You are on page 1of 10

MAKALAH

AKUNTANSI MUDHARABAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah “Ekonomi Mikro Islam”

Dosen Pengampu:
Moh. Idil Ghufron, M.E.I

Oleh:

1. Holifatul Muhaddibah
2. Black Pink
3. Kamfret

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan tersebut dapat dilihat dengan
adanya tuntunan dan tatanan hukum yang mengatur kehidupan manusia secara lengkap dan
menyeluruh. Hubungan manusia dengan Sang Khaliq diatur dalam bidang ibadah, sementara
hal-hal yang berhubungan dengan sesama manusia diatur dalam bidang muamalat. Cakupan
hukum muamalat sangatlah luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang
bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan
sebagainya. Kontrak atau perjanjian dalam Islam disebut dengan "akad", berasal dari bahasa
Arab "al-Aqd” yang berarti perikatan, perjanjian, kontrak atau permufakatan (al-ittifaq), dan
transaksi. Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak
atau lebih yang mana berjanji akan menaati apa yang tersebut di persetujuan itu
(Poerwadarminta, 2001).
Di Indonesia perkembangan kajian dan praktek ilmu ekonomi Islam juga berkembang
pesat. Kajian-kajiannya sudah banyak diselenggarakan di berbagai university negeri maupun
swasta. Sementara itu dalam bentuk prakteknya, ekonomi Islam telah berkembang dalam
bentuk perbankan dan lembaga-lembaga keuangan ekonomi Islam non bank. Perkembangan
Ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang berarti sejak didirikannya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada saat itu sistem perbankan Islam memperoleh
dasar hukum secara formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, sebagaimana yang telah direvisi dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 dan
dilengkapi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ( Wiryono,
2006; dalam Yulianti, 2008).
Salah satu bangunan yang sangat fundamental dalam ekonomi islam yaitu
permasalahan akuntansi, dalam perspektif islami atau akuntansi syariah mengalami
peningkatan kepentingan terhadap kajian dan salah satu aspek yang mendorongnya adalah
dengan munculnya sistem perbankan syariah serta di sisi lain, aspek-aspek akuntansi
konvesional tidak dapat diterapkan pada lembaga yang menggunakan prinsip-prinsip islam,
baik dari implikasi akuntansi maupun akibat ekonomi (Gader, 1994; Magid, 1981; Gamling &
Karim, 1996; dalam Muhammad, 2005) .
Beberapa isu lain yang mendorong munculnya akuntansi syariah adalah masalah
harmonisasi standar akuntansi internasional di negara-negara islam, usulan pemformatan
laporan badan usaha islami (Baydon & Willet, 2000; dalam Muhammad, 2005), dan kajian
ulang filsafat tentang konstruksi etika dalam pengetahuan akuntansi serta penggunaan syariah
sebagai petunjuk dalam pengembangan teori akuntansi (Muhammad, 2005).
Dengan dikeluarkannya pernyataan standar akuntansi No. 59 tentang akuntansi
perbankan syariah oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan angin segar bagi praktik
akuntansi di bank syariah. Sebab pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
(pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan
dengan aktivitas bank syariah (Muhammad, 2005).
Salah satu model akuntansi dalam perbankan syariah adalah akuntansi dalam
mudharabah yang merupakan akad kerja sama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan
mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha
mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali ditemukan
adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan
penyalahgunaan dana (Muhammad, 2005).
Atas dasar inilah, makalah ini membahas mengenai pengertian, dasar hukum kontrak,
konsep-konsep dan aplikasi akuntansi syariah model mudharabah. Tema yang diangkat dalam
makalah ini adalah “Akuntansi Mudharabah”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang di angkat dalam makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud transaksi Mudharabah?
2. Mengetahui landasan hukum transaksi mudharabah?
3. Mengetahui bagaimana prinsip-prinsip transaksi Mudharabah?
4. Bagaimana contoh aplikasi Akuntansi Mudharabah?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah.
2. Mengetahui bagaimana landasan hukum dalam transaksi mudharabah
3. Mengetahui bagaimana prinsip-prinsip transaksi Mudharabah.
4. Mengetahui contoh-contoh aplikasi Akuntasni Mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Mudharabah
Investasi mudharabah adalah pembiyaayan yang disalurkan oleh Bank syari’ah kepada
pihak lain untuk satu usaha yang produktif. Secara bahasa Mudharabah berasal dari
kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Dalam
pengertian ini, qiradh adalah pemilik modal memotong sebagai hartanya untuk diserahkan
kepada pengelola modal, dan ia juga akan memotong hasil usahanya. Secara tekhnik, Antonio
(2001) mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
piahak pertama (sahibul maal) menyediakan modal 100%, sedang pihak yang lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabahdibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Yahya
dkk, 2009).
Jenis-Jenis Mudharabah
Ketentuan Syar’i Mudharabah Menurut PASAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi
atas tiga jenis, yaitu Mudharabah Muqayyadah, mudharabah muthlaqah, mudharabah
musytrakah (Wiyono, 2005).
1. Mudharabah Muqayyadah
Merupakan akad perjanjian antara dua belah pihak yaitu Sahibul Maal danmudharib,
yang mana Sahibul Maal menyerahkan sepenuhnya atas dana yang diinvestasikan
kepada mudharib untuk mengelola usaha hanya sesuai dengan prinsip syari’ah. Sahibul
Maal tidak memberi batasan usaha, waktu yang diperlukan, setartegi pemasarannya, serta
wilayah bisnis yang dilakukan.

2. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Mutlaqah adalah akad mudharabah dimana Sahibul Maal memberikan
kebebasan kepada pengelola dana (mudharib) dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah
Mutlaqah dapat disebut dengan investasi dari pemilik dana kepada bank syari’ah, dan bukan
merupakan kewajiban atau ekuitas bank syari’ah.
Bank syari’ah tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya apabila terjadi
kerugian atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai
Mudharib. Namun sebaliknya, dalam hal bank syari’ah wajib mengganti semua dana investasi
mudharabah mutlaqah. Jenis investasi Mudhrabah Mutlaqahdalam aplikasi perbankan syari’ah
dapat ditawarkan dalam bentuk tabungan dan deposito.
Merupakan akad kerjasama natara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik
dana (sahibul maal) dan pihak kesua sebagai pengelola dana (mudharib). Sahibul Maal
menginvestasikan dananya kepada Mudharib, dan memberi batasan atas penggunaan dana
yang diinvestasikannya, batasnya antara lain tentang (Ismail, 2011)
a) Tempat dan cara berinvestasi
b) Jenis investasi
c) Objek investasi
d) Jangka waktu.

3. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah yang pengelola dananya turut menyertakan modal atau dananya dalam
kerja sama investasi.
Diawal kerjasama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal
100% dari pemilik dana, setelah berjalannya oprasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan
kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha
tersebut dan akadnya disebut Mudharabah Musytrarakah (merupakan perpaduan antara akad
Mudharabah dan akad Musyarakah).
Ketentuan bagi hasil untuk akad ini dapat dilakukan dengan 2 pendekatan (PASAK
105 par 34) yaitu:
a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagi hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut
dibagi antara pengelola dana (sebagi musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing, atau
b) Hasil investasi dibagi antar pengelola dana dan pemilik dana sesui porsi modal masing-
masing, selanjutnya bagi hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut di
bagi antar pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Jika
terjadi kerugian investasi, maka kerugian dibagi sesuai porsi modal para musytarik.

2.2 Konsep Dasar Transaksi Mudharabah


Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (Shahibul Mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya (Mudharib)
sebagai pengelola. Keuntungan usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak, bila
rugi maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan kelalaian dari pengelola. Bila
kerugian disebabkan kecurangan pengelola maka sepenuhnya akan ditanggung oleh
pengelola (Rifqi, 2008).
Mekanisme transaksi Mudharabah yang dilakukan oleh oleh bank syariah bila
diasumsikan sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib (Rifqi, 2008) yaitu
a. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola usaha harus secara tunai,
dapat berupa uang atau barang yang nilainya dinyatakan dengan satuan uang.
b. Hasil pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat dihitung dengan cara
1) Pendapatan usaha
2) Keuntungan usaha
a. Hasil usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan akad, tiap bulan atau waktu yang telah
disepakati. Bank akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian atau kecurangan dari
pengelola.
b. Bank berhak melakukan pengawasan pada usaha namun tidak berhak mencampuri urusan
usaha.
c. Jika nasabah melakukan cidera janji seperti tidak mau membayar kewajiban maka dapat
dikenakan sanksi administrasi.
Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat)
dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah
dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana megenai tempat, cara, dan objek investasi (Muhammad, 2005).
Bank dapat bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank
bertindak sebagai pemilik dana, maka dana yang disalurkan disebut pembiyaan mudharabah.
Apabila bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima (Muhammad, 2005) yaitu
a. Dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam laporan perubahan investasi terikat
sebagai investasi nasabah, atau
b. Dalam mudharabah mutlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.
2.3 Karakteristik Transaksi Mudharabah
Berikut adalah beberapa karakteristik dalam transaksi Mudharabah (Rifqi, 2008) yaitu
a. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
b. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,
dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang
diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
c. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain yaitu
a) Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau
tanpa jaminan, atau
c) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
d. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola
dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari
pengelola dana atau pihak ketiga.
e. Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan
distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akadmudharabah diakhiri.
f. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah
bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana
syirkah temporer menimbulkan kerugian maka kerugian financial menjadi tanggungan
pemilik dana.

2.4 Landasan Fiqh Tentang Transaksi Mudharabah


Landasan dasar syariah mudharabah mencerminkan anjuran melakukan usaha, tampak
pada ayat-ayat dan hadist berikut (Rifqi, 2008):
A. Landasan Al-qur’an dan Al-hadist
1. Al-qur’an
“….. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT…..”(Al Muzzammil: 20)
“Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah
SWT …..”(Al-Jumu’ah: 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…..”(Al Baqarah:
198)
2. Al Hadist
Berikut adalah landasan fiqh tentang transaksi mudharabah dalam Al-Hadist yaitu
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan
dana ke mitra usahanya secara nudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
memperbolehkannya”.(HR Thabrani).
3.3 Pengakuan dan Pengukuran Mudharabah
A. Bank Syariah sebagai Pemilik Dana
Mekanisme Bank Syariah sebagai pemilik dana sesuai operasional pembiayaan
Mudharabah atau investasi mudharabah dapat digambarkan dengan gambar berikut
ini (Suwiknyo, 2010):
Gambar 2.1 Skema Mudharabah (Sumber: Suwkinyo, 2010)
a. Dana Syirkah temporer yang disalurkan oleh bank diakui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana. Jurnal yang
dibuat adalah sebagai berikut.
Rekening Debet Kredit
Investasi Mudharabah xxx
Kas xxx

b. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut


a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diberikan pada saat
pembayaran.
b) investasi mudharabah dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar aset non kas pada
saat penyerahan (i) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya diakui sebagai
kerugian, (ii) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortisasisesuai jangka waktu akad mudharabah.
Rekening Debet Kredit
Investasi Mudharabah xxx
Kerugian Penurunan Nilai xxx
Asset non-kas Mudharabah xxx

Rekening Debet Kredit


Investasi Mudharabah xxx
Laba Penambahan Nilai xxx
Asset non-kas Mudharabah Xxx

c. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak, hilang, atau
faktor lain yang bukan kelainan atau kesalahan pihak pengelola dana, penurunan nilai
tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
d. Jika sebagai investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian
atau kesalahan pengelola dana, kerugian tersebut diperhitungkan ada saat bagi hasil.
Rekening Debet Kredit
Kas xxx
Kerugian investasi Mudharabah xxx
Pendapatan Bagi hasil xxx
Mudharabah

e. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh nasabah.
f. Dalam investasi mudharabah, jika yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan usaha mudharabah, kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
g. Kelalaian atas kesalahan nasabah, antara lain, ditunjukan oleh (a) persyaratan yang
ditentukan dalam akad tidak dipenuhi; (b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force
majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau (c) hasil keputusan dari
institusi yang berwenang.
h. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
nasabah, investasi mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo.
Rekening Debet Kredit
Piutang Jatuh Tempo xxx
Investasi Mudharabah xxx

Berikut adalah penerapan dalam contoh aplikasinya


a) Teknik Perhitungan Pembagian Hasil Usaha (PSAK 105 PAR 11)
Di dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yabg
dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya saja (loss).
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha:
Data:
Penjualan Rp. 1.000.000
HPP (Rp. 650.000)
Laba kotor Rp. 350.000
Biaya-biaya (Rp. 250.000)
Laba (rugi) bersih Rp. 100.000
Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing), maka nisbah pemilik dana : pengelola dana =
30 : 70
Pemilik dana : 30% X Rp.100.000 = Rp. 30.000
Pengelola dana : 70% X Rp. 100.000 = RP. 70.000
Berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing), maka nisbah pemilik dana : pengelola dana
= 10 : 90
Bank syari’ah : 10% X Rp. 350.000 = Rp. 35.000
Pengelola : 90% X Rp. 350.000 = Rp. 315.000
Contoh pencatatan Jurnal Transaksi Mudharabah (Bank Sebagai Shohibul Mall)

Tanggal Jenis Transaski


2/1/09 Bank Jaya menyerahkan uang sebagai realisasi akad Mudharabah
kepada tuan A sebesar Rp 200 juta.
5/1/09 Bank Jaya menyerahkan aset non kas yang nilai bukuya sebesar Rp
120 juta sebagai realisasi akad Mudharabah kepada tuan B. Aset ini
diakui dengan nilai pasar sebesar Rp 150 juta.
10/1/09 Bank Jaya menyerahkan aset non kas yang nilai bukuya sebesar Rp
200 juta sebagai realisasi akad Mudharabah kepada tuan B. Aset
ini diakui dengan nilai pasar sebesar Rp 190 juta.
20/1/09 Diakui terjadinya penurunan nilai aset non kas mudharabah yang
ada pada tuan B karena kerusakan (bukan karena kelalaian tuan B)
sebesar Rp 3 juta
31/1/09 Tuan A melakukan pembayaran bagi hasil usaha kepada Bank Jaya
sebesar Rp 2 juta
31/1/09 Tuan A Membayar cicilan pokok pembiayaan mudharabah kepada
bank Jaya sebesar Rp 10 juta
31/10/09 Tuan A melunasi pembiayaan mudharabah kepada bank Jaya
sebesar Rp 110 juta
Pencatatan Oleh Bank
Tanggal Transaksi Mudharabah Debet Kredit
2/1/09 Investasi Mudharabah 200.000.000,-
Kas 200.000.000,-
5/1/09 Investsi Mudharabah 150.000.000,-
Aset Nonkas 120.000.000,-
Keuntungan Tangguhan 30.000.000,-
10/1/09 Investasi Mudharabah 190.000.000,-
Kerugian penurunan nilai 10.000.000,-
Aset Nonkas Mudharabah 200.000.000,-

20/1/09 Kerugian Investasi Mudharabah 3.000.000,-


Penyisihan Investasi mudharabah 3.000.000,-
31/1/09 Kas 2.000.000,-
Pendapatan bagi hasil mudharabah 2.000.000,-
31/1/09 Kas 10.000.000,-
Investasi Mudharabah 10.000.000,-
31/1/09 Kas 110.000.000,-
Investasi Mudharabah 110.000.000,-
BAB III
KESIMPULAN
Akad Mudharabah adalah perjanjian antara dua pihak pemilik modal (shahibul maal)
dan pengelola (mudharib) untuk berbisnis/berinvestasi, Akad harus disepakati di muka
sebelum kerjasama bisnis/investasi dimulai.
Landasan dasar syariah akad Mudharabah dari ayat al Qur’an dan hadits berikut ini :
“….. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT…..”(Al Muzzammil: 20)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jikamemberikan
dana ke mitra usahanya secara nudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutanbertanggungjawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
memperbolehkannya”(HR Thabrani).
Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang ada pada bank syariah.
Dalam mudharabah bank memposisikan diri sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang
menginvestasikan modalnya pada sektor produktif. Dalam hal ini bank bekerjasama dengan
nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). Besarnya keuntungan yang akan
diperolah bank sebesar proporsi bagi hasil seperti yang telah disepakati dalam awal akadnya.
Apabila terjadi kerugian maka bank yang akan menanggung kerugian tersebut selama bukan
karena kelalaian pengelola. Namun jika kerugian diakibatkan oleh kelalaian atau kesengajaan
dari pihak pengelola, maka pengelola tersebut harus menanggungnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI.
Yahya, Rizaal dkk. 2009. Akutansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
Yulianti, Rahmani Timorita. 2008. Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syari’ah.
Journal La_Riba, Vol. II. No. 1 Tahun 2008; 91-107.
Suwiknyo, Dwi. 2010. Pengantar Akuntansi Syariah Lengkap Dengan Kasus-Kasus Penerapan
Syariah Untuk Perbankan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyono, Slemet. 2005. Cara Mudah Memahami Akutansi Perbankan Syari’ah. Jakarta: Grasindo.

You might also like