Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Etika dapat dianggap menjadi subjek teoritis yang memiliki sedikit relevansi yang
berpengaruh terhadap perawatan pasien. Dimulai dengan gambaran bagaimana sebuah aspek
yang relatif sederhana dalam perawatan pasien dapat menantang kebolehan etis. Di sini
menetapkan dua pendekatan filosofis kunci - konsekuensialisme dan deontology yang telah
mempengaruhi nilai-nilai dan moral Barat berbasis masyarakat dan budaya. Prinsip-prinsip
etika yang berhubungan dengan perawatan kesehatan . Prinsip ini bersama dengan alat lain
yang digunakan dalam pengambilan keputusan etis klinis, memungkinkan perawatan
kesehatan yang profesional untuk menentukan apakah tindakan klinis atau keputusan tentang
perawatan etis dibenarkan. Akhirnya, isu-isu terkini dalam perawatan paliatif dieksplorasi,
dengan fokus terutama pada subyek perawatan luar biasa dan sia - sia di akhir kehidupan.
Dalam membawa kenyamanan dan harapan bagi pasien dan keluarga mereka yang
pertimbangan tindakan yang akan menjadi kepentingan terbaik pasien perlu ditentukan. Hal
ini dapat difasilitasi melalui diskusi dengan anggota keluarga dekat. Kesulitan dapat muncul
melalui konflik di antara anggota keluarga atau tim langsung ketika, sebagai orang individu,
mereka memiliki perbedaan nilai-nilai tentang isu-isu pada akhir hidup.
atas masalah etika yang dihadapi oleh para profesional dalam alokasi sumber daya, di mana
utilitas berkaitan dengan memaksimalkan hasil atau preferensi. Kasih sayang, menurut
mereka, memungkinkan praktisi untuk mendapatkan wawasan tentang kebutuhan dan situasi
orang lain. Dalam membahas ini, mereka menyimpulkan bahwa kasih sayang tidak bisa
didahulukan dari prinsip-prinsip lain tetapi tetap merupakan suplemen penting untuk mereka.
Masalah dalam menerima Randall dan tambahan Downie itu dua prinsip, sambil mengakui
keinginan mereka dalam perawatan paliatif etika, adalah bahwa mereka cenderung
membingungkan gambaran moral yang sedang berdebat. Kasih mungkin melengkapi prinsip-
prinsip dan memberikan pemahaman tentang perasaan orang lain, namun, ini harus
diperhitungkan dalam prinsip menghormati otonomi, sementara prinsip utilitas yang dicakup
oleh prinsip keadilan. Untuk mempertimbangkan dua prinsip tambahan sebagai prinsip-
prinsip perawatan kesehatan dasar etika di kanan mereka sendiri, menyamakan mereka
dengan prinsip mungkin kuat lainnya, dapat menyebabkan menambah bingung dalam
menentukan kebolehan etis dari tindakan.
Prinsip-prinsip etika pelayanan kesehatan memberikan fondasi yang paliatif masalah
perawatan dapat didiskusikan dari perspektif juga ada pandangan deontologis (yang
dikenakan oleh banyak badan pengawas profesional dan pengusaha dalam perawatan
kesehatan) atau pandangan konsekuensialis (sering diambil dari perspektif pribadi pasien dan
keluarga mereka).
Dalam membuat keputusan etis perawat perlu menyadari prinsip-prinsip etika , nilai-
nilai yang mempengaruhi pendekatan terhadap masalah etika dan alat yang digunakan untuk
membenarkan keputusan. Para perawat memiliki peran dalam memastikan ada pemahaman
bersama dan menghormati prinsip-prinsip etika tersebut yang dipengaruhi oleh tindakan.
pasien sakit parah akibat penyakit dan yang memiliki prospek masa depan yang buruk
dari kualitas hidup mereka harus diperbolehkan untuk mati jika itu yang mereka inginkan,
atau jika dianggap dalam kepentingan terbaik mereka jika mereka tidak dapat
mengungkapkan pendapat mereka. Alternative lain untuk membiarkan orang mati jika ada
harapan sedikit atau tidak menyelamatkan mereka.
VIII. KESIMPULAN
Etika dalam keperawatan paliatif, adalah isu yang terkait dari penanganan diakhir
hidup yang menyangkut kepetusan etis, moral, dan hukum oleh keluarga dan para tenaga
medis.
Prinsip inti etik kesehatan dari jaman dulu sampai sekarang hanya dua yaitu membuat
sembuh dan tidak membahayakan.
Dalam keperawatan paliatif diluar negri ada empat maslah utama, yaitu
mempertahankan hidup berdasarkan interverensi kesehatan, manusia memiliki hak dan
kewajiban untuk mengurusi hidupnya sendiri, dalam pengambilan keputusan ditentukan oleh
dukungan kelurga dan orang terpecaya pasien, dan pengambilan keputusan tergantung biaya.
1. Medis omongkosong: pengobatan yang tidak bermanfaat walaupu sudah dilakukan
2. Kebuntuan medis: pengobatan yang bermanfaat untuk pasien tetapi tidak ada hasil
Sumpah Hipokrates, jelas melarang bunuh diri dibantu dokter dan euthanasia. Sumpah
itu berbunyi, "Baik akan saya memberikan racun kepada siapa pun ketika diminta untuk
melakukannya, tidak akan saya sarankan hal seperti itu. Euthanasia itu legal tetapi tidak
disarankan
Diluar negeri hak bunuh diri pasien harus diakui didalam pengadilan sebagai
pertanggungjawaban dokter .
NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007
TENTANG
KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat
jumlahnya baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium terminal;
c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek
Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88
tentang Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88
tentang MATI.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu :
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KEBIJAKAN
PERAWATAN PALIATIF
Kedua :
Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif
sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga :
Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Keputusan ini
Keempat :
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini
dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-
masing.
Kelima :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
Keenam :
Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan
ini, akan dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 19 Juli 2007
MENTERI KESEHATAN RI,
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007
Tanggal: 19 Juli 2007
terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap
pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.
4) Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang
tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus
dilakukan di rumah sakit Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit,
tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada,
dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
5) Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan
kesehatan secara medis bagi masyarakat.
6) Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga
mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu
membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut.
seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat
a. Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah
pasien.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga
medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien
tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non
medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara.
a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah
karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan
khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga.
Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatannya adalah
:
1. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.
2. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas B
non pendidikan.
3. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan dan
kelas A.
4. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan melibatkan
semua unsur terkait.
IX. PENDANAAN
Pendanaan yang diperlukan untuk:
X. PENUTUP
Untuk pelaksanaan kebijakan ini masih diperlukan Petunjuk Pelaksanaan Perawatan
Paliatif. Untukpelaksanaan pelatihan-pelatihan diperlukan Modul Pelatihan Perawatan
Paliatif. Langkah-langkah ini akan dilakukan oleh para ahli dan Departemen
Kesehatan.
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP
(K)
Di Susun Oleh:
S1 KEPERAWATAN
2012