You are on page 1of 36

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI RS AL ROHMAH

BAB I

DEFINISI

Latar Belakang

Kemajuan teknologi saat ini menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang
sangat penting.Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai
fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan
dengan upaya tersebut, agar tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima
bagi pasiennya, maka diperlukan suatu pedoman atau panduan pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.

Salah satu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif.Pelayanan kesehatan ini merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang
berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
anestesia.Peningkatan kebutuhan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan
jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Akibatnya tindakan anestesia
di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan
anestesi menjadi tidak jelas.Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
anestesia di rumah sakit, perlu disusun Panduan Pelayanan Anestesi sebagai acuan bagi rumah
sakit untuk melaksanakan pelayanan anestesi sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.

Pengertian

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis


yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam kerja sama
tim meliputi penilaian pra operatif (pra anestesia), intra anestesia dan
pasca anestesia serta pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi
antara lain terapi intensif, gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri.

Tujuan

1. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman,


efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang
menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan,
peredaran darah dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan

1
atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis,
trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan
hidup dasar, lanjutan dan jangka panjang) pada kegawatan
mengancam nyawa dimanapun pasien berada (ruang gawat darurat,
kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif/ICU).
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme
tubuh pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena
menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.
5. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat
pembedahan, trauma, maupun nyeri persalinan).
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri
kanker dan penyakit kronis).
7. Memberikan bantuan terapi inhalasi.

2
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pada pelayanan anestesi :

 Pelayanan pra anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra anestesia
dan pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan
anestesia.
 Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang dilakukan selama tindakan
anestesi meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinyu.
 Pelayanan pasca anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca anestesia sampai pasien
pulih dari tindakan anestesia.
 Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis.
 Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko
mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang
 Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestesi untuk memblok saraf
regional sehingga tercapai anestesia di lokasi operasi sesuai yang diharapkan
 Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestesia regional
pada wanita dalam persalinan
 Pelayanan anestesi rawat jalan adalah pelayanan anestesiologi yang dikhususkan kepada
perawatan pra operatif, intraoperatif dan pasca operatif pada pasien yang menjalani
prosedur pembedahan rawat jalan
 Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri terutama nyeri
akut, kronik dan kanker dengan prosedur intervensi
 Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian atau penundaan
bantuan hidup

3
BAB III

TATA LAKSANA

I. Pengorganisasian

Dalam melaksanakan pelayanan anestesia di rumah sakit, melibatkan tim pengelola pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif.

Tim terdiri dari :

 Dokter spesialis anestesiologi : sebagai koordinator


Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program
studi dokter spesialis anestesiologi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar
negeri dan yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek
(SIP)
 Dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS)
Yaitu dokter yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis anestesiologi
 Dokter lain
Yaitu dokter spesialis lain dan atau dokter yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
di bidang anestesiologi atau yang telah bekerja di pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif minimal 1 (satu) tahun
 Perawat anestesia dan atau perawat : sebagai anggota
Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan dan
ilmu keperawatan anestesi
Perawat adalah perawat yang telah mendapat pelatihan anestesi
 Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dalam ruang
lingkup medis dalam melaksanakan instruksi dokter

Tugas dan tanggung jawab :

Dokter Anestesi

Tugas

1. Mengoordinasi kegiatan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif sesuai dengan sumber
daya manusia, sarana,prasarana dan peralatan yang tersedia
2. Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesia setiap hari
3. Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan anestesia
4. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan kegiatan berkala.

Tanggung jawab

1. Menjamin terlaksananya pelayanan anestesiologi dan terapi intensif yang bermutu


dengan mengutamakan keselamatan pasien;
2. Pelaksanaan pencatatan, evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan di dalam rumah sakit;

4
3. Pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan anestesia dan keselamatan pasien di
dalam rumah sakit.

Perawat anestesi/perawat

Tugas

1. Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesia, yang meliputi


 Pengkajian keperawatan pra-anestesia
 Pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien
 pemeriksaan tanda-tanda vital
 persiapan administrasi pasien;
 analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien;
 evaluasi tindakan keperawatan pra-anestesia, mengevaluasi secara mandiri
maupun kolaboratif
 mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian
 persiapan mesin anestesia secara menyeluruh setiap kali akan digunakan dan
memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap pakai.
 pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk memastikan
bahwa semua obat-obatan baik obat anestesia maupun obat emergensi tersedia
sesuai standar rumah sakit.
 memastikan tersedianya sarana prasarana anestesia berdasarkan jadwal, waktu
dan jenis operasi tersebut
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi, yang meliputi:
 Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik
anestesia;
 Membantu pelaksanaan anestesia sesuai dengan sesuai instruksi dokter spesialis
anestesi;
 Membantu pemasangan alat monitoring non invasif;
 membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring invasif;
 pemberian obat anestesi
 mengatasi penyulit yang timbul
 pemeliharaan jalan napas;
 pemasangan alat ventilasi mekanik
 pemasangan alat nebulisasi
 pengakhiran tindakan anestesia
 pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh tindakan tercatat
baik dan benar.
3. Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi, yang meliputi
 Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan anestesia;
5
 pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri
 pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter epidural dan pemberian
obat anestetika regional
 evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan anestesia regional;
 pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat
 pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan yang dipakai.
 pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada tindakan anestesia
selanjutnya.

Tanggung jawab

1. Perawat anestesi dan perawat bertanggung jawab langsung kepada dokter penanggung
jawab pelayanan anestesia;
2. Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan anestesia di rumah sakit;
3. Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesia sesuai standar

II. Obat-obatan anestetika

Obat-obatan anestetika adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat sedasi atau hipnotis,
analgesia dan atau relaksasi otot-otot rangka yang digunakan untuk tindakan anestesia. Dalam
praktek anestesia, obat-obat annestetika dapat digolongkan menjadi :

 Golongan obat premedikasi


 Golongan obat anestesi intravena
 Golongan obat anestesi inhalasi
 Golongan obat analgesia lokal
 Golongan obat pelumpuh otot dan penawarnya
1. Obat-obatan premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obatan
pendahuluan yang terdri dari obat-obatan golongan antikolinergik, sedatif/trankuilizer
dan analgetik
Tujuan premedikasi :
o Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi: bebas dari rasa takut,
tegang, dan khawatir, bebas nyeri dan mencegah mual muntah
o Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus
o Memudahkan/memperlancar induksi
o Mengurangi dosis obat anestesia
o Mengurangi rasa sakir dan kegelisahan pasca bedah

6
Obat-obatan premedikasi:

Golongan Tujuan pemberian Contoh


Antikolinergik  Mengurangi sekresi kelenjar Alkaloid belladon (sulfas
 Mencegah spasme laring dan atropin, skopolamin)
bronkus
 Mencegah bradikardi
 Mengurangi motilitas usus
 Melawan efek depresi narkotika
terhadap saraf pusat
Sedatif/trankuilizer Memberikan suasana nyaman bagi pasien Fenotiazin (Prometazin)
pra bedah, bebas dari rasa cemas dan takut, Benzodiazepin (diazepam,
sehingga pasien menjadi ttdak peduli dengan midazolam,
lingkungannya klordiazepoksid, ntrazepam,
oksazepam), Butirofenon (
dehidrobenzperidol),
Barbiturat ( pentobarbital,
sekobarbital), Antihistamin
(defenhidramin)
Analgetik Menimbulkan analgesia, rasa segar, euforia Pethidin, Morfin, Fentanyl
narkotik/opioid dan depresi respirasi

2. Obat-obatan anestesia intravena


Obat-obatan yang dimaksud yaitu : thiopenton, diazepam, dehidrobenzperidol, fentanil,
ketamin hodroklorida, midazolam, propofol. Obat-obatan tersebut digunakan untuk
premedikasi, induksi anestesi, pemeliharaan, obat tambahan pada analgesia regional dan
sebagai anestesi tunggal

Obat-obatan anestesia intravena :

Nama Obat Indikasi Pemakaian Efek samping Kontra Indikasi


Tiopenton  Induksi anestesi  Hipoventilasi  Penyakit paru
 Obat tambahan sampai henti obstruktif
pada analgesia nafas menahun
regional  Risiko spasme  Dekompensasi
 Anti kejang laring dan cordis
 Anestesi bronkus  Syok yang berat
tunggal pada  Depresi  Insufisiensi
tindakan kardiovaskuler adrenokortikal
reposisi  Nekrosis sentral  Status asmatikus

7
 Hipnotik pada hati  Porphyria
pasien di ruang
terapi intensif
Ketamin  Induksi anestesi  Halusinasi, Pasien deengan penyakit
hidroklorida pada bedah mimpi buruk sistemik
sesar, anak-  Spasme laring
anak balita  Hipertensi dan
yang tidak takikardi
kooperatif,  Meningkatkan
penderita asma jumlah
 Obat anestesi perdarahan pada
pokok pada luka operasi
operasi di
daerah
superfisial,
berlangsung
singkat,
ekstirpasi tumor
kecil pada bibir
 Analgesik
pasca
trauma/pasca
bedah
Propofol Induksi anestesi,
analgesik regional,
anestesi tunggal pada
prosedur singkat,
sedasi di unit intensif
Fentanil Analgesia umum,
induksi anestesi

3. Obat-obatan anestesia umum inhalasi

Adalah obat-obatan anestesi yang berupa gas atau cairan mudah menguap yang diberikan
melalui pernafasan pasien. Secara umum ada 2 macam yaitu obat anestesi umum inhalasi yang
berupa cairan yang mudah menguap ( derivat halogen hidrokarbon : halotan, kloroform,
isoflurane, enfluran, dietil eter) dan obat anestesi umum inhalasi yang berupa gas (nitrous oksida,
siklopropan). Penggunaan kliniknya adalah sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum

8
4. Obat-obatan analgesia Lokal

Adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghambay konduksi saraf perifer apabila obat
disuntikkan di daerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa menimbulkan
kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut.

Jenis obat anelgesia lokal antara lain derivat ester ( kokain, prokain ), derivat amide
(lidokain, prilokain, bupivacain dan etidokain)

5. Obat pelumpuh otot dan antagonisnya

Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua golongan yaitu non depolarisasi (atrakurium,
rokuronium, metokurin, depolarisasi (suksinilkolin).Golongan obat pelumpuh otot digunakan
dalam fasilitas intubasi endotrakea, membat relaksasi lapangan operasi, memudahkan nafas
kembali, menghilangkan spasme laring. Sedangkan antagonis obat pelumpuh otot golongan non
depolarisasi adalah neostigmin/prostigmin

III. Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif mencakup tindakan anestesia (pra anestesia,
intra anestesia dan pasca anestesia) serta pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi seperti
pelayanan kritis, gawat darurat, penatalaksanaan nyeri.

A. Pelayanan Anestesia Perioperatif

Pelayanan anestesia peri-operatif merupakan pelayanan anestesia yang mengevaluasi,


memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia serta terapi intensif dan
pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.

1. PraAnestesia
 Evaluasi praanestesi
 Merupakan langkah awa dari rangkaian tindakan anestesia yang akan dilakukan terhadap
pasien yang merencanakan untu menjalani tindakan operatif
 Tujuan :
o Mengetahui status fisik pasien praoperatif
o Mengetaui dan menganalisa jenis operasi
o Memilih jenis/teknik operasi
o Meramalkan penyulit yang mungkin akan terjadi selama operasi
o Mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan
 Waktu pelaksanaan evaluasi praanestesia
o Pada kasus operasi elektif evaluasi praanestesi dilakukan sebelum operasi,
evaluasi terakhir dilakukan di kamar persiapan ruang operasi untuk menentukan
status fisik ASA.

9
o Pada kasus bedah darurat, evaluasi dilakukan pada saat itu juga di ruang persiapan
kamar operasi
 Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter umum harus
dilakukan sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam
kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
 Dokter spesialis anestesiologi atau dokter umum bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut:
 Anamnesis dan pemeriksaan pasien
Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan pasien sendiri atau dengan yang lain
(keluarga dan pengantarnya) meliputi :
o Identitas pasien
o Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang
mungkin menimbulkan gangguan fusngsi organ
o Anamnesis umum meliputi : riwayat penyakit sistemik yang
pernah atau sedang diderita, riwayat pemakaian obat yang telah
atau sedang digunakan penderita, riwayat operasi terdahulu,
kebiasaan buruk antara lain perokok, minuman keras, pemakai
obat—obatan terlarang, riwayat alergi terhadap suatu obat
Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
o Pemeriksaan status pasien : kesadaran, frekuensi nfas, tekanan
darah, suhu tubuh, berat dan tinggi untuk menilai status gizi
o Pemeriksaan fisik umum meliputi : Psikis, saraf, respirasi,
hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal, hepatobilier,
urogenital, metabolik, otot rangka, integumen
Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan lainnya
o Pemeriksaan rutin : Ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan
untuk operasi kecil dan sedang. Hal yang diperiksa dalah Hb, Ht,
erotrosit, leukosit dan hitung jenis, urin : pemeriksaan fisik,
kimiawi dan sedimen rutin
o Pemeriksaan khusus : Ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan
untuk operasi besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik
tertentu dengan indikasi tegas. Hal yang diperiksa adalah
pemeriksaan laboratorium lengkap (fungsi hati, ginjal, analisis gas
darah, elektrolit, hematologi, faal hemostatis sesuai dengan
indikasi).Pemeriksaan radiologi : foto toraks, IVP dan yang
lainnya sesuai indikasi, evaluasi kardiologi terutama untuk pasien

10
yang berumur diatas usia 35 tahun, pemeriksaan spirometri pada
penderia PPOM
 Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi
yang diperlukan untuk melakukan anestesia.
o Konsultasi dapat dilakukan berencana atau darurat, pada kasus
elektif, koreksi hasil pemeriksaan dilakukan secara mandiri oleh
staf medis fungsional yang menangani pasien atau bersama-sama
dengan staf medis lain yang bertindak sebagai konsultan di bangsal
o Untuk kasus darurat, koreksi dilakukan bersama-sama di ruang
resusitasi IGD atau di ruang operasi sesuai dengan
kegawatdaruratan medis yang diderita pasien
 Menentukan prognosis pasien perioperatif
Berdasarkan hasil evaluasi pra operatif tersebut maka dapat disimpulkan
status fisik pasien pra anestesi.
American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status
fisik praanestesi menjadi 5 kelas yaitu :
ASA I : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA II : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik ringan
sampai sedang
ASA III : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik ringan berat
yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak
mengacam nyawa
ASA IV : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupannya
ASA V : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak
dalam 24 jam pasien akan meninggal
Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat dicantumkan
tanda E (Emergency) dibelakang angka misalnya ASA 1 E
 Persiapan praanestesia
Adalah langkah lanjut dari hasil evaluasi pra operatif khususnya anestesi untuk
mempersiapkan pasien baik psikis maupun fisik pasien agar siap dan optimal
untuk menjalani prosedur anestesia dan diagnostik atau pembedahan yang
direncanakan.
Tempat persiapan pra anestesi :
o Poliklinik dan di rumah pasien (bila pasien rawat jalan)
 Persiapan psikis :

11
Diberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya agar mengerti
perihal rencana anestesi dan pembedahan yang direncanakan sehingga
dengan demikian diharapkan pasien dan keluarganya bisa tenang
 Persiapan fisik :
 Diinformasikan kepada pasien agar melakukan :
 Menghentikan kebiasaan seperti merokok, minuman keras da obat-
obatan tertentu minimal dua minggu sebelum anestesia atau
minimal dimulai sejak evaluasi pertama kali di poliklinik
 Melepas segala macam protesis dan asesoris
 Tidak mempergunakan kosmetik misalnya cat kuku atau cat bibir
Puasa dengan aturan sebagai berikut :
Usia Makanan padat susu Cairan jernih tanpa
formula/ASI partikel
< 6 bulan 4 jam 2 jam
6-36 bulan 6 jam 3 jam
> 36 bulan 8 jam 3 jam
 Diharuskan agar pasien mengajak ikut serta salah satu keluarga
atau orang tuanya atau teman dekatnya untuk
menemani/menunggu selama/setelah mengikuti rangkaian
prosedur pembedahan dan pada saat kembali pulang untuk
menjaga kemungkinan penyulit yang tidak diinginkannya
 Membuat surat persetujuan tindakan medik
 Dibuat setelah pasien tiba di ruang penerimaan pasien rawat jalan
 Pada pasien dewasa bila dibuat sendiri dengan menandatangani
lembaran formulir yang sudah tersedia pada bendel catatan medik
yang disaksikan oleh petugas yang ditunjuk untuk itu
 Pada pasien bayi, anak-anak dan orang tua dibuat oleh salah satu
keluarganya yang menanggung dan juga disaksikan oleh petugas
yang ditunjuk
 Mengganti pakaian yang dipakai dari rumah dengan pakaian
khusus kamar operasi
o Ruang Perawatan
 Persiapan psikis
 Berikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya agar
megerti perihal reencana anestesi dan pembedahan yang
direncanakan sehingga pasien dan keluarganya bisa tenang
 Berikan obat sedatif pada pasien yang menderita stres yang
berlebihan atau pada pasien tidak kooperatif misalnya pada pasien
pediatrik

12
 Pemberian obat sedatif dapat dilakukan secara :
Oral : pada malam hari menjelang tidur pada pagi hari 60-
90 menit sebelum ke kamar operasi
Rektal (khusus untuk pasien pediatrik) pada pagi hari
sebelum ke kamar operasi
 Persiapan fisik
 Hentikan kebiasaan seperti merokok,minuman keras, dan obat-
obatan tertentu minimal dua minggu sebelum anestesia atau
minimal dimulai sejak evaluasi pertama kali di poliklinik
 Tidak memakai protesis atau asesoris
 Tidak menggunakan cat kuku atau cat bibir
 Program puasa untuk pengosongan ambung, dapat dilakukan
sesuai dengan aturan diatas
 Pasien dimandikan pagi hari menjelang ke kamar bedah, pakaian
diganti dengan pakaian khusus kamar
 Membuat persetujuan tindakan medis
Pada pasien dewasa dan sadar bisa dibuat sendiri dengan
menandatangani lembaran formulir yang sudah tersedia pada
bendel catatan medik dan disaksikan oleh petugas
kesehatan.Apabila pasien anak atau bayi atau orang tua dan pasien
tidak sadar ditandatangani oleh salah satu keluarga yang
menangani dan juga disaksikan oleh petugas kesehatan.
o Ruang Persiapan di kamar operasi
Pasien diterima oleh petugas penerimaan di kamar operasi.
 Di ruang persiapan dilakukan :
 Evaluasi ulang status pasien dan catatan medis pasien serta
kelengkapannya
 Konsultasi di tempat apabila diperlukan
 Ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi
 Memberi premedikasi
 Memasang infus
 Premedikasi

Obat-obatan premedikasi antara lain : sedatif ( diazepam,


difenhidramin, prometazin, midazolam), Analgetik opioat (petidin,
morfin, fentanil, analgetik non opioat), antikolinergik (sulfas
atropin), antiemetik (ondacentron, metoklopramid), profilaksis
aspirasi (cimetidin, ranitdin, antasid)

13
 Pemasangan infus

Bertujuan untuk :

 Mengganti defisit cairan selama puasa


 Koreksi defisit cairan pra bedah
 Fasilitas vena terbuka untuk memasukkan obat selama operasi
 Koreksi kehilangan cairan selama operasi
 Koreksi kehilangan cairan akibat terapi lain
 Fasilitas tranfusi darah
o Kamar operasi
Persiapan yang dilakukan di kamar operasi adalah :
 Meja operasi dengan asesoris ang diperlukan
 Mesin aesesi dengan sistem aliran gasnya
 Alat-alat resusitasi antara lain : alat bantu nafas, laringoskop, pipa
jalan nafas, alat isap, defibrilator dan lain-lain
 Obat-obatan anestesi yang diperlukan
 Obat-obatan resusitasi antara lain adrenalin, atropin sulfat,
aminofilin, natrium bicarbonat dan lain-lain
 Tiang infus, plester dann lain-lain
 Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh dan EKG dipasang
 Alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi misalnya
pulse oksimeter, dan lain-lain
 Kartu catatan medis anestesia
 Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua

Secara umum bahwa pelayanan praanestesi yang dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut
:

 Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan dilakukan.


 Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan tindakan.
 Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-obat yang akan
dipergunakan.
 Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi dan Standar
Prosedur Operasional.
 Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim,
langkah-langkah pelayanan praanestesia sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan
dan alasannya harus didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

14
2. Pilihan jenis anestesia
Pertimbangan anestesia dan analgesia yang akan diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan memperhatikan beberapa faktor yaitu :
 Umur
 Pasien bayi dan anak-anak adalah anestesi umum
 Pasien dewasa diberikan anestesi umum atau regional tergantung jenis
operasi yang akan dilakukan
 Pasien tua cenderung dipilih anestesi regional kecuali jika tindakan tidak
memungkinkan untuk anestesi regional
 Jenis kelamin
 Pasien wanita dipilihkan anestesi umum karena faktor emosional dan rasa
malu yang dominan
 Pasien laki-laki dapat digunakan anestesi umum atau regional
 Status fisik
 Jenis Operasi
Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi menghasilkan 4 pilihan
masalah yaitu :
 Lokasi operasi : operasi di daerah kepala leher dipilih anestesi umum
dengan fasilitas intubasi pipa endotrakea untuk mempertahankan jalan
nafas, sedangkan operasi daerah abdominal ke bawah, anus dan
ekstremitas bawah dilakukan anestesi regional dengan blok spinal
 Posisi operasi : misalnya pada posisi tengkurap harus dilakukan anestesi
umum dengan fasilitas intubasi ET dan nafas kendali
 Manipulasi operasi misalnya pada operasi laparotomi dengan manipulasi
intra abdominal yang luas dengan segala risikonya, membutuhkan
relaksasi lapangan operasi optimal harus dilakukan anestesia umum
dengan fasilitas intubasi ET dan nafas kendali
 Durasi operasi : misalnya pada operasi bedah saraf kraniotomi yang
berlangsung lama harus dilakukan anestesi umum dengan fasilitas
intubasi ET dan nafas kendali
 Keterampilam operator dan alat yang dipakai
 Keterampilan/kemampuan pelaksanan anestesi dan sarananya
 Status rumah sakit
 Permintaan pasien

Dalam praktek anestesi, ada tiga jenis anestesi – analgesia yang diberikan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan yaitu :

 Anestesi umum
 Anestesi lokal
15
 Anestesi regional
Anestesi Umum
Merupakan suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh
hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi
Teknik anestesi umum : Anestesi umum inta vena, anestesi umum inhalasi, anestesi
imbang
Tehnik anestesi Definisi Obat anestesi
Anestesi umum Salah satu teknik anestesi umum yang Ketamin, Tiopenton,
intravena dilakukan dengan jalan menyuntikkan Propofol, Diazepam,
obat anestesi parenteral langsung ke Midazolam, Petidin,Morfin,
pembuluh vena Fentanil
Anestesi umum Merupakan salah satu teknik anestesi N2O, Halotan, Enfluran,
inhalasi umum yang dilakukan dengan jalan Isofluran, Sevofluran,
memberikan kombinasi obat anestesi Desfluran
inhalasi yang yang berupa gas atau
cairan yang mudah menguap melalui
alat/mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi
 Teknik anestesi umum inhalasi
meliputi: inhalasi sungkup muka
(face mask)
 inhalasi pipa ET nafas spontan
 inhalasi pipa ET nafas kendali
Anestesi Merupakan teknik anestesia dengan Kombinasi sediaan
imbang mempergunakan kombinasi obat-obatan hipnosis, analgesia dan
baik anestesia intravena maupun obat relaksasi otot
anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
anestesi umum dengan analgesia
regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang
Anestesi lokal
Merupakan anestesia yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal pada
daerah atau di sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan konduksi impuls
aferen yang beersifat temporer.Tindakan anestesi ini biasanya dilakukan oleh operator
sendiri.
Jenis Anestesia lokal Indikasi Obat
Analgesia topikal Tindakan endoskopi, kateterisasi Lidokain, Xilokain spray,
saluran kemih, analgesia lokal pasta/jelly, tetes mata
pada luka memar, cabut gigi, tetrakain
16
tindakan diagnostik pada mata
Analgesia lokal Luka terbuka, ekstirpasi tumor Prokain, Bupivacain
infiltrasi kecil,cabut gigi, rekonstruksi
kulit
Blok Lapangan Luka terbuka besar, ekstirpasi Prokain, Lidokain,
tumor, cabut gigi, amputasi jari, Bupivacain
sirkumsisi, rekonstruksi kulit,
suplemen analgesia lokal pada
laparotomi mini

Anestesi regional
Merupakan suatu tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestesi lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu yang menyebabkan
hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.
Jenis analgesia Indikasi Obat
regional
Blok saraf  Operasi di daerah lengan bawah dan Prokain, Lidokain,
tangan, dilakukan blok pada nevus Bupivakain
radialis, medianus dan ulnaris
 Operasi di daerah tungkai bawah,
dilakukan blok pada nervus
iskhiadikus atau femoralis atau biasa
juga pada nervus peronius,
sedangkan untuk kaki, dilakukan
pada nervus tibialis
Blok Pleksus Blok fleksus brakhialis interskaleni Prokain, Lidokain,
brakhialis  Operasi daerah bahu Bupivakain
 Operasi lengan atas
Blok fleksus brakhialis supraklavikula
 Daerah ekstremitas atas kecuali bahu
Blok fleksus brakhialis aksiler
 Operasi di daerah siku dan lengan
bawah
Blok Subarakhnoid Abdominal bawah dan inguinal, anorektal Lidokain,
dan genetalia eksterna, ekstremitas inferior bupivacain
Blok Epidural Blok epidural lumbal Lidokain,
 Abdominal bawah dan inguinal, bupivacain
anorectal dan genetalia eksterna,

17
ekstremitas inferior
Blok epidural kaudal
 Hanya untuk operasi di daerah
anorektal dan genetalia eksterna
Blok analgesia Operasi di daerah siku dan lengan bawah Lidokain,
regional intra vena Operasi di daerah lutut dan tungkai bawah bupivakain

3. Pelayanan Intra Anestesia


 Pelayanan intra anestesia berlaku untk setiap pemberian anestesia atau tindakan analgesia
yang dilakukan di dalam ruangan yang telah disediakan untuk itu dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas penatalaksanaan pasien.
 Pelayanan intra anestesi mengacu kepada beberapa standar yaitu :
Standar I :
Tenaga anestesi yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama
pemberian anestesi/analgesia
Tujuan:
Memantau pasien dan memberikan antisipasi segera terhadap perubahan abnormal yang
terjadi.Pada keadaan darurat di tempat lain yang memerlukan kehadiran sesialis anestesi
yang bertanggung jawab, maka keputusan untuk meninggalkan pasien didasarkan pada
tingkat kedaruratantersebut, keadaan pasien yang ditinggalkan dan kualifikasi tenaga
anestesi yang tinggal
Standar II :
Selama pemberian anastesi/analgesia, jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi
pasien harus dievaluasi secara teratur dan sering bahkan pada kasus-kasus tertentu
dilakukan secara kontinyu

Penilaian dilakukan setiap saat dan dicatat setiap 5 menit dalam lembar catatan anestesi
di rekam medis pasien

 Jalan nafas
Tujuan : untuk mempertahankan keutuhan jalan nafas
Cara :
Jalan nafas selama anestesi baik dengan teknik sungkup maupun intubasi trakea dipantau
secara ketat dan kontinyu.Pada pola nafas spontan, pemantauan dilakukan melalui gejala
sebagai berikut : terdengar suara nafas patologis, gerakan kantong reservoir terhenti atau
menurun, tampak gerakan dada paradoksial. Pada nafas terkendali : tekanan inflasi terasa
berat, tekanan positif inspirasi meningkat
 Oksigenasi
Tujuan : Untuk memastikan kadar zat asam di dalam udara/gas inspirasi dan di dalam
darah.Hal ini dilakukan terutama pada anestesi umum inhalasi.
18
Dilakukan dengan cara :
o Memeriksa kadar oksigen gas inspirasi dilakukan dengan mempergunakan alat
“pulse oxymeter” yang mempunyai alarm batas minimum dan maksimum
o Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna darah luka operasi
dan permukaan mukosa, secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut dan
pemeriksaan analisis gas darah
 Ventilasi
Tujuan :
Untuk memantau keadekuatan ventilasi
Dilakukan dengan cara :
o Diagnostik fisik dilakukan secara kualitatif dengan mengawasi gerak naik
turunnya dada, gerak kembang kempisnya kantong reservoar atau auskultasi suara
nafas
o Memantau “ end tidal CO2” terutama pada operasi lama, misalnya bedah
kraniotomi
o Sistem alarm jika ventilasi dilakukan dengan alat bantu nafas mekanik, dianjurkan
dilengkapi alat pengaman (sistem alarm) yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda
yang terdengar jika nilai ambang tekanan dilampaui
o Analisis gas darah untuk menilai tekanan parsial CO2.Pemantauan ini dilakukan
terutama pada kasus-kasus bedah saraf, bedah torak kardiovaskular dan kasus-
kasus lain yang berisiko tinggi
 Sirkulasi
Tujuan :
Untuk memastikan fungsi sirkulasi pasien adekuat
Dilakukan dengan cara :
o Menghitung denyut nadi secara teratur dan sering dengan stetoskop prekordial
(pada bayi dan anak) atau secara manual pada orang dewasa
o Mengukur tekanan darah secara non invasif mempergunakan tensimeter air raksa,
diukur secara teratur dan sering
o Mengukur tekanan darah secara invasif, EKG dan disertai oksimeter denyut.
Pemantauan ini dilakukan pada pasien risiko tinggi anestesia atau bedah ekstensif
dan dilakukan secara kontinyu selama tindakan berlangsung
o Produksi urin, ditampung dan diukur volumenya setiap jam terutama pada operasi
besar dan lama
o Mengukur tekanan vena sentral dengan kanulasi vena sentral untuk menilai aliran
darah balik ke jantung, hal ini dilakukan pada kasus risiko tinggi
 Suhu tubuh
Tujuan : Untuk mempertahankan suhu tubuh
Cara :

19
Apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada terjadi perubahan suhu tubuh, maka
suhu tubuh harus diukur secara kontinyu pada daerah sentral suhu tubuh melalui esofagus
atau rektum dengan termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang
mampu menayangkkan secara kontinyu.

Secara umum selama pelayanan intra anestesi harus dilakukan hal-hal sebagai berikut :
 Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi
selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan
sedasi
 Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual
terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta
didokumentasikan pada catatan anestesia.
 Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
4. Pelayanan Pasca Anestesia
 Pasca anestesi merupakan periode kritis yang segera dimulai setelah pembedahan dan
anestesia diakhiri sampai pasien pulih dari pengaruh anestesia
 Berdasarkan masalah-masalah yang dijumpai pascca anestesi/bedah, maka pasien pasca
bedah/anestesi dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :
Kelompok I :
o Pasien yang mempunyai risiko gagal nafas dan goncangan kardiovaskuler pasca
anestesi/bedah sehingga perlu nafas kendali pasca anestesi/bedah
o Pasien yang termasuk dalam kelompok ini langsung di rawat di unit terapi intensif
tanpa menunggu pemulihan di ruang pulih
Kelompok II :
o Sebagian besar pasien pasca anestesi/bedah masuk dalam kelompok ini
o Tujuan perawatan pasca anestesi/bedah adalah menjamin agar pasien secepatnya
mampu menjaga keadekuatan respirasinya
Kelompok III :
o Pasien yang menjalani operasi kecil, singkat dan rawat jalan
o Pasien pada kelompok ini bukan hanya fungsi respirasinya adekuat tetapi harus
bebas dari rasa mengantuk, ataksia, nyeri dan kelemahan otot, sehingga pasien
bisa kembali pulang
 Pemindahan pasien dari kamar operasi
Pemindahan pasien dilaksanakan dengan hati-hati mengingat :
o Pasien yang belum sadar baik atau belum pulih dari pengaruh anestesia, posisi
kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan nafas tetap adekuat sehingga
ventilasi terjamin

20
o Apabila dianggap perlu, pada pasien yang belum bernafas spontan diberikan
nafaas buatan
o Gerakan ada saat mmemindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi
o Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi
o Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar
o Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas
o Tidak perlu mendorong kereta tergesa-gesa, karena hal tersebut dapat
mengakibatkan :
 Rasa nyeri dari daerah bekas lapangan operasi
 Perubahan posisi kepala, sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi
 Muntah atau regurgitasi
 Kegoncangan sirkulasi
 Serah terima pasien di ruang pulih
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima :
 Masalah-masalah tata laksana anestesia, penyulit selama anestesi/pembedahan,
pengobatan dan reaksi alergi yang mungkin terjadi
 Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit-penyulit saat pembedahan
termasuk jumlah perdarahan
 Jenis anestesi yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk jumlah
cairan infus yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi
 Posisi pasien di tempat tidur
 Hal-hal lain yang perlu mendapat pengawasan khusus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi selama anestesi/operasi
 Apakah pasien perlu mendapat penanganan khusus di ruang terapi intensif (sesuai
dengan instruksi dokter)
 Ruang Pulih
Adalah ruagan khusus pasca anestesi / bedah yang berada di kompleks kamar operasi
yang dilengkapi dengan tempat tidur khusus, alat pantau, alat/obat resusitasi, tenaga
terampil dalam bidang resusitasi dan gawat darurat serta disupervisi oleh dokter spesialis
anestesi dan spesialis bedah.
Tujuan perawatan pasca anestesi/bedah di ruang pulih :
 Memantau secara kontinyu dan mengobati secara cepat dan tepat masalah
respirasi dan sirkulasi
 Mempertahankan kestabilan sistem respirasi dan sirkulasi
 Memantau perdarahan luka operasi

21
 Mengatasi/mengobati masalah nyeri pasca bedah
 Pasien yang tidak memerlukan perawatan pasca anestesi karena berbagai alasan antara
lain :
 Pasien dengan analgesia lokal yang kondisinya normal
 Pasien dengan risiko tinggi tertular infeksi sedangkan di ruang pulih tidak ada
rang isolasi
 Pasien yang memerlukan terapi intensif
 Pasien yang akan dilakukan tindakan khusus di ruangan (atas kesepakatann
dookter spesialis bedah dan spesialis anestesiologi)
 Pemantauan dan penanggulangan kedaruratan medik
Kesadaran
Pemanjangan pemulihan kesadaran merupakan salah satu penyulit yang sering dihadapi
di ruag pulih. Banyak faktor yang terlibat dalam penyulit ini. Apabila hal ini terjadi maka
diusahakan memantau tanda vital yang lain dan mempertahankan fungsinya agar tetap
adekuat.Di samping itu pasien belum sadar tidak merasakan tekanan, jepita atau
rangsangan pada anggota gerak, mata atau pada kulitnya sehingga mudah mengalami
cedera.Oleh karena itu mata ditutup dengan plester atau kasa yang basah sehingga
terhindar dari cedera sekunder.Masalah gelisah dan berontak, seringkali mengganggu
suasanan ruang pulih bahkan bisa membahayakan dirinya sendiri.
Penyebab gaduh gelisah pasca bedah adalah :
 Pemakaian ketamin sebagai obat anestesi
 Nyeri yang hebat
 Hipoksia
 Buli-buli yang penuh
 Stres yang berlebihan pra bedah
 Pasien anak-anak seringkali mengalami hal ini
 Penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya
Respirasi
Parameter respirasi yang harus dinilai pasca anestesi adalah :
Parameter Nilai Normal
Suara nafas paru = Sama pada kedua paru
Frekuensi nafas = 10-35 x/menit
Irama nafas = Teratur
Volume tidal = Minimal 4-5 ml/kg BB
Kapasitas vital = 20-40 ml/kg BB
Inspirasi paksa = - 40 cm H2O
PaO2 pada FiO2 30% = 100 mmHg
PaCO2 = 30-45 mmHg

22
Apabila dalam penilaian dijumpai tanda-tanda insufisiensi respirasi, segera dicari
penyebabnya sehingga dengan cepat dilakukan usaha untuk memulihkan
fungsinya.
Sumbatan jalan nafas
Pada pasien yang tidak sadar sangat mudah mengalami sumbatan nafas akibat :
jatuhnya lidah ke hipofaring, timbunan air liur/sekret, bekuan darah, gigi yang
lepas dan isi lambung akibat muntah atau regurgitasi
Sumbatan dapat terjadi pada daerah :
Supra laring : Lidah jatuh ke hipofaring, air liur, bekuan darah
dan isi lambung akibat muntah atau regurgitasi
Laring : Benda asing, spasme, edema dan kelumpuhan pita
suara
Infra laring : Trakeo-malasea, aspirasi benda asing dan spasme
bronkus
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya :
Tanpa alat Dengan alat
o Tiga langkah jalan nafas o Pipa oro/nasofaring
o Posisi miring stabil o Pipa orotrakea
o Sapuan pada rongga mulut o Alat isap
Atau jika diperlukan dapat dilakukan bronkoskopi atau trakeotomi
Depresi nafas
Depresi sentral : paling sering akibat efek obat opioat, disamping itu bisa juga
disebabkan oleh keadaan hipokapnea, hipotermia dan hipoperfusi
Depresi perifer : karena efek sisa pelumpuh otot, nyeri, distensi abdomen dan
rigiditas otot.
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya
Sirkulasi
Parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan adalah :
 Tekanan darah (hipertensi, hipotensi dan syok)
Tekanan darah normal berkisar (90/50-160/100)
Aldreta menilai perubahan tekanan darah pasca anastesia dengan kriteria sebagai
berikut :
o Perubahan sampai 20% dari nilai pra bedah = 2
o Perubahan antara 20-50% dari nilai pra bedah = 1
o Perubahan melebihi 50% dari nilai pra bedah = 0
Sebab-sebab hipertensi pasca bedah adalah : hipertensi yang diderita pra bedah,
nyeri, hipoksia dan hiperkarbia, penggunaan vasopresor dan kelebihan cairan
Sebab-sebab hpotensi/syok pasca bedah adalah perdarahan, defisit cairan, depreso
otot jantung dan dilatasi pembuluh darah yang berlebihan

23
Penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya.
 Denyut jantung
Denyut jantung normal berkisar 55-120x/menit dengan irama teratur
Sebab-sebab gangguan irama jantung :
o Takikardi, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat
simpatomimetik, demam dan nyeri.Penanganannya disesuaikan dengan
penyebabnya
o Bradikardi, disebabkan oleh blok subarakhnoid hipoksia (ada bayi) dan
refleks vagal
o Penanganannya disesuaikan dengan penyebab, umumnya diberikan sulfas
atropin
o Disritmia (diketahui dengan EKG), paling sering disebabkan karena
hipoksia
Penanggulannya adalah memperbaiki ventilasi dan oksigenasi. Apabila sangat
mengganggu dapat diberikan obat anti disritmia seperti lidokain.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian pasca bedah yang termasuk dalam
sirkulasi adalah :
o Perdarahan dari luka operasi
Kemungkinan adanya perdarahan dari luka operasi, selalu harus
diperhatikan.Adaya perembesan darah dari luka operasi atau
bertambahnya jumlah darah dalam botol penampung drainase luka
operasi, perlu dipertimbangkan untuk tindakan eksplorasi kembali
o Bendungan di sebelah distal dari tempat bebat luka operasi bisa
menimbulkan udema dan nyeri di daerah tersebut.Bila hal ini terjadi, bebat
dilonggarkan
Fungsi ginjal dan saluran kencing
Perhatikan produksi urin, terutama pada pasien yang dicurigai risiko tinggi gagal
ginjal akut pasca bedah/anestesia.Pada keadaan normal produksi urin mencapai >
0,5 cc/KgBB/jam, bila terjadi oligouri atau anuri, segera dicari penyebabnya,
apakah pre renal, renal atau salurannya
Fungsi saluran cerna
Kemungkinan terjadi regurgitasi atau muntah pada periode pasca anestesia/bedah,
terutama pada kasus bedah akut, senantiasa harus diantisipasi.Untuk
mengantisipasi ini, pencegahan regurgitasi/muntah lebih penting artinya daripada
menangani kejadian tersebut.Akan tetapi bila terjadi penyulit seperti ini maka
tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menguasai jalan nafas.
Aktifitas motorik
Pemulihan aktifitas motorik pada penggunaan obat pelumpuh otot, berhubungan
erat dengan fungsi respirasi.Bila masih ada efek pelumpuh otot, pasien

24
mengalami hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain juga belum kembali
normal
Suhu Tubuh
Penyulit hipotermi pasca bedah, tidak bisa dihindari terutama pada pasien
bayi/anak dan usia tua.
Beberapa penyebab hipotermi di kamar operasi :
o Suhu kamar operasi yang dingin
o Penggunaan desinfektan
o Cairan infus dan transfusi darah
o Cairan pencuci rongga-rongga pada daerah operasi
o Kondisi pasien (bayi dan orang tua)
o Penggunaan halothan sebagai obat anestesia
Usaha-usaha untuk menghangatkan kembali di ruang pulih adalah dengan cara :
o Pada bayi, segera dimasukkan ke inkubator
o Pasang selimut penghangat
o Lakukan penyinaran dengan lampu
o Diisamping hipotermi, keungkinan hipertermi harus diwaspadai terutama
yang menjurus pada hipertermia malignan
Beberapa hal yang dapat menimbulkan hipertermia :
o Septikemi terutama pada pasien yang menderita infeksi pra bedah
o Penggunaan obat-obatan seperti atropin, suksinil kolin dan halotan
Usaha penanggulangannya :
o Pasien didinginkan secara konduksi menggunakan es
o Infus dengan cairan infus dingin
o Oksigenasi adekuat
o Antibiotika bila diduga sepsis
o Bila dianggap perlu, rawat di Unit Terapi Intensif
Masalah nyeri
Trauma akibat luka operasi sudah pasti akan menimbulkan rasa nyeri.Hal ini
harus didasari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau ada tanda-
tanda pasien menderita nyeri, segera berikan analgetika.
Diagnosis nyeri ditegakkan melalui pemeriksaan klinis berdasarkan pengamatan
perubahan perangai, psikologis perubahan fisik antara lain pola nafas, denyut nadi
dan tekanan darah serta pemeriksaan laboratorium yaitu kadar gula darah.
Intensitas nyeri dinilai dengan “visual analog scale/VAS” dengan rentang nilai
dari 1-10 yang dibagi menjadi :
 Nyeri ringan ada pada skala 1-3
 Nyeri sedang ada pada skala 4-7
 Nyeri berat ada pada skala 8-10

25
Penangguangan nyeri pasca bedah melalui pendekatan trimodal dengan analgesia
balans yaitu :
 Menekan pada proses transduksi di daerah cedera menggunakan preparat
atau obat analgesia lokal atau analgetik non steroid atau anti prostaglandin
misalnya asam mefenamat, ketoprofen dan ketorolak
 Menekan pada proses transmisi, menggunakan obat analgesia lokal
dengan teknik analgesia regional seperti misalnya blok interkostal dan
blok epidural
 Menekan pada proses modulasi secara mempergunakan preparat narkotika
secara sistemik yang diberikan secara intermiten atau tetes kontinyu atau
diberikan secara regional melalui kateter epidural
 Nyeri luka operasi laparotomi, menimbulkan pengaruh yang serius
terhadap fusngsi respirasi. Pengembangan diafragma ke arah rongga
abdomen akan menurun, menyebabkan kapasitas residu fungsional akan
menurun sehingga ventilasi alveolar berkurang.Pada pasien pasca
laparotomi tingggi yang insisinya mencapai prosesus sifoideus dilakukan
ventilasi mekanik selama 1x24 jam, selanjutnya pada saat yang sama
dipasang kateter epidural untuk mengendalikan nyeri mempergunakan
preparat opiat (morfin)
Posisi
Posisi pasien perlu diatur di tempat tidur ruang pulih
Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kemungkinan :
 Sumbatan jalan nafas, pada pasien belum sadar
 Tertindihnya/terjepitnya satu bagian anggota tubuh
 Terjadi dislokasi sendi-sendi anggota gerak
 Hipotensi, pada pasien dengan analgesia regional
 Gangguan kelancaran aliran infus
Posisi pasien diatur sedemikian rupa tergantung kebutuhan sehingga nyaman dan
aman bagi pasien, antar lain :
 Posisi miring stabil pada pasien operasi tonsil
 Ekstensi kepala, pada pasien yang belum sadar
 Posisi terlentang dengan elevasi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada
pasien blok spinal dan bedah otak
 Posisi elevasi tungkai saja pada pasien syok
Pemantauan pasca anestesi dan kriteria pengeluaran
Mempergunakan skor Aldrete pasca anestesia di ruang pulih
Obyek Kriteria Nilai
Aktifitas  Mampu menggerakkan empat 2
ekstremitas

26
 Mampu menggerakkan dua ekstremitas 1
 Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0
Respirasi  Mampu nafas dan batuk 2
 Sesak atau pernafasan terbatas 1
 Henti nafas 0
Tekanan darah  Berubah sampai 20% dari pra bedah 2
 Berubah 20%-50% dari pra bedah 1
 Berubah > 50% dari pra bedah 0
Kesadaran  Sadar baik dan orientasi baik 2
 Sadar setelah dipanggil 1
 Tidak ada tanggapan terhadap rangsang 0
Warna kulit  Kemerahan 2
 Pucat agak suram 1
 Sianosis 0
NILAI TOTAL

Penilaian dilakukan pada :


o Saat masuk
o Selanjutnya dilakukan setiap saat dan dicatat setiap 5 menit sampai
tercapai nilai total 10. Nilai untuk pengiriman pasien adalah 10

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengirim pasien ke ruangan adalah :

o Observasi minimal 30 menit setelah pemberian narkotik atau obat penawarnya


(Naloksan) secara intravena
o Observasi minimal 60 menit setelah pemberian antibiotik, antiemetik atau narkotika
secara intramuskuler
o Observasi minimal 30 menit setelah oksigen dihentikan
o Observasi 60 menit setelah ekstubasi
o Tindakan lain akan ditentukan kemudian oleh Dokter Spesialis Anestesiologi dan Dokter
Spesialis Bedah

Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalam pelayanan pasca anestesi adalah :
 Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih (Unit Rawat
Pasca-anestesia/PACU) atau ekuivalennya kecuali atas perintah khusus dokter spesialis
anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga
dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HCU).
 Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku

27
 Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya
memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU/HCU).
 Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesiologi
atau anggota tim pengelola anestesia. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai
secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
 Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih dan
disertai laporan kondisi pasien.
 Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
 Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih.

B. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi yang
diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi harus
senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak dalam
kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi yang
baik dalam penanganannya. Seorang dokter anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab secara
keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan pasien,
keluarga dan dokter lain.
5. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukantetapi prognosis
pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait
untukmembuat keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan manfaat
bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga
pasien tentang sikap dan pilihan yang diambil
6. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang memerlukan
energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan
energi dan waktu yang diberikannya.
8. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan.

28
9. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan administratif,
kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur operasional dan
pengembangan pelayanan intensif.

C. Pelayanan Tindakan Resusitasi


1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
2. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan
peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta
paramedis.
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti
American Heart Association (AHA) dan/atau European Resuscitation Council.
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan

D. Pelayanan Anestesia Rawat Jalan


1. Pelayanan anestesia rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta tidak
menjalani rawat inap.
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai penilaian
dokter spesialis anestesiologi dan disiapkan dari rumah.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/fasilitas
pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses layanan dukungan
perioperatif.

E. Pelayanan Anestesia Regional


1. Pelayanan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf
sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
2. Analgesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang kompeten ditempat
yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesia umum sehingga bila
diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan anestesia umum.
3. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang terpisah dari
alat penghisap untuk operasi.
4. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia dalam
jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan anestesia
umum.
5. Analgesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan dapat dirumat oleh
dokter atau perawat anestesia/perawat yang mendapat pelatihan anestesia dibawah
supervisi dokter spesialis anestesiologi.

29
6. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesia regional dilakukan sesuai standar
pemantauan anestesia.
7. Analgesia regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah atau nyeri
kronik.
8. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat dilakukan oleh
dokter atau perawat anestesia/perawat yang mendapat pelatihan anestesia dibawah
supervisi dokter spesialis anestesiologi

F. Pelayanan Anestesia Regional dalam Obstetrik


1. Pelayanan anestesia regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik
lokal kepada wanita dalam persalinan.
2. Anestesia regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat dengan
perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk
menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
3. Anestesia regional diberikan oleh dokter spesialis anestesiologi setelah pasien
diperiksa dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau
dokter yang merawat.
4. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapat dirumat oleh
dokter spesialis anetesiologi atau dokter/bidan/perawat anestesia/perawat di bawah
supervisi dokter spesialis anetesiologi.
5. Anestesia regional untuk persalinan per vaginam disyaratkan penerapan pemantauan
dan pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin. Pemantauan tambahan
yang sesuai dengan kondisi klinis ibu dan janin hendaknya digunakan bila ada
indikasi. Jika diberikan blok regional ekstensif untuk kelahiran per vaginam dengan
penyulit, maka standar pemantauan dasar anestesia hendaknya diterapkan.
6. Selama pemulihan dari anestesia regional, setelah bedah sesar dan atau blok regional
ekstensif diterapkan standar pengelolaan pascaanestesia.
7. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesialis
anestesiologi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab pengelolaan
bayi baru lahir berada pada dokter spesialis lain (anak ). Jika dokter spesialis
anestesiologi tersebut juga diminta untuk memberikan bantuan singkat dalam
perawatan bayi baru lahir, maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut harus
dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.

G. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)


1. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penangulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa nyeri
timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya

30
dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan
seringkali tidak responsif terhadap pengobatan.
2. Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan perhatian:
 anak-anak.
 pasien obstetrik.
 pasien lanjut usia.
 pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik.
 pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis.
 pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis.
 pasien dengan kanker atau HIV/AIDS.
 pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahan
lainnya.
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar prosedur
operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun mengacu pada standar
pelayanan kedokteran.

H. Pengelolaan Akhir Kehidupan


1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life
support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat
intensif (ICU dan HCU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
adalah keputusan medis dan etis.
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3 (tiga)
dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan
2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi
setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:
 Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap
dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem organ
vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversibel. Semua usaha yang
memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
 Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation), dilakukan
pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan
pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ yang lain,
atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
 Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan
31
hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan
terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
 Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada
terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi
dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan
MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter
lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.

IV. Sarana Prasarana Anestesi

Sarana dan prasarana pelayanan anestesiologi di Rumah Sakit Al Rohmah meliputi :

 Mesin anestesi yang mempunyai antihipoksik device dengan circle system dengan O2 dan
N2O, dan udara tekan (air), dengan vaporizer untuk volatile agent
 Set anestesia pediatrik
 Nasopharingeal airway ukuran dewasa (semua ukuran), Oropharingeal airway,
Resusitasi
 Konektor dari pipa oro dan nasotrakeal dengan mesin anesthesi
 Pipa trakea oral/nasal dengan cuff (plain endotraeheal tube) no. 2 ½, 3, 3 ½, 4, 4 ½ , 5
 Pipa trakea spiral no. 6 ½, 7,
 Pipa orotrakea dengan cuff (cuff orotracheal tube) no. 6, 6 ½, 7, 7 ½,
 Pipa nasotrakea dengan cuff no. 5 ½, 6, 6 ½, 7, 7 ½, 8, 8 ½, 9
 Magill forceps ukuran dewasa
 Magill forceps ukuran anak
 Stetoskop
 Tensimeter non invansif
 Termometer
 Infusion standard
 Pulse oxymeter sederhana
 EKG
 Perlengkapan anastesia regional
 Suction pump
 Medicine Cabinet
 Double bowel stand
 Patient troley
 Scrub –up

32
 Medicine troley
 Resuctation Set
 Intubation Set
 Oxygen concentrate
 Monitor EKG
 Tabung N2O
 Examination Lamp
 Mobile sphygmomanometer
 Oxygen apparatus + flowmeter
 Unit kantong terisi sendiri katup sungkup (segala macam ukuran)
 Sungkup mu
 Tourniquet
 Alat inhalasi N2O dan O2
 Troli Resusitasi bayi
 Alat pompa infus
 O2 + gas-gas medik
 Stetokosp nadi

33
BAB IV

DOKUMENTASI

Pencatatan dan pelaporan

Kegiatan, perubahan-perubahan dan kejadian yang terkait dengan persiapan dan


pelaksanaan pengelolaan pasien selama pra-anestesia, pemantauan durante anestesia dan pasca
anestesia di ruang pulih dicatat secara kronologis dalam catatan anestesia yang disertakan dalam
rekam medis pasien. Catatan anestesia ini dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan,
diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter spesialis anestesiologi yang melakukan tindakan
anestesia dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
Penyelenggaraan pelaporan pelayanan anestesiologi di rumah sakit dilaporkan secara berkala
kepada pimpinan rumah sakit sekurang-kurangnya meliputi:

1. Teknik anestesia dan jumlahnya


 Umum
 Regional
 Blok saraf
 MAC
2. Alat jalan nafas
 Intubasi
 LMA
3. ASA : 12,3,4,5,6
4. Kasus emergensi : Ya/tidak
5. Monitoring tambahan
6. Komplikasi : Ada/Tidak
7. Jenis pembedahan : bedah umum,bedah anak, ,bedah kebidanan, bedah orthopedi dan lain
lain
8. Tindakan anestesia di luar kamar bedah : penatalaksanaan nyeri, radiologi, resusitasi,
pemasangan kateter vena sentral

Pengendalian mutu

Kegiatan pengendalian mutu pada pelayanan anestesiologi meliputi :

1. Evaluasi internal:
 Rapat audit berupa pertemuan tim anestesia yang membahas permasalahan
layanan (termasuk informed consent, keluhan pasien, komplikasi tindakan,
efisiensi dan efektifitas layanan).
 Audit medik dilakukan secara berkala untuk menilai kinerja keseluruhan
pelayanan anestesia oleh komite medik.

34
2. Evaluasi eksternal:
Lulus akreditasi rumah sakit
3. Evaluasi Standar Prosedur Operasional Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di
Rumah Sakit dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Permenkes RI Nomor 519/MENKES/PER/III/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan


Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit

Instrumen Penilaian Standar Akreditasi Rumah Sakit (Edisi I), Komisi Akreditasi Rumah Sakit,
Tahun 2011

Gde Mangku, dr, Sp.An, Tjokorda Gde Agung,dr, Sp.An, 2010, Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi,Indeks Jakarta, Jakarta

36

You might also like