You are on page 1of 12

B.

MANAJEMEN ASUHAN KEPEAWATAN PROFESIONAL


a. Pengertian
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang
pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996 dalam Hamid, 2001).
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur,
yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan
akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat
tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang
independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi
kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud (Nursalam, 2014)

b. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan


(MAKP)
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus
didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan
asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan
keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan
efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu
model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil
yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien
terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang
baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan
pelanggan.
5. Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan
kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan
perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam
pelaksanaannya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya.
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab
merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal
yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya. (Nursalam, 2014)

c. Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada
dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan
keperawatan (Nuesalam, 2014)
1. Fungsional (bukan model MAKP).
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja
(misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.

Kepala Ruangan

Perawat: Perawat: Penyiapan


Kebutuhan dasar
Pengobatan Merawat instrumen

Pasien/Klien
Kelebihan:
a) manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang
jelas dan pengawasan yang baik
b) sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;
c) perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.
Kelemahan:
a) tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b) pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan;
c) persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan (Nursalam, 2014)

2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu.
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap,
unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.
Konsep metode Tim:
a) ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan;
b) pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin;
c) anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d) peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil
bila didukung oleh kepala ruang.
Kelebihannya:
a) memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b) mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c) memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan:
komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi
tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan
pada waktu-waktu sibuk.
Tanggung jawab anggota tim:
a) memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya;
b) kerja sama dengan anggota tim dan antartim;
c) memberikan laporan.
Tanggung jawab ketua tim:
a) membuat perencanaan;
b) membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;
c) mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien;
d) mengembangkan kemampuan anggota;
e) menyelenggarakan konferensi.
Tanggung jawab kepala ruang:
a) perencanaan:
1) menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing;
2) mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;
3) mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,
dan persiapan pulang, bersama ketua tim;
4) mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan;
5) merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;
6) mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien;
7) mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk
kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta
memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk;
8) membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;
9) membantu membimbing peserta didik keperawatan;
10) menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.
b) pengorganisasian:
1) merumuskan metode penugasan yang digunakan;
2) merumuskan tujuan metode penugasan;
3) membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;
4) membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim,
dan ketua tim membawahi 2–3 perawat;
5) mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses
dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;
6) mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,
7) mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;
8) mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat
kepada ketua tim;
9) memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien;
10) mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;
11) identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c) pengarahan:
1) memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;
2) memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik;
3) memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap;
4) menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan
dengan asuhan keperawatan pada pasien;
5) melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;
6) membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya;
7) meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d) pengawasan:
1) melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien;
2) melalui supervisi:
 pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,
mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan,
dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada
saat itu juga;
 pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua
tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta
catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas;
 evaluasi;
 mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;
 audit keperawatan. (Nursalam, 2014)

3. MAKP Primer.
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien
dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Kelebihan:
a) bersifat kontinuitas dan komprehensif;
b) perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri;
c) keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies, 1989 dalam Nursalam ,2014).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan
kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin ilmu.
Konsep dasar metode primer:
a) ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b) ada otonomi;
c) ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas perawat primer:
a) mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
b) membuat tujuan dan rencana keperawatan;
c) melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
d) mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain;
e) mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
f) menerima dan menyesuaikan rencana;
g) menyiapkan penyuluhan untuk pulang;
h) melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat;
i) membuat jadwal perjanjian klinis;
j) mengadakan kunjungan rumah.
Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
a) sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;
b) orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c) menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;
d) evaluasi kerja;
e) merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f) membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang
terjadi.
Ketenagaan metode primer:
a) setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat
dengan pasien;
b) beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer;
c) penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d) perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofesional sebagai perawat asisten (Nursalam, 2014)
4. MAKP Kasus.
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada
hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi
dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan
perawatan intensif (intensive care).
Kelebihannya:
a) perawat lebih memahami kasus per kasus;
b) sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya:
a) belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
b) perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama (Nursalam, 2014)

Kepala Ruang

Staff Perawat Staff Perawat Staff Perawat

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.


Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua
sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini
didasarkan pada beberapa alasan berikut.
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1
Keperawatan atau setara.
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c) Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat
pada primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar
adalah lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan
diberikan oleh perawat primer/ketua tim. (Nursalam, 2014)
Contoh (dikutip dari Sitorus, 2002):
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan
menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan
empat orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di
samping seorang kepala ruang rawat yang juga Ners. Perawat
pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat pelaksana
terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga orang) dan SPK (18
orang).
d. Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Terdapat beberapa tingkatan MAKP yang tertuang dalam tabbel berikut
(Nursalam, 2014):
Praktik Metode
Tingkat Keperawata Pemberian Ketenagaan Dokumentasi Aspek Riset
n Askep
MAKP Mampu Modifikasi 1. Jumlah sesuai Standar
Pemula memberikan keperawatan tingkat renpra
asuhan primer ketergantungan (masalah
keperawatan pasien
aktual)
profesi 2. Skp/Ners/DIV
tingkat (1:25-30 pasien)
pemula sebagai CCM
3. DIII
keperawatan sbg
PP perawat
pemula
MAKP I Mampu Modifikasi 1. Jumlah sesuai Standar 1. Riset
memberikan keperawatan tingkat renpra deskrptif oleh
asuhan primer ketergantungan (masalah PP
keperawatan pasien 2. Identifikasi
aktual dan
profesional 2. Spesialis masalah riset
tingkat I keperawatan (1: masalah 3. Pemanfaatan
9–10 pasien) hasil riset
risiko
sebagai CCM
3. S.Kep/Ners
sebagai PP
4. DIII keperawatan
sebagai PA
MAKP II Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical 1. Riset
memberikan kasus dan tingkat pathway/ eksperimen
asuhan keperawatan ketergantungan standar renpra oleh spesialis.
keperawatan pasien (masalah 2. Identifikasi
tingkat II 2. Spesialis masalah riset.
aktual dan
keperawatan (1 : 3. Pemanfaatan
3 PP) risiko) hasil riset
3. Spesialist
keperawatan (1:
9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan
sebagai PA
MAKP III Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical 1. Riset
memberikan kasus tingkat pathway intervensi
asuhan ketergantungan lebih banyak.
keperawatan pasien. 2. Identifikasi
tingkat III 2. Doktor masalah riset.
keperawatan 3. Pemanfaatan
klinik (konsultan) hasil riset.
3. Spesialis
keperawatan (1:3
PP)
4. S.Kp/Ners
sebagai PP

Dapus:
Hamid, A.Y.S., 2001. Peran Profesi Keperawatan Dalam Meningkatkan Tangung Jawab
Perawat Untuk Memberikan Asuhan Keperawatan Profesional Sehubungan Dengan
Undang-Undang Konsumen. 005/BS/PPNI

Sitorus, R. 2002. “Model Praktek Keperawatan Profesional. Seminar Nasional pada RAPIM PPNI.”
Februari. Malang.

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi
4. Jakarta: Salemba Medika

You might also like