You are on page 1of 43

RESPONSI

Trichuris trichiura (Cacing cambuk)

Oleh :

Audi Yudhasmara 170070201011136

Kienan Agni Dewanty 170070201011150

Ni’matul Udhma A H. 170070201011181

Pembimbing :

Dr. Dewi Indiastari, Sp.PD

LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2019
2

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................5

1.1 Latar Belakang ........................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................6

1.3 Tujuan ....................................................................................................6

1.4 Manfaat ..................................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….. ....8

2.1 Infeksi Cacing (Helminthes)...……………………………………….............9

2.2 Trichuris trichiura (Cacing cambuk)…...………………………….……....10

2.2.1Definisi dan Etiologi Penyakit Cacing Cambuk................................10

2.2.2 Morfologi ......................................................................................10

2.2.3 Siklus Hidup..…………………………………………… ...................11

2.2.4 Epidemiologi……………..…………………………………………….12

2.2.5 Faktor Risiko..…………………………………………… ..................12

2.2.6 Manifestasi Klinis..…………………………………………… ...........13

2.2.7 Diagnosis..…………………………………………… .......................15

2.2.8 Tatalaksana………………………………………… .........................16

2.2.9 Pencegahan………………………………………… ........................16

BAB 3 Laporan Kasus .....................................................................................17

BAB 4 Pembahasan .........................................................................................35

BAB 5 Kesimpulan...........................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................42


3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Siklus hidup T. Trichiura.................................................................11


4

DAFTAR TABEL

2.1.1 Tabel Klasifikasi Cacing................................................................................9

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi......................................................24

3.4.2 Pemeriksaan Laboratorium Urinalisis.…………..........................................25

3.4.3 Pemeriksaan Laboratorium Kimia………..…………....................................25

3.4.4. Pemeriksaan Tinja.……….…………...........................................................25

3.4.5 Pemeriksaan Mikroskopik….………….........................................................26

3.4.6 Pemeriksaan USG Abdomen…...................................................................26


5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi cacing adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit

(cacing) kedalam tubuh manusia. Cacing mempunyai tubuh yang simestris

bilateral dan tersusun dari banyak sel (multi seluler). Cacing yang penting atau

cacing yang sering menginfeksi tubuh manusia terdiri atas dua golongan besar

yaitu filum Platyhelmithes dan filum Nemathelminthes. Filum Platyhelmithes terdiri

atas dua kelas yang penting yaitu kelas Cestoda dan kelas Trematoda, sedangkan

filum Nemathelmithes kelasnya yang penting adalah Nematoda (Cacing gelang,

cacing cambuk, cacing tambang) (Price, et al. 2011). World Health Organization

menjelaskan bahwa infeksi cacing yang prosesnya dilakukan melalui tanah disebut

Soil Transmitted Helminths (STH). Empat spesies cacing yang paling sering

menyerang manusia dan tergolong STH adalah Ascaris lumbricoides, Necator

americanus, Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura. (WHO, 2012)

WHO memperkirakan ada sekitar 350 sampai 500 juta orang terinfeksi

cacing STH dengan usia yang paling sering adalah 5 sampai 15 tahun. Prevalensi

kecacingan sekitar 60% berada di wilayah Asia Tenggara. Wilayah ini juga

merupakan wilayah dimana intervensi pengobatan besar-besaran dilakukan (pada

tahun 2009, kurang lebih 145 juta anak-anak yang membutuhkan kemoterapi

preventif pengobatan), yaitu 64% berasal dari India, 15% berasal dari Indonesia,

dan 13% berasal dari Bangladesh. Di Indonesia, penyakit cacingan tersebar luas

baik di pedesaan maupun di perkotaan. Angka infeksi di Indonesia tinggi, tetapi

intensitas infeksinya (jumlah cacing dalam perut) berbeda-beda. (WHO, 2012)


6

Tingginya prevalensi infeksi STH di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor,

yaitu iklim tropis dengan kelembaban tinggi, keadaan sosial ekonomi rendah,

pencegahan dan pengobatan yang inadekuat, dan tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi. Anak usia sekolah dasar memiliki resiko tinggi tertular infeksi STH. Di

samping prevalensi yang tinggi, derajat infeksi (intensitas) pada anak usia SD lebih

tinggi dibanding kelompok usia lainnya walaupun usia dewasa juga dinyatakan

memiliki jumlah yang tidak sedikit. (Gandahusada, 2000)

Infeksi cacing di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang sering

dijumpai. Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi dipengaruhi oleh letak

geografis Indonesia yang beriklim tropis. Infeksi cacing ini erat hubungannya

dengan perilaku hidup sehat dan sanitasi lingkungan. Infeksi cacing bisa

menyebabkan morbiditas untuk semua golongan masyarakat, terutama golongan

penduduk yang kurang mampu. Infeksi cacing ini pun tersebar tidak hanya di

pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan (WHO, 2012).

Trichuriasis merupakan salah satu STH yang tercatatat memiliki frekuensi

yang tinggi di Indonesia. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya

berkisar antara 30-90 %. Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati.

Antihelminthik seperti tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang

memuaskan. Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh

Trichuris trichiura adalah Albendazole, Mebendazole dan Oksantel pamoate

(Gandahusada, 2000).

Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu masalah yang masih banyak

terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases),

sehingga masalah ini sering terlewatkan. Gambaran klinis dari infeksi cacing

sering kali tidak menampakkan gambaran yang jelas dan keluhan yang berarti,

tetapi infeksinya yang bersifat menahun akan mengakibatkan terjadinya


7

ketidakseimbangan pemenuhan kecukupan gizi. Infeksi cacing memang tidak

menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan

banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti

kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak

dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian (Price, et al. 2011)

Di Indonesia penyakit infeksi cacing merupakan masalah kesehatan

masyarakat terbanyak setelah malnutrisi. Uniknya, di daerah yang sangat endemik

STH terutama Trichuriasis, infeksi dapat dicegah dengan cara yang sederhana

seperti pengobatan pada penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan

pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci

tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah

adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk

(Gandahusada, 2000). Oleh sebab itu penting bagi kalangan masyarakat untuk

mengetahui bagaimana infeksi cacing ini terjadi dan bagaimana cara mengobati

serta cara pencegahannya (WHO, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja macam-macam infeksi cacing ?

2. Apa definisi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan dari

infeksi cacing Trichuriasis ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui macam-macam infeksi cacing.

2. Mengetahui definisi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, dan

pencegahan dari infeksi cacing Trichuriasis.

1.4 Manfaat

Menjadi landasan pembelajaran tentang tatalaksana bagi tenaga kesehatan

dokter muda di RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Cacing (Helminthes)

Terdapat berbagai macam jenis infeksi cacing yang telah diketahui, masing-

masing infeksi disebabkan oleh jenis cacing yang berbeda, masing-masing cacing

pun memiliki daur hidup yang berbeda pula sehingga memberikan tatalaksana

yang berbeda. Secara garis besar, Helminthes dibagi menjadi 2 filum,

Nemathelminthes dan Platyhelminthes. Filum nemathelminthes mempunyai satu

kelas yaitu nematoda. Nematoda pun dibagi lagi menjadi beberapa jenis, Soil

transmitted helminths (Ascaris, Hookworm, Strongyloides, Trichuris), non-soil

transmitted helminths (Enterobius, Trichinella, larva migrans), dan lymphatic and

tissue helminths (Wuchereria, Brugia). Sedangkan filum platyhelminthes dibagi

menjadi 2 kelas yaitu kelas Trematoda (Paragonimus, fasciola, schistosoma) dan

Cestoda (Tinea, Hymenolepis, Diphyllobothrium).

Soil Transmitted Helminth adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus)

dimana dalam perkembangannya / penularannya membutuhkan tanah untuk

menjadi bentuk infektif (Diktat Parasitologi FKUB, 2010). Di Indonesia, prevalensi

infeksi soil transmitted helminth cukup tinggi. Diperkirakan prevalensi

A.lumbricoides, T.trichiura dan hookworms adalah sekitar 75%, 50% dan 30%

(Widjana, 2000). Tingginya prevalensi infeksi soil transmitted helminth

berhubungan erat dengan hygiene lingkungan yang buruk dan status sanitasi yang

tidak sehat (Margono, 2010).


9

Trematod
a/
Ascaris Hookworm Cestoda/Taenia
Strongyloides Trihuris Enterobius Schistoso
Nematoda lumbricoide N.Americanus/ Solium;Taenia
stercoralis trichuria vermicularis ma
s A.Duodenale Saginata
Japonicu
m

Taeniasis
Ascariasis;
Ancylostomiasis/ Strongyloidia (saginata,solium Schistoso
Diseases Loeffler Trichuriasis Enterobiasis
Uncinariasis sis ); Cysticercosis miasis
syndrome
(solium)

Morfologi

Telur

Port d' Mouth,Inhala


Mouth Skin Skin Mouth Mouth Kulit
entry si

Cysticercus
Infective Infected Filariform Infected
Filariform larva Infected eggs cellulose:Cystice Serkaria
form egg Larva eggs
rcus bovis

Smaal
S.
Intestine
Japonicu
(jejenum,duo
Lumen m:
Small Intestine denum) Large
Habitat small Large Intens Small Intenstine plexus
Mucosa Betina : Intestine
intestine mesentric
mucosa
us
;Jantan:
superior
Lumen
DH Human Human Human Human Human Human Human

IH none None None None None Babi;Sapi Snail

Autoinfeksi
Lung
T.solium.Taenia
Migration; Diare,Malnutr Autoinfeksi,
Ground sis : Oriental
Patho & Obstructive Anemia,Loeffl isi,Prolaps retrograde
Itch,cough; diare,mual,munt schistoso
Symptoms ileus er Syndrome recti , Lung infection,peri
anemia ah; Cysticercosis miasis
,ectopis migration (-) anal pruritus,
: menyerang
ascariasis
otot,otak

Albendazol Pyrantel
e (Albenza) Thiabendazol Pamoat,Meb
Praziquan
Treatment Mebendazole e; Albendazole endazole, praziquantel
Mebendazo tel
Ivermectine pengobatan
le keluarga

Taeniasis :Tinja,
Graham scotch
Graham
tape, segmen
Tinja Kultur harada scotch
Pemeriksaan Pemeriksaan gravid di feses. Rectal
Diagnosis :dewasa, mori : bentuk adhesive
tinja : larva tinja :telur Cysticercosis : Snips
telur larva cellulose
biopsy jar
tape
subkutan,radiolo
gi

2.1 Tabel Klasifikasi Cacing (Diktat Parasitologi FKUB, 2010).


10

2.2 Trichuris trichiura (Cacing cambuk)

2.2.1 Definisi dan Etiologi Penyakit Cacing Cambuk

Trichuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh T.


trichiura (cacing cambuk) yang hidup di usus besar manusia khususnya caecum
yang penularannya melalui tanah. Cacing ini tersebar di seluruh dunia,
prevalensinya paling tinggi berada di daerah panas dan lembab seperti di negara
tropis dan juga di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk, cacing ini jarang
dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas atau sangat dingin. Cacing ini
merupakan penyebab infeksi cacing kedua terbanyak pada manusia di daerah
tropis (Castro GA,1996).

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Aphasmidia

Ordo : Enoplida

Superfamili : Trichuroidea

Famili : Trichuridae

Genus : Trichuris

Species : trichiura

2.2.2 Morfologi

Cacing dewasa menyerupai cambuk. 3/5 anterior seperti benang, ujungnya


terdapat kepala; esophagus sempit, 2/5 posterior lebih tebal, berisi usus dan
perangkat alat kelamin. Melekat pada intestinal manusia, sifatnya patogen,
menyebabkan appendicitis (Castro GA,1996)..
11

1) Jantan

Panjangnya 30-45 mm, bagian posterior melengkung ke depan


membentuk satu lingkaran penuh dan terdapat satu spikulum.

2) Betina

Panjangnya 30-50 mm, bagian posterior membulat tumpul. Vulva terletak


pada tubuh mulai menebal (Castro GA,1996).

2.2.3 Siklus hidup

Cacing betina setiap harinya menghasilkan 3000-4000 telur yang keluar


bersama tinja. Ukurannya 50x25 μm, seperti tempayan. Pada kedua ujungnya
terdapat operkulum, jernih dan menonjol. Perlu pematangan di tanah hangat,
basah, dan teduh selama 3-5 minggu. Perkembangan embrionya memerlukan dua
minggu sampai beberapa bulan tergantung dengan temperatur dan kelembaban.
Apabila telur infektif tertelan di proximal usus halus akan menetas dan keluar larva,
menetap 3-10 hari. Setelah dewasa, turun dan menetap di usus besar
(CDC,2013).
12

Gambar 3.1. Siklus hidup T. Trichiura (CDC,2013)

2.2.4 Epidemiologi

Trichuriasis masih merupakan infeksi cacing usus utama yang menyebar


melalui daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Pada tahun 1979, infeksi
tersebut menyerang 500-700 juta orang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Pada
tahun 1999, tingkat infeksi meningkat menjadi 1049 juta kasus, termasuk masing-
masing 114 dan 233 juta untuk anak-anak prasekolah dan sekolah, dan
menyebabkan 220 juta kematian. Pada tahun 2003, prevalensi global 28, 24, 20,
19, 17, 7 dan 2% diperkirakan untuk Asia Timur dan Kepulauan Pasifik, Afrika Sub-
Sahara, Asia Selatan, Cina, India, Timur Tengah dan Afrika Utara, masing-masing,
dan 795 juta orang menderita trikuriasis, terutama dewasa muda (Wright JE et
al,2018).
13

Sebaliknya, defisiensi besi tetap menjadi defisiensi mikronutrien yang


paling tinggi prevalensi dan umum di negara berkembang. Pada tahun 1991,
anemia defisiensi besi (IDA) mempengaruhi 1,3 miliar orang, pada tahun 2003,
angkanya meningkat menjadi sekitar 2 miliar. Tingkat pendidikan yang rendah,
kualitas air minum dan sanitasi yang buruk, dan kondisi lingkungan padat dapat
meningkatkan prevalensi trichuriasis. Kombinasi dari faktor-faktor ini bersama
dengan zat besi yang rendah dan peningkatan kebutuhan dalam masa bayi,
remaja dan kehamilan dapat berkontribusi pada IDA. Hubungan antara trikuriasis
dan IDA telah didokumentasikan dengan baik serta hubungan IDA dengan
kelahiran prematur, berat lahir rendah, fungsi gastrointestinal yang berubah,
morbiditas perinatal, penurunan pertumbuhan, perubahan perilaku,
perkembangan mental dan motorik, pemindahan zat besi yang lebih rendah ke
janin, mengurangi kapasitas kerja fisik dan gangguan sistem kekebalan tubuh
(Wright JE et al,2018).

2.2.5 Faktor risiko

Sebuah meta-analisis terbaru menjelaskan efek air, sanitasi, dan


kebersihan pada infeksi STH melaporkan bahwa akses ke air pipa dan pengolahan
air yang tepat dikaitkan dengan risiko yang lebih rendah dari infeksi A. lumbricoides
dan T. trichiura. Studi kami menemukan bahwa penggunaan air sungai atau sumur
dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi A. Lumbricoides (Manz et al, 2017).

Di wilayah studi, sumber utama air minum di wilayah studi adalah mata air
pegunungan (jauh dari area tempat tinggal manusia, disalurkan setelah curah
hujan dan filtrasi yang luas), diikuti oleh sumur atau sungai (keduanya dekat
dengan area hidup dan rentan terhadap polusi tinja) . Selain itu, beberapa rumah
siswa (14,33%) menggunakan sungai atau air sumur sebagai sumber air minum
dan 84,42% anak-anak sekolah terbiasa minum air yang tidak direbus (Manz et al,
2017).

Helminthiasis yang ditularkan melalui tanah, dianggap terkait dengan


malnutrisi dan anemia defisiensi besi, serta memiliki dampak negatif pada
perkembangan fisik dan kognitif anak-anak. Oleh karena itu, mengurangi faktor
risiko menjadi strategi penting untuk mengendalikan STH. Cryptosporidium
biasanya ditularkan melalui rute fecal-oral, melalui konsumsi makanan yang
terkontaminasi tinja manusia atau hewan domestik atau air yang tidak diobati.
14

Siswa yang tinggal di kampus (89,10%) makan tiga kali di kantin sekolah. Sekolah
dasar yang kami pilih pada dasarnya adalah sekolah asrama. Mayoritas siswa
tinggal di asrama sekolah selama 5 hari per minggu dan kembali ke rumah selama
liburan dan akhir pekan. Salah satu alasan yang mungkin untuk hubungan infeksi
Cryptosporidium dengan makan di kantin sekolah adalah kurang kesempatan
untuk kontak dengan hewan peliharaan. Memelihara hewan domestik dikenal
sebagai faktor risiko infeksi Cryptosporidium. Alasan lain yang mungkin adalah
bahwa sekolah memiliki fasilitas sanitasi yang lebih baik dan air yang lebih aman,
melindungi para siswa yang tidak memiliki akses ke fasilitas ini di rumah.
Pemerintah daerah telah memperhatikan keamanan air minum sekolah (Manz et
al, 2017)

2.2.6 Manifestasi klinis

Pada infeksi yang berat dan khronis gejalanya mirip dengan infestasi
cacing tambang, dapat juga seperti appendicitis atau amoebic dysentery.
Trichiuriasis terutama menyerang anak usia 1-5 tahun. Infeksi ringan biasanya
tanpa gejala, ditemukan kebetulan pada waktu pemeriksaan tinja rutin.

Gejala klinis yang timbul terutama adalah akibat pengaruh :

1) Traumatik/mekanik disebabkan karena pengaruh perlekatan cacing pada


dinding mucosa:

- irritasi dan peradangan lokal

- penyumbatan / blok pada appendix

- anaemia karena perdarahan khronis

2) Reaksi allergi:

a. Biasanya sangat kecil, tapi dapat menyebabkan colitis, proctitis dan


secondary anaemia. Seperti pada infeksi cacing usus yang lain,
manifestasi klinis yang tidak khas lainnya dapat pula timbul, seperti gelisah,
tak bisa tidur, kehilangan nafsu makan dengan sedikit eosinophili, kadang-
kadang urticaria

b. Pada infeksi kronis dan sangat berat menunjukkan gejala-gejala:


15

c. Anemi berat, Hb turun mencapai 3 gr% (seekor cacing tiap hari


menghisap darah ±0,005 cc)

d. Diare dengan tinja sedikit dan mengandung sedikit darah

e. Sakit perut, mual, muntah serta berat badan menurun

f. Kadang-kadang disertai prolapsus recti (Viswanath A,2018).

2.2.7 Diagnosis

Pasien biasanya akan tinggal di atau telah mengunjungi daerah-daerah


yang endemik cacing gelang. Pasien biasanya akan mengeluh sakit perut, buang
air besar yang menyakitkan, ketidak nyamanan perut, dan keluarnya lendir.
Prolaps dubur diketahui terjadi pada investasi berat. Anak-anak dapat
mengembangkan anemia, keterbelakangan pertumbuhan, dan bahkan
perkembangan kognitif yang terganggu. Dua yang terakhir diduga disebabkan oleh
kekurangan zat besi dan nutrisi yang buruk karena beban cacing dan bukan
merupakan penyebab langsung dari serangan tersebut (Viswanath A,2018).

Diagnosis dibuat dengan menggunakan metode Kato-Katz untuk


menghitung telur per unit berat tinja. Sejak telur dicerna untuk perkembangan
cacing dewasa, ada jeda waktu sekitar tiga bulan. Selama periode ini, mungkin
tidak ada tanda-tanda investasi dan tinja mungkin tidak menunjukkan bukti adanya
telur atau kotoran (Viswanath A,2018).

Ada laporan kasus pasien yang melaporkan gejala di daerah yang kaya
sumber daya di mana diagnosis dibuat dengan kolonoskopi. Temuan klasik adalah
"coconut cake rectum." Baru-baru ini ada penelitian yang menunjukkan whipworm
dance di ultrasound, dan ini adalah modalitas yang dapat dengan mudah
digunakan di pada negara miskin sumber daya (Viswanath A,2018).

Tes PCR saat ini sedang dikembangkan dan digunakan. Ini telah
meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas mendeteksi whipworm (Viswanath
A,2018).

2.2.8 Tatalaksana

Anthelminthic Medications (obat yang membersihkan tubuh dari cacing


parasit), seperti albendazole dan mebendazole, merupakan obat pilihan untuk
16

pengobatan trichuriasis. Mebendazole dengan dosis 100 mg dua kali per-hari


selama 3 hari berturut-turut, tidak tergantung berat badan atau usia penderita.
Obat seperti Thiabendazole dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang baik.
Penyedia layanan kesehatan dapat melakukan kembali pengujian tinja setelah
tahap perawatan. Suplemen zat besi mungkin juga akan diresepkan jika orang
yang terinfeksi menderita anemia (Kazura dan Dent, 2011).

2.2.9 Pencegahan

Pencegahan yang utama adalah kebersihan, sedangkan infeksi di daerah


yang sangat endemic dapat dengan:

1. Membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran


lingkungan oleh telur cacing.

2. Mencuci tangan sebelum makan.

3. Pendidikan terhadap masyarakat terutama anak-anak tentang sanitasi dan


hygiene.

4. Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum dimakan (Adegnika


AK, 2015)
17

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. IK
No Rekam Medis : 11427213
Umur : 20 Tahun
Tanggal lahir : 30/06/1998
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Homba Rande, Sumba Barat
Pekerjaan : Mahasiswi
Pendidikan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Suku : Sumba
Agama : Katholik

3.2 Anamnesis
Autoanamnesa (13/02/2019)
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Nyeri Perut Kanan Bawah
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dirasakan
sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan nyeri
tidak spesifik di kanan bawah dirasa seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul.
Pasien sempat mengkosumsi obat nyeri yang dibelinya sendiri untuk
mengurangi nyeri perut namun tetap kembali nyeri.
Pasien juga mengeluh Mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu. Keluhan
disertai Lemas badan dan demam. Pasien mengatakan tidak sempat mengukur
demamnya.
Keluhan lain pasien nyeri saat berkemih sejak 5 hari yang lalu. Pasien
mengatakan sering bolak-balik untuk pipis, sehari bisa ke kamar mandi 15kali.
Riwayat BAK darah (-). BAB saat ini dalam batas normal.
Riwayat penyakit terdahulu
Pasien pernah mengalami diare pada beberapa bulan lalu karena suka
memakan tanpa sendok. DM (-),HT (-), alergi (-)
18

Riwayat pengobatan
Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk keluhannya saat ini.
Riwayat penyakit keluarga
Adik pasien sempat masuk rumah sakit karena anemia dan cacingan.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Orang tua dan kedua
saudara pasien tinggal di Sumba. Pasien merupakan seorang mahasiswa di
salah satu universitas swasta di Malang. Pasien merantau dari Sumba barat
dan tinggal di kos dekat kampus. Sehari-hari pasien lebih suka mengkonsumsi
makanan tanpa menggunakan sendok dan seringkali pasien makan di pinggir
jalan.
Riwayat Pribadi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat.
Hobi : membaca novel
Olah raga : berenang
Merokok : pasien tidak merokok
Minum alkohol : pasien tidak pernah minum alkohol
Hubungan seks : pasien belum menikah

3.3 Pemeriksaan Fisis


Status pasien saat di IGD RSSA tanggal 13 April 2019
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Berat badan : 48 kg
 Tinggi badan : 159 cm
 BMI : 19 kg/m2
 Kesadaran : compos mentis (GCS: 456)
 Tensi : 110/70 mmHg
 Nadi : 90 bpm
 Pernafasan : 20 tpm
 Suhu axilla : 37,9 °C
 SpO2 : 98% RA
19

Review of the System

Lelah + Nafsu makan Menurun dibandingkan


sebelum sakit
Penurunan Tidak Anoreksia -
Umum
BB dievaluasi
Demam + Mual +
Menggigil - Muntah +
Berkeringat - Abdomen Perdarahan -
Rash - Melena -
Kulit Gatal - Nyeri + kanan bawah
Luka - Diare +
Tumor - Konstipasi -
Kepala Sakit kepala + BAB cair
Nyeri - Hemoroid -
leher
Kaku leher - Hernia -
Trauma - Hepatitis -
Kacamata - Perdarahan -
Gatal - Spotting -
Ikterus - Sekret -
Mata Merah - Gatal -
Nyeri - Penyakit -

Gineko- kelamin
Diplopia - logi Kontrasepsi -
Visus - Menarche -
Pendengaran Dbn Siklus haid -
Telinga Infeksi
nnnn - Menopause -
Nyeri - Kehamilan -
Tinnitus - Prematur -
Vertigo - Abortus -
Sekret - Pap smear -
Kering - Nyeri

Berdarah - Gatal
Alat
Hidung Nyeri - Sekret
Buntu - kelamin Penyakit -
laki-laki kelamin
Berbau - Ulkus
Halusinasi - Gatal
Bersin-bersin - Ereksi
Nyeri - Disuri -
Ginjal
Kering - Hematuri -
Suara serak - dan Inkontinensia -
Nokturia -
20

Menelan Baik saluran Frekuensi -


Mulut & Sakit - Batu -
kencing
tenggo- Gigi
menelan Dbn Infeksi -
rokan Gusi Dbn Hemato- Anemia +
logi
Infeksi -
Batuk - Perdarahan -
Riak - Diabetes -

Nyeri - Endokrin Perubahan -


Perna-
Mengi - Goiter
BB -
fasan
Sesak nafas - Toleransi -
Hemoptisis - Asupan -
temp
Pneumonia - Trauma
cairan -
Nyeri pleuritik - Nyeri -
TB - Musku- Kaku -
Payu- Sekret - loskeletal Bengkak -
Nyeri - Lemah -
dara
Perdarahan - Nyeri -
Infeksi - Kram
punggung -
Angina - Sinkop -
Sesak nafas - Kejang -
Ortopnea - Sistem Tremor -
PND - syaraf Nyeri -
Jantung
Edema - Sensorik -
Murmur - Tenaga Dalam batas normal
Palpitasi - Daya ingat Dalam batas normal
Infark - Kecemasan -
Hipertensi - Tidur -
Klaudikasio Depresi -
Tidak Emosi
Flebitis Halusinasi -
Vaskuler
Ulkus dilakukan
Arteritis
Vena
varikose
Kulit

Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, Pigmentasi normal berwarna sawo


rash, luka, infeksi, tumor, petekie, matang, tekstur lentur, turgor dalam
hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku, batas normal, rash (-), luka (-) infeksi (-),
rambut petechiae (-), hematom (-), eksoriasi (-),
ikterus (-), kuku dalam batas normal,
Palpasi: nodul, atrofi, sklerosis
rambut hitam.
21

Nodul (-), atrofi (-), sklerosis (-).

Kepala dan Leher

Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, Bentuk kepala normocephal, sikatrik (-),


pembengkakan pembengkakan KGB nyeri tekan (-),
tiroid ditengah trakea, tidak ada deviasi,
Palpasi: Kelenjar limfe,
pulsasi vena dalam batas normal.
pembengkakan, nyeri tekan, tiroid,
trakea, pulsasi vena Bruit (-)

Auskultasi: Bruit JVP R+1 cm H2O, 30o

Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk Kaku kuduk (-)

Telinga

Inspeksi: Serumen, infeksi, membran Serumen (-), Infeksi (-), membran


timpani, tophi tymphani dalam batas normal, mastoid
dalam batas normal, massa (-)
Palpasi: Mastoid, massa

Hidung

Inspeksi: septum, mukosa, sekret, Sekret (-), polip (-), nyeri (-), perdarahan
perdarahan, polip (-)

Palpasi: nyeri

Rongga Mulut dan Tenggorok

Inspeksi: pigmentasi, leukoplakia, Leukoplakia (-), Ulkus (-), tumor (-), gusi
ulkus, tumor, gusi, gigi, lidah, faring, tidak ada pendarahan, infeksi (-), lidah,
tonsil faring, tonsil dalam batas normal.

Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah Nyeri (-), tumor (-), kalenjar ludah dalam
batas normal.

Mata

Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik


pucat, kornea, arkus, merah, infeksi, (-), sklera mata eritem -/-, infeksi (-), air
22

air mata, tumor, perdarahan, pupil mata dalam batas normal, tumor (-),
(kanan dan kiri), lapangan pandang pendarahan (-), pupil dalam batas
normal, reflek cahaya (+)/(+).
Palpasi: tonometri
Tonometri tidak dilakukan.
Fundoskopi
Funduskopi tidak dilakukan.

Toraks

Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, I : Simetris


irama, payudara, tumor
P : D= S, D = S
Palpasi: Stem fremitus
P:S S
Perkusi: resonansi
S S
Auskultasi: suara nafas, rales, ronki,
S S
wheezing, bronkofoni, peqtoryloquy
A : V V Rh - - Wh - -

V V - - - -

V V - - - -

Jantung

Inspeksi: iktus I : Iktus tidak terlihat

Palpasi: iktus, thrill P : Iktus teraba di ICS V MCL (S)

Perkusi: batas kiri, batas kanan, P : RHM ~ SL (D)


pinggang jantung
LHM ~ iktus
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, A : S1, S2 single, murmur (-)
irama) S1, S2, S3, S4, gallop, murmur,
efection click, rub

Abdomen
23

Inspeksi: kontur, striae, sikatrik, vena, Flat, soeffl, BU (+) N, nyeri tekan
caput medusae, hernia kanan bawah (+), Liver span 10 cm ,
Traube space thympani dan limpa tidak
Palpasi: nyeri, defans/rigiditas, massa,
teraba
hernia, hati, limpa, ginjal

Perkusi: resonansi, shifting dullness,


undulasi

Perkusi: peristaltik usus, bruit, rub

Punggung

Inspeksi: postur, mobilitas, skoliosis, Dalam batas normal


kifosis, lordosis

Palpasi: nyeri, gybus, tumor

Ekstremitas

Inspeksi: gerak sendi, pembengkakan, Pembengkakan pada ekstremitas (-),


merah, deformitas, simetri, edema, edema (-), pucat (-), panas (-), nyeri (-),
sianosis, pucat, ulkus, varises, kuku massa (-)

Palpasi: panas, nyeri, massa, edema,


denyut nadi perifer

Alat Kelamin

Laki-laki: sirkumsisi, rash, ulkus, sekret,


massa, nyeri

Perempuan: introitus, vagina, serviks,


Tidak dievaluasi
uterus, adneksa, nyeri, tumor

Rektum

Hemoroid, fisura, kondiloma, darah, Tidak dievaluasi


sfingter ani, massa, prostat

Neurologi
24

Berdiri, gaya jalan, tremor, koordinasi, Gaya jalan normal, tremor (-), koordinasi
kelemahan, flaksid, spatik, paralisis, baik, flaksid (-), spastik (-), paralisis (-),
fasikulasi, saraf kranial, reflek fisiologis, fasikulasi (-), saraf kranial tidak
reflek patologis menunjukkan kelainan, reflek fisiologis
normal, reflek patologis (-)

Bicara

Disartria, apraksia, afasia Disartria (-), apraksia (-), afasia (-)

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Tanggal 13-02-2019


Lab Nilai Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,50 g/dL 11.4-15.1

Eritrosit 4,96 106 / uL 4.0-5.0

Leukosit 9,72 103 / uL 4.7-11.3

Hematokrit 33,90 % 38-42

Trombosit 448.103 /uL 142-424.103

MCV 68,30 fL 80-93

MCH 21,20 pg 27-31

MCHC 31 g/dL 32-36

RDW 18,40 % 11.5-14.5

PDW --- fL 9-13

MPV --- fL 7.2-11.1

P-LCR --- % 15.0-25.0

PCT --- % 0.150-0.400

Hitung Jenis

Eosinophil 13,6 % 0-4

Basophil 0.5 % 0-1

Neutrophil 63,4 % 51-67

Limfosit 17,8 % 25-33

Monosit 4,7 % 2-5


25

Lain-lain -

3.4.2 Pemeriksaan Laboratorium Urinalisis Tanggal 13-02-2019


Lab Nilai Nilai Rujukan
Kekeruhan jernih
Warna kuning
pH 8,0 4,5-8,0
Berat Jenis 1,015 1,005-1,030
Glukosa Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 3,2 <17
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Negatif Negatif
Darah 1+ Negatif
10x
Epitel 2,0 LPK <3
Silinder Negatif LPK
40x
Eritrosit 9,9 LPB <3
Eumorfik - %
Dismorfik - %
Lekosit 1,7 LPB <5
Kristal - LPB
Bakteri 115,9 x103/mL <93 x103/mL
Lain-lain -

3.4.3 Pemeriksaan Laboratorium Kimia Klinik Tanggal 14-02-2019


Besi (Fe/Iron) 39 49-151ug/dL
TIBC 345 250-350ug/dL
Saturasi trasnferin 11 % 16-45%
26

3.4.4. Pemeriksaan Tinja Tanggal 15-02-2019


Lab Nilai Nilai Rujukan
Warna Coklat
Keadaan/Bentuk Lembek
Elemen Negatif
Epitel + LBP Negatif - Positif 1
Leukosit 1 - 2 LBP <5
Eritrosit Negatif Negatif
Parasit Negatif Negatif
Telur cacing Negatif Negatif
Identifikasi telur Negatif Negatif
Larva Negatif Negatif
Identifikasi larva Negatif Negatif
Trophozoit Negatif Negatif
Identifikasi tropozoit Negatif Negatif
Cyste Negatif Negatif
Identifikasi cyste Negatif Negatif
Sisa makanan +
Serat otot - <10
Serat tumbuhan + -/+
Pati (amylum) Negatif -/+
Butir lemak Negatif Steatorhoa >60
Lain lain Bakteri +++
Occult Blood Test Negatif

3.4.5 Pemeriksaan Mikroskopik (15-02-2019)

Didapatkan bentukan telur Trichuris Trichiura


27

3.4.6 Pemeriksaan USG Abdomen (16-02-2019)

Kesimpulan : USG Abdomen dalam batas normal


POMR

Initial Planning
Cue and Clue Problem List
Diagnosis Diagnosis Terapi Moni - Edu
Nn. IK /21th /R.28 1. Chronic 1.1 USG  Bed rest PMo :
Right Lower Appendicitis Abdomen  Diet lunak TKTP Keluhan
Quadran
Subjektif 1.2 Pelvic  IVFD NaCl 0,9% : Tanda-tanda vital
 Nyeri perut kanan abdominal pain Inflamatory VAS
Tutofusin = 2:1
bawah sejak 2 minggu + nausea
vomiting + low
Disease  IV Metoklopramid
yang lalu. Hilang 1.3 Urinary PEd :
grade fever 3x10mg
timbul. Rasanya Tract Penyebab dan tatalaksana penyakit
seperti ditusuk tusuk
 IV Ranitidin 2x1
Infection  IV Buscopan 3x1
 Mual (+) muntah (+)
 Demam (+)  PO PCT
 Nyeri saat berkemih 3X500mg
(+)
 Anyang anyangen (+)

Objektif
Tax 37,90C
Abdomen : Nyeri tekan
kanan bawah (+)
Laboratory
Hitung Jenis
13,6/0,5/63,4/17,8/4,7
PLT 448.000 /uL
WBC 9.270 /uL
29

Subjektif 2. Urinary -kultur urin  PO PCT PMo :


 Nyeri saat berkemih Tract Infection -sensitivitas 3X500mg Subjektif
sejak 5 hari SMRS(+) antibiotik  PO Amoxicilin Vital sign
 Jarang minum air putih 3x500 mg
 Anyang anyangen (+) PEd :
Banyak minum air putih
Objektif
Tax 37,90C
Abdomen : Nyeri tekan
kanan bawah (+)

Laboratory
UL bakteri
115.900/mL

Subjektif 3. Anemia 3.1 Chronic SI, TIBC, PO Sulfas Ferosus PMo :


 Lemas badan sejak Hipokrom disease Saturasi 2x200mg Subjektif
satu hari SMRS (+) Mikrositer 3.1.1 Infecti Transferin Vital sign
on CBC
Objektif
3.2 Fe PEd :
Konjungtiva anemis
deficiency Penyebab dan tatalaksana penyakit
(+/+)

Laboratory
Hb 10,50 g/dL
MCV.MCH
68,30/21,20
30

LAMPIRAN

Tanggal Subjective Vital Sign Physical Lab Assessment Pdx Treatment Monitoring/
Examination Edukasi
13/02/2019  Nyeri perut kanan GCS : 456 Abdomen : nyeri (13/02/2019) 1. Chronic Right Lower USG  Bed rest PMo :
bawah sejak 2 TD : 110/70 tekan perut kanan Hb 10,50 g/dL Quadran abdominal Abdomen  Diet lunak TKTP Subjective
minggu yang lalu. N : 90x bawah (+) MCV.MCH pain + nausea  IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin Vital Sign
Hilang timbul. RR : 20x 68,30/21,20 vomiting + low grade SI,TIBC, = 2:1 VAS
HJ13,6/0,5/63,
Rasanya seperti Tax : 37,9 fever Saturasi  IV Metoklopramid 3x10mg
4/17,8/4,7
ditusuk tusuk SpO2 : 98% RA 1.1 Appendicitis Transferin  PO PCT 3X500mg PEd :
PLT 448.000
 Mual (+) muntah (+) VAS 5/10 WBC 9.270 1.2 Pelvic  PO Sulfas Ferosus Penyakit,
 Demam (+) UL bakteri Inflamatory Prognosis,
2x200mg
Tatalaksana
 Lemas badan (+) 115.900/mL Disease  PO Amoxicilin 3x500mg Banyak
 Nyeri saat berkemih 1.3 Urinary Tract (H1) minum air
(+) Infection
putih
 Anyang anyangen (+) 2. Urinary Tract
Infection
3. Anemia Hipokrom
Mikrositer
3.1 Chronic blood
loss
3.1.1 Infection
3.2 Fe deficiency
31

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Subjective Vital Sign Physical Lab Assessment Pdx Treatment Monitoring/
Examination Edukasi
14/02/2019 - Nyeri perut kanan GCS : 456 Abdomen : nyeri (13/02/2019) 1. Chronic Right Lower USG  Bed rest PMo :
bawah (+) TD : 90/60 tekan perut kanan Hb 10,50 g/dL Quadran abdominal Abdomen  Diet lunak TKTP Subjective
- Mual muntah N : 86x bawah (+) MCV.MCH pain + nausea  IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin Vital Sign
berkurang 68,30/21,20
RR : 16x vomiting + low grade Fecal smear = 2:1 VAS
- Demam (-) HJ13,6/0,5/63,
- Tax : 37,0 fever  IV Metoklopramid 3x10mg
4/17,8/4,7
SpO2 : 98% RA 1.1 Appendicitis  IV Ranitidin 2x1 PEd :
PLT 448.000
VAS 4/10 WBC 9.270 1.2 Pelvic  IV Buscopan 3x1 Penyakit,
Inflamatory Prognosis,
UL bakteri  PO PCT 3X500mg
Disease Tatalaksana
115.900/Ml  PO Sulfas Ferosus Banyak
1.3 Urinary Tract 2x200mg minum air
Infection
(14/02/2019)  PO Amoxicilin 3x500mg putih
Fe/iron39ug/dl 2. Urinary Tract
(H2)
TIBC 345Ug/dl Infection 
Saturasi 3. Anemia Hipokrom

transferin11% Mikrositer
3.1 Chronic blood
loss
3.1.1 Infection
3.2 Fe deficiency
32

LAMPIRAN

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Subjective Vital sign Physicalexaminati Lab asessment pdx treatment Monitoring/e
on dukasi
15/02/2019 - Nyeri perut kanan GCS : 456 Abdomen : nyeri (13/02/2019) 1. Chronic Right Lower USG  Bed rest PMo :
bawah berkurang TD : 100/60 tekan perut kanan Hb 10,50 g/dL Quadran abdominal Abdomen  Diet lunak TKTP Subjective
- Mual (-) Muntah (-) pain + nausea
N : 87x bawah (-) MCV.MCH  IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin Vital Sign
- Nyeri saat berkemih 68,30/21,20 vomiting + low grade
RR : 18x = 2:1 VAS
berkurang HJ13,6/0,5/63, fever
Tax : 36,2 1.1 Appendicitis  IV Metoklopramid 3x10mg
4/17,8/4,7
SpO2 : 98% RA 1.2 Pelvic Inflamatory  IV Ranitidin 2x1 PEd :
PLT 448.000
VAS 3/10 WBC 9.270 Disease  IV Buscopan 3x1 Penyakit,
Prognosis,
UL bakteri 1.3 Urinary Tract  PO PCT 3X500mg
Tatalaksana
115.900/Ml Infection  PO Amoxicilin 3x500mg -Banyak
2. Urinary Tract (H3) minum air
(14/02/2019) Infection  PO Sulfas Ferosus putih
Fe/iron39ug/dl 3. Trichuriasis 2x200mg -Cuci tangan
TIBC 345Ug/dl  PO Mebendazole 2x100mg sebelum dan
Saturasi (H1) sesudah
transferin11%
makan

(15/02/2019)
Fecal Smear
Ditemukannya
bakteri +++
bentukan telur
trichuris
trichiura
33

LAMPIRAN

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Subjective Vital sign Physicalexaminati Lab asessment pdx treatment Monitoring/e
on dukasi
16/02/2019 - Nyeri perut kanan GCS : 456 Abdomen : nyeri (13/02/2019) 1. Trichuriasis -  Bed rest PMo :
bawah berkurang TD : 100/70 tekan perut kanan Hb 10,50 g/dL 2. Urinary Tract  Diet lunak TKTP Subjective
- Nyeri saat berkemih N : 86x bawah (-) MCV.MCH 68,30/21,20 Infection  IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin Vital Sign
(-) HJ13,6/0,5/63,4/17,8/4,7
RR : 20x = 2:1 VAS
PLT 448.000
Tax : 36,0  IV Metoklopramid 3x10mg
WBC 9.270
SpO2 : 98% RA  IV Ranitidin 2x1 PEd :
UL bakteri 115.900/Ml
VAS 2/10  IV Buscopan 3x1 Penyakit,
Prognosis,
(14/02/2019)  PO Amoxicilin 3x500mg
Tatalaksana
Fe/iron39ug/dl (H4) -Banyak
TIBC 345Ug/dl  PO Mebendazole 2x100mg minum air
Saturasi transferin11% (H2) putih
-Cuci tangan
(15/02/2019) sebelum dan
Fecal Smear sesudah
Ditemukannya bakteri makan
+++
bentukan telur trichuris
trichiura

(16/02/2019)
USG Abdomen dalam
batas normal
34

LAMPIRAN

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Subjective Vital sign Physicalexaminati Lab asessment pdx treatment Monitoring/e
on dukasi
17/02/2019 - Nyeri perut kanan GCS : 456 Abdomen : nyeri (13/02/2019) 1. Trichuriasis -  Bed rest PMo :
bawah (-) TD : 100/70 tekan perut kanan Hb 10,50 g/dL 2. Urinary Tract  Diet lunak TKTP Subjective
- Nyeri saat berkemih N : 90x bawah (-) MCV.MCH Infection  IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin Vital Sign
(-) 68,30/21,20
RR : 20x = 2:1 VAS
HJ13,6/0,5/63,4/17,8/
Tax : 36,1  PO Amoxicilin 3x500mg
4,7
SpO2 : 98% RA (H5) PEd :
PLT 448.000
VAS 0/10 WBC 9.270  PO Ranitidin 2x1 tab Penyakit,
Prognosis,
UL bakteri 115.900/Ml  PO Mebendazole 2x100mg
Tatalaksana
(H3) -Banyak
(14/02/2019)  Pro KRS minum air
Fe/iron39ug/dl
putih
TIBC 345Ug/dl
-Cuci tangan
Saturasi
sebelum dan
transferin11%
sesudah
makan
(15/02/2019)
Fecal Smear
Ditemukannya bakteri
+++
bentukan telur trichuris
trichiura

(16/02/2019)
USG Abdomen dalam
batas normal
BAB IV

PEMBAHASAN

Kasus Teori
Anamnesa
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Nyeri Perut Kanan Menurut teori faktor risiko dari
Bawah trichuris yaitu sanitasi lingkungan dan
Pasien datang dengan keluhan ketersediaan air bersih. Penggunaan air
nyeri perut kanan bawah yang sungai atau sumur juga dikaitkan
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu dengan peningkatan risiko infeksi
sebelum masuk rumah sakit. Pasien helminthiasis. Cara penularannya sama
merasakan nyeri tidak spesifik di seperti cara penularan cacing Ascaris
kanan bawah dirasa seperti ditusuk- lumbricoides yaitu melalui route fecal-
tusuk dan hilang timbul. Pasien oral. Seekor cacing betina
sempat mengkosumsi obat nyeri diperkirakan menghasilkan telur setiap
yang dibelinya sendiri untuk hari antara 3000-10000 butir. Telur
mengurangi nyeri perut namun tetap yang dibuahi akan keluar melalui tinja
kembali nyeri. dan akan matang dalam waktu 3
Pasien juga mengeluh Mual sampai 6 minggu pada lingkungan
dan muntah sejak 5 hari yang lalu. yang sesuai; tanah yang lembab dan
Keluhan disertai Lemas badan dan tempat yang teduh. Selain itu menurut
demam. Pasien mengatakan tidak teori, infeksi yang disebabkan oleh
sempat mengukur demamnya. trichuris menyebabkan manifestasi
Keluhan lain pasien nyeri saat klinis yang mirip dengan appendicitis
berkemih sejak 5 hari yang lalu. atau disentri amoeba. Pada pasien ini
Pasien mengatakan sering bolak- gejalanya menyerupai appendisitis.
balik untuk pipis, sehari bisa ke
Dari anamnesa pada pasien Infeksi
kamar mandi 15kali. Riwayat BAK
Saluran Kemih didapatkan :
darah (-). BAB saat ini dalam batas
normal. - Demam
Riwayat penyakit terdahulu
- Susah buang air kecil
Pasien pernah mengalami
diare pada beberapa bulan lalu
36

karena suka memakan tanpa - Nyeri saat diakhir BAK (disuria


sendok. DM (-),HT (-), alergi (-) terminal)
Riwayat pengobatan
- Sering BAK (frequency)
Pasien belum mengkonsumsi
obat apapun untuk keluhannya saat - Nokturia
ini.
- Anyang anyangen (plakisuria)
Riwayat penyakit keluarga
Adik pasien sempat masuk - Nyeri suprapubic
rumah sakit karena anemia dan
cacingan.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ke 2
dari 3 bersaudara. Orang tua dan
kedua saudara pasien tinggal di
Sumba. Pasien merupakan seorang
mahasiswa di salah satu universitas
swasta di Malang. Pasien merantau
dari Sumba barat dan tinggal di kos
dekat kampus. Sehari-hari pasien
lebih sering mengonsumsi makanan
tanpa menggunakan sendok dan
tanpa mencuci tangan dengan baik
terlebih dahulu, dan seringkali pasien
makan di pinggir jalan yang menurut
pasien, tempat makan tersebut dan
pelayanan serving food nya terlihat
tidak bersih dan higienis.

Riwayat Pribadi
Pasien tidak memiliki riwayat
alergi makanan ataupun obat.
Hobi : membaca novel
Olah raga : berenang
Merokok : pasien tidak
merokok
37

Minum alkohol : pasien tidak


pernah minum alkohol
Hubungan seks : pasien belum
menikah

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik


 Keadaan umum : tampak sakit didapatkan BMI pasien 19 kg/m2,
sedang tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90
 Berat badan : 48 kg denyut per menit, laju napas 20 kali per
 Tinggi badan : 159 cm menit, suhu aksila 36.5 derajat C. Pada
 BMI : 19 kg/m2 pemeriksaan fisik kepala leher
 Kesadaran compos mentis didapatkan konjungtiva anemis,
(GCS: 456) pemeriksaan fisik abdomen didapatkan
 Tensi :110/70 mmHg nyeri tekan kanan bawah, pemeriksaan
 Nadi: 90 bpm fisik lainnya dalam batas normal. Pasien
 Pernafasan : 20 tpm biasanya akan mengeluh sakit perut,
 Suhu axilla : 37,9 °C buang air besar yang menyakitkan,
 SpO2 : 98% RA ketidaknyamanan perut, dan keluarnya
lendir. Prolaps dubur diketahui terjadi
pada infestasi berat
Kulit : dbn
Kepala dan Leher :
Pada pemeriksaan fisik pasien
Edema palpebra - | -,
dengan ISK ditemukan
anemis +/+, ikterik - | -,
- Demam
JVP R+1 cmH2O 30o,
- Flank pain (Nyeri ketok
pembesaran KGB (-)
pinggang belakang/ costovertebral
Telinga : dbn
angle)
Hidung : dbn
- Nyeri tekan suprapubic
Rongga mulut dan tenggorokan:
dbn
Thoraks:
 Cor:
I : Iktus tidak terlihat
P : Iktus teraba di ICS V MCL (S)
P : RHM ~ SL (D)
38

LHM ~ iktus

A : S1, S2 single, murmur (-)


 Pulmo:
inspeksi : statis D=S,
dinamis D=S,
palpasi : D=S
perkusi :s|s
s|s
s|s
auskultasi :
suara nafas v l v Rh - |- Wh - | -
vlv -|- -|-

vlv -|- -|-

Abdomen : Flat, soeffl, BU (+) N, nyeri


tekan kanan bawah (+),, Liver span 10
cm , Traube space thympani

Ekstremitas: Pembengkakan pada


ekstremitas (-), edema (-), pucat (-),
panas (-), nyeri (-), massa (-)
Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang
pasien dilakukan pemeriksaan
(13/02/2019)
Hb 10,50 g/dL laboratorium darah lengkap dan
MCV.MCH 68,30/21,20 didapatkan kadar hemoglobin 10.50 g/dl
HJ13,6/0,5/63,4/17,8/4,7 dan eosinophil 13.1, dari hasil
PLT 448.000
pemeriksaan ini dapat disimpulkan
WBC 9.270
UL bakteri 115.900/Ml bahwa pasien mengalami anemia dan
terdapat infeksi parasit yang ditandai
(14/02/2019)
dengan hipereosinofilia. Pada pasien
Fe/iron39ug/dl
TIBC 345Ug/dl juga dilakukan kultur tinja. Menurut teori
Saturasi transferin11%
39

Diagnosis dibuat dengan menggunakan


(15/02/2019) metode Kato-Katz untuk menghitung
Fecal Smear
telur per unit berat tinja. Sejak telur
Ditemukannya bakteri +++
bentukan telur trichuris trichiura dicerna untuk perkembangan cacing
dewasa, ada jeda waktu sekitar tiga
(16/02/2019)
bulan. Selama periode ini, mungkin ada
USG Abdomen dalam batas normal
tanda-tanda infestasi dan tinja
menunjukkan bukti adanya telur tricuris
trichiura.

Tatalaksana Anthelminthic Medications (obat


 Bed rest yang membersihkan tubuh dari cacing
 Diet lunak TKTP
parasit), seperti albendazole dan
 IVFD NaCl 0,9% : Tutofusin = 2:1
 IV Metoklopramid 3x10mg mebendazole, merupakan obat pilihan
 IV Ranitidin 2x1 untuk pengobatan trichuriasis.
 IV Buscopan 3x1 Mebendazole dengan dosis 100 mg dua
 PO Amoxicilin 3x500mg
kali per-hari selama 3 hari berturut-turut,
 PO Mebendazole 2x100mg
tidak tergantung berat badan atau usia
penderita.

Diet lunak tinggi kalori tinggi


protein diberikan kepada pasien untuk
memberikan nutrisi yang baik bagi
pasien dan memudahkan intake nutrisi
masuk karena pasien dalam kondisi
mual dan sulit makan.
40

BAB V

KESIMPULAN

Seorang wanita usia 20 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri


perut kanan bawah yang dirasakan sejak 2 minggu lalu. Pasien merasakan
nyeri seperti ditusuk tusuk dan hilang timbul. Pasien sempat mengonsumsi
obat nyeri yang diberlinya sendiri untuk mengurangi nyeri perut namun tetap
kembali nyeri. Keluhan lain seperti mual, muntah, dan demam dirasakan
oleh pasien. Riwayat keluarga pasien yaitu pasien mempunyai adik dengan
keluhan yang sama dan dirawat di Rumah Sakit. Riwayat kebiasaan pasien
yaitu pasien suka mengonsumsi makanan tanpa menggunakan sendok.
Menurut teori faktor risiko dari trichuris yaitu sanitasi lingkungan dan
ketersediaan air bersih. Penggunaan air sungai atau sumur juga dikaitkan
dengan peningkatan risiko infeksi helminthiasis. Cara penularannya sama
seperti cara penularan cacing Ascaris lumbricoides yaitu melalui route fecal-
oral. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari
antara 3000-10000 butir. Telur yang dibuahi akan keluar melalui tinja
dan akan matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu pada lingkungan
yang sesuai; tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Selain itu
menurut teori, infeksi yang disebabkan oleh trichuris menyebabkan
manifestasi klinis yang mirip dengan appendicitis atau disentri amoeba.
Pada pasien ini gejalanya menyerupai appdendisitis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan BMI pasien 19 kg/m 2, tekanan


darah 110/70 mmHg, nadi 90 denyut per menit, laju napas 20 kali per menit,
suhu aksila 36.5 derajat C. Pada pemeriksaan fisik kepala leher didapatkan
konjungtiva anemis, pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan
kanan bawah, pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pasien
biasanya akan mengeluh sakit perut, buang air besar yang menyakitkan,
ketidaknyamanan perut, dan keluarnya lendir. Prolaps dubur diketahui
terjadi pada infestasi berat. Anak-anak dapat mengembangkan anemia,
keterbelakangan pertumbuhan, dan bahkan perkembangan kognitif yang
terganggu. Dua yang terakhir diduga disebabkan oleh kekurangan zat besi
41

dan nutrisi yang buruk karena beban cacing dan bukan merupakan
penyebab langsung dari serangan tersebut

Pada pemeriksaan penunjang pasien dilakukan pemeriksaan


laboratorium darah lengkap dan didapatkan kadar hemoglobin 10.50 g/dl
dan eosinophil 13.1, dari hasil pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami anemia dan terdapat infeksi parasit yang ditandai
dengan hipereosinofilia. Pada pasien juga dilakukan kultur tinja. Menurut
teori Diagnosis dibuat dengan menggunakan metode Kato-Katz untuk
menghitung telur per unit berat tinja. Sejak telur dicerna untuk
perkembangan cacing dewasa, ada jeda waktu sekitar tiga bulan. Selama
periode ini, mungkin tidak ada tanda-tanda infestasi dan tinja mungkin tidak
menunjukkan bukti adanya telur atau kotoran.

Ada laporan kasus pasien yang melaporkan gejala di daerah yang


kaya sumber daya di mana diagnosis dibuat dengan kolonoskopi. Temuan
klasik adalah "coconut cake rectum." Baru-baru ini ada penelitian yang
menunjukkan whipworm dance di ultrasound, dan ini adalah modalitas yang
dapat dengan mudah digunakan di pada negara miskin sumber daya.

Anthelminthic Medications (obat yang membersihkan tubuh dari


cacing parasit), seperti albendazole dan mebendazole, merupakan obat
pilihan untuk pengobatan trichuriasis. Mebendazole dengan dosis 100 mg
dua kali per-hari selama 3 hari berturut-turut, tidak tergantung berat badan
atau usia penderita
42

DAFTAR PUSTAKA

Adegnika AK, Lotsch F, Mba RMO, Ramharter M. Update on Treatment and


Resistance of Human Trichuriasis in Current Tropical Medicine Reports.
Springer. 2015

Castro GA. Helminths : Structure, Classification, Growth, and Development


in Medical Microbiology 4th ed. University of Texas Medical Branch at
Galveston. 1996

CDC. Parasites – Trichuriasis. Centers for Disease Control and Prevention.


2013

Diktat Parasitologi FKUB, 2010, Diktat Biologi Mikroba Sub Modul


Parasitologi, Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang

Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:


FK UI; 2000

Kazura JW dan Dent AE, 2011. Trichuriasis (Trichuris trichiura). Dalam: RM.
Kliegman et al., penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics Edisi Ke-19.
United States Of America: Elsevier Ltd. Hlm. 1221–1222.

Manz KM, Clowes P, Kroidl L et al. Trichuris trichiura infection and its
relation to environmental factors in Mbeya region, Tanzania : A cross
sectional, population based study. Plos One. 2017

Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2011.

Viswanath A, Williams M. Trichuris Trichiura. StatPearls [Internet]. 2018

WHO Technical Report Series. Research Priorities for Helminth Infections.


World Health Organization.2012
43

World Health Organization. Iron Deficiency Anaemia Assessment,


Prevention, and Control A guide for programme managers. WHO
publishing. 2012

Wright JE, Werkman M, Dunn JC, Anderson RM. Current epidemiological


evidence for predisposition to high or low intensity human helminth infection
: a systematic review. BioMed Central The Open Access Publisher. 2018

You might also like