Professional Documents
Culture Documents
Analisis kandungan pestisida dalam air minum ini, kami menggunakan teknik GC/MS.
Teknik ini merupakan perpaduan dari kedua teknik, yaitu kromatografi gas (GC) dan
spektrometri massa (MS). Oleh karena itu dalam merancang analisis ini kita menggunakan
kedua teknik ini denga terlebih dahulu menganalisis dengan teknik GC dan kemudian
dilanjutkan dalam rancangan alat MS. Rancangan analisis ini terdiri dari:
a. Prinsip kerja
Kromatografi Gas (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam
kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk
menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen
dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam
mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (mobile phase) adalah sebuah
operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive
seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis
lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari
sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang
digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph
(aerograph, "gas pemisah").
Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji,
memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa
terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada.
Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negative yang dihasilkan
dari sumber tumbukan umumnya sedikit.
Kombinasi GCMS
Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis
yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik,
memasukkannya ke dalam instrumen, memisahkannya menjadi komponen
tinggal dan langsung mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti
dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing komponen. Pada
Gambar 4, sumbu z menyatakan kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan
spektrum kromatografi, dan sumbu y menyatakan spektrum spektroskopi
massa. Untuk menghitung masing-masing metode dapat divisualisasikan ke
dalam grafik dua dimensi.
Kolom
Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube
panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki
fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Ada tiga
hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang
diinjeksikan pada kolom:
Filter
Selama ion melui rangkaian spekstroskopi massa, ion-ion ini melalui
rangkaian elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan
masa. Para ilmuwan memisahkan komponen-komponen massa untuk
kemudian dipilih yang mana yang boleh melanjutkan yang mana yang tidak
(prinsip penyaringan). Filter ini terus menyaring ion-ion yang berasal dari
sumber ion untuk kemudian diteruskan ke detektor.
Detektor
Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi
nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor
yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternatif
lainnya.
Rekorder
Digunakan untuk merekam hasil dari deteksi yang diberikan oleh
detector, hasil rekaman ini berupa gambar kromatogram, dan ada yang
sudah menggunakan unit proses komputer.
c. Tahap-tahap atau cara kerja
Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:
Sample preparation
Derivatisation
Injeksi
Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection port.
GC/MS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi karena
akan terdekomposisi pada awal pemisahan.
separation
Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju alir tertentu
melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC memiliki
cairan pelapis (fasa diam) yang inert.
MS detektor
Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang tidak
diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.
Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari senyawa
yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.
Scanning
Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama
pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk digunakan
dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini dapat dibandingkan
dengan acuan.
Adapun waktu retensi ( t R ) menentukan besar kelajuan linear rata-rata komponen sampel
(the average linear rate of solute migration / v ), sedangkan dead time ( t M ) menentukan
kecepatan linear rata-rata molekul fasa gerak (the average linear velocity of molecules of
the mobile phase / u ). Keduanya merupakan parameter penting untuk mengidentifikasi
puncak-puncak dalam kromatogram. Persamaannya dapat dilihat di bawah ini.
L L
v ............... (2) dan u ................... (3)
tR tM
di mana L adalah panjang dari paking kolom (column packing).
Volume Retensi
Volume retensi merupakan volume fasa gerak yang dibutuhkan untuk mengelusi
komponen sampel keluar kolom. Volume retensi VR adalah produk dari waktu retensi dan
laju alir fase gerak (v), dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑉𝑅 = 𝑡𝑅 × 𝑣 ....................... (4)
Retensi relatif ra/b adalah rasio retensi standar (a) terhadap sampel (b) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
' '
t RA VRA
rA / B '
'
........................... (5)
t RB VRB
Penggunaan waktu retensi relatif lebih dipilih daripada waktu retensi absolut. Waktu
retensi absolut tergantung pada kolom yang digunakan sehingga hal ini sulit untuk
diseragamkan. Pada gas campuran akan tampak beberapa puncak di mana analisis dilakukan
pada masing-masing puncak. Secara mendasar, terdapat tiga kondisi dalam penentuan
komponen sampel :
1) Bila waktu retensi A sama dengan waktu retensi B, maka belum tentu komponen B sama
dengan A. Kasus ini merupakan salah satu batasan dalam penggunaan GC. Bila ditemukan
kasus ini sebaiknya digunakan metode lain.
2) Bila waktu retensi A tidak sama dengan B dapat dipastikan B bukan A.
3) Bila tidak terdapat puncak selain A maka dapat dipastikan tidak ada sampel pada batasan
deteksi.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran retensi. Presisi data
tergantung pada kemampuan alat untuk mengatur suhu kolom dan laju alir gas. Perubahan
suhu sekitar 30oC memperbesar waktu retensi dua kali lipat. Untuk penyimpangan 1%,
perubahan suhu harus dijaga tidak lebih dari 0,3oC. Faktor lainnya adalah jumlah sampel,
bila sampel yang diinjeksi overload (kelebihan) maka akan terbentuk leading peaks atau
tailing peaks, tergantung kandungan sampel (gambar 2). Untuk mengatasinya biasanya
jumlah sampel diinjeksi setengahnya. Langkah tersebut terus dilakukan hingga puncak tidak
mengalami perubahan untuk memastikan jumlah sampel dalam kondisi nonoverload.
c. Faktor Kapasitas
Faktor kapasitas (capacity factor; k ' ), disebut juga retention factor, merupakan
parameter untuk menunjukkan kecepatan migrasi zat terlarut dalam kolom Faktor kapasitas
(capacity factor) merupakan perbandingan jumlah mol (volume) sampel dalam fase diam
dengan dalam fase gerak, di mana nilai tersebut menunjukkan seberapa kuat komponen-
komponen dalam sampel yang dibawa oleh fase gerak berinteraksi dengan fase diam dalam
kolom. Misalnya untuk zat terlarut A, maka faktor kapasitas dirumuskan sebagai
K V t t
k ' A A S .............. (6) atau k ' A R M ............. (7)
VM tM
Dengan KA adalah koefisien partisi untuk komponen A. Jika k’A < 1 maka tm akan
terlalu besar sehingga elusi terjadi terlalu cepat. Hal ini menyebabkan sulitnya menentukan
waktu retensi. Jika k’A lebih besar dari 20 atau 30, maka elusi akan berlangsung lama.
Idealnya, pemisahan terjadi pada kondisi dimana 5 < k’A < 1. Faktor kapasitas dapat diubah
dengan mengubah temperatur dan pengepakan kolom.
d. Faktor Selektivitas
Faktor selektivitas (selectivity factor; ) didefinisikan sebagai perbandingan antara
rasio partisi zat terlarut B yang lebih kuat tertahan dengan rasio partisi dari zat terlarut A
yang kurang kuat tertahan atau lebih cepat terelusi, dapat juga didefinisikan sebagai rasio
antara kapasitas faktor dari dua puncak.
KB k 'B (t R ) B t M
atau atau ................... (8)
KA k'A (t R ) A t M
Parameter dalam Perluasan Pita (Band Broadening) dan Efisiensi Kolom (Column
Efficiency)
a. Tinggi Piringan (Height Equivalent to a Theoretical Plate [HETP]; H )
Untuk tinggi piringan (Height Equivalent to a Theoretical Plate [HETP]; H ), semakin
kecil nilainya maka semakin besar efisiensi kolom. Adapun tinggi piringan didefinisikan
sebagai
L
H ................................ (9)
N
Selain itu, karena pita-pita kromatografi merupakan kurva distribusi normal atau
Gaussian (dideskripsikan oleh deviasi standar, dan variasi, 2 ) dan efisiensi kolom
digambarkan dalam luas puncak-puncak kromatografi, maka variasi per satuan panjang
kolom didefinisikan sebagai tinggi piringan untuk mengukur efisiensi kolom.
2
H .................................. (10)
L
b. Jumlah Piringan (The Number of Theoretical Plates; N )
Efisiensi kolom juga diekspresikan sebagai jumlah piringan (the number of theoretical
plates; N ). Efisiensi meningkat seiring dengan peningkatan jumlah piringan. Nilai N juga
dapat ditentukan dengan menurunkan persamaan yang berkaitan dengan kurva Gaussian
sehingga diperoleh persamaan:
2
2 t
t
N 16 R atau N 5.5 R ........................ (11)
W W1
2
di mana W 1 merupakan lebar dasar puncak pada setengah tinggi puncak.
2
Rs ; t R B
4 1 k ' B
..................... (13)
u 1 k ' B 2