You are on page 1of 15

Penetapan Kadar Hemoglobin

Posted by Riswanto on Saturday, November 28, 2009


Labels: Tes Hematologi

Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah


merah atau eritrosit, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi
yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara,
antara lain metode Sahli, oksihemoglobin atau sianmethhemoglobin.

Metode Sahli tidak dianjurkan karena memiliki kesalahan yang besar, alatnya tidak dapat
distandardisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur, seperti sulfhemoglobin,
methemoglobin dan karboksihemoglobin. Dua metode yang lain (oksihemoglobin dan
sianmethemoglobin) dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik. Namun, dari dua metode
tersebut, metode sianmethemoglobin adalah metode yang dianjurkan oleh International
Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) sebab selain mudah dilakukan juga
mempunyai standar yang stabil dan hampir semua hemoglobin dapat terukur, kecuali
sulfhemoglobin.

Dasar Penetapan

Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah
dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual
dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini
memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks eritrosit.

Penetapan kadar Hb metode oksihemoglobin didasarkan atas pembentukan oksihemoglobin


setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau Ammonium hidroksida.
Kadar Hb ditentukan dengan mengukur intensitas warna yang terbentuk secara spektrofotometri
pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini tidak dipengaruhi oleh kadar bilirubin tetapi
standar oksihemoglobin tidak stabil.

Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan sianmethemoglobin yang intensitas


warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin yang
mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida (KCN). Ferisianida mengubah
besi pada hemoglobin dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian
bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas
warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada panjang gelombang 540 nm.
Selain K3Fe[CN]6 dan KCN, larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi menstabilkan pH dimana rekasi
dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis
darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.

Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk penetapan kadar hemoglobin (Hb) adalah darah
kapiler atau darah EDTA.

Prosedur

Prosedur pemeriksaan yang akan dibicarakan di sini adalah prosedur yang menggunakan metode
sianmethemoglobin. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan Drabkin lalu ditambah 20
ul sampel darah. Lakukan pencampuran dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
Diamkan pada suhu kamar selama 3-5 menit kemudian ukur intensitas warna dengan fotometer
pada panjang gelombang 540 nm dengan blanko reagen.

Kadar Hb dapat dibaca pada kurve kalibrasi atau dihitung dengan menggunakan faktor, dimana
kadar Hb = serapan x faktor. Kurve kalibrasi dan faktor telah dipersiapkan sebelumnya.

Membuat Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor

Sebelum melakukan penetapan kadar Hb, fotometer harus dikalibrasi dulu atau dihitung
faktornya. Untuk keperluan tersebut disiapkan larutan standar Hemisianida (sianmethemoglobin)
dan pengenceran larutan tersebut dalam larutan Drabkin. Kadar Hb dari larutan standar dapat
dihitung dengan rumus = kadar hemisianida x 0.251 g/dl

Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0 %, sebagai blanko dengan larutan
Drabkin. Setelah semua tercampur, biarkan 3-5 menit pada suhu kamar lalu baca serapan
(absorbance atau optical density/OD) pada fotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Buatlah kurvenya dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat. Selanjutnya untuk
menetapkan kadar Hb pasien tinggal memplotkan pada kurve kalibrasi.

Jika memilih menggunakan perhitungan faktor, maka jumlahkan dulu nilai serapan (= total OD)
dan kadar Hb larutan standar (= total kadar) yang telah diencerkan 100, 75, 50, 25 dan 0 %.
Faktor (F) = total OD : total kadar
Kadar Hb pasien = OD pasien x F

Fotometer saat ini telah banyak yang dirancang untuk dapat menghitung secara otomatis dimana
kadar Hb yang diukur sudah langsung diketahui tanpa kita harus melakukan penghitungan secara
manual.
Nilai Rujukan

Dewasa pria : 13.2 - 17.3 g/dl


Perempuan : 11.7 - 15.5 g/dl
Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dl
Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dl
Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dl
Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dl

Masalah Klinis
 Penurunan kadar : anemia (defisiensi besi, aplastik, hemolitik, dsb), perdarahan hebat,
leukemia, kanker (usus besar, usus halus, rektum, hati, tulang, dsb), thalasemia, penyakit
ginjal, penyakit Hodgkin, kehamilan, sarkoidosis, kelebihan cairan intra-vena. Pengaruh
obat : antibiotik (kloramfenikol [chloromycetin], penisilin, tetrasiklin), aspirin,
antineoplastik, doksapram (dopram), derivat hidantoin, vitamin A dosis besar, hidralazin
(Apresoline), indometasin (Indocin), inhibitor MAO, primakuin, rifampin, sulfonamid,
trimetadion (Tridione)
 Peningkatan kadar : dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia, daerah dataran tinggi,
chronic heart failure (CHF), luka bakar yang parah. Pengaruh obat : gentamisin,
metildopa (Aldomet)

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


 Pengaruh obat (lihat keterangan di atas)
 Mengambil darah pada tangan atau lengan yang terpasang cairan intra-vena
menyebabkan darah terencerkan
 Memasang turniket terlalu lama (lebih dari 1 menit) menyebabkan hemokonsentrasi
 Tinggal di dataran tinggi menyebabkan peningkatan kadar Hb
 Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat
hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat
hemodilusi
Fragilitas Osmotik Eritrosit

Posted by Riswanto on Saturday, July 24, 2010


Labels: Tes Hematologi
Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya lebih rendah
daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg)

Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk
mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam larutan
yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam larutan salin dengan
berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang sedikit hipotonis, keadaan ini
dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan resistensi/daya tahan eritrosit), dan
apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat hipotonis, keadaan ini mengindikasikan
penurunan fragilitas osmotik (=peningkatan resistensi eritrosit).

Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl yang kadarnya
berbeda-beda. Kadar Hb kemudian ditentukan secara fotokolorimetrik. Hasilnya dilaporkan
dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot dalam suatu kurva
dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan fragilitas, eritrosit
biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan pada penurunan
fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.

Masalah Klinis
PENURUNAN FRAGILITAS : Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia
Cooley), anemia (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit
hemoglobin C, polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan sub akut, ikterik
obstruktif.

PENINGKATAN FRAGILITAS : Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan


Rhesus), anemia hemolitik autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat
kimia, leukemia limfositik kronis, luka bakar (termal).

Prosedur
Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel darah 24
jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah heparin atau
darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.

Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil dengan
metode fotokolorimetri (menggunakan alat fotometer atau spektrofotometer).

Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang terbuat dari
NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-bahan tersebut
kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan untuk pemeriksaan,
buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock buffer saline 10% dengan
aquadest hingga 50,0 ml. Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut :
1. Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan
konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%, 0,30%,
0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl tersebut dibuat
dari larutan pokok NaCl 1,0%.
2. Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur
(homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
3. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar.
4. Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5
menit dengan kecepatan 3000 rpm.
5. Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant tabung
ke-1 (NaCl 0,85%).
6. Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans
(OD) tabung ke-12 dikalikan 100%.
7. Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat
(y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.

Nilai Normal

Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45%

Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35%

Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah :


97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30%
50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40%
5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45%
0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium


 pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah

 Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi

 Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas
osmotik.
Sel LE

Posted by Riswanto on Wednesday, May 5, 2010


Labels: Tes Hematologi

Pada lupus eritematosus disseminata atau lupus eritematosus


sistemik (SLE), terdapat autoantibodi (faktor LE) dalam fraksi gamma globulin yang
berpengaruh terhadap lekosit yang telah rusak. Autoantibodi yang mengarah ke fenomena sel LE
mengikat histon pada inti sel. Lekosit itu berubah menjadi massa yang homogen dan bulat yang
kemudian difagosit oleh lekosit polymorfonuclear normal.

Sel LE ditemukan pertama kali pada tahun 1948 oleh hematologist klinis Amerika, Malcolm
Hargraves dan Robert Morton bersama seorang teknisi laboratorium Helen Richmond. Mereka
telah mengamati dua fenomena yang tidak biasa pada beberapa sediaan sumsum tulang, yang
mereka sebut sebagai “sel tart” dan “sel LE”.

Pengujian ini terutama digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE).
Sekitar 50% sampai 75% dari pasien dengan lupus mempunyai tes positif. Namun, beberapa
pasien dengan rheumatoid arthritis, skleroderma, dan drug-induced lupus erythematosus juga
memiliki tes sel LE positif.

Prosedur

Pemeriksaan sel LE dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : cara Magath dan Winkle
(modifikasi dari Zimmer dan Hargraves), cara Zinkham dan Conley, dan cara Mudrick.
1. Cara Magath dan Winkle (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves)

Kumpulkan darah vena 8-10 ml dan biarkan darah itu membeku dalam tabung kering dan
bersih. Biarkan 2 jam pada suhu kamar atau 30 menit dalam pengeram dengan suhu
37oC. Pisahkan bekuan dari serum lalu bekuan itu digerus dan disaring melalui saringan
kawat tembaga. Hasil saringan dimasukkan dalam tabung Wintrobe dan dipusingkan
dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Buang serum bagian atas, ambil lapisan sel
paling atas (buffycoat) dengan pipet pastur lalu teteskan di atas obyek glass dan buat
sediaan apus. Warnai sediaan dengan larutan pewarna Giemsa atau Wright dan cari sel-
sel LE di bawah mikroskop.
2. Cara Zinkham dan Conley

Kumpulkan darah vena 8-10 ml, biarkan pada suhu kamar selama 90 menit. Kocok darah
tersebut dengan alat rotator selama 30 menit. Masukkan darah tersebut ke dalam tabung
Wintrobe dan pusingkan selam 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Buat sediaan apus
seperti cara di atas.

3. Cara Mudrick

Ambil darah kapiler dan masukkan ke dalam tabung kapiler yang dilapisi heparin seperti
yang dipakai untuk mikrohematokrit. Tutuplah salah satu ujung tabung tersebut dengan
dempul dan pusingkan selama 1 menit dengan centrifuge mikrohematokrit. Masukkan
kawat baja halus ke dalam tabung kapiler dan putar-putarlah kawat itu untuk mencampur
buffycoat dengan plasma dan untuk merusak lekosit-lekosit. Inkubasi selama 30 menit
pada suhu 37oC atau biarkan selama 2 jam pada suhu kamar. Pusingkan lagi seperti di
atas. Kemudian patahkan tabung kapiler dekat lapisan buffycoat lalu sentuhkan ujung
tabung yang dipatahkan itu ke permukaan kaca obyek dan buatlah sediaan apus. Warnai
sediaan dengan Giemsa atau Wright dan periksa di bawah mikroskop untuk mencari sel-
sel LE.

Sel LE tampak sebagai massa homogen yang difagosit oleh lekosit polymorphonuclear. Sel LE
sering tampak seperti kue tart, sehingga juga disebut sel tart. Massa homogen yang dikelilingi
oleh banyak se lekosit polymorphonuclear dikenal dengan nama sel rosette; sel ini dianggap
sebagai sel LE yang belum sempurna atau sel pre-LE.

Pembentukan sel LE berlaku in vitro saja karena memerlukan adanya sel-sel lekosit yang rusak.
Teknik membuat sediaan sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium.

Adanya sel LE merupakan bukti adanya autoantibodi atau faktor LE. Tidak menemukan sel LE
bukan berarti tidak adanya penyakit SLE pada pasien yang bersangkutan. Tes sel LE kini jarang
dilakukan karena tes yang lebih baik sekarang ada untuk membantu mendiagnosis lupus.

Nilai Rujukan

Hasil normal : negatif


Hitung Trombosit

Posted by Riswanto on Wednesday, December 16, 2009


Labels: Tes Hematologi, Tes Hemostasis

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti


dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah
selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak
sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang
berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.

Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk
melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama
trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma
kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah.
Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-
endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami
perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak
dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan
kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah
trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.

Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi
trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji
laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan
hitung trombosit

Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia
ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah
trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika
jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi
dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi
trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari
40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari
10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah
trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya
resiko perdarahan.

Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung
dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil,
mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung
dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya
(Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan
mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena
bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.

Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan
apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis.
Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi
kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di
dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi
trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan
mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang
pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung
trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah
palsu.

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA.
Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat
menghambat agregasi trombosit.

Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya.
Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung
Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan
menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak
refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat,
lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%,
penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit
bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang
tidak merata.

Metode fase-kontras
Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium
oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan
kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar
dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila
terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan
dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan
yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah
pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.

Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma.
Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma
diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada
metode fase-kontras.

Metode tidak langsung

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau
May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara
merata dan tidak saling tumpang tindih.

Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan
dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini
sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit,
juga harus dilakukan hitung eritrosit.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam
10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk
populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan
bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah
100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.

Hitung Trombosit Otomatis

Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit
dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama,
namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai
trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan
dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila
jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila
cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan
sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling melekat.

Masalah Klinis
 PENURUNAN JUMLAH : ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal,
otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis,
hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut.
Pengaruh obat : antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat),
quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat
(Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen
kemoterapeutik.
 PENINGKATAN JUMLAH : Polisitemia vera, trauma (fraktur, pembedahan),
paskasplenektomi, karsinoma metastatic, embolisme pulmonary, dataran tinggi,
tuberculosis, retikulositosis, latihan fisik berat. Pengaruh obat : epinefrin (adrenalin)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
 Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),

 Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,


 Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat
(agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
 Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang
adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
 Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan
kesalahan pada hasil :
o Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit
mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
o Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan
terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
 Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit

Bahan Bacaan :
1. Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore
Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
2. Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
3. Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone,
New York.
4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian
Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
5. Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam :
Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode
Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol.
IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
7. Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap
Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
8. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
9. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
10. Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi
6, EGC, Jakarta.
Hitung Retikulosit

Posted by Riswanto on Friday, December 4, 2009


Labels: Tes Hematologi

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung


sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh
pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu
seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula atau
filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih
hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital. Retikulosit paling muda
(imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tertua hanya
mempunyai beberapa titik ribosome.

Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar dan
berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik abnormal.
Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit,
sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk
mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi
eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat
mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.

Metode

Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan supravital. Sampel darah


dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau new methylene blue maka ribosome
akan terlihat sebagai filamen berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan
dinyatakan dalam %, jadi hasilnya dibagi 10.
Pewarna yang digunakan memiliki formula sebagai berikut :
 Brilliant Cresyl Blue (BCB) : brilliant cresyl blue 1.0 gr; NaCl 0.85% 99.0 ml. Saring
larutan sebelum dipergunakan.
 New methylene blue : NaCl 0.8 gr; kalium oksalat 1.4 gr; new methylene blue N 0.5 gr;
aquadest 100 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.

Dianjurkan menggunaan new methylene blue, kesalahan metode ini pada nilai normal 25 %.

Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan
antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar).

Prosedur
 Ke dalam tabung masukkan darah dan pewarna dengan perbandingan 1 : 1, campur baik-
baik, biarkan selama 15 menit agar pewarnaannya sempurna.
 Buatlah sediaan apus campuran itu, biarkan kering di udara.

 Periksalah di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Eritrosit nampak biru muda dan
retikulosit akan tampat sebagai sel yang mengadung granula/filamen yang berwarna biru.
Bila kurang jelas waktu pewarnaannya diperpanjang atau dicounterstain (dicat lagi)
dengan cat Wright.
 Hitunglah jumlah retikulosit dalam 1000 sel eritrosit. Jika kesulitan menghitung, lakukan
pengecilan medan penglihatan okuler dengan meletakkan kertas berlubang pada lensa
okuler. Hitung retikulosit ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Hitung retikulosit = ( jumlah retikulosit per 1000 eritrosit : 10 ) %

Nilai Rujukan
 Dewasa : 0.5 - 1.5 %
 Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %

 Bayi : 0.5 - 3.5 %


 Anak : 0.5 - 2.0 %

Masalah Klinis
 Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi radiasi,
pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior, sirosis
hati (alkohol menyupresi retikulosit)
 Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor, perdarahan kronis,
pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12, asam
folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir), penyakit
hemoglobin C dan D, kehamilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan hasil laboratorium :


 Bila hematokritnya rendah maka perlu ditambahkan darah
 Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga
terlihat seperti retikulosit
 Menghitung di daerah yang terlalu padat
 Peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan

You might also like