You are on page 1of 109

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Keperawatan Tesis Magister

2018

Hubungan Social Engagement dengan


Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca
Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Rinawati
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/12302
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF
PASIEN PASCA STROKE DI RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

RINAWATI
137046046 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

1
Universitas Sumatera Utara
THE CORRELATION BETWEEN SOCIAL ENGAGEMENT AND
COGNITIVE FUNCTION IN POST-STROKE PATIENTS AT
RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

THESIS

By

RINAWATI
167046049 / SURGICAL MEDICAL NURSING

MASTER OF NURSING PROGRAM


FACULTY OF NURSING
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

2
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF
PASIEN PASCA STROKE DI RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarata


untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINAWATI
137046046 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

3
Universitas Sumatera Utara
4
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji
Pada Tanggal 26 Juli 2018

KOMISI PENGUJI TESIS


Ketua : Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked., KJ., Sp.KJ (K).
Anggota : 1. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep.
2. Jenny Marlindawati Purba, S.Kp., MNS., Ph.D.
3. Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB.

5
Universitas Sumatera Utara
6
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif
pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Rinawati
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2018

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF


PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

ABSTRAK

Stroke merupakan penyebab terjadinya gangguan fungsi kognitif.


Mekanisme neurobiologi berdampak pada gangguan jaringan otak sehingga akan
menimbulkan masalah pada social engagement. Tujuan penelitian ini adalah
menguji hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca
stroke.
Desain penelitian ini adalah korelasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 47 pasien pasca stroke. Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, analisa data dengan
menggunakan korelasi pearson.
Social engagement pada pasien pasca stroke berada pada kategori baik
(55.3%). Kebanyakan dari responden mempunyai fungsi kognitif pada kategori
tidak ada gangguan (42.6%). Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (r=0.509, p=0.000). Penelitian
ini menunjukkan ada hubungan social engagement dengan fungsi kognitif. Hasil
penelitian ini merekomendasikan kepada perawat dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien pasca stroke dengan meningkatkan social engagement.

Kata kunci: social engagement, pasca stroke, fungsi kognitif

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca

stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian

dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan

kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister

Keperawatan.

2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D., selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU.

3. Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku sekretaris ketua program studi

Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked., KJ., Sp.KJ (K)., selaku dosen pembimbing

I yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing II yang

telah waktu, masukan dan saran kepada penulis.

iii
Universitas Sumatera Utara
6. Jenny Marlindawati Purba, S.Kp., MNS., Ph.D., selaku dosen penguji I yang

telah memberikan waktu, masukan, saran dan ilmunya yang sangat berharga

kepada penulis.

7. Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB., selaku dosen penguji II yang telah

memberikan waktu, masukan, saran dan ilmunya yang sangat bermanfaat dan

berharga bagi penulis.

8. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Wardiyah Daulay, S.Kep., S.Kep., M.Kep., yang telah banyak memberikan

waktu, bimbingan, arahan, dukungan dan motivasi kepada penulis.

10. Ovan Riyanto, SE., suami tercinta yang telah banyak sekali memberikan

dukungan kasih sayang dan pendampingan kepada penulis.

11. Orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Samsul Pili dan Ibunda Ermawati

Tanjung yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada

penulis.

12. Untuk adik-adik tercinta, Fauzi Arafah, Ari Anto, Muhammad Rahman dan

Muhammad Rahim yang telah menyayangi penulis dengan sepenuh hati.

13. Keluarga besar Yayasan STIKESSU yang telah banyak sekali memberikan

bantuan dan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis.

14. Teman-teman angkatan 2013, Harry Permana Wibowo, Pak Jamian Siboro,

Prodalima, Kak Pretty, Arfah dan teman angkatan 2016 (Pak Elvipson

Sinaga) serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dam menyelesaikan tesis ini.

iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan

penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

profesi keperawatan.

Medan, 27 Juli 2018

Penulis,

Rinawati

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


Latar Belakang ........................................................................... ..... 1
Permasalahan .................................................................................. 6
Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
Hipotesis ......................................................................................... 6
Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... . 8


Stroke ............................................................................................... 8
Definisi ................................................................................. 8
Penyebab .............................................................................. 8
Klasifikasi Stroke ................................................................ 10
Manifestasi Klinis Stroke .................................................... 10
Patofisiologi Fungsi Kognitif Penderita Stroke ................... 13
Penatalaksanaan Stroke ....................................................... 15
Social Engagement........................................................................... 16
Definisi Social Engagement ................................................. 16
Komponen Social Engagement ............................................ 17
Pengukuran Social Engagement ........................................... 19
Fungsi Kognitif ................................................................................ 20
Aspek-aspek Kognitif........................................................... 23
Pengukuran Fungsi Kognitif ................................................ 26
Keluarga .......................................................................................... 29
Pengertian Keluarga ............................................................ 29
Fungsi Keluarga ................................................................... 29
Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan ......................... 33
Pengertian Dukungan Keluarga .......................................... 35
Pengertian Bentuk Keluarga ................................................ 35
Keperawatan Transkultur Leininger ............................................... 37
Konsep Etnik dan Budaya ................................................... 38
Pengertian Transkultural ..................................................... 39
Paradigma Keperawatan Transkultural ............................... 40
Kerangka Konsep ............................................................................. 42

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 43
Jenis Penelitian................................................................................. 43
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 43
Populasi dan Sampel ....................................................................... 43
Metode Pengumpulan Data ............................................................. 45
Variabel dan Definisi Operasional .................................................. 48
Metode Pengukuran ........................................................................ 48
Metode Analisis Data ...................................................................... 49
Analisis Univariat ................................................................ 49
Analisis Bivariat .................................................................. 49
Pertimbangan Etik ........................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 52


Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 52
Data Social Engagement ................................................................. 53
Data Fungsi Kognitif........................................................................ 53
Tabel Silang Antar Social Engagement dengan Fungsi Kognitif .... 53
Hasil Analisis .................................................................................. 54

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 56


Social Engagement Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan ...................................................................................... 56
Fungsi Kognitif Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan ...................................................................................... 58
Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Pasien
Pada Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi ...................................... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 64


Kesimpulan ..................................................................................... 64
Saran .............................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1. Koefisien Korelasi Wahyuni dan Azhar ............................... 50

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Social Engagement


Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan ...... 53

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Fungsi Kognitif


Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan ...... 53

Tabel 4.3. Tabel Silang Antara Social Engagement dengan Fungsi


Kognitif Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan ........................................................................... 54

Tabel 4.4. Uji Normalitas Data Social Engagement & Fungsi Kognitif
Pada Pasien Pasca Stroke Tahun 2017 .................................. 54

Tabel 4.5. Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif


Pada Pasien Tahun 2017 ..................................................... 55

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian .................................................. 42

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informed Consent


Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Biodata Expert
Lampiran 4 Izin Penelitian
a. Surat Izin Dekan
b. Surat Ethical clearance
c. Surat izin pengambilan data dari instrumen tempat pengambilan
data
d. Surat telah selesai melakukan penelitian
Lampiran 5 Master Data Penelitian
Lampiran 6 Hasil Olah Data Penelitian
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Tesis

x
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stroke yang dikenal dengan Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)

merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah

pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa

defisit neurologik sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan dan

kematian (Dinata, 2012). World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa

stroke merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gejala berupa

gangguan fungsi otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian

atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali

gangguan vaskuler (Ovina, 2012).

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi

lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran, area yang perfusinya tidak

adekuat, dan jumlah aliran darah kontra lateral (sekunder atau aksesori)

(Ignatavicius, 2013). Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh.

Dampak secara klinis dengan stroke diantaranya adalah kehilangan motorik,

kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek

psikologik dan disfungsi kandung kemih (Lewis, 2014).

Stroke merupakan gangguan serebrovaskular utama di dunia. Penyakit

stroke meningkat seiring dengan modernisasi di dunia. Menurut WHO (2007), 15

juta orang terserang stroke diseluruh dunia setiap tahunnya, sedangkan di Amerika

1
Universitas Sumatera Utara
2

Serikat sekitar 795.000 orang setiap tahunnya. Serangan stroke pertama

berjumlah 610.000 orang dan stroke berulang 185.000 orang. Rata-rata seseorang

mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4 menit, dari 4

juta orang Amerika Serikat yang hidup pasca stroke, 15-30% di antaranya

menderita cacat menetap (Center for Disease Control and Prevention, 2013).

Data studi epidemiologi stroke di Indonesia secara komprehensif dan

akurat belum ada, dengan meningkatnya harapan hidup tendensi peningkatan

kasus stroke akan meningkat dimasa yang akan datang. Menurut WHO, Indonesia

telah menempati peringkat ke-97 dunia dengan jumlah angka kematian

mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada

tahun 2011 (Suryantika, 2013). Kementrian Kesehatan RI (2013), bahwa jumlah

penderita stroke di Indonesia berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan sebanyak

1.236.825 orang (7%) dan untuk didaerah Sumatera Utara telah menempati

peringkat ke-2 yaitu sebanyak 92.078 orang (10,3%). Berdasarkan Riskesdas

(2013) bahwa 7 dari 1000 orang di Indonesia terserang stroke. Prevalensi Stroke

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Sumatera Utara adalah sebanyak 7%

dari total penduduk.

Prevalensi penderita stroke yang berusia dibawah 45 tahun terus

meningkat di seluruh dunia. Usia di bawah 45 tahun diperkirakan 7-15

kasus/100.000 penduduk/tahun dan lebih jarang pada kelompok anak-anak, yaitu

1-8 kasus/100.000/tahun (Birawa & Amalia, 2015). Pada konferensi ahli saraf

internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000 penderita

stroke berusia kurang dari 30 tahun (American Heart Association, 2010).

Universitas Sumatera Utara


3

Yang et al (2014), menyatakan bahwa penderita stroke diperkirakan

sekitar 25 persen mengalami gangguan kognitif 3 bulan pasca stroke. Selanjutnya

lebih dari 75 persen penderita stroke akan mengalami gangguan kognif. Penelitian

Trinita (2013) menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif pasien stroke

terbanyak pada usia ≥75 tahun.

Fenomena yang terjadi dengan masalah kesehatan utama dikalangan

pasien stroke adalah gangguan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan

kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses belajar,

mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Herlina, 2010).

Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa

orientasi, perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang

diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat

semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Gangguan fungsi kognitif berkaitan

dengan fungsi otak (Lisnaini, 2012). Jadi lokasi otak yang terkena akan

menimbulkan tipe dan keparahan gangguan fungsi kognitif. Gangguan fungsi

kognitif pada pasien pasca stroke dapat muncul dalam bentuk ringan (Mild

Cognitive Impairment-MCI) sampai berat seperti demensia (Abraham, 2014).

Hasil penelitian Wardhani (2013) tentang prevalensi gangguan fungsi

kognitif dan depresi pada pasien stroke di Irina F BLU RSUP. Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado diperoleh hasil pemeriksaan fungsi kognitif didapatkan bahwa

yang mengalami gangguan fungsi kognitif 67,5% dimana gangguan kognitif

ringan 27%, gangguan kognitif sedang 40,5% dan tidak ada gangguan kognitif

berat.

Universitas Sumatera Utara


4

Faktor-faktor resiko gangguan fungsi kognitif berasal dari genetik, usia,

penyakit, dan tempat tinggal (Patterson, 2008). Selain itu faktor lingkungan juga

beresiko menyebabkan gangguan fungsi kognitif, seperti hubungan atau

keterlibatan sosial (social engagement). Social engagement dapat diartikan dalam

banyak dimensi, salah satunya yaitu kemampuan memelihara hubungan sosial

(Bassuk, Glass, & Berkman, 1999).

Social engagement adalah interaksi sosial dengan lainnya dan pendekatan

pada individual dalam aktvitas sosial (Mor et al., 1995). Peranan social

engagement diduga mempengaruhi fungsi kognitif (Barnes, 2004). Penelitian

Rosita (2012) menunjukan bahwa interaksi sosial berhubungan dengan fungsi

kognitif yaitu hasil uji Chi Square diperoleh X2 = 6,830 dan p = 0,009. Penelitian

Wreksoatmodjo (2012) menunjukan bahwa hasil uji statistik menggunakan

analisis Cox Regression diperoleh nilai p<0,0001. Penelitian-penelitian umumnya

menunjukan bahwa social engagement mempengaruhi fungsi kognitif. Mengingat

social engagement terdiri komponen jaringan sosial yaitu kemampuan memelihara

luasnya hubungan sosial dan aktivitas sosial yaitu tingkat partisipasi dalam

kegiatan di masyarakat, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Bassuk,

Glass, Berkman, 1999).

Luasnya jaringan sosial sering diperkirakan mempengaruhi faktor

kesehatan yang juga berhubungan dengan fungsi kognitif, seperti keadaan

vaskuler lebih baik, rendahnya depresi atau memperbaiki perilaku kesehatan

seperti olahraga teratur dan ketaatan berobat. Aktivitas sosial juga bisa

menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif. Penelitian

Universitas Sumatera Utara


5

di kalangan perempuan menemukan hasil serupa (Crooks, 2008). Aktivitas dan

jaringan sosial dapat mempengaruhi pola hubungan antara fungsi kognitif dengan

kelainan patologi otak; efek modifikasi ini terutama terlihat pada fungsi semantic

memory dan working memory (Bennet, 2006).

Kompleksitas jaringan sosial sulit ditangkap/diuraikan. Jaringan sosial

bergantung baik pada karakteristik strukturalnya maupun pada persepsi yang

bersangkutan terhadap kualitas hubungan tersebut (Levasseur, 2010). Penelitian-

penelitian di masyarakat belum semuanya memperoleh simpulan yang jelas

mengenai pengaruh jaringan dan aktivitas sosial terhadap fungsi kognitif,

sebagian menyatakan bermanfaat (Barnes et al, 2004).

Hubungan antara social engagement dengan fungsi kognitif mencerminkan

faktor gaya hidup lainnya belum diteliti secara luas. Selain itu, pengetahuan

tentang dasar dari asosiasi ini masih terbatas. Salah satu alasan untuk

ketidakpastian ini adalah bahwa kedua komponen social engagement dan fungsi

kognitif merupakan konstruksi multi dimensi namun sering dinilai dengan ukuran

dimensional singkat.

Pengukuran social engagement untuk tingkat fungsi kognitif pada pasien

stroke menggunakan tiga ukuran keterlibatan sosial yaitu ukuran jaringan sosial,

frekuensi partisipasi dalam kegiatan sosial dan tingkat persepsi dukungan sosial

(Wilson, 2002). Mengingat Indonesia mempunyai pola hubungan keluarga yang

mungkin berbeda dengan yang ada di negara lain, perlu diketahui apakah

keterlibatan sosial (social engagement) berpengaruh terhadap fungsi kognitif

penderita stroke.

Universitas Sumatera Utara


6

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan social engagement dengan

fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil pemaparan di atas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi social engagement pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan.

b. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan.

c. Menganalisis hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada

pasien pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Hipotesis

Adapun yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah :

Terdapat hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca

stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


7

Manfaat Penelitian

Bagi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi baru terhadap dunia

pendidikan dalam memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dan insan

kesehatan khususnya dunia keperawatan tentang social engagement dengan fungsi

kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan intervensi

keperawatan dalam melaksanana tindakan keperawatan pada pasien pasca stroke.

Bagi Pasien

Diharapkan dapat memberikan motivasi kepada pasien pasca stroke untuk

meningkatkan social engagement dan fungsi kognitif.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan

atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Stroke

Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya suplai darah ke otak (Price & Wilson, 2005). Stroke

adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di

otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga

mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit

neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan

karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Penyebab Stroke

Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:

1. Trombosis Serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan

kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang

sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan

8
Universitas Sumatera Utara
9

aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan iskemi serebral.

Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

2. Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam

ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat

terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh

darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang

dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak

yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak

membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi

otak.

3. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah

hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat

aritmia.

4. Hipoksia SetempaT

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah

spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi

arteri otak disertai sakit kepala migren.

Universitas Sumatera Utara


10

Klasifikasi Stroke

Menurut Muttaqin (2008), stroke dikelompokan atas dua yaitu:

1. Stroke Hemoragi

Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area

otak tertentu. Stroke in biasanya kejadiannya saat melakukakn aktivitas atau

saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran klien

umumnya menurun.

2. Stroke Nonhemoragik

Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis

serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru

bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia

yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Manifestasi Klinis Stroke

Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2010) adalah:

1. Kehilangan motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum

adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak

yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah

tanda yang lain.

Universitas Sumatera Utara


11

2. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.

Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan

komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab

untuk berbicara.

b) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang

terutama ekspresif atau reseptif

c) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha

untuk menyisir rambutnya.

3. Gangguan persepsi

Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan menginterpretasikan sensasi.

Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam

hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori.

1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara

mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan setengah

lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau

permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang

paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan

cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut. Hal

ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat

Universitas Sumatera Utara


12

makanan pada setengah mampan dan hanya setengah ruangan yang

terlihat.

2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau

lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan

hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian

tubuh.

3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan

ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi

(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,

memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi

ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam

pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini

menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi

umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap

penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan

dimanifestasikan oleh labilits emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan

kurang kerja sama.

Universitas Sumatera Utara


13

5. Disfungsi kandung kemih

Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara

karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih menjadi

atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung

kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau

berkurang. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologik luas.

Patofisiologi Fungsi Kognitif penderita Stroke

Stroke merupakan gangguan aliran darah otak (ADO). Darah dipompa

jantung 20% saat istirahat, dan dari ruang itrakranial 10% dalam keadaan normal.

ADO merugulasi kebutuhan dari metabolik otak. ADO sangat penting untuk

mempertahankan dalam keadaan batas normal. Banyak ADO dapat meningkatkan

tekanan intrakranial sehingga dapat merusak jaringan otak, sebaliknya sedikit

ADO dapat menyebabkan suplai darah tidak adekuat. Akibat lain bisa

menyebabkan jaringan otak iskemik yang menyebabkan kerusakan dan kematian

dari sel-sel otak (Gofir, 2009).

Menurut Zhang et al. (2008), iskemik dapat menyebabkan hilangnya sel-

sel otak pada inti daerah iskemik secara mendadak, daerah inti ini dikelilingi

daerah yang masih berpotensi untuk mengalami kematian juga (penumbra/peri-

infark). Potensi penumbra masih memungkinkan untuk menyelamatkan dari

Universitas Sumatera Utara


14

kematian. Namun jika beberapa jam tidak terselamatkan akan menyebabkan

iskemik dan infark.

Akumulasi infark-infark lakunar, lesi-lesi iskemik dan hipoperfusi serebral

merupakan penyebab utama gangguan kognitif/demensia post stroke. Tipe stroke

yang terjadi umumnya melibatkan koneksi-koneksi antara area-area pada korteks

yang mengasosiasikan berbagai macam informasi, sehingga disrupsi pada bagian

itu akan menyebabkan gangguan kognisi.

Secara kuantitatif, volume stroke/lesi stroke sebesar 10 ml sampai

dengan 50 ml (1-4% volume otak) sudah cukup untuk menimbulkan gangguan

kognitif atau demensia. Gangguan kognitif atau demensia juga dapat terjadi pada

volume lesi yang lebih kecil jika terjadi pada area hipotalamus, talamus, batang

otak atau hipokampus.

Tipe-tipe gangguan kognitif yang sering muncul pada pasien post stroke

adalah gangguan atensi, gangguan bahasa, sulit untuk mengingat kembali

informasi di masa lalu, kesulitan untuk menganalisa atau menginterpretasi

informasi baru, kesulitan dalam mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu

sebagai respon terhadap informasi yang didapat (Blake et al, 2002). Tipe

gangguan kognitif ini, terdapat di lokasi korteks serebri dan subkortikal. Lokasi

kortikal menyebabkan gangguan memori, kemampuan bahasa, praksis, dan fungsi

spasial. Sedangkan lokasi subkortikal menyebabkan fungsi kognitif melambat

(Safitri, 2008).

Penurunan fungsi kognitif pada pasien post stroke dapat muncul dalam

bentuk yang ringan seperti mild cognitive impairment sampai dengan kepada yang

Universitas Sumatera Utara


15

berat seperti demensia. Tipe dan keparahan gangguan kognitif yang muncul

bermacam-macam tergantung dengan lokasi otak yang terkena dan seberapa parah

jaringan otak yang rusak (Blake et al, 2002). Fungsi kognitif yang terdistribusi

dan terlokalisasi dapat dinilai secara klinis dengan berbagai komponen

pemeriksaan yaitu tes mental standar seperti status mental mini/ mini-mental state

examination (MMSE) (Safitri, 2008).

Penatalaksanaan Stroke

Lewis (2011) dan Harsono (2000) membedakan penatalaksanaan stroke ke

dalam tahap akut dan paska tahap akut, yang meliputi:

1. Tahap Akut (hari ke 0-14 setelah onset penyakit)

Pada tahap akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan neuron yang

cedera agari tidak terjadi nekrosis, serta agar proses patologis lainnya yang

menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat

yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak adekuat dengan

pemeliharaan beberapa fungsi diantaranya respirasi yang harus dijaga

agartetap bersih dan bebas dari benda asing. Fungsi jantung harus tetap

dipertahankan pada tingkat yang optimal agar tidak menurunkan perfusi otak.

Kadar gula darah yang tinggi pada tahap akut, tidak diturunkan dengan

drastis. Bila pasien telah masuk dalam kondisi kegawatan dan terjadi

penurunan kesadaran, maka kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa

darah harus dipantau dengan ketat. Penggunaan obat-obatan untuk

meningkatkan aliran darah dan metabolisme otak diantaranya adalah obat-

obatan anti edema seperti gliserol 10% dan kortikosteroid. Selain itu

Universitas Sumatera Utara


16

digunakan anti agregasi trombosit dan antikoagulansia. Untuk stroke

hemoragik, pengobatan perdarahan otak ditujukan untuk hemostasis (Lewis,

2011 & Harsono, 2000).

2. Tahap pasca akut/ tahap rehabilitasi

Setelah tahap akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan

rehabilitasi penderita dan pencegahan terjadinya stroke berulang. Rehabilitasi

yang dilakukan berujuan untuk pemulihan keadaan dan mengurangi derajat

ketidakmampuan. Ini dilakukan dengan pendekatan memulihkan

keterampilan lama, untuk anggota tubuh yang lumpuh, memperkenalkan

sekaligus melatih keterampilan baru untuk anggota tubuh yang tidak

mengalami kelumpuhan, memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang

telah hilang diluar kelumpuhan, serta mempengaruhi sikap penderita,

keluarga, dan terapeutik tim (Lewis, 2011 & Harsono, 2000).

Social Engagement

Definisi Social Engagement

Social engagement dapat diartikan dalam banyak dimensi, setiap sumber

yang didapatkan dari jaringan sosial (Cohen & Wills, 1985). Social engagement

merujuk pada pemeliharaan hubungan sosial dan partisipasi dalam aktivitas sosial

(Bassuk, Glass, & Berkman, 1999). Social Engagement dapat didefinisikan

sebagai interaksi sosial dengan lainnya dan pendekatan pada individual dan

aktivitas sosial dengan fasilitas (Mor et al., 1995). Social engagement meliputi

suatu kemampuan untuk mengambil keuntungan kesempatan pada interaksi sosial.

Universitas Sumatera Utara


17

Masalah kognitif telah ditemukan dengan prediktif pada social

engagement yang rendah (Bassuk et al., 1999). Social engagement juga

berhubungan dengan masalah fungsi fisik (aktivitas sehari-hari), walaupun studi

berlawanan dengan hasil (Drageset, 2004). Social engagement dipercaya lebih

efektif melalui aktivitas yang mempunyai suatu komponen sosial dan dilakukan,

atau berkaitan dengan, orang lain (Maier & Klumb, 2005). Aktivitas ini meliputi

kesukarelaan, aksi sosial, dan mencapai berbagai bentuk waktu luang dengan

teman dan anggota keluarga, pemberi asuhan, mencapai waktu kerja (Maier &

Klumb, 2005). Aktivitas sosial dan dukungan sosial telah berhubungan dengan

fungsi kognitif yang lebih baik. Ada tiga hal dalam mengukur social engagement:

ukuran jaringan sosial, frekuensi partisipasi dalam aktivitas sosial, dan tingkat

dukungan sosial yang dipersepsikan.

Social Engagement dapat didefinisikan sebagai interaksi sosial dengan

lainnya dan pendekatan pada individual dan aktivitas sosial dengan fasilitas.

Social engagement dipercaya lebih efektif melalui aktivitas yang mempunyai

suatu komponen sosial dan dilakukan, atau berkaitan dengan, orang lain. Aktivitas

ini meliputi kesukarelaan, aksi sosial, dan mencapai berbagai bentuk waktu luang

dengan teman dan anggota keluarga, pemberi asuhan, mencapai waktu kerja.

Aktivitas sosial dan dukungan sosial telah berhubungan dengan fungsi kognitif

yang lebih baik.

Komponen Social Engagement

Komponen Social engagement, yaitu jaringan sosial dan aktivitas sosial

(Bassuk, Glass, Berkman, 1999).

Universitas Sumatera Utara


18

1. Jaringan Sosial

Jaringan sosial yaitu kemampuan memelihara luasnya hubungan sosial dan

aktivitas sosial. Jaringan sosial biasanya dikarakteristikkan sebagai dasar struktur

dan bentuk kualitatif dari hubungan personal seperti ukuran jaringan sosial

(Antobocci & Akiyama, 1987). Jaringan sosial yang didefinisikan terkait dengan

jumlah anak, sebaya, dan teman yang dilihat sekurang-kurangnya sekali dalam

sebulan. Jaringan sosial dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal

(Barnes et al, 2004).

Jaringan sosial adalah sebagai suatu pengelompokan yang terdiri atas

sejumlah orang, paling sedikit terdiri atas tiga orang yang masing-masing

mempunyai identitas tersendiri dan masing-masing dihubungkan antara satu

dengan yang lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga

melalui hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompokkan sebagai suatu

kesatuan sosial (Suparlan, 2009).

Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi sosial selain kepercayaan

dan norma. Konsep jaringan dalam kapital sosial lebih memfokuskan pada aspek

ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal

ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya

kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-

norma yang ada. Pada konsep jaringan ini, terdapat unsur kerja, yang melalui

media hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial

terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling

mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi

Universitas Sumatera Utara


19

sesuatu intinya, konsep jaringan dalam kapital sosial menunjuk pada semua

hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat

berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2005).

Selanjutnya jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar

personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara

jaringan sosial (network) merupakan dimensi yang bisa saja memerlukan

dukungan dua dimensi lainnya karena kerjasama atau jaringan sosial tidak akan

terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling percaya.

2. Aktivitas Sosial

Aktivitas sosial yaitu tingkat partisipasi dalam kegiatan di masyarakat

(Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF, 1999). Aktivitas sosial merupakan suatu

tindakan dengan melibatkan pada kegiatan yang bermanfaat. Aktivitas sosial yang

rendah akan berkontribusi pada sejumlah kondisi kesehatan yang buruk seperti

kehilangan fungsi fisik, isolasi sosial, dan gejala-gejala yang berkaitan dengan

perilaku (Kang, 2012). Dengan meningkatkan waktu dalam aktivitas sosial telah

berkaitan terhadap penurunun perilaku restless, menurunkan medikasi

psikotropika, meningkatkan status nutrisi (Volicer, Simard, Pupa, Medrek, &

Riordan, 2006). Disamping itu juga, temuan penelitian bahwa kualitas hidup

dalam suatu populasi secara signifikan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

sosial (Schreiner, Yamamoto, & Shiotani, 2005)

Pengukuran Social Engagement

Social engagement dinilai dengan mengukur jumlah jaringan sosial daan

frekuensi aktivitas sosial.

Universitas Sumatera Utara


20

Kita menilai jumlah jaringan sosial dengan standar pertanyaan (Cornoni-

Huntley, Brock, Ostfeld, Taylor, & Wallace, 1986) tentang jumlah anak, keluarga,

teman-teman setiap partisipan dan seberapa sering mereka melihat mereka.

Jumlah jaringan sosial merupakan angka dari setiap individu dilihat minimal

sekali dalam sebulan, sebagai yang dijelaskan sebelumnya (Barnes, et al., 2004).

Frekuensi aktivitas sosial dinilai dengan bertanya berapa kali selama

setahun terakhir partisipan melakukan enam jenis aktivitas yang melibatkan

interaksi sosial (1: pergi ke restoran, acara olahraga atau bermain bingo; 2: jalan-

jalan pagi atau malam; 3: melakukan pekerjaan sukarela; 4: mengunjungi rumah

teman; 5: berpartispasi dalam kelompok; 6: datang ke ke gereja atau pelayanan

ibadah; Mendes de Leon, Glass, & Berkman, 2003). Orang menilai setiap

aktivitas dalam 5 skala point, dengan 5 mengindikasikan berpartisipasi dalam

aktivitas setiap hari atau hampir tiap hari, 4 mengindikasikan berpartisipasi

beberapa kali dalam seminggu, 3 untuk beberapa kali dalam sebulan, 2 untuk

beberapa kali dalam setahun, dan 1 untuk sekali dalam setahun atau kurang.

Setiap item akan dijumlahkan dan diratakan berdasarkan hasil total skor. Dalam

penelitian sebelumnya, skor yang lebih tinggi dalam pengukuran berkaitan dengan

tingkat sosial ekonomi yang tinggi (Wilson, Scherr, Schneider, Tang, & Bennett,

2007) dan fungsi psikososial (Barnes et al., 2007).

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir,

mengingat, belajar dan kemampuan berbahasa. Fungsi kognitif meliputi

kemampuan atensi serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan sesuatu,

Universitas Sumatera Utara


21

menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dkk. 2000).

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi

waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan,

pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita

menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek

pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).

Kognisi adalah suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-

kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan

fungsi psikomotor. Malah, setiap aspek ini sendiri adalah kompleks. Bahkan,

memori sendiri meliputi proses encoding, penyimpanan dan pengambilan

informasi serta dapat dibagikan menjadi ingatan jangka pendek, ingatan

jangka panjang dan working memory. Perhatian dapat secara selektif, terfokus,

terbagi atau terus-menerus, dan persepsi meliputi beberapa tingkatan proses untuk

mengenal objek yang didapatkan dari rangsangan indera yang berlainan (visual,

auditori, perabaan, penciuman). Fungsi eksekutif melibatkan penalaran,

perencanaan, evaluasi, strategi berpikir, dan lain-lain. Pada sisi lain, aspek

kognitif bahasa adalah mengenai ekspresi verbal, perbendaharaan kata, kefasihan

dan pemahaman bahasa. Fungsi psikomotor adalah berhubungan dengan

pemrograman dan eksekusi motorik. Tambahan pula, semua fungsi kognitif di

atas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti suasana hati (sedih atau

gembira), tingkat kewaspadaan dan tenaga, kesejahteraan fisik dan juga motivasi

(Nehlig, 2010).

Universitas Sumatera Utara


22

Masing-masing omain kognitif tidak bekerja sendiritetapi sebagai satu

kesatuan, yang disebut sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amygdala,

hipokampus, nukleus talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus

parahipokampus, formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus,

fimbria, forniks, traktus mammilotalmikus dan striae terminalis berperan dalam

memori, pembelajaran, emosi, dan motivasi

(Waxman 2007). Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari sistem

limbik (Markam, 2003; Devisnsky dkk. 2004) :

1. Amygdala terlibat dalam pengaturan emosi, dengan hemisfer kanan

predominan dalam keadaan tidak sadar dan hemisfer kiri predominan

pada saat sadar.

2. Hipokampus berperan dalam pembentukan memori jangka panjang dan

pemeliharaan kognitif (proses pembelajaran).

3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.

4. Girus cinguli, berperan dalam salah satu domain fungsi kognitif yaitu

atensi.

5. Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.

6. Hipothalamus, berfungsi mengatur perubahan memori baru menjadi

memori jangka panjang.

7. Thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak/sebagai

stasiun relay ke korteks serebri.

8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan

pembelajaran.

Universitas Sumatera Utara


23

9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru.

10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan

komponen asosiasi.

Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kogniti antara lain

(Markam, 2003) :

1. Lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa, memori,

orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa dan sintesis.

2. Lobus parietalis berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan

visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik dari berbagai

modalitas (input visual, auditori, taktil) dari area asosiasi sekunder dan

sering disebut korteks heteromodal.

3. Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan,

emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan

auditorik dan visual.

4. Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,

visuospasial, memori dan bahasa.

Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain:

1. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.

Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri

ketika ditanya) menunjukkan informasi yang ”over learned”. Kegagalan

dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism,

Universitas Sumatera Utara


24

distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi

tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi

dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan tahun,

musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering

daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk

disorientasi.

2. Bahasa

Fungsi bahasa merupaka kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu

kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.

1. Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat

dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat

membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien

menulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan

atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan

perintah tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat

yang diucapkan seseorang.

Universitas Sumatera Utara


25

4. Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek

beserta bagian-bagiannya.

3. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik

dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.

1. Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah

kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya

kembali.

2. Konsentrasi

Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk

memusatkan perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-turut

dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara

terbalik.

4. Memori

Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi yang diperolehnya.

1. Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang

diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

Universitas Sumatera Utara


26

2. Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada beberapa

minggu atau bertahun-tahun lalu.

Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi berupa gambar.

5. Fungsi Konstruksi

Mengacu pada kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.

Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin

gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu bangunan balok

yang telah dirusak sebelumnya.

6. Kalkulasi

Yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

7. Penalaran

Yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal,

serta berpikir abstrak (Goldman, 2000).

Pengukuran Fungsi Kognitif

Pengukuran Fungsi Kognitif dengan Standart Mini Mental State

Examination (MMSE) menurut Folstein 1975:

1. Orientasi

1) Tanyakan tanggal. Kemudian tanyakan secara spesifik, “dapat kamu

jelaskan musim apa sekarang?” Satu point untuk jawaban yang benar.

2) Tanyakan tentang “ dapatkah kamu katakan nama rumah sakit ini?” (kota

dan negara). Satu point untuk setiap jawaban yang benar.

Universitas Sumatera Utara


27

2. Registrasi

Tanyakan pasien jika kamu mulai mengetes memorinya. Kemudian

menyebutkan nama dari 3 objek yang tidak berhubungan. Dengan jelas, dan

dengan lambat selama 1 detik. Setelah kamu menyebutkan semua, anjurkan

dia untuk mengulanginya. Pengulangan yang pertama menentukan skornya

(0-3) tetapi ulangi 3-6 kali. Jika dia tidak secepatnya menyebutkan,

pengulangan tidak mempunyai makna.

3. Perhatian dan kalkulasi

Minta pasien untuk mulai dari 100 dan hitung mundur dengan 7. Hentikan

setelah menyebutkan 5 angka (93, 86, 79, 72, 65). Skor total angka jawaban

yang benar. Jika pasien tidak dapat atau tidak melakukan, minta dia untuk

menyebutkan “world” dengan terbalik. Skornya merupakan jumlah angka

pada perintah dengan benar. Misalnya drlow: 5, dlrow: 3.

4. Pengingat kembali

Minta pasien untuk mengulangi 3 kata sebelumnya diminta untuk diingat.

Skor 0-3

5. Bahasa

Penamaan: Tujuan pada pasien jam tangan dan minta pasien menyebutkan.

Ulangi dengan pensil. Skor 0-2. Pengulangan: minta pasien untuk mengulangi

kalimat setelah kamu sebutkan. Hanya dilakukan 1 kali. Skor 0 atau 1.

Perintah tiga tahap: berikan pasien selembar kertas kosong dan lakukan

setelah diberikan perintah. Skor 1 point pada setiap bagian yang benar.

Membaca: pada kertas kosong tertulis “Close your eyes”, tulisan yang terlihat

Universitas Sumatera Utara


28

cukup besar untuk pasien melihat. Minta dia untuk membaca dan apa yang

saya katakan. Skor 1 point ketika dia dapat menutup matanya.

Menulis: berikan pasien selembar kertas dan minta dia menuliskan suatu

kalimat. Penulis harus menulis dengan spontan. Ini harus mengandung suatu

subjek dan kata kerja dan pantas. Penulisan kata yang benar dan tanda baca tidak

dibutuhkan.

Menyalin: pada selembar kertas, gambarkan segilima terpotong, setiap sisi

sepanjang 3 cm., dan padanya untuk menyalin dengan benar. Semua 10 sudut

harus ditunjukkan dan 2 harus terpotong pada skor 1 point. Tremor dan rotasi

adalah diabaikan. Estimasi tingkat sensori pasien, dari kewaspadaan pada kiri

sampai koma di kanan.

Salah satu bentuk pemeriksaan status mental/kognitif, (MMSE) dimana

melibatkan sebelas pertanyaan, membutuhkan 5-10 menit untuk dilakukan dan

kemudian dilakukan berurutan dan rutin. Disebut “mini”, karena berfokus pada

aspek kognitif pada fungsi mental.

MMSE dibagi menjadi dua bagian, pertama yang respons vokal dan

orientasi, memori, dan perhatian; skor maksimum adalah 21. Tes kemampuan

bagian kedua diantaranya nama, verbal yang mengikutinya dan perintah tertulis,

menulis kalimat secara spontan, dan menyalin sebuah segi lima. Skor maksimum

adalah Sembilan. Karena membaca dan menulis di bagian kedua, pasien dengan

gangguan penglihatan berat akan mempunyai kesulitan ekstra. Skor total

maksimum adalah 30. Tes ini tidak mempunyai waktu.

Universitas Sumatera Utara


29

Penilaian MMSE diklasifikasikan adalah tidak ada gangguan: 24-30,

gangguan ringan: 18-23, gangguan berat: 0-17.

Keluarga

Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,

2010). Sedangkan menurut Ali (2010), keluarga adalah dua atau lebih

individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam

satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Fungsi Keluarga

Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis

fungsi keluarga dalam delapan bentuk yaitu :

a. Fungsi Keagamaan

1) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan hidup

seluruh anggota keluarga.

2) Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada

seluruh anggota keluarga.

3) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam

pengamalan dari ajaran agama.

Universitas Sumatera Utara


30

4) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang

keagamaan yang kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat.

5) Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai

pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

b. Fungsi Budaya

1) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan

norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin

dipertahankan.

2) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma

dan budaya asing yang tidak sesuai.

3) Membina tugas-tugas keluarga sebagaI lembaga yang anggotanya mencari

pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.

4) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya

dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa

Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

5) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan

budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma

keluarga kecil bahagia sejahtera.

c. Fungsi Cinta Kasih

1) Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar

anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-

menerus.

2) Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara

Universitas Sumatera Utara


31

kuantitatif dan kualitatif.

3) Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan

ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.

4) Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu

memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju

keluarga kecil bahagia sejahtera.

d. Fungsi Perlindungan

1) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak

aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.

2) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai

bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.

3) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai

modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

e. Fungsi Reproduksi

1) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi

sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

2) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga

dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

3) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan

dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak

yang diinginkan dalam keluarga.

4) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang

kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

Universitas Sumatera Utara


32

f. Fungsi Sosialisasi

1) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai

wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.

2) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai

pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan

permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan seko lah maupun

masyarakat.

3) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang

diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan

mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun

masyarakat.

4) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga

sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang

tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju

keluarga kecil bahagia sejahtera.

g. Fungsi Ekonomi

1) Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan

keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan

kehidupan keluarga.

2) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.

3) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan

perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi,

Universitas Sumatera Utara


33

selaras dan seimbang.

4) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk

mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

h. Fungsi Pelestarian Lingkungan

1) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan

internal keluarga.

2) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan eksternal

keluarga.

3) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang

serasi, selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan

lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.

4) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup

sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera

(Setiadi, 2008).

Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Friedman (1998) dikutip dari Setiadi ( 2008) membagi 5 tugas

keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:

a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Kesehatan merupakan

kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa

kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah

kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua

perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan- perubahan yang dialami

anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota

Universitas Sumatera Utara


34

keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung

jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera

dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar

perubahannya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat

bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan

memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan

yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat

dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat

meminta bantuan kepada orang di lingkungan sekitar keluarga.

c. Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk memperoleh tindakan lanjutan

agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga memainkan

peran yang bersifat mendukung anggota keluarga yang sakit. Dengan kata lain

perlu adanya sesuatu kecocokan yang baik antara kebutuhan keluarga dan

asupan sumber lingkungan bagi pemeliharaan kesehatan anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

Universitas Sumatera Utara


35

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). Hubungan yang

sifatnya positif akan memberi pengaruh yang baik pada keluarga

mengenai fasilitas kesehatan. Diharapkan dengan hubungan yang

positif terhadap pelayanan kesehatan akan merubah setiap perilaku anggota

keluarga mengenai sehat sakit.

Pengertian Dukungan Keluarga

Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan dukungan keluarga

adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota

keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan

keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Bentuk Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010) yaitu:

1. Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian

depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat

digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan

dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap

individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang

masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu

kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau

perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang

lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat

Universitas Sumatera Utara


36

membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi

alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang

positif.

2. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support

material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu

memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung,

seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu

pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi,

menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat

membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai

oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata

keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

3. Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab

bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan

nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan

oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan

tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi

individu untuk melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat

keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari

keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini

Universitas Sumatera Utara


37

keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

4. Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,

sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan

seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional

memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami

depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian

sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan

semangat.

Keperawatan Transkultural Leininger

Teori Leininger berasal dari disiplin antropologi dan keperawatan.

Transcultural nursing sebagai area utama keperawatan yang berfokus pada studi

perbandingan dan analisis budaya bervariasi dan subkultural di dunia dengan

menghormati nilai caring mereka, ekspresi, kepercayaan sehat-sakit, dan pola

perilaku.

Tujuan dari teori ini adalah untuk mengetahui perbedaan dan kesamaan

dalam berhubungan, struktur sosial, dan dimensi lainnya dan kemudian untuk

menemukan cara dalam memberikan kesamaan secara kultur kepada orang yang

berbeda atau sama budaya sehingga mempertahankan atau mendapatkan

kesehatan atau kesejahteraan, atau kematian dalam budaya yang sesuai. Tujuan

dari teori ini adalah untuk memperbaiki dan menyediakan perawatan secara kultur

Universitas Sumatera Utara


38

pada orang merupakan hal yang menguntungkan dan berguna untuk klien,

keluarga, dan kelompok budaya.

Transcultural nursing menuju pada kesadaran bahwa menggunakan

pengetahuan keperawatan budaya dalam praktik secara kultural dan bertanggung

jawab. Leininger menyatakan bahwa ada praktik keperawatan yang menunjukkan

perawatan yang secara kultural, mendasar, dan spesifik dalam memandu asuhan

keperawatan yang diberikan secara individu, keluarga, kelompok dan institusi.

Karena budaya dan pengetahuan perawatan akan holistik mengartikan secara

konsep dan orang yang paham, sentral dan penting pada pendidikan keperawatan

dan praktik. Transcultural nursing merupakan salah satu yang paling penting,

relevan, dan kesanggupan tinggi pada area penelitian, dan praktik manusia hidup

dalam suatu multicultural.

Konsep Etnik dan Budaya

Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok

tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang

mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya ke generasi

berikutnya (Handerson, 1981). Etik berbeda dengan ras (race). Ras merupakan

sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik pigmentasi,

bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan bentuk kepala. Ada tiga jenis ras

yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid.

Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan

manusia kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989). Budaya adalah sesuatu yang

kompleks yang mengandung pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum,

Universitas Sumatera Utara


39

kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai

anggota kemunitas setempat.

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus

dibiasakan dengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan

sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu (Leininger, 1991). Menurut

konsep budaya Leininger (1978, 1984), karakteristik budaya dapat digambarkan

sebagai berikut(1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga

tidak ada dua budaya yang sama persis, (2) Budaya yang bersifat stabil, tetapi juga

dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga

mengalami perubahan, (3) Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan

manusianya sendiri tanpa disadari.

Pengertian Transkultural

Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada

analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger, 1978).

Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan

pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau

meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural

sesuai latar belakang budaya. Pelayanan keperawatan transkultural diberikan

kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.

Tujuan keperawatan Transkultural

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk

mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta

praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik

Universitas Sumatera Utara


40

adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok

lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang

diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya berolahraga

membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat

(Leininger, 1978). Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat

humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang

berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan

dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui 3 strategi utama intervensi, yaitu

mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.

Paradigma keperawatan transkultural

Paradigma keperawatan transkultural adalah cara pandang, persepsi,

keyakinan, nilai-nilai dan konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

sesuai dengan latar belakang budaya terhadap 4 konsep sentral, yaitu manusia,

keperawatan, kesehatan, dan lingkungan (Leininger, 1978).

1. Manusia

Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai dan norma

yang diyakini bergua untuk menetapkan piihan da melakukan tindakan, manusia

memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya setiap saat dan

dimanapun dia berada. Klien yang dirawat di rumah sakit harus belajar budaya

baru, yaitu budaya rumah sakit, selain membawa budayanya sendiri. Klien secara

aktif memilih budaya dari lingkungan, termasuk perawat dan pengunjung. Klien

yang sedang dirawat belajar agar cepat pulih dan segera pulang untuk memulai

aktifitas yang lebih sehat.

Universitas Sumatera Utara


41

2. Kesehatan

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi

kehidupannya yang terletak pada rentang sehat sakit (Leininger, 1984) dan

merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan yang dalam konteks budaya

digunakan untuk mrnjaga dan memelihara keadaaan seimbang/sehat, yang dapat

diamati dalam kehidupan sehari-hari. Asuhan keperawatan yang diberikan

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien untuk memilih secara aktif

budaya yang sesuai dengan status kesehatannya dan klien harus mempelajari

lingkungannya.

3. Lingkungan

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi

perkembangan, keyakinan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang suatu

totalitas kehidupan dan budayanya baik berupa lingkungan fisik, sosial dan

simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam yang diciptakan oleh manusia

seperti pegunungan, pemukiman padat, bentuk rumah daerah panas (banyak

lubang), bentuk rumah daerah dingin (eskimo) dan lain-lain. Lingkungan sosial

adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu

atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga, komunitas

dan masjid atau gereja.

Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau simbol yang

menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu, seperti musik, seni, riwayat

hidup, bahasa, atau atribut yang digunakan (kalung, anting, hiasan dinding, ikat

kepala, baju atau slogan-slogan).

Universitas Sumatera Utara


42

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan dalam

praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang

budayanya. Strategi yang digunakan dalam intervensi dan impelemnatasi

keperawatan keluarga adalah mempertahankan, mnegosiasi, dan merestrukturisasi

budaya klien.

Kerangka Konsep

Stroke merupakan gangguan aliran darah otak (ADO) yang dapat

menyebabkan suplai darah tidak adekuat sehingga menimbulkan gangguan

fungsional otak berupa defisit neurologik. Kerusakan lobus frontal

mengakibatkan gangguan fungsi kognitif yang dapat mempengaruhi kondisi

psikologis termasuk social engagement. Social engagement adalah terpeliharanya

hubungan sosial dan partisipasi dalam aktivitas sosial pasien pasca stroke.

Peranan social engagement diduga mempengaruhi fungsi kognitif. Social

engagement baik maka tidak ada gangguan fungsi kognitif.

Fungsi Kognitif:
Sosial Engagement:
1. Tidak ada gangguan
1. Baik
2. Ringan
2. Buruk
3. Berat

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Hubungan Sosial Engagement


dengan Fungsi Kogniti

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, lokasi dan waktu penelitian,

populasi dan sampel, metode pengumpulan data, variabel dan defenisi

operasional, metode pengukuran, metode analisa data, dan pertimbangan etik.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitafif dengan desain

penelitian korelasi untuk mengidentifikasi hubungan social engagement dengan

fungsi kognitif pasien pasca stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan. Waktu

penelitian di mulai adanya persetujuan Direktur RSUD. Dr. Pirngadi kota Medan

yaitu pada tanggal 17 Juli 2017 sampai dengan 04 Agustus 2017.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pasca stroke yang

mengunjungi instalasi rawat jalan yaitu poliklinik unit stroke Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Kota Pirngadi pada tahun 2017.

Sampel adalah himpunan bagian dari elemen populasi, yang merupakan

unit yang paling dasar dimana data akan dikumpulkan (Polit & Beck, 2012).

43
Universitas Sumatera Utara
44

Pengambilan jumlah sampel untuk populasi dalam penelitian ini menggunakan

rumus Slovin (Sevilla et al, 1992) sebagai berikut :

Dimana :

n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
e : Batas Toleransi Kesalahan (error tolerance)

Pasien pasca stroke yang mengunjungi instalasi rawat jalan di poliklinik

unit stroke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Kota Pirngadi sebanyak 89 orang,

berikut cara pengambilan sampel menggunakan rumus slovin dengan batas

toleransi kesalahan sebesar 10% :

89
=
1 + 89 (0.1)²
89
=
1.89
= 47 Responden Pasien
Responden
Teknik Pasien
pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik

consecutive sampling yaitu teknik pemilihan sampel yang dilakukan dengan

memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan sampai

jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

Untuk menjamin hasil penelitian sesuai dengan tujuan, maka penentuan sampel

yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan

berupa kriteria inklusi.

Universitas Sumatera Utara


45

Kriteria dalam penelitian ini adalah: 1. Terdiagnosis mengalami stroke hemoragik

atau iskemik, 2. Kooperatif, 3. Mampu berkomunikasi, 4. Dapat membaca, 5.

Pasca stroke ≥ 6 bulan, 6. Tinggal bersama keluarga inti, 7. Telah menikah dan

memiliki anak, 8. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed

consent.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai setelah proposal tesis disetujui oleh Komisi Etik

Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara. Izin juga didapatkan dari

direktur rumah sakit untuk pengumpulan data. Peneliti menginformasikan pada

penanggung jawab ruangan dan pasien tentang tujuan dari penelitian, protokol

dalam pengumpulan data dan kerangka kerja dalam penelitian.

Peneliti menjelaskan identitas peneliti kepada responden, menjelaskan

tujuan penelitian. Setelah responden mendapatkan informasi tentang penelitian

maka selanjutnya peneliti meminta responden untuk memberikan persetujuannya

terhadap penelitian, kemudian mengambil data demografi responden. Dalam

melaksanakan penelitian, peneliti dibantu seorang asisten peneliti yang sudah

dilatih dalam melakukan pengisian kuisioner.

Alat pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa instrument yang

berhubungan dengan karakteristik responden, social engagement, dan fungsi

kognitif.

Universitas Sumatera Utara


46

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji validitas dan reliabilitas instrumen

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau

kesahihan suatu instrumen. Tujuan dari Content Validity Index (CVI) adalah untuk

menilai relevansi dari setiap item terhadap apa yang akan diukur oleh peneliti.

Instrumen penelitian akan divalidasi oleh 3 ahli, satu ahli tersebut adalah dosen S2

Ilmu Sosial Budaya Dasar dari Kopertis Wilayah satu, satu orang merupakan

dosen S2 Keperawatan Medikal Bedah dari pendidikan STIKESSU, dan satu

orang pegawai S2 Keperawatan spesialis Jiwa dari Komite Keperawatan (Etik dan

Disiplin) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Para ahli akan diberikan

pertanyaan dan diminta pendapatnya tentang instrument tersebut. Dalam item

instrument ada point dengan skala 1 (tidak relevan) sampai 4 (sangat relevan).

CVI dari total instrument dengan skor CVI 0.80 atau lebih menandakan bahwa

adanya validitas yang baik (Polit & Beck, 2012).

Hasil uji dari Content Validity Index (CVI) pada expert 1 didapatkan

beberapa perbaikan yaitu pada item 1, 8, 16, 23, 24, 32, 33 dan 34. Content

Validity Index (CVI) didapat adalah 0,94. Expert 2 didapatkan perbaikan semua

item pertanyaan disempurnakan lebih sederhana dan semua pilihan jawaban

disamakan. Content Validity Index (CVI) didapat adalah 1,00. Expert 3 didapatkan

beberapa perbaikan yaitu pada item 1, 12, 15 dan 19. Content Validity Index

(CVI) didapat adalah 0,91. Berdasarkan hasil uji Content Validity Index (CVI) 34

item social engagement pada ketiga expert didapat adalah 0,95.

Universitas Sumatera Utara


47

Reliabilitas adalah indikator utama dari kualitas instrumen. Konsistensi

dan akurasi dari pengumpulan data oleh peneliti sendiri memastikan keandalan

penelitian dan kuesioner yang sama. Uji reliabilitas perlu diketahui bahwa yang

diuji kehandalannya hanyalah nomor penyataan yang sahih saja. Uji ini digunakan

untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi dan akurasi alat ukur,

apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang. Kuesioner dapat dikatakan memiliki reliabilitas

tinggi jika nilai Cronbach’s Alpha 0,80 adalah baik (Polit & Beck, 2012).

Uji reliabilitas instrumen:

1. Kuesioner social engagement untuk melihat keandalan, akurasi, dan

konsistensi di Rumah Sakit Royal Prima. Berdasarkan hasil uji reliabilitas

kuesioner bahwa nilai Cronbach Alpha untuk social engagement yaitu 0,90,

dimana kelayakan intrumen didapatkan 21 pertanyaan yaitu pada item 1, 3, 6,

7, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33,

34 dan yang tidak layak didapatkan 9 pertanyaan yaitu pada item 2, 4, 5, 8, 9,

10, 11, 12, 13. Adapun korelasi dalam rentang 0,42-0,80.

2. Kuesioner fungsi kognitif berdasarkan MMSE tidak dilakukan uji reliabilitas,

karena merupakan instrumen yang banyak digunakan di Indonesia sebagai

standar pengukuran. Hal ini dipertimbangkan dari hasil uji reliabilitas

instrumen didapat nilai Cronbach’s Alpha 0,87.

Universitas Sumatera Utara


48

Variabel dan Definisi Operasional

1. Social engagement adalah terpeliharanya hubungan sosial dan partisipasi

dalam aktivitas sosial pasien pasca stroke dengan baik.

2. Fungsi kognitif adalah kemampuan berfikir pasien pasca stroke mencakup

orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa

tidak ada gangguan.

Metode Pengukuran

1. Social Engagement

Untuk mengukur social engagement diberi nilai: 4 = sering., nilai 3 =

kadang-kadang., 2 = jarang., dan 1 = tidak pernah. Social engagement diberi nilai

dari nilai gabungan (GAB): baik jika nilainya 51-100, buruk jika nilainya 1-50.

2. Fungsi Kognitif

Untuk mengukur fungsi kognitif responden mengacu pada Standart Mini

Mental State Examination (MMSE) menurut Folstein 1975 dan dikategorikan

menjadi 3, yaitu:

1. Tidak ada gangguan, jika nilai MMSE = 24-30

2. Gangguan Ringan, jika jika nilai MMSE = 18-23

3. Gangguan Berat, jika jika nilai MMSE = 0-17

Universitas Sumatera Utara


49

Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan distribusi frekuensi atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Pada umumnya analisis

ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilaksanakan untuk menilai hubungan antara variabel

independen (social engagement) dengan dependen (fungsi kognitif) dan

menganalis kekuatan hubungan keduanya. Analisa statistik bivariat digunakan

dalam menggambarkan hubungan diantara dua variabel (Polit & Beck, 2012). Uji

hipotesis menggunakan Product–Moment Correlation Coefficient (Pearson’s r).

Koefisien korelasi dikalkulasi ketika dua variabel diukur pada sekurang-

kurangnya skala interval pada deskriptif dan inferensial. Secara deskriptif,

koefisien korelasi meringkaskan besar dan arah hubngan antara dua variabel.

Sebagai statistik inferensial, uji hipotesa r tentang korelasi populasi sebagai rho.

Hipotesis nol menunjukkan tidak ada hubungan. Pearson’s r digunakan pada

variabel dengan skala interval atau rasio. Pearson’s r dapat digunakan pada situasi

dalam kelompok dan antara kelompok. Pearson’s r merupakan suatu statistik

parametrik. Nilai dalam statistik ini berada pada rentang -1.00 sampai 1.00.

kadang-kadang, terutama pada penelitian non eksperimental, paling banyak

statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independen

dan dependen dalam Pearson’s r (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


50

Penafsiran terhadap besar kecilnya korelasi maka dapat berpedoman pada

ketentuan pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Koefisien Korelasi Wahyuni & Azhar (2011)

Interval Koevisien Kekuatan Hubungan

0.000 - 0.199 Sangat rendah


0.200 - 0.399 Rendah
0.400 - 0.599 Sedang
0.600 - 0.799 Kuat
0.800 - 1.000 Sangat kuat

Untuk mengetahui hubungan kedua variabel menggunakan uji statistik

korelasi Pearson dengan memenuhi beberapa asumsi yaitu memiliki skala ukur

minimal ordinal dan data harus berdistribusi normal (normalitas). Uji normalitas

dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Bila nilai p > 0.05 maka data berdistribusi

normal dan jika nilai p < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal (Wahyuni &

Azhar, 2011). Dalam penelitian ini, uji asumsi normalitas terpenuhi.

Pertimbangan Etik

Proposal yang telah dibuat dan disetujui oleh Komisi Etik Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dengan memperhatikan aspek-aspek

etika penelitian (etical clearance) yang meliputi : Informed Consent, anonymity

dan confidentiality dengan uraian sebagai berikut: Informed Consent, sebelum

dilakukan pengumpulan data, setiap responden terlebih dahulu menandatangani

lembar persetujuan responden (informed Consent) setelah mendapatkan

penjelasan tentang tujuan dan pelaksanaan penelitian ini. Anonimity, memberikan

jaminan terhadap identitas diri dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara

Universitas Sumatera Utara


51

tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang akan

dibagikan untuk diisi jawaban oleh responden. Confidentiality, memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, informasi dalam penelitian ini semata-mata hanya untuk kepentingan

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji hubungan social

engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan. Hasil tersebut berdasarkan 47 pasien pasca stroke yang

mengunjungi instalasi rawat jalan yaitu poliklinik neurologi dan Bebas Nyeri

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Kota Pirngadi pada tahun 2017. Hasil

menunjukkan lima bagian meliputi: deskripsi lokasi penelitian, data demografi,

data social engagement, data fungsi kognitif, dan hasil analisis.

Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi merupakan unit pelayanan teknis di

bawah Pemerintahan Kota Medan. Rumah sakit yang berada di Jalan Prof. H. M.

Yamin No. 47 Medan merupakan Rumah Sakit kelas B sekaligus rumah sakit

rujukan dan pendidikan untuk wilayah propinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 30 Tahun 2002 tanggal 6

September 2002 tentang Perubahan Kelembagaan RSU Dr. Pirngadi menjadi

Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan. Akhirnya pada

tanggal 10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan

resmi menjadi Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007.

52
Universitas Sumatera Utara
53

Data Social Engagement

Data yang berhubungan dengan social engagement pada pasien pasca

stroke ditunjukkan pada Tabel 4.1. Social engagement pada responden terutama

berada pada kategori baik (55.3%).

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Social Engagement pada Pasien Pasca


Stroke Tahun 2017 (n=47)
Kategori Total
f %
Baik 26 55,3
Buruk 21 44,7

Data Fungsi Kognitif

Data yang berhubungan dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke

ditunjukkan pada Tabel 4.2. Mayoritas dari responden mempunyai fungsi kognitif

pada kategori tidak ada gangguan dan gangguan ringan (42.6%).

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi dan Persentase Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca


Stroke Tahun 2017 (n=47)
Kategori Total
f %
Tidak Ada Gangguan 20 42,6
Gangguan Ringan 18 38,3
Gangguan Berat 9 19.1

Tabel Silang Antar Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Data yang berhubungan dengan tabel silang antar social engagement

dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke ditunjukkan pada Tabel 4.3. Dari

26 orang dengan social engagement terdapat tidak ada gangguan fungsi kognitif

sebanyak 15 orang (57,7%) dan dari 21 orang dengan social engagement buruk

terdapat gangguan berat fungsi kognitif sebanyak 9 orang (42,9%).

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.3

Tabulasi Silang Antar Social Engagement dengan Fungsi Kognitif pada


Pasien Pasca Stroke Tahun 2017 (n=47)
No Social Fungsi Kognitif Total
Engagement Tidak Ada Gangguan Gangguan
Gangguan Ringan Berat
f % f % f % f %
1 Baik 15 57,7 11 42,3 0 0,0 26 100
2 Buruk 5 23,8 7 33,3 9 42,9 21 100
Total 20 42,6 18 38,3 9 19,1 47 100

Hasil Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data social engagement dan fungsi kognitif ditunjukkan

pada Tabel 4.5. Pada uji Test of Normality data social engagement maupun fungsi

kognitif mempunyai P>0,05, oleh karena nilai p>0,05, kedua kelompok data

mempunyai distribusi normal (Tabel 4.4).

Tabel 4.4.

Uji Normalitas Data Social Engagement dan Fungsi Kognitif pada Pasien
Pasca Stroke Tahun 2017 (n=47)
Variabel Shapiro-Wilk
Statistik df Prob
Social Engagement 0,954 47 0,064
Fungsi Kognitif 0,952 47 0,053

2. Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara sosial

engagement dengan fungsi kognitif. Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa

nilai prob=0,001 < α=0,05 artinya Ho ditolak berarti terdapat hubungan social

engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan. Kemudian pada tabel tersebut nilai r positif yaitu r=0,509

artinya social engagement baik maka fungsi kognitif tidak ada gangguan.

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel 4.5.

Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca


Stroke Tahun 2017 (n=47)
Variabel r p-value
Social Engagement-Fungsi Kognitif 0,509 0,000
Uji Korelasi Pearson

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hubungan social engagement

dengan fungsi kognitif di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan mulai pada tanggal 17

Juli 2017 sampai dengan 04 Agustus 2017. Diperoleh 47 pasien pasca stroke

instalasi rawat jalan yaitu poliklinik unit stroke yang memenuhi kriteria.

Social Engagement Pasien Pasca Stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan

Hasil penelitian diperoleh bahwa social engagement pada pasien pasca

stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan dengan social engagement baik sebesar

55,5 Keadaan ini menunjukkan bahwa keadaan social engagement pada pasien

pasca stroke tergolong tidak baik, walaupun lebih banyak dengan social

engagement baik.

Social engagement pasca stroke merupakan kemampuan pasien pasca

stroke memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam

kegiatan sosial (aktivitas sosial). Hubungan sosial dinilai dari struktur dan kualitas

hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial dicirikan dari partisipasi pasien

pasca stroke dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif.

Pada penelitian ini masih perlu peningkatan social engagement pada

pasien pasca stroke, karena social engagement pada pasien pasca stroke dengan

buruk mencapai sebesar 44,7%. Peningkatan social engagement pada pasien pasca

stroke dengan meningkatkan kepedulian terhadap anggota keluarga maupun

56
Universitas Sumatera Utara
57

teman, meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi anggota

keluarga, mempercayakan teman membantu permasalahan yang dihadapi dengan

kondisi pasca stroke, mengusahakan untuk berbicara dengan teman saat sedang

cemas, berusaha perduli terhadap teman, berusaha memahami masalah yang

dihadapi teman.

Social engagement memberikan hasil yang positif pada pasien pasca

stroke, antara lain memperpanjang usia, memiliki kesehatan yang lebih baik,

menjaga fungsi kognitif, dan mengurangi depresi. Komponen social engagement

yang paling berperan terhadap fungsi kognitif lansia adalah aktivitas di

masyarakat dan keanggotaan di kelompok masyarakat lainnya.

Menurut Kang (2012) bahwa social engagement merupakan suatu

tindakan dengan melibatkan pada kegiatan yang bermanfaat. Social engagement

yang rendah akan berkonstribusi pada sejumlah kondisi kesehatan yang buruk

seperti kehilangan fungsi fisik, isolasi sosial, dan gejala-gejala yang berkaitan

dengan perilaku. Pada seseorang yang berinteraksi sosial melibatkan fungsi

kognitif, seperti memori, perhatian, bahasa, dan fungsi eksekutif. Social

engagement dapat mengurangi stres dan mengurangi pengeluaran hormon kortisol

sebagai kompensasi tubuh terhadap stres. Peningkatan hormon kortisol diyakini

dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif.

Hal ini sesuai dengan Maier dan Klumb (2005) social engagement

dipercaya lebih efektif melalui aktivitas yang mempunyai suatu komponen sosial

dan dilakukan, atau berkaitan dengan orang lain. Aktivitas ini meliputi

kesukarelaan, aksi sosial, dan mencapai berbagai bentuk waktu luang dengan

Universitas Sumatera Utara


58

teman dan anggota keluarga, pemberi asuhan, mencapai waktu kerja. Aktivitas

sosial dan dukungan sosial telah berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih

baik. Ada tiga hal dalam mengukur social engagement: ukuran jaringan sosial,

frekuensi partisipasi dalam aktivitas sosial, dan tingkat dukungan sosial yang

dipersepsikan.

Menurut peneliti social engagement pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan terjadi karena pasien pasca stroke kurang memiliki kemampuan

untuk melakukan hubungan sosial (jaringan sosial) terhadap keluarga, teman

maupun lingkungan sekitarnya. Keadaan ini baiknya pasien pasca stroke agar

berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial).

Fungsi Kognitif Pasien Pasca Stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan

Hasil penelitian diperoleh bahwa fungsi kognitif pada pasien pasca stroke

di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan dengan fungsi kognitif tidak gangguan hanya

mencapai sebesar 42,6%. Fungsi kognitif pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan tergolong kurang baik, dimana pasien pasca stroke ada

mengalami gangguan ringan sebesar 38,3% dan bahkan pasien pasca stroke di

RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan ada mengalami gangguan fungsi kognitif

dengan kategori berat mencapai sebesar 19,1%. Keadaan ini menunjukkan bahwa

fungsi kognitif yang dialmi oleh pasien pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota

Medan merupakan salah satu komplikasi stroke yang dapat terjadi.

Fungsi kognitif pasca stroke merupakan aktifitas mental pasien pasca

stroke secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar dan kemampuan

berbahasa. Fungsi kognitif pasien pasca stroke yang baik meliputi kemampuan

Universitas Sumatera Utara


59

atensi dan kemampuan untuk merencanakan sesuatu, menilai, mengawasi dan

melakukan evaluasi.

Pada penelitian ini fungsi kognitif pada pasien pasca stroke perlu

ditingkatkan, karena fungsi kognitif pada pasien pasca stroke ada mengalami

gangguan berat mencapai sebesar 19,1%. Peningkatan fungsi kognitif pada pasien

pasca stroke dengan pemeriksaan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke untuk

diagnosis dini dan membantu pasien dalam mengatasi tanda dan gejala dari

gangguan fungsi kognitif dan memberikan informasi dalam meningkatkan

kesehatan pasca terkena stroke dan melakukan yang dapat mencegah terjadinya

gangguan kognitif.

Menurut Kemenkes RI (2010), gangguan kognitif pasca stroke merupakan

salah satu komplikasi stroke yang dapat terjadi tergantung pada lokasi kerusakan

yang terkena, luas daerah infark atau perdarahan, derajat keparahan stroke

tersebut. Selain itu, faktor risiko lainnya mungkin juga dapat dikarenakan pasien

telah menjalani terapi rehabilitasi stroke atau memiliki gangguan kognitif sebelum

terserang stroke dan semakin memperburuk fungsi kognitif pasca stroke. Kelainan

kognitif yang muncul akibat dari kerusakan otak yaitu adanya kelainan persepsi,

atensi, bahasa, memori, emosi, dan fungsi eksekutif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hanas (2016) tentang

gambaran fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf RSUD

Arifin Achmad Provinsi Riau diperoleh bahwa sebagian besar pasien pasca stroke

mengalami gangguan kognitif yaitu sebesar 92,68%. Penelitian lain yang sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014) yang mendapatkan hasil

Universitas Sumatera Utara


60

sebesar 97,1% pasien pasca stroke mengalami gangguan kognitif.

Menurut peneliti fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD. Dr.

Pirngadi Kota Medan terjadi karena salah satu komplikasi stroke yang pernah

dialami pasien. Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan pembuluh darah

yang menyuplai darah keotak mengalami kerusakan bahkan bisa mengalami

kematian sehingga terjadi defisit otak, salah satunya fungsi kognitif. Jenis yang

paling umum dari gangguan kognitif adalah gangguan perhatian, bahasa, masalah

memori, persepsi, pembuatan keputusan, disfungsi eksekutif sehingga

mempengaruhi kemampuan untuk menganalisis, menafsirkan, merencanakan,

mengatur dan melaksanakan informasi yang kompleks.

Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca


Stroke

Hasil penelitian menunjukkan bahwa social engagement pada pasien

pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan dengan kategori buruk

mengalami gangguan fungsi kognitif berat sebesar 19,1%. Kemudian berdasarkan

uji korelasi pearson didapatkan hasil ada hubungan social engagement dengan

fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

dengan nilai p=0,001 < α=0,05. Mengacu pada hasil uji statistik tersebut dapat

dijelaskan bahwa pasien pasca stroke dengan social engagement yang baik maka

akan semakin menurunkan fungsi kognitif dengan mengalami gangguan dan

sebaliknya pasien pasca stroke dengan social engagement yang buruk maka akan

semakin meningkatkan fungsi kognitif dengan gangguan berat pada pasien pasca

stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


61

Pada penelitian ini social engagement baik memiliki fungsi kognitif baik

sebesar 57,7%. Hal ini menunjukkan bahwa social engagement dalam bentuk

apapun berhubungan dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke di RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan, hal ini terjadi karena social engagement tersebut dapat

memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki

kebiasaan hidup sehat. Mempertahankan berbagai jenis social engagement

agaknya bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian

hari, meskipun demikian kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif

menyebabkan penurunan social engagement juga harus dipertimbangkan

mengingat neuropatologi yang diakitkan dengan gangguan kognitif dan demensia

sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul.

Sementara itu, sebanyak 23,8% responden memiliki social engagement

dengan kategori buruk tetapi tidak mengalami gangguan fungsi kognitif. Hal ini

terjadi karena stroke yang dialami responden tidak mengakibatkan komplikasi

stroke sehingga fungsi kognitif tetap baik. Hasil studi ini dipertegas oleh

pernyataan Kemenkes RI (2010) bahwa gangguan kognitif pasca stroke

tergantung pada lokasi kerusakan yang terkena, luas daerah infark atau

perdarahan dan derajat keparahan stroke tersebut. Adapun lokasi kerusakan terjadi

pada area otak bagian frontal. Jika lokasi kerusakan otak pada bagian yang lain

maka tidak ada mengalami gangguan fungsi kognitif.

Menurut James (2011), setiap penambahan skor aktivitas sosial,

diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif lebih lambat. Beberapa alasan

mengapa social engagement dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi

Universitas Sumatera Utara


62

kognitif karena aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum dan

mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial agaknya bersifat protektif

terhadap gangguan kognitif.

Menurut Barnes (2004) bahwa peranan social engagement diduga

mempengaruhi fungsi kognitif. aktivitas sosial di masyarakat ataupun

keanggotaan di kelompok masyarakat yang merupakan komponen social

engagement dapat mempertahankan kesehatan mental seseorang melalui beberapa

mekanisme: menyediakan dukungan sosial, memberikan pengaruh positif berupa

rasa berguna, menyediakan bantuan praktis bagi kegiatan sehari-hari seperti

membantu bepergian, dan membentuk keterikatan emosional

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian epidemiologis yang

sebagian besar menunjukkan bahwa social engagement merupakan faktor

protektif terhadap penurunan fungsi kognitif, meskipun ada juga yang tidak

menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi

kognitif, social engagement dianggap dapat memelihara fungsi kognitif .

Penelitian lain yang sesuai oleh Rosita (2012) menunjukkan bahwa

interaksi sosial berhubungan dengan fungsi kognitif yaitu hasil uji Chi Square

diperoleh X2 = 6,830 dan p = 0,00. Social engagement terbukti berpengaruh

terhadap fungsi kognitif, yaitu social engagement buruk meningkatkan risiko

terjadinya gangguan fungsi kognitif. Lanjut usia dengan social engagement buruk

memiliki risiko 2.093 (1.565–2.799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi

kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik.

Universitas Sumatera Utara


63

Dapat disimpulkan bahwa social engagement pada responden dalam

penelitian ini akan mempengaruhi fungsi kognitif. Artinya social engagement

buruk meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif. Pasien pasca

stroke dengan social engagement yang baik maka akan semakin meningkatkan

fungsi kognitif , kemudian sebaliknya pasien pasca stroke dengan social

engagement yang buruk maka akan semakin menurunkan fungsi kognitif pada

pasien pasca stroke di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Suatu penelitian deskriptif korelasi telah dilakukan untuk menguji

hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada pasien post stroke.

Penelitian ini dilakukan dari 13 Juli 2017 sampai 19 Juli 2017. Empat puluh tujuh

pasien post stroke telah direkrut menggunakan teknik consecutive sampling.

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan

data demografi, social engagement, dan fungsi kognitif. Kemudian hasil

penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji korelasi

pearson. Dalam bab ini akana menampilkan kesimpulan, implikasi pada

keperawatan, dan rekomendasi pada penelitian selanjutnya.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif

artinya social engagement yang baik maka fungsi kognitif pasien pasca stroke

tidak ada mengalami gangguan fungsi kognitif.

Saran

Temuan dalam penelitian ini akan memberikan informasi dalam hubungan

social engagement dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke. Selain itu

juga, temuan dalam penelitian ini akan memberikan informasi yang berharga bagi

64
Universitas Sumatera Utara
65

perawat dalam praktik klinis untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik

yang berhubungan dengan social engagement.

Temuan dalam penelitian ini akan memberikan suatu pemahaman dalam

pendidikan keperawatan yang berkaitan dengan social engagement dan fungsi

kognitif. Temuan ini juga memberikan bukti dalam mendukung pentingnya social

engagement dalam peningkatan fungsi kognitif. Sehingga, dosen keperawatan

dapat mengajarkan terkait social engagement dan fungsi kognitif pada pasien

pasca stroke.

Penelitian ini berkontribusi dalam memahami lebih baik tentang social

engagement dan fungsi kognitif. Akan tetapi, karena keterbatasan dalam

penelitian ini, penelitian selanjutnya direkomendasikan kepada pihak rumah sakit

untuk membuat kegiatan kelompok statis pasien pasca stroke khususnya persiapan

pengetahuan keluarga sebagai caregiver dalam meningkatkan kualitas hidup

pasien pasca stroke.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abdul, G. (2009). Managemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikiawa Press.

Abraham, R. A., John, R. S., & Wally, B. (2014). College-Readiness in Math: A


Conceptual Analysis of the Literature. Journal Articles; Information
Analyses; Reports – Evaluativ. Vol, 30 (2): 2-34.

Ali, Z. (2010). Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta : EGC.

Akiyama, H., K. Fujii., O. Yamasaki., T. Oono., & K. Iwatsuki. (1987).


Antibacterial action of several tannin against staphylococcus aureus.
Journal of microbial chemotherapy. 48: 487-491.

American Heart Association. (2010). Heart disease & stroke statistics – 2010
Update. Dallar, Texas: American Heart Association.

Barnes, & James, G. (2004). Secrets of customer relationship management.


Yogyakarta : Andi.

Barnes, L. L., Mendes de Leon, C.F, Wilson, R.S., Bienias, J.L., & Evans, D.A.
(2007). Social resources and cognitive decline in a population of older
african americans and whites. Journal of national institutes of health. 28,
63(12). 2322-6.

Bassuk, S. S., Glass, T.A., & Berkman, L.F. (1999). Social disengagement and
incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann
Intern Med.

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Blake, J. M., & Hawks, J. H. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8.


Singapore : Elsevier.

Bennet, D. A., Schneider J. A., Tang Y., Arnold, S. E., & Wilson, R. S. (2006).
The effect of social networks on the relation between Alzheimer’s
disease pathology and level of cognitive function in old people: a
longitudinal cohort study Lancet Neurol.

Birawa, A. B. P., & Amalia, L. (2015). Stroke pada usia muda. Staf bagian
neurologi fakultas kedokteran universitas padjadjaran, bandung. Vol.
42, 10.

66
Universitas Sumatera Utara
67

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2013). Latent tuberculosis
infection: A guide for primary health care providers. Georgia : U.S.
Department of Health and Human Services Centers for Disease Control
and Prevention National.

Crooks, V. C., Lubben, J., Petitti, D. B., Little, D., & Chiu, V. (2008). Social
network cognitive function, and dementia incidence among elderly
women. Am J Public Health. 2008;98:1221–1227. doi:10.2105/
AJPH.2007. 115923.

Cohen, S., & Wills, T.A. (1985). Stress, social support, and the buffering
hypothesis. Pittsburgh : Department Of Psychology Carnegie Mellon
University. 98:310-57, 1985.

Dinata, C.A., Safrita, Y., & Sastri, S. (2012). Gambaran Faktor Risiko dan Tipe
Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD
Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 –31 Juni 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas. Padang : FKUNAND.

Dorland, W. A. N. (2002). Kamus kedokteran dorland. Edisi XXIX. Jakarta:


EGC.

Drageset, S. (2004). Being in suspense: Women’s experiences awaiting breast


cancer surgery. Journal of Advanced Nursing, 67, 1941–1951.

Folstein, M. F., Folstein, S. E., & McHugh, P. R. (1975). Mini-mental state: A


practical method for grading the cognitive state of patients for clinician.
Journal of Psychiatr Ress. 12:189-98.

Friedman, M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga : riset, teori, dan praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Goldman, H. H., (2000). review of general psychiatry: an introduction to clinical


medicine. Edisi 5. Singapore: McGraw-Hill.

Henderson, S. M., & Perry R. L. (1981). Agricultural process engineering. John


Wiley. New York.

Herlina., (2010). Pengaruh Triterpen Total Pegangan (Centell Asiatica (L) Urban )
Terhadap Fungsi Kognitif Belajar dan Mengingat Pada Mencit Jantan
Albino (mus musculus ). JPS edisi khusus (C) Vol 10: pp 20-24.

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2013). Medical - surgical nursing:


clients – centered collaborative care. Edisi 9. Missouri: Saunders
Elsevier.

Universitas Sumatera Utara


68

Kang, (2012). Creativity And Character Education In Korean Elementary


Mathematics Textbooks. international congress on mathematical
education. Seoul : Korea.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI Dermawan D dan Rusdi.

Lawang & Robert, M. Z. (2005). Kapital sosial dalam perspektif sosiologik.


FISIP UI Press : Depok.

Leininger, M. (1991). Culture care diversity and universality: a theory of nursing.


new york. National League For Nursing Press.

Levasseur, M., Richard, L., Gauvin, L., Raymond, E. (2010). Inventory and
analysis of definitions of social participation found in the aging literature:
proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med, 71(12):2141-9.

Lewis & Harsonol. (2000). Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.

Lewis & Harsonol. (2011). Medical surgical nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.

Lewis, l. & Sharon. (2014). Medical surgical nursing: assessment and


management of clinical problem. Elsevier.

Lisnaini. (2012). Senam Vitalisasi Otak Dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif


Usia Dewasa Muda. Jakarta: Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia.

Markam. (2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: UI Press.

Meier & Klumb. (2005). The Accelerated learning handbook. Bandung: Kaifa.

Mendes de Leon. (2003). Social Resources And Cognitive Decline In A


Population Of Older African Americans And Whites. Neurology, vol 63,
no. 12, pp. 2322–6.

Murniasih, E., Rahmawati, A. (2007). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di
Bangsal l RSUP Dr. Soejarwadi Tirtonegoro Klaten. Jurnal kesehatan
Surya Medika Yogyakata. Diakses tanggal 26 Juni 2012, dari
http://www.google.co.id.

Muttaqin, A. (2008). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan


sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Universitas Sumatera Utara


69

Nehlig, A. (2010). Is Affeine a Cognitive Enhancer?. Journal of Aalzheimer’s


Disease, Vol. 20:85─94.

Ovina, Yulia. Riowastu, Idtrat & Yuwono. (2012). Hubungan Pola Makan, Olah
Raga dan Merokok Terhadap Prevalensi Penyakit Stroke Non
Hemoragik di RSUD Jambi. Jurnal Universitas Jambi.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing research: Generating and assessing
evidence of nursing practice. 9th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Patterson, C., Feightner, J.W., Garcia, A., Hsiung, G. Y. R., MacKnight, C. &
Sadovnick, A. D. (2008). Diagnosis and treatment of dementia: Risk
assessment and primary prevention of Alzheimer disease. CMAJ,
178(5):548-56.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Perencanaan dan pendokumentasian


perawatan pasien. Edisi III. Jakarta : EGC.

Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P. (2012). Retina. Jakarta: EGC.

Dewi, R. (2012). Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan Kemampuan Interaksi


Sosial Pada Lansia di Kelurahan Mandan Wilayah Kerja Puskesmas
Sukoharjo. Tesis : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Safitri. (2008). Kepatuhan Menderita DM Tipe III Ditinjau dari Lokus of Control.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Schreiner, M., & Colombet, H.H. (2005). From Urban To Rural: Lessons For
Microfinance From Argentina. Dev Policy Rev, 19(3):339–354.

Setiadi. (2008). Konsep dan proses keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P. & Uriarte, G.G. (1993).
Pengaturan metode penelitian. Jakarta : UI Press.

Smeltzer, Suzanne. (2006). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Alih bahasa
Agung Waluyo. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Strub, R.L. & Black, F.W. (2000). The mental status examination in neurology.
4th ed. F.A. Davis Company: Philadelphia.

Suparlan, Parsudi. (2009). Jaringan Sosial, dalam Media IKA Februari, No. 8/X,
hlm. 29-47. Jakarta: Ikatan Kekerabatan Antropologi Fakultas Sastra UI.

Universitas Sumatera Utara


70

Suryantika, F. (2013). Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke Post


Opname Di Poliklinik. diakses tanggal 19 Oktober 2013, dari
http://www.academia.edu/409208.

Taylor, dkk. (1986), The Acute Effects Of Exercise On Cigarette Cravings


Withdrawal Symptoms, Affect And Smoking Behaviour: A Systematic
Review, Addiction, 102, 534-543.

Taylor., & Laurence. (1989). Time to Listen; The Human Aspect in


Development. 80pp, ISBN:1853390046, ITP.

Trinita. (2013). Penurunan Fungsi Kognitif Pada Pasien Stroke di Poliklinik


Neurologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober
- Desember 2013. Jurnal e-Clinic, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014.

Wahyuni, A. S., & Azhar, C. (2011). Statistika kedokteran : Disertai dengan


aplikasi SPSS. Jakarta Timur : Bamboedoea Communication.

Wardhani, I. (2013). Prevalensi Gangguan Fungsi Kognitif Dan Depresi Pada


Pasien Stroke Di Irina F Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Skripsi: Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.Waxman, S.G. (2007).
The limbic system. In : Lange Neuroanatomy. New york: the macgraw-
hill companies. p. 28-30.

Wreksoatmodjo., & Riyanto, B. (2012). hubungan social engangement dengan


fungsi kognitif. Jakarta. CDK-190 39 (2).

WHO. (2007). Global Burden of Stroke. Diakses pada Senin, 25 April 2018, dari
http://www.who.int/cardiovascular_disease/en/cvd_atlas_15_burden_stro
ke.p df.

Aronson, W. (2002). Social psychology. Edisi 4. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-


Hall, Inc.

Wilson, R.S., Bennett, D.A., Bienias, J,L., Aggarwal, N.T., Mendes De Leon,
C.F., Morris, M.C., Schneider, J.A., & Evans, D.A. (2002) .Cognitive
activity and incident AD in a population-based sample of older persons.
Neurology, 59(12):1910–4.

Artati Y, (2014). Pengaruh Mobilisasi Dini Stroke Infark Terhadap Peningkatan


Pemulihan Fungsional di Ruang Merak II RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. diakses tanggal 2 November 2014,
www.academia.edu/3213757/.

Zhang. (2008). Total and High-Density Lipoprotein Cholesterol and Stroke Risk.
Stroke. 43:1768-74.

Universitas Sumatera Utara


71

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rinawati
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 27 Juli 1981
Alamat : Jl. Rawa Gg Kumis 2 No. 36 Medan
No. Telepon / HP : 081362666431
Email : rinawati046@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan:
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Al-Wasliyah Medan 1994
SMP MTs Negeri 2 Medan 1997
SMA SPK Pemda Tk.II Padang Pariaman 2000
Sarjana Keperawatan STIKESSU 2006
(S.Kep)
Pendidikan Profesi STIKESSU 2011
(Ners)

Kegiatan Akademik Selama Studi:


Panitia pada acara “Seminar Riset Kesehatan yang Berlandaskan Etika”, 06
November 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara Seminar “Utilitasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif dalam
Riset Keperawatan dan Kesehatan” dan Workshop “Computer Assisted
Qualitative Data Analysis Software (CAQDAS)”, 07 Desember 2013,
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara Seminar Nasional Keperawatan yang diselenggarakan dalam


rangka Dies Natalis Ke-5 Fakultas Keperawatan USU, 15 April 2015,
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


72

LEMBAR INFORMED CONSENT

Judul Penelitian:

Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Pasien Pasca Stroke

Peneliti :Rinawati

Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan

Indonesia

No. HP: 081362666431, e-mail: rinawati046@yahoo.co.id

Saya mengundang anda menjadi responden dalam penelitian saya yang

berjudul "Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Pasien Pasca

Stroke”. Penelitian ini dilakukan oleh Rinawati, Mahasiswa Magister (S2) pada

Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Indonesia, dibawah

bimbingan Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked., KJ., Sp.KJ (K). Tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan social engagement dengan

fungsi kognitif pasien pasca stroke. Jika anda setuju untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, anda akan diberikan kuesioner dengan pertanyaan tertutup, diisi dan

diberikan kepada peneliti atau kepala ruangan. Responden akan diberikan

informasi yang bermanfaat kepada perawat tentang Social Engagement dengan

Fungsi Kognitif Pasien Pasca Stroke.

Segala informasi diberikan akan dijaga kerahasiaan. Hasil penelitian ini

akan dipublikasikan untuk sebagai data penelitian dan tidak seorangpun dapat

mengidentifikasi indentitas dalam laporan penelitian. Anda dapat mengundurkan

Universitas Sumatera Utara


73

diri kapan pun selama dalam penelitian. Dalam penelitian ini tidak ada risiko fisik

maupun dan psikologis. Dengan menandatangani dibawah ini mengindikasikan

anda ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika anda mempunyai pertanyaan

tentang penelitian ini, anda dapat langsung menghubungi saya melalui No. HP:

081362666431, e-mail: rinawati046@yahoo.co.id

Tanda Tangan responden ---------------------- Tanggal --------------

Tanda Tangan peneliti ------------------------ Tanggal ---------------

Universitas Sumatera Utara


Nomor Responden:
74

..................................

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF


PASIEN PASCA STROKE DI RSUD. Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

A. Identitas Responden

Inisial Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan : SD DIPLOMA
SMP SARJANA
SMA
Pekerjaan : PNS IRT
Swasta Tidak Bekerja
Wiraswasta Buruh
Pensiunan dan Lain-lain
Penghasilan/bulan : < 1 Juta 2 Juta - 3 Juta
≥ 1 Juta ≥ 3 Juta

Status Perkawinan : Menikah Duda/Janda


Cerai Mati
Jumlah Anak :
Suku :
Tahap Perkembangan :
Orang yang paling berarti : Suami/istri Anak

Orang tua Teman

Berkomunikasi lewat : Pertemuan

Telpon

Universitas Sumatera Utara


75

B. Kuesioner Social Engagement

1. Seberapa sering Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda?


 Sekali atau dua dalam sehari
 Sekali atau dua dalam seminggu
 Sekali atau dua dalam sebulan
 Sekali atau dua dalam setahun

Pernyataan berikut menggambarkan hubungan anda dan angota/keluarga


anda.
No Pernyataan Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
2 Anggota keluarga memahami
kondisi saya
3 Saya perduli terhadap anggota
keluarga
4 Saya memahami masalah yang
dihadapi oleh anggota keluarga

Pernyataan berikut menggambarkan hubungan anda dan teman anda.


No Pernyataan Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
5 Saya diperdulikan oleh teman
6 Teman memahami kondisi saya
7 Saya mempercayakan teman
membantu permasalahan yang
saya hadapi
8 Saya berbicara dengan teman,
saat saya sedang cemas
9 Saya perduli terhadap teman
10 Saya memahami masalah yang
dihadapi teman

No Pernyataan Sering Kadang- Jarang Tidak


kadang pernah
11 Saya dibebani masalah teman
12 Saya dikritik teman
13 Saya dibiarkan saja ketika
membutuhkan mereka
14 Teman saya memperhatikan
ketika saya gelisah

Universitas Sumatera Utara


76

15. Seberapa sering teman yang datang kepada anda untuk meminta saran atau
bantuan
 Sekali atau dua dalam sehari
 Sekali atau dua dalam seminggu
 Sekali atau dua dalam sebulan
 Sekali atau dua dalam setahun

Silakan tentukan apakah masalah berikut terjadi pada anggota keluarga


anda dalam 12 bulan belakangan ini, jika “ya” silakan check list (√) dalam
kolom yang sesuai.
No Pertanyaan Jawaban
16 Penyakit Kronis atau disabilitas
17 Sering sakit ringan
18 Masalah emosional (misalnya sedih, cemas)
19 Masalah ketergantungan zat atau alcohol
20 Masalah keuangan (misalnya pendapatan rendah atau
hutang banyak)
21 Masalah di sekolah atau tempat kerja (misalnya gagal
studi, kehilangan pekerjaan)
22 Kesulitan menemukan atau mempertahankan suatu
pekerjaan
23 Adakah anggota keluarga yang mengalami masalah
perkawinan
24 Adakah anggota keluarga yang mengalami masalah
pelanggaran hukum
25 Adakah anggota keluarga yang mengalami kesulitan
bergaul dengan orang lain

C. Mini Mental State Examination (MMSE)


No. Aspek Kriteria Nilai Waktu
Kognitif Klien (detik)
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar:
1. Hari 10
2. Tanggal 10
3. Bulan 10
4. Tahun 10
5. Musim 10
Total 5
Dimana kita sekarang berada:
1. Jalan 10
2. Kelurahan 10
3. Kecamatan 10
4. Kotamadya 10
5. Propinsi 10
Total 5

Universitas Sumatera Utara


77

2 Registrasi Sebutkan nama 3 benda (sendok-gelas- 20


piring) (oleh peneliti) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing benda,
kemudian tanyakan kembali kepada
responden ketiga benda:
1. Sendok
2. Gelas
3. Piring
Total 3
3 Perhatian Minta responden untuk memulai dari 30
dan angka 100 kemudian dikurangi 7
kalkualsi sampai 5 kali/ tingkat
1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
Jika pasien tidak dapat atau tidak
melakukan, minta dia untuk
menyebutkan “dunia” dengan terbalik/
akhir ke awal (a-i-n-u-d)
Mintalah responden (buta huruf)
menyebutkan nama hari dalam
seminggu secara berurutan mulai dari
hari pertama (Senin, Selasa, Rabu,
Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu).
Kemudian mintalah responden
menyebutkan nama hari secara
berurutan dari belakang (Minggu,
Sabtu, Jum’at, Kamis, Rabu, Selasa,
Senin). Yang dinilai ialah sebutan
berurutan dari belakang
Total 5
4 Mengingat Minta responden untuk mengulang 10
kembali ketiga benda pada no. 2 (registrasi)
1. Sendok
2. Gelas
3. Piring
Total 3
5 Bahasa Tunjukan pada responden jam tangan 10
dan minta responden menyebutkan
Tunjukan pada responden pensil dan 10
minta responden menyebutkan
Total 2
Minta responden untuk mengulangi 10

Universitas Sumatera Utara


78

kata berikut:
“tak ada jika, dan atau tetapi”
Total 1
Minta responden untuk mengikuti 3
perintah ini:
1. Peganglah selembar kertas dengan 10
tangan kananmu
2. Lipat menjadi 2 10
3. Letakkanlah di lantai 10
Total 3
Baca tulisan dibawah ini dan 10
lakukanlah tanpa mengatakannya:
“PEJAMKAN MATA ANDA”
Total 1
Tulis sebuah kalimat 30
Total 1

Tirulah Gambar ini: 60

Total 1
TOTAL 30 320
NB:

Nilai :
1. Tidak ada gangguan, jika nilai MMSE = 24-30
2. Gangguan Ringan, jika jika nilai MMSE = 18-23
3. Gangguan Berat, jika jika nilai MMSE = 0-17

(Sumber: Folstain, 1975)

Universitas Sumatera Utara


79

Universitas Sumatera Utara


80

Universitas Sumatera Utara


81

Universitas Sumatera Utara


82

Universitas Sumatera Utara


83

Universitas Sumatera Utara


84

Universitas Sumatera Utara


85

Universitas Sumatera Utara


86

Universitas Sumatera Utara


87

Universitas Sumatera Utara


88

Universitas Sumatera Utara


89

Universitas Sumatera Utara


90

Universitas Sumatera Utara


91

Universitas Sumatera Utara


92

Universitas Sumatera Utara

You might also like