You are on page 1of 3

Bertahan di jogja

Sempat meninggalkan jogja adalah pikiran yang sering mampir ketika kekhawatiran

ku datang disaat hari hari wisudaku berjarak kurang lebih tak sampai satu bulan lagi. 4,5

tahun dikampus yang lazim dipertanyakan negrinya itu, membuat aku harus mengambil

keputusan yang tepat untuk kemana langkahku setelah wisuda. Subsidi orang tua masih

mengalir, sampai suatu ketika, aku tak ingin lagi dikirimi uang. Ku bilang pada ibuku kalau

aku harus bbm-an (benar benar mandiri). “oke” kesetujuan ibu serta bapakku membuatku

yakin. Hingga akhinya hal pertama yang hendak kulakukan ketika itu hanyalah berjualan.

Aku akhirnya mencari teman temanku yang mau dijualkan barangnya dan aku membantu

menjualkanya.

Pertama kali dimulai dari kegelisahan pika yang ingin menjual setrikaanya,waktu itu dia

ketika main kerumah kosnya. Ia menawari aku untuk menjual setrikaan miliknya dan akupun

lansung menyetujui. Lansung saja aku foto setrikaan uap nya itu dengan tiga angle berbeda

ditambah satu rekaman review video ala ala yang lansung dipandu oleh vika.

Malamnya lansung kuposting.

Kesokan malamnya aku bertemulah dengan seorang pembeli setrika uap itu. Setrika yang

telah kuambil kekosan vika lansung kuantarkan kerumah calon pembeli di daerah

madukismo. Sebelum sampai disana aku sengaja membelokan motorku singgah tempat arbi

temanku. Lalu mengajaknya pegi mengantarkan setrika tersebut.

Sampai disana disuasana pekampungan di selatanya jogja. Aku dan arbi berhenti di

pertigaan rumah dekat sawah – sawah yang ada disekitar. Aku menghubungi bapak pardi

yang hendak mebli setrika uap dan memberitahu tempat transaksi akan dilaksanakan. Tak
kunjung lama, pak pardi datang dan membawa sejumlah uang untuk transaksi dipinggir

sawah yang hanya di terangi lampuyang remang tersebut.

Sebelum pulang aku meminta arbi untuk mengabadikan moment bersama pak pardi setelah

menjual barang ini. Dari foto tersebut aku kirimkan kevika. Sivika anak sosialita matilism itu

melempar fotoku kesosmed dan bermunculanlah kawan2 yang lain hendak menjualkan

barang barangnya kepadaku.

Dari sanalah kepercayaan diriku bertambah. Hari ke hari ada saja teman teman

mengabariku untuk dijualkan barang. Seketika disuasana seperti itu hpku seringkali berbunyi

baik itu teman yang mau menjual maupun calon pembeli. Tanya jawab bin tawar

menawarpun terjadi. Sebuah peristiwa yang sempat menambal keyakinanku akan bertahan

sangat lama dijogja.

Seminggu kemudian. Hari kehari kupperhatikan dagangan onlenku semaki surut, postingan2

jualan di fb jarangkali kudapati pemberitahuan. Ditambah lagi barang dagangan yang

dijajakan tinggal seberapa. Aku bingung apa ada yang salah dari semua ini sampai tak ada

yang mau membeli daganganku. Disela sela uang yang kian menipis aku berani ambil

keputusan untuk mengambil barang dangangan temanku yang menjual satu paket isi dalam

kamarnya. Tidak ada alasan lain untuk tidak jualan. Skarang priuk nasi yang sering kupesan

onlen tersebut berakar dari penjualan barang barang bekas yang putar putar uangnya. Tapi

nasib berkatalain neraca tetap saja menurun tidak khayal uang modal ikut juga jatuh pada

lubang yang sama. Akhir kata aku memutuskan untuk mencoba lagi pada bidang lain, ide
bermuncul menjual kaos distropun muncul dihadapan aku parlin dan siong. Tapi apa hendak

mau dikata untuk modal awal pembuatan butuh dana yang lumayan, dan dana kami

tidaklah cukup untuk membeli bhaan tersebut. Akhirnya di ide ini berusaha kami keep.

Sampai ketika seseorang meyakinkan aku untuk berhenti total dan kembali menjaga

komitmen serta sekian alasanku untuk mencampakkan diri kejogja. Saat itulah keputusanku

mutlak wal total pada bidang kesenian. Aku kembali menyusun semuanya dari awal.

Melakukan mulai memperbaiki dari hal hal yang kecil mengelola semua dengan teratur dan

mempersiapkan jawaban dengan kenyataan bawasan tujuan awalku kejogjakarta adalah

mau menjadi sutradara.

You might also like