You are on page 1of 10

Table of Contents

No. Title Page


1 Keluhan Kesehatan Konsumen dan Higiene Sanitasi Makanan Penyetan 83 - 89
Pedagang Kaki Lima di Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya
2 Kualitas Udara, Fungsi Paru, dan Keluhan Pernapasan Ibu Rumah Tangga di 90 - 97
Wilayah Terdampak dan tidak Terdampak Semburan Lumpur Sidoarjo
3 The IgM Insidence and IgG Prevalence of Positive Anti-Toxoplasma in Kedurus 98 - 106
Abattoir Workers at Surabaya
4 Factors Affecting Sick Building Syndrome in the Offices 107 - 117
5 Risk Analysis Exposure of PM 2.5 toward Incidence of Chronic Obstructive 118 - 125
Pulmonary Disease in Boiler Workers, Glue Factory, Probolinggo
6 The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health 126 - 133
Center in Surabaya
7 Correlation between Individual Characteristic and Hearing Threshold Value on 134 - 139
Workers in PT Bangun Sarana Baja Gresik
8 Lead in Blood of Fertile Couples in Tebuwung, Dukun, Gresik 140 - 147
9 The Implementation of Good Manufactoring Practices in The Sea Cucumbers 148 - 158
Crackers Home Industry at Sukolilo, Surabaya
10 Correlation Level of Blood Plumbum with Level of Hemoglobin and Hematocrit 159 - 165
11 The Condition of Food Handler’s Higiene and Canteen Sanitation in Senior 166 - 170
High School 15 Surabaya
12 Correlation Between The Healthy House with Acute Respiratory Infection to 171 - 178
Children Under Five Years Old at Health Center of Baamang I, Baamang,
Kotawaringin Timur
Vol. 7 - No. 2 / 2014-01
TOC : 1, and page : 83 - 89

Keluhan Kesehatan Konsumen dan Higiene Sanitasi Makanan Penyetan Pedagang Kaki Lima di Jalan Arif Rachman
Hakim Surabaya

Consumer Health Complaints and Hygiene Sanitation of "Penyetan" at Arif Rachman Hakim Street Vendors in Surabaya

Author :
Sema Morestavia | jurnal.keslingua@gmail.com
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lilis Sulistyorini | lilissulistyorini@ymail.com
Fakultas Kesehatan Masyarakat

Abstract

Abstract: Vendors generally use simple sanitation facilities are less conform to the sanitary requirements that may
affect the bacteriological quality of food. The purpose was to identity food hygiene and sanitation, Salmonella at fresh
vegetables and consumer health complaints of food vendors in Arif Rahman Hakim Street of Surabaya. This was an
observational study with the sample were 16 vendors, 16 fresh vegetables, and 87 consumers. The results were 9 street
vendors (56,25%) have qualified personal hygiene, all of food vendors have qualified sanitary conditions, all of food
vendors have not qualified sanitation conditions, as much as 2 samples of fresh vegetables (12,50%) were basil leaves
contained Salmonella bacteria, and consumers as many as 11 respondents (12,64%) experienced health complaints.
The conclusion was hygiene and sanitation of food vendors in Arif Rahman Hakim Street of Surabaya city as many as
10 vendors (62,50%) qualified to Kepmenkes No. 942/Menkes/ K/VII/2003 RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Suggestions
for vendors to follow the counseling activities, supervision, and develop food hygiene sanitation, consumers are more
selective to choose the foods, and health center or Health Department of Surabaya City conducts counseling activities,
supervision, and development for food vendors.

Keywords: personal higyene, food sanitation, Salmonella bacteria of fresh vegetables, health complaints

Keyword : personal, higyene, food, sanitation, Salmonella, bacteria, , of, fresh, vegetables, health, ,

Daftar Pustaka :
1. Adams, M, (2003). Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan. Jakarta : EGC
2. Bobihu, F. , (2012). Studi Sanitasi dan Pemeriksaan Angka Kuman pada Usapan Peralatan Makan di Rumah Makan
Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012. Gorontalo : Jurusan Kesehatan Masyarakat.: Universitas Negeri
Gorontalo.
3. Chandra, B, (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
4. Djaafar, T.F. dan Rahayu, S. , (2007). Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang ditimbulkan dan
Pencegahannya. Jakarta : Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007
5. Djaja, I.M, (2008). Kontaminasi E. Coli pada Makanan dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta
Selatan Tahun 2003. Jakarta : Makara Kesehatan, Vol.12, No.1, Juni 2008
6. Depkes RI, (2001). Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta : Ditjen PPM & PLP
7. I r i a n t o , K , (2007). M i k r o b i o l o g i M e n g u a k D u n i a Mikroorganisme Jilid 2. . Bandung : CV. Yrama
Widya
8. Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 , (2003). Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.
Jakarta : Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003
9. Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, (2003). Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Jakarta : Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003
10. Poeloengan, M., Komala, I., dan Noor, S.M, (2012). Bahaya Salmonella terhadap Kesehatan. Lokakarya Nasional
Penyakit Zoonosis. Jakarta : Balai Penelitian Veteriner
11. Susilawati, A, (2002). Keamanan Mikrobilogi dan Survei Lapangan Sayuran di Tingkat Petani dan Pasar Tradisional
di Daerah Bogor. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
12. Winarti, C. dan Miskiyah, (2010). Status Kontaminasi pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di Indonesia.
Jakarta : Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (3), 2010

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


KELUHAN KESEHATAN KONSUMEN dan HIGIENE SANITASI
MAKANAN PENYETAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI JALAN ARIF RACHMAN HAKIM SURABAYA
Consumer Health Complaints and Hygiene Sanitation of “Penyetan”
at Arif Rachman Hakim Street Vendors in Surabaya

Sema Morestavia dan Lilis Sulistyorini


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
lilissulistyorini@ymail.com

Abstract: Vendors generally use simple sanitation facilities are less conform to the sanitary requirements that may
affect the bacteriological quality of food. The purpose was to identity food hygiene and sanitation, Salmonella at fresh
vegetables and consumer health complaints of food vendors in Arif Rahman Hakim Street of Surabaya. This was an
observational study with the sample were 16 vendors, 16 fresh vegetables, and 87 consumers. The results were 9 street
vendors (56,25%) have qualified personal hygiene, all of food vendors have qualified sanitary conditions, all of food
vendors have not qualified sanitation conditions, as much as 2 samples of fresh vegetables (12,50%) were basil leaves
contained Salmonella bacteria, and consumers as many as 11 respondents (12,64%) experienced health complaints.
The conclusion was hygiene and sanitation of food vendors in Arif Rahman Hakim Street of Surabaya city as many as
10 vendors (62,50%) qualified to Kepmenkes No. 942/Menkes/ K/VII/2003 RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Suggestions
for vendors to follow the counseling activities, supervision, and develop food hygiene sanitation, consumers are more
selective to choose the foods, and health center or Health Department of Surabaya City conducts counseling activities,
supervision, and development for food vendors.

Keywords: personal higyene, food sanitation, Salmonella bacteria of fresh vegetables, health complaints

Abstrak: Umumnya pedagang menggunakan fasilitas sanitasi bersifat sederhana yang mungkin kurang memenuhi
persyaratan sehingga dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis makanan. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
higiene dan sanitasi makanan, keberadaan bakteriologis (Salmonella) lalapan dan keluhan kesehatan konsumen
pedagang makanan penyetan kaki lima di jalan Arif Rachman Hakim Kota Surabaya. Penelitian bersifat observasional
dengan sampel, yaitu 16 pedagang, 16 lalapan, dan 87 konsumen. Hasil penelitian, antara lain higiene perorangan
sebanyak 9 orang (56,25%) memenuhi syarat, kondisi sanitasi makanan semua pedagang memenuhi syarat, kondisi
fasilitas sanitasi semua pedagang tidak memenuhi syarat, lalapan sebanyak 2 sampel (12,50%) berupa daun kemangi
mengandung bakteri Salmonella, dan konsumen sebanyak 11 orang (12,64%) mengalami keluhan kesehatan secara
subjektif. Kesimpulan adalah kondisi higiene dan sanitasi pedagang makanan penyetan kaki lima di jalan Arif Rachman
Hakim Kota Surabaya sebanyak 10 pedagang (62,50%) memenuhi syarat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/
Menkes/SK/VII/2003. Saran bagi pedagang mengikuti kegiatan penyuluhan, pengawasan, dan pembinaan, konsumen
lebih selektif memilih makanan, dan Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kota Surabaya melakukan kegiatan penyuluhan,
pengawasan, dan pembinaan pada pedagang.

Kata kunci: higiene perorangan, sanitasi makanan, bakteri Salmonella lalapan, keluhan kesehatan

PENDAHULUAN zat gizi relatif tinggi yang sangat dibutuhkan


tubuh. Terdapat beberapa jenis sayuran yang
Makanan memiliki peran penting bagi
biasa dikonsumsi segar berpotensi merugikan
kesehatan selain sebagai sumber energi, makanan
kesehatan sebab rentan terkontaminasi mikroba.
dapat pula menimbulkan penyakit pada manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa pada proses
Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne
pencucian lalapan yang tidak sempurna perlu
disease) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diperhatikan (Winarti dan Miskiyah, 2010).
antara lain kebiasaan mengolah makanan secara
Isyanti (2001) dalam Winarti dan Miskiyah
tradisional, penyimpanan dan penyajian yang
(2010) menyebutkan bahwa, beberapa penelitian
tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan
menunjukkan adanya kontaminasi mikroba pada
sanitasi (Chandra, 2006). Lalapan merupakan
sayuran segar yang diambil pada tingkat petani
produk makanan yang biasa dikonsumsi mentah,
maupun pedagang. Penelitian Susilawati (2002)
bermanfaat bagi kesehatan sebab mengandung

83
84 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 83–89

menunjukkan adanya kandungan Salmonella pada METODE penelitian


sayuran segar pada tingkat petani dan pedagang
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross
di Bogor. Kontaminasi mikroba pada sayuran
sectional yang bersifat observasional dan hasil
dapat berasal dari penyemprotan atau pengairan
penelitian dianalisis secara deskriptif. Populasi
dengan air dan pemupukan dengan kotoran
dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang
hewan yang mengandung Salmonella.
makanan penyetan kaki lima (16 pedagang),
Infeksi yang diakibatkan oleh bakteri genus
lalapan (daun kemangi, mentimun, dan kubis),
Salmonella disebut Salmonellosis. Kejadian
dan konsumen (665 orang). Sampel, meliputi
Salmonellosis akibat makanan bersifat eksplosif,
pedagang makanan penyetan kaki lima sebanyak
dan ada kaitannya dengan pesta perkawinan,
16 pedagang diambil secara total sampel, lalapan
perjamuan makan atau peristiwa lain yang
(daun kemangi, mentimun, dan kubis) sebanyak
menyajikan hidangan untuk sekelompok orang
16 sampel di mana pengambilan 1 jenis lalapan
(Irianto, 2007). Besarnya peranan makanan bagi
pada setiap pedagang dilakukan secara simple
kesehatan manusia, mengakibatkan perlunya
random sampling, dan konsumen sebanyak 87
perhatian terhadap higiene sanitasi makanan pada
responden diambil secara accidental sampling.
setiap aktivitas penyiapan makanan, terutama
Variabel dalam penelitian ini, antara lain
dalam jumlah besar yang dikonsumsi untuk
karakteristik penyaji makanan, meliputi usia,
banyak orang (Adams, 2003).
jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama berjualan,
Tempat penjualan makanan merupakan
keikutsertaan pembinaan, dan kepemilikan
tempat yang dapat berpotensi sebagai hazard bagi
sertifikat; higiene penjamah makanan, meliputi
kesehatan sebab dapat menimbulkan terjadinya
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun,
penyebaran penyakit (Djaja, 2003). Penelitian Djaja
menggunakan alat pelindung, menjaga kebersihan
(2003), menyebutkan bahwa pedagang kaki lima
diri, dan perilaku sehat; sanitasi makanan; fasilitas
berisiko 3,5 kali terhadap terjadinya kontaminasi
sanitasi, meliputi sarana air bersih, saluran limbah,
makanan dibandingkan dengan usaha jasaboga
tempat cuci tangan, bak sampah, peralatan
dan rumah makan atau restoran (Bobihu, 2012).
pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan
Pedagang makanan penyetan kaki lima
lainnya serta peralatan kebersihan; keberadaan
semakin menjamur di berbagai daerah, salah
bakteri Salmonella pada lalapan (daun kemangi,
satunya Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya
mentimun dan kubis); dan keluhan subjektif
yang dekat dengan daerah perguruan tinggi dan
kesehatan konsumen.
rumah kos. Pedagang makanan penyetan kaki
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini,
lima menggunakan bangunan non permanen
antara lain wawancara dengan menggunakan
yang terbuat dari tenda untuk menjajakan
instrumen lembar kuesioner, observasi
dagangannya dengan fasilitas sanitasi terbatas.
menggunakan instrumen lembar observasi, dan
Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas
pemeriksaan laboratorium menggunakan formulir
bakteriologis makanan yang disajikan bagi
pemeriksaan laboratorium.
konsumen, khususnya lalapan (Agustina dkk,
Pengolahan data dilakukan berdasarkan
2009).
perhitungan hasil dengan kriteria penilaian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah
higiene sanitasi pedagang penyetan kaki lima,
mempelajari higiene dan sanitasi makanan,
yaitu komponen yang dinilai ada dan memenuhi
kandungan bakteriologis (Salmonella) lalapan dan
syarat, maka skor merupakan hasil dari nilai
keluhan kesehatan konsumen pada pedagang
yang diperoleh. Masing-masing sub variabel
makanan penyetan kaki lima di jalan Arif Rachman
dijumlahkan dan dibagi dengan nilai maksimal
Hakim Kota Surabaya. Tujuan khusus penelitian
variabel; komponen yang dinilai tidak ada
ini, antara lain mempelajari karakteristik penyaji
dan tidak memenuhi syarat, maka nilai yang
makanan; mempelajari kondisi higiene perorangan
diperoleh adalah 0 (nol); dan total skor dari
penyaji makanan; mempelajari kondisi sanitasi
semua variabel adalah 121, sehingga dikatakan
makanan terutama lalapan; mempelajari kondisi
memenuhi syarat (laik higiene sanitasi) bila
fasilitas sanitasi serta kondisi higiene dan
hasil perolehan skor ≥ 70% dari total skor, yaitu
sanitasi pedagang makanan secara keseluruhan;
84,7 dibulatkan menjadi 85.
menganalisis keberadaan bakteri Salmonella pada
Variabel penelitian dikatakan memenuhi
lalapan; dan mengidentifikasi keluhan subjektif
syarat bila perolehan nilai lokasi penelitian
kesehatan konsumen.
S Morestavia dan L Sulistyorini, Keluhan Kesehatan Konsumen dan Higiene Sanitasi Makanan Penyetan 85

≥ 6, fasilitas sanitasi ≥ 29, penjamah makanan Berdasarkan kondisi tersebut, seharusnya


≥19, bahan makanan dan penyajian ≥ 28, dan penyaji makanan penyetan memperoleh atau aktif
peralatan pengolahan makanan ≥ 3. untuk mengikuti kegiatan berupa penyuluhan,
Penelitian ini telah memperoleh persetujuan pengawasan, dan pembinaan Sebagaimana
dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas bunyi pasal 16 Keputusan Menteri Kesehatan RI
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga pada No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman
tanggal 12 Juni 2013. Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan
bahwa penjamah makanan berkewajiban memiliki
pengetahuan tentang higiene sanitasi makanan
HASIL DAN PEMBAHASAN
dan gizi serta menjaga kesehatan yang diperoleh
Karakteristik Penyaji Makanan melalui kursus higiene sanitasi makanan.
Berdasarkan hasil wawancara pada pedagang Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa
makanan penyetan kaki lima, diketahui bahwa semua penyaji makanan penyetan tidak memiliki
penyaji makanan penyetan pada kelompok usia sertifikat penjamah makanan.
20–35 tahun merupakan distribusi tertinggi, yaitu Higiene Perorangan Penyaji Makanan
sebanyak 8 orang (50,00%). Sisanya, sebanyak
6 orang (37,50%) terdapat pada kelompok usia Hasil penilaian terhadap higiene perorangan
36–50 tahun, dan 2 orang (12,50%) terdapat pada penyaji makanan penyetan dapat dilihat pada
kelompok usia 51–65 tahun. Gambar 1.
Berdasarkan hasil wawancara pada pedagang
makanan penyetan kaki lima, diketahui bahwa
penyaji makanan penyetan berjenis kelamin laki-
laki merupakan distribusi tertinggi, yaitu sebanyak
10 orang (62,50%). Sisanya, sebanyak 6 orang
(37,50%) berjenis kelamin perempuan.
Hasil wawancara pada pedagang makanan
penyetan kaki lima menunjukkan bahwa distribusi
responden dengan pendidikan terakhir SMA
Gambar 1. Distribusi Higiene Perorangan Penyaji
merupakan distribusi tertinggi, yaitu sebanyak Makanan Penyetan di Jl. Arif Rachman
6 orang (37,50%). Sisanya, sebanyak 4 orang Hakim Surabaya, Tahun 2013.
(25,00%) tamat SD, sebanyak 3 orang (18,75%)
tidak sekolah dan tamat SMP.
Berdasarkan hasil wawancara pada Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa
pedagang makanan penyetan kaki lima, diketahui sebanyak 9 orang (56,25%) penyaji makanan
bahwa lama berjualan penyaji makanan penyetan penyetan memiliki higiene perorangan yang
selama > 5 tahun merupakan distribusi tertinggi, memenuhi syarat. Pada saat penelitian penyaji
yaitu sebanyak 10 orang (62,25%). Sisanya, makanan berbadan sehat dan tidak sedang sakit
sebanyak 5 orang (31,25%) berjualan selama batuk, pilek, luka bernanah, koreng, memiliki
1–5 tahun, dan hanya 1 orang (6,25%) berjualan kuku pendek, tidak menggunakan kutek, tidak
selama < 1 tahun. menggunakan perhiasan, seperti cincin berukir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atau gelang (bagi penyaji makanan berjenis
semua penyaji makanan penyetan tidak pernah kelamin laki-laki), tidak merokok sewaktu bekerja
mengikuti kegiatan penyuluhan, pengawasan, bagi penyaji makanan berjenis kelamin perempuan
dan pembinaan sebab kegiatan tersebut tidak dan 50,00% laki-laki), tidak menggaruk, mengorek
pernah diadakan oleh Puskesmas ataupun Dinas atau mencukil kotoran kuku, hidung atau telinga,
Kesehatan. Hal ini sesuai dengan informasi dari menggunakan pakaian kerja yang bersih dan
petugas Puskesmas Klampis Ngasem dan Dinas rapi.
Kesehatan Kota Surabaya bahwa belum pernah Perilaku sehat penyaji makanan penyetan
mengadakan kegiatan penyuluhan, pengawasan, dapat dikatakan sesuai dengan persyaratan yang
dan pembinaan terhadap pedagang makanan harus dipenuhi. Hasil dari wawancara, semua
penyetan kaki lima di Jalan Arif Rachman Hakim, penyaji makanan mengaku menggunakan plester
Surabaya. bila terluka, mencuci tangan dengan sabun
86 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 83–89

setiap kontak dengan makanan, mencuci tangan tempat yang kurang terpelihara dan kurang bersih,
dengan sabun sebelum dan seusai bekerja, terutama lalapan. Penutup yang digunakan penyaji
mencuci tangan dengan sabun setelah buang makanan untuk menutup jajanannya bervariasi,
air besar, mencuci tangan dengan sabun setelah yaitu kertas makanan dan lap atau serbet dalam
membuang sampah. Namun, tidak ada penyaji kondisi bersih. Penutup ini hanya digunakan pada
makanan yang mencuci tangan dengan sabun makanan jadi, berupa nasi dan lauk. Lalapan
setelah memegang uang. Berdasarkan kegiatan diletakkan di tempat yang kurang terpelihara, yaitu
observasi, penyaji makanan hanya menggunakan kantong plastik. Ada yang diletakkan di tempat
alat atau perlengkapan untuk menjamah makanan makanan, namun tidak ditutup.
berupa lauk. Makanan yang dijajakan dalam kondisi
Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum terbuka dapat meningkatkan risiko terjadinya
kontak dengan makanan merupakan sumber pencemaran pada makanan yang berasal dari
kontaminan yang cukup berpengaruh terhadap lingkungan, baik udara, debu, asap kendaraan,
kebersihan bahan makanan (Agustina dkk, 2009). bahkan serangga. Makanan yang dijajakan di
Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap pinggir jalan mudah terpapar debu dan asap
orang terutama penjamah makanan. Kebiasaan kendaraan (Agustina dkk, 2009).
mencuci tangan dapat membantu mencegah
terjadinya penularan bakteri dari tangan ke Identifikasi Fasilitas Sanitasi Pedagang
makanan (Depkes RI, 2001). Makanan
Hasil observasi yang dilakukan pada Semua pedagang makanan penyetan kaki
16 penyaji makanan, hanya 3 orang yang lima di jalan Arif Rachman Hakim Surabaya
menggunakan celemek dan semuanya berjenis berada pada lokasi berjualan yang dekat dengan
kelamin perempuan. Semua penyaji makanan sumber pencemaran (debu, asap, bau, dan
penyetan tidak menggunakan penutup kepala cemaran lainnya) dan terdapat risiko terjadi
atau topi. kecelakaan. Lokasi berjualan pedagang makanan
penyetan kaki lima berada di pinggir jalan raya
Identifikasi Sanitasi Makanan
yang mempunyai arus lalu lintas cukup padat
Hasil penilaian terhadap sanitasi makanan sehingga menghasilkan asap kendaraan bermotor
pada pedagang makanan penyetan kaki lima yang tinggi dan dapat menimbulkan terjadinya
dapat diketahui bahwa semua pedagang makanan kontaminasi pada makanan.
penyetan kaki lima memiliki sanitasi makanan Lantai yang digunakan pedagang makanan
yang memenuhi syarat. penyetan kaki lima berupa tanah. Hal ini dapat
Kondisi sanitasi makanan yang memenuhi menimbulkan terjadinya pencemaran fisik, berupa
syarat, antara lain bahan makanan dalam kondisi debu pada makanan. Selain itu, saat musim hujan
segar, tidak busuk, dan tidak rusak, bahan tanah menjadi becek dan terdapat genangan air
makanan kemasan tidak kadaluwarsa, hanya serta secara umum terlihat bersih dan rapi.
menggunakan BTM yang diperuntukkan untuk Bangunan atau ruang penyiapan makanan
makanan, pembungkus atau penutup makanan yang ideal adalah dibangun dan ditempatkan di
yang digunakan dalam kondisi bersih dan tidak daerah yang bebas dari bau yang tidak sedap,
mencemari lingkungan, tidak meniup plastik asap, dan debu, jauh dari tempat pembuangan
pembungkus makanan, makanan jadi dalam sampah, dan aman dari kejadian seperti banjir
wadah yang terpisah dengan bahan mentah, (Adams, 2003).
serta makanan jadi siap saji dipanaskan setelah Pedagang makanan penyetan kaki lima di
4 jam jika ingin disajikan kembali. Hal ini sesuai Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya sebanyak
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 13 pedagang menyediakan air bersih > 25 liter
942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman selama berjualan, 5 pedagang menggunakan air
Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. bersih yang berasal dari PDAM untuk mencuci
Namun demikian, tidak semua bahan peralatan makanan dan cuci tangan, 13 pedagang
makanan disimpan di tempat yang selalu menggunakan air minum isi ulang untuk keperluan
terpelihara dan dalam kondisi bersih serta air minum.
makanan jadi yang dijajakan tidak selalu dalam Semua pedagang makanan memiliki kualitas
kondisi terbungkus dan tertutup. Terdapat air bersih yang memenuhi syarat fisik, yaitu tidak
pedagang yang meletakkan bahan makanan pada berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna. Selain
S Morestavia dan L Sulistyorini, Keluhan Kesehatan Konsumen dan Higiene Sanitasi Makanan Penyetan 87

itu, air minum yang digunakan untuk disajikan dari bahan yang kuat, aman, halus, dan hanya
bagi konsumen tersimpan dalam wadah yang terdiri dari 2 bilik atau bak pencuci. Peralatan
tertutup dan bersih. Pedagang makanan penyetan makanan dicuci dengan air bersih dan sabun,
kaki lima umumnya menggunakan jerigen dikeringkan dengan alat pengering/lap yang
berwarna gelap dan tertutup sebagai tempat untuk bersih, namun peralatan makanan tidak disimpan
menyimpan air bersih. di tempat yang bebas dari pencemaran. Peralatan
Hasil observasi yang dilakukan pada yang digunakan dalam pengolahan makanan
pedagang makanan penyetan mengenai harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar
keberadaan vektor, diketahui bahwa pada semua untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada
pedagang makanan penyetan terdapat lalat dan makanan (Adams, 2003).
tikus. Hal ini tidak sesuai dengan Keputusan Hasil observasi yang telah dilakukan,
Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/ diketahui bahwa hanya 5 pedagang menggunakan
2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene konstruksi yang dapat melindungi makanan dari
Sanitasi Makanan Jajanan bahwa pedagang kaki pencemaran, yaitu menggunakan etalase untuk
lima tidak boleh menjadi sarang serangga, tikus, menyimpan makanan. Seharusnya makanan
dan hewan lainnya serta tidak terdapat lalat atau jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja
hewan pengganggu lainnya. konstruksinya dibuat sedemikian rupa sehingga
Vektor yang terdapat pada pedagang dapat melindungi makanan dari pencemaran dan
makanan penyetan kaki lima, seperti lalat memiliki mudah dibersihkan (Kepmenkes RI, 2003).
peran besar terhadap pemindahan sumber Semua pedagang makanan penyetan
penyakit ke makanan. Lalat suka hinggap dari menyediakan tempat pengunjung yang memadai
makanan yang satu ke makanan yang lainnya dan serta terlihat bersih dan rapi. Hal ini sesuai dengan
tertarik pada makanan yang dikonsumsi manusia Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/
sehari-hari. Pada waktu makan, lalat sering kali SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene
memuntahkan sebagian makanannya dan bila Sanitasi Makanan Jajanan.
pada bulu-bulu kaki lalat terdapat kuman patogen Peralatan pengolahan makanan pada semua
maka dapat memungkinkan terjadinya penyebaran pedagang makanan penyetan kaki lima memenuhi
kuman penyakit (Depkes RI, 2001). syarat yang sesuai dengan Keputusan Menteri
Tempat sampah yang digunakan oleh Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang
pedagang tidak layak untuk digunakan sebab Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
tidak tertutup dan tidak permanen, yaitu Jajanan, yaitu alat pengolahan makan bersih, tidak
menggunakan kantong plastik yang tidak kedap retak, tidak luntur, tidak berkarat, menggunakan
air. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran, lap/serbet yang bersih dan tidak kotor.
seperti bau yang tidak sedap dan mengundang
kehadiran vektor, misalnya lalat, kecoa, dan tikus.
Tempat sampah yang layak untuk digunakan
adalah terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah
berkarat, dan tertutup (Kepmenkes RI, 2003).
Pedagang makanan penyetan membuang
air limbah di selokan terbuka yang digunakan
untuk menampung air hujan dan di pekarangan
atau sungai yang berada dekat dengan lokasi Gambar 2. Distribusi higiene dan sanitasi pedagang
berjualan. Setiap tempat pengelolaan makanan makanan penyetan kaki lima tahun 2013
harus mempunyai tempat pembuangan air
limbah yang baik, yaitu memiliki saluran yang Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui
terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan bahwa 10 pedagang (62,50%) memiliki higiene
sumber pencemaran, dan tertutup (Kepmenkes dan sanitasi yang memenuhi syarat. Variabel
RI, 2003). yang memenuhi persyaratan, antara lain higiene
Berdasarkan hasil observasi yang telah perorangan (9 orang), sanitasi makanan (16
dilakukan, diketahui bahwa semua pedagang tidak pedagang), penyediaan air bersih (13 pedagang),
menyediakan akses toilet, menyediakan air cuci sarana penjaja (16 pedagang), penataan tempat
tangan yang cukup bagi konsumen, menggunakan pengunjung (16 pedagang), dan peralatan
tempat mencuci peralatan makanan yang terbuat pengolahan makanan (16 pedagang).
88 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 83–89

Keberadaan Bakteri Salmonella pada Lalapan Sebanyak 8 orang mengaku mengalami


diare serta 3 orang mengalami kelelahan dan
Hasil pemeriksaan uji laboratorium pada
diare. Konsumen yang mengalami diare, 3 orang
lalapan pedagang makanan penyetan kaki lima
mengaku bahwa tidak selalu mengonsumsi
di Jalan Arif Rachman Hakim Surabaya terhadap
lalapan dan makan 1–2 kali dalam seminggu,
keberadaan bakteri Salmonella, diketahui bahwa
3 orang selalu mengonsumsi lalapan dan
hanya 2 lalapan pedagang makanan penyetan
makan 1–2 kali seminggu, dan 2 orang selalu
kaki lima (12,50%) yang di dalamnya terdapat
mengonsumsi lalapan dan makan 3–4 kali
bakteri Salmonella, yaitu daun kemangi. Hal ini
seminggu. Sedangkan, konsumen yang
tidak sesuai dengan sayuran segar (dikonsumsi
mengalami kelelahan dan diare semuanya
mentah) harus negatif terhadap bakteri
mengaku selalu mengonsumsi lalapan dan makan
Salmonella.
3–4 kali seminggu.
Adanya bakteri Salmonella pada lalapan
Konsumen yang tidak selalu mengonsumsi
daun kemangi dapat disebabkan cara pencucian
lalapan, namun menderita diare dapat disebabkan
dan penyimpanan bahan makanan yang kurang
mengalami keracunan akibat makanan lain selain
benar. Penyaji makanan mengaku menggunakan
lalapan, seperti lauk atau sambal yang disajikan
air sumur dan ember untuk mencuci lalapan.
pedagang makanan penyetan. Rahayu (2006),
Setelah dicuci di rumah, lalapan daun kemangi
dalam Djaafar dan Rahayu (2007), bahwa saluran
dimasukkan ke dalam kantong plastik. Di lokasi
pencernaan manusia merupakan sistem yang
berjualan, lalapan tidak dicuci kembali dan
terbuka. Bila mikroba patogen pada makanan
diletakkan pada tempat makanan tanpa diberi
ikut termakan, maka pada kondisi yang sesuai
tutup.
mikroba dapat berkembang biak dalam saluran
Penelitian Harsojo dan Chairul (2011)
pencernaan sehingga menyebabkan gejala
menyebutkan bahwa pada daun kemangi terdapat
penyakit yang sering disebut infeksi. Gejala akut
jumlah bakteri aerob tertinggi dibandingkan
akibat mikroba patogen, meliputi diare, muntah,
dengan kacang panjang, ketimun, dan kubis.
dan pusing bahkan pada kondisi yang parah
Begitu pula penelitian Susilawati (2002),
dapat menyebabkan kematian.
menunjukkan adanya kandungan Salmonella pada
Sebelas orang yang mengalami keluhan
sayuran segar di tingkat petani dan pedagang di
kesehatan secara subjektif, tidak dapat
Bogor. Sayuran yang dimakan mentah seharusnya
dipastikan konsumen mengalami tanda atau
dicuci dengan air yang mengandung larutan
gejala Salmonellosis berupa enteritis akibat
Kalium Permanganat 0,02% atau dimasukkan
mengonsumsi lalapan, sebab terdapat 3 orang
dalam air mendidih untuk beberapa detik
yang mengaku tidak selalu mengonsumsi
(Kepmenkes RI, 2003).
lalapan namun mengalami keluhan kesehatan
secara subjektif berupa diare. Seorang penderita
Tabel 1.
dinyatakan mengalami enteritis bila merasakan
Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteri Salmonella
demam, sakit kepala, muntah, diare, dan sakit
pada Lalapan Makanan Penyetan di Jl. Arif Rachman
Hakim Surabaya, Tahun 2013 pada abdomen (abdominal pain) yang terjadi
selama 2–5 hari (Poeloengan dkk, 2012). Selain
Keberadaan Bakteri itu, perlu adanya pemeriksaan laboratorium untuk
∑ %
Salmonella memastikan keberadaan bakteri Salmonella pada
Ada  2   12,50 darah/feses/urine konsumen.
Tidak ada 14   87,50
Jumlah 16 100,00
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Keluhan Kesehatan Konsumen dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan,
antara lain: karakteristik pedagang makanan
Berdasarkan hasil wawancara tentang
penyetan kaki lima di Jalan Arif Rachman Hakim
keluhan kesehatan konsumen secara subjektif,
Kota Surabaya, umumnya berusia 20–35 tahun
diketahui bahwa sebanyak 11 orang (12,64%)
(8 orang), berjenis kelamin laki-laki (10 orang),
dari 87 responden mengalami keluhan kesehatan
tingkat pendidikan penyaji makanan penyetan
secara subjektif.
paling banyak adalah lulusan SMA (6 orang),
S Morestavia dan L Sulistyorini, Keluhan Kesehatan Konsumen dan Higiene Sanitasi Makanan Penyetan 89

sebanyak 10 orang telah berjualan selama > 5 (Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kota Surabaya)
tahun, semua pedagang tidak pernah mengikuti melakukan kegiatan penyuluhan, pengawasan,
kegiatan penyuluhan, pengawasan, dan dan pembinaan pada pedagang makanan
pembinaan serta tidak memiliki sertifikat penjamah penyetan kaki lima di jalan Arif Rachman Hakim
makanan, higiene perorangan penyaji makanan Surabaya.
penyetan kaki lima sebanyak 9 orang memenuhi
syarat, kondisi sanitasi makanan terutama
DAFTAR PUSTAKA
lalapan (daun kemangi, mentimun, dan kubis)
pada semua pedagang makanan penyetan kaki Adams, M. 2003. Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk
Petugas Kesehatan/Martin Adams dan Yasmine
lima memenuhi syarat, kondisi sanitasi fasilitas Motarjemi;alih bahasa, Maria A. Wijayarani; editor
pada semua pedagang makanan penyetan kaki edisi bahasa Indonesia, palupi Widyastuti. Jakarta:
lima tidak memenuhi syarat dan hasil penilaian EGC.
secara keseluruhan terhadap higiene dan sanitasi Agustina, F., Pambayun, R., dan Febry, F. 2009. Higiene
pedagang makanan penyetan kaki lima sebanyak dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan
Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan
10 pedagang (56,25%) memiliki higiene dan Demang Lebar Daun Palembang Tahun 2009.
sanitasi yang memenuhi syarat, terdapat 2 lalapan Bobihu, F. 2012. Studi Sanitasi dan Pemeriksaan Angka
(12,50%) pedagang makanan penyetan kaki lima Kuman pada Usapan Peralatan Makan di Rumah
yang di dalamnya terdapat bakteri Salmonella, Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun
yaitu daun kemangi, dan terdapat 11 orang 2012. Jurusan Kesehatan Masyarakat. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
(12,64%) dari 87 responden konsumen mengalami Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
keluhan kesehatan secara subjektif. Jakarta: EGC.
Pedagang makanan penyetan kaki lima Djaafar, T.F. dan Rahayu, S. 2007. Cemaran Mikroba
seharusnya meningkatkan higiene perorangan pada Produk Pertanian, Penyakit yang ditimbulkan
bagi penyaji makanan yang tidak memenuhi dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian,
26(2), 2007.
syarat, antara lain melakukan pemeriksaan Djaja, I.M. 2003. Kontaminasi E. Coli pada Makanan
kesehatan secara rutin (6 bulan sekali), tidak dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
merokok saat berjualan, tidak menggunakan di Jakarta Selatan Tahun 2003. Makara Kesehatan,
perhiasan, mencuci tangan setelah memegang Vol.12, No.1, Juni 2008: 36–41.
uang, selalu menggunakan alat atau perlengkapan Depkes RI, 2001. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan
Lalat. Jakarta: Ditjen PPM & PLP.
untuk menjamah makanan, menggunakan Harsojo dan Chairul, S.M. 2011. Kandungan Mikroba
celemek dan penutup kepala atau topi, dan Patogen, Residu Insektisida Organofosfat dan
mengikuti kegiatan penyuluhan, pengawasan, Logam Berat dalam Sayuran. Ecolab Vol. 5 No.2
dan pembinaan sehingga dapat memiliki sertifikat Juli 2011: 89–96.
Irianto, K . 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia
sebagai penjamah makanan; Meningkatkan
Mikroorganisme Jilid 2. Bandung: CV. Yrama
sanitasi makanan, yaitu meletakkan semua Widya.
bahan makanan di tempat yang selalu terpelihara, Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang
bersih, dan selalu ditutup serta mencuci bahan Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
makanan, terutama lalapan; dan meningkatkan Jajanan.
Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang
fasilitas sanitasi, seperti menyediakan air bersih
Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan
> 25 liter selama berjualan, menyediakan tempat Restoran.
sampah, menyediakan tempat mencuci peralatan Poeloengan, M., Komala, I., dan Noor, S.M. 2012. Bahaya
makanan yang terdiri dari 3 bilik/bak pencuci, dan Salmonella terhadap Kesehatan. Lokakarya Nasional
menggunakan sarana penjaja dengan konstruksi Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner.
Susilawati, A. 2002. Keamanan Mikrobilogi dan Survei
yang dapat melindungi makanan dari pencemaran
Lapangan Sayuran di Tingkat Petani dan Pasar
fisik (debu, asap, bau) dan gangguan vektor (lalat, Tradisional di Daerah Bogor. Skripsi. Fakultas
kecoa, dan tikus). Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Konsumen harus lebih selektif dalam Winarti, C. dan Miskiyah. 2010. Status Kontaminasi
mengonsumsi makanan untuk mencegah pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di
Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (3),
timbulnya keluhan kesehatan berupa keracunan
2010: 227–237.
atau infeksi akibat makanan. Instansi terkait

You might also like