Professional Documents
Culture Documents
RHINOSINUSITIS AKUT
Oleh
Preceptor:
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
DAFTAR ISI
Halaman
Rinosinusitis akut diawali dengan adanya infeksi virus biasanya sembuh dalam waktu
7-10 hari tanpa terapi spesifik. Hal ini berlanjut menjadi rinosinusitis akut karena
infeksi bakteri dengan gejala lebih dari 10 hari dan memburuknya kondisi setelah hari
ke 5-7 dengan perkembangan sekret yang makin purulen. Umumnya bakteri pada
rinosinusitis bakterial akut (RBA) adalah Streptococcus Pneumonia, Haemophilus
Influenza, Staphylococcus Aureus, dan Moraxella Catarrhalis.Tiga kriteria diagnosis
rinosinusitis akut yang diduga berasal dari bakteri berdasarkan panduan dari AAOHNS
dengan gejala lebih dari 10 hari - 28 hari,sekret hidung atau post nasal drip yang
purulen selama 3 atau 4 hari yang disertai demam yang tinggi dan gejala memburuk
dalam 10 hari pertama. Penatalaksanaan rinosinusitis akut berupa medikamentosa dan
operatif, bila terapi medikamentosa gagal atau terjadi komplikasi ke orbital atau
intracranial (Aring, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.Menurut
American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis
diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih tepat dengan alasan :
1) Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2) Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3) Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun
rinosinusitis.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut
pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris
(terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan
sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Rhinosinusitis yang paling sering
ditemukan ialah Rhinosinusitis maksila dan Rhinosinusitis etmoid, Rhinosinusitis
frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang (Mangunkusumo, 2007).
Secara klinis rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung
dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3
bulan.Berdasarkan kriteria EPOS 2012 rinosinusitis akut jika terdapat gejala ≤12
minggu dan rinosinusitis kronik jika gejala ≥12 minggu tanpa adanya resolusi komplit
dari simptom.
Gambar 1. Memperlihatkan anatomi beberapa sinus paranasal
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok, sebab keadaan lingkungan ini menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia. Etiologi rinosinusitis kronis dapat berupa virus,
bakteri dan jamur dimana virus adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas
seperti rinosinusitis, faringitis dan sinusitis akut (EPOS, 2012).
1. Virus
Virus rinosinusitis biasanya menyerang hidung, nasofaring dan juga meluas ke sinus
termasuk didalamnya adalah rinovirus, influenza virus dan parainfluenza virus.
Infeksi virus berulang merupakan faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
rinosinusitis kronik.
2. Bakteri
Rinosinusitis kronis dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang
menyebabkan rinosinusitis akut. Namun karena rinosinusitis kronik biasanya
berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang
terganggu maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik. Bakteri penyebab
rinosinusitis kronis banyak macamnya baik anaerob maupun yang aerob, proporsi
terbesar penyebabnya adalah bakteri anaerob dan bakteri gram negarif. Bakteri aerob
yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus, streptococcus viridians,
haemophilus influenzae, neisseria flavus, staphylococcus epidermidis, streptococcus
pneumonia dan escherichia coli. Sedangkan bakteri anaerob antara lain
peptostreptococcus, corynebacterium, bacteroide, dan veillonella. Infeksi campuran
antara organisme aerob dan anaerob sering kali juga terjadi. Pada kasus rinosinusitis
kronik akut eksaserbasi bakteri penyebab yang terbanyak adalah bakteri anaerob.
Bakteri gram negatif dan bakteri aerob termasuk Pseudomonas Aeruginosa sering
diisolasi pada pasien yang sudah pernah melakukan operasi sinus.
3. Fungi
Infeksi jamur juga dapat menyebabkan rinosinusitis kronik walaupun jarang terjadi.
Jamur penyebab rinosinusitis kronik adalah Aspergillus, Cryptococcus neoformans,
Candida, Sporothrix Schhenckii, Alternaria, Misetoma. Sinusitis jamur invasif
kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik atau metabolik
seperti diabetes.
2.3 Patofisiologi
Infeksi saluran nafas atas menyebabkan terjadinya reaksi peradangan pada mukosa
hidung, mukosa sinus termasuk juga mukosa ostium sinus. Keadaan ini akan
mempersempit ostium sinus yang secara keseluruhan sudah sempit dan letaknya
tersembunyi atau bahkan menyebabkan obstruksi ostium . Oksigen yang ada dalam
rongga sinus akan diresorbsi oleh kapiler submukosa sehingga terjadi hipoksia dan
tekanan oksigen yang rendah didalam rongga sinus. Keadaan hipooksigen juga akan
menyebabkan vasodilatasi kapiler di submukosa, permeabilitas pembuluh darah
meningkat dan terjadilah proses transudasi.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik.Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka sehingga drainase sekret
akan terganggu. Drainase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan
seterusnya. Rinosinusitis terjadi bila edema di mukosa kompleks ostiomeatal yang
letaknya berhadapan akan saling bertemu sehingga sekretnya ini menebal dan bila
ditunggangi kontaminasi bakteri maka mukosanya akan mengandung purulen. Virus
juga memproduksi enzim neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan
mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia hal ini menyebabkan silianya menjadi
kurang aktif dan sekret yang dihasilkan mukosa sinus menjadi kental sehingga tidak
dapat dialirkan. Maka akan terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila
sumbatan ini berlangsung berulang atau terus-menerus yang akan menyebabkan
rinosinusitis kronis sehingga akan terjadi hipoksia dan retensi lender yang kemudian
timbul infeksi oleh bakteri aerob maupun anaerob.
2.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan pasien dengan rinosinusitis kronis merupakan suatu tantangan bagi
dokter spesialis telinga hidung tenggorok, karena banyaknya faktor yang terlibat dalam
patofisiologi dari penyakit ini. Faktor lingkungantermasuk berbagai macam
mikroorganisme dan interaksi dengan pejamu bertanggung jawab terhadap gejala dari
rinosinusitis kronis(Dlugaszewska, et al., 2015).
Penatalaksanaan standar rinosinusitis kronis pada orang dewasa saat ini yang
direkomendasikan oleh kelompok studi Rinologi PERHATI-KL meliputi pemberian
antibiotik, dekongestan oral, kortikosteroid dan mukolitik disertai terapi tambahan
irigasi hidung (Mangunkusumo, 2011).
Pilihan antibiotik lini pertama ditentukan bila RSA baru pertama kali
diderita dan tidak ada riwayat pemberian antibiotik sebelumnya. Apabila
penderita mengalami RSA berulang atau ada riwayat pemberian antibiotik
sebelumnya maka pilihan lini kedua perlu dipertimbangkan.
2.5 Komplikasi
Pada era pra antibiotika, komplikasi merupakan hal yang sering terjadi dan seringkali
membahayakan nyawa penderita, namun seiring berkembangnya teknologi diagnostik
dan antibiotika, maka hal tersebut dapat dihindari. Komplikasi rinosinusitis dibedakan
menjadi komplikasi orbita, oseus/tulang, endokranial dan komplikasi lainnya.
Komplikasi orbita :
a) Selulitis periorbita
b) Selulitis orbita
c) Abses subperiosteal
d) Abses orbita
Komplikasi endokranial:
a) Abses epidural / subdural
b) Abses otak
c) Meningitis
d) Serebritis
e) Trombosis sinus kavernosus
Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi : abses glandula lakrimalis, perforasi septum
nasi, hilangnya lapangan pandang, mukokel/mukopiokel, septikemia.
BAB III
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan Utama
Keluar cairan berbau dari hidung kiri sejak 10 hari yang lalu.
Awalnya, cairan yang keluar berwarna kehijauan, kental, berbau tidak sedap, tidak
disertai darah, dan terasa sulit keluar. Ketika pasien menundukkan kepala atau posisi
sujud, pasien merasa cairan seperti mengalir dan nyeri pipi kiri terasa semakin
memberat. Pasien mengatakan telah meminum antibiotic amoxicillin 3 kali sehari
selama seminggu, yang dibeli sendiri di apotek tanpa resep dokter. Kemudian pasien
merasa cairan menjadi lebih mudah keluar dan demam sudah tidak lagi dirasakan.
Keluhan lain seperti nyeri telinga, pendengaran menurun, nyeri menelan,hidung gatal,
dan bersin-bersin di pagi hari disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Kesadaran :Compos Mentis
Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi :88 x/menit
RR :18x/menit
Suhu : 36,9 oC
PEMERIKSAAN TELINGA
Kanan Kiri
Daun Telinga
- Bentuk Normotia Normotia
- Warna kulit Sama dengan sekitarnya Sama dengan sekitarnya
- Nyeri tarik Negatif Negatif
- Tumor Negatif Negatif
Pre-aurikular
- Kulit Sama dengan sekitarnya Sama dengan sekitarnya
- Nyeri tekan Negatif Negatif
- Fistel, secret Negatif Negatif
- Tumor Negatif Negatif
Post-aurikular
- Kulit Sama dengan sekitarnya Sama dengan sekitarnya
- Nyeri tekan Negatif Negatif
- Fistel, sekret Negatif Negatif
Liang Telinga
- Lapang/ sempit Lapang Lapang
- Kulit Merah muda Murah muda
- Radang, edem Negatif Negatif
- Serumen Negatif Negatif
- Sekret Negatif Negatif
- Tumor Negatif Negatif
Membran Timpani
- Warna Putih Putih
- Bulging/ retraksi Negatif Negatif
- Refleks cahaya Positif (arah jam 5) Positif (arah jam 7)
- Gerakan Normal Normal
- Perforasi (letak) Negatif Negatif
- Mukosa antrum Inflamasi (-) Inflamasi (-)
PEMERIKSAAN FARING
- Mukosa Hiperemis (-)
- Sekret Negatif
- Granula Negatif
- Arkus anterior Normal
- Arkus posterior Normal
- Tonsil T1 T1
PEMERIKSAAN LARING
- Mukosa
- Secret
- Basis lidah
- Epiglottis
- Pl. Ariepiglotika
- Valekula
- Sinus piriformis
- Aritenoid
- Pl. Ventrikularis
- Plika vokalis
- Rima glottis
- Trakea
PEMERIKSAAN LEHER
- Klenjar parotis Pembesaran (-), Hiperemi (-)
- Kelenjar submandibularis Pembesaran (-), Hiperemi (-)
- Kelenjar sublingualis Pembesaran (-), Hiperemi (-)
- Kelenjar tiroid Pembesaran (-), Hiperemi (-)
- Trigonum anterior Pembesaran (-), Hiperemi (-)
- Trigonum posterior Pembesaran (-), Hiperemi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test Pendengaran
- Test bisik Tidak dilakukan
- Tes Rinne Tidak dilakukan
- Test Weber Tidak dilakukan
- Test Scwabach Tidak dilakukan
- Audiometri Tidak dilakukan
Transiluminasi
- Sinus maksilaris Sinar positif/negatif
- Sinus frontalis Sinar positif/posotif
Laboratorium
- Tidak dilakukan
Radiologi
- Tidak dilakukan
Pemeriksaan Lain
- Tidak dilakukan
DIAGNOSA KERJA
Rhinosinusitis Akut
DIAGNOSIS BANDING
USULAN PEMERIKSAAN
1. Foto Polos Posisi Waters
2. CT Scan Sinus
PENATALAKSANAAN / TERAPI
1. Edukasi
a. Jaga kebersihan gigi
b. Cabut gigi yang menimbulkan masalah
2. Antibiotik: Cefadroxille 2 x 500 mg selama 10 hari
3. NSAID: Natrium Diclofenac 2 x 50 mg sampai nyeri hilang
4. Pencucian rongga hidung dengan larutan NaCL 0,9%
PROGNOSIS :
- Quo ad vitam : ad Bonam
- Quo ad fuctionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini, dalam anamnesis didapatkan adanya keluar sekret dari hidung sebelah kiri
yang berbau, nyeri pada pipi kiri dan penurunan fungsi penciuman. Keluhan ini baru
dirasakan sejak 10 hari yang lalu. Gejala pada pasien ini memenuhi kriteria rhinosinusitis
berdasarkan EPOS 2012, dimana adanya pengeluaran sekret dari hidung, nyeri pada wajah
dan penurunan fungsi penciuman. Namun pada pasien ini sudah tidak mengalami hidung
tersumbat karena pasien mengaku bahwa hidung tersumbat hanya terjadi saat keluhan
pertama muncul. Sesuai juga dengan apa yang ditulis dalam EPOS bahwa sumbatan pada
hidung dapat ada ataupun tidak ada. Gejala lainnya berupa adanya sekret berwarna kehijauan,
kental, dan berbau tidak sedap, disertai dengan demam, hal ini menunjukkan bahwa penyebab
rinosinusitis dapat berupa infeksi bakterial, dimana fokus infeksi bisa berasal dari gangguan
pada gigi geraham atas sebelah kiri yang dibuktikan dengan pemeriksaan fisik. Selain gejala-
gejala yang dialami, dapat dilihat juga pada durasi terjadinya gejala. Gejala-gejala yang
dirasakan oleh pasien ini baru pertama kali dirasakan dan terjadi 10 hari, dimana sesuai
dengan durasi gejala rinosinusitis akut yaitu < 12 minggu.
Alasan berikut yang menjadi dasar pasien ini didiagnosa dengan rinosinusitis akut terlihat
pada pemeriksaan fisik. Pasien ini merasa nyeri pada sinus maksilaris kiri ketika dipalpasi.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan mukosa cavum nasi sinistra tampak
hiperemis, konka inferior tampak hiperemis, edema dan sekret didapatkan mukopurulen.
Pemeriksaan rhinoskopi anterior pada sisi dekstra dalam batas normal. Penemuan tersebut
sesuai dengan EPOS bahwa dikatakan pada pemeriksaan fisik rhinoskopi anterior dapat
ditemukan gejala berupa tanda-tanda inflamasi, edema mukosa, dan sekret purulen, bahkan
dapat ditemukan adanya polip atau kelainan anatomis lain. Pada pemeriksaan rhinoskopi
posterior didapatkan post nasal drip (+). Hasil pemeriksaan ini sesuai dengan hasil
pemeriksaan pada rinosinusitis akut. Pasien mengatakan bahwa terdapat riwayat demam,
pada EPOS 2012, demam dengan suhu >38oC berhubungan dengan temuan kultur bakteri
yang positif, biasanya berupa infeksi S.pneumoniaedan H.influenzae, yang dapat diapat pada
aspirasi cairan sinus, namun pada pemeriksaan pasien didapatkan suhu 36oC, hal ini mungkin
dikarenakan pasien sebelumnya sudah minum obat yang telah dibeli sendiri. Pemeriksaan
pada cavum oris, ditemukan adanya caries dentis pada gigi geraham atas kiri, temuan ini
dapat merupakan tempat masuknya infeksi ke sinus maksila sinistra. Pemeriksaan lainnya
dalam batas normal.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, sesuai pada EPOS 2012 bahwa
pemeriksaan penunjang bukan merupakan hal yang rutin dilakukan untuk menegakkan
diagnosis rhinosinusitis akut. Namun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa
cek laboratorium darah rutin, pemeriksaan C-reactive protein, pemeriksaan endoskopi nasal,
dan pemeriksaan radiologis. Pada pasien ini, dianjurkan pemeriksaan radiologis foto polos
posisi Waters dan CT scan sinus untuk mengkonfirmasi kelainan anatomis dan luasnya
patologis pada rhinosinusitis akut.
1. Mangunkusumo E & Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007
2. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps (EPOS 2012). Rhinology, 2012
3. Budiman BJ, Azani. Rinosinusitis kronik dengan Variasi Anatomi Cavum Nasi. Bagian
THT-KL Universitas Andalas. 2008. Padang: Universitas Andalas