You are on page 1of 34

MAKALAH KIMIA ANALITIK

PEMICU 3
KROMATOGRAFI GAS DAN SPEKTROMETRI MASSA

Oleh:
Kelompok II
Aditha Oktariany (1406531662)
Andikaputra Brahma W. (1406607893)
Candra Surya (1406607874)
Elgusta Masanari (1406531901)
Fianna Utomo (1406552894)
Masarah Alda Bey (1406553051)

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia

Fakultas Teknik, Universitas Indonesia


Depok
November – 2015
DAFTAR ISI

Halaman Cover i

Daftar Isi ii

Daftar Gambar iii

Daftar Tabel iii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Problem Statement 1

Tujuan Penulisan 1

Isi 2

Tugas 1: Pertanyaan – Pertanyaan Terkait Analisis Narkoba dalam Urin 2

Tugas 2: Metode Analisis GC/MS 11

Tugas 3: Perhitungan Hasil Analisis GC/MS 24

Penutup 29

Kesimpulan 29

Daftar Pustaka 30

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Gambar dari Ion Source 7


Gambar 2. Intrumentasi GC 10
Gambar 3. Kromatrogram yang Menunjukkan tM dan tR 11

Gambar 4. Contoh Hasil Tes Narkoba dengan GC/MS 19


Gambar 5. Cara Kerja Kromatografi Kolom 20
Gambar 6. Struktur Silica Gel Pada Column Chromatography 21
Gambar 7. Prinsip Dasar Planar Chromatography 21
Gambar 8. Prinsip Dasar Affility Chromatography 23
Gambar 9. Plot Persen Metil Propionat vs Tinggi Puncak 25

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Masa Narkoba Dapat Diuji dalam Tubuh 4


Tabel 2. Tabel 2. Hasil Rapid Test ATS 17
Tabel 3. Hasil Analisis Ekstrak Urin Menggunakan GC-MS 18
Tabel 4. Hasil Identifikasi Amphetamine-Type Stimulants dalam Sampel Urin dengan
Rapid Test ATS (meth, amp) dan GC-MS 18
Tabel 5. Hasil Pengamatan GC/MS Metil Propionat 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) atau yang dikenal
dengan narkoba adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan/psikologi seseorang. Narkoba dapat memberikan efek yang buruk seperti
hilangnya kesadaran dari penggunanya dan bersifat ketergantungan. Kasus narkoba
belakangan ini menjadi kasus yang cukup marak terjadi di Indonesia, terutama pada
kalangan artis dan remaja. Namun, terkadang penentuan vonis terhadap pengguna
narkoba di Indonesia bersifat kurang jelas dan akurat akibat alasan hasil tes
pengecekan narkoba yang tidak memberikan bukti kuat.
Oleh karena itu, digunakan metode analisis menggunakan Gas
Chromatography/Mass Spectrometry (GC/MS) yang dapat mendeteksi segala jenis
senyawa dalam sampel urin. GC/MS dapat mendeteksi keberadaan berbagai senyawa
narkoba dengan lebih teliti dibandingkan dengan metode-metode lain. Hasil tes urin
yang berbayang/tidak jelas pada tes lain dapat diujikan ke GC/MS untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat, sehingga dapat diketahui sebenarnya sampel urin tersebut
mengandung narkoba atau tidak. Melalui penggunaan GC/MS, dapat ditentukan
apakah seseorang adalah pecandu narkoba atau bukan.
B. Problem Statement
Penggunaan metode kromatografi gas dan spektroskopi massa untuk uji tes
narkoba lewat sampel urin dengan dasar pemisahan komponen berdasarkan sifatnya.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui jenis – jenis narkoba dan senyawa penyusunnya.
2. Mengetahui dampak penggunaan dari masing – masing jenis narkoba.
3. Mempelajari dasar teori, instrumentasi, dan analisis dari Gas
Chromatography/Mass Spectrometer (GC / MS).
4. Mempelajari cara penghitungan kadar zat dalam sampel dan parameter –
parameter yang mempengaruhinya dari metode Gas Chromatography/Mass
Spectrometer (GC / MS).
5. Mempelajari dasar teori, instrumentasi, dan analisis dari kromatrografi gas dengan
spektroskopi massa.

BAB II

1
ISI

A. Tugas 1: Pertanyaan – Pertanyaan yang Terkait Analisis Narkoba dalam Urin


1. Sebelum membicarakan teknik untuk menganalisa narkoba dalam urin, berikan
definisi narkoba!
Jawaban:
Narkotika dan Obat-obatan terlarang (Narkoba) atau Narkotik, Psikotropika,
dan Zat Aditif (Napza) adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Narkotika menurut UU RI No 22 / 1997, yaitu zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2. Bagaimanakah penggolongan narkoba? Apa saja rumus kimia penyusun narkoba?


Jawaban:
Penggolongan Narkoba
1. Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis
maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

Menurut UU No. 5 Tahun 2009 menggolongkan narkotika menurut potensi yang


menyebabkan ketergantungan:

i. Narkotika Golongan I: Berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan.


Tidak dipergunakan untuk terapi atau pengobatan. Contoh: Heroin, Kokain, dan
Ganja.
ii. Narkotiika Golongan II: Berpotensi inggi menyebabkan ketergantungan.
Digunakan untuk terapi pilihan terakhir. Contoh: Morfin, Petidin, dan Metadon.
iii. Narkotika Golongan III: Berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan
banyak digunakan dalam terapi. Contohnya Codein.
2. Psikotropika

2
Yaitu zat atau obat baik alami maupun semi alami bukan narkotika berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat dan menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Psikotropika dibagi menurut
potensi yang dapat menyebabkan ketergantungannya menjadi :
1) Psikotropika golongan I: Berpotensi sangat kuat menyebabkan ketergantungan
dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: Ekstasi (MDMA), LSD, STP.
2) Psikotropika Golongan II: Berpotensi kuat menyebabkan ketergantungan,
digunakan untuk terapi, namun sangat terbatas. Contoh: Amfetamin,
Metamfetamin (sabu), Fensiklidin, dan Retilan.
3) Psikotropika Golongan III: Berpotensi sedang dalam hal memyebabkan
ketergantungan dan sangat luas dalam penggunaan untuk terapi. Contoh:
Pentobarbital, dan Flunitrazepam.
4) Psikotropika golongan IV: Berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan
sangat luas penggunaanya untuk pengobatan. Contoh : Diazepam, Klobazam,
Fenobarbi Barbital.
3. Zat Psikoaktif lainnya
Yaitu zat bahan lain yang bukan narkotika atau psikotropika lainnya, namun
berpengaruh pada sistem kerja otak, dan tidak tercantum dalam peraturan tentang
perundang-undangan tentang narkotika dan psikototropika. Zat psikoaktif yang
sering di salah gunakan adalah:
1. Alkohol, yang terdapat pada berbagiai jenis minumann keras
2. Inhalalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap, yang terdapat
pada berbagai keperluan pabrik, kantor dan rumah tangga.
3. Nikotin, yaitu terdapat pada tembakau.

4. Kafein, yaitu terdapat pada kopi, minuman berenergi, dan obat sakit kepala
tertentu.
Beberapa Rumus Kimia Penyusun Narkoba
1. Ganja
Pada ganja terdapat senyawa kimia yang bernama Tetrahydrocannabinol (THC)
yang biasa digunakan pada kebutuhan medis. Rumus kimia dari THC adalah
C21H30O2.
2. LSD
Asam lisergat dietilamida (LSD) merupakan suatu narkotika halusinogen. Obat
ini bersifat psikedelik dari keluarga ergolina. Rumus kimia dari LSD adalah
C20H25N30.
3. Kokain
Kokain merupakan narkoba yang memberikan dampak halusinasi dan paranoia.
Rumus kimia dari Kokain adalah C17H21NO4 .

3
4. Heroin
Heroin merupakan sejenis opioid alkaloid. Rumus kimia dari Heroin adalah
C21H23NO5.
5. Barbiturat
Barbiturat merupakan sejenis obat penenang. Rumus kimia dari Barbiturat adalah:
C10H14N2O3.

4. Mengapa narkoba dapat dideteksi lewat urin? Berapa lama zat narkoba bertahan di
urin?
Jawaban:
Narkoba dapat dideteksi lewat urin karena dalam urin terkandung semua zat
yang kita masukkan ke dalam tubuh. Sebuah tes urin memeriksa komponen yang
berbeda dari air seni, produk limbah yang dibuat oleh ginjal. Urin memiliki ratusan
limbah tubuh yang berbeda yang berasal dari makanan dan minuman yang masuk
dalam tubuh seseorang. Jadi, jika seseorang mengonsumsi narkoba, ada limbah dari
narkoba itu atau bahkan narkoba itu sendiri yang lolos dari ginjal dan terdapat dalam
urin. Sehingga dengan tes urin dapat terdeteksi orang tersebut menggunakan narkoba
atau tidak. Pada tabel berikut, terdapat beberapa jenis narkoba dengan masa
bertahannya sehingga masih bisa dideteksi dalam urin, darah, dan rambut untuk uji
narkoba.
Tabel 1. Masa Narkoba Dapat Diuji dalam Tubuh

Jenis Narkoba Tes Urin Tes Darah Tes Rambut


Amfetamin 1-3 hari 12 jam hingga 90 hari
1Methamphetamine 3-5 hari 1-3 hari hingga 90 hari

Ekstasi (MDMA) 3-4 hari 3-4 hari hingga 90 hari


2-3 hari
3-4 hari untuk pengguna
pengguna ringan,
Cannabis ringan, hingga hingga 2 hingga 90 hari
30 hari bagi minggu
pengguna berat pengguna
berat
2-5 hari
(hingga 10 hari
Kokain 2-10 hari hingga 90 hari
bagi pengguna
berat)
Morfin 2-4 hari 1-3 hari hingga 90 hari

4
Metadon 7-10 hari 24 jam hingga 90 hari

3-7 hari untuk


pengguna
1 sampai 3
nbPCP ringan, hingga hingga 90 hari
hari
30 hari bagi
pengguna berat

5. Rancangan analisis apa yang anda tawarkan untuk kasus ini?


Jawaban:
Rancangan analisis narkoba dengan menggunakan kromatografi gas dan
spektrofotometri massa (GC/MS) adalah cara yang paling cocok untuk kasus ini.
GC/MS akan menghasilkan data yang akurat, terinci, dan jelas, sehingga dapat
memudahkan polisi untuk menentukan keberadaan narkoba dalam urin yang diuji.
Adapun kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana
komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fasa, salah satu
fasa tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya
sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner (Keulemans,
1959). Dalam semua teknik kromatografi, zat-zat terlarut yang dipisahkan bermigrasi
sepanjang kolom, dan tentu saja dasar pemisahan terletak dalam laju perpindahan
yang berbeda untuk larutan yang berbeda. Boleh dianggap bahwa laju perpindahan
sebuah zat terlarut sebagai hasil dari dua faktor, yang satu cenderung menggerakan zat
terlarut itu, dan yang lain menahannya. Dalam proses asli Tswett, kecenderungan zat-
zat terlarut untuk menyerap pada fasa padat menahan pergerakan mereka, sementara
kelarutannya dalam fasa cair bergerak cenderung menggerakan mereka. Perbedaan
yang kecil antara dua zat terlarut dalam kekuatan adsorpsi dan dalam interaksinya
dengan pelarut yang bergerak menjadi dasar pemisahan bila molekul-molekul zat
terlarut itu berulang kali menyebar di antara dua fasa itu ke seluruh panjang kolom.
Gas Chromatography (GC)/Mass Spectrum (MS) adalah teknik instrumental
yang merupakan gabungan antara GC dengan MS, dimana campuran dari bahan kimia
kompleks dapat dipisahkan (separasi), diidentifikasi, dan diukur. Sampel yang akan
dianalisis oleh GC/MS harus mudah menguap (volatile), suhunya relatif stabil, dan
harus sesuai untuk pemisahan tertentu. Sampel biasanya dianalisis dalam bentuk
larutan organik, sehingga sampel dalam bentuk tanah, sedimen, jaringan, dan
sebagainya harus diekstraksi terlebih dahulu dengan pelarut dan hasil ekstraksi

5
tersebut harus terlebih dahulu dianalisis ke berbagai teknik ‘wet chemical’ sebelum
dianalisis dengan GC/MS.
Larutan sampel disutikkan ke dalam inlet GC dimana ia akan diuapkan dan
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi dengan gas pembawa (biasanya helium).
Sampel akan mengalir melalui kolom dan senyawa yang terdiri dari campuran akan
diseparasikan berdasarkan interaksi relatif mereka dengan lapisan kolom (stationary
phase) dan gas pembawa (mobile phase). Bagian akhir dari kolom akan melewati
garis perpindahan panas dan berkahir di pintu masuk ion source, dimana eluting
compounds (eluting: menyingkirkan zat terserap dengan menggunakan pelarut) dari
kolom akan diubah ke bentuk ionnya.
Selanjutnya akan masuk ke dalam mass analyser yang akan memisahkan ion
yang bermuatan positif berdasarkan berbagai macam sifat massanya, tergantung
dengan jenis analyser yang digunakan. Ada beberapa tipe analyser, namum yang
paling umum adalah quadrupoles dan ion traps. Setelah ion-ion dipisahkan, mereka
akan memasuki detekor. Detektor akan mengirimkan informasi kepada komputer yang
akan menyimpan semua data yang dihasilkan, yaitu dengan mengubah impuls elektrik
ke dalam bentuk visual dan hardcopy. Selain itu, komputer juga mengatur
pengoperasian dari spektrometer massa.
Pada gambar dibawah terlihat isi komponen sebenarnya dari instrumen ion
source dan bagaimana komponen – komponen tersebut bekerja secara sistematis.

Gambar 1. Skema Gambar dari Ion Source


(Sumber : http://www.bris.ac.uk/nerclsmsf/techniques/gcms.html)

6. Bagaimana penganan sampel urin yang digunakan untuk metode tersebut?

6
Jawaban :
Urin yang akan digunakan untuk analisis pada metode GC/MS harus
dipreparasi terlebih dahulu. Preparasi urin diawali dengan penambahan 10 tetes
larutan NaOH agar pH = 9. Setelah itu urin dimasukkan dalam alat exterlut dengan
penambahan kloroform. Larutan yang keluar ditampung pada tabung vial kemudian
dikeringkan menggunakan pengering (dryer).
Hal ini bertujuan untuk menguapkan larutan kloroform sehingga akan
diperoleh lapisan urin yang diduga masih mengandung zat narkoba. Selanjutnya
lapisan urin yang mengandung zat narkoba ditambahkan metanol yang berfungsi
sebagai pelarut. Larutan kloroform yang telah menguap akan menyebabkan lapisan
urin berbentuk seperti kerak sehingga perlu adanya penambahan metanol untuk
melarutkan lapisan urin tersebut. Hal ini untuk memudahkan dalam penginjeksian
lapisan urin yang mengandung zat narkoba ke Gas Chromatography.

7. Bagaimana instrumentasi alat dari metode yang anda pilih?


Jawaban:
Prinsip metode analisis GC/MS adalah dengan membaca spektra dari kedua
metode yang digabung tersebut. Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel
mengandung banyak senyawa, yaitu terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam
spektra GC tersebut. Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga
tersebut ke dalam instrumen spektrometer massa, sehingga didapat hasil dari spektra
spektrometri massa pada grafik yang berbeda. Informasi yang diperoleh dari kedua
teknik ini yang digabung dalam instrumen GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-
masing spektra. Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu
retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa
diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersebut.
Kromatograf yang baik akan memiliki instrumentasi sebagai berikut :
1. Regulator tekanan

Tekanan diatur pada sekitar 1-4 atmosfer, sedangkan aliran diatur 1-1000 liter gas
per menit. Katup pengatur aliran diatur oleh pengatup berbentuk jarum terletak pada
bagian bawah penunjuk aliran. Sebelum kolom,gas pengemban dialirkan dulu pada
suatu silinder berisi molekular sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.
Persyaratan dari gas pembawa adalah kemurniannya yang tinggi, sebagai contoh

7
helium dengan kemurnian 99,995%. Masalah kemurnian gas yang sangat tinggi tiap
detector memberikan tuntutan kemurnian yang berbeda. Aliran gas pembawa ini harus
tetap selama operasional dan laju aliran gas sebelum masuk ke dalam kolom bersama
uap sample. Gas pembawa He, N2, H2, Ar, umumnya digunakan, tetapi untuk detektor
konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitas termalnya yang tinggi.
Tekanan gas pembawa bervariasi disesuaikan dengan kondisi kebutuhan analisis,
biasanya tekanan 10-50 psi (di atas tekanan kamar) dengan laju aliran 25-150
ml/menit.
2. Sistem injeksi sampel
Yang terpenting dari sistem injeksi sampel adalah program temperatur pada sistem
injeksi sampel. Umumnya temperatur di atur 50oC di atas titik didih komponen yang
dianalisis. Sampel diinjeksikan dengan suatu macro syringe melalui suatu septum
karte silikon ke dalam kotak logam yang panas. Kotak logam tersebut dipanaskan
dengan pemanas listrik. Banyaknya sampel berkisar antara 0,5-10µl.
3. Kolom kromatografi
Terbuat dari tabung yang dibuat berbentuk spiral terbuka. Baja tahan karat
digunakan untuk tabung kolom kromatografi bila bekerja pada temperatur tinggi.
Diameter kolom bervariasi dari 1/16 sampai 3/16. Panjang umumnya adalah 2 meter
(Khopkar S. M, 2008). Kolom pada gas kromatografi yang biasa digunakan ada dua
jenis kolom yaitu Packed Column dan Open Tubular Column. Packed column terbuat
dari stainless steel atau gelas dengan garis tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Kolom
diisi dengan serbuk zat padat halus atau zat padat sebagai zat pendukung yang dilapisi
zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis kolom packed ini lebih
disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang
banyak. Kolom terbuka (kolom kapiler) lebih kecil dan lebih panjang dari kolom
packed. Diameter kolom terbuka berkisar antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar
antara 15-100 m. Jenis kolom ini disebut juga kolom kapiler. Kolom terbuka bisa
mencapai 100 m panjangnya karena bagian dalam kolom tidak terhalang oleh fasa
diam. Dengan panjangnya kolom diharapkan kolom akan lebih efisien. Dengan
penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi. Akan tetapi,
kolom terbuka tidak dapat menampung volume cuplikan yang banyak.
4. Penunjang stasioner
Struktur dan sifat permukaan memegang peranan penting. Struktur berperanan
pada efisiensi kolom, sedangkan sifat permukaan menentukan tingkat pemisahan.

8
Permukaan penunjang akan terselimuti oleh fase cair stasioner berupa lapisan film
tipis. Penunjang yang sering digunakan adalah tanah diatomaeus dan kieselguhr.
5. Fase stasioner
Salah satu keunggulan kromatografi gas cair terletak pada variasi fase cair untuk
partisi yang dapat tersedia dalam jumlah tidak terbatas. Pembatasnya adalah
penguapan, kestabilan termal dan kemampuannya membasahi penunjang fase cair
dapat dikelompokkan pada cairan nonpolar, cairan dengan kepolaran menengah,
karbowax yang bersifat polar dan senyawa-senyawa yang berikatan hidrogen seperti
glikol. Temperatur maksimum yang didapat diperlukan terhadap suatu kolom
ditentukan oleh penguapan fase stasioner. Banyaknya fase stasioner suatu kolom
dinyatakan dengan persen berat. Suatu kolom dengan fase stasioner 15% berarti tiap
100 g kolom mengandung 15 g fase stasioner. Bergantung pada fase stasioner
dilekatkan pada kolom, maka dikenal kolom WCOT (Wall Coater Open Tubular),
yaitu fase stasioner dilapiskan pada penunjang.
6. Detektor
Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom serta
mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal bergantung pada
laju alir massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang. Range
suatu detektor dinyatakan sebagai sinyal terbesar yang teramati dibagi sinyal terlemah
yang masih terdeteksi dan masih memberikan respons yang linear. Detektor harus
terletak dekat kolom baik untuk menghindarkan kondensasi cairan maupun
dekomposisi sampel sebelum mencapai detektor. Untuk kolom berpenunjang (packed
column) detektor TCD (thermal conductivity detector) paling cocok tetapi untuk
kolom terbuka (tanpa penunjang), FID merupakan detektor yang tepat. FID pada
kolom berpenunjang bisa digunakan bila efluent diperkuat oleh suatu splitter aliran,
TCD, FID dan ECD (electron capture detector) merupakan detektor-detektor yang
umum digunakan, tetapi TCD-lah yang paling populer. Alat ini terdiri atas empat
komponen thermal sensing yang tebuat dari thermistor atau kawat tahanan yang dapat
dibuat tetap kencang selama pemanasan. Thermistor adalah semikonduktor elektronik
yang terbuat dari lelehan oksida suatu logam yang tahanan listriknya bervariasi
terhadap temperatur. Detektor ini bermanfaat terutama pada volume sel yang kecil dan
tidak ada kontak langsung dengan aliran gas. Perbedaan konduktivitas termal antara
gas oenunjang dan campuran sampel dengan gas penunjang biasanya diukur. Dengan
TCD, maka konduktivitas termal komponen sampel. Gas H2, He cocok untuk hal ini.

9
7. Pencatat sinyal
Akurasi suatu kromatogram pada suatu daerah pembacaan ditentukan oleh
pemilihan pencatat sinyalnya. Kadangkala sinyal perlu diperkuat. Respons melewati
skala penuh haruslah 1 detik. Kepekaan perekam adalah 10 mV dan berjangkauan dari
1-10 mV. Kadangkala mutlak diperlukan penguatan sinyal. Dalam operasi saluran
langsung dua elektrometer dibangun menjadi satuan sinyal.

Gambar 2. Intrumentasi GC
(Sumber:http://chemwiki.ucdavis.edu/Analytical_Chemistry)

Gambar diatas menunjukkan gambaran dari setiap komponen instrumen pada metode
Gas Chromatrography.

B. Tugas 2: Metode Analisis GC/MS


1. Parameter apa saja yang harus anda ketahui dalam metode GC?
Jawaban:
Pengukuran metode kromatografi gas memiliki dua bagian penganalisaan. Pertama yaitu
analisa kualitatif, serta yang kedua adalah analisa kuantitatif. Analisa tersebut masing-
masing memiliki parameter dalam bagian pengukurannya.
1. Parameter dalam Laju Pemisahan Zat Terlarut
a. Rasio Partisi (Partition Ratio)

Rasio partisi atau koefisien partisi (partition ratio or partition coefficient; K


) didefinisikan sebagai konsentrasi molar dari zat terlarut yang dianalisis dalam

10
fase diam (
c S ) dibagi dengan konsentrasi molar dari zat terlarut yang

dianalisis dalam fase gerak ( c M ).


cS
K=
c M ........(1)

b. Waktu Retensi

Waktu retensi ( t R ), disebut juga waktu elusi, merupakan waktu yang


dibutuhkan suatu senyawa (komponen sampel) untuk mengalir dari tempat
injeksi (injection port) sampai ke detektor, waktu yang diukur adalah antara
saat menekan tombol start hingga waktu detektor menampilkan puncak (peak)
pada bagian akhir kolom. Selain waktu retensi, sebelumnya akan muncul waktu
diam (dead time).

Gambar 3. Kromatrogram yang Menunjukkan tM dan tR

(Sumber : John Kenkel, Analytical Chemistry for Technicians 3rd edition

Adapun waktu retensi ( t R ) menentukan besar kelajuan linear rata-rata

komponen sampel (the average linear rate of solute migration / v ),

sedangkan dead time ( t M ) menentukan kecepatan linear rata-rata molekul


fasa gerak (the average linear velocity of molecules of the mobile phase / u ).
Persamaan keduanya dinyatakan sebagai :

11
L L
v= u=
tR ..............(2) dan t M ..............

(3)
dengan L adalah panjang dari paking kolom (column packing).

c. Volume Retensi
Volume retensi merupakan volume fasa gerak yang dibutuhkan untuk
mengelusi komponen sampel keluar kolom dan dapat dirumuskan sebagai
berikut:

V R =t R × v ....................(4)
Retensi relatif ra/b adalah rasio retensi standar (a) terhadap sampel (b) dapat
dirumuskan sebagai berikut:

t 'RA V 'RA
r A /B = '
= '
t RB V RB ....................(5)

Pada gas campuran akan tampak beberapa puncak di mana analisis


dilakukan pada masing-masing puncak. Secara mendasar, terdapat tiga
kondisi dalam penentuan komponen sampel:
1) Bila waktu retensi A sama dengan waktu retensi B, maka belum tentu
komponen B sama dengan A. Kasus ini merupakan salah satu batasan
dalam penggunaan GC. Bila ditemukan kasus ini sebaiknya digunakan
metode lain.
2) Bila waktu retensi A tidak sama dengan B dapat dipastikan B bukan A.
3) Bila tidak terdapat puncak selain A maka dapat dipastikan tidak ada
sampel pada batasan deteksi.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran retensi.
Presisi data tergantung pada kemampuan alat untuk mengatur suhu kolom dan
laju alir gas. Perubahan suhu sekitar 30 oC memperbesar waktu retensi dua
kali lipat. Untuk penyimpangan 1%, perubahan suhu harus dijaga tidak lebih
dari 0,3oC. Faktor lainnya adalah jumlah sampel, bila sampel yang diinjeksi
overload (kelebihan) maka akan terbentuk leading peaks atau tailing peaks.
Untuk mengatasinya biasanya jumlah sampel diinjeksi setengahnya.

d. Faktor Kapasitas

12
Faktor kapasitas ( k ' ), disebut juga retention factor, merupakan
parameter untuk menunjukkan kecepatan migrasi zat terlarut dalam kolom
dan merupakan perbandingan jumlah mol (volume) sampel dalam fase diam
dengan dalam fase gerak, di mana nilai tersebut menunjukkan seberapa kuat
komponen-komponen dalam sampel yang dibawa oleh fase gerak berinteraksi
dengan fase diam dalam kolom. Misal untuk zat terlarut A, maka faktor
kapasitas dirumuskan sebagai
K AV S t R −t M
k 'A= k 'A=
VM ..................(6) atau tM ..................(7)
Dengan KA adalah koefisien partisi untuk komponen A. Jika k’A < 1 maka
tm akan terlalu besar sehingga elusi terjadi terlalu cepat. Jika k’A lebih besar
dari 20 atau 30, maka elusi akan berlangsung lama. Idealnya, pemisahan
terjadi pada kondisi dimana 5 < k’A < 1. Faktor kapasitas dapat diubah
dengan mengubah temperatur dan pengepakan kolom.

e. Faktor Selektivitas
Faktor selektivitas ( α ) didefinisikan sebagai perbandingan antara rasio
partisi zat terlarut B yang lebih kuat tertahan dengan rasio partisi dari zat
terlarut A yang kurang kuat tertahan atau lebih cepat terelusi, dapat juga
didefinisikan sebagai rasio antara kapasitas faktor dari dua puncak.

KB k 'B (t R )B −t M
α= α= α=
KA atau k 'A atau (t R ) A−t M ....................(8)

2. Parameter dalam Perluasan Pita dan Efisiensi Kolom


a. Tinggi Piringan (Height Equivalent to a Theoretical Plate [HETP]; H )
Untuk tinggi piringan (Height Equivalent to a Theoretical Plate [HETP];
H ), semakin kecil nilainya maka semakin besar efisiensi kolom. Adapun

tinggi piringan didefinisikan sebagai


L
H=
N ....................(9)
Selain itu, karena pita-pita kromatografi merupakan kurva distribusi
normal atau Gaussian (dideskripsikan oleh deviasi standar, σ dan variasi,
2
σ ) dan efisiensi kolom digambarkan dalam luas puncak-puncak

13
kromatografi, maka variasi per satuan panjang kolom didefinisikan sebagai
tinggi piringan untuk mengukur efisiensi kolom.
2
σ
H=
L ....................(10)

b. Jumlah Piringan (The Number of Theoretical Plates; N )


Efisiensi kolom juga diekspresikan sebagai jumlah piringan (the number of

theoretical plates; N ). Efisiensi meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah piringan. Nilai N juga dapat ditentukan dengan menurunkan


persamaan yang berkaitan dengan kurva Gaussian sehingga diperoleh
persamaan:
2
tR
N=16
tR
( )
W
2

atau
N=5 . 5
( )
W1
2
....................(11)
W1
di mana 2 merupakan lebar dasar puncak pada setengah tinggi puncak.
c. Resolusi Kolom (Column Resolution)
Resolusi kolom (column resolution) merupakan ukuran kuantitatif apakah
suatu senyawa terpisah secara baik atau tidak dengan senyawa lain. Resolusi
didefinisikan sebagai jarak dua puncak yang merupakan selisih retention time

kedua komponen dibagi dengan lebar rata-rata ( W ) dua puncak yang diukur
pada dasarnya. Resolusi dari dua jenis komponen, A dan B, dirumuskan oleh
persamaan
2 [ ( t R ) B −( t R ) A ]
Rs =
W A +W B ....................(12)
Resolusi kolom dapat ditingkatkan dengan memperpanjang kolom yang
meningkatkan pula jumlah piringan dan waktu elusi. Resolusi juga dapat
dikaitkan dengan jumlah piringan dalam kolom, faktor selektivitas, dan faktor
kapasitas dua zat terlarut melalui suatu persamaan:

14
k 'B
Rs =
√ N α −1
4 ( α )( 1+k ' B ) ...............(13)

3
16 R2s H α 2 ( 1+ k ' B)
( t R ) B= u ( α −1 ) (k'B)
2
...................(14)

2. Mengapa Metode GC Dapat Digunakan untuk Menganalisis Narkoba?


Jawaban:
Kromatografi Gas - Spektrometri Massa (GC-MS) merupakan salah satu teknik yang
paling umum digunakan untuk identifikasi dan analisis kuantitatif sampel obat dalam
bidang forensik. GC-MS menyediakan data spektral yang sangat spesifik pada senyawa
individu dalam campuran kompleks. Semua senyawa yang diidentifikasi dengan GC-MS
akan dibandingkan dengan spektrum massa yang sesuai dengan data pustaka/library.
Identifikasi kuantitatif dilakukan dengan membandingkan area puncak pada waktu retensi
(tR) yang sama dengan standard acuan.
Metode ini merupakan paduan optimal antara alat ukur mass spectrometry yang
memiliki sensitivitas sangat tinggi (mengukur intensitas ion obat) dengan gas
chromatography yang memiliki spesifisitas tinggi [mendiferensiasi obat menurut intensitas
ion (m/z), hambatan waktu (HW) dan bentuk kromatografi (K)], dan terbukti bahwa cara
ini mampu membedakan jutaan obat tanpa satupun diketahui memiliki m/z, HW dan K
yang sama). Paduan optimal ini selain mampu mendeteksi narkoba secara spesifik juga
mampu mendeteksi dosis abuse/toksik paling minim.
Penerapan kromatografi gas
1. Untuk identifikasi senyawa
Dengan suatu kolom tertentu dan dengan semua fariabelnya seperti temperatur dan laju
alir, dikendalikan secara cermat, waktu retensi atau volume retensi suatu zat terlarut
merupakan suatu besaran dari zat terlarut tersebut, seperti halnya titk didih atau halnya
indek bias adalah besaran. Ini menunjukkan bahwa sifat retensi dapat digunakan untuk
mengetahui suatu senyawa.
2. Analisis kuantitatif
Dengan GC tergantung pada hubungan antara jumlah suatu zat terlarut dan ukuran dari
pita elusi yang dihasilkan. Secara umum dengan detektor diferensial, ukuran jumlah zat

15
terlarut yang paling baik adalah luas dibawah pita elusi. Jumlah zat terlarut = faktor
kalibrasi x luas dibawah pita elusi.
Keterbasan GC adalah volatilitas sampel itu harus mempunyai tekanan uap yang cukup
pada temperatur kolom tersebut, dan ini segera menghilangkan banyak jenis sampel. Suatu
perhitungan yang aktual tidak mungkin dilakukan tetapi harus diperkirakan bahwa sekitar
20% senyawa kimia yang diketahui kurang cukup volatil.kebanyakan sampel organik tidak
cukup volatil untuk memungkinkan penerapan langsung dari GC.

3. Bagaimana cara menganalisis adanya narkoba dalam sampel urin menggunakan GC


dan MS? Informasi apa saja yang anda peroleh dari kedua teknik ini yang digabung
dalam instrumen GC/MS?
Jawaban:
GC/MS dapat digunakan untuk menganalisis adanya narkoba dalam sampel urin
seseorang. Sebagai contoh, akan dilakukan analisis keberadaan amfetamin/amphetamine
dalam sampel urin adalah. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah rapid test
amp (amphetamine), rapid test meth (methamphetamine), Toxi Tube A dari Toxi Lab
terstandar, pipet tetes, tabung darah, vortex, sentrifus Sorval Biofuge promo, vial, dan
GC-MS perkin elmer. Sementara itu, sampel urin diambil dari urin-urin hasil razia
kepolisian.
Prosedur dari penelitian keberadaan amphetamine dalam urin hasil razia polisi adalah
sebagai berikut:
1) Pengumpulan sampel uji
Sampel uji yang digunakan adalah urin-urin ATS hasil razia kepolisian yang diterima
laboratorium uji narkoba BNN selama periode Desember 2009-Januari 2010.
2) Pemeriksaan pendahuluan (skrining)
Urin dicelupkan rapid test ATS (meth, amp).
3) Preparasi sampel
Plot urin dan Toxi Tube A dari Toxi Lab terstandar diberi label atau diidentifikasi.
4) Pembuatan ekstrak urin
Pembuatan ekstrak urin menggunakan Toxi Lab terstandar. Urin dimasukkan ke Toxi
tube A sesuai label sampai batas 5 mL dan ditutup rapat. Toxi tube dibolak-balik secara
perlahan selama 2 menit. Kemudian Toxi tube disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit sehingga menghasilkan 2 lapisan, dimana lapisan bagian atas merupakan
lapisan organik. Mengambil bagian atas sebanyak 400 μL, memasukkan ke dalam tabung

16
darah dan disentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk mengendapkan
sisa-sisa pengotor. Kemudian mengambil lapisan atas sebanyak ± 300 μL, memasukkan
ke dalam vial dan memberi label.
5) Identifikasi secara GC-MS (Gas Chromatography - Mass Spectra)
Sampel diinjeksikan pada GC-MS dengan syringe, volume yang diinjeksikan 0,5 μL.

Urin hasil razia kepolisian yang diterima oleh BNN merupakan bahan yang
digunakan dalam penelitian untuk melihat amphetamine-type stimulants yang sering
disalahgunakan. Urin yang digunakan sebagai sampel sebanyak 78 sampel. Urin yang
diperoleh dilakukan pemeriksaan pendahuluan (skrining) dengan rapid test (meth, amp),
kemudian dilanjutkan dengan uji konfirmasi GC-MS untuk mengetahui amphetamine-
type stimulants yang terkandung dalam urin. Pemeriksaan pendahuluan dan konfirmasi
dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara hasil skrining rapid test dengan hasil GC-
MS. Pada pemeriksaan pendahuluan dengan rapid test (meth, amp) diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Rapid Test ATS
Pengamata Jumla Persentase
Hasil
n h (%)
Satu garis Positif 52 66,23
Dua garis Negatif 21 27,27
Dua garis Berbayan
5 6,49
tipis g
Jumlah 78 100

Sampel dengan rapid test negatif tetap dilanjutkan dengan uji konfirmasi GC-MS
karena ada barang bukti lain dalam satu berkas atau karena adanya urin lain yang positif
dalam satu berkas. Sampel dilanjutkan dengan uji konfirmasi GC-MS untuk memastikan
amphetamine-type stimulants yang terkandung dalam urin. Urin diekstraksi sebelum
dilakukan pengujian dengan GC-MS, estraksi dilakukan dengan maksud untuk
memisahkan zat aktif dengan protein urin, untuk itu dilakukan ekstraksi dengan Toxi Lab
terstandar, sehingga diperoleh ekstrak berupa cairan organik, yang kemudian dapat
disuntikkan ke GC-MS. Berdasarkan hasil identifikasi dengan GC-MS, diperoleh hasil
sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Analisis Ekstrak Urin Menggunakan GC-MS

17
Komponen
RT BM Rumus Molekul
Kimia
Methamphetamin
5,56 149 C10H15N
a
Amitriptyline 19,25 277 C20H23N
Codein 19,25 299 C18H21O3N
Ketamin 14,09 237 C13H16ONCl
Pseudoephedrine 8,24 165 C10H15ON
Caffein 13,73 194 C8H10O2N4

Tabel 4. Hasil Identifikasi Amphetamine-Type Stimulants dalam Sampel Urin dengan


Rapid Test ATS (meth, amp) dan GC-MS
Hasil GC-MS
Rapid ATS Jumlah Persentase (%)
Golongan ATS Selain ATS
Methamphetamin
Positif 46 58,97
a
Methamphetamin
Positif Ketamin 2 2,56
a
Methamphetamin
Positif Codein 1 1,28
a
Methamphetamin
Positif Pseudoephedrine 1 1,28
a
Methamphetamin Pseudoephedrine,
Positif 2 2,56
a Caffein, Ketamin
Negatif Negatif 20 25,64
Negatif Negatif Pseudophedrine 1 1,28
Methamphetamin
Berbayang 3 3,85
a
Amitriptyline,
Berbayang Negatif 1 1,28
Ketamin
Berbayang Negatif Pseudoephedrine 1 1,28
Jumlah 78 100

Berdasarkan hasil peneitian diperoleh keterkaitan hasil rapid test dengan hasil
GC-MS yaitu, 52 sampel positif rapid test ATS 100% positif ATS dengan GC-MS, 21
sampel negatif rapid test ATS 100% negatif ATS dengan GC-MS, sedangkan 5 sampel
berbayang rapid test ATS, diperoleh 3 sampel (60%) positif ATS dan 2 sampel (40%)
negatif ATS dengan GC-MS.
Hasil rapid test dengan hasil GC-MS sangat terkait, adapun hasil berbayang pada
rapid test dan positif pada GC-MS dapat dikarenakan kecilnya konsentrasi ATS dalam

18
urin sehingga tidak dapat seutuhnya dideteksi dengan rapid test yang hanya bisa
mendeteksi sampai 300 ng. Sedangkan hasil berbayang pada rapid test dan negatif pada
GC-MS dapat dikarenakan adanya kemiripan gugus amitriptyline, ketamin, dan
pseudoephedrine dengan methamphetamina.
Pada alat GC/MS yang modern, berat molekul dari setiap komponen yang
terkandung di dalam senyawa dalam sampel dapat langsung terdeteksi. Namun,
informasi dasar yang amat penting dalam instrumentasi kromatografi gas adalah
kromatogram dari komponen – komponen tersebut, dimana komponen terpisah sesuai
titik uapnya. Pada gambar berikut, adalah contoh kromatogram dari beberapa zat volatile
dan yang lebih non volatile.

Gambar 4. Contoh hasil tes narkoba dengan GC/MS


(Sumber : www.erowid.com)

4. Apa yang anda ketahui tentang jenis – jenis kromatografi? Adakah jenis lain yang
dapat juga digunakan untuk mendeteksi senyawa narkoba?
Jawaban:
Berikut ini adalah beberapa jenis kromatrografi dengan prinsip kerja dari instrumennya

1. Column Chromatography

19
Kromatografi kolom menjadi tipe yang paling umum digunakan. Ciri khas dari tipe
ini adalah penggunaan sebuah tabung kaca kolom dengan diameter 5 hingga 50 mm
dan tinggi 5 cm hingga 1 meter sebagai wadah bahan fase stasioner . Bahan campuran
(larutan) masuk melalui sisi atas tabung dan mengalir perlahan melewati bahan
stasioner. Zat-zat penyusun campuran akan terpisah berdasarkan kecepatannya
mengalir di dalam bahan stasioner. Zat yang paling cepat mengalir akan mencapai
bagian outlet tabung terlebih dahulu, dan diikuti dengan zat-zat yang lainnya.

Gambar 5. Cara Kerja Kromatografi Kolom

(Sumber : http://artikel-teknologi.com/macam-macam-kromatografi/)

Prinsip kerja column chromatography terletak pada bahan stasioner yang


digunakan, yaitu berupa silica gel atau juga alumina. Serupa dengan alumina, silica
gel memiliki struktur kimia inti silikon dioksida, dimana atom silikon berikatan
dengan oksigen dan membentuk struktur kovalen besar. Selanjutnya pada sisi
permukaan struktur silica, setiap atom silikon terikat dengan molekul OH –. Seperti
terlihat pada gambar berikut

20
Gambar 6. Struktur Silica Gel Pada Column Chromatography
(Sumber : http://artikel-teknologi.com/macam-macam-kromatografi/)

Katakan sebuah campuran terdiri atas dua komponen zat yang memiliki
perbedaan sifat, yang pertama (A) bersifat mudah untuk membentuk ikatan
hidrogen, sedangkan yang kedua (B) tidak mudah untuk bereaksi dengan zat lain
(dalam kata lain memiliki gaya interaksi van der waalslemah). Jika campuran ini
dilewatkan ke dalam kolom kromatografi berisi silica gel, maka zat A akan lebih
lambat sampai ke bawah sisi kolom karena zat ini akan bereaksi dengan silica
gel membentuk ikatan hidrogen. Sedangkan zat B akan lebih cepat menuju ke sisi
bawah kolom karena ia tidak mudah bereaksi dengan silica gel. Perbedaan kecepatan
melewati silica gel inilah yang menyebabkan kedua komponen zat tersebut
terkromatografi.
2. Planar Chromatography
Kromatografi tipe ini tidak jauh beda prinsip dasarnya dengan kromatografi kolom.
Yang membedakan adalah bentuk kemasan bahan stasionernya. Jika kromatografi
kolom menggunakan bahan stasioner yang berada di dalam tabung kaca memanjang,
bahan stasioner kromatografi planar berbentuk lembaran tipis. Lembaran tersebut
dapat berupa kertas berbahan dasar selulosa, atau juga lembaran tipis silica dan
alumina.

Gambar 7. Prinsip Dasar Planar Chromatografi


(Sumber : http://artikel-teknologi.com/macam-macam-kromatografi/)

21
Perbedaan lain yaitu kromatografi planar tidak menggunakan gaya gravitasi
untuk membuat sampel campuran turun melewati bahan stasioner. Namun tipe
planar ini menggunakan gaya kapiler zat penyusun campuran. Semakin kuat
komponen campuran untuk berikatan dengan bahan stasioner, bahan tersebut akan
semakin mencapai titik tertinggi lembaran stasioner. Dan karena prinsip kerjanya
yang sederhana, kromatografi tipe ini lebih banyak digunakan pada laboratorium
untuk meneliti zat penyusun dari sebuah campuran.
3. Size Exclusion Chromatography (SEC)
SEC adalah kromatografi yang memisahkan suatu campuran berdasarkan
ukuran molekul campuran, kemampuan tiap-tiap molekul untuk melewati pori-pori
material stasioner menjadi prinsip kerjanya. Molekul campuran yang berukuran
besar tidak dapat mempenetrasi pori-pori molekul stasioner, sehingga akan lebih
cepat menuju ujung kolom. Sedangkan untuk molekul-molekul berukuran lebih
kecil, akan lebih mudah mempenetrasi pori-pori molekul stasioner. Molekul-molekul
kecil ini harus melewati permukaan molekul-molekul zat stasioner untuk mengalir,
sehingga akan lebih lama untuk sampai ujung kolom.
4. Kromatografi Adsorpsi
Kromatografi tipe ini menggunakan zat stasioner yang mampu meng-adsorp
zat tertentu pada bahan campuran. Zat stasioner berwujud padatan, sedangkan
campuran biasanya berwujud cair atau gas. Pada saat campuran melewati zat
stasioner, beberapa molekul zat campuran akan terikat oleh zat stasioner dan
membentuk lapisan film pada permukaan partikel stasioner. Adsorpsi berbeda dengan
absorpsi, jika absorpsi adalah proses penyerapan yang diikuti dengan ikatan reaksi
kimia, sedangkan adsorpsi adalah penyerapan yang hanya menghasilkan lapisan film
pada permukaan partikel zat penyerap.
5. Ion Exchange Chromatography
Kromatografi pertukaran ion adalah sebuah proses untuk memisahkan salah
satu jenis ion atau molekul polar pada sebuah larutan, dengan menggunakan nilai
afinitas ion tersebut terhadap penukar ion. Bahan stasioner pada ion exchanger biasa
disebut resin. Pada permukaan molekul resin terikat ion-ion yang akan ditukarkan
dengan ion larutan sampel. Ion-ion tersebut bisa positif maupun negatif. Maka dari itu
terdapat dua jenis ion exchange, yakni cation exchange dan anion exchange.
Pada pertukaran kation misalnya, gugusan molekul resin memiliki afinitas
yang tinggi terhadap ion positif larutan. Sehingga molekul resin lebih memilih untuk

22
melepaskan ion positifnya dan mengikat ion positif larutan. Ion positif yang terlepas
dari resin akan ikut tercampur ke dalam larutan dan kadang berikatan pula dengan
molekul utama larutan. Untuk lebih memahami ion exchange chromatography, akan
kita bahas lebih dalam pada kesempatan selanjutnya.
6. Affinity Chromatography
Kromatografi tipe ini menggunakan bahan stasioner jenis khusus untuk mengikat
salah satu komponen dari sampel campuran secara spesifik. Molekul pengikat tersebut
memiliki nilai afinitas khusus, yang cenderung mudah mengikat suatu substansi
tertentu. Sifat inilah yang digunakan untuk proses kromatografi afinitas.

Gambar 8. Prinsip Dasar Affility Chromatography


(Sumber : http://artikel-teknologi.com/macam-macam-kromatografi/)

Selain metode GC/MS, terdapat dua metode lain yang juga dapat mendeteksi adanya
senyawa narkoba atau tidak, metode tersebut adalah :
1. Thin Layer Chromatography (TLC)
TLC dilakukan dengan menambahkan larutan (solvent) kedalam urin untuk
mengekstrak narkoba kemudian membandingkan spot-spot warna pada piring TLC
(Nightbyrd). Namun, akurasinya sangat rendah sehingga tes ini jarang dipakai. Tes
ini didasarkan pada perbedaan angka migrasi dari sejumlah zat pada medium porous.
derajat migrasi dan karakteristik warna berbagai narkoba bersifat unik. Tes ini dapat
mendeteksi adanya narkoba tapi tidak dapat mendeteksi kadarnya. Jadi sifatnya
hanya menyediakan respon positif/negatif. TLC dapat mendeteksi hanya pada
sejumlah kecil zat selama 12-24 jam setelah konsumsi, dan kebanyakan
menghasilkan respon keliru yang sangat tinggi (negatif). Kit TLC dinamakan
ToxiLab. Kit ini telah ditinggalkan pada sebagian besar bagiannya.

2. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

23
HPLC biasa digunakan untuk mendeteksi steroid anabolik. Mirip dengan GC,
kecuali cairan yang digunakan untuk membawa sampel melewati kolom
chromatographic tidak dipanasi. HPLC lebih sensitif dan spesifik dan lebih cepat
daripada GC. GC dan HPLC adalah metode yang cukup dipercaya untuk
pemeriksaan, dan memungkinkan determinasi yang luas pada berbagai senyawa
narkoba. HPLC dipakai untuk memeriksa level kafein dalam urin. Beberapa steroid
bisa dianalisa dengan teknik ini, namun teknik GC dan HPLC kurang sensitif untuk
mendeteksi beta-adrenergic blockers (obat-obatan yang nama generiknya seperti
Acebutolol, Atenolol, dan Betaxolol)
Kromatografi telah berkembang sangat luas untuk berbagai kebutuhan
penggunaan. Berbagai metode baru hasil pengembangan metode-metode di atas
telah lahir untuk memenuhi berbagai kebutuhan analisa. Terutama kebutuhan untuk
menganalisa berbagai jenis zat yang memiliki sifat berbeda-beda.

C. Tugas 3 : Perhitungan pada GC/MS

Anda mengetahui suatu campuran yang mengandung metil propionat dan metil n-butirat
dianalisis dengan GC dengan data sbb:

 Dari 5 μ L larutan standar metil propionat dan metil n-butirat masing-masing


menunjukkan puncak pada 3,4 dan 8,2 menit.
 Sebanyak 5 μ L dari campuran standar berikut dianalisis, dengan hasil :
Tabel 5. Hasil Pengamatan GC/MS Metil Propionat
No Hexachlorobenzene Pentachlorobenzene Tinggi puncak
(mL) (mL) hexachlorobenzene
(mm)
1 0.1 1.9 3.75
2 0.2 1.8 7.50
3 0.3 1.7 11.25
4 0.4 1.6 15
pada persentasi volum metil propionate masing – masing.

 Dari hasil injeksi 5 μ L sampel yang tidak diketahui teramati adanya puncak
puncak pada 3,4 menit dengan tinggi senilai 12,5 mm.

24
 Pada salah satu campuran standar metil propionat dan metil n-butirat yang digunakan
menunjukkan data sebagai berikut: lebar dasar puncak pada metil propionat dan metil
n-butirat berturut-turut adalah 1,45 menit dan 3,65 menit.

Bagaimana Anda menentukan:

1. Kandungan senyawa metil propionat dalam sampel tersebut ?


Perhitungan dilakukan dengan menggunakan kurva kalibrasi dan metode least square.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat dibuat grafik/kurva kalibrasi yang
menunjukkan hubungan konsentrasi metil propionat dalam persen (x) terhadap tinggi
puncak (y), dimana pada grafik terbentuk garis linear yang naik dari kiri bawah ke kanan
atas.
Setelah diplot dalam grafik, didapat hasil berikut :

Grafik Tinggi Puncak vs Persen Metil Propionat


20
18.75
18
16
15
14
Ti nggi Puncak (mm)

12
11.25
10
8 7.5
6
4 3.75
2
0
5 10 15 20 25
Konsentras i metil propionat (%)

Gambar 9. Plot Persen Metil Propionat vs Tinggi Puncak

nilai m dan c dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N Σ ( XiYi )−( ΣXiΣYi ) Σ Xi2 ΣYi−ΣXiΣ( XiYi) ...(16)


m= ...(15) c=
NΣ Xi2−(ΣXi)2 NΣ Xi 2−(ΣXi)2

= 0,75 =0

Sehingga, persamaan garis dari kurva kalibrasi tersebut adalah:


y = 0,75x

25
Diketahui bahwa tinggi puncak terukur 12,5 mm sehingga didapatkan nilai konsentrasi
metil propionat dalam sampel adalah sebagai berikut:

y 12,5
x= = =1 6,67
m 0, 75
Konsentrasi metil propionat dalam sampel adalah 16,67%. Diketahui bahwa sampel
memiliki volume 5 μL . Sehingga, volume metil propionat dalam sampel ialah:
V =16,67 ×5 μL
¿ 0,83 μL
¿ 8,3 ×10−7 L
Jadi, konsentrasi senyawa metil butirat dalam sampel air minum ialah sebesar 16,67% atau
memiliki volume 8,3 ×10−7 L dari 5 μL larutan sampel.

2. Resolusi kolom (Rs) [tanpa satuan]


Jawab: Menggunakan persamaan 12
2[ ( t R ) B−( t R ) A ]
R=
W B +W A
Pada kasus diatas, diketahui data sebagai berikut:
 Waktu retensi larutan standar metil propionat, ( t R ) A = 3,4 menit

 Waktu retensi larutan standar metil butirat, ( t R ) B = 8,2 menit


 Lebar dasar puncak metil propionat, W A = 1,45 menit
 Lebar dasar puncak metil butirat, W B = 3,65 menit
Menggunakan persamaan (12) maka nilai resolusi dapat diketahui sebagai berikut:
2[ ( t R ) B−( t R ) A ]
R=
W B +W A
2 ( 8,2−3,4 ) menit
¿
( 1,45+3,65 ) menit
32
¿
17
¿ 1,882
3. Jumlah piringan rata-rata (N rata-rata)
Jawab : Dengan menggunakan persamaan (11)
 Jumlah piringan yang dibutuhkan metil propionat (NA)
2

N A =16 ( )
(t R)A
WA
2
3,4
¿ 16 ( )
1,45

26
¿ 16 ×5,49
¿ 87,97
 Jumlah piringan yang dibutuhkan metil butirat (NB)
2

N B =16 ( )
(t R)B
WB
2
8,2
¿ 16 ( )
3,65
¿ 16 ×5,05
¿ 80,75
 Jumlah piringan rata-rata yang dibutuhkan ialah:
Npropionat + Nbutirat
Ń= ………(17)
2
87,97+80,75
¿ =84,36
2
Jadi, jumlah piringan rata-rata yang dibutuhkan sebanyak 84,36 atau sekitar 85
piringan.
4. Tinggi Piringan (H) (dalam meter)
Dengan mengasumsikan panjang kolom (L) yang digunakan adalah 30 m dengan N = 85
piringan dari hasil perhitungan, maka tinggi piringannya menggunakan persamaan (9)
adalah
L
H=
N
30 m
H=
85 piringan
H=0,353 m
Jadi, tinggi piringannya adalah 0,35 m.
5. Panjang kolom jika resolusi 1.5
Pada persamaan resolusi yaitu persamaan (13), k dan α tidak berubah secara drastis
dengan adanya perubahan L dan N, sehingga kita bisa anggap k dan α akan konstan.
Apabila resolusi ingin diubah, maka yang mempengaruhi adalah akar dari jumlah
piringannya, sehingga didapat persamaan

27
R
R
(¿¿ S)2=
√N1
√ N 2 …..(18)
(¿¿ S)1
¿
¿
R R
Dengan (¿¿ S)1 (didapat dari perhitungan sebelumnya) = 1,88, (¿¿ S)2 (diinginkan
¿ ¿
dari soal) = 1,5 , N1 (hasil perhitungan sebelumnya) = 88 piringan, dan N2 adalah jumlah
piringan yang akan dicari. Apabila kita substitusikan akan diperoleh:
1,88 √ 85
=
1,5 √ N 2
2
√85 x 1,5
N 2= ( 1,88 )
N 2=54,11 ≈ 55 piringan
Dengan diketahuinya jumlah piringan, kita bisa menentukan berapa panjang kolomnya
bila resolusi menjadi 1,5 dengan tinggi piringan tetap (H = 0.35 m, dengan L1= 30 m)
L2
N 2=
H
L2=N 2 . H
L2=55 piringan x 0,35 m
L2=19,25 m
Sehingga, panjang kolom bila resolusi kolom yang diharapkan 1,5 menjadi 19,25 m.
6. Waktu elusi senyawa metil propionat yang diperlukan pada panjang kolom
tersebut
Resolusi pada kolom yang diperpanjang adalah 1,5. Waktu elusi setelah kolom
diperpanjang bisa ditentukan dengan menggunakan resolusi kolomnya. Dengan
menggunakan penurunan persamaan resolusi, yaitu dengan persamaan (14) u , α, dan k
diasumsikan tidak berubah atau perubahannya sangat kecil apabila waktu retensi dan
resolusi berubah, sehingga didapatkan persamaan

28
R
R
2 (t R )1
(¿¿ S)2 =
(t R )2 …….(19)
2
(¿ ¿ S)1
¿
¿
R
R
(¿¿ S)12(t R)1
……..(20)
(¿¿ S )22
¿
(t R )2=¿
(1,5)2
(t R )2= 3,4 menit
(1,88)2
(t R )2=2,16 menit
Sehingga, pada kolom dengan resolusi 1,5 , waktu elusinya adalah 2,16 menit.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. NAPZA (Narkoba) dapat memberikan efek buruk pada kejiwaan, juga kesehatan,
dan menyebabkan ketergantungan, namun dapat juga memberikan dampak positif
terutama dalam bidang medis.
2. Gas Chromatography/Mass Spectrometer adalah gabungan dari dua metode
analisis dengan prinsip pemisahan komponen dari senyawanya sesuai dengan
perbedaan volaitilitas dan berat molekulnya.
3. Metode analisis Gas Chromatography/Mass Spectrometer adalah metode yang
umumnya digunakan untuk uji narkoba dan memberikan hasil cukup spesifik.
4. Terdapat banyak jenis kromatografi, dan terdapat 2 jenis kromatografi lain yang
juga dapat digunakan untuk uji narkoba, yaitu Thin Layer Chromatography dan
High Performance Liquid Chromatography.
5. Terdapat beberapa parameter dalam metode Gas Chromatography yang
mempengaruhi kinerja instrumennya.

29
6. Perhitungan kadar dalam sampel pada metode GC/MS dapat dihitung dengan
menggunakan kurva kalibrasi dengan pendekatan regresi linear.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC
Kenkel, John. 2003. Analytical Chemistry For Technicians. 3rd Edition. Florida : CRC
Press Publishing.
Kromatografi Gas | Yogi Irawan - Academia.edu. 2015. Kromatografi Gas | [ONLINE]-
Tersedia di : http://www.academia.edu/6376243/Kromatografi_Gas [Diakses 13
November 2015].
Ristina, maria. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN – Batan
Skoog, Douglas A., Donald M. West, dan F. James Holler. 1996. Fundamentals of
Analytical Chemistry. 7 th edition. Philadelphia: Saunders College.
Supandi, et.al. 2011. Analisis Kualitatif Amphetamine-Type Stimulants (ATS) pada
Sampel Urin Hasil Razia Kepolisian yang di Terima oleh Badan Narkotika
Nasional dengan Metode GC-MS. Farmasains. Vol. 1 nomor 3, April 2011.
Diambil dari :
http://farmasains.uhamka.ac.id/wp/content/uploads/2015/01/Farmasains-Uhamka-
Vol-1-no-3-Supandi farmasains.uhamka.ac_.id_.pdf. (14 November 2015).

30
Suwarso, Manajemen Laboratoris Penyalahgunaan Obat dan Komplikasinya, Bagian
Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2002 hal ; 6,7,8,9,10
Underwood, A.L. dan Day R.A. 2001. Analisa Kimia Kualitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
Underwood, dan Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi 6. Diterjemahkan oleh: Iis
Sopyan. Jakarta: Erlangga.
Underwood, dan Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi 6. Diterjemahkan oleh: Iis
Sopyan. Jakarta: Erlangga.
University of Bristol. 2015. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC/MS).
[ONLINE] Tersedia di: http://www.bris.ac.uk/nerclsmsf/techniques/gcms.html.
[Diakses 14 November 2015].

31

You might also like