You are on page 1of 9

ACARA I

EVALUASI KADAR VITAMIN C PADA BUAH JAMBU BIJI DAN OLAHANNYA


1. Mengetahui kadar vitamin C sari buah jambu biji dengan menggunakan titrasi
iodometri.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan pendahuluan terhadap kandungan vitamin C pada
buah jambu.
Alat: Buret 50 ml, Erlemeyer 250 ml, Gelas beker, Kertas saring Whatman 41, Labu takar
100 ml, Mortar, Pipet volume ukuran 25 ml, Pipet volume 1 ml, Propipet, Timbangan
analitik
Bahan: Aquades, Larutan amilum 1% , Larutan iodin (I2) 0,01 N,
Cara kerja: jus jambu – penghancuran – penimbangan 10 gr - + aquades tanda tera –
penyaringan – pengambilan 20 ml – pemasukuan erlenmeyer – amilum 1% - 0,01
N I2 sampe biru.
Hasil:
perlakuan panas awal produk Kel Sampel Berat Jumlah Kadar
olahan dapat menyebabkan sampel Iod Vitamin
hilangnya nutrisi yang larut (gr) (ml) C (%)
dalam air seperti vitamin C dan 1,2 suhu ruang 10,035 1,45 0,0510%
vitamin B. Hal ini tidak sesuai 3,4 suhu refrigerator 10,054 1,60 0,0560%
dengan teori karena seharusnya
5,6,7 suhu freezer 10,099 1,75 0,0610%
jambu yang memiliki kadar
vitamin tertinggi adalah jambu 8,9 blancing 5 menit 10,065 3,55 0,1552%
biji segar yang belum 10,11 blancing 15 10,399 2,35 0,0994%
mengalami proses pengolahan menit
C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 12,13 suhu ruang 10,086 3,75 0,1636%
+.
2H Faktor yang mempengaruhi terbuka
kadar vitamin penyimpanan , 14,15 Jus jambu biji 10,034 2,55 0,1119%
pengecilan ukuran), panas, 16,17 kukus 5 menit 10,053 4,60 0,2013%
cahaya, oksigen dan logam
18,19 kukus 15 menit 10,019 3,20 0,1400%
Faktor yang menghambat:
penyimpanan suhu rendah dan dalam wadah tertutup. Vitamin C terbagi atas 2 macam yaitu
asam yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi). semakin rendah suhu penyimpanan maka meminimalisir kerusakan oksidasi
vitamin C
ACARA II
EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN
1. Mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan dengan metode destilasi
dan spektrofotometeri.
2. Mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar sianida bahan pangan.
3. Mengetahui kadar sianida bahan pangan dengan berbagai variasi perlakuan
Alat: Aluminium Foil, Destilator, Erlenmeyer , Gelas ukur, Kuvet, Kompor, Labu destilasi,
Labu takar, Mortar, Neraca analitik, Penjepit, Spektrofotometer
Bahan: Alkalin pikrat 5 ml, Aquades, , Kloroform 2,5 ml KOH 2% 10 ml, Larutan KCN 3,5
mg,
Cara kerja: a. Kurva: 3,5 mg kcn/10 ml aquades – ambil 0;0,1;-;0,6 – 5 ml alkalin pitrat –
panasin 5 menit- absorbansi 520nm
b. analisis sianida: 4 gr sampel – 125 ml aquades&2,5 ml klorofoam pd labu kjehdahl
– penampungan pada isian KOH 2% 10 ml hingga v 20 ml – ambil 5 ml – (+) 5 ml
alkalin pktrat – pendimginan – absorbansi 520 nm
Sianida: selompok senyawa yang mengandung gugus siano (−C≡N) yang terdapat
dialam dalam bentuk-bentuk berbeda. Sifat: mengikat enzim penting mengandung besi yang
diperlukan bagi sel untuk menggunakan oksigen dan sebagai akibatnya jaringan sel tidak
dapat mengambil oksigen dari darah. destlasi untuk memisahkan dua atau lebih komponen
yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. pemanasan untuk menguapkan senyawa pada
campuran saat mencapai titik didih masing-masing. peneraan absorbansi untuk pengukuran
jumalah dalam larutan secara kuantitatif berdasarkan jumlah cahaya atau energy radiasi yang
diserap. Kloroform untuk pelarut alkaloid. KOH untuk membuat suasana menjadi basa,
akibatnya sianida akan terdisosiasi. Fungsi dari alkalin pikrat adalah untuk melarutkan
sianida sehingga terbentuk warna yang memudahkan saat diukur absorbansinya.

pengolahan dengan cara Kadar Kadar


rebus akan menyebabkan Kelompok Sampel Absorbansi HCN HCN
kadar sianida dalam (mg) (ppm)
bahan pangan berkurang 1, 2 Singkong mentah 0,441 0,1342 131,41
hingga sekitar 2-38%. 3, 4 Singkong rebus 0,352 0,1037 101,79
metode spektrofotometri 5, 6, 7 Tape singkong 0,173 0,0424 42,31
yang dapat digunakan Ubi kuning
untuk mengukur kadar 8, 9 0,093 0,0150
mentah 14,80
sianida adalah Metode 10, 11 Ubi kuning rebus 0,104 0,0187 18,56
Lian dan Hamir Daun singkong
12, 13 0,772 0,2476
mentah 245,63
Daun singkong
14, 15 0,245 0,0671
rebus 66,51
Daun papaya
16, 17 0,067 0,0061
mentah 6,09
Daun papaya
18, 19 0,083 0,0115
rebus 11,42
ACARA III
EVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK ASAP MINYAK GORENG
1. Mengetahui dan mengevaluasi nilai bilangan peroksida minyak “Bimoli” baru, minyak
“Bimoli” goreng 1 kali, minyak “Bimoli” goreng 2 kali, minyak “Kunci Mas” baru,
minyak “Kunci Mas” goreng 1 kali, minyak “Kunci Mas” goreng 2 kali, minyak curah
baru minyak curah goreng 1 kali, dan minyak jelantah.
2. Mengetahui dan mengevaluasi titik asap minyak “Bimoli” baru, minyak “Bimoli” goreng
1 kali, minyak “Bimoli” goreng 2 kali, minyak “Kunci Mas” baru, minyak “Kunci Mas”
goreng 1 kali, minyak “Kunci Mas” goreng 2 kali, minyak curah baru minyak curah
goreng 1 kali, dan minyak jelantah.
Alat: Alumunium foil, Buret,Corong,Erlenmeyer,Statif,Termometer
Cara Kerja:a. Bil peroksida = 5 gr minyak – masukin erlenmeyer 100 ml – (+) 30 ml pelarut
60% As,asetat glasial dan 40% kloroform – homogenisasi – (+) 0,5 ml kalium iodin jenuh
– pediaman 2 menit gelap – (+) 30 ml aquades – (+)1 ml amilum 1% - titrasi na-tiosulfat
0,1N
b. titik asap = 100 ml minyak – pemanasan – pengukuran suhu
Bilangin peroksida Kel Sampel Berat ml Na- Bilangan
sendiri merupakan Minyak tiosulfat Peroksida
banyaknya miliekivalen (gr)
oksigen aktif yang 1,2 Bimoli 2x 5,124 0,5 3,758
terdapat dalam 1000 pengg
gram minyak atau lemak. 3,4 Kunci Mas 1x 5,153 0,2 3,881
Fungsi penambahan pengg
asam asetat dan 5,6,7 Kunci Mas 2x 5,020 0,4 2,959
kloroform untuk pengg
melarutkan minyak 8,9 Bimoli baruC 5,017 - -
secara lebih efektif. 10,11 Kunci Mas 5,023 - -
amilum untuk baru
membentuk suatu 12,13 Curah baru 5,032 - -
senyawa kompleks yang 14,15 Bimoli 1x 5,112 0,2 3,912
berwarna biru-kehitaman pengg
dengan peroksida 16,17 Curah 1x 5,191 0,1 1,926
sebagai indikator penggorengan
tercapainya titik akhir 18,19 Jelantah 5,031 1,9 37,766
titrasi. Kalium berfungsi
sebagai senyawa yang akan dipecah oleh hidrogen peroksida menjadi iodium sehingga akan
memudahkan identifikasi dan penghitungan bilangan
Peroksida. Nilai bilangan peroksida tertinggi didapatkan pada sampel minyak jelantah yaitu
sebesar 37,766 yang artinya adalah minyak jelantah memiliki kualitas paling rendah karena
semakin besar bilangan peroksida suatu minyak maka semakin rendah mutunya. Angka
peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan
dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain. Sedangkan untuk kualitas minyak yang paling baik
adalah minyak curah baru, bimoli baru, dan kunci mas baru karena tidak memiliki bilangan
peroksida
Titik asap merupakan suhu Kelompok Sampel Titik Asap
dimana minyak mulai (oC)
menghasilkan asap secara terus- 1,2 Bimoli 2x 160
menerus dan nampak seperti asap penggorengan
yang berwarna kebiruan. Semakin 3,4 Kunci Mas 1x 190
tinggi titik asap maka akan lebih penggorengan
cocok untuk menggoreng, minyak 5,6,7 Kunci Mas 2x 190
dengan titik asap di bawah 200oC penggorengan
tidak cocok untuk deep frying. 8,9 Bimoli baru 143
Hasil ini menyimpang dengan 10,11 Kunci Mas 1x 180
teori Katragadda dkk (2010) yang penggorengan
menyatakan titik asap minyak 12,13 Curah baru 142
baru seharusnya minimal 200oC, 14,15 Bimoli baru 170
hal ini karena pada saat preparasi 16,17 Curah baru 130
sampel minyak teroksidasi terkena 18,19 Jelantah 120
udara sehingga menyebabkan titik
asap minyak menjadi turun.. Faktor yang mempengaruhi kualitas minyak goreng dari kelapa
sawit adalah kandungan asam lemak, kadar air, kontaminasi, dan proses pemucatan.
ACARA IV
EVALUASI KADAR PROTEIN TERLARUT DALAM BAHAN PANGAN
1. Memahami prinsip analisis kadar protein terlarut menggunakan metode Lowry
(spektrofotometri).
2. Mengetahui kadar protein terlarut pada produk pangan susu segar, yoghurt dan sari
kedelai dengan menggunakan metode Lowry (spektrofotometri).
3. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan protein terlarut pada
suatu bahan.
Alat: Corong, Erlenmeyer 250 ml, Gelas Beker, Kertas saring whatman, Labu takar 100 ml
Cara kerja: a. Kurva : larutan BSA – (+)aquades hingga 1 ml – (+)8 ml reagen lowry B –
votrex 1 menit – pendiaman 10 menit – (+) 1 ml reagen lowry A – homogen dan pendiaman
20 menit – absorbansi 600 nm
b. 6 ml sampel – masukan ke sentifuge tube – (+) 8 ml amonium sulfat – sentrifuse 10 menit
10.000 rpm – penyaringan – (+) buffer ph 5 dilarutkan – (+) 8 ml lowry B pendiaman 10
menit – (+) 1 ml lowry A pendiaman 20 menit – absorbansi 680 nm
protein terlarut atau sering disebut daya cerna protein merupakan kemampuan protein untuk
di. tujuan pembuatan kurva standar adalah untuk menentukan kadar protein dengan cara
menghitung dari hasil persamaan regresi kurva standar hidrolisis menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana oleh enzim protease. Larutan Bovine Serum Albumin (BSA)
merupakan larutan standar yang digunakan untuk menentukan kadar protein dengan metode
Lowry. Kelemahan BSA dalam metode ini adalah hanya pada kisaran pH yang sempit.
Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ dari CuSO4 (Reagen Lowry B) menjadi Cu+
oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Pada ulangan ke 3 persentase
protein terlarut pada sampel susu murni lebih rendah dibandingkan yogurt, hal tersebut sesuai
teori dari Djaafar dan Siti (2007) yang menyatakan bahwa proses fermentasi pengubahan
susu menjadi yogurt dapat menyebabkan kenaikan protein terlarut dan kadar asam amino
bebas pada produk yogurt. Pada semua ulangan nilai kadar protein terlarut pada sari kedelai
cukup kecil dikarenakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein dalam bahan
pangan adalah perendaman, penambahan air, pemanasan, penambahan asam dan hidrolisis.
Faktor Protein Terlarut
Sampel (Å)
Pengencer (%)
10 4,000 0,6750
Susu segar 10 0,129 0,0175
10 0,193 0,0283
10 0,279 0,0430
Yoghurt 10 0,109 0,0141
10 0,378 0,0598
10 0,191 0,0280
Sari kedelai 10 0,207 0,0307
10 0,176 0,0255
ACARA II
KADAR ASAM FITAT LAMTORO
Tujuan; untuk mengetahui kadar asam fitat dengan berbagai variasi perlakuan.
Alat:Corong,Erlenmeyer,Gelas ukur,Hotplate,Penjepit,Pipet,Propipet,Rak tabung reaski
Sentifu
Kel Sampel Berat Berat Swelling Rata- %SP Rata- se
Awal Akhir Power rata rata
Cara
Kerja: 1 gr sampel – pelarutan (gram) (gram)
0,5 N(SP) SP %SP
50 ml HNO3 – pengadukan 2 jam di hotplate –
penyaringan filtrat – pengambilan filtrat 0,5 ml – (+) 0,9 ml HNO3 dan 0,1 ml FeCl3 –
pemanasan waterbath 20 menit 90’C – pendinginan suhu ruang – (+) 5 ml amil alkohol dan 1
aml ammonium tiosianat – pemisahan sentrifuse 10 menit 1500rpm – absorbansi 465
Asam fitat dengan rumus C6H18O24P6 merupakan senyawa fosfat atau myo-Inosital-
1,2,3,4,5,6 heksakis (dihidro fosfat) disintesa secara alami di dalam tanaman, terdapat dalam
banyak jenis padi-padian dan biji-bijian yang banyak mengandung minyak seperti gandum,
jagung, kelapa, biji bunga matahari, kacang tanah dan kedelai. pemberian ammonium
tiosianat menyebabkan terbentuk larutan berwarna merah bata. ), larutan HNO3 merupakan
pelarut dengan jenis asam yang dapat digunakan untuk melarutkan logam. Amil alkohol
digunakan sebagai pelarut asam fitat pada sampel. Sedangkan, larutan amonium tiosianat
adalah pelarut yang dapat
Kadar
memberikan warna merah Kel Sampel
Absorbansi Konsentrasi
Asam Fitat
yang kemudian dapat (Y) (X)
(%)
ditera panjang 1,5 mentah 0,323 0,213 0,0213
gelombangnya. 2,6 rendam 25 jam 0,122 0,274 0,0274
maka semakin rendah 3 rebus 0,106 0,279 0,0279
4 kukus 0,123 0,274 0,0274
konsentrasi dan kadar
7 rebus 0,111 0,278 0,0278
asam fitat yang didapat. 8 kukus 0,127 0,273 0,0273
Hal ini sudah sesuai 9,11 rendam 25 jam 0,109 0,278 0,0278
dengan teori. Menurut 10,12 mentah 0,293 0,222 0,0222
Khokhar et al (1994),
semakin banyak jumlah fitat pada bahan, absorbansinya akan semakin rendah. Hasil ini tidak
sesuai dengan teori. Menurut Astuty et al (2005), biji lamtoro mengandung asam fitat sebesar
1,25%. faktor seperti perlakuan panas, pH, atau perubahan kekuatan ionik selama pengolahan
SWELLING POWER BERAS
1. Mengetahui prinsip pengujian swelling power pada beras merah, beras ketan, beras rojo
lele, beras panjak, beras las, dan beras pandan wangi
2. Menentukan dan mengetahui swelling power pada pada beras merah, beras ketan, beras
rojo lele, beras panjak, beras las, dan beras pandan wangi
Alat Baskom, Gelas ukur, Mangkuk, Rice cooker, Sendok , Timbangan digital
Cara Kerja: 100 gr beras merah/ketan/rojo lele/lanjak/las/pandan wangi – pencucian 3x – (+) air 350
ml – penimbangan berat akhir.
Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai penambahan volume dan berat
maksimum yang dialami pati dalam air dan diukur sebagai berat pati yang mengembang
(endapan) per berat pati kering. Faktor-faktor yang mempengaruhi swelling power sepelti
rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat
percabangan dan konformasinya. Mekanisme Swelling terjadi jika pati pada keadaan
berlebihan air dan suhu suspensi pati meningkat di atas rentang tertentu, ikatan hidrogen
molekul terganggu, molekul air akan terikat dengan gugus hidroksil pada amilosa dan
amilopektin, maka granula pati semakin membesar
.

1 100 314,8 2,148 214,8


Beras merah 2,069 206,9
7 100 299,0 1,990 199,0
2 100 328,7 2,287 228,7
Beras ketan 2,349 234,9
8 100 341,1 2,411 241,1
9 100 296,3 1,963 196,3
Beras rojo lele 1,893 189,3
11 100 282,3 1,823 182,3
4 100 357,1 2,571 257,1
Beras panjak 2,211 221,1
10 100 285,0 1,850 185,0
5 100.1 329,1 2,290 229,0
Beras las 2,223 222,3
3 100 315,5 2,155 215,5
6 100 276,0 1,760 176,0
Beras pandan wangi 2,078 207,8
12 100 339,5 2,395 239,5
Semakin besar swelling power dari beras berarti seinakin banyak air yang terserap
selama pemasakan artinya beras semakin pulen. Beras yang benekstur pera membutuhkan
air lebih banyak, sedangkan rasio pengembangan volume nasi rata-rata 3,5 kali
dibandingkan dengan volume berasnya. sudah sesuai dengan teori yang mana, swelling
power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen
penyusun pati dan pengembangan gjanula pati yang disebabkan tersubtitusinya gugus
asetil pada pati yang dapat melemahnya ikatan hidrogennya, maka semakin rendah jumlah
amilosa maka semakin meningkat swelling power. Diketahui bahwa beras ketan putih
mengandung senyawa pati 90% yang terdiiri atas amilosa 1-2% dan atnilopektin 88-89%
Sehingga semakin banyak kandungan anlilopeklin pada beras maka swelling powernya
akan semakin tinggi. Selain itu semakin tinggi suhu yang digunakan, maka ikatan antar
granula pati akan melemah dan air masuk. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka
nilai swelling power akan meningkat. Semakin tinggi pH, maka nilai swelling power juga
akan meningkat.
ACARA I.1
KADAR AMILOSA SEREALIA
untuk menentukan kadar amilosa dari berbagai jenis tepung serealia dan umbi-umbian.
Alat: Labu takar, Neraca analitik, Penjepit kayu, Pipet volume, Pro pipet, Spektofotometer,
Cara Kerja: 100 mg tepung – (+) 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N – pemanasan 5-10
menit – pendinginan – (+) aquades – pengambilan 5 ml – (+) 1 ml as. Asetat dan 2 ml iod
serta aquades smp tanda tera – pendiaman 20 menit – absorbansi 625
Pati adalah polimer Berat
alami yang Kel Sampel Absorbansi x % amilosa
(mg)
terbentuk dari 1,3 Terigu 109 0,142 0,635 11,651
residu glukosa yang 2,4 Tapioka 107,6 0,134 0,599 11,134
terikat oleh ikatan 5 Maizena 108 0,380 1,684 31,185
glikosida. Amilosa 6 Beras 103,9 0,283 1,256 24,177
adalah fraksi pati 7,11 Terigu 105 0,210 0,934 17,790
yang larut dalam 8,12 Tapioka 108,9 0,253 1,124 20,681
air. Amilopektin 9 Maizena 109 0,113 0,507 9,303
adalah fraksi pati 10 Beras 106,5 0,228 1,014 19,042
yang tidak larut
dalam air
Fungsi etanol untuk mengikat amilopektin yang terdapat dalam bahan. NaOH untuk
mencegah terjadinya pengenceran larutan, menstabilkan larutan saat dipanaskan, dan
mengurangi terjadinya penurunan warna. asam asetat untuk mmbuat pH larutan menjadi
rendah sehingga amilosa dapat mengikat iod. Iod berfungsi sebagai reagen penanda
terdapatnya amilosa dalam bahan . tepung terigu memiliki kadar amilosa 10,23% dan
amilopektin 89,77%. kadar amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 20-27%. Faktor jenis
tepung yang digunakan dan suhu serta lama pemanasan
ACARA I.4
UJI “BLEACHING” PADA TEPUNG TERIGU untuk
mengetahui adanya proses bleaching pada berbagai macam tepung terigu yang ada di
pasaran.
Alat; Erlenmeyer, Pengaduk, Pipet ukur 5 ml, Propipet, Spatula,Timbangan analitik
Cara kerja: 1,4 gr tepung – (+) petroleum ether – pendiaman sampe mengendap – bleaching
waran
Bleaching merupakan suatu proses pemucatan pada Kel. Sampel
tepung terigu untuk menghasilkan warna tepung yang kekruhan
putih. Prinsip bleaching tepung terigu yaitu degradasi
1 Cakra Kembar +++
pigmen karotenoid yang akan menghasilkan senyawa
tak berwarna. Pigmen karotenoid akan teroksidasi 2 Segitiga Biru +++
selama proses pemeraman tepung terigu. Namun, 3 Kunci Biru +++
proses yang dibutuhkan membutuhkan waktu yang 4 Sania ++
lama sehingga dapat digunakan zat pemucat untuk 5 Cakra Kembar +++
mempercepat proses. Zat pemucat ini bersifat 6 Kunci Biru ++
oksidator. Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu 7 Cakra Kembar +++
xantofil, akan dioksidasi sehingga warna akan 8 Segitiga Biru ++
memudar. Pada praktikum digunakan senyawa 9 Kunci Biru ++
petroleum ether. Senyawa tersebut berfungsi sebagai 10 Sania ++
pelarut β karoten. Petroleum ether dipilih karena 11 Cakra Kembar +++
penggunaannya sangat menguntungkan karena
12 Segitiga Biru ++
bersifat selektif dalam melarutkan zat selain itu
benzoil peroksida, kloroform dan benzene. Jadi menurut hasil praktikum tepung Cakra Kembar,
Segitiga Biru, Kunci Biru dan Sania tidak mengalami proses bleaching. Perbedaan hasil pemutihan
pada praktikum tersebut dapat dikarenakan jenis tepung yang berbeda dan lamanya pendiaman sampai
terbentuknya kekeruhan. Faktor lain yang mempengaruhi pemutihan tepung terigu yaitu alkalinitas,
suhu bleaching, konsentrasi zat pemutih dan waktu
ACARA 1.3 UJI GLUTEN TEPUNG TERIGU
1. Mengetahui cara pengujian kadar gluten tepung terigu
2. Mengetahui kadar gluten dari berbagai merk tepung terigu.
Cara keja: 10 gr terigu – (+) 5 ml Nacl 1% - pengulenan – pengeringan 100’C – pergitungan
Berat Berat Berat Berat Kadar
Kel. Sampel Kain Awal Basah Kering Gluten
Saring (g) (g) (g) (g) (%)
1 Segitiga Biru 4,383 10,275 2,741 1,650 7,990
2 Sania 4,727 10,007 2,230 1,521 7,085
3 Kunci Biru 4,980 10,000 1,776 1,107 6,690
4 Cakra Kembar 6,929 10,073 2,025 1,217 8,021
5 Segitiga Biru 3,817 10,073 2,250 1,370 8,736
6 Segitiga Biru 4,735 10,008 2,399 1,353 10,452
7 Sania 5,286 10,100 2,100 1,132 9,584
8 Cakra Kembar 4,867 10,010 3,075 1,988 10,859
9 Segitiga Biru 5,141 10,008 2,353 1,680 6,725
10 Sania 4,943 10,000 1,998 1,308 6,900
11 Kunci Biru 6,230 10,000 2,188 1,584 6,040
12 Cakra Kembar 6,547 10,130 2,807 2,044 7,532
. Gandum durum (keras) atau hard-wheat dengan kandungan gluten 12-13%. Contoh
tepung terigu cakra kembar.
2. Gandum dengan kekerasan medium (medium hard): gluten 9,5-10%. Contoh tepung
terigu segitiga biru dan mila serbaguna.
3. Gandum lunak (softwheat): gluten 7.5 – 8 persen. Contoh tepung terigu kunci biru.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar Gluten (%) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
Data tersebut sudah sesuai dengan teori Astawan (1999) yang menyatakan bahwa kandungan
protein tertinggi ke terendah yaitu Cakra Kembar (hard wheat), sania & segitiga biru
(medium wheat), dan kunci biru (soft wheat). Namun, pada kadar gluten Cakra Kembar (hard
wheat) mengalami penyimpangan karena memiliki kadar yang lebih rendah berdasarkan
teori, yaitu Cakra Kembar kandungan proteinnya 12-13%, Sania dan Segitiga Biru yang
memiliki kandungan protein 9,5-11%, dan Kunci Biru yang mengandung protein sebesar 7-
8,5%
ACARA III
MIE BASAH
1. Mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah
2. Mengetahui proses pembuatan mie basah
3. Mengetahui pengaruh substitusi tepung tapioka terhadap karakteristik organoleptik mie
basah yang dihasilkan
Alat: Baskom,Gelas ukur,Kompor gas,Nampan,Neraca analitik,Panci
Cara kerja: terigu, tapioka, soda abu, garam, bubuk kunyit – (+)air – roll press –
perebusan 2 menit- analisi
Bahan Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3 Formulasi 4
(131) (321) (456) (798)
Terigu 225 gr 200 gr 175 gr 150 gr
Tepung 25 gr 50 gr 75 gr 100 gr
tapioka
Garam 1,6 gr 1,6 gr 1,6 gr 1,6 gr
Air
Soda 0,85 gr 0,85 gr 0,85 gr 0,85 gr
Abu
Bubuk 0,1 gr 0,1 gr 0,1 gr 0,1 gr
Kunyit
Minyak 8,5 ml 8,5 ml 8,5 ml 8,5 ml
Goreng
Semakin tinggi subtitusi tepung tapioka, maka mie basah yang dihasilkan akan cenderung
memiliki warna putih, dikarenakan tepung tapioka memiliki warna lebih putih dibandingkan
dengan tepung terigu. Hasil praktikum telah sesuai dengan teori dimana semakin sedikit
subtitusi tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan mie basah, maka warna mie akan
lebih kuning dan lebih disukai oleh panelis. Hasil praktikum tidak sesuai dengan teori
dikarenakan aroma yang paling disukai panelis adalah sampel dengan formulasi subtitusi
tepung tapioka sebanyak 20 % (F2) gandum harum. Hasil praktikum kurang sesuai dengan
teori karena semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan, maka tingkat kekenyalan dan
tingkat pengembangan dari mie basah akan semakin menurun (Dessuara dkk., 2015). kualitas
mie yang ideal adalah kenyal, elastis, halus permukaannya, bersih, dan tidak lengket.
penambahan tepung tapioka dalam pembuatan mie basah ini, karena tepung ini memiliki
karakteristik mengentalkan dan berfungsi sebagai pengikat dalam adonan. Pelumuran mie
dengan minyak sawit dilakukan agar mie tidak menjadi lengket satu sama lain serta untuk
memberikan citarasa agar mie tampak mengkilap. Sampel yang paling disukai oleh panelis
dari hasil uji organoleptik overall pada shift 1 maupun shift 2 yaitu pada formulasi
penambahan tepung tapioka 20%
DAYA SERAP AIR TEPUNG TERIGU
mengetahui besarnya daya serap air pada tepung terigu serta kualitas tepung terigu.
Cara kerja: 50 gr tepung – (+) air dikit2 sampe kalis
gr Volume DSA
Shift Kel Sampel
Sampel air (ml) (%)
I 1,5 Tepung terigu Cakra Kembar 50,057 27,0 53,939

2,6 Tepung terigu Segitiga Biru 50,007 25,0 49,993

3 Tepung terigu Kunci Biru 50,300 26,0 51,589

4 Tepung terigu Sania 50,151 29,0 57,825

II 9 Tepung terigu Cakra Kembar 50,000 20,5 41,000

10 Tepung terigu Segitiga Biru 50,000 21,3 42,600

7,11 Tepung terigu Kunci Biru 50,000 22,8 45,600

6,12 Tepung terigu Sania 50,000 22,3 44,600

Dalam proses pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan
menjadi elastis sehingga mudah dibentuk. Komponen pembentuk gluten mengandung 75-
80% protein yang terbentuk dari gliadin dan glutenin. Gliadin memiliki ikatan intra-
molekuler disulfida, sedangkan glutenin memiliki ikatan inter dan intra molekuler disulfide.
Dampaknya, gliadin memiliki struktur molekul padat dan bulat, sedangkan glutenin
cenderung linier. Gliadin dan glutenin bergabung membentuk gluten sangat lengket. Prinsip
uji daya serap air adalah menghitung persentase air yang terserap di dalam tepung terigu
sampai menjadi adonan kalis. Dari percobaan mekanisme pengujian daya serap air tepung
terigu adalah dengan pemberian air kepada tepung sambil diuleni. ). Hasil pada shift I tidak
sesuai dengan teori Murtini, karena %DSA yang tertinggi justru pada tepung terigu Sania
yang merupakan tepung berprotein sedang, sedangkan tepung terigu Cakra Kembar yang
merupakan tepung berptotein tinggi %DSA nya lebih rendah dibandingkan dengan tepung
terigu Sania. Hubungan kadar protein dengan daya serap air pada tepung yaitu semakin
tinggi proteinnya maka daya serap air pada tepung akan semakin besar, sebaliknya semakin
rendah kadar proteinnya maka semakin rendah daya serap airnya. Besarnya daya serap air
mempengaruhi kualitas tepung, sebab tingginya daya serap air pada tepung terigu
menunjukkan bahwa kandungan amilosa dan kandungan protein penghasil gluten pada
tepung terigu tinggi

You might also like