You are on page 1of 56

Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi

Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

PENAMBAHAN TEKNIK MANUAL THERAPY PADA LATIHAN


PENDULAR CODMAN LEBIH MENINGKATKAN LINGKUP GERAK
SENDI PADA SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN
SHOULDER

Salim, J.S
Fisioterapis-Poltekkes Dr Rusdi, Medan
Jln. H.Adam Malik No.140-142
johanes.salim@yahoo.com

Abstrak
Latar belakang:Keterbatasan gerakan ke segala arah ciri khas dari penderita frozen
shoulder, dan banyak dijumpai di berbagai lahan praktek fisioterapi. Para fisioterapis sering
tertantang karena terapi pada penderita frozen shoulder umumnya memerlukan waktu yang
panjang untuk memperoleh aktivitas fungsional. Akhir-akhir ini Latihan Pendular Codman
diragukan efektivitasnya untuk meningkatkan ROM sendi glenohumeral pada penderita
frozen shoulder. Sebaliknya beberapa penelitian dan studi kasus membuktikan teknik
Manual Therapy efektif memperbaiki hipomobilitas pada penderita frozen shoulder.
Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas penambahan teknik Manual
Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih meningkatkan Lingkup Gerak Sendi pada
sendi glenohumeral daripada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder.
Metode:Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni dengan pre-test dan post-
test control group design. Eksperimen ini dilaksanakan di Praktek Fisioterapi, “Sriwijaya”
Medan. Sampel penelitian berjumlah 16 orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok sampel
yaitu 8 orang pada kelompok kontrol dan 8 orang pada kelompok perlakuan. Kelompok
kontrol yang diberikan intervensi Latihan Pendular Codman dan kelompok perlakuan yang
diberikan teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman. Alat ukur yang digunakan
untuk pengumpulan data adalah goniometer, dimana goniometer digunakan untuk
mengukur lingkup gerak fleksi, ekstensi, abduksi, eksotorotasi dan endorotasi baik sebelum
intervensi maupun sesudah intervensi. Hasil:Hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji t-test independent untuk fleksi, ekstensi, abduksi, endorotasi dan uji
Mann-Whitney Test untuk eksorotasi. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara rerata sesudah intervensi ROM fleksi, ekstensi, abduksi,
eksorotasi dan endorotasi pada sendi glenohumeral kelompok kontrol dan rerata sesudah
intervensi ROM kelompok perlakuan, dengan nilai p < 0,05. Kesimpulan: Penambahan
teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih efektif meningkatkan ROM
sendi glenohumeral daripada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder.
Peningkatan ROM sendi glenohumeral secara signifikan akan mengoptimalkan aktivitas
fungsional sendi glenohumeral.

Kata kunci :frozen shoulder, teknik manual therapy, latihan pendular codman.

Abstract
Background:Limitation of movement in all directions is the characteristic of patients with
frozen shoulder, and often found in various fields of physiotherapy practice.The
physiotherapist is often challenged therapy in patients with frozen shoulder; the patient
usually requires a long time to find out the best functional activity. Lately, the effectiveness
of Codman’spendulum exercises was in doubt as a method to increase the range of motion
for frozen shoulder in glenohumeral joint patients. Instead, some research and case studies
have proven manual therapy techniques effectively repair hipomobility in patients with
frozen shoulder.Objective:This study aims to prove the effectiveness of the addition of
manual therapy techniques on Codman’s pendulum exercises in inreasing the range of
motion in patients with frozen shoulder in the glenohumeral joint. Method:This study is

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  47


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

true experimental research, the methods pre-test and post-test control group design. The
ekperiment was conducted in Physiotherapy Practice “ Sriwijaya” Medan. This study sample
of 16 people were divided into 2 groups, 8 people in the control group and 8 people in the
treatment group. A control group given Codman’s pendulum exercises and a treatment
group who was given the manual therapy techniques and Codman’s pendulum exercises.
The measuring instrument used for data collection was the goniometer.The goniometer was
used to measure the range of motion of flexion, extension, abduction, exorotation, and
endorotation of both pre-intervention and post-intervention. Results of the hypothesis were
gathered by using the independent t-test for flexion, extension, abduction, endorotation,
and the Mann-Whitney test for exorotation. Result:Hypothesis testing results showed that
significant difference in post-intervention mean of the control group and the mean of the
treatment group for Range Of Motion (ROM) of the glenohumeral joint in flexion, extension,
abduction, endorotation, exorotation, with a value of p < 0.05. Conclusion: The addition of
manual therapy techniques on the Codman’s pendulum exercise is better than just Codman’s
pendulum exercises in increasing ROM for frozen shoulder in glenohumeral joint patients.
The increased ROM of the glenohumeral joints will significantly affect the activity of the
glenohumeral joint and help it to function optimally.

Keywords : frozen shoulder, manual therapy techniques, codman’s pendulum exercise.

Pendahuluan otot-otot rotator cuff dan kontraktur ligamen


Banyak pasien frozen shoulder anterosuperior / inferior. Pasien mengalami
dijumpai di klinik-klinik Orthopaedi dan di keterbatasan lingkup gerak sendi dalam pola
praktek fisioterapi. Frozen Shoulder timbul kapsuler yaitu eksorotasi paling terbatas diikuti
secara spontan tampa penyebab yang jelas, abduksi dan endorotasi. Fase thawing atau fase
berhubungan dengan bermacam penyakit akhir disebut juga fase mencair ditandai dengan
immun atau penyakit sistemik atau frozen kembalinya ROM (Range Of Motion) secara
shoulder primer (idiopatik) dan frozen shoulder berangsur-angsur.
sekunder. Diagnosa fisioterapi penderita frozen Kapsul anteroglenohumeral sangat
shoulder adalah nyeri pada keterbatasan berperan sebagai stabilitas statis untuk sliding
gerak ke segala arah, terutama pada gerakan ke anterior caput humerus dari berbagai posisi.
pasif eksorotasi. Diperkirakan penderita frozen Kapsul ini terbentuk dari bermacam-macam
shoulder 2% orang dewasa. Kebanyakan pada jaringan kolagen dengan oritentasi dan
umur diantara 40 sampai dengan 60 tahun, kekuatan yang berbeda. Kapsul
lebih banyak pada wanita. anteroglenohumeral terdiri dari ligamen
Frozen shoulder terdiri dari 4 fase glenohumeral superior, ligamen glenohumeral
meliputi; Fase nyeri (painful) berlangsung 0-3 bagian tengah dan ligamen glenohumeral
bulan; fase beku (freezing phase) berlangsung inferior. Menurut beberapa penelitian ligamen
3-9 bulan; fase kaku (stiffness or frozen phase) antero-glenohumeral inferior paling tebal, kuat,
berlangsung 9-15 bulan; fase mencair (thawing konsisten dan berfungsi untuk stabilisasi
phase) berlangsung 15-24 bulan. gerakan pada extremitas atas.
Pasien pada fase nyeri mengalami nyeri Body structuresimpairment atau
spontan yang seringkali parah dan problematik anatomi pada penderita frozen
mengganggu tidur. Pasien takut menggerakkan shoulder yaitu; adhesi dalam kapsul dan
bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada kontraktur kapsul anterior superior/inferior;
akhir fase ini, volume kapsul glenohumeral Kontraktur mm rotator cuff dan
secara signifikan berkurang. Penderita pada spasma/tightness mm deltoideus, mm
fase freezing ditandai dengan hyperplasia pectoralis major, m latissimus dorsi, m teres
sinovial disertai proliferasi fibroblastik pada major; imflamasi kronik dan fibrosis; penurunan
kapsul sendi gleno humeralis. Rasa sakit volume intra aticular dan kapsul sendi; atrofi
seringkali diikuti dengan fase kaku. Patofisiologi otot-otot disekitar bahu.
sinovial pada penderita pada fase frozen mulai Body functions impairment atau
mereda/membaik tetapi adesi terjadi dalam problematik fisiologi pada penderita frozen
kapsul diikuti penurunan volume intra-articular shoulder antara lain: hypomobilitas atau
dan kapsul sendi. Tanda spesifiknya, kontraktur problem pola kapsuler sendi glenohumeralis
48 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

yaitu ROM eksorotasi paling terbatas diikuti oral/injeksi; nerve blocks; Latihan Pendular
keterbatasan ROM abduksi dan ROM Codman; elektroterapi; terapi ultrasound; terapi
endorotasi; hipertonus jaringan kontraktil sendi panas; latihan peregangan; mobilisasi sendi;
glenohumeralis; gangguan aliran limfe dan mobilisasi jaringan lunak; latihan kekuatan;
reverse scapulo humeral rhytm. splint; injeksi cortisone; injeksi calsitonin;
Masalah aktivitas yang sering ditemukan manipulasi dalam pengaruh anastesia dan
pada penderita frozen shoulder adalah tidak surgical contracture release.
mampu menyisir rambut; kesulitan dalam Beberapa peneliti membuktikan bahwa
berpakaian; kesulitan memakai brest holder teknik-teknik fisioterapi membutuhkan waktu
(BH) bagi wanita; mengambil dan memasukkan yang lama dalam peningkatan aktivitas
dompet di saku belakang; gerakan-gerakan fungsional penderita frozen shoulder berkisar
lainnya yang melibatkan sendi bahu. antara 12 bulan sampai dengan 24 bulan.
Hipomobilitas disebabkan volume cairan Demikian juga dari pengalaman klinis penulis,
sinovial menurun dalam sendi, yang sering para fisioterapis tertantang karena tidak
mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam dapat dengan cepat mendapatkan hasil yang
sendi pada waktu ada gerakan. Selanjutnya signifikan dalam pengobatan frozen shoulder
jarak permukaan sendi menyempit karena ini. Banyak pasien mengalami stres karena
pelumas sendi menipis dan peningkatan jumlah hasil pengobatan yang lama dan terkadang
serabut kolagen yang bersilangan serta takut kembali berobat karena adanya rasa sakit
susunan tidak teratur. Serabut kolagen yang selama pengobatan fisioterapi.
kusut akan mengurangi fleksibilitas jaringan Latihan Pendular Codman adalah teknik
ikat dan membatasi gerakan sendi. terapi latihan menggerakkan sendi
Kontraktur anterosuperior kapsul akan glenohumeral secara pasif melalui pengaruh
mengakibatkan antero superior tightness, maka gravitasi gerakan pendular lengan dan otot-otot
akan membatasi gerakan eksorotasi sendi regio sendi glenohumeralis dalam keadaan
glenohumeralis di posisi adduksi. Demikian juga relaksasi. Latihan pendular Codman juga
kalau terjadi kontraktur kapsul dan ligamen- merupakan distraksi dan occilasi bertujuan :
ligamen antero inferior sendi glenohumeralis, untuk mengurangi nyeri; meningkatkan nutrisi
maka akan membatasi gerakan eksorotasi sendi pada permukaan sendi; memperlancar
glenohumeralis di posisi abduksi. Kapsul bagian mobilisasi sendi; meningkatkan ekstensibilitas
anterior superior dan anterior inferior yang kapsul sendi glenohumeralis pada penderita
kaku maka gerakan slide ke anterior terbatas, frozen shoulder.
mengakibatkan caput humerus bergeser ke Latihan Pendular Codman merupakan
posterior pada cavitas glenoidalis. Dan intervensi yang sering digunakan oleh
menyebabkan gerakan permukaan sendi fisioterapis untuk meningkatkan ROM penderita
glenohumeralis tidak harmonis lagi. frozen shoulder. Beberapa literatur dan peneliti
Kekakuan pada frozen shoulder berupa meragukan efektivitas Latihan Pendular
imflamasi yang bersifat kronik, menimbulkan Codman dalam meningkatkan ROM dan
fibrosis atau perlekatan. Akibatnya terjadi aktivitas fungsional pada sendi glenohumeralis
gangguan mikrosirkulasi peredaran darah, baik penderita frozen shoulder.
yang melayani jaringan kontraktil maupun non Teknik Manual Lymph Drainage
kontraktil regio bahu. Kekakuan dan imflamasi Vodder, efektif memulihkan aktivitas fungsional
kronik pada regio bahu mengakibatkan sendi glenohumeralis pada penderita frozen
gangguan aliran limfe. Aliran limfe yang shoulder.
terganggu akan mempengaruhi penimbunan Egmond & Schuitemaker dan Edmond,7
(stagnasi) protein. Stagnasi protein pada menulis gliding ke anterior untuk
jaringan interstitial akan mengakibatkan meningkatkan eksorotasi berdasarkan analisis
gangguan asam basa serta pengeringan sel. arthrokinematika sendi glenohumeralis.Menurut
Dan timbullah degenerasi sel. Johnson et al. gliding ke posterior dan ke
Bermacam-macam strategi terapi telah inferior lebih efektif dibandingkan dengan
dilakukan untuk meningkatkan fungsi sendi di gliding ke anterior untuk meningkatkan ROM
regio bahu di dalam rehabilitasi frozen eksorotasi glenohumeral pada penderita frozen
shoulder. Meliputi; edukasi; obat analgesik shoulder. Gliding ke posterior dan inferior akan

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  49


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

meregangkan otot-otot rotator cuff serta Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman
meningkatkan elastisitas jaringan kontraktil dan pada peningkatan ROM sendi glenohumeralis
non kontraktil antero inferior sendi pada penderita frozen shoulder. Derajad
glenohumeralis. Peningkatan ROM eksorotasi peningkat ROM diukur dengan Goniometer.
akan mempengaruhi peningkatan abduksi dan
elevasi sendi glenohumeralis, diikuti oleh Populasi dan Sampel
peningkatan aktivitas fungsional. Dalam penelitian ini populasi target
Manual Therapy adalah teknik terapi adalah pasien-pasien frozen shoulder yang
dengan menggunakan tangan dengan teknik datang ke praktek fisioterapi ”Sriwijaya” Medan
yang khusus. Terapi ini tidak hanya terbatas dan telah mengalami frozen shoulder antara 5-
pada teknik mobilisasi sendi atau manipulasi 12 bulan. Pengambilan sampel diambil secara
sendi. Teknik spesifik dengan tangan digunakan randomisasi sesuai dengan kriteria yang
oleh fisioterapis untuk mendiagnosa dan ditetapkan peneliti hingga jumlahnya memenuhi
memberikan terapi pada jaringan lunak untuk: yang ditargetkan. Sampel dalam penelitian ini
meningkatkan lingkup gerak sendi; mengurangi adalah pasien frozen shoulder adalah pasien
nyeri; mengurangi dan meminimalisasi yang datang ke praktek fisioterapi ”Sriwijaya”
imflamasi jaringan lunak; memberikan Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan
relaksasi; meningkatkan pemulihan jaringan ekslusi. Subjek penelitian ini berdasarkan rumus
kontraktil dan non kontraktil, meningkatkan Pocock berjumlah 16 orang, yang dibagi
ekstensibilitas, meningkatkan stabilitas; menjadi dua Kelompok yaitu Kelompok
memfascilitasi gerakan dan meningkatkan perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II,
fungsi tubuh. masing-masing terdiri dari 8 orang.
Penelitian ini memfokuskan pada teknik
Manual Therapy yang terdiri dari Mobilisasi Kelompok perlakuan I
sendi roll-glide (traksi, gliding ke posterior- Kelompok perlakuan I diberikan Latihan
inferior dan Grade II) dan teknik Manual lymph Pendular Codman selama 10 menit setiap
drainage ( dipengaruhi oleh teknik spesifik terapi, 3x minggu selama 4 minggu. Home
MLDV tapi tidak lengkap) untuk meningkatkan program Latihan Pendular Codman dilakukan
ROM sendi glenohumeralis penderita frozen selama 10 menit, 3x satu hari selama 4
shoulder. minggu.
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Apakah penambahan teknik Manual Kelompok perlakuan II
Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih Kelompok perlakuan II diberikan teknik
efektif meningkatkan ROM sendi Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman.
glenohumeralis daripada Latihan Pendular Teknik Manual Therapy dilakukan selama 30
Codman pada penderita frozen shoulder? menit setiap terapi, 3x minggu selama 4
Tujuan penelitian ini bertujuan untuk minggu.
mengetahui penambahan teknik Manual Teknik Manual Therapy dalam penelitian
Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih ini ada dua teknik: Mobilisasi sendi dan Manual
efektif meningkatkan ROM sendi Lymph Drainage. Mobilisasi sendi meliputi;
glenohumeralis daripada Latihan Pendular traksi dengan Grade II dalam posisi LPP, arah
Codman pada penderita frozen shoulder. traksi ke lateral- ventro kranial, traksi Grade II
ke inferior. Mobilisasi selanjutnya adalah glide-
Metode Penelitian roll-glide ke posterior dan inferior dalam posisi
Ruang Lingkup Penelitian  Loose Pack Position. Mobilisasi berikutnya
Penelitian dilakukan di Praktek adalah mobilisasi sendi scapulothoracalis dalam
Fisioterapi, “Sriwijaya” Medan. Waktu penelitian posisi side lying. Mobilisasi sendi dilakukan
dan pengambilan data dilaksanakan mulai 18 selama 20 menit.
Maret 2013 hingga Juni 2013. Penelitian ini Manual Lymph Drainage adalah teknik
menggunakan metode eksperimental murni Manual Therapy dengan tekanan yang ringan
dengan pre-test dan post-test control group dan spiral yang digunakan untuk memperlancar
design. Penelitian ini dilakukan untuk aliran limfe. Waktunya 5 menit sebelum
mengetahui efektivitas penerapan teknik
50 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

mobilisasi sendi dan 5 menit sesudah mobilisasi Dalam menganalisis data yang
sendi. diperoleh, maka peneliti menggunakan
Sedangkan Latihan Pendular Codman beberapa uji statistik, antara lain: Uji
dilakukan selama 10 menit setiap terapi, 3x deskriptif; uji normalitas; uji homogenitas dan
minggu selama 4 minggu. Home program uji komparabilitas.
Latihan Pendular Codman dilakukan selama 10 Uji deskriptif digunakan untuk
menit, 3x satu hari selama 4 minggu. menggambarkan karateristik data yang
Cara Pengumpulan Data didapatkan dari hasil penelitian. Analisis
Setelah dilakukan clinical reasoning, deskriptif dipakai untuk menganalisis variable
subjek atau sampel diarahkan dengan apa identitas data dan beberapa variable lainnya.
yang harus mereka lakukan dan prosedur yang Uji normalitas digunakan untuk
harus diikuti selama proses penelitian mengetahui apakah data yang diperoleh dari
berlangsung. Sebelum diberikan perlakuan baik hasil pengukuran goniometer berdistribusi
kelompok perlakuan I maupun kelompok normal, maka dilakukan pengujian normalitas
perlakuan II dilakukan pengukuran goniometer. distribusi dengan menggunakan Saphiro Wilk
Sampel diukur ROM dengan goniometer dalam Test dengan p>0,05.
posisi fleksi, ekstensi, abduksi, eksorotasi dan Untuk mengetahui homogenitas
endorotasi. Tungkai goniometer yang statis distribusi, maka dilakukan pengujian
diletakkan paralel dan sumbu longitudinal homogenitas hasil pengukuran goniometer
segmen tubuh yang bergerak. Pastikan sumbu dengan menggunakan Lavene’s test dengan
goniometer tepat pada sumbu gerakan sendi. p>0,05.
Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM. Setelah Distribusi data normal sebelum dan
selesai perlakuan 4 minggu dilakukan sesudah terapi pada Kelompok Perlakuan I
pengukuran goniometer kembali. (Latihan Pendular Codman) dan Kelompok
Prosedur pengumpulan data dalam Perlakuan II (teknik Manual Therapy dan
penelitian dilakukan oleh para fisoterapis yang Latihan Pendular Codman) maka menggunakan
terlatih di praktek fisioterapi ”Sriwijaya” Medan. paired t test. Data yang berdistribusi normal
Kolega tersebut mampu memahami metode pada pembandingan hasil pengukuran
penelitian ini dan cukup motivasi mensukseskan goniometer antara Kelompok Perlakuan I dan
penelitian ini. Data yang diperoleh dari kolega Kelompok Perlakuan II maka menggunakan t
yang membantu penelitian dalam bentuk test independent.
lembaran pengukuran goniometer gerakan Distribusi data tidak normal sebelum
sendi glenohumeralis, dikontrol kalau masih ada dan sesudah terapi pada Kelompok Perlakuan I
kekurangan. Kemudian data dikembalikan dan Kelompok Perlakuan II maka
kepada kolega untuk diperbaiki. Kemudian data menggunakan Wilcoxon sign rank test. Data
diperiksa kembali, sebagai langkah akhir dalam yang berdistribusi tidak normal pada
pengumpulan data. pembandingan hasil pengukuran goniometer
sebelum dan sesudah terapi antara Kelompok
Analisa Data Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II maka
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Mann-Whitney test.
SPSS For Window versi 17, langkah-langkah
sebagai berikut. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1
Karakteristik Sampel 
Kelompok Perlakuan Latihan Kelompok Perlakuan Penambahan Manual
Karakteristik Pendular Codman (n=8) Therapy pada Latihan Pendular Codman (n=8)
Sampel
Rerata ± SB Rerata ± SB
Umur(thn) 55,13 + 6.010 51,88 + 5,275
TB (cm) 164,25 + 4,265 159,38 ± 5,208
BB (kg) 64,88 + 6,770 60,00 + 3,071
IMT (kg/m2) 24,00+1,604 23,64 + 1,067

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  51


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

Sampel penelitian berjumlah 16 pasien teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular
frozen shoulder yang berasal dari pasien rawat Codman memperlihatkan bahwa perempuan
jalan yang datang ke praktek fisioterapi sebanyak 7 orang (87,5%) dan laki-laki 1 orang
”Sriwijaya” Medan, 18 Maret sampai dengan (12,5%).
30 Juni 2013. Kondisi ini hampir sama dengan dilaporkan
Umur subjek pada kelompok Latihan oleh beberapa peneliti,bahwa frozen shoulder
Pendular Codman antara 47-60 tahun dengan kebanyakan terjadi pada usia 40-65 dan lebih
rerata adalah 55,13. Sedangkan umur subjek banyak mengenai wanita. Kebanyakan terjadi
pada kelompok penambahan Manual Therapy pada usia 40-65 tahun, berhubungan dengan
pada Latihan Pendular Codman antara 46-61 proses penuaan tahap klinik. Pada tahap ini
tahun dengan rerata adalah 51,88 tahun. penurunan sistem tubuh berlanjut, khususnya
penurunan level hormon antara lain level
Tabel 2 hormon Dehydroepian-drosterone, testosteron,
Sampel Jenis Kelamin growth hormene dan estrogen (Pangkahila,
Kelompok Kelompok Perlakuan 2011).
Perlakuan teknik manual therapy
Sampel Latihan dan Latihan Pendular Penderita frozen shoulder lebih banyak
Jenis kelamin Pendular Codman mengenai wanita karena wanita pada usia 45-
Codman 65 tahun lebih banyak mengalami perubahan
N % N %
Laki-laki 2 25 1 12,5 hormon, pre menopause dan post menopause
Perempuan 6 75 7 87,5 yang merupakan salah satu pencetus frozen
Jumlah 8 100 8 100 shoulder.

Dilihat dari jenis kelamin menunjukkan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
bahwa laki-laki sebanyak 2 orang (25%) dan
perempuan 6 orang (75%) pada kelompok
Latihan Pendular Codman. Kelompok Perlakuan

Tabel 4
Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
P. Uji Normalitas
P.Uji Homogen (Lavene’s
ROM (Saphiro Wilk-Test)
Test)
Kel. lat Pen Codman Kel Man. Ther dan
(p)
Lat Pend Codman
Sblm Perlak Flek 0,278 0,276 0,691
Ekst 0,171 0,925 0,707
Abd 0,718 0,271 0,270
Ekso 0,165 0,568 0,516
Endo 0,160 0,731 0,310
Stlh perlakuan Flek 0,248 0,435 0,017
Ekst 0,016 0,778 0,048
Abd 0,326 0,230 0,017
Ekso 0,059 0,731 0,522
Endo 0,951 0,080 0,259
Selisih Flek 0,836 0,317 0,061
Ekst 0,403 0,053 0,176
Abd 0,366 0,250 0.016
Ekso 0,017 0,862 0,016
Endo 0,928 0,113 0,112

Dari hasil uji normalitas dengan Saphiro data normal. Sedangkan pada hasil uji
Wilk Test sebelum intervensi untuk kelompok normalitas sesudah intervensi untuk kelompok
Latihan Pendular Codman diketahui nilai p lebih Latihan Pendular Codman atau Kelompok I
besar dari 0,05 (p >0,05) yang berarti distribusi diketahui nilai p dari fleksi, abduksi, eksorotasi,
52 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

dan endorotasi adalah umumnya p>0,05, ekstensi adalah 0,017, 0,048 dan 0,017, nilai
berarti uji normalitasnya berdistribusi normal, p<0,05, berarti data tidak homogen.
kecuali nilai p ekstensi adalah p= 0,016 Maka hasil uji normalitas dan
(p<0,05) yang distribusinya tidak normal. homogenitas menunjukkan uji ini adalah uji
Pada uji normalitas dengan Saphiro parametrik dan non parametrik.
Wilk Test sebelum intervensi untuk kelompok Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman Penambahan Teknik Manual Therapy
atau Kelompok II diketahui nilai p rata-rata Pada Latihan Pendular Codman Lebih
lebih besar dari 0,05 (p >0,05) yang berarti Efektif Meningkatkan Lingkup Gerak
data berdistribusi normal. Sedangkan pada hasil Sendi Pada Sendi Glenohumeral Penderita
uji normalitas sesudah intervensi untuk Frozen Shoulder
kelompok Manual Therapy dan Latihan Uji beda bertujuan untuk membedakan
Pendular Codman diketahui nilai p rata-rata rerata derajad ROM sendi glenohumeralis
lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti data sesudah perlakuan antara kelompok Latihan
berdistribusi normal. Pendular Codman dengan kelompok
Uji homogenitas sebelum perlakuan penambahan teknik Manual Therapy pada
pada Kelompok I dan Kelompok II diketahui Latihan Pendular Codman. Uji beda ini
nilai p>0,05, yang berarti data bersifat umumnya menggunakan uji t test independent.
homogen. Sedangkan Uji Homogenitas sesudah Untuk beda rerata derajad ROM sendi
perlakuan pada kelompok I dan Kelompok II glenohumeralis eksorotasi sesudah perlakuan
nilai p untuk eksorotasi dan endorotasi; 0,522 antara ke dua kelompok digunakan uji Mann-
dan 0,259, atau nilai p>0,05, berarti data Whitney Test. Adapun hasilnya dapat dilihat
bersifat homogen. Nilai p untuk fleksi, abduksi, pada Tabel 5.

Tabel 5
Uji Beda Hipotesis III
Rerata + SB
Lingkup Gerak Selisih perlakuan Selisih perlakuan p
Sendi Kelompok Latihan Pendular Codman Kelompok teknik Manual Therapy
dan Latihan Pendular Codman
Fleksi 9,880+ 5,139 760+ 13,320 0,001
0 0
Ekstensi 5,63 + 2,446 18,75 + 3,059 0.001
Abduksi 10,38 + 4,596 76,880+ 15,123 0,001
Endorotasi 6,630+ 3,962 28,630+ 8,434 0,001
Eksorotasi 4,880+ 1,246 32,130+ 6,175 0,001

 
Berdasarkan hasil analisis dengan Pada penderita frozen shoulder, gerakan
menggunakan uji t test independent dan uji pada sendi glenohumeralis terbatas ke segala
Mann-Whitney test untuk eksorotasi seperti arah karena adanya tightness, adhesi, stres
pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa beda jaringan lunak di regio bahu. Akibatnya terjadi
rerata ROM sendi glenohumeralis fleksi, hiposirkulasi, gangguan absorbsi pembuluh
ekstensi, abduksi, eksorotasi dan endorotasi darah vena dan gangguan aliran sistem limfe.
sesudah perlakuan antara Kelompok Latihan Manual Lymph Drainage (MLD) salah satu jenis
Pendular Codman dan Kelompok teknik Manual Manual Therapy yang dilakukan dengan teknik
Therapy dan Latihan Pendular Codman memiliki yang tepat akan memperlancar sistem limfe,
nilai p<0,05 , hal ini berarti bahwa ada sistem sirkulasi, mengaktisivasi sistem
perbedaan yang bermakna. Disimpulkan bahwa parasimpatis dan secara tidak langsung akan
penambahan teknik Manual Therapy pada menurunkan tingkatan stres dalam tubuh
Latihan Pendular Codman lebih efektif khususnya pada regio bahu.
meningkatkan ROM sendi glenohumeralis Setelah tingkatan stres menurun
daripada Latihan Pendular Codman pada dilakukan traksi sendi glenohumeralis ke arah
penderita frozen shoulder. lateral sedikit ventro kranial. Traksi sendi

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  53


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

glenohumeralis adalah peregangan permukaan Pendular Codman dilakukan oleh penderita


sendi antara cavitas glenoidalis dan caput frozen shoulder. Teknik Manual Therapy dapat
humerus yang arahnya tegak lurus dan memfokuskan pada perbaikan jaringan spesifik
menjauhi bidang terapi cavitas glenoidalis. untuk hipomobilitas eksorotasi pada sendi
Mobilisasi pada posisi Loose Pack Position (LPP) glenohumeralis, hipomobilitas kesegala arah,
selain aman dan juga efektif untuk sedangkan pada Latihan Pendular Codman
meningkatkan ektensibilitas lingkup gerak sendi perbaikan fleksibilitas jaringan sekitar
elevasi aktif sendi glenohumeralis. Teknik ini hipomobilitas eksorotasi kurang spesifik.
meregangkan kapsul sendi , kalau dilakukan Keberhasilan ini ditentukan oleh
secara konsisten akan mengurangi adhesi pada pengetahuan, skill, dedikasi fisioterapis dan
jaringan sekitar sendi bahu, sehingga pada pemahaman pasien yang baik akan problemnya
akhirnya terjadi peningkatan mobilitas pada dan tujuan terapi. Pasien diharapkan ikut juga
sendi bahu. berpartisipasi untuk meningkatkan ROM dan
Selanjutnya mobilisasi sendi roll dan glide kemampuan fungsional sendi glenohumeral
efektif untuk meningkatkan ROM. Gerakan roll pada penderita frozen shoulder.
dan glide adalah gerakan yang alamiah,
dilakukan sesuai dengan arthrokinematika pada Kesimpulan
sendi glenohumeralis. Teknik mobilisasi ini Berdasarkan hasil analisis data dan
efektif untuk meningkatkan ROM sendi pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa “
glenohumeralis pada penderita frozen shoulder. Penambahan Teknik Manual Therapy pada
Roll-glide caput humerus ke posterior dan ke Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan
inferior dalam posisi Loose Pack Position serta Lingkup Gerak Sendi pada Sendi Glenohumeral
meningkatkan elastisitas serta ekstensibilitas Penderita Frozen Shoulder” di praktek
jaringan kontraktil dan non kontraktil antero fisioterapi ”Sriwijaya” Medan.
inferior sendi glenohumeralis. Peningkatan
elastisitas dan ekstensibilitas akan Daftar Pustaka
mempempengaruhi peningkatan eksorotasi Andrews, J.R., Harrelson, G.L., Wilk, K.E.
sendi glenohumeralis. “Physical Rehabilitation of the Injured
Mobilisasi scapula dengan gerakan anguler Athlete”, 4th edition, Mosby
abduksi sendi glenohumeralis yang dilakukan Elsevier,Philadelphia, 2012
secara konsisten dan durasi yang cukup,
meningkatkan ekstensibilitas jaringan kontraktil Brotzman, S.B., Manske, R.C,“Clinical
dan non kontraktil regio scapula serta regio Orthopaedic Rehabilitation an Evidence-
sendi glenohumeralis. Sehingga memperbaiki Based Approach”, third edition,
reverse scapulohumeral rhythm dan Elsevier,Philadelphia, 2011
meningkatkan gerakan elevasi dan abduksi
sendi glenohumeralis. Peningkatan eksorotasi Cook, C.E, “Orthopedic Manual Therapy An
sendi glenohumeralis serta gerakan abduksi Evidence-Based Approach”, first edition,
dan elevasi sendi bahu akan mempengaruhi Pearson Education LTD,Canada,2007
peningkatan aktivitas fungsional yang optimal
pada penderita frozen shoulder . Diercks, R.L., Stevens, M,“Gentle thawing of the
Nilai rata-rata kelompok teknik Manual frozen shoulder : a prospective study of
Therapy dan Latihan Pendular Codman supervised neglect versus intensive
berbeda jauh dengan kelompok hanya Latihan physical therapy in seventy-seven
Pendular Codman. Selisih peningkatan fleksi, patients with frozen shoulder syndrome
ekstensi, abduksi, eksorotasi dan endorotasi followed up for two years”, TheJournal
80,56%, 49,97%, 85,35%, 70,03% dan Shoulder Elbow surg, 13: 499-502,2004
43,78%.
Perbedaaan itu dipengaruhi teknik Manual Donatelli, R.A,“Physical Therapy of The
Therapy dilaksanakan oleh fisioterapis yang Shoulder”, fourth edition, Churchill
mampu melakukan clinical reasoning dengan Livinston,Philadelphia, 2004
baik,ahli dan terlatih pada penerapan intervensi
untuk penderita frozen shoulder. Latihan

54 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

Durall, C,“Adhesiva Capsulitis”,second edition,In capsulitis”,The Journal Orthop Sports


: Brotzman, S.B., Manske, R.C., Phys Ther, 37(3): 88-99,2007
editors,Clinical Orthopedic Rehabilitation
:an evidence-based, Jurgel, J., Rannama, L., Gapeyeva, H,
Elsevier,Philadelphia, 2011 “Shoulder function in patients with
frozen shoulder before and after 4-week
Edmond, S.L,“Joint mobilization/manipulation, rehabilitation”,The Journal Medicina
extremity and spinal techniques”,second (Kaunas), 41: 30-38,2005
edition, Mosby Elsevier,New Jersey,
2006 Kelley, M.J., Mcclure, P.W., Leggin, B.G,“Frozen
shoulder : evidence and a proposed
Egmond, D.L., Schuitemaker, R,“Extremiteiten model guiding rehabilitation”,J Orthop
manuele therapie in enge en ruime zin, Sports Phys Ther, 39(2): 135-148,2009
9dedruk”,Bohn Stafleu van
Loghum,Houten,2006 Lee, J.C., Sykes, C., Saifudin,“Adhesive
capsulitis: sonographic changes in the
Ellsworth, A.A., Mullaney, M., Tyler, T.F., rotator cuff interval with arthroscopic
McHugh, M., Nicholas, S.J, correlation”,Skeletal Radiol, 34: 361-
“Electromyography of selected shoulder 368,2005
musculature during un-weighted and
weighted pendulum exercises”, Magee, D.J,“Orthopedic Physical Assessment”,
TheJournal Sports Phys Ther, 1(2) : 73- Fifth Edition, Sounders Elsevier,
79,2006 Philadelphia,2008

Földi, M,“Foundation of Manual Lymph Maund E., Craig, D., Suekarran, S., Neilson,
Drainage”, 3rd Edition, Elsevier,Missouri A.R., Wright, K., Brealey, S., Dennis, L.,
USA,2005 Goodchild, L., Hanschood, N., Rangan,
G., Richardson, G., Robertson, J.,
Griggs, S.M., Ahn, A., Green, A,“Idiopathic McDaid, C,“Management of frozen
adhesive capsulitis, apospective shoulder a systematic review and cost
functional outcome study of effectiveness analysis”,Health
nonoperative treatment”,The Journal Technology Assessment, 16(11): 1-
Bone Joint Surg Am, 82: 1398- 264,2012
1407,2000
Neumann, D.A,“Kinesiology of the
Hannafin, J.A., Chiaia, T.A,“Adhesive capsulitis: musculoskletal system, Foundations for
a treatment approach”,Clin Orthop Rehabilitation”,Second Edition, Missouri
Related Res, 372: 95-109, 2000 63043, Mosby Elsevier,2010

Holey, E., Cook, E,“Evidence-based Therapeutic Pocock,“Clinical Trials A Practical Approach”, A


Massage”, Second Edition, Churchill Willey Medical Publication, New
Livingstone,London, 2008 York,2008

Hsu, J.E., Anakwenze, O.A., Warrander, W.J., Robinson, C.M., Seah, K.T.M., Chee, Y.H.,
Abboud, J.A,“Current review of adhesive Hindle, P., Murray, I.R,“Frozen
capsulitis”.The Journal Shoulder Elbow shoulder”,The Journal of Bone and Joint
Surg, 20: 502-514,2011 surgery, 94-B (1): 1-9,2012

Johnson, A.J., Godges, J.J., Zimmerman, Salim, J.S., Siahaan, T,“Terapi MLDV
G.J,“The effect of anterior versus meningkatkan LGS dan kemampuan
posterior glide joint mobilization on fungsional sendi glenohumeralis dengan
external rotation range of motion in cepat pada beberapa pasien penderita
patients with shoulder adhesive frozen shoulder”, Medan,2011

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  55


Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi
Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

Stenvers, J.D,“Primary frozen shoulder frequent


asked questions”,2009. Available from:
URL: http://www.nsastenvers.nl 

Vizniak, N.A,“Quick Reference Evidence-Based


Physical Assessment”, Third Edition,
Profesional Health Systems,Canada,
2010

Wies, J,“Treatment of eight patients with frozen


shoulder; a case study series”, Journal
of Bodywork and Movement Therapies,
9: 58-64,2005

Wilk, K.E., Macrina, L.C, Arrigo., C,“Shoulder


Rehabilitation in Physical Rehabilition of
the Injured Athlete”, 4th Edition, Elsevier
Sounders,Philadelphia, 2012

Wittlinger, G,“Texbook of Dr. Vodder’s Manual


Lymph Drainage Vodder”, 7th Edition,
Thieme,Stuttgart, 2004

Yang, J.L., Chang, C.W., Chen, S.Y., Wang.,


S.F., Lin, J.J,“Mobilization techniques in
subjects with frozen shoulder syndrome;
randomized multiple-treatment trial”,
Phys Ther, 87: 1307-1315,2007

Zuther, J.E,“Lymphedema Management”, 2nd


Edition, Thieme, Stuttgart, New
York,2009
 

56 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

KOMBINASI ULTRASOUND DAN TRAKSI BAHU KE ARAH KAUDAL


TERBUKTI SAMA EFEKTIFNYA DENGAN KOMBINASI ULTRASOUND
DAN LATIHAN CODMAN PENDULUM DALAM MENURUNKAN NYERI
DAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN AKTIFITAS FUNGSIONAL SENDI
BAHU PADA PENDERITA SINDROMA IMPINGEMENT
SUBAKROMIALIS

Setiyawati, D
Fisioterapis-STIKES Al-Irsyad, Cilacap
Jl. Cerme No 24 , Cilacap , Jateng 53223
chyara.ara@gmail.com 

Abstrak
Latar belakang: Sindroma impingement subakromialis adalah nyeri yang disebabkan salah
satunya oleh penekanan dari tendon otot supraspinatus di antara akromion dan tuberositas
humerus. Nyeri pada sindroma impingement subakromialis menyebabkan penurunan aktivitas
fungsional bahu. Ada beberapa modalitas untuk menangani problematika pada sindroma
impingement subakromialis yaitu heating, ultrasound latihan Pendulum Codman dan traksi
sendi bahu ke arah kaudal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
efektivitas kombinasi terapi ultrasound dan traksi bahu ke arah kaudal (kelompok I) dengan
kombinasi terapi ultrasound dan latihan Pendulum Codman (kelompok II) durasi perlakuan
diberikan seminggu 3 kali selama 2 minggu. Metode: Sampel penelitian berjumlah 32 orang
dengan masing masing kelompok 16 orang. Penelitian ini bersifat eksperimental murni
dengan desain pre dan post test control grup. Alat ukur yang digunakan adalah Shoulder Pain
and Disability Index. Hasil: Hasil dari uji hipotesis menggunakan uji t- independent adalah p
> 0,05 menunjukan tidak adanya perbedaan bermakna antara Kelompok I dan Kelompok II.
Kesimpulan: Simpulan pada penelitian ini adalah Kombinasi terapi ultrasound dan traksi
bahu ke arah kaudal terbukti sama efektif dengan terapi ultrasound dan latihan Pendulum
codman terhadap penurunan nyeri dan peningkatan aktivitas fungsional pada sindroma
impingement subakromialis.

Kata Kunci: ultrasound traksi bahu ke arah kaudal, pendulum codman, impingement
subakromialis

Abstract
Background: Subacromial impingement syndrome is pain caused the emphasis of the
supraspinatus muscle tendon between the acromion and the humeral tuberosity. Pain in
subacromial impingement syndrome cause reduction of shoulder functional activity. Handling
the problem of impingement syndrome, many modalities are heating, electrical stimulation,
manual therapy and exercise therapy. Objective: This study aimed to compare result
between the combination of ultrasound therapy and traction shoulder toward caudal (group
1) and combination of ultrasound therapy and Codman pendular exercise (group 2). The
duration of treatment was given 3 times a week for 2 weeks long. Method: Sampling of this
research was 32 people each group of 16 people. This research was true experimental study
using pre test and post test design with measurement SPADI (Shoulder Pain and Disability
Index). Result: Result of hypothesis testing using independent t-test is found p > 0.05
showed no significant differences between group 1 and group 2. Conclusion: Conclusions in
this research that combining of ultrasound therapy and traction shoulder to caudal are proven
equally effective with ultrasound therapy and codman pendular exercise to reduce pain and
improve functional shoulder joint activity in patient with impingement subacromial syndrome

Keywords: ultrasound caudal traction to the shoulder, codman pendular, impingement


subakromialis

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 11


 
 
 
Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

Pendahuluan mengakibatkan terjadinya gangguan gerak dan


Aktivitas manusia didasari oleh adanya fungsi yang berpengaruh pada penurunan
kebutuhan karena manusia merupakan makhluk aktivitas fungsional penderitanya. Peran
biopsikososial. Setiap individu mempunyai fisioterapi dalam mengatasi sindroma
aktivitas yang berbeda-beda. Dari semua impingement subakromialis dapat dilakukan
aktifitas yang dilakukan keterlibatan dengan berbagai cara diantaranya adalah terapi
penggunaan sendi bahu sangat tinggi. Sendi ultrasound, manual terapi dan juga terapi
bahu merupakan sendi yang sangat kompleks. latihan dengan metode Pendulum Codman.
Adanya gangguan pada sendi tersebut akan Ketiga jenis terapi di atas merupakan terapi
berakibat timbulnya nyeri dan menurunnya yang bisa digunakan untuk penderita sindroma
aktivitas fungsional dari penderitanya. Nyeri impingement subakromialis.
bahu adalah keluhan umum dengan prevalensi Teknik traksi bahu ke arah kaudal yang
dari 20% sampai 33% pada populasi dewasa. diberikan pada kondisi SIS bertujuan untuk
Nyeri bahu juga menduduki peringkat ke tiga merenggangkan jarak antara acromion dan
dari keluhan muskuloskeletal setelah nyeri tuberositas humeri sehingga dapat
punggung dan lutut dengan tidak melihat faktor meminimalkan inflamasi sendi, edema, dan
usia. Pada tahun 2007 perserikatan buruh nyeri dengan memperbaiki sirkulasi dan
sedunia mengatakan bahwa cedera bahu setiap menghilangkan perlengketan jaringan. Latihan
harinya terjadi pada pekerjanya. Pendulum Codman dilakukan untuk mencegah
Penyebab terbesar pada nyeri bahu terjadinya perlengketan pada bahu sehingga
adalah sindroma impingement subakromialis mencegah terjadinya keterbatasan gerak sendi
sekitar 44-60% keluhan yang menyebabkan dan penurunan aktivitas fugsional dengan
nyeri bahu. Sindroma impingement ayunan ritmis pada bahu akan merangsang
subakromialis (SIS) adalah penekanan dari produksi cairan synovial yang berfungsi sebagai
tendon otot supraspinatus di antara akromion lubrikasi dan juga memperlancar metabolisme
dan tuberositas humerusPenyebab impingement untuk mengangkut zat-zat pemicu timbulnya
bahu meliputi kelemahan otot-otot rotator cuff, nyeri.
muscle imbalance, disfungsi glenohumeral,
degenerasi dan inflamasi dari tendon atau Tujuan
bursa. Penekanan ini memungkinkan terjadinya Penelitian ini bertujuan untuk
lesi degenerative pada tendon. Sedangkan mengetahui kombinasi ultrasound dan traksi
konsep Sindroma Impingement Subakromialis bahu ke arah kaudal lebih efektif dibandingkan
diperkenalkan pertama kali oleh Neer yang dengan kombinasi ultrasound dan latihan
menyatakan bahwa kompresi mekanikal dari Pendulum Codman dalam mengurangi nyeri dan
rotator cuff, subakromial dan tendon biceps meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional
bersilangan di bagian depan permukaan bawah bahu pada penderita sindroma impingement
akromion dan ligamen korakoakromialis subakromialis.
terutama pada saat gerak elevasi.
Nyeri merupakan gejala yang paling Metode Penelitian
umum ditemukan pada impingement bahu. Tipe Ruang Lingkup Penelitian
nyeri pada impingement terjadi di malam hari Penelitian dilaksanakan di RSUD Cilacap.
dan nyeri pada waktu siang hari berhubungan Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai
dengan penggunaan berlebihan pada bahu. Mei 2013. Penelitian ini bersifat eksperimental
Karakteristik nyeri pada sindrome impingement murni dengan menggunakan rancangan
subakromialis adalah nyeri yang hebat pada penelitian pre-test dan post-test control group.10
antero-posterior dan lateral bahu, sepanjang Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
deltoid dan area biceps. Kelemahan dan kaku kombinasi ultrasound dan traksi bahu ke arah
sendi bahu merupakan gejala nomor dua kaudal lebih efektif dibandingkan dengan
setelah nyeri. kombinasi ultrasound dan latihan Pendulum
Peran fisioterapi pada kasus sindroma Codman dalam mengurangi nyeri dan
impingement subakromialis adalah bertanggung meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional
jawab terhadap penanganan nyeri yang bahu pada penderita sindroma impingement

12 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014


 
 
 
Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

subakromialis. Nilai penurunan nyeri dan delapan butir pertanyaan dengan bobot nilai
peningkatan kemampuan aktivitas fungsional yang sama seperti skala nyeri. Untuk mengitung
sendi bahu diukur dan dievaluasi dengan nilai SPAdi jumlah nilai yang diperoleh dibagi
menggunakan SPADI (Shoulder Pain and jumlah total nilai SPADI kemudian dikali 100%.
Disability Index).
Analisis Data
Populasi dan Sampel Data yang diperoleh dianalisa dengan
Populasi dalam penelitian ini adalah langkah-langkah sebagai berikut:
sejumlah pasien sindroma impingement 1. Statistik Diskriptif digunakan untuk
subakromialis yang bersedia ikut dalam program menggambarkan karakteristik fisik sampel
penelitian di RSUD Cilacap. Sampel diambil yang meliputi umur, BB, TB, nyeri yang
dengan cara Matching alocation sesuai dengan datanya diambil sebelum tes awal dimulai.
hasil pengukuran SPADI awal dan dengan 2. Uji normalitas data (skor nyeri dan aktivitas
kriteria yang ditetapkan peneliti sehingga fungsional) dengan Saphiro Wilk Test.
jumlahnya sesuai target. Subjek penelitian 3. Uji homogenitas data (skor nyeri dan
berdasarkan rumus Pocock berjumlah 32 orang, aktivitas fungsional) dengan uji Levene’s
yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu test.
Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan 4. Uji beda data tingkat nyeri dan kemampuan
II masing-masing terdiri dari 16 orang. aktivitas fungsional bahu antara sebelum
dan sesudah terapi pada Kelompok
Kelompok Perlakuan I Perlakuan I dan juga Kelompok Perlakuan II
Kelompok Perlakuan I diberikan terapi dengan menggunakan uji komparasi
ultrasound dan traksi bahu ke arah Kaudal parametrik (paired sample t test).
selama 2 minggu dengan frekuensi 3x/minggu 5. Uji beda data (post perlakuan) pada kedua
dengan waktu terapi ultrasound 5 menit per kelompok terapi dengan menggunakan uji
sesi dan traksi bahu ke arah kaudal 10 detik komparasi parametrik (t-independent test).
dengan pengulangan 10 kali. Uji ini bertujuan untuk membandingkan
nilai SPADI setelah perlakuan pada kedua
Kelompok Perlakuan II kelompok penelitian
Kelompok Perlakuan II diberikan terapi
ultrasound dan latihan pendulum Codman. Hasil dan Pembahasan
Frekuensi latihan 3x/minggu selama 2 minggu Karakteristik Pasien
dengan dosis terapi ultrasound 5 menit dan Penelitian yang dilakukan melibatkan
pendulum Codman 20 kali ayunan/sesi. sebanyak 32 responden yang dibagi menjadi
dua kelompok 16 orang responden untuk tiap
Cara Pengumpulan Data kelompok. Pada Kelompok 1 didapatkah bahwa
Sebelum dilakukan perlakuan untuk rata-rata umur responden adalah 51,06 tahun
kelompok I dan kelompok II masing-masing (47 – 54), rata- rata berat badan responden
diukur skor SPADI untuk mengetahui jumlah 68,75 kg (65 – 73), rata-rata tinggi badan
total skor SPADI,setelah selesai perlakuan responden 165,88 cm (160 – 170) dan rata-rata
dilakukan pengukuran SPADI (nilai total SPADI nilai SPADI awal adalah 41,59 (36,93 – 46,15).
setelah perlakuan ) Pada Kelompok 2 didapatkan data bahwa rata-
rata umur responden adalah 50,31 tahun (46 –
Prosedur Pengukuran SPADI 53), rata-rata berat badan responden adalah
SPADI (Shoulder Pain and Disability 67,88 kg (65 – 72), rata-rata tinggi badan
Index) adalah alat ukur untuk mengukur nyeri responden adalah 164,00 cm (158 – 168) dan
dan kemampuan fungsional pada sendi bahu. rata-rata nilai SPADI awal adalah 42,88 (37,69 –
Terdapat dua skala pada pengukuran SPADI 51,54).
yaitu skala nyeri terdapat lima butir pertanyaan
dengan bobot nilai 0 sampai 10. Bobot nilai 0 Distribusi dan Varians Hasil Nilai Spadi
dapat diartikan tidak nyeri dan bobot nilai 10 Pada Kelompok US ditambah traksi ke
diartikan nyeri tak tertahankan. Untuk skala arah kaudal, uji normalitas menggunakan
kedua yaitu kemampuan fungsional terdapat
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 13
 
 
 
Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

Shapiro Wilk Test dan didapatkan hasil untuk Ini menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat
SPADI awal adalah 0,544 (p > 0,05), SPADI diabaikan pengaruhnya terhadap tingkat
akhir adalah 0,340 (p > 0,05) dan selisih SPADI penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan
adalah 0,856 (p > 0,05). Dari uji tersebut dapat aktifitas fungsional bahu.
diartikan bahwa nilai SPADI awal, SPADI akhir
dan selisih SPADI berdistribusi normal. Pada Tabel 4
Kelompok US ditambah latihan Pendulum Rerata Nilai SPADI Sebelum Perlakuan II
Codman, uji normalitas menggunakan Shapiro Kelompok
Wilk Test dan didapatkan hasil untuk SPADI Kelompok Rerata+ t p
awal adalah 0,526 (p > 0,05), SPADI akhir SB
adalah 0,404 (p > 0,05) dan selisih SPADI US+ Traksi 41,59 + -1,16 0,253
adalah 0,289 (p > 0,05). Dari uji tersebut dapat 2,67
diartikan bahwa nilai SPADI awal, SPADI akhir US+ 42,88 +
dan selisih SPADI berdistribusi normal. Pendular 3,56

Tabel 1 Nilai SPADI sebelum perlakuan pada


Hasil Uji Normalitas data SPADI Sebelum kedua kelompok memiliki nilai p = 0,253 (p >
dan Sesudah Perlakuan Kelompok I 0,05). Hal ini berarti bahwa nilai SPADI sebelum
Variabel Rerata SB p perlakuan di antara kedua kelompok tidak ada
SPADI Awal 41,59 2,67 0, 544 perbedaan yang signifikan. Maka uji hipotesis
SPADI Akhir tiga menggunakan data post Kelompok 1 dan
Selisih 32,07 2,98 0,340 Kelompok 2

9,52 1,51 0,856 Tabel 5


Uji Beda Nilai SPADI Sebelum dan
Sesudah Perlakuan Pada Dua Kelompok
Tabel 2 Kelompok Sebelum Sesudah p
Hasil Uji Normalitas Data SPADI Sebelum
dan Sesudah Perlakuan Kelompok II 41,59 +
32,07 +
US+ Traksi 2,67 0,001
Variabel Rerata SB p 2,98
SPADI 42,88 3,56 0, 526 US+ 42,88 + 31,30 +
0,001
Awal 31,30 3,13 0,404 Pendular 3,56 3,13
SPADI 11,58 1,17 0,289
Akhir Uji beda nilai SPADI sebelum dan
Selisih sesudah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I
dan Perlakuan II dianalisis dengan
Tabel 3 menggunakan uji paired sample t test. Dari uji
Uji Homogenitas Kelompok I dan tersebut didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05).
Kelompok II Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Variabel F p terdapat perbedaan penurunan nilai SPADI yang
SPADI Awal 0,503 0,253 bermakna antara sebelum perlakuan dan
SPADI Akhir 0,035 0,483 sesudah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I
dan Kelompok Perlakuan II
Guna mengetahui homogenitas antara Hasil analisis pada Tabel 6 dibawah
Kelompok Perlakuan US ditambah traksi ke arah menunjukkan bahwa nilai SPADI pada Kelompok
kaudal dan Kelompok Perlakuan US ditambah Perlakuan US ditambah traksi ke arah kaudal
latihan Pendulum Codman maka dilakukan uji adalah 32,07 dengan standar deviasi 2,98. Rata-
menggunakan Levene Test. Dari uji tersebut rata selisih SPADI Kelompok Perlakuan US
didapatkan hasil bahwa variabel SPADI awal p = ditambah latihan Pendulum Codman adalah
0,253(p > 0,05) dan variabel SPADI akhir p = 31,30 dengan simpang baku 3,13. Dari hasil uji
0,483 (p > 0,05. Dengan demikian variabel statistik di dapatkan nilai p = 0,726 (p > 0,05).
SPADI awal dan SPADI akhir adalah homogen. Hal ini berarti bahwa kombinasi terapi US
ditambah traksi ke arah tidak ada perbedaan
14 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014
 
 
 
Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

efektifasnya atau sama efektifnya dengan Hasil uji dengan Paired t test adalah
kombinasi terapi US ditambah latihan Pendulum p<0,05 hal ini menunjukan bahwa terdapat
Codman dalam mengatasi nyeri dan perbedaan nilai SPADI sebelum perlakuan dan
meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional sesudah perlakuan.
dibandingkan pada penderita sindroma
impingement subakromialis. Efek Ultrasound dan Latihan Pendulum
Terhadap Penurunan Nyeri dan
Tabel 6 Peningkatan Kemampuan Aktivitas
Uji Beda Hasil Post Perlakuan Pada Kedua Fungsional Seni Bahu
Kelompok Seperti yang sudah dijelaskan di atas
Kelompok Rerata±SB T p tentang gejala pada Sindroma impingement
subakromialis. Efek latihan Pendulum Codman
untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan
US+ 32,07±2,98 0,710 0,483 kemampuan aktivitas fungsional sendi bahu
Traksi adalah latihan ini akan melancarkan cairan
US+ 31,30±3,13
synovial sehingga menstimulasi mekanoresepor
Pendular
pada sendi, mengurangi nyeri pada otot yang
iskemik dan juga mencegah cross-link. Prinsip
Efek Kombinasi ultrasound dan Traksi
dari latihan ini yaitu merupakan tekhnik
Bahu Ke arah Kaudal dalam Mengurangi
mobilisasi yang dilakukan oleh penderita
Nyeri dan Meningkatkan Aktivitas
langsung (aktif) dengan bantuan gravitasi
Fungsional Sendi Bahu
sehingga efek dari latihan ini adalah menarik
Gejala yang terjadi pada sindroma
humerus dari fossa glenoidalis. Sedangkan
impingement subakromialis adalah terjadinya terjadinya pengurangan nyeri pada latihan ini
nyeri dan penurunan kemampuan aktivitas
adalah melalui traksi ringan dan gerakan oscilasi
fungsional pada sendi bahu, hal ini terjadi
(grade II).
karena adanya penekanan pada ruang
Hasil uji dengan Paired t test adalah
subakromial yang menyebabkan inflamasi pada
p<0,05 hal ini menunjukan bahwa terdapat
jaringan-jaringan yang berada di dalam ruang
perbedaan nilai SPADI sebelum perlakuan dan
subakromial.
sesudah perlakuan.
Penghilangan gejala peradangan bursa
subakromialis dapat menggunakan terapi
Efek Kombinasi Ultrasound dan Traksi
ultrasound dan traksi bahu ke arah kaudal. Pada Bahu Ke arah Kaudal Dibandingkan
beberapa penelitian sebelumnya pemilihan
Kombinasi Ultrasound dan Pendulum
kombinasi ini memberikan hasil yang efektif.
Codman Dalam Mengurangi Nyeri dan
Ultrasound adalah sebuah mesin yang Meningkatkan Aktivitas Kemampuan
menggunakan gelombang suara untuk
Fungsional Sendi Bahu
menghasilkan panas pada tubuh.12Efek yang
Untuk mengetahui perbandingan
terdapat pada ultrasound adalah efek thermal
efektivitas dari keduanya dilakukan uji t- tidak
dan mekanik, dimana akan terjadi peningkatan
berpasangan (t- independent test). Hasil uji t-
metabolisme jaringan lokal, peningkatan
independent test adalah p>0,05 hal ini
sirkulasi sehingga dapat membuang substansi P
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan
dengan cepat, selain itu terapi ultrasound juga
efektivitas antara kombinasi ultrasound dan
berpengaruh terhadap ekstensibilitas jaringan
traksi bahu dengan kombinasi ultrasound dan
ikat dan regenerasi jaringan.
latihan pendulum Codman. Pengaruh yang
Efek traksi bahu ke arah kaudal pada sindroma
menyebabkan tidak ada nya perbedaan
impingement subakromialis adalah terjadinya efektivitas antara keduanya adalah bahwa
tarikan pada glenohumeral yang akan secara kajian teori impingement subakromialis
mengakibatkan terenggangnya jarak pada
merupakan sindroma yang multi faktor sehingga
ruang subakromialis sehingga terjadi
perlu pemeriksaan yang spesifik dengan melihat
pengurangan pada penekanan jaringan yang
anatomi dan biomekanis sindroma impingement
berada pada ruang subakromialis.
subakromialis. Pemeriksaan yang tidak sejenis
akan mempengaruhi hasil pada beragamnya
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 15
 
 
 
Kombinasi Ultrasound dan Traksi Bahu ke Arah Kaudal Terbukti Sama Efektifnya Dengan Kombinasi Ultrasound dan Latihan
Codman Pendulum Dalam Menurunkan Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Aktifitas Fungsional Sendi Bahu Pada Penderita
Sindroma Impingement Subakromialis

penyebab yang terdapat pada sindroma ini Roach, Budiman KE – Mak E., Songsiridej, N., et
sehingga mempengaruhi keefektifan pada dua al, “Shoulder Pain and Disability Index”,
modalitas yang di uji perbedaan efektivitasnya. 1991. (serial online), Des, [cited 2013
Kurang ketatnya pada kriteria inklusi juga Feb 7]. Aviabel from :
merupakan faktor yang mempengaruhi http://www.workcover.com/documents.a
penelitian ini. shx%3Fid%%3 
 
Kesimpulan Santamato, Andrea, Vincenzo, Solfrizzi,
Simpulan yang diambil dari penelitian ini adalah Francesco, Panza, Giovanna, Toudl, et
kombinasi terapi ultrasound dan traksi bahu ke al, “Short- Therm Effects of High-
arah kaudal sama efektifnya dengan kombinasi Intensity Laser Therapy Versus
terapi ultrasound dan latihan Pendulum Codman Ultrasound in the Treatment of People
terhadap penurunan nyeri dan peningkatan With Subakromial Impingement”, PHYS
kemampuan aktivitas fungsional pada sindroma THER, 89 : 643-652, 2009
impingement subakromialis.
Vermuelen, Henricus M., Piet M Rozing., Wim R
Daftar Pustaka Obemann., Saskia Le Cessie., Thea PM.,
Ellsworth, Abigail A., Michael Mullaney., Timothy Vliet Vieland, “Comparison of High-Grade
F. Tyler., Malacy Mchugh., Stephen and Low-Grade Mobilization Techniques
Nicholas, “Elctromiografi of Selected in the Management of Adhesive
Shoulder Musculature During Un-Weight Capsulitis of The Shoulder : Randomized
and Weight Pendulum Exercise”, Sport Controlled Trial”, PHYS THER, 86 : 355-
PHYS THER, 1 (2) : 73-79, 2006 368, 2006

Hyvonen, Pekka, “On the Patoghenesis of Witte, Pieter de., Jochem, Nagels., Ewoud RA,
Shoulder Impingement Syndrome”, Van Arkel, “Studi Protocol Subakromial
thesis, Oulu University, Oulu, 2003 Impingement Syndrome : The
Identification Phatophysiologic
Kisner, C., Allen Colby, “Therapeutic Exercise Mechanism (SISTIM)”, BMC
Foundation and Techniques Six Edition”, Musculoskeletal Disorder, 12 : 282, 2011
FA. Davis Company, Philadelphia, 2007
Yiasemides, Ross., Mark, Halaki., Ian, Chaters.,
Michener, Lori A., Philip W. Mc Clure., Andrew Karen A, Ginn, “Does Passive
R, Karduna, “Anatomical and Mobilization of Shoulder Region Joints
Biomechanical Mechanism of Provide Additionl Benefit Over Advice
Subakromial Impingement Syndrome : and Exercise Alone for People Who Have
Review Paper”, Clinical Biomechanic, 18 : Shoulder Pain and Minimal Movement
369-379, 2003 Restriction : A Randomized Controlled
Trial”, PHYS THER, 91 : 178-189, 2011
Nitz, Arthur J, “Physical Therapy Management  
Of The Shoulder”, PHYS THER, 66 : 1912
– 1919, 1986

Pocock, Stuart J, “Clinical Trial-Practical


Aproach”, John Wiley and Sons – A Wiley
Medical Publication, Chicester, 2008

Ramli, Harumiti, “Hubungan Gerakan Berulang


Lengan Atas dengan Sindroma Nyeri
Bahu Pada Pekerja Elektronik PT X
Kabupaten Bogor”, Thesis, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005

16 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014


 
 
 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

METODE KONVENSIONAL, KINESIOTAPING, DAN MOTOR


RELEARNING PROGRAMME BERBEDA EFEKTIFITAS DALAM
MENINGKATKAN POLA JALAN PASIEN POST STROKE DI KLINIK
ONTOSENO MALANG

Irawan, D.S
Fisioterapis- Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Bandung No. 1 Malang, Jawa Timur
sondang.dimas@gmail.com

Abstrak
Latar belakang: Pasien dengan kondisi stroke akan mengalami banyak gangguan-
gangguan yang bersifat fungsional. Kelemahan ekstremitas sesisi, kontrol tubuh yang buruk
serta ketidakstabilan pola berjalan. Rehabilitasi pada stroke, efektif dan dapat memperbaiki
fungsi. Latihan dapat memberikan pembelajaran aktivitas fungsional serta menerapkan
premis dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi, sehingga
dengan latihan yang terarah dapat saja menjadi sembuh dan membaik. Tujuan: Penelitian
ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas metode Konvensional, aplikasi Kinesiotaping
dan metode MRP dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke. Metode: Desain
penelitian ini adalah pre and post test with control group design menggunakan 3 kelompok
sampel. Jumlah sampel masing-masing kelompok adalah 10 orang. Kelompok I diberikan
metode Konvensional, Kelompok II diberikan aplikasi Kinesiotaping, dan Kelompok III
diberikan metode MRP dengan durasi latihan 3 kali dalam seminggu dengan waktu 60 menit
selama 4 minggu. Data berupa pre test dan post tes pola jalan pasien post stroke
menggunakan Wisconsin Gait Scale. Sampel berjumlah 30 dibagi ke dalam 3 kelompok. Pada
Kelompok Konvensional memiliki usia rerata 62,3 tahun dengan jumlah laki-laki 5 orang, dan
perempuan 5 orang. Pada Kelompok Kinesiotaping memiliki usia rerata 65,1 tahun dengan
jumlah laki-laki 6 orang, dan perempuan 4 orang. Sedangkan pada Kelompok MRP memiliki
usia rerata 62,6 tahun dengan jumlah laki-laki 6 orang, dan perempuan 4 orang. Hasil:
Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji Anova menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna antara rerata skor WGS setelah intervensi dari ketiga kelompok dengan nilai p <
0,05. Namun perbandingan rerata skor WGS pada setiap kelompok menunjukkan metode
Kinesiotaping dan MRP memiliki perbedaan bermakna terhadap metode Konvensional, tetapi
antara Kinesiotaping dengan MRP tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa MRP tidak lebih efektif daripada Kinesiotaping
tetapi lebih efektif daripada metode Konvensional, dalam meningkatkan pola jalan pasien
post stroke.

Kata kunci: konvensional, kinesiotaping, motor relearning programme

Abstract
Background: Stroke patient would have impaired activities of daily living. One-sided
weakness of extremities, poor body control, and gait instability. Rehabilitation in stroke
patient, effective and can improve the function of the impaired limb. Exercise can provide
the functional activity of learning and apply the basic premise that the capacity of the brain
is able to reorganize and adaptable so with targeted exercises it can be improved.
Objective: This study aimed to compare the efficiacy of conventional methods, applications
kinesiotaping, and MRP method in improving the gait pattern of stroke patients. Method:
The study has pre and post test with control group design using 3 groups. There are 10
people in each group. The first group was given conventional intervention methods, group II
given Kinesiotaping application, and the third group was given the intervention using the
MRP with duration of exercise 3 times a week with a time of 60 minutes for 4 weeks. Data
in the form of pre-test and post-test patterns of stroke patients analized by using Wisconsin
Gait Scale. Samples were 30 divided into 3 groups. In the conventional group had a mean

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  17


 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

age of 62.3 years with a number of men 5 men and 5 women. At Kinesiotaping group had a
mean age of 65.1 years with a number 6 men and 4 women. While the MRP group had a
mean age of 62.6 years with a number 6 men and 4 women. Result: Results of hypothesis
testing using Anova showed a significant difference between the (average of the WGS scores
after intevention of the three groups, with value of p<0,05. The comparison on each method
showed that the Kinesiotaping application and MRP have significant difference, but the
Kinesiotaping application showed no significally difference with MRP. Conclusion: The
conclusions in this study that the conventional methods, Kinesiotaping application and MRP
has different efficacy on improfing gait pattern of stroke patient.

Keywords: conventional, kinesiotaping, motor relearning programme

Pendahuluan gerak yang terkait dengan fungsional pada


Manusia adalah makhluk yang kondisi stroke, seperti halnya permasalahan
memerlukan gerak dan berpindah tempat. kemandirian dalam berjalan terkait dengan
Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan kekuatan anggota gerak bawah.
dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Menurut Sullivan terapi latihan adalah
Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter metode yang paling umum digunakan untuk
maupun involunter dipengaruhi oleh interaksi mengatasi masalah mobilitas fisik setelah
organisme dengan sekitarnya. Gangguan gerak kerusakan otak. Terapi latihan dengan ROM
pada manusia dapat disebabkan oleh beberapa exercise dapat meningkatkan kekuatan
penyakit dimana salah satunya adalah stroke. kekuatan otot, dan mengurangi tonus otot
Stroke adalah penyakit multifaktorial (spastisitas) lower extremity sehingga dapat
dengan berbagai penyebab disertai manifestasi meningkatkan gait function pada pasien post
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan stroke.
dan kematian di negara-negara berkembang. Aplikasi Kinesiotaping juga mampu
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu meningkatkan kemampuan sensomotoris pasien
tanda klinis yang berkembang cepat akibat post stroke. Kinesiotaping dapat meningkatkan
gangguan otak fokal (atau global) dengan propioseptif feedback sehingga menghasilkan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam posisi tubuh yang benar, hal ini menjadi hal
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian yang sangat dasar yang diperlukan ketika
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain latihan untuk mengembalikan fungsi dari
vaskuler. extrimitas dilakukan.
Menurut Riset Kesehatan Dasar, prevalensi Kinesiotaping melalui reseptor di
stroke di indonesia pada tahun 2007 mencapai cutaneus dapat memberikan rangsangan pada
angka 8,3 per 1.000 penduduk dan pada tahun sistem neuromuskuler dalam mengaktivasi
2011 stroke menjadi penyebab pertama kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu
kematian di indonesia. Kemungkinan meninggal gerak fungsional. Kinesiotaping juga akan
akibat stroke adalah 30 – 35 persen, dan memfasilitasi mechanoreseptor untuk
kemungkinan mengalami kecacatan mayor mengarahkan gerakan yang sesuai dan
adalah 35 – 40 persen. memberikan rasa nyaman pada area yang
Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh dipasangkan.
stroke bagi kehidupan manusia sangat Fisioterapist juga dapat memberikan
kompleks. Adanya gangguan-gangguan fungsi berbagai metode lain seperti metode Rood,
vital otak seperti gangguan koordinasi, metode Johnstone, metode brunnstrom,
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol metode bobath, metode Propioceptive
postur, gangguan sensasi, gangguan refleks Neuromuscular Facilitation (PNF) dimana
gerak akan menurunkan kemampuan aktivitas menggunakan pendekatan reflek dan teori
fungsional individu sehari-hari. Akibat adanya hierarki motor control, sedangkan metode yang
gangguan vital otak, maka penderita stroke lain seperti Motor Relearning Programme (MRP)
melakukan aktivitas berjalan dengan pola yang menggunakan pendekatan motor control dan
abnormal. motor learning.
Fokus dari rehabilitasi stroke, khususnya Potensi serta kontribusi fisioterapi dalam
fisioterapi adalah memperbaiki permasalahan proses pemulihan stroke menjadikan prinsip-
prinsip MRP berupa : pelatihan kembali kontrol
18 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

motorik berdasarkan pemahaman tentang Kelompok perlakuan I


kinematika dan kinetika gerakan normal Kelompok perlakuan I diberikan latihan
(biomekanik), kontrol dan latihan motorik menggunakan Metode Konvensional, yaitu
(motor control and motor learning), yang menggunakan ROM Exercise selama 4 minggu,
melibatkan proses kognitif, ilmu perilaku dan dengan frekuensi 3x seminggu dan 45 – 60
psikologi, pelatihan, pemahaman tentang menit setiap sesi.
anatomi dan fisiologi saraf, serta tidak
berdasarkan pada teori perkembangan normal Kelompok perlakuan II
(neurodevelopmental). Kelompok perlakuan II diberikan Aplikasi
Latihan tersebut dapat memberikan Kinesiotaping pada otot postural dan area ankle
proses pembelajaran aktivitas fungsional serta selama 4 minggu, dengan frekuensi
menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak penggantian Kinesiotaping setiap 3 hari.
mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi
(kemampuan plastisitas otak) dan dengan Kelompok perlakuan III
latihan yang terarah dapat saja menjadi Kelompok perlakuan III diberikan latihan
sembuh dan membaik, selain itu sebagai menggunakan Metode MRP, selama 4 minggu,
relearning kontrol motorik sehingga dapat dengan frekuensi 3x seminggu dan 45 – 60
mengeliminasi gerakan yang tidak diperlukan menit setiap sesi.
dan meningkatkan kemampuan pengaturan
postural dan gerakan. Cara Pengumpulan Data
Yang menjadi hipotesis utama dalam Sebelum diberikan perlakuan baik
penelitian ini adalah untuk membandingkan Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III
efektifitas metode Konvensional, aplikasi dilakukan analisa pola jalan menggunakan
Kinesiotaping dan metode MRP dalam Wisconsin Gait Scale (WGS) untuk mengetahui
meningkatkan pola jalan pasien post stroke. nilai total WGS (nilai total WGS sebelum
perlakuan), dan 4 minggu setelah perlakuan
Metode dilakukan analisa pola jalan menggunakan WGS
Ruang Lingkup Penelitian (nilai total WGS setelah Perlakuan).
Penelitian dilakukan di Klinik Ontoseno
Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Prosedur Pengukuran Pola Jalan
Maret hingga Mei 2013. Penelitian ini berjenis Pengamatan dilakukan melalui video
quasi eksperimental dengan rancangan recording terlebih dahulu dari sisi anterior,
penelitian pre test and post test with control posterior, dan lateral kemudian dilakukan
group design. Penelitian ini dilakukan untuk observasi menggunakan Wisconsin Gait Scale
melihat pengaruh pemberian latihan (WGS). WGS memiliki 14 item penilaian yang
menggunakan Metode Konvensional, Aplikasi diobservasi secara visual. Untuk item nomor 1
Kinesiotaping, dan Metode MRP terhadap memiliki 5 kriteria penilaian, item nomor 11
peningkatan pola jalan pasien post stroke. memiliki 4 kriteria penilaian, sedangkan yang
Penilaian pola jalan pasien post stroke diukur lain memiliki 3 kriteria penilaian. Sehingga
dan dievaluasi menggunakan Wisconsin Gait dalam pengukuran pola jalan menggunakan
Scale. WGS, untuk mendapatkan nilai total WGS
digunakan perhitungan: jumlah nilai no 2
Populasi dan Sampel hingga 10, dan 12 hingga 15, ditambah dengan
Populasi dalam penelitian ini adalah 3/5 dari nilai nomor 1, ditambah 3/4 dari nilai
semua pasien post stroke di Klinik Ontoseno nomor 11. Nilai minimal WGS adalah 13,35 dan
Malang. Pengambilan sampel diambil secara maksimal 42, dimana semakin besar nilai WGS
acak sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. maka semakin bermasalah pola jalan pasien
Berdasarkan rumus Pocock sampel penelitian post stroke.
berjumlah 30 orang dan dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan. Setiap kelompok Analisis Data
perlakuan terdiri dari 10 orang. Data yang diperoleh dianalisa
menggunakan SPSS versi 16, langkah-langkah
sebagai berikut:
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  19
 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

1. Statistik deskriptif digunakan untuk 5. Untuk mengetahui apakah Metode


mengetahui karakteristik subjek penelitian Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor
yang meliputi usia dan jenis kelamin. Relearning Programme memiliki perbedaan
2. Dilakukan uji normalitas data skor WGS efektifitas dalam meningkatkan pola jalan
sebelum dan setelah intervensi pada setiap pasien post stroke, dilakukan Uji Anova
kelompok perlakuan menggunakan Saphiro untuk skor WGS setelah intervensi antar
Wilk Test. kelompok perlakuan.
3. Untuk mengetahui peningkatan pola jalan 6. Untuk mengetahui metode yang paling
pasien post stroke, dilakukan uji beda efektif dalam peningkatan pola jalan pasien
rerata skor WGS sebelum dan setelah post stroke dilakukan uji LSD pada skor
intervensi pada setiap kelompok perlakuan WGS setelah intervensi antar kelompok
menggunakan Paired t-test. perlakuan.
4. Uji homogenitas data untuk kelompok data
usia, skor WGS sebelum perlakuan dan Hasil dan Pembahasan
selisih skor WGS sebelum dan setelah Karakteristik Subyek
intervensi menggunakan Levene’s test.
 
Tabel 1
Karakteristik Sampel
Usia Jenis Kelamin
Kelompok Rentang Usia
Rerata SB L P
Konvensional 55 – 72 62,3 5,79 5 5
Kinesiotaping 50 – 72 65,1 6,69 6 4
MRP 55 – 73 62,6 6,16 6 4

Sampel penelitian berjumlah 30 pasien 28% terserang stroke dengan usia dibawah 65
post stroke di Klinik Ontoseno Malang dengan tahun, dan 72% pasien stroke berusia lebih
usia responden berkisar antara 50 – 73 tahun. dari 65 tahun.4 Usia juga salah satu faktor yang
Pada kelompok perlakuan Konvensional berkisar mempengaruhi plastisitas. plastisitas di korteks
antara 55 – 72 tahun dengan rerata 62,3±5,78 motorik berkurang pada lansia (usia 60-79) tapi
tahun. Pada kelompok perlakuan Kinesiotaping tidak di paruh baya (usia 40 - 59).
berkisar antara 50 – 72 tahun dengan rerata Dari 30 total sampel, 17 orang sampel
65,1±6,69 tahun. Pada kelompok perlakuan laki-laki dan 13 sampel perempuan. laki-laki
MRP berkisar antara 55 – 73 tahun dengan cenderung lebih tinggi untuk terkena stroke
rerata 62,6±6,16 tahun. Deskripsi tersebut dibandingkan perempuan, dengan
menunjukkan bahwa Cerebro Vascular Accident perbandingan 1,3:1. Tetapi dalam penelitian ini
memiliki keterkaitan resiko usia pada kategori jenis kelamin bukanlah salah satu pertimbangan
tua. yang mempengaruhi aspek penilaian dalam
Faktor resiko kejadian stroke meningkat penelitian.
seiring bertambahnya usia, dan menjadi dua
kali lipat setelah usia 55 tahun. Setiap tahun Distribusi Hasil Nilai Total Skor WGS

Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Data Skor WGS
Kelompok n Rerata SB P
Sebelum 10 29,73 1,56 0,525
Konvensional
Setelah 10 25,48 2,36 0,220
Sebelum 10 28,93 1,88 0,207
Kinesiotaping
Setelah 10 20,68 2,43 0,226
Sebelum 10 27,75 2,42 0,354
MRP
Setelah 10 20,68 1,60 0,835

20 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

Berdasarkan hasil pengujian normalitas data berdistribusi normal untuk setiap


data, Skor WGS untuk Kelompok data sebelum kelompok perlakuan.
dan setelah intervensi pada Kelompok
perlakuan Konvensional, Kinesiotaping, dan Peningkatan Pola Jalan Pasien Post
MRP, didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti Stroke

Tabel 3
Hasil Uji Beda Rerata Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervensi
Sebelum Setelah
Kelompok Rerata SB
F p F p

Konvensional 25,48 2,36

Kinesiotaping 20,68 2,43 2,504 0,101 16,357 0,000

MRP 20,68 1,60

Berdasarkan uji beda rerata skor WGS Somatosensory stimulation, dan muscle
sebelum dan setelah intervensi pada setiap activity feedback exercise efektif dalam
kelompok perlakuan didapatkan nilai p < 0,05. peningkatan fungsi berjalan pasien post stroke.
Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat Kinesiotaping dapat meningkatkan sensitivitas
perbedaan yang bermakna antara skor WGS perceptual-motor propioception. propioceptif
sebelum dan setelah intervensi. merupakan salah satu sensory feedback yang
Pada kelompok perlakuan metode diperlukan dalam informasi motor control,
Konvensional terjadi penurunan rerata skor sehingga akan meningkatkan motor output dan
WGS sebesar 4,25 (14,28%), pada kelompok movement respon.
perlakuan Kinesiotaping terjadi penurunan Metode Motor Relearning Programme
rerata skor WGS sebesar 8,25 (28,51%), dan dapat memberikan proses pembelajaran
kelompok perlakuan MRP terjadi penurunan aktivitas fungsional serta menerapkan premis
rerata skor WGS sebesar 7,07 (25,48%), dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk
sehingga dapat dikatakan bahwa metode reorganisasi dan beradaptasi, dan dengan
Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP sama- latihan yang terarah dapat membaik. Metode
sama meningkatkan pola jalan pasien post Motor Relearning Programme dapat
stroke di Klinik Ontoseno Malang. mengeliminasi gerakan yang tidak diperlukan
dan meningkatkan kemampuan pengaturan
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan postural dan gerakan.
MRP Meningkatkan Pola Jalan Pasien Post Motor learning menjelaskan bagaimana
stroke pola-pola motorik dapat dimodifikasi melalui
Pasien stroke akan mengalami defisit pengamatan dan praktek secara berulang-
neurologis yang menyebabkan hilangnya ulang. Pendekatan metode motor relearning
kekuatan pada tungkai dan gangguan programme membantu mencapai kemampuan
keseimbangan dimana keduanya memiliki peran motorik normal dengan feedback yang tepat
penting dalam kemampuan berjalan. Untuk dan partisipasi aktif dari pasien.
meningkatkan gait function pasien post stroke,
fokus utamanya adalah meningkatkan kekuatan Homogenitas Varian Penelitian
kekuatan otot, dan mengurangi tonus otot Berdasarkan hasil pengujian
(spastisitas) lower extremity. homogenitas data pada usia sampel, skor WGS
Menurut Sullivan terapi latihan adalah sebelum intervensi, dan selisih skor WGS
metode yang paling umum digunakan untuk sebelum dengan setelah intervensi didapatkan
mengatasi masalah mobilitas fisik setelah nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat
kerusakan otak. homogen, sehingga data dapat dikatakan
comparable.

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  21


 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

Tabel 4
Hasil Analisis Uji Homogenitas Data
n F p
Kelompok

Usia 10 0,024 0,976


10 1,520 0,237
Skor WGS sebelum intervensi

Selisih Skor WGS sebelum dengan 10 1,332 0,281


setelah intervensi

Komparibilitas Hasil Skor WGS Setelah Intervensi

Tabel 5
Hasil Analisa Uji Anova Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervesi
Sebelum Setelah
Kelompok Rerata SB
F p F p

Konvensional 25,48 2,36

Kinesiotaping 20,68 2,43 2,504 0,101 16,357 0,000

MRP 20,68 1,60

Berdasarkan hasil uji Anova di atas Berdasarkan hasil analisis skor WGS
menunjukkan bahwa ada perbedaan skor WGS setelah intervensi antar kelompok perlakuan
yang tidak bermakna pada kelompok data dapat dilihat bahwa Metode Kinesiotaping dan
sebelum intervensi, dimana didapatkan nilai p = MRP menghasilkan perubahan pola jalan yang
0,101 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa lebih besar secara signifikan dibandingkan
data skor WGS sebelum intervensi comparabel. dengan Metode Konvensional, terbukti dari
Pada kelompok data setelah intervensi hasil uji LSD dimana menunjukkan hasil p <
didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) sehingga 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode
kelompok data setelah intervensi menunjukan MRP dan Kinesiotaping lebih efektif daripada
perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat Metode Konvensional.
dikatakan bahwa penurunan skor WGS terjadi Untuk kelompok perlakuan MRP dengan
karena intervensi yang diberikan. Kinesiotaping didapatkan nilai p sebesar 0,996
Untuk mengetahui metode yang paling (p>0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
efektif antara metode Konvensional, ditemukan perbedaan yang signifikan dalam
Kinesiotaping, dan MRP dalam peningkatan pola peningkatan pola jalan pasien post stroke.
jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Sebuah gerakan fungsional merupakan
Malang, maka dilakukan uji Least Significant sebuah rangkaian interaksi dari kontrol motorik
Different (LSD). pada otak dan feedback dari somatosensoris,
visual, dan vestibular. Kinesiotaping dapat
Tabel 6 memfasilitasi mechanoreceptor untuk
Hasil Analisis Skor WGS Setelah mengarahkan gerakan yang sesuai dan
Intervensi Antar Kelompok memberikan rasa nyaman pada area yang
dipasangkan. Kinesiotaping juga dapat
Kelompok Beda Rerata P meningkatkan propioseptive feedback sehingga
menghasilkan posisi tubuh yang benar. 10
Konvensional – Kinesiotaping 4,801 0,000
Seperti yang diungkapkan Kim23 bahwa
Konvensional – MRP 4,796 0,000 penambahan Kinesiotaping pada ankle joint
memberikan hasil yang lebih efektif daripada
Kinesiotaping – MRP 0,005 0,996 fisioterapi Konvensional dalam meningkatkan
22 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

keseimbangan dan kemampuan berjalan pasien resonance imaging clinics of north


stroke. America, 2009
Latihan aktivitas motorik harus Dean C.M, Shepherd R.B, “Task-Related
dilakukan dalam bentuk aktivitas fungsional Training Improves Performance of
karena tujuan dari rehabilitasi tidak hanya Seated Reaching Tasks After Stroke: A
sekedar mengembalikan suatu pergerakan, Randomized Controlled Trial”, Stroke 28,
akan tetapi mengembalikan fungsi. Dalam 1997
metode MRP, Motor Learning menjelaskan
bagaimana pola-pola motorik dapat dimodifikasi Donnell, M, “Human Motor Cortical Plasticity
melalui pengamatan dan praktek secara and Upper LimbPerformance”, Research
berulang-ulang (Chan et al., 2002). Centre for Human Movement Control
Seperti yang diungkapkan oleh Chan- Discipline of Physiology, School of
Dora, Motor relearning Programme lebih efektif Molecular and Biomedical Science, The
dari Metode Konvensional untuk meningkatkan University of Adelaide, 2006
kemampuan fungsional pasien stroke.
Aplikasi Kinesiotaping tidak ada Ewa J and Carol L, “Kinesio Taping in Stroke:
intervensi untuk mengkoreksi pola gerakan Improving Functional Use of the Upper
kompensasi yang sudah terbentuk. Extremity in Hemiplegia”, Thomas Land
Mengkombinasikan appropriate afferent publisher. Inc, 2006
stimulation menggunakan task-specific training
menghasilkan peningkatan yang lebih besar Fathi, D., Ueki, Y, Mima, T, Koganemaru, S,
dibandingkan dengan latihan sendiri. Dari Nagamine, T, Tawfik, A, & Fukuyama, H,
waktu intensitas intervensi yang dilakukan “Effects of Aging on The Human Motor
kemungkinan masih belum menunjukkan Cortical Plasticity Studied by Paired
perubahan pada pola jalan pasien post stroke, Associative Stimulation”, Clinical
mengingat aktivitas fungsional berjalan Neurophysiology, 121, 2010
merupakan sebuah rangkaian gerakan yang
kompleks Geurts A.C, de Haart M, van Nes I.J, “A Review
of Standing Balance Recovery From
Kesimpulan Stroke, Gait posture”, 2005
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Haim, A, “Plasticity of Gait Patterns Via
Metode Kinesiotaping paling efektif dalam Noninvasive Biomechanical Stimulation”,
meningkatkan pola jalan pasien post stroke di Israel Institute of Technology, 2011
Klinik Ontoseno Malang, di ikuti oleh Motor
Relearning Programme, dan kemudian metode Irfan, Muhammad, “Fisioterapi bagi insan
Konvensional. stroke”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010

Daftar Pustaka Jorgensen HS, Nakayama H, Raaschou HO,


Chan C.C.H, Lee T.M.C, Fong K.N.K, Lee C, Olsen TS, ”Recovery ofwalking function
Wong V, “Cognitive Profile For Chinese of stroke patients: the Copenhagen
Patient With Stroke”, Brain Injury; 16, Stroke Study”, Arch Phys Med Rehabil;
2002 76: 27–32, 1995

Collen F.M, Wade D.T, “Assesory Motor Junaidi, I, “Stroke A-Z Pengenalan,
Impairment After Stroke, journal of Pencegahan, Pengobatan, Rehabilitasi
neural”, neurosurgery, and psychiatry, Stroke, Serta Tanya Jawab Seputar
1990 Stroke”, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta,
2008
Cowderoy GA, Lisle DA, O’connel PT, “Overuse
and Impigement Syndromes of The Kase K, Jim W, Tsuyoshi K, “Clinical Therapeutic
Shoulder in Athlete”, Magnetic Applications of The Kinesio Taping

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  23


 
Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda Efektifitas Dalam Meningkatkan Pola Jalan Pasien
Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang

Method”, Ken Ikai Co. Ltd, Tokyo, Japan, Wolf PA, Albers G, Higashida RT, Grotta J,
2003 “Stroke In New Mileniumm. 73rd
Scientific session of the American Heart
Kim Y.R, Kim J.I, Kim Y.Y, Kang K.Y, Kim B.K, Association”, Plenary session VII,
Park J.H, An H.J, Min K.O, ”Effects of Lousiana, New Orleans, November 12-
Ankle Joint Taping on Postural Balance 1, 2000
Control in Stroke Patients”, Department
of Physical Therapy, Yongin University, World Health Organization, “STEP Stroke
470 Samga-dong, Cheoingu, Yongin, Surveillance”, 2006. Available from:
Korea, 2012 http://
www.who.int/entity/chp/steps/Section1_
Leonard, Charles T, “The Neuroscience of Introduction.pdf [Accessed 5 Oktober
Human Movement”, Mosby, USA, 1998 2012].

Pang M, Eng J, Dawson A, “Relationship Yasukawa A, Patel P, Sisung C, “Pilot study:


between ambulatory capacity and investigating the effects of Kinesio
cardiorespiratory fitness in chronic Taping in an acute pediatric
stroke: influence of stroke-spesific rehabilitation setting”, Rehabilitation
impairment”, Chest, 2005 Institute of Chicago, Illinois, USA, 2006

Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto,


Widyo, Kriswanto, “Awas Stroke:
Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan
& Pencegahan”, penerbit ANDI,
Yogyakarta, 2010

Riskesdas, “Riset Kesehatan Dasar”, Badan


Pengembangan dan Penelitian
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta, 2008

Saidi, S., Mahjoub T., and Almawi, W.Y,


“Aldosterone Syntase Gene (CYP11B2)
Promoter Polymorphism as a Risk Factor
for Ischemic Stroke in Tunisian Arabs”,
Journal of Renin-Angiotensin-
Aldosterone System 11: 180, 2010

Sullivan, K.J, “Therapy Interventions for Mobility


Impairment and Motor Skill Acquisition
After TBI”, In : Zasler, N.D., Katz, D.I.,
Zafonte, R.D., editors, Brain Injury
Medicine: Principles and Practice.
Demos. p. 931-942, New York, 2007

Susanti J dan irfan, “Pengaruh Penerapan Motor


Relearning Programe (MRP) Terhadap
Peningkatan Keseimbangan Berdiri Pada
Pasien Stroke Hemiplegi”, jurnal
penelitian sains & teknologi vol II No 2:
126-143, 2010

24 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

APLIKASI ICE MASSAGE SESUDAH PELATIHAN LEBIH BAIK


MENGURANGI TERJADINYA DOMS DARIPADA TANPA PEMBERIAN
ICE MASSAGE PADA OTOT HAMSTRING

Rakasiwi, A.M
Fisioterapis-Universitas Pekalongan
Jalan Sriwijaya No 3 Pekalongan 51115
lentho_mr@yahoo.com
 
 
Abstrak
Latar belakang: Delayed onset muscle soreness adalah suatu rasa yang tidak nyaman dan
nyeri yang mengenai pada otot. DOMS dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan
otot, penurunan lingkup gerak sendi dan terjadinya kerusakan pada jaringan otot yang
terjadi selama 12 – 24 jam setelah melakukan pelatihan. DOMS dapat memburuk apabila
tidak diberikan penanganan secara tepat dan cepat dalam waktu 48 – 72 jam.
Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian ice massage
sesudah pelatihan dalam mengurangi terjadinya DOMS. Metode:Rancangan penelitian yang
digunakan dengan menggunakan metode penelitian Post Test Only With Control Group
Design, jumlah sample sebanyak 20 orang mahasiswa. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok I adalah kelompok perlakuan (ice massage) dan kelompok 2 adalah kelompok
kontrol (tanpa pemberian ice massage). Subjek melakukan kontraksi maksimal dan melebihi
beban pelatihan. Subjek melakukan 75 kontraksi dan dibagi 3 set pelatihan. Setiap set 25
kontraksi dengan beban 18 kg. Setelah pelatihan, pada kelompok perlakuan diberikan ice
massage, pemberian ice massage dilakukan setelah 30 menit pelatihan pada kelompok
perlakuan, kemudian pada kelompok kontrol tidak diberikan ice massage. Pengukuran
DOMS dilakukan menggunakan skala talaq, dimana pengukuran dilakukan setelah diberikan
ice massage dan tanpa pemberian ice massage.Hasil:Hasil yang didapatkan pada aplikasi
pemberian ice massagedengan wilcoxon rank didapatkan probabilitas sebesar 0,102 > 0,05.
Pada variabel non ice massage dengan wilcoxon rank probabilitas yang didapatkan, yaitu p
sebesar 0,010 < 0,05. Perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan
menggunakan mann-whitney test didapatkan probabilitas sebesar 0,026 < 0,05.
Kesimpulan: Dengan melihat dari hasil data yang diperolah dapat disimpulkan bahwa
pemberian ice massage secepat mungkin dapat mengurangi resiko terjadi DOMS, sedangkan
tanpa pemberian ice massage tidak dapat mengurangi resiko terjadinya DOMS. Untuk
menghindarri terjadinya kerusakan yang lebih luas terhadap efek pemberian pelatihan yang
overload, pemberian ice massage secara dini akan membantu mengurangi terjadinya resiko
DOMS.
Kata kunci: ice massage, DOMS, pelatihan

Abstract
Background: Delayed onset muscle soreness is a uncomfortable feeling and pain on
muscle. Doms involve reducing muscle strength, range of motion, and muscle tissue
damage that occure 12 – 24 hours after trainning.DOMS poor in 48 – 72 hours otherwise
getting treatment precisely and quickly. Objective: This reasearch was aimed at testing
the effectifeness of ice massage pre and post exercise to reduce of delayed onset muscle
soreness. Method: The sample 20 for college students, and devide into 10 students in each
group. Treatment groups with ice massage 10 college student and control groups non ice
massage 10 college students. The study was conductedby providingthe typeof trainingusing
atreeentraintomeasure the strength of1RMwithHoltenmethodonhamstringmuscletogetthe
datathemusclesoreness. Subject toa maximumcontractionand loadexceeds. Subject toas
many as75contractionswere divided into3setstrainning. Eachtrainingsetas much
as25contractionswith a load of18 kg. Icemassage was applicationsaftertrainingin the
experimental group, thenin the control groupwas notgivenicemassageafter trainning.
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  25
 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

DOMSmeasurements performedusing ascaletalaq, which themeasurements were


takenaftertrainingineachgroup. Result:The results obtainedin theapplication oficemassage
with wilcoxon rank p value 0,102 > 0,05. Non icemassageresultsobtainedarenotsignificantly
with p value 0,010 < 0,05. Different from two variable with mann withney test p value
0,026 < 0,05. Conclusion: From this study showed thaticemassage immediately after
exercise was reducing of risk DOMS, than without ice massage after exercise to diminish of
muscle damage from overload trainning.
Keywords: ice massage, delayed onset muscle soreness, exercise

Pendahuluan 12 – 15 tahun (masa remaja awal), 15 – 18


Seseorang dituntut untuk selalu bekerja tahun (masa remaja pertengahan), dan 18 – 21
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kadang tahun (masa remaja akhir). Tetapi Monks,
seseorang melupakan kesehatan dan Knoers, dan Haditono membedakan masa
kebugaran tubuh jika sudah melakukan remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-
pekerjaan. Melakukan pekerjaan yang melebihi remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15
kemampuan tubuh akan berdampak secara tahun, masa remaja pertengahan 15–18 tahun,
langsung atau tidak langsung bagi kebugaran dan masa remaja akhir 18–21 tahun
dan kondisi tubuh yang sehat. Kerja fisik yang (Haryanto.2010).
dilakukan secara berlebihan bisa membuat Cedera hamstring dapat terjadi pada
kelelahan pada tubuh, sering kali melebihi dari siapapun dengan tingkat cedera yang berbeda.
kemampuan atau berlebihan sehingga akan Pada atlit kondisi cedera kadang bisa lebih
berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan komplek kasusnya bisa terjadi spasme, nyeri
fisik seseorang. Kemampuan seseorang untuk sampai pada robekan otot yang mengganggu
dapat melakukan kegiatan fisik dengan baik aktifitas latihan seorang atlit dan pada remaja
tergantung terhadap kondisi kebugaran fisik bisa disebabkan karena tulang dan otot tidak
seseorang. Upaya untuk bisa menjaga tumbuh pada tingkat yang sama. Cedera pada
kebugaran tubuh adalah dengan berolahraga. otot hamstring dapat menyebabkan terjadinya
Olahraga adalah serangkaian gerak yang kerusakan otot paha, cedera yang terjadi dapat
teratur dan terencana untuk memelihara gerak diakibatkan karena melakukan aktifitas berlari
dan meningkatkan kemampuan gerak. Olahraga dan gerakan berhenti dengan tiba tiba. Gejala
bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dan yang dapat dirasakan ketika otot hamstring
perkembangan jasmani, rohani dan sosial terkena cedera seperti nyeri pada belakang
(Watson.1999). paha, otot terasa sobek, bengkak dan terasa
Olahraga bisa dilakukan setiap hari lunak dalam beberapa jam, otot melemah atau
dengan teratur dan atau dengan kegiatan kaki tidak bisa mengangkat beban
olahraga yang terjadwal. Berkembangnya pusat (Anonim.2012).
kebugaran seperti gym, lapangan futsal, basket Cedera hamstring dapat terjadi ringan (
dan sebagainya, merupakan sarana olahraga tertariknya otot hamstring dan otot hanya
bagi remaja yang selalu menarik antusiasme kehilangan sedikit tarikan), cedera sedang
untuk rajin berolahraga. Beberapa di antara ditandai dengan robeknya satu atau dua otot
mereka bahkan tidak mengetahui manfaat hamstring menimbulkan nyeri dan hilang
dari olahraga yang mereka lakukan, namun sebagian kekuatan otot, cedera yang
mereka rajin melakukannya hanya karena hobi menyebabkan otot hamstring mengalami
dan ingin menghabiskan waktu bersama robekan yang dapat menimbulkan otot
teman-teman mereka dengan berolahraga kehilangan seluruh kekuatan ototnya.
(Haryanto.2010). (Anonim.2012).
Remaja adalah masa peralihan dari Muscle soreness dapat menyebabkan
masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rasa tidak nyaman atau nyeri yang kadang kita
rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada tidak mengetahui penyebab nyeri tersebut
masa tersebut terjadi proses pematangan baik dapat timbul. Dari beberapa teori yang sudah
itu pematangan fisik, batasan usia remaja yang dikemukakan penyebab terjadinya muscle
umum digunakan oleh para ahli adalah antara soreness disebabkan oleh microtrauma yang
12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia terjadi pada serabut kecil muscle fiber.Muscle
remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu soreness dapat terjadi pada fase akut dimana
26 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

pada fase akut ini terjadi muscle soreness yang gerakan. Dengan memperhatikan teori dan
berlangsung selama ataupun setelah ilmu dasar pada mekanisme injury ,
melakukan aktifitas fisik yang berat dalam penanganan untuk DOMS akan bisa
jangka waktu yang cepat yang disebut acute meminimalkan kerusakan pada jaringan dan
muscle soreness, kemudian muscle soreness menghindarkan dari latihan otot yang
yang dapat terjadi dan dirasakan setelah 24 berlebihan. Delayed Onset Muscle Soreness
jam sampai 72 jam setelah melakukan aktifitas (DOMS) dapat diklasifikasikan sebagai cedera
fisik yang disebut dengan Delayed Onset Muscle pada otot tipe I dan dapat diketahui dengan
Soreness (Anonim.2012). adanya nyeri tekan dan spasme pada saat
Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS) dilakukan palpasi dan gerakan. Nyeri tekan
selalu dikaitkan dengan keadaan yang tidak dapat terlokalisasi pada bagian distal otot dan
biasa, kerja otot yang berlebihan dan kontraksi dapat bertambah nyeri dalam waktu 24 – 48
eksentrik dapat memicu terjadinya DOMS. jam setelah melakukan latihan. Rasa nyeri
Kontraksi otot eksentrik dapat dilihat dari tersebut dapat menggambarkan tingginya
adanya perpanjangan otot selama otot receptor pada jaringan lunak dan pada tendon
berkontraksi. Mekanisme terjadinya DOMS otot. (Cheung et al.2003).
dapat dikaitkan dengan adanya stimulasi nyeri Dalam penelitian disebutkan bahwa
yang disebabkan dengan adanya pembentukan DOMS dapat terjadi pada saat kita melakukan
asam laktat, kekakuan otot, kerusakan aktifitas lari gunung (Hiking), Ressisted Cycling,
jaringan ikat, kerusakan otot, peradangan, dll. Stepping, ballistic stretching, isocinetic
Gejala yang bisa muncul dalam 24 – 42 jam dynamometri, dan latihan melawan tahanan.
setelah latihan dan bisa menghilang setelah 5 – Serabut otot tipe I yaitu dengan tipe otot slow
7 hari ( Cheung et al.2003). twitch yang berfungsi sebagai stabilisator atau
Muscle soreness terjadi ketika muscle mempertahankan sikap tubuh dengan
fiber mengalami robekan, dan otot beradaptasi kecepatan kontraktil lambat, kekuatan motor
untuk menjaga kekuatannya. Muscle strain unit yang rendah, tidak cepat lelah, memiliki
terjadi karena akibat karena overtraining yang kapasitas aerobik yang tinggi, serta jika terjadi
tejadi pada sebagian besar muscle fiber yang patologi akan tegang dan memendek. Jika
berpengaruh terhadap derajat gerak dan terjadi DOMS dan tidak dilakukan penanganan
tendon. Beberapa penelitian melakukan dengan tepat akan menimbulkan cedera yang
kombinasi beberapa tekhnik untuk dapat berkelanjutan, sehingga akan mempengaruhi
memberikan penanganan pada DOMS seperti aktifitas dari seseorang untuk aktifitas (Cheung
warm up, stretching dan massage, warm et al.2003).
underwater water jet massage dan ice Penanganan dan pemberian latihan yang
massage. Tetapi beberapa juga hanya baik pada DOMS akan mengurangi resiko
menggunakan satu tekhnik dalam menangani terjadinya DOMS dan akan menjaga mobilitas
DOMS, seperti massage dan stretching, agar tetap optimal. Setelah melakukan aktifitas
massage dan electric stimulation, pre exercise olahraga fisik dengan kontraksi eksentrik dan
warm up dengan stretching dan post exercise menunjukkan rusaknya otot, otot secara
dengan massage. Rasa nyeri dan kerusakan perlahan lahan melakukan adaptasi untuk
pada otot dapat terjadi karena melakukan mengurangi terjadinya kerusakan lebih lanjut
latihan yang bersifat kontinyu atau terus pada saat melakukan aktifitas olahraga yang
menerus (Connoly et al.2003). sama, karena apabila otot mengalami cedera
Tingkat kerusakan dan nyeri dapat yang sama akan menimbulkan repeated bout
disebabkan beberapa faktor misalnya pada effect. Alasan terjadinya mekanisme protektif
tingkat profesional dapat disebabkan karena otot dapat terjadi karena adaptasi neuron
dosis latihan dan intensitas dari latihan yang (penggunaan dan kontrol otot oleh sistem
diberikan. Bila pada seseorang yang bukan atlet saraf), adaptasi mekanik (peningkatan
kerusakan dapat disebabkan karena aktifitas kerusakan otot dan jaringan), dan adaptasi sel
otot melebihi dari kemampuan dlm melakukan (adaptasi terhadap respon inflamasi dan
aktifitas dan gerakan yang salah. Dan faktor peningkatan sintesis protein). Muscle soreness
yang lain adalah stiffness, kecepatan kontraksi, dapat dihindari dengan mengurangi latihan
lelah otot, dan sudut pada saat akan melakukan dengan kontraksi eksentrik dan konsentrik.

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  27


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Tetapi kontraksi eksentrik pada salah satu otot berpengaruh terhadap aktifitas fungsional.
tidak dapat dihindari selama latihan ketika otot Berdasarkan latar belakang masalah diatas
mengalami kelelahan (Cheung et al.2003). untuk mengurangi terjadinya DOMS, maka
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan dilakukan penelitian mengenai “Aplikasi Ice
kesehatan yang ditujukan kepada individu dan Massage dan Non Ice Massage Sesudah
atau kelompok untuk mengembangkan, Pelatihan Dalam Mengurangi Resiko DOMS
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi Pada Otot Hamstring”.
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, Metode Penelitian
peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), Ruang Lingkup Penelitian
dan komunikasi (Anonim. 2001). Penelitian ini dilakukan di Fitnes Centre
Penanganan dengan menggunaan ice Gajah Mada Batang dengan sampel mahasiswa
massage dilihat dari proses trauma atau cedera Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
pada jaringan lunak. Aplikasi dengan Pekalongan.
menggunakan ice massage dapat memberikan
perubahan pada kulit, jaringan subcutaneus, Populasi dan Sampel
intramusculer dan suhu pada persendian. Populasi penelitian ini adalah
Penurunan suhu pada jaringan lunak dapat Mahasiswa Laki Laki Fakultas Ilmu Kesehatan
menstimulasi receptor untuk mengeluarkan Universitas Pekalongan Program Studi
simpatetic adrenergic fibers karena terjadinya Fisioterapi. Teknik pengambilan sampel
fase konstriksi pembuluh darah lokal pada dilakukan dengan teknik quota sampling yaitu
arteri dan vena. Ini menunjukkan adanya peneliti menentukan besarnya jumlah sampel
penurunan oedem dan mengurangi terjadinya atau responden untuk menjadi anggota sampel.
proses metabolisme dengan adanya penurunan Subjek penelitian berjumlah 20 orang, dan
reaksi radang, permeabilitas peredaran darah dibagi menjadi 2 kelompok yang masing masing
dan bengkak. Ini menunjukkan bahwa dengan pada kelompok kontrol 10 subjek dan kelompok
cryotherapy (ice) dapat memberikan fasilitasi perlakuan 10 subjek.
terhadap terjadinya pemulihan pada muscle
soreness (Cheung et al.2003). Kelompok perlakuan I
Pada DOMS, pemberian aplikasi ice Pemilihan sampel berdasarkan kriteria
massage pada hamstring yang mengalami inklusi. kemudian masing masing subjek pada
cedera akan memberikan efek sedatif karena kelompok kontrol terlebih dahulu diukur
adanya sensasi dari ice dan pemberian gerakan kekuatan pada 1 RM dengan metode diagram
massage pada grup otot. Pemberian ice holten pada otot hamstring dengan berat 12 kg
massage dapat mencegah terjadinya kerusakan untuk beban awal. Pengukuran 1 RM
jaringan otot yang lebih berat karena rusaknya menggunakan alat En Tree Train (leg curl)
pembuluh darah disekitar otot. Pemberian ice untuk kontraksi otot hamstring dengan posisi
massage akan memperlambat metabolisme tengkurap. Kemudian subjek diminta untuk
pembuluh darah lokal pada area yang cedera melakukan gerakan sesuai kemampuan subjek.
dengan adanya penurunan temperatur atau Setelah itu kita hitung berapa kali subjek bisa
suhu pada area lokal sebagai akibat dari reaksi melakukan repetisi gerakan tersebut. Kemudian
hipoksi, sehingga terjadinya inflamasi dan setelah diketahui kemampuan kontraksi, hasil
pemicu reaksi dari munculnya nyeri dapat tersebut dihitung dengan menggunakan
diminimalisir. Kecepatan konduksi saraf pada metode holten dengan rumus yang sudah
otot akan berkurang dan akan mengurangi ditentukan. Setelah dihitung dengan rumus,
reaksi gamma motor neuron dan mengurangi maka akan didapatkan beban sub maksimal
aktifitas pada sel muscle spindle yang bisa dilakukan oleh subjek. Kemudian
(Anonim.2011). untuk mengetahui terjadinya DOMS maka
Dari penjelasan diatas dilihat faktor diberikan pelatihan dengan repetisi yang
yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya melebihi dosis sebelumnya dan membagi
DOMS, maka yang dapat dirasakan dan pelatihan menjadi 3 set latihan, jadi akan
diperhatikan adalah rasa nyeri, kemampuan mendapatkan efek dari pelatihan yang overload
kekuatan otot yang menurun yang dapat untuk memunculkan adanya DOMS. Setelah

28 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

dilakukan pelatihan yang overload, pada diberikan ice massage. Sehari setelah
kelompok kontrol tidak dilakukan ice massage pemberian aplikasi ice massage dalam waktu
sesudah pelatihan dan diukur nilai muscle 24 – 48 jam setelah dihitung nilai muscle
sorenessnya. Penilaian muscle soreness soreness pada otot hamstring dengan
dilakukan menggunakan skala talaq kemudian menggunakan skala talaq. Ice massage
dicatat. dilakukan dengan metode stroking dan
efflurage pada group otot hamstring selama 10
Kelompok Perlakuan II menit.
Pemilihan sampel berdasarkan kriteria
inklusi. kemudian masing masing subjek pada Analisis Data
kelompok perlakuan terlebih dahulu diukur Analisis data yang dilakukan sebagai
kekuatan pada 1 RM otot hamstring dengan berikut:
berat 12 kg. Pengukuran 1 RM menggunakan 1. Variable karakteristik sampel akan diolah
alat En Tree Train (leg curl) dengan metode dengan SPSS dan dipaparkan secara
pada otot hamstring dengan posisi tengkurap deskriptif menggunakan grafik/tabel.
diagram holten. Kemudian subjek diminta untuk 2. Uji normalitas distribusi dalam penelitian ini
melakukan gerakan sesuai kemampuan subjek. menggunakan uji sapiro wilk test.
Setelah itu kita hitung berapa kali subjek bisa Tujuannya adalah untuk mengetahui
melakukan repetisi gerakan tersebut. Kemudian apakah data sebelum perlakuan dan
setelah diketahui kemampuan kontraksi, hasil setelah perlakuan pada kelompok
tersebut dihitung dengan menggunakan perlakuan I dan pada kelompok perlakuan
metode holten. Setelah dihitung dengan rumus, II tersebut berdistribusi normal atau tidak
maka akan didapatkan beban sub maksimal normal.
yang bisa dilakukan oleh subjek. Kemudian 3. Data pada pada kelompok 1 dan kelompok
untuk mengetahui terjadinya DOMS maka 2 dengan uji wilcoxson pair test karena
diberikan pelatihan dengan repetisi yang distribusi data tidak normal.
melebihi dosis sebelumnya menjadi 3 set 4. Perbandingan data antara kedua kelompok
latihan, jadi akan mendapatkan efek dari diuji dengan Mann Whitney U karena
pelatihan yang overload. Setelah dilakukan berdistribusi normal.
pelatihan yang overload, subjek diberikan
aplikasi ice massage selama 10 menit pada otot Hasil dan Pembahasan
hamstring dan 30 menit setelah pelatihan Analisis deskriptif digunakan untuk
diberikan ice massage. Sehari setelah mengetahui karakteristik responden dalam
pemberian aplikasi ice massage dalam waktu penelitian ini, yaitu meliputi jenis kelamin dan
24 – 48 jam dihitung nilai muscle soreness usia, sebagian besar responden dalam
dengan menggunakan skala talaq. Penilaian penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki,
muscle soreness dilakukan menggunakan skala yaitu sebanyak 20 orang dan tidak terdapat
talaq untuk mengetaui nilainya kemudian responden yang berjenis kelamin perempuan
dicatat. serta usia responden 19 tahun.

Cara Pengumpulan Data Uji Normalitas dan Homogenitas


Sesudah diberikan pelatihan pada Untuk melihat uji statistik apa yang akan
kelompok perlakuan diberikan aplikasi ice digunakan dalam analisis maka dilakukan uji
massage, dan pada kelompok kontrol tidak asumsi pada uji T-test, yaitu normalitas data
diberikan ice massage sesudah pelatihan. dan homogenitas variansi. Uji normalitas
Prosedur Pemberian Ice Massage dilakukan untuk melihat apakah distribusi data
Pemberian aplikasi ice massage dilakukan dalam penelitian berdistribusi normal atau
segera setelah pelatihan pada kelompok tidak. Untuk melihat distribusi normal data
perlakuan. Aplikasi ice massage dilakukan pada dalam penelitian ini digunakan uji Saphiro wilk.
group otot hamstring dengan metode stroking Sedangkan uji homogenitas merupakan analisis
dan efflurage. Waktu pemberian ice massage yang digunakan untuk menguji kesamaan
dilakukan selama 10 menit pada otot variansi antar dua buah atau lebih variabel. Uji
hamstring, segera 30 menit setelah pelatihan

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  29


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

homogenitas yang digunakan adalah uji


Levenest Statistik.
Tabel 1
Uji Normalitas
Rerata Normalitas
Variabel Keterangan
(p)

Postest 1,4 0,000 Tidak


Ice Normal
Massage

Postest 2,4 0,108 Normal


Non Ice
Massage

Berdasarkan uji saphiro wilk test nilai tersebut sehingga data postest dengan
signifikan pada variabel dengan pemberian Ice pemberian Ice Maasage dan postest Non Ice
Massage sebesar 0,000 dan nilai signifikan pada Massage adalah berdistribusi normal.
variabel postest Non Ice Massage sebesar
0,108.nilai probabilitas yang didapatkan

Tabel 2
Uji Homogenitas
Homogenitas
Variabel Keterangan
(p)

Selisih
pemberian Ice
Massage 0,726 Homogen
Selisih Non
Ice Massage

Hasil uji homogenitas variabel selisih Paired Sampel T-test. Karena terdapat salah
pemberian Ice Massage dan selisih Non Ice satu distribusi data dalam variabel postest yang
Massage. Didapatkan nilai probabilitas sebesar tidak berdistribusi normal maka akan dilakukan
0,726 > 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa uji Wilcoxon Signed Rank sebagai pengganti uji
dengan pemberian Ice Massage dan Non Ice Paired Sample T-test. Suatu sampel
Massage adalah sama atau homogen. berpasangan dapat dikatakan memiliki
pengaruh yang signifikan bermakna jika nilai p-
Pengolahan data pada kelompok aplikasi value (p) yang didapatkan lebih besar dari 0,05
ice massage sesudah pelatihan (p>0,05). Berdasarkan analisis yang dilakukan
Seperti halnya pada hipotesis pertama didapatkan hasil sebagai berikut:
untuk mengetahui pengaruh sebelum dan
sesudah pelatihan pada kelompok Ice Massage
pada kejadian nyeri DOMS maka dilakukan uji

30 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Tabel 3
Data DOMS sesudah pelatihan kelompok perlakuan
Variable Rata Wilcoxon P keterangan
rata hitung
Postest
1

ice 1,4 -1,633 0,102 Signifikan


massage

Hasil perbandingan nyeri DOMS sesudah Data pada kelompok tanpa aplikasi ice
pelatihan pada kelompok perlakuan (Ice masage Sesudah pelatihan pada
Massage). Berdasarkan analisis yang dilakukan kelompok kontrol.
didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan Untuk mengetahui pengaruh sesudah
DOMS yang signifikan sesudah pelatihan pada pelatihan tanpa pemberian Ice Massage pada
kelompok perlakuan Ice Massage, hal ini kejadian nyeri DOMS maka dilakukan uji Paired
ditunjukan dengan besarnya nilai wilcoxon rank Sampel T-test. Karena terdapat salah satu
yang didapatkan, yaitu sebesar -1,633 dengan distribusi data dalam variabel postest yang
probabilitas sebesar 0,102 > 0,05. Hasil Tidak berdistribusi normal maka akan dilakukan
tersebut menunjukan adanya pengaruh yang uji Wilcoxon Signed Rank sebagai pengganti uji
signifikan untuk mengurangi DOMS pada Paired Sample T-test. Suatu sampel
kelompok perlakuan (Ice Massage). berpasangan dapat dikatakan memiliki
pengaruh yang signifikan bermakna jika nilai p-
value (p) yang didapatkan lebih besar dari 0,05
(p>0,05). Berdasarkan analisis yang dilakukan
didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4
Data pada DOMS sesudah pelatihan pada kelompok kontrol

Variable Rata rata Wilcoxon hitung P keterangan


Postest 2

Non ice 2,40 -2,565 0,010 Tidak signifikan


massage

Terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan Hipotesis perbedaan pada kelompok


yang signifikan bermakna pada penurunan kontrol dan kelompok perlakuan terhadap
DOMS sesudah adanya pelatihan pada DOMS
kelompok kontrol (non Ice Massage), hal ini Uji beda dilakukan untuk mengetahui
ditujukan dengan besarnya nilai wilcoxon rank perbandingan dalam mencegah resiko DOMS
sebesar -2,565 dengan nilai probabilitas yang pada kelompok perlakuan (Ice Massage) dan
didapatkan, yaitu p sebesar 0,010 < 0,05. kelompok kontrol (Non Ice Massage). Untuk
Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak mengetahui perbedaan tersebut maka
terdapat pengurangan yang signifikan terhadap dilakukan uji Mann Whitney U. Suatu sampel
DOMS. yang saling independent dapat dikatakan
mempunyai perbedaan yang signifikan jika nilai
p-value (p) yang didapatkan lebih kecil dari
0,05 (p<0,05). Berdasarkan analisis yang
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  31


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Tabel 5
Uji Hipotesis Beda terhadap terjadinya DOMS Sesudah Pelatihan
Mean
t- Keterangan
Variabel Non ice Ice P
hitung
Massage Massage

Ice
Massage
- Signifikan
dan Non 0,497 1,400 0,026
2,221
Ice
Massage

Didapatkan nilai t-hitung sebesar -2,208 mempengaruhi produksi oksigen


dengan nilai probabilitas sebesar 0,026 < 0,05, (Sterner.2008).
hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan Latihan merupakan salah satu stressor
yang signifikan antara kelompok Ice Massage fisik yang dapat mengganggu keseimbangan
dan kelompok Non Ice Massage untuk homeostatis. Sehingga dalam pemberian latihan
mengurangi resiko DOMS. Jika melihat dari harus disesuaikan dengan kemampuan dengan
besarnya nilai rata-rata yang didapatkan dosis yang tepat, sehingga dapat memberikan
pengurangan nyeri DOMS terbesar adalah kesempatan untuk melakukan mekanisme
terdapat pada kelompok perlakuan (Ice penyakit (coping) yang dapat merubah stressor
Massage) sebesar 1,4. Sedangkan pada menjadi stimulator (Sugiharto.2003). Ketika
kelompok non Ice Massage adalah sebesar terjadi DOMS maka tubuh dapat memberikan
0,497. respon hipoksia sekunder karena adanya
Salah satu studi mengatakan penurunan vasodilatasi dari pembuluh darah . Salah satu
33% dalam kecepatan konduksi saraf sensorik efek pertama dari aplikasi Ice Massage pada
setelah 10 derajat penurunan temperatur kulit. sistem tubuh adalah vasokonstriksi yang
Penelitian yang sama mengatakan, hasil yang diberikan pada area. Vasokonstriksi ini dapat
sama dalam menurunkan suhu kulit saraf menurunkan sel-sel untuk melakukan
motorik sebesar14% .Sensasi saraf sensorik metabolisme. Penurunan tingkat metabolisme
yang menurunakan mengurangi sensasi rasa jaringan akan menurunkan suhu temperatur
sakit dengan terjadinya penutupan pada dan dengan terjadinya vasokonstriksi ini dapat
gerbang Gate. Penurunan sensasi saraf mengurangi terjadinya oedema. Timbulnya
motorik akan mengurangi terjadinya kejang nyeri dapat dicegah dengan pemberian Ice
otot oleh karena cedera. Semakin cepat Massage karena memberikan pengaruh
pemberian ice masage maka kecepatan terhadap konduksi saraf. Serabut saraf akan
konduksi diturunkan dan akan memberikan efek terpengaruh oleh aplikasi yang diberikan
analgesia. Saraf propriocepive memiliki ambang terutama pada synapsis (Sterner.2008).
batas yang sangat rendah dan bermielin tebal Pada saat melakukan kontraksi eksentrik
yang terletak jauh di dalam jaringan. Dengan dan konsentrik otot beradaptasi untuk
pemberian es maka akan terjadi penurunan memanjang dan memendek, ketika terjadi
metabolisme dan akan mengurangi terjadinya kontraksi eksentrik otot berada pada kontraksi
nyeri dan spasme otot. Satu studi yang optimal memanjang, sehingga dapat
menunjukkan setelah diberikan Ice Massage menimbulkan ketidakstabilan dari otot terutama
selama 20 menit dan dilakukan latihan terjadi pada sarcomere yang berada pada posisi
eksentrik, konsentrik, dan isokinetik akan memanjang. Jika sarcomere pada kontraksi
terjadi penurunan kekuatan otot dan menanjang dan pada tegangan yang optimal,
kelelahan. Hal ini menunjukkan pemberian Ice makan kemungkinan terjadi kerusakan jaringan
Massage dalam jangka pendek akan otot dapat terjadi (Proske and Morgan.2001).

32 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Perubahan suhu jaringan bervariasi menyebabkan metabolisme yang


tergantung pada bentuk terapi, waktu mengakibatkan kerusakan otot atau struktur
pemaparan, suhu awal, dan lokasi otot akan terus berlangsung. Proses
anatomis(Bleakly et al.2004). Efek fisiologis metabolisme pada saat terjadi kerusakan
terapi dingin disebabkan oleh penurunan suhu struktur sel akan terus meningkat, terjadinya
jaringan yang mencetuskan perubahan proses degradasi dari Z disc dan akan
hemodinamis lokal dan sistemik serta disertai menimbulkan terjadinya inflamasi, peningkatan
respon neuromuskuler. Secara klinis terapi jumlah leukosit. Jika hal tersebut semakin lama
dingin dapat meningkatkan ambang nyeri, terjadi akan memberikan perubahan terhadap
mencegah pembengkakan dan menurunkan osm\olaritas pada jaringan, terjadi lokal
performa motorik lokal. Namun perlu dihindari ischemic, nyeri, terjadi sweeling dan inflamasi
pemberian aplikasi dingin yang berkepanjangan dan DOMS tidak akan berkurang.
untuk menghindari terjadinya efek iritasi, Dengan melihat hasil tersebut, maka
hipotermia dan fros bite. Tubuh mempunyai pemberian ice massage dengan segera setelah
respon yang dapat berlangsung secara otomatis pelatihan akan dapat mengurangi terjadinya
terhadap tubuh (Swenson et al.1996). DOMS daripada tidak diberikan ice massage.
Tetapi dalam mekanisme perbaikan sel Pada analisis DOMS memiliki asumsi-
atau jaringan otot yang telah mengalami asumsi atau syarat-syarat yang dipenuhi, yaitu
kerusakan tersebut diperlukan perlakuan yang normalitas data dan homogenitas variansi dari
sesuai dan tepat yang dapat mendukung proses masing-masing variabel. Pada hasil analisis
perbaikan jaringan berlangsung dengan baik. yang telah dilakukan didapatkan nilai p-value
Ketika terjadi DOMS jaringan disekitar cedera pada data gejala nyeri DOMS postest dan
atau pada otot hamstring mengalami selisih postets dan pretest pada kelompok Ice
perubahan struktur jaringan dan metabolisme. Massage sebesar 0,789 > 0,05, dan nilai p-
Perubahan struktur jaringan yang mengalami value pada data gejala nyeri DOMS postes dan
kerusakan atau robek akan mengganggu selisih postes dan pretest pada kelompok Non
aktifitas otot tersebut dapat berkontraksi Ice Massage adalah sebesar 0,055 > 0,05. Hal
dengan maksimal. Otot dapat mengalami tersebut menunjukan bahwa data penelitian
peradangan, spasme, kelemahan, sehingga yaitu data DOMS postest dan selisish antara
akan berpengaruh terhadap gerakan yang postest dan pretest kelompok Ice Massage dan
melibatkan sendi ataupin gerakan yang lain. data penelitian DOMS postest dan selisish
Pemberian ice massage dengan durasi dan postest dan pretest pada kelompok Non Ice
dosis yang sesuai dengan derajat kerusakan Massage adalah berdistribusi normal.
otot akan membantu mengurangi atau Sedangkan pada data pretest pada kelompok
menurunkan derajat kerusakan otot yang bisa Ice Massage dan Non Ice Massage tidak
mengakibatkan DOMS. Jika pada kondisi DOMS didapatkan nilai p-value, sehingga data pretest
dibiarkan dan tidak diberikan penanganan pada dua kelompok tersebut adalah tidak
secara cepat, maka kemungkinan rasa nyeri berdistribusi normal.
dan kerusakan yang terjadi pada otot akan Pada uji homogenitas yang dilakukan
lebih lama mengalami perbaikan, sehingga menggunakan uji Levene test pada data selisih
penanganan jika terjadi DOMS sebaiknya postest dan pretest kelompok Ice Massage dan
dilakukan dengan secepatnya. Non Ice Massage didapatkan nilai p-value
Apabila DOMS tidak diberikan sebesar 0,726. P-value tersebut adalah lebih
penanganan apapun setelah dilakukan besar dari 0,05 (p>0,05). Sehingga variansi
pelatihan overload, dimana pelatihan yang selisih postes dan pretest antara kelompok Ice
diberikan memberikan efek dapat merusak Massage dan Non Ice Massage adalah sama
struktur dan jaringan pada otot maka akan atau homogen.
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada Dari hasil analisis data yang telah
struktur otot yang lebih luas. Hal ini disebabkan dilakukan didapatkan nilai Mann Whitney U
karena tidak adanya perbaikan secara optimal rank sebesar -2,221 dengan nilai p-value
pada jaringan ataupun struktur otot, tanpa sebesar 0,026 < 0,05. Hal ini menunjukan
memberikan aplikasi ice massage pada otot bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
hamstring yang mengalami kerusakan, akan antara ice massage dan non ice

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  33


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

massagesetelah pelatihan dalam mengurangi Bryan C, Heiderscheit, et al, “Hamstring Strain


resiko DOMS. Hal ini sesuai dengan penelitian Injuries;Recomendations For Diagnosis,
yang dilakukan oleh yang menyebutkan bahwa Rehabilitation, And Injury Prevention”,
pemberian ice massage pada waktu 20 menit Journal of orthopaedic & sports physical
setelah pelatihan akan menurunkan resiko therapy, 2010
terjadinya DOMS, mengurangi nyeridan
kerusakan yang lebih luas (Cheung et al.2003). Bleakley, et al, “Cold Water Immersion
(Cryotherapy) For Preventing And
Kesimpulan Treating Muscle Soreness After Exercise
Berdasarkan hasil analisis yang telah (Review)”, published in the cochrane
dilakukan bahwa dengan hasil analisis data library, issue 2, 2012
yang telah dilakukan pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol dapat disimpulkan bahwa ______, “The Use Of Ice In The Treatment
pemberian ice massage sesudah pelatihan Acute Soft Tissuee Injury. Rehabilitation
dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya research group”, american journal of
DOMS pada otot hamstring daripada tanpa sports medicine, 2004
pemberian ice massage.
Cheung K, Hume P, Maxwell, “Delayed Onset
Daftar Pustaka Muscle Soreness:Treatment Strategies
Anonim, “What Is Ice Therapy”, 2013. [cited And Performance Factors. School of
2013 feb 18] available community health and sports studies,
http;//www.wisegeek.com/what-is-ice- auckland university of technology,
therapy.html auckland”, sports med., 145-64, new
zealand, 2003
Anonim, “Otot Hamstring”, 2009. [cited 2013
feb] available http;//www.ortotik- ______, “Delayed Onset Muscle Soreness
prostetik.blogspot.com/2009/04/cedera- Treatment Strategies And Performance
otot-hamstring.html Factors”, Sports med., 33(2)145-164,
2003
Anonim, “Contraindications Massage”, 2013.
[cited 2013 feb] available Curtis D, Fallows S, et al, “The Efficacy Of
http;//www.sportsinjuryclinic.net/treaten Frequency Specific Microcurrent Therapy
tstherapies/sportsmasage/contraindicati On Delayed Onset Muscle Soreness”,
ons-massage. Journal Of Bodywork & Movement
Therapies, 2008. Available
Anonim, “Hamstring Strain”, 2013. [cited 2013 www.elsevier.com/jbmt
feb]available:http;//www.sportsinjuryclii
c.net/sportsinjuries/thighpain/hamstrin- Connolly D, Sayers P, Mc Hugh P., “Treatment
strain/expert-interview-hamstring-strain- And Prevention Of Delayed Onset
massage Muscle Soreness”, Journal Of Strength
And Conditioning Research, 17(1),197-
Anonim, “Cryotherapy Cold Therapy”, 2013. 208, 2003
[cited 2013 feb] available
http;//www.sportsinjuryclinic.net/treatet Copland S., et al, “Evidence Based Treatment
s-therapies/cryotherapycoldtherapy/hot- Of Hamstring Tears”, Competitive sports
cold-therapy. and pain management American College
Of Sports Medicine, 2009.
Anonim, “Reducing The Effects Of Delayed www.acsmr.org
Onset Muscle Soreness”, 2013. [cited
2013feb]available:http;//www.sportsfitn Connell D, Koulouris G.,
essadvisor.com/deayed-onset-muscle- “Hamstring Muscle Complex: An
soreness.html Imaging Review”, Department of
Radiology, The Alfred Hospital,

34 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Melbourne, Australia, 2004. Diunduh Plus Static Stretching 30 S Post Exercise)


http://radiographics.rsna.info/content/2 On Markers Of Exercise Induced Muscle
5/3/571.full Damage”, Australian Journal Of Basic
And Applied Sciences, 2011
Dahlan MS., “Statistik Untuk Kedokteran Dan
Kesehatan”, Salemba Medika, Jakarta, Kangsgard M, Aagaard.P, Roikjaer.P, Olsen.D,
2001 Jensen M, Langberg H, S.P. Magnusson,
“Decline eccentric squats increases
Haryanto, “Pengertian Remaja Menurut Para patellar tendon loading compared to
Ahli”, 2010. Diunduh standard eccentric squats”, Institute of
http://belajarpsikologi.com/pengertian- Sports Medicine, Bispebjerg Hospital,
remaja/. 18 des 2012 2006

Hilbert JE, Sforzo GA, Swensen T., “The effects Mancinelly C.A., et al, “The Effects of Massage
of massage on delayed onset muscle On Delayed Onset Muscle Soreness and
soreness”, Br J Sports Med. 2003;37:72– Physical Performance in Female
75. [PMC free article] [PubMed] Collegiate Athlete”, 2005

Hoskins W, Pollard H, “Hamstring Injury Mendiguchia, J, Geli, EA, Brughelli, M.,


Management- Part 2:Treatment. “Hamstring Strain Injuries : Are We
Macquire Injury Management Group”, Heading In The Right Direction?”, 2013.
Macquire University, Sydney, Australia, Bjsm.com
2004. available online
www.sciencedirect.com Molly D, Ploen E., “The Effectiveness Of
Cryotherapy In The Treatment Of
Howatson G, Gaze D, Someren K.A., “The Exercise Induced Muscle Soreness”,
Efficacy Of Ice Massage In The Departement of exercise and sport
Treatment Of Exercise Induced Muscle science, 2010
Damage”, Scandinavian journal of
medicine & science in sports, Novita I A.t.t., “Terapi Dingin (Cold Therapy)
2005;15;416-422 Dalam Penanganan Cedera Olahraga”,
UNY
_______, “Ice Massage Effects Of Exercise
Induced Muscle Damage”, J sports med Petersen J, Holmich P et al, “Evidence Based
phys fitness, 2003. Available Prevention of Hamstring Injuries In
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 Sport”, 2006. [www.bjsportmed.com].
4767412 319-320

Howatson, et al, “The Efficacy Of Ice Massage Proske, Morgan, “Muscle Damage From
In The Treatment Of Exercise Induced Exccentric Exercise Mechanism,
Muscle Damage”, Scandinavian Journal Mechanism Sign, Adaptation and Clinical
Of Medicine & Science In Sports, 417- Applications”, Dept.Of Physiology And
419, 2004 Electrical And Computer System
Engineering, Monash University, 2001
Igor, et al, “Hyperbaric oxygen therapy does not
effects recovery from delayed onset Poltwaski L, Watson, T., “Bioelectricity and
muscle soreness”, Medicine & Science In Microcurrent Therapy For Tissue Healing
Sports & Exercise, American College Of – A Narrative Review”, School of Health
Sports Medicine 558-563, 1999 and Emergency Professions, University
of Hertfordshire, UK, 2009
Jalalvand A, Anrabian M., et al, “The Effects Of
A Combination Treatment (Pnf Pichaiyongwongdee S, Akamanon C., “Effects
Stretching Pre Exercise, Ice Massage Of Traditional Thai Massage On Exercise

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  35


 
 
AplikasiIce Massage Sesudah Pelatihan Lebih Baik Mengurangi Terjadinya DOMS Daripada Tanpa Pemberian Ice Massage PadaOtot
Hamstring

Induced Delayed Onset Mucle Soreness


In Thai Females Aged 18-25 Years”,
Thailand, 2009

Ploen D., et al, “The Efficacy of Cryotherapy in


Treatment”, 2010

Roth, S., “Lactic Acid Build Up And Soreness In


Muscle”, 2013. Available
http:/www.active.com/running/articles/
what-causes-delayed-onset-muscle-
soreness

Smith L.L., “Causes Of Delayed Onset Muscle


Soreness And Impact On The Athletic
Performance:A Review”, Journals Of
Applied Sports Science Research, 1992

Widiyanto.t.t., “Latihan Tidak Teratur Dan


Kerusakan Jaringan”, Jurusan Pendidikan
Kesehatan Dan Rekreasi FIK UNY

Swenson C, Sward L, Karlsson J., “Cryotherapy


in sports medicine”, Scandinavian
Journal of Medicine and Science in
Sports, 6:193-200, 1996

Zainuddin Z, Newton M., Sacco P, NosakaK,


“Effects of Massage on Delayed-Onset
Muscle Soreness, Swelling, and
Recovery of Muscle Function”, J Athl
Train, 2005

36 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH


KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF
DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA
METABOLIK

Ratmawati, Y.
Fisioterapis-Poltekkes Negeri Surakarta
JL. Letjend Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127
juliacomel77@yahoo.com

Abstrak
Latar belakang: Sindroma metabolik merupakan sekumpulan faktor resiko penyebab
terjadinya atherosklerosis. Adanya mikroemboli kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai
satu mekanisme yang dapat mengganggu kognitif. Latihan aerobik adalah salah satu
intervensi yang dapat memperbaiki fungsi kognitif. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol lebih baik dalam
memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik.
Metode: Metode penelitian ini eksperimental dengan rancangan randomized control trial pre
and post test design. Sampel sebanyak 26 penderita sindroma metabolik. Sampel dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan latihan intensitas ringan sedangkan
kelompok kedua diberikan latihan intensitas sedang yang keduanya ditambah dengan diet
rendah kolesterol. Penelitian dilakukan selama dua belas minggu di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Subyek penelitian dengan rentang usia 45-55 tahun, indeks masa tubuh
dengan rentangan 23-29. Hasil: Hasil statistik uji beda sebelum dan sesudah kelompok
perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol menggunakan uji paired
sampel t-test didapatkan hasil p= 0,001 (p<0,05). Uji beda sebelum dan sesudah kelompok
perlakuan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan Wilcoxon
Sign Rank Test dengan p=0,001 (p<0,05). Uji beda sesudah perlakuan kelompok aerobik
intensitas ringan dan sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan Mann-Whitney U
dengan p=0,005 (p<0,05) bermakna terdapat perbedaan antara kedua kelompok perlakuan.
Kelompok latihan aerobik sedang dengan diet rendah kolesterol 22,1% lebih meningkatkan
kognitif dibandingkan dengan kelompok perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet
rendah kolesterol. Kesimpulan: Kesimpulan pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan
aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki
kognitif daripada aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol.

Kata kunci: Sindroma metabolik, fungsi kognitif, latihan aerobik

Abstract
Background: Metabolic syndrome is a group of risk factors causing atherosclerosis. The
presence of cholesterol mikroemboli carotid plaque is considered as one of the mechanisms
that can interfere with cognitive. Aerobic exercise is one of the interventions that can
improve cognitive function. Objective: The purpose of this study was to determine the
aerobic exercise of moderate intensity with more cholesterol diet improve cognitive rather
than light intensity in patients with metabolic syndrome. Method: The experimental research
method to design randomized control trial of pre and post test design. Sample of 26
patients with metabolic syndrome. samples were divided into two groups. The first group
was given exercise intensity light with a low cholesterol diet (n = 13) while the second
group was given moderate intensity exercise with low-cholesterol diet (n =
13).Characteristics of study subjects with age range of 45-55 years old, with a body mass
index 23-29 range. Data before and after the treatment with a light intensity aerobic low
cholesterol diet obtained p> 0.05 normally, while the data before and after the treatment of
moderate-intensity aerobic with low cholesterol diet p <0.05 distribution is not normal.
Different test groups before and after treatment with a mild intensity aerobic low cholesterol

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  37


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

diet using paired sample t-test test showed 0,001 (p <0,05). Different test before and
after the treatment of moderate-intensity aerobic with low cholesterol diet results obtained
using the Wilcoxon Sign Rank Test 0,001 (p <0,05). Different test groups after the
treatment of mild and moderate intensity aerobics with low cholesterol diet results obtained
using the Mann-Whitney U 0,005 (p <0.05) there is a significant difference between
treatment groups with a light aerobic low-cholesterol diet with moderate intensity aerobic
treatment group with a low-cholesterol diet. The conclusion of this research is that the
treatment group showed moderate aerobic intensity with a low cholesterol diet improve
cognitive more than mild intensity aerobics with low-cholesterol diet.

Keywords: metabolic syndrome, cognitive function, aerobic exercise

Pendahuluan antara demensia dengan faktor risiko vaskular


Sindroma metabolik merupakan seperti intoleransi glukosa, resistensi insulin,
permasalahan kesehatan dengan morbiditas obesitas sentral, kelainan lipid dan hipertensi.
dan mortalitas yang terus meningkat. Sindroma Hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia
metabolik ini merupakan kelainan metabolik berperan penting dalam patogenesis gangguan
kompleks yang dihasilkan dari peningkatan kognitif dan terkait dengan penyakit alzheimer
obesitas. Obesitas, retensi insulin, dislipidemia serta demensia. Proses mekanisme biologikal
dan hipertensi merupakan komponen sindroma penyakit diabetes millitus dapat menurunkan
metabolik. Sindroma metabolik adalah kognitif masih pro dan kontra. Gangguan
sekelompok kelainan yang berkaitan erat metabolisme protein, retensi insulin, oksidatif
dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK), stress, intoleran glukosa, aktifasi inflamasi yang
stroke dan kardiovaskular. melatarbelakangi kedua penyakit tersebut.
Prevalensi populasi di dunia terhadap Hiperkolesterolemia adalah faktor yang sangat
penyakit degeneratif saraf dan metabolik terus penting berperan pada diabetes millitus dan
meningkat. Pusat kontrol penyakit dan prediksi penurunan kognitif.
pencegahan melaporkan bahwa lebih dari 29 Diabetes millitus dan komplikasinya
juta orang di USA akan menderita diabetes memberikan dampak pada susunan saraf pusat
millitus pada tahun 2050. Di US 5-10% pasien yang berhubungan dengan gangguan fungsi
diabetes millitus tipe I dengan karakteristik kognitif. Sindroma metabolik berkontribusi
hiperglikemia dan defisiensi insulin, sedangkan terhadap respon inflamasi baik dengan
diabetes tipe II 90-95% karakteristiknya mekanisme aterosklerosis atau inflamasi atau
hiperinsulinemia, obesitas, hipertensi, keduanya, dimana keduanya berkontribusi
hiperkolesterolemia, hiperlipidemia. Beberapa dalam penurunan kognitif. Adanya mikroemboli
penelitian dilaporkan bahwa pasien dengan kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai
diabetes millitus beresiko terkena penyakit satu mekanisme yang menimbulkan infark yang
alzheimer. Faktanya, diklinik Mayo terdaftar dapat mengganggu fungsi kognitif.
80% pasien dengan penyakit alzheimer terjadi Aterosklerosis sebagai akibat dari peningkatan
gangguan toleransi glukosa. Data dari efek neuro inflamatorik. Peningkatan neuro
Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) inflamatorik yang dilepas oleh jaringan adiposa
menunjukkan prevalensi sindroma metabolik menekan integritas otak dan berkontribusi
sebesar 13,13%. terhadap fungsi kognitif. Studi sebelumnya
Pada penelitian Yaffe et al dilaporkan telah ditemukan bahwa serum dan plasma
adanya penurunan fungsi kognitif pada Brain Devitred Neurotrophin Factor (BDNF)
sindroma metabolik. Penelitian Akbaraly et al yang lebih rendah pada individu dengan
dilaporkan bahwa penderita sindroma metabolik diabetes millitus tipe 2 dibandingkan dengan
persisten selama 10 tahun dapat menurunkan individu non diabetes, hal tersebut
fungsi kognitif dibandingkan dengan penderita menimbulkan pertanyaan semakin tingginya
sindroma metabolik non persisten. Pada tingkat gangguan kognitif pada diabetes
penelitian Rostam diperoleh hasil bahwa sebagian disebabkan oleh tingkat BDNF yang
kejadian penurunan fungsi kognitif lebih banyak rendah. Penelitian yang serupa pada individu
terdapat pada penderita diabetes millitus. non diabetes yang lebih rendah tingkat serum
Banyak penelitian telah melaporkan hubungan
38 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

BDNF telah dikaitkan dengan resistensi insulin karena dapat mengaktivasi fibrinolisis darah
dan tubuh tinggi lemak. dan koagulasi secara simultan sebagai akibat
Olah raga dalam jangka panjang dapat pemendekan terjadinya APTT (Activated Partial
mempengaruhi kognisi, melalui kombinasi efek Tromboplastin Time).
peningkatan suplai darah dan pelepasan nerve
growth factors. Pada penelitian latihan aerobik Metode Penelitian
lebih berhubungan dengan metabolisme Ruang Lingkup Penelitian
kolesterol dibanding latihan anaerobik. Menurut Penelitian dilaksanakan di RS PKU
Giada et al hanya latihan aerobik yang Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian
berpotensi berefek anti aterogenik atau dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013.
aterosklerotik. Peningkatan aktivitas fisik Penelitian ini bersifat eksperimental dengan
memiliki efek fisiologis yang jelas bermanfaat rancangan penelitian pre and post test control
bagi orang dengan intoleransi glukosa. Pada group design. Penelitian ini dilakukan untuk
penelitian Baker et al dilaporkan bahwa latihan mengetahui pemberian latihan aerobik
aerobik dapat meningkatkan fungsi kognitif, intensitas sedang lebih baik dalam memperbaiki
kebugaran kardiorespirasi dan sensitivitas fungsi kognitif daripada intensitas ringan
insulin. Latihan aerobik selain berefek dengan diet rendah kolesterol pada penderita
aterogenik, meningkatkan suplai darah dan sindroma metabolik. Peningkatan kognitif
pelepasan nerve growth factors juga dapat diukur dan dievaluasi dengan Mini Mental State
meningkatkan ukuran hipocampus anterior Examination (MMSE).
yang dikaitkan dengan peningkatan serum
BDNF yang mengarah ke perbaikan memori. Populasi dan Sampel
Senam aerobik adalah merupakan Populasi dalam penelitian ini adalah
latihan fisik dimana didalam latihan tersebut sejumlah penderita sindroma metabolik yang
menggerakkan seluruh otot terutama otot besar bersedia ikut dalam program penelitian di RS
dengan gerakan yang terus menerus, berirama, PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan
maju dan berkelanjutan. Senam aerobik dipilih sampel diambil secara randomisasi sesuai
karena mudah, menyenangkan dan bervariasi dengan kriteria yang ditetapkan peneliti hingga
yang memungkinkan seseorang untuk jumlahnya memenuhi sampel yang ditargetkan.
melakukannya secara teratur dalam kurun Sampel dalam penelitian ini adalah penderita
waktu yang lama. Intensitas latihan aerobik sindroma metabolik yang bersedia ikut dalam
harus mencapai target zone sebesar 60-90% program penelitian di RS PKU Muhammadiyah
dari frekuensi denyut jantung maksimal atau Yogyakarta yang memenuhi syarat inklusi dan
Maximal Heart Rate (MHR). Intensitas latihan eksklusi. Subyek penelitian berdasarkan rumus
ringan apabila mencapai 60-69% dari MHR, Pocock berjumlah 26 orang, yang dibagi
intensitas sedang mencapai 70-79% MHR. menjadi dua kelompok yaitu kelompok
Latihan aerobik baik intensitas ringan maupun perlakuan I dan kelompok perlakuan II,
intensitas sedang memberikan efek terhadap masing-masing terdiri dari 13 orang.
perubahan jenis serabut otot, suplai kapiler,
kadar myoglobin, fungsi mitokondria dan enzim Kelompok Perlakuan I
oksidatif. Adapun yang membedakan antara Kelompok perlakuan I diberikan latihan
intensitas ringan dan sedang adalah kecukupan senam aerobik intensitas ringan 65% MHR
oksigen pada saat latihan. Kecukupan oksigen berupa senam aerobik 4x/minggu dengan
dibatasi oleh transport oksigen ke otot rangka durasi 80 menit, selama 12 minggu ditambah
oleh sistem kardiovaskular dan respirasi. Pada dengan diet rendah kolesterol < 7%.
intensitas ringan karena sistem kardiovaskular
masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen Kelompok Perlakuan II
untuk kontraksi otot sehingga sumber energi Kelompok perlakuan II diberikan latihan
utama untuk kontraksi adalah lemak. senam aerobik intensitas sedang 75% MHR
Sedangkan pada intensitas sedang sumber berupa senam aerobik 4x/minggu dengan
energi utama untuk kontraksi otot adalah durasi 60 menit, selama 12 minggu ditambah
karbohidrat dan lemak secara seimbang. dengan diet rendah kolesterol < 7%.
Latihan aerobik intensitas tinggi tidak dilakukan

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  39


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Cara Pengumpulan Data meliputi umur, jenis kelamin, status,


Sebelum diberikan perlakuan baik pendidikan, pekerjaan, riwayat DM,
kelompok perlakuan I maupun kelompok Kolesterol, hipertensi, TB, BB, tekanan
perlakuan II dilakukan pengukuran fungsi darah, kolesterol total, gula darah,
kognitif dengan pengukuran form MMSE untuk trigliseride dan nilai MMSE sebelum
mengetahui nilai MMSE sebelum perlakuan dan perlakuan.
dua belas minggu setelah diberikan perlakuan 2. Uji normalitas data (nilai MMSE) dengan
dilakukan kembali pengukuran fungsi kognitif Saphiro Wilk Test sebelum dan sesudah
dengan pengukuran form MMSE untuk perlakuan pada kedua kelompok.
mengetahui nilai total MMSE setelah perlakuan. 3. Uji homogenitas data dengan Lavene Test,
bertujuan untuk mengetahui variasi nilai
Prosedur Pengukuran form MMSE MMSE sebelum dan sesudah perlakuan.
Untuk mengukur skor kognitif pada 4. Uji kompatibilitas dilakukan dengan
penderita sindroma metabolik menggunakan membandingkan data (nilai total MMSE)
MMSE yang terdiri dari 11 pertanyaan dengan 5 pre test atau data sebelum pada kedua
komponen fungsi kognitif yang terdiri dari kelompok untuk mengarahkan pada pilihan
Orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, pengujian hipotesis independent.
mengingat kembali (recall), dan bahasa. Setiap 5. Uji beda sebelum dan sesudah perlakuan
komponen mempunyai penilaian masing- pada kedua kelompok menggunakan uji
masing, dari penilaian tersebut dijumlahkan dan parametrik (paired sample t-test).
dijadikan skor kognitif. Skor paling kecil nilainya 6. Uji beda pada kedua kelompok sesudah
0, sedangkan bobot paling besar 30. perlakuan menggunakan uji Mann Whitney
U. Uji ini bertujuan untuk membandingkan
Analisis Data hasil setelah perlakuan diantara kedua
Data yang diperoleh dianalisis dengan kelompok.
SPSS, Langkah-langkah sebagai berikut:
1. Statistik deskriptif untuk menggambarkan Hasil dan Pembahasan
karakteristik subyek penelitian yang

Tabel 1
Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik subyek n % Rerata SB Min-maks
Umur (th) 51,96 3,156 45-55
TB (cm) 158,807 4,996 153-169
BB (Kg) 65,615 4,299 58-75
IMT 26,230 1,582 23-29
Jenis kelamin:
Laki-laki 5 19,2
Perempuan 21 80,8
Status :
Menikah 26 100
Tingkat pendidikan :
- Tamat SD 4 15,4
- Tamat SLTP 7 26,9
- Tamat SLTA 10 38,5
- Tamat Akademik 2 7,7
- Tamat Perguruan tinggi 3 11,5
Pekerjaan :
- Buruh 8 30,8
- Guru 1 3,8
- Wiraswasta 9 34,6
- Pegawai/karyawan 5 19,2
Riwayat penyakit dahulu :
- Hipertensi
< 5 th 11 42,3
5-10 th 13 50
Tidak tahu 2 7,7
- DM
Ya 19 73,1
Tidak tahu 7 26,9
- Kolesterol
Ya 4 15,4
Tidak 7 26,9
Tidak tahu 15 57,7

40 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Sampel penelitian berjumlah 26 orang et al subyek penelitian yang diambil dengan


yang berasal dari PERSADIA di RS PKU usia 40-66 tahun diberikan latihan aerobik
Muhammadiyah Yogyakarta. Umur subjek intensitas sedang pada subyek obesitas/
yang terlibat dalam penelitian ini, berkisar overweight untuk diketahui pengaruhnya
antara 45-55 tahun. Pada penelitian Akbaraly terhadap fungsi kardiovaskular. Dari beberapa
et al (2010) usia 30 - 55 tahun pada penderita penelitian diatas usia sampel pada penelitian ini
sindroma metabolik persisten selama sepuluh menunjukkan adanya hubungan diantara
tahun terdapat penurunan kognitif keduanya.
dibandingkan dengan penderita sindroma
metabolik non persisten. Pada penelitian Suleen

Tabel 2
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data sebelum dan sesudah perlakuan
P. Uji Normalitas
(Saphiro Wilk- Test) P.
Variabel
Kelompok 1 Kelompok Homogenitas
II
Sebelum 0,139 0,07 1,000
pelatihan
Sesudah 0,078 0,001 0,158
pelatihan

Hasil uji normalitas pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan p>0,05 yang berarti
perlakuan tersebut menunjukkan nilai p>0,05, tidak terdapat perbedaan nilai MMSE sebelum
akan tetapi pada kelompok kedua setelah perlakuan antara kedua kelompok perlakuan.
perlakuan diperoleh p<0,05 sehingga untuk uji
sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan Kompatibilitas hasil total MMSE sebelum
Uji non parametrik. perlakuan
Uji homogenitas (Levene-Test) data hasil
MMSE pada kedua kelompok sebelum diberikan

Tabel 3
Hasil Rerata MMSE Sebelum Perlakuan Pada Kedua Kelompok
Kelompok
Kelompok 1 2
Variabel N t p
Rerata ±
Rerata ± SB SB
Sebelum 27,538 ± 27,846 ±
Perlakuan 13 0,967 0,987 0,803 0,43

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kedua hipotesis ketiga menggunakan data sesudah
kelompok sebelum perlakuan menunjukkan perlakuan pada kedua kelompok.
tidak adanya perbedaan yang signifikan
p>,05.Dengan demikian data yang diuji pada

Tabel 4
Hasil Uji Beda Kedua Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Sebelum Setelah
perlakuan perlakuan
Variabel t p
Rerata ± Rerata ±
SB SB
27,538 ± 28,615 ±
Kel 1 0,967 0,96 6,062 0,001
27,846 ± 29,615 ±
Kel2 0,987 0,65 0,001

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  41


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Uji beda kelompok perlakuan I Uji beda kelompok perlakuan II


menggunakan uji paired sample t-test dari menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test dari
data pengukuran MMSE sebelum dan sesudah data pengukuran MMSE sebelum dan sesudah
pelatihan aerobik intensitas ringan diperoleh pelatihan aerobik intensitas sedang diperoleh
nilai p<0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya nilai p < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya
terdapat peningkatan MMSE yang signifikan terdapat peningkatan MMSE yang signifikan
setelah diberikan pelatihan aerobik intensitas setelah diberikan pelatihan aerobik intensitas
ringan dengan diet rendah kolesterol. sedang dengan diet rendah kolesterol.

Tabel 5
Hasil Uji Beda Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan
Kelompok Kelompok
1 2
Variabel Beda p
Rerata Rerata
± SB ± SB
Setelah 28,615 29,615
Perlakuan ± 0,96 ± 0,65 1 0,005

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney U sepeda selama 60 menit dengan intensitas 60-
Test dari data MMSE sesudah perlakuan antara 75% dalam 7 hari dapat memperbaiki
kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan pembuluh darah arteri pada penderita diabetes
II diperoleh nilai p < 0,05 berarti bahwa Ho millitus tipe 2.
ditolak artinya bahwa ada perbedaan pengaruh Berdasarkan beberapa penelitian yang
pemberian pelatihan aerobik intensitas ringan mengemukakan adanya perbaikan fungsi
dengan diet rendah kolesterol dan pelatihan endotel setelah diberikan latihan aerobik
aerobik intensitas sedang dengan diet rendah sehingga dapat membuat pembuluh darah
kolesterol terhadap peningkatan penilaian mensuplai darah keseluruh tubuh
MMSE. mengakibatkan meningkatnya aliran darah
otak dan perfusi oksigen, yang dapat
Efek Pelatihan Aerobik Ringan Dengan menyebabkan peningkatan kinerja kognitif.
Diet Rendah Kolesterol Terhadap Latihan fisik dapat memperbaiki
Peningkatan MMSE keadaan hiperglikemia dimana glukosa
Pelatihan aerobik intensitas ringan yang bertindak sebagai substrat yang diperlukan
diterapkan memiliki efek dalam meningkatkan dalam fungsi metabolik untuk neurotransmiter
nilai MMSE. Dengan demikian berarti hipotesis otak yang kemudian memiliki dampak yang
satu terbukti, yaitu pelatihan aerobik intensitas signifikan terhadap kinerja kognitif.
ringan dengan diet kolesterol memperbaiki Pada penelitian ini pelatihan aerobik
kognitif. dengan intensitas ringan 65% MHR dapat
Terjadinya peningkatan MMSE pada meningkatkan nilai MMSE pada penderita
diakibatkan karena pelatihan yang diterapkan sindroma metabolik. Hal tersebut relevan
selama tiga bulan atau dua belas minggu dengan penelitian Erickson dimana latihan
dengan frekuensi empat kali seminggu. aerobik dengan intensitas 50-60% dan 60 -
Pelatihan yang diberikan dalam jangka waktu 6 75% MHR dapat meningkatkan ukuran
- 8 minggu akan diperoleh hasil yang konstan, hippocampus anterior yang mengarah pada
dimana tubuh telah teradaptasi dengan perbaikan memori spasial. Latihan aerobik
pelatihan tersebut. Pada penelitian Kwon dapat meningkatkan volume hipocampus 2%.
latihan aerobik dengan frekuensi 5 kali/minggu Hal tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan
dengan durasi 60 menit selama 12 minggu serum BDNF yang dapat meningkatkan fungsi
dapat meningkatan fungsi endotelium pada memori.
subyek wanita dengan diabetes millitus tipe
dua. Dari beberapa penelitian sebelumnya
penelitian Mikus et al dilaporkan bahwa latihan
aerobik menggunakan treadmill dan latihan

42 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Efek Pelatihan Aerobik Sedang Dengan Efektifitas Pelatihan Aerobik Intensitas


Diet Rendah Kolesterol Terhadap Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol
Peningkatan MMSE Dibandingkan Pelatihan Aerobik
Pada pelatihan aerobik dengan Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah
intensitas sedang 75% MHR dapat Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE
meningkatkan nilai MMSE pada penderita Pada Penelitian Argarini dilaporkan
sindroma metabolik. Hal tersebut relevan bahwa intensitas latihan renang pada tikus
dengan penelitian Kwon yang dilaporkan putih muda mempengaruhi BDNF expressio
adanya perbaikan fungsi endotel pada subyek pada hippocampus. Dua puluh empat tikus
wanita dengan diabetes tipe dua setelah jantan (Rattus norvegicus strain wistar), umur 1
diberikan latihan aerobik dengan durasi 60 sampai 1,5 bulan, berat badan 60-100 gram
menit, 5 kali per minggu selama 12 minggu. dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yang
Penelitian Xiang dan Wang dilaporkan adanya masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor
perbaikan endotelium pada subyek dengan tikus. Kelompok kontrol adalah kelompok yang
kelainan glukosa setelah diberikan latihan diberikan lingkungan berair selama 4 minggu.
aerobik 4-6 kali per minggu selama 40-45 menit Kelompok perlakuan adalah kelompok dengan
dengan intensitas 70%-75% MHR. Pada bentuk tertentu latihan renang dengan
penelitian Cohen dilaporkan adanya perbaikan intensitas rendah (beban 3% dari berat badan),
fungsi endotelium setelah diberikan latihan intensitas sedang (beban 6% dari berat badan)
aerobik dengan intensitas 75%-85% dengan 2 dan intensitas tinggi (berat 9% dari berat
set, 8 pengulangan pada subyek dengan badan). Hasil dari penelitian tersebut adalah
diabetes millitus tipe 2. moderat dan intensitas latihan renang tinggi
Latihan fisik bermanfaat bagi fungsi meningkatkan ekspresi BDNF pada
saraf dengan meningkatnya kadar BDNF yang hippocampus, sedangkan latihan intensitas
dapat memperbaiki fungsi saraf dan rendah tidak memiliki efek dalam ekspresi
mengurangi oksidatif stress dan lebih khusus BDNF di hippocampus.
lagi hal tersebut memainkan peranan penting Hasil penelitian ini relevan dengan
dalam pemeliharaan struktur sinaptik, penelitian Erickson dilaporkan bahwa latihan
perpanjangan aksonal dan neurogenedisis otak aerobik intensitas ringan, sedang dan stretching
pada orang dewasa. pada subyek sebanyak 120 selama 6 bulan
Berdasarkan temuan diatas, penulis dapat memperbaiki meningkatkan kognitif.
menyimpulkan bahwa latihan aerobik baik Latihan aerobik ringan dan sedang dapat
intensitas ringan dan sedang dengan diet meningkatkan ukuran hipocampus 1,97% dan
kolesterol dapat meningkatkan nilai MMSE pada 2,12%. Pada penelitian tersebut latihan aerobik
penderita sindroma metabolik. intensitas sedang lebih menunjukkan
Hasil menunjukkan bahwa baik prosentase peningkatan volume hipocampal
pelatihan aerobik intensitas ringan maupun lebih besar daripada latihan aerobik intensitas
aerobik intensitas sedang dengan diet rendah ringan. Latihan aerobik meningkatkan volume
kolesterol bermanfaat untuk fungsi luhur otak substansia abu dan putih pada prefrontal cortex
yang dalam hal ini kognitif. Hal ini tampak pada orang dewasa dan meningkatkan fungsi
bahwa hasil dari peningkatan nilai MMSE kontrol eksekutif. Peningkatan volume
disebabkan oleh adanya perbaikan fungsi hipocampus juga berkaitan dengan peningkatan
endotelium dan adanya peningkatan volume serum BDNF. BDNF merupakan neurothropin
hippocampus yang dikaitkan dengan yang berperan dalam plastisitas sinaptik dan
peningkatan BDNF sehingga dapat proses pembelajaran, akurasi memori,
meningkatkan supplai aliran darah menuju ke konsolidasi, memori retensi dan recall sehingga
otak dan neurotransmitter otak yang kemudian dengan meningkatnya serum BDNF ini akan
memperbaiki fungsi kognitif. mengakibatkan pebaikan dari fungsi kognitif.
Pada penelitian ini terdapat perbedaan
hasil perbaikan kognitif, dimana kognitif pada
kelompok intensitas sedang lebih menunjukkan
peningkatan 22,1 % lebih besar dibandingkan
dengan intensitas ringan.

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  43


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Craft, “A Aerobic Exercise Improves


Intensitas ringan
Cognition for Older Adults with Glucose
intensitas sedang Intolerance, A Risk Factor for
37.6359.73 Alzheimer’s Disease”, [PubMed:
PMC3049111]. 569–579, 2012. [cited
Prosentase Peningkatan MMSE 2012 may 9].available from :
URL:http:/www.pubmed.com
Gambar 1
Grafik Prosentase Peningkatan MMSE Cohen, N.D., Dunstan DW, Robinson C,Vulikh E,
Pada Kelompok Intensitas ringan dan Zimmet PZ, Shaw JE, “Improved
Intensitas Sedang endhotelial function following a 14-
month resistance exercise training
Berdasarkan penelitian terdahulu dan program in adults with type 2 diabetes”,
teori-teori yang ada, pelatihan aerobik Diabetes Res Clin Pract; 79;405-11,
intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol 2008. [cited 2012 6 april 9].available
pada penelitian ini lebih baik dalam from:URL:http:/www.pubmed.com
memperbaiki fungsi kognitif dibandingkan
dengan intensitas ringan dengan diet rendah Erickson, K.I., et al, “Brain-derived neurotropic
kolesterol pada penderita sindroma metabolik. factor is associated with age-related
decline in hipocampal volume”,
Kesimpulan [PubMed].J neurosci:30:5368-5375,
Berdasarkan hasil analisis data dan 2010. [cited 2012 may 9].available from
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : URL:http:/www.pubmed.com
latihan aerobik intensitas sedang dengan diet
rendah kolesterol lebih baik dalam Giada, Baldo, Enzi, Baiocchi, Zulliani., Vitale &
meningkatkan kognitif daripada intensitas Fellia, “Specialized Physical Training
ringan pada penderita sindroma metabolik. Programs ;Effects on Serum Lipoprotein
Cholesterol, Apoprotein A-1 & B and
Daftar Pustaka Lipolytic Enzymes Activities : J.Sports
Akbaraly, T.N., Mika Kivimaki, Martin J.Shipley, Med. Phys. Fitness”, 1991. [cited 2012
Adam G. Tabak, Markus Jokela, may 9].available from :
Marianna Virtanen, Michael G. Marmot, URL:http:/www.pubmed.com
Jane E. Ferrie, Archana Sigh, “Metabolic
Syndrome Over 10 Years and Cognitive Gundy, S.M, “Inflamation, hypertension and the
Functioning in late Midlife”, Diabetes metabolic syndrome”, JAMA,
care.vol. 33: 84-89, 2010. [cited 2012 [PubMed];239:3000-2. [cited 2012 may
january 22].available from : 9]. 2003. available from :
URL:http:/www.pubmed.com URL:http:/www.pubmed.com

Argarini, “Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Jafar, N, “Sindroma Metabolik”, disertasi,


Ringan, Sedang dan Berat Terhadap Fakultas kesehatan masyarakat,
Ekspresi Brain Derived Neurotrophic Universitas hasanuddin, 2011
Factor (BDNF) pada hipokampus”, tesis,
Fakultas Kedokteran Departemen Ilmu Janson, J., Laedtke T, Parisi J.E, O'Brien P,
Faal Kedokteran, Universitas Airlangga, Petersen R.C, Butler P.C, “Increased risk
2011 of type 2 diabetes in Alzheimer disease”,
diabete [PubMed:14747300] 53:474-
Baker, D., Laura, Laura L. Frank, Karen Foster- 481, 2004. [cited 2012 juni 10].
Schube, Pattie S. Green,Charles W. available from:
Wilkinson, Anne McTiernan, Brenna A. URL:http:/www.pubmed.com
Cholerton, Stephen R. Plymate, Mark A.
Fishel, G. Stennis Watson, Glen E. Kahn, R., Buse J, Ferrannini E, Stern M, “The
Duncan, Pankaj D. Mehta, and Suzanne metabolic Syndrome: Time for a Critical
44 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 
 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

Appraisal: Join Statement from the improves conduit artery blood flow
American Diabetes Association and the following glucose ingestion in patients
European Association for the Study of with type 2 diabetes”, 2011. cited 2012
Diabetes”, Diabetes Care; [PubMed] may 9].
;28: 2289-2304, 2005. [cited 2012 juni
10].available Mitchel & Gibbons, “Controlling Blood Lipids.
from:URL:http:/www.pubmed.com part I. APractical Role for Diet and
Exercise”, The physicion & Sports
Karczeska, K.M., Straczkowski M, Adamska medicine, 1998. cited 2012 may
A,Nikolajuk K, Otziomek E, “Decreased 9].available from :
serum brain-derived neurothropic factor URL:http:/www.pubmed.com
concentration in young nonobese
subjects with low insulin sensitivity”, Nala, N, “Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga”,
Clinical Biochemistry 44: 817-820, 2011. Komite Olahraga Nasional Indonesia
[cited 2012 may 9]. available from : Daerah Bali, Denpasar, 2002
URL:http:/www.pubmed.com
Pinilla, F.G, “Collaborative effects of diet and
Kluding, P.M, Benjamin Y. Tseng, and Sandra exercise on cognitive enhancement”,
A. Billinger et al, “Exercise and Executive Nutr Health, Department of Physiological
Function in Individuals with Chronic Science, Department of Neurosurgery,
Stroke: A Pilot Study University of University of California Los Angeles, Los
Kansas Medical Center”, Department of Angeles; 20(3-4): 165–169, 2011. cited
Physical Therapy and Rehabilitation 2012 may 9].available from :
Science, Kansas City, KS, 2011. [cited URL:http:/www.pubmed.com
2013 feb 17]; Available
http://www.dmsjournal.com/content/1/1 Robinson, C.S., Bhumsoo Kim, Andrew Rosko
/7 and Eva L. Feldman. 2010. How does
diabetes accelerate Alzheimer disease
Kwon, H.R., Kyung Wan Min, Hee Jung, Hee pathology?. [PubMed] 6 (10) 551-559.
Geum Seok, Jae Hyuk Lee, Gang Seo cited 2012 juli 12].available from :
Park, Kyung Ah Han, “Effects of Aerobic URL:http:/www.pubmed.com
Exercise vs. Resistance Training on
Endothelial Function in Women with Rostam, S, “Cognitive Functions in Diabetes
Type 2 Diabetes Mellitus”, Mellitus Patients”, American Journal of
[PubMed];35:364-373, 2011. [cited Applied Sciences, 2006. [cited 2012 Nov
2012 may 9].available from : 16]; 3(1): 1682-1684.Available
URL:http:/www.pubmed.com from;http://www.scipub.org/fulltext/ajas
/ajas311682-1684.
Lezak, M.D, Neuropscychological assessment. Saunderajen, “Pengaruh Sindroma Metabolik
3nd ed, Oxford university press;20-30, terhadap Gangguan Fungsi Kognitif”,
New York, 1995 tesis, Universitas Diponegoro Semarang,
2010
Mc Ardle, W.D., Katch, F.i & Katch, V.L,
“Exercise physiology, Energy, Nutrition Solfrizzi, V., Panza F, Colacicco AM, D'Introno
and Human Performance”, 2nd Ed, Lea& A, Capurso C, Torres F, Grigoletto F,
Febiger Philadelphia, 1986 Maggi S, Del Parigi A, Reiman EM,
Caselli RJ, Scafato E, Farchi G, Capurso
Mikus, C.R., Seth T. Fairfax, Jessica L. Libla, A; Italian Longitudinal Study on Aging
Leryn J. Boyle, Lauro C. Vianna, Douglas Working Group, ”Vascular risk factors,
J. Oberlin, Grace M. Uptergrove, incidence of MCI, and rates of
Shekhar H. Deo, Areum Kim, Jill A. progression to dementia”, 2004 Nov
Kanaley, Paul J. Fadel, John P. Thyfault, 23;63(10):1882-91. cited 2012 may 9].
“Seven days of aerobic exercise training

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014  45


 
Latihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas
Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik

available from:
URL:http:/www.pubmed.com

Suleen, S Ho., Satvinder S Dhaliwal, Andrew P


Hills, and Sebely Pal, “The Effect of 12
weeks of aerobic, resistance or
combination exercise training on
cardiovascular risk factors in the
overweight and obese in a randomized
trial”, BMC Public Health, 2012. cited
2013 maret 3].available from :
http://.www.biomedcentral.com/1471-
2458/12/704

Swift, D.L., Neil M. Johannsen, Valerie H. Myers


Conrad P. Earnest, Jasper A. J.
Smits,Steven N. Blair, Timothy S.
Church, “The Effect of Exercise Training
Modality on Serum BrainDerived
Neurotrophic Factor Levels in Individuals
with Type 2 Diabetes”, [PubMed]
vol.7:1-7, 2012. cited 2013 maret
6].available from :
URL:http:/www.pubmed.com

Wang, Jong-Shyan, “Exercise Prescription and


Thrombogenesis”, Journal of Biomedical
Science, volume 13, halaman 753-76,
2005

Xiang, G.D., Wang Y.L, “Regular aerobic


exercise training improves endothelium-
dependent arterial dilation in patients
with impaired fasting glucose”, Diabetes
Care [PubMed] 27:801-2, 2004. cited
2012 may 9].available from:
URL:http:/www.pubmed.com

Yaffe, K., Kanaya A, Lindquist K, Simonsick EM,


Harris T, Shorr R.I, Tylavsky F.A,
Newman A.B. He, “Metabolic syndrome,
inflammation, and risk of cognitive
decline”, JAMA;292:2237-42 Alberti
G.Introduction to the metabolic
syndrom.eur herat J. [PubMed]:7:D3-
D5. 2004. cited 2012 may 9].available
from : URL:http:/www.pubmed.com

46 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 


 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

PEMBERIAN TEKNIK MULLIGAN DAN SOFT TISSUE MOBILIZATION


LEBIH BAIK DARIPADA HANYA SOFT TISSUE MOBILIZATION
DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI EKSTENSI,
ROTASI, LATERAL FLEKSI CERVICAL PADA MECHANICAL NECK PAIN

Sudaryanto
Fisioterapis-Poltekkes Negeri Makasar
Jl. Bendungan Bili-Bili No. 1 Karunrung Makassar, Sulawesi Selatan
sudaryanto_suyono@yahoo.com
 
 
Abstrak
Latar belakang: Mechanical neck pain merupakan kasus yang memiliki prevalensi yang
sama tingginya dengan low back pain, dan banyak dijumpai di berbagai lahan praktek
fisioterapi. Kombinasi teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization merupakan salah satu
teknik manual terapi yang sangat efektif dan efisien di dalam menangani kasus mechanical
neck pain namun masih sangat jarang digunakan oleh fisioterapis di lahan praktek. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas antara teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization dengan hanya Soft Tissue Mobilization terhadap peningkatan lingkup gerak
sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical pada mechanical neck pain. Metode:
Desain penelitian ini adalah pre test – post test control group design dengan menggunakan
2 kelompok sampel yaitu kelompok kontrol yang diberikan intervensi Soft Tissue Mobilization
dan kelompok perlakuan yang diberikan kombinasi teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah goniometer, dimana
goniometer digunakan untuk mengukur lingkup gerak ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
cervical baik sebelum intervensi maupun sesudah intervensi. Sampel penelitian berjumlah 32
orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok sampel yaitu 16 orang pada kelompok kontrol dan
16 orang pada kelompok perlakuan. Sampel pada kelompok kontrol memiliki usia rata-rata
sebesar 35,69 dengan laki-laki sebanyak 7 orang (43,8%) dan perempuan sebanyak 9 orang
(56,2%) serta arah keterbatasan kanan sebanyak 12 orang (75%) dan keterbatasan kiri
sebanyak 4 orang (25%). Sedangkan pada kelompok perlakuan memiliki usia rata-rata
sebesar 35,94 dengan laki-laki sebanyak 10 orang (62,5%) dan perempuan sebanyak 6
orang (37,5%) serta arah keterbatasan kanan sebanyak 11 orang (62,5%) dan keterbatasan
kiri sebanyak 5 orang (31,2%). Hasil: Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji
independent sampel t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rerata
sesudah intervensi LGS ekstensi, rotasi dan lateral fleksi kelompok kontrol dan rerata
sesudah intervensi LGS ekstensi, rotasi dan lateral fleksi kelompok perlakuan, dengan nilai p
< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization
menghasilkan peningkatan lingkup gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
cervical yang lebih besar secara signifikan dibandingkan hanya Soft Tissue Mobilization pada
mechanical neck pain. Kesimpulan: Dengan demikian dapat ditarik simpulan bahwa teknik
Mulligan dan Soft Tissue Mobilization lebih baik daripada hanya Soft Tissue Mobilization
dalam meningkatkan lingkup gerak sendi ekstensi, rotasi, lateral fleksi cervical pada
mechanical neck pain.

Kata kunci : mechanical neck pain, teknik mulligan, soft tissue mobilization

Abstract
Background: Mechanical neck pain has the same high prevalence with low back pain, and
commonly found in many of physiotherapy practice. Combination of Mulligan technique and
Soft Tissue Mobilization are one of manual therapy technique highly effective and efficient to
care the case of mechanical neck pain but still very rarely used by physiotherapist in fields of
practice. Objective: This study aimed to know the effectiveness between Mulligan
technique – Soft Tissue Mobilization and only Soft Tissue Mobilization to the increasing range
of motion extension, rotation and side flexion cervical on the mechanical neck pain.
Method: The study design was a pre test – post test control group design using two group
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 1
 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

of samples are control groups that given intervention Soft Tissue Mobilization and treatment
groups that given a combination of Mulligan technique and Soft Tissue Mobilization.
Measuring instrument used for data collection was goniometer, that the goniometer was
used to measure the range of motion extension, rotation and lateral flexion of the cervical
either before the intervention and after the intervention. Sample of this study was 32 people
who divided into 2 groups of samples were 16 people in the control group and 16 people in
the treatment group. Samples in the control group had a mean age of 35,69 with male of 7
people (43,8%) and female of 9 people (56,2%) as well as limitations of the right direction
were 12 people (75%) and left direction were 4 people (25%). Whereas in the treatment
group had e mean age of 35,94 with male of 10 people (62,5%) and female of 6 people
(37,5%) as well as limitations of the right direction were 11 people (62,5%) and left
direction were 5 people (31,2%). Result: The results of hypothesis testing using
independent sampel t-test showed a significant difference between the mean post-
intervention ROM extension, rotation, lateral flexion of the control groups and the mean
post-intervention ROM extension, rotation, lateral flexion of the treatment groups, with value
p < 0,05. It is suggests that the Mulligan technique and Soft Tissue Mobilization resulting
increase range of motion extension, rotation, and side flexion of the cervical that
significantly greater than only Soft Tissue Mobilization on the mechanical neck pain.
Conclusion: Thus, it can be concluded that the Mulligan technique and Soft Tissue
Mobilization better than only Soft Tissue Mobilization to the increasing range of motion
extension, rotation, and side flexion cervical on the mechanical neck pain.

Keywords: mechanical neck pain, mulligan technique, soft tissue mobilization

Pendahuluan problem klinis yang signifikan dengan


Secara mekanikal, cervical spine prevalensi yang sama tinggi dengan prevalensi
merupakan regio yang paling mobile dan low back pain. Suatu evidence synthesis di
memiliki peluang terjadinya perubahan beban Amerika Serikat menunjukkan bahwa penderita
mekanikal kaitannya dengan perubahan posisi mechanical neck pain yang melapor sendiri
kepala dan perubahan postur cervicothoracal. pada populasi umum berkisar antara 146 dan
Perubahan biomekanik cervical spine dapat 213 per 1000 pasien per tahun. Hasil penelitian
mempengaruhi struktur cervical spine dimana multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah
cervical spine menerima beban kepala dengan sakit di Indonesia diperoleh prevalensi nyeri
distribusi yang tidak merata, dan hal ini lebih leher disertai dengan nyeri kepala sebesar 24%
banyak mempengaruhi lower cervical karena dari populasi umum.
lower cervical menjadi paling besar menerima Mechanical neck pain, secara khas
beban akibat perubahan biomekanik tersebut. digambarkan sebagai nyeri lokal atau non-
Keadaan ini dapat memicu terjadinya nyeri radikular pain dengan intensitas nyeri
tengkuk. meningkat saat terjadi gerakan pada cervical.
Nyeri tengkuk merupakan kondisi yang Suatu riwayat penyakit yang jelas dan
umum terjadi dimana sekitar 60% orang di pemeriksaan fisik yang teliti dapat membantu
dunia dapat mengalami nyeri tengkuk pada jika nyeri tengkuk tergolong ke dalam
setiap waktu dalam kehidupannya. Tipe nyeri mechanical neck pain dengan memperhatikan
tengkuk yang paling sering terjadi adalah non- ada tidaknya tanda-tanda atau gejala-gejala
spesific neck pain yang biasa dinamakan secara patologi major seperti fraktur, myelopathy,
sederhana dengan istilah “mechanical neck neoplasma, atau penyakit sistemik, dan ada
pain”. Mechanical neck pain mencakup kondisi tidaknya tanda-tanda neurologis (refleks
minor strain/sprain pada otot dan ligamen serta tendon, gangguan sensorik/motorik).
disfungsi facet joint. Kebiasaan postur yang Mechanical neck pain merupakan nyeri
jelek merupakan faktor kontribusi dari leher yang tidak beradiasi ke lengan atau upper
mechanical neck pain. extremitas, dimana nyeri tejadi pada area leher,
Dalam penelitian epidemiologi, insiden occipital, dan punggung bagian atas. Sesuai
mechanical neck pain paling banyak dialami dengan namanya “mechanical” maka kondisi ini
populasi usia 18 – 30 tahun sampai usia sangat berhubungan dengan mekanik gerakan.
pertengahan. Mechanical neck pain merupakan

2 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014


 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Mechanical neck pain sering vertebra khususnya mechanical neck pain.


berhubungan dengan kebiasaan postur yang Muscle Energy Technique merupakan salah satu
jelek terutama dalam aktivitas pekerjaan. metode Soft tissue mobilization yang biasa
Pekerjaan yang secara fisik menuntut postur dikenal sebagai metode manipulasi osteopathic
statik yang repetitif memberikan peluang soft tissue yang menggabungkan arah dan
terjadinya mechanical neck pain. Beberapa kontrol yang tepat dari pasien, kontraksi
penelitian menunjukkan hubungan yang sangat isometrik, yang didesain untuk memperbaiki
kuat antara mechanical neck pain dengan fungsi muskuloskeletal dan menurunkan nyeri.
pekerjaan dalam postur statik seperti pengetik, Metode Muscle Energy memiliki aplikasi yang
penjahit, pengrajin. Kerja yang berat, kerja ditujukan pada normalisasi struktur-struktur
yang berulang, gaya dan fleksi leher yang statik jaringan lunak seperti otot-otot yang
dalam posisi duduk, semuanya berhubungan memendek (tension/hipertonus), namun secara
dengan kejadian mechanical neck pain.7 Posisi tidak langsung memberikan implikasi pada
duduk dengan postur yang jelek merupakan sendi yang berkaitan dengan otot yang
posisi yang paling sering menyebabkan stress memendek, sehingga metode ini dapat juga
postural pada cervical, dimana sering terjadi digunakan untuk membantu memperbaiki
duduk dengan kepala dalam posisi protrude. mobilitas sendi melalui efeknya pada jaringan
Sumber gejala dari mechanical neck lunak yang disfungsi.
pain khususnya berasal dari zygapophyseal Myofascial Release Technique
joint atau uncovertebral joint pada cervical, dan merupakan salah satu metode Soft tissue
umumnya menyebabkan keterbatasan gerak ke mobilization yang memfokuskan pada jaringan
segala arah terutama gerak rotasi, lateral fleksi lunak yaitu fascia dan otot, berperan untuk
dan ekstensi cervical.9 Hilangnya lingkup gerak memberikan regangan atau elongasi pada
cervical pada mechanical neck pain sangat struktur otot dan fascia dengan tujuan akhir
berhubungan dengan nyeri yang diikuti oleh adalah mengembalikan kualitas cairan atau
minor positional fault pada facet joint dan lubrikasi pada jaringan fascia, mobilitas jaringan
muscle guarding/splinting pada otot-otot fascia dan otot, dan fungsi sendi normal.
paravertebralis cervical, levator scapulae, dan Kedua metode Soft tissue mobilization di
upper trapezius. atas sangat berperan di dalam menurunkan
Beberapa intervensi dapat diterima ketegangan otot dan taut band yang akhirnya
sebagai standar penatalaksanaan untuk berimplikasi pada peningkatan lingkup gerak
mechanical neck pain seperti traksi, latihan aktif sendi cervical. Penelitian Nayak (2012), dengan
dan pasif, ultrasound, transcutaneous electrical topik “Combined Effect of Myofascial Release
nerve stimulation (TENS), edukasi pasien, dan And Muscle Energy Technique In Subjects With
obat-obatan antiinflamasi non-steroid, tetapi Mechanical Neck Pain” menunjukkan adanya
bukti penelitian yang substansial menyangkut penurunan nyeri dan perbaikan lingkup gerak
efektifitasnya masih kurang. Manual terapi sendi cervical yang bermakna pada pasien-
dan/atau mobilisasi spine umumnya digunakan pasien mechanical neck pain.
dalam penatalaksanaan mechanical neck pain. Problem keterbatasan gerak yang
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ditimbulkan oleh zygapophyseal joint (facet
penggunaan manual terapi spine pada cervical joint) tidak dapat secara efektif dan efisien
spine merupakan intervensi yang efektif dan diatasi oleh Soft Tissue Mobilization karena
efisiensi biaya pengobatan untuk pasien-pasien target jaringan dari metode ini adalah jaringan
mechanical neck pain. Meskipun demikian, lunak di sekitar sendi, meskipun memiliki
beberapa pengamatan peneliti di beberapa dampak secara tidak langsung pada facet joint.
Rumah Sakit dan lahan praktek (klinik mandiri) Penambahan teknik Mulligan pada intervensi
daerah Denpasar masih jarang sekali soft tissue mobilization dapat menghasilkan
menggunakan intervensi manual terapi spine. peningkatan lingkup gerak sendi cervical yang
Manual terapi spine memiliki beberapa lebih efektif dan efisien dimana problem sendi
metode, antara lain adalah Soft Tissue akan terlepas secara maksimal. Secara khas,
Mobilization dan teknik Mulligan. Soft tissue konsep Mulligan adalah mobilisasi spine dalam
mobilization merupakan salah satu metode posisi weight bearing dan arah mobilisasi
manual terapi yang efektif untuk kasus-kasus paralel terhadap bidang gerak facet spinal.

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 3


 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Passive oscillatory mobilization yang dinamakan pada setiap kelompok adalah 16 orang dan
dengan “NAGs” (Natural Apophyseal Glides) total sampel sebanyak 32 orang.
dan sustained mobilization dengan gerakan
aktif yang dinamakan “SNAGs” (Sustained Kelompok kontrol
Natural Apophyseal Glides) merupakan teknik Kelompok kontrol diberikan intervensi
utama dari konsep pengobatan pada spine. soft tissue mobilization, terdiri atas Muscle
Penelitian Kumar et al. (2011), dengan Energy Technique (MET) dan Myofascial
topik “Efficacy of Mulligan Concept (NAGs) on Release Technique (MRT). MET dilakukan
Pain at available end range in Cervical Spine: A sebanyak 3 kali repetisi setiap kali kunjungan,
Randomised Controlled Trial” menunjukkan frekuensi terapi 3 kali seminggu dengan interval
hasil adanya perbaikan lingkup gerak cervical waktu 1 hari, jumlah terapi sebanyak 4 kali
dan penurunan nyeri yang signifikan pada terapi. MRT dilakukan 30 kali stroking pada
pasien-pasien mechanical neck pain. jaringan lunak setiap kali kunjungan, frekuensi
Berdasarkan hal tersebut di atas yang didukung 3 kali seminggu dengan interval waktu 1 hari,
dengan hasil penelitian sebelumnya maka jumlah terapi sebanyak 4 kali terapi.
peneliti mencoba mengambil topik tentang
“Pemberian teknik Mulligan dan Soft Tissue Kelompok perlakuan
Mobilization lebih baik daripada Soft Tissue Kelompok perlakuan diberikan intervensi
Mobilization dalam meningkatkan lingkup gerak teknik Mulligan dan soft tissue mobilization.
sendi cervical pada mechanical neck pain”. Penambahan teknik Mulligan dilakukan 6 kali
repetisi dengan 2 set latihan setiap kali
Metode Penelitian kunjungan, frekuensi terapi 3 kali seminggu
Ruang Lingkup Penelitian dengan interval waktu 1 hari, jumlah terapi
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklnik sebanyak 4 kali setiap sampel.
Fisioterapi RS. Bali Royal Hospital, Jalan
Tantular No. 6 Renon Denpasar, yang Cara Pengumpulan Data
dilaksanakan selama 12 minggu mulai tanggal 1 Sebelum diberikan intervensi pertama
April sampai tanggal 22 Juni 2013. Jenis maka sampel terlebih dahulu diukur lingkup
penelitian ini adalah penelitian eksperimen gerak sendi cervical-nya yang meliputi lingkup
dengan pre test – post test control group gerak ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi dengan
design. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan goniometer. Pada akhir
mengetahui efektifitas dari penambahan teknik intervensi keempat yaitu sesudah intervensi
Mulligan pada intervensi soft tissue mobilization dilakukan kembali pengukuran lingkup gerak
terhadap peningkatan lingkup gerak sendi sendi cervical dengan menggunakan
cervical pada mechanical neck pain. goniometer yang sama.
Prosedur pengukuran lingkup gerak
Populasi dan Sampel sendi cervical:
Populasi dalam penelitian ini adalah 1. Pengukuran LGS ekstensi cervical
sejumlah pasien yang datang berkunjung di a. Center fulcrum dari goniometer
Poliklinik Fisioterapi RS. Bali Royal Hospital diletakkan pada external auditory
dengan keluhan nyeri dan kaku pada leher meatus.
selama penelitian berlangsung. Sampel b. Lengan proksimal goniometer harus
penelitian adalah sejumlah sampel yang diambil tegak lurus atau paralel dengan lantai.
dari populasi terjangkau dan sesuai dengan c. Lengan distal goniometer harus segaris
kriteria inklusi dalam pengambilan sampel. dengan base of the nares.
Berdasarkan hasil rumus Pocock diperoleh d. Selama pengukuran, lengan proksimal
jumlah sampel sebanyak 17 orang (16,8 goniometer dipertahankan tetap tegak
dibulatkan menjadi 17) pada setiap kelompok lurus dengan lantai sedangkan lengan
sampel sehingga total sampel sebanyak 34 distal tetap dipertahankan mengikuti
orang. Namun selama penelitian berlangsung, gerakan dan segaris dengan base of the
terdapat 1 orang yang drop out pada kelompok nares.
kontrol dan 1 orang yang drop out pada
kelompok perlakuan, sehingga jumlah sampel

4 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014


 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

2. Pengukuran LGS rotasi cervical menggunakan beberapa uji statistik sebagai


a. Center fulcrum dari goniometer berikut:
diletakkan diatas pusat os cranial dari 1. Uji statistik deskriptif, untuk memaparkan
kepala karakteristik sampel berdasarkan usia, jenis
b. Lengan proksimal harus paralel dengan kelamin dan arah keterbatasan gerak.
garis imajinasi antara kedua processus
acromion. 2. Uji Persyaratan Analisis, menggunakan uji
c. Lengan distal harus segaris dengan Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah
ujung hidung. data berdistribusi normal (p>0,05) atau
d. Selama pengukuran, lengan proksimal tidak berdistribusi normal (p<0,05), dan
dipertahankan tetap paralel dengan menggunakan uji Levene’s test untuk
garis imajinasi antara kedua processus mengetahui apakah sampel homogen
acromion sedangkan lengan distal tetap (p>0,05) atau sampel tidak homogen
dipertahankan mengikuti gerakan dan (p<0,05).
segaris dengan ujung hidung.
3. Uji analisis komparatif, menggunakan uji
3. Pengukuran LGS lateral fleksi cervical statistik parametrik atau non-parametrik.
a. Center fulcrum dari goniometer Hasil uji persyaratan analisis menunjukkan
diletakkan diatas processus spinosus data berdistribusi normal maka digunakan
vertebra C7. uji statistik parametrik yaitu uji paired
b. Lengan proksimal harus segaris dengan sample t dan uji independent sample t.
vertebra thoracal sehingga tegak lurus
dengan lantai. 4. Uji paired sample t digunakan untuk
c. Lengan distal harus segaris dengan menganalisis data pre test dan post test
midline dorsal kepala, patokan pada setiap kelompok sampel dengan
menggunakan occipital protube-rance hipotesis statistik yaitu taraf signifikansi
external. 95% (nilai p < 0,05). (5) Uji independent
d. Selama pengukuran, lengan proksimal sample t digunakan untuk menganalisis
dipertahankan tetap segaris dengan data post test antara kelompok kontrol dan
vertebra thoracal sedangkan lengan kelompok perlakuan dengan tujuan untuk
distal tetap dipertahankan mengikuti membuktikan efektifitas dari penambahan
gerakan dan segaris dengan occipital teknik Mulligan, dengan hipotesis statistik
protuberance external. yaitu taraf signifikansi 95% (nilai p <
0,05).
Analisis data
Dalam menganalisis data penelitian Hasil dan Pembahasan
yang telah diperoleh, maka peneliti

Tabel 1
Rerata dan Persentase Sampel berdasarkan karakteristik Sampel
Karakteristik n Rerata ± SB
sampel (%) Kontrol Perlakuan
Umur (tahun) 16 35,69±7,5 35,94±6,9
25 52
J.K :
Laki – laki 7 (43,8) - -
Perempuan 9 (56,2) - -
A.K :
Kanan 12 (75) - -
Kiri 4 (25) - -

Keterangan : Tabel di atas menunjukkan nilai rerata


J.K = jenis kelamin dan persentase sampel berdasarkan
A.K = arah keterbatasan karakteristik sampel. Dilihat dari umur diperoleh
nilai 35,69 ± 7,525 tahun untuk kelompok
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 5
 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

kontrol dan diperoleh nilai 35,94 ± 6,952 tahun dan sampel perempuan sebanyak 6 orang
untuk kelompok perlakuan. Hal ini (37,5%). Dilihat dari arah keterbatasan, pada
menunjukkan bahwa rata-rata sampel kelompok kontrol diperoleh data bahwa
tergolong ke dalam usia dewasa baik pada keterbatasan kearah kanan sebanyak 12 orang
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. (75%) dan keterbatasan kearah kiri sebanyak 4
Kemudian, dilihat dari jenis kelamin pada orang (25%). Sedangkan pada kelompok
kelompok kontrol diperoleh sampel laki-laki perlakuan diperoleh data bahwa keterbatasan
sebanyak 7 orang (43,8%) dan sampel kearah kanan sebanyak 11 orang (68,8%) dan
perempuan sebanyak 9 orang (56,2%). keterbatasan kearah kiri sebanyak 5 orang
Sedangkan pada kelompok perlakuan diperoleh (31,2%).
sampel laki-laki sebanyak 10 orang (62,5%)

Tabel 2
Rerata LGS (derajat) berdasarkan nilai
pre test, post test dan selisih
Klp sampel Rerata LGS dan Simpang Baku
Pre test Post test Selisih
Ekstensi :
Kontrol 53,31±5,606 67,25±4,041 13,94±4,419
Perlakuan 49,12±6,386 71,19±4,651 22,06±5,483
Rotasi :
Kontrol 56,69±3,478 69,25±2,176 12,56±3,366
Perlakuan 56,00±3,882 72,94±2,265 16,94±3,872
Lat.fleksi
Kontrol 32,50±2,066 42,38±2,527 9,88±1,544
Perlakuan 32,44±2,128 45,13±1,455 12,69±2,243

Tabel di atas menunjukkan nilai rerata 49,12o ± 6,386 dan rerata post test sebesar
sampel berdasarkan nilai LGS pre test, post test 71,19o ± 4,651 dengan selisih rerata sebesar
dan selisih. Pada kelompok kontrol, dilihat dari 22,06o ± 5,483. Dilihat dari LGS rotasi,
LGS ekstensi diperoleh rerata pre test sebesar diperoleh rerata pre test sebesar 56,00o ±
53,31o ± 5,606 dan rerata post test sebesar 3,882 dan rerata post test sebesar 72,94o ±
67,25o ± 4,041 dengan selisih rerata sebesar 2,265 dengan selisih rerata sebesar 16,94o ±
13,94o ± 4,419. Dilihat dari LGS rotasi, 3,872. Kemudian, dilihat dari LGS lateral fleksi
diperoleh rerata pre test sebesar 56,69o ± diperoleh rerata pre test sebesar 32,44o ±
3,478 dan rerata post test sebesar 69,25o ± 2,128 dan rerata post test sebesar 45,13o ±
2,176 dengan selisih rerata sebesar 12,56o ± 1,455 dengan selisih rerata sebesar 12,69o ±
3,366. Kemudian, dilihat dari LGS lateral fleksi 2,243.
diperoleh rerata pre test sebesar 32,50o ±
2,066 dan rerata post test sebesar 42,38o ± Uji Normalitas Data dan Homogenitas
2,527 dengan selisih rerata sebesar 9,88o ± Varian
1,544. Pada kelompok perlakuan, dilihat dari
LGS ekstensi diperoleh rerata pre test sebesar

Tabel 3
Uji normalitas data dan homogenitas varian
p uji normalitas (Shapiro Homogenitas dengan
Kelompok data Wilk) Levene’s test
Kontrol Perlakuan
Ekstensi :
Sebelum 0,248 0,375 0,447
Sesudah 0,158 0,480 0,502
Rotasi :
Sebelum 0,580 0,542 0,485
Sesudah 0,093 0,069 0,876
Lat.fleksi :
Sebelum 0,055 0,521 0,451
Sesudah 0,129 0,254 0,010

6 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014


 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Tabel di atas menunjukkan hasil uji intervensi yaitu nilai p > 0,05, hal ini
normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
homogenitas varian dengan Levene’s test. Berdasarkan uji homogenitas dengan
Dilihat dari LGS ekstensi diperoleh hasil uji Levene’s test diperoleh data untuk LGS ekstensi
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sebelum sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada berarti data bersifat homogen dan sesudah
kelompok perlakuan sebelum intervensi yaitu intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data bersifat homogen. Dilihat dari LGS rotasi, hasil
berdistribusi normal. Kemudian, hasil uji uji Levene’s test sebelum intervensi yaitu nilai p
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sesudah > 0,05 yang berarti data bersifat homogen dan
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada sesudah intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang
kelompok perlakuan sesudah intervensi yaitu berarti data bersifat homogen. Dilihat dari LGS
nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data lateral fleksi, hasil uji Levene’s test sebelum
berdistribusi normal. Dilihat dari LGS rotasi, intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data
hasil uji Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol bersifat homogen dan sesudah intervensi yaitu
sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan nilai p < 0,05 yang berarti data tidak bersifat
pada kelompok perlakuan sebelum intervensi homogen.
yaitu nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Melihat keseluruhan hasil uji persyaratan
data berdistribusi normal. Kemudian, hasil uji analisis diatas maka peneliti dapat mengambil
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sesudah keputusan untuk menggunakan uji statistik
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada parametrik (uji paired sample t) untuk masing-
kelompok perlakuan sesudah intervensi yaitu masing kelompok sampel (kontrol dan
nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data perlakuan) dan uji statistik parametrik (uji
berdistribusi normal. Dilihat dari LGS lateral independent sample t) untuk membuktikan
fleksi, hasil uji Shapiro-Wilk pada kelompok efektifitas antara kedua kelompok sampel,
kontrol sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05 sebagai pilihan pengujian statistik
dan pada kelompok perlakuan sebelum
intervensi yaitu nilai p > 0,05, hal ini Uji Beda Rerata LGS cervical sebelum dan
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. sesudah intervensi pada kelompok
Kemudian, hasil uji Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
kontrol sesudah intervensi yaitu nilai p > 0,05
dan pada kelompok perlakuan sesudah

Tabel 4
Uji beda rerata LGS (derajat) sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol
Kelompok
Sebelum Sesudah p
data
Ekstensi :
Rerata 53,31 67,25 0,0001
SB 5,606 4,041
Rotasi :
Rerata 55,75 69,25 0,0001
SB 3,022 2,176
Lat.fleksi :
Rerata 32,19 42,38 0,0001
SB 2,455 2,527

Tabel diatas menunjukkan hasil dan sesudah intervensi. Kemudian, dilihat dari
pengujian hipotesis menggunakan uji paired LGS lateral fleksi diperoleh nilai p < 0,05 yang
sample t untuk kelompok kontrol. Dilihat dari berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS
LGS ekstensi diperoleh nilai p < 0,05 yang lateral fleksi yang bermakna sebelum dan
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS sesudah intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstensi yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi Soft Tissue Mobilization dapat
intervensi. Dilihat dari LGS rotasi diperoleh nilai memberikan peningkatan LGS ekstensi, rotasi
p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan dan lateral fleksi cervical yang bermakna pada
rerata nilai LGS rotasi yang bermakna sebelum kondisi mechanical neck pain.
Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 7
 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Tabel 5 lateral fleksi. Dilihat dari LGS ekstensi diperoleh


Uji beda rerata LGS (derajat) sebelum dan nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
sesudah intervensi pada kelompok perlakuan perbedaan rerata sesudah intervensi LGS
Kelompok
Sebelum Sesudah p ekstensi yang bermakna antara kelompok
data
Ekstensi : kontrol dan kelompok perlakuan. Dilihat dari
Rerata 49,12 71,19 0,0001 LGS rotasi diperoleh nilai nilai p < 0,05 yang
SB 6,386 4,651 berarti bahwa ada perbedaan rerata sesudah
Rotasi : intervensi LGS rotasi yang bermakna antara
Rerata 54,94 72,69 0,0001
SB 3,623 2,358
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Lat.fleksi : Kemudian, dilihat dari LGS lateral fleksi
Rerata 30,94 45,00 0,0001 diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
SB 2,144 1,549 perbedaan rerata sesudah intervensi LGS lateral
fleksi yang bermakna antara kelompok kontrol
Tabel diatas menunjukkan hasil dan kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan
pengujian hipotesis menggunakan uji paired bahwa Teknik Mulligan dan Soft Tissue
sample t untuk kelompok perlakuan. Dilihat dari Mobilization menghasilkan peningkatan lingkup
LGS ekstensi diperoleh nilai p < 0,05 yang gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS fleksi cervical yang lebih besar secara signifikan
ekstensi yang bermakna sebelum dan sesudah dibandingkan hanya Soft Tissue Mobilization
intervensi. Dilihat dari LGS rotasi diperoleh nilai pada mechanical neck pain. Hasil pengujian
p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan hipotesis diatas telah membuktikan bahwa
rerata nilai LGS rotasi yang bermakna sebelum “Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization
dan sesudah intervensi. Kemudian, dilihat dari lebih baik daripada hanya Soft Tissue
LGS lateral fleksi diperoleh nilai p < 0,05 yang Mobilization dalam meningkatkan lingkup gerak
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
lateral fleksi yang bermakna sebelum dan cervical pada mechanical neck pain”.
sesudah intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
intervensi teknik Mulligan dan Soft Tissue Efek teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization dapat memberikan peningkatan Mobilization serta hanya Soft tissue
LGS ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical Mobilization terhadap peningkatan LGS
yang bermakna pada kondisi mechanical neck ekstensi, rotasi, lateral fleksi cervical
pain. pada mechanical neck pain
Mechanical neck pain merupakan kondisi
Uji Beda Rerata LGS cervical sesudah kronik nyeri leher yang melibatkan lesi facet
intervensi antara kelompok kontrol dan joint cervical dan muscle spasm atau muscle
kelompok perlakuan tightness disekitar leher, sehingga kondisi ini
menyebabkan keterbatasan gerak pada cervical
Tabel 6 terutama gerak ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
Uji beda rerata LGS (derajat) sesudah cervical.
intervensi antara kontrol dan perlakuan
Problem keterbatasan gerak ekstensi,
rotasi dan lateral fleksi umumnya ditemukan
Kelompok
data
Kontrol Perlakuan p oleh peneliti pada setiap sampel, dan rasa nyeri
Ekstensi : umumnya dirasakan pada akhir
Rerata 67,25 71,19 0,016 keterbatasannya. Berdasarkan pengamatan dan
SB 4,041 4,651 penulusuran peneliti dari hasil pemeriksaan
Rotasi :
Rerata 69,25 72,69 0,0001
menunjukkan bahwa problem keterbatasan
SB 2,176 2,358 ekstensi umumnya disebabkan oleh lesi facet
Lat.fleksi: joint cervical, sedangkan problem keterbatasan
Rerata 42,38 45,00 0,002 rotasi dan lateral fleksi umumnya disebabkan
SB 2,527 1,549 oleh muscle spasm atau muscle tightness pada
otot-otot leher terutama splenius capitis,
Tabel diatas
menunjukkan hasil uji semispinalis cervicis dan upper trapezius.
independent sample t untuk pengujian hipotesis
diatas, mulai dari LGS ekstensi, rotasi dan
8 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014
 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Soft Tissue Mobilization dapat asesoris selalu diaplikasikan pada sudut


memberikan peningkatan LGS ekstensi, rotasi perpendicular atau paralel terhadap bidang
dan lateral fleksi cervical yang bermakna, facet joint (bidang pengobatan Kaltenborn).14
dimana peningkatan LGS cervical dihasilkan Teknik SNAGs yang merupakan salah satu
oleh adanya efek post isometric relaxasi (PIR) metode Mulligan dapat mengembalikan minor
dan reciprocal inhibition (RI) serta efek elongasi positional fault permukaan sendi facet dan
serabut otot. Efek PIR dan RI dihasilkan oleh mengembalikan keluasan gerak asesoris sendi
intervensi Muscle Energy Technique, sedangkan facet sehingga efek tersebut dapat
efek elongasi serabut otot dihasilkan oleh mengembalikan kebebasan gerak fisiologis
intervensi Myofascial Release Technique. pada cervical. Aplikasi teknik SNAGs dapat
Menurut Chaitow (2006), efek PIR dan RI dapat dengan mudah diterapkan pada regio cervical
menghasilkan refleks relaksasi dan perubahan karena adanya efek sebelumnya dari Soft
otot terhadap toleransi stretch, karena Efek PIR Tissue Mobilization yang menghasilkan
dapat mengaktivasi golgi tendon organ (GTO) penurunan tonus atau ketegangan otot regio
pada otot yang bersangkutan dimana GTO cervical. Hal ini dapat memberikan kontribusi
memiliki sifat inhibitor yang dapat yang besar terhadap peningkatan lingkup gerak
mempengaruhi sekumpulan motor neuron sendi cervical.
sehingga efek tersebut dapat menyebabkan
penurunan tonus atau ketegangan otot. Efektifitas antara teknik Mulligan dan Soft
Kemudian, efek RI yang dihasilkan oleh MET Tissue Mobilization dengan hanya Soft
dengan mengaktivasi kontraksi otot antagonist Tissue Mobilization terhadap peningkatan
(otot yang sehat) dapat menginhibisi tonus otot LGS ekstensi, rotasi, lateral fleksi cervical
agonis yang spasme/tightness sehingga akan pada mechanical neck pain
menunjukkan penurunan tonus dengan cepat Penambahan teknik Mulligan pada
setelah kontraksi (Chaitow, 2006). Adanya intervensi Soft Tissue Mobilization dapat
penurunan tonus otot yang dihasilkan oleh menghasilkan peningkatan LGS ekstensi, rotasi,
Muscle Energy Technique dapat mengeliminir dan lateral fleksi yang lebih besar secara
penghambat restriktif sehingga akan terjadi signifikan dibandingkan hanya Soft Tissue
peningkatan lingkup gerak sendi. Disamping Mobilization. Hal ini disebabkan karena teknik
itu, efek elongasi serabut otot yang dihasilkan Mulligan dapat mengoreksi adanya faulty minor
oleh Myofascial Release Technique juga dapat positional dari facet joint. Menurut Exelby
mengaktivasi golgi tendon organ (GTO) pada (2002), keterbatasan gerak cervical dapat
musculotendinogen junction. Menurut Kisner disebabkan oleh adanya kesalahan kecil dari
and Colby (2007), adanya stretch pada serabut posisi permukaan sendi facet atau dapat
otot akan mengaktivasi GTO, dimana aktivitas dikatakan terjadi minor subluksasi didalam
GTO akan menghasilkan efek inhibitory pada sendi facet. Aplikasi teknik SNAGs yang
level otot yang mengalami ketegangan berulang dan kontinyu dapat mengoreksi
khususnya jika gaya stretch dipertahankan adanya minor subluksasi didalam sendi facet
dalam waktu yang lama. Inhibisi dari komponen sehingga terjadi keluasan gerak asesoris sendi
kontraktile otot oleh GTO dapat memberikan facet yang akhirnya terjadi peningkatan lingkup
kontribusi terhadap refleks relaksasi otot gerak sendi cervical yang cepat dan bebas
sehingga memungkinkan terjadinya nyeri. Pemberian Soft Tissue Mobilization
peningkatan lingkup gerak sendi. sebelum aplikasi teknik SNAGs sangat besar
Menurut Mulligan, lesi pada facet joint manfaatnya didalam memfasilitasi prosedur dan
cervical umumnya menyebabkan minor efek dari teknik SNAGs, hal ini karena intervensi
positional fault didalam permukaan facet joint Soft Tissue Mobilization dapat memberikan
sehingga terjadi keterbatasan gerak fisiologis penurunan tonus otot-otot leher secara
pada cervical. Minor positional fault atau minor signifikan sehingga memudahkan pelaksanaan
subluksasi tersebut dapat dikoreksi dengan teknik SNAGs dan menghasilkan efek yang lebih
teknik Mulligan. Secara khas, teknik Mulligan besar yaitu peningkatan lingkup gerak sendi
adalah mengombinasikan mobilisasi gerak cervical dan bebas nyeri.
asesori dengan gerak fisiologis secara aktif
dan/atau pasif, dimana mobilisasi gerak

Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014 9


 
 
 
Pemberian Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik daripada Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain

Kesimpulan Kumar, D., Sandhu, J.S., Broota, A, “Efficacy of


Berdasarkan analisis hasil penelitian dan Mulligan Concept (NAGs) on Pain at
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa available end range in Cervical Spine: A
“Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization Randomised Controlled Trial”, Indian
lebih baik daripada hanya Soft Tissue Journal of Physiotherapy and
Mobilization dalam meningkatkan lingkup gerak Occupational Therapy, Vol 5: 154-158,
sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi 2011
cervical pada mechanical neck pain”.
Makofsky, H.W, “Spinal Manual Therapy”, Slack
Daftar Pustaka Incorporated, USA, 2010
Chaitow, L, “Muscle Energy Technique. Third
Edition”, Churchill Livingstone, McKenzie, R., Kubey, C, “7 Steps To A Pain-
Edinburgh, 2006 Free Life”, Penguin Group Inc, New
York, 2000
De-las-Penas, C.F., del-Cerro, L.P., Blanco,
C.R., Conesa, A.G., Page, J.C., McKenzie, R., May, S, “The Cervical & Thoracic
Miangolarra, “Changes in Neck Pain and Spine Mechanical Diagnosis & Therapy”,
Active Range of Motion After A Single Volume One, Spinal Publications, New
Thoracic Spine Manipulation in Subjects Zealand, 2008
Presenting with Mechanical Neck Pain :
A Case Series”, Journal of Manipulative Nayak, S.K, “Combined Effect of Myofascial
and Physiological Therapeutics, Vol 30: Release And Muscle Energy Technique
Number 4, 2007 In Subjects With Mechanical Neck Pain”,
dissertation, Rajiv Gandhi University Of
Donatelli, R.A., Wooden, M.J, “Orthopaedic Health Sciences Karnataka, Bangalore,
Pysical Therapy. Third Edition”, Churchill 2012
Livingstone, New York, 2001
Sjahrir, “Nyeri Leher dan Nyeri Kepala”, tesis,
Exelby, L, “The eMulligan concept: Its Universitas Sumatera Utara, Medan,
application in the management of spinal 2004
conditions”, Manual Therapy, Vol 7: 64-
70, 2002 Steve, “Mechanical Neck Pain is also cal led
Axial Neck Pain”, 2005. Available from
Grant, K.E., Riggs, A, “Myofascial Release”, www.necksolutions.com/mechanical-
Wiley Interscience, New York, 2009 neck-pain.html, diakses tanggal 12
Desember 2012
Green, B.N., Dunn, A.S., Pearce, S.M., Johnson,
C.D, “Conservative management of Touche, R.L., de-las-Penas, C.F., Carnero, J.F.,
uncomplicated mechanical neck pain in Parreno, S.D., Alemany, A.P., Nielsen,
a military aviator”, The Journal of the L.A, “Bilateral Mechanical-Pain
Canadian Chiropractic Association, Vol. Sensitivity Over the Trigeminal Region in
8: 676–680, 2004 Patients With Chronic Mechanical Neck
Pain”, The Journal of Pain, Vol 11: No 3,
Kenny, T., Kenny, B, “Non-spesific Neck Pain”, 256-263, 2010
2010. Available from
www.patient.co.uk/ health/non-specific- Walker, M.J., Boyles, R.E., Young, B.A.,
neck-pain, diakses tanggal 12 Desember Strunce, J.B., Garber, M.B, “The
2012. Effectiveness of Manual Physical
Therapy and Exercise for Mechanical
Kisner, C., Colby, L.A, “Therapeutic Exercise Neck Pain : A Randomized Clinical Trial”,
Foundations And Techniques”, Fifth SPINE, Vol 33: Number 22: 2371–2378,
Edition, F.A. Davis Company, 2008
Philadelphia, 2007
10 Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014
 
 
 

You might also like