You are on page 1of 29

TUGAS MAKALAH

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI FARMASI

( TRANSDERMAL )

OLEH :

KELOMPOK VI

MICIE E. SARIWATING (N111 05638)

GRISYE TORRY (N111 05665)

A. RIAN HARIANTY L. (N111 05651)

SRI RISKI SILAWANE (N111 05679)

CORY RANDA (N111 05636)

NIKI TRINOWATI (N111 05670)

SURIANI BEDDU (N111 05675)

RACHMAH ISLAMI

WAN NOR FADZLINA

NURHAINUN IBRAHIM

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2010
TRANSDERMAL

Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk

sediaan farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada

permukaan kulit, namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh

melalui kulit (trans = lewat; dermal = kulit).

Umumnya penggunaan transdermal adalah pada obat-obatan hormon, misalnya

estrogen. Yang paling umum ditemui mungkin koyo untuk menghilangkan

kecanduan rokok, atau menghilangkan nafsu makan (berfungsi sebagai

pelangsing).

Bentuk transdermal menjadi pilihan terutama untuk obat-obat yang apabila

diberikan secara oral bisa memberi efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya

efek penggumpalan darah akibat estrogen oral, atau iritasi lambung pada obat-obat

antiinflamasi non steroid dan aspirin/asetosal.

Kulit yaitu organ terbesar dari tubuh manusia dengan tebal 0,5 - 5 mm yang

melindungi struktur-struktur dibawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori.

Struktur kulit manusia terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing tersusun dari

berbagai jenis sel dan memiliki fungsi bermacam-macam. Ketiga lapisan itu adalah

epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan).

Gambar 1. Penampang Kulit Manusia


Epidermis memiliki ketebalan 100-150 µm dan terdiri dari 4 lapisan antara

lain stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum dan stratum korneum.

Di bagian dalam lapisan epidermis terdapat sel-sel berbentuk kubus yang cepat

membelah diri sementara sel-sel di lapisan luar mati dan menggepeng. Sel-sel

epidermis berikatan erat satu sama lain melalui desmosom titik yang berhubungan

dengan filamen keratin intrasel untuk membentuk suatu lapisan pembungkus

kohesif yang kuat.

Komponen utama epidermis adalah protein keratin yang dihasilkan oleh sel-

sel keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya tahan tinggi serta

tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangya air tubuh dan melindungi

epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi.

Pada epidermis pula akan dijumpai sel pigmen (Melanosit). Melanosit

mensintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respon terhadap rangsangan

hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit (Melanocyte Stimulating

Hormone). Melanin merupakan pigmen hitam yang menyebar ke seluruh epidermis

untuk melindungi sel dari radiasi sinar UV.

Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel

ini mengenali zat asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan memulai

mekanisme serangan imun. Stress dapat mempengaruhi fungsi sel Langerhans

dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi sinar UV dapat mengurangi

kemampuan sel Langerhans mencegah kanker.

Lapisan yang menyusun epidermis dari yang terdalam hingga paling luar:
a. Stratum basale

Lapisan yang terdiri dari lapis tunggal sel muda yang tidak terdiferensiasi dan

berbentuk tabung. Berperan memperbaharui epidermis dan menggantikan sel-sel

stratum korneum yang sudah mati pada permukaan kulit.

b. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri dari sel berbentuk poligonal masih memiliki nukleus dan organel

namun mengandung filamen keratin lebih banyak dibandingkan sel yang ada di

stratum basale. Antar sel dihubungkan oleh desmosom yang dapat pecah sehingga

melanosit dan leukosit dapat bermigrasi.

c. Stratum granulosum

Lapisan ini merupakan tempat terjadinya aktivitas biokimia dan perubahan bentuk

morfologi sel sehingga pada zona ini terdapat campuran sel yang hidup dengan sel

keratin yang mati. Polipeptida membentuk gabungan sel keratin, membentuk

lapisan spinosum yang bergerak pada zona transisi menjadi molekul serat keratin

yang tidak larut.

d. Stratum korneum

Lapisan terluar dari kulit ini merupakan barier pertama untuk difusi zat-zat termasuk

air. Memiliki ketebalan 10-20 µm saat kondisi kering dan dapat menebal saat

kondisi basah. Tersusun atas 10-25 lapisan sel yang kompak, rata, kering dan sel

keratin. Sel-sel lapisan stratum korneum secara fisiologi tidak aktif dan akan selalu

digantikan dari lapisan epidermis di bawahnya. Kulit manusia terdiri dari 10-70

folikel rambut dan 200-250 kelenjar keringat untuk setiap cm2 luas tubuh. Bagian

kulit yang mengandung komponen di atas hanya 0,1 % dari total luas kulit manusia,

walaupun demikian zat asing terutama yang larut dalam air kemungkinan dapat

berpenetrasi ke dalam kulit melalui bagian kulit tersebut lebih cepat dibandingkan
kontak dengan stratum korneum.

Lapisan jaringan ikat yang mengandung 75 % serat kolagen (untuk

kekuatan), 4 % serat elastin (untuk peregangan) dan 0,4 % serat retikulin. Serat-

serat kolagen dan elastin tersusun secara acak dan menyebabkan dermis teregang

dan memiliki daya tahan. Asam hialuronat yng disekresikan oleh sel-sel jaringan

ikat memiliki mekanisme kerja melapisi protein dan menyebabkan kulit menjadi

elastis dan turgor (tegang).

Di seluruh dermis terdapat pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis,

pembuluh limfe, folikel rambut serta kelenjar keringat dan sebasea (minyak).

Pembuluh darah dalam lapisan ini berfungsi sebagai regulator temperatur dan

tekanan serta menyalurkan dan membuang bahan makanan serta sisa ekskresi.

Pada dermis pula terdapat sel mast yang mengeluarkan histamin selama

peradangan dan makrofag yang memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme.

Lapisan yang terletak dibawah dermis ini terdiri dari lemak dan jaringan ikat

yang berfungsi sebagai peredam kerja dan insulator panas. Selain itu lapisan ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori.

ABSORPSI PERKUTAN

Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari luar kulit ke dalam

jaringan di bawah kulit untuk kemudian memasuki sirkulasi dalam darah. Molekul

obat yang berkontak dengan kulit dapat terpenetrasi dengan tiga jalur penetrasi

potensial, yaitu melalui kelenjar keringat, melalui folikel rambut dan kelenjar minyak

(sering disebut jalur appendageal), atau menembus langsung stratum korneum.

Obat masuk melalui kelenjar keringat dan folikel rambut disebabkan karena

adanya pori-pori di antaranya sehingga memungkinkan obat tersebut berpenetrasi.

Rute appendageal mengakibatkan waktu difusi yang pendek dan untuk molekul
polar.

Jalur appendageal hanya mencakup 0,1% area untuk penyerapan pada kulit,

sehingga perannya dalam penetrasi dapat diabaikan. Hal tersebut mengakibatkan

teknik peningkatan penetrasi lebih difokuskan pada peningkatan penghantaran

melalui statum korneum dibandingkan dengan jalur appendageal, terkecuali pada

iontophoresis dimana pengunaan muatan elektrik untuk membawa molekul menuju

kulit terutama melalui jalur appendagal memiliki hambatan elektrik yang lebih

rendah.

Pada kulit normal, jalur utama penetrasi obat umumnya melalui lapisan

epidermis melewati stratum korneum, di mana jumlah obat yang berpenetrasi

tergantung luas permukaan tempat yang dioleskan dan tebal membran. Lalu rute

transepidermal ini disebut sebagai jalur utama penetrasi obat karena luas

permukaan epidermis 100 sampai 1000 kali lebih luas dari permukaan kelenjar

lemak atau keringat.

Lapisan penentu pada absorbsi transepidermal adalah stratum korneum.

Secara mikroskopik bagian antar sel di dalam stratum korneum berisi bahan lemak

yang amorf dan volumenya mencapai 5 % dari volume total. Adanya lemak, keratin,

dan lapis ganda yang bermuatan listrik dapat menghambat proses absorpsi obat.

Berdasarkan kepolaran molekul, molekul yang polar akan membentuk ikatan

hidrogen dengan bagian protein dalam lapisan filamen protein, sedangkan molekul

yang tidak polar di mana kelarutannya dalam minyak lebih besar akan larut dalam

lemak yang terdapat pada filamen. Komponen lemak yang ada pada stratum

korneum ini merupakan kendala utama yang menyebabkan rendahnya penetrasi

obat melalui lapisan ini.

Kerusakan atau perubahan pada lapisan sratum korneum akan


memperbesar laju difusi suatu bahan obat karena perubahan permeabilitas dari

stratum korneum. Jalur difusi melalui stratum korneum melalui dua jalur yaitu : jalur

transeluler dan jalur interseluler. Jalur transeluler bekerja dengan menembus sel

sedangkan jalur interseluler melewati ruang antar sel. Rute yang lebih umum

adalah melalui rute interseluler. Bahan obat melintasi membran lipid antara

korneosit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan :

1. Konsentrasi obat merupakan faktor yang penting.

Umumnya, jumlah obat yang diabsorpsi secara perkutan per unit luas permukaan

per satuan waktu akan meningkat, bila kosentrasi obat pada sistem

penghantaran obat transdermal ditambah.

2. Obat dengan bobot molekul antara 100-800 dengan kelarutan dalam lemak dan

air seimbang dapat berpermeasi pada kulit. Bobot molekul yang ideal untuk

Transdermal Drug Delivery System adalah 400 atau kurang.

3. Harga koefisien partisi obat yang tergantung dari kelarutannya dalam air dan

minyak. Harga ini menentukan laju perpindahan melewati daerah absorbsi.

Koefisien partisi dapat diubah dengan memodifikasi gugus kimia dalam struktur

obat dan variasi pembawa.

4. Kondisi pH akan mempengaruhi tingkat disosiasi serta kelarutan obat yang

bersifat lipofil.

5. Profil pelepasan obat dari pembawanya, tergantung dari afinitas obat terhadap

pembawa, kelarutan obat dalam pembawa, dan pH pembawa.

6. Komposisi sistem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari permeabilitas

stratum korneum yang disebabkan hidratasi dan perubahan struktur lipida.

7. Adanya efek depot pada lapisan tanduk atau stratum korneum sehingga dapat
terjadi ikatan yang bersifat irreversibel dan dapat memodifikasi permeasi kulit.

8. Peningkatan suhu kulit dapat menyebabkan perubahan difusi yang disebabkan

oleh peningkatan kelarutan obat.

9. Adanya vasodilatasi pembuluh darah juga dapat meningkatkan kelarutan obat.

10. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong

terjadinya absorpsi per kutan dari obat.

11. Waktu kontak obat dengan kulit. Semakin lama waktu kontak sediaan dengan

kulit maka jumlah obat yang diabsorbsi akan meningkat.

12. Luas permukaan tempat obat dioleskan. Obat akan diabsorbsi dalam jumlah

yang lebih banyak bila luas permukaan tempat yang dioleskan diperbesar.

(Contoh menggunakan sediaan transdermal yang lebih besar).

CARA-CARA UNTUK MENINGKATKAN PENETRASI OBAT

a. Enhancer kimia

Air

Mekanisme bagaimana air dapat meningkatkan penghantaran obat secara

transdermal sebenarnya belum jelas, tetapi diperkirakan mekanismenya adalah air

yang bebas dan jaringan dapat mengubah kelarutan dari permeant, dan dengan

stratum korneum akan mengubah pembagian permeant dari pembawa ke dalam

membran.

Sulfoksida

Contoh sulfoksida yang paling banyak dibahas adalah Dimetilsulfoksida (DMSO).

DMSO merupakan enhancer kuat, baik dalam meningkatkan permeabilitas bagi

senyawa hidrofilik maupun lipofilik. DMSO mendenaturasi protein dan mengubah

konformasi dari keratin intraseluler dari bentuk helical menjadi bentuk sheet. DMSO

juga berinteraksi dengan lipid interselular pada stratum korneum.


Azone

Azone (1-dodecylazacycloheptan-2-one atau laurocapram) merupakan gabungan

struktur dari amida siklik (struktur pirolidon) dengan alkilsulfoksida. Azone paling

efektif apabila digunakan pada konsentrasi rendah, biasanya digunakan

konsentrasi antara 1% hingga 3%. Azone memiiliki efek yang lebih besar terhadap

zat-zat hidrofilik daripada lipofilik.

Struktur Azone yang memiliki kepala polar yang besar dengan rantai alkil yang

panjang membuatnya dapat terdispersi dalam lipid bilayer sehingga mengganggu

konformasi dari lipid bilayer. Sifat non polar Azone menyebabkannya tidak dapat

bekerja pada protein keratin. Namun demikian, Azone dapat mempengaruhi struktur

lipid dengan sangat hebat karena molekul-molekulnya dapat menyelip di antara

struktur lipid secara acak sehingga mencegah terbentuknya struktur yang kompak

dan solid.

Pirolidon

Pirolidon yang paling banyak digunakan adalah N-metil-2-pirolidon (NMP) dan 2-

pirolidon (2P). Pirolidon memiliki efek yang lebih besar terhadap zat-zat hidrofilik

daripada lipofilik. Mekanismenya adalah pirolidon dapat masuk ke dalam lapisan

horny dari manusia.

Asam Lemak

Ada banyak jenis asam lemak rantai panjang yang dapat digunakan untuk

meningkatkan penghantaran transdermal, tetapi yang paling populer adalah asam

oleat. Mekanismenya adalah asam lemak akan berinteraksi dengan dan

memodifikasi lipid pada lapisan horny.

Alkohol, lemak alkohol, dan glikol

Etanol digunakan pada beberapa formulasi transdermal dan sering digunakan


sebagai pelarut pilihan untuk penggabungan dengan patch. Etanol dapat

meningkatkan kelarutan zat dan penetrasi alkohol ke dalam lapisan horny dapat

mengubah kemampuan melarutkan dari jaringan.

Surfaktan

Surfaktan dapat melarutkan lipid pada stratum korneum, membuat stratum korneum

mengembang, dan berinteraksi dengan keratin. Banyak surfaktan yang dapat

mengiritasi kulit, dan Sodium Lauryl Sulfat (SLS) adalah iritan yang paling kuat.

Penelitian surfaktan sebagai enhancer terutama ditujukan kepada surfaktan anionik

dan nonionik.

Urea

Kombinasi urea dengan amonium laktat dapat menghidrasi stratum korneum dan

meningkatkan kadar air dari stratum korneum.

Minyak esensial, terpen, dan terpenoid

Jenis yang non polar lebih baik untuk zat lipofilik, sedangkan jenis yang polar lebih

baik untuk zat hidrofilik. Terpen berukuran kecil lebih potensial daripada terpen

ukuran besar. Mengubah kemampuan melarutkan dari stratum korneum dan saat

menguap menyebabkan peningkatan kadar zat, sehingga penetrasi meningkat.

Contoh: Eucaliptus, menthol

Fosfolipid

Ketika diaplikasikan ke stratum korneum, maka fosfolipid dapat melebur dengan

lipid stratum korneum.

Contoh: lecithin

Analog ceramida

Analog ceramida terdiri dari 8 kelompok polar dan 6 rantai berdasarkan L-serin dan
glisin (ceramida merupakan bagian penting dari lipid interselular). Konsepnya

adalah molekul enhancer, yaitu analog ceramida memiliki kemiripan dengan

ceramida.

Contoh: C2 ceramida

b. Cara-cara Fisika

Iontophoresis

Sistem penghantaran transdemal memiliki kekurangan, yaitu hanya zat aktif yang

poten, kecil, dan lipofilik saja yang dapat dihantarkan, tetapi dengan adanya teknik

iontophoresis ini, maka zat aktif yang dapat dihantarkan secara transdermal

menjadi bertambah, yaitu asam lemah, basa lemah, dan beberapa obat baru

seperti peptida dan protein. . Iontophoresis banyak diteliti karena efikasi,

keamanan, dan potensial untuk mengatur traspor obat melalui pelindung biologis.

Iontophoresis adalah salah satu teknik untuk meningkatkan penetrasi obat melalui

kulit secara fisika dengan menggunakan medan listrik yang berkekuatan lemah

(biasanya digunakan arus listrik 0,1-0,5 mA dan tegangan listrik kurang dari 10 V)

dan dapat diaplikasikan pada penghantaran obat secara transdermal. Zat aktif yang

baik untuk teknik iontophoresis ini adalah zat aktif yang polar dan dapat terionisasi.

Kemudian zat yang telah terionisasi akan melewati kulit melalui interaksi langsung,

dengan adanya medan listrik. Mekanisme transportasi tersebut dinamakan

elektromigrasi atau elektrorepulsi.

Gambar 6. Model peralatan teknik iontophoresis dan gambaran yang terjadi pada

kulit apabila digunakan teknik iontophoresis.

Electroporation

Electroporation adalah teknik yang pada awalnya dapat menghantarkan


makromolekul secara transmembran pada sel yang diisolasi, namun kemudian

dapat digunakan untuk penghantaran intraselular secara in vivo. Teknik tersebut

menggunakan listrik dengan tegangan tinggi dalam waktu singkat yang akan

menyebabkan pembentukan pores.

Sonophoresis

Sonophoresis adalah transportasi obat melalui kulit karena pengaruh dari

ultrasound. Ultrasound adalah suara yang memiliki frekuensi diatas 18 kHz,

biasanya digunakan frekuensi yang bervariasi antara 20 kHz hingga 16 MHz.

Energi dari ultrasound memiliki kemampuan meningkatkan tekanan udara diatas

area pengaplikasian transdermal dan efek dari jaringan dimanfaatkan pada terapi

medis. Penelitian menyatakan bahwa efek dari gelombang energi dengan jaringan

menyebabkan cavitation yang terjadi pada bilayer interselular dari stratum korneum.

GaGambar 8. Model peralatan teknik sonophoresis (A). Gambaran yang terjadi

pada kulit apabila digunakan teknik sonophoresis (B).

c. Vesicular Enhancer

Transfersome

Transfersome merupakan salah satu pembawa obat yang merupakan modifikasi

dari liposom. Transfersome disebut juga ultradeformable liposome.

Transfersome membutuhkan gradient hidrasi untuk dapat berpenetrasi ke dalam

stratum korneum. Transfersome mendehidrasi kulit dengan evaporasi,

menghasilkan perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam kulit dengan

konsentrasi air yang tinggi dan permukaan yang kering dari kulit. Transfersome

menghindari tegangan osmotik melalui dehidrasi, dengan cara demikian dapat

membuka jalan kecil interselular pada stratum korneum dan berpenetrasi.


Mekanisme Transfersome

Transfersome memiliki keterbatasan yakni cenderung tidak stabil karena mudah

terdegradasi. Namun, transfersome dapat menembus kulit lebih baik dibanding

liposome karena membran yang fleksibel. Transfersome dapat digunakan sebagai

pembawa obat NSAIDs seperti diklofenak, protein, insulin, interferon, imunisasi,

serta kortikosteroid.

Ethosome

Ethosome adalah vesicular carrier halus, lunak yang tersusun atas fosfolipid,

alkohol (dalam konsentrasi yang tinggi), poliglikol, lemak, serta air. Komposisi yang

tepat memungkinkan penghantaran zat aktif dalam konsentrasi tinggi melewatii

kulit. Penghantaran zat aktif dapat dimodulasikan dengan merubah perbandingan

alkohol : air atau alkohol-poliol : air. Fosfolipid yang sering digunakan adalah soya

phospholipids seperti phospholipon 90 (PL-90) dengan konsentrasi 0,5-10% w/w.

Kolesterol dapat ditambahkan ke dalam formulasi dengan konsentrasi antara 0,1-

1%. Etanol adalah enhancer yang efisien dan digunakan pada konsentrasi 20-50%

pada ethosome. Walaupun demikian, mengingat efek interdigitasi etanol pada

lapisan lemak maka vesicle tidak bisa mengandung terlalu banyak etanol.

Perbedaan mendasar antara ethosome dengan liposome adalah

keberadaan alkohol pada ethosome dalam jumlah yang tinggi. Penggunaan etanol

dalam konsetrasi tinggi (20-50%) diduga menjadi alasan utama kemampuan

penetrasi yang baik. Etanol konsentrasi tinggi tersebut dalam formulasi ethosome

dapat mengganggu kestabilan lapisan lemak pada kulit.

Mekanisme dari ethosome ini berkaitan dengan efek etanol (alkohol), dimana

masuknya etanol pada lipid interseluler dapat meningkatkan fluiditas lipid dan

menurunkan densitas lipid multilayer. Etanol dapat membantu melewati inter lipid
menuju sistemik, berkaitan dengan bentuknya yang lunak mudah dibentuk dan

kemampuan ethosome untuk bergabung dengan lipid kulit.

Keuntungan dari penggunaan ethosome, antara lain :

1. Ethosome meningkatkan kemampuan obat menembus kulit menuju sistemik.

2. Ethosome dapat digunakan untuk menghantarkan berbagai macam bentuk obat

(peptida, protein, molekul)

3. Komposisi ethosome aman digunakan

4. Penerimaan pasien yang tinggi.

5. Ethosome tidak melukai kulit.

TRANSDERMAL DELIVERY SYSTEM DESIGN

Salah satu bentuk alat yang digunakan untuk menghantarkan obat secara

transdermal adalah patch. Transdermal patch adalah patch adhesive yang

digunakan untuk pengobatan, diletakkan pada kulit untuk menghantarkan zat aktif

melewat kulit dan masuk ke pembuluh darah.

Secara kasat mata, patch terdiri atas 2 sisi. Sisi pertama adalah bagian

dimana zat aktif atau komponen lain tidak dapat berdifusi ke dalamnya. Sisi lainnya

adalah bagian patch yang akan berkontak dengan kulit. Pada sisi tersebut terdapat

pelapis yang harus dibuka terlebih dahulu sebelum digunakan pada kulit. Diantara

kedua sisi tersebut terdapat berbagai macam sistem, yakni sistem reservoir

(membrane-controlled), adhesive, multi layered, dan juga matrix (monolithic).

Semua jenis sistem ini bermaksud untuk memastikan zat aktif menembus

permukaan kulit yang kemudian akan memberikan efek sistemik.

Komponen Patch :

Release Liner
merupakan bagian yang melindungi patch selama penyimpanan. Liner ini harus

dilepaskan sebelum digunakan. Biasanya liner yang digunakan adalah silicon dan

fluorocarbon, polyester atau polycarbonate.

Zat aktif

Zat yang memiliki efek terapi, merupakan bagian dari sistem patch.

Adhesive

merupakan bagian yang melekatkan komponen dari patch dan juga melekatkan

pacth dengan kulit. Pada umumnya polimer adhesive yang digunakan adalah

polimer akrilat dan polyisobutylene.

Membran

merupakan bagian yang mengontrol pelepasan zat aktif pada sistem reservoir atau

multi layered.

Backing

adalah bagian patch yang tidak berkontak langsung dengan kulit. Melindungi patch

dari lingkungan luar. Backing layer terbuat dari polyester film, ethylene vinyl alcohol

copolymer (EVA), atau polyurethane film, polypropylene, polyester, polyethylene,

polyisobuthilene, serta polyvinyl chloride.

Jenis transdermal patch :

1. Adhesive Patch

Sistem ini hanya terdiri dari satu lapisan polimer adhesive yang mengandung zat

aktif. Sistem ini dapat menahan sejumlah zat aktif. Namun tak jarang, kontrol

pelepasan zat aktif dari sistem ini sangat rendah, dan stratum korneumlah yang

mengatur kecepatan absorbsi zat aktif ke dalam tubuh.

Contoh obat yang menggunakan patch dengan sistem adhesive antara lain litium

(pelepasan terkontrol) untuk terapi psikis.


2. Multi Layered Patch

Sistem ini sedikit lebih kompleks dibandingkan sistem adhesive sederhana. Sistem

ini menyerupai sistem adhesive. Pada sistem ini digunakan polimer yang berbeda

untuk menahan laju pelepasan zat aktif. Perbedaannya terletak pada penambahan

lapisan (biasanya membran) diantara dua lapisan drug-adhesive.

3. Matrix Patch (Monolithic System)

Pada lapisan matrix, zat aktif terjerat didalam matrix sehingga dapat menjadikannya

sediaan lepas terkendali. Sistem matrix ini memiliki lapisan matrix semisolid yang

mengandung larutan zat aktif atau suspensi zat aktif. Lapisan adhesive melapisi

matrix semisolid tersebut.

Polimer yang biasa digunakan adalah akrilat.

Contoh : Climara (estradiol), Daytrana (mengandung methylphenidate) digunakan

sebagai stimulan sistem saraf pusat, fentanil sebagai obat analgesik pada terapi

kanker, vitamin B12 untuk mencukupi kebutuhan vitamin B12 dalam tubuh.

4. Reservoir Patch (Membrane-Controlled System)

Berbeda dengan ketiga sistem diatas, pada sistem reservoir lapisan zat aktif adalah

kompartemen cair yang mengandung larutan zat aktif atau suspense. Kecepatan

pelepasan dikontrol oleh membran (contoh : membran micro-porous

polypropylene). Membran ini melapisi kompartemen cair tersebut.

Contoh : TRANSDERM SCOPA (mengandung skopolamin) yang digunakan untuk

anti mabuk perjalanan, nikotin yang digunakan untuk membantu menghentikan

merokok.

Tabel berikut berisikan beberapa obat yang dibuat dalam sediaan transdermal,

beserta polimer yang digunakan sebagai penyusun patchnya


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TRANSDERMAL

Seperti sistem penghantaran obat yang lainnya, sistem penghantaran transdermal

juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan

dari sistem penghantaran transdermal.

Kelebihan:

- Menghindari metabolisme prasistemik (contohnya, degradasi pada sistem

pencernaan atau pada hati), dan dibutuhkan untuk dosis harian yang lebih kecil

- Mengurangi variabilitas antar pasien atau pada pasien itu sendiri, yaitu terjadi

pada saat pelepasan zat aktif dari patch transdermal lebih lambat daripada difusi

obat melewati stratum korneum

- Kadar obat pada sirkulasi sistemik dapat diatur dengan therapeutic window (di

atas kadar efektif minimum (MEC) dan di bawah kadar yang menimbulkan efek

samping) sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang

- Karena masa kerja obat menjadi lebih panjang, maka akan mengurangi frekuensi

pemberian

- Meningkatkan penerimaan dan kenyamanan pasien

- Penghentian obat dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan melepaskan patch

Kekurangan:

Kekurangan dari sistem penghantaran transdermal berhubungan dengan fungsi

perlindungan kulit, yaitu jumlah zat aktif yang dapat melalui kulit dengan luas

permukaan tertentu. Kekurangan lainnya adalah metode ini terbatas hanya untuk

molekul zat aktif yang poten, dimana dosis hariannya kurang dari 10 mg atau

konsentrasi efektif plasma dalam ng/mL.

Walaupun zat aktif tersebut cukup poten, namun masih ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi, yaitu sifat fisikokimia zat aktif tersebut, yaitu memiliki berat molekul

yang cukup kecil, harus larut dalam lingkungan yang lipofilik maupun hidrofilik agar

dapat mencapai mikrosirkulasi dermal dan pada akhirnya dapat mencapai sirkulasi

sistemik.

Transdermal Drugs Delivery Systems adalah teknoogi kefarmasian yang

terkini. Transdermal Drugs Delivery system merupakan teknoogi lebih tinggi untuk

menghantarkan obat sampai ketujuannya.

Dulu kita hanya tahu kalo sakit dikasih obat obat dalam bentuk sediaan

tablet, kapasul, sirup, suntik (injection), bucal (dimasukkan lewat dubur), pake krim,

atau gel. Dengan teknologi baru ni, obat dapat langsung dihantarkan sampai

tujuannya dan tidak perlu melewati proses berliku-liku seperti jalur utama proses

pencernaan. *makanya disebut kaya delivery order hehehe*. selain itu utnuk

menimimalisasi farmakokinetik dan yang paling menyenangkan adalah pasien tidak

perlu menelan obat, cukup ditempelkan dipermukaan kulit dan tidak harus minum

obat berkali-kali setiap hari karena obat akan dilepas pelan-pelan.

Berhubung teknologi baru ini cukup mahal, tidak semua obat bisa dibuat

dalam bentuk transdermal drugs delivery system ini. Umumnya obat ini secara

komersil baru digunakan untuk:

1. cessation of tobacco smoking. Digunakan paling banyak untuk para perokok

yang ingin menghilangkan kebisaan merokoknya.

2. Woman’s health. Bagi para ibu yang ingin menunda kehamilannya dengan diberi

patch yang cukup ditempel yang berisi hormon kontrasepsi.

3. Pain management. Jika pasien menderita sakit tak tertahankan dapat


dipergunakan Lidocaine patch, yang bergunal sebagai anestetik, atau yang lebih

kuat lagi dengan fentanyl (opioid analgesic).

4. Obat Jantung/ Cardiovascular disease terutama untuk angina, dapat digunakan

Nitroglycerin patches.

CONTOH SEDIAAN TRANSDERMAL

No. Obat Pembawa Konsentrasi (%)

1. Estradiol Petrolatum 5

2. Klonidin Petrolatum 1

Petrolatum 9

3. Skopolamin Petrolatum 1,8

4. Nitrogliserin Petrolatum 2

5. Nikotin Air 10

6. Testosteron Petrolatum 5

7. Fentanyl*

1. Estradiol

Sediaan transdermal estradiol ditujukan sebagai pengganti hormon pada wanita

yang telah menopause. Pada 100 pasien yang menggunakannya, dilaporkan terjadi

reaksi kulit sekitar 5-35%. Reaksi yang terbanyak adalah mild erythema atau

pruritus pada tempat penggunaannya.

Selain itu ditemukan juga iritasi dan dermatitis pada penggunaan sediaan

transdermal estradiol. Baik estradiolnya maupun pengisinya sama-sama dapat

menyebabkan dermatitis. Komponen patch seperti adhesive, hidroksipropil

selulosa, enhancer, seperti alkohol, ada dalam reservoir, sama seperti estrogen
memperlihatkan dermatitis, namun lebih jarang terjadi.

2. Klonidin

Klonidin merupakan agonis sentral yang digunakan sebagai antihipertensi. Efek

samping pemberiannya secara transdermal adalah iritasi kulit lokal. Reaksi

dermatologi yang terjadi adalah sebesar 5-42%. Reaksi kulit yang membuat

pengobatan terhenti adalah reaksi hipersensitif tipe IV (delayed) yang dapat

diketahui dari tes yang menggunakan komponen-komponen transdermal klonidin.

Alergen yang banyak menyebabkan reaksi tersebut adalah poliisobutilen.

Penggunaan klonidin jangka panjang telah dievaluasi 102 pasien selama 5 tahun.

Efek samping lokal yang terjadi terutama pada minggu ke - 4 sampai 26. Kemudian

menghilang dan tidak terjadi lagi sampai 5 tahun penggunaan.

3. Skopolamin

Skopolamin merupakan alkaloid belladonna yang digunakan untuk mual atau

muntah yang berhubungan dengan gerakan, radioterapi, anestesi, dan

pembedahan. Sediaan transdermal skopolamin merupakan obat pertama yang

digunakan sebagai transdermal pacth.

Penggunaan transdermal skopolamin ini dapat menyebabkan reaksi alergi. Pada

pemberiannya terhadap 164 pelaut, 10% menghasilkan alergi setelah penggunaan

selama 1,5-15 bulan.

4. Nitrogliserin

Nitrogliserin merupakan nitrat organik yang digunakan untuk mencegah dan

mengobati angina pektoris akibat penyakit arteri koroner. Patch transdermal

nitrogliserin sering menyebabkan erythema karena nitrogliserin menyebabkan

vasodilatasi. Selain itu dapat juga menyebabkan iritasi ringan yang akan hilang

dalam beberapa jam.


Reaksi alergi pada kulit akibat nitrogliserin telah dilaporkan baik pada sediaan salep

maupun transdermal patch. Komponen acrylate adhesive merupakan alergen yang

menyebabkan reaksi alergi.

5. Nikotin

Administrasi nikotin perkutan dapat mengurangi kebiasaan merokok dan disajikan

sebagai suplemen selama proses mengubah tingkah laku dari perokok menjadi

tidak perokok. Efek samping penggunaan nikotin pacth antara lain gatal-gatal (16 -

29%), erythema (7-25%), dan edema (2-7%).

6. Testosteron

Transdermal testosteron umumnya digunakan untuk mengobati hypogonadism

pada pria. Penggunaannya ditujukan pada skrotum dan harus diganti setiap hari.

Tiga dari sembilan pria yang menggunakan placebo patch dilapokan mengalami

pruritus sementara, namun tidak terjadi pada yang menggunakan testosteron

transdermal.

7. Fentanyl

Fentanyl merupakan analgetik narkotik yang digunakan untuk keperluan operasi.

Efek sampingnya pada kulit adalah erythema. Reaksi dermatologi yang disebabkan

patch fentanyl umumnya ringan dan sementara.

KEAMANAN DAN UJI SEDIAAN TRANSDERMAL

Kita tahu bahwa segala sesuatu yang bersentuhan dengan kulit memiliki

potensi untuk menginduksi terjadinya reaksi di kulit. Reaksi tersebut dapat

berlangsung segera atau tertunda, kronis atau akut, iritan atau alergi.

Reaksi toksik yang akut dapat disebabkan oleh pemberian single maupun berulang

dari material yang sangat toksik. Hubungan material tersebut dalam menyebabkan
reaksi terkadang membingungkan. Tipe reaksi tersebut terjadi setelah kulit kita

bersentuhan dengan material-material seperti asam, basa, pelarut, dan pembersih.

Berbeda dengan reaksi toksik yang akut, iritasi dermatitis terjadi setelah

pemberian berulang. Iritasi dermatitis bersifat terlokalisasi, superficial,

nonimmunologic. Iritasi dermatitis biasanya terlokalisasi pada tempat diberikan

patch, dan tidak seperti reaksi alergi, iritasi dermatitis biasanya menghilang segera

setelah stimulusnya dihilangkan.

Beberapa material menyebabkan penetrasi kulit dan menstimulus respon

imun. Dua tipe alergi dermatitis adalah reaksi hipersensitivitas tipe segera dan

tertunda. Hipersensitivitas tipe segera (tipe I) menghasilkan interaksi antibodi-

alergen pada kulit, reaksi tersebut dikenal sebagai allergic contact urticaria.

Hipersensitivitas tipe tertunda (tipe IV) menghasilkan cell-mediated immunity dan

merupakan yang paling banyak dilaporkan sebagai efek samping obat topikal.

Pada sediaan topikal reaksi yang tidak diinginkan tersebut dapat disebabkan

oleh pembawanya dan bukan obat itu sendiri. Pada sediaan transdermal proses

fisik pelepasan patch dari kulit dapat menginduksi trauma mekanik pada

permukaan kulit yang menyebabkan erythema dan edema.

Untuk meminimalkan resiko terjadinya efek samping pada kulit akibat

pemberian patch maka, dilakukan uji-uji sebelum produk tersebut dikeluarkan di

pasaran. Uji-uji dilakukan pada kulit manusia karena manusia memiliki kulit dengan

ketebalan dan fungsi barier yang berbeda dari hewan.

Berikut akan diuraikan mengenai tes-tes tersebut, antara lain :

1. Informasi Sebelum Tes

Sebelum dilakukan tes pada manusia, semua resiko yang mungkin terjadi harus

dinilai terlebih dahulu. Evaluasi ini harus dilakukan berdasarkan seluruh informasi
yang sudah diketahui, baik dari uji hewan maupun in vitro, yang terdapat dalam

literatur.

Hal utama yang harus dipastikan sebelum tes pada manusia adalah bahwa zat

tersebut bukan racun akut atau agen korosif, dan terbukti tidak memiliki potensi

sebagai sensitizers.

Tes-tes yang dilakukan pada manusia, secara etis pada proses pelaksanaannya

harus mengutamakan keselamatan manusia. Untuk menguji potensi iritan, maka

dapat dilakukan tes patch yang sederhana, misalnya tes iritasi 48 jam atau tes

iritasi kumulatif (2-3 minggu).

a). Tes Iritasi 48 Jam

Tes ini terdiri dari dua kali pemberian berturut-turut 24 jam pada tempat yang

sama. Penilaian dapat dilakukan pada akhir periode 48 jam dan pada jam ke 72.

Kontrol negatif umumnya menggunakan pembawanya saja tanpa zat aktifnya.

Untuk kontrol positif digunakan senyawa yang telah diketahui sebagai iritan,

misalnya natrium laurilsulfat 0,5%.

Tes ini biasanya menggunakan 25-30 individu untuk mengkompensasi variabel

tipe kulit, umur, atau keadaan hormonal. Untuk menguji apakah patch tersebut

menyebabkan iritasi, tes iritasi merupakan tes yang paling utama dilakukan karena

dapat mendeteksi iritasi yang ditimbulkan pada pemberian yang pertama maupun

yang kedua. Hasil negatif dari tes ini tidak berarti bahwa produk tersebut aman

untuk digunakan karena iritasi dapat ditimbulkan pada pemakaian yang berulang-

ulang.

b). Tes Iritasi Kumulatif

Tes ini merupakan tes yang lebih baik karena dapat membandingkan dan

mengklasifikasikan iritan-iritan yang lebih lemah yang dapat terjadi akibat


kesalahan formulasi.

Ada beberapa variasi pada tes iritasi kumulatif yaitu tipe patch, jumlah subyek,

dan durasi tes. Tes ini dilakukan dengan melakukan pemberian berulang pada

tempat yang sama, dan biasanya menggunakan 25-30 subyek dengan periode

pemberian selama 14-21 hari. Sebenarnya periode pemberian tersebut masih

diperdebatkan karena dianggap pada pemberian yang sebentar saja telah dapat

mendeteksi adanya iritan yang lemah. Namun pada sediaan patch yang prolonged

diperlukan waktu uji yang lebih lama.

c). Tes Facial-Stinging

Produk patch dapat melewati tes iritasi kumulatif, tetapi masih dapat

menyebabkan masalah untuk pemakainya. Hal ini mungkin dapat terjadi akibat

kesalahan pemakaian yaitu pada area yang sensitif, misalnya muka. Pada kejadian

ini biasanya terjadi gatal-gatal namun tanda-tanda iritasi seperti erythema tidak

tampak pada situasi ini. Kejadian ini terjadi akibat kulit di muka sangat permeable

dan memiliki banyak saraf.

Metode untuk menilai kapasitas stinging material topikal adalah sebagai berikut;

subyek yang sensitif terhadap sensasi stinging dari asam laktat dipilih sebagai

panelis untuk mencoba produk-produk baru. Respon yang terjadi dan skala

kumulatifnya dicatat dan dipertimbangkan untuk menandakan potensi stinging pada

populasi umum.

2. Tes Sensitisasi

Reaksi alergi yang terjadi pada pemberian topikal jauh lebih sedikit

dibandingkan reaksi iritasi (mungkin kurang dari 1% populasi). Tes ini dibagi atas

beberapa fase berikut.

a). Fase Induksi


Fase ini memiliki variasi sesuai dengan protokol yang ada, namun terdiri dari

pemberian yang berulang, pemakaian tanpa henti, seperti protokol iritan kumulatif,

atau intermittent (24 jam diberikan, 24 jam tidak diberikan patch). Contoh

pelaksanaannya :

Periode induksi selama 42 hari, terdiri dari 21 x 48 jam pemakaian, masing-

masing pada tempat baru, misalnya digunakan pada patch nikotin transdermal.

Periode induksi selama 21 hari, terdiri dari 9 x 24 jam dipakai, 24 jam tidak dipakai,

dan diaplikasikan pada tempat yang sama.

Periode induksi selama 15 hari, terdiri dari 6 x 48-72 jam pemakaian pada tempat

yang sama.

b). Fase Tantangan

Pada fase tantangan ini hanya terdapat sedikit variasi pada protokol-

protokolnya. Perbedaan utama adalah pengunaan single 48 jam atau dua berturut-

turut 48 jam. Sedikitnya ada dua penilaian pada fase tantangan ini, yaitu sekitar 15-

30 menit setelah patch dilepas, dan penilaian kedua dilakukan setelah 48 jam untuk

menentukan reaksi yang tertunda. Tempat pemakaian untuk fase ini harus berbeda

dari tempat fase induksi

c). Ukuran Populasi

Besarnya populasi yang dibutuhkan untuk tes-tes di atas umumnya bervariasi

dari 25 hingga 200 orang. Pada populasi yang besar,tingkat kepercayaannya

semakin besar namun membutuhkan biaya yang lebih besar dan juga

membutuhkan waktu yang lebih lama.

Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan hasil tes sensitisasi antara lain

tempat pemberian patch, variasi frekuensi pada fase induksi, pelepasan obat yang

buruk dari pembawanya, dan dosis yang digunakan. Reaksi sensitisasi dipercaya
dipengaruhi oleh dosis, dimana semakin besar dosis maka semakin besar juga

kemungkinannya mengsensitisasi.

Gbr. Komponen Patch Transderma


Gbr. Nikotin Patch

Gbr. Patch yang Tersembunyi


DAFTAR PUSTAKA
1).sumber:http://www.harunyahya.com/indo/buku/images_books/images_tubuh

/23.jpg

2. (Sumber: European Journal of Pharmaceutical Sciences 14 (2001)

3. (sumber : http://xelpharmaceuticals.com/technology-TDS.php)

4. (sumber : http://xelpharmaceuticals.com/technology-TDS.php)

5. Pitman I. New Topical Drug Delivery Systems Described. The

Australian J Pharm, June 1982;397-398.

6. Shaw J, Urquhart J. Programmed, Systemic Drug Delivery by The

Transdermal Route. Trends in Pharmacological Sciences, April 1980;208-211

7. (sumber : http://xelpharmaceuticals.com/technology-TDS.php

8. (sumber : http://pffc-online.com/disposables/paper_drug_dispensers/)

9. (sumber : http://pffc-online.com/disposables/paper_drug_dispensers/)

You might also like