You are on page 1of 9

OSTEOARTRITIS PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA

WERDHA BUDI MULIA 1 CIPAYUNG

Laporan Kasus Blok Elektif

Disusun Oleh:

ANISA CARINA

1102015028

Kelompok 4 Bidang Kepeminatan Geriatri

Dosen Pembimbing:

dr. Eri Dian Maharsi, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA
2018
ABSTRAK
Latar Belakang: Di Indonesia, prevalensi osteoartritis yang tampak secara radiologis
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang sering ditemukan pada lansia (lanjut
usia), dan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya osteoarthritis adalah obesitas. Tujuan:
Untuk mengetahui gambaran osteoarthritis pada lansia. Presentasi Kasus: Ny. T, 64 tahun,
memiliki IMT 29,13 kg/m2 yang dapat diklasifikasikan sebagai obesitas. Ny. T mengeluhkan
nyeri pada pergelangan kaki kanannya. Beliau sering menghabiskan waktunya dengan duduk-
duduk. Metode: Wawancara. Study Design: Case report. Diskusi: Obesitas merupakan faktor
risiko terjadinya osteoarthritis. Hal ini disebabkan lemak aktif memproduksi molekul inflamasi
(sitokin dan adipokin) yang menyebabkan hilangnya tulang rawan. Selain itu, OA yang timbul
di pergelangan kaki kanan disebabkan karena bagian tersebut menopang setengah beban tubuh
yang mengakibatkan sifat kompresibilitasnya dan akhirnya terjadi perubahan biofisika.
Kesimpulan: Gambaran yang telah dipaparkan literatur sesuai dengan yang dialami oleh Ny.
T. Saran: Diperlukan lebih dari satu kali survey untuk penelitian lebih lanjut.

Kata Kunci: Lansia, Obesitas, Osteoartritis.

ABSTRACT
Background: In Indonesia, prevalence of osteoarthritis that appears radiologically reaches
15,5% on males and 12,7% on females between the ages 40-60 years. Osteoarthritis is a
degenerative joint disease that often found in the elderly, and one of the risk factors for
osteoarthritis is obesity. Aim: To find out the description of osteoarthritis in the elderly. Case
Presentation: Mrs. T, 64 years old, has IMT 29,13 kg/m2 which can be classified as obese.
Mrs. T complained pain on her right ankle. She often spends her time sitting. Methods:
Interview. Study Design: Case report. Discussion: Obesity is a risk factor for osteoarthritis.
This is because fat active produces inflammatory molecule (cytokine and adipokine) that cause
the loss of cartilage. However, OA that appears in the right ankle caused because that part
supports half of the body weight which results in it’s compressibility and eventually
biophysical changes. Conclusion: Description that has been presented by the literature is
suitable to what experienced by Mrs. T. Suggestion: More than one survey is needed for further
research.

Keywords: Elderly, Obesity, Osteoarthritis.

2
PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) adalah penyakit kronis jangka panjang yang melibatkan penipisan
tulang rawan di persendian yang menyebabkan tulang bergesekan, rasa kaku, nyeri, dan
gangguan gerak. OA tidak hanya dikaitkan dengan usia, tetapi juga dengan berbagai faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, termasuk obesitas, kurang
olahraga, faktor genetik, kepadatan tulang, cedera akibat pekerjaan, trauma dan jenis kelamin.
(Wittenauer, et al. 2013)
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, diketahui bahwa osteoartritis
diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia
Tenggara. Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti penyebabnya,
akan tetapi ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat. Berdasarkan
National Centers for Health Statistic, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa antara usia
25–74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis. (Murray, 2007)
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang
menyebabkan risiko terhadap kesehatan. Ukuran populasi kasar obesitas adalah indeks massa
tubuh (IMT), berat badan seseorang (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan
(dalam meter). Seseorang dengan IMT 30 atau lebih umumnya dianggap obesitas. (WHO)
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoartritis. Studi
di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan indeks massa tubuh (IMT) sebesar
2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA secara radiografik
meningkat sebesar 1,36 poin. (Felson, 2012), selain itu, apabila ditemukan kelebihan berat
badan > 20% pada pria dan 25% pada wanita dapat dikatakan sebagai obesitas (Ganong, 2012).

PRESENTASI KASUS
Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Usia : 64 tahun

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pendidikan terakhir : Sekolah Rakyat (tidak tamat)

Pekerjaan sebelumnya : Bekerja di tempat bus mobil

Tekanan darah : 160/103 mmHg

Berat badan : 70 kg

Tinggi badan : 155 cm

Aktivitas sehari-hari : Mengikuti pengajian, panggung hiburan dan senam

3
Berdasarkan anamnesa yang dilakukan kepada Ny. T, diketahui beliau mengeluh
pergelangan kaki kanannya nyeri baik saat beraktivitas maupun beristirahat. Beliau masih
dapat beraktivitas dengan mandiri. Selain itu, beliau juga aktif mengikuti pengajian dan
kegiatan senam yang diadakan oleh pihak PSTW Budi Mulia 1. Diluar dari kegiatan tersebut,
Ny. T banyak menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk saja. Dari hasil wawancara,
diketahui Ny. T memiliki pola makan 3 kali sehari, dan kadang-kadang menambahkan garam
dalam makanannya.
Ny. T diketahui telah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Namun, anaknya
tidak peduli terhadap Ny.T, sedangkan suaminya telah meninggal, sehingga Ny. T akhirnya
tinggal di PSTW Tresna Werdha Budi Mulia 1.
Berdasarkan rekam medis, diketahui Ny. T menderita osteoartritis pedis dan myalgia
yang menyerang tengkuk lehernya. Selain itu, Ny. T juga memiliki riwayat penyakit asam urat
dan hipertensi. Ny. T juga rutin mengonsumsi amlodipine dan vitamin B kompleks sehari-hari.

DISKUSI
Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA
primer disebut juga OA idiopatik, yaitu tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta
imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder
(Soeroso, 2014). Dalam kasus Ny. T, riwayat mengidap OA sekunder disangkal, sehingga
beliau mengidap OA primer.

Faktor turun-temurun dan lingkungan atau gaya hidup diidentifikasi sebagai penyebab
osteoartritis, khususnya:

1) Obesitas
2) Tekanan kerja
3) Wear and tear pada sendi

Faktor risiko tersebut mempegaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan pembentukan
tulang yang abnormal. OA paling sering mengenai lutut, panggul, tulang belakang dan
pergelangan kaki. Hal ini sesuai dengan yang dialami oleh Ny. T. Ny.T memiliki indeks massa
tubuh (IMT) sebesar 29,13 kg/m2 yang dapat dikategorikan sebagai obesitas. Keadaan ini
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya osteoartritis, khususnya dalam kasus yang
dialami oleh Ny. T, osteoarthritis pedis.
Obesitas adalah faktor risiko yang dikenal untuk osteoartritis (OA). Sekumpulan bukti
menunjukkan bahwa peningkatan massa lemak berhubungan dengan OA pre-klinis.
Peningkatan massa lemak juga berhubungan dengan kehilangan tulang rawan lutut yang cepat
dan peningkatan kemungkinan penggantian sendi. (Mezhov, 2014)
Berdasarkan etiologinya, umumnya obesitas dibagi menjadi:

1) Obesitas primer: disebabkan faktor nutrisi dengan berbagai faktor yang dapat
memengaruhi masukan makanan, yaitu masukan makanan berlebihan dibanding
dengan kebutuhan energi yang diperlukan tubuh.

4
2) Obesitas sekunder: disebabkan adanya penyakit atau kelainan kongenital
(mielodisplasia), endokrin (sindrom Cushing, sindrom Freulich, sindrom Mauriac
pseudoparatiroidisme), atau kondisi lain (sinrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom
Down, dan lain-lain) (Mansjoer, et al. 2008).

Dalam hal ini, Ny. T mengalami obesitas primer, karena asupan makanan berlebihan dibanding
dengana kebutuhan energi yang diperlukan oleh tubuh, selain itu kurangnya aktivitas juga
memengaruhi kondisi ini. Riwayat mengalami kelainan kongenital maupun gangguan endokrin
disangkal.

Temuan yang meningkatkan massa lemak dikaitkan dengan awal hingga akhir OA,
menunjukkan bahwa efek obesitas pada sendi mungkin melalui inflamasi yang digerakkan
secara metabolik. Lemak tubuh diketahui bukanlah struktur inert melainkan jaringan metabolik
yang aktif memproduksi molekul inflamasi, termasuk sitokin dan adipokin, yang telah terbukti
merusak sendi (Gomez, 2009). Kadar sirkulasi sitokin inflamasi dan sinovitis derajat rendah
berhubungan dengan kehilangan tulang rawan. Kadar adipokin leptin yang tinggi juga
berhubungan dengan peningkatan kehilangan tulang rawan, hal ini menunjukkan mekanisme
sistemik efek obesitas pada tulang rawan lutut.
Sendi lutut merupakan tumpuan dari setengah berat badan seseorang selama berjalan.
Berat badan yang meningkat akan memperberat tumpuan pada sendi lutut. Pembebanan lutut
dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligament dan struktur lain. Penambahan
berat badan membuat sendi lutut bekerja lebih keras dalam menopang tubuh. Sendi yang
bekerja lebih keras akan mempengaruhi daya tahan dari tulang rawan sendi. Rawan sendi akan
rusak dan menyebabkan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya dan menyebabkan
terjadinya perubahan biofisika yang berupa fraktur jaringan kolagen dan degradasi
proteoglikan (Felson, 2012).
Bahaya utama bagi penderita osteoartritis adalah mengurangi aktivitas fisik mereka
sebagai respon terhadap rasa sakit. Pergerakan merangsang sekresi cairan sinovial, substansi
yang melumasi permukaan antara sendi dan meningkatkan aliran darah ke area sendi.
Pergerakan juga memberikan tonus pada otot-otot yang menahan sendi di tempat dan yang
melindungi sendi dari stres yang berlebihan. Ketika seseorang mencoba untuk menghindari
rasa sakit dengan duduk diam sebanyak mungkin, mereka kehilangan cairan pelumas dan
proteksi otot membuat gerakan lebih menyakitkan. Pada akhirnya, otot-otot di sekitar area
immobilisasi kehilangan fleksibilitasnya, dan memengaruhi sendi yang menjadi kaku, hal ini
yang disebut kontraktur. Oleh karena itu, orang tua perlu didorong untuk mempertahankan
aktivitas fisik meskipun ada rasa sakit. (Hooyman, 2011)
Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan olahraga yang tidak terlalu
membebani tulang, seperti berjalan, latihan dalam air, bersepeda statis, dan dilakukan dengan
cara yang menyenangkan. Bagi lansia yang tidak terlatih harus mulai dengan intensitas rendah
dan peningkatan dilakukan secara individual berdasarkan toleransi terhadap latihan fisik.
Latihan fisik dilakukan sekurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, 5 hari dalam seminggu
atau 20 menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau kombinasi 20 menit
intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan 30 menit dengan intensitas sedang 2 hari dalam

5
seminggu. Sebaiknya program latihan yang dijalankan harus memenuhi konsep FITT
(Frequency, Intensity, Time, Type).

1. Frequency
Frekuensi adalah banyaknya unit latihan persatuan waktu, untuk meningkatan
kebugaran diperlukan latihan 3-5 kali/minggu. Lanjut usia dapat melakukan
latihan setiap minggu minimal 3 kali dengan memilih latihan yang disukai
ataupun yang sesuai dengan kelompoknya.
2. Intensity
Intensity menunjukkan derajat kualitas latihan. Intensitas latihan diukur dengan
kenaikan detak jantung. Untuk intensitas latihan pada lanjut usia tetap harus
memperhatikan faktor keterlatihan, apabila pemula mulailah dari intensitas yang
paling ringan selanjutnya naikkan secara bertahap sesuai dengan adaptasi dari
para masing-masing lansia.
3. Time
Time atau durasi adalah lama setiap sesi latihan. Untuk meningkatkan kebugaran
lansia memerlukan waktu 20-60 menit/sesi. Hasil latihan akan Nampak setelah 8-
12 minggu dan akan stabil setelah 20 minggu.
4. Type
Type atau model latihan, tidak semua tipe gerakan cocok untuk meningkatkan
komponen kebugaran namun perlu disesuaikan dengan tujuan latihan, disarankan
olahraga yang sifatnya aerobik (Kurnianto, 2015).

Ny. T memiliki seorang anak laki-laki, namun anaknya tidak mempedulikannya. Dalam Islam
di sebutkan:

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah
kalian berbakti kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yg mulia.” (Qs. Al-Isra’: 23)

Dalam ayat ini mengandung makna:


1. Anjuran untuk berbakti pada orang tua, karena ridha Allah SWT adalah ridha orang tua.
Murka-Nya adalah murka orang tua.
2. Berbuat baik kepada orang tua akan memanjangkan usia.
3. Anjuran untuk bertutur sapa yang baik dan lemah lembutlah kepada kedua orang tua,
serta berlaku sopan santun dengan penuh rasa hormat dan memuliakannya.

6
Berdasarkan IMT, Ny.T diketahui menderita obesitas. Melalui sebuah hadist. Rasulullah SAW
mengingatkan masalah kegemukan. Allah SWT berfirman.

“… Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf: 31)

Dalam ayat ini, Allah SWT mengatur perkara makan dan minum manusia agar tidak berlebih-
lebihan, hal ini dilakukan dalam rangka memelihara kesehatan manusia itu sendiri. Dengan
makan dan minum yang dapat memelihara kesehatan maka manusia dapat melakukan ibadah
dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

1. Pada Ny. T, obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoarthritis. Hal
ini disebabkan asupan makanan berlebih dan tidak diimbangi dengan olahraga yang
baik.
2. Menjaga indeks massa tubuh (IMT) agar selalu ideal sejak dini dapat mengurangi angka
kejadian osteoartritis.
3. Lansia tetap harus melakukan aktivitas fisik yang ringan, karena hal itu akan
merangsang produksi cairan synovial pada sendi dan dapat mengurangi gesekan antar
tulang.

Saran

1. Membuat kegiatan aktivitas fisik yang menarik minat serta cocok untuk lansia pada
Panti Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung.
2. Hendaklah menjaga pola makan sedari dini.
3. Tetap aktif bergerak di usia senja.
4. Kepada Institusi Universitas YARSI perlu mengadakan penyuluhan mengenai
gerontologi.
5. Kepada koordinator blok elektif, dibutuhkan survey lanjutan.

ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1
Jakarta Timur, yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung dan mengumpulkan data
informasi dari residen ataupun staf untuk kelancaran laporan kasus ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun, dr. Hj. RW. Susilowati, M.Kes, dr. Faisal

7
Drissa Hasibuan, Sp.PD, serta dr. Eri Dian Maharsi, M.Kes atas bimbingannya selama ini
sehingga laporan ini selesai dengan baik. Tak lupa penulis juga ucapkan terima kasih kepada
teman-teman kelompok 4 Geriatri yang telah membantu dalam pengerjaan laporan kasus ini.

8
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Diakses di http://www.litbang.depkes.go.id/. (November 2018)

Felson D.T. 2012. Osteoartritis New Insight Part 1: The Disease and It’s Risk Factors. Ann
Intern Med.

Ganong W.F. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.

Gomez R, Lago F, Gomez-Reino J, et al. 2009. Adipokines in the Skeleton: Influence on


Cartilage Function and Joint Degenerative Diseases. J Mol Endocrinol.

Hooyman, Nancy R., dan H. Asuman Kiyak. 2011. Social Gerontology: A Multidisciplinary
Perspective. Boston: Pearson Education Inc.

Kurnianto, Duwi. 2015. Menjaga Kesehatan di Usia Lanjut. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume
11, Nomor 2.

Mezhov V, Ciccuttini FM, Hanna FS, et al. 2014. Does Obesity Affect Knee Cartilage? A
Systematic Review of Magnetic Resonance Imaging Data.

Murray. 2007. Epidemiologi Osteoartritis dari Berbagai Aspek Kesehatan. Bandung: Yrama
Widya.

Sudargo, Toto. et al. 2014. Pola Makan dan Obesitas. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Suroso, Joewono. Et al. 2014. “Osteoarthritis.” Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid
1. Ed. Siti Setiati. 3197 -3209. Print.

Yafie, Alie. et al. 2009. Ensiklopedia Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Qur’an dan Sunah:
Kemukjizatan tentang Kedokteran 2. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu.

You might also like