You are on page 1of 25

POLITIK DESENTRALISASI FISKAL:

PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI

Juli Panglima Saragih*


Naskah diterima: 6 Oktober 2014
Naskah direvisi: 27 Oktober 2014
Naskah disetujui: 20 November 2014

Abstract
Fiscal decentralization is a fiscal policy taken by government to balance inequality fiscal capacity between local-
central governments, as well as amongst local government. By concept or formula, it is fairly accepted as a good
model of fiscal policy. This research applies a qualitative method that aims to analyse its implementation, particularly
problems faced by local budgets, namely its low capacity to cover the increase of local development needs. Relevant
secondary data is used to analyse the implementation of fiscal decentralization as a fiscal policy in general. This
research concludes that as a concept, fiscal decentralization is a good policy of decentralization, in term of politics.
However, due to local budget constraints faced by regional governments, its implementation still meets problems,
such as less of local revenue capacity that causes deep dependency on national budget transfer. Also, local tax policy
cannot significantly help to solve local budget problems until now.
Key word: fiscal decentralization, fiscal policy, fiscal capacity, APBD, local fiscal needs.

Abstrak
Desentralisasi fiskal merupakan kebijakan fiskal yang bertujuan menyeimbangkan kapasitas fiskal antara
pusat-daerah dan antar-fiskal daerah. Secara konsep, desentralisasi fiskal merupakan sebuah model yang
tepat dari politik desentralisasi fiskal. Jenis penelitian ini analisis deskriptif dengan menggunakan sumber
data sekunder dari berbagai literatur dan bahan pustaka yang relevan dengan topik. Metode penelitiannya
mengaplikasikan pendekatan kualitatif tentang politik desentralisasi fiskal, yang bertujuan menganalisa
implementasinya dalam kaitan dengan masalah kemampuan anggaran daerah (APBD), khususnya kapasitas
pendapatan asli daerah dalam membiayai kebutuhan belanja daerah yang semakin meningkat. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi, masih terdapat permasalahan terkait masih
lemahnya kapasitas fiskal daerah walau politik desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan sejak otonomi daerah
diberlakukan.
Kata kunci: desentralisasi fiskal, kebijakan fiskal,kapasitas fiskal, APBD, Kebutuhan fiskal

I. PENDAHULUAN UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok


A. Latar Belakang Pemerintahan Daerah mulai diberlakukan.
Kebijakan desentralisasi fiskal merupakan Percontohan otonomi daerah ini memang
konsekuensi dari keputusan politik didukung oleh pusat sehingga ada yang
desentralisasi atau politik otonomi daerah berhasil menjadi “daerah otonom” di beberapa
yang diambil pemerintah. Politik desentralisasi daerah tingkat II kabupaten/kota di Indonesia,
sebenarnya sudah pernah diwacanakan bahkan tetapi ada juga yang tidak berhasil dalam
dilaksanakan pada era Presiden Soekarno pelaksanaannya. Namun, tidak begitu jelas
sampai Presiden Suharto dengan program apakah kebijakan percontohan otonomi daerah
kebijakan percontohan otonomi daerah pada tingkat II ini diikuti dengan adanya politik
beberapa daerah tingkat II di Indonesia. Politik desentralisasi fiskal dalam bentuk transfer dana
desentralisasi—walau hanya sebagai proyek dari anggaran negara. Sebab tidak mungkin
percontohan tetapi berjalan relatif lama sejak otonomi daerah berhasil—walaupun hanya

*
Peneliti Madya Kebijakan Publik Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI Email:saragihjulipanglima@
yahoo.co.id.

200 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


proyek percontohan—apabila tidak didukung sehingga ketika salah memilih dan menerapkan
sepenuhnya oleh politik fiskal melalui transfer konsep desentralisasi, maka berdampak pula
fiskal ke daerah (desentralisasi fiskal) untuk pada politik desentralisasi fiskal-nya. Itulah
mendukung keberhasilan otonomi daerah yang tampak di depan mata dalam kehidupan
tersebut.1 pemerintahan sehari-hari antara pusat dengan
Kemudian dengan munculnya otonomi daerah sampai saat ini. Artinya aspek politik
daerah tahun 1999 yang resmi diberlakukan dari desentralisasi atau otonomi daerah lebih
sejak 2001 melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 kental dibandingkan dengan aspek ekonomi
tentang Pemerintahan Daerah—memang diikuti politik desentralisasi.
dengan politik desentralisasi fiskal melalui UU Pemerintah pusat cenderung memandang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan bahwa politik otonomi daerah tidak harus
Keuangan Pusat dan Daerah.2 Namun dalam diikuti dengan desentralisasi fiskal. Oleh
pelaksanaan kedua undang-undang tidak karena itu, konsep pembagian kewenangan
sinkron satu sama lain, sehingga pelaksanaan antara pusat dan daerah tidak secara benar-
politik otonomi daerah pada awalnya timpang benar diikuti dengan pelimpahan penuh dari
dan “setengah hati”. Polemik tentang kebijakan sisi finansial. Sebab menurut pusat, politik
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pun otonomi daerah tidak dapat dipisahkan dengan
sejak saat itu terus berlangsung sampai saat ini. adanya kewenangan kontrol yang (masih)
Pelaksanaan otonomi daerah di lapangan dimiliki pusat terhadap sebagian kewenangan
diakui lebih pada aspek politik ketimbang aspek yang dilimpahkan ke pemerintah daerah, baik
ekonomi. Hal ini dapat dimaklumi ketika itu pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
dengan berkembangnya euforia politik masyarakat Masih ada pembagian kewenangan
di tahun 1999. Politik otonomi daerah memang (urusan) yang sama antara pusat dan daerah,
relative berhasil dilaksanakan, tetapi masih juga tetapi tidak begitu jelas mana urusan pusat dan
tersangkut pada konsep politik desentralisasi mana urusan daerah provinsi dan mana urusan
yang dipergunakan. Apakah politik otonomi kabupaten/kota. Sehingga dampaknya adalah
daerah dibuka lebar-lebar atau otonomi luas masih saja ada kewenangan pusat di daerah
atau otonomi yang terbatas. Oleh karena itu, dengan masih dipertahankannya berbagai
sampai saat ini cenderung masih belum jelas satuan kerja (SATKER) pemerintah pusat di
benar apakah politik otonomi daerah menganut daerah yang merupakan kepanjangan tangan
sistem division of power, distribution of power, pusat di daerah. Implikasinya, kewenangan
atau delegation of power. Padahal ketiga konsep pengelolaan anggarannya pun masih saja
tersebut berbeda satu sama lain termasuk dalam berada di pusat, walaupun dilaksanakan di
praktik di lapangan. daerah. Gambaran realita ini hampir terjadi di
Derajat yang paling kuat atau paling tinggi sebagian besar daerah di Indonesia, khususnya
dari politik desentralisasi adalah divison of power. di kabupaten/kota.
Artinya kekuasaan pemerintahan dibagi habis Fenomena yang berkembang saat ini dengan
antar-tingkatan pemerintahan (national and adanya kebijakan desentralisasi fiskal adalah
sub-national governments). Pembagian kekuasaan kecenderungan daerah untuk melahirkan
antar-tingkatan pemerintahan cenderung daerah otonomi baru (DOB) yang pada
lebih baik (fairly) dibandingkan sistem lain hakekatnya bukan didasarkan atas keinginan
1
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan titik berat rakyat lokal, tetapi sebagai “sarana” untuk
pada Daerah Tingkat II. mendapatkan transfer fiskal dari pusat. Hal ini
2
UU Nomor 25 Tahun 1999 sudah diganti dengan UU
benar-benar terjadi dan dan daerah kabupaten/
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan daerah. Sedangkan UU Nomor 22 Tahun kota merupakan daerah otonomi baru yang
1999 diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang paling banyak lahir dibandingkan provinsi baru.
Pemerintahan Daerah.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 201


Dengan semakin banyaknya daerah kabupaten/ “Perebutan” kewenangan atau urusan
kota baru hasil pemekaran, maka berdampak pemerintahan antara pusat dan daerah berdampak
pada semakin bertambahnya anggaran transfer pada besaran transfer fiskal. Artinya apabila
fiskal ke daerah. Daerah kabupaten/kota yang pemerintah pusat masih tetap menjalankan fungsi
baru dipastikan akan sangat bergantung kepada pemerintahan di daerah di luar kewenangan
transfer fiskal, karena jarang sekali daerah wajibnya, maka alokasi anggaran juga harus
induknya memberikan bantuan finansial. disediakan. Hal ini juga berdampak pada konflik
Fenomena lain yang berkembang dalam tugas dan kewenangan di daerah. Oleh karena
pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat dilihat itu, perlu juga dipetakan urusan yang terlihat
dengan semakin leluasanya daerah otonom tumpang-tindih antara pemerintah pusat dan
terutama daerah kabupaten/kota untuk daerah.
menambah anggaran belanja pegawai daerah Walaupun kebijakan desentralisasi fiskal
dalam APBD yang notabene juga bersumber sudah dijalankan lebih dari 10 tahun, tetapi
dari anggaran transfer fiskal, khususnya anggaran kemampuan atau kapasitas fiskal daerah,
DAU. Kecenderungan ini mengindikasikan khususnya kapasitas fiskal kabupaten/kota
bahwa pemerintah daerah, khususnya kabupetan/ belum memadai dalam membantu membiayai
kota sebagai penguasa tidak dapat diatur/ kebutuahn belanja daerah dalam APBD.
tidak tunduk kepada pemerintahan di atasnya. Sehingga hal ini masih terus mengakibatkan
Padahal sebagaimana diketahui bahwa kebijakan ketergantungan yang sangat besar terhadap
desentralisasi fiskal dikeluarkan dalam kerangka transfer fiskal dari pusat dalam APBN. Ketika
memperkuat kapasitas fiskal daerah untuk pendapatan daerah masih belum mencukupi
membantu mendorong perekonomian daerah dan untuk membiayai peningkatan belanja daerah
pertumbuhan ekonomi (PDB) daerah. dalam APBD, maka daerah dimungkinkan
Di samping daerah berkepentingan untuk melakukan pinjaman daerah. Tetapi
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, selama ini daerah belum berani melakukan
pemerintah pusat juga sangat berkepentingan kebijakan pinjaman daerah untuk membiayai
baik dalam aspek politik maupun ekonomi. sebagian kebutuhan belanja daerah dalam
Artinya semakin besar porsi belanja daerah APBD.
dalam APBD, misalnya, khususnya belanja non- Di samping itu, porsi dan kemampuan PAD
pegawai, maka diharapkan akan mendorong masih sangat terbatas, terutama PAD daerah
percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. kabupaten/kota, walaupun dengan lahirnya UU
Permasalahan yang sering muncul dalam tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
pelaksanaan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait yang baru jumlah pajak daerah kabupaten/kota
masalah teknis, tetapi secara konsep kebijakan bertambah. Keterbatasan taxing power pajak
desentralisasi fiskal merupakan sistem hubungan daerah kabupaten/kota dipengaruhi antara
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. lain belum berkembangnya perekonomian di
Secara umum bertujuan untuk menyeimbangkan daerah terutama daerah kabupaten, khususnya
kapasitas fiskal antara pemerintah pusat dan di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, kebijakan
daerah. Tetapi tujuan lain yang juga strategis pembangunan ekonomi yang akan diambil ke
adalah untuk menyeimbangkan kapasitas fiskal depan tidak hanya menjadi tanggung jawab
antardaerah (horizontal fiscal balance). Walaupun pemerintah daerah, tetapi juga kepentingan
tidak harus sama tingkat kapasitas fiskal pemeirntah pusat untuk melakukan distribusi
antardaerah, tetapi desentralisasi fiskal setidaknya pembangunan dan pemerataan ekonomi
mengurangi kesenjangan fiskal dan secara tidak ke seluruh daerah. Dengan terdistribusinya
langsung mendorong perekonomian daerah lebih pembangunan ke daerah-daerah terutama di
berkembang. luar Pulau Jawa maka diharapkan perekonomian
daerah akan semakin berkembang dan maju.

202 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


Dampaknya pajak daerah dan retribusi daerah formula transfer fiskal masing-masing dikaitkan
cenderung akan meningkat yang pada akhirnya dengan tujuan desentralisasi fiskal yaitu sebagai
akan meningkatkan PAD. upaya peningkatan kapasitas fiskal (fiscal
Orientasi pengeluaran atau belanja capacity) daerah guna memenuhi kebutuhan
daerah yang tidak terarah pada produktivitas belanja yang semakin meningkat.
menyebabkan kenaikan pada belanja pemeirntah
daerah yang pada kenyataannya tidak selalu sama D. Kerangka Pemikiran
atau mencerminkan kebutuhan riil masyarakat 1. Pendekatan Pembangunan: Desentralisasi
setempat terhadap belanja pemeirntah daerahnya versus Sentralisasi
yang akan menimbulkan inefisensi belanja Pembangunan daerah umumnya dapat
pemeirntah. Konsekuensinya dari tahun ke dilakukan melalui dua pendekatan yakni
tahun pemeirntah daerah khususnya kabupaten/ sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi.
kota selalu menuntut dana alokasi (transfer Pendekatan pembangunan dengan sistem
fiskal) yang lebih banyak lagi dari pusat.3 sentralisasi menggambarkan pusat berwenang
penuh dalam pembangunan baik program,
B. Perumusan Masalah proyek, dan pengelolaan anggarannya. Hampir
Berangkat dari uraian di atas, yang menjadi seluruh program dan proyek pembangunan
menjadi permasalah dalam penelitian ini berasal dari pusat (top-down).
adalah bahwa secara konsep dan kebijakan, Pada umumnya sentralisasi pembangunan
desentralisasi fiskal merupakan sebuah tumbuh subur pada sistem politik otokrasi
model yang tepat dari kebijakan fiskal (authoritarianisme), oligarki, dan sistem
(fiscal policy), tetapi dalam permasalahan sosialisme. Sedangkan sistem desentralisasi
di lapangan, daerah kabupaten/kota masih pembangunan tumbuh dan berkembang pada
belum mampu meningkatkan kapasitas fiskal sistem politik demokrasi, termasuk di Indonesia
karena keterbatasan kemampuanpendapatan yang telah dan dalam pengembangan politik
asli daerah dalam membiayai peningkatan demokrasi.
kebutuhan belanjanya. Sedangkan pajak daerah Dua pendekatan pembangunan di atas
(local tax) juga belum dapat dijadikan sebagai memiliki plus-minus masing-masing. Tetapi
sumber utama pendapatan daerah karena kecenderungan global di berbagai Negara saat
relatif kecilnya kontribusi pajak daerah dari ini adalah sebagian besar Negara memakai
total anggaran daerah secara keseluruhan. pendekatan pembanguan dengan sistem politk
demokrasi. Artinya rakyat turut menentukan
C. Tujuan Penulisan dan berperan dalam pembangunan.
Tujuan penulisan ini adalah untuk Pembangunan untuk, oleh, dan dari rakyat.
menganalisis kebijakan desentralisasi fiskal Sejak kebijakan otonomi daerah ditetapkan,
sebagai konsekuensi dari politik desentralisasi. model pembangunan dilaksanakan sebagian
Artinya dalam konsep desentralisasi dibutuhkan dengan pendekatan desentralisasi, termasuk
suatu kebijakan fiskal—desentralisasi desentralisasi fiskal. Sebagian lagi dilakukan
fiskal—yang disesuaikan atau didasarkan melalui pendekatan sentralisasi sesuai
kepada banyaknya kewenangan atau urusan kewenangan pemerintah pusat sebagaimana
pemerintahan yang didesentralisasikan. diatur dalam undang-undang.
Penulisan ini juga bertujuan untuk melihat Kedua pendekatan di atas merupakan cara
permasalahan atas pelaksanaan kebijakan suatu Negara membangun. Tetapi bagaimana
desentralisasi fiskal sesuai dengan konsep/ strategi membangun daerah tergantung
kepada tingkat permasalahan yang dihadapi
3
Pengaruh Desentralisasi Terhadap Perekonomian Daerah,
oleh Zamrud Utami, Makalah, Fakultas Ekonomi UI, suatu daerah, termasuk ada atau tidak adanya
Jakarta, 2010, dalam http://www.lontar.ui.ac.id., diakses sumber daya yang dimiliki daerah tersebut,
tanggal 24 Nopember 2014.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 203


seperti sumber daya alam (SDA). Hal ini akan melibatkan masyarakat lokal agar masyarakat
berimplikasi terhadap strategi pembangunan dapat merasakan secara langsung makna dari
yang akan ditempuh oleh masing-masing daerah desentralisasi atau otonomi daerah tersebut.4
dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pendekatan Sedangkan dekonsentrasi adalah
pembangunan dengan sistem desentralisasi pendelegasian wewenang atas fungsi-fungsi
harus didukung dengan strategi kebijakan yang tertentu pemerintahan di pusat kepada staf
efektif dan juga tergantung kepada tipologi suatu pemerintahan pusat yang berada atau tinggal
daerah. Tipologi suatu daerah dapat digambarkan di daerah. Contoh saat ini disebut dengan
dalam tabel di bawah ini. satuan kerja (SatKer) pemerintah pusat.
Tabel 1. Tipologi Daerah Berdasarkan
Tingkat Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi (PDB)
PDB Per Kapita (y)
(yi > y) (yi < y)
Laju Pertumbuhan
Ekonomi/PDB ( r )
(ri > r) Pendapatan per kapita tinggi dan Pendapatan per kapita rendah dan
pertumbuhan ekonomi (PDB) pertumbuhan ekonomi (PDB)
tinggi tinggi
(ri < r) Pendapatan per kapita tinggi dan Pendapatan per kapita rendah dan
pertumbuhan ekonomi (PDB) pertumbuhan ekonomi (PDB)
rendah rendah
Keterangan : r=rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota
y=rata-rata PDB per kapita kabupaten/kota
ri=pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati
yi=PDB per kapita kabupaten/kota yang diamati
Sumber : Mudrajad Kuncoro, Ph.,D., Otonomi dan Pembangunan Daerah, ‘Penerbit Erlangga Jakarta,
2004, 118.

2. Teori dan Konsep Desentralisasi Dekonsentrasi dapat juga diartikan sebagai


Dalam konteks pembangunan daerah, pengurangan atau penghapusan/penghilangan
menurut Leemans, ada dua jenis pendekatan konsentrasi atau pemusatan kewenangan
desentralisasi yakni pertama, representative local penuh pusat dalam administrasi pembangunan
government, dan kedua, field administration. di daerah. Sedangkan, devolusi adalah
Sementara Maddicks mendefinisikan penyerahan kekuasaan untuk melaksanakan
desentralisasi sebagai proses dekonsentrasi fungsi tertentu kepada pemerintahan daerah.
(deconcentration) dan devolusi (devolution). Istilah atau konsep lain dari dekonsentrasi
Desentralisasi juga berarti pendelegasian adalah desentralisasi administrative (field
pengambilan keputusan dari pemerintah pusat administration).5
kepada pemerintah lokal dan/atau masyarakat Di Indonesia, desentralisasi dan
lokal. Desentralisasi juga mendorong dekonsentrasi dapat dikatakan merupakan
banyak keterlibatan masyarakat local dalam klasifikasi sistem administrasi pemerintah daerah
pengambilan keputusan menyangkut aspek-
4
Juli Panglima Saragih, “Desentralisasi Fiskal dan Keuangan
aspek administrative di bidang pengaturan
Daerah Dalam Otonomi”, Penerbit Ghalia Indonesia
urusan pemerintahan dan akan banyak Jakarta, Cetakan Pertama, April 2003, h. 30.
melibatkan masyarakat dalam menentukan 5
Mudrajad Kuncoro., “Otonomi dan Pembangunan Daerah”,
sendiri penyelenggaraan bidang pemerintahan Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004, h.3-4, lihat juga dan Roy
V. Salomo, Lina Miftahul Jannah, dan Muh. Azis Muslim,
yang dapat dilaksanakannya. Pengelolaan
“Evaluasi Pemekaran Kabupaten Sambas Berdasarkan PP
dana pembangunan atau alokasi sumber Nomor 129 Tahun 2007”, Jurnal Ilmu Administrasi dan
daya seperti sumber daya alam (SDA) perlu Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, h. 142-150,
http://journal.ui.ac.id/., diakses 3 September 2014.

204 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


yang lebih popular digunakan. Hal ini tercermin Pemerintah daerah dalam sistem
dalam Pasal 18 dan 18A UUD Negara RI Tahun administrasi pemerintahan di Indonesia terdiri
1945 serta undang-undang yang mengatur dari pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
implementasinya. Dalam Pasal 18 berbunyi: daerah kabupaten/kota menurut UUD Negara
RI Tahun 1945. Konsep desentralisasi juga
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dikenal dalam Undang-Undang Nomor 32
atas daerah-daerah provinsi dan daerah Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, Dalam UU tentang Pemerintahan Daerah
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut, yang dimaksud dengan desentralisasi
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
diatur dengan undang-undang. Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
otonomi dan tugas pembantuan.  mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
kabupaten, dan kota memiliki Dewan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota- prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
masing sebagai kepala pemerintah daerah pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara sebagai wakil pemerintah dan/atau instansi vertical
demokratis. di wilayah tertentu. 6
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi Kebijakan desentralisasi di Indonesia
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan telah dilaksanakan sejak kemerdekaan tahun
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai 1945 sampai saat ini (lihat tabel). Konsep
urusan Pemerintah Pusat. dan kebijakan desentralisasi sebagai suatu
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan pilihan politik administrasi pemerintahan, jelas
peraturan daerah dan peraturan-peraturan menghendaki adanya kebutuhan akan anggaran
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas untuk melaksanakannya. Hal ini disebut dengan
pembantuan. money follow function. Politik desentralisasi
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan tidak mungkin dapat dilaksanakan apabila
pemerintahan daerah diatur dalam undang- tidak diikuti pula dengan pemberian dari
undang. aspek finansial atau keuangan oleh si pemberi
Sedangkan Pasal 18 A berbunyi: kewenangan dalam hal ini pemerintah pusat
1) Hubungan wewenang antara pemerintah kepada daerah.
pusat dan pemerintahan daerah provinsi, Konsep ini juga disebut dengan
kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan desentralisasi fiskal yang didasarkan atau
kabupaten dan kota, diatur dengan undang- tergantung kepada besar-kecilnya kewenangan
undang dengan memperhati-kan kekhususan atau urusan pemerintahan yang diserahkan
dan keragaman daerah. oleh tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, kepada tingkatan pemerintahan yang lebih
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber rendah. Semakin banyak kewenangan urusan
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan yang diberikan, maka semakin
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan besar kebutuhan finansial untuk melaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang- kewenangan tersebut. Pembagian kewenangan
undang. 6
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 205


antartingkatan pemerintahan sudah diatur sumber keuangan daerah dalam APBD belum
dalam UU Nmor 32 Tahun 2004 dan peraturan mencukupi, maka pemerintah pusat memberikan
pelaksanannya. sumbangan atau hibah.7

Tabel 2. Perjalanan Sejarah Desentralisasi di Indonesia (1945-2014)


Konfigurasi
No. Periode UU Otonomi Hakikat Otonomi
Politik
1. Perjuangan Kemerdekaan RI Demokrasi UU Nomor 1 Tahun 1945 Otonomi Luas
UU Nomor 22 Tahun 1948
2. Pasca Kemerdekaan RI Demokrasi UU Nomor 1 Tahun 1957 Otonomi Luas
3. Demokrasi Terpimpin Otoritarian Penpres Nomor 6 Tahun 1959 Otonomi Terbatas
UU Nomor 18 Tahun 1965
4. Orde Baru Otoritarian UU Nomor 5 Tahun 1974 Sentralisasi/Otonomi
(1966-1998) Sangat Terbatas
5. Pasca Orde Baru Demokrasi UU Nomor 22 Tahun 1999 Otonomi Luas
(1999-sekarang) UU Nomor 32 Tahun 2004
Sumber: Mudrajad Kuncoro, “Otonomi dan Pembangunan Daerah”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004, h. 6.

3. Konsep Desentralisasi Fiskal Dalam praktek di lapangan, baik masa lalu


Desentralisasi fiskal merupakan suatu sistem sampai saat ini, kebijakan desentralisasi fiskal
hubungan keuangan pusat-daerah dalam kaitan dilaksanakan dalam bentuk transfer fiskal dari
dengan pelaksanaan politik desentralisasi. pusat ke daerah. Tujuan utama desentralisasi
Sistem hubungan keuangan antara pusat dan fiskal adalah: 1)meningkatkan kapasitas fiskal
daerah pertama kali diatur secara formal-legal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal
dalam UU Nomor 32 Tahun 1956 tentang antara pusat dan daerah serta antardaerah;
Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan 2)meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah dan ketetpatan waktu pengalokasian dan
Tangganya Sendiri. penyaluran anggaran transfer ke daerah; 3)
Dalam praktek di lapangan, terdapat 4 meningkatkan kualitas pelayanan publik
asas atau prinsip dalam pelaksanaan hubungan di daerah dan mengurangikesenjangan
keuangan pusat-daerah yaitu desentralisasi, pelayanan publik antar-daerah otonom; 4)
dekonsentrasi, tugas pembantuan dan sumbangan mendukung kesinambungan fiskal nasional;
atau hibah. Dalam implementasi 4 asas atau 5)meningkatkan sinkronisasi antara rencana
prinsip di atas, maka terdapat beberapa sistem pembangunan nasional dengan pembangunan
pembiayaannya yakni pertama, urusan yang daerah; 6)meningkatkan perhatian terhadap
merupakan tugas pemerintah pusat di daerah pembangunan di daerah tertinggal, terluar,
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dibiayai dan terdepan; 7)meningkatkan pelaksanaan
dari dan atas beban APBN; kedua, urusan yang pemantauan dan evaluasi terhadap jenis dana
merupakan tugas pemerintah daerah (pemda) transfer tertentu guna meningkatkan kualitas
sendiri—di luar urusan wajib pusat dalam rangka belanja daerah.
desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD;
ketiga, urusan yang merupakan tugas pemerintah II. Pembahasan
pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya yang A. Implementasi Desentralisasi Fiskal dan
dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, Problematikanya
dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN Anggaran transfer fiskal ke daerah
atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas merupakan salah satu instrumen fiskal
beban APBD sebagai pihak yang menugaskan penting dari politik desentralisasi fiskal guna
urusan tersebut; keempat, sepanjang potensi 7
Mudrajad Kuncoro, Op.Cit.,h.7.

206 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


mendanai urusan pemerintahan yang menjadi pendapatan yang ada di daerah, hak daerah untuk
kewenangan daerah dalam pelaksanaan menerima transfer dana dari pemerintahan yang
otonomi daerah. Implementasi kebijakan lebih tinggi, dan menentukan angaran belanja,
transfer fiskal ke daerah, selain memperhatikan serta investasi sendiri. Singkatnya pemerintah
kebutuhan pendanaan urusan pemerintahan di daerah diberikan kesempatan atau diskresi
daerah, juga mempertimbangkan kemampuan untuk menentukan regulasi terhadap anggaran
keuangan Negara serta tujuan yang hendak daerahnya, termasuk penggunaan dana transfer
dicapai Negara dalam setiap tahun anggaran fiskal tersebut.
berdasarkan program/proyek/kegiatan yang Pada prinsipnya ada 3 (tiga) variasi
ditetapkan sebagai prioritas pembangunan desentralisasi fiskal dalam kaitannya
nasional. Salah satu tujuan desentralisasi fiskal dengan derajat kemandirian pengambilan
adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal keputusan yang dilakukan daerah. (1)pelepasan
daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. tanggung jawab yang berada dalam lingkungan
Dalam UU tentang Perimbangan Keuangan pemerintah pusat ke instansi vertikal ke daerah
1957 misalnya, dalam Pasal 2, menegaskan (dekonsentrasi); (2) berhubungan dengan
bahwa pendapatan pokok daerah terdiri dari: pajak suatu situasi dimana daerah bertindak sebagai
daerah; retribusi daerah, pendapatan Negara yang perwakilan pemerintah untuk melaksanakan
diserahkan kepada daerah, dan hasil perusahaan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah;
daerah. Tetapi pendapatan Negara yang (3) devolusi (pelimpahan) berhubungan dengan
diserahkan kepada daerah ini, adalah menjadi suatu situasi tetapi juga kewenangan untuk
inti dari perimbangan keuangan antara pusat memutuskan apa yang perlu dikerjakan di
dan daerah. Oleh karena itu, undang-undang daerah.
perimbangan keuangan 1957 di atas merupakan Suatu hipotesis yang menarik untuk
perwujudan dari politik desentralisasi fiskal dicermati adalah bahwa jika suatu Negara
pada jamannya. mendesentralisasikan tanggung jawab
Kemudian Pasal 3 UU tentang Perimbangan pengeluaran yang lebih besar dibandingkan
Keuangan 1957 di atas disebutkan bahwa, dengan sumber-sumber yang tersedia, maka
“Pajak Negara yang dinyatakan sebagai pajak tingkat pelayanan akan menurun atau daerah
daerah adalah Pajak Verponding; Pajak Verponding akan menekan pemerintah pusat untuk
Indonesia; Pajak Rumah Tangga; Pajak Jalan; memperoleh tambahan transfer dana yang lebih
Pajak Potong; Pajak Kopra; Pajak Pembangunan”. besar.
Di samping itu terdapat beberapa jenis pajak Dan jika lebih banyak penerimaan dari
Negara yang juga diserahkan kepada daerah pada pengeluaran yang didesentralisasikan,
75-90%, yakni Pajak Peralihan; Pajak Upah; dan maka mobilisasi dana daerah dapat menurun dan
Pajak Meterai. Pajak lain yang disrahkan kepada ketidakseimbangan makro ekonomi dapat
daerah namun penetapannya berdasarkan terjadi. Jika kebaikan desentralisasi fiskal
persentase tertentu tiap tahun adalah Pajak diikuti dengan peningkatan mobilitas sumber-
Kekayaan dan Pajak Perseroan. Sebagian sumber dan pengurangan tekanan atas
penerimaan dari Bea Masuk (BM), Bea Keluar keuangan pusat, peningkatan akuntabilitas,
(BK), dan Cukai juga diserahkan kepada daerah dan peningkatan ketanggapan serta tanggung
walaupun tidak disebutkan besar-kecilnya jawab secara umum, maka desentralisasi
persentase yang diserahkan.8 merupakan sesuatu yang berharga, termasuk
Secara umum, pengertian desentralisasi desentralisasi fiskal.
fiskal adalah pemberian kewenangan kepada Pada awal pelaksanaan desentralisasi
daerah untuk menggali sumber-sumber (fiskal), umumnya provinsi mengalami
peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDB),
8
Pasal 4 dan Pasal 5 UU tentang Perimbangan Keuangan
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
1957.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 207


Tapi kondisi saat ini yang terjadi adalah rata-rata penyerahan kewenangan urusan pemerintah
pertumbuhan ekonomi nasional 5,5% dalam pusat ke pemerintah daerah (the delegation
lima tahun terakhir dan provinsi yang tumbuh of authority) masih didominasi sepenuhnya oleh
dibawa rata-rata nasional seperti provinsi Aceh, pemerintah pusat? Karena desentralisasi pada
Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, hakekatnya adalah juga bersumber dari inisiatif
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan prakarsa lokal. Seharusnya dalam
Kalimantan Timur, Bangka-Belitung, Nusa desentralisasi, ruang berkreasi dan berinovasi
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan dioptimalkan. Jadi, pemanfaatan sumber daya
Maluku. Sedangkan angka pengangguran yang yang dimiliki lokal difokuskan pada sektor-
terjadi di daerah-daerah tersebut di atas masih sektor yang memberikan dampak optimal di
berada di kisaran 7,9 persen.9 masing masing daerah.10
Tujuan awal dilakukannya desentralisasi Dalam perjalanan desentralisasi fiskal,
fiskal adalah untuk mengurangi kesenjangan yang dominan adalah praktek transfer fiskal ke
fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Padahal dalam otonomi, daerah bisa
daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar- mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki
daerah (horizontal fiscal imbalance). Selain itu untuk meningkatkan PAD. Realitanya PAD
diharapkan meningkatkan peningkatan kualitas tidak bergerak maju dan signifikan. Apabila
pelayanan publik di daerah dan mengurangi ekonomi daerah berkembang maka dampak
kesenjangan pelayanan publik antar-daerah. positifnya adalah pajak daerah pun cenderung
Desentralisasi fiskal juga meningkatkan meningkat, seperti sektor pariwisata (hotel dan
efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional. restoran/kuliner), sektor jasa-jasa, dan sektor
Dengan adanya desentralisasi fiskal tata kelola lain terkait dengan aspek lokalitas.
keuangan harus dilakukan secara transparan Dalam politik desentralisasi fiskal—sebagai
dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan suatu sistem hubungan keuangan pusat-daerah,
pengalokasian transfer ke daerah yang tepat kebijakan transfer fiskal ke daerah dilakukan
sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil. Tapi, dalam bentuk block grant dan specific grant.
pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah Konsep block grant dilakukan dalam bentuk dana
desentralisasi yang didefinisikan sebagai alokasi umum dan dana bagi hasil. Sedangkan

Keterangan: *)RAPBN Tahun 2014. Angka dalam Rp.Triliun


Sumber :Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2014.
Gambar. Grafik Perkembangan Transfer Fiskal ke Daerah Tahun
2009-2014
9
“Percepatan Pembangunan Dalam Desentralisasi Fiskal”, 10
Ibid.
http://birokrasi.kompasiana.com/, diakses pada 18 Juni
2014.

208 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


konsep specific grant dilakukan dalam bentuk KbF = Kebutuhan fiskal dari provinsi atau kabupetan/
dana alokasi khusus dengan kriteria khusus. kota;
Pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak KpF = Kapasitas fiskal dari provinsi atau kabupaten/
tahun 2001 terus berkembang sejalan dengan kota.

pelaksanaan otonomi daerah. Transfer fiskal ke Dari formula di atas, yang paling dominan
daerah juga semakin meningkat setiap tahun dalam menentukan DAU adalah kesenjangan
(lihat grafik), di luar transfer fiskal dalam bentuk fiskal (fiscal gap) itu sendiri. Yang dimaksud
dana otonomi khusus dan penyesuaian. Sebab dengan kesenjangan fiskal adalah selisih
dana otonomi khusus dan penyesuaian tidak antara kapasitas fiskal dengan kebutuhan fiskal
merupakan bagian dari politik desentralisasi (fiscal need). Semakin besar kebutuhan fiskal
fiskal. tanpa diimbangi dengan kapasitas fiskal (fiscal
1. Formula DAU dan Problematikanya capacity), maka terjadi kesenjangan fiskal yang
Dana Alokasi Umum DAU merupakan cukup besar sehingga menyebabkan postur
instrumen fikal penting dalam implementasi fiskal atau struktur fiskal menjadi defisit (fiscal
desentralisasi fiskal, disamping dana bagi hasil deficit). Sebaliknya apabila kapasitas fiskal lebih
(DBH), dan dana alokasi khusus (DAK). Porsi besar dari kebutuhan fiskal maka akan terjadi
dan peran DAU dalam APBD sangat strategis, surplus fiskal atau kelebihan penerimaan atau
karena konsep DAU merupakan transfer fiskal pendapatan.
yang relatif umum. Oleh karena itu DAU lebih Formula Kebutuhan Fiskal (fiscal need)13
bersifat block grant. Sebagai contoh, daerah yang adalah:
KbF=TPR apbd (αIP+αIW+αIKR+αIH)
baru dimekarkan sekalipun sudah mendapatkan
Dimana:
DAU. Pada 2011, terdapat 14 daerah pemekaran TPR=Total Pengeluaran Rata-rata dalam
baru yang mendapatkan alokasi DAU dari APBD
pusat dengan perhitungan berdasarkan basis IP=Indeks (varabel Penduduk)
data secara mandiri. Di samping DAU transfer IW=Indeks (variable Luas Wilayah/Daerah)
ke daerah yang bersifat block grant adalah dana IKR=Indeks (variable Kemiskinan Relatif)
IH=Indeks (varabel Harga)
bagi hasil.11 Formula DAU12 saat ini adalah:
A=Bobot Variabel
DAUi = AM + KF Sedangkan formula Kapasitas Fiskal (fiscal capacity)14
AM = LS + αGaji adalah:
KFi = BDi + DAUn KpF = ePAD+PBB+BPHTB+(Bagi hasil SDA
(KdF - KpF)i dan PPh badan)
BDi = (KbF – KpF)n Dimana:

Keterangan: ePAD = estimasi Pendapatan Asli


daerah
DAUi = Dana Alokasi Umum provinsi atau kabupaten/
kota; PBB = Pajak Bumi Bangunan
DAU = Dana Alokasi Umum seluruh provinsi atau BPHTB = Bea Perolehan Ha katas
kabupaten/kota; Tanah dan Bangunan
AM = Alokasi Minimum (Alokasi Dasar);
Sedangkan bobot DAU suatu daerah
KF = Kesenjangan Fiskal;
adalah kebutuhan DAU suatu daerah dibagi
BD = Bobot Daerah;
dengan total kebutuhan DAU (nasional).
αGaji = Proporsional berdasarkan kebutuhan gaji;
Sehingga DAU provinsi adalah (10% x 25% x
penerimaan dalam negeri x bobot). Sedangkan
11
Kota Tangerang Selatan, Kab. Tambrauw, Kab. Maybrat, DAU kabupaten/kota adalah (90% X 25% X
Kab. Pulau Morotai, Kab. Intan Jaya, Kab. Deiyai, Kab.
penerimaan dalam negeri X bobot).
Sabu Raijua, Kab. Pringsewu, Kota Gunung Sitoli, Kab.
Nias Utara, Kab.Nias Barat, Kab. Tulang Bawang Barat, 13
Mudrajad Kuncoro, Op.Cit., h.32
Kab. Mesuji, dan Kab. Meranti. 14
Mudrajad Kuncoro, Op.Cit., h.33
12
Mudrajad Kuncoro, Op.Cit.,h..31.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 209


Tabel 3.Perkembangan Transfer Fiskal ke Daerah (2005-2014) Rp.Triliun
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*) 2013**)
DBH 50,479 64,900 62,942 78,420 76,129 92,183 83,558 111,5 102,7
DAU 88,765 145,664 164,787 179,507 186,414 203,571 225,532 273,8 311,1
DAK 3,976 11,566 16,237 20,787 24,707 20,956 25,232 25,9 31,7
Jumlah 143,221 222,130 243,967 278,714 287,251 316,711 334,324 411,3 445,5
Keterangan : *) APBN dan **) APBN-Perubahan.

Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2005-2011.

Nota Keuangan dan RAPBN 2012, Hal.V-7.

Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2014.

Dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor Belitung.17 Dari realita tersebut dapat
55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan disimpulkan bahwa provinsi yang menerima
dijelaskan bahwa, daerah yang memiliki nilai celah DAU relatif kecil sebagian besar adalah provinsi
fiskal lebih besar dari nol (CF>0), menerima DAU baru termasuk provinsi Maluku Utara.
sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal. Daerah Beberapa ketentuan dalam kebijakan DAU
yang memilki celah fiskal sama dengan nol (CF=0) tahun 2014 adalah: pertama, besaran DAU
menerima DAU sebesar alokasi dasar. Sedangkan ditentukan berdasarkan alokasi dasar (AD) yang
daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dihitung atas dasar besar kecilnya jumlah gaji
dan nilai negative tersebut lebih kecil dari alokasi pegawai negeri sipil (PNS) daerah. Kedua, besar
dasar (CF<0), menerima DAU sebesar alokasi kecilnya celah fiskal (CF) suatu daerah. Untuk
dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskalnya. itu DAU tahun 2014 diorientasikan untuk: 1)
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan alat pemerataan kemampuan keuangan antar-
nilai negative tersebut sama besar atau lebih besar daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal (fiscal
dari alokasi dasar (CF≥0) tidak menerima DAU.15 imbalance) antar-daerah; 2)menetapkan besaran
Proporsi DAU untuk pemerintah provinsi DAU sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan
dan kabupatan/kota dihitung berdasarkan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam
perbandingan antara bobot urusan pemerintahan APBN sesuai ketentuan perundang-undangan;
yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi 3)meningkatkan akurasi data dasar perhitungan
dan kabupaten/kota. Sesuai UU Nomor 33 DAU; 4)menetapkan besaran 10% DAU
Tahun 2004, proporsi DAU ditetapkan dengan untuk provinsi dan 90% untuk kabupaten/kota
imbangan 10% untuk daerah provinsi dan 90% walaupun terjadi pemekaran daerah kabupaten/
untuk daerah kabupaten/kota.16 Sejak otonomi kota; 5)melanjutkan prinsip non hold harmless;
diberlakukan, porsi DAU merupakan terbesar 6)menerapkan formula DAU secara konsisten
dalam kebijakan transfer fiskal ke daerah. yakni: alokasi dasar (AD) + celah fiskal (CF);
Dari seluruh daerah, terdapat 5 provinsi yang 7)menghitung DAU bagi daerah otonomi baru
secara akumulatif menerima DAU terbesar dengan split atau membagi secara proporsional
tahun anggaran 2012-2013 yakni Sumatera dengan daerah induk dengan menggunakan
Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur variable jumlah penduduk, luas wilayah dan
dan Papua. Sedangkan daerah provinsi yang belanja pegawai (PNS).18
menerima DAU terkecil tahun 2012 dan Seiring politik pemekaran daerah dengan
2013 adalah Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan adanya daerah otonomi baru19, terutama daerah
Riau, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Bangka 17
Ibid., h. 5-5.
15
Nota Keuangan dan RAPBN 2014, h.5-26.
18
Ibid., h.5-27.
16
Nota Keuangan dan RAPBN 2014, Op.Cit., h.5-3.
19
Daerah otonomi baru yang ditetapkan oleh DPR RI pada

210 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


kabupaten/kota maka hal ini berimplikasi mendapatkan DAU, lebih kecil, sama dengan
terhadap peningkatan DAU dalam APBN. tahun sebelumnya, atau lebih besar dari DAU
Semakin banyak daerah yang dimekarkan tahun sebelumnya. Kebijakan ini juga didasarkan
maka semakin bertambah anggaran DAU. pada PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Kecenderungan pemekaran daerah salah Perimbangan.20 Walaupun kebijakan tersebut
satunya dipicu oleh kebijakan DAU yang diberlakukan pada 2008, tetapi kecenderungan
bersifat block grant dan tanpa campur tangan peningkatan DAU terjadi juga setiap tahun
pusat mengenai penggunaannya. Sehingga (lihat tabel).
daerah (induk) berupaya untuk mendapatkan Apabila memperhatikan formula DAU
DAU dengan cara membentuk daerah otonomi di atas, maka daerah kabupaten/kota yang
baru. Tetapi politik pemekaran ini sering memiliki jumlah penduduk paling banyak dan
tidak disertai dengan peningkatan kegiatan luas wilayah paling/sangat luas adalah menerima
ekonomi local dan kesejahteraan masyarakat DAU cukup besar setiap tahun, seperti
lokal. Kecenderungannya demi kepentingan Kabupatan Deli Serdang Sumatera Utara yang
elite politik daerah, maka sering kesejahteraan menerima DAU tahun anggaran 2013 sebesar
masyarakat daerah diabaikan dan tidak Rp1,260 triliun, Kabupatan Lampung Tengah
menjadi dasar atau tujuan utama dilakukannya Rp1,086 triliun, Kabupaten Bogor Rp1,887
pemekaran daerah menjadi daerah otonomi triliun, Kabupaten Tangerang Rp1,115 triliun,
baru. Kabupaten Cilacap Rp1,197 triliun, Kabupaten
Walaupun sudah dimekarkan dan diberikan Malang Rp1,419 triliun, Kabupaten Jember
DAU, tetapi kesejahteraan masyarakat local Rp1,417 triliun, Kota Makassar Rp1,033
tidak meningkat drastis. Hal ini dapat dilihat triliun, Kabupaten Merauke Rp1,039 triliun,
pada daerah provinsi baru seperti Kepulauan Kabupaten Lombok Timur Rp932,4 miliar.21
Riau, Gorontalo, Bangka Belitung, serta Tetapi pertanyaannya adalah apakah
provinsi Maluku Utara. Sudah 10 tahun lebih permasalahan yang dihadapi daerah kabupaten/
DAU dialokasikan ke daerah provinsi dan kota yang menerima DAU lebih banyak lebih
kabupaten/kota, tetapi tetap saja kapasitas kompleks dibandingkan dengan permasalahan
sumber penerimaan sendiri (PAD) masih yang dihadapi oleh daerah lain yang menerima
relative kecil dan belum mampu berperan dalam DAU lebih sedikit? Pertanyaan kemudian adalah
pembiayaan APBD. Artinya ketergantungan apakah pemerintah pusat telah melakukan
daerah termasuk daerah provinsi terhadap pengkajian dan evaluasi pengaruh DAU terhadap
DAU masih sangat besar. peningkatan kesejahteraan penduduk di daerah
Sejak dundangkannya UU Nomor 33 Tahun yang menerima DAU besar? Apabila terdapat
2004, mulai tahun 2008 terdapat perubahan korelasi positif antara DAU dengan peningkatan
yang signifikan dalam kebijakan pengalokasian kesejahteraan penduduk lokal, maka formula
DAU yaitu penghitungan DAU didasarkan DAU dapat dikatakan relatif sudah sesuai
pada formula murni. Tetapi kebijakan DAU dengan besar kecilnya perolehan DAU oleh
tersebut baru dapat diterapkan sejak APBN masing-masing daerah kabupaten/kota.
Tahun Anggaran 2009. Sebagai konsekuensinya Dengan formula DAU di atas, maka memang
adalah pada tahun 2012 muncul alternative daerah kabupaten/kota di Pulau Jawa menerima
DAU kepada daerah sebesar nol atau tidak rata-rata DAU lebih besar dibandingkan dengan
daerah di luar Pulau Jawa apalagi dibandingkan
tahun 2012 adalah Provinsi Kalimantan Utara (pemekaran
dengan DAU kabupaten/kota di Pulau
dari Provinsi Kalimantan Timur), Kab. Pangandaran, Kab.
Pesisir Barat, Kab. Manokwari Selatan, Kab. Pegunungan Kalimantan yang jumlah penduduknya relative
Arfak. Tahun 2013 adalah Kab. Mahakam Hulu, Kab. sedikit. Pada tahun anggaran 2013, terdapat 3
Malaka, Kab. Banggai laut, Kab. Pulau Taliabu, Kab. Penukal 20
Nota Keuangan dan RAPBN 2012, h.V-41.
Abab Lematang Ilir, Kab. Kolaka Timur, Kab. Morowali Utara, 21
Peraturan Presiden 10 Tahun 2013 tentang Alokasi DAU
Kab. Konawe Kepulauan, dan Kab. Musi Rawas Utara.
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 211


kabupaten/kota di Kalimantan yang menerima jumlah DAU kabupaten/kota meningkat drastis
DAU terbesar adalah KabupatenKetapang mencapai Rp131,086 triliun dengan jumlah
Rp898,3 miliar, Kab.Kapuas Hulu Rp782 miliar, daerah kabupaten/kota sebanyak 434 daerah.
dan Kab.Kotawaringin Rp708,6 triliun. 22 Sampai tahun 2010 jumlah kabupaten/kota
Tetapi jumlah tersebut tidak lebih besar sudah mencapai 477 daerah. Jumlah ini belum
dari DAU beberapa kabupaten/kota di Jawa termasuk pemekaran daerah otonomi baru

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2014.


Gambar 1. Grafik Perkembangan Dana Alokasi Umum 2008-2014 (Rp.Triliun).

yang menerima lebih besar seperti dijelaskan sampai tahun 2013. Padahal tahun 2001 jumlah
di atas. Namun apakah persoalan kemiskinan, kabupaten/kota hanya sebanyak 336 daerah. Hal
kompleksitas pembangunan, dan kebutuhan ini jelas berdampak pada meningkatnya DAU
penduduk di Jawa jauh lebih penting dan besar untuk daerah kabupetan/kota yakni mencapai
dibandingkan dengan daerah di Kalimantan? Rp183,136 triliun. Seluruh kabupaten/kota
Persoalan ini bisa menjadi pertimbangan dan rata-rata menerima Rp384 miliar per kabupaten/
masukan untuk melakukan evaluasi yang kota.24
lebih objektif dan rasional bagi setiap daerah 2. Dana Alokasi Khusus dan
kabupaten/kota dalam kaitan dengan kebijakan Problematikanya
DAU. DAK merupakan transfer fiskal ke daerah
Seperti disbutkan di atas, porsi DAU yang bersifat special grant. Artinya ada kriteria
dominan dalam kebijakan transfer fiskal yang berlaku dalam DAK yakni 1)kriteria umum,
ke daerah sampai saat ini Pada tahun 2013 yang dirumuskan berdasarkan kemampuan
(APBN-Perubahan 2013) porsi DAU mencapai keuangan daerah yang dicerminkan
69,83% dari total Dana Perimbangan. Sisanya daripenerimaan umum APBD setelah
adalah porsi DBH dan DAK. Dalam APBN dikurangi belanja pegawai negeri sipil (PNS)
2014 porsi DAU mencapai 70,86% dari total daerah. 2)kriteria khusus, yang dirumuskan
Dana Perimbangan. Setiap tahun rata-rata berdasarkan peraturan perundang-undangan
porsi DAU mencapai 70% dari total dana dan karakteristik daerah. 3)kriteria teknis,
perimbangan.23 Ini menggambarkan peran DAU yang disusun berdasarkan indikator-indikator
sangat strategis bagi daerah, terutama daerah kegiatan khusus yang akan didanai oleh DAK
yang tidak mendapatakan dana bagi hasil SDA. yang dirumuskan melalui indeks teknis oleh
Sampai tahun 2005, total DAU kabupaten/ menteri teknis terkait.
kota dapat dikatakan masih relatif kecil di Kriteria tersebut tidak membatasi adanya
bawah angka Rp80 triliun. Namun sejak 2006, cakupan bidang yang akan didanai dari DAK
sehingga dalam perkembangannya bidang-
22
Ibid.
23
Nota Keuangan dan RAPBN 2014., Op., Cit., h.5-43. 24
Nota Keuangan dan RAPBN 2012, h.VI-90.

212 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


bidang yang akan didanai DAK cenderung menerima DAK paling kecil tahun 2012 dan
bertambah atau berubah dari tahun ke tahun tahun 2013.26
yakni dari 11 bidang tahun 2008, 13 bidang Sesuai dengan bidang khusus yang didanai
tahun 2009, 14 bidang tahun 2010, dan mulai DAK, maka sangat kecil kemungkinan daerah
tahun 2011 menjadi 19 bidang sampai saat ini. yang menerima DAK relative kecil akan
Bidang atau sektor pembangunan yang didanai mengalokasikan sebagian dana DAK-nya
oleh DAK sejak tahun 2013 adalah: pendidikan, untuk mendanai pembangunan infrastruktur
kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur dan program/proyek pembangunan lain yang
irigasi, infrastuktur prasarana pemerintah membutuhkan anggaran cukup besar. Oleh
daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, karena itu apabila kapasitas fiskal sangat
lingkungan hidup, keluarga berencana (KB), terbatas, maka DAK menjadi urgent sebagai
kehutanan, prasarana pedesaan, air minum, “tambahan” anggaran dari pemerintah pusat
sanitasi, energi pedesaan, perumahan dan untuk mendanai pembangunan di daerah
pemukiman, keselamatan transportasi darat, walaupun dengan berbagai kriteria khusus.
transportasi pedesaan, serta sarana dan Hampir sebagian besar daerah kabupaten/kota
prasarana. menerima DAK walaupun ada daerah yang
Dalam DAK juga dikenal dengan kebijakan menerima DAK tidak setiap tahun anggaran.
affirmative untuk daerah tertinggal melalui Kebijakan DAK tahun 2014, antara
pemberian DAK tambahan sehingga rata-rata lain adalah: (1)membantu daerah dalam
alokasi DAK untuk daerah tertinggal mencapai pembiayaan kegiatan tertentu untuk mencapai
Rp81,6 triliun dibandingkan DAK daerah yang sasaran prioritas nasional; (2)menyempurnakan
tidak tertinggal sebesar Rp48,5 triliun. Sebagai penyusunan kebijakan DAK yang berbasis
gambaran DAK secara nasional, pada tahun out-put sesuai dengan RPJMN; (3)membantu
2008 dianggarkan berjumlah Rp20,8 triliun daerah khususnya daerah tertinggal dalam
(0,4 persen dari PDB); Rp24,7 triliun untuk penyediaan saran dan prasarana fisik pelayanan
tahun 2009 (0,4 persen dari PDB) ; Rp21 triliun dasar masyarakat untuk mendorong pencapaian
tahun 2010 (0,3 persen dari PDB); Rp25,9 SPM; (4)meningkatkan koordinasi penyusunan
triliun tahun 2012 (0,3 persen dari PDB); petunjuk teknis agar lebih tepat sasaran dan
Rp31,7 triliun tahun 2013 atau (0,3 persen tepat waktu; (5)meningkatkan sinkronisasi
dari PDB). Peningkatan DAK sejalan dengan dan sinergitas pelaksanaan DAK di pusat dan
peningkatan bidang atau sektor pembangunan daerah; (6)meningkatkan transparansi dan
yang didanai dari anggaran DAK terutama di akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui
daerah kabupaten/kota.25 koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK;
Berdasarkan konsep dan kriterianya, maka (7)menggunakan kinerja pelaporan DAK
DAK merupakan kebijakan transfer fiskal yang dari daerah sebagai salah satu pertimbangan
juga penting terutama bagi daerah yang tidak kebijakan DAK berikutnya; (8)meningkatkan
mendapatkan dana bagi hasil sumber daya alam koordinasi dan kualitas pemantauan dan
(DBH SDA). Daerah harus menyediakan Dana evaluasi pelaksanaan DAK. 27
Pendamping minimal 10% dari DAK yang Pada tahun 2012 dan tahun 2013 lalu,
diterima daerah tersebut. Artinya semakin besar terdapat 5 daerah peneriman DAK terbesar
DAK yang diterima suatu daerah maka semakin yakni Provinsi Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah,
besar Dana Pendamping yang dibutuhkan atau Jawa Barat, dan Provinsi Sumatera Utara.
harus disediakan. Dari seluruh provinsi di Sedangkan 5 daerah provinsi yang menerima
Indonesia, DKI Jakarta tidak menerima DAK 26
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 201/PMK.07/2012
tahun 2012 dan 2013. Sedangkan Provinsi dan Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2014,
Kepulauan Riau merupakan daerah yang h.5-6 dan 5-7.
27
Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2013 dan Tahun
25
Ibid., h.5-3. 2014.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 213


DAK terkecil tahun yang sama (2012 dan 2013) Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004,
adalah Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, penerimaan Negara dari perpajakan dan
Kepulauan Riau, Gorontalo dan Riau. Jumlah sumber daya alam dibagihasilkan ke daerah
daerah peneriman DAK juga bertambah berdasarkan prinsip daerah penghasil (by
siring dengan pertambangan jumlah daerah origin) dan sebagian untuk tujuan pemerataan.
otonomi baru hasil pemekaran. Pada tahun Besarnya dana bagi hasil disesuaikan dengan
2008, misalnya, terdapat sebanyak 476 daerah realisasi total penerimaan Negara (by revenue).
menerima DAK, tetapi tahun 2013 meningkat Sesuai ketentuan Pasal 14 huruf (e) dan
menjadi sebanyak 518 daerah.28 (f) dan Pasal 106 ayat (1) UU Nmor 33 Tahun
Sebagaimana kriteria DAK, maka 2004, mulai tahun anggaran 2009 alokasi untuk
perbedaan besaran DAK yang diterima oleh daerah dari bagi hasil migas ditetapkan masing-
masing-masing daerah bergantung pada apakah masing 15,5% dan 30,5% dari penerimaannya
daerah telah melaksanakan kebijakan yang setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan
digariskan pemerintah pusat tentang DAK. lainnya. Porsi sebesar 0,5% dari dana bagi hasil
Setiap tahun anggaran, kebijakan umum DAK Migas diarahkan sebagai tambahan anggaran
relatif tidak berbeda dari tahun ke tahun. Tetapipendidikan dasar dan sekaligus diperhitungkan
yang perlu dicermati dan diperhatikan daerah sebagai bagian dari alokasi minimum 20% untuk
dalam meperoleh DAK adalah terpenuhinya 3 anggaran pendidikan dalam APBN, keculai
kriteria DAK di atas. Di samping itu, kebijakan bagi daerah otonomi khusus Aceh dan Papua
DAK juga didasarkan kepada besar kecilnya sesuai dengan undang-undang otonomi khusus
jumlah dana pendamping yang dianggarkan masing-masing. 30
oleh setiap daerah. Untuk menjalankan UU Nomor 21 Tahun
Kebijakan DAK untuk masing-masing 2001 jo., UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang
bidang/sektor diarahkan/difokuskan dengan Otonomi Khusus Papua dan UU Nomor 11
tetap mengacu kepada dukungan terhadap Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dalam
pencapaian prioritas nasional dan arah tahun anggaran 2014 pemerintah menambah
kebijakan DAK dalam RPJMN 2010-2014 yang alokasi anggaran dana bagi hasil Migas untuk
fokus kepada out-come oriented. Di samping itu, Provinsi Papua Barat dan Aceh. Kedua provinsi
penekanan pada program-program yang pro- tersebut menerima 55% minyak bumi, 44% gas
rakyat miskin. 29 bumi sehingga proporsi Migas menjadi sebesar
3. Kebijakan Dana Bagi Hasil dan 70%.
31

Problematikanya Dari seluruh daerah di Indonesia, Provinsi


Kebijakan dana bagi hasil terdiri dari dana Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Timur,
bagi hasil SDA dan pajak (pajak penghasilan). Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan
Besar kecilnya perolehan dana bagi hasil SDA memperoleh dana bagi hasil pertambangan
yang diterima daerah, bergantung pada hasil Migas dan Mineral terbesar tahun 2012 dan
produksi dan harga SDA. Dana bagi hasil juga tahun 2013. Hal ini disebabkan daerah tersebut
merupakan konsep desentralisasi fiskal yang penghasil mineral dan batubara dengan jumlah
bersifat block grant. Sedangkan dana bagi hasil relative besar setiap tahun. Misal, provinsi
pajak bergantung pada tarif pajak PPh dan tariff Sumatera Selatan tahun 2013 memperoleh
Cukai yang dibagi hasilkan. Dana bagi hasil dana bagi hasil SDA mineral dan batu bara
SDA terdiri dari pertambangan minyak bumi, sebesar Rp803,754 miliar; Kalimantan Timur
gas bumi, mineral dan batubara, panas bumi, dan Kalimantan Selatan masing-masing
kehutanan, dan perikanan. Rp6,393 trilun dan Rp2,798 triliun.32
30
Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2014, h.5-24 dan h.
28
Nota Keuangan dan RAPBN 2014., Op., Cit., h.5-7. 5-25.
29
Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2012 dan 31
Ibid.
2013. 32
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 23/PMK-07/2013.

214 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


Dana bagi hasil pajak penghasilan yang merupakan kewenangan daerah,
didasarkan kepada banyaknya jumlah wajib mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pajak (WP) badan dan perorangan di masing- pemerintahan antara pusat dan daerah. Selain
masing daerah serta besarnya penerimaan PPh itu, untuk mengurangi kesenjangan pendanaan
di daerah tersebut. Oleh karena itu DKI Jakarta pemerintahan antardaerah, meningkatkan
menerima dana bagi hasil pajak terbesar di kuantitas dan kualitas pelayanan publik di
seluruh Indonesia tahun 2012 dan 2013 masing- daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan
masing di atas Rp 10 triliun. Provinsi lain yang publik antardaerah. Kemudian, memprioritaskan
menerima dana bagi hasil pajak terbesar adalah penyediaan pelayanan dasar di daerah
provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan
Timur, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah pascabencana. Kebijakan desentralisasi fiskal
pada tahun 2012 dan tahun 2013.33 dalam bentuk transfer fiskal Juga mendorong
Sebagaimana kebijakan dana bagi hasil pertumbuhan ekonomi daerah melalui
tahun sebelumnya, fokus kebijakan dana pembangunan infrastruktur dasar, mendorong
bagi hasil tahun 2014 yakni (i)meningkatkan pengelolaan keuangan daerah yang efisien,
akurasi data melalui koordinasi dengan efektif, transparan, dan akuntabel. Dana
institusi pengelola penerimaan Negara bukan transfer fiskal ke daerah juga bertujuan untuk

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2014.


Gambar 2. Grafik Perkembangan DBH SDA dan Pajak 2008-2014 (Rp.triliun).

pajak (PNBP); (ii)menyempurnakan proses meningkatkan kualitas pengalokasian dana


perhitungan dan penetapan alokasi dana bagi transfer yang memperhatikan akuntabilitas
hasil secara transparan dan akuntabel; (iii) dan transparansi serta meningkatkan kualitas
menyempurnakan sistem penyaluran dana pemantauan dan evaluasi dana transfer. Dirjen
bagi hasil tepat waktu dan tepat jumlah; (iv) PK mengungkapkan mengenai sembilan dasar
menyelesaikan kurang bayar dana bagi hasil hukum (undang-undang) terkait perencanaan
SDA dan pajak tahun-tahun sebelumnya.34 dan penganggaran dana transfer dari pusat ke
Direktur Jenderal Perimbangan daerah termasuk dana desa. Sembilan payung
Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK) hukum itu adalah UU Nomor 17 Tahun 2003
Kementerian Keuangan RI, Budiarso Teguh tentang Keuangan Negara, UU 33 Tauhn
Widodo mengatakan arah kebijakan dana 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
transfer tahun anggaran 2015 adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam UU 11 Tahun 1995 juncto UU 39 Tahun 2007
rangka penyelenggaraan pemerintahan tentang Cukai, UU 21 Tahun 2001, juncto
UU 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus
33
Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2014. Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, UU
34
Ibid.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 215


11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Dalam rangka penguatan taxing power
UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan kepada daerah, UU Nomor 28 Tahun 2009
Daerah Istimewa Yogyakarta, UU 20 Tahun tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU meletakkan 4 (empat) kebijakan mendasar
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan yaitu pertama, pembatasan jenis pajak daerah
UU 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana transfer dan retribusi daerah yang dimaksudkan untuk
fiskal dari pusat ke daerah itu terdiri atas Dana
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat
Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Dana dan dunia usaha tentang jenis pajak dan
keistimewaan, Dana Transfer lainnya, dan Dana pngutan yang menjadi kewajiab atau beban
Desa. Sedangkan Dana perimbangan merupakan mereka. Kedua, penguatan taxing power
transfer fiskal dalam kerangka pelaksanaan politk
yang dilakukan dengan perluasan basis pajak
desentralisasi atau otonomi daerah. Menurutnya,daerah dan retribusi daerah, peningkatan tarif
dana perimbangan dialokasikan kepada daerah maksimum beberapa jenis pajak daerah dan
untuk mendanai kebutuhan (belanja) daerah diskresi penetapan tarif, serta penambahan
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal.jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang
Selain dana perimbangan, berikutnya ialah dana baru. Ketiga, perbaikan sistem pengelolaan
otonomi khusus yang dialokasikan kepada daerah pajak daerah dan retribusi daerah. Keempat,
untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus perubahan dari pengawasan yang bersifat
suatu daerah. Sedangkan dana keistimewaan represif menjadi pengawasan preventif dan
dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan korektif oleh pemerintah pusat terhadap pajak
keistimewaan suatu daerah. Dana transfer daerah dan retribusi daerah.36
lainnya merupakan komponen dana transfer Sedangkan PAD merupakan sumber asli
selain dana perimbangan, dana otonomi khusus, penerimaan daerah dalam APBD. Oleh karena
dan dana keistimewaan untuk membantu itu, pusat juga sangat berkepentingan terhadap
daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan pajak daerah atau PAD. Tetapi pajak daerah
pemerintah pusat, penguatan desentralisasi dan retribusi daerah saat ini sudah bersifat
fiskal, mendukung percepatan pembangunan closed list. Artinya daerah tidak diperkenankan
daerah, dan pencapaian target pembangunan untuk memungut pajak dan retribusi daerah
nasional. Sedangkan dana desa dialokasikan selain yang diatur UU Nomor 28 Tahun 2009
untuk desa yang bersumber dari belanja pusat tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dalam rangka pelaksanaan program berbasis desa (UU tentang PDRD)37.
yang berkeadilan.35 Secara tidak langsung undang-undang ini
lahir sebagai konsekuensi dari UU Nomor 33
B. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Dalam pelaksanaan desentalisasi fiskal, Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah
instrumen utama yang digunakan selain transfer satu pemberian kewenangan pajak pusat ke
fiskal pusat adalah pemberian kewenangan daerah adalah Pajak Bumi Bangunan (PBB)
daerah untuk memungut pajak di daerah (taxing Pedesaan dan Perkotaan. Sebelumnya pusat
power). Di samping pajak daerah, daerah juga memungut PBB Pedesaan dan Perkotaan
diberi kewenangan memungut retribusi daerah walaupun sebagian besar diserahkan kembali
sebagai imbalan penerimaan atas pelayanan ke daerah. Saat ini PBB dan BPHTB sudah
publik yang diberikan kepada masyarakat. Pajak menjadi bagian dari pajak daerah kabupaten/
daerah merupakan sumber pendapatan utama kota dan dimasukkan ke adalam struktur PAD.
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fungsi PAD dalam pembiayaan
pembangunan daerah sangat strategis,

35
Dana Transfer Tingkatkan Kapasitas Fiskal Daerah,
dalam http://m.jurnas.com/news/153255/Dana-Transfer- 36
Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2012.
Tingkatkan-Kapasitas-Fiskal-Daerah, diakses tanggal 24 37
UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berlaku
Nopember 2014. efektif sejak 1 Januari 2010.

216 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


namun masih terbatas kapasitasnya, termasuk PAD cukup besar. Besarnya PAD provinsi
kapasitas pajak daerah. PAD rata-rata hanya antara lain disebabkan semakin besarnya porsi
menyumbang 15-20% terhadap APBD sampai pajak daerah, terutama dengan meningkatnya
saat ini. Beberapa daerah memang sudah relatif pajak kendaraan bermotor (PKB). Walaupun
besar mencapai 25% seperti DKI Jakarta, dan demikian PKB ini masih dibagi-hasilkan
Jawa Timur. Tetapi dipastikan peran transfer kepada daerah kabupaten/kota di provinsi
fiskal pusat masih dominan dalam APBD yang bersangkutan. Terdapat beberapa provinsi
baik provinsi maupun kabupaten/kota. Inilah dengan jumlah pendapatan yang cukup besar
yang menjadi permasalahan dalam politik di antara seluruh provinsi di Indonesia (lihat
fiskal daerah. Kapasitas fiskal daerah seperti tabel).
pajak daerah sangat-sangat terbatas sehingga Kebijakan perpajakan daerah ke depan
ketergantungan pada pusat cukup besar. lebih diarahkan pada penguatan taxing power
Peran transfer fiskal pusat ke APBD masih daerah, yaitu dengan meningkatkan basis pajak
mencapai 75-80% terhadap APBD. Hal ini daerah dan diskresi dalam menetapkan tarif
menggambarkan bahwa selama 10 tahun pajak daerah. Juga dapat dilakukan dengan
terakhir, kecenderungan daerah khususnya meningkatkan tax ratio masing-masing daerah.
kabupaten/kota yang baru dimekarkan adalah Peningkatan basis pajak daerah dilakukan
untuk mendapatkan transfer fiskal dalam dengan memperluas basis pajak yang sudah
bentuk dana perimbangan dari pusat. Tujuan ada, seperti katering untuk Pajak Restoran dan
untuk mengembangkan ekonomi local jauh permainan golf untuk Pajak Hiburan. Di samping
Tabel 4. Sumber Pendapatan Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia
Menurut Jenis Pendapatan (2006-2009)
Jenis Penerimaan 2006 2007 2008 2009
PAD 44,04% 45,05% 46,01% 44,02%
Dana Perimbangan/Transfer Fiskal 48,51% 46,85% 44,46% 45,43%
Lain-lain Pendapatan Yang Sah 7,45% 8,10% 9,53% 10,35%
Total 100% 100% 100% 100%
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi 2006-2009, Penerbit BPS Jakarta.

dari harapan masyarakat. Padahal sebagian itu juga dilakukan penambahan jenis pajak baru,
besar masyarakat mengetahui dan memahami pajak lingkungan (green tax). Penetapan tarif
tujuan dari dibentuknya kabupaten/kota baru pajak daerah diserahkan sepenuhnya kepada
adalah untuk mempercepat peningkatan daerah provinsi dan kabupaten/kota.
perekonomian daerah yang diharapkan UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi
berdampak pada peningkatan kesejahteraan Daerah (PDRD) hanya menetapkan tarif pajak
mereka. maksimum untuk menghindari pembebanan
Dari tabel di atas, secara rata-rata sumber pajak yang berlebihan. Untuk menjamin agar
pendapatan dari transfer fiskal pusat masih daerah tidak menciptakan pungutan yang
dominan walaupun sumber pendapatan berupa bermasalah dan sekaligus untuk meningkatkan

Tabel 5. Anggaran Pendapatan dan Pembiayaan Dalam APBD di 5 Provinsi di Indonesia


Tahun 2009, (Rp.000)
Provinsi Pendapatan Pembiayaan Jumlah
DKI Jakarta 20.704.533.259 1.746.000.000 22.450.533.259
Papua 5.322.085.000 0 5.322.085.000
Aceh 6.732.212.000 3.141.732.122 9.873.944.122
Jawa Barat 6.951.984.436 1.310.761.917 8.262.746.353
Jawa Timur 5.950.571.845 467.075.903 6.417.647.748
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi 2006-2009, Penerbit BPS Jakarta.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 217


pengawasan pungutan daerah, maka mekanisme objek pajak provinsi tidak boleh sama dengan
pengawasan PDRD dilakukan secara preventif objek pajak kabupaten/kota.
dan diterapkan sanksi bagi daerah yang Beberapa kebijakan yang mendasar yang
melanggar, antara lain dapat berupa penundaan diatur dalam UU tentang Pajak Daerah
dana perimbangan. Untuk menghindari adanya dan Retribusi Daerah antara lain adalah: 1)
pungutan-pungutan daerah yang menghambat Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah
perkembangan ekonomi nasional dan sekaligus dari open-list system menjadi closed-list system.
menjamin daerah dapat memenuhi kebutuhan 2) Perluasan basis PKB, BBNKB, Pajak
pengeluarannya, akan ditingkatkan kegiatan Hotel, Pajak Restoran dan Restribusi Ijin
penguatan kapasitas SDM melalui bimbingan Gangguan. 3) Menambah jenis pajak daerah
teknis dan sosialisasi kepada berbagai pihak dan retribusi daerah seperti: Pajak Rokok;
Pajak daerah38 terdiri dari pajak daerah provinsi Pajak Sarang Burung Walet, BPHTB, PBB-
dan pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi terdiri Pedesaan dan Perkotaan, Retribusi Pelayanan
dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB); Bea Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB); Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Telekomuniskasi, dan Retribusi Ijin Usaha
Air Permukaan; dan Pajak Rokok. Sedangkan Perikanan. 4) Memberikan diskresi penetapan
jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari Pajak tarif pajak kepada provinsi kecuali pajak rokok.
Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak 5) Memperbaiki sistem pengelolaan pajak
Reklame/Iklan; Pajak Penerangan Jalan (PPJ); daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/
Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung kota yang lebih pasti serta kebijakan earmarking
Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan untuk jenis pajak daerah tertentu. 6) Kebijakan
Perkotaan; serta Bea Perolehan Ha atas Tanah earmarking tersebut misalnya adalah: sebagian
dan Bangunan (BPHTB). Terdapat sebanyak pendapatan PPJ harus dialokasikan untuk
32 retibusi daerah yang diperbolehkan oleh mendanai sarana penerangan jalan umum; 10%
undang-undang. dari pendapatan PKB harus dialokasikan untuk
Berdasarkan hasil riset dan fakta di pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan,
lapangan, pendapatan dari pajak provinsi dan peningkatan moda dan sarana tramsportasi
sampai saat ini lebih besar dibandingkan umum; 50% dari pendapatan Pajak Rokok
dengan pendapatan dari pajak kabupaten/kota. harus dialokasikan untuk mendanai pelayanan
Pajak provinsi terbesar adalah PKB. Tetapi kesehatan masyarakat dan penegakan hukum.
pendapatan dari PKB juga dibagikan kepada 7) Meningkatkan efektivitas pengawasan
pemerintah kabupaten/kota. Pada prinsipnya pungutan daerah dengan mengubah mekanisme
pengawasan dari sistem represif berdasarkan
38
Sebelum dibentuknya UU Nomor 28 Tahun 2009,
terdapat beberapa undang-undang yang pernah mengatur
undang-undang yang lama menjadi preventif
tentang pajak daerah dan retribusi daerah antara lain: dan korektif. 39
Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor 1934; Ordonansi Pemberlakuan beberapa jenis pajak
Pajak Potong 1936; UU Nomor 12 Tahun 1947 tentang daerah yang baru dalam UU Nomor 28 Tahun
Pajak Radio; UU Nomor 14 Tahun 1947 tentang pajak
Pembangunan I; UU Nomor 32 Tahun 1956; UU Nomor 39
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf
11 Drt. 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; UU
e, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Nomor 12 Drt. 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi
Retribusi Daerah, pemerintah daerah berwenang membuat
Daerah; UU Nomor 74 Tahun 1958 tentang pajak
peraturan daerah untuk memungut Pajak Rokok. Contoh
Bangsa Asing; UU 27 Prp.1959 tentang Bea Balik Nama
saat ini Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2014
Kendaraan Bermotor; UU Nomor 10 Tahun 1968 tentang
tentang Pajak Rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan 10%
Penyerahan Pajak-pajak Negara, BBN-KB, Pajak Bangsa
dari Cukai rokok yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Asing, dan Pajak Radio kepada daerah; UU Nomor 18
Pemda DKI Jakarta mengalokasikan paling sedikit 70%
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
dari Pajak Rokok untuk mendanai kesehatan masyarakat
UU Nomor 34 Tahun 2000.
dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

218 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


2009 tidak secara otomatis dapat langsung dan sebagai alat alokasi pembiayaan program/
dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik proyek pembangunan daerah. Oleh karena
provinsi maupun kabupaten/kota. BPHTB itu peran dan fungsi pajak daerah, baik pajak
misalnya, berlaku mulai efektif sejak 1 Januari provinsi maupun kabupaten/kota sangat
2011. Pajak Rokok dan PBB Pedesaan dan penting dan strategis dalam struktur APBD.
Perkotaan berlaku efektif sejak 1 Januari Apabila membandingkan kapasitas pajak
2014. Terkait dengan pelaksanaan undang- provinsi dengan pajak kabupaten/kota maka
undang pajak daerah dan retribusi daerah di jelas pajak provinsi memiliki potensi yang
atas, maka beberapa hal yang perlu dilakukan besar, seperti pajak kendaraan bermotor (PKB).
dan diperhatikan oleh pemerintah provinsi Beberapa pajak kabupaten yang menonjol dan
dan kabupetan/kota, adalah: a)memilih jenis menjadi sumber PAD kabupaten/kota adalah

Sumber: Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2012, 2013 dan 2014.
Gambar 3. Grafik Transfer Fiskal, Pajak Daerah dan PDRB
Seluruh Provinsi Tahun 1993-2013.
pungutan yang akan diberlakukan dengan Pajak Hotel dan Restoran dan PBB. Pajak hotel
mempertimbangkan potensi daerah; b)tidak dan restoran pun hanya dapat diandalkan oleh
mengadakan jenis pungutan selain yang ada daerah perkotaan, kecuali daerah kabupaten
dalam UU Nomor 28 Tahun 2009; c)peraturan yang memiliki potensi pariwisata yang besar
daerah yang mengatur tentang pajak daerah seperti Kab.Badung-Bali, Kab. Serang-Banten,
dan retribusi daerah harus dibatalkan sebelum Kab.Bintan-Kepulauan Riau, dan kabupaten
1 Januari 2012. lainnya.
Walaupun pemerintah daerah provinsi Jumlah pajak kabupaten/kota yang relatif
dan kabupaten/kota memiliki kewenangan banyak tidak menjamin terjadi peningkatan
memungut pajak daerah dan retribusi penerimaannya untuk mendukung PAD,
daerah, pusat tetap mempunyai kewenangan apabila pemda kabupaten/kota tidak melakukan
mengawasi raperda tentang pajak daerah dan berbagai strategi kebijakan ekonomi seperti
retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi kebijakan investasi untuk mengembangkan
daerah merupakan sumber pendapatan penting ekonomi daerahnya. Perkembangan ekonomi
dalam APBD. Dari sisi kebijakan fiskal, daerah berkorelasi positif terhadap penerimaan
APBD merupakan instrumen penting dalam pajak daerah dan retribusi daerah. Sebaliknya,
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, apabila tarif pajaknya dinaikkan maka akan
distribusi pendapatan masyarakat di daerah, menjadi contra-productive terhadap sektor

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 219


ekonomi swasta di daerah. alam, dan dana hibah (kecuali Dana Alokasi
Dalam menyikapi perpajakan daerah, Khusus). Pemerintah provinsi dan kabupaten/
pemerintah kabupaten/kota perlu kota saat ini mengelola sekitar 36 persen
memperhatikan perkembangan ekonomi sektor dari total pengeluaran publik, dibandingkan
swasta di daerahnya dan mengindentifikasi sektor dengan kondisi pada pertengahan 1990-an
ekonomi unggulan yang akan dikembangkan. yang hanya berjumlah sekitar 24 persen. Pos
Sebab pajak penghasilan—sebagai salah satu pengeluaran paling besar untuk pemerintah
potensi terbesar pajak pusat, wajib pajaknya daerah adalah untuk penyelenggaraan
sebagian besar berada di daerah. Tetapi daerah administrasi pemerintahan lalu diikuti oleh
mendapatkan relatif kecil dari bagi hasil (share) sektor pendidikan. Pengeluaran untuk
pajak penghasilan (PPh). Dalam konteks administrasi pemerintahan terutama paling
ini, memang tidak semua jenis pajak pusat banyak terjadi di tingkat provinsi (38 persen
dapat didesentralisasikan, karena pemerintah dari total pengeluaran) dan tingkat kabupaten/
pusat juga memiliki tugas dan kewenangan kota (30 persen ). Ini sangat bertolak belakang
yang tidak kalah beratnya dengan tugas dan dengan apa yang dijumpai dalam ekonomi yang
tanggung jawab pemerintah daerah. Dengan lebih modern, yang biasanya mengalokasikan
adanya pajak daerah, maka daerah lebih leluasa 5 persen atau lebih kecil dari anggaran mereka
untuk menetapkan tarifnya, namun tetap untuk pengeluaran-pengeluaran serupa. Pos-
dengan mempertimbangkan perkembangan pos terbesar dalam administrasi pemerintahan
Tabel 5. Strukur Belanja Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia
Menurut Jenis Belanja 2006-2009 (Rp.Miliar)

Jenis Belanja/Pengeluaran 2006 2007 2008 2009

Belanja Tidak Langsung 30.302 36.215 45.398 49.156


Belanja Langsung 34.484 39.726 43.212 57.031
Total 64.786 75.941 88.610 106.187
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah daerah provinsi 2006-2009, Penerbit BPS Jakarta.

perekonomian di daerah masing-masing. meliputi pengeluaran untuk pembayaran gaji


Semakin besar pendapatan daerah maka (PNS) dan tunjangan untuk pegawai bagi kepala
akan mendorong peningkatan pengeluaran daerah beserta staf, gaji anggota DPRD, dan
daerah. Dalam konteks kebijakan pengeluaran rehabilitasi serta pembangunan gedung-gedung
atau belanja daerah, porsi belanja langusng pemerintah, terutama gedung pemerintahan
memang cenderung lebih besar dibandingkan daerah otonomi baru.40
belanja tidak langsung (lihat tabel).
Dalam konteks fiskal daerah, belanja atau Dalam struktur belanja langsung
pengeluaran daerah disamping sangat penting pemerintah provinsi, kebijakan belanja modal
untuk membiayai manajemen pemerintahan, sangat penting dan strategis dalam mendorong
tetapi strategis untuk mendorong pertumbuhan pertumbuhan ekonomi daerah, termasuk juga
ekonomi daerah. Pemerintah daerah dalam konteks struktur belanja dalam APBD
memiliki wewenang yang “hampir” penuh kabupaten/kota. Sulit diharapkan mempercepat
atas penggunaan sumber-sumber fiskal pertumbuhan ekonomi daerah apabila porsi
mereka. Pemerintah daerah, terutama DPRD anggaran belanja modal (belanja langsung)
melakukan kontrol terhadap pengeluaran tidak meningkat secara signifikan. Seharusnya
dari seluruh sumber penerimaan. Hal ini porsi belanja langsung lebih dari 50% dalam
meliputi penerimaan daerah dari pajak dan

40
Desentralisasi Fiskal dan Kesenjangan Daerah, siteresources.
retribusi, pendapatan dari sumber-sumber daya
worldbank.org, diakses tanggal 24 November 2014.

220 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


struktur belanja daerah baik provinsi maupun yang diserahkan tersebut. Ini merupakan esensi
daerah kebupaten/kota. dari politik desentralisasi yang ditempuh oleh
Dengan semakin besarnya porsi belanja Negara.
langsung maka secara otomatis porsi belanja Penyerahan finansial atau anggaran ke
tidak langsung juga harus berkurang. Sebab daerah atau disebut dengan transfer fiskal
kuantitas dan kualitas belanja langsung sangat bertujuan untuk memampukan daerah otonom
vital mendorong pertumbuhan ekonomi melaksanakan urusan pemerintahan sendiri
dan sebagai isntrumen dalam peningkatan melalui peningkatan kemampuan kapasitas
kesejahteraan masyarakat yang dilihat dan fiskal daerah (APBD). Politik desentralisasi
diukur dari semakin banyaknya pembangunan fiskal ini dilegalkan dengan payung hukum
infrastruktur public di daerah-daerah. yang kuat dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
Tinggal bagaimana kebijakan masing- tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
masing daerah provinsi dan kabupaten/kota dan Daerah.
dalam menyikapi dan melihat porsi belanja tidak Dalam politik desentralisasi fiskal,
langsung. Belanja apa yang harus berkurang pemerintah pusat memberikan anggaran dari
secara signifikan dan belanja apa yang harus dan APBN berupa DAU, Dana Bagi Hasil SDA
perlu untuk ditingkatkan. Sebab dalam struktur dan Pajak, serta DAK. Kebijakan DAU dan
belanja APBD masih terdapat kebijakan belanja dana bagi hasil baik SDA dan pajak merupakan
seperti belanja hibah, belanja bantuan social, transfer fiskal strategis yang bersifat glock grant
dan belanja bantuan keuangan. Disamping itu untuk memberdayakan dan meningkatkan
porsi belanja pegawai sangat besar dan dominan kapasitas fiskal dalam memenuhi kebutuhan
dari seluruh belanja tidak langsung dalam fiskal daerah. Sebagai kebijakan yang bersifat
APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota. block grant maka DAU menjadi hak daerah
dalam hal pengelolaan dan peruntukannya
III. KESIMPULAN tanpa campur tangan pusat.
Sejak diundangkannya UU Nomor 22 Tahun Dalam perkembangan implementasi
2009—sebagaimana telah diamandemen dengan kebijakan DAU, persoalan yang sering muncul
UU Nomor 32 Tahun 2004, politik pemerintahan antara lain adalah kecenderungan pembentukan
daerah ditandai dengan pemberlakuan otonomi daerah otonomi baru yang berdampak pada
daerah yang seluas-luasnya atau disebut juga peningkatan DAU setiap tahun dalam anggaran
dengan desentralisasi. Artinya pemerintah daerah negara. Di samping itu, peningkatan DAU
merupakan daerah otonom yang mengatur dan cenderung diperuntukkan kepada pengeluaran
berwenang mengurus urusan pemerintahan yang kurang mendukung pertumbuhan
sendiri. Otonomi daerah sejalan dengan politk ekonomi local atau sebagian besar dialokasikan
desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah untuk belanja tidak langsung dalam APBD
atau desentralisasi adalah suatu cara suatu Negara kabupaten/kota. Peningkatan besaran DAU
membagi atau mendelegasikan kewenangan kabupaten/kota setiap tahun selama ini
pemerintahannya kepada pemerintah di bawahnya cenderung tidak berkorelasi positif terhadap
(sub-national government). peningkatan kesejahteraan masyarakat. Alokasi
Konsekuensi dari pembagian atau DAU sebagian besar dipergunakan untuk
pendelegasian urusan pemerintahan tersebut memenuhi kebuthan belanja pegawai daerah
adalah dengan adanya desentralisasi fiskal. dan belanja barang/jasa.
Artinya penyerahan urusan atau pembagian Walaupun kebijakan transfer fiskal bertujuan
kewenangan bidang pemerintahan ke untuk memampukan keuangan daerah, tetapi
pemerintah daerah diikuti dengan penyerahan daerah, khususnya daerah kabupaten/kota
finansial (anggaran) kepada daerah untuk sampai saat ini masih memiliki ketergantungan
melaksanakan urusan bidang pemerintahan besar terhadap transfer fiskal khususnya DAU.

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 221


Porsi transfer fiskal dalam APBD kabupaten/ karena itu, kebijakan desentralisasi sangat
kota relatif cukup besar dalam struktur APBD. dipengaruhi oleh politik pemerintahan
Hal ini masih menjadi persoalan karena memang atau rezim pemerintah yang berkuasa serta
sampai saat ini kemampuan PAD relatif terbatas sistem pembagian kewenangan atau urusan
dalam membiayayi seluruh pengeluaran daerah. pemerintahan antartingkatan pemerintahan.
Sedangkan peran PAD dalam APBD masih Semakin sedikit urusan atau kewenangan
tidak banyak meningkat. Proporsi PAD terhadap pemerintahan yang diserahkan ke daerah maka
APBD kabupaten/kota rata-rata 20-25% setiap semakin sedikit aspek finansial yang diberikan.
tahunnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh Hal inilah yang membuat hampir sebagian besar
kapasitas PAD khususnya pajak kabupaten/ pemerintah daerah tetap “tidak berdaya” ketika
kota masih relatif rendah dalam mendukung terjadi peningkatan kebuthan belanja daerah
pendapatan kabupaten/kota. untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Kebijakan DAK menjadi solusi yang Ukuran keberhasilan dari implementasi
penting dalam membiayai berbagai program. kebijakan desentralisasi fiskal bukan hanya dilihat
proyek pembangunan di daerah, baik provinsi dari semakin meningkatnya dana desentralisasi
maupun kabupaten/kota. Sampai saat ini fiskal dalam APBN (dana perimbangan
bidang yang didanai DAK di daerah bertambah untuk pelaksanaan desentralisasi), tetapi apa
sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi
permasalahan yang dihadapi masing-masing dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh
daerah kabupaten/kota. karena itu, pelaksanaan kebijakan desentralisasi
Seharusnya dengan semakin meningkatkan fiskal perlu dilakukan untuk memperbaiki
dana transfer fiskal ke daerah dalam bentuk kebijakan (policy) dan pelaksanaannya di
desentralisasi fiskal (dana perimbangan), maka masa mendatang. Artinya evaluasi adalah
daerah tentu harus pula dapat meningkatkan sebagai upaya untuk memperbaiki tata kelola
kesejahteraan masyarakat dengan semakin fiskal daerah dan sekaligus untuk membantu
meningkatnya pelayanan publik di daerah. meningkatkan pertumbuan ekonomi daerah
Karena salah satu indikator kesejahteraan di (PDB).
daerah adalah semakin menigatnya fungsi dan
tugas pelayanan public oleh pemeirntah daerah.
Di samping semakin banyak pembangaunan
infrastruktur yang dibangun sesuai dengan DAFTAR PUSTAKA
kebutuhan masyarakat di daerah masing-
masing.
Hal positif dari kebijakan desentralisasi
fiskal adalah semakin bertambah kemampuan Buku
fiskal daerah guna membiayai kebutuhan Badan Pusat Statistik, “Statistik Keuangan
belanjanya walaupun masih tetap terjadi Pemerintah Provinsi 2000-2003”, Penerbit
ketergantungan terhadap dana APBN. Tetapi BPS, Jakarta.
sampai saat ini masih banyak daerah yang belum ----------,”Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
berani membuat kebijakan pinjaman daerah 2003-2006”, Penerbit BPS,Jakarta.
seperti mengeluarkan surat utang daerah untuk
membiayai pembangunan daerah baik bersifat ----------,“Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
jangka memengah (mid-term project) maupun 2006-2009”, Penerbit BPS, Jakarta.
jang panjang (long-term project). ----------,”Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi
Kebijakan desentralisasi fiskal tidak dapat 2009-2012”, Penerbit BPS, Jakarta.
dilepaskan dalam konteks politik desentralisasi
----------, “Statistik Indonesia 2013”, Penerbit
yang diambil pemerintah (Negara). Oleh
BPS Jakarta, Mei 2013.

222 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014


Kementerian Keuangan RI, “APBN Tahun Jurnal Ilmiah/Majalah Ilmiah
Anggaran 2009 dan Nota Keuangan.” Hidayat, Syarif “Desentralisasi dan Otonomi
-----------, “APBN Tahun Anggaran 2010 dan Daerah Dalam Perspektif State-Society
Nota Keuangan”. Relation”, Jurnal Politik, Vol.1/No.1/
Th. 2008, Jakarta: Penerbit Universitas
-----------, “ APBN Tahun Anggaran 2011 dan Nasional.
Nota Keuangan”.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.10,No.3,
-----------, “ APBN Tahun Anggaran 2012 dan Maret 2007, Yogyakarta:Penerbit FISIPOL
Nota Keuangan”. UGM 2007.
-----------, “APBN Tahun Anggaran 2013 dan Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan, Vol.1/No.3/
Nota Keuangan”. Th.2009, Penerbit FE-Universitas Negeri
-----------, “APBN Tahun Anggaran 2014 dan Malang, 2009.
Nota Keuangan”. Mardiana dan Syafril Basri, “Desentralisasi
Kuncoro,Mudrajad., “Otonomi dan Pembangunan Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi
Daerah”, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. Riau”, Pekanbaru: Jurnal Ekonomi, Vol.20/
No.4/Desember 2012, Penerbit FE-
Mardiasmo, “Otonomi dan Manajemen Keuangan
Universitas Riau (UNRI), 2012.
Daerah”, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2002.
Surtikanti, “Permasalahan Otonomi Daerah
Muhamad, Fadel, “Reinventing Local
Ditinjau Dari Aspek Perimbangan
Government”, Jakarta: Penerbit PTElex
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah”,
Media Komputindo, Desember 2008.
dalam Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol.11/
Nugroho, Riant D. & Tri Hanurita No.1/Th2010, Penerbit Universitas
Sudwikatmono, “Tantangan Indonesia: Komputer Indonesia, Jakarta.
Soludi Pembangunan Politik Negara
Berkembang”, Jakarta: Penerbit PT.Elex
Website/Http/www/Internet
Media Komputindo, 2005.
“Percepatan Pembangunan Dalam Desentralisasi
Nordholt, Henk Schulte & Gerry Van Klinkenn, Fiskal”, http://birokrasi.kompasiana.com/,
“Politik Lokal di Indonesia, Jakarta:Penerbit diakses tanggal 18 Juni 2014.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007.
“Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap
Saefulloh, Asep Ahmad, “Kebijakan Pengelolaan Pembangunan Ekonomi Daerah di
APBN Dari Masa ke Masa”, Jakarta: Indoensia” oleh Bonar M. Sinaga
Penerbit PPPDI Sekretariat Jenderal DPR dan Hermanto Siregar, dalam http://
RI, Cetakan Pertama November 2010. otonomidaerah.com., diakses tanggal 20
Saragih, Juli Panglima. “Desentralisasi Fiskal dan Nopember 2014.
Keuangan Daerah dalam Otonomi”, Jakarta: “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap
Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama, April Kemiskinan di Indonesia: Suatu analisis
2003. stimulus kebijakan” oleh Muana Nanga,
Sarundajang, “Arus Balik Kekuasaan Pusat ke dalam repository.ipb.ac.id., diakses 21
Daerah”, Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Nopember 2014.
Harapan, Cetakan Ketiga, 2001.
Yani, Ahmad, “Hubungan Keuangan Antara Peraturan Perundang-Undangan
Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia”, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Edisi Revisi, ke-5, Jakarta: Penerbit Rajawali UU Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan
Pers, 2013. Keuangan Antara Negara dengan Daerah-

Juli Panglima Saragih: Politik Desentralisasi Fiskal 223


Daerah yang Berhak Mengurus Rumah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Tangganya Sendiri. Keuangan Antara Pusat dan Daerah.
UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
Daerah. tentang Dana Perimbangan.
UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992.
Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Presiden 10 Tahun 2013 tentang
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pajak Alokasi DAU Kabupaten/Kota Tahun 2013.
Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 201/
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak PMK.07/2012.
Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 23/
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang PMK-07/2013
Pemerintahan Daerah. Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun
2014 tentang Pajak Rokok.

224 Politica Vol. 5 No. 2 November 2014

You might also like