You are on page 1of 49

Kasus II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Defenisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kondisi kekurangan insulin atau

resisten terhadap insulin yang menyebabkan terganggunya metabolisme dari

glukosa, protein dan lemak yang ditandai dengan hiperglikemia, poliuria,

polidipsi, polipagi dan kelemahan. (WHO, 1985)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karasteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

1.2 Etiologi

Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam

menyebabkan terjadinya DM tipe II antara lain :

a) Obesitas
b) Diet tinggi lemak dan rendah serat
c) Kurang gerak badan
1.3 Patofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-

sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang

berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

15
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya

glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini

akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,

keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).


2. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,

yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada

diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan.

 Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara :

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya

keluhan klasik.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75

g glukosa lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan

16
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan

tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan

khusus.

 Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan klasik (-)

1.4 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes

a) Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

Evaluasi medis meliputi:

- Riwayat Penyakit : Gejala yang timbul, Hasil pemeriksaan

laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil

pemeriksaan khusus yang terkait DM

- Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan

- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.

- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,

termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang

perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam

bidang terapi kesehatan (Joseph, 2008)

b) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan

dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk injeksi.

- Obat hipoglikemik oral (OHO)

17
Berdasarkan keparahan penyakit, OHO dibagi menjadi 2 golongan:

1. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

2. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan

glinid

1. Penghambat glukoneogenesis

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,

renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping

mual.

2. Pemicu Sekresi Insulin

a. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan

utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang

nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur kan

penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

b. Glinid

18
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat

mengatasi hiperglikemia post prandial

c) Injeksi

1. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

- Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai

ketosis

- Ketoasidosis diabetic

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke)

- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO

d) Terapi Kombinasi

19
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar

glukosa darah.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan

adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau

insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur

(Nathan, 2009).

1.5 Penyulit Diabetes Melitus

1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai

dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat.

Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi

peningkatan anion.

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-

1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma

sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/) (Wahyuni,

2012).

Catatan:

Kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka

morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatan di rumah

sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.

20
3. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan cara mengatasinya :

 Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60

mg/dL

 Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus

selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaa sulfonilurea

dan insulin.

BAB II

PATIENT DATABASE

21
2.1 Identitas Pasien

No RM : 00807XXX
Nama pasien : Ny. WL
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Status pasien : BPJS non PBI
Tanggal masuk : 08 Oktober 2014 Jam : 09.21
DPJP : Dr. IK
Perawat : Sr. Winda

1.1 Anamnesa

Keluhan Utama Pasien datang dengan membawa surat pengantar dari


RSCM dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, muntah,
tidak nafsu makan.
Riwayat penyakit dahulu Pasien mederita diabetes mellitus kurang lebih 5
tahun yang lalu
Riwayat penyakit Disangkal
keluarga
Riwayat pengobatan Pasien rutin mengkonsumsi metformin

Riwayat alergi Tidak ada


Diagnosa Diabetes Mellitus
Pemeriksaan fisik Kesadaran : CM Suhu : 36,5°C
Nadi : 86 x/m Keadaan umum : sedang
RR : 18 x/m Keadaan gizi : sedang
Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium
Penunjang - Hematologi rutin
- Elektrolit
- Gula darah
1.2 Vital Sign

Jenis pemeriksaan
8-10-14 9-10-14 10-10-14 11-10-14
fisik
86
Nadi (x/menit) 84 89 87

22
Suhu badan (°C) 36,1
36,5 37 37
RR (x/menit)
18 20 18 18

1.3 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboraturium klinik pada bulan september 2014


Hematologi Rutin Nilai Normal 08-10-14 09-10-14 10-10-14
Hemoglobin 11,7 – 15,5 12
Leukosit 3.60 - 11 9. 17
Hematokrit 35 - 47 36
Trombosit 150 – 440 273
Eritrosit 3.80 – 5.20 4. 17
Jam 23 : 512 Jam 23 : 419
Gluosa darah sewaktu 70 – 200 H 525 Jam 17 : 357 Jam 17 : 391
Jam 05 : 270 Jam 05 : 250
Kreatinin darah < 1,4 H 1.4
2.5. Penggunaan terapi obat

23
Nama Obat Regimen Rute 8/10 9/10 10/10 11/10 12/10
Glunerorm 1x1 PO 6 6 6 6 6
Simarc 2 1 x 1/2 PO 24 24 24 24 24
Simvastatin 1x1 PO 24 24 24 24 24
Metformin 2x1 PO R/ 12/24 12/24 12/24 12/24
Digoxin 1x1 PO 24 6 6 6 6
Nitrokaf 2x1 PO 24 6 6 6 6
CPG
1x1 PO R/ 6 6 6 6
75 mg
Furosemid 1 x 1/2 PO R/ 6 6 6 6
ISDN 5 mg KP PO
Valium KP PO
Magalat syr 3x1 PO R/ 6/12/18 6/12/18 6/-/18
Mucosta 3x1 PO R/ 612/18 6/12/18 6/12/18 6/12/-
Prazotec 30 2x1 PO R/ 18 12/18 12/18 12/18
Rantin 2x1 Inj 12/24 12/24 12/24 12/24 12/24
Ondancetron 1x1 Inj 12 12 12 12 12

2.6 Telaah Resep

No. Aspek Telaah Ya Tidak


1 Tepat pasien √
2 Tepat indikasi √

3 Tepat dosis √

4 Tepat frekuensi √
5 Tepat pemberian √
6 Duplikasi √
7 Interaksi obat √
8 Kontraindikasi √
9 Alergi
24 obat √
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Ny.W umur 55 tahun masuk di RSIJ Cempaka Putih pada tanggal

08 Oktober 2014. Pasien datang dengan surat pengantar dari RSCM, pasien

mengeluh mual (+), muntah 3 hari, demam (-), tidak nafsu makan, nyeri ulu hati,

hiperglikemik.

25
Adapun terapi yang diberikan selama dirawat yaitu glunerorm sebagai

obat golongan sulfonylurea untuk penyakit diabetes mellitus, simarc 2 sebagai

antikoagulan (untuk mencegah thrombus), simvastatin sebagai obat kolesterol,

metformin obat golongan biguanid untuk diabetes mellitus, digoxin obat golongan

glikosida jantung untuk mengobati jika terjadi gejala jantung , Nitrokaf untuk

mencegah adanya angina pektoris, CPG 75mg sebagai antiplatelet, furosemid

sebagai diuretic untuk mencegah adanya udem, magalat syr golongan antasida

untuk ulkus peptik, mucosta untuk obat ulkus selalu dikombinasi dengan

golongan PPI, prazotec golongan PPI , rantin golongan H2 bloker untuk obat

ulkus, ondancetron mencegah mual dan muntah.

Dari hasil laboratorium pasien pun menunjukkan bahwa terjadi

hiperglikemik pada tanggal 8 Oktober 2014 dimana glukosa darah sewaktu yaitu

525 mg/dl diatas normal (70-200 mg/dl) dan tanggal 9 glukosa darah sewaktunya

pada pukul 23.00 yaitu 512 mg/dl, dan pada pukul 17 adalah 357 mg/dl serta

pada pukul 05 yaitu 270 mg/dl. Dalam keadaan normal yaitu pada tanggal 10 dan

11 Oktober 2014.

Berdasarkan literatur, pemberian obat kepada pasien tidak rasional karena

menimbulkan DRP (Drug Related Problem) yaitu :

1. Ttidak tepat frekuensi yaitu prazotec (lansoprazole) menurut literatur

maksimal 1x1, tetapi pada resep yang tertulis diberikan 2x1tablet/hari

2. Tidak tepat regimen yaitu obat magalat dan mucosta tidak diberikan, dengan

kata lain hanya diberikan 2 x 1 tablet/hari sedangkan regimen yang

seharusnya 3x1tablet/hari

26
3. Tidak tepat pemberian yaitu pada obat prazotec dan glunerorm seharusnya

diminum 30 menit sebelum makan.

4. Adanya interaksi obat yaitu

a. simarc dengan clopidogrel interaksi mayor : dapat meningkatkan resiko

perdarahan. Direkomendasikan lebih sering memonitor jumlah sel darah

lengkap untuk mengetahui apakah warfarin didalam darah telah mencapai

dosis terapeutik.

b. Digoxin dengan metformin golongan moderate, digoxin dapat

meningkatkan efek metformin, yang dapat mengakibatkan suatu kondisi

yang mengancam kehidupan yang disebut asidosis laktat, Hal ini dapat

menyebabkan kelemahan, meningkatkan kantuk, denyut jantung yang

lambat, nyeri otot, sesak napas, sakit perut, merasa pusing dan pingsan).

Direkomendasikan perlunya penyesuaian dosis digoxin dan lebih sering

memeriksa gula darah maximal sekali dalam 2 minggu.

c. Simarc dengan prazotec golongan moderate, kombinasi obat ini dapat

meningkatkan resiko perdarahan Direkomendasikan adanya pemantauan

prothrombin time (PT) dengan cara melakukan tes laboratorium atau

rasio dinormalisasi International (INR).

d. Digoxin dengan prazotec golongan moderate, kombinasi obat ini dapat

meningkatkan efek digoxin. Dalam jangka pendek, lansoprazole

terkadang dapat menyebabkan peningkatan kadar darah, dapat

menyebabkan Hipomagnesemia (darah rendah magnesium).

Hipomagnesemia dapat meningkatkan kepekaan hati dan menyebabkan

27
toksisitas. Direkomendasikan mendapatkan pemantauan terapi

penggunaan obat untuk menjaga sewaktu-waktu ada peningkatan kadar

darah.

e. Simvastatin dengan prazotec golongan moderate, kombinasi obat ini

dapat meningkatkan kadar darah dan efek simvastatin, dapat

meningkatkan risiko efek samping seperti kerusakan hati yang disebut

pneumomediastinum yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otot

rangka. Dalam beberapa kasus, pneumomediastinum dapat menyebabkan

kerusakan ginjal dan bahkan kematian). Direkomendasikan adanya jarak

pemberian obat untuk mencegah resiko efek samping kerusakan hati.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi pengobatan yang diberikan tidak rasional karena ditemukan

adanya DRP (Drug Related Problem) berupa pemberian obat yang tidak tepat,

tidak tepat dosis, dan interaksi obat yang dapat merugikan pasien.

B. Saran

28
Kadar glukosa darah perlu dipantau secara rutin, serta dilakukan

pemeriksaan glukosa darah (puasa) dan glukosa darah (2 jam PP) setiap hari.

Diperlukan adanya interval waktu pemberian obat untuk obat-obat yang saling

berinteraksi.

DAFTAR PUSTAKA

BNF 61, 2011. Britsh National Formulary 61 March 2011 Pharmaceutical Press:
London
Dipiro, Joseph T., et. al., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach
7th Edition, McGraw Hill, New York.
Nathan, Buse, Davidson, et al. Medical Management of Hyperglycemia in Thype
2 Diabetes,: a Consensus Algorithm for Initiation and Adjustment of
Therapi. (2009). Diabetes Care 32, 193-203

29
N K. E, Wayuni, dkk, 2012. Fektifitas Biaya Penggunaan Terapi kombinasi
Insulin dan OHO pada pasien Diabetes Melitus Tipe II Rawat Jalan di
RSUD Wangaya. Diakses 10 maret 2013
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe2 di Indonesia 2011. PB PERKENI. Jakarta.
Tan, Pinem, dkk, 2012. Appropriateness Of Prescribing Oral Hypoglycemic
Drugs In Diabetes Mellitus Type 2 According To Perkeni Consensus 2011 In
Outpatient Clinic Of Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung 2012.
Diakses 11 maret 2013
UK Renal Pharmacy Group, 2009, Renal Drug Handbook Third Edition, Radcliffe
publishing Oxford. New York
World Health Organization (1985). Definition and diagnosis of Diabetes Mellitus
and intermediate hyperglycemia. Geneva, Switzerland,IDF

Kasus III

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Defenisi

30
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban

keluar dari rahim ibu, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada

usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya

penyulit. (Agustini. 2002).


Proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan

atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,

dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, Ilmu

Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan).


Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi

yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu ), lahir spontan

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18- 24

jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin

1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori

yang kompleks. Faktor – faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur

uterus, sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi di sebut sebagai faktor –

faktor yang mengakibatkan persalinan mulai.

Menurut Wiknjosastro (2006) mulai dan berlangsungnya persalinan, antara

lain :

a. Teori penurunan hormon


Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi

kira – kira 1 – 2 minggu sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja

31
sebagai penenang bagi otot – otot uterus dan akan menyebabkan

kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesterone

turun.
b. Teori plasenta menjadi tua
Villi korialis mengalami perubahan – perubahan, sehingga kadar

estrogen dan progesterone menurun yang menyebabkan kekejangan

pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.


c. Teori berkurangnya nutrisi pada janin
Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera

dikeluarkan.
d. Teori distensi rahim
Keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi tegang

mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan

faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta

menjadi degenerasi.
e. Teori iritasi mekanik
Tekanan pada ganglio servikale dari pleksus frankenhauser yang

terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus

akan timbul.
f. Induksi partus (induction of labour)
Partus dapat di timbulkan dengan jalan :
1) Gagang laminaria : beberapa laminaria di masukkan dalam kanalis

servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.


2) Amniotomi : pemecahan ketuban.
3) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan infuse
1.3 Patofisiologi

Menurut Manuaba (1998), tanda – tanda permulaan persalinan :

1). Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu

atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu

kentara.

32
2). Perut kelihatan lebih melebar, fundus uterus turun.

3). Perasaan sering – sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung

kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

4). Perasaan sakit di perut dan di pegang oleh adanya kontraksi. Kontraksi

lemah di uterus, kadang – kadag di sebut “ traise labor pains”.

5). Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah juga

bercampur darah (bloody show)

1.4 Klasifikasi

a. Persalinan kala I
Menurut azwar (2004), persalinan kala I adalah pembukaan yang

berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap yang

dengan ditandai dengan penipisan dan pembukaan serviks, keluarnya

lendir bercampur darah.


b. Kala II (pengeluaran)
Menurut winkjosastro (2006), di mulai dari pembukaan lengkap

(10 cm) sampai bayi lahir. Pada primigravida berlangsung 2 jam dan pada

multigravida berlangsung 1 jam. Pada kala pengluaran, his terkoordinir,

kuat, cepat dan lebih lama, kira – kira 2 -3 menit sekali. Kepala janin

telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot – otot

dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.

Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air bersih,

dengan tanda anus terbuka.


Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan

perineum meregang. Dengan his mengedan maksimal kepala janin di

lahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka, dagu

33
melewati perineum. Setelah his istriadat sebentar, maka his akan mulai

lagi untuk meneluarkan anggota badan bayi.


c. Kala III (pelepasan uri)
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengluaran uri

(mochtar, 1998). Di mulai segera setelah bayi baru lahir samapi lahirnya

plasenta ysng berlangsung tidak lebih dari 30 menit (saifudin, 2002)


d. Kala IV ( obsevasi )
Menurut saifudin (2002), kala IV dimulai dari saat lahirnya plasena

sampai 2 jam pertama post partum.


Observasi yang di lakukan pada kala IV adalah :
1) Tingkat kesadaran
2) Pemeriksaan tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Kontraksi uterus
4) Perdarahan : dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc.

BAB II

PATIENT DATABASE

2.1 Identitas Pasien

No RM : 00 426
Nama pasien : Ny. Sr
Umur : 33 tahun
Tinggi/BB : 155 cm/69 kg
Jenis kelamin : Wanita
Status pasien : BPJS
Tanggal masuk : 23 September 2014 Jam : 04.05
DPJP : Dr. Hm
Perawat : Fatimah, AMK

34
2.2 Anamnesa

Keluhan utama Pasien mengeluh perdarahan jam 3.00 secara tiba-


tiba
Riwayat penyakit Pernah menderita hipertensi ± 2 tahun yang lalu
sebelumnya
Riwayat penyakit Tidak ada
keluarga
Diagnosa G4P3A0
Riwayat pengobatan Tidak ada
Riwayat alergi Tidak ada
Pemeriksaan fisik Kesadaran : CM Suhu : 36,5 °C
Nadi : 80x/menit
Laju nafas : 20x/menit Keadaan umum : sedang
TD : 130/80 mmHg Keadaan gizi : sedang
Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium:
penunjang -Pemeriksaan darah lengkap

2.3 Vital Sign

Jenis pemeriksaan fisik 23/10 24/10 25/10 26/10 2

Nadi (x/menit) 80 80 84 87
Suhu badan (°C) 36 36,5 37 36,5
Laju pernafasan (x/menit) 20 18 20 20
Tekanan darah (mmHg) 130/80 110/80 110/70 120/90 1

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboraturium klinik pada bulan september 2014

35
Hematologi Rutin Nilai Normal 23-9-14
Hemoglobin 11,7 – 15,5 L 10,3
Leukosit 3.60 - 11 H 15,09
Hematokrit 35 – 47 L 29
Trombosit 150 – 440 330
Eritrosit 3.80 – 5.20 L 3.36
GDS 70-200 155
Urin sewaktu Negatif Negatif
Warna urin Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Agak keruh
Leukosit 0-5 4-6/LPB
Silinder Negatif Negatif
Sel epitel (1+) Gepeng(1+)
Cristal oksalat Negatif (+) Ca. oksalat
pH 5-7 6
Darah samar (Hb) Negatif (1+)
Urobilinogen (mg/dl) 0,2 - 1 0,2

2.5 Penggunaan Terapi Obat

Nama Obat Regimen Rute 23/9 24/9 25/9 26/9 27/9


Transamin 500 3x1 PO 6/12/18
Ferritrin x1 PO 6/12/18

Folamil genio 3x1 PO 6/12/18

Terfacef 1 g 1x1 IV 19 19 22 22

Transamin 500 1x1 IV 6.30 6.30

Ceftriaxime 2x1 IV 5 5/17 5/17 5/17

36
Dexamethasone 1 x 12 (2 hari) IV 6 6

2.6 Telaah Resep

No Aspek Telaah Ya Tidak


.
1 Tepat pasien √
2 Tepat indikasi √

3 Tepat dosis √

4 Tepat frekuensi √

5 Tepat √
pemberian

6 Duplikasi √

7 Interaksi obat √

8 Kontraindikasi √

9 Alergi obat √

BAB III

37
PEMBAHASAN

Terapi yang diberikan selama dirawat di RSIJ Cempaka Putih yaitu

 Transamin adalah obat golongan anti fibrinolitik, digunakan untuk mencegah,

menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan

 Ferritrin sebagai nutrisi tambahan untuk ibu hamil dan laktasi, terutama untuk

mencegah defisiensi zat besi.

 Folamil genio sebagai multivitamin dan mineral selama masa kehamilan dan

laktasi yang mengandung DHA untuk nutrisi otak.

 Terfacef sebagai septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan

atau zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), meningitis (radang selaput

otak), infeksi perut (saluran pencernaan, kandung empedu, peritonitis/radang

selaput perut), tulang, sendi, dan jaringan lunak, pencegahan infeksi pada

pembedahan, infeksi saluran kemih dan ginjal, serta infeksi pernapasan.

 Ceftriaxime sebagai terapi pencegahan untuk infeksi-infeksi yang disebabkan

oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran

nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang,

sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, dan infeksi pada pasien

dengan gangguan pertahanan tubuh. Pencegahan perioperatif : Tergantung

dari resiko infeksi : 1 - 2 gram dosis tunggal diberikan 30 - 90 menit sebelum

operasi.
 Dexamethasone digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk anti

inflamasi, pengobatan rheumatik arthritis dan alergi dermatitis .

38
Berdasarkan literatur, pemberian obat kepada pasien tidak rasional karena

menimbulkan DRP (Drug Related Problem) yaitu adanya duplikasi obat yaitu

terfacef dengan ceftriaxime yang bersamaan digunakan sebagai injeksi, maka

direkomendasikan dalam pemilihan obat agar tidak terjadi duplikasi obat karena

dapat menyebabkan overdosis pada pasien.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi pengobatan yang diberikan tidak rasional karena ditemukan

adanya DRP (Drug Related Problem) berupa duplikasi obat.

39
B. Saran

Direkomendasikan didalam pemilihan dan pemberian obat kepada pasien

agar tidak diberikan obat yang mempunyai komposisi sama dalam bentuk rute

yang sama dan waktu pemberian sama karena hal tersebut dapat menyebabkan

overdosis kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC.

Agustini 2002. Perawatan ibu bersalin. Yogyakarta

Winknjosastro danuatmaja, Bonny. (2006). Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit.


Jakarta: Puspa Swarna.

Manuaba, Trirejeki.Dr.(1998). TipsPijatPerineum. Liu, David.T.Y. (2008). Manual


Persalinan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Azwar, Iis Sinsin. (2004). Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan
Persalinan. Jakarta: Alex Media.

Saifuddin. (2001). Panduan Lengkap Kehamilan,Persalinan,dan Perawatan Bayi.


Yogyakarta: Diglossia Media.

40
Kasus IV

BAB I

PENDAHULUAN Diabetes MeliT2AAA

1.1 Definisi

Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding

rongga dimana organ tersebut seharusnya berada didalam keadaan normal

tertutup. Hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/

sebagian dari organ melalui lubang pada struktur disekitarnya (Griffith,1994).

1.2 Etiologi

Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan

terjadinya hernia adalah :


a. Umur

Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun

wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang

sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya

testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan

oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit

41
yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made

Kusala, 2009)
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia

Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah

selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat

reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini

disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh

pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya mengandalkan

kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga

perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut

(Giri Made Kusala, 2009).


c. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada

kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing

atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau

konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya

tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus

melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis.


d. Keturunan

Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e. Obesitas

Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,

termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.

Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi

atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.


f. Pekerjaan

42
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat

menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat

barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut

dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui

dinding organ yang lemah.

1.3 Patofisiologi

Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan

tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat

buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus

kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu

tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding

abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana

kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama,

pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan

yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena

organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan

berlangsung dalam waktu yang cukuplama, sehingga terjadilah penonjolan

dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya

menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami

kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat

menyebabkan ganggren.

1.4 Klasifikasi

43
a. Berdasarkan Letaknya :

1. Inguinal. Hernia inguinal ini dibagi lagi menjadi :

 Indirek / lateralis: Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan

melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini

umumnya terjadi pada priadaripada wanita. Insidennya tinggi pada

bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan

sering turun ke skrotum. Umumnya pasien mengatakan turunberok,

burut atau kelingsir atau mengatakan adanya benjolan di

selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau

menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau

mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul

kembali.

 Direk / medialis: Hernia ini melewati dinding abdomendi area

kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis

dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia

inguinalis direk secara bertahapterjadi pada area yang lemah ini

karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena

langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun

anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan,

tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum,

maka hanya akan sampai ke bagianatas skrotum, sedangkan testis

dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada

pasien terlihat adanya massa bundar pada anulus inguinalis

44
eksterna yang mudah mengecil bila pasientidur. Karena besarnya

defek pada dinding posteriormaka hernia ini jarang sekali menjadi

ireponibilis.

2. Femoral

Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih

umum pada wanita daripada pria. Ini mulai sebagai penyumbat

lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap

menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung

kemih masuk kedalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari

inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.

3. Umbilikal

Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada

wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya

terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara. Tipe hernia ini

terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara

tidak adekuat karena masalah pasca operasi seperti infeksi, nutrisi

tidak adekuat, distensi ekstrem atau kegemukan.

4. Incisional : batang usus atau organ lain menonjol melalui jaringan

parut yang lemah.

b. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :

1. Hernia bawaan atau kongenital Patogenesa pada jenis hernia inguinalis

lateralis (indirek): Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada

fetus.Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melaluikanal

45
tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah

skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan

prosesus vaginalisperitonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya

prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak

dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini

tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis

inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka

biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang

terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bilaprosesus terbuka terus

(karena tidak mengalami obliterasi)akan timbul hernia inguinalis lateralis

kongenital. Padaorang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena

merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaanyang

menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat,kanal tersebut dapat

terbuka kembali dan timbul herniainguinalis lateralis akuisita.

2. Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat)

c. Berdasarkan sifatnya, hernia dapat disebut :

1. Hernia reponibel/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus

keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau

didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2. Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke

dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peri

tonium kantonghernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus =

46
perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda

sumbatan usus.

3. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio =terperangkap, carcer =

penjara), yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata

berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut

disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara

klinis “hernia inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel

dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai

“herniastrangulata”. Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi

abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh

pemasoknya terjepit. Hernia jenisini merupakan keadaan gawat darurat

karenanya perlu mendapat pertolongan segera.

1.5 Komplikasi

 Hernia berulang,

 Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasienlaki-laki,

 Pendarahan yang berlebihan / infeksi lluka bedah,

 Luka pada usus (jika tidak hati-hati),

 Setelah herniografi dapat terjadi hematoma,

 Fostes urin dan feses

47
BAB II

PATIENT DATABASE

2.1 Identitas Pasien

No RM : 00849XXX
Nama pasien : Ny. SK
Umur : 59 tahun
Tinggi/BB : 153 cm/52 kg
Jenis kelamin : Wanita
Status pasien : BPJS
Tanggal masuk : 12 Oktober 2014 Jam :

13.10
DPJP : Dr. Ar
Perawat : Sr. Amina, AMK

2.2 Anamnesa

Keluhan utama Pasien datang dengan keluhan bengkak dibagian


paha, nyeri.
Riwayat penyakit Tidak ada
sebelumnya
Riwayat penyakit Tidak ada
keluarga
Riwayat pengobatan Tidak ada
Riwayat alergi Tidak ada
Diagnosa Hernia
Pemeriksaan fisik Kesadaran : CM Suhu : 37°C
Nadi : 86 x/menit Skore nyeri : 0
Laju nafas : 24x/menit Keadaan umum : sedang
TD : 130/80 mmHg Keadaan gizi : sedang

48
Pemeriksaan Pemeriksaan Laboraturium:
penunjang - RÖ Thorax
- Pemeriksaan urine lengkap
- Pemeriksaan darah lengkap

2.3 Vital Sign

Jenis pemeriksaan fisik Nilai Normal 12/10 13/10 14/10

Tekanan darah (mmhg) < 120/80 128/72 120/90 110/80


Suhu badan (°C) 36-37 36 37 36

Laju pernafasan (x/menit) 12-18 18 24 16

Nadi (x/menit) 60-80 80 86 84

2.4 Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik pada bulan Maret 2014


PEMERIKSAAN NILAI NORMAL 12/10 13/10 14/10
Hemoglobin 12-16 g/dl 10,4 11,2 12,5
Hematokrit 37-47 % 35 36,4 37,2
Eritrosit 4.3-6 juta/μL 3,9 4,1 4,3
Leukosit 4800-10.800 / Μl 12,30 10,5
Trombosit 150.000-400.000/μL 222 481.000
MCV 80-96 fL 82
MCH 27-32 pg 28
MCHC 32-36 g/dl 33
Ureum 20-50 mg/dl 39
Kreatinin 0.5-1.5 mg/dl 0,9
Na 135-147 mmol/l 145
Kalium 3.5-5 mmol/ l 4,4
Cl 95-111 mmol/l 106

49
2.5 Penggunaan Terapi Obat

Nama Obat Regimen Rute 14/10 15/10 16/10 17/10 18/10

Amlodipin 1x1 PO 12 6 6 6 6

Inpepsa syr 3x1 PO 6/12/18 6/18 6/12/18 6/12/18 6/12

Meropenem 3x1 Inj 13/21/05 13/21/05 13/21/05 12/20/04 12/20/04

Vit. C 200 1 x 1000 Inj 17 17 17 17 17

Rantin 2X1 Inj 11/23 11/23 11/23 11/23 11/23

Novalgin 3X1 Inj 20/04 20/04 Tap/22 6/22 6/14/22

Alinamin F 3x1 Inj 13/21/05 13/21/05 S

Keterangan : S = Stop

2.6 Telaah Resep

No. Aspek Telaah Ya Tidak

1 Tepat pasien √

2 Tepat indikasi √

3 Tepat dosis √

50
4 Tepat frekuensi √

5 Tepat pemberian √

6 Duplikasi √

7 Interaksi obat √

8 Kontraindikasi √

9 Alergi obat √

BAB III

PEMBAHASAN

Terapi yang diberikan selama dirawat yaitu amlodipin sebagai terapi

pencegahan untuk hipertensi, angina pectoris. inpepsa (sukralfat) sebagai terapi

pengobatan untuk ulkus, meropenem sebagai antibiotic, Vit. C sebagai vitamin,

rantin (ranitidine HCl) sebagai anti ulcer, novalgin (natrium metamizol) sebagai

analgesic, alinamin F (thiamin) sebagai multivitamin.

Berdasarkan literatur, pemberian obat kepada pasien tidak rasional karena

menimbulkan DRP (Drug Related Problem) yaitu tidak tepat frekwensi pada

penggunaan injeksi alinamin tertulis di R/ 3 x 1 berdasarkan literature alinamin

diberikan 1 x 1/hari.

51
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi pengobatan yang diberikan tidak rasional karena ditemukan

adanya DRP (Drug Related Problem) berupa tidak tepat frekwensi sehingga

dapat menimbulkan efek merugikan bagi pasien.

B. Saran

Direkomendasikan agar frekwensi obat yang diberikan harus sesuai

dengan yang tertera di literature untuk mencegah adanya efek yang

merugikan pada pasien.

52
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI, 2008. Information Obat Nasional Indonesia, Jakarta

BNF 61, 2011. Britsh National Formulary 61 March 2011 Pharmaceutical Press:
London
Dipiro, Joseph T., et. al., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach
7th Edition, McGraw Hill, New York.
Kusala, Giri Made, R, Wim de Jong 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2.

Jakarta : EGC

Griffith. Inguinal hernia. http://www.mayoclinic.com . 1994. NewYork. EGC

Kasus V

BAB I

PENDAHULUAN

53
1.1 Definisi

Menurut WHO (2007) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang

disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan

tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang

terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan

otak. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner

dan Suddarth, 2008 ).


Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa

adanya penyebab lainyang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi

Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

1.2 Etiologi

a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan

Trigliserida.Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting

untuk terjadinya arteriosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh

darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.

b. Kegemukan atau obesitas

c. Merokok

Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan

mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan

peningkatan kekentalan darah.

54
d. Riwayat keluarga dengan stroke

e. Lanjut usia

f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia

dapat menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/

kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.

g. Kadar asam urat darah tinggi

h. Penyakit paru- paru menahun.

1.3 Manifestasi klinis

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi

aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan

perdarahan.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau

menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

1.4 Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas

patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)

(Misbach, 1999).

1). Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a). Stroke iskemik

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Trombosis serebri

55
3. Emboli serebri

b). Stroke hemoragik

1. Perdarahan intraserebral

2. Perdarahan subarakhnoid

2). Berdasarkan stadium:

a). Transient Ischemic Attack (TIA)

b). Stroke in evolution

c). Completed stroke

3). Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):

a). Tipe karotis

b). Tipe vertebrobasiler

1.4 Patofisiologi

a. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak

oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena

berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga

arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi

berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia

akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri

serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut

menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi

56
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh

pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

b. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke

substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan

herniasi otak sehingga timbul kematian.

Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang

subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak

dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang

atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

57
BAB II

PATIENT DATABASE

2.1 Identitas Pasien

No RM : 00 602
Nama pasien : Ny. SN
Alamat : Jl. Aspol 0408 Bekasi Selatan
Umur : 55 tahun
Tinggi/BB : 160 cm / 90 kg
Jenis kelamin : Wanita
Status pasien : BPJS
Tanggal masuk : 17 November 2014 Jam :

16.15
DPJP : Dr. Wn
Perawat : Sr.Dia N, AMK

2.2 Anamnesa

Keluhan utama Penurunan kesadaran (tidak sadar sejak


semalaman)

Riwayat penyakit Stroke hemoragic


sebelumnya
Riwayat penyakit Disangkal
keluarga
Riwayat alergi Tidak ada
Diagnosa Stroke hemoragic
Pemeriksaan fisik Kesadaran : CM Suhu : 36,2°C
Nadi : 100x/menit Skore nyeri : 0
Laju nafas : 20x/menit Keadaan umum : sedang
TD : 90/60 mmHg Keadaan gizi : sedang
Pemeriksaan Pemeriksaan Laboraturium:
penunjang - RÖ Thorax
- Pemeriksaan urine lengkap

58
- Pemeriksaan darah lengkap

2.3 Vital Sign

Jenis pemeriksaan fisik Nilai 17/10 18/10 19/10 2010


Normal
Tekanan darah (mmhg) < 120/80 90/60 98/62 109/74 127/76
Suhu badan (°C) 36-37 36 38 36 37

Laju pernafasan (x/menit) 12-20 20 16 20 20

Nadi (x/menit) 60-80 100 95 82 100

2.4 Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik pada bulan Maret 2014


PEMERIKSAAN NILAI NORMAL 17/10 18/10 19/10 20/10
Hemoglobin 12-16 g/dL 12,9 10,1
Hematokrit 37-47 % 38 29
Eritrosit 4.3-6 juta/μL 5,02 3,5
Leukosit 4800-10.800 / Μl 11.55 9070
Trombosit 150.000-400.000/μL 160 481.000
MCV 80-96 Fl 84
MCH 27-32 pg 29
MCHC 32-36 g/dl 35
Ureum 20-50 mg/dl
Kreatinin 0.5-1.5 mg/dl
Kalsium 8,6-10,3 mg/dl 7,7 9,2 8,9
Natrium 135-147 mmol/l 132 137 140
Kalium 3.5-5 mmol/ l 3,8 2,6 3,6 2,8
Clorida 95-105 mmol/l 102 100 95 107
Magnesium 1,8-3,0 mEq/l 1,69 1,8 1,7 1,18
Aseton Negatif Positif Positif Negatif

59
2.5 Penggunaan Terapi Obat

Nama Obat Regimen Rute 17/10 18/10 19/10 20/10

Episan 3 x 10 cc PO 18 6/12/18 6/12/18 6/12/


Itrakonazol 2x1 PO 6/18 6/18 6/18 6/18
Meropenem 3 x 1 gr Inj 7/15/23 8/16/24 8/16/24 8/16/
Prosogan 2x1 Inj 10/22 10/22 10/22 6/18
Farmadol 3x1 Inj 8/16/24 8/16/24 8/16/24 Stop
Methycobal 1x1 Inj 8 8 8 8
Nicholin 2 x 500 Inj 10/22 8/20 8/20 8/20
Vascon 1 x 2 amp Inj - 21 - 8
Farbivent 3x1 Inj 11/19/23 8/16/24 6/16/24 6/16/
Intrakonazol 2x1 Oles 4/16 4/16 4/16 4/16
Insulin aspart / 6 jam 2 UI 4UI 2 UI
Paracetamol 3x1 PO 22
Ulsafat KP

2.6. Telaah Resep

No. Aspek Telaah Ya Tidak


1 Tepat pasien √
2 Tepat indikasi √

3 Tepat dosis √

4 Tepat frekuensi √
5 Tepat pemberian √
6 Duplikasi √
7 Interaksi obat √
8 Kontraindikasi √

60
9 Alergi obat √

BAB III

PEMBAHASAN

Terapi yang diberikan selama dirawat yaitu episan syr sebagai terapi ulkus,

itrakonazol sebagai terapi infeksi, meropenem sebagai terapi antibiotic, prosogan

sebagai terapi tukak lambung, farmadol sebagai terapi nyeri, methycobal sebagai

vitamin, nicholin sebagai terapi stroke, vascon sebagai terapi hipotensi, farbivent

sebagai terapi hipokalemia, intrakonazol sebagai terapi antifungi untuk dada dan

lengan, Aspar (kalium 1-aspartat) untuk terapi hipokalium, paracetamol sebagai

terapi antipiretik.

Berdasarkan literatur, pemberian obat kepada pasien tidak rasional karena

menimbulkan DRP (Drug Related Problem) yaitu

1. Tidak tepat frekwensi obat yaitu prosogan (lansoprazole) diberikan 2 x

1 tablet/hari berdasarkan literature penggunaan lansoprazole 1x1

tablet/hari

2. Adanya interaksi obat yaitu tramadol dengan meropenem (mayor).

Tramadol dapat menyebabkan kejang, dan meropenem juga

menyebabkan kejang sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

61
kejang. Direkomendasikan dalam pemberian obat diberikan interval

waktu untuk menghindari resiko yang dapat merugikan pasien.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi pengobatan yang diberikan tidak rasional karena ditemukan

adanya DRP (Drug Related Problem) berupa tidak tepat frekwensi dan adanya

interaksi obat.

B. Saran

Diharapkan agar dalam pemberian obat harus disesuaikan dengan yang

tercantum diliteratur agar pasien tidak mengalami efek samping yang

merugikan berupa overdosis, selain itu obat-obat yang saling berinteraksi

diberikan interval waktu pemberian obat agar pasien mendapat terapi

pengobatan yang maksimal.

62
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Sudart Andersen Z.J., Olsen T.S, 2008. Age and Gender Specific
Prevalence of Cardiovascular Risk Factors in 40102 Patients With First-Ever
Ischemic Stroke

Predossi, A.A., 1999. Acute Ischemic Stroke. In: Harrigan, M.R., & Deveikis, J.P.,
ed. Handbook of Cerebrovascular Disease & Neurointerventional Technique.
New York: Humana Press

BNF 61, 2011. Britsh National Formulary 61 March 2011 Pharmaceutical Press:
London
Dipiro, Joseph T., et. al., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach
7th Edition, McGraw Hill, New York
Misbach, P., Scarborough,P., Smeeton, N.C., and Allender, S., 1999. The
Incidence of All Stroke and Stroke Subtype in The United Kingdom, 1985 to
2008: A Systematic Review. BMC Public Health

63

You might also like