva supply beubah? Dan berapa
besar pengaruhnya?
Untuk menjawab ini pakailah konsep elastisitas.
Secara umum, elastisitas adalah suatu pengertian yang menggambarkan derajat
kepekaan/respon dari julah barang yang diminta/ ditawarkan akibat perubahan
faktor yang mempengaruhinya.

Elastisitas Permintaan

Elastisitas harga permintaanadalah suatu alat/konsep yang digunakan untuk


mengukur derajat kepekaan/ respon perubahan jumlah/ kualitas barang yang
dibeli sebagai akibat perubahan faktor yang mempengaruhi.
Dalam hal ini pada dasrnya ada tiga variabel utama yang mempengaruhi, maka
dikenal tiga elastisitas permintaan, yahitu :
1. elastisitas harga permintaan
2. elastisitas silang
3. elastisitas pendapatan
Elastisitas Harga Permintaan (the price elasticity of demand)
Elastisitas harga permintaan adalah derajat kepekaan/ respon jumlah permintaan
akibat perubahan harga barang tersebut atau dengan kata lain merupakan
perbadingan daripada persentasi perubahan jumlah barang yang diminta dengan
prosentase perubahan pada harga di pasar, sesuai dengan hukum permintaan,
dimana jika harga naik, maka kuantitas barang turun Dan sebaliknya.
Sedangkan tanda elastisitas selalu negatif, karena sifat hubungan yang
berlawanan tadi, maka disepakati bahwa elastisitas harga ini benar
indeksnya/koefisiennya dapat kurang dair, dama dengan lebih besar dari satu
Dan merupakan angka mutlak (absolute), sehingga permintaannya dapat
dikatakan :
1. Tidak elastisitas (in elastic)
2. Unitari (unity) dan
3. Elastis (elastic)
Dengan bentuk rumus umum sebagai berikut :

Δ Q ΔP Δ Q P
Eh : atau Eh = X
Q P ΔP Q
Dimana :
Eh adalah elastisitas harga permintaan
Q adalah Jumlah barang yang diminta
P adalah harga barang tersebut
Δ adalah delta atau tanda perubahan.
Hasil akhir dari elastisitas tersebut memberikan 3 kategori :
1. Apabila perubahan harga (ΔP) mengakibatkan perubahan yang lebih besar
dari jumlah barnag yang diminta (Δ Q), sisebut dengan elastisitas yang elastis
(elastic), dimana besar koefisiennya adalah besar dari satu (Eh.1). Nemtuk kurva
permintaannya lebih landai. [ % ΔP < % Δ Q]. 2. Apabila persentase perubahan
harga (% ΔP) sama besarnya dengan persentase perubahan jumlah barang
yang diminta (% Δ Q), disebut dengan elastisitas yang unity (unitari), dimana
besar koefisiennnya adalah sama dengan satu (eh=1), bentuk kurva
permintaannya membentuk sudut 45 derajat dari titik asal [% ΔP = % Δ Q]. 3.
Apabila persentase perubahan harga (% ΔP) mengakibatkan perubahan
kenaikan jumlah barang yang diminta (% Δ Q) yang lebih kecil,disebut dengan
elastisitas yang in elastic dimana besar keofisiennya lebih kecil dari satu (Eh<1).
Bentuk kurva permintaannya lebih vuram[ % ΔP > % Δ Q].
Pembagian kedalam tiga kategori tersebut disebabkan karena perbedaan total
penerimaan (Total Renenue)nya sebagai akibat perubahan harga masing-
masing kategori.
Pada suatu kurva permintaan akan terdapat ketiga keadan tersebut, tergantung
dititik mana mengjkurnya. Pada harga tinggi, elastisitasnya lebih besar dari satu
atau elastis, pada harga yang rendah elastisitasnya kurang dari satu atau tidak
elastis (in elastic), sedangkan titik tengah dari kurva permintaan mempunya
elastisitas sama dengan satu atau unity (unitari),
Disamping tiga bentuk elastisitasharga permintaan diatas, ada dua lagi
elastisitas harga permintaan, yaitu :
1. Permintaan yang elastis sempurna (perfectly Elastic), ini merupakan tingkat
yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar
dari jumlahbarang yang diminta terhadap harga, bentuk kurva permintaannya
merupakan garis horizontal dengan sempurna sejajar dengan sumbu gabris
horizontal dengan sempurna sejajar dengan sumbu datar, besar elastisitasnya
tidak berhingga (Eh =ς) pada kondisi ini berapapun jumlah permintaan, harga
tidak berubah atau pada tingkat harga yang jumlah permintaan dapat lebih
banyak.
2. Kurva permintaan yang tidak elastis sempurna (perfectly inelastic), ini
merupakan tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah
permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, bentuk kurva
permintaannya vertikal dengan sempurna sejajar dengan sumbu tegak, besar
koefisien elastisitasnya adalah nol (Eh = 0), artinya bagaimanapun harga tinggi,
konsumen tidak akan mengurangi jumlah permintaannya.
Masing-masing bentuk kurva elastisitas harga tersebut,
Faktor Yang Mempengaruhi Elastisitas Harga Permintaan
Elastisitas harga permintaan mengukur tingkat reaksi konsumer terhadap
perubahan harga. Elastisitas ini dapat menceritakan pada produsen apa yang
terjadi terhadap penerimaan penjualan mereka, jika mereka merubah strategi
harga, apakah kenaikan/menurunkan jumlah barang yang akan dijualnya.

Ada beberapa faktor yang menentukan elastisitas harga permintaan :


1. Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar
2. Jumlah pengguna/tingkat kebutuhan dari barang tersebut
3. Jenis barang dan pola preferensi konsumen
4. Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan
harga/periode waktu penggunaan barang tersebut.
5. Kemampuan relatif anggaran untuk mengimpor barang

Elastisitas akan besar bilamana :


1. terdapat banyak barang subsitusi yang baik
2. harga relatif tinggi
3. ada banyak kemungkinan-kemungkinan penggunaan barang lain

Elastisitas umumnya akan kecil, bilamana :


1. benda tersebut digunakan dengan kombinasi benda lain
2. barang yang bersangkutan terdapat dalam jumlah banyak, dan dengan harga-
harga yang rendah.
3. Untuk barang tersebut tidak terdapat barang-barang substitusi yang baik, Dan
benda tersebut sangat dibutuhkan.

Elastisitas Silang (The Cross Price Elasticity of demand)


Permintaan konsumen terhadap suatu barang tidak hanya tergantung pada
harga barang tersebut. Tetapi juga pada preferensi konsumen, harga barang
subsitusi dan komplementer Dan juga pendapatan.
Para ahli ekonomi mencoba mengukur respon/reaksi permintaan terhadap harga
yang berhubungan dengan barang tersebut, disebut dengan elastisitas silang
(Cross Price Elasticity of demand)
Perubahan harga suatu barang akan mengakibatkan pergeseran permintaan
kepada produk lain, maka elastisitas silang (Exy) adalah merupakan persentase
perubahan permintaan dari barang X dibagi dengan persentase perubahan
harga dari barang Y
Apabila hubungan kedua barang tersebut (X dan Y) bersifat komplementer
(pelengkap) terhadap barang lain itu, maka tanda elastisitas silangnya adalah
negatif, misalnya kenaikan harga tinta akan mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap pena.
Apabila barang lain tersebut bersifat substitusi (pengganti) maka tanda elastisitas
silangnya adalah positif, misalnya kenaikan harga daging ayam akan
mengakibatkan kenaikan jumlah permintaan terhadap daging sapi Dan
sebaliknya.

Bentuk umum dari Elastisitas silang adalah :


ΔQx Py
Es = ——- x ——- > 0 Substitusi
Δ Px Qx

Δ Qy Px
Es = ——- x ——- < 0 Komplementer Δ Py Qy Perlu dicatat bahwa
indeks/koefisien elastisitas tidak sama dengan lereng dari kurva atau slope dari
kurva permintaan. Bila elastisitas tersebut no (0) berarti tidak ada hubungan
antara suatu barang dengan barang lain. 3.2.3. Elastisitas Pendapatan (The
Income Elasticity of Demand) Suatu perubahan (peningkatan/penurunan)
daripada pendapatan konsumer akan berpengaruh terhadap permintaan
berbagai barang, besarnya pengaruh perobahan tersebut diukur dengan apa
yang disebut elastisitas pendapatan. Elastisitas pendapatan ini dapat dihitung
dengan membagi persentase perubahan jumlah barang yang diminta dengan
persentase perobahan pendapatan, dengan rumus. Δ Q Δ Y Δ Q Y Em = ——- :
——– atau Em = ——– x ——– Q Y ΔY Q Jika Em= 1 (Unity), maka 1 %
kenaikan dalam pendapatan akan menaikkan 1 % jumlah barang yang diminta;
Jika Em>1 (Elastis), maka orang akan membelanjakan bahagian yang lebih
besar dari pendapatan terhadap barang.
Jika pendapatan naik; jika Em < 1 (in Elastis), maka orang akan membelanjakan
bahagian pendapatan yang lebih kecil untuk suatu barang, bila pendapatannya
naik. Apabila yang terjadi adalah kenaikkan pendapatan yang berakibatkan
naiknya jumlah barang yang diminta, maka tanda elastisitas tersebut adalah
positif dan barang yang diminta sebut barang normal atau superior. Bila kenaikan
dalam pendapatan tersebut berakibat berkurangnya jumlah suatu barang yang
diminta, maka tanda elastisitas terhadap barang tersebut adalah negatif dan
barang ini disebut dengan barang inferior atau giffen. 3.3. Elastisitas Penawaran
Elastisitas Harga Penawaran (The Price Elasticity of Suply) Sama hal dengan
perhatian elastisitas harga pada permintaan, maka pengertian elastisitas harga
pada penawaran, diartikan sebagai suatu alat untuk mengukur respon produsen
terhadap perobahan harga, penghitungan elastisitas harga penawaran sama
dengan penghitungan pada elastisitas harga permintaan, hanya saja perbedaan
pengertian jumlah barang diminta diganti dengan jumlah barang yang
ditawarkan. Δ Qs P Es. = ——– x ——– Δ P Q Dimana : Q adalah jumlah barang
yang ditawarkan; P adalah harga barang; S adalah delta atau perobahan. Seperti
terhadap koefisien elastisitas harga permintaan,
koefisien penawaran tersebut juga dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu
(a) Elastis (Es > 1)
(b) In Elastis (Es < 1),
(c) Unity (Es = 1).
(d) Elastis Sempurna (Es = ~ );
(e) In Elastis Sempurna (Es = 0).
Ada beberapa faktor yang menentukan elastisitas harga permintaan :
1. Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar
2. Jumlah pengguna/tingkat kebutuhan dari barang tersebut
3. Jenis barang dan pola preferensi konsumen
4. Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan
harga/periode waktu penggunaan barang tersebut.
5. Kemampuan relatif anggaran untuk mengimpor barang
Elastisitas akan besar bilamana :
1. terdapat banyak barang subsitusi yang baik
2. harga relatif tinggi
3. ada banyak kemungkinan-kemungkinan penggunaan barang lain
Elastisitas umumnya akan kecil, bilamana :
1. benda tersebut digunakan dengan kombinasi benda lain
2. barang yang bersangkutan terdapat dalam jumlah banyak, dan dengan harga-
harga yang rendah.
3. Untuk barang tersebut tidak terdapat barang-barang substitusi yang baik,
Dan benda tersebut sangat dibutuhkan.Elastisitas Silang (The Cross Price
Elasticity of demand) Permintaan konsumen terhadap suatu barang tidak hanya
tergantung pada harga barang tersebut. Tetapi juga pada preferensi konsumen,
harga barang subsitusi dan komplementer Dan juga pendapatan. Para ahli
ekonomi mencoba mengukur respon/reaksi permintaan terhadap harga yang
berhubungan dengan barang tersebut, disebut dengan elastisitas silang (Cross
Price Elasticity of demand) Perubahan harga suatu barang akan mengakibatkan
pergeseran permintaan kepada produk lain, maka elastisitas silang (Exy) adalah
merupakan persentase perubahan permintaan dari barang X dibagi dengan
persentase perubahan harga dari barang Y Apabila hubungan kedua barang
tersebut (X dan Y) bersifat komplementer (pelengkap) terhadap barang lain itu,
maka tanda elastisitas silangnya adalah negatif, misalnya kenaikan harga tinta
akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap pena. Apabila barang lain
tersebut bersifat substitusi (pengganti) maka tanda elastisitas silangnya adalah
positif, misalnya kenaikan harga daging ayam akan mengakibatkan kenaikan
jumlah permintaan terhadap daging sapi Dan sebaliknya. Bentuk umum dari
Elastisitas silang adalah : ΔQx Py Es = ——- x ——- > 0 Substitusi
Δ Px Qx

Δ Qy Px
Es = ——- x ——- < 0 Komplementer Δ Py Qy Perlu dicatat bahwa
indeks/koefisien elastisitas tidak sama dengan lereng dari kurva atau slope dari
kurva permintaan. Bila elastisitas tersebut no (0) berarti tidak ada hubungan
antara suatu barang dengan barang lain. 3.2.3. Elastisitas Pendapatan (The
Income Elasticity of Demand) Suatu perubahan (peningkatan/penurunan)
daripada pendapatan konsumer akan berpengaruh terhadap permintaan
berbagai barang, besarnya pengaruh perobahan tersebut diukur dengan apa
yang disebut elastisitas pendapatan. Elastisitas pendapatan ini dapat dihitung
dengan membagi persentase perubahan jumlah barang yang diminta dengan
persentase perobahan pendapatan, dengan rumus. Δ Q Δ Y Δ Q Y Em = ——- :
——– atau Em = ——– x ——– Q Y ΔY Q Jika Em= 1 (Unity), maka 1 %
kenaikan dalam pendapatan akan menaikkan 1 % jumlah barang yang diminta;
Jika Em>1 (Elastis), maka orang akan membelanjakan bahagian yang lebih
besar dari pendapatan terhadap barang.
Daftar Pustaka

Adi, Priyo Hari, 2006, “Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah,” Simposium Akuntansi 9 Nasional
di Padang,

http://info.stieperbanas.ac.id./makalah/K-ASPP03.pdf?
PHPSESSID=703b100db979b07bfe9c917bb8b9442b
Ali, Hashim, 1996, ”Comprehensive Economics Guide, Singapore: Oxford
University Press
Bappenas, “ Peta Kemampuan Keuangan Provinsi dalam Era Otonomi
Daerah:Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah,”
http://www.une.edu.au/gsare/publications/AREwp01-4.PDF

Mangkoesoebroto, Guritno, 1993, ”Ekonomi Publik,” Yogyakarta: BPFE


Rosen, Harvey S., 1999, ”Public Finance,” 5th ed, United States: McGraw-Hill
Companies
Sudarman, Ari, 2000, ”Teori Ekonomi Mikro,” Buku 1, Yogyakarta: BPFE
Tugas :

KONSEP ELASTISITAS EKONOMI

OLEH :
AGRIAN SAFAA
HIAI 10582

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2010
MAKALAH PKn TENTANG PANCASILA
September 13, 2008 — Wahidin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,
sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari
kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan,
baik di pusat maupun di daerah.

B. Batasan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Apa arti Pancsila?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia?
3. Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia?
4. Bagaimana penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?

C. Tujuan Yang Ingin Dicapai


Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui arti Pancasila sebenarnya
2. Pada hakikatnya, Pancasila mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pandangan hidup dan
sebagai dasar negara oleh sebab itu penulis ingin menjabarkan keduanya.
3. Penulis ingin mendalami / menggali arti dari sila – sila Pancasila

D. Sistematika Penulisan
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan,
yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan Pancasila dan
kewarganegaraan.

BAB II
PANCASILA DASAR NEGARA
A. Pengertian Pancasila
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara
Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV
yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma
karangan Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang
lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan
yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak
saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita teruskan sampai sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia.

B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung,
wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup,
pegangan hidup dan petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk
arah semua semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal
ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia
harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini karena
Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai falsafah negara (philosohische gronslag) dari negara, ideology negara,
dan staatside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan
atau penyenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang
dengan jelas menyatakan “……..maka sisusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu udang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa
fungsi pokok, yaitu:
1. Pancsila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya
adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini
tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No.
V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis
ketatanegaraan
2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan
pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis)
3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari
kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis)

D. Sila – Sila Pancsila


A. Sila Katuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan oleh karenanya manuasia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

B. Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar
melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan
keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan
bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain.

C. Sila Persatuan Indonesia


Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan
pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.

D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan


Perwakilan
Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan
musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan
melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan
bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan
dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang
dipercayanya.

E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.
Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama
dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu
pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap
lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.

B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan
falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan
mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa
tanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

1. Srijanto Djarot, Drs., Waspodo Eling, BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara Sekolah
Menngah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
2. Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok Pendekatan
Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
3. NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat
Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.

Ditulis dalam Makalah PKn. 53 Komentar - komentar »


MAKALAH PKn TENTANG HAK ASASI MANUSIA (HAM)
September 13, 2008 — Wahidin

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang

dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan

yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga

merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang

sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih

dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum

reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan

kita hidup bersosialisasi dengan orang

lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha
perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa
tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil
judul “Hak Asasi Manusia”.

1.
2. Identifikasi Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pengertian HAM

2. Perkembangan HAM

3. HAM dalam tinjauan Islam

4. Contoh-contoh pelanggaran HAM

1. Batasan Masalah

Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah

dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun

membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.

1. Metode Pembahasan

Dalam hal ini penulis menggunakan:

1.
1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau

kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau

hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).

2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui

kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku


dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang

diteliti.

BAB II

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

1. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM

o
i.
1.
1. Pengertian

• HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya

(Kaelan: 2002).

• Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching

Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa

menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,

yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

• John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung

oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,

1994).

• Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat

dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia”

1.
o
i.
1.
1. Ciri Pokok Hakikat HAM

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang

beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:

• HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari

manusia secara otomatis.

• HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,

etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.

• HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi

atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah

Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur

Fakih, 2003).

1. Perkembangan Pemikiran HAM

• Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :

o Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat

pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama

pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi
perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang

baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.

o Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis

melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi

pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep

dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis

kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan

hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

o Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi

ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,

politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak

melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran

HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi

penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi

menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga

menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang

dilanggar.

o Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant

dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi

dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek

kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan

tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan

memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat


dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983

melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the

basic Duties of Asia People and Government

• Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:

o
1. Magna Charta

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di

kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain

memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute

(raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum

yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta

pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).


o
1. The American declaration

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American

Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan

Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di

dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus

dibelenggu.


o
1. The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi

Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat

dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada

penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip

presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian

ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.


o
1. The four freedom

Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan

memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang

diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap

bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi

penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha,

pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi

berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur

Effendi,1994).

• Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:

o Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol

pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta

mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.


o Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah

berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:

1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD

1945

2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku

konstitusi Republik Indonesia Serikat

3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950

4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

1. HAM Dalam Tinjauan Islam

Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai

agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh

karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan

ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia

tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan

abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam

Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak

Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia

dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari

kedua hak tersebut, misalnya sholat.

Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak

untuk mengelola harta yang dimilikinya.


Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan

teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya

sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai

pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian

konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung

ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide

persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar

Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa

ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama

ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative,

juga terdapat praktek kehidupan umat islam.

Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak

Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan

hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat

kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati.

Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat

hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang

pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier

(tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder

(Masdar F. Mas’udi, 2002)

Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi

menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:

o
1.
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-

sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri,

kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.

2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi

tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses

pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan

memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk

mengajukan pembelaan

3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut

keyakinan masing-masing

4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga

negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu

kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk

memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

1. HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional

Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis

yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua,

dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam

peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan

presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.


Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang

sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi

seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan

panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya

karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti

ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara

itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan

pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

1. Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang

termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang

secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM

seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak

didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang

berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran

HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud

untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,

ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara

membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang

berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok

yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam

kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke

kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang

dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang

diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk

sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan

penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik

lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum

internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa

atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu

kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,

kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui

secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,

penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.

Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara

maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena

itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap

aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara.

Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan

persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan


berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di

lingkungan pengadilan umum.

1. Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion),

perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.

Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja

dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya

negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan,

penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya

tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat

kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

1. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM

o
i.
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya

dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya

Klip Muntu pada tahun 2003.

2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan

penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa

merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap

mahasiswa.

3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan

pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga


menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan

sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.

4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan

merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna

jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati

arus kendaraan yang tertib dan lancar.

5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya

masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya

merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga

seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai

dengan minat dan bakatnya.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan

kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu

hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang

lain.

HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam

sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai
dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan

sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-

undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh

seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam

pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui

hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang

pengadilan HAM.

1. Saran-saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan

memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati

dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan

Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan

mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

MAKALAH TENTANG PPKN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi


Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan
memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat
beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus
korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks
pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan
Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar,
booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga
dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).Celah
kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari
tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang
tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus
hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar
seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya
akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.

Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan
tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang
haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut. Di antaranya, disebabkan munculnya suap,
sogok menyogok atau pemberian uang diluar gaji yang tidak halal mereka terima.
Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin bertambahnya
kasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap-menyuap sudah begitu menyebar ke
berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat kepada pejabat negara
(pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi sebaliknya. Pihak penguasa atau
calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik (suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat
dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan politik, dan kebijakan-kebijakannya. Dalam
makalah ini akan diulas dengan detail mengenai suap menyuap, sekaligus mengangkat salah satu
kasus suap yang terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru.

B. PERMASALAHAN
Untuk memudahkan punyusunan dan pemahaman makalah ini, maka kami susun beberapa
rumusan masalah, yaitu:

Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?


Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
Bagaimana multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesi.
Apakah pengertian suap?Bagaimana dasar hukum tindak pidana suap?
Apakah sanksi tindak pidana suap?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –
yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-
politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila
kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh
subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan
keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan
situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus
ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang
dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi.
Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk,
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black
yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage
inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person
who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself
or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana
maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah
satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan
tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali
beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat
disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut
praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara
gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

1. Korupsi dan Desentralisasi

Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus
pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-
kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa
praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia.
Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga
sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-
pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan
PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak
sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih
daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua,
kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di
daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya
saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor
sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil
penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun
2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar
bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang
menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui pungutan-
pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah
tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan
di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama
tersebut berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di
daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung
yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk
menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih
menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-
calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus
pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government
expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa
menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan
berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya
mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui
berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab
munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi
yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta
jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi.
Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan
pasti mengikuti.

B. MAKNA TINDAK PIDANA SUAP

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat
disebut dengan risywah. Secara istilah adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas
(pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.
Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk Membasmi” yang
Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam.

Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah,
karena memang keduanya merupakan wadah yangdapat ditimba hukum syara’, tetapi
tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena memang keduanya
merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara
dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi
petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah
Allah.

Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari sumber hukum
dalam Al-Qur’an seperti macam-macam hukum di bawah ini yang terkandung dalam Al-
Qur’an, yaitu:

1. Hukum-hukum akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus
dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari
kemudian (Doktrin Aqoid).

2. Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan
perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal
kehinaan (Doktrin Akhlak).

3. Hukum-hukum amaliah yang bersangkut paut dengan tindakan setiap mukallaf,


meliputi masalahucapan perbuatan akad (Contract) dan pembelanjaan pengelolaan harta
benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.

Untuk mengetahui lebih jauh penulis mencoba membahasnya dengan sebuah makalah
yang berjudul “AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM FIQIH”.

BAB II

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM FIQIH

Atas dasar bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia
mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (law gider) adalah Allah SWT.
KetentuanNya terdapat dalam kumpulan wahyunya yang disebut Al Qur’an. Dengan
demikian ditetapkan bahwa Al Qur’an itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus
juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an itu membimbing dan memberikan petunjuk
untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penempatan
hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian, tindakan
pertama yang harus ia lakukan adalah mencari jawab penyelesaiannya dari Al-Qur’an.
Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari
jawaban lain di luar Al-Qur’an.

Selain itu, sesuai dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama atau pokok hukum
Islam, berarti al-Quran itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Karena itu juka
akan menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan
petujuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-
Qur’an. Hal ini berarti bahwa sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi
apa-apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an.

Kekuatan hujjah Al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat
al-qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30
kali dalam Al-Qur’an. Perintah mematuhi Allah itu berarti mengikuti apa-apa yang
difirmankanNya dalam Al-Qur’an.

1. Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara-a (‫ ) قققرأ‬sewazan
dengan kata fu’laan (‫) فعلن‬, artinya; bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya;
atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata ‫ قرأن‬berarti ‫مقققروء‬, yaitu isim
maf’ul (objek) dari ‫قرأ‬. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Qiyamah (75) :
17-18.

18-17 :‫ فإذا قرأنه فاّتبع قرانه )القيامة‬. ‫ن علينا جمعه وقرانه‬


ّ ‫)إ‬

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya apabila kami telah selesai membacanya maka
ikutilah bacaan itu”.

Kata Qur’an digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Bila dilafazkan dengan menggunakan alif-lam yang berarti untuk
keseluruhan apa yang dimaksud dengan Qur’an sebagimana firman Allah dalam surat al-
Isra 17 : 9 :

9 :‫ )السراء‬.‫) إنّ هذا القران يهدي للتي هي أقوم‬

“Sesungguhnya atas tanggungan kami menyampaikannya dan membacanya apabila


kami selesai membacanya maka ikutilah membacanya”.

Al-Qur’an disebut juga al kitab sebagaimana tersebut dalam surah al-Baqarah.

2 :‫ )البقرة‬.‫)ذلك الكتاب ل ريب فيه هدى للمّتقين‬


“Kitab al-qur’ an itu tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”.

Kitab Al-Qur’an secara terminologis ditemukan dalam beberapa rumusan defenisi


sebagai berikut:

1. Menurut Syaltut, Al-Qur’an adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dinukilkan kepada kita secara mutawatir.

2. Al-Syaukani mengartikan Al-Qur’an dengan : kalam Allah yang diturunkan kepada


Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam mushhaf, dinukilkan secara mutawatir.

3. Defenisi Al-Qur’an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah : kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.

4. Menurut al-Sarkhisi, Al-Qur’an adalah : kitab yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW., ditulis dalam mushhaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh yang
masyhur dan dinulikan secara mutawatir.

5. Al-Amidi memberikan ta’rif Al-Qur’an : al-kitab adalah Al-Qur’an yang diturunkan.

6. Ibn Subki mendefenisikan Al-Qur’an : lafaz yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW. mengandung mu’jizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya.

Dengan menganalisis unsur-unsur setiap defenisi di atas dan membandingkan antara satu
defenisi dengan lainnya, dapat ditarik suatu rumusan mengenai defenisi Al-Qur’an, yaitu
lafaz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang dinukilkan
secara mutawatir.

Defenisi ini mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Qur’an, yaitu:

1. Al-Qur’an itu berbentuk lafaz. Ini mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah
melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk makna dan dilafazkan Nabi
dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Qur’an. Umpamanya hadits qudsi atau
hadits qauli lainnya, karenanya tidak ada ulama yang mengharuskan berwudhu jika
hendak membacanya.

2. Al-Qur’an itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Qur’an yang
dialih bahasakan kepada bahasa lain atau yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah
Al-Qur’an, karenanya salat yang menggunakan terjemahan Al-Qur’an, tidak sah.

3. Al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini mengandung arti bahwa
wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al-Qur’an,
tetapi yang dihikayatkan dalam Al-Qur’an tentang kehidupan dan syariat yang berlaku
bagi umat terdahulu adalah Al-Qur’an.
4. Al-Qur’an itu dinukilkan secara mutawatir. Ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang
tidak dinukilkan dalam bentuk mutawatir bukanlah Al-Qur’an. Karenanya ayat-ayat
shazzah atau yang tidak mutawatir penukilannya tidak dapat dijadikan hujjah dalam
istimbath hukum.

Disamping 4 unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur sebagai penjelasan tambahan
yang ditemukan dalam sebagian dari beberapa defenisi Al-Qur’an di atas, yaitu:

a. Kata-kata “mengandung mu’jizat setiap suratnya”, memberi penjelasan bahwa setiap


ayat Al-Qur’an mengandung daya mu’jizat. Oleh karena itu hadits tidak mengandung
daya mu’jizat.

b. Kata-kata “beribadah membacanya”, memberi penjelasan bahwa dengan membaca Al-


Qur’an berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang berhak mendapat pahala.
Karenanya membaca hadits qudsi yang tidak mengandung daya ibadah seperti Al-Qur’an,
tidak dapat disebut Al-Qur’an.

c. Kata-kata tertulis dalam mushhaf (dalam defenisi Syaukani dan Sarkhisi), mengandung
arti bahwa apa-apa yang tidak tertulis dalam mushhaf walaupun wahyu itu diturunkan
kepada Nabi, umpamanya ayat-ayat yang telah dinasakhkan, tidak lagi disebut Al-
Qur’an.

2. Fungsi dan Tujuan Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umat
manusia bagi kemaslahatan mereka, khususnya umat mukminin yang percaya akan
kebenarannya. Kemaslahatan itu dapat berbentuk mendatangkan manfaat atau
keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemudaratan atau
kecelakaan yang akan menimpanya.

Bila ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunnya al-Qur’an kepada umat
manusia, terlihat dalam beberapa bentuk ungkapan yang diantaranya adalah:

1. Sebagai hudan (‫ ) هدى‬atau petunjuk bagi kehidupan umat. Fungsi hudan ini banyak
sekali terdapat dalam al-Qur’an, lebih dari 79 ayat, umpamanya pada surat al-Baqarah
(2): 2:

‫ )البقرة‬. ‫)ذلك الكتاب ل ريب فيه هدى للمّتقين‬

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”.

2. Sebagai rahmat (‫ )رحمة‬atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih
sayangnya. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk umat manusia ini, tidak kurang dari 15 kali
disebutkan dalam al-Qur’an, umpamanya pada surat Luqman (31): 2-3:
3:‫)تلك ايات الكتاب الحكيم هدى ورحمة للمحسنين )لقمان‬.

“Inilah ayat al-Qur’an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan”.

3. Sebagai Furqan (‫ ) فرقان‬yaitu pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal
dengan yang haram; yang salah dan yang benar; yang indah dan yang jelek; yang dapat
dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan. Fungsi al-Qur’an sebagai alat pemisah ini
terdapat dalam 7 ayat al-Qur’an. Umpamanya pada surat al-Baqarah (2): 185:

185:‫)البقرة‬.‫)شهر رمضان الذي أنزل فيه القران هدى للناس وبّينات من الهدى والفرقان‬

“Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai


petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela
(antara yang hak dan yang bathil).

4. Sebagai mau’izhah (‫ )موعظة‬atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing


umat dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Fungsi
mau’izhah ini terdapat setidaknya dalam 5 ayat al-Qur’an. Umpamanya pada surat al-
A’raf (7): 145:

145:‫ل شيء موعظة )العراف‬


ّ ‫)وكتبنا له فى اللواح من ك‬.

“Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lul-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai
pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu”.

5. Sebagai busyra (‫ )بشرى‬yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada
Allah dan sesama manusia. Fungsi busyra itu terdapat dalam sekitar 8 ayat al-Qur’an,
seperti pada surat al-Naml (27):1-2:

2-1:‫)طس* تلك ايات القران وكتاب مبين هدى وبشرى للمؤمنين )النمل‬.

“Tha-siin. (Surat) ini adalah ayat-ayat al-Qur’an, dan (ayat-ayat) Kitab yang
menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang
beriman”.

3. Ibarat Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum

Al-Qur’an bukanlah kitab undang-undang yang menggunakan ibarat tertentu dalam


menjelaskan hukum. Al-Qur’an adalah sumber hidayah yang didalamnya terkandung
norma dan kaidah yang dapat diformulasikan dalam bentuk hukum dan undang-undang.

Dalam menjelaskan hukum, al-Qur’an menggunakan beberapa cara dan ibarat, yaitu
dalam bentuk tuntutan, baik tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan atau perintah,
atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.
Suruhan atau perintah menunjukkan keharusan untuk berbuat seperti keharusan
melaksanakan shalat dengan perintah Allah dalam surat An-Nisa (4): 77:

‫اقيموا الصلوة‬

“Laksanakanlah shalat”.

Larangan menunjukkan keharusan meninggalkan perbuatan yang dilarang, seperti


larangan membunuh dalam firman Allah :

‫ول تقتلوا الّنفس اّلتي حّرم ال إل بالحق‬.

“Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharmkan Allah kecuali dengan hak”. (al-
An’am (6): 151).

Perintah dalam al-Qur’an yang menunjukkan keharusan berbuat, disamping


menggunakan kalimat suruhan, kadangkala dinyatakan dengan cara mengemukakan janji
mendapat kebaikan, pujian atau pahala bagi yang melakukan suatu perbuatan.
Umpamanya perintah untuk taat kepada Allah dan Rasulnya:

‫ومن يطع ال ورسوله يدخله جّنت‬.

“Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul ia akan dimasukkan ke dalam surga”. (an-Nisa
(4) : 13).

Bentuk perintah dalam al-Qur’an yang menunjukkan keharusan menjauhi suatu


perbuatan, di samping menggunakan kata larangan, juga sering menggunakan cara
dengan memberikan ancaman bagi pelaku suatu perbuatan; seperti keharusan
meninggalkan pencurian:

‫والسارق والسارقة فاقطعوا ايديهما‬.

“ Pencuri laki-laki dan perempuan potonglah tangan keduanya”. (al-Maidah (5):58).

4. Penjelasan al-Qur’an terhadap Hukum

Ayat-ayat al-Qur’an dari segi kejelasan artinya ada dua macam. Keduanya dijelaskan
Allah dalam al-Qur’an surat Ali Imram (3):7, yaitu: secara muhkam dan mutasyabih.

‫ن اّم الكتاب واخر متشبهت‬


ّ ‫هو الذي انزل عليك الكتاب منه ايت محكمت ه‬.

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (al-Qur’an) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat”.
1. Ayat muhkam adalah ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang, sehingga
menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya beberapa
kemungkinan pemahaman.

2. Ayat mutasyabih adalah kebalikan dari yang muhkam, yaitu ayat yang tidak pasti arti
dan maknanya, sehingga dapat dipahami dengan beberapa kemungkinan.

Adanya beberapa kemungkinan pemahaman itu dapat disebabkan oleh dua hal:

a. Lafaz itu dapat digunakan untuk dua maksud dengan pemahaman yang sama.
Umpamanya kata quru’ (‫ )قروء‬dalam firman Allah pada surat al-Baqarah (2):228 yang
berarti suci atau haid. Kata ‘uqdat al-nikah (‫ )عقدة النكاح‬dalam firman Allah pada surat al-
Baqarah (2): 237 mengandung arti wali atau isteri. Kata-kata ‫ لمستم‬dalam firman Allah
pada surat an-Nisa (4):43 dapat berarti “bersentuh kulit” dan dapat pula berarti
“bersetubuh”.

b. Lafaz yang menggunakan nama atau kiasan yang menurut lahirnya mendatangkan
keraguan. Keraguan ini disebabkan penggunaan sifat yang ada pada manusia untuk Allah
SWT, padahal Allah SWT tidak sama dengan makhluk-Nya. Umpamanya penggunaan
kata “wajah” atau “muka” untuk Allah (al-Rahman (55):27) dan penggunaan kata
“bersemayam” untuk Allah (Yunus (10):3).

Ulama yang menolak bentuk ungkapan yang mengandung arti penyamaan Tuhan dengan
manusia, berusaha menta’wilkan atau mengalihkan arti lahir dari ayat mutasyabihat
tersebut kepada arti lain, seperti kata “Wajah Allah” diartikan “Dzat Allah” dan “Allah
bersemayam” diartikan “Allah berkuasa”. Sedangkan ulama yang tidak mau
menggunakan ta’wil, tetap mengartikan ayat mutasyabihat itu menurut apa adanya.

Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-Qur’an,
yaitu:

1. Secara Juz’i (terperinci). Maksudnya, al-Qur’an menjelaskan secara terperinci. Allah


dalam al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap, sehingga dapat dilaksanakan
menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan Nabi dengan sunnahnya. Umpamanya
ayat-ayat tentang kewarisan yang terdapat dalam surat an-Nisa (4):11 dan 12. Tentang
sanksi terhadap kejahatan zina dalam surat an-Nur (24):4. Penjelasan yang terperinci
dalam ayat seperti di atas, sudah terang maksudnya dan tidak memberikan peluang
adanya kemungkinan pemahaman lain. Dari segi kejelasan artinya, ayat tersebut termasuk
ayat muhkamat.

2. Secara Kulli (global). Maksudnya, penjelasan al-Qur’an terhadap hukum berlaku


secara garis besar, sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya. Yang
paling berwenang memberikan penjelasan terhadap maksud ayat yang berbentuk garis
besar itu adalah Nabi Muhammad dengan sunnahnya. Penjelasan dari Nabi sendiri di
antaranya ada yang berbentuk pasti sehingga tidak memberikan kemungkinan adanya
pemahaman lain. Disamping itu ada pula penjelasan Nabi dalam bentuk yang masih
samar dan memberikan kemungkinan adanya beberapa pemahaman.

3. Secara Isyarah. Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir
disebutkan di dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat. Di samping itu, juga
memberikan pengertian secara isyarat kepada maksud lain. Dengan demikian satu ayat al-
Qur’an dapat memberikan beberapa maksud. Umpamanya firman Allah dalam surat al-
Baqarah (2):233:

‫ن بالمعروف‬
ّ ‫ن وكسوته‬
ّ ‫وعلى المولود له رزقه‬.

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
ma’ruf”.

Ayat tersebut mengandung arti adanya kewajiban suami untuk memberi belanja dan
pakaian bagi isterinya. Tetapi dibalik pengertian itu, mujtahid menangkap isyarat adanya
kemaungkinan maksud lain yang terkandung dalam ayat tersebut, yakni bahwa “nasab
seorang anak dihubungkan kepada ayahnya.

5. Hukum Yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Sesuai dengan defenisi hukum syara’ sebagimana telah dijelaskan, hanya sebagian kecil
dari ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung hukum, yaitu yang menyangkut perbuatan
mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan berbuat dan ketentuan yang ditetapkan. Hukum-
hukum tersebut mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah
SWT maupun dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya.

Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibagi tiga macam:

Pertama, hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT mengenai
apa-apa yang harus diyakini dan yang ahrus dihindari sehubungan dengan keyakinannya,
seperti keharusan mengesakan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya. Hukum yang
menyangkut keyakinan ini disebut hukum I’tiqadiyah yang dikaji dalam “Ilmu Tauhid”
atau Ushuluddin”.

Kedua, hukum-hukum yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat


baik yang harus dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus dijauhi dala kehidupan
bermasyarakat. Hukum dalam bentuk ini disebut hukum khuluqiyah yang kemudian
dikembangkan dalam “Ilmu Akhlak”.

Ketiga, hukum-hukum yang menyangkut tindak-tanduk manusia dan tingkah laku


lahirnya dalam hubungan dengan Allah SWT, dalam hubungan dengan sesama manusia,
dan dalam benyuk apa-apa yang harus dilakukan atau harus dijauhi. Hukum ini disebut
hukum amaliyah yang pembahasannya dikembangkan dalam “Ilmu Syari’ah”.

Hukum amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi dua:


1. Hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah manusia dalam
hubungannya dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Hukum ini disebut
hukum ibadah dalam arti khusus.

2. Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah manusia dalam hubungannya


dengan manusia atau alam sekitarnya; seperti jual beli, kawin, pembunuhan, dan lainnya.
Hukum-hukum ini disebut hukum mu’amalah dalam arti umum.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis
dalam mushhaf, dan dinukilkan secara mutawatir serta dihukum ibadah bagi siapa yang
membacanya.

Sedangkan fungsi al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk
disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan mereka, khususnya umat
mukminin yang percaya akan kebenarannya.

Sebagai sumber hukum, dalam menjelaskannya, al-Qur’an menggunakan beberapa cara


dan ibarat, yaitu dalam bentuk tuntutan, baik tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan
atau perintah, atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.

Dari segi penjelasannya terhadap hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-Qur’an,
yaitu:

1. Secara Juz’i (terperinci).

2. Secara kulli (global).

3. Secara Isyarah.

Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat dibagi tiga macam:

1. Hukum I’tiqadiyah yang dikaji dalam “Ilmu Tauhid” atau Ushuluddin”.

2. Hukum khuluqiyah yang kemudian dikembangkan dalam “Ilmu Akhlak”.

3. Hukum amaliyah yang pembahasannya dikembangkan dalam “Ilmu Syari’ah”.

Sunnah merupakan sumber hukum fiqih

BAB I
PENDAHULUAN

Sunnah merupakan sumber hukum kedua Islam yang juga merupakan aturan yang harus
ditaati bagi setiap muslim. Sunnah merupakan perkataan, perbuatan, dan takrir atau
ketetapan Nabi SAW. Sunnah berupa aturan hukum atau anjuran bagi setiap muslim.
Baik muslim zaman dahulu sampai muslim pada zaman ini, tetapi kita lihat muslim saat
ini jarang yang benar-benar ada menghidupkan sunnah Rasulullah.

Sunnah juga merupakan penguat dalam hukum al qur’an.

a. Sunnah yaitu perbuatan Nabi yang juga merupakan penjelasan terhadap apa-apa yang
terdapat dalam al-Qur’an. Namun hal tersebut masih memerlukan penjelasan Nabi sendiri
seperti hal tentang zakat.

b. Sunnah adalah perbuatan Nabi yang fungsinya memberi petunjuk kepada umat dan
bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh umat.

Dengan demikian hukum yang ditetapkan dalam al-Qur’an mudah diterima dan
dijalankan oleh semua umat. Periwayat sunnah pun orang yang benar-benar telah
diketahui tabiatnya yang mempunyai akhlak dan budi pekerti serta jujur dan kuat hafalan,
benar-benar diketahui sanad dan matannya yang berkualitas dari Nabi Muhammad SAW.

Dalam pembahasan ini penulis mencoba menguraikannya.

BAB II

PEMBAHASAN

SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM FIQIH

Kedudukan sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat


dalam al-Qur’an, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam kedudukannya sebagai
penjelas, sunnah kadang-kadang memperluas hukum dalam al-Qur’an atau menetapkan
sendiri hukum diluar apa yang ditentukan Allah dalam al-Qur’an.

Kedudukan sunnah sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum al-
Qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat diterima oleh semua pihak, karena memang untuk
itulah Nabi ditugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan sunnah sebagai dalil yang
berdiri sendiri sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an, menjadi bahan perbincangan
dikalangan ulama. Perbincangan ini di sebabkan bahwa ajaran al-Qur’an telah sempurna.

Sunnah berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua sesudah al-Qur’an dan
mempunyai kekuatan untuk di taati serta mengikat untuk semua umat Islam.

A. Pengertian Sunnah
Kata “sunnah” (‫ ) سققنة‬berasal dari kata ‫ سققن‬secara etimologis berarti cara yang biasa
dilakukan, apakah cara itu sesuatu yang baik, atau buruk. Penggunan kata sunnah dalam
arti ini terlihat dalam sabda Nabi :

‫ن سّنة سّيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها إلى يوم القيامة‬
ّ ‫ن سّنة حسنة فله اجرها واجر من عمل بها ومن س‬
ّ ‫من س‬.

“Siapa yang membuat Sunnah yang baik maka baginya pahala serta pahala orang yang
mengerjakannya dan siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka baginya siksaan
serta siksaan orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat”.

Dalam al-Qur’an terdapat kata “Sunah” dalam 16 tempat yang tersebar dalam beberapa
surat dengan arti “kebiasaan yang berlaku” dan “jalan yang diikuti”. Umpamanya dalam
firman Allah dalam surat Ali Imran (3): 137:

137 ‫)ال عمران‬.…‫)قد خلت من قبلكم سنن فسيروا في الرض‬

“Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu


berjalanlah kamu di muka bumi”.

Kemudian dalam surat al-Isra’ (17): 77:

‫سّنة من قد ارسلنا قبلك من رسلنا ول تجد لسّنتنا تحويل‬.

“(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu sunnah terhadap rasul-rasul Kami
yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan
Kami”.

Para ulama Islam mengutip kata Sunnah dari al-Qur’an dan bahasa Arab yang mereka
gunakan dalam artian khusus yaitu: “cara yang biasa dilakukan dalam pengalaman
agama”. Kata Sunnah dalam periode awal Islam dikenal dalam artian seperti ini.

Kata Sunnah sering disebut seiring dengan kata “kitab”. Di kala kata Sunnah
dirangkaikan dengan kata “kitab”, maka Sunnah berarti: “cara-cara beramal dalam agama
berdasarkan apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW” ; “atau suatu amaliah
agama yang telah dikenal oleh semua orang”. Kata Sunnah dalam artian ini adalah lawan
dari kata “bid’ah” yaitu amaliah yang diada-adakan dalam urusan agama yang belum
pernah dilakukan oleh Nabi. Bid’ah dalam arti ini ditolak Nabi dalam suatu
pernyataannya.

Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupn pengakuan dan sifat
Nabi”. Sedangkan Sunnah dalam istilah ulama fiqh adalah: “sifat hukum bagi suatu
perbuatan yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan
pengertian diberi pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak
melakukannya.
Perbedaan ahli ushul dengan ahli fiqh dalam memberikan arti pada Sunnah sebagimana
disebutkan di atas adalah karena mereka berbeda dalam segi peninjauannya. Ulama ushul
menempatkan Sunnah sebagai salah satu sumber atau dalil hukum fiqh. Untuk maksud itu
ia mengatakan, “Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah”. Sedangkan ulama fiqh
menempatkan Sunnah itu sebagai dari salah satu hukum syara’ yang lima yang mungkin
berlaku terhadap satu perbuatan. Untuk maksud itu ia berkata, “Perbuatan ini hukumnya
adalah Sunnah”. Dalam pengertian ini Sunnah adalah “hukum”, bukan “sumber hukum”.

Kata “Sunnah” sering diidentikkan dengan kata “Hadits”. Kata “Hadits” ini sering
digunakan oleh ahli Hadits dengan maksud yang sama dengan kata “Sunnah” menurut
pengertian yang digunakan kalangan ulama ushul.

Di kalangan ulama ada yang membedakan Sunnah dari Hadits, terutama karena dari segi
etimologi kedua kata itu memang berbeda. Kata Hadits lebih banyak mengarah kepada
ucapan-ucapan Nabi; sedangkan Sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatan dan
tindakan Nabi yang sudah menjadi tradisi yang hidup dalam pengamalan agama.

Semua ulama Ahl al-Sunnah baik dalam kelompok ahli fiqh, ulama ushul fiqh maupun
ulama Hadits sepakat mengatakan bahwa kata Sunnah atau Hadits itu hanya merujuk
kepada dan berlaku untuk Nabi dan tidak digunakan untuk selain dari Nabi. Alasannya
adalah karena beliau sendirilah yang dinyatakan sebagai manusia yang ma’shum
(terpelihara dari kesalahan), dan karenanya beliau sendirilah yang merupakan sumber
teladan, sehingga apa yang disunnahkannya mengikat seluruh umat Islam.

B. Fungsi Sunnah

Dalam uraian tentang al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum
dalam al-Quran adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat
dilaksanakan tanpa penjelasan dar Sunnah. Dengan demikian fungsi Sunnah yang utama
adalah untuk menjelaskan al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam
surat al-Nahl (16): 64:

‫ل لتبّين لهم الذي اختلفتم فيه‬


ّ ‫وما أنزلنا عليك الكتاب إ‬.

“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu”.

Dengan demikian bila al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka
sunnah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya
dengan al-Qur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut:

1. Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al-Qur’an atau


disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Sunnah hanya seperti mengulangi apa-
apa yang tersebut dalam al-Qur’an. Umpamanya firman Allah dalam surat al-Baqarah
(2): 110:
110 :‫)البقرة‬..…‫)وأقيموا الصلة واتوا الزكاة‬

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat….”.

Ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi:

‫ن محّمدا رسول ال وإقام الصلة وإيتاء الزكاة‬


ّ ‫…بني السلم على خمس شهادة أن ل إله إل ال وأ‬

“Islam itu didirikan dengan lima pondasi; kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat…”.

2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksudkan dalam al-Qur’an dalam hal:

a. menjelaskan arti yang masih samar dalam al-Qur’an,

b. merinci apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara garis besar,

c. membatasi apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara umum,

d. memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam al-Qur’an.

Contoh menjelaskan arti kata dalam al-Qur’an umpamanya kata “shalat” yang masih
samar atau ijmal artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang biasa
dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan,
yang terdiri dari ucapan dan perbuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram
dan berakhir dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda: “Inilah shalat itu, kerjakanlah
shalat sebagaimana kamu melihat saya mengerjakan shalat”.

Contoh Sunnah merinci ayat al-Qur’an yang masih garis besar, umpamanya tentang
waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar disebutkan dalam surat an-Nisa (4):
103:

103: ‫ن الصلة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا )الّنساء‬


ّ ‫)إ‬

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman”.

Ayat itu dirinci oleh hadits Nabi dari Abdullah ibn “Amru menurut riwayat Muslim:

‫ل الرجل كطوله ولم يحضر العصر ووقت العصر ما لم تصفّر الشمس ووقت‬
ّ ‫وقت الظهر إذا زالت الشمس وكان ظ‬
‫صلة المغرب مالم يغب الشفق ووقت صلة العشاءإلى نصف الليل الوسط ووقت صلة الصبح من طلوع الفجر مالم‬
‫تطلع الشمس‬.

“Waktu zhuhur adalah apabila matahari telah condong dan bayang-bayang orang sama
dengan panjangnya, sementara waktu ashar belum tiba, waktu ashar adalah selama
matahari belum menguning, waktu maghrib adalah selama mega belum hilang, waktu
shalat isya’ adalah sampai pertengahan malam, dan waktu shalat subuh adalah sejak
terbitnya fajar selama matahari belum terbit”.

Contoh Sunnah membatasi maksud ayat al-Qur’an yang datang dalam bentuk umum,
umpamanya hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan dalam surat an-Nisa (4) :
11:

11:‫ظ النثيين )النساء‬


ّ ‫)يوصيكم ال في اولدكم للذكر مثل ح‬

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu :


bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan”.

Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab kematian
ayahnya, sebagaimana tersebut dalam hadits dari Amru Ibn Syu’eb menurut riwayat an-
Nasa’I dan al-Daruquthni :

‫ليس للقاتل من الميراث شيء‬.

“Tiada harta warisan untuk si pembunuh”.

Contoh sunnah memperluas apa yang di maksud oleh al-Qur’an, umpamanya firman
Allah yang melarang seorang laki-laki memadu dua orang wanita yang bersaudara dalam
surat an-Nisa (4) :23:

… 23: ‫)وان تجمعوا بين الختين…) النساء‬.

“…dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali


yang telah terjadi pada masa lampau…”.

Ayat itu diperluas oleh Nabi maksudnya, dengan Hadits Abu Hurairah dengan riwayat
muttafaq ‘alaih, yang bunyinya:

‫ل يجمع بين المرأة وعّمتها ول بين المرأة وخالتها‬.

“Tidak boleh memadu perempuan dengan saudara ayahnya dan tidak boleh pula antara
perempuan dengan saudara ibunya”.

3. Menetapkan sesuatu hukum dalam Sunnah yang secara jelas tidak terdapat dalam al-
Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak
ditetapkan dalam al-Qur’an. Fungsi Sunnah dalam bentuk ini disebut “itsbat” (‫ ) إثبات‬atau
“insya” (‫) إنشاء‬.

Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan Sunnah
itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung al-Qur’an atau
memperluas apa yang disebutkan al-Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT
mengharamkan memakan bangkai, darah dan daging babi dalam surat al-Maidah (5): 3:
3 :‫)حّرمت عليكم الميتة والّدم ولحم الخنزير )المائدة‬.

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”.

Kemudian Nabi menyebutkan haramnya binatang buas dan burung buas dalam hadits dari
Abu Hurairah menurut riwayat Muslim:

‫كلّ ذي ناب من السباع فأكله حرام‬.

“Setiap binatang buas yang bertaring, haram dimakan”.

Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hukum baru yang ditetapkan
oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat
dalam al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai
penjelasan terhadap larangan Allah memakan sesuatu yang kotor sebagaimana tersebut
dalam surat al-A’raf (7) : 33:

33:‫)العراف‬.…‫)قل إّنما حّرم رّبي الفواحش ما ظهر منها وما بطن‬.

“Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi”.

C. Penjelasan Sunnah terhadap Hukum dalam Al-Qur’an

Pada dasarnya Sunnah Nabi berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam al-Qur’an


dalam segala bentuknya sebagimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum
dalam al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengamalan itulah terletak tujuan
yang digariskan. Tetapi pengamalan hukum Allah itu dalam bentuk tertentu tidak akan
terlaksana menurut apa adanya sebelum diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian
penjelasan Nabi itu bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam al-
Qur’an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat. Penjelasan Nabi terhadap hukum
dalam al-Qur’an seperti; Nabi memberikan penjelasan dengan cara dan bahasa yang
mudah ditangkap oleh umat sesuai dengan kemampuan akal mereka pada waktu itu. Cara
seperti ini sesuai dengan pesan Allah yang menyuruh Nabi berbicara dengan bahasa
umatnya sebagaimana tersebut dalam surat Ibrahim (14) : 4 :

4:‫)ابراهيم‬.…‫)وما أرسلنا من رسول إل بلسان قومه ليبّين لهم‬

“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada kaumnya”.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Telah dipaparkan dalam pembahasan terdahulu bahwa “Sunnah” berfungsi sebagai


penjelas terhadap hukum-hukum yang terdahulu dalam al-Qur’an. Kedudukan Sunnah
adalah sebagai sumber dan dalil hukum kedua setelah al-Qur’an.

Kata “Sunnah” dalam periode awal Islam dikenal dalam artian seperti:

1. Kata “Sunnah” disebutkan seiring dengan kata Kitab yang artinya cara-cara.
2. Sunnah dalam ulama ushul: apa-apa yang diriwayatkan oleh Nabi SAW baik
dalam ucapan, perbuatan, dan ketetapan.
3. Sunnah sebagai salah satu sumber hukum atau dalil.
4. Kata sunnah sering diidentikkan dengan kata hadits yaitu ucapan-ucapan Nabi.

Kata “Sunnah” yang telah diartikan seperti ini tidak jauh berbeda dengan fungsi sunnah
yaitu:

• Sebagai penguat hukum dari hukum al-Qur’an.


• Sebagai penjelas.
• Sebagai ketetapan dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997).

Prof. DR. Abdul Wahhab Kallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqh,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998).
Download MP3 Lagu Perjuangan Gratis

17 Agustus emang sudah lewat.. Kami sedikit telat memberikan link link lagu perjuangan
yang bisa membangkitkan semangat kebangsaan. Mengingat perjuangan itu tiada henti
dan penghormatan kita pada para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk
bangsa ini. Kami sediakan link download mp3 lagu perjuangan gratis untuk pengunjung
setia gudanglagu.com
salam ;).

Lagu Perjuangan – Indonesia Raya


Lagu Perjuangan – Indonesia Pusaka
Lagu Perjuangan – Tanah Airku
Lagu_Perjuangan – Syukur
Lagu_Perjuangan – Maju_Tak_Gentar
Lagu_Perjuangan – Hari_Merdeka
Lagu_Perjuangan – Indonesia_Tetap_Merdeka
Lagu_Perjuangan – Dari_Sabang_Sampai_Merauke
Lagu_Perjuangan – Bangun_Pemudi_Pemuda
Lagu_Perjuangan – Garuda_Pancasila
Lagu_Perjuangan – Rayuan_Pulau_Kelapa
Lagu_Perjuangan – Bagimu_Negri
Lagu_Perjuangan – Halo_Halo_Bandung
Lagu_Perjuangan – Tanah_Airku
Lagu_Perjuangan – Mars_Harapan_Bangsa
Lagu_Perjuangan – Mars_Bambu_Runcing
Lagu_Perjuangan – Bhineka_Tunggal_Ika
Lagu_Perjuangan – Hymne – Rayuan_Pulau_Kelapa
Lagu_Perjuangan – Mars_Pancasila
Lagu_Perjuangan – Indonesia_Raya_3_Stanza
Lagu_Perjuangan – Indonesia_Tetap_Merdeka
Lagu Perjuangan – Indonesia Raya 3 Stanza
Lagu_Perjuangan – Bagimu_Negri
Lagu_Perjuangan – Halo_Halo_Bandung
gudanglagu.com Download MP3 Lagu Perjuangan Gratis | Free download mp3 lagu
indonesia terbaru gratis lirik lagu musik

1. Kerispatih – Tetap Menunggu


2. Astrid – Tak Ingin Dicintai
3. Ungu – Percaya Padaku
4. Irwansyah – Tentang Perasaanku
5. Pee Wee Gaskin ft. Saski – Berdiri Terinjak
6. Dmasiv – Semakin
7. Various Artist – KPK Di Dadaku
8. Sheila On 7 – Hari Bersamanya
9. Kangen Band – Jangan Bertengkar Lagi
10. Bondan ft. Fade2Black – Kita Selamanya
11. Calvin Jeremy – Dua Cinta Satu Hati
12. Seventeen – Jaga Selalu Hatimu
13. Ungu – Dirimu Satu
14. D’Bagindas – Empat Mata
15. Lyla – Magic
16. Ebiet G Ade – Mengarungi Keberkahan Tuhan
17. Pee Wee Gaskin – Dari Mata Sang Garuda
18. Astrid – Tentang Rasa
19. Kotak – Selalu Cinta
20. Ari Lasso – Cinta Terakhir
21. Agnes Monica – Karena Ku Sanggup
22. Anang feat. Aurell – Tanpa Bintang
23. Cokelat – Tanpa Rasa
24. Qiu 9 – Siang Malam (ost. Sinetron Taxi)
25. Ungu – Sampai Kapanpun
26. Yovie & Nuno – Manusia Biasa (CLB)
27. ST 12 – Dunia Pasti Berputar
28. Syahrini – Aku Tak Biasa
29. Ungu – I Need You

gudanglagu.com Download MP3 Lagu Perjuangan Gratis | Free download mp3 lagu
indonesia terbaru gratis lirik lagu musik

You might also like